Post on 24-Aug-2021
MODUL PELATIHAN MENGHADAPI
KECEMASAN DI MASA PANDEMI COVID-19
Oleh :
Selly Dian Widyasari, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Ratri Nurwanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Dita Rachmayani, S.Psi., M.A
Sofia Nuryanti, S.Si., M.A
PUSAT KAJIAN PSIKOLOGI TERAPAN
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Latar Belakang
Pendahuluan
Mengapa panduan ini dibutuhkan?
Apakah isi dari modul ini?
Alur isi pelatihan
Untuk siapakah modul ini?
Materi
Sesi 1 Perkenalan
Sesi 2 Tujuan dan Agenda Pelatihan
Sesi 3 Self-Asessment
Sesi 4 Metodologi Pembelajaran secara Online
Sesi 6 Mitos dan Fakta COVID-19
Sesi 7 Kecemasan dan gangguan Kecemasan Menghadapi COVID-19
Sesi 8 Strategi Mengatasi Kecemasan
Evaluasi
Evaluasi dan Penutupan Pelatihan
Bahan tayang dan Bahan Bacaan
LATAR BELAKANG
Pada akhir Desember 2019, dunia dihebohkan dengan munculnya
penyakit oleh jenis baru coronavirus di Wuhan, China. Penyakit ini dengan
mudah menular antar manusia melalui droplet, dengan gejala yang tidak
langsung tampak, yang lambat laun menyerang sistem pernafasan
hingga dapat menyebabkan individu meninggal dunia. Penyebaran
penyakit ini terus meluas. hingga di awal bulan Maret 2020 telah
diindentifikasi masuk di Indonesia. World Health Organization (WHO) pada
akhirnya mengumumkan bahwa Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
sebagai penyakit pandemi, yang telah menyebar di berbagai negara
dan di luar kendali. Tercatat hingga saat ini, kasus COVID-19 terus
meningkat. Bahkan menurut Sagita (2020) Indonesia merupakan salah
satu dari 10 negara di dunia dengan kasus COVID-19 tertinggi. Berikut ini
merupakan data kasus COVID-19 di Indonesia (per 18 Oktober 2020,
sumber: Wikipedia).
Gambar 1. Data kasus COVID-19 di Indonesia
Sejak ditetapkannya COVID-19 sebagai pandemi, terjadi berbagai
perubahan pola kehidupan manusia. Mulai dari kebijakan pemerintah
dalam bidang pendidikan untuk melakukan pengajaran secara dalam
jaringan (daring), pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) hingga saat ini penerapan tatanan kehidupan normal baru atau
new normal. Perubahan-perubahan tersebut memberikan dampak di
antaranya meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena
perekonomian menurun (Karunia, 2020) sementara sangat sulit mencari
pekerjaan di masa pandemi. Selain itu, pada aspek pendidikan, diketahui
bahwa sejumlah 92% siswa memiliki masalah dalam proses belajar secara
daring (Yuniarto, 2020) dan sejumlah 67% masyarakat merasa terbebani
biaya sekolah daring di masa pandemi (Yuniarto, 2020). Perubahan
pendidikan secara daring ini memberikan tekanan bukan hanya kepada
siswa, namun juga orang tua terkait kendala menyediakan dana internet
maupun memberikan pengajaran kepada anaknya. Selain itu juga
terdapat hambatan pada individu dengan disabilitas dalam menerapkan
protokol kesehatan yang tidak aksesibel.
Dampak tersebutlah yang dapat memicu terjadinya stres di
masyarakat. Ditambah dengan munculnya beberapa misinformasi terkait
COVID-19 yang menghambat tindakan pencegahan atau pengobatan
yang tepat. Masyarakat kini tumbuh menjalani proses kehidupannya
bersama dengan adanya ancaman virus COVID-19. Tentunya sangat
disayangkan jika stres yang dirasakan masyarakat tidak dikelola dengan
baik hingga menimbulkan kecemasan secara terus menerus.
Cemas merupakan suatu kondisi psikologis yang wajar dirasakan
oleh individu ketika merasa adanya ancaman pada hal belum jelas.
Melalui rasa cemas, individu mampu untuk bertahan diri, mengelola emosi
negatif yang terjadi hingga berani mengatasi rasa cemasnya. Namun,
kecemasan yang dirasakan secara terus-menerus hingga mengganggu
aktivitas sehari-hari individu (tidak bersosialisasi dengan orang lain, tidak
mampu merawat diri dengan baik) merupakan gejala dari terjadinya
gangguan kecemasan. Individu yang mengalami gangguan kecemasan,
tentu dapat menurunkan kondisi sehat mentalnya.
Kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting bagi
manusia, sama halnya seperti kesehatan fisik pada umumnya. Melalui
kondisi sehatnya mental seseorang maka aspek kehidupan yang lain
dalam dirinya akan bekerja secara lebih maksimal. Kesehatan mental
yang baik merupakan kondisi dimana individu terbebas dari segala jenis
gangguan jiwa, dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan
fungsi hidupnya, khususnya dalam menyesuaikan diri untuk menghadapi
masalah-masalah yang mungkin ditemui sepanjang hidupnya. Menurut
WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang
disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan
untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara
produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.
Individu yang sehat mental ditandai dengan adanya rasa sejahtera,
memiliki harga diri, optimisme, rasa penguasaan, kemampuan untuk
memulai, mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang
saling memuaskan dan kemampuan untuk mengatasi kesulitan (resiliensi).
Perasaan-perasaan ini akan meningkatkan kapasitas individu untuk
berkontribusi pada keluarga, jejaring sosial, komunitas lokal dan
masyarakat yang lebih luas. Kesehatan mental yang baik sangat penting
dalam menghindari berbagai jenis perilaku berisiko (Moodie & Jenkins,
2005). Sebaliknya, bagi individu yang tidak sehat mental, maka akan
kesulitan di dalam menyelesaikan permasalahan, sulit membina
hubungan dengan orang lain dan penerimaan sosial yang kurang,
rendahnya harga diri dan cenderung melakukan perilaku berisiko. Oleh
sebab itu, sangat penting untuk menjaga kondisi sehat mental pada
individu ataupun masyarakat.
Usaha untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan mental di
masyarakat dapat melalui beberapa strategi seperti melakukan promosi
kesehatan atau edukasi. Akan lebih baik jika dilakukan strategi
komprehensif untuk promosi, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan
dalam pendekatan keseluruhan pemerintah. Pemerintah juga turut serta
di dalam membangun kesehatan mental masyarakat, terutama di masa
pandemi.
Oleh karena itu, untuk membangun masyarakat sehat mental selama
masa pandemi, diperlukan pedoman bagi masyarakat khususnya dalam
menghadapi kecemasan. Modul ini merupakan modul pelatihan dalam
menghadapi kecemasan di masa pandemi COVID-19.
A. Mengapa panduan ini dibutuhkan?
Kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia bahkan di seluruh dunia
memberikan banyak tekanan bagi masyarakat, hingga dapat
menimbulkan kecemasan. Munculnya kecemasan yang dirasakan
secara terus-menerus dapat menghambat aktivitas sehari-hari individu
dan menurunkan kondisi sehat mentalnya. Oleh sebab itu, modul ini
dirancang untuk dapat mengurangi risiko terjadinya kecemasan pada
masyarakat dan sebagai upaya untuk dapat meningkatkan kondisi
sehat mental di masa pandemi.
B. Apakah isi dari modul ini?
Modul ini berisi panduan untuk mengurangi risiko terjadinya
kecemasan pada masyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar
masyarakat mampu:
1. Memahami tentang fakta COVID-19.
2. Memahami tentang kecemasan dan gejala kecemasan.
3. Melakukan teknik manajemen stress untuk mengurangi
kecemasan.
C. Alur isi pelatihan
Modul ini terdiri dari 2 paket pengembangan pengetahuan tentang
COVID-19 dan kecemasan, serta kompetensi untuk melakukan
manajemen stress.
D. Untuk siapakah modul ini?
Secara khusus, modul ini berfungsi sebagai panduan bagi masyarakat
secara umum dalam menghadapi COVID-19 dan mengalami
kecemasan.
Pendahuluan
Mitos dan Fakta COVID 19
Sesi 6 Mitos dan Fakta COVID-19
Tujuan Masyarakat mampu memahami informasi yang benar
tentang COVID-19.
Topik Mitos dan Fakta COVID-19
Material 1. File PPT (Power Point) Kuis mitos dan fakta
2. File PPT bahan paparan Mitos dan Fakta COVID-19
Waktu 40 Menit
Metodologi Ceramah dan diskusi
Cara
melakukan
1. Kuis
Guna mengetahui pemahaman masyarakat
mengenai informasi COVID-19, maka diperlukan
sesi kuis yang memuat mitos-mitos yang beredar
tentang COVID-19. Mitos-mitos yang dipercaya
masyarakat dapat menyebabkan misinformasi
dan menjadi pencetus kecemasan. Kuis terdiri dari
10 pernyataan tentang mitos atau fakta COVID-19,
dimana peserta diminta untuk menjawab benar
atau salah.
2. Paparan materi
Setelah mengetahui adanya misinformasi dari
peserta mengenai COVID-19, maka pakar (dokter)
akan menjelaskan informasi yang benar
berdasarkan dari World Health Organization (WHO)
dan situs-situs terpercaya.
3. Diskusi dan tanya jawab
Setelah pemaparan mengenai informasi yang
benar seputar COVID-19, maka dibuka sesi tanya
jawab.
4. Kesimpulan
Moderator dapat memberikan kesimpulan atas
materi yang telah disajikan oleh pakar.
MATERI MITOS DAN FAKTA TENTANG COVID-19
Banyaknya misinformasi tentang COVID-19 dapat membuat masyarakat
menjadi cemas. Berikut ini merupakan paparan tentang informasi yang
benar tentang COVID-19 menurut World Health Orgazation (WHO) dikutip
dari beberapa sumber.
A. Gejala dan Risiko
1. Individu yang mampu menahan nafas selama 10 detik atau lebih
tanpa batuk berarti bebas COVID-19.
Fakta:
Mampu menahan nafas elama 10 detik atau lebih tanpa batuk-
batuk atau merasa tidak nyaman bukan berarti bebas dari COVID-
19 atau penyakit saluran pernafasan lainnya. Gejala umum COVID-
19 adalah batuk kering, kelelahan, dan demam, bahkan ada yang
mengalami pneumonia. Tes laboratorium dapat membuktikan
apakah individu terjangkit COVID-19 atau tidak.
2. Lansia mudah terinfeksi coronavirus.
Fakta:
Semua orang dapat terinveksi coronavirus. Lansia dan individu yang
sudah memiliki kondisi medis (seperti asma, diabetes, penyakit
jantung) lebih rentan terinveksi.
3. Individu yang vegetarian tidak akan terkena COVID-19.
Fakta:
WHO tidak pernah mengeluarkan pernyataan bahwa vegetarian
tidak pernah terkena COVID-19.
4. Individu yang telah positif COVID-19 tidak dapat sembuh, dan
membawa virus tersebut seumur hidup.
Fakta:
Seseorang yang telah positif COVID-19 dapat sembuh dari COVID-
19 jika mendapatkan penanganan yang tepat, dan tidak
membawa virus tersebut seumur hidup.
B. Cara Penularan
1. COVID-19 dapat ditularkan melalui jaringan seluler 5G, sepatu, lalat,
dan gigitan nyamuk.
Fakta:
Penularan COVID-19 adalah melalui percikan air liur, ketika batuk
atau bersin dari individu yang terinfeksi dan tertinggal di permukaan
benda kemudian menyentuh mulut, mata dan hidung.
Belum ada bukti/ temuan penyebarannya melalui uang logam,
sepatu, lalat dan gigitan nyamuk.
2. COVID-19 tidak dapat menular pada iklim yang panas atau dingin.
Fakta:
COVID-19 dapat menular pada iklim apapun, baik di daerah yang
panas ataupun lembap.
3. Menggunakan sarung tangan dapat melindungi dari penularan
COVID-19.
Fakta:
Menggunakan sarung tangan di tempat umum tidak efektif dalam
mencegah penularan COVID-19. Virus dapat tertinggal di
permukaan sarung tangan tersebut.
4. Coronavirus dapat ditemukan di feses dan menular.
Fakta:
COVID-19 dapat ditemukan melalui feses, namun umumnya
menyebar melalui kontak jarak dekat dengan orang yang terinfeksi
atau percikan air yang keluar saat seseorang batuk. Cuci tanganlah
secara teratur, terutama sebelum menyiapkan makanan atau
makan, setelah bersin atau batuk, sebelum atau sesudah
menggunakan toilet dan setelah mengganti popok bayi.
5. Coronavirus dapat menyebar di udara.
Fakta: Coronavirus tidak dapat menyebar melalui udara, kecuali
dalam ruangan yang tidak ada sirkulasi atau dalam kondisi tertentu
di laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan khusus (misalnya
ruang isolasi, unit perawatn intensif/kritis dll) ketika petugas
kesehatan melakukan prosedur yang menghasilkan aerosol pada
pasien COVID-19.
6. COVID-19 dapat dibawa pada permukaan benda seperti koran
atau barang-barang dari Tiongkok.
Fakta:
Koran yang disentuh oleh seseorang yang terjangkit COVID-19
mungkin saja memiliki virus ini selama beberapa waktu di
permukaannya. Namun risiko terinfeksi dari koran tergolong rendah.
Hal ini karena penyebaran virus tergantung dari beberapa faktor,
misalnya seseorang terpapar berapa banyak virus, berapa lama
virus bertahan di permukaan, kondisi lingkungan dll.
COVID-19 tidak dapat ditularkan melalui barang-barang di Tiongkok
atau negara-negara tempat terjadinya wabah COVID-19.
Sebaiknya gunakan disinfektan untuk membersihkan permukaan
yang dianggap telah terkontaminasi.
7. Berenang di kolam renang dapat berisiko penularan coronavirus.
Fakta:
Aman berenang di kolam renang yang bersih dan mengandung
klorin dalam jumlah yang tepat.
C. Cara Pencegahan atau Penyembuhan
Perlu diketahui bahwa hingga saat ini belum ada vaksin atau obat yang
terdaftar yang dapat menyembuhkan COVID-19. World Health
Organization (WHO) dan para peneliti terus melakukan riset untuk
menemukan vaksin atau obat dari COVID-19.
1. Vitamin D dapat menyembuhkan COVID-19.
Fakta:
Vitamin D belum dapat dipastikan dapat menyembuhkan COVID-
19. Namun, mengkonsumsi vitamin D dalam jumlah yang cukup
dapat bermanfaat untuk memperkuat tulang dan sangat baik untuk
menjaga kesehatan.
2. Menggunakan disinfektan pada tubuh dapat melindungi diri dari
COVID-19.
Fakta:
Penggunaan disinfektan atau cairan pemutih dengan
menyemprotkan ke tubuh tidak dapat melindungi dari COVID-19,
namun dapat berbahaya karena kandungannya beracun jika
tertelan dan dapat menimbulkan iritasi pada kuit atau mata.
Menggunakan disinfektan hanya untuk permukaan benda.
3. Lampu ultraviolet (UV) dapat digunakan sebagai disinfektan pada
tubuh.
Fakta:
Lampu ultraviolet (UV) tidak boleh digunakan untuk mendisinfeksi
tubuh, karena pemakaiannya secara langsung dapat berbahaya.
Hal ini disebabkan kandungan dari sinar UV dapat menyebabkan
penuaan kulit, merusak DNA di kulit dan menyebabkan kulit terbakar
dan kanker kulit. Walaupun ditemukan dapat menghancurkan
materi genetik baik pada manusia atau partikel virus.
4. Berada diatas suhu 25°C dapat mencegah dan menyembuhkan
dari COVID-19.
Fakta:
Berada pada suhu di atas 25°C tidak dapat mencegah atau
menyembuhkan COVID-19.
5. Menambahkan cabai ke dalam makanan dapat mencegah atau
menyembuhkan COVID-19.
Fakta:
Menambahkan cabai ke dalam makanan dapat memberikan cita
rasa yang baik pada makanan, namun tidak mampu untuk
mencegah dan menyembuhkan COVID-19.
6. Meminum methanol, etanol, alkohol, atau pemutih dapat
melindungi dari COVID-19.
Fakta:
Meminum methanol, etanol atau pemutih berfungsi untuk
membunuh virus di permukaan. Bukan untuk diminum karena tidak
dapat mencegah atau menyembuhkan COVID-19, bahkan sangat
berbahaya bagi kesehatan. Begitu pula dengan meminum alkohol
dalam jumlah yang berlebihan tidak dapat melindungi dari COVID-
19 dan meningkatkan risiko berbagai gangguan kesehatan.
7. Merokok dapat melindungi dari COVID-19.
Fakta:
Merokok tidak dapat melindungi dari COVID-19, bahkan terbukti
mematikan, seperti berisiko penyakit jantung maka berisiko tinggi
menderita COVID-19 lebih parah.
8. Mengkonsumsi air putih yang banyak dapat melindungi dari COVID-
19.
Fakta:
Minum air putih bertujuan agar tubuh tetap terhidrasi dan sehat,
namun tidak dapat mencegah COVID-19.
9. Meminum kopi 3 kali sehari, berkumur air garam dan air hangat
dapat menangkal COVID-19.
Fakta:
Belum ada bukti ilmiah bahwa minum 3x kopi sehari, berkumur air
garam dan air hangat dapat menangkal COVID-19.
10. Meminum air kelapa muda, jeruk nipis dan garam dapat
menyembuhkan COVID-19.
Fakta:
Meminum air air kelapa muda, jeruk nipis dan garam tidak dapat
menyembuhkan COVID-19.
11. Jus jahe dan lada hitam dapat menangani COVID-19.
Fakta:
WHO tidak merekomendasikan jus jahe dan lada hitam dalam
penanganan COVID-19.
12. Antibiotik dapat mengobati COVID-19.
Fakta:
Antibiotik tidak bisa mengobati COVID-19, penggunaan antibiotik
efektif hanya untuk bakteri.
13. Mengkonsumsi telur tengah malam, bawang putih dan daun sirih
dapat mencegah COVID-19.
Fakta:
Telur mengandung protein, dan daun sirih juga bermanfaat
antiseptic maupun analgesic. Sementara bawang putih memang
rempah-rempah yang dapat menyehatkan tubuh. Namun belum
ada bukti bahwa bawang putih, telur dan daun sirih dapat
mencegah COVID-19.
14. Alat pengering tangan dapat membunuh coronavirus.
Fakta:
Pengering tangan berfungsi untuk mengeringkan tangan setelah
dicuci. Namun tidak efektif untuk membunuh COVID-19.
15. Berendam air hangat dapat melindungi diri dari COVID-19.
Fakta:
Berendam menggunakan air hangat dapat memberikan perasaan
nyaman pada tubuh. Namun, berendam air hangat tidak dapat
melindungi dari COVID-19. Suhu tubuh normal manusia adalah 36.5
– 37.C berapapun temperature air yang digunakan untuk
berendam atau mandi.
16. Vaksin pneumonia dapat melindungi diri dari COVID-19.
Fakta:
Vaksin pneumonia tidak dapat melindungi dari COVID-19.
17. Vaksin COVID-19 nantinya dapat mengubah DNA manusia dan
membuat mandul.
Fakta:
Vaksin berfungsi untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh
sehingga tubuh manusia dapat mengenali virus dan pathogen
yang berusaha menginfeksi manusia. Kandungan dalam vaksin
tidak akan berintegrasi dan mengubah DNA manusia secara
genetic. Selain itu, belum ada bukti bahwa vaksin dapat
menyebabkan mandul.
18. Menghirup uap panci presto dapat melindungi dari COVID-19.
Fakta:
Menghirup uang panci presto tidak dapat mengobati COVID-19.
19. Mengkonsumsi lebih banyak makanan dan minuman alkali diatas
tingkat keasaman virus dapat membunuh coronavirus.
Fakta:
Mengkonsumsi lebih banyak makanan dan minuman alkali diatas
tingkat keasaman virus tidak mampu menghilangkan virus. Karena
virus tidak memiliki nilai pH. Tidak ada organisme hidup yang memiliki
nilai pH.
20. Mengkonsumsi durian, manga, lemon, es krim, dan kunyit dapat
mencegah COVID-19.
Fakta:
Mengkonsumsi buah-buahan dapat bermanfaat bagi kesehatan.
Namun belum ada bukti bahwa memakan buah durian, manga,
ayam, es krim, lemon dan kunyit dapat mencegah COVID-19.
21. Meletakkan amoxilin ke dalam tandon air dapat menangkal COVID-
19.
Fakta:
Bukan untuk menangkal virus. Amoxicillin adalah obat untuk
mengobati berbagai macam infeksi bakteri dan merupakan obat
antibiotik golongan penicillin serta tidak boleh sembarangan dalam
menggunakannya tanpa resep dokter karena efeknya adalah
munculnya superbakteri, yaitu bakteri yang resisten terhadap
antibiotik seperti Amoxilin.
22. Ganja dapat mencegah COVID-19.
Fakta:
Senyawa dalam ganja (CBD) tidak dapat menangkal COVID-19.
23. Obat malaria Chloroquine dapat menyembuhkan COVID-19.
Fakta:
Obat Chloroquine (obat malaria klorokuin) tidak dapat
menyembuhkan COVID-19. WHO, membantah klorokuin efektif
menyembuhkan pasien COVID-19 saat ini. Para ahli juga
memperingatkan agar tidak minum obat klorokuin fosfat tanpa
resep dokter.
.
Sumber : https://www.who.int/indonesia/news/novel-
coronavirus/mythbusters
Sumber : https://turnbackhoax.id/page/2/?s=covid
Mencegah COVID-19 dapat dilakukan dengan:
1. Menjaga jarak setidaknya 1 mereter dari orang lain.
2. Rajin mencuci tangan dengan benar yaitu menggunakan air mengalir
dan sabun Jika berada di luar, dapat menggunakan cairan antiseptic
berbahan dasar alcohol.
3. Menjaga kesehatan dengan menjalani diet seimbang, berolahraga
rutin dan tidur yang cukup.
4. Hindari menyentuh mata, mulut dan hidung saat sedang diluar.
Apa itu cemas?
Pernahkah Anda merasakan bahwa detak jantung Anda tiba-tiba
berdetak lebih cepat dan pikiran Anda seolah-olah berkejaran satu sama
lain saat Anda berada di situasi tertentu, misalnya saat berkenalan dengan
orang baru, wawancara kerja, hendak mengikuti ujian, atau saat
mendengar berita bahwa ada kerabat Anda yang terdiagnosis COVID-
19?. Jika pernah, Anda mungkin berpikir bahwa Anda mengalami
kecemasan.
Perasaan cemas
merupakan sistem respons
alamiah kita saat kita
mengalami ancaman. Saat
otak kita mempercayai
bahwa kita sedang berada
dalam bahaya, otak
mengirimkan berbagai
sinyal kepada tubuh kita yang akan menghasilkan respons untuk
menghadapi-menghindar [fight-flight response].
Modul
Mengelola Kecemasan dalam Situasi Pandemi
Mengenal Kecemasan: Cemas, Khawatir, dan Gangguan Kecemasan
Rasa cemas memiliki tiga komponen, yaitu komponen emosi, fisiologi, dan
kognitif. Bayangkan misalnya Anda mendapatkan berita bahwa ada
orang yang Anda kenal terdiagnosis COVID-19, Anda mungkin akan
merasakan perasaan takut dan sedih. Anda juga mungkin merasakan
sensasi pada tubuh, misalnya jantung yang berdetak lebih kencang,
berkeringat, ada perasaan tertarik di perut, yang mana hal-hal tersebut
merupakan komponen fisiologis dari perasaan cemas. Kemudian, mungkin
Anda akan berpikir ‘Pasti suatu saat saya juga akan tertular ’atau ‘Kerabat
saya pasti akan meninggal dunia’. Rasa khawatir dan pemikiran negatif
mengenai kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang
tersebut merupakan komponen kognitif. Oleh karena itu, walaupun
khawatir merupakan bagian penting dari kecemasan, khawatir sendiri
hanya salah satu dari tiga komponen kecemasan.
Apakah cemas merupakan hal yang buruk?
Kecemasan sendiri merupakan hal yang buruk. Seperti yang sudah
dijelaskan, kecemasan berfungsi sebagai respons saat kita merasa ada
suatu hal yang mengancam. Kecemasan normal terletak pada ujung
spektrum dan akan terlihat dalam bentuk rasa sedikit ketakutan, sensasi
ketegangan otot yang ringan atau sedikit berkeringat, atau perasaan
ragu mengenai kemampuan Anda untuk menyelesaikan tugas atau
menghadapi situasi.
Normal Abnormal
Ciri terpenting dari kecemasan normal adalah kecemasan tersebut tidak
secara negatif mempengaruhi kemampuan kita dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Kecemasan normal malah dapat membantu kita untuk
meningkatkan perhatian dan pemecahan masalah, memotivasi kita untuk
bekerja lebih giat untuk mencapai tujuan, dan menjadi alarm bagi kita
terhadap potensi ancaman. Misalnya perasaan cemas tertular karena
mengetahui mengenai tingkat penyebaran virus korona di daerah kita, kita
dapat mengambil tindakan yang dibutuhkan untuk melindungi diri kita
agar tidak tertular dengan cara menggunakan masker, menjaga jarak,
dan menghindari kerumunan. Contoh tersebut menunjukkan bahwa
kecemasan normal dapat bersifat adaptif dan membantu kita dalam
kehidupan sehari-hari.
Tingkat kecemasan klinis [abnormal]
terletak di ujung spektrum yang lain.
Gangguan Kecemasan dapat
terdiagnosis saat tingkat kecemasan
cukup tinggi hingga mengakibatkan
terjadinya penurunan kemampuan dan
menyebabkan gangguan.
Bagaimana saya bisa mengetahui jika kecemasan saya sudah mengarah
pada gangguan kecemasan?
Gangguan kecemasan memiliki karakteristik
berupa kekhawatiran yang parah dan
menetap yang bersifat berlebihan jika
dibandingkan situasinya, dan terjadi
penghindaran ekstrem terhadap situasi yang
dapat memunculkan kecemasan. Gejala-
gejala tersebut mengakibatkan stres negatif,
mengganggu kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, dan muncul
dalam periode yang signifikan. Sebagai contoh, seorang individu selama
seminggu tidak mau mengaktifkan ponselnya atau menonton televisi atau
tidak mau berkomunikasi sama sekali dengan orang lain agar terhindar dari
berita mengenai COVID-19. Jika Anda atau orang terdekat Anda memiliki
ciri-ciri tersebut maka Anda harus mencari pertolongan dari profesional,
baik psikolog klinis atau psikiater atau layanan kesehatan terdekat.
Perlu untuk dipahami bahwa
dikarenakan kecemasan bergerak
di dalam sebuah spektrum, dari
normal menuju abnormal, area di
antara kedua titik tersebut mungkin
masih dapat memberikan dampak
negatif pada diri Anda. Ketika
tingkat kecemasan yang Anda
alami tidak lagi adaptif atau
mendorong Anda untuk mengambil keputusan yang tepat dan
menghalangi Anda untuk menikmati hidup Anda tetapi belum cukup tinggi
untuk terdiagnosis sebagai gangguan kecemasan, Anda mungkin akan
merasa kesulitan untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugas Anda,
terganggu akan berbagai pikiran negatif yang muncul, ketakutan atau
muncul sensasi pada tubuh yang tidak menyenangkan. Misalnya pada
kondisi tersebut, individu dapat saya hanya duduk sepanjang hari, hanya
sedikit membuat kemajuan dalam tugasnya karena kekhawatiran terus
menerus dan rasa sesak di perut. Walaupun kecemasan yang terjadi tidak
membuat individu hingga tidak masuk ke kantor, akan tetapi tingkat
kecemasan yang dialami membuat ia kesulitan untuk berfungsi seutuhnya.
Menyadari kondisi ini dapat membantu kita untuk mengambil tindakan
sebelum kecemasan menjadi terlalu ekstrem dan mengelola kecemasan
dengan berbagai strategi yang terbukti secara ilmiah hingga membuat
kecemasan yang kita miliki Kembali ke spektrum yang adaptif.
Pada situasi pandemi seperti ini, sangat wajar ketika muncul kekhawatiran
terhadap berbagai situasi, berita, atau kondisi, yang pada akhirnya
memunculkan reaksi kecemasan. Berikut adalah beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk mengelola kecemasan tersebut.
Menjaga Kesehatan Mental secara Umum
Saat pemerintah mengambil Langkah-langkah untuk membatasi
pergerakan penduduk sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi
jumlah orang yang terinfeksi COVID-19, Sebagian besar dari kita harus
membuat perubahan besar pada rutinitas harian kita.
Realita baru yaitu harus bekerja dari rumah, harus menganggur untuk
sementara waktu, anak-anak yang harus bersekolah dari rumah, dan
berkurangnya kontak fisik dengan anggota keluarga lainnya, teman dan
kolega, membuat kita membutuhkan waktu untuk membiasakan diri.
Beradaptasi dengan perubahan gaya hidup seperti ini, dan mengelola
rasa takut tertular virus serta kekhawatiran tentang orang-orang yang
dekat dengan kita yang sangat rentan, merupakan tantangan bagi kita
semua. Mereka bisa sangat sulit bagi orang dengan kondisi kesehatan
mental.
Mengelola Kecemasan
Untungnya, ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menjaga
kesehatan mental kita sendiri dan membantu orang lain yang mungkin
membutuhkan dukungan dan perawatan ekstra.
Berikut adalah upaya yang dapat
dilakukan untuk menjaga
kesehatan mental diri kita dan
orang terdekat secara umum.
Dapatkan dan kelola
informasi. Cari informasi dan
dengarkan saran dan
rekomendasi dari otoritas nasional dan lokal Anda. Ikuti saluran berita
terpercaya, seperti TV dan radio lokal dan nasional. Batasi atau kelola
kapan Anda harus memperbaharui informasi terkait COVID-19.
Cobalah untuk mengurangi seberapa sering Anda menonton,
membaca atau mendengarkan berita yang membuat Anda merasa
cemas atau tertekan. Cari informasi terbaru pada waktu tertentu dalam
sehari, sekali atau dua kali sehari jika perlu. Selain itu, perlu untuk selalu
berhati-hati dengan pesan atau berita yang tidak jelas sumbernya dan
selalu lakukan verifikasi berita atau pesan yang Anda dapatkan melalui
saluran yang terpercaya, misalnya website Kementerian Kesehatan
atau WHO, sebelum mempercayai dan menyebarkan kepada orang
lain.
Buatlah rutinitas. Ikuti
rutinitas harian sejauh
mungkin, atau buat
rutinitas baru,
misalnya:
- bangun dan tidur pada waktu yang sama setiap hari,
- jaga kebersihan pribadi,
- makan makanan sehat pada waktu-waktu yang teratur.
- berolah raga secara teratur,
- alokasikan waktu untuk bekerja dan waktu istirahat.
- luangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang Anda sukai.
Jalin kontak sosial. Tetap jalin
kontak sosial secara teratur dengan
orang-orang yang dekat dengan
Anda melalui telepon dan saluran
daring [online].
Hindari konsumsi alkohol dan obat-
obatan. Hindari penggunaan alkohol
dan obat-obatan sebagai cara untuk
mengatasi ketakutan, kecemasan,
kebosanan, dan isolasi sosial. Selain itu tidak ada bukti efek
perlindungan dari minum alkohol untuk infeksi virus atau lainnya.
Faktanya, yang terjadi justru sebaliknya karena penggunaan alkohol
yang berbahaya dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi dan hasil
pengobatan yang lebih buruk. Dan ketahuilah bahwa penggunaan
alkohol dan obat-obatan dapat mencegah Anda mengambil tindakan
pencegahan yang cukup untuk melindungi diri Anda dari penularan
virus korona, seperti mematuhi kebersihan tangan.
Kelola aktivitas Anda dalam menggunakan gawai (gadget) dan sosial
media. Sadarilah berapa
banyak waktu yang
Anda habiskan di depan
layar setiap hari. Pastikan
Anda beristirahat secara
teratur dari aktivitas di
layar. Meskipun video
game bisa menjadi cara
untuk bersantai, Anda mungkin tergoda untuk menghabiskan lebih
banyak waktu dengannya daripada biasanya saat berada di rumah
untuk waktu yang lama. Pastikan untuk
menjaga keseimbangan yang tepat dengan
aktivitas offline dalam rutinitas harian Anda.
Gunakan akun media sosial Anda untuk
mempromosikan cerita positif dan penuh
harapan. Perbaiki informasi yang salah di
mana pun Anda melihatnya.
Bantu orang lain. Jika Anda bisa,
tawarkan dukungan kepada orang-
orang di komunitas Anda yang
mungkin membutuhkannya, seperti
membantu mereka berbelanja
makanan.
Dukung petugas kesehatan. Manfaatkan peluang secara online atau
melalui komunitas Anda untuk berterima kasih kepada petugas
kesehatan negara Anda dan semua yang
bekerja untuk menangani COVID-19.
Jangan mendiskriminasi. Ketakutan
adalah reaksi normal dalam situasi
ketidakpastian. Namun terkadang rasa
takut diungkapkan dengan cara yang
menyakitkan bagi orang lain. Ingat:
- Berbuat baiklah. Jangan
mendiskriminasi orang karena
ketakutan Anda akan penyebaran COVID-19.
- Jangan mendiskriminasi orang yang menurut Anda mungkin terkena
virus korona.
- Jangan mendiskriminasi petugas kesehatan. Petugas kesehatan
berhak mendapatkan rasa hormat dan ucapan terima kasih.
- COVID-19 telah mempengaruhi orang-orang dari banyak negara.
Jangan mengaitkannya dengan grup tertentu.
Mengidentifikasi Kekhawatiran
Berlatihlah mengidentifikasi apakah kekhawatiran Anda adalah
kekhawatiran terhadap 'masalah nyata', atau 'kekhawatiran hipotesis'. Jika
Anda mengalami banyak kekhawatiran hipotetis, penting untuk
mengingatkan diri sendiri
bahwa pikiran Anda tidak berfokus pada masalah yang dapat Anda
selesaikan sekarang, dan nanti
Gunakan pohon keputusan Ini untuk membantu menyadari ‘masalah
nyata’ vs ‘masalah hipotesis’
Mengidentifikasi Respons Kognitif saat Mengalami Kecemasan
Selama masa pandemi ini, saat menghadapi situasi tertentu, berbagai
pemikiran yang tidak menyenangkan mungkin muncul pada diri Anda
secara otomatis. Pemikiran yang muncul secara tiba-tiba tersebut disebut
sebagai automatic thoughts (pikiran otomatis)
Automatic thougths merupakan pernyataan dan/atau gambaran yang
secara otomatis muncul dalam pikiran Anda. Kita tidak memilih mereka
untuk muncul, mereka muncul begitu saja. Sebagai contoh, mungkin Anda
saat itu sedang mengerjakan pekerjaan rumah saat automatic thougths
muncul dan seketika muncul kebutuhan untuk membersihkan ruangan,
menghubungi teman atau orang tua Anda. Automatic thought dapat
bersifat membantu [helpful] atau tidak membantu [unhelpful], dan dapat
berdampak terhadap perasaan kita atau mendorong kita untuk
memikirkan hal tersebut lebih lanjut.
Kita akan fokus pada automatic thought tersebut, terutama yang
merupakan pemikiran yang tidak membantu [unhelpful thought], karena
hal tersebut merupakan kesulitan pertama saat kita berhadapan dengan
kecemasan.
Berikut merupakan contoh automatic thoughts yang berkaitan dengan
COVID-19 yang mungkin Anda alami dan perasaan yang mungkin
menyertainya. Pertama-tama, kita lihat sebuah pengalaman internal
berupa tangan yang berkeringat [lihat diagram berikut].
Bayangkan Anda menyadari bahwa telapak tangan Anda berkeringat.
Anda mungkin memiliki pemikiran, “Ini pasti pertanda bahwa saya sedang
deman dan sakit”. Bagaimana jika pemikirannya berupa “Saya gugup
mengenai situasi pandemi sehingga tangan saya berkeringat”. Dapatkah
Anda melihat bahwa pengalaman/stimulus internal yang sama (yaitu
telapak tangan berkeringat) dapat memunculkan pemikiran yang
berbeda? Perasaan apa yang dimunculkan dari pemikiran yang berbeda
tersebut.
Walaupun alternative thought [pemikiran alternatif] tidak dapat
menghilangkan seluruh kecemasan yang muncul; jika Anda mengukur
kecemasan Anda dari skala 0 sampai 10, yaitu 0 menunjukkan tidak ada
kecemasan dan 10 adalah kecemasan tertinggi yang pernah Anda alami,
Anda mungkin akan menyadari bahwa kecemasan Anda menurun saat
VERSUS Automatic thought:
Ini pasti tanda saya
mengalami demam
dan sakit
Alternative thought:
Saya gugup karena
situasi pandemi
sehingga tangan saya
berkeringat
Situasi [Pengalaman Internal]:
tangan berkeringat
berpikir dengan pemikiran alternatif. Anda dapat menggunakan skala ini
untuk mengidentifikasi perubahan tingkat kecemasan yang dialami.
Jika mengalami kondisi seperti contoh tersebut, berapa kecemasan yang
mungkin Anda alami? Berikan penilaian Anda di bagian berikut.
Kecemasan untuk automatic thought: ______________
Kecemasan untuk alternative thought: ______________
Berikut contoh lain, yaitu pemikiran yang muncul sebagai respons dari
stimulus eksternal.
.
VERSUS Automatic thought:
Saya hanya tinggal
menunggu waktu
untuk saya tertular
Alternative thought:
Saya akan mengambil
tindakan pencegahan
yang diperlukan agar
tetap aman.
Situasi [Pengalaman Eksternal]:
Berita mengenai kasus baru di daerah
sekitar
Bayangkan pemerintah mengeluarkan berita bahwa terdapat satu kasus
yang muncul di daerah Anda dan Anda memiliki automatic thought “Saya
hanya tinggal menunggu waktu untuk tertular”. Bagaimana jika pemikiran
tersebut diganti dengan “Saya akan mengambil tindakan pencegahan
yang diperlukan agar tetap aman”. Dapatkah Anda melihat bahwa
pengalaman/stimulus eksternal yang sama (yaitu berita adanya kasus
baru) dapat memunculkan pemikiran yang berbeda? Perasaan apa yang
dimunculkan dari pemikiran yang berbeda tersebut. Menggunakan skala
kecemasan, di mana 0 menunjukkan tidak terdapat kecemasan dan 10
adalah kecemasan tertinggi yang pernah Anda rasakan, berapa tingkat
kecemasan Anda pada tiap pemikiran? Berikan penilaian Anda di bagian
berikut.
Kecemasan untuk automatic thought: ______________
Kecemasan untuk alternative thought: ______________
Mengidentifikasi pemikiran/respons alternatif dapat menjadi strategi yang
membantu mengurangi kecemasan Anda. Akan tetapi banyak individu
merasa kesulitan untuk menyusun pemikiran alternatif.
Berikut adalah daftar pertanyaan
yang dapat membantu Anda
mengubah pola berpikir dan
membantu Anda mengakses
pemikiran alternatif dan pemikiran
yang lebih membantu.
***Merupakan hal yang penting
dan membantu untuk melihat
automatic thought kita dengan cara yang tidak menghakimi dan tidak
melabel pemikiran tersebut sebagai hal yang negatif. Akui bahwa Anda
memiliki pemikiran tersebut dan tanya pada diri Anda cara lain apa untuk
melihat situasi ini.***
Pertanyaan untuk merumuskan pemikiran alternatif
1. Apa cara lain untuk melihat situasi ini?
2. Apakah saya melihat ini dengan seutuhnya?
3. Apa cara lain yang lebih membantu dalam melihat situasi ini?
4. Apa tipe pemikiran yang tidak membantu (unhelpful thinking) yang
mungkin saya gunakan?
5. Apa bukti bahwa pemikiran saya tepat? Apa ada cara atau
pemikiran lain mengenai situasi ini yang lebih tepat?
6. Seberapa besar kemungkinan pemikiran saya tersebut akan benar-
benar terjadi? Apa pemikiran lain yang mungkin terjadi
yangmemiliki kemungkinan sama besarnya, atau bahkan lebih?
7. Apakah saya memiliki pengalaman sebelumnya yang dapat
membuktikan bahwa pemkiran ini bisa saja tidak selalu benar?
8. Apakah saya benar-benar memprediksi masa yang akan datang?
Apakah hal ini membantu jika dilakukan? Apa cara lain yang kebih
membantu?
9. Apakah saya membesar-besarkan kemungkinan terburuk yang
mungkin terjadi? Apa pemikiran yang lebih realistis?
10. Apakah saya bisa membaca pikiran orang lain? Apa hal lain yang
mungkin mereka pikirkan (yang tidak terlalu negatif)?
11. Jika ada teman atau orang terdekat yang berada dalam situasi ini
dan memiliki pemikiran ini, apa yang akan saya katakana kepada
mareka?
Berlatih untuk menyusun pemikiran alternatif.
Menggunakan pertanyaan dan petunjuk di atas, identifikasi sebuah situasi
yang memunculkan kecemasan (internal maupun eksternal) dan
identifikasi pemikiran otomatis dan pemikiran alternatif Anda dengan
mengisi diagram berikut.
Kecemasan untuk automatic thought: ______________
Kecemasan untuk alternative thought: ______________
VERSUS Automatic thought: Alternative thought:
Situasi [Pengalaman Internal]:
.................................................
Kecemasan untuk automatic thought: ______________
Kecemasan untuk alternative thought: ______________
VERSUS Automatic thought: Alternative thought:
Situasi [Pengalaman Eksternal]:
.................................................
REFERENSI:
Modul ini diadaptasi dari sumber berikut:
Marques, L. (2018, July 23). Do I have anxiety or worry: What’s the difference.
https://www.health.harvard.edu/blog/do-i-have-anxiety-or-worry-whats-the-
difference-2018072314303
Pat Walker Health Center, University of Arkansas. (n.d.). COVID-19 workshop:
How to manage your anxiety effectively.
https://health.uark.edu/coronavirus/caps-covid-19-resources-anxiety-
workbook.pdf
Psychology Tools Limited. (n.d.) Living with worry and anxiety amidst global
uncertainty. https://www.psychologytools.com/download/28612/
World Health Organization. (n.d.). Looking after our mental health.
www.who.int/campaigns/connecting-the-world-to-combat-
coronavirus/healthyathome/healthyathome---mental-health