Post on 02-Jul-2015
Praktikum Kosmetologi
KELOMPOK 3
FARMASI VI-A
BAYYINAH 108102000026
IKHSAN BUDIARTO 108102000014
INTAN FAUZIAH 108102000007
NURMASARI 108102000028
UMMU HIKAMAH 108102000010
Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011
I. PENDAHULUAN
DEODORAN DAN ANTIPERSPIRAN
Antiperspiran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
mempersempit pori sehingga mengurangi keluarnya keringat. Deodoran adalah
sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap keringat dan mengurangi bau
badan. Meningkatnya penggunaan antiperspirant dan deodorant disebabkan
pergaulan modern, sehingga dirasa perlu untuk mengurangi atau menghilangkan
bau badan, yang disebabkan perubahan kimia keringat oleh bakteri,
Perkembangannya tidak disangsikan lagi setelah disajikan bentuk deodorant
aerosol, yang penggunaannya mudah, cepat mongering dikulit.
Mekanisme Kerja Antiperspiran
Penggunaan sediaan topikal yang cocok untuk mengurangi keluarnya
keringat berdasarkan pengurangan jumlah keringat, perubahan serangan ekteri
sehingga bau adan dapat dicegah. Sediaan antipersporan yang diperdagangkan
seagian esar menggunakan senyawa aluminium, dan seagian kecil menggunakan
senyawa seng seagai astringen. Pengamatan terhadap efek aluminium sulfat,
aluminium klorhidroksida, dan dapar aluminium klorida dengan urea 5%. Ternyata
mempunyai efekakterisidal dan bakteriostatik yang sama kuat.
Penggunaan Senyawa Antibakteri dalam Deodoran
Senyawa antibakteri yang saat ini banyak digunakan dalam deodorant adalah
heksaklorofen. Bitionol dan bisfenol sudah tidak digunakan lagi karena dapat
menyababkan fotosensitasi. Penggunaan heksaklorofen dalam sediaan deodorant
jarang menyeabkan iritasi kulit, tetapi mempunyai aktivitas terhadap akteri flora,
walaupun kulit tersebut telah dicuci. Bisfenol dapat mencegah penggandaan akteri
aru pada kulit.P enggunaan secara teratur saun oat yang mengandung
heksaklorofen akan mengurangi bakteri flora selama 18-24 jam, tetapi penggunaan
heksaklorofen sudah mulai berkurang. Senyawa lain yang juga sering digunakan
dalam deodorant ialah tetrametil tiuram disulfide.Menurut pendapat Vinson lebih baik
dari pada heksaklorofen dan butinol dalam mrngurangi bakteri flora pada kulit.
Kejelekannya sediaan yang mengandung tetrametil tiuram disulfide dalam
penyimpanan menjadi berbau, karena terjadi peruraian tetrametil tiuram disulfide.
Beberapa sediaan yang mengandung senyawa ammonium kuatener, yang biasa
digunakan ialah Marinol, suatu campuran alkidimetilbenzil ammonium klorida,
sedangkan lainnya mengandung 8-hidroksikinolina sulfat atau 3,4,4
triklorkarbanilida, suatu campuran bromosalisilanilida, Diaphere, juga digunakan
untuk membuat sediaan deodorant. Antibiotikum, misalnya neomisina, mempunyai
daya penetrasi yang baik dan tidak mengiritasi kulit sering digunakan dalam
deodorant. Shelley dan Chann yang telah menguji kapasitas hambat bau dari krim
dan losio yang mengandung neomisina dengan kadar 3,5 mg/g pada 20 orang,
berpendapat dengan sempurna, penggunaannya diulang tiap hari.
Thurmond an Ottenstein mengamati penggunaan ion penukar resin yaitu zat
aktif yang digunakan dalam deodorant. Contoh keringat diuji dengan ion penukar
resin, Amberlite X-64 dan Amber X-87, ternyata yang dapat dihilangkan lebih dari
50% asam laktat, 26% ammonia, dan 27% urea. Pada awalnya resin akan mengotori
daerah ketiak berupa serbuk halus, tetapi efek deodorannya akan berlangsung
singkat. Untuk meningkatkan efek deodorant resin harus digunakan dalam bentuk
salep atau krim. Komposisi deodorant dan antiperspirant yang mengandung 15-25%
Amberlite IRC-50 suatu kation penukar resin tipe asam karboksilat dalam dasar
krim hidrofilik bersama dengan aluminium fenoksilat 10-20%. Amberlite IRC-50
sangat baik untuk menghilangkan asam amino, terutama arginin, yang terdapat
dalam keringat sebelum diuraikan oleh bakteri. Zat tersebut dapat mengabsobsi
asam organic hasil peruraian asam amino. Deodoran dan antiperspirant dapat juga
berbentuk Berbentuk tabur, dengan komposisi 15-25% kation penukar resin tipe
asam karboksilat, talek, zat pengisi yang dapat mengurangi kelebihan asam, dan zat
pembasah untuk meningkatkan adhesi serbuk dan meningkatkan daya tukar kation.
Dianjurkan untuk menambahkan antiseptikum untuk meningkatkan efektivitas, dan
garam aluminium untuk meningkatkan sifat antiperspirant kedalam serbuk tabor ini.
III. FORMULA
PEG 4000 3%
cetyl alcohol 5%
cera alba 10%
olive oil 5%
alumunium sulfat 15%
gliserin 5%
nipagin 0,01%
aquadest 55%
IV. ALAT DAN BAHAN
Bahan
PEG 4000
Cetyl alkohol
Cera alba
Olive oil
Alumunium sulfat
Gliserin
Nipagin
Aquadest
Alat
Beaker glass 2 buah
Spatula 2 buah
Gelas ukur 1 buah
Timbangan digital
Penangas air
Cawan porselin
Pipet tetes
Kaca arloji
Kaca objek
Lumpang dan alu
Serbet
Tissue
Sudip
Termometer
V. PENIMBANGAN
Penimbangan
PEG 4000 = 3% x 50 ml = 1,5 gram
cetyl alcohol = 5% x 50 ml = 2,5 gram
cera alba = 10% x 50 ml = 5 gram
olive oil = 5% x 50 ml = 2,5 gram
alumunium sulfat = 15% x 50 ml = 7,5 gram
gliserin = 5% x 50 ml = 2,5 gram
nipagin = 0,01% x 50 ml = 0,05 gram
aquadest = 55% x 50 ml = 22,5 gram
VI. PROSEDUR PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI
Prosedur Pembuatan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Timbang semua bahan-bahan.
3. Panaskan air di atas penangas air.
4. Fase minyak dilebur di atas penangas pada suhu 700C (massa 1)
5. Fase air dipanaskan di atas penangas pada suhu 700C (massa 2)
6. Campurkan massa 1 dan massa 2 ke dalam lumpang hangat, geus
sampai menjadi massa krim. Kemudian tambahkan aquadest sedikit demi
sedikit, gerus ad homogen.
7. Masukkan deodoran yang sudah jadi ke dalam wadah yang sudah
disiapkan, beri etiket pada wadah.
8. Lakukan evaluasi deodoran (homogenitas, pembentukan emulsi,
penampilan)
Cara Evaluasi
Uji penilaian langsung bau ketiak
Penilaian dilakukan langsung pada kain kassa, atau pakaian yang
melekat langsung pada ketiak
Uji noda
Kain kassa diisi dengan serbuk biru bromtimol kemudian
ditempelkan pada ketiak bila terjadi perubahan warna biru
menandakan adana keringat. Kepekatan warna menunjukkan
kecepatan sekresi keringat.
VII. DATA PENGAMATAN
HASIL DAN EVALUASI
Setelah Praktikum
Kelompok 1
Parameter Pengamatan Sediaan
Warna Keruh
Bau Oleum rosae
Kekentalan Cair
Homogenitas Homogen
Kelompok 2
Parameter Pengamatan Sediaan:
Warna Keruh
Bau Oleum Rosae
Kekentalan Cair
Homogenitas Kurang homogen
Kelompok 3
Parameter Pengamatan Sediaan:
Warna Putih kekuningan
Bau Sulfat
Kekentalan Fase air: Cair
Fase minyak:
Kental
Homogenitas Tidak homogen. Ada 2
fase yang tidak bercampur
Kelompok 4
Parameter Pengamatan Sediaan:
Warna Putih
Bau Sulfat
Kekentalan Tidak jadi emulsi (Krn
PEG dimasukan ke fase
minyak)
Homogenitas Tidak homogen
Kelompok 5
Parameter Pengamatan Sediaan:
Warna Putih
Bau Alkohol
Kekentalan Cair
Homogenitas Tidak homogen
Kelompok 6
Parameter Pengamatan Sediaan:
Warna Putih
Bau Alkohol
Kekentalan Cair
Homogenitas Tidak homogen
VIII. PEMBAHASAN
Antiperspiran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
mempersempit pori sehingga mengurangi keluarnya keringat. Deodoran adalah
sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap keringat dan mengurangi bau
badan. Meningkatnya penggunaan antiperspirant dan deodorant disebabkan
pergaulan modern, sehingga dirasa perlu untuk mengurangi atau menghilangkan
bau badan, yang disebabkan perubahan kimia keringat oleh bakteri,
Perkembangannya tidak disangsikan lagi setelah disajikan bentuk deodorant
aerosol, yang penggunaannya mudah, cepat mongering dikulit. Bau keringat yang
menusuk disebabkan hasil peruraian sekresi apokrin oleh bakteri dipermukaan kulit.
Bau tidak enk itu dapt dikurangi atau dicegah dengan pemeliharaan hygiene yang
baik, misalnya mandi secara teratur, sehingga pertumbuhan bakteri dihambat dan
hasil peruraian yang telah terjadi dapat hilang. Price berpendapat bahwa bakteri
flora pada kulit tidak pernah hilang, karena residu flora pada kulit terdapat pada
permukaan pori kulit, folikel rambut dan kelenjar sebesea . Bakteri tersebut sebagian
besar terdiri dari bakteri gram positif, misalnya stafilokokus dan Micrococcus albus.
Spesies ini memgang peranan dalam pembentukan bau. Bakteri tersebut tidak
seluruhnya hilang karena pencucian dengan sabun maupun penggunaan
antiseptikum aktivitas singkat, karena antiseptikum tidak dapat menembus kulit
untuk mencapai jasadrenik tersebut, jika untuk menghilangkan bau badan dengan
penggunaan air dansabun kurang efektif, dpat dicoba cara lain. Bau badan tersebut
dapt dikurangi atau ditekan dengan menggunakan sediaan topical yang
mengandung antiseptikum dengan kadar tertentu yang dioleskan pada bagian
tertentu, sehingga jasadrenik penyebab dapat dimatikan atau dihambat
pertumbuhan dan aktivitas biologinya. Jika penggunaan antiseptikum belum juga
dapat menghilangkan bau tersebut, dapat dicoba dengan menggunakan antibakteri.
Penggunaan germisida , misalnya heksaklorofen dalam sabun deodorant, agar
meninggalkan bau sedap diperlukan penambahan parfum kadar tinggi. Untuk
mengontrol bau badan dapat ditempuh 2 jalan yaitu Penggunaan sediaan topical
yang mengandung antiseptikum yang cocok, untuk mencegah peruraian keringat
oleh bakteri, misalnya dengan menggunakan deodorant ,Penggunaan sediaan
topical yang mengandung astrigen yang cocok untuk mengurangi keluarnya
keringat, misalnya dengan menggunakan antiperspirant. Penggunaan sediaan
topikal yang cocok untuk mengurangi keluarnya keringat berdasarkan pengurangan
jumlah keringat, perubahan serangan ekteri sehingga bau adan dapat dicegah.
Sediaan antiperspiran yang diperdagangkan seagian besar menggunakan senyawa
aluminium, dan seagian kecil menggunakan senyawa seng seagai astringen.
Pengamatan terhadap efek aluminium sulfat, aluminium klorhidroksida, dan dapar
aluminium klorida dengan urea 5%. Ternyata mempunyai efek bakterisidal dan
bakteriostatik yang sama kuat.
Mengeluarkan keringat merupakan cara yang alami untuk mendinginkan
tubuh. Dengan berkeringat maka akan terbentuk lingkungan yang sempurna bagi
pertumbuhan bakteri karena bakteri berkembang dengan baik di lingkungan panas
dan lembab seperti ketiak manusia. Pada dasarnya, keringat hanya terdiri dari air
dan garam, sehingga tidak mempunyai bau yang istimewa. Bau dari badan kita
sebenarnya disebabkan oleh bakteri yang menguraikan keringat dengan
melepaskan asam 3-methyl-2-hexenoic, yang mempunyai bau yang sangat kuat.
Deodorant digunakan pada tubuh untuk mengurangi bau badan yang
disebabkan oleh bakteri pengurai keringat. Food Drug Administration (FDA)
menggolongkan dan mengatur deodorant sebagai Kosmetik OTC (Over-The-
Counter). Sedangkan antiperspirant adalah bahan astringent yang digunakan pada
kulit untuk mengurangi keringat. Di Amerika (FDA), antiperspirant dikategorikan
sebagai obat sebab cara kerjanya mempengaruhi fungsi tubuh yaitu kelenjar
keringat.
Antiperspirants biasanya dipakai pada ketiak, sementara deodorant dapat
juga digunakan pada kaki dan daerah lain dalam bentuk semprot, tapi seiring
dengan perkembangan jaman, saat ini antiperspirant juga digunakan pada kaki
untuk mengurangi keringat berlebih di daerah kaki. Deodorant bekerja dengan cara
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang ditemukan pada axial sedangkan
antiperspirant bekerja dengan cara membatasi jumlah sekresi kelenjar keringat yang
dikirim ke permukaan kulit melalui pembentukan halangan atau sumbatan pada
saluran keringat. Sebagai akibatnya, mekanisme kerjanya akan mengurangi
produksi keringat pada kelenjar keringat.
Perbedaan antara antiperspirant & deodorant yaitu:
Deodorant membiarkan pengeluaran keringat, tetapi mencegah bau melalui
cara melawannya dengan bahan antiseptik yang membunuh bakteri
penyebab bau juga menutup bau dengan bahan parfum.
Antiperspirant mengandung perfume dan bahan kimia yang menghambat
atau menyumbat pori-pori untuk menghentikan pengeluaran keringat.
Bahan kosmetik yang sering digunakan sebagai deodorant yaitu:
a. Perfume yang merupakan campuran dari minyak esensial dan komponen
aroma, fiksatif dan pelarut digunakan untuk memberikan wangi yang
menyenangkan pada tubuh manusia.
b. Triclosan yaitu bahan antifungi dan antibakteri spektrum luas yang poten.
Antibakteri ini menghambat pertumbuhan bakteri gram (+) pada ketiak, yang
menyebabkan bau tak sedap. Triklosan digunakan pada sabun (0.1% - 1%),
deodorant, shaving creams, mouthwashes, dan peralatan kebersihan.
Triklosan menunjukan efektifitas dalam mengurangi danmengontrol bakteri.
Pada konsentrasi yang lebih tinggi, Triklosan bekerja sebagai biosida
sedangkan pada kadar yang lebih rendah bersifat bakteriostatik.
Beberapa bahan antiperspirant yang biasa digunakan dalam sediaan kosmetik
diantaranya yaitu:
a. Aluminium chlorohydrate adalah kelompok garam yang mempunyai rumus
umum AlnCl(3n-m)(OH)m, biasa digunakan dalam deodorant dan
antiperspirant serta flokulan pada pemurnian air. Aluminium chlorohydrate
digunakan dalam antiperspirant dan pada treatment hyperhidrosis.
b. Aluminium sulphate (Tawas) adalah semacam batu putih agak bening yang
bisa digunakan untuk membeningkan air. Selain manfaatnya untuk
menjernihkan air, ternyata tawas juga dapat digunakan untuk menghilangkan
bau badan khususnya didaerah ketiak.
c. Potasium aluminium sulphate (Potasium alum) adalah bahan kimia yang
sesuai dengan rumus kimia KAl(SO4)2.12H2O, juga dikenal sebagai
Aluminum potassium sulfate. Potasium alum adalah astringent dan antiseptic,
oleh karena itu Potasium alum dapat digunakan sebagai deodorant dengan
cara menghambat pertumbuhan bakteri penyebab bau badan sekaligus
mengurangi keluarnya keringat.
d. Aluminium zirconium tetrachlorohydrex gly dapat mengurangi keringat
sehingga aluminium zirconium tetrachlorohyderx gly dikatakan dapat
mengurangi bau badan.
Pada praktikum kali ini dibuat 3 tipe deodorant-antiperspiran, yaitu deodorant
cair, deodorant krim dan deodorant lotion. Pembuatan deodorant ini dibedakan
berdasarkan zat tambahan yang digunakan dan konsentrasi alumunium sulfat yang
digunakan sebagai bahan antiperspirant.
Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan krim deodorant aluminium
sulfat sebagai senyawa aktifnya. kelompok satu alimunium klorida tidak digunakan,
hanya memakai aluminium sulfat 13% kemudian borax 1%, nipagin 0,01% , aqudest
86%, dan terakhir parfum .secukupnya bedanya dari kelompok satu dengan
kelompok dua yaitu pada Aluminium sulfat dan aquades. Pada kelompok dua
Aluminium sulfat yang digunakan yaitu 23% dan aquades 86%, sedangkan pada
kelompok satu Aluminium sufat yang digunakan yaitu 13% dan aquades 76%.
Penggunaan garam aluminium saja dianggap mempunyai efek antibakteri karena
menghasilkan PH asam dari proses hidrolisa, Kulit dengan PH asam dianggap
merupakan pertahanan natural terhadap infeksi bakteri dan jamur. Sediaan
antiperspirant harus berdasarkan hidrolisa garam logam, karena mempunyai efek
menghambat bakteri kulit, pengamatan terhadap efek aluminium sulfat, aluminium
klorhidroksida, dan dapar aluminium klorida dengan urea 5%, ternyata mempunyai
efek bakterisidal dan bakteriostatik yang sama kuat. Efek deodorant garam
aluminium terjadi dengan 2 cara yaitu Aktivitas hambat bakteri yang disebabkan PH
yang relative rendah dan Netralisasi bau dengan kombinasi kimia.
Garam aluminium dapat mengakibatkan keratinisasi abnormal, sehingga
terjadi blockade pada muara kelenjar keringat sehingga aliran keringat terhambat.
Aktivasi antiperspirant diuji berdasarkan percobaan histology dengan menggunakan
garam aluminium, AlCl3, ternyata dapat mengubah pembuluh epidermal sehingga
menyebabkan sebagian besar keringat tertumapah ke sekitar jaringan
(meningkatkan absorbs transduktal keringat). Aluminium klorida dapat menyebabkan
anidrosis dengan mengubah permeabilitas atu fungsi resorbsi npembuluh ekrin
bagian epidermal. Aktivitas garam aluminium dalam antiperspirant belum seluruhnya
jelas, astringen garam aluminium mempunyai efek antiperspirant jika digunakan
dalam kadar cukup tinggi, misalnya tidak kurang dalam 15%.
Berdasarkan data hasil pengamatan kami melakukan evaluasi sediaan yaitu
Pada saat evaluasi kelompok satu yang mengandung aluminium sulfat 13%
viskositas kelompok satu sediaannya cair. Hal ini karena pada kelompok satu
menggunakan aquades 86% berbeda dengan kelompok dua yaitu penggunaan
aquadesnya 76%.
Pada saat evaluasi penampilan yang diamati adalah warna dan baunya,
deodorant yang dihasilkan diamati secara visual dan dilakukan penyimpanan.
Sediaan deodorant kelompok satu secara visual larutannya keruh berbeda dengan
kelompok dua .Pada kelompok dua larutan sediaaan nya secara visual putih, tidak
keruh seperti kelompok satu hal ini disebabkan karena pada kelompo satu
penggunaan Aluminium sufat nya hanya 13%, sedangkan pada kelompok dua 23%.
Pada saat pemeriksaan kehomogenitasan pada kelompok satu sediaannya
terlihat homogen, hal ini terbuti dari tidak terdapat butiran partikel yang tidak larut,
butiran partikel ini disebabkan dari kristal-kristal nipagin yang belum larut sempurna
dalam fase air. Pada kelompok satu menghasilkan bau ol. Rosae.
Berdasarkan hasil pengamatan dinyatakan bahwa sedian yang dihasilkan
oleh kelompok 2 memiliki warna yang keruh, berbau sulfat, kurang homogen dan
tidak terlalu kental. Warna yang keruh didapatkan dari warna zat aktif sediaan yang
mengandung alumunium sulfat dengan konsentrasi yang besar yaitu 23%.
Konsentrasi ini seharusnya dibagi menjadi dua bagian yaitu 14% untuk alumunium
sulfat dan 9% untuk alumunium klorida, namun karena alumunium klorida tidak
digunakan dalam formulasi percobaan ini sehingga konsentrasi yang seharusnya
diberikan untuk alumunium klorida diberikan ke alumunium sulfat. Hal ini
menyebabkan konsentrasi alumunium dulfat meningkat dan menyebabkan warna
yang keruh pada sediaan.
Hal lain yang dipengaruhi dari penambahan konsentrasi alumunium sulfat
yaitu bau yang dihasilkan dari sediaan. Bau yang dihasilkan dari sediaan jadi
memiliki bau sulfat karena penambahan konsentrasi zat aktif sediaan ini. Kelompok
2 pun tidak menambahkan parfume pada sediaan yang dihasilkan sehingga bau
sulfat lebih dominan dibandingkan dengan bahan-bahan tambahan lain seperti borak
yang hanya 1% dan nipagin yang hanya 0,01%. Sedangkan sifat yang kurang
homogen berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat pembuatan diberikan
hipotesis bahwa proses penglarutan bahan aktif dan bahan lainnya kurang
sempurna sehingga masih ada bagian dari bahan yang tak larut. Hal inilah yang
menyebabkan ketidak homogenan sediaan yang dihasilkan. Di sisi lain dapat pula
diberikan hipotesis bahwa ketidak homogenan juga bisa terjadi karena proses
pencampuran bahan yang kurang sempurna.
Sifat lainnya dari hasil percobaan sediaan kelompok 2 yaitu viskositas
sediaan yang dihasilkan. Dimana sediaan yang dihasilkan memiliki tingkat viskositas
yang kecil atau kurang kental. Hal ini sudah menjadi hal yang wajar dan standar
karena memang sediaan deodorant yang diinginkan memang seharusnya dalam
bentuk cair serta kondisi sediaan yang dijual di pasaran pun dalam keadaan cair.
Sehingga sifat yang terakhir inilah sifat yang memang diinginkan dari percobaan
yang dilakukan oleh kelompok 2.
Dalam praktikum, kami membuat deodorant dalam bentuk krim dengan
menggunakan bahan PEG 4000 3%, cetyl alcohol 5%, cera alba 10%, olive oil 5%,
alumunium sulfat 15%, gliserin 5% dan nipagin 0,01%. Pembuatan deodorant
didasarkan pada pembentukan krim (emulsi) dengan memanaskan fase minyak
( Cetyl alcohol, cera alba, olive oil ) sampai pada suhu 70°C dan pada saat yang
bersamaan fase air ( PEG 4000, alumunium sulfat,gliserin,nipagin,dan air)
dipanaskan sampai suhu yang sama, setelah itu fase air dan fase minyak
dimasukkan kedalam lumpang dan diaduk hingga terbentuk emulsi yang stabil.
Akan tetapi, pada praktikum yang dilakukan, terjadi kesalahan pada saat
pencampuran bahan-bahan tersebut. Pada kelompok 3 dan 4 yang seharusnya
membuat deodorant krim gagal dikarenakan salahnya pencampuran antara bahan
fase minyak dengan bahan fase air. Kesalahan terjadi saat PEG 4000 yang
digunakan sebagai basis seharusnya dimasukan pada fase air, karena PEG
merupakan bahan yang mudah larut dan dapat bercampur dengan air, akan tetapi
pada saat praktikum, PEG 4000 ini dimasukkan kepada fase minyak sehingga PEG
4000 tidak dapat bercampur dengan minyak tersebut dan menghasilkan emulsi dua
fase yang terpisah. Pada masalah ini, terjadi kesalahan prosedur yang dilakukan
praktikan sehingga berakibat gagalnya sediaaan yang di buat. Sediaan yang
dihasilkan tersebut menjadi berwarna putih kekuningan, berbau sulfur yang berasal
dari pengaruh alumunium sulfat yang digunakan dan tidak homogen karena adanya
pemisahan dua fase (fase minyak dan fase air).
Pada kelompok 5 dan 6 yang membuat deodorant lotion dengan menggunakan
bahan gliserin 2%, propilenglikol 5%, alumunium sulfat 30%, nipagin 0,01%, yang
membedakan yaitu konsentrasi etanol pada kelompok 5 konsentrasi etanol 50%
sedangkan pada kelompok 6 konsentrasi etanol 30%. Pada kedua kelompok
tersebut menghasilkan deodorant yang dapat dikatakan tidak baik. Karena pada saat
pencampuran bahan, alumunium sulfat yang digunakan sebagai antiperspirant tidak
larut dalam air, sehingga masih terdapat kristal-kristal amunium sulfat pada sediaan
yang terbentuk. Hal ini dikarenakan kelarutan alumunium sulfat yang tidak larut
sempurna dalam air, karena kelarutannya dalam air juga kurang baik. Maka setelah
dilakukan pengamatan, sediaan yang dihasilkan tersebut mempuyai warna putih dan
berbau alcohol karena kandungan alcohol yang digunakan sebagai antimikroba
dalam formula tersebut terlalu banyak, sehingga menimbulkan bau yang khas.
Selain itu sediaan tersebut mempunyai kekentalan yang cair dan homogenitas yang
buruk karena sediaan tidak homogen meskipun volume total sediaan sesuai dengan
yang diharapkan yaitu 50 ml.
IX. KESIMPULAN
Pada kelompok 3 dan 4 terjadi pemisahan fase minyak dan fase air.
Ketidak homogenan sediaan disebabkan karena kesalahan dalam
pencampuran. Selain itu, juga dipengaruhi dari kondisi kelarutan zat
aktif dan bahan-bahan lainnya yang belum larut sempurna. Serta
kondisi pencampuran yang kurang merata.
Pada kelompok 5 dan 6 sediaan yang dihasilkan tidak homogen
karena pada saat pencampuran bahan, alumunium sulfat yang
digunakan sebagai antiperspirant tidak larut dalam air, sehingga masih
terdapat kristal-kristal amunium sulfat pada sediaan yang terbentuk.
Sediaan yang bagus ditunjukkan oleh kelompok 1 dan 2 dimana
sediaan sudah memenuhi persyaratan sediaan standar di pasaran,
dimana sediaan memiliki tingkat viskositas yang kecil atau kurang
kental. Hal ini sudah sesuai dengan tujuan percobaan yang ingin
dicapai, yaitu menghasilkan deodorant yang bersifat cair.
X. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan republic Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia,
edisi III . Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Raymond C Rowe, Paul J Sheskey and Marian E Quinn. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients. America : The Pharmaceutical Press.
Dr. Retno Iswari Tranggono, SpKK , Dra. Fatma Latifah, Apt. 2007. Buku
Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka
Utama
Formularium kosmetika Indonesia 1985, DEPKES Republik Indonesia
Perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Naturalkos/0309/Vol.IV/No.
12,November 2009.pdf