BAB IPENDAHULUAN
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yangterdiri atas kelenjar-kelenjar dan
stroma, terdapat di dalam miometrium ataupun di luar uterus. Bila jaringan endometrium
terdpat di dalam miometrium disebut adenomiosis, dan bila terdapat di luar uterus disebut
endometriosis. Pada endometriosis jaringan endometrium ditemukan di luar kavum uteri
dan di luar miometrium. Daerah yang paling sering terkena adalah organ pelvis da
peritonium, walaupun organ lain seperti paru-paru juga ikut terkena meskipun jarang.
Penyakit ini berkembang dari lesi yang kecil dan sedikit pada organ pelvis yang normal
kemudian menjadi massa keras infiltrat dan kista endometriosis ovarium (endometrioma.
Perlangsungan endometriosis sering disertai pembentukan fibrosis perlekatan luas
menyebabkan gangguan anatomi pelvis.
Endometriosis merupakan salah satu masalah kesehatan pada wanita yang cukup
penting. Endometriosis diperkirakan terjadi sebanyak 3-10% pada wanita berusia
reproduktif (usia 15-44 tahun), 25-35% pada wanita infertil, 1-2% pada wanita yang
menjalani steril, 10% pada operasi histerektomi, 16-31% pada laparoskopi, dan 53%
terjadi pada wanita dengan nyeri pelvis berat yang memerlukan evaluasi pembedahan.
Endometriosis mengenai 40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita
subfertil. Saudara perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita
endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi endometriosis.
Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi
tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30-40%, dan risiko
berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan
yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30%.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DefinisiEndometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi terdapat di luar kavum uteri dan di luar miometrium. Endometriosis adalah
penyakit inflamasi yang bergantung pada estrogen yang menyerang 5-10 % wanita usia
reproduksi. Endometriosis terjadi akibat adanya pertumbuhan jaringan endometrium di
dalam kavum uteri, pelvic, rongga peritoneum, dan ovarium. Gambaran klinik nya adalah
nyeri di pelvic, dispareunia, dan infertilitas
Menurut urutan yang tersering, endometrium ditemukan di tempat-tempat berikut:
(1) ovarium; (2) peritoneum dan ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi; dinding
belakang uterus, tuba Fallopii, plika retrouterina, ligamentum rotundum dan sigmoid; (3)
septum rektovaginal; (4) kanalis inguinalis; (5) apendiks; (6) umbilikus; (7) serviks uteri,
vagina, kandung kencing, vulva, perineum; (8) parut laparotomi; (9) kelenjar limfe; dan
(10) lengan,paha, pleura, dan perikardium tapi sangat jarang. Kista endometriosis adalah
suatu jenis kista yang berasal dari jaringan endometrium. Ukuran kista bisa bervariasi
antara 0.4-4 inchi. Jika kista mengalami ruptur, isi dari kista akan mengisi ovarium dan
rongga pelvis.
2
Gambar 2. Lokasi Dapat Ditemukannya Endometriosis
Lokasi endometriosis :1. Ovarium 2. Cavum Douglassi 3. Ligamentum sacrouterina 4. Ligamentum latum 5. Tuba falopii 6. Plica vesicouterina 7. Ligamentum Rotundum 8. Apendik vermoformis 9. Vagina 10. Septum rectovagina 11. Colon rectosigmoid 12. Caecum 13. Ileum 14. Kanalis inguinalis 15. Jaringan parut abdomen 16. Ureter 17. Vesica urinaria 18. umbilikus 19. vulva 20. Tempat yang jauh
Dimanapun lokasi endometriosis, terdapat endometrium ektopik berselubung
stroma yang mengalami implantasi dan berbentuk seperti kista miniatur serta
memberikan respon siklis terhadap estrogen dan progesteron seperti halnya endometrium
dalam cavum uteri. Selama proses menstruasi, terjadi perdarahan pada kista mini
tersebut.
3
2.2 Etiologi
Beragam postulat mengenai patogenesis endometriosis berusaha menerangkan
mekanisme terjadinya endometriosis, namun patogenesis endometriosis secara pasti
masih belum dipahami secara jelas. Menurut Amer (2008) mengatakan masing masing
tipe endometriosis memiliki sebab yang berbeda (sebab multifaktorial). Misalnya,
peritoneal endometriosis dijelaskan dengan model menstruasi retrograde, ovarian
endometriosis merupakan hasil dari metaplasia sel-sel coelomik, endometriosis
rektovaginal dapat dijelaskan dengan teori sisa duktus mulleri atau vide infra
(Endometriosis disease model).
Selain itu, Bulun (2009) menjelaskan mekanisme endometriosis yang
dihubungkan dengan patogenesis steroid secara selular dan molekular. Dalam
pengamatannya, fungsi hormon ovarium, estrogen dan progesteron, memainkan peranan
penting dalam pertumbuhan endometriosis. Pada manusia dan beberapa hewan primata,
estrogen menstimulasi jaringan endometriosis, dimana inhibitor aromatase yang
memblokade bentuk estrogen dalam hal ini menguntungkan, sebagai antiprogestin, pada
pasien endometriosis. Tingkatan reseptor terkecil bagi estrogen dan progesteron masih
membingungkan antara jaringan endometrium dan jaringan endometriosis. Secara
biologi, sejumlah progesteron dan estrogen akan memproduksi jaringan endometriosis ,
melalui aktivasi abnormal proses steroidogenesis yang melibatkan aromatase.
4
Teori-teori pathogenesis endometriosis antara lain, sebagai berikut:
1. Teori retrograde menstruasi
Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori
implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini didasari
atas 3 asumsi:
1. Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii
2. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga
peritoneum
3. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke
peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.
Retrogade Menstruation dan teori implantasi (teori Sampson)
Sejak dicetuskan oleh Sampson pada tahun 1920, model retrograde menstruation
merupakan teori yang paling luas diterima dalam menjelaskan pertumbuhan
endometriosis. Sampson mengajukan teorinya berdasarkan pengamatannya selama
melakukan pembedahan pelvis, seperti darah menstruasi terdapat di ostium tuba pada
wanita yang menstruasi. Jaringan endometrium juga dideteksi dalam tuba falopi yang
diangkat saat histerektomi. Refluks jaringan endometrium diperkirakan berimplantasi
pada permukaan peritoneum dan ovarium. Hal ini dapat terjadi pada 80% wanita yang
menstruasi, namun tidak menjadikan semuanya menderita endometriosis. Unuk
menjelaskan ketidaksesuaian ini, penganut teori ini berhipotesis bahwa endometriosis
terjadi pada wanita yang memiliki gangguan sistem imunitas seperti gangguan yang tidak
dapat mengidentifikasi dan menghancurkan sel endometrium yang berada pada kavum
peritoneum. Teori ini mendapat bantahan dengan alasan hal ini tidak mungkin karena
sistem imun tidak dikerahkan untuk menyerang sel endometrium, yang merupakan self-
antigen. Fakta lain adalah endometriosis dapat terjadi setelah ligasi tuba yang kambuh
setelah pembedahan atau de novo.
5
Figure 1: Origin of iron overload in the pelvic cavity of endometriosis patientsErythrocytes are carried into the pelvic cavity by retrograde menstruation and haemorrhaging foci of ectopic endometrium. A proportion of them are phagocytosed by peritoneal macrophages. Macrophages store some iron in the form of ferritin or haemosiderin, and release some that binds to transferrin. Lysis of erythrocytes also releases haemoglobin into peritoneal fluid. Transferrin and haemoglobin cause increased pelvic iron concentrations and may be assimilated by ectopic endometrial cells, resulting in the formation of iron deposits (ferritin or haemosiderin).
2. Teori metaplasia soelomik
Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini
menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan dalam sel-
sel mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam peritoneum dan pleura).
Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh beberapa faktor seperti infeksi,
hormonal dan rangsangan induksi lainnya. Teori ini dapat menerangkan endometriosis
yang ditemukan pada laki-laki, sebelum pubertas dan gadis remaja, pada wanita yang
tidak pernah menstruasi, serta yang terdapat di tempat yang tidak biasanya seperti di
pelvik, rongga toraks, saluran kencing dan saluran pencernaan, kanalis inguinalis,
umbilikus, dimana faktor lain juga berperan seperti transpor vaskular dan limfatik dari sel
endometrium.
Metaplasia coelomic (teori Meyer) dan teori induksi. Teori Meyer berdasarkan
fakta bahwa sel dari peritoneum, permukaan ovarium dan endometrium berasal dari
prekursor embriologikal, yakni sel coelomic. Pada saat pubertas, estrogen yang tinggi
menginduksi sel peritoneum maupun permukaan sel telur yang mengalami metaplasia
menjadi sel endometrium. Metaplasia ini juga diinduksi oleh substansi yang
6
memproduksi sel endometrium yang terdapat di kavum peritoneum akibat retrograde
menstruation. Teori ini tidak didukung bukti ilmiah yang kuat. Penelitian belum bisa
menunjukkan sel-sel peritoneum mampu berdiferensiasi menjadi sel – sel yang mirip
endometrium. Metaplasia merupakan proses yang berhubungan dengan umur, yang
meningkat seiringnya bertambah usia. Endometriosis terjadi terutama pada usia
reproduktif, dengan insidensi tertinggi usia 28 tahun.
3. Teori transplantasi langsung
Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang
hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan episiotomi, dapat
mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis akibat bekas parut operasi dan pada
perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut.
4. Teori genetik dan imun
Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan
anak dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar
genetik. Matriks metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghancurkan
matriks ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium normal dan pertumbuhan
endometrium baru yang dirangsang oleh estrogen. Tampilan MMP meningkat pada awal
siklus haid dan biasanya ditekan oleh progesteron selama fase sekresi. Tampilan
abnormal dari MMP dikaitkan dengan penyakit-penyakit invasif dan destruktif. Pada
wanita yang menderita endometriosis, MMP yang disekresi oleh endometri-um luar biasa
resisten terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap didalam sel-sel
endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap
endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari permukaan
peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.
Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang menyebabkan
pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif. Makrofag merupakan
bahan kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun yang tidak antigen-spesifik
dan tidak mencakup memori imunologik. Makrofag mempertahankan tuan rumah melalui
pengenalan, fagositosis, dan penghancuran mikroorganisme yang jahat dan juga
bertindak sebagai pemakan, membantu untuk membersihkan sel apoptosis dan sel-sel
7
debris. Makrofag mensekresi berbagai macam sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan
prostaglandin dan membantu fungsi-fungsi faktor diatas disamping merangsang
pertumbuhan dan proliferasi tipe sel yang lain. Makrofag terdapat dalam cairan
peritoneum normal dan jumlah serta aktifitasnya meningkat pada wanita dengan
endometriosis. Pada penderita endometriosis, makrofag yang terdapat di peritoneum dan
monosit yang beredar teraktivasi sehingga penyakitnya berkembang melalui sekresi
faktor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang proliferasi dari endometrium ektopik
dan menghambat fungsi pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen lain yang
penting dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun dan lebih
jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang lanjut.
5. Faktor endokrinPerkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen
(estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen telah
diimplikasikan dalam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang merubah
androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol. Aromatase ini
ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di
plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit.
8
Gambar 3. Biosintesa Estrogen Wanita Usia Reproduksi
Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium menampilkan
kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang tinggi pula. Dengan kata
lain, wanita dengan endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu
perkembangan produksi estrogen endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga dapat
merangsang aktifitas siklooksigenase tipe-2 lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin
(PG)E2, suatu perangsang poten terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari
endometriosis, sehingga produksi estrogen berlangsung terus secara lokal.
9
Gambar 4. Sintesis Estrogen Pada Endometriosis
Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17β-hidroksisteroid dehidrogenase
(17βHSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi estradiol (bentuk
estrogen yang lebih poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi estron. Dalam
endometrium eutopik normal, progesteron merangsang aktifitas tipe-2 dalam kelenjar
epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak ditemukan pada kelenjar endometrium fase
sekresi. Dalam jaringan endometriotik, tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2
secara bersamaan tidak ditemukan. Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam
susukan endometriotik karena tampilan reseptor progesteron juga abnormal. Reseptor
progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B, keduanya ini ditemukan pada
endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan endometriotik hanya PR-A saja
yang ditemukan.
6. Metastasis vaskular dan limfatik (teori Halban)
Teori Halban mengatakan bahwa endometriosis yang terjadi pada organ jauh
akibat sel endometrium yang hidup menyebar melalui pembuluh darah dan limfatik.
Teori ini menjelaskan kejadian endometriosis yang jarang terjadi di ekstrapelvis, seperti
di otak dan paru -paru, tapi tidak menjelaskan lesi pelvik yang biasa terjadi yang
mengacu akibat lokasi berdasarkan posisi gravitasi.
10
7. Teori penyakit sel endometrium dengan mekanisme seluler.
Implantasi superficial kavum peritoneum dianut sebagai temuan fisiologis yang
dapat menghilang secara spontan. Deep infiltrating endometriosis dan kista ovarium
endometriosis (kista coklat) merupakan lesi patologik yang berasal dari sel - sel yang
mengalami mutasi somatik. Mutasi ini dipercaya merupakan hasil dari faktor – faktor
lingkungan tertentu seperti polutan dan dioxin. Sel yang abnormal ini kemudian
berkembang menjadi tumor jinak yang terdiri dari glandula endometrium dan stroma.
Terdapat perbedaan secara molekular yang jelas antara jaringan endometriosis dengan
endometrium, seperti overproduksi estrogen, prostaglandin dan sitokin pada jaringan
endometriosis (gambar 1) yang diterangkan oleh Bulun dkk (2009). Bentuk yang sulit
dipisahkan pada kelainan ini juga terjadi pada endometrium wanita dengan endometriosis
dibanding endometrium wanita normal. Ekspresi gen membentuk endometrium wanita
dengan endometriosis sebanding dengan endometrium dari wanita yang normal
mengungkapkan kandidat gen yang berhubungan dengan kegagalan implantasi,
infertilitas dan resistensi progesteron.
Inflamasi, sebagai tanda dari jaringan endometriosis, dihubungkan dengan
overproduksi prostaglandin, metalloproteinase, sitokin dan kemokin. Peningkatan kadar
sitokin pada inflamasi akut seperti interleukin-1β, interleukin 6, dan tumor nekrosis
faktor memungkinkan peningkatan adesi dari luapan fragmen jaringan endometrial ke
dalam permukaan peritoneum dan proteolitik membrane metalloproteinase lebih jauh
menyokong implantasi fragmen tersebut. Monocyte chemoattractant protein 1,
interleukin-8, dan RANTES (regulated upon activation normal T-cell expressed and
secreted) menarik granulosit, NK sel, dan makrofag yang merupakan tipikal
endometriosis. Pengulangan autoregulasi positif feedback memastikan akumulasi sel - sel
imun ini, sitokin dan kemokin dalam menegakkan lesi.
Pada pasien dengan endometriosis, respon inflamasi dan imun, angiogenesis dan
apoptosis mengubah fungsi penyokong kehidupan sel dan mengisi ulang jaringan
endometriosis. Proses dasar patologi ini tergantung pada estrogen dan progesteron.
Bentuk berlebihan dari estrogen dan prostaglandin dan perkembangan resistensi
progesteron memiliki poin klinis yang penting untuk penelitian karena target terapi dari
11
aromatase ada dalam jalur biosintesis estrogen, 9 mengurangi nyeri pelvik atau secara
laparoskopi terlihat jaringan endometriosis atau kombinasi keduanya. Tiga target penting
ini telah diketahui dengan marker epigenetik spesifik (hypomethylation) yang
menyebabkan overekspresi dari reseptor terkecil dari SF1 (steroidogenif factor) dan
estrogen reseptor β.
2.3 Patologi
Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang sering
terdapat ialah pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak kista-kista biru
kecil sampai besar berisi darah tua menyerupai coklat. Darah tua dapat keluar sedikit-
sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara
permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadang-
kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam rongga peritoneum karena
robekan dinding kista dan menyebabkan akut abdomen. Tuba pada endometriosis
biasanya normal.
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis yakni
kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium dan perdarahan bekas dan baru berupa
eritrosit, pigmen hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya
tampak sel-sel radang dan jaringan ikat sebagai reaksi dari jaringan normal
disekelilingnya. Jaringan endometriosis seperti juga jaringan endometrium di dalam
uterus dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Sebagai akibat dari pengaruh
hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang endometriosis berdarah secara periodik
yang menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa radang dan perlekatan.
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila
kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang
endometriosis. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan
endometriosis dengan hormon untuk mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu
(pseudopregnancy).
12
DAFTAR PUSTAKA
Bulun, Serdar. Endometriosis. The New England Journal of Medicine. Volume 360:268-279. 2009.
Huhtinen, K. Molecular Profiling of Human Endometrium and Endometriosis. Turun Yliopisto Univewrsity of Turku. 2010.
Harada, T. et al. Apoptosis in \human Endometrium and Endometriosis.Human Reproduction ipdate, volume 10: 1. 2004. P.29-38.
Kandeel M, Endometriosis: An update http://www.gfmer.ch/GFMER_members/pdf/Endometriosis_Kandeel_2008.pdf
13
Lee BM, The Endometriosis cyst. http://ezinearticles.com/?Cyst-Endometriosis---Cyst-in-the-Walls-of-the-Womb&id=1794678
Oepomo TD. Concentration of TNF-α in the peritoneal fluid and serum of endometrioticpatients. http://www.unsjournals.com/DD0703D070302.pdf
Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP, 2002. p.314-36Sud S, Tulandi T. Endometriosis
http://www.obgyn.net/medical.asp?page=/english/pubs/features/mcgill-student-projects/endometriosis. london.1999
Wellbery C. Diagnosis and Treatment of Endometriosis 1999; http://www.aafp.org/afp/991015ap/contentshtml Overton C, Davis C, McMillanL, Shaw R. An Atlas Of Endometriosis, 3 rd ed. London: Informa Healthcare, 2007. p.2-3, 36
14
Top Related