Post on 17-Nov-2020
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TINJAUAN YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN
BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP) OLEH TERDAKWA
DI PERSIDANGAN DENGAN ALASAN DALAM PEMERIKSAAN
DI DEPAN PENYIDIK TIDAK DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM
DAN KEKUATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMERIKSAAN
DALAM PERSIDANGAN PERKARA PENGHASUTAN
(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO. 2336/Pid.B/2008/JKT.PST)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
P. JEFRI LEO CANDRA S.
NIM.E0007176
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Nama : P. Jefri Leo Candra S
NIM : E0007176
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) yang
berjudul : TINJAUAN YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN BERITA
ACARA PEMERIKSAAN (BAP) OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN
DENGAN ALASAN DALAM PEMERIKSAAN DIDEPAN PENYIDIK
TIDAK DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM DAN KEKUATANNYA
SEBAGAI BAHAN PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN PERKARA
PENGHASUTAN (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO.
2336/Pid.B/2008/JKT.PST) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini diberita dan citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
Penulisan Hukum (Skripsi) dan gelar sarjana yang saya peroleh dari Penulisan
Hukum (Skripsi) ini.
Surakarta, 5 Juli 2011
Yang membuat pernyataan
P. Jefri Leo Candra Saragih
NIM.E0007176
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
“Mintalah maka akan diberi kepadamu; carilah maka kamu
akan mendapat; ketoklah maka pintu dibukakanbagimu. Karena setiap orang
yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap
orang mengetuk, baginya pintu dibukakan”
( Injil Matius 7:7-8)
Kemenangan yang seindah – indahnya dan sesukar – sukarnya yang boleh
direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri (Ibu Kartini).
I know that the greatest women in the world is MY MOM (NN).
Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah (Lessing)
Dalam menjalani hidup ini kita harus selalu ingat siapa diri kita, mau kemana
kita melangkah, dan apa tujuan hidup kita (ayahanda dan ibundaku)
Kita belum pernah mendengar siapapun tersandung ketika sedang duduk, karena
itu, jalanlah terus meskipun kita tersandung dan jangan berhenti. Menyerah itu
hal mudah yang bisa dilakukan oleh siapapun, tetapi tetap bertahan di kala
semua orang menganggap kita akan gagal, itulah kekuatan sukses (NN)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Sebuah pemikiran yang begitu tulus dan sederhana ini Penulis persembahkan
kepada:
TuhanYesus Kristus, Sang Maha Segalanya,
Bapak (H. Saragih) dan Mamak (E.Sihaloho) tercinta,
Adik-adikku Alexander Saragih dan Roy Saragih
Komusema FH UNS,
Rakhmalita Arlini (si calon dokter)
&
Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan rahmat dan nikmat beserta petunjuk-Nya sehingga Penulis akhirnya
dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “TINJAUAN
YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN BERITA ACARA
PEMERIKSAAN (BAP) OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN DENGAN
ALASAN DALAM PEMERIKSAAN DIDEPAN PENYIDIK TIDAK
DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM DAN KEKUATANNYA SEBAGAI
BAHAN PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN PERKARA
PENGHASUTAN (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO.
2336/Pid.B/2008/JKT.PST)”.
Penulisan Hukum ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini tidaklah
mungkin selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang
telah membantu menyelesaikan Penulisan Hukum ini.
3. Bapak Kristiyadi, S.H.,M.Hum dan Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H.
selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah memberikan bantuan dan
arahan untuk membimbing Penulis, memberikan bantuan moril kepada
Penulis agar dapat menjadi sarjana cerdas dan pekerja keras dan juga selaku
pembimbing Moot Court KOMUSEMA yang telah mencurahkan waktu,
tenaga dan pikiran untuk kelangsungan Moot Court FH UNS tercinta.
4. Bapak Bambang Santoso, S.H, M.H yang telah memberikan arahan awal
kepada penulis untuk segera mendaftarkan penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Bapak Gusdan Hanung, S.E, S.H, M.H (Alm) dan Bapak Mohammad Adnan,
S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing Akademik Penulis selama menuntut ilmu
di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada Penulis selama
menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Bapak dan Ibu Karyawan serta segenap staf Tata Usaha, Bagian Pendidikan,
Bagian Kemahasiswaan, Bagian Umum, Bagian Perlengkapan, dan Bagian
Keamanan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Bapak dan Mamak (H. Saragih dan E. Sihaloho) tercinta yang telah
memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada Penulis, juga doa yang tiada
pernah putus sehingga membuat Penulis senantiasa tenang dan tetap
semangat menyelesaikan Penulisan Hukum ini.
9. Adik-adikku tersayang, Alexander Saragih dan Roy Saragih yang telah
mendorong penulis untuk segera menyelesaikan PenulisanHukum ini.
10. Tulangku AKP. J. Saragih yang telah mendorong penulis untuk masuk
Fakultas Hukum UNS dan selalu mendukung dan memberikan bimbingan
kepada Penulis.
11. Namboru dan Amangboru Gisel yang mau mengantarkan penulis untuk daftar
ulang di Kampus UNS.
12. Seluruh Keluarga Besarku yang telah mendukung secara Moril dan Spritual
13. Rakhmalita Arlini, terima kasih telah menemaniku, juga doa dan dukungan
yang selalu membuat Penulis bersemangat untuk segera menyelesaikan
kuliah.
14. Keluarga Dian Saragih, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
15. Segenap Biro Hukum Sekretariat Negara R.I: Bapak Bigman, Ibu Rohana,
Mbak Pipit, Mas Prabu, Mas Doni, Mbak Rengga, Kang Egi, terimakasih
buat bantuan dan dukungannya.
16. Keluarga Besar Moot Court Community FH UNS: Hifni, Lina, Adhi, Citra,
Elvira, Tanty, Rere (KCB sejati), Corry (PH sejati, hehe...), Maya, Bembi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Yuda, Mas Nur, Cindhy, Tian, Erika, Vita, Vetty, Galuh, Anik, Riris, Orin,
Yanuar “si Korea”, Naris, Ines, teruskan perjuangan kalian.
17. Buat temen begadang :Hifni, Hengki, Galih, Hage trima kasih selalu bias
menjadi tempat curhat.
18. Teman-teman Geng Happy Heboh dan Teman kelompok Ospek: Giska
Talisha, Ayu Nindya Modjo, Tri Suryani, Wah Estuning, Oki Krinanditya,
Hapsoro Widyo Kusumo, Hafid, Andang Aprianto, Penden, Mat Roffi alias
Pakde, Betha alias Bude, Eka, Ginuk, Dian, Yurisa.
19. Buat mbak Yurista (tante) dan Mbak Mega (Nenek) yang sudah mau
memberikan banyak masukan dan pengalaman hidup buat penulis agar bias
lebih baik.
20. Teman-teman Magangku: Lulu (jangan Gala uterus), Eki (The jack sejati).
21. Teman-teman kost yang selalu memberikan keceriaan dan menjadi tempat
berbagi: mas Yudi, mas Wawan, mas Tona, Habib, Pak dokter Fahmi, Mas
Teko,
22. Seluruh keluarga besar Angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
23. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian Penulisan Hukum ini yang
tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Penulisan Hukum ini masih
jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun substansinya. Oleh karena itu,
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang menunjang bagi kesempurnaan
Penulisan Hukum ini. Akhir kata Penulis berharap Penulisan Hukum ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu
hukum pada khususnya, sehingga tidak menjadi suatu karya yang sia-sia nantinya.
Surakarta, 5 Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Halaman Persetujuan Pembimbing ............................................................ ii
Halaman Pengesahan Penguji .................................................................... iii
Halaman Pernyataan ................................................................................... iv
Motto .......................................................................................................... v
Halaman Persembahan ............................................................................... vi
Kata Pengantar ........................................................................................... vii
Daftar Isi ..................................................................................................... x
Daftar Gambar ............................................................................................ xii
Abstrak ....................................................................................................... xiii
Abstract ...................................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
E. Metode Penelitian ........................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ....................................................... 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 15
A. Kerangka Teori ............................................................................... 15
1. Tinjauan Umum tentang Pencabutan Keterangan Terdakwa
dan Hak-Hak Terdakwa
a. Pencabutan Keterangan Terdakwa ..................................... 15
b. Hak-Hak terdakwa yang diatur KUHAP ............................ 16
2. Tinjauan Umum tentang Penyidikan dan Penasihat Hukum
a. Pengertian Penyidikan ........................................................ 19
b. Pengertian Penasihat Hukum .............................................. 20
3. Tinjauan tentang Pembuktian dan Alat Bukti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Pengertian Pembuktian ....................................................... 20
b. Alat Bukti yang Sah Menurut KUHAP ............................... 27
B. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 41
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 43
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 43
1. Deskripsi Kasus ........................................................................ 43
2. Dakwaan Penuntut Umum dalam Perkara
Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST
Berbentuk Dakwaan Kumulatif .............................................. . 44
3. Pemeriksaan Saksi-Saksi dan Keterangan Terdakwa dalam
Persidangan .............................................................................. 44
4. Tuntutan Penuntut Umum ........................................................ 51
5. Fakta-Fakta Hukum dalam Putusan yang Berkaitan Dengan
Pencabutan Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa ................... . 53
6. Kutipan Beberapa Pertimbangan Hakim Mengenai
Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa ....................................... 54
7. Putusan Hakim Jakarta Pusat Terhadap Perkara
Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST .................................... . 55
B. Pembahasan ................................................................................... 56
1. Analisis PencabutanKeterangan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Persidangan
Perkara Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST ........................ 56
2. Analisis Kekuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
Yang dicabut Oleh Terdakwa Sebagai Bahan Pemeriksaan ... 72
BAB IV. PENUTUP ................................................................................. 78
A. Simpulan ......................................................................................... 78
B. Saran ............................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ............................................................. 41
Gambar 2. Skematik Hak Pendampingan Penasihat Hukum Terhadap
Pencabutan BAP Oleh Terdakwa ........................................................... 57
Gambar 3. Stematik Kekuatan BAP Sebagai Bahan Pemeriksaan ......... 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
P. Jefri Leo Candra S., E0007176. 2011. TINJAUAN YURIDIS
PENCABUTAN KETERANGAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP)
OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN DENGAN ALASAN DALAM
PEMERIKSAAN DIDEPAN PENYIDIK TIDAK DIDAMPINGI
PENASIHAT HUKUM DAN KEKUATANNYA SEBAGAI BAHAN
PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN PERKARA PENGHASUTAN
(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO. 2336/Pid.B/2008/JKT.PST.
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penulisan Hukum ini bertujuan untuk mengetahui pemeriksaan oleh
penyidik tanpa didampingi penasihat hukum dapat menjadi alasan bagi terdakwa
untuk mencabut keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di persidangan
dalam perkara penghasutan Nomor: 2336/Pid.B/2008/JKT.PST dan kekuatan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dicabut oleh terdakwa sebagai bahan
pemeriksaan dalam perkara penghasutan Nomor: 2336/Pid.B/2008/JKT.PST.
Penulisan hukum ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif yang
memberikan preskriptif mengenai mengenai pencabutan keterangan terdakwa
dengan alasan tidak didampingi oleh penasihat hukum dan kekuatan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) sebagai bahan pemeriksaan perkara nomor
2336/Pid.B/2008/JKT.PST yang menggunakan bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi
kepustakaan untuk mengumpulkan bahan hukum dengan jalan membaca peraturan
perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi maupun literatur yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti Penulis. Adapun teknik analisis bahan
hukum dilakukan dengan metode silogisme dengan pola berpikir deduksi.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pencabutan keterangan
terdakwa dalam putusan perkara Perkara Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST
ditolak atau tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim karena pencabutan
keterangan yang dilakukan oleh terdakwa FERRY JOKO JULIANTONO, SE,
Ak.Msi dinilai tidak berdasar dan tidak logis. Alasan yang mendasar dan logis
tersebut mengandung arti bahwa alasan yang menjadi dasar pencabutan tersebut
harus dapat dibuktikan kebenarannya dan diperkuat atau didukung oleh bukti-
bukti lain yang menunjukkan bahwa alasan pencabutan tersebut benar dan dapat
dibuktikan oleh hakim. Kekuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai bahan
pemeriksaan, jika pencabutan diterima maka Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
dianggap tidak benar dan keterangan yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim
adalah keterangan yang diutarakan oleh terdakwa dalam persidangan. Sedangkan
apabila pencabutan ditolak oleh hakim, maka keterangan terdakwa (tersangka)
dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dapat digunakan sebagai bahan
pemeriksaan dalam persidangan
Kata kunci: Pencabutan Keterangan Terdakwa, Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
P. Jefri Leo Candra S, E0007176. 2011. JURIDICAL OVERVIEW
REVOCATION INTERROGATION (BAP) IN COURT BY DEFENDANT
WITH REASON IN INTERROGATION IN FRONT OF INVESTIGATORS
ARE NOT ACCOMPANIED BY LEGAL ATTORNEY AND STRENGTH
AS MATERIAL EXAMINATION IN THE TRIAL OF INCITEMENT
CASE (CASE STUDY IN DECISION NO.2336/Pid.B/JKT.PST). Faculty of
Law Sebelas Maret University.
The purpose of this writing is to know interrogation without legal attorney
may be the reason by defendant to revoke the statement interrogation (BAP) in the
trial and strength interrogation (BAP) is repelead by the defendant as the material
examination in the trial of incitement case on decision NO.2336/Pid.B/JKT.PST.
This law essay including kind of normative law research that give a
prescriptive about revocation of defendant's testimony with reason in interrogation
in front of investigators are not accompanied by legal attorney and strength as
material examination in the trial of incitement case (case study in decision
NO.2336/PID.B/JKT.PST). Technique collecting of material law is doing by
library research to collect and arrange material law that relate with the problem
which researched, and the way is by inventarization and learning The Rules,
Books, Essays and documents that relate with the problem that researched by the
writer. In addition syllogism method with a pattern of thinking of deduction.
The result that can be got from this research is revocation of defendant’s
testimony in a case decision No: 2336 / Pid.B / 2008 / JKT.PST rejected or not
accepted by the Panel of Judges for the revocation by defendant testimony made
by FERRY JOKO JULIANTONO, SE, Ak.Msi is unfounded and illogical. Basic
and logical means that the reason underlying the revocation must be able to be
verified reinforced or supported by other evidence showing that the reason for
revocation are true and veriable by the judges. Strength of Interrogation (BAP) as
a material examination, if the revocation is received so Interrogation (BAP) can
considered not correct and information that are reasoning by the Panel of Judges
is expressed by the defendant's testimony at trial. Whereas if the repeal is rejected
by the judge, then the description of the accused (suspect) in interigation (BAP)
can be used as aningredient in the trial examination.
Key word: Revocation of Defendant’s Testimony, Interrogation (BAP)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum materiil merupakan hukum memuat aturan-aturan yang
menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana (Rofikah,
1999:3). Hukum materiil ini disandingkan dengan hukum formil. Hukum formil
bertujuan untuk menegakkan hukum materiil itu jika terjadi pelanggaran atas
hukum materiil. Sistem hukum formil juga dikenal dengan criminal justice system
(Yesmil Anwar dan Adang, 2009:33). Pengaturan hukum formal dalam sistem
hukum di negara Indonesia terdapat pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981
yang lebih dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Pengaturan hukum formal tersebut berisi seluruh aturan proses
penyelesaian hukum maupun aturan pokok mengenai bentuk dan sanksi perbuatan
atau tindak pidana yang merugikan orang lain maupun yang tidak sesuai dengan
kaidah moral serta ketertiban umum diatur dalam kedua kitab tersebut (Yesmil
Anwar dan Adang, 2009:33).
Keberadaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 dapat dikatakan sebagai
landasan bagi terselenggaranya proses peradilan pidana yang benar-benar bekerja
dengan baik dan mengedapankan Hak Asasi Manusia (Yesmil Anwar dan Adang,
2009:64). Asas presumption of innonce merupakan salah satu penerapan
pentingnya menjunjung hak asasi manusia dalam hukum pidana. Adanya jaminan
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dalam peraturan hukum acara
pidana mempunyai arti yang sangat penting sekali. Hal ini senada dengan
pandangan Paul R. Dubinsky dalam tulisannya yang mengatakan ”Like the
harmonization of procedural law, the movement to advance international human
rights is in flux” (harmonisasi hukum prosedural, gerakan untuk memajukan hak
asasi internasional) (Paul R. Dubinsky, 2005:225).
Deklarasi Universal hak Asasi Manusia (DUHAM) mengatur Hak asasi
terdakwa sebagai manusia yang dimaksud antara lain persamaan dimuka hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(Pasal 6), tidak diperlakukan sewenang-wenang (Pasal 9), memperoleh pengadilan
yang adil (Pasal 10), dilindungi sebelum dinyatakan bersalah (Pasal 11), dan tidak
diintervensi kehidupannya oleh negara (Pasal 12). Selain hak yang tidak
tercantum dalam DUHAM tersebut, beberapa hak lainnya yang diatur dalam
Kovenan ini adalah hak atas pengadilan yang jujur (Pasal 14), perlindungan dari
kesewenang-wenangan hukum pidana (Pasal 15), hak atas pengakuan sebagai
subyek hukum dimanapun berada (Pasal 16) (Isharyanto, 2006:10-12).
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana telah menggangkat dan
menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukannya yang ”berderajat”,
sebagai mahluk Tuhan yang memiliki harkat derajat kemanusiaan yang utuh.
Tersangka dan terdakwa dalam KUHAP telah ditempatkan dalam posisi his entity
and dignity as a human being, yang harus diperlakukan dengan nilai-nilai luhur
kemanusiaan (M. Yahya Harahap 2006:2). Selain asas praduga tak bersalah
(presumtion of innocent), dalam KUHAP diatur juga hak tersangka dan terdakwa
lainnya yaitu:
1. Persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban didepan hukum (equality
before the law). Tersangka dan terdakwa harus diperlakukan sama tanpa
membedakan pangkat, golongan dan lainnya (entitled without any
discrimanation to equal of the law).
2. Hak untuk menyiapkan pembelaan. Dalam KUHAP memberikan hak kepada
tersangka untuk didampigi oleh penasihat hukum dan penasihat hukum
tersebut dapat berbicara dengan tersangka atau terdakwa tanpa didengar oleh
penyidik atau aparat hukum lainnya (within sight not within hearing).
3. Kesalahan seseorag harus dibuktikan dalam sidang yang bebas, tidak
memihan (impartiality), dan jujur (fair trial) (M. Yahya Harahap 2006:3).
Pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang
pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dengan
pembuktian suatu perbuatan pidana dapat dijatuhi hukuman pidana (M. Yahya
Harahap. 2006:273). Pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-
undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(Syaiful Bakhri, 2009:2), maka terdakwa dibebaskan dari hukuman, dan
sebaliknya jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan, maka terdakwa harus
dinyatakan bersalah dan kepadanya akan dijatuhkan pidana.
Pembuktian merupakan titik sentral hukum acara pidana (Syaiful Bakhri,
2009:2). Hal ini dapat dibuktikan sejak awal dimulainya tindakan penyelidikan,
penyidikan, prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, pemeriksaan di
sidang pengadilan, putusan hakim bahkan sampai upaya hukum, masalah
pembuktian merupakan pokok bahasan dan tinjauan semua pihak dan pejabat
yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan,
terutama bagi hakim.
Hakim harus hati-hati, cermat, dan matang dalam menilai dan
mempertimbangkan nilai pembuktian serta dapat meneliti sampai batas minimum
kekuatan pembuktian atau bewijskracht dari setiap alat bukti yang sah menurut
undang-undang (Syaiful Bakhri, 2009:28).
Keterangan terdakwa yang memuat informasi tentang kejadian peristiwa
pidana bersumber dari terdakwa, maka hakim dalam melakukan penilaian
terhadap isi keterangan terdakwa haruslah cermat dan sadar bahwa ada
kemungkinan terjadinya kebohongan atau keterangan palsu yang dibuat oleh
terdakwa mengenai hal ikhwal kejadian atau peristiwa pidana yang terjadi.
Keterangan tersebut pada umumnya berisi pengakuan terdakwa atas tindak
pidana yang didakwakan kepadanya. Keterangan di muka penyidik dan
keterangan dalam persidangan harus dibedakan, keterangan yang diberikan di
muka penyidik disebut keterangan tersangka sedangkan keterangan yang
diberikan dalam persidangan disebut keterangan terdakwa (Martiman
Prodjohamidjojo.1984:137).
Terdakwa sering mencabut keterangannya di persidangan yang
diberikannya kepada penyidik dalam pemeriksaan penyidikan yang dimuat dalam
Berita Acara Penyidikan (BAP). Alasan dasar pencabutan adalah bahwa pada saat
memberikan keterangan di hadapan penyidik, tersangka tidak didampingi oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penasihat hukum yang merupakan hak tersangka yang telah diatur dalam
KUHAP. Perlakuan lain yang menjadi alasan pencabutan keterangannya yakni
dipaksa atau diancam dengan kekerasan baik fisik maupun psikis untuk mengakui
tindak pidana yang didakwakan kepadanya (intimidasi). Begitulah selalu alasan
yang yang melandasi setiap pencabutan keterangan pengakuan yang dijumpai di
sidang pengadilan (M. Yahya Harahap, 2006:325).
Pengakuan yang bagaimanapun jelasnya dan tercatat dalam Berita Acara
Penyidikan (BAP), akan (selalu) dicabut kembali dalam pemeriksaan pengadilan
dengan berbagai alasan dan hanya satu dua yang tetap bersedia mengakui
kebenarannya. (anonim.pencabutan BAP terdakwa.www. tempo interaktif. com,
diakses pada tanggal 26 november 2010, pukul 13.41 wib).
Hal ini dapat kita lihat pada kasus Nasruddin. Tidak hanya menolak
bersaksi, eksekutor pembunuhan Nasrudin juga mencabut seluruh keterangannya
dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Alasan pencabutan karena terdakwa
mengaku berada dalam tekanan penyidik saat memberikan keterangan.
Persidangan dengan terdakwa Daniel Daen Sabon di Pengadilan Negeri
Tangerang Jl. TMP Taruna, Banten, keempat terdakwa yakni; Eduardus Ndopo
Mbeta, Hendrikus Kia Walen,Fransiskus Taden Kerans, dan Heri Santoso yang
diminta menjadi saksi bagi Daniel daen, menolak untuk memberikan kesaksian.
Pencabutan itu juga dilakukan oleh Hendrikus, Fransiskus, dan Heri di Berita
Acara Pemeriksaan (BAP). Alasan pencabutan keterangan di Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) karena terdakwa mengaku dalam tekanan atau intimidasi saat
memberikan keterangan. Atas tindakan keempat terdakwa tersebut, Majelis
Hakim meminta Jaksa menghadirkan penyidik yang memeriksa keempat terdakwa
itu saat pemberkasaan BAP (Anonim, 2010).
Secara yuridis, pencabutan ini sebenarnya dibolehkan dengan syarat
pencabutan dilakukan selama pemeriksaan persidangan pengadilan berlangsung
dan disertai alasan yang mendasar dan logis (M. Yahya Harahap, 2006:326).
Melihat pernyataan di atas proses pencabutan keterangan terdakwa mudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dilakukan dan tidak menimbulkan persoalan. Akan tetapi, kenyataannya tidaklah
demikian karena ternyata dalam praktik di persidangan pencabutan begitu banyak
menimbulkan permasalahan. Terutama mengenai penilaian hakim terhadap alasan
pencabutan keterangan terdakwa, di persidangan hakim tidaklah mudah menerima
alasan pencabutan keterangan terdakwa.
Permasalahan lain terkait dengan pencabutan keterangan terdakwa adalah
mengenai eksistensi keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang, dalam hal
digunakan untuk membantu menemukan alat bukti dalam persidangan
sebagaimana ketentuan Pasal 189 ayat (2) KUHAP (Darwin Prinst, 1998:145).
Sebab sesuatu hal yang fungsi dan nilainya digunakan untuk membantu
mempertegas alat bukti yang sah, maka kedudukannya pun telah berubah menjadi
alat bukti, termasuk pengakuan terdakwa pada tingkat penyidikan (M. Yahya
Harahap, 2006: 323).
Masalah pencabutan keterangan terdakwa akan menimbulkan
permasalahan lain, yakni bagaimana ketentuan hukum terhadap pencabutan
keterangan terdakwa dalam persidangan (ketentuan hukum berarti dasar hukum
dilakukannya pencabutan keterangan terdakwa, faktor – faktor penyebab
dilakukannya pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan), implikasi
pencabutan tersebut terhadap kekuatan alat bukti. Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk mengangkat persoalan ini ke dalam skripsi dengan judul:
“TINJAUAN YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN BERITA
ACARA PEMERIKSAAN (BAP) OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN
DENGAN ALASAN DALAM PEMERIKSAAN DIDEPAN PENYIDIK
TIDAK DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM DAN KEKUATANNYA
SEBAGAI BAHAN PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN PERKARA
PENGHASUTAN (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO.
2336/Pid.B/2008/JKT.PST)”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis sebelumnya,
maka penulis merumuskan pokok permasalahan yang timbul dan akan dipecahkan
secara jelas dan sistematis.
Perumusan masalah dimaksudkan untuk lebih menegaskan masalah yang
akan diteliti, sehingga dapat ditentukan suatu pemecahan masalah yang tepat dan
mencapai tujuan yang diinginkan. Perumusan masalah yang penulis ketengahkan
meliputi :
1. Apakah pemeriksaan oleh penyidik tanpa didampingi penasihat hukum dapat
menjadi alasan bagi terdakwa untuk mencabut keterangan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) di persidangan dalam perkara penghasutan Nomor:
2336/Pid.B/2008/JKT.PST?
2. Bagaimanakah kekuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dicabut oleh
terdakwa sebagai bahan pemeriksaan dalam perkara penghasutan Nomor:
2336/Pid.B/2008/JKT.PST?
C. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai
secara jelas. Tujuan penelitian dapat bersifat untuk pengembangan ilmu dalam arti
explanation, developmental, atau verifikasi ilmu, atau untuk membantu
memecahkan masalah tertentu. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan
arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan Objektif
a. Mendeskripsikan hak terdakwa diperkenankan untuk mencabut
keterangannya dalam persidangan karena tidak didampingi oleh Penasihat
Hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Mendeskripsikan implikasi yuridis dari pencabutan keterangan terdakwa
terhadap kekuatannya sebagai bahan pemeriksaan dalam persidangan
perkara penghasutan Nomor: 2336/Pid.B/2008/JKT.PST.
2. Tujuan Subjektif
a. Memperluas pengetahuan dan wawasan penulis di bidang hukum serta
pemahaman aspek yuridis pada teoritik dan praktik dalam lapangan hukum
khususnya terhadap pencabutan keterangan terdakwa dalam pengadilan
karena tidak didampingi Penasihat Hukum.
b. Melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar
dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian tentunya diharapkan akan dapat memberikan manfaat
yang berguna terutama pada ilmu pengetahuan di bidang penelitian tersebut.
Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberi masukan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya, dalam ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum acara
pidana yang berkaitan dengan pembuktian.
b. Menambah literatur, referensi, dan bahan-bahan informasi ilmiah serta
pengetahuan bidang hukum yang telah ada sebelumnya, khususnya untuk
memberikan suatu deskripsi jelas mengenai pemecahan permasalahan yang
akan dipecahkan oleh penulis.
c. Untuk mendalami dan mempraktekan teori-teori yang telah diperoleh
penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti penulis yaitu seoarang
terdakwa diperbolehkan atau tidak untuk mencabut keterangannya
dikarekanakan saat penyidikan tidak didampingi penasihat hukum pada
kasus penghasutan pada putusan No.2336/Pid.B/2008/JKT.PST serta apa
implikasinya terhadap kekuatan alat bukti didalam persidangan.
b. Dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam
bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
c. Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan di bangku kuliah
dengan kenyataan di lapangan.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab
isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan
argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 35). Dua syarat utama
yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian dengan baik dan dapat
dipertanggung jawabkan adalah peneliti harus terlebih dahulu memahami konsep
dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin ilmunya (Johnny Ibrahim, 2008:
26). Dalam penelitian hukum, konsep ilmu hukum dan metodologi yang
digunakan di dalam suatu penelitian memainkan peran yang sangat signifikan agar
ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi
dan aktualitasnya (Johnny Ibrahim, 2008: 28).
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan
metode penulisan antara lain sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Ditinjau dari sudut penelitian hukum sendiri, penelitian penulis ini
termasuk ke dalam jenis penelitian hukum normatif. Pengertian hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal (doctrinal
research), yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (library based)
yang berfokus pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer
dan sekunder.
Penelitian hukum nenurut Johnny Ibrahim adalah suatu prosedur ilmiah
untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya (Johnny Ibrahim, 2008: 57). Pendapat ini kemudian dipertegas
oleh Sudikno Mertokusumo yang menyatakan bahwa disiplin ilmiah dan cara
kerja ilmu hukum normatif adalah pada objeknya, objek tersebut adalah
hukum yang terutama terdiri atas kumpulan peraturan-peraturan hukum yang
bercampur aduk merupakan chaos tidak terbilang banyaknya peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan setiap tahunnya. Dan ilmu hukum
(normatif) tidak melihat hukum sabagai suatu chaos atau mass of rules tetapi
melihatnya sebagai suatu structured whole of system (Johnny Ibrahim, 2008:
57).
Penulis memilih penelitian hukum yang normatif, karena menurut
penulis, sumber penelitian yang digunakan adalah bahan hukum sekunder
yang terdiri dari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141). Selain itu,
menurut Johnny Ibrahim, berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis terhadap tinjauan yuridis pencabutan keterangan berita acara
pemeriksaan (BAP) oleh terdakwa di persidangan dengan alasan dalam
pemeriksaan di depan penyidik tidak didampingi penasihat hukum dan
kekuatannya sebagai alat bukti dalam persidangan perkara penghasutan,
dibutuhkan penalaran dari aspek hukum normatif yang merupakan ciri khas
penelitian hukum normatif (Johnny Ibrahim, 2008: 127). Oleh karena itu,
berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian hukum
normatif yang dipilih oleh penulis telah sesuai dengan objek kajian atau isu
hukum yang diangkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum tentunya sejalan dengan sifat penelitian hukum
itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskripitif,
artinya bahwa ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan,
validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.
Sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang substansial di
dalam ilmu hukum. Hal ini tidak akan mungkin dapat dipelajari oleh disiplin
ilmu lain yang objeknya juga hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 22).
Dalam penelitian ini, penulis akan memberikan preskriptif mengenai
tinjauan yuridis pencabutan keterangan berita acara pemeriksaan (BAP) oleh
terdakwa di persidangan dengan alasan dalam pemeriksaan di depan penyidik
tidak di damping penasihat hukum dan kekuatannya sebagai alat bukti dalam
persidangan perkara penghasutan.
3. Pendekatan Penelitian
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yaitu penelitian
normatif, maka terdapat beberapa pendekatan penelitian yang digunakan ,
antara lain pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus
(case approach), pendekatan histories (historical approach), pendekatan
perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual
(conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93).
Dari beberapa pendekatan tersebut, penelitian ini akan menggunakan
pendekatan kasus (case approach), yaitu dengan melakukan studi kasus
terhadap putusan No.2336/Pid.B/2008/JKT.PST dalam perkara penghasutan.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Jenis bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah bahan
sekunder. Dalam bukunya, Penelitian Hukum, Peter Mahmud Marzuki
mengatakan bahwa pada dasarnaya penelitian hukum tidak mengenal adanya
data tetapi yang digunakan adalah bahan hukum, dalam hal ini yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
digunakan adalah sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum
sekunder.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif, yaitu yang mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer
terdiri atas perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim
(Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141). Bahan hukum primer dalam
penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yakni
Putusan NO. 2336/Pid.B/2008/JKT.PST.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki,
2005: 141). Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari bahan yang
akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis
para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya
yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
5. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Prosedur pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan bahan hukum
dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen
resmi maupun literatur-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan
yang dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder. Dari bahan hukum tersebut
kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan penunjang di dalam
penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik studi
pustaka untuk mengumpulkan dan menyusun bahan hukum yang diperlukan.
Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach), maka
penulis akan menggunakan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tetap (inkrah van gewijde) (Peter Mahmud Marzuki: 94) yakni putusan
pengadilan Jakarta pusat no. 2336/Pid.B/2008/JKT.PST.
6. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah
hasil penelitian menjadi sebuah laporan. Bahan yang telah terkumpul dalam
penelitian ini dianalisis dengan metode silogisme dengan pola berfikir
deduksi. Metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan
premis mayor, kemudian diajukan premis minor dari kedua premis ini
kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki,
2010:47). Artinya bahwa melakukan penglahan analisis bahan dengan
menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap
permasalah konkret yang sedang diteliti.
Dalam penulisan ini, premis mayor adalah Kitab Udang-udang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) dan ditarik kepada premis minor yakni permasalahan
mengenai pencabutan keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh
terdakwa dalam persidangan dengan alasan tidak didampingi oleh penasihat
hukum saat tahapan penyidikan, lalu akan ditarik kesimpulan dari kedua
premis tersebut,
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi,
penulisan hukum ini akan dibagi menjadi 4 (empat) bab dengan menggunakan
sistematika sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Dalam bab satu akan diuraikan mengenai latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan hukum untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memberikan pemahaman mendalam terhadap isi
penelitian secara garis besar.
BAB II Tinjauan Pustaka
Dalam bab dua penulis akan menguraikan hal-hal
yang berhubungan dengan kerangka teori dan
kerangka pemikiran dari penelitian ini. Dalam
kerangka teori, akan diuraikan mengenai Tinjauan
Umum tentang Pencabutan Keterangan Terdakwa
dan Hak-Hak Terdakwa, yang meliputi Pencabutan
Keterangan Terdakwa; dan Hak-hak terdakwa yang
diatur dalam KUHAP. Kemudian, diuraikan
mengenai tinjauan umum tentang Penyidikan dan
Pengertian Penasihat Hukum yang meliputi
pengertian penyidikan dan pengertian mengenai
Penasihat Hukum. Selanjutnya diuraikan mengenai
pembuktian dan alat bukti, yang meliputi pengertian
pembuktian; dan alat bukti yang sah menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Keseluruhan uraian dapat memudahkan pembaca
membaca dan memahami mengenai pencabutan
keterangan berita acara pemeriksaan (BAP) oleh
terdakwa di persidangan dengan alas an dalam
pemeriksaan di depan penyidik tidak didampingi
penasihat hukum dan kekuatannya sebagai bahan
pemeriksaan.
BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada BAB III penulis akan menguraikan mengenai
pembahasan dan hasil yang diperoleh dari penelitian
berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan menggunakan tinjauan pustaka sebagai
pisau analisisnya, dua pokok permasalahan yang
diangkat adalah Apakah pemeriksaan oleh penyidik
tanpa didampingi penasihat hukum dapat menjadi
alasan bagi terdakwa untuk mencabut keterangan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di persidangan
perkara penghasutan dan Bagaimanakah kekuatan
keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang
dicabut oleh terdakwa sebagai alat bukti dalam
perkara penghasutan.
BAB IV Penutup
Bab IV ini merupakan bab terakhir dari keseluruhan
penulisan hukum. Pada bab ini, berisikan simpulan
dari pembahasan rumusan masalah hasil penelitian
dalam penulisan hukum dan disertai saran yang
didasari dari simpulan hasil penelitian tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Pencabutan Keterangan Terdakwa dan Hak-
Hak Terdakwa
a. Pencabutan Keterangan Terdakwa
Umumnya, banyak pihak atau terdakwa yang mencabut
keterangannya (keterangan terdakwa) dalam persidangan yang
disebabkan oleh alasan-alasan tertentu. Ditinjau dari segi bahasa,
pencabutan keterangan terdakwa berarti suatu proses atau keadaan
dimana terdakwa menarik kembali pernyataannya atas apa yang dia
utarakan dalam tingkat penyidikan (Berita Acara Pemeriksaan)
dikarenakan hal-hal tertentu. Pencabutan keterangan terdakwa dilakukan
atas alasan yang sah dan bukti yang konkret. Umumnya, faktor-faktor
yang menjadi dasar dilakukannya pencabutan itu antara lain :
1) Bahwa didalam penyidikan terdakwa disiksa, dipukuli hal ini senada
dengan Putusan Mahkamah Agung No. 381 K / Pid / 1995.
2) Tidak didampingi oleh penasihat hukum.
3) Tidak bisa membaca atau menulis sewaktu menandatangani berita
acara pemeriksaan.
4) Adanya unsur atau faktor psikologis yang berlebihan sewaktu dalam
penyidikan (Syaiful Bakhri, 2009:69).
Penilaian alasan pencabutan keterangan terdakwa itu didasarkan
atas alat bukti dan jika alasan pencabutan itu terbukti maka pencabutan
itu bisa dikabulkan jika pencabutan itu tidak beralasan maka dapat
ditolak, dan ini merupakan petunjuk atas kesalahan terdakwa didalam
memberikan keterangan hal ini senada dengan apa yang tertuang dalam
yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, dengan Putusan
Mahkamah Agung tanggal 23 Februari 1960, No. 299 K / Kr / 1959 yang
menjelaskan: “pengakuan terdakwa di luar sidang yang kemudian di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sidang pengadilan dicabut tanpa alasan yang berdasar merupakan
petunjuk tentang kesalahan terdakwa” (Syaiful Bakhri, 2009:70).
Proses pembuktian terhadap alasan pencabutan keterangan
terdakwa itu diberikan kepada terdakwa atau penuntut umum. Hal ini
bertujuan untuk mendukung apa yang menjadi dasar dilakukannya
pencabutan itu, dan bagi penuntut sendiri dapat menguatkan apa yang
menjadi dakwaannya dalam persidangan.
Ditinjau dari segi pengertian bahasa, terdapat ada perbedaan makna
antara “pengakuan” dan “keterangan” (Syaiful Bakhri, 2009:66). Pada
pengakuan, terasa benar mengandung suatu “pernyataan” tentang apa
yang dilakukan seseorang sedang pada “keterangan” terasa kurang
menonjol pengertian pernyataan. Pengertian yang terkandung pada kata
“keterangan” lebih bersifat suatu “penjelasan” akan apa yang dilakukan
seseorang (M. Yahya Harahap, 2003:318).
b. Hak-Hak Terdakwa yang Diatur dalam KUHAP
Terdakwa atau tersangka belum dianggap bersalah sebelum adanya
putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum yang tetap (presumtion of
inoucent). Jaminan ini untuk memberikan hak- hak terdakwa dalam
proses peyidikan samapai pemeriksaan dalam persidangan. Hak-hak
terdakwa tersangka yag diatur dalam KUHAP yaitu:
1) Hak untuk segera mendapat pemeriksaan penyidik (vide : Pasal 50
KUHAP);
Penjabaran prinsip peradilan sederhana, cepat, biaya ringan
dipertegas dalam Pasal 50 KUHAP, yang memberi hak yang sah
menurut hukum dan undang-undang kepada tersangka
atau/terdakwa:
a) Berhak segera untuk diperiksa oleh penyidik;
b) Berhak segera diajukan kesidang pengadilan;
c) Berhak segera diadili dan mendapat putusan pengadilan
(speedy trial right)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dapat
dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya (vide
: Pasal 51 ayat (1) KUHAP);
Hal ini dimaksukan agar terdakwa mengerti secara jelas dan
rinci sehingga tersangka dapat melakukan pembelaan atas apa yang
telah disangkakan kepadanya.
3) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik
(vide : Pasal 52 KUHAP);
Tidak hanya memberikan keterangan saat proses penydikan,
dalam tahapan pemeriksaan persidangan pun terdakwa bebas
dalam memberikan keterangannya. Keterangan ini dapat diartikan
keterangan yang menguntungkan dirinya ( M. Yahya Harahap,
2003:332). Pasal 52 KUHAP ini menurut M. Yahya harahap belum
dapat menjamin akan adanya pencabutan keterangan terdakwaa
saat pengadilan karena ketentuan Pasal 52 KUHAP merupakan
ketentuan semu selama mentalitas aparat penegak hukum tidak
meyesuaikan dengan semangat dan jiwa yang dikehendaki
KUHAP ( M. Yahya Harahap, 2003:332).
4) Hak untuk mendapatkan juru bahasa ( vide: Pasal 53 ayat (1) Jo.
Pasal 177 ayat (1) KUHAP);
Hak mendapatkan Juru bahasa berlaku dalam setiap tingkat
pemeriksaan baik pada pemeriksaan penyidikan maupun dalam
pemeriksaan pengadilan. Adalah suatu hal yang tidak mungkin
bagi seorang tersangka atau terdakwa untuk membela
kepentingannya, jika terhadapnya diajukan dan dituduhkan
sangkaan dan dakwaan yang tak dimengerti olehnya ( M. Yahya
Harahap, 2003:333).
5) Hak atas bantuan Hukum ( vide Pasal 54 KUHAP);
Guna kepentingan pembelaan diri, tersangka atau terdakwa
berhak mendapatkan bantuan hukum oleh seorang atau beberapa
orang penasihat hukum, pada:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a) Setiap pemeriksaan;
b) Dalam setiap waktu yang diperlakukan ( M. Yahya Harahap,
2003:332).
Ketentuan Pasal 54 memberi hak kepada tersangka atau
terdakwa mendapat bantuan hukum sejak taraf pemeriksaan
penyidikan dimulai. Kalau dikaji lebih dalam ketentuan ini masih
mengandung kelemahan. Dikaitkan dengan Pasal 115 KUHAP,
kelemahan itu dapat dilihat dari dua segi. Dari segi kualitas,
bantuan penasihat hukum baru merupakan hak, akan tetapi belum
ketingkat wajib. Artinya mendapatkan bantuan hukum dalam setiap
tingkatan pemeriksaan masih tergantung pada kemauan
tersangka/terdakwa itu sendiri. Akan berubah ketingkat wajib
apabila sangkaan atau dakwaan yang disangkakan diancam dengan
tindak pidana dengan hukuman mati atau hukuman lima belas
tahun. Hal yang paling tragis hak mendapatkan dan didampingi
penasihat pada tingkat penyidikan dianulir oleh ketentuan Pasal
115 KUHAP.
Keikutsertaan penasihat hukum dalam tahap penyidikan
hanya bersifat fakultatif dan pasif ( M. Yahya Harahap, 2003:333).
Fakultatif artinya seperti yang dijabarkan sebelumnya, sedangkan
pasif artinya penasihat hukum saat mendampingi tersangka pada
tahap penyidikan hanya sebagai penonton. Kedudukan dan
kehadirannya hanya sebatas melihat, menyaksikan dan
mendengarkan (sithin sight without hearing)( M. Yahya Harahap,
2003:333-334).
6) Hak Untuk memilih sendiri penasihat hukumnya (vide : Pasal 55
KUHAP);( M. Sofyan Lubis, 2010: 67).
Artinya tersangka atau terdakwa bebas dalam memilih
siapapun yang akan menjadi penasihat hukumnya dalam
mendampingi dalam tahapan penyidikan sampai dengan
pemeriksaan dalam persidangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Tinjauan Umum tentang Penyidikan dan Penasihat Hukum
a. Pengertian Penyidikan
Berkaitan dengan Tugas Pokok Polisi dalam proses penyelesaian
perkara pidana dalam criminal justice system, maka dilakukan
penyidikan oleh penyidik Polri. Hal ini sesuai dengan Pasal 17 Undang-
Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Pengertian penyidikan sendiri adalah ” serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang dalam Undang-Undang untuk mencari
dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”
Penyidikan selain dilakukan oleh penyidik Polri juga dilakukan
oleh penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang. Penyidik memiliki wewenang
yaitu menerima laporan atau pengaduan, melakukan tindakan pertama di
TKP (Tempat Kejadian Perkara), menyuruh berhenti seseorang tersangka
dan memeriksa tanda pengenal diri, melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan, melakukan pemeriksaan dan penyitaan
surat, mengambil sidik jari dan memotret seseorang, memanggil
seseorang untuk dipanggil sebagai saksi atau tersangka, mendatangkan
orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara, mengadakan penghentian penyidikan, mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang bertanggung jawab.
b. Pengertian Penasihat Hukum
KUHAP, lebih menekankan dalam setiap proses peradilan pidana
memperlihatkan ciri yang humanis. Salah satu hal penting dan humanis
adalah adanya Bantuan Hukum. Bantuan Hukum dalam proses peradilan
pidana adalah suatu prinsip negara hukum yang dalam tahap pemeriksaan
pendahuluan sampai putusan. Dalam KUHAP memberikan definisi
Penasihat Hukum dalam Pasal 1 huruf 13 yakni: “Penasihat Hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau
berdasar Undang-Undang untuk member bantuan hukum”.
Dalam sejarahnya banyak sekali sebutan untuk penasihat hukum,
namun dalam kode etik Advokat Indonesia dalam Pasal 1 hurug a dan b
pengertian advokat disamakan dengan pengertian Penasihat hukum. Pasal
1 kode etik advokat: “adalah seseorang atau mereka yang melakukan
pekerjaan jasa bantuan hukum termasuk konsultan hukum yang
menjalankan pekerjaannya baik dilakukan diluar pengadilan dan atau di
dalam pengadilan bagi klien sebagai mata pencahariannya”. Pengertian
ini juga diperuntukkan pada pengacara, pengacara praktek dan Penerima
Kuasa dengan izin khusus insidentil dari pengadilan setempat.
3. Tinjauan Umum tentang Pembuktian dan Alat Bukti
a. Pengertian Pembuktian
Pembuktian berawal dari penyelidikan dan berakhir pada
penjatuhan pidana (vonis) oleh hakim dalam persidangan ( Syaiful
Bakhri, 2009:27). Pembuktian merupakan hal yang paling krusial dalam
pemeriksaan suatu perkara pidana di pengadilan, guna menemukan
kebenaran materiil (materieel waarheid) akan peristiwa yang terjadi dan
memberi keyakinan kepada hakim tentang kejadian hukum (Syaiful
Bakhri, 2009:27).
Pengertian pembuktian menurut Subekti adalah yang dimaksudkan
dengan ”membuktikan” ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil
atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan” (R.
Subekti, 2007:1). Pembuktian berupaya mencari kebenaran materiil yaitu
kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan
tujuan untuk mencari pelaku yang dapat didakwakan melakukan
pelanggaran hukum, meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan
guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah
dilakukan, dan apakah orang yang didakwakan ini dapat dipersalahkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara
pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut
hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara
mengajukan alat bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima,
menolak, dan menilai suatu pembuktian (Hari Sasangka dan Lily Rosita,
2003 : 10).
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan
dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian
juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan
undang-undang dan yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan
kesalahan yang didakwakan. Persidangan pengadilan tidak boleh sesuka
hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa (M.Yahya
Harahap, 2003 : 273). Dalam beberapa literatur yang penulis telaah dan
cermati, terdapat beberapa teori-reori pembuktian. Terdapat empat teori
sistem pembuktian yang digunakan untuk menilai kekuatan pembuktian
dari masing-masing alat bukti yang ada dalam ilmu pengetahuan hukum
yaitu :
1) Teori Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Belaka
(Conviction in Time).
Sistem pembuktian yang menentukan kesalahan terdakwa
semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim, dengan
menarik keyakinannya atas kesimpulan dari alat bukti yang
diperiksanya dalam pengadilan. Alat bukti bisa saja diabaikan, dan
menarik kesimpulan dari keterangan terdakwa (Syaiful Bakhri,
2009:39).
Sistem pembuktian yang berguna dalam menentukan bersalah
atau tidaknya terdakwa semata-mata berdasarkan keyakinan hakim
saja. Tidak dipersoalkan masalah keyakinan hakim tersebut
diperoleh darimana. Hakim seolah-olah hanya mengikuti hati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nuraninya dan semua penilaian tergantung adanya kebijaksanaan
hakim. Hakim sangat bersifat subjektif dalam menentukan bersalah
atau tidaknya terdakwa. Putusan hakim dimungkinkan tanpa
didasarkan kepada alat-alat bukti yang diatur oleh undang-undang
(Syaiful Bakhri, 2009:40).
Mengingat kedudukan hakim hanya seorang manusia biasa,
tentunya tidak dapat dijadikan ukuran yang baik dan pantas bahkan
seringkali salah dalam menentukan keyakinannya terhadap perkara
yang diselesaikannya sehingga dapat menyebabkan kesalahpahaman
dalam menafsirkan undang-undang. Akibatnya dalam memutuskan
perkara menjadi subyektif sekali, hakim tidak perlu menyebutkan
alasan-alasan yang menjadi dasar putusannya. Seorang bisa
dinyatakan bersalah dengan tanpa bukti yang mendukungnya.
Demikian sebaliknya hakim bisa membebaskan terdakwa dari tindak
pidana yang dilakukan, meskipun bukti-bukti yang ada menunjukkan
bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana (Hari Sasangka
dan Lily Rosita, 2003 : 15).
2) Teori Sistem Pembuktian Menurut Undang-Undang Positif (Positief
Wettelijke Bewijstheorie).
Teori sistem ini keyakinan hakim tidak berarti, dengan suatu
prinsip berpedoman pada alat bukti yang ditentukan oleh Undang-
Undang (Syaiful Bakhri, 2009:41). Bersalah atau tidaknya terdakwa
didasarkan pada ada atau tidaknya alat bukti yang sah menurut
undang-undang. Sistem pembuktian positif yang dicari adalah
kebenaran formal, oleh karena itu sistem pembuktian ini
dipergunakan dalam hukum acara perdata (Hari Sasangka dan Lily
Rosita, 2003 : 16). Sistem pembuktian yang digunakan untuk
menentukan bersalah atau tidaknya terdakwa harus secara mendasar
berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang
ditentukan dalam undang-undang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan pendapat D. Simons dalam bukunya Andi Hamzah
dimana sistem pembuktian menurut undang-undang positif ini
berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim
dan mengikat hukum secara ketat menurut peraturan-peraturan
pembuktian yang keras. Hati nurani hakim tidak ikut hadir dalam
menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Teori ini dianut di Eropa
pada waktu berlakunya asas inkusitor (inquisitoir) dalam acara
pidana (Andi Hamzah, 2001 : 247). Hakim seolah-olah hanya
bersikap pasif sebagai alat pelaksana undang-undang semata-mata
sehingga mengabaikan aspek moral dan hati nurani dalam
menyelesaikan suatu perkara. Selain itu, hakim hanya berperan
sebagai alat pelengkap di dalam suatu pengadilan atau lebih tepatnya
seperti robot yang bertindak atas perintah undang-undang dan
kepentingan pengadilan. Hakim tidak leluasa dalam mengambil
keputusan dan kebijakan atas perkara yang ditanganinya dan terikat
oleh peraturan yang ada.
Undang-undang menetapkan secara limitatif alat-alat bukti mana
yang boleh dipakai hakim dan mana yang tidak boleh digunakan
serta menentukan suatu cara bagaimana hakim dapat menggunakan
alat-alat bukti serta menilai kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti
tersebut. Apabila alat-alat bukti tersebut telah digunakan secara sah
sesuai yang ditetapkan oleh undang-undang, maka hakim harus
menetapkannya dengan keadaan sah terbukti, walaupun mungkin
bertolak belakang dengan keyakinan hakim sendiri sehingga hakim
berkeyakinan bahwa yang harus dianggap terbukti itu tidak benar.
3) Teori Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Dengan
Alasan yang Logis (Conviction Raisonnee).
Teori ini berpijak dan berpedoman pada keutamaan akan
keyakinan hakim sebagai dasar utama dalam menghukum terdakwa
dimana keyakinan hakim itu harus disertai dengan pertimbangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hukum yang nyata dan logis sehingga, dapat diterima dengan akal
pikiran yang sehat dan rasional. ”Sistem pembuktian ini sering
disebut dengan sistem pembuktian bebas” (Hari Sasangka dan Lily
Rosita, 2003 : 16). Bebas ini dimaksudkan hakim dapat
mempergunakan pemikirannya secara rasional sebagai suatu bentuk
keyakinan dalam memutus dan menyelesaikan perkara yang
ditanganinya tanpa tergantung oleh ketentuan hukum positif yang
mengaturnya. Keyakinan tidak perlu didukung adanya alat bukti
yang sah. Peranan keyakinan hakim sangat penting dan krusial.
Hakim dapat menyatakan menghukum atau bersalahnya seorang
terdakwa apabila ia telah meyakini secara rasional bahwa perbuatan
yang bersangkutan terbukti unsur-unsur deliknya. Keyakinan hakim
lebih mempertimbangkan alasan-alasan yang didasari atas pemikiran
atau logika. Hakim berkewajiban menguraikan, menjelaskan alasan-
alasan yang mendasari keyakinannya dengan alasan yang dapat
diterima secara akal dan bersifat yuridis atas kesalahan terdakwa
(Syaiful Bakhri, 2009:41). Adanya alat bukti tertentu diatur dalam
sistem ini, tetapi undang-undang tidak mengaturnya dan menetapkan
secara eksplisit. Sistem ini berpangkal pada tolak pada keyakinan
hakim, dan pada sistem pembuktian berdasarkan undang-undang
secara negatif (Syaiful Bakhri, 2009:41).
4) Teori Sistem Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif
(Negatief Wettelijke Bewijstheorie).
Hakim hanya boleh menyatakan terdakwa bersalah apabila ia
yakin dan keyakinan tersebut didasarkan kepada alat bukti yang sah
menurut undang-undang. Sistem pembuktian menurut undang-
undang secara negatif merupakan suatu sistem keseimbangan antara
sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim (M. Yahya
Harahap, 2003 : 278). Sistem pembuktian ini merupakan
penggabungan antara sistem pembuktian menurut undang-undang
secara positif dengan sistem pembuktian berdasarkan keyakinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hakim belaka. Rumusan dari hasil penggabungan ini berbunyi salah
tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim
yang didasarkan kepada cara dan alat-alat bukti yang sah menurut
undang-undang.
Sistem pembuktian negatif sangat mirip dengan sistem
pembuktian conviction in time. Hakim dalam mengambil keputusan
tentang salah atau tidaknya seorang terdakwa terikat oleh alat bukti
yang ditentukan oleh undang-undang dan keyakinan (nurani) hakim
sendiri. Alat bukti yang telah ditentukan undang-undang tidak bisa
ditambah dengan alat bukti lain, serta berdasarkan alat bukti yang
diajukan di persidangan seperti yang ditentukan oleh undang-undang
belum bisa memaksa seorang hakim menyatakan terdakwa bersalah
telah melakukan tindak pidana yang didakwakan (Hari Sasangka dan
Lily Rosita, 2003 :16).
Mengenai teori sistem pembuktian yang dianut Indonesia dari
keempat teori sistem pembuktian diatas, dapat dilihat dari dua
ketentuan yaitu Pertama, ketentuan HIR, yang berlakunya sebelum
disahkannya dan diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 mengenai KUHAP. Ketentuan HIR yang mengatur mengenai
sistem pembuktian ini terdapat Pasal 294 HIR, yang berbunyi
sebagai berikut :
a) Tidak akan dijatuhkan hukuman kepada seorangpun jika hakim
tidak mendapat keyakinan dengan upaya bukti menurut undang-
undang bahwa benar telah terjadi perbuatan pidana dan bahwa
pesakitan salah melakukan perbuatan itu.
b) Atas persangkaan saja atau bukti-bukti yang tidak cukup tidak
seorangpun yang dapat dihukum
Berdasarkan pasal tersebut, dapat terlihat bahwa sistem
pembuktian yang dianut HIR adalah Negatief Wettelijke
Bewijstheorie. Kedua, ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, yang merupakan peraturan pengganti HIR dan sampai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
saat ini masih berlaku. Dalam hukum acara pidana ketentuan
KUHAP yang mengatur tentang sistem pembuktian dalam Pasal 183
KUHAP berbunyi : ”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Dari Pasal 183 KUHAP tersebut dapat disimpulkan bahwa
hukum acara pidana di Indonesia menggunakan teori sistem
pembuktian menurutundang-undang yang negatif. Hal ini berarti
tidak sebuah alat buktipun akan mewajibkan memidana terdakwa,
jika hakim tidak sungguh-sungguh berkeyakinan atas kesalahan
terdakwa. Begitupun sebaliknya jika keyakinan hakim tidak
didukung dengan keberadaan alat-alat bukti yang sah menurut
hukum, maka tidak cukup untuk menetapkan kesalahan terdakwa.
Dalam penjelasan Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, dijelaskan bahwa syarat pembuktian menurut cara dan
alat bukti yang sah, lebih ditekankan pada perumusan yang tertera
dalam undang-undang, seseorang untuk dapat dinyatakan bersalah
dan dapat dijatuhkan pidana kepadanya, apabila :
a) Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti;
b) Dan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah
tersebut, hakim akan ”memperoleh keyakinan” bahwa tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukan suatu tindak pidana.
Keyakinan hakim hanyalah sebagai pelengkap. Tidak dibenarkan
menjatuhkan hukuman kepada terdakwa yang kesalahannya tidak
terbukti secara sah berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kemudian keterbuktiannya itu digabung dan didukung dengan
keyakinan hakim.
Dalam praktik keyakinan hakim itu bisa saja dikesampingkan
apabila keyakinan hakim tersebut tidak dilandasi oleh suatu
pembuktian yang cukup. Keyakinan hakim tersebut dianggap tidak
mempunyai nilai apabila tidak dibarengi oleh pembuktian yang
cukup. Sistem pembuktian yang dianut dalam Pasal 183 KUHAP
dalam praktik penegakan hukum lebih cenderung pada pendekatan
sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif.
b. Alat Bukti yang Sah Menurut KUHAP
Alat-alat bukti yang sah, adalah alat-alat yang ada hubungannya
dengan suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan
sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim,
atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh
terdakwa (Darwan Prinst, 1998 : 135). Yang dimaksud dengan alat bukti
adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan,
dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan
pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya
suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa (Hari Sasangka dan
Lily Rosita, 2003 : 11).
Alat bukti memiliki peranan yang sangat penting di dalam proses
pembuktian perkara pidana di persidangan. Pasal 184 ayat (1) KUHAP
telah menentukan secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-
undang (Syaiful Bakhri, 2009:46). Di luar alat bukti itu, tidak dibenarkan
dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa (Syaiful Bakhri,
2009:46). Ketua sidang, penuntut umum, terdakwa atau penasihat
hukum, terikat dan terbatas hanya diperbolehkan mempergunakan alat-
alat bukti itu saja (Syaiful Bakhri, 2009:46). Mereka tidak leluasa
mempergunakan alat bukti yang dikehendakinya di luar alat bukti yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ditentukan Pasal 184 ayat (1) (Syaiful Bakhri, 2009:46). Pembuktian
dengan alat bukti di luar jenis alat bukti yang disebut pada Pasal 184 ayat
(1) KUHAP, tidak mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan
pembuktian yang mengikat (M. Yahya Harahap, 2003 : 285).
Alat-alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP
dan berikut ini adalah uraian mengenai jenis-jenis alat bukti yang sah
menurut KUHAP :
1) Keterangan saksi
Pengertian saksi menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP ysng
menyatakan bahwa : “Saksi adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan
tentang suatu perkara yang ia dengar, ia lihat dan ia alami sendiri”.
Berdasarkan Pasal 1 angka 27 KUHAP yang menyatakan
pengertian keterangan saksi yaitu : “Keterangan saksi adalah
salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan
dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya itu”.
Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian atau ”the
degree of evidance” keterangan saksi, mempunyai nilai kekuatan
pembuktian, beberapa pokok ketentuan yang harus dipenuhi oleh
seorang saksi, sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan
pembuktian, harus dipenuhi aturan ketentuan yakni harus
mengucapkan sumpah atau janji (Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 160
ayat (4) KUHAP), harus sesuai dengan dilihat, alami sediri, dan
dengar (Pasal 1 ayat 27 dihubungkan dengan penjelasan Pasal 185
ayat (1) KUHAP), dan diberikan disidang pengadilan (Syaiful
Bakhri, 2009:48). Syarat-syarat tersebut dapat kita lihat pada Putusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pengadilan Tinggi Medan yang telah dikuatkan MARI No. 11
K/Pid/1982.
Secara global dalam praktik asasnya kerap dijumpai adanya
beberapa jenis saksi, yaitu:
a) Saksi A Charge (memberatkan Terdakwa) dan Saksi A De
Charge (meringankan Terdakwa)
b) Saksi Mahkota/Kroon Geutige/Witness Crone
Secara Normatif dalam KUHAP tidak mengatur mengenai
saksi jenis ini. Saksi mahkota adalah saksi yang diambil dari
salah seorang tersangka/terdakwa karena kurangnya alat bukti
(Syaiful Bakhri, 2009:60).
2) Keterangan Ahli
Pasal 1 angka 28 KUHAP yang menyatakan pengertian
keterangan ahli yaitu : “Keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan”.
Keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi, tetapi sulit
pula dibedakan secara tegas. Kadang-kadang seorang ahli merangkap
sebagai seorang saksi itu berbeda. Keterangan saksi adalah mengenai
apa yang dialami oleh saksi itu sendiri. Sedangkan keterangan ahli
adalah mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal yang sudah nyata
ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal tersebut (Andi
Hamzah, 2001 : 269).
Dari keterangan Pasal 1 butir 28 KUHAP, maka lebih jelas lagi
bahwa keterangan ahli dituntut suatu pendidikan formal tertentu,
tetapi juga meliputi seorang yang ahli dan berpengalaman dalam
suatu bidang dengan pendidikan khusus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KUHAP membedakan keterangan seorang ahli di pengadilan
sebagai alat bukti ”keterangan ahli” (Pasal 186 KUHAP) dan
keterangan ahli secara tertulis di luar sidang pengadilan sebagai alat
bukti ”surat”. Apabila keterangan diberikan pada waktru
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, yang dituangkan
dalam suatu bentuk laporan, dan dibuat dengan mengingat sumpah
sewaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan, maka keterangan ahli
tersebut sebagai alat bukti surat. Misalnya mengenai penggunaan
visum et repertum maupun rekam medik yang dibuat oleh dokter.
3) Surat
Mengenai alat bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP yang
menyatakan bahwa surat sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 ayat
(1) huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan
dengan sumpah, adalah :
a) ”Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang dan yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang
dialaminya sendiri;
b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya;
c) Surat keterangan dari seorang ahli yang membuat pendapat
berdasarkan keahliannya;
d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain”.
Sebagai bagian dari alat bukti dalam pembuktian, maka
perkembangan alat bukti surat ini, berkembang sesuai dengan
kemajuan teknologi, dengan diterimanya beberapa alat bukti surat
elektronik, e-mail, sms, dan sebagainya (Syaiful Bakhri, 2009:64)
R. Soesilo dalam KUHAP memberikan komentar mengenai
alat bukti surat ini (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,
1997:166), bahwa Pasal 187 membedakan atas empat macam surat
itu yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(1) berita acara dan surat lain yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan tentang
keterangan ini;
(2) surat yang dibuat menurut peraturan undang-undang atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk
dalam tatalaksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau keadaan
(3) surat lain yang hanya berlaku jika ada hubungannya dengan
isi dari alat pembuktian lain.
Berkaitan dengan Berita Acara Pemeriksaan adalah merupakan
berita acara penyidikan dan lampiran-lampiran yang bersangkutan,
dijilid menjadi satu berkas oleh penyidik (M. Yahya Harahap, 2003 :
356).
Setelah itu, pendapat dari R. Soesilo tersebut dikaitkan dengan
pengertian Berita Acara Pemeriksaan sebelumnya, maka ada
beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Berita Acara
Pemeriksaan adalah merupakan alat bukti surat. Hal ini senada pada
pendapat Jaksa penuntut umum pada kasus terdakwa kompol Arafat
Enani mengatakan bahwa Berita Acara Pemeriksaan adalah
merupakan alat bukti surat ( Anonim. Jaksa Bersikukuh BAP
Sebagai Alat Bukti. Diakses dari Http://www.jurnas.Com/news/l
pada hari rabu 20 april 2011 pukul 20.38 wib).
4) Petunjuk
Dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa :
”Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam Pasal 188 ayat (2) KUHAP disebutkan bahwa
:”Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
diperoleh dari :keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa”.
Mengenai penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu
petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan
arif dan bijaksana, dan penuh kecermatan berdasrkan hati nuraninya,
sebagaimana diatur pada Pasal 188 ayat (3), sehingga hakim sedapat
mungkin menghindari penggunaan alat bukti petunjuk dalam
penilaian pembuktian kesalahan terdakwa, sehingga dengan sengat
penting dan mendesak saja alat bukti petunjuk dipergunakan setelah
ia melakukan pemeriksaan dengan cermat dan teliti (Syaiful Bakhri,
2009:65). Pengamatan hakim dapat dijadikan sebagai alat bukti.
5) Keterangan terdakwa
a) Dasar Hukum Alat Bukti Keterangan terdakwa, berdasarkan
Pasal 189 KUHAP yang menyatakan mengenai alat bukti
keterangan terdakwa berbunyi:
(1) ”Keterangan tedakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di
sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau ia alami sendiri.
(2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat
digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang,
asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang
sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
(3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat
bukti yang lain”.
Alat bukti keterangan terdakwa merupakan urutan
terakhir dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Penempatannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pada urutan terakhir inilah salah satu alasan yang
dipergunakan untuk menempatkan proses pemerikasaan
keterangan terdakwa dilakukan belakangan sesudah
pemeriksaan keterangan saksi (Syaiful Bakhri, 2009:65).
Pemeriksaan terdakwa diatur dalam Pasal 175-178
KUHAP, antara lain:
Pasal 175 berbunyi: “Jika terdakwa tidak mau menjawab
atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan
kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk
menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan.”
Pasal 176 berbunyi:
“Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga
menggangu ketertiban sidang, hakim ketua sidang
menegurnya dan jika teguran itu tidak diindakan ia
memerintahkan suapaya terdakwa dikeluarkan dari
sidang, kemudian pemeriksaan sidang dilanjutkan tanpa
hadirnya terdakwa. Dalam hal terdakwa secara terus-
menerus bertingkah laku yang tidak patut sehingga
mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang,
mengusahakan upaya sedemikian rupa sehingga putusan
tetap dapat dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa.”
Pasal 177 berbunyi:
“jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia,
haki ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang
bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan
benar semua yang harus diterjemahkan. Dalam hal
seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara ia
tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara itu.”
Pasal 178 berbunyi:
“Jika terdakwa atau saksi bisu dan/atau tuli serta tidak
dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai
penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa
atau saksi itu. Jika terdakwa atau saksi bisu dan /atau tuli
tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis
dan kepadanya terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan
untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua
pertanyaan serta jawaban harus dibacakan.”
b) Pengertian Tersangka dan Terdakwa
Pengertian Tersangka didalam KUHAP Pasal 1 ayat (14),
adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaanya,
berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku
tindak pidana. Tersangka dalam Black Law Dictonary, diartikan
sebagai ”suspect” yakni: A person reputed or suspected to be
involved in a crime (seseorang yang disangka terlibat dalam
suatu kejahatan). Dalam hukum acara pidana, pemeriksaan
terhadap tersangka maupun saksi dimaksudkan untuk
menemukan kebenaran dalam peristiwa pidana yang
bersangkutan. Dalam Pasal 117 KUHAP, keterangan saksi dan
atau tersangka kepada penyidik diberikan tanpa adanya tekanan
dari siapapun dan dalam bentuk apapun dan apabila dilanggar
dapat dipidana sesuai dengan Pasal 422 KUHP (Yesmil Anwar,
2009:255).
Tersangka akan berubah tingkatannya menjadi terdakwa
setelah ada bukti lebih lanjut yang memberatkan dirinya dan
perkaranya sudah mulai disidangkan di Pengadilan.
Kedudukannya harus dipandang sebagai subjek dan tidak boleh
diperlakukan sekehendak hati oleh aparat penegak hukum karena
ia dilindungi oleh serangkaian hak yang diatur dalam KUHAP.
Menurut Pasal 1 butir 15 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, terdakwa adalah seorang dituntut, diperiksa dan
diadili di sidang pengadilan. Terdakwa adalah orang yang karena
perbuatan atau keadaannya berdasarkan alat bukti minimal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
didakwa melakukan tindak pidana kemudian dituntut, diperiksa
dan diadili di sidang pengadilan (Adnan Paslyadja, 1997:69).
Dari rumusan di atas dapat disimpulkan, bahwa unsur-unsur
dari terdakwa adalah:
(1) Diduga sebagai pelaku suatu tindak pidana;
(2) Cukup alasan untuk melakukan pemeriksaan atas dirinya di
depan sidang pengadilan;
(3) orang yang sedang dituntut, ataupun
(4) Sedang diadili di sidang pengadilan (Darwan prinst, 1998:14-
15)
c) Asas Penilaian Keterangan Terdakwa
Sudah tentu tidak semua keterangan terdakwa dinilai sebagai
alat bukti yang sah. Untuk menentukan sejauh mana keterangan
terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut
undang-undang, diperlukan beberapa asas sebagai landasan
berpijak, antara lain:
(1) Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan (Syaiful
Bakhri, 2009:68)
Keterangan yang diberikan di persidangan adalah
pernyataan berupa penjelasan yang diutarakan sendiri oleh
terdakwa dan pernyataan yang berupa penjelasan atau
jawaban terdakwa atas pertanyaan dari ketua sidang, hakim
anggota, dan penuntut umum atau penasihat hukum.
(2) Tentang perbuatan yang terdakwa lakukan, ketahui, atau
alami sendiri Pernyataan terdakwa meliputi:
1) Tentang perbuatan yang terdakwa lakukan sendiri.
Terdakwa sendirilah yang melakukan perbuatan itu,
dan bukan orang lain selain terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Tentang apa yang diketahui sendiri oleh terdakwa.
Terdakwa sendirilah yang mengetahui kejadian itu.
Mengetahui disini berarti ia tahu tentang cara melakukan
perbuatan itu atau bagaimana tindak pidana tersebut
dilakukan. Bukan berarti mengetahui dalam arti keilmuan
yang bersifat pendapat, tetapi semata-mata pengetahuan
sehubungan dengan peristiwa pidana yang didakwakan
kepadanya.
3) Tentang apa yang dialami sendiri oleh terdakwa.
Terdakwa sendirilah yang mengalami kejadian itu,
yaitu pengalaman dalam hubungannya dengan perbuatan
yang didakwakan. Namun apabila terdakwa menyangkal
mengalami kejadian itu, maka penyangkalan demikian
tetap merupakan keterangan terdakwa
4) Keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti
terhadap dirinya sendiri.
Menurut asas ini, apa yang diterangkan seseorang
dalam persidangan dalam kedudukannya sebagai
terdakwa, hanya dapat dipergunakan sebagai alat bukti
terhadap dirinya sendiri. Jika dalam suatu perkara
terdakwa terdiri dari beberapa orang, masing-masing
keterangan terdakwa hanya mengikat kepada dirinya
sendiri. Dengan kata lain keterangan terdakwa yang satu
tidak boleh dijadikan alat bukti bagi terdakwa lainnya
(Syaiful Bakhri, 2009:68).
(3) Keterangan Terdakwa Saja Tidak Cukup Membuktikan
Kesalahannya
Asas ini ditegaskan dalam Pasal 189 ayat (4);
"Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti yang
lain". Dapat disimpulkan, bahwa alat bukti keterangan atau
pengakuan terdakwa, bukan alat bukti yang memiliki sifat
menentukan dan mengikat (Ssyaiful Bakhri, 2009:68).
(4) Keterangan Terdakwa di Luar Sidang (The Confession
Outside the Court)
Salah satu asas penilaian yang menentukan sah atau
tidaknya keterangan terdakwa sebagai alat bukti adalah
bahwa keterangan itu harus diberikan di sidang pengadilan.
Dengan asas ini dapat disimpulkan, bahwa keterangan
terdakwa yang dinyatakan di luar sidang pengadilan sama
sekali tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti sah.
Walaupun keterangan terdakwa yang dinyatakan di luar
sidang pengadilan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti,
namun menurut ketentuan Pasal 189 ayat (2) KUHAP,
keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat
dipergunakan untuk "membantu" menemukan alat bukti di
sidang pengadilan, dengan syarat keterangan di luar sidang
didukung oleh suatu alat bukti yang sah, dan keterangan yang
dinyatakan di luar sidang sepanjang mengenai hal yang
didakwakan kepada terdakwa (Andi Hamzah, 1997:323).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 75 ayat (1) huruf a jo.
Ayat (3) KUHAP, bentuk keterangan yang dapat dikualifikasi
sebagai keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang
ialah keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan
penyidikan dan keterangan itu itu dicatat dalam berita acara
penyidikan, serta berita acara penyidikan itu ditandatangani
oleh pejabat penyidik dan terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d) Nilai Kekuatan Pembuktian Keterangan Terdakwa
Secara umum dapat dikatakan bahwa undang-undang
tidak dapat menilai keterangan terdakwa sebagai alat bukti
yang memiliki nilai pembuktian yang sempurna, mengikat,
dan menentukan. Namun demikian, keterangan terdakwa
tetap memiliki pengaruh terhadap proses persidangan.
Adapun nilai kekuatan pembuktian alat bukti keterangan
terdakwa dapat dirumuskan sebagai berikut:
(1) Sifat nilai kekuatan pembuktiannya adalah bebas
Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat
pada alat bukti keterangan terdakwa, dan hakim bebas
untuk menilai kebenaran yang terkandung di dalam
keterangan terdakwa. Hakim dapat menerima atau
menyingkirkan keterangan terdakwa sebagai alat bukti
dengan jalan mengemukakan alasan-alasan disertai
dengan argumentasi yang proporsional dan akomodatif.
(2) Harus memenuhi batas minimum pembuktian
Sebagaimana ketentuan Pasal 189 ayat (4) yang
menyebutkan, keterangan terdakwa saja tidak cukup
untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan
perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan harus
disertai dengan alat bukti yang lain. Dari ketentuan ini
jelas dapat disimak keharusan mencukupkan alat bukti
keterangan terdakwa dengan sekurang-kurangnya satu
lagi alat bukti yang lain, sehingga mempunyai nilai
pembuktian yang cukup. Penegasan Pasal 189 ayat (4)
KUHAP, sejalan dan mempertegas asas batas minimum
pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP, yang
menegaskan, bahwa tidak seorang terdakwa pun dapat
dijatuhi pidana kecuali jika kesalahan yang didakwakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kepadanya telah dapat dibuktikan dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah.
(3) Harus memenuhi asas keyakinan hakim
Sekalipun kesalahan terdakwa telah terbukti sesuai
dengan asas batas minimum pembuktian, tetapi masih
perlu dibarengi dengan "keyakinan hakim", bahwa
memang terdakwa yang bersalah melakukan tindak
pidana yang didakwakan kepadanya. Asas keyakinan
hakim harus melekat pada putusan yang diambilnya
sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut Pasal 183
KUHAP yaitu "pembuktian menurut undang-undang
secara negatif". Artinya, di samping dipenuhi batas
minimum pembuktian dengan alat bukti yang sah, maka
dalam pembuktian yang cukup tersebut harus dibarengi
dengan keyakinan hakim bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya (Andi Hamzah, 1997:323).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, penulis berusaha meneliti
permasalahan hukum yang ada. Awalnya terjadi tindak pidana yang dilakukan
oleh terangka atau/terdakwa yang dalam penelitian ini kasus yang hendak di teliti
adalah kasus mengenai penghasutan. Adanya laporan kepada pihak berweanang
maka proses selanjutnya masuk ketahap penyelidikan untuk mendapatkan barang
bukti yang cukup sehingga masuk dalam tahap penyidikan. Permasalahan berawal
pada tahap penyidikan dimana tersangka tidak didampingi oleh penasihat
TINDAK PIDANA PENGHASUTAN
Nomor: 2336/Pid.B/2008/JKT.PST?
TERDAKWA TIDAK
DIDAMPINGI OLEH
PENASIHAT HUKUM
PENYELIDIKAN DAN
PENYIDIKAN
PENUNTUTAN OLEH
PENUNTUT UMUM
PEMBUKTIAN DI
PENGADILAN
PENCABUTAN
KETERANGAN
TERDAKWA DALAM
PERSIDANGAN
ALAT BUKTI PERKARA
PASAL 184 KUHAP
KEKUATAN
SEBAGAI BAHAN
PEMERIKSAAN
DALAM PERKARA
Nomor:
2336/Pid.B/2008/JKT
.PST?
PUTUSAN PENGADILAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hukumnya, padahal ini merupakan hak dari tersangka dalam tingkat penyidikan.
Selanjutnya setelah berkas dianggap telah P-21 yakni Berita Acara Pemeriksaan
dianggap telah lengkap dan diteliti oleh Kejaksaan maka selanjutnya dilakukan
dakwaan dan setelah itu masuk penyerahan berkas ke pengadilan dan dalam
pengadilan masuk kedalam tahap pembuktian dalam persidangan. Pada tahap ini,
ternyata terdakwa mencabut keterangannya degan alasan pada saat pemeriksaan di
tahap penyidikan terdakwa tidak didampingi oleh penasihat hukum. Lalu masuk
dalam putusan hakim dimana terdapat berbagai pertimbangan mengenai alat bukti
yang di dapat selama pembuktian.
Sekilas mengenai penjelelasan diatas maka ada isu hukum yang bisa ingin
penulis pecahkan berkaitan pencabutan keterangan terdakwa tersebut
diperbolehkan atau tidak dan bagaimana pengaturannya, lalu apa konsekuensi
dalam hal pembuktian dalam pengadilan atas keterangan dalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) yang dicabut oleh terdakwa tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan pengumpulan bahan hukum yang telah dilakukan oleh
penulis pada bab sebelumnya, maka penulis akan memaparkan secara
singkat ringkasan bahan hukum primer yang ada yakni putusan Perkara
Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST
1. Deskripsi Kasus
Paparan kasus perkara penghasutan di Pengadilan Jakarta Pusat
Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST. Kasus posisi putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST,
identitas terdakwa:
a. Nama Lengkap : FERRY JOKO JULIANTONO, SE,
Ak.Msi
b. Tempat Lahir : Jakarta
c. Umur/Tgl lahir : 41 Tahun/ 27 Juli 1967
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Kebangsaan : Indonesia
f. Tempat Tinggal :
Komplek Pamulang Estate Jl. Nangka I
Blok F-2 No. 25 Rt. 003 Rw. 013, Kel.
Pamulang Timur, Kec. Pamulang, Kab.
Tangerang
Komplek perumahan Taman Rempoa
Indah Blok A No. 15, Kelurahan
Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur,
Kabupaten Tangerang
g. Agama : Islam
h. Pekerjaan :
Ketua Umum dewan Tani Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sekertaris Jenderal Komite Bangkit
Indonesia
i. Pendidikan : S-2
2. Dakwaan Penuntut Umum dalam Perkara Nomor : 2336/ Pid.B/
2008/ JKT.PST Berbentuk Dakwaan Kumulatif yang Terdiri :
a. Dakwaan Kesatu : melanggar Pasal 160 KUHP jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP;
b. Dakwaan Kedua : melanggar Pasal 160 KUHP;
c. Dakwaan Ketiga : melanggar Pasal 214 ayat (2) ke-1 KUHP
jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP;
d. Dakwaan Keempat : melanggar Pasal 212 KUHP jo Pasal 55
ayat (1) ke-2 KUHP;
e. Dakwaan Kelima : melanggar Pasal 214 ayat (2) ke-1 KUHP
jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP;
f. Dakwaan Keenam : melanggar Pasal 214 ayat (2) ke-1 KUHP
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
g. Dakwaan Ketujuh : melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP
jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP;
h. Dakwaan Kedelapan : melanggar Pasal 187 ke-1 KUHP jo Pasal
55 ayat (1) ke-2 KUHP.
3. Pemeriksaan Saksi-Saksi dan Keterangan Terdakwa dalam
Persidangan :
a. Saksi Andrianto, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan
sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas keterangan tersebut
terdakwa menyatakan benar;
b. Saksi Wahab Talaohu bin Djafar Hamid Talaohu, dibawah sumpah
pada pokoknya menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan
dan atas keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Saksi Achmad Fachrudin alias Kasino, dibawah sumpah pada
pokoknya menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan
atas keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
d. Saksi Andrianto Henrico Manurung, dibawah sumpah pada
pokoknya menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan
atas keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
e. Saksi Ricka Adriansyah, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
f. Saksi Candra Gultom, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
g. Saksi Pardamean Sianturi, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
h. Saksi DR. Rizal Ramli, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
i. Saksi Anton Siagian, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
j. Saksi Hendri Saparini, P.hd, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
k. Saksi Syamsul Tengku Ibrahim, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
l. Saksi Helmi Bustomi, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
m. Saksi Ismail Lumme, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan sebagian benar;
n. Saksi Yosep Bachtiar, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
o. Saksi Agus Sulaiman, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar;
p. Saksi Gonald Vincentius Purba, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan tidak komentar;
q. Saksi Eko Yodit gunawan, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan tidak komentar;
r. Saksi Abdul Gofur, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan
sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas keterangan tersebut
terdakwa menyatakan tidak ada komentar
s. Saksi Masqul, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan
sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas keterangan tersebut
terdakwa menyatakan tidak ada komentar;
t. Saksi Joko Wasito SH, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan tidak ada komentar
u. Saksi Bilal Muhamad, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan cukup dan tidak
menanggapi;
v. Saksi Juni Hermanto, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan tidak benar;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
w. Saksi Drs. Maryono, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar
x. Saksi Ridho Ganti Hibur Nainggolan, dibawah sumpah pada
pokoknya menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan
atas keterangan tersebut terdakwa menyatakan tidak ada
hubungannya;
y. Saksi Wisnu Sarjono, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa tidak memberikan tanggapan;
z. Saksi Hadi Susanto, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan
sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas keterangan tersebut
terdakwa tidak menanggapi;
aa. Saksi Maryanto, Mhum, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan tidak ada pertanyaan
kepada ahli;
bb. Saksi Awan Adhi Nasution, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa tidak memberikan tanggapan;
cc. Saksi Jhon Irvan bin M. Surip, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan benar
dd. Saksi Vita Aprina Mustofa, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan tidak tahu;
ee. Saksi Nurhadi SH.MH, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakantidak ada tanggapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ff. Ahli M. Nuh Al Azhar, ST, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan dan atas
keterangan tersebut terdakwa menyatakan tidak tahu;
gg. Saksi adecharge Adhi M Masardi, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan putusan;
hh. Saksi adecharge Angga Wira, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan;
ii. Ahli DR. Rudi Satrio Mukantarjo, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai tertera dalam salinan;
jj. Keterangan teradakwa Ferry Joko Juliantono dalam persidangan
telah didengar sebagai berikut :
1) Bahwa pada tanggal 28 juni 2008 untuk pertama kali terdakwa
diperiksa untuk dimintai keterangannya oleh penyidik dan pada
pemeriksaan tersebut terdakwa tidak didampigi penasihat
hukum demikian pula tanggal tersebut dilakukan pemeriksaan
lanjutan dan tidak didampingi oleh pensihat hukum;
2) Bahwa terdakwa mencabut keterangan pada Berita Acara
Pemeriksaan yang tidak didampingi oleh penasihat hukum dan
ada sebagian keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang
didampingi oleh penasihat hukum juga dicabut;
3) Bahwa alasan mencabut Berita Acara pemeriksaan tersebut
karena ketika diperiksa mengalami kelelahan dimana terdakwa
pada sore hari ditangkap malamnya diperiksa, pada saat
diperiksa oleh penyidik terdakwa tidak didampingi oleh
penasihat hukum karena beranggapan untuk menghubungi
keluarga saja tidak bisa;
4) Bahwa terdakwa sebagai Sekjen Komite Bangkit Indonesia
(KBI) mempunyai tugas mengatur agenda kegiatan,
mengadakan rapat, bertanggung jawab keuangan organisasi;
5) Bahwa tanggung jawab sebagai Sekjen Komite Bangkit
Indonesia (KBI) adalah bertanggung jawab terhadap seluruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kegiatan oprasional yang dilakukan oleh organisasi Komite
Bangkit Indonesia (KBI), baik yang bersangkutan dengan
pelaksanaan program maupun pengaturan keuangan organisasi;
6) Bahwa kegiatan organisasi Komite Bangkit Indonesia (KBI)
antara lain:
a) Menyelenggarakan diskusi diberbagai daerah dan tempat,
mulai dari persiapan, materi diskusi maupun teknis
pelaksanaan;
b) Mengatur jadwal undangan dari berbagai daerah dan tempat
materi, biasanya memberi penjelasan tentang situasi politik
Indonesia saat ini dan perlunya negara ini mengambil jalan
baru yang lebih mandiri;
7) Bahwa antara Komite Bangkit Indonesia (KBI) dengan Forum
Rakyat Menggugat (FRM) tidak terkait, kegiatan Komite
Bangkit Indonesia (KBI) sifatnya pemikiran-pemikiran melalui
diskusi, seminar, pertemuan, menerima undangan dari daerah-
daerah atas nama pribadi maupun lembaga yang sifatnya
silaturahmi, berkunjung dari berbagai lapisan masyarakat
pondok pesantren, usaha ekonomi kecil menengah dan
organisasi kemasyaraktan;
8) Bahwa terdakwa bukan pemimpin atau penanggung jawab
dalam Font Rakyat Menggugat (FRM);
9) Bahwa terdakwa mengakui pernah melakukan pertemuan di
RM. Natrubu, Tebet, Jakarta Selatan yang sifatnya hanya
forum diskusi biasa bukan pembentukan Front Rakyat
Menggugat (FRM);
10) Bahwa pada tanggal 12 mei 2008 terdakwa tidak ikut
merencanakan demontrasi;
11) Bahwa berkaitan dengan BAP terdakwa nomor 8 (delapan)
huruf d yang intinya tedakwa ikut rapat untuk melakukan
demontrasi, terdakwa lupa apakah ikut rapat atau tidak;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12) Bahwa dalam BAP terdakwa nomor 20 (dua puluh) a mengenai
terdakwa telah mengeluarkan uang Rp. 125.000.000,- (seratus
dua puluh lima juta) kepada Syamsul itu tidak benar;
13) Bahwa dalam BAP terdakwa nomor 19 (Sembilan belas) a
tentang kegiatan Komite Bangkit Indonesia (KBI) terdakwa
yang mengundang siapa-siapa yang hadir namun untuk teman-
teman aktivis banyak yang dating secara inisiatif sendiri,
biasanya untuk satu undangan disampaikan keteman-teman
yang lain;
14) Bahwa dalam BAP terdakwa nomor 19 a tentang pembentukan
Korlap, terdakwa tidak megetahui karena orang-orang yang
dianggap sebagai korlap sudah mengerti dan itu merupakan
inisiatif masing-masing bukan terdakwa;
15) Bahwa dalam BAP terdakwa nomor 20 b mengenai pada
tanggal 20 Mei 2008 bertempat di Tugu Proklamasi yaitu
terdakwa tidak membenarkan menyediakan konsumsi pada
acara panggung rakyat tersebut dan terdakwa tidak
menyerahkan uang Rp. 25.000.000,- untuk konsumsi pada
acara tersebut, namun terdakwa mengaku pada malam itu tidak
mengeluarkan uang yang nilainya Rp. 25.000.000,- dan
mengenai penyerahan uang tersebut untuk persiapan aksi demo
tersebut, fakta tersebut tidak benar;
16) Bahwa dalam perkara ini teah diperiksa barang bukti seperti
terlampir sebanyak 387 barang bukti dan selanjutnya
dikembalikan kepada kejaksaan untuk dipergunakan
dalamperkara lain;
4. Tuntutan Penuntut Umum
Berdasarkan salinan putusan perkara Nomor 2336/ Pid.B/ 2008/
JKT.PST, jaksa penuntut umum menuntut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Menyatakan Terdakwa Ferry Joko Juliantono, S.E, Ak, M.Si
terbukti bersalah melakukan tindak pidana :
1) Secara bersama-sama dimuka umum dengan lisan atau tulisan
menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan
kekerasan terhadap penguasa umum, atau tidak menuruti baik
ketentuan Undang-Undang maupun perintah jabatan yang
diberikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 160 KUHP jo Pasal 55
Ayat (1) ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan Kesatu dan;
2) Dimuka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya
melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap
penguasa umum, atau tidak menuruti baik ketentuan Undang-
Undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 160 KUHP sesuai dengan dakwaan Kedua
dan;
3) Secara bersama-sama dengan sengaja menganjurkan orang lain
supaya melakukan perbuatan dengan kekerasan atau ancaman –
ancaman kekerasan memaksa seseorang pejabat yang sedang
menjalankan tugasnya yang mengakibatkan luka-luka,
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 214 ayat
(2) ke-1 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP sesuai dengan
dakwaan Ketiga dan;
4) Secara bersama-sama dengan sengaja menganjurkan orang lain
supaya melakukan perbuatan dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seorang pejabat yang seang melakukan
tugas yang sah, sebagai mana diatur dan diancam dalam Pasal
212 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP sesuai dengan
dakwaan Keempat dan;
5) Secara bersama-sama dengan sengaja menganjurkan orang lain
supaya melakukan perbuatan dengan kekerasan atau ancaman-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ancaman kekerasan memaksa seseorang pejabat yang sedang
menjalankan tugasnya yang mengakibatkan luka-luka,
sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 214 ayat (2) ke-1
KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan
kelima dan;
6) Secara bersama-sama dengan sengaja menganjurkan orang lain
supaya melakukan perbuatan dengan kekerasan atau ancaman-
ancaman kekerasan memaksa seorang pejabat yang sedang
menjalankan tugasnya mengakibatkan luka-luka, sebagaimana
diatur dan diancam dalam Pasal 214 ayat (2) ke-1 KUHP jo
Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP sesuai dengan dakwaan keenam
dan;
7) Secara bersama-sama dengan sengaja menganjurkan orang lain
supaya melakukan perbuatan dengan terang-terangan dan
dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap
orang atau barang yang mengakibatkan barang hancur,
sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 170ayat (2) ke-1
KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP sesuai dengan dakwaan
ketujuh dan;
8) Secara bersama-sama dengan sengaa menganjurkan orang lain
supaya melakukan perbuatan dengan sengaja menimbulkan
bahaya umum bagi barang , sebagaimana diatur dan diancam
dalam Pasal 187 ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP
sesuai dengan dakwaan kedelapan dan;
b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferry Joko Juliantono, S.E,
Ak, M.Si dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi
selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah tetap
ditahan
c. Menyatakan barang bukti sejumbah 387 buah dikembalikan kepaa
kejaksaan
d. untuk digunakan sebagai barang bukti pada perkara lainnya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Menetapkan terdakwa di bebani membayar biaya perkara sebesar
Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah).
5. Fakta-fakta Hukum dalam Putusan yang Berkaitan dengan
Pencabutan Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa
a. Bahwa benar pada tanggal 17 Juni 2008 terdakwa berangkat ke
Cina untuk menghadiri undangan “Old Cina Youth Federation”
sampai dengan tanggal 25 Juni 2008;
b. Bahwa Terdakwa menyatakan mencabut Berita Acara Pemeriksaan
di penyidik dengan alasan bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan
didepan penyidik terdakwa tidak didampingi penasihat hukum
yaitu berita acara pemeriksaan tanggal 28 Juni 2008 (2 kali
pemeriksaan) dan 29 Juni 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli
2008, 12 Agustus 2008, 13 Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15
Agustus 2008, dan 27 Agustus 2008 terdakwa mencabut sebagian.
Dengan alasan terdakwa mengalami tekanan psikologis, merasa
lelah setelah pulang dari Cina, namun terdakwa tidak bisa
menerangkan bentuk tekanan psikologis tersebut;
c. Bahwa saat mencabut Berita Acara Pemeriksaan terdakwa
meskipun oleh penyidik menanyakan apakah didampingi penasihat
hukum, yang bersangkutan menolak bahkan menandatangani
Berita Acara Penolakan didampingi Pensaihat Hukum;
d. Bahwa Berita Acara Pemeriksaan terdakwa tanggal 1 Juli 2008, 2
Juli 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus 2008,
13 Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008 dan 27
Agustus 2008 terdakwa didampingi Penasihat Hukum bernama
Oky Nurtady S.H dan bahkan ikut serta menandatangani dan
memaraf Berita Acara Pemeriksaan terdakwa tersebut, dan bahwa
Penasihat Hukum yang bernama Oky Nurtadi S.H masih tetap
mendampingi terdakwa sampai saat persidangan ini;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Bahwa dalam setiap pemeriksaan lanjutan, penyidik selalu
menanyakan apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan bersedia
diperiksa, dan juga ditanyakan apakah masih tetap pada keterangan
yang telah diberikan pada saat pemeriksaan sebelumnya, terdakwa
selalu menjawab sehat dan bersedia diperiksa dan selalu
menyatakan tetap pada keterangan yang telah diberikan pada
pemeriksaan sebelumnya;
6. Kutipan Beberapa Pertimbangan Hakim mengenai Berita Acara
Pemeriksaan Terdakwa
a. Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim sampai pada
pembahasan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa Majelis Hakim akan mempertimbangkan lebih dahulu
Berita Acara Pemeriksaan pendahuluan yang dibuat oleh penyidik
apakah dapat dipandang sebagai alat bukti yang sah sebagaimana
diatur dalam ketetentuan Pasal 184 KUHAP, karena adanya
sangkalan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa pada saat
pemeriksaan persidangan, yang pada pokoknya menyatakan
mencabut Berita Acara Pemeriksaan di penyidik dengan alasan
bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan didepan penyidik
terdakwa tidak didampingi penasihat hukum yaitu berita acara
pemeriksaan tanggal 28 Juni 2008 (2 kali pemeriksaan) dan 29 Juni
2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus 2008, 13
Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008, dan 27 Agustus
2008 terdakwa mencabut sebagian. Dengan alasan terdakwa
mengalami tekanan psikologis, merasa lelah setelah pulang dari
Cina;
b. Menimbang bahwa meskipun terdakwa mencabut keterangannya
didepan penyidik dengan alasan tidak didampingi pensihat hukum
dan secara psikologis mengalami tekanan serta merasa lelah setelah
pulang dari cina menurut Majelis Hakim tidaklah mempengaruhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tentang keabsahan Berita Acara Pemeriksaan pendahuluan tersebut
karena Beria Acara Pemeriksaan tersebut telah dibuat oleh pejabat
yang berwenang sesuai dengan tugas tugas dan tanggung jawabnya
yang diamanatkan kepadanya berdasarkan Undang-Undang, oleh
karena itu berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf c
KUHAP jo Pasal 187 KUHAP dimana Berita Acara Pemeriksaan
Pendahuluan tersebut dikualifikasikan sebagai surat dan menjadi
salah satu alat bukti yang sah menurut hukum;
7. Putusan Hakim Jakarta Pusat Terhadap Perkara Nomor : 2336/
Pid.B/ 2008/ JKT.PST
a. Menyatakan bahwa Terdakwa FERRY JOKO JULIANTONO,
SE.AK Msi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam
Dakwaan Keempat, Dakwaan Kelima, Dakwaan Keenam,
Dakwaan Ketujuh, dan Dakwaan Kedelapan;
b. Membebaskan terdakwa dari dakwaan-dakwaan tersebut;
c. Menyatakan bahwa Terdakwa FERRY JOKO JULIANTONO,
SE.AK Msi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam
Dakwaan Pertama, Dakwaan Kedua, dan Dakwaan Ketiga;
d. Menjatuhkan pemidanaan oleh karena itu kepada Terdakwa
FERRY JOKO JULIANTONO, SE.AK, MSi dengan pidana
penjara selama 1 (satu) tahun;
e. Menetapkan agar lamanya terdakwa berada dalam tahanan sebelum
putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap dikurangi
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
f. Menetapkan agar terdakwa tetap di tahan;
g. Menyatakan barang bukti sebagai mana terlampir sebanyak 387
buah dikembalikan kepada jaksa penuntut umum untuk
dipergunakan dalam perkara lain;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
h. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
5000,- (lima ribu rupiah);
B. Pembahasan
1. Analisis Pencabutan Keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
di Persidanga Perkara Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST
Mencermati ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana mengenai pencabutan keterangan Berita Acara Pemeriksaan
oleh terdakwa dalam sebuah persidangan belum diatur secara tegas
dalam Pasal-Pasal dalam KUHAP. Mengenai diperbolehkan atau
tidaknya pencabutan keterangan itu, belum ada ketentuannya yang
jelas. Sebelum menjawab pokok permasalahan tersebut penulis
memaparkan bagan yang akan memulai pembahasan mengenai
pencabutan keterangan ini.
Gambar 2. Skematik Hak Pendampingan
Penasihat Hukum terhadap pencabutan BAP
Oleh terdakwa
Prinsipnya KUHAP menganut asas fair trial, dimana dalam asas
ini terdakwa memiliki hak untuk memberikan keterangan secara bebas
(Pasal 153 ayat (2) huruf b KUHAP), termasuk hak untuk menarik
keterangannya di sidang pengadilan. Namun satu hal yang perlu
diingat, KUHAP hanya memberikan jaminan kebebasan untuk
BAP Tidak
didampingi
oleh Penasihat
Hukum saat
Penyidikan
Ketentuan
KUHAP tentang
HAM khusus
nya HAM
terdakwa
Hak
didampingi
Penasihat
hukum
Berujung pada
pencabutan
BAP oleh
terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memberikan keterangan, bukan kebebasan untuk menyampaikan
kebohongan.
Umumnya, banyak pihak atau terdakwa yang mencabut
keterangannya (keterangan terdakwa) dalam persidangan yang
disebabkan oleh alasan-alasan tertentu. Dengan menyangkal atau
mengingkari pengakuan tersebut, maka sesungguhnya terdakwa telah
melakukan pencabutan keterangan di persidangan, yaitu keterangan
yang terkait dengan pengakuan yang telah diberikan terdakwa di
hadapan penyidik dan tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan
(BAP).
Sejarah dibentuknya KUHAP adalah merupakan cita-cita dalam
untuk mengubah paradigma dari paradigma lama yang lebih
berorientasi pada kekerasan untuk mendapatkan keterangan kepada
paradigma baru yakni adanya pengakuan hak asasi terdakwa dalam
setiap tingkat pemeriksaan yang merupakan implementasi asas
Presumtion of innocent. Dari gambar skematik diatas kita dapat
melihat dan mencermati bagaimana awal dari pencabutan BAP oleh
terdakwa dalam persidangan. Pada tahap pemeriksaan awal sebagai
bukti permulaan, penyidik mulai membuat bermacam berita acara yang
salah satunya adalah berita acara pemeriksaan terhadap terdakwa.
Dalam KUHAP terdapat ketentuan mengenai segala hal mengenai hak-
hak terdakwa agar menjamin keterpenuhan hak asasi terdakwa.
Sesuai dengan tinjuan pustaka yang telah dibuat penulis
sebelumya, ada beberapa hak-hak terdakwa yang harus dipenuhi dalam
setiap tingkat pemeriksaan yaitu:
a. Hak untuk segera menadapat pemeriksaan penyidik (vide : Pasal
50 KUHAP);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penjabaran prinsip peradilan sederhana, cepat, biaya ringan
dipertegas dalam Pasal 50 KUHAP, yang memberi hak yang sah
menurut hukum dan undang-undang kepada tersangka/terdakwa:
d) Berhak segera untuk diperiksa oleh penyidik;
e) Berhak segera diajukan kesidang pengadilan;
f) Berhak segera diadili dan mendapat putusan pengadilan
(speedy trial right)
b. Hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dapat
dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya (vide
: Pasal 51 ayat (1) KUHAP);
Hal ini dimaksukan agar terdakwa mengerti secar jelas dan
rinci sehingga tersangka dapat melakukan pembelaan atas apa yang
telah disangkakan kepadanya.
c. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik
(vide : Pasal 52 KUHAP);
Tidak hanya memberikan keterangan saat proses penydikan,
dalam tahapan pemeriksaan persidangan pun terdakwa bebas
dalam memberikan keterangannya. Keterangan ini dapat diartikan
keterangan yang menguntungkan dirinya ( M. Yahya Harahap,
2003:332). Pasal 52 ini menurut M. Yahya harahap belum dapat
menjamin aakan adanya pencabutan keterangan terdakwaa saat
pengadilan karena ketentuan Pasal 52 merupakan ketentuan semu
selama mentalitas aparat penegak hukum tidak meyesuaikan
dengan semangat dan jiwa yang dikehendaki KUHAP ( M. Yahya
Harahap, 2003:332).
d. Hak untuk mendapatkan juru bahasa ( vide: Pasal 53 ayat (1) Jo.
Pasal 177 ayat (1) KUHAP);
Hak mendapatkan Juru bahasa berlaku dalam setiap tingkat
pemeriksaan baik pada pemeriksaan penyidikan maupun dalam
pemeriksaan pengadilan. Adalah suatu hal yang tidak mungkin
bagi seorang tersanga atau terdakwa untuk membea
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kepentingannya, jika terhadapnya diajukan dan dituduhkan
sangkaan dan dakwaan yang tak dimengerti olehnya ( M. Yahya
Harahap, 2003:333).
e. Hak atas bantuan Hukum ( vide Pasal 54 KUHAP);
Guna kepentingan pembelaan diri, tersangka atau terdakwa
berhak mendapatkan bantuan hukum oleh seorang atau beberapa
orang penasihat hukum, pada:
c) Setiap pemeriksaan;
d) Dalam setiap waktu yang diperlakukan ( M. Yahya Harahap,
2003:332).
Dari beberapa hak yang dipaparkan tersebut, maka dapat kita
cermati bahwa KUHAP memberikan hak kepada terdakwa untuk
didampingi oleh seorang atau lebih penasihat hukum guna
kepentingannya. Sebelumnya penulis mengajak untuk membaca secara
gramatikal ketentuan Pasal 54 KUHAP yakni: ”Guna kepentingan
pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak untuk mendapatkan
bantuan hukum dari seorang tau lebih penasihat hukum selama dalam
waktu dan pada setiap tingkatan pemeriksaan, menurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang ini”.
Lalu dalam R.Soesilo, beliau memberikan komentar tentang
Pasal ini ”Pasal ini memberikan hak kepada tersangka maupun
terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum dari penasihat hukum.
Bantuan hukum diberikan kepada tersangka atau terdakwa dalam hal
tidak pidana :
a. Yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas
tahu atau lebih atau,
b. Yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih bagi orang
yang tidak mampu dan tidak mempunyai penasihat hukum
sendiri”.
Dari Pasal 54 KUHAP beserta penjelasan dan komentar yang
telah disampaikan oleh R. Soesilo, penulis memberikan pendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengenai pendampingan oleh penasihat hukum ini. Penulis
berpendapat bahwa pendapingan sangat perlu dan harus diberikan dan
disampaikan kepada tersangka atau terdakwa dalam setiap tahapan
pemeriksaan. Hal ini karena banyak alasan yang mendasarinya. Selain
pemenuhan dari hak asasi tersangka atau terdakwa, pendampingan
oleh pensaihat hukum ini akan memberikan dampak secara psikologis
bagi tersangka atau terdakwa dengan kehadiran seoarang penasihat
hukum.
Tersangka atau terdakwa notabene kebanyakan adalah seorang
yang buta akan hukum dan belum mengerti banyak akan hukum. Hal
ini akan berpotensi terjadinya manipulasi hukum oleh aparat penegak
hukum guna mendapatkan tujuannya. Dengan adanya penasihat hukum
ini, maka secara psikologis akan timbul perasaan aman karena
didampingi oleh seseorang yang yang tahu hukum dan memberikan
jasa konsultasi akan segala kepentingannya berkaitan dengan sangkaan
yang ditujukan padanya dalam ranah hukum.
Lalu mulai timbul pertanyaan lagi mengenai hak ini apakah
bersifat faklutatif ataukah imperatif harus diberikan kepada semua
pelaku tindak pidana tanpa melihat apa tindak pidana yang dilakukan,
lamanya ancaman pidana dan pertimbangan lainnya. Penulis
berpendapat bahwa hak ini hanya bersifat pasif karena ini hanya hak
dan semua diserahkan kepada tersangka untuk menerima haknya atau
tidak. Namun sesuai dengan komentar R. Soesilo dalam KUHAP hak
ini akan dapat bersifat wajib atau imperatif jika ada dua hal yang
terjadi yakni pertama yang diancam dengan pidana mati atau ancaman
pidana lima belas tahu atau lebih atau, kedua yang diancam dengan
pidana lima tahun atau lebih bagi orang yang tidak mampu dan tidak
mempunyai penasihat hukum sendiri.
Pendapat penulis ini juga senada dengan pendapat dari M. Yahya
Harahap yang mengatakan bahwa dari segi kualitas, bantuan penasihat
hukum baru merupakan hak, akan tetapi belum ketingkat wajib.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Artinya mendapatkan bantuan hukum dalam setiap tingkatan
pemeriksaan masih tergantung pada kemauan tersangka atau/terdakwa
itu sendiri. Akan berubah ketingkat wajib apabila sangkaan datau
dakwaan yang disangkakan diancam dengan tindak pidana dengan
hukuman mati atau hukuman lima belas tahun ( M. Yahya Harahap,
2003:333).
Setelah mengkaji mengenai hak tersangka yang salah satunya
adalah hak untuk mendapatkan penasihat hukum, sesuai dengan
rumusan masalah pertama mengenai analisis pencabutan keterangan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh terdakwa di pengadilan dengan
alasan tidak didampingi oleh penasihat hukum saat tahapan
penyidikan.
Sebelum menjawab pertanyaan ini penulis mengajak untuk
melihat lagi bagian dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
mengenai keterangan menunjukkan pencabutan ini. Fakta-fakta
Hukum dalam putusan yang beraitan dengan Pencabutan Berita Acara
Pemeriksaan Terdakwa:
a. Bahwa benar pada tanggal 17 Juni 2008 terdakwa berangkat ke
Cina untuk menghadiri undangan “Old Cina Youth Federation”
sampai dengan tanggal 25 Juni 2008;
b. Bahwa Terdakwa menyatakan mencabut Berita Acara
Pemeriksaan di penyidik dengan alasan bahwa pada saat
dilakukan pemeriksaan didepan penyidik terdakwa tidak
didampingi penasihat hukum yaitu berita acara pemeriksaan
tanggal 28 Juni 2008 (2 kali pemeriksaan) dan 29 Juni 2008, 3
Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus 2008, 13
Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008, dan 27
Agustus 2008 terdakwa mencabut sebagian. Dengan alasan
terdakwa mengalami tekanan psikologis, merasa lelah setelah
pulang dari cina, namun terdakwa tidak bisa menerangkan bentuk
tekanan psikologis tersebut;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Bahwa Berita Acara Pemeriksaan terdakwa tanggal 1 Juli 2008, 2
Juli 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus
2008, 13 Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008 dan
27 Agustus 2008 terdakwa didampingi Penasihat Hukum
bernama Oky Nurtady S.H dan bahkan ikut serta menandatangani
dan memaraf Berita Acara Pemeriksaan terdakwa tersebut, dan
bahwa Penasihat Hukum yang bernama Oky Nurtadi S.H masih
tetap mendampingi terdakwa sampai saat persidangan ini;
Menyangkal atau memungkiri pengakuan tersebut, maka
sesungguhnya terdakwa telah melakukan pencabutan keterangan
dipersidangan, yaitu keterangan yang terkait dengan pengakuan yang
telah diberikan saat proses penyidikan yang tertuang dalam Berita
Acara Pemeriksaan (BAP). Dikaitkan dengan studi kasus yang
dilakukan oleh penulis dalam perkara Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/
JKT.PST dengan terdakwa Ferry Joko Yuliantono SE.Ak, M.Si yang
mencabut keterangannya dalam persidangan yang tertuang dalam
pertimbangan putusan Majelis Hakim Jakarta Pusat yakni menyatakan
mencabut Berita Acara Pemeriksaan di penyidik dengan alasan bahwa
pada saat dilakukan pemeriksaan didepan penyidik terdakwa tidak
didampingi penasihat hukum yaitu berita acara pemeriksaan tanggal 28
Juni 2008 (2 kali pemeriksaan) dan 29 Juni 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli
2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus 2008, 13 Agustus 2008, 14 Agustus
2008, 15 Agustus 2008, dan 27 Agustus 2008 terdakwa mencabut
sebagian. Dengan alasan terdakwa mengalami tekanan psikologis,
merasa lelah setelah pulang dari cina, namun terdakwa tidak bisa
menerangkan bentuk tekanan psikologis tersebut.
Penjelasan diatas, diperoleh bahwa telah terjadi permasalahan
hukum dimana tidak dipenuhinya hak tersangka sebagai mana telah
diatur dalam Pasal 54 KUHAP tentang hak tersangka dan terdakwa
untuk didampingi oleh penasihat hukum. Sebagaimana pembahasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebelumnya yang mengatakan hak dalam Pasal 54 KUHAP diberikan
sepenuhnya kepada tersangka atau terdakwa untuk melaksanakannya
atau tidak. Namun, apakah dengan alasan tidak didampingi penasihat
hukum dapat menjadi alasan bagi terdakwa untuk mencabut
keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan dalam tingkat
penyidikan saat persidangan.
Dalam KUHAP tidak diatur secara jelas menganai hal ini.
Namun penulis berpendapat hal ini bisa saja diberikan. Hal ini
memperhatikan dari ketentuan KUHAP yang mengatur tentang hak
asasi tersangka yang dilindungi walaupun dia tetap dilakukan upaya
polisional. Ketika ada hal yang menyimpang dan tidak dilakukan nya
Undang-Undang ini secara benar, maka menurut penulis telah terjadi
malpraktek dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum
sebagai alat Negara.
Hal senada juga diutarakan oleh berbagai ahli hukum berkaitan
dengan pencabutan keterangan terdakwa atas Berita Acara
Pemeriksaan dalam persidangan dengan alasan tidak didampingi oleh
penasihat hukum.
Ditinjau dari segi yuridis, terdakwa berhak dan dibenarkan
mencabut kembali keterangan pengakuan yang diberikan dalam
penyidikan. Undang-undang pun pada dasarnya tidak membatasi hak
terdakwa untuk mencaut kembali keterangan yang demikian, asalkan
pencabutan dilakuakan Selama pemeriksaan persidangan pengadilan
berlangsung dan pencabutan itu memiliki alasan yang mendasar dan
logis (M. Yahya Harahap, 2003: 325).
Pencabutan kembali tanpa dasar yang kuat dan logis tidak dapat
dibenarkan oleh hukum, sebagaimana ditegaskan dalam beberapa
yurisprudensi, yang dipedomi oleh praktek peradilan sampai sekarang
(Syamsul Bakhri, 2009:69). Hal ini dapat dilihat dari putusan
Mahkamah Agung tanggal 23 Februari 1960, No. 299K/Kr/1959, yang
menjelaskan: “pengakuan terdakwa diluar sidang yang kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
disidang pengadilan dicabut tanpa alasan yang berdasar merupakan
petunjuk tentang kesalahan terdakwa”. Yurisprudensi yang senada
dengan putusan diatas, antara lain putusan Mahkamah Agung tanggal
25 Februari 1960 No. 225K/Kr/1960, putusan Mahkamah Agung
tanggal 25 Juni 1961 No. 6K/Kr/1961 dan tanggal 27 September 1961
No. 5K/Kr/1961, yang menegaskan : “pengakuan yang diberikan di
luar sidang tidak dapat dicabut kembali tanpa dasar alasan (M. Yahya
Harahap, 2003:327). Berkaitan dengan pencabutan keterangan
terdakwa harus berdasar dan logis, maka dasar tersebut berdasarkan
ilmu pengetahuan dan para ahli hukum adalah :
1) Bahwa didalam penyidikan terdakwa disiksa, dipukuli hal ini
senada dengan Putusan Mahkamah Agung No. 381 K / Pid / 1995.
2) Tidak didampingi oleh penasihat hukum.
3) Tidak bisa membaca atau menulis sewaktu menandatangani berita
acara pemeriksaan.
4) Adanya unsur atau faktor psikologis yang berlebihan sewaktu
dalam penyidikan (Syaiful Bakhri, 2009:69).
Para ahli diatas sependapat bahwa pencabutan keterangan
tersebut diperbolehkan asalkan adanya syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh terdakwa dan syarat itu dinilai dan dipertimbangkan oleh
hakim sebagai wasit dalam proses beracara di pengadilan.
Lalu bagaimana hakim menilai mengenai pencabutan ini.
Pencabutan keterangan terdakwa dipersidangan sulit untuk dapat
diterima oleh hakim, salah satu alasannya adalah bahwa setelah
dilakukan cross check dengan saksi verbalism (penyidik) yang
memeriksa terdakwa pada tingkat penyidikan, ternyata alasan terdakwa
yang mendasari pencabutan keterangan itu tidak terbukti, sehingga
pencabutan keterangan terdakwa pada Berita Acara Pemeriksaan
ditolak oleh hakim
Dengan mengetahui secara langsung keterangan dari saksi
verbalism mengenai proses dan tata cara pemeriksaan yang dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penyidik, maka hakim akan mengetahui apakah telah terjadi hal yang
melanggar hak-hak dari terdakwa pada saat tahapan penyidikan. Bila
ternyata dari hasil klarifikasi tersebut diketahui benar atau terbukti
telah terjadi pemaksaan ataupun hal lainnya maka pencabutan dapat
dikabulkan, namum bila tidak terbukti maka pencabutan tidak
diperkenankan dan keterangan itu dapat membantu menemukan
kebenaran materiil yang dicari untuk tercapai suatu keadilan (M.
Yahya Harahap, 2003:326).
Namun dalam kasus yang diteliti oleh penulis ini, hakim tidak
memanggil secara langsung kedalam persidangan berkaitan untuk
mendapatkan keterangan secara rinci mengenai alasan pencabutan
keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Hal ini dapat terlihat dari
saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan. Dari tiga puluh enam
(36) saksi yang terlampir dalam putusan, tidak ada saksi verbalism
yang dipanggil.
Hal ini menurut penulis dikarenakan hakim memandang tidak
perlu memanggil saksi verbalism dan cukup dengan mencari bukti-
bukti yang ada sesuai dengan Pasal 184 (1) KUHAP untuk
mendapatkan keterangan mengenai kebenaran adanya pelanggaran
hak-hak dari tersangka atau terdakwa. Hal ini dapat kita lihat dari
fakta-fakta persidangan yaitu:
a. Bahwa Berita Acara Pemeriksaan terdakwa tanggal 1 Juli 2008, 2
Juli 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus
2008, 13 Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008 dan
27 Agustus 2008 terdakwa didampingi Penasihat Hukum
bernama Oky Nurtady S.H dan bahkan ikut serta menandatangani
dan memaraf Berita Acara Pemeriksaan terdakwa tersebut, dan
bahwa Penasihat Hukum yang bernama Oky Nurtadi S.H masih
tetap mendampingi terdakwa sampai saat persidangan ini;
b. Bahwa dalam setiap pemeriksaan lanjutan, penyidik selalu
menanyakan apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan bersedia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diperiksa, dan juga ditanyakan apakah masih tetap pada
keterangan yang telah diberikan pada saat pemeriksaan
sebelumnya, terdakwa selalu menjawab sehat dan bersedia
diperiksa dan selalu menyatakan tetap pada keterangan yang
telah diberikan pada pemeriksaan sebelumnya;
Dalam kasus ini ternyata pencabutan keterangan oleh terdakwa
tidak diterima oleh majelis hakim. Hal ini terlihat dari pertimgangan
hakim yaitu:
a. Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim sampai pada
pembahasan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa Majelis Hakim akan mempertimbangkan lebih dahulu
Berita Acara Pemeriksaan pendahuluan yang dibuat oleh
penyidik apakah dapat dipandang sebagai alat bukti yang sah
sebagaimana diatur dalam ketetentuan Pasal 184 KUHAP, karena
adanya sangkalan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa pada
saat pemeriksaan persidangan, yang pada pokoknya menyatakan
mencabut Berita Acara Pemeriksaan di penyidik dengan alasan
bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan didepan penyidik
terdakwa tidak didampingi penasihat hukum yaitu berita acara
pemeriksaan tanggal 28 Juni 2008 (2 kali pemeriksaan) dan 29
Juni 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus
2008, 13 Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008, dan
27 Agustus 2008 terdakwa mencabut sebagian. Dengan alasan
terdakwa mengalami tekanan psikologis, merasa lelah setelah
pulang dari cina;
b. Menimbang bahwa meskipun terdakwa mencabut keterangannya
didepan penyidik dengan alasan tidak didampingi pensihat
hukum dan secara psikologis mengalami tekanan serta merasa
lelah setelah pulang dari cina menurut Majelis Hakim tidaklah
mempengaruhi tentang keabsahan Berita Acara Pemeriksaan
pendahuluan tersebut karena Berita Acara Pemeriksaan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
telah dibuat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tugas
tugas dan tanggung jawab nya yang diamanatkan kepadanya
berdasarkan Undang-Undang, oleh karena itu berdasarkan
ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP jo Pasal 187
KUHAP dimana Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan tersebut
dikualifikasikan sebagai surat dan menjadi salah satu alat bukti
yang sah menurut hukum;
Sebelum mengupas mengenai pertimbangan Majelis Hakim
tersebut, penulis menilai pertimbangan tersebut oleh hakim sehingga
Berita Acara Pemeriksaan tersebut dapat menjadi alat bukti surat dan
bahan pemeriksaan dalam persidangan serta dikaitkan dengan perkara-
perkara serupa, penulis berpendapat majelis hakim sebaiknya
mendatangkan saksi verbalisan guna melakukan Cross Check guna
memastikan apakah terdapat unsur pemaksaan dalam pemeberian
keterangan tersbut. Hal ini guna dalam memutuskan apakah diterima
atau ditolak pencabutan tersebut hakim memutuskan dengan
pertimbangkan alasan dapat lebih mantap dan utuh tanpa keragu-
raguan.
Pertimbangan oleh hakim sebelum memutuskan menerima atau
menolak pencabutan keterangan terdakwa, adalah dengan
mempertimbangkan secara seksama semua alat bukti dan fakta
maupun keadaan yang ditemukan selama persidangan berlangsung
atau dengan kata lain hakim harus menganalisa keterkaitan hubungan
antar tiap-tiap alat bukti, barang bukti dan keadaan selama persidangan
berlangsung
Dari pertimbangan Majelis Hakim tersebut penulis
menyimpulkan bahwa pencabutan keterangan oleh terdakwa dengan
alasan tidak didampingi oleh penasihat hukum dalam perkara
penghasutan Nomor: 2336/Pid.B/2008/JKT.PST tidak dapat diterima.
Hal ini karena Majelis menilai dalam petimbangan alasan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diutarakan oleh terdakwa ataupun Penasihat Hukumnya tidaklah
mendasar dan logis. Majelis Hakim menilai bahwa dalam berita acara
tersebut sudah ditandatangi oleh terdakwa dan juga penasihat
hukumnya dalam pemeriksaan kedua. Jadi tidak ada unsur pemaksaan
dalam pembuatan berita aara pemeriksaan dan juga masalah tidak
didampingi oleh penasihat hukum hanya terjadi pada awal
pemeriksaan saja, dan pemeriksaan selanjutnya tersangka/atau
terdakwa telah didampingi oleh penasihatnya yakni Oky Nurtadi S.H
sampai dengan persidangan dan embacaan putusan pada perkara ini.
Walaupun alasan yang disampaikan terdakwa dalam persidangan
diperbolehkan oleh ilmu pengetahuan dan yurispridensi yang ada di
Indonesia ternyata tidak serta secara otomatis pencabutan tersebut
diterima oleh Majelis Hakim. Perlu adanya penilaian yang mendasar
dan medalam mengenai alasan tersebut oleh majelis hakim dalam
pertimbangannya.
Selanjutnya dalam pertimbangan, Bahwa dalam hal ini hakim
menyamakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan alat bukti surat
sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Surat diartikan sebagai
dalam Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan
atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
a. ”Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang dan yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang
dialaminya sendiri;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya;
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang membuat pendapat
berdasarkan keahliannya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari penjelasan pada Pasal 184 ayat (1) huruf c tersebut, penulis
mencermati bahwa Berita Acara Pemeriksan jika dibedah secara
mendalam dapat ditemukan bawa anatomi dari berita acara
pemeriksaan berisi tentang berbagai hal mengenai tindakan Polisional
yang terdiri dari pemanggilan tersangka dan saksi dan bila diperlukan
pemanggilan ahli dan pemanggilan ini berupa surat resmi dari
kepolisian dan dirangkum dalam berita acara pemanggilan tersangka,
saksi maupaun ahli. Selanjutnya adalah penangkapan tersangka.
Penangkapan ini juga terangkum dalam berita acara penangkapan yang
dibuat oleh penyidik yang sah dan resmi. Tindakan polisional lainnya
adalah penyitaan yang terangkum dalam berita cara penyitaan.
Tindakan polisional lainya berupa penyitaan, pemeriksaan saksi
dan tersangka maupun ahli, penggledahan dan lainnya yang diatur
dalam Undang-Undang dan semua terangkum baik dalam sebuah
berkas yang tersampul berupa Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat
oleh penyidik yang sah dalam hal ini adalah penyidik polri maupun
penyidik pembantu Pegawai Negeri Sipil dan ditandatangani baik oleh
penyidik maupaun pihak yang bersangkuta. Selain itu M. Yahya
Harahap berpendapat bahwa jika ”suatu hal” yang fungsinya dan
nilainya digunakan untuk membantu mempertegas alat bukti yang sah,
maka kedudukannya telah berubah menjadi alat bukti. ”Suatu hal”
dalam hal ini adalah Berita Acara Pemeriksaan. Selain itu pendapat
ahli lainya adalah Menurut Lamintang bahwa bukti-bukti minimal
dalam tahap penyidikan adalah berupa alat bukti seperti dimaksud
dalam Pasal 184 (1) KUHAP (Muhammad Rustamaji, 2011:96).
Dalam berbagai literatur lain salah satunya dalam pendapat Syaiful
Bakhri mengatakan bahwa Alat bukti surat memiliki kekuatan
pembuktian yang sangat penting dan mutlak. Tertera dalam Pasal 187
KUHAP huruf a, b, dan c adalah alat bukti yang ”sempurna” (Syaiful
Bakhri, 2009:64). Sebab surat dibuat secara resmi berdasarkan
prosedur yang ditetapkan oleh undang-undang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pendapat Majelis Hakim ini mengenai Berita Acara Pemeriksaan
juga sama dengan pendapat Jaksa penuntut umum pada kasus terdakwa
kompol Arafat enani mengatakan bahwa Berita Acara Pemeriksaan
adalah merupakan alat buktisurat (Anonim. Jaksa Bersikukuh BAP
Sebagai Alat Bukti/ Http://www.jurnas.Com/news//8517l diakses pada
hari rabu 20 april 2011 pukul 20.38 wib).
Sebelum mengakhiri pembahasan mengenai rumusan masalah
pertama dalam penulisan hukum ini penulis menilai alasan pencabutan
keterangan pengakuan pada Berita Acara Pemeriksaan, memerlukan
kearifan dan ketelitian.. Menghadapi adanya pencabutan pengakuan
pada Berita Acara Pemeriksaan oleh terdakwa, hakim ditutut memiliki
kemampuan kecakapan hukum dan keterampilan penguasaan yang
matang akan seluk beluk pembuktian dan penilaian pembuktian yang
diatur dalam hukum acara pidana serta dipadu dengan intuisi dan “seni
mengadili”. Jika semua ini dimiliki hakm, maka hakim akan mampu
menilai dan mempertimbangkan alasan pencabutan dengan arif dan
bijaksana (M.Yahya Harahap, 2003:326). Hal serupa juga diungkapkan
oleh Paul R. Dubinsky yang mengatakan bahwa selama dalam
persidangan berlangsung sampai pada tahap putusan seorang hakim
harus secara cermat mengamati segala seuatu yang terjadi dalam
persidangan (…. Judge having monitored the case for months or years
through status conferences, motions, and other occasions for
evaluating the intentions and good faith…) (Paul R. Dubinsky,
2008:339)
Karena masalah pencabutan keterangan terdakwa pada Berita
Acara Pemeriksaan ketika saat pemeriksaan penyidikan, terletak
sepenuhnya dipundak hakim, maka hakim harus sungguh-sungguh
dengan cermat dan teliti dengan mempertimbangkan segala aspek
mengenai aturan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah ini.
Hal ini juga dikarenakan hal ini belum diatur secara rinci dalam
KUHAP. Salah satu cara adalah dengan cara melihat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempertimbangkan tiap-tiap alat bukti, barang bukti dan fakta-fakta
dalam persidangan berlangsung.
Selain dari tugas Majelis Hakim dalam melakukan pertimbangan
ketika saat pemeriksaan persidangan mengenai masalah pencabutan
keterangan oleh terdakwa, tugas ini juga ada pada pundak penyidik
porli untuk melakukan tugasnya dengan baik agar masalah pencabutan
keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh terdakwa ini. Tugas
dari pihak penyidik dalam tahap penyidikan sebaiknya harus lebih baik
dalam hal penyampaian hak-hak tersangka yang dilindungi oleh
KUHAP agar permasalahan seperti ini tidak terulang kembali
dikemudian hari. Hal ini dikarenakan jika hal ini terus berlanjut sulit
untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik dari kepolisian yang
professional.
2. Analisis Kekuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang Dicabut
Oleh Terdakwa Sebagai Bahan Pemeriksaan
Pembahasan sebelumnya mengenai pencabutan keterangan
terdakwa dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) saat proses
penyidikan, diperbolehkan dengan alasan yang logis dan mendasar.
Pencabutan keterangan ini memang tidak diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana secara rinci, namun dalam beberapa
Yurisprudensi diperbolehkan serta dikuatkan oleh pendapat beberapa
ahli hukum di Indonesia.
Mengenai pencabutan ini, hakim harus meneliti secara seksama
dan cermat apakah pencabutan itu mendasar atau tidak. Hakim jangan
dengan mudah menerima ataupun menolak pencabutan keterangan
terdakwa. Karena jika hakim tidak cermat meneliti alasan pencabutan
lalu menolak pencabutan keterangan tersebut, bisa saja kebenaran
materiil dalam persidangan sebagai tujuan utama hukum acara tidak
tercapai. Demikian pula jika seorang hakim yang menerima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pencabutan dan tidak mempertimbangkan alasan pencabutan dengan
cermat.
Selanjutnya dalam persidangan mengenai pencabutan keterangan
terdakwa, dan terlepas dari masalah diterima atau tidaknya suatu
pencabutan tersebut, pastilah akan menimbulkan akibat hukum yang
akan mempengaruhi pertimbangan hakim dalam berkas putusan
terhadap seorang terdakwa.
Gambar 3. Stematik Kekuatan BAP
sebagai bahan Pemeriksaan
Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP dijabarkan secara jelas
mengenai alat bukti yang diakui dan digunakan untuk memperoleh
kebenaran materil suatu tindak pidana. Alat bukti tersebut secara
berurutan adalah : a. keterangan saksi, b. keterangan ahli, c. alat bukti
surat, d. petunjuk, dan e. kerangan terdakwa. Dapat kita cermati
bersama bahwa tidak ada ketentuan yang mengatakan bahwa Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) merupakan alat bukti. Namun dalam
praktek dalam dunia hukum, para praktisi sering menyebut bahwa
Berita Acara Pemeriksaan sebagai alat bukti surat. Hal ini mungkin
berdasarkan penjelasan dalam KUHAP mengenai alat bukti surat ini,
dan dengan cirri-ciri dari BAP dan penjelasan dari KUHAP terdapat
titik temu. Hal ini juga telah dijabarkan secara gamblang sebelumnya
pada pembahasan pertama pada penulisan hukum ini.
Namun, dalam hal ini penulis berpendapat dengan anggapan
tersebut berkaitan dengan keterangan terdakwa yang ada pada Berita
Acara Pemeriksaan dengan keterangan terdakwa yang ada dan
BAP
yang
dicabut
Konsepsi
pengaturan
dalam KUHAP
Kekuatan sebagai
bahan
pemeriksaan
dalam
persidangan Konsekuensi terhadap
alat bukti serta
penilaian hakim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diberikan dalam persidangan bahwa BAP awal nya menjadi bahan
pemeriksaan dalam persidangan. Dan ketika bahan pemeriksaan
tersebut memiliki fungsi dan nilainya digunakan untuk mempertegas
alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, maka
kekedudukannya dapat disamakan dengan alat bukti. Menurut penulis
lebihlah arif menempatkan Berita Acara Pmeriksaan (BAP) sebagai
bahan pemeriksaan dalam persidangan yang menjadi pedoman oleh
penuntut umum, penasihat hukum, dan hakim dalam mencari
kebendaran materiil.
Lalu berkaitan dengan kekuatan Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) yang dicabut serta kekuatannya sebagai bahan pemeriksaan,
penulis berpendapat bahwa hal ini dapat dijadikan sebagai petunjuk
untuk menetapkan kesalahan terdakwa. Hal ini juga tidak lepas dengan
keterangan terdakwa yang diberikan saat persidangan. Dalam Pasal
189 ayat (2) dijelaskan “Keterangan terdakwa yang diberikan diliuar
persidangan dapat digunakan untuk menemukan bukti dalam
persidangan, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu niat bukti
yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya”.
Walaupun terdakwa mencabut Berita Acara Pemeriksaan
tersebut, hakim tetap dapat menggunakannya dengan syarat adanya
alat bukti lain yang dapat mendukung dari keterangan terdakwa yang
dicabut tersebut. Hal ini juga senada dan senafas dengan beberapa
putusan Mahkamah Agung yang masih digunakan badan peradilan
sebagai pedoman atau stare decisis dalam praktek yakni putusan
Mahkamah Agung tanggal 20 September 1977 No. 177K/Kr/1965
yang menegaskan: ”Bahwa pengakuan-pengakuan para tedakwa I dan
II dimuka polisi dan jaksa, ditinjau kembali dalam hubungannya satu
sama lain, dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk menetapkan
kesalahan terdakwa”.
Hakim dalam menilai kekuatan Berita Acara Pemeriksaan ini
dapat meperhatikan Stare decisis ini. Selain itu juga memperhatikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bahwa sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang menunjukan bahwa
Hakim hanya boleh menyatakan terdakwa bersalah apabila ia yakin
dan keyakinan tersebut didasarkan kepada alat bukti yang sah menurut
undang-undang. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara
negatif merupakan suatu sistem keseimbangan antara sistem yang
saling bertolak belakang secara ekstrim (M. Yahya Harahap, 2003 :
278).
Berkaitan dengan penilaian hakim, dan saat pencabutan
keterangan terdakwa dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) diterima,
ada beberapa landasan yang harus digunakan yaitu : Sudah tentu tidak
semua keterangan terdakwa dinilai sebagai alat bukti yang sah. Untuk
menentukan sejauh mana keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai
alat bukti yang sah menurut undang-undang, diperlukan beberapa asas
sebagai landasan berpijak, antara lain:
a. Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan (Syaiful Bakhri,
2009:68)
Keterangan yang diberikan di persidangan adalah
pernyataan berupa penjelasan yang diutarakan sendiri oleh
terdakwa dan pernyataan yang berupa penjelasan atau jawaban
terdakwa atas pertanyaan dari ketua sidang, hakim anggota, dan
penuntut umum atau penasihat hukum.
b. Tentang perbuatan yang terdakwa lakukan, ketahui, atau alami
sendiri Pernyataan terdakwa meliputi:
1) Tentang perbuatan yang terdakwa lakukan sendiri.
Terdakwa sendirilah yang melakukan perbuatan itu, dan
bukan orang lain selain terdakwa.
2) Tentang apa yang diketahui sendiri oleh terdakwa.
Terdakwa sendirilah yang mengetahui kejadian itu.
Mengetahui disini berarti ia tahu tentang cara melakukan
perbuatan itu atau bagaimana tindak pidana tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dilakukan. Bukan berarti mengetahui dalam arti keilmuan
yang bersifat pendapat, tetapi semata-mata pengetahuan
sehubungan dengan peristiwa pidana yang didakwakan
kepadanya.
3) Tentang apa yang dialami sendiri oleh terdakwa.
Terdakwa sendirilah yang mengalami kejadian itu, yaitu
pengalaman dalam hubungannya dengan perbuatan yang
didakwakan. Namun apabila terdakwa menyangkal
mengalami kejadian itu, maka penyangkalan demikian tetap
merupakan keterangan terdakwa
4) Keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti terhadap
dirinya sendiri.
Menurut asas ini, apa yang diterangkan seseorang dalam
persidangan dalam kedudukannya sebagai terdakwa, hanya
dapat dipergunakan sebagai alat bukti terhadap dirinya
sendiri. Jika dalam suatu perkara terdakwa terdiri dari
beberapa orang, masing-masing keterangan terdakwa hanya
mengikat kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain keterangan
terdakwa yang satu tidak boleh dijadikan alat bukti bagi
terdakwa lainnya (Syaiful Bakhri, 2009:68).
Dari asas diatas maka dapat kita simpulkan bahwa kekuatan
Kekuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Yang dicabut Oleh
Terdakwa Sebagai Bahan Pemeriksaan adalah :
a. Apabila pencabutan diterima oleh Majelis Hakim, maka
konsekuensi yurudisnya adalah keterangan terdakwa dalam
Berita Acara Pemeriksaan tidak dapat dijadikan bahan
pemeriksaan oleh hakim dalam mendapatkan kebenaran materiil
sehingga Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dianggap tidak benar
dan keterangan yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim
adalah keterangan yang diutarakan oleh terdakwa dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
persidangan dengan mempertimbangkan asas yang yang telah
diutarakan sebelumnya.
b. Jika pencabutan ditolak oleh hakim, maka konsekuensi
yuridisnya adalah keterangan terdakwa dalam persidangan tidak
dapat menjadi pertimbangan dalam putusan Majelis Hakim dan
menjadi petunjuk dalam menentukan kesalahan terdakwa.
Keterangan terdakwa dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan dalam persidangan
guna mendapatkan kebenaran materiil dalam persidangan guna
mempertegas dan mendapatkan alat bukti sesuai dengan Pasal
184 ayat (1) KUHAP.
Mencermati dari kesimpulan sebelumnya dan juga menelaah dari
putusan yang menjadi dasar dari penulisan ini yakni putusan perkara
penghasutan Nomor: 2336/Pid.B/2008/JKT.PST, yang dalam proses
pembuktian dalam persidangan terdakwa mencabut keterangannya
dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dikarenakan alasannya adalah
tidak didampingi oleh penasihat hukum adalah tidak diterima oleh
Majelis Hakim. Hal ini sesuai dengan jawaban yang diutarakan penulis
dalam pembahasan pada rumusan masalah yang pertama. Dengan tidak
diterimnya pencabutan keterangan Berita Acara pemerisksaan (BAP)
oleh terdakwa dalam persidangan, maka Berita acara Pemeriksaan
tersebut menjadi bahan pemeriksaan dalam persidangan untuk
mendapatkan dan mempertegas alat bukti sesuai dengan Pasal 184 ayat
(1) KUHAP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan serta dalam
pembahasan atas masalah yang timbul tersebut berdasarkan teori-teori
yang telah digunakan serta bahan dan literatur yang ada, penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ditinjau dari segi yuridis, terdakwa berhak mencabut kembali
keterangan pengakuan yang diberikan dalam penyidikan. Undang-
undang pun pada dasarnya tidak membatasi hak terdakwa untuk
mencabut kembali keterangan yang demikian, asalkan pencabutan
dilakukan itu memiliki alasan yang mendasar dan logis. Pencabutan
kembali tanpa dasar yang kuat dan logis tidak dapat dibenarkan oleh
Undang-Undang. Dalam putusan yang diteliti oleh penulis pencabutan
keterangan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan alasan
didampingi penasihat hukum ditolak. Hal ini sesuai dengan
pertimbangan hakim dengan tetap menggunakan BAP sebagai bahan
pemeriksaan dan menyamakan nya dengan Alat bukti sesuai dengan
Pasal 184 KUHAP. Hakim memutuskan menolak. Penolakan tersebut
didapat dengan mencari fakta-fakta dan bukti dalam persidangan
mengenai berita acara pemeriksaan bahwa berita acara pemeriksaan
tersebut dibuat sesuai dengan penyidikan yang sah dengan pejabat
yang sah dengan adanya tanda tangan pejabat penyidik kepolisian
beserta tersangka dan penaihat hukumnya.
2. Kekuatan Kekuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Yang dicabut
Oleh Terdakwa Sebagai Bahan Pemeriksaan adalah :
a. Apabila pencabutan diterima oleh Majelis Hakim, maka
konsekuensi yurudisnya adalah keterangan terdakwa dalam Berita
Acara Pemeriksaan tidak dapat dijadikan bahan pemeriksaan oleh
hakim dalam mendapatkan kebenaran materiil sehingga Berita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Acara Pemeriksaan (BAP) dianggap tidak benar dan keterangan
yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim adalah keterangan
yang diutarakan oleh terdakwa dalam persidangan dengan
mempertimbangkan asas yang yang telah diutarakan sebelumnya.
b. Jika pencabutan ditolak oleh hakim, maka konsekuensi yuridisnya
adalah keterangan terdakwa dalam persidangan tidak dapat
menjadi pertimbangan dalam putusan Majelis Hakim dan menjadi
petunjuk dalam menentukan kesalahan terdakwa. Keterangan
terdakwa dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dapat digunakan
sebagai bahan pemeriksaan dalam persidangan guna mendapatkan
kebenaran materiil dalam persidangan guna mempertegas dan
mendapatkan alat bukti sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka sebagai akhir dari seluruh
tulisan ini dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Dikaitkan dengan alasan pencabutan keterangan terdakwa pada perkara
ini yakni perkara Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST Penyidik
sebaiknya dalam awal pemeriksaan selalu memberitahukan segala hak
dari tersangka sesuai dengan apa yang ada pada KUHAP yang dalam
kasus ini adalah hak tersangka atau/ terdakwa khususnya dalam hak
pendampingan Penasihat Hukum, .
2. Dikaitkan dengan alasan pencabutan keterangan terdakwa pada perkara
ini yakni perkara Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST, sebaiknya
dalam setiap ruangan pemeriksaan tersangka dipasang beberapa alat
kamera video seperti CCTV (Closed Circuit Television) agar saat
pencabutan keterangan BAP dalam persidangan tersebut hakim dapat
menilai alasan pencabutan dengan melihat rekaman CCTV tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Daftar Pustaka
BUKU
Adnan Paslyadja. 1997. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pusat Diktat Kejaksaan
RI
Andi Hamzah. 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : PT. Sinar Grafika.
Campbell Black, Henry. 1979. Black’s Law Dictionary. United States of America: West
Publishing Co.
Darwan Prinst. 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Praktek. Jakarta : Djambatan.
Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003. Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana.
Bandung : PT.Mandar Maju.
H.B Soetopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Suarakrta : sebelas Maret
University Press.
Johnny Ibrahim.2006.Teori dan Metodologi Penelitian Nrmatif. Malang:
Banyumedia
Martiman Pridjohamidjojo. 1982. Penyelidikan dan Penyidikan. Jakarta. Ghalia
Indonesia
Moeljatno. 1999. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Jakarta : Bumi
Aksara.
Muhammad Rustamaji, Dewi Gumati. 2011. MOOTCOURT Membedah
Peradilan Pidana dalam Kelas Pendidikan Hukum Progrsif. Surakarta. CV.
Mefi Caraka
M. Yahya Harahap. 2003. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan
Kembali. Jakarta : Sinar Grafika.
________________.2006. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan
Kembali. Jakarta : Sinar Grafika
Peter Mahmud Marzuki.2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
R. Subekti. 2007. Hukum Pembuktian. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Soenarto Soerodibroto. 2000. Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana.
Jakarta : Rajawali Pers.
Syaiful Bakhri. 2009. Hukum Pembuktian dalam Praktek Peradilam Pidana.
Jakarta: P3IH.
Yesmil Anwar & Adang. 2009. Sistem Peradilan Pidana. Bandung: Widya
Padjajaran.
Rofikah.1999. Buku Pegangan Kuliah. Surakarta. UNS Press
JURNAL
Anonim. Jaksa Bersikukuh BAP sebagai Alat Bukti Surat.
Http://www.jurnas.Com/news//8517l diakses pada hari rabu 20 april 2011
pukul 20.38 wib
Isharyanto. 2006. ”Problematika Normatif Partisipasi Masyarakat dalam
Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Salah Satu Perwujudan Hak Asasi
Manusia”.Yustisia Jurnal Hukum Bisnis. Edisi Nomor : 71 Tahun XVIII.
Surakarta : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Paul R. Dubinsky. 2008. Wayne state university Journal of International Law.
Vol. 44, No. 2
Paul R. Dubinsky. 2005. Yale Journal of International Law. Vol. 30, p. 211
PUSTAKA MAYA
Anonim. 2010. www.tempoiteraktif.com diakses pada tanggal 26 november 2010
pukul 13.41 wib
Anonim. 2010. www. detiknews. com, diakses pada tanggal 26 November 2010,
pukul 14.41 wib
PERATURAN PERUNDANGAN DAN PUTUSAN HAKIM
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76).
Putusan Perkara Nomor : 2336/ Pid.B/ 2008/ JKT.PST.