1 ALKIL HALIDA Oleh Dr. Firdaus, M.S. Jurusan Kimia FMIPA Unhas ...
ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH...
Transcript of ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH...
-
T E S I S
ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI
(STAKPN) AMBON
RUSALI LUKASP 0800207605
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2 0 0 9
1
-
ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI
(STAKPN) AMBON
Tesis Sebagai Salah satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Administrasi Pembangunan
Disusun dan diajukan oleh
RUSALI LUKAS
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2 0 0 9
2
-
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI
(STAKPN) AMBON
Disusun dan diajukan oleh :
RUSALI LUKASP 0800207605
MenyetujuiKomisi Pembimbing
Ketua Anggota
Prof. Dr.Mappa Nasrun,MA. Dr. Alwi , M.S.
Mengetahui :Ketua Program Studi
Administrasi Pembangunan
Prof. DR. Suratman, M.Si.
3
-
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rusali Lukas
Nomor mahasiswa : P0800207605
Program studi : Administrasi Pembangunan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Nopember 2009
Yang menyatakan,
Rusali Lukas
4
-
PRAKATA
Puji dan syukur, hormat dan kemuliaan diberikan hanya bagi Tuhan,
karena cinta kasihNya membimbing, melindungi dan memberkati penulis
melewati setiap perjuangan hidup ini baik suka maupun duka, tantangan
hidup yang datang silih berganti mulai dari awal studi hingga perjuangan
sampai dengan tahap akhir ini.
Dengan kerendahan hati, penulis meyakini bahwa Tuhan adalah satu-
satunya sumber kehidupan serta kekuatan yang selalu ada di hati penulis
yang memberi kekuatan, sehingga penulis mampu dalam menjalani studi ini.
Untuk itu penulis haturkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak R.Souhaly,SH,MH selaku pimpinan dan seluruh civitas
akademika STAKPN Ambon
2. Prof.Dr. Mappa Nasrun,MA selaku Pembimbing I dan Dr.Alwi,M.Si
selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu memimbimbing
penulis selama melakukan penulisan tesis ini.
3. Prof.Dr.dr.Razak Thaha,M.Sc selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas hasanuddin Makassar.
4. Prof.Dr.Suratman,M.Si selaku Ketua Program Studi Administrasi
Pembangunan PPS Unhas Makasar
5
-
5. Bapak dan ibu dosen serta segenap pegawai Pascasarjana Unhas
Makassar
6. Terima kasih untuk Papa Butje, Mama Do dan adik-adikku
tersayang Egi, Ithin, Inggrid yang selalu menopang dengan doa.
7. Suami dan anak-anakku tercinta Aldo, Enn dan Rey yang selalu
memberikan support bagi penulis.
8. Semua teman-teman Angkatan III Program Studi Administrasi
Pembangunan PPS Unhas. Terima kasih atas dorongan, bantuan,
keakraban dan suasana kekeluargaan selama ini.
Akhirnya, penulis mengharapkan agar tesis ini memberikan manfaat
bagi pembaca dan mohon maaf atas segala ketidaksempurnaan.
Makasar, Nopember 2009
Rusali Lukas
6
-
ABSTRAK
Rusali Lukas. Analisis Gaya Kepemimpinan Ketua STAKPN Ambon. Pembimbing Mappa Nasrun dan Alwi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis gaya kepemimpinan Ketua STAKPN Ambon. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif terhadap variabel mandiri yang dilakukan dengan pendekatan deskriptif yakni pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian sesuai dengan fakta-fakta yang ada saat ini sebagaimana adanya dengan variabel mandiri atau tanpa menghubungkan dengan keterkaitan variabel lain.
Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai STAKPN Ambon sebanyak 22 orang, dosen sebanyak 79 orang dan mahasiswa fungsional sebanyak 4 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling dengan teknik sampling jenuh atau dengan kata lain seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ketua STAKPN Ambon menerapkan kepemimpinan transformasional yang terlihat dari kecenderungan positif jawaban responden yang lebih tinggi dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transaksional. Namun secara lebih khusus, dimensi yang lebh dominan adalah atributed charisma, artinya Ketua STAKPN Ambon merupakan pemimpin kharismatik sehingga dijadikan suri tauladan, idola, dan model panutan oleh seluruh elemen organisasi STAKPN Ambon (pegawai, dosen dan mahasiswa). Selain itu, Ketua STAKPN Ambon telah berperan banyak dalam menstimulasi seluruh elemen organisasi agar menjadi kreatif dan inovatif, disamping pula merupakan seorang pengikut yang baik.
7
-
ABSTRACT
8
-
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
PENYATAAN KEASLIAN TESIS iv
PRAKATA v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah 1
B. Pokok Permasalahan 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Pengertian Kepemimpinan 8
B. Teori-Teori Kepemimpinan 10
C. Gaya Kepemimpinan 14
D. Kepemimpinan Transaksional 22
E. Kepemimpinan Transformasional 27
F. Kerangka Pikir 36
9
-
BAB III METODE PENELITIANA. Pendekatan Penelitian 40
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 40
C. Populasi dan Sampel 40
D. Teknik Pengumpulan Data 40
E. Teknik Analisis Data 41
F. Definisi Operasional 42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum STAKPN Ambon 46
B. Deskripsi Hasil Penelitian 59
C. Implikasi Hasil Penelitian 108
BAB V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan 111
B. Saran 112
DAFTAR PUSTAKA 113
10
-
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Menunjukkan Visi61
2. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Mewujudkan Visi Melalui Upaya Bekerja Sesuai Dengan Visi 62
3. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menunjukkan Kemampuan Secara Konsisten 63
4. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menunjukkan Kemampuan Secara Terus Menerus 64
5. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menunjukkan Keahlian Secara Konsisten 65
6. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menunjukkan Keahlian Secara Terus Menerus 66
7. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Lebih Mendahulukan Kepentingan Organisasi dan Kepentingan Masyarakat dibandingkan Kepentingan Pribadi 67
8. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Selalu Dijadikan Sebagai Suri Tauladan 69
9. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Berupaya Mempengaruhi Bawahan Melalui Komunikasi Langsung 70
10. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Menekankan Pentingnya Nilai-nilai Moral dalam Bekerja 72
11. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Menekankan Pentingnya Keyakinan dalam Bekerja73
11
-
12. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Memiliki Tekad untuk Mencapai Tujuan 74
13. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Senantiasa Mempertimbangkan Akibat Moral dan Etik dari Setiap Keputusan yang Dibuat 75
14. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Memperlihatkan Kepercayaan pada Cita-Cita Hidupnya 76
15. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Menomorsatukan Kebutuhan Bawahan 77
16. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Membagi Resiko dengan Bawahan Secara Konsisten 78
17. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Menghindari Penggunaan Kuasa untuk Kepentingan Pribadi
79
18. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Bertindak Dengan Cara Memotivasi Bawahan 81
19. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Bertindak Dengan Memberikan Inspirasi Kepada Bawahan 82
20. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Selalu Memberikan Arti Dan Tantangan Terhadap Tugas
83
21. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Memberikan Partisipasi Bawahan Secara Optimal Dalam Hal Gagasan-Gagasan 85
22. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Memberikan Visi Mengenai Keadaan Organisasi Masa Depan yang Menjanjikan Harapan yang Jelas dan Transparan 86
23. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa
12
-
Pimpinan Mendorong Bawahan untuk Memikirkan Kembali Cara Kerja Lama 88
24. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Mendorong Bawahan Mencari Cara-cara Kerja Baru dalam Menyelesaikan Tugas 89
25. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Memberikan Perhatian Pribadi kepada Bawahan 91
26. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Memperlakukan Bawahan Sebagai Pribadi yang Utuh 92
27. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menghargai Sikap Peduli Bawahan terhadap Organisasi 93
28. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Mengetahui Apa Yang Diinginkan Bawahan
95
29. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menawarkan Sejumlah Imbalan jika Hasil Kerja Memenuhi Kesepakatan 96
30. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menyediakan Sejumlah Imbalan jika Hasil Kerja Memenuhi Kesepakatan 97
31. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menukar Usaha-usaha yang Dilakukan Oleh Bawahan dengan Imbalan 98
32. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Responsif terhadap Kepentingan Pribadi Karyawan Selama Kepentingan Tersebut Sebanding dengan Nilai Pekerjaan yang Telah Dilakukan Karyawan 100
33. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menetapkan Sejumlah Aturan Yang Perlu Ditaati 101
34. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Melakukan Kontrol secara Ketat agar Bawahan
13
-
Terhindar dari Berbagai Kesalahan 102
35. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Melakukan Intervensi untuk Perbaikan 103
36. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Melakukan Koreksi untuk Perbaikan
104
37. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Hanya Memperhatikan Apa yang Akan Bawahan Peroleh jika Hasil Kerja Sesuai Transaksi 105
38. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Hanya Melakukan Intervensi Apabila Bawahan tidak Bekerja Secara Optimal 106
39. Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Kecenderungan Gaya Kepemimpinan Ketua STAKPN Ambon 108
14
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Kisi Manajerial 17
2. Gaya Tiga Dimensi Kepemimpinan Reddin 19
3. Kerangka Pikir 39
15
-
16
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Kuisioner Penelitian 116
2. Data Penelitian 118
3. Hasil Pengolahan Gaya Kepemimpinan Transformasional 137
4. Hasil Pengolahan Gaya Kepemimpinan Transaksional 145
17
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan
dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib dan damai (Muljana, 2001). Tercapainya tujuan
pembangunan nasional tersebut membutuhkan ketersediaan sumber
daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas.
Organisasi di bidang pemerintahan saat ini dihadapkan pada
perubahan global yang cepat, semakin singkatnya daur hidup inovasi
teknologi, ketersediaan informasi yang kian mudah dan cepat perubahan-
perubahan budaya, sosial dan lingkungan politik yang perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi situasi tersebut, kegiatan
pemerintahan secara langsung maupun tidak langsung akan sangat
terpengaruh. Perubahan kondisi lingkungan baik internal maupun
eksternal menuntut organisasi harus bersifat adaptif dan fleksibel untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Organisasi harus dapat
segera merespon berbagai perubahan yang terjadi sehingga tetap eksis
dalam menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan
-
gangguan yang senantiasa muncul setiap saat (Muchlas, 2005).
Perubahan-perubahan global mengakibatkan aparatur pemerintah
sebagai bagian penting organisasi dihadapkan pada dunia tanpa batas,
hiperkompetisi dan akselerasi informasi. Selain itu, aparatur pemerintah
di hadapkan pada tuntutan pelaksanaan good governance, pembangunan
yang parsipatoris, demokrasi dan law enforcement. Perubahan-
perubahan ini hendaknya membawa perubahan mind set aparatur
pemerintah terutama dalam menjalankan roda pemerintahan dan
pembangunan. Ada beberapa implikasi akibat perubahan-perubahan
tersebut, yakni pertama, profesionalisme aparatur pemerintah seharusnya
ditampilkan dalam bentuk pola sikap dan pola tindak yang lebih
mengedepankan nilai-nila kewilayahan, lebih memberdayakan
masyarakat dan lebih menghargai hak-hak masyarakat. Kedua,
kompetisi aparatur pemerintah tidak hanya cukup dengan kemampuan
organisasi dengan manajemen tradisional tetapi perubahan cepat yang
mengakibatkan aparatur pemerintah harus menjadi pemimpin yang
visioner, efektif, enterpreneur dan memberdayakan bawahan (Muchlas,
2005).
Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar
dapat melakukan peran yang handal dalam proses pembangunan.
Sejalan dengan itu, perlu dikembangkan kemampuan pegawai, baik
perencanaan, pelaksanaan mupun penguasaan teknologi.
STAKPN Ambon merupakan salah satu institusi perguruan tingggi
2
-
yang diselenggarakan oleh Departemen Agama yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada menteri, dipimpin oleh seorang ketua dan
dalam pembinaannya dilakukan secara fungsional oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Sebagai organisasi, STAKPN Ambon
mempunyai tugas melaksanakan pendidikan tinggi, penelitian serta
pengabdian kepada masyarakat di bidang ilmu pengetahuan agama
kristen sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, diperlukan sumber daya
manusia atau pemimpin yang berkualitas, mempunyai wawasan yang luas
dan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi, serta mampu
memotivasi pegawai untuk selalu meningkatkan prestasi kerjanya.
Dengan adanya gaya kepemimpinan yang efektif, pengembangan
manajemen sumber daya manusia kedepan diarahkan pada tataran
peningkatan prestasi kerja pegawai dan organisasi, sehingga pada
akhirnya sejalan dengan visi dan misi organisasi dapat terwujud.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Madani (2004),
keberhasilan program agribisnis dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan.
Keberhasilan program ini lebih banyak disebabkan oleh kemampuan
pimpinan dalam memotivasi bawahan, dimana masing-masing pimpinan
memiliki tipe yang berbeda untuk menghadapi karyawan yang berbeda
pula. Olehnya itu, kompleksitas tipe kepemimpinan sangat berpengaruh
terhadap pencapaian keberhasilan program yang telah dicanangkan.
Berdasarkan kajian tersebut, hasil penelitian ini dijadikan salah satu dasar
3
-
dalam menentukan keberhasilan pimpinan STAKPN Ambon.
Menurut Hasibuan (1999), seseorang yang menduduki posisi
sebagai pimpinan didalam suatu organisasi mengemban tugas
melaksanakan kepemimpinan. Sementara dari segi organisasi,
kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan atau kecerdasan
untuk mendorong, memotivasi, memimpin, mengarahkan, mengawasi
sejumlah orang atau dua orang bahkan lebih agar bekerjasama dalam hal
membina, mengarahkan dan menggerakkan pelaksanaan kegiatan yang
terarah pada tujuan bersama.
Martoyo (1998) mengemukakan bahwa kepemimpinan dalam suatu
organisasi merupakan suatu faktor yang menentukan atas berhasil
tidaknya suatu organisasi atau usaha. Sebab kepemimpinan yang
sukses, menunjukkan bahwa pengelolaan suatu organisasi berhasil
dilaksanakan dengan sukses pula. Lanjut dikemukakan bahwa pimpinan
dikatakan berhasil jika mampu mengantisipasi perubahan yang tiba-tiba
dalam proses pengelolaan organisasi, berhasil mengoreksi kelemahan-
kelemahan yang timbul dan sanggup membawa organisasi kepada
sasaran-sasaran dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan.
Jelas kiranya, bahwa mengelola suatu organisasi termasuk di
dalamnya mengelola sumber daya manusianya, diperlukan prinsip-prinsip
atau teori-teori manajemen, termasuk prinsip dan teori kepemimpinan.
Setiap kemampuan dalam kepemimpinan harus melekat erat pada
seorang pimpinan, apapun ruang lingkup tanggung jawabnya. Karena
4
-
tanpa kemampuan memimpin, lebih-lebih dalam hal manajemen sumber
daya manusia, tidak mungkin seorang pemimpin berhasil dalam
melaksanakan tanggung jawabnya. Sikap dan gaya serta perilaku
kepemimpinan sangat besar pengaruhnya terhadap organisasi yang
dipimpinnya, bahkan dapat berpengaruh terhadap produktifitas
organisasinya (Sigit, 1993).
Disadari pula bahwa dalam memimpin suatu organisasi atau
lembaga, seorang pemimpin memiliki gaya atau tipe yang berbeda satu
sama lain, atau bahkan seorang pemimpin akan memiliki beberapa gaya
yang berbeda pada situasi dan kondisi yang berbeda atau sama pada
karyawan yang berbeda. Salah satu teori yang menekankan suatu
perubahan dan yang paling komperehensif berkaitan dengan
kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan
transaksional. Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan
yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori
kepemimpinan transformasional dan transaksional (Bass, 1990). Gagasan
awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional ini
dikembangkan oleh James MacFregor Gurns yang menerapkannya dalam
konteks politik. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta
diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Berry
dan Houston, 1993).
Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) mengemukakan bahwa
gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dipilah
5
-
secara tegas dan keduanya merupakan gaya kepemimpinan yang saling
bertentangan. Kepemimpinan transformasional dan transaksional sangat
penting dan dibutuhkan setiap organisasi.
Selanjutnya Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997; Keller, 1992)
mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dan
transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai
hirarki kebutuhan manusia. Menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman,
1997) keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa
kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan
rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan
transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa
kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya
dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional.
Olehnya itu, penelitian ini sangat penting untuk mengkaji
bagaimana gaya kepemimpinan Ketua STAKPN yang dapat mendukung
pencapaian kinerja organisasi secara optimal.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan pokok permasalahan, dikemukakan pertanyaan
penelitian yakni bagaimana gaya kepemimpinan Ketua STAKPN
Ambon ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
6
-
gaya kepemimpinan Ketua STAKPN Ambon.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoritis mengenai
kepemimpinan yang dapat digunakan oleh mahasiswa yang
menggeluti studi keilmuwan sebagai bagian integral dari studi
administrasi pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pembuat kebijakan
dalam menentukan arah dan kebijakan yang berkaitan dengan gaya
kepemimpinan.
7
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kepemimpinan
Sebelum membahas mengenai gaya kepemimpinan, perlu pula
dipahami apa itu kepemimpinan, untuk menghindari kesalahan persepsi
mengenai kepemimpinan itu sendiri.
Definisi kepemimpinan menurut Martoyo (1998) adalah
keseluruhan aktifitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau
bekerja sama untuk suatu tujuan yang memang diinginkan bersama.
Kepemimpinan juga merupakan suatu usaha menggunakan suatu
gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dan
mencapai tujuan (Indrawijaya dan Wahyu, 2001).
Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan tugas-tugas dari posisi
seorang pemimpin dalam mempengaruhi atau menggerakkan bawahan,
sehingga dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab bawahan
berperilaku untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Menurut Yukl (1998), dalam melaksanakan tugasnya pimpinan
sebaiknya menentukan kerangka tujuan acuan untuk umpan balik antara
bawahan dan pimpinan, sehingga tercapai hubungan yang kondusif
antara bawahan dan pimpinan.
Pada saat bawahan melakukan tiap langkah prosedur, tunjukan
-
persetujuan pimpinan. Jika sesuatu telah dilakukan dengan salah.
pimpinan harus bersabar dan tetap tenang jika suatu kesalahan dilakukan
oleh bawahannya. Jangan mengatakan hal-hal yang mengecilkan hati
orang tersebut atau mengurangi rasa percaya dirinya.
Winardi (2000) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan dan
pengelolaan organisasi dengan baik, hendaknya pimpinan motivasi
bawahannya. Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi
kelompoknya agar mereka bertindak sesuai dengan waktu dan secara
kooperatif untuk mencapai sasaran kelompok.
Defenisi kepemimpinan biasanya dikaitkan dengan ciri-ciri
individual, perilaku, pengaruh terhadap oarang lain, pola-pola interaksi,
hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administratif, serta
persepsi orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Kebanyakan
defenisi kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan
menyangkut suatu proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh
yang disegaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk
menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan didalam sebuah
kelompok atau organisasi. Juga melibatkan pentingnya menjadi agen bagi
perubahan, mampu mempengaruhi perilaku dan kinerja pengikutnya serta
memusatkan pada pencapaian tujuan. Pimpinan yang efektif harus
menghadapi tujuan-tujuan individu, kelompok, dan organisasi. Keefektif
pemimpin secara khusus diukur dengan pencapaian dari satu atau
beberapa kombinasi tujuan-tujuan ini. Individu dapat memandang
9
-
pemimpinnya sebagai efektif atau tidak berdasarkan kepuasaan yang
mereka dapatkan dari pengalaman kerja secara keseluruhan
(Thoha,2001).
Kepemimpinan yang efektif tergantung dari landasan manajerial
yang kokoh. Menurut Champman dalam Umar (2000) ada lima landasan
kepemimpinan yang kokoh yaitu : cara berkomunikasi, pemberian
motivasi, kemampuan memimpin, pengambilan keputusan dan kekuasaan
yang positif.
B. Teori-teori kepemimpinan
Ada beberapa teori-teori kepemimpinan yang diuraikan oleh Thoha
(1998), yakni :
1) Teori Sifat (Trait Theory)
Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang nampaknya
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi.
1. Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa
pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian yang
sangat menarik dari penelitian tersebut adalah pemimpn tidak bisa
melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
2. Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial. Pemimpin
cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil,
serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas
sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
10
-
3. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi. Para pemimpin secara
relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi.
Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang
intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.
4. Sikap-Sikap Hubungan Kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang
berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para
pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.
2) Teori Kelompok
Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa
mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang
positif di antara pemimpin dan pengikutnya-pengikutnya. Kepemimpinan
yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin
dan pengikutnya ini, melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang
keinginan-keinginan mengembangkan peranan (Thoha, 1998).
a. Teori Situasional dan Model Kontingensi
Fiedler (1967) mengembangkan suatu teknik yang unik untuk
mengukur gaya kepemimpinan. Pengukuran ini diciptakan dengan
memberikan skor yang dapat menunjukkan dugaan kesamaan di antara
keberlawanan ( Assumed Similarity Between Opposites - ASO) dan teman
kerja yang paling sedikit disukai. ( Least Preffered Cowokker – LPC).
ASO memperhitungkan derajat kesamaan di antara persepsi-persepsi
pemimpin mengenai kesenangan yang paling banyak dan paling sedikit
tentang kawan-kawan kerjanya. (Thoha, 1998).
11
-
Dua pengukuran yang dipergunakan saling bergantian dan ada
hubungannya dengan gaya kepemimpinan tersebut yaitu :
1. Hubungan kemanusiaan atau gaya yang
lunak (linient) dihubungkan pemimpin yang
tidak melihat perbedaan yang besar di
antara teman kerja yang paling banyak dan
paling sedikit disukai (ASO) atau
memberikan suatu gambaran yang relatif
menyenangkan kepada teman kerja yang
paling sedikit disenangi (LPC).
2. Gaya yang berorientasi tugas atau “ Hard
Nosed “ dihubungkan dengan pemimpin
yang melihat suatu perbedaan besar
diantara teman kerja yang paling sedikit
disenangi (ASO) dan memberikan suatu
gambaran yang paling sedikit diskusi (LPC).
Selanjutnya Fiedler (1967) mengembangkan suatu model yang
dinamakan Model Kontigengsi Kepemimpinan Yang Efektif yang
dijelaskan oleh Thoha (1998). Model ini berisi tentang hubungan anatara
gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi
yang menyenangkan itu antara lain :
1. Hubungan pemimpin-anggota. Hal ini merupakan
variabel yang paling penting di dalam
12
-
menentukan situasi yang menyenangkan
tersebut.
2. Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini
merupakan masukan yang amat penting kedua,
dalam menentukan sutuasi yang menyenangkan.
3. Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai oleh
lewat otorita formal. Dimensi ini merupakan
dimensi yang amat penting ketiga di dalam
situasi yang menyenangkan.
3) Teori Jalan Kecil – Tujuan (Path-Goal Theory)
Thoha (1998) mengemukakan teori Path-Goal versi House (1974),
yang memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan sebagai
berikut :
a.Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan
model kepemimpinan yang otokratis dari Lippit
dan White. Bawahan tahu senyatanya apa
yang diharapkan darinya dan pengarahan yang
khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model
ini tidak ada partisipasi bawahan.
b.Kepemimpinan yang mendukung (Supportive
Leadership). Kepemimpinan model ini
mempunyai kesediaan untuk menjelaskan
sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan
13
-
mempunyai perhatian kemanusian yang murni
terhadap para bawahannya.
c.Kepemimpinan partisipatif. Gaya
kepemimimpinan ini, pemimpin berusaha
meminta dan menggunakan saran-saran dari
para bawahannya. Namun pengambilan
keputusan masih tetap berada padanya.
d.Kepemimpinan yang berorientasi pada
prestasi. Gaya kepemimpinan ini menetapkan
serangkaian tujuan yang menantang para
bawahannya untuk berpartisipasi. Demikian
pula kepemimpinan memberikan keyakinan
kepada mereka bahwa mereka mampu
melaksanakan tugas pekekerjaan mencapai
tujuan secara baik.
C. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan
oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain seperti yang dilihat. Kepemimpinan merupakan suatu
usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi
perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat
penting kedudukannya. Berikut ini beberapa gaya kepemimpinan yang
akan dijelaskan satu persatu secara ringkas (Robbins, 1996; Thoha, 1998;
14
-
Yuki, 1998 dan Cushway & Lodge, 1995).
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini sebenarnya termasuk klasik dan orang yang pertama kali
memperkenalkannya ialah Robert Tannebaum dan Warren Schmidt
yang menyatakan bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem.
Pertama, bidang pengaruh pimpinan yaitu pemimpin menggunakan
otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya dan kedua, bidang
pengaruh kebebasan bawahan yaitu pemimpin menunjukkan gaya
yang demokratis, kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam
hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan
keputusan. Ada tujuh model gaya pembuatan keputusan yang
dilakukan oleh pemimpin antara lain :
- Pemimpin membuat keputusan dan
mengumumkannya.
- Pemimpin menjual keputusan.
- Pemimpin memberikan ide dan mengundang
pertanyaan.
- Pemimpin memberikan keputusan sementara yang
bisa diubah
- Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-
saran dan membuat keputusan.
- Pemimpin mengizinkan bawahan untuk melakukan
fungsi dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh
15
-
atasan (Thoha ,1998)
2. Gaya Managerial Grid
Thoha (1998) mengemukakan bahwa salah satu usaha yang
terkenal dalam rangka mengidentifikasikan gaya kepemimpinan
yang diterapkan dalam manajemen ialah manajerial grid, yang
dikenalkan oleh Robert R. Blake dan Jane S.Mouton. Dalam
pendekatan gaya ini, manajer berhubungan dengan dua hal yaitu
produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Ada empat
gaya kepemimpinan yang dikelompokkan sebagai gaya yang
ekstrim, sedangkan lainnya hanya satu gaya yang dikatakan
ditengah-tengah gaya ekstrim yaitu :
- Pada Grid 1.1, manajer sedikit sekali usahanya untuk
memikirkan orang-orang ynag bekerja dengannya,
dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh
organisasinya.
- Pada Grid 9.9, manajer mempunyai rasa tanggung
jawab yang tinggi untuk memikirkan baik produksi
maupun orang-orang yang bekerja dengannya.
Manajer yang termasuk grid ini dapat dikatakan
sebagai “manajer tim” yang riel (the real team
manager). Dia mampu untuk memadukan kebutuhan
produksi dengan kebutuhan orang-orang secara
individu.
16
-
- Pada Grid 1.9, manajer mempunyai rasa tanggung
jawab yang tinggi untuk selalu memikirkan orang-
orang yang bekerja dalam organisasinya, tetapi
pemikiran kepada produksi yang lemah. Manajer
semacam ini sering dinamakan pemimpin klub (the
country club management).
- Pada Grid 9.1, manajer hanya mau memikirkan
tentang usaha peningkatan efesiensi pelaksanaan
kerja dan tidak mempunyai atau hanya sedikit rasa
tanggung jawabnya pada orang-orang yang bekerja
dalam organisasinya. Manajer dalam grid ini
menjalankan tugas secara otokratis (autocratic task
managers).
- Pada Grid 5.5, merupakan gaya yang berada
ditengah-tengah. Dalam hal ini manajer mempunyai
pemikiran yang medium baik pada produksi maupun
pada orang-orang.
Manajemen country club Perhatian yang bijaksana pada kebutuhan manusia akan hubungan yang
Manajemen tim penyelesaian kerja yang berasal dari orang-orang yang berkomitmen,
Memuaskan menyebabkan terjadinya suatu atmosfer organisasi dan tempo kerja yang ramah dan nyaman
Saling tergantung lewat suatu taruhan bersama dalam tujuan organisasi melahirkan hubungan Kepercayaan dan penghargaan.
17
-
5,5Manajemen orang organisasi
Kinerja organisasi yang memadai itu mungkin
Lewat penyetimbangan perlunya memberi kerja dengan mempertahankan semangat
orang-orang pada suatu tingkat yang memuaskan
1,1Managemen termiskin
Pengeluaran upaya minimum untuk
9,1Otoritas-kepatuhan Efisiensi dalam operasi dihasilkan dari pengaturan
menyelesaikan pekerjaan yang diminta itu memadai untuk
mempertahankan keanggotaan pada organisasi
kondisi kerja sedemikian rupa shg gangguan unsur-unsur
manusiawi menjadi seminimum mungkin
Gambar.1. Kisi Manajerial (Managerial Grid)Sumber : R.R. Blake dan J.S. Mouton, The managerial Grid,
1964 dalam Robbins, 1996).
3. Gaya Kepemimpinan Reddin
Pertama kali diperkenalkan oleh William J.Reddin, dimana
dia menambahkan tiga dimensi tersebut dengan efektivitas dalam
modelnya. Selain efektivitas, Reddin juga melihat gaya
kepemimpinan itu selalu dipulangkan pada dua hal mendasar yakni
hubungannya pemimpin dengan tugas dan hubungan kerja,
sehingga gaya kepemimpinan yang dibangun Reddin cocok dan
mempunyai pengaruh terhadap lingkungan. Ada dua gaya
kepemimpinan dalam Reddin yaitu gaya yang efektif dan tidak
efektif.
a. Gaya yang efektif, terbagi atas empat gaya antara lain :
- Eksekutif, gaya ini banyak memberikan perhatian pada
18
-
tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja.
- Pecinta pengembangan (developer), gaya ini memberikan
perhatian yang maksimun terhadap hubungan kerja, dan
perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan.
- Otokratis yang baik hati (Benevolent autocrat), gaya ini
memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan
perhatian yang minimum terhadap hubungan kerja.
- Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang minimum
terhadap baik tugas maupun hubungan kerja.
b. gaya yang tidak efektif, terbagi atas empat gaya antara lain :
- Pencinta Kompromi (Compromiser), gaya ini memberikan
perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja suatu
situasi yang menekankan pada kompromi.
- Pengembang Misi (Missionary), gaya ini memberikan
penekanan yang maksimum pada orang-orang dan
hubungan kerja, tetapi memeberikan perhatian yang
minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai.
- Berkuasa Penuh (Otokrat), gaya ini memberikan perhatian
yang maksimum terhadap tugas minimum terhadap
hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai.
- Lari dari tugas (Deserter), gaya ini sama sekali tidak
memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada
hubungan kerja (Thoha, 1998).
19
-
Gambar 2. Gaya Tiga Dimensi Kepemimpinan oleh William J. Reddin (1967 dalam Thoha, 1998)
4. Gaya Kepemimpinan Empat Sistem Manajemen dari Likert
Thoha (1998) mengemukakan bahwa gaya empat sistem
manajemen dari Likert dikembangkan oleh Rensis Likert yang
mengatakan bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya
participative management, artinya keberhasilan pemimpin adalah
jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada
komunikasi.
Menurut Likert ada 4 sistem kepemimpinan dalam
manajemen yaitu :
20
-
- Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya sebagai
exploitative-authoritative.
- Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan Otokritas
yang baik hati (benevolnet authoritative)
- Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpin lebih dikenal
dengan manajer konsultatif.
- Sistem 4, dalam sistem ini dinamakan pemimpin yang
bergaya kelompok berpartisipatif (partisipative group)
5. Gaya Kepemimpinan Situasional
Thoha (1998) mengenukakan mengenai gaya kepemimpinan
situasional menggunakan dua dimensi kepemimpinan yang sama
seperti Fiedler yakni perilaku dan hubungan. Tetapi Hersey dan
Blanchard melangkah lebih jauh dengan menganggap masing-
masing dimensi sebagai atau tinggi atau rendah kemudian
menggabung semuanya menjadi empat gaya pemimpin, dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
- Orientasi tugas tinggi- hubungan rendah
(Mengatakan)
Pemimpin itu mendefenisikan peran dan memerintahkan
kepada orang-orangnya apa, bagaimana, kapan dan dimana
melakukan berbagai tugas sehingga pemimpin lebih bergaya
pengarah (direktif).
21
-
- Orientasi tugas tinggi - hubungan tinggi (Menjual).
Pemimpin memberikan baik perilaku pengarah maupun
perilaku pendukung.
- Orientasi tugas rendah – hubungan tinggi (Berperan
serta)
Pemimpin dan pengikut bersama-sama mengambil keputusan,
dengan peran utama dari pemimpin adalah mempermudah dan
berkomunikasi.
- Orientasi tugas rendah – hubungan rendah
(Mendelegasikan)
Pemimpin memberikan sedikit pengarahan dan dukungan.
Pemimpin tidak harus berbuat banyak, karena pengikut
bersedia dan mampu memikul tanggung jawab.
6. Gaya Kepemimpinan Menurut Hasibuan
Dikemukakan oleh Hasibuan, bahwa gaya atau style
kepemimpinan pada hakikatnya bertujuan untuk mendorong
gairah kerja, kepuasan kerja dan produktifitas kerja agar dapat
mencapai tujuan organisasi yang maksimal. Gaya kepemimpinan
tersebut menurut Hasibuan (1999) terbagi atas 3 yakni :
- Kepemimpinan otoriter, jika kekuasaan atau wewenang
sebagian besar tetap berada pada pimpinan atau kalau
pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang.
Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya
22
-
ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak
diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan
pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
- Kepemimpinan partisipatif, apabila dalam kepemimpinannya
dilakukan secara persuasif, menciptakan kerjasama yang
serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi bawahan.
Pemimpin seperti ini akan mendorong kemampuan
bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian,
pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima
tanggung jawab lebih besar.
- Kepemimpinan delegatif, apabila seorang pimpinan
mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak
lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil
keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa
dalam melaksanakan pekerjaannya
D. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional pada hakekatnya adalah pertukaran
antara produktifitas dengan imbalan atau hukuman. Kemampuan seorang
pemimpin memberi imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan dan
hukuman bagi pelanggaran aturan yang telah disepakati. Jadi terdapat
kesepakatan antara pemimpin dan bawahan tentang apa yang
seharusnya dikerjakan oleh seorang bawahan agar dapat memperoleh
imbalan atau agar dapat menghindari hukuman. Kepemimpinan
23
-
transaksional sebetulnya juga mengandung nilai-nilai yang relevan
dengan proses pertukaran atau keuntungan timbal balik. Pawar and
Eastmen (1997) mengatakan bahwa perilaku seseorang dalam organisasi
dapat diarahkan pada perilaku positif (produktif) dengan memberikan
imbalan bagi pekerjaan yang berhasil dan hukuman bagi pelanggaran
aturan main yang disepakati (imbalan tergantung).
Pengertian kepemimpinan transaksional merupakan salah satu
gaya kepemimpinan yang intinya menekankan transaksi di antara
pemimpin dan bawahan. Kepemimpinan transaksional memungkinkan
pemimpin memotivasi dan mempengaruhi bawahan dengan cara
mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu. Artinya, dalam sebuah
transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward bila bawahan mampu
menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat
bersama. Alasan ini mendorong Burns untuk mendefinisikan
kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang
mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu
menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Jadi, kepemimpinan
transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai
ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai
dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama.
Menurut Bass (1985), sejumlah langkah dalam proses
transaksional yakni; pemimpin transaksional memperkenalkan apa yang
diinginkan bawahan dari pekerjaannya dan mencoba memikirkan apa
24
-
yang akan bawahan peroleh jika hasil kerjanya sesuai dengan transaksi.
Pemimpin menjanjikan imbalan bagi usaha yang dicapai, dan pemimpin
tanggap terhadap minat pribadi bawahan bila ia merasa puas dengan
kinerjanya.
Dengan demikian, proses kepemimpinan transaksional dapat
ditunjukkan melalui sejumlah dimensi perilaku kepemimpinan, yakni;
contingent reward, active management by exception, dan passive
management by exception. Perilaku contingent reward terjadi apabila
pimpinan menawarkan dan menyediakan sejumlah imbalan jika hasil kerja
bawahan memenuhi kesepakatan. Active management by exception,
terjadi jika pimpinan menetapkan sejumlah aturan yang perlu ditaati dan
secara ketat ia melakukan kontrol agar bawahan terhindar dari berbagai
kesalahan, kegagalan, dan melakukan intervensi dan koreksi untuk
perbaikan. Sebaliknya, passive management by exception,
memungkinkan pemimpin hanya dapat melakukan intervensi dan koreksi
apabila masalahnya makin memburuk atau bertambah serius.
Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa
hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga
hal yakni:
1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan
menjelasakan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya
sesuai dengan harapan;
25
-
2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan
dengan imbalan; dan
3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama
kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah
dilakukan karyawan.
Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa
karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu
imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi.
Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional
terhadap perilaku karyawan, Podsakoff dkk. (1996) mengemukakan
bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu
yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana
terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan
kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam
suatu organisasi.
Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan
transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin
menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin
dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran
tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran,
standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.
Kepemimpinan jenis ini didefinisikan sebagai Kepemimpinan yang
melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para
26
http://id.shvoong.com/tags/kepemimpinan/http://id.shvoong.com/tags/di/
-
pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan
perintah-perintah pemimpin. Sementara itu kepemimpinan
transformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan
kepemimpinan yang memelihara status quo. Kepemimpinan
transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai
kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja
menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu
tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya. Di dalam merumuskan
proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional
yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk
mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi
yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses
perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan
transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia
cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk
dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik
negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-
besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988,
seperti dikutip oleh Hartanto, 1991).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa efektifitas transaksional
sangat ditentukan oleh kemampuan seorang pemimpin memberi imbalan
bagi pekerjaan yang berhasil dan hukuman bagi pelanggaran aturan main
yang disepakati, juga ditentukan oleh kemampuan seorang bawahan
27
http://id.shvoong.com/tags/transformasional/http://id.shvoong.com/tags/pemimpin/http://id.shvoong.com/tags/dan/
-
untuk menilai atau membandingkan antara kebaikan dengan kekurangan
dari transaksi yang dilakukan dengan pemimpinnya.
E. Kepemimpinan Transformasional
Asumsi yang mendasari kepemimpinan transformasional adalah bahwa
setiap orang akan mengikuti seseorang yang dapat memberikan mereka
inspirasi, mempunyai visi yang jelas, serta cara dan energi yang baik untuk
mencapai sesuatu tujuan baik yang besar. Bekerja sama dengan seorang
pemimpin transformasional dapat memberikan suatu pengalaman yang
berharga, karena pemimpin transformasional biasanya akan selalu memberikan
semangat dan energi positif terhadap segala hal dan pekerjaan tanpa kita
menyadarinya.
Sejauhmana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin
transformasional, Bass (1990) dan Koh, dkk. (1995) mengemukakan
bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh
pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990)
mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional
memotivasi karyawannya, yaitu dengan:
1) mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil
usaha;
2) mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok;
dan
3) meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga
diri dan aktualisasi diri.
28
-
Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (dalam
Howell dan Hall-Merenda, 1999) mengemukakan adanya empat
karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu:
a. Individual consideration. Pemimpin mengembangkan
orang dengan menciptakan lingkungan cuaca
pendukung.
b. Intellectual simulation. Pemimpin menstimulasi orang
agar kreatif dan inovatif. Pemimpin mendorong para
pengikutnya untuk memakai imajinasi mereka dan
untuk menantang cara
melakukan sesuatu yang diterima oleh sistem sosial.
c. Inspirational motivation. Pemimpin menciptakan
gambar jelas mengenai keadaan masa yang akan
datang secara optimis dan dapat dicapai dan
mendorong pengikut untuk
meningkatkan harapan dan mengikatkan diri kevada
visi..
d. Idealized influence. Pemimpin bertindak sebagai role
model atau panutan. Ia menunjukkan keteguhan dan
ketetapan hati dalam mencapai tujuan, mengambil
tanggung jawab
sepenuhnya untuk tindakannya dan menunjukkan
percaya diri tinggi terhadap visinya.
29
-
Kepemimpinan transformasional menunjuk pada proses
membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi
kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran
tersebut. Teori transformasional mempelajari juga bagaimana para
pemimpin mengubah budaya dan struktur organisasi agar lebih konsisten
dengan strategi-strategi manajemen untuk mencapai sasaran
organisasional.
Secara konseptual, kepemimpinan transformasional di definisikan
(Bass, 1985), sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja,
motivasi kerja, dan pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan
bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk
mencapai tujuan organisasi. Berarti, sebuah proses transformasional
terjadi dalam hubungan kepemimpinan manakala pemimpin membangun
kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja, memperluas dan
meningkatkan kebutuhan melampaui minat pribadi serta mendorong
perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk kepentingan
organisasi (Bass, 1985).
Konsep awal tentang kepemimpinan transformasional telah
diformulasi oleh Burns (1978) dari penelitian deskriptif mengenai
pemimpin-pemimpin politik. Burns, menjelaskan kepemimpinan
transformasional sebagai proses yang padanya “para pemimpin dan
pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih
tinggi”, seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, dan bukan di
30
-
dasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan sosial,
atau kebencian (Burns, 1997).
Dengan cara demikian, antar pimpinan dan bawahan terjadi
kesamaan persepsi sehingga mereka dapat mengoptimalkan usaha ke
arah tujuan yang ingin dicapai organisasi. Melalui cara ini, diharapkan
akan tumbuh kepercayaan, kebanggan, komitmen, rasa hormat, dan loyal
kepada atasan sehingga mereka mampu mengoptimalkan usaha dan
kinerja mereka lebih baik dari biasanya. Ringkasnya, pemimpin
transformasional berupaya melakukan transforming of visionary menjadi
visi bersama sehingga mereka (bawahan plus pemimpin) bekerja untuk
mewujudkan visi menjadi kenyataan. Dengan kata lain, proses
transformasional dapat terlihat melalui sejumlah perilaku kepemimpinan
seperti ; attributed charisma, idealized influence, inspirational motivation,
intelectual stimulation, dan individualized consideration. Secara ringkas
perilaku dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Attributed charisma. Bahwa kharisma secara tradisional dipandang
sebagai hal yang bersifat inheren dan hanya dimiliki oleh
pemimpin-pemimpin kelas dunia. Penelitian membuktikan bahwa
kharisma bisa saja dimiliki oleh pimpinan di level bawah dari
sebuah organisasi. Pemimpin yang memiliki ciri tersebut,
memperlihatkan visi, kemampuan, dan keahliannya serta tindakan
yang lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan
orang lain (masyarakat) daripada kepentingan pribadi. Karena itu,
31
-
pemimpin kharismatik dijadikan suri tauladan, idola, dan model
panutan oleh bawahannya, yaitu idealized influence.
2) Idealized influence. Pemimpin tipe ini berupaya mempengaruhi
bawahannya melalui komunikasi langsung dengan menekankan
pentingnya nilai-nilai, asumsi-asumsi, komitmen dan keyakinan,
serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan dengan senantiasa
mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etik dari setiap
keputusan yang dibuat. Ia memperlihatkan kepercayaan pada cita-
cita, keyakinan, dan nilai-nilai hidupnya. Dampaknya adalah
dikagumi, dipercaya, dihargai, dan bawahan berusaha
mengindentikkan diri dengannya. Hal ini disebabkan perilaku yang
menomorsatukan kebutuhan bawahan, membagi resiko dengan
bawahan secara konsisten, dan menghindari penggunaan kuasa
untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, bawahan bertekad
dan termotivasi untuk mengoptimalkan usaha dan bekerja ke tujuan
bersama.
3) Inspirational motivation. Pemimpin transformasional bertindak
dengan cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada
bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas
bawahan. Bawahan diberi untuk berpartisipasi secara optimal
dalam hal gagasan-gagasan, memberi visi mengenai keadaan
organisasi masa depan yang menjanjikan harapan yang jelas dan
transparan. Pengaruhnya diharapkan dapat meningkatkan
32
-
semangat kelompok, antusiasisme dan optimisme dikorbankan
sehingga harapan-harapan itu menjadi penting dan bernilai bagi
mereka dan perlu di realisasikan melalui komitmen yang tinggi.
4) Intelectual stimulation. Bahwa pemimpin mendorong bawahan
untuk memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-cara kerja
baru dalam menyelesaikan tugasnya. Pengaruhnya diharapkan,
bawahan merasa pimpinan menerima dan mendukung mereka
untuk memikirkan cara-cara kerja mereka, mencari cara-cara baru
dalam menyelesaikan tugas, dan merasa menemukan cara-cara
kerja baru dalam mempercepat tugas-tugas mereka. Pengaruh
positif lebih jauh adalah menimbulkan semangat belajar yang tinggi
(oleh Peter Senge, hal ini disebut sebagai “learning organization”).
5) Individualized consideration. Pimpinan memberikan perhatian
pribadi kepada bawahannya, seperti memperlakukan mereka
sebagai pribadi yang utuh dan menghargai sikap peduli mereka
terhadap organisasi. Pengaruh terhadap bawahan antara lain,
merasa diperhatian dan diperlakukan manusiawi dari atasannya.
Dengan demikian, kelima perilaku tersebut diharapkan mampu
berinteraksi mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk
mengoptimalkan usaha dan performance kerja yang lebih memuaskan ke
arah tercapainya visi dan misi organisasi.
Memang cukup sulit untuk dapat memahami kepemimpinan
transformasional dalam pengertian yang sedalam-dalamnya. Sudah banyak
33
-
para praktisi umum ataupun praktisi pendidikan, maupun praktisi organisasional
yang memberikan definisinya, antara lain: “transformational leadership as a
process where leader and followers engage in a mutual process of raising one
another to hinger levels of morality and motivation (Burns, 1978)”.
Kepemimpinan transformasional menurut Burns merupakan suatu proses
dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama saling meningkatkan dan
mengembangkan moralitas dan motivasinya. Definisi yang diungkapkan oleh
Bass (1985) lebih melihat bagaimana pemimpin transformasional dapat
memberikan dampak atau pengaruh kepada para pengikutnya sehingga
terbentuk rasa percaya, rasa kagum dan rasa segan.
Dengan bahasa sederhana, kepemimpinan transformasional dapat
didefinisikan dan dipahami sebagai kepemimpinan yang mampu mendatangkan
perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh
Organisasi untuk mencapai performa yang semakin tinggi. Selain memberikan
definisi, Bass (1985) juga mengarisbawahi beberapa hal mengenai bagaimana
seorang pemimpin transformasional dapat mentransformasi para pengikutnya
dan bagaimana kepemimpinan transformasional itu dapat terjadi, yaitu dengan:
1. Meningkatkan kesadaran atas pentingnya suatu tugas pekerjaan dan
nilai dari tugas pekerjaan tersebut.
2. Menekankan kepada pengembangan tim atau pencapaian tujuan
Organisasi dari pada hanya sekedar kepentingan masing-masing
pribadi.
3. Mengutamakan kebutuhan-kebutuhan dari tingkatan kebutuhan yang
34
-
paling tinggi.
Ada 4 hal yang perlu dilakukan agar kepemimpinan transformasional
dapat terlaksana adalah sebagai berikut :
1. Mengidealisasikan
pengaruh dengan
standar etika dan
moral yang cukup
tinggi dengan tetap
mengembangkan
dan memelihara rasa
percaya diantara
pimpinan dan
pengikutnya sebagai
landasannya.
2. Inspirasi yang
menumbuhkan
motivasi seperti
tantangan dalam
tugas dan pekerjaan.
3. Stimulasi intelektual
dengan tujuan untuk
menumbuhkan
kreativitas, terutama
35
-
kreativitas di dalam
memecahkan
masalah dan
mencapai suatu
tujuan bersama yang
besar.
4. Pertimbangan
individual dengan
menyadari bahwa
setiap pengikutnya
memiliki keberadaan
dan karakteristik yang
unik yang berdampak
pula pada perbedaan
perlakuan ketika
melakukan coaching,
karena pada
hakikatnya setiap
individu
membutuhkan
aktualisasi diri,
penghargaan diri dan
pemenuhan berbagai
36
-
keinginan pribadi.
Pendekatan ini selain berdampak positif pada pertumbuhan individu dan
optimalisasi pencapaian hasil, juga akan berdampak pula pada pembentukan
generasi kepemimpinan selanjutnya. Di dalam suatu organisasi yang sehat,
masalah regenerasi kepemimpinan adalah hal penting lainnya yang juga perlu
kita pikirkan dan kita antisipasi.
Pengertian lain menurut Bass (Syafar, 2001) tentang
kepemimpinan transformasional bahwa para bawahan merasakan
kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat kepada atasan, dan
mereka dimotivasi untuk berbuat melebihi apa yang ditargetkan atau
diharapkan. Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi
bawahan untuk berbuat lebih baik dari apa yang biasa dilakukan, dengan
kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan.
Pemimpin dalam hal ini memusatkan perhatian pada usaha untuk
mengembangkan potensi bawahan secara penuh melalui pencapaian
tingkat performasi kerja tertentu sebagaimana ditargetkan.
Seorang pemimpin menurut Bass (Syafar, 2001), dapat mengubah
bawahan dengan cara:
1. Membuat mereka lebih menyadari nilai dan pentingnya hasil
pekerjaan;
2. Mendorong mereka untuk merasakan` kepentingan dirinya
sebagai kepentingan organisasi atau tim;
3. Mendorong bawahan untuk meningkatkan hirarki kebutuhannya.
37
-
Berdasarkan pemahaman tersebut bahwa kepemimpinan
tranformasional dapat mempengaruhi bawahan melalui pembangkitan
kekuatan emosi dan identifikasi terhadap pemimpin. Juga, dapat dilakukan
dengan sistem pelatihan, dalam arti pemimpin bertindak sebagai pelatih,
guru dan mentor.
Selanjutnya, Bass and Avolio (1990) mengemukakan bahwa
kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan
transaksional, sebab kepemimpinan transformasional tidak hanya
mengakui kebutuhan bawahan, tetapi juga mencoba berusaha
meningkatkan kebutuhan tersebut dari tingkatan yang rendah ke tingkatan
yang lebih tinggi sampai kepada tingkatan yang mapan. Proses
kepemimpinan transformasional dapat menghasilkan kemampuan
bawahan untuk memimpin diri sendiri, mengambil tanggung jawab bagi
tindakannya sendiri, dan memperoleh imbalan melalui kemandirian yang
kuat.
Meskipun terdapat berbagai tipe atau gaya kepemimpinan seperti
diuraikan di atas, bukan berarti bahwa masing-masing bersifat ekslusif,
artinya pemimpin dengan tidak mutlak memiliki satu tipe saja, sehingga
seorang pemimpin mungkin saja menerapkan kepemimpinan yang
berbeda pada situasi yang berbeda.
F. Kerangka Pikir
Kerangka konseptual merupakan pijakan berpikir dalam penulisan
ini. Kerangka ini menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti.
38
-
Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling
komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori
kepemimpinan transformasional dan transaksional (Bass, 1990). Gagasan
awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional ini
dikembangkan oleh James MacFregor Gurns yang menerapkannya dalam
konteks politik. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta
diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Berry
dan Houston, 1993). Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997)
mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan
transaksional dapat dipilah secara tegas dan keduanya merupakan gaya
kepemimpinan yang saling bertentangan. Kepemimpinan transformasional
dan transaksional sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi.
Salah satu Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah
proses di mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri
ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin
transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan
menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-niali moral seperti
kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi
seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan
transformasional mencakup tiga komponen, yaitu kharisma, stimulasi
intelektual, dan perhatian yang diindividualisasi. Kharisma dapat
didefinisikan sebagai sebuah proses dimana seorang pemimpin
mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang
39
-
kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual
adalah sebuah proses dimana para pemimpin meningkatkan kesadaran
para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para
pengikut untuk memandang masalah-masalah dari prespektif yang baru.
Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberikan dukungan,
membesarkan hati dan memberi pengalaman-pengalaman tentang
pengembangan diri kepada pengikut.
Teori Kepemimpinan Transaksional (Transactional Leadership
Theory) mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan
kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Pemimpin dan para
pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang masing-
masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering
tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga
mengarah ke situasi konflik. Prinsip dasar teori kepemimpinan
transaksional adalah:
1) Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan
para pengikutnya.
2) Pertukaran tersebut meliputi pemimpin dan pengikut serta situasi
ketika terjadi pertukaran
3) Kepercayaan dan persepsi keadilan sangat esensial bagi hubungan
pemimpin dan para pengikutnya.
4) Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang
disediakan oleh pemimpin.
40
-
5) Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk
mempertahankan suatu hubungan sosial.
41
-
Gam bar 3 .Keran gk a Pik ir
Pendekatan yang digunakan untuk memahami kepemimpinan
transformasinal dan kepemimpinan transaksional adalah pendekatan
perilaku melalui dimensinya masing-masing. Pendekatan perilaku untuk
memahami kepemimpinan transaksional adalah dimensi perilaku
kepemimpinan, yakni; contingent reward, active management by
exception, dan passive management by exception. Sedangkan
pendekatan perilaku kepemimpinan transformasional melalui dimensi
attributed charisma, idealized influence, inspirational motivation.
intelectual stimulation dan individualized consideration.
Adapun kerangka pikir penelitiannya adalah sebagai berikut :
42
-
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif terhadap variabel
mandiri yang dilakukan dengan pendekatan deskriptif yakni pemecahan
masalah dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian
sesuai dengan fakta-fakta yang ada saat ini sebagaimana adanya dengan
variabel mandiri atau tanpa menghubungkan dengan keterkaitan variabel
lain.
1. Lokasi dan Waktu
Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada STAKPN Ambon. Adapun
waktu yang akan digunakan dalam penelitian ini hingga selesai adalah
kurang lebih 2 (dua) bulan terhitung mulai bulan Juni – Juli 2009.
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai STAKPN Ambon
sebanyak 22 orang, dosen sebanyak 79 orang dan mahasiswa fungsional
sebanyak 4 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
non probability sampling dengan teknik sampling jenuh atau dengan kata
lain seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu kuisioner dan dokumentasi.
-
1. Kuisoner : merupakan daftar pertanyaan terstruktur yang
berkaitan dengan dimensi gaya kepemimpinan
transformasional dan transaksional
2. Dokumentasi : merupakan pengumpulan data sekunder
yang dilakukan dengan mempelajari laporan kegiatan
organisasi, catatan kepegawaian dan literatur lain yang
terkait.
D. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
statistik deskriptif berupa tabel frekuensi dan mean (rata-rata) untuk
kemudian digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku umum atau generalisasi. Adapun prosedur yang dilakukan yakni :
1. Pengumpulan data
2. Pemeriksaan data
3. Klasifikasi data
4. Tabulasi berdasarkan klasifikasi
5. Perhitungan frekuensi jawaban atau data
6. Memvisualisasikan data yang telah diolah
7. Menafsirkan data sesuai dengan pertanyaan penelitian
41
-
F. Definisi Operasional
1. Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan
pimpinan mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan
pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan
sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja
untuk mencapai tujuan organisasi. Dimensi yang digunakan
adalah :
1) Attributed charisma.
- Pimpinan menunjukkan visi
- Pimpinan menunjukkan kemampuan dan keahliannya
- Pimpinan lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan
kepentingan orang lain (masyarakat) daripada kepentingan
pribadi.
- Pimpinan selalu dijadikan suri tauladan
2) Idealized influence.
- Pimpinan berupaya mempengaruhi bawahannya melalui
komunikasi langsung
- Pimpinan menekankan pentingnya nilai-nilai, asumsi-asumsi,
komitmen dan keyakinan
- Pimpinan memiliki tekad untuk mencapai tujuan
- Pimpinan senantiasa mempertimbangkan akibat-akibat
moral dan etik dari setiap keputusan yang dibuat.
42
-
- Pimpinan memperlihatkan kepercayaan pada cita-cita,
keyakinan, dan nilai-nilai hidupnya.
- Pimpinan menomorsatukan kebutuhan bawahan
- Pimpinan membagi resiko dengan bawahan secara
konsisten
- Pimpinan menghindari penggunaan kuasa untuk
kepentingan pribadi.
3) Inspirational motivation.
- Pimpinan bertindak dengan cara memotivasi dan
memberikan inspirasi kepada bawahan
- Pimpinan selalu memberikan arti dan tantangan terhadap
tugas bawahan.
- Pimpinan memberikan partisipasi bawahan secara optimal
dalam hal gagasan-gagasan,
- Pimpinan memberi visi mengenai keadaan organisasi masa
depan yang menjanjikan harapan yang jelas dan transparan.
4) Intelectual stimulation.
- Pimpinan mendorong bawahan untuk memikirkan kembali
cara kerja lama
- Pimpinan mendorong bawahan mencari cara-cara kerja baru
dalam menyelesaikan tugasnya.
5) Individualized consideration.
- Pimpinan memberikan perhatian pribadi kepada
43
-
bawahannya
- Pimpinan memperlakukan bawahan sebagai pribadi yang
utuh
- Pimpinan menghargai sikap peduli bawahan terhadap
organisasi.
2. Kepimpinanan transaksional adalah gaya kepemimpinan
yang intinya menekankan transaksi di antara pimpinan dan
bawahan. Kepemimpinan transaksional memungkinkan
pimpinan memotivasi dan mempengaruhi bawahan dengan
cara mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu.
Dimensi yang digunakan adalah :
1) Perilaku contingent reward
- Pimpinan mengetahui apa yang diinginkan bawahan
- Pimpinan menawarkan dan menyediakan sejumlah imbalan
jika hasil kerja bawahan memenuhi kesepakatan.
- Pimpinan menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh
bawahan dengan imbalan
2) Active management by exception
- Pimpinan responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan
selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai
pekerjaan yang telah dilakukan karyawan
- Pimpinan menetapkan sejumlah aturan yang perlu ditaati
- Pimpinan melakukan kontrol secara ketat agar bawahan
44
-
terhindar dari berbagai kesalahan
- Pimpinan melakukan intervensi dan koreksi untuk perbaikan.
3) Passive management by exception,
- Pimpinan hanya memikirkan apa yang akan bawahan
peroleh jika hasil kerjanya sesuai dengan transaksi
- Pimpinan hanya melakukan intervensi dan koreksi apabila
masalahnya makin memburuk atau bertambah serius.
Untuk menentukan tinggi rendah masing-masing indikator
digunakan klasifikasi pengukuran sebagai berikut :
- Tinggi apabila persentase kecenderungan jawaban positif
(sangat setuju dan setuju) lebih dominan dibandingkan
kecenderungan jawaban negatif (kurang setuju dan tidak
setuju)
- Rendah apabila persentase kecenderungan jawaban negatif
(kurang setuju dan tidak setuju) lebih dominan dibandingkan
kecenderungan jawaban positif (sangat setuju dan setuju)
45
-
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum STAKPN Ambon
1. Visi
Berdasarkan KMA 507 Tahun 2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Satuan Organisasi di Lingkungan
Kantor Departemen Agama sebagai acuan bagi para pejabat/pegawai dalam
mengukur dan mengevaluasi kinerja satuan organisasi/ kerja masing—
masing dan KMA Nomor 506 tahun 2003 tentang Pedoman Perumusan Visi
dan Misi Satuan Organisasi Kerja di Lingkungan Departemen Agama, maka
STAKPN Negeri Ambon sebagai satuan kerja dilingkungan Departemen
Agama patut melaksanakannya.
Pengembangan bidang pendidikan termasuk didalamnya pendidikan
tinggi khususnya pendidikan tinggi agama dimaksud untuk :
a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan atau professional yang dapat
menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya khasana ilmu
pengetahuan teknologi dan atau kesenian yang bernafaskan agama
Kristen
b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama
Kristen dan teknologi serta seni yang bernafaskan agama Kristen,
46
-
dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional
Ilmu pengetahuan agama Kristen merupakan satu disiplin ilmu yang
secara sistimatis dalam suatu keterpaduan penyelenggaraan sistim
pendidikan nasional diharapkan dapat menghasilkan tenaga-tenaga
professional agama Kristen yang berkemampuan dalam pengabdiannya di
masyarakat, sehingga dapat tercipta masyarakat bangsa yang agamais.
Pada jalur pendidikan akademik diharapkan dapat menghasilkan
calon ilmuwan agama Kristen yang berkualitas dan mampu menggali dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang
bernafaskan agama Kristen.
Agama sebagai landasan moral spritual dan etika dalam interaksi
kehidupan berbangsa dan bernegara semakin mendapat tantangan akibat dai
perkembangan teknologi, serta euphoria reformasi yang mengkristal seakan
agama tidak lagi mempu memberikan inspirasi dan motivasi dalam
menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan.
Demokrasi seakan menjadi Tuhan yang disembah oleh umat
beragama, sementara dilain pihak tumbuh dan berkembangnya komunitas
agama yang fanatis mungkin terkesan ekstrim dan fundamentalis merupakan
fenomena tersendiri untuk dicermati dan disikapi oleh semua umat
beragama.
Pluralisme bangsa Indonesia mestinya dimaknai oleh warga bangsa
47
-
sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang oleh karena itu harus
disyukuri dan dimanfaatkan sebagai potensi pembangunan, dan bukan untuk
dipertentangkan.
Ditengah tantangan itu, institusi pendidikan tinggi agama mecermati
fenomena dimaksud dengan mempersiapkan peserta didiknya yang kelak
mengabdi di masyarakat mampu mengoptimalkan potensi agama bagi
pembangunan bangsa.
Optimalisasi peran agama itu terarah pada sejauh mana lulusan
STAKPN Ambon yang berpikir integralistik untuk menghargai keaneka
ragaman bangsa Indonesia. Dari latar pemikiran diatas dapat dirumuskan
Visi STAKP Negeri Ambon untuk tahun 2006-2010 adalah : “Membangun
Teologi Yang Integralistik”.
2. Misi
Sebagai perwujudan visi STAKP Negeri Ambon diatas, maka sesuai
penjelasan KMA Nomor 506/507 tahun 2000, dijelaskan bahwa misi
merupakan persyaratan yang menetapkan tujuan organisasi kerja dan
sasaran yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu melalui penetapan
strategi yang dipilih.
Sementara itu berdasarkan Instruksi Presiden Nomor : 7 Tahun 1999,
yang dimaksud dengan misi adalah suatu yang harus dilaksanakan oleh
instansi pemerintah agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil
dengan baik.
48
-
Dengan demikian STAKP Negeri Ambon sebagai satuan kerja di
Lingkungan Departemen Agama yang juga adalah instansi pemerintah
menetapkan misi yang harus diemban sebagai berikut :
a. Meningkatkan kualitas pendidikan Agama Kristen, Teologi, Musik
Grejawi dan Pastoral Konseling
b. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan admnistrasi akademik,
kemahasiswaan dan umum
c. Peningkatan kualitas penelitian yang terarah pada terwujudnya
konsep teologi integralistik
3. Tujuan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 60 Tahun 1999 tujuan
pendidikan tinggi adalah :
a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan atau prodesional yang dapat
menerapkan, mengembangkan dan atau
memperkaya khasana ilmu pengetahuan,
teknologi dan atau kesenian
b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang
49
-
memperkaya kebudayaan nasional.
KMA Nomor 155 Tahun 1999 Tentang STATUTA STAKP Negeri
Ambon, merumuskan tujuan STAKP Negeri Ambon adalah :
a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademik dan atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan atau menciptakan ilmu pengetahuan agama Kristen
dan teknologi serta seni yang bernafaskan agama
Kristen.
b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan agama Kristen dan teknologi serta seni
yang bernafaskan agama Kristen dan mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
4. Sasaran
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-
2009, tanggal 19 Januari 2005 maka sasaran pembangunan bidang agama
diarahkan pada peningkatan kualitas kehidupan beragama sampai dengan
tahun 2009 adalah :
1. Peningkatan kualitas pelayanan dan
pemahaman agama serta kehidupan
50
-
beragama
2. Peningkatan kerukunan interen dan
antar umat beragama
Sebagai tindak lanjut dari RPJMN teristimewa dalam hubungannya
dengan Peningkatan Kerukunan Interen dan Antar Umat Beragama, maka
sasaran yang hendak dicapai dari STAKP Negeri Ambon sesuai Visi :
Mewujudkan Teologi Integralistik” adalah :
a. Membentuk pemahaman mengenai teologi
integralistik sebagai suatu paradigma teologi.
b. Memeproleh penjelasan keilmuan mengenai
teologi integralistik sesuai kadar epistomologi
dan metadologis sesuai kaidah keilmuan.
c. Merumuskan secara keilmuan paradigma
Teologi Integralistik sebagai paradigma keilmuan
teologi di STAKPN Ambon.
Sasaran ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa pluralisme
bangsa ini mestinya dikelola secara baik agar menjadi kekuatan
pembangunan bangsa dan Negara. Disadari bahwa pluralisme, multicultural
bangsa ini jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi ancaman-ancaman
bagi integritas bangsa dan negara, oleh karena itu Tri Dharma Perguruan
Tinggi Teologi yang melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi
berkewajiban untuk menemukan sebuah konsep dari teologi secara
51
-
integralisitik yang pada hakekatnya, diramu secara keilmuan dengan
pendekatan-pendekatan multicultural. Sehubungan dengan itu maka sasaran
yang hendak dicapai adalah :
1. Meningkatkan pengelolaan administrasi
2. Meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran
3. Meningkatkan mutu penelitian dan pengabdian masyarakat
4. Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait dan stackholder
5. Kedudukan
Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan (STAKP) Negeri Ambon
didirikan melalui Keputusan Presiden (KEPRES) Nomor: 19 Tahun 1999 dan
diresmikan oleh Menteri Agama RI pada Tanggal 25 April 2000 adalah
integrasi dari Akademi Pendidikan Guru Agama Kristen Protestan Negeri
(APGAKPN) Ambon, dengan mempunyai empat jurusan yaitu Pendidikan
Agama Krisnten, teologia, Pastoral Konseling dan Musik Gerejawi.
STAKP Negeri Ambon merupakan salah satu satuan kerja di
lingkungan kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Maluku yang berada
di sebelah tenggara Kota Ambon tepatnya di Kecamatan Sirimau Kota Madya
Ambon.
6. Tugas dan Fungsi
52
-
STAKPN Ambon adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan
Departemen Agama, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
menteri. Dipimpin oleh Ketua. Pembinaan STAKPN Ambon secara
fungsional dilakukan oleh Dirjen.
STAKPN Ambon mempunyai tugas melaksanakan pendidikan tinggi,
penelitian serta pengabdian kepada masyarakat di bidang ilmu pengetahuan
Agama Kristen sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk melaksanakan tugas tersebut pada Pasal 9, STAKPN Ambon
menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan dan perumusan konsep kebijaksanaan dan perencanaan
program
2. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan
Agama Kristen
3. Pelaksanaan penelitian dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan agama Kristen
4. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat
5. Pelaksanaan pembinaan kemahasiswaan
6. Pelaksanaan pembinaan civitas akademika
7. Pelaksanaan kerjasama dengan perguruan tinggi dan atau lembaga-
lembaga lain
8. Pelaksanaan pengendalian dan pengawasan kegiatan
9. Pelaksanaan penilaian prestasi dan proses penyelenggaraan kegiatan
53
-
serta penyusunan laporan
10.Pelaksanaan kegiatan administrasi
7. Susunan Organisasi Tata Kerja
STAKPN Ambon terdiri dari :
1) Ketua dan Pembantu Ketua
2) Senat STAKPN
3) Jurusan
4) Kelompok Dosen
5) Bagian Administrasi : Akademik, Kemahasiswaan
dan Umum
6) Unsur Penunjang Akademik meliputi :
a) Unit Perpustakaan
b) Unit Komputer
c) Unit Laboratorium/Studio
8. Deskripsi Tugas Pimpinan
Ketua mempunyai tugas :
1. Memimpin penyelenggaraan
pendidikan, penelitian dan
54
-
pengabdian kepada
masyarakat
2. Membina tenaga
kependidikan,
kemahasiswaan, tenaga
administrasi dan hubungan
dengan lingkungannya
3. Menentukan kebijaksanaan
teknis yang secara fungsional
menjadi tanggung jawabnya
sesuai dengan kebijaksanaan
Dirjen
4. Membina dan melaksanakan
kerjasama dengan instansi,
badan swasta, dan
masyarakat untuk
memecahkan persoalan yang
timbul terutama yang
menyangkut bidang tanggung
jawabnya.
5. Melaksanakan pengawasan
dan penyelenggaraan
55
-
6. Melaksanakan penilaian
prestasi dan proses
penyelenggaraan kegiatan
serta penyusunan laporan
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Ketua dibantu oleh 3 (tiga)
Pembantu Ketua yang berada di ba