Post on 02-Mar-2019
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Asma adalah Penyakit obstruksi jalan nafas yang dapat pulih dan
intermiten, yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan
dispnea, batuk dan mengi (Burnner and Sudarth's, 2000).
Asma adalah keadaan klinik yang ditandai oleh masa penyempitan
bronkus reversibel, dipisahkan oleh masa dimana ventrikasi mendekati
keadaan normal (Price and Willson, 1995)
Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik : (1) Obstruksi saluran
nafas yang reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. (2) Inflamasi saluran nafas. (3)
Peningkatan respon saluran nafas teradap berbagai rangsangan (Waspadji,
2001)
Asma Bronkhle adalah Suatu penyakit yang ditandai oleh seranpan
intermiten spasme bronkhus, disebabkan oleh rangsangan alergik atau iritatif,
(Himawan Sutrisna, 1998)
Berdasarkan pengertian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa Asma
Bronkhiale adalah suatu penyakit obstruksi jalan nafas yang ditandai oleh
serangan intermiten, semacam bronkhus yang disebabkan oleh rangsangan
alergik atau iritatif akan mengakibatkan dispnea, batuk, mengi.
4
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
2
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Keterangan :
1. Hidung
2. Faring
3. Epiglotis
4. Pita Suara
5. Laring
6. Trakea
7. Bronkus
8. Diafragma
Gambar 1. Sistem pernapasan (Guyton, 1995)
Gambar 2. Keadaan bronkhus normal dan Asma
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
3
2. Fisiologi Pernafasan
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah
hidung, faring, trakea, bronkus dan bronkeolus. Saluran pernafasan dari
hidung sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia.
Ketika udara masuk kedalam rongga hidung, udara tersebut disaring,
dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama
dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia
dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang
disekresi oleh sell goblet dan kelenjar serosa. Paitikel-partikel debu yang
kusam dapat disaring oleh rambut-rambut yang ada dalam lubang hidung,
sedangkan partikel yang halus, akan terjerat dalam lapisan mukus.
Gerakan silia mendorong mukus ke posteriar di dalam rongga hidung dan
ke superior di dalam sistem pernafasan yang kaya akan pembuluh darah.
Jadi udara inspirasi telah di sesuaikan sedemikian rupa sehingga bila udara
mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan
kelembabannya mencapai 100 % (Price & Willson, 1995)
Udara yang mengalir ke faring menuju ke laring atau kotak suara
meskipun laring terutama berfungsi sebagai organ pelindung pada waktu
kita menelan tetapi gerakan laring ke atas menutup glotis dan fungsi
seperti pintu untuk mengarahkan cairan atau makanan yang masuk ke
dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melampaui
glotis maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu benda
dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah (Price & Wilson,
1995).
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
4
Struktur trakea dan bronkus dianalogikan sebuah pohon, dan oleh
karena itu dinamakan pohon trakheobronkiale. Tempat dimana trakea
bercabang menjadi bronkhus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina.
Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan
batuk yang kuat jika dirangsang. Cabang utama bronkus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.
Percabangan ini bercabang terus sampai bronkious terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang mengandung alveoli atau kantong udara (Price
& Wilson, 1995)
Setelah bronkhus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : (1)
Bronkialusrespiratorius, yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau
aliveoli pada dindingnya. (2) duktus alveolari, seluruhnya dibatasi oleh
alveolus, dan (3) Sakus alveolaris terminaliss. Alveolus itu sendiri pada
hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan
kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan
purmukaan dan cenderung mencegah pengembangan pada waktu inspirasi
dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Akan tetapi alveolus dilapisi
oleh zat lipoprotein yang disebut surfaktan, yang dapat mengurangi
tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan
pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps pada waktu ekspirasi (Price &
Wilson, 1995)
Menurut Tamboyang (2001) menyebutkan, pada alveolus juga
terdapat makrofag alveolar (disebut juga sel debu), yang berfungsi dan
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
5
memusnahkan mikroorganisme dan partikel asing lainnya. Alveolar yang
bersebelahan dipisahkan oleh salah satu lebih pori fungsinya untuk
memelihara keseimbangan antara alveoli, terutama yang berasal dari
bronkiolus lain, yang memungkinkan terjadinya kolateral bila salah satu
bronkiolus tersumbat.
Tamboyang (2001) juga menjelaskan bahwa didalam paru-paru
terdapat peredaran darah ganda. Darah yang miskin oksigen dari ventrikel
kanan masuk ke paru melalui arteri pulmonalis, terdapat pula arteri
bronkialis, yang berasal dari aorta, untuk memperdarahi jaringan bronkus
dan jaringan ikat paru dengan darah kaya oksigen ventilasi paru (bernafas)
melibatkan otot-otot pernafasan tambahan, seperti otot-otot perut.
C. Etiologi
Ada beberapa pendapat menyebutkan tentang penyebab terjadinya
asma bronkhiale :
1. Menurut C. Long ( 1996)
a. Infeksi virus atau bakteri atau oleh alergen
b. Perubahan suhu dan kelembaban
c. Uap yang mengiritasi
d. Asap
e. Bau-bauan yang kuat
f. Latihan fisik
g. Stress emosional
2. Menurut Waspadji (2001)
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
6
a Obat-obatan aspirin, anti inflamasi non steroid
b Pengawet makanan
3. Menurut Himawan Sutrisna (1998) :
Empat hal penting pada kejadian asma bronkhiale ialah :
a Kira-kira separuh penderita menderita alergi terhadap berbagai bahan
yang diisap atau ditelan, misalnya debu, serbuk tumbuh-tumbuhan,
bulu binatang, bahan makanan tertentu. Keadaan alergi ini dapat
dibuktikan dengan percobaan kulit Spasme bronkitis itu dianggap
merupakan reaksi alergi. Batuk asma semacam ini dinamai bentuk
asma ekstrinsik.
b Bentuk asma intrinsik yang tidak menunjukan percobaan kulit positif
terhadap alergen.
Pada penderita ini sering dapat ditemukan adanya infeksi persisten
pada sinus paranasalis, tonsil atau saluran pernafasan bagian atas.
c Faktor herediter memegang peranan penting, karena lebih dari separuh
penderita mempunyai sanak keluarga yang juga menderita berbagai
bentuk penyakit alergik.
d Beberapa faktor lain yang penting dan dapat merangsang timbulnya
serangan spasme ialah tekanan emosional, mengisap asap atau debu
atau rangsangan lain dan keadaan badan terlalu lelah.
D. Patofisiologi
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
7
Menurut Long (1996) suatu serangan asma merupakan suatu akibat
adanya reaksi antigen, antibody yang menyebabkan dilepaskannya mediator-
mediator kimia yang meliputi histamin. Slow relasing of anaphylaksis (SRS-
A), Eosinophilic Chemotetik Factor of Anaphyilaksis (ECF-A) menyebabkan
timbul tiga reaksi utama :
1. Konteraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar/kecil
menimbulkan bronchospasme,
2. Peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema
mukosa yang menambah sempitnya saluran nafas lebih lanjut.
3. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus,
mengakibatkan pasien yang mengalami serangan akan berubah benafas
mulut. Yang mengakibatkan keringnya mukus, dan lebih lanjut akan
menghambat saluran nafas.
Selama serangan akut, alveoli mengembang secara progresif seperti
pada emfisema, sebenarnya terjadi emfisema akut. Bila reaksi bronkiolus tidak
dapat dilakukan, oksigen yang tidak memadai melewati membran alveolar
kapiler ke dalam-dalam (hipoksemia), dan pasien lebih bertambah sianosis.
Pada waktu yang sama, penderita biasanya mengalami hiperventilasi dan
mengeluarkan CO2 dan karenanya biasanya Pa CO2 berkurang bila Pa
CO2 menjadi meningkat dan penderita menjadi hiperkapnia, hal ini merupakan
tanda bahaya karena ini menunjukkan bahwa penderita menjadi hiperkapnia,
hal ini merupakan tanda bahaya karena ini menunjukkan bahwa penderita
mengalami kelelahan dan usaha ventilasi menjadi tidak adekuat: Intubasi dan
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
8
ventilasi bantuan mungkin diperlukan. Penderita perlu diobservasi terus
menerus dan dibantu segala sesuatunya yang ia butuhkan.
Pada dasarnya patologi asma adalah inflamasi jalan napas yang
berkepanjangan dan reversibel inflamasi diduga karena obstruksi yang
berlanjut pembengkakan membran jalan napas (mukosa edema), pengecilan,
diameter jalan napas, kontraksi otot polos bronkus yang mengelilingi jalan
napas, kontraksi otot polos bronkus yang mengelilingi jalan napas,
menyebabkan penyempitan yang berkelanjutan dan peningkatan produksi
mukus, yang mana menurunkan ukuran jalan napas dan mungkin
menyebabkan keseluruhan bronkus tersumbat. Otot bronkus dan kelenjar
mukus membesar tebal, produksi sputum lengket dan hipertetisl alveoli. Pada
beberapa pasien mungkin mengalami fibrosis membran sub epitel jalan napas,
yang kemungkinan menyebabkan penyempitan aliran udara yang irreversibel
(Brunner & Suddath's, 1999).
F. Manifestasi Klinis
Ada beberapa pendapat mengemukakan bahwa asma ditandai dengan :
Menurut Corwin (2000)
1. Dispnea berat
2. Retraksi dada
3. Nafas coping hidung
4. Peningkatan jelas usaha bernafas
5. Wheezing pernapasan dangkal dan cepat
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
9
6. Ekspirasi lama
Menurut Lemone and Burke (2000)
1. Retraksi dada
2. Dispnea (sesak nafas)
3. Wezzing (mengi)
4. Batuk
5. Takipnea (respirasi > 20x/menit) dan takikardi (denyut nadi > 100x/menit)
6. Cemas ketakutan
Menurut C. Long (1996)
1. Bronkospasme, dan penyempitan jalan nafas menyebabkan wheezing saat
ekspirasi.
2. Pasien terbangun dan merasa tercekik.
3. Serangan sering, kali terjadi pada malam hari
4. Pasien menggunakan otot-otot tambahan untuk bernafas mungkin
membungkuk ke depan unntuk bernafas lebih baik.
Menurut Himawan Sutrisna (1998)
Pada serangan itu sering terjadi :
1. Spasme dinding bronkus
2. Lumen bronkus menyempit
3. Kesukaran mengeluarkan udara sehingga ekspresi memanjang, karena
udara tertahan oleh lendir.
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
10
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Lemone & Burke (2000) cara untuk melakukan pemeriksaan
penunjang pada penyakit asma bronkhiale adalah sebagai berkut:
1. ABGs (Analisis Blood Gas) atau analisa gas darah selama serangan akut
menggambarkan untuk mengevaluasi ph darah, tekanan oksigen, dan
menunjukkan hipoksemia karbon dioksida. ABGs awalnya menunjukkan
hipoksemia dengan PO2 o1eh karenanya pasien takipnea.
Bila aliran udara dan ventilasi terjadi hipoxemia dan asidosis respiratory
yang berarti (ph < 7,35 dan P CO2 > 42 mmHg). Gangguan respirasi
mengindikasikan kebutuhan venstilasi secara mekanik.
2. Pemeriksaan sputum pada klien asma menunjukkan adanya eosinofil yang
banyak dan sel darah putih lainnya.
3. Percobaan klien mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi alergen secara
spesifik jika dicurigai alergi sebagai pencetus terjadinya serangan asma.
4. Tes fungsi paru digunakan untuk mengetahui derajat obstruksi jalan napas.
Test fangsi paru dilakukan sebelum dan sesudah penggunaan aerosol
bronkodilator penting untuk menentukan reservibilitas obstruksi jalan
napas.
Volume residu mungkin meningkat dan kapasitas vital menurun/berkurang
atau normal terjadi selama periode remisi. Forced expiratory flow rate
(PEFR) adalah sebagian besar fungsi paru yang penting dipelajari untuk
mengetahui berbagai serangan asma dan untuk mengukur keefektifan
pengobatan.
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
11
5. Tes profokasi bronkial digunakan untuk mendapat diagnosis asma oleh
karena hiperaktivitas jalan napas. Substansi seperti methacholine atau
histamia inhaled, dan tes fungsi paru dilakukan untuk mengetahui
responsivitas jalan nafas.
6. CBC dengan WBC differential sering menunjukkan tingginya hitung
eosinofil. Peningkatan eosinofil mungkin berhubungan dengan serangan
asma.
7. Sinar X dada : dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, peningkatan tanda
bronkovaskuler (bronkhitis), hasil selama periode remisi dari Asma
(Doenges, 1999).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
Mansyur (2001) penatalaksanaan umum dari asma antara lain:
a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah kekambuhan
c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankan
d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal, termasuk
melakukan exercise
e. Menghindari efek samping obat asma
f. Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
12
Obat anti asma:
a. Bronkodilator
1) Agonis B2
Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi untuk aerosol dari inhalasi
memberikan efek bronkodilasi yang sama dengan dosis yang jauh
lebih kecil yaitu sepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.
2) Metilxantin
Teaktilin termasuk golongan ini.
3) Anti Koligenik
Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran nafas
dan mempunyai efek supresi dan profilaksis.
b. Anti inflamasi
Anti inflamasi menghambat inflamasi jalannya nafas dan mempunyai
efek supresi dan profilaksis:
1) Kartikosteroid
2) Natrium kromonin merupakan anti inflamasi non steroid.
Sedangkan penatalaksanaan menurut Long (1996) pengelolaan
asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang timbul saat serangan,
mengendalikan faktor penyebab spesifik, dan perawatan pemeliharaan
kesehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam
pengobatan adalah agar pasien segera mengalami relaksasi bronkus
yang segera dan progresif.
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
13
Beberapa pendekatan terapi menurut Long, B.C. (1996) adalah
sebagai berikut:
(1) Asma akut
(a) Moderat : dapat dengan aman dikelola secara rawat jalan bila
tidak terdapat tanda-tanda yang membahayakan.
(i) Memberikan oksigen pernasal
(ii) Aminofilin IV sebagai dosis awal atau turbulatin subcutan
atau kedua-duanya dapat diberikan secara bergantian.
(iii)Monitor FEVI dan gejala-gejala, kapan membaik, kapan
dimulai terapi oral.
(iv) Observasi dengan cermat selama 48 jam dan monitor tanda-
tanda kekambuhan.
(b) Serangan berat dengan satu atau lebih tanda bahaya : kapasitas
vital < 1,0 1, FEVI < 0.5 1, PO2 di bawah 50 mm, PCO2
meningkat, kelelahan atau gangguan kesadaran.
(i) Rawat, berikan suplemen oksigen, intubasi bila perlu.
(ii) Berikan steroid IV (100 mg hidrokortison atau yang
sebanding dengan setiap 6 jam untuk 4 dosis), mulai
pemberian prednison 60 – 80 mg setiap jam sampai FEVI
mencapai atau mendekati nilai terbaik sebelumnya, mulai
dengan penggunaan beclomethason inhaler.
(iii)Aminofilin IV dalam dosis awal kemudian dalam dosis
pemeliharaan, selama 48 jam sampai 72 jam monitor kadar
aminofilin darah.
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
14
(iv) IPPB dapat digunakan untuk pemakaianobat adrenergik dan
untuk mempermudah bronkodilatasi.
(2) Asma kronik
(a) Ringan sampai berat atau rekuren
(i) Senyawa teofilin : sodium kromolin dapat dicoba, berikan
inhaler adrenergik sebagaimana dibutuhkan.
ii) Obat-obatan beta 2 adrenergik oral ditambahkan
dalamdosis terbagi bila hal-hal di atas tidak efektif.
(b) Moderat : tambahan beclomethason inhaler pada point (1) dan
(2) di atas.
(c) Asma berat mempengaruhi kerja : berikan steroid oral setiap
hari sebagai tambahan pada point-point di atas, pertahankan
steroid agar diberikan dalam dosis minimal yang efektif.
Adapun tingkatan pasien asma menurut Soeparman, et. Al,m
(1998) adalah: tingkat I yaitu pasien asma yang secara klinis normal,
tanpa kelainan pemeriksaan fungsi parunya. Tingkat II yaitu pasien
asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan fisiknya,
tetapi fungsi parunya menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan napas.
Tingkat III yaitu pasien asma tanpa keluhan tetapi pada pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan fungsi paru menunjukkan tanda obstruksi jalan
napas. Tingkat IV, yaitu pasien biasa mengeluh sesak napas, batuk
dan napas berbunyi. Tingkat V adalah status asmatikus, yaitu suatu
keadaan darurat berupa serangan asma akut yang berat dan bersifat
refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim.
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
15
Pathways dan Perumusan Alergen Non Alergen Diagnosa Keperawatan - Perubahan suhu dan kelembaban - Latihan fisik
- Uap yang mengiritasi - Stres emosional
- Asap - Obat-obatan aspirin anti inflamasi non steroid
- Bau-bauan - Infeksi saluran pernafasan
- Pengawet makanan - Faktor herediter
Adanya reaksi Ig1
Pelepasan mediator-mediator kimia
Edema Bronskospasme Peningkatan Produksi mukus Bersihan jalan napas tidak
efektif
Sesak Nafas
- Kelelahan - Takipnea - Batuk - Dispnea
- Keletihan - Kurang - Gelisah - Retraksi dada
- Dispnea Gangguan pertukaran
gas
Pola nafas tidak efektif
- Adanya sekret - Spasme
dinding bronkus
- Lumen bronkus menyempit
Konsentrasi O2 kurang dari
kebutuhan tubuh
Bersihan jalan nafas
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
16
pengetahuan - Nafas cuping hidung - Pucat/sianosis - Takut - Peningkatan jelas - Penurunan toleransi - Panik Gangguan pola usaha bernafas
terhadap aktivitas tidur - Wheezing
- Eekspirasi > lama dari inspirasi Intoleransi Ansietas aktivitas
Sumber : Barbara C. Long (1991), Waspadji (2001), Himawan Sutrisna (1998)
Corwin (2000), Doenges (1999), Carpenito (1998) 18
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
17
2. Fokus Intervensi
Menurut Doenges, 2000 adalah:
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchospasme
peningkatan produktifitas sekret, sekret kental
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif
KH : Mempertahankan jalan nafas paten dengan nafas
bersih/jelas
Intervensi : - Auskultasi bunyi nafas, catat adanya wheezing,
ronkhi
- Monitor frekuensi pernafasan
- Kaji pasien untuk posisi yang nyaman
- Pertahankan polusi lingkungan yang minimal
- Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
sesuai toleransi jantung
- Kolaborasi pemberian nabulizer, fisioterapi dada
dan sectioning
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
oleh sekret
Tujuan : Memperbaiki ventilasi dan oksigenasi jaringan
dekuat dengan GDA dalam rentang normal dan
bebas gejala distres pernafasan.
Intervensi : - Kaji frekuensi pernafasan
- Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas
dalam perlahan
- Kaji secara rutin kulit dan membran mukosa
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
18
- Dorong pengeluaran sputum, pengisapan bila
diindikasikan
- Auskultasi bunyi nafas
- Awasi tingkat kesadaran atau status mental
- Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, berikan
lingkungan tenang dan nyaman
- Kolaborasi O2
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan O2
Tujuan : Tidak ada kelemahan fisik
Intervensi : - Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
- Beri suasana tenang dan batasi pengunjung
- Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatan
- Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk
tidur/istirahat
- Bantu aktivitas perawatan diri pasien
d) Ansietas berhubungan dengan depresiasi oksigen
Tujuan : Ansietas tidak terjadi
Intervensi : - Kaji tingkat kelamahan pasien
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi
kemampuan koping
- Beri suport fisik dan emosional pasien
e) Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk produktif (Carpenito,
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010
19
1998)
Tujuan : Kebiasaan tidur normal
Intervensi : - Biarkan klien tidur 2 jam tanpa gangguan
- Hindari kafein seperti kopi
- Batasi jumlah pengunjung
- Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
aktivitas
- Kolaborasi pemberian obat antitusif sesuai
indikasi
Asuhan Keperawatan pada..., Enngoan Heri Prasetyo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2010