Post on 03-Jan-2016
LAPORAN PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
STERILISASI ALAT
:
Golongan II
Kelompok I
A.A.Sg. Narithi Maharani (0908505038)
Vera Carolina Gumi (0908505039)
Ni Putu Wahyu Pradnya I. (0908505040)
Ni Nyoman Sri Prami U. (0908505041)
Ni Made Lisna Meilinayanti (0908505042)
I Nyoman Adi Budiman (0908505043)
Ketut Punia Junior (0908505044)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2012
STERILISASI ALAT
I. TUJUAN
1. Dapat memahami dan melakukan proses pencucian alat dan wadah untuk
pembuatan sediaan steril.
2. Dapat memahami dan melakukan proses sterilisasi alat seperti wadah gelas,
karet dan aluminium.
II. DASAR TEORI
2.1 Sterilisasi
Sediaan farmasetika terdiri dari sediaan steril dan sediaan non
steril. Sediaan non steril berbeda dengan sediaan steril, dimana sediaan
non steril adalah sediaan yang dalam pengerjaannya tidak memerlukan
proses sterilisasi, sedangkan sediaan steril adalah sediaan yang dalam
pengerjaannya memerlukan suatu proses dan tindakan sterilisasi. Produk
sterilisasi adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya ini termasuk sediaam
parenteral, mata, dan irigasi (Lachman dkk., 2008).
Istilah sterilisasi yang digunakan pada sediaan-sediaan farmasi
berarti penghancuran secara lengkap semua mikroba dan spora-sporannya
atau penghilangan secara lengkap mikroba dari sediaan. Metode yang
digunakan untuk mendapatkan sterilisasi pada sediaan farmasi sangat
ditentukan oleh sifat sediaan dan zat aktif yang dikandungnya. Walau
demikian, apapun cara yang digunakan, produk yang dihasilkan
memenuhi tes sterilitas sebagai bukti dari keefektifan cara, peralatan, dan
petugas (Ansel, 1989).
Steril menunjukkan kondisi yang memungkinkan terciptanya
kebebasan penuh dari mikroorganisme dengan keterbatasan tertentu,
sedangkan aseptis menunjukkan proses atau kondisi terkendali di mana
tingkat kontaminasi mikroba dikurangi sampai suatu tingkat tertentu di
mana mikroorganisme dapat ditiadakan pada suatu produk. (Lachman
dkk., 2008).
Uji sterilitas dilakukan untuk menetapkan apakah bahan atau
produk farmasi yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji
sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi bahan atau
produk. Uji sterilitas ini dilakukan terhadap produk dan bahan yang
sebelumnya telah mengalami proses pensterilan yang telah diberlakukan.
Hasilnya membuktikan bahwa prosedur sterilisasi dapat diulang secara
efektif (Lachman dkk., 2008).
2.2 Tahap Sterilisasi
Dalam pembuatan sediaan steril, tahap sterilisasi bertujuan untuk
menetapkan produk akhir dinyatakan sudah steril dan aman digunakan.
Suatu produk dapat disterilkan melalui sterilisasi akhir (terminal
sterilization) atau dengan cara aseptik (aseptic processing). Cara sterilisasi
yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Terminal Sterlization (Sterilisasi akhir)
Menurut PDA Technical Monograph dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Overkill Method
Metode sterilisasi menggunakan pemanasan dengan uap
panas pada suhu 121oC selama 15 menit. Penggunaan metode ini
biasanya dipilih untuk bahan-bahan yang tahan panas seperti zat
anorganik. Dasar pemilihan metode ini adalah karena lebih efisien,
cepat, dan aman.
b. Bioburden Sterilitation
Suatu metode sterilisasi yang dilakukan dengan monitoring
terkontrol dan ketat terhadap beban mikroba sekecil mungkin di
beberapa lokasi jalur produksi sebelum menjalani proses sterilisasi
lanjutan dengan tingkat sterilitas yang dipersyaratkan SAL 10-6
.
Dalam metode ini digunakan suatu zat yang dapat mengalami
degradasi kandungan bila dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi.
Sebagai contoh adalah penggunaan dextrose yang bila dipanaskan
dapat menghasilkan senyawa Hidro Methyl Furfural (HMF) yang
merupakan suatu senyawa hepatotoksik.
2. Aseptic processing
Metode pembuatan produk steril menggunakan saringan
dengan filter khusus untuk bahan obat steril atau bahan baku steril yang
diformulasi dan dimasukkan kedalam kontainer steril dalam lingkungan
terkontrol. Suplai udara, material, peralatan, dan petugas telah
terkontrol sedemikian hingga kontaminasi mikroba tetap berada pada
level yang dapat diterima (acceptable) dalam clear zone (grade A atau
grade B) (Lukas, 2006).
2.3 Metode Sterilisasi
Pemilihan metode sterilisasi yang digunakan didasarkan pada
pertimbangan sifat bahan yang akan disterilkan. Teknik sterilisasi dibagi
menjadi 3 metode, yaitu
1. Metode fisika
a. Sterilisasi Panas Kering
- Udara panas oven
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan
menggunakan oven pensteril. Karena panas kering kurang efektif
untuk membunuh mikroba dibandingkan dengan uap air panas
maka metode ini memerlukan temperature yang lebih tinggi dan
waktu yang lebih panjang (A.R. Gennaro, 1990). Prinsipnya
adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami dehidrasi
sampai kering. Selanjutnya teroksidasi oleh oksigen dari udara
sehingga menyebabkan mikroba pencemar mati. Sterilisasi panas
kering biasanya ditetapkan pada temperature 160-170oC dengan
waktu 1-2 jam (Jenkins et al., 1957).
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk
senyawa-senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap
air panas, karena sifatnya yang tidak dapat ditembus atau tidak
tahan dengan uap air. Senyawa-senyawa tersebut meliputi minyak
lemak, gliserin (berbagai jenis minyak), dan serbuk yang tidak
stabil dengan uap air. Metode ini juga efektif untuk mensterilkan
alat-alat gelas dan bedah (Jenkins et al., 1957).
Sterilisasi panas kering biasa digunakan untuk
depirogenisasi alat-alat gelas dan bahan-bahan lain yang memiliki
kemampuan bertahan pada suhu yang digunakan. Karena suhunya
sterilisasi yang tinggi sterilisasi panas kering tidak dapat
digunakan untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan
(contoh: alat ukur) dan penutup karet atau plastik. Kondisi yang
dibutuhkan untuk sterilisasi panas kering dengan menggunakan
oven steril adalah :
- Suhu 170°C, waktu 1 jam
- Suhu 160°C, waktu 2 jam
- Suhu 150°C, waktu 2,5 jam
- Suhu 140°C, waktu 3 jam
(A.R. Gennaro,1990)
Gambar 1. Alat oven
- Pemijaran langsung
Pemijaran langsung digunakan untuk mensterilkan spatula
logam, batang gelas, filter logam bekerfield dan filter bakteri
lainnya. Mulut botol, vial, dan labu ukur, gunting, jarum logam
dan kawat, dan alat-alat lain yang tidak hancur dengan pemijaran
langsung. Dalam semua kasus bagian yang paling kuat 20 detik.
Dalam keadaan darurat ampul dapat disterilisasi dengan
memposisikan bagian leher ampul kearah bawah lubang kawat
keranjang dan dipijarkan langsung dengan api dengan hati-hati.
Setelah pendinginan, ampul harus segera diisi dan disegel
(Jenkins et al., 1957).
b. Sterilisasi Panas Lembab (uap)
- Air mendidih
Penangas air mendidih mempunyai kegunaan yang sangat
banyak dalam sterilisasi jarum spuit, penutup karet, penutup dan
alat-alat bedah. Bahan-bahan ini harus benar-benar tertutupi oleh
air mendidih dan harus mendidih paling kurang 20 menit. Setelah
sterilisasi bahan-bahan dipindahkan dan air dengan pinset yang
telah disterilisasi menggunakan pemijaran (Jenkins et al., 1957).
- Uap bertekanan
Sterilisasi uap dilakukan dengan autoklaf menggunakan
uap air dalam tekanan sebagai pensterilnya. Mekanisme
penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya
denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial dari organism
tersebut (A.R. Gennaro, 1990).
- Pemanasan dengan bakterisida
Pemanasan dengan bakterisida merupakan suatu aplikasi
khusus meggunakan uap panas pada suhu 100oC. Adanya
bakterisida sangat meningkatkan efektifitas metode ini. Metode
ini digunakan untuk larutan berair atau suspensi obat yang tidak
stabil pada temperatur yang biasa diterapkan pada autoklaf.
Larutan yang ditumbuhkan bakterisida ini dpanaskan dalam
wadah bersegel pada suhu 100oC selama 20 menit dalam
pensterilisasi uap atau penangas air. Bakterisida yang dapat
digunakan termasuk 0,5%, fenol, 0,5% klorbutanol, 0,2% kresol
atau 0.002% fenil merkuri nitrat saat larutan dosis tunggal lebih
dari 15 ml larutan obat untuk injeksi intratekal atau gastro
intestinal sehingga tidak dibuat dengan metode ini (Jenkins et al.,
1957).
- Uap panas pada 100oC
Uap panas pada suhu 100oC dapat digunakan dalam
bentuk uap mengalir atau air mendidih. Metode ini mempunyai
keterbatasan penggunaan uap mengalir dilakukan dengan proses
sterilisasi bertingkat untuk mensterilkan media kultur. Metode ini
jarang memuaskan untuk sterilasi larutan yang karena spora
sering gagal tumbuh dibawah kondisi ini, bentuk vegetatif dari
kebanyakan bakteri yang tidak membentuk spora. Temperatur
suhu titik mati bervariasi, tetapi tidak ada bentuk non spora yang
bertahan (Jenkins et al., 1957).
Gambar 2. Alat Autoklaf
Proses sterilisasi basah ini merupakan metode yang paling efektif
karena :
a. Uap merupakan suatu pembawa energi yang paling efektif karena
semua lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakkan,
sehingga memungkinkan terjadinya koagulasi.
b. Metode ini bersifat nontoksik, mudah diperoleh, dan relatif mudah
dikontrol.
(Lukas, 2006)
Faktor yang mempengaruhi sterilisasi uap adalah :
- Waktu
Apabila mikroorganisme dalam jumlah besar dipaparkan
terhadap uap jenuh pada suhu yang konstan, maka semua
mikroorganisme tidak akan terbunuh pada saat bersamaan. Jumlah
mikroorganisme yang bertahan hidup dapat diplot terhadap waktu
pemaparan dan akan menghasilkan kurva survivor (survivor curve).
Terminologi D-value digunakan untuk mendeskripsikan waktu yang
diperlukan untuk membunuh 90% mikroorganisme yang ada. Setiap
mikroorganisme akan memiliki D-value yang berbeda dan tentunya
D-value akan bergantung pada suhu.
- Suhu
Peningkatan suhu akan menurunkan waktu proses sterilisasi
secara dramatis. Adanya perbedaan suhu yang digunakan untuk
membunuh masing-masing mikroorganisme dengan spesies yang
berbeda. Namun hal ini tentu terjadi pada keadaan dimana kondisi
uap jenuh harus tetap dijaga.
- Kelembapan
Efek penambahan daya bunuh pada sterilisasi uap disebabkan
kelembapan akan menurunkan suhu yang diperlukan agar terjadi
denaturasi dan koagulasi protein. Adanya cairan dalam uap
mengindikasikan kualitas uap. Untuk proses sterilisasi uap, kualitas
uap yang diharapkan minimum 97%. Apabila kualitas uap berada di
bawah 97%, maka dianggap uap tidak jenuh, sehingga daya bunuh
mikroorganisme akan berkurang.
(Lukas, 2006)
c. Sterilisasi radiasi
- Radiasi pengion
Radiasi ionisasi digunakan untuk sterilisasi industri untuk
alat-alat rumah sakit, vitamin, antibiotik, steroid hormon dan
transplantasi tulang dan jaringan dan alat pengobatan seperti alat
untuk suntik plastik, jarum, alat beda, tube palstik, kateter, benang
bedah dan cawan petri. Sterilisasi dengan radiasi digunakan untuk
alat-alat medis yang sensitif terhadap panas dan jika residu etilen
oksida tidak diharapkan. Pengukuran presisi dari dosis radiasi,
yang tidak berhubungan dengan suhu, adalah merupakan faktor
kontrol dalam sterilisasi radiasi selama dengan waktu iradiasi.
Monitoring dan kontrol proses sangat sederhana, tetapi kehati-
hatian akan keamanan harus dilakukan oleh operator sterilisasi
(Agalloco, 2008).
- Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet umumnya digunakan untuk membantu
mengurangi kontaminasi di udara dan pemusnahan selama proses
di lingkungan. Sinar yang bersifat membunuh mikroorganisme
(germisida) diproduksi oleh lampu kabut merkuri yang
dipancarkan secara eksklusif pada 253,7 nm. Sinar UV menembus
udara bersih dan air murni dengan baik, tetapi suatu penambahan
garam atau bahan tersuspensi dalam air atau udara menyebabakan
penurunan derajat penetrasi dengan cepat. Untuk kebanyakan
pemakaian lama penetrasi dihindarkan dan setiap tindakan
membunuh mikroorganisme dibatasi pada permukaan yang
dipaparkan (Lachman dkk., 2008)
2. Metode Kimia
a. Sterilisasi gas
Sterilisasi gas pada umumnya memerlukan waktu yang cukup
lama, tergantung pada keberadaan kontaminasi kelembaban,
temperatur dan konsentrasi etilen oksida. Digunakan untuk sterilisasi
bahan yang termolabil seperti bahan biologi, makanan, plastik,
antibiotik. Etilen oksida dianggap menghasilkan efek letal terhadap
mikroorganisme dengan mengalkilasi metabolit esensial yang
terutama mempengaruhi proses reproduksi. Aksi antimikrobialnya
adalah gas etilen oksida mengadisi gugus –SH, -OH, -COOH,-NH2
dari protein dan membentuk ikatan alkilasi sehingga protein
mengalami kerusakan dan mikroba mati (Lachman dkk., 2008).
3. Metode Mekanik
a. Sterilisasi dengan Filtrasi
Sterilisasi dengan metode mekanik dapat dilakukan dengan
sterilisasi penyaringan (filtrasi). Sterilisasi dengan penyaringan
dilakukan untuk mensterilisasi cairan yang mudah rusak jika terkena
panas atau mudah menguap (volatile penyaringan ini menggunakan
filter bakteri). Cairan yang disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan
(ditekan dengan gaya sentrifugasi atau pompa vakum) yang berpori
dengan diameter yang cukup kecil untuk menyaring bakteri.. Metode
ini tidak dapat membunuh mikroba, mikroba hanya akan tertahan
oleh pori-pori filter dan terpisah dari filtratnya. Dibutuhkan
penguasaan teknik aseptik yang baik dalam melakukan metode ini.
Filter biasanya terbuat dari asbes, porselen. Filtrat bebas dari bakteri
tetapi tidak bebas dari virus. Virus tidak akan tersaring dengan
metode ini. Cara kerja dari sterilisasi ini berbeda dari metode
lainnya karena sterilisasi ini menghilangkan mikroorganisme melalui
penyaringan dan tidak menghancurkan mikroorganisme tersebut.
Teknologi tinggi membran filtrasi meningkatkan penggunaan
sterilisasi filtrasi, khususnya jika digunakan berpasangan dengan
sistem proses aseptik (Agalloco,2008).
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Pipet tetes
2. Corong gelas
3. Gelas ukur
4. Gelas beaker
5. Erlenmeyer
6. Batang pengaduk
7. Tube salep
8. Vial
9. Karet penutup
10. Botol infus 100 mL
11. Autoklaf
12. Botol semprot
13. Sikat alat
3.2 Bahan
1. Alkohol 70%
2. Sabun cuci
3. Aluminium foil
4. Plastik ikan (wrapping bag)
5. Kertas coklat
6. Plastik bening
IV. Cara Kerja
1. Pencucian alat-alat
a. Pencucian alat gelas
- Alat dan wadah dicuci dengan sabun cuci dan disikat.
- Dibilas dengan air kran hingga bersih.
- Ditiriskan.
b. Pencucian karet
- Tutup vial dan pipet tetes dicuci dengan sabun cuci dan disikat.
- Dibilas dengan air kran hingga bersih.
- Ditiriskan.
c. Pencucian logam
- Spatula logam dicuci dengan sabun cuci dan disikat.
- Dibilas dengan air kran hingga bersih.
- Ditiriskan.
2. Pengeringan dan Pembungkusan
- Alat dan wadah gelas, karet dan logam ditiriskan.
- Dikeringkan dengan tissue kering.
- Disterilkan dengan alkohol 70%.
- Dibungkus lengkap dengan kertas coklat, kecuali gelas beker, vial, dan
erlenmeyer dibungkus dengan menggunakan aluminium foil.
3. Sterilisasi Alat
Tabel 1. Alat-alat yang disterlisasi
No. Nama Alat Ukuran Jumlah Cara
sterilisasi
Suhu
(oC)
Waktu
(menit)
1. Pipet tetes - 5 Autoklaf 121 15
2. Gelas ukur 25 ml 1 Autoklaf 121 15
3. Gelas ukur 100 ml 2 Autoklaf 121 15
4. Botol infus 100 ml 2 Autoklaf 121 15
5. Erlenmeyer 250 ml 1 Autoklaf 121 15
6. Vial - 2 Autoklaf 121 15
7. Gelas beaker 100 ml 2 Autoklaf 121 15
8. Corong gelas kecil 2 Autoklaf 121 15
9. Corong gelas sedang 1 Autoklaf 121 15
10. Pinset sedang 2 Autoklaf 121 15
11. Batang
Pengaduk - 8 Autoklaf 121 15
V. SKEMA KERJA
1. Pencucian alat-alat
a. Pencucian alat gelas
Alat dan wadah yang terbuat dari gelas
dicuci dengan sabun dan disikat
Dibilas dengan air keran
hingga bersih
Ditiriskan
b. Pencucian karet
Tutup vial dan pipet tetes
dicuci dengan sabun dan disikat
Dibilas dengan air keran
hingga bersih
Ditiriskan
Disterilkan dengan alkohol 70%
Dibungkus lengkap dengan kertas coklat, kecuali gelas
beker,vial, dan erlenmeyer dibungkus dengan menggunakan
aluminium foil
c. Pencucian logam
Spatula logam
dicuci dengan sabun dan disikat
Dibilas dengan air keran
hingga bersih
Ditiriskan
2. Pengeringan dan pembungkusan
Alat dan wadah yang terbuat dari
gelas, karet, dan logam ditiriskan
Dikeringkan dengan tissue kering
VI. PEMBAHASAN
Sterilisasi merupakan suatu proses yang dirancang untuk menciptakan
keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang
tercipta sebagai akibat penghancuran, pengurangan dan penghilangan semua
mikroorganisme hidup (Ansel,1989). Tahap sterilisasi bertujuan untuk
menetapkan produk akhir dinyatakan sudah steril dan aman untuk digunakan.
Oleh karena itu, pada praktikum ini dilakukan sterilisasi terhadap berbagai
peralatan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan steril pada praktikum
selanjutnya. Teknis pembuatan sediaan steril yang dilakukan adalah teknis
aseptis. Aseptis menunjukkan proses atau kondisi terkendali di mana tingkat
kontaminasi mikroba dikurangi sampai suatu tingkat tertentu di mana
mikroorganisme juga dapat ditiadakan pada suatu produk (Lachman dkk,2008).
Adapun persyaratan untuk melakukan teknis aseptis, yaitu diperlukan bahan
yang steril, alat yang steril, lingkungan yang terkontrol dan personil yang
terlatih.
Berdasarkan bahan penyusunnya terdapat tiga jenis peralatan yang akan
disterilisasi pada praktikum ini. Adapun tiga jenis peralatan tersebut, yaitu
peralatan berupa alat gelas, karet dan logam. Ketiga jenis peralatan tersebut
disterilisasi menggunakan metode sterilisasi yang berbeda. Metode sterilisasi
yang dapat dilakukan yaitu sterilisasi panas kering menggunakan oven dan
sterilisasi panas basah menggunakan autoclave .
Metode sterilisasi panas kering digunakan untuk bahan yang tahan
terhadap panas tinggi, tidak dapat digunakan untuk bahan yang terbuat dari karet
atau plastik dan digunakan untuk mensterilkan peralatan gelas yang tidak
digunakan dalam pengukuran, seperti batang pengaduk, spatula logam, corong
gelas, beaker gelas dan pinset (Pratiwi,2008). Proses sterilisasi kering terjadi
melalui mekanisme konduksi panas, dimana panas akan diabsorpsi oleh
permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat ke bagian dalam permukaan
sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai (Lukas,2006).
Sterilisasi alat diawali dengan melakukan pencucian terhadap seluruh
peralatan yang akan disterilisasi dengan menggunakan sabun cuci dan dilakukan
penyikatan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran, lemak, atau noda
yang menempel pada peralatan tersebut. Selanjutnya peralatan tersebut dibilas
dengan air yang mengalir hingga bersih dan ditiriskan. Untuk mengeringkan
peralatan tersebut digunakan tissue kering yang dapat mempercepat proses
pengeringan alat. Peralatan yang telah kering tersebut disterilkan dengan
alkohol 70% dengan cara dengan menyemprotkannya. Digunakannya alkohol
70% karena konsentrasi optimal alkohol untuk menghambat pertumbuhan
mikroba adalah pada 70-80% (Pratiwi, 2008). Mekanisme aksi alkohol sebagai
disinfektan adalah dengan cara melarutkan lipid pada membran sel
mikroorganisme dan juga mendenaturasi protein yang dimiliki oleh
mikroorganisme tersebut (Pratiwi,2008). Setelah kering peralatan gelas
dibungkus. Pembungkusan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya paparan
panas secara langsung pada alat yang dapat menyebabkan kerusakan alat akibat
terjadinya pemuaian yang tidak merata. Pembungkusan alat dengan
menggunakan alumium foil bertujuan agar panas yang dihasilkan dialirkan
secara konduksi di permukaan aluminium foil sehingga panas yang memapar
alat berlangsung secara merata. Dalam sterilisasi panas kering ini digunakan
oven. Oven disiapkan hingga suhunya mencapai 2500C kemudian dimasukkan
alat-alat yang akan disterilkan ke dalam oven.
Pada praktikum ini, seharusnya praktikan menggunakan oven dalam
sterilisasi alat-alat. Namun, oven yang terdapat di laboratorium mengalami
kerusakan, sehingga peralatan yang telah disiapkan disterilisasi secara panas
basah menggunakan autoclave. Autoclave merupakan alat sterilisasi yang
memanfaatkan uap air panas bertekanan tinggi dan biasanya digunakan untuk
mensterilisasi peralatan yang tidak rusak oleh panas. Sterilisasi menggunakan
autoclave merupakan cara yang paling baik karena uap air panas dengan tekanan
tinggi menyebabkan penetrasi uap air ke dalam sel-sel mikroba menjadi optimal
sehingga langsung mematikan mokroba. Sterilisasi menggunakan autoclave
tidak membutuhkan waktu yang lama. Sterilisasi ini dilakukan di dalam
autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 15 psi. Digunakannya
suhu 1210C karena air mendidih pada suhu tersebut jika digunakan pada tekanan
15 psi dan pada suhu 1210C alat gelas tidak akan memuai sehingga tidak akan
merubah ukuran alat (Hafiz, 2009). Selain itu sifat alat seperti sendok tanduk,
botol tetes mata, kertas perkamen, kertas saring, dan karet penutup vial adalah
tidak tahan pemanasan, sehingga metode sterilisasi panas basah ini lebih sesuai
untuk digunakan. Alat-alat gelas yang berfungsi sebagai wadah dan bervolume
kecil seperti botol vial, pipet tetes dan erlenmeyer juga disterilkan dengan
autoclave. Hal ini berkaitan dengan uap yang merupakan pembawa atau carier
energi termal paling efektif dan dapat melunakkan seluruh lapisan pelindung
luar mikroorganisme, sehingga memungkinkan terjadinya koagulasi lebih efektif
dibandingkan pada penggunaan metode panas kering (Lukas, 2006).
Prosedur metode sterilisasi ini diawali dengan pencucian alat,
pengeringan, dan pembungkusan, dimana pembungkus yang digunakan berupa
kertas sampul coklat. Kertas ini memiliki pori yang lebih efektif untuk penetrasi
uap air sehingga proses sterilisasi dengan uap lebih optimal. Sebelum dilakukan
tahap sterilisasi, autoklaf yang akan digunakan diisi air hingga melewati
sarangan. Autoklaf dipanaskan hingga suhu mendekati 1210C, baru kemudian
alat dimasukkan ke dalam autoklaf dan dikunci rapat. Alat yang akan disterilkan
dengan autoclave tidak boleh memenuhi ruang dalam autoclave agar uap yang
kontak dengan alat lebih maksimal sehingga proses sterilisasi berjalan optimal
dan teknik penguncian tiap ulir dilakukan berseberangan untuk menjamin
kerapatan penguncian autoklaf. Selanjutnya dilakukan proses pengusiran udara
dari dalam autoklaf. Pengusiran udara ini bertujuan untuk mengkondisikan
autoklaf dalam keadaan jenuh uap air. Pengusiran dilakukan dengan membuka
klep udara selama pemanasan. Setelah uap air keluar dari klep, klep ditutup
sehingga keadaan di dalam autoklaf jenuh dengan uap air dan tekanan udara di
dalamnya meningkat. Indikator diamati hingga menunjukkan tekanan 15 psi.
Setelah indikator menunjukkan angka tersebut, waktu sterilisasi diukur 15 menit.
Tekanan 15 psi harus dijaga selama 15 menit, jika tekanan turun pengukuran
waktu dihentikan dan dijalankan kembali bila tekanan mencapai 15 psi kembali.
Pengaturan tekanan dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan tombol
pengatur suhu. Setelah waktu 15 menit tercapai, pengatur suhu diturunkan dan
indikator diamati hingga menunjukkan 0 psi, kemudian alat dapat dikeluarkan
dari autoclave. Dengan dilakukannya proses sterilisasi alat pada awal praktikum
ini, maka proses sterilisasi alat selanjutnya dapat digunakan metode yang lebih
sederhana yaitu dengan menyemprotkan desinfektan pada permukaan alat
sebelum digunakan.
VII. KESIMPULAN
1. Sterilisasi alat diawali dengan melakukan pencucian terhadap seluruh
peralatan yang akan disterilisasi dengan menggunakan sabun cuci dan
dilakukan penyikatan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran,
lemak, atau noda yang menempel pada peralatan tersebut. Selanjutnya
peralatan tersebut dibilas dengan air yang mengalir hingga bersih dan
ditiriskan.
2. Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan menggunakan metode
sterilisasi panas basah, yang diawali dengan pencucian alat, pengeringan,
dan pembungkusan. Autoclave merupakan alat sterilisasi yang
memanfaatkan uap air panas bertekanan tinggi dan biasanya digunakan
untuk mensterilisasi peralatan yang tidak rusak oleh panas.
DAFTAR PUSTAKA
Agalloco, James. 2008. Validation of Pharmaceutical Processes (electronic version),
USA : Informa Healthcare Inc.
DepKes RI.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Indonesia
Gennaro, A.R. 1990. Remington’s Pharmaceutical Sciences 18 th Edition.
Pennsylvania : Mack Publishing Company.
Jenkins, Glenn L., et.all., 1957. Scoville’s : The Art of Compounding. New York :
MC-Graw Hill Book Companies.
Lachman, L., H. A. Lieberman, dan J. L. Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.
Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.