Post on 16-Oct-2015
description
KASUS KATARAK HIPERMATUR
Pembimbing:
Dr. Nanda Lessi Sp.MDisusun oleh:
Nisia Pratama Setiabekti112012081KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI, BOGORPeriode 19 April 2014 17 Mei 2014I. IDENTITAS
Nama
: Tn. SRUmur
: 69 tahunAgama
: Islam
Pekerjaan
: Tidak berkerjaTanggal pemeriksaan: 28 April 2014II. ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 28 April 2014 Keluhan utama
Mata sebelah kanan terasa seperti ada yang mengganjal sejak 1 tahun.Keluhan tambahanMata terasa gatal dan sering berair. Pasien merasa silau bila melihat cahaya.Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh mata kanan terasa seperti ada yang mengganjal sejak 1 tahun. Pasien juga mengeluh mata terasa gatal dan sering berair sejak timbul gejala mengganjal tersebut. Mata kanan kadang mengeluarkan kotoran mata. Pasien mengatakan bila melihat cahaya mata terasa silau dan perih. Keluhan semacam ini dirasakan pasien hilang timbul dan pasien belum pernah berobat.Selain keluhan tersebut, pasien juga mengatakan bahwa penglihatannya buram bila melihat jauh. Bila terlalu lama melihat suatu objek mata juga terasa pedih dan terlihat kemerahan.Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa seperti ini sebelumnya. Pasien tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Riwayat asma dan alergi disangkal.Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.III. PEMERIKSAAN FISIK
Status GeneralisKeadaan umum: Tampak sakit ringan.
Kesadaran
: Compos mentisTanda Vital: Frekuensi Nadi: 88 kali/menit
Frekuensi Nafas: 20 kali/menit
Kepala/leher
: pembesaran KGB preauriukuler (-)
Thorax, Jantung: dalam batas normal
Paru
: dalam batas normal
Abdomen
: dalam batas normal
Ekstremitas
: dalam batas normalSTATUS OPHTALMOLOGIS
KETERANGANODOS
1. VISUS
Visus jauh6/106/10
Pin hole Tidak maju6/9
Addisi --
Kaca mata lama--
Persepsi warna++
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Ukuran 60/62mm60/62mm
Eksoftalmus --
Endoftalmus --
Deviasi--
Gerakan Bola MataBaik ke segala arahBaik ke segala arah
Strabismus--
Nystagmus --
3. SUPERSILIA
WarnaHitamHitam
SimetrisNormalNormal
Tanda peradangan--
Rontok --
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
GERAKAN
Gerakan abnormal--
Membuka mata++
Menutup mata++
Ptosis--
TEPI KELOPAK
Ankiloblefaron--
Ektropion- -
Entropion --
KULIT
Perubahan warna --
Tanda peradangan--
Perdarahan --
Edema --
Nyeri tekan--
Befarospasme--
Trikiasis --
Sikatriks --
5. APPARATUS LAKRIMAL
SEKITAR GLANDULA LAKRIMALIS
Perubahan warna--
Perubahan bentuk--
Tanda peradangan--
Pembesaran --
Nyeri tekan--
SEKITAR SACCUS LAKRIMALIS
Perubahan warna--
Tanda peradangan--
Nyeri tekan--
Fistula --
Uji flouresensiTidak dilakukanTidak dilakukan
Uji regurgitasiTidak dilakukanTidak dilakukan
Test AnelTidak dilakukanTidak dilakukan
6. KONJUNGTIVA PALBEBRAE SUPERIOR
Hiperemis--
Simblefaron--
Korpus alienum--
7. KONJUNGTIVA PALBEBRAE INFERIOR
Hiperemis --
Penonjolan --
Eksudat --
Anemis --
Litiasis --
8. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret--
Injeksi Konjungtiva--
Injeksi Siliar+-
Perdarahan Subkonjungtiva/kemosis--
Pterigium+-
Pinguekula--
Flikten --
Nevus Pigmentosus--
Kista Dermoid--
9. SKLERA
WarnaJernihJernih
Ikterik- -
Nyeri Tekan+-
10. KORNEA
KejernihanJernihKeruh
PermukaanRataRata
Ukuran12 mm12 mm
SensibilitasBaikBaik
Infiltrat--
Keratik Presipitat--
Sikatriks--
Ulkus--
Perforasi--
Arcus senilis++
Edema--
Uji FlouresceinsTidak dilakukanTidak dilakukan
Test PlacidoTidak dilakukanTidak dilakukan
11. BILIK MATA DEPAN
KedalamanSedang Sedang
Kejernihan JernihJernih
Hifema--
Hipopion--
Efek Tyndall--
12. IRIS
WarnaHitamHitam
Kripte--
Sinekia--
Kolobama++
13. PUPIL
Letak Tengah Tengah
Bentuk Isokor Isokor
Ukuran3 mm3 mm
Refleks Cahaya Langsung++
Refleks Cahaya Tidak Langsung++
14. LENSA
KejernihanKeruh Keruh
LetakTidak di tengahTidak di tengah
Test Shadow++
15. PALPASI
Nyeri tekan--
Massa tumor--
Tensi okuliN/palpasiN/palpasi
Tonometer schiotzTidak dilakukanTidak dilakukan
16. KAMPUS VISI
Tes konfrontasiBaik Baik
17. BADAN KACA
Kejernihan --
18. FUNDUS OKULI
Reflex fundus++
IV. RESUME
Seorang wanita usia 69 tahun mengeluh mata kanan terasa seperti ada yang mengganjal sejak 1 tahun. Pasien juga mengeluh mata terasa gatal dan sering berair sejak timbul gejala mengganjal tersebut. Mata kanan kadang mengeluarkan kotoran mata. Pasien mengatakan bila melihat cahaya mata terasa silau dan perih. Keluhan semacam ini dirasakan pasien hilang timbul dan pasien belum pernah berobat.
Selain keluhan tersebut, pasien juga mengatakan bahwa penglihatannya buram bila melihat jauh. Bila terlalu lama melihat suatu objek mata juga terasa pedih dan terlihat kemerahan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
ODOS
Visus6/10 ph -6/10 ph 6/9
Tekanan bola mataN/palpasiN/palpasi
Konjungtiva tarsal superiorTenangTenang
Konjungtiva tarsal inferiorTenangtenang
Konjungtiva bulbiInjeksi siliarTenang
KorneaJernihjernih
CoaSedangSedang
PupilIsokor, Rc +, diameter 3 mmIsokor, Rc +, diameter 3 mm
IrisSinekia -Sinekia -
LensaKeruhKeruh
Fundus++
V. DIAGNOSIS KERJA Pterigium grade II OD. Dasar diagnosis : pasien mengeluh gejala nyeri dirasa ketika mata melihat sinar matahari dan silau. Mata menjadi berair dan seperti ada yang mengganjal. Terdapat gambaran selaput berbentuk segitiga yang timbul dari nasal menuju kornea.
VI. DIAGNOSIS BANDING
a. Pinguekulab. PseudopterigiumVII. KOMPLIKASI
a. Gangguan penglihatanb. Mata kemerahanc. Iritasi d. Gangguan pergerakan bola mata.e. Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea f. Timbul jaringan parut pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopiag. Dry Eye sindrom .
VIII. PENATALAKSAAN - Saran operasi bila pertumbuhan selaput cepat dalam waktu dekat atau pasien mengalami gangguan melihat.- Pemberian air tetes mata buatan : Cendo Lyteers S 6 dd gtt 1- Pemberian antibiotic + steroid : Hidrokortison Asetat 5 mg/ml + Kloramfenikol 2 mg/ml S 1 dd gtt 1
IX. PROGNOSIS
OD
OS
Ad Vitam
:bonam
bonam
Ad Fungsionam:dubia ad bonam dubia ad bonam
Ad Sanationam:dubia ad bonam dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A Latar Belakang
Pterigiummerupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada arah intrapalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik.
Keadaan ini diduga merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, daerah yang kering dan lingkungan yang banyak angin, karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu atau berpasir. Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan kering. Insiden pterygium di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.
Jika pterigium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat secara bedah bersama sebagian kecil kornea superfisial di luar daerah perluasannya.
Faktor Risiko
Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah :
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterygium adalah paparan sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, lamanya waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.
2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan secara autosom dominan. 3 . Faktor lain.
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Yang juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan farmakoterapi antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.
Etiologi dan patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Karena penyakit ini lebih sering pada orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari, daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Diduga pelbagai faktor risiko tersebut menyebabkan terjadinya degenerasi elastis jaringan kolagen dan proliferasi fibrovaskular. Dan progresivitasnya diduga merupakan hasil dari kelainan lapisan Bowman kornea. Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik untuk kondisi ini.
Teori lain menyebutkan bahwa patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastik kolagen dan proliferasi fibrovaskular dengan permukaan yang menutupi epitel. Hal ini disebabkan karena struktur konjungtiva bulbi yang selalu berhubungan dengan dunia luar dan secara intensif kontak dengan ultraviolet dan debu sehingga sering mengalami kekeringan yang mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi sampai menjalar ke kornea. Selain itu, pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan fibroplastik baru. Tingginya insiden pterygium pada daerah beriklim kering mendukung teori ini.
Teori terbaru pterygium menyatakan kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra akibat sinar ultraviolet. Limbal stem cell merupakan sumber regenarasi epitel kornea dan sinar ultraviolet menjadi mutagen untuk p53 tumor supressor gene pada limbal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan meningkatkan proses kolagenase sehingga sel-sel bermigrasi dan terjadi angiogenesis. Akibatnya, terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Pada jaringan subkonjungtiva terjadi perubahan degenerasi elastik dan proliferasi jaringan vaskular di bawah epitelium yang kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran Bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang sering disertai inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal, atau tipis dan kadang terjadi displasia. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype, yaitu lapisan fibroblast mengalami proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matriks metalloproteinase, yaitu matriks ekstraselular yang berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang rusak, penyembuhan luka, dan mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan penyebab pterygium cenderung terus tumbuh dan berinvasi ke stroma kornea sehingga terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Gejala Klinis Pterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah nasal konjungtiva secara relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain. Selain secara langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung.
Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan dan menyebabkan penglihatan kabur.
Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stokers line).
Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:
mata sering berair dan tampak merah
merasa seperti ada benda asing
timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium pada pterygium derajat 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam penglihatan.
Dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.Pemeriksaan Fisik
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Body, bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya ke arah kantus Apex (head), bagian atas pterygium Cap, bagian belakang pterygium A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterygium. Pterigyum terbagi berdasarkan perjalanan penyakit menjadi 2 tipe, yaitu :
Progressif pterygium: memiliki gambaran tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterygium Regressif pterygium:dengan gambaran tipis, atrofi, sedikit vaskularisasi, membentuk membran tetapi tidak pernah hilang
Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson ):
Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea
Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)
Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Bentuknya kecil dan meninggi, merupakan massa kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang terinflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan pada kelainan ini. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pingecuela sering pada iklim sedang dan iklim tropis. Angka kejadian sama pada laki laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko pinguecula.
Gambar 5. Mata dengan pinguekula2.PseudopterigiumPertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring atau Terriens marginal degeneration. Selain itu, jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi pun menuju kornea. Namun berbeda dengan pterygium, pseudopterygium merupakan akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti pada trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Pada pseudopterigium yang tidak melekat pada limbus kornea, maka probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterigium pada limbus, sedangkan pada pterygium tak dapat dilakukan. Pada pseudopteyigium tidak didapat bagian head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda dengan true pterigium.
Gambar 6. Mata dengan pseudopterigiumPenatalaksanaanKonservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa pengangkatan pterigium. Sedapat mungkin setelah pengangkatan pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah.Indikasi Operasi
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanitaKomplikasi
1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut: Gangguan penglihatan ( Astigmatisme Mata kemerahan Iritasi Gangguan pergerakan bola mata. Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea Timbul jaringan parut pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia Dry Eye sindrom Keganasan epitel pada jaringan epitel di atas pterigium2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
Rekurensi
Infeksi
Perforasi korneosklera Jahitan graft terbuka hingga terjadi pembengkakkan dan perdarahan Granuloma konjungtiva
Conjungtiva scar Adanya jaringan parut di kornea
Disinsersi otot rektus
Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran amnion pada saat eksisi Pencegahan
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata pelindung sinar matahari.PrognosisPterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik. Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan pengobatan konservatif.Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi. Sebagian besar pasien dapat beraktivitas kembali setelah 48 jam postoperasi. Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dengan conjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan pertama setelah operasi.
Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi intensitas terpapar sinar matahari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007. hal:2-6, 116 117. 20072. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 1. Jogjakarta : Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM. 20073. Fisher JP, Trattler WB. Pterygium. Diunduh dari :http://emedicine.medscape.com/ article/ 1192527-overview. 20114. Riordan P, Whitcher JP. Voughan & Asburs General Ophthalmology 17th edition. Philadelpia : McGrawHill. 2007
5. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach; Edisi 6. Philadelphia: Butterworth Heinemann Elsevier. 2006 :242-244.
20