ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH...

140
T E S I S ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI (STAKPN) AMBON RUSALI LUKAS P 0800207605 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2 0 0 9 1

Transcript of ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH...

  • T E S I S

    ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI

    (STAKPN) AMBON

    RUSALI LUKASP 0800207605

    PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR 2 0 0 9

    1

  • ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI

    (STAKPN) AMBON

    Tesis Sebagai Salah satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

    Program Studi

    Administrasi Pembangunan

    Disusun dan diajukan oleh

    RUSALI LUKAS

    Kepada

    PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR 2 0 0 9

    2

  • HALAMAN PENGESAHAN

    ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI

    (STAKPN) AMBON

    Disusun dan diajukan oleh :

    RUSALI LUKASP 0800207605

    MenyetujuiKomisi Pembimbing

    Ketua Anggota

    Prof. Dr.Mappa Nasrun,MA. Dr. Alwi , M.S.

    Mengetahui :Ketua Program Studi

    Administrasi Pembangunan

    Prof. DR. Suratman, M.Si.

    3

  • PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Rusali Lukas

    Nomor mahasiswa : P0800207605

    Program studi : Administrasi Pembangunan

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

    benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan

    pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian

    hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

    hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

    tersebut.

    Makassar, Nopember 2009

    Yang menyatakan,

    Rusali Lukas

    4

  • PRAKATA

    Puji dan syukur, hormat dan kemuliaan diberikan hanya bagi Tuhan,

    karena cinta kasihNya membimbing, melindungi dan memberkati penulis

    melewati setiap perjuangan hidup ini baik suka maupun duka, tantangan

    hidup yang datang silih berganti mulai dari awal studi hingga perjuangan

    sampai dengan tahap akhir ini.

    Dengan kerendahan hati, penulis meyakini bahwa Tuhan adalah satu-

    satunya sumber kehidupan serta kekuatan yang selalu ada di hati penulis

    yang memberi kekuatan, sehingga penulis mampu dalam menjalani studi ini.

    Untuk itu penulis haturkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

    besarnya kepada :

    1. Bapak R.Souhaly,SH,MH selaku pimpinan dan seluruh civitas

    akademika STAKPN Ambon

    2. Prof.Dr. Mappa Nasrun,MA selaku Pembimbing I dan Dr.Alwi,M.Si

    selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu memimbimbing

    penulis selama melakukan penulisan tesis ini.

    3. Prof.Dr.dr.Razak Thaha,M.Sc selaku Direktur Program Pascasarjana

    Universitas hasanuddin Makassar.

    4. Prof.Dr.Suratman,M.Si selaku Ketua Program Studi Administrasi

    Pembangunan PPS Unhas Makasar

    5

  • 5. Bapak dan ibu dosen serta segenap pegawai Pascasarjana Unhas

    Makassar

    6. Terima kasih untuk Papa Butje, Mama Do dan adik-adikku

    tersayang Egi, Ithin, Inggrid yang selalu menopang dengan doa.

    7. Suami dan anak-anakku tercinta Aldo, Enn dan Rey yang selalu

    memberikan support bagi penulis.

    8. Semua teman-teman Angkatan III Program Studi Administrasi

    Pembangunan PPS Unhas. Terima kasih atas dorongan, bantuan,

    keakraban dan suasana kekeluargaan selama ini.

    Akhirnya, penulis mengharapkan agar tesis ini memberikan manfaat

    bagi pembaca dan mohon maaf atas segala ketidaksempurnaan.

    Makasar, Nopember 2009

    Rusali Lukas

    6

  • ABSTRAK

    Rusali Lukas. Analisis Gaya Kepemimpinan Ketua STAKPN Ambon. Pembimbing Mappa Nasrun dan Alwi

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis gaya kepemimpinan Ketua STAKPN Ambon. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif terhadap variabel mandiri yang dilakukan dengan pendekatan deskriptif yakni pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian sesuai dengan fakta-fakta yang ada saat ini sebagaimana adanya dengan variabel mandiri atau tanpa menghubungkan dengan keterkaitan variabel lain.

    Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai STAKPN Ambon sebanyak 22 orang, dosen sebanyak 79 orang dan mahasiswa fungsional sebanyak 4 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling dengan teknik sampling jenuh atau dengan kata lain seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ketua STAKPN Ambon menerapkan kepemimpinan transformasional yang terlihat dari kecenderungan positif jawaban responden yang lebih tinggi dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transaksional. Namun secara lebih khusus, dimensi yang lebh dominan adalah atributed charisma, artinya Ketua STAKPN Ambon merupakan pemimpin kharismatik sehingga dijadikan suri tauladan, idola, dan model panutan oleh seluruh elemen organisasi STAKPN Ambon (pegawai, dosen dan mahasiswa). Selain itu, Ketua STAKPN Ambon telah berperan banyak dalam menstimulasi seluruh elemen organisasi agar menjadi kreatif dan inovatif, disamping pula merupakan seorang pengikut yang baik.

    7

  • ABSTRACT

    8

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN DEPAN ii

    HALAMAN PENGESAHAN iii

    PENYATAAN KEASLIAN TESIS iv

    PRAKATA v

    ABSTRAK vii

    ABSTRACT viii

    DAFTAR ISI ix

    DAFTAR TABEL xi

    DAFTAR GAMBAR xv

    DAFTAR LAMPIRAN xvi

    BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah 1

    B. Pokok Permasalahan 6

    C. Tujuan Penelitian 7

    D. Manfaat Penelitian 7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Pengertian Kepemimpinan 8

    B. Teori-Teori Kepemimpinan 10

    C. Gaya Kepemimpinan 14

    D. Kepemimpinan Transaksional 22

    E. Kepemimpinan Transformasional 27

    F. Kerangka Pikir 36

    9

  • BAB III METODE PENELITIANA. Pendekatan Penelitian 40

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian 40

    C. Populasi dan Sampel 40

    D. Teknik Pengumpulan Data 40

    E. Teknik Analisis Data 41

    F. Definisi Operasional 42

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum STAKPN Ambon 46

    B. Deskripsi Hasil Penelitian 59

    C. Implikasi Hasil Penelitian 108

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan 111

    B. Saran 112

    DAFTAR PUSTAKA 113

    10

  • DAFTAR TABEL

    Tabel halaman

    1. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Menunjukkan Visi61

    2. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Mewujudkan Visi Melalui Upaya Bekerja Sesuai Dengan Visi 62

    3. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menunjukkan Kemampuan Secara Konsisten 63

    4. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menunjukkan Kemampuan Secara Terus Menerus 64

    5. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menunjukkan Keahlian Secara Konsisten 65

    6. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menunjukkan Keahlian Secara Terus Menerus 66

    7. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Lebih Mendahulukan Kepentingan Organisasi dan Kepentingan Masyarakat dibandingkan Kepentingan Pribadi 67

    8. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Selalu Dijadikan Sebagai Suri Tauladan 69

    9. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Berupaya Mempengaruhi Bawahan Melalui Komunikasi Langsung 70

    10. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Menekankan Pentingnya Nilai-nilai Moral dalam Bekerja 72

    11. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Menekankan Pentingnya Keyakinan dalam Bekerja73

    11

  • 12. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Memiliki Tekad untuk Mencapai Tujuan 74

    13. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Senantiasa Mempertimbangkan Akibat Moral dan Etik dari Setiap Keputusan yang Dibuat 75

    14. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Memperlihatkan Kepercayaan pada Cita-Cita Hidupnya 76

    15. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Menomorsatukan Kebutuhan Bawahan 77

    16. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Membagi Resiko dengan Bawahan Secara Konsisten 78

    17. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan bahwa Pimpinan Menghindari Penggunaan Kuasa untuk Kepentingan Pribadi

    79

    18. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Bertindak Dengan Cara Memotivasi Bawahan 81

    19. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Bertindak Dengan Memberikan Inspirasi Kepada Bawahan 82

    20. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Selalu Memberikan Arti Dan Tantangan Terhadap Tugas

    83

    21. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Memberikan Partisipasi Bawahan Secara Optimal Dalam Hal Gagasan-Gagasan 85

    22. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Memberikan Visi Mengenai Keadaan Organisasi Masa Depan yang Menjanjikan Harapan yang Jelas dan Transparan 86

    23. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa

    12

  • Pimpinan Mendorong Bawahan untuk Memikirkan Kembali Cara Kerja Lama 88

    24. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Mendorong Bawahan Mencari Cara-cara Kerja Baru dalam Menyelesaikan Tugas 89

    25. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Memberikan Perhatian Pribadi kepada Bawahan 91

    26. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Memperlakukan Bawahan Sebagai Pribadi yang Utuh 92

    27. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menghargai Sikap Peduli Bawahan terhadap Organisasi 93

    28. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Mengetahui Apa Yang Diinginkan Bawahan

    95

    29. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menawarkan Sejumlah Imbalan jika Hasil Kerja Memenuhi Kesepakatan 96

    30. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menyediakan Sejumlah Imbalan jika Hasil Kerja Memenuhi Kesepakatan 97

    31. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menukar Usaha-usaha yang Dilakukan Oleh Bawahan dengan Imbalan 98

    32. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Responsif terhadap Kepentingan Pribadi Karyawan Selama Kepentingan Tersebut Sebanding dengan Nilai Pekerjaan yang Telah Dilakukan Karyawan 100

    33. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Menetapkan Sejumlah Aturan Yang Perlu Ditaati 101

    34. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Melakukan Kontrol secara Ketat agar Bawahan

    13

  • Terhindar dari Berbagai Kesalahan 102

    35. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Melakukan Intervensi untuk Perbaikan 103

    36. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Melakukan Koreksi untuk Perbaikan

    104

    37. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Hanya Memperhatikan Apa yang Akan Bawahan Peroleh jika Hasil Kerja Sesuai Transaksi 105

    38. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Bahwa Pimpinan Hanya Melakukan Intervensi Apabila Bawahan tidak Bekerja Secara Optimal 106

    39. Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Kecenderungan Gaya Kepemimpinan Ketua STAKPN Ambon 108

    14

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar halaman

    1. Kisi Manajerial 17

    2. Gaya Tiga Dimensi Kepemimpinan Reddin 19

    3. Kerangka Pikir 39

    15

  • 16

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran halaman

    1. Kuisioner Penelitian 116

    2. Data Penelitian 118

    3. Hasil Pengolahan Gaya Kepemimpinan Transformasional 137

    4. Hasil Pengolahan Gaya Kepemimpinan Transaksional 145

    17

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan suatu

    masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual

    berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan

    Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat dan berkedaulatan rakyat

    dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan

    dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,

    bersahabat, tertib dan damai (Muljana, 2001). Tercapainya tujuan

    pembangunan nasional tersebut membutuhkan ketersediaan sumber

    daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas.

    Organisasi di bidang pemerintahan saat ini dihadapkan pada

    perubahan global yang cepat, semakin singkatnya daur hidup inovasi

    teknologi, ketersediaan informasi yang kian mudah dan cepat perubahan-

    perubahan budaya, sosial dan lingkungan politik yang perlu

    dipertimbangkan dalam menghadapi situasi tersebut, kegiatan

    pemerintahan secara langsung maupun tidak langsung akan sangat

    terpengaruh. Perubahan kondisi lingkungan baik internal maupun

    eksternal menuntut organisasi harus bersifat adaptif dan fleksibel untuk

    menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Organisasi harus dapat

    segera merespon berbagai perubahan yang terjadi sehingga tetap eksis

    dalam menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan

  • gangguan yang senantiasa muncul setiap saat (Muchlas, 2005).

    Perubahan-perubahan global mengakibatkan aparatur pemerintah

    sebagai bagian penting organisasi dihadapkan pada dunia tanpa batas,

    hiperkompetisi dan akselerasi informasi. Selain itu, aparatur pemerintah

    di hadapkan pada tuntutan pelaksanaan good governance, pembangunan

    yang parsipatoris, demokrasi dan law enforcement. Perubahan-

    perubahan ini hendaknya membawa perubahan mind set aparatur

    pemerintah terutama dalam menjalankan roda pemerintahan dan

    pembangunan. Ada beberapa implikasi akibat perubahan-perubahan

    tersebut, yakni pertama, profesionalisme aparatur pemerintah seharusnya

    ditampilkan dalam bentuk pola sikap dan pola tindak yang lebih

    mengedepankan nilai-nila kewilayahan, lebih memberdayakan

    masyarakat dan lebih menghargai hak-hak masyarakat. Kedua,

    kompetisi aparatur pemerintah tidak hanya cukup dengan kemampuan

    organisasi dengan manajemen tradisional tetapi perubahan cepat yang

    mengakibatkan aparatur pemerintah harus menjadi pemimpin yang

    visioner, efektif, enterpreneur dan memberdayakan bawahan (Muchlas,

    2005).

    Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar

    dapat melakukan peran yang handal dalam proses pembangunan.

    Sejalan dengan itu, perlu dikembangkan kemampuan pegawai, baik

    perencanaan, pelaksanaan mupun penguasaan teknologi.

    STAKPN Ambon merupakan salah satu institusi perguruan tingggi

    2

  • yang diselenggarakan oleh Departemen Agama yang berada di bawah

    dan bertanggung jawab kepada menteri, dipimpin oleh seorang ketua dan

    dalam pembinaannya dilakukan secara fungsional oleh Direktorat

    Jenderal Pendidikan Tinggi. Sebagai organisasi, STAKPN Ambon

    mempunyai tugas melaksanakan pendidikan tinggi, penelitian serta

    pengabdian kepada masyarakat di bidang ilmu pengetahuan agama

    kristen sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Untuk melaksanakan tugas tersebut, diperlukan sumber daya

    manusia atau pemimpin yang berkualitas, mempunyai wawasan yang luas

    dan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi, serta mampu

    memotivasi pegawai untuk selalu meningkatkan prestasi kerjanya.

    Dengan adanya gaya kepemimpinan yang efektif, pengembangan

    manajemen sumber daya manusia kedepan diarahkan pada tataran

    peningkatan prestasi kerja pegawai dan organisasi, sehingga pada

    akhirnya sejalan dengan visi dan misi organisasi dapat terwujud.

    Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Madani (2004),

    keberhasilan program agribisnis dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan.

    Keberhasilan program ini lebih banyak disebabkan oleh kemampuan

    pimpinan dalam memotivasi bawahan, dimana masing-masing pimpinan

    memiliki tipe yang berbeda untuk menghadapi karyawan yang berbeda

    pula. Olehnya itu, kompleksitas tipe kepemimpinan sangat berpengaruh

    terhadap pencapaian keberhasilan program yang telah dicanangkan.

    Berdasarkan kajian tersebut, hasil penelitian ini dijadikan salah satu dasar

    3

  • dalam menentukan keberhasilan pimpinan STAKPN Ambon.

    Menurut Hasibuan (1999), seseorang yang menduduki posisi

    sebagai pimpinan didalam suatu organisasi mengemban tugas

    melaksanakan kepemimpinan. Sementara dari segi organisasi,

    kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan atau kecerdasan

    untuk mendorong, memotivasi, memimpin, mengarahkan, mengawasi

    sejumlah orang atau dua orang bahkan lebih agar bekerjasama dalam hal

    membina, mengarahkan dan menggerakkan pelaksanaan kegiatan yang

    terarah pada tujuan bersama.

    Martoyo (1998) mengemukakan bahwa kepemimpinan dalam suatu

    organisasi merupakan suatu faktor yang menentukan atas berhasil

    tidaknya suatu organisasi atau usaha. Sebab kepemimpinan yang

    sukses, menunjukkan bahwa pengelolaan suatu organisasi berhasil

    dilaksanakan dengan sukses pula. Lanjut dikemukakan bahwa pimpinan

    dikatakan berhasil jika mampu mengantisipasi perubahan yang tiba-tiba

    dalam proses pengelolaan organisasi, berhasil mengoreksi kelemahan-

    kelemahan yang timbul dan sanggup membawa organisasi kepada

    sasaran-sasaran dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan.

    Jelas kiranya, bahwa mengelola suatu organisasi termasuk di

    dalamnya mengelola sumber daya manusianya, diperlukan prinsip-prinsip

    atau teori-teori manajemen, termasuk prinsip dan teori kepemimpinan.

    Setiap kemampuan dalam kepemimpinan harus melekat erat pada

    seorang pimpinan, apapun ruang lingkup tanggung jawabnya. Karena

    4

  • tanpa kemampuan memimpin, lebih-lebih dalam hal manajemen sumber

    daya manusia, tidak mungkin seorang pemimpin berhasil dalam

    melaksanakan tanggung jawabnya. Sikap dan gaya serta perilaku

    kepemimpinan sangat besar pengaruhnya terhadap organisasi yang

    dipimpinnya, bahkan dapat berpengaruh terhadap produktifitas

    organisasinya (Sigit, 1993).

    Disadari pula bahwa dalam memimpin suatu organisasi atau

    lembaga, seorang pemimpin memiliki gaya atau tipe yang berbeda satu

    sama lain, atau bahkan seorang pemimpin akan memiliki beberapa gaya

    yang berbeda pada situasi dan kondisi yang berbeda atau sama pada

    karyawan yang berbeda. Salah satu teori yang menekankan suatu

    perubahan dan yang paling komperehensif berkaitan dengan

    kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan

    transaksional. Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan

    yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori

    kepemimpinan transformasional dan transaksional (Bass, 1990). Gagasan

    awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional ini

    dikembangkan oleh James MacFregor Gurns yang menerapkannya dalam

    konteks politik. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta

    diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Berry

    dan Houston, 1993).

    Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) mengemukakan bahwa

    gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dipilah

    5

  • secara tegas dan keduanya merupakan gaya kepemimpinan yang saling

    bertentangan. Kepemimpinan transformasional dan transaksional sangat

    penting dan dibutuhkan setiap organisasi.

    Selanjutnya Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997; Keller, 1992)

    mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dan

    transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai

    hirarki kebutuhan manusia. Menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman,

    1997) keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa

    kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan

    rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan

    transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa

    kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya

    dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional.

    Olehnya itu, penelitian ini sangat penting untuk mengkaji

    bagaimana gaya kepemimpinan Ketua STAKPN yang dapat mendukung

    pencapaian kinerja organisasi secara optimal.

    B. Pokok Permasalahan

    Berdasarkan pokok permasalahan, dikemukakan pertanyaan

    penelitian yakni bagaimana gaya kepemimpinan Ketua STAKPN

    Ambon ?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis

    6

  • gaya kepemimpinan Ketua STAKPN Ambon.

    D. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut :

    1. Manfaat Akademis

    Diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoritis mengenai

    kepemimpinan yang dapat digunakan oleh mahasiswa yang

    menggeluti studi keilmuwan sebagai bagian integral dari studi

    administrasi pada umumnya.

    2. Manfaat Praktis

    Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pembuat kebijakan

    dalam menentukan arah dan kebijakan yang berkaitan dengan gaya

    kepemimpinan.

    7

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pengertian Kepemimpinan

    Sebelum membahas mengenai gaya kepemimpinan, perlu pula

    dipahami apa itu kepemimpinan, untuk menghindari kesalahan persepsi

    mengenai kepemimpinan itu sendiri.

    Definisi kepemimpinan menurut Martoyo (1998) adalah

    keseluruhan aktifitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau

    bekerja sama untuk suatu tujuan yang memang diinginkan bersama.

    Kepemimpinan juga merupakan suatu usaha menggunakan suatu

    gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dan

    mencapai tujuan (Indrawijaya dan Wahyu, 2001).

    Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

    kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan tugas-tugas dari posisi

    seorang pemimpin dalam mempengaruhi atau menggerakkan bawahan,

    sehingga dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab bawahan

    berperilaku untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

    Menurut Yukl (1998), dalam melaksanakan tugasnya pimpinan

    sebaiknya menentukan kerangka tujuan acuan untuk umpan balik antara

    bawahan dan pimpinan, sehingga tercapai hubungan yang kondusif

    antara bawahan dan pimpinan.

    Pada saat bawahan melakukan tiap langkah prosedur, tunjukan

  • persetujuan pimpinan. Jika sesuatu telah dilakukan dengan salah.

    pimpinan harus bersabar dan tetap tenang jika suatu kesalahan dilakukan

    oleh bawahannya. Jangan mengatakan hal-hal yang mengecilkan hati

    orang tersebut atau mengurangi rasa percaya dirinya.

    Winardi (2000) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan dan

    pengelolaan organisasi dengan baik, hendaknya pimpinan motivasi

    bawahannya. Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi

    kelompoknya agar mereka bertindak sesuai dengan waktu dan secara

    kooperatif untuk mencapai sasaran kelompok.

    Defenisi kepemimpinan biasanya dikaitkan dengan ciri-ciri

    individual, perilaku, pengaruh terhadap oarang lain, pola-pola interaksi,

    hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administratif, serta

    persepsi orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Kebanyakan

    defenisi kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan

    menyangkut suatu proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh

    yang disegaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk

    menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan didalam sebuah

    kelompok atau organisasi. Juga melibatkan pentingnya menjadi agen bagi

    perubahan, mampu mempengaruhi perilaku dan kinerja pengikutnya serta

    memusatkan pada pencapaian tujuan. Pimpinan yang efektif harus

    menghadapi tujuan-tujuan individu, kelompok, dan organisasi. Keefektif

    pemimpin secara khusus diukur dengan pencapaian dari satu atau

    beberapa kombinasi tujuan-tujuan ini. Individu dapat memandang

    9

  • pemimpinnya sebagai efektif atau tidak berdasarkan kepuasaan yang

    mereka dapatkan dari pengalaman kerja secara keseluruhan

    (Thoha,2001).

    Kepemimpinan yang efektif tergantung dari landasan manajerial

    yang kokoh. Menurut Champman dalam Umar (2000) ada lima landasan

    kepemimpinan yang kokoh yaitu : cara berkomunikasi, pemberian

    motivasi, kemampuan memimpin, pengambilan keputusan dan kekuasaan

    yang positif.

    B. Teori-teori kepemimpinan

    Ada beberapa teori-teori kepemimpinan yang diuraikan oleh Thoha

    (1998), yakni :

    1) Teori Sifat (Trait Theory)

    Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang nampaknya

    mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi.

    1. Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa

    pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian yang

    sangat menarik dari penelitian tersebut adalah pemimpn tidak bisa

    melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.

    2. Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial. Pemimpin

    cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil,

    serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas

    sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.

    10

  • 3. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi. Para pemimpin secara

    relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi.

    Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang

    intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.

    4. Sikap-Sikap Hubungan Kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang

    berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para

    pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.

    2) Teori Kelompok

    Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa

    mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang

    positif di antara pemimpin dan pengikutnya-pengikutnya. Kepemimpinan

    yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin

    dan pengikutnya ini, melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang

    keinginan-keinginan mengembangkan peranan (Thoha, 1998).

    a. Teori Situasional dan Model Kontingensi

    Fiedler (1967) mengembangkan suatu teknik yang unik untuk

    mengukur gaya kepemimpinan. Pengukuran ini diciptakan dengan

    memberikan skor yang dapat menunjukkan dugaan kesamaan di antara

    keberlawanan ( Assumed Similarity Between Opposites - ASO) dan teman

    kerja yang paling sedikit disukai. ( Least Preffered Cowokker – LPC).

    ASO memperhitungkan derajat kesamaan di antara persepsi-persepsi

    pemimpin mengenai kesenangan yang paling banyak dan paling sedikit

    tentang kawan-kawan kerjanya. (Thoha, 1998).

    11

  • Dua pengukuran yang dipergunakan saling bergantian dan ada

    hubungannya dengan gaya kepemimpinan tersebut yaitu :

    1. Hubungan kemanusiaan atau gaya yang

    lunak (linient) dihubungkan pemimpin yang

    tidak melihat perbedaan yang besar di

    antara teman kerja yang paling banyak dan

    paling sedikit disukai (ASO) atau

    memberikan suatu gambaran yang relatif

    menyenangkan kepada teman kerja yang

    paling sedikit disenangi (LPC).

    2. Gaya yang berorientasi tugas atau “ Hard

    Nosed “ dihubungkan dengan pemimpin

    yang melihat suatu perbedaan besar

    diantara teman kerja yang paling sedikit

    disenangi (ASO) dan memberikan suatu

    gambaran yang paling sedikit diskusi (LPC).

    Selanjutnya Fiedler (1967) mengembangkan suatu model yang

    dinamakan Model Kontigengsi Kepemimpinan Yang Efektif yang

    dijelaskan oleh Thoha (1998). Model ini berisi tentang hubungan anatara

    gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi

    yang menyenangkan itu antara lain :

    1. Hubungan pemimpin-anggota. Hal ini merupakan

    variabel yang paling penting di dalam

    12

  • menentukan situasi yang menyenangkan

    tersebut.

    2. Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini

    merupakan masukan yang amat penting kedua,

    dalam menentukan sutuasi yang menyenangkan.

    3. Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai oleh

    lewat otorita formal. Dimensi ini merupakan

    dimensi yang amat penting ketiga di dalam

    situasi yang menyenangkan.

    3) Teori Jalan Kecil – Tujuan (Path-Goal Theory)

    Thoha (1998) mengemukakan teori Path-Goal versi House (1974),

    yang memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan sebagai

    berikut :

    a.Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan

    model kepemimpinan yang otokratis dari Lippit

    dan White. Bawahan tahu senyatanya apa

    yang diharapkan darinya dan pengarahan yang

    khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model

    ini tidak ada partisipasi bawahan.

    b.Kepemimpinan yang mendukung (Supportive

    Leadership). Kepemimpinan model ini

    mempunyai kesediaan untuk menjelaskan

    sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan

    13

  • mempunyai perhatian kemanusian yang murni

    terhadap para bawahannya.

    c.Kepemimpinan partisipatif. Gaya

    kepemimimpinan ini, pemimpin berusaha

    meminta dan menggunakan saran-saran dari

    para bawahannya. Namun pengambilan

    keputusan masih tetap berada padanya.

    d.Kepemimpinan yang berorientasi pada

    prestasi. Gaya kepemimpinan ini menetapkan

    serangkaian tujuan yang menantang para

    bawahannya untuk berpartisipasi. Demikian

    pula kepemimpinan memberikan keyakinan

    kepada mereka bahwa mereka mampu

    melaksanakan tugas pekekerjaan mencapai

    tujuan secara baik.

    C. Gaya Kepemimpinan

    Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan

    oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi

    perilaku orang lain seperti yang dilihat. Kepemimpinan merupakan suatu

    usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi

    perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat

    penting kedudukannya. Berikut ini beberapa gaya kepemimpinan yang

    akan dijelaskan satu persatu secara ringkas (Robbins, 1996; Thoha, 1998;

    14

  • Yuki, 1998 dan Cushway & Lodge, 1995).

    1. Gaya Kepemimpinan Kontinum

    Gaya ini sebenarnya termasuk klasik dan orang yang pertama kali

    memperkenalkannya ialah Robert Tannebaum dan Warren Schmidt

    yang menyatakan bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem.

    Pertama, bidang pengaruh pimpinan yaitu pemimpin menggunakan

    otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya dan kedua, bidang

    pengaruh kebebasan bawahan yaitu pemimpin menunjukkan gaya

    yang demokratis, kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam

    hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan

    keputusan. Ada tujuh model gaya pembuatan keputusan yang

    dilakukan oleh pemimpin antara lain :

    - Pemimpin membuat keputusan dan

    mengumumkannya.

    - Pemimpin menjual keputusan.

    - Pemimpin memberikan ide dan mengundang

    pertanyaan.

    - Pemimpin memberikan keputusan sementara yang

    bisa diubah

    - Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-

    saran dan membuat keputusan.

    - Pemimpin mengizinkan bawahan untuk melakukan

    fungsi dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh

    15

  • atasan (Thoha ,1998)

    2. Gaya Managerial Grid

    Thoha (1998) mengemukakan bahwa salah satu usaha yang

    terkenal dalam rangka mengidentifikasikan gaya kepemimpinan

    yang diterapkan dalam manajemen ialah manajerial grid, yang

    dikenalkan oleh Robert R. Blake dan Jane S.Mouton. Dalam

    pendekatan gaya ini, manajer berhubungan dengan dua hal yaitu

    produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Ada empat

    gaya kepemimpinan yang dikelompokkan sebagai gaya yang

    ekstrim, sedangkan lainnya hanya satu gaya yang dikatakan

    ditengah-tengah gaya ekstrim yaitu :

    - Pada Grid 1.1, manajer sedikit sekali usahanya untuk

    memikirkan orang-orang ynag bekerja dengannya,

    dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh

    organisasinya.

    - Pada Grid 9.9, manajer mempunyai rasa tanggung

    jawab yang tinggi untuk memikirkan baik produksi

    maupun orang-orang yang bekerja dengannya.

    Manajer yang termasuk grid ini dapat dikatakan

    sebagai “manajer tim” yang riel (the real team

    manager). Dia mampu untuk memadukan kebutuhan

    produksi dengan kebutuhan orang-orang secara

    individu.

    16

  • - Pada Grid 1.9, manajer mempunyai rasa tanggung

    jawab yang tinggi untuk selalu memikirkan orang-

    orang yang bekerja dalam organisasinya, tetapi

    pemikiran kepada produksi yang lemah. Manajer

    semacam ini sering dinamakan pemimpin klub (the

    country club management).

    - Pada Grid 9.1, manajer hanya mau memikirkan

    tentang usaha peningkatan efesiensi pelaksanaan

    kerja dan tidak mempunyai atau hanya sedikit rasa

    tanggung jawabnya pada orang-orang yang bekerja

    dalam organisasinya. Manajer dalam grid ini

    menjalankan tugas secara otokratis (autocratic task

    managers).

    - Pada Grid 5.5, merupakan gaya yang berada

    ditengah-tengah. Dalam hal ini manajer mempunyai

    pemikiran yang medium baik pada produksi maupun

    pada orang-orang.

    Manajemen country club Perhatian yang bijaksana pada kebutuhan manusia akan hubungan yang

    Manajemen tim penyelesaian kerja yang berasal dari orang-orang yang berkomitmen,

    Memuaskan menyebabkan terjadinya suatu atmosfer organisasi dan tempo kerja yang ramah dan nyaman

    Saling tergantung lewat suatu taruhan bersama dalam tujuan organisasi melahirkan hubungan Kepercayaan dan penghargaan.

    17

  • 5,5Manajemen orang organisasi

    Kinerja organisasi yang memadai itu mungkin

    Lewat penyetimbangan perlunya memberi kerja dengan mempertahankan semangat

    orang-orang pada suatu tingkat yang memuaskan

    1,1Managemen termiskin

    Pengeluaran upaya minimum untuk

    9,1Otoritas-kepatuhan Efisiensi dalam operasi dihasilkan dari pengaturan

    menyelesaikan pekerjaan yang diminta itu memadai untuk

    mempertahankan keanggotaan pada organisasi

    kondisi kerja sedemikian rupa shg gangguan unsur-unsur

    manusiawi menjadi seminimum mungkin

    Gambar.1. Kisi Manajerial (Managerial Grid)Sumber : R.R. Blake dan J.S. Mouton, The managerial Grid,

    1964 dalam Robbins, 1996).

    3. Gaya Kepemimpinan Reddin

    Pertama kali diperkenalkan oleh William J.Reddin, dimana

    dia menambahkan tiga dimensi tersebut dengan efektivitas dalam

    modelnya. Selain efektivitas, Reddin juga melihat gaya

    kepemimpinan itu selalu dipulangkan pada dua hal mendasar yakni

    hubungannya pemimpin dengan tugas dan hubungan kerja,

    sehingga gaya kepemimpinan yang dibangun Reddin cocok dan

    mempunyai pengaruh terhadap lingkungan. Ada dua gaya

    kepemimpinan dalam Reddin yaitu gaya yang efektif dan tidak

    efektif.

    a. Gaya yang efektif, terbagi atas empat gaya antara lain :

    - Eksekutif, gaya ini banyak memberikan perhatian pada

    18

  • tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja.

    - Pecinta pengembangan (developer), gaya ini memberikan

    perhatian yang maksimun terhadap hubungan kerja, dan

    perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan.

    - Otokratis yang baik hati (Benevolent autocrat), gaya ini

    memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan

    perhatian yang minimum terhadap hubungan kerja.

    - Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang minimum

    terhadap baik tugas maupun hubungan kerja.

    b. gaya yang tidak efektif, terbagi atas empat gaya antara lain :

    - Pencinta Kompromi (Compromiser), gaya ini memberikan

    perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja suatu

    situasi yang menekankan pada kompromi.

    - Pengembang Misi (Missionary), gaya ini memberikan

    penekanan yang maksimum pada orang-orang dan

    hubungan kerja, tetapi memeberikan perhatian yang

    minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai.

    - Berkuasa Penuh (Otokrat), gaya ini memberikan perhatian

    yang maksimum terhadap tugas minimum terhadap

    hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai.

    - Lari dari tugas (Deserter), gaya ini sama sekali tidak

    memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada

    hubungan kerja (Thoha, 1998).

    19

  • Gambar 2. Gaya Tiga Dimensi Kepemimpinan oleh William J. Reddin (1967 dalam Thoha, 1998)

    4. Gaya Kepemimpinan Empat Sistem Manajemen dari Likert

    Thoha (1998) mengemukakan bahwa gaya empat sistem

    manajemen dari Likert dikembangkan oleh Rensis Likert yang

    mengatakan bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya

    participative management, artinya keberhasilan pemimpin adalah

    jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada

    komunikasi.

    Menurut Likert ada 4 sistem kepemimpinan dalam

    manajemen yaitu :

    20

  • - Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya sebagai

    exploitative-authoritative.

    - Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan Otokritas

    yang baik hati (benevolnet authoritative)

    - Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpin lebih dikenal

    dengan manajer konsultatif.

    - Sistem 4, dalam sistem ini dinamakan pemimpin yang

    bergaya kelompok berpartisipatif (partisipative group)

    5. Gaya Kepemimpinan Situasional

    Thoha (1998) mengenukakan mengenai gaya kepemimpinan

    situasional menggunakan dua dimensi kepemimpinan yang sama

    seperti Fiedler yakni perilaku dan hubungan. Tetapi Hersey dan

    Blanchard melangkah lebih jauh dengan menganggap masing-

    masing dimensi sebagai atau tinggi atau rendah kemudian

    menggabung semuanya menjadi empat gaya pemimpin, dengan

    ciri-ciri sebagai berikut :

    - Orientasi tugas tinggi- hubungan rendah

    (Mengatakan)

    Pemimpin itu mendefenisikan peran dan memerintahkan

    kepada orang-orangnya apa, bagaimana, kapan dan dimana

    melakukan berbagai tugas sehingga pemimpin lebih bergaya

    pengarah (direktif).

    21

  • - Orientasi tugas tinggi - hubungan tinggi (Menjual).

    Pemimpin memberikan baik perilaku pengarah maupun

    perilaku pendukung.

    - Orientasi tugas rendah – hubungan tinggi (Berperan

    serta)

    Pemimpin dan pengikut bersama-sama mengambil keputusan,

    dengan peran utama dari pemimpin adalah mempermudah dan

    berkomunikasi.

    - Orientasi tugas rendah – hubungan rendah

    (Mendelegasikan)

    Pemimpin memberikan sedikit pengarahan dan dukungan.

    Pemimpin tidak harus berbuat banyak, karena pengikut

    bersedia dan mampu memikul tanggung jawab.

    6. Gaya Kepemimpinan Menurut Hasibuan

    Dikemukakan oleh Hasibuan, bahwa gaya atau style

    kepemimpinan pada hakikatnya bertujuan untuk mendorong

    gairah kerja, kepuasan kerja dan produktifitas kerja agar dapat

    mencapai tujuan organisasi yang maksimal. Gaya kepemimpinan

    tersebut menurut Hasibuan (1999) terbagi atas 3 yakni :

    - Kepemimpinan otoriter, jika kekuasaan atau wewenang

    sebagian besar tetap berada pada pimpinan atau kalau

    pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang.

    Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya

    22

  • ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak

    diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan

    pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

    - Kepemimpinan partisipatif, apabila dalam kepemimpinannya

    dilakukan secara persuasif, menciptakan kerjasama yang

    serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi bawahan.

    Pemimpin seperti ini akan mendorong kemampuan

    bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian,

    pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima

    tanggung jawab lebih besar.

    - Kepemimpinan delegatif, apabila seorang pimpinan

    mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak

    lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil

    keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa

    dalam melaksanakan pekerjaannya

    D. Kepemimpinan Transaksional

    Kepemimpinan transaksional pada hakekatnya adalah pertukaran

    antara produktifitas dengan imbalan atau hukuman. Kemampuan seorang

    pemimpin memberi imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan dan

    hukuman bagi pelanggaran aturan yang telah disepakati. Jadi terdapat

    kesepakatan antara pemimpin dan bawahan tentang apa yang

    seharusnya dikerjakan oleh seorang bawahan agar dapat memperoleh

    imbalan atau agar dapat menghindari hukuman. Kepemimpinan

    23

  • transaksional sebetulnya juga mengandung nilai-nilai yang relevan

    dengan proses pertukaran atau keuntungan timbal balik. Pawar and

    Eastmen (1997) mengatakan bahwa perilaku seseorang dalam organisasi

    dapat diarahkan pada perilaku positif (produktif) dengan memberikan

    imbalan bagi pekerjaan yang berhasil dan hukuman bagi pelanggaran

    aturan main yang disepakati (imbalan tergantung).

    Pengertian kepemimpinan transaksional merupakan salah satu

    gaya kepemimpinan yang intinya menekankan transaksi di antara

    pemimpin dan bawahan. Kepemimpinan transaksional memungkinkan

    pemimpin memotivasi dan mempengaruhi bawahan dengan cara

    mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu. Artinya, dalam sebuah

    transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward bila bawahan mampu

    menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat

    bersama. Alasan ini mendorong Burns untuk mendefinisikan

    kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang

    mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu

    menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Jadi, kepemimpinan

    transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai

    ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai

    dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama.

    Menurut Bass (1985), sejumlah langkah dalam proses

    transaksional yakni; pemimpin transaksional memperkenalkan apa yang

    diinginkan bawahan dari pekerjaannya dan mencoba memikirkan apa

    24

  • yang akan bawahan peroleh jika hasil kerjanya sesuai dengan transaksi.

    Pemimpin menjanjikan imbalan bagi usaha yang dicapai, dan pemimpin

    tanggap terhadap minat pribadi bawahan bila ia merasa puas dengan

    kinerjanya.

    Dengan demikian, proses kepemimpinan transaksional dapat

    ditunjukkan melalui sejumlah dimensi perilaku kepemimpinan, yakni;

    contingent reward, active management by exception, dan passive

    management by exception. Perilaku contingent reward terjadi apabila

    pimpinan menawarkan dan menyediakan sejumlah imbalan jika hasil kerja

    bawahan memenuhi kesepakatan. Active management by exception,

    terjadi jika pimpinan menetapkan sejumlah aturan yang perlu ditaati dan

    secara ketat ia melakukan kontrol agar bawahan terhindar dari berbagai

    kesalahan, kegagalan, dan melakukan intervensi dan koreksi untuk

    perbaikan. Sebaliknya, passive management by exception,

    memungkinkan pemimpin hanya dapat melakukan intervensi dan koreksi

    apabila masalahnya makin memburuk atau bertambah serius.

    Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa

    hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga

    hal yakni:

    1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan

    menjelasakan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya

    sesuai dengan harapan;

    25

  • 2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan

    dengan imbalan; dan

    3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama

    kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah

    dilakukan karyawan.

    Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa

    karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu

    imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi.

    Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional

    terhadap perilaku karyawan, Podsakoff dkk. (1996) mengemukakan

    bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu

    yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana

    terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan

    kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam

    suatu organisasi.

    Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan

    transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin

    menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin

    dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran

    tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran,

    standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

    Kepemimpinan jenis ini didefinisikan sebagai Kepemimpinan yang

    melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para

    26

    http://id.shvoong.com/tags/kepemimpinan/http://id.shvoong.com/tags/di/

  • pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan

    perintah-perintah pemimpin. Sementara itu kepemimpinan

    transformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan

    kepemimpinan yang memelihara status quo. Kepemimpinan

    transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai

    kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja

    menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu

    tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya. Di dalam merumuskan

    proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional

    yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk

    mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi

    yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses

    perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan

    transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia

    cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk

    dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik

    negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-

    besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988,

    seperti dikutip oleh Hartanto, 1991).

    Dengan demikian dapat dipahami bahwa efektifitas transaksional

    sangat ditentukan oleh kemampuan seorang pemimpin memberi imbalan

    bagi pekerjaan yang berhasil dan hukuman bagi pelanggaran aturan main

    yang disepakati, juga ditentukan oleh kemampuan seorang bawahan

    27

    http://id.shvoong.com/tags/transformasional/http://id.shvoong.com/tags/pemimpin/http://id.shvoong.com/tags/dan/

  • untuk menilai atau membandingkan antara kebaikan dengan kekurangan

    dari transaksi yang dilakukan dengan pemimpinnya.

    E. Kepemimpinan Transformasional

    Asumsi yang mendasari kepemimpinan transformasional adalah bahwa

    setiap orang akan mengikuti seseorang yang dapat memberikan mereka

    inspirasi, mempunyai visi yang jelas, serta cara dan energi yang baik untuk

    mencapai sesuatu tujuan baik yang besar. Bekerja sama dengan seorang

    pemimpin transformasional dapat memberikan suatu pengalaman yang

    berharga, karena pemimpin transformasional biasanya akan selalu memberikan

    semangat dan energi positif terhadap segala hal dan pekerjaan tanpa kita

    menyadarinya.

    Sejauhmana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin

    transformasional, Bass (1990) dan Koh, dkk. (1995) mengemukakan

    bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh

    pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990)

    mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional

    memotivasi karyawannya, yaitu dengan:

    1) mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil

    usaha;

    2) mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok;

    dan

    3) meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga

    diri dan aktualisasi diri.

    28

  • Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (dalam

    Howell dan Hall-Merenda, 1999) mengemukakan adanya empat

    karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu:

    a. Individual consideration. Pemimpin mengembangkan

    orang dengan menciptakan lingkungan cuaca

    pendukung.

    b. Intellectual simulation. Pemimpin menstimulasi orang

    agar kreatif dan inovatif. Pemimpin mendorong para

    pengikutnya untuk memakai imajinasi mereka dan

    untuk menantang cara

    melakukan sesuatu yang diterima oleh sistem sosial.

    c. Inspirational motivation. Pemimpin menciptakan

    gambar jelas mengenai keadaan masa yang akan

    datang secara optimis dan dapat dicapai dan

    mendorong pengikut untuk

    meningkatkan harapan dan mengikatkan diri kevada

    visi..

    d. Idealized influence. Pemimpin bertindak sebagai role

    model atau panutan. Ia menunjukkan keteguhan dan

    ketetapan hati dalam mencapai tujuan, mengambil

    tanggung jawab

    sepenuhnya untuk tindakannya dan menunjukkan

    percaya diri tinggi terhadap visinya.

    29

  • Kepemimpinan transformasional menunjuk pada proses

    membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi

    kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran

    tersebut. Teori transformasional mempelajari juga bagaimana para

    pemimpin mengubah budaya dan struktur organisasi agar lebih konsisten

    dengan strategi-strategi manajemen untuk mencapai sasaran

    organisasional.

    Secara konseptual, kepemimpinan transformasional di definisikan

    (Bass, 1985), sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja,

    motivasi kerja, dan pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan

    bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk

    mencapai tujuan organisasi. Berarti, sebuah proses transformasional

    terjadi dalam hubungan kepemimpinan manakala pemimpin membangun

    kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja, memperluas dan

    meningkatkan kebutuhan melampaui minat pribadi serta mendorong

    perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk kepentingan

    organisasi (Bass, 1985).

    Konsep awal tentang kepemimpinan transformasional telah

    diformulasi oleh Burns (1978) dari penelitian deskriptif mengenai

    pemimpin-pemimpin politik. Burns, menjelaskan kepemimpinan

    transformasional sebagai proses yang padanya “para pemimpin dan

    pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih

    tinggi”, seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, dan bukan di

    30

  • dasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan sosial,

    atau kebencian (Burns, 1997).

    Dengan cara demikian, antar pimpinan dan bawahan terjadi

    kesamaan persepsi sehingga mereka dapat mengoptimalkan usaha ke

    arah tujuan yang ingin dicapai organisasi. Melalui cara ini, diharapkan

    akan tumbuh kepercayaan, kebanggan, komitmen, rasa hormat, dan loyal

    kepada atasan sehingga mereka mampu mengoptimalkan usaha dan

    kinerja mereka lebih baik dari biasanya. Ringkasnya, pemimpin

    transformasional berupaya melakukan transforming of visionary menjadi

    visi bersama sehingga mereka (bawahan plus pemimpin) bekerja untuk

    mewujudkan visi menjadi kenyataan. Dengan kata lain, proses

    transformasional dapat terlihat melalui sejumlah perilaku kepemimpinan

    seperti ; attributed charisma, idealized influence, inspirational motivation,

    intelectual stimulation, dan individualized consideration. Secara ringkas

    perilaku dimaksud adalah sebagai berikut.

    1) Attributed charisma. Bahwa kharisma secara tradisional dipandang

    sebagai hal yang bersifat inheren dan hanya dimiliki oleh

    pemimpin-pemimpin kelas dunia. Penelitian membuktikan bahwa

    kharisma bisa saja dimiliki oleh pimpinan di level bawah dari

    sebuah organisasi. Pemimpin yang memiliki ciri tersebut,

    memperlihatkan visi, kemampuan, dan keahliannya serta tindakan

    yang lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan

    orang lain (masyarakat) daripada kepentingan pribadi. Karena itu,

    31

  • pemimpin kharismatik dijadikan suri tauladan, idola, dan model

    panutan oleh bawahannya, yaitu idealized influence.

    2) Idealized influence. Pemimpin tipe ini berupaya mempengaruhi

    bawahannya melalui komunikasi langsung dengan menekankan

    pentingnya nilai-nilai, asumsi-asumsi, komitmen dan keyakinan,

    serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan dengan senantiasa

    mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etik dari setiap

    keputusan yang dibuat. Ia memperlihatkan kepercayaan pada cita-

    cita, keyakinan, dan nilai-nilai hidupnya. Dampaknya adalah

    dikagumi, dipercaya, dihargai, dan bawahan berusaha

    mengindentikkan diri dengannya. Hal ini disebabkan perilaku yang

    menomorsatukan kebutuhan bawahan, membagi resiko dengan

    bawahan secara konsisten, dan menghindari penggunaan kuasa

    untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, bawahan bertekad

    dan termotivasi untuk mengoptimalkan usaha dan bekerja ke tujuan

    bersama.

    3) Inspirational motivation. Pemimpin transformasional bertindak

    dengan cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada

    bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas

    bawahan. Bawahan diberi untuk berpartisipasi secara optimal

    dalam hal gagasan-gagasan, memberi visi mengenai keadaan

    organisasi masa depan yang menjanjikan harapan yang jelas dan

    transparan. Pengaruhnya diharapkan dapat meningkatkan

    32

  • semangat kelompok, antusiasisme dan optimisme dikorbankan

    sehingga harapan-harapan itu menjadi penting dan bernilai bagi

    mereka dan perlu di realisasikan melalui komitmen yang tinggi.

    4) Intelectual stimulation. Bahwa pemimpin mendorong bawahan

    untuk memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-cara kerja

    baru dalam menyelesaikan tugasnya. Pengaruhnya diharapkan,

    bawahan merasa pimpinan menerima dan mendukung mereka

    untuk memikirkan cara-cara kerja mereka, mencari cara-cara baru

    dalam menyelesaikan tugas, dan merasa menemukan cara-cara

    kerja baru dalam mempercepat tugas-tugas mereka. Pengaruh

    positif lebih jauh adalah menimbulkan semangat belajar yang tinggi

    (oleh Peter Senge, hal ini disebut sebagai “learning organization”).

    5) Individualized consideration. Pimpinan memberikan perhatian

    pribadi kepada bawahannya, seperti memperlakukan mereka

    sebagai pribadi yang utuh dan menghargai sikap peduli mereka

    terhadap organisasi. Pengaruh terhadap bawahan antara lain,

    merasa diperhatian dan diperlakukan manusiawi dari atasannya.

    Dengan demikian, kelima perilaku tersebut diharapkan mampu

    berinteraksi mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk

    mengoptimalkan usaha dan performance kerja yang lebih memuaskan ke

    arah tercapainya visi dan misi organisasi.

    Memang cukup sulit untuk dapat memahami kepemimpinan

    transformasional dalam pengertian yang sedalam-dalamnya. Sudah banyak

    33

  • para praktisi umum ataupun praktisi pendidikan, maupun praktisi organisasional

    yang memberikan definisinya, antara lain: “transformational leadership as a

    process where leader and followers engage in a mutual process of raising one

    another to hinger levels of morality and motivation (Burns, 1978)”.

    Kepemimpinan transformasional menurut Burns merupakan suatu proses

    dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama saling meningkatkan dan

    mengembangkan moralitas dan motivasinya. Definisi yang diungkapkan oleh

    Bass (1985) lebih melihat bagaimana pemimpin transformasional dapat

    memberikan dampak atau pengaruh kepada para pengikutnya sehingga

    terbentuk rasa percaya, rasa kagum dan rasa segan.

    Dengan bahasa sederhana, kepemimpinan transformasional dapat

    didefinisikan dan dipahami sebagai kepemimpinan yang mampu mendatangkan

    perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh

    Organisasi untuk mencapai performa yang semakin tinggi. Selain memberikan

    definisi, Bass (1985) juga mengarisbawahi beberapa hal mengenai bagaimana

    seorang pemimpin transformasional dapat mentransformasi para pengikutnya

    dan bagaimana kepemimpinan transformasional itu dapat terjadi, yaitu dengan:

    1. Meningkatkan kesadaran atas pentingnya suatu tugas pekerjaan dan

    nilai dari tugas pekerjaan tersebut.

    2. Menekankan kepada pengembangan tim atau pencapaian tujuan

    Organisasi dari pada hanya sekedar kepentingan masing-masing

    pribadi.

    3. Mengutamakan kebutuhan-kebutuhan dari tingkatan kebutuhan yang

    34

  • paling tinggi.

    Ada 4 hal yang perlu dilakukan agar kepemimpinan transformasional

    dapat terlaksana adalah sebagai berikut :

    1. Mengidealisasikan

    pengaruh dengan

    standar etika dan

    moral yang cukup

    tinggi dengan tetap

    mengembangkan

    dan memelihara rasa

    percaya diantara

    pimpinan dan

    pengikutnya sebagai

    landasannya.

    2. Inspirasi yang

    menumbuhkan

    motivasi seperti

    tantangan dalam

    tugas dan pekerjaan.

    3. Stimulasi intelektual

    dengan tujuan untuk

    menumbuhkan

    kreativitas, terutama

    35

  • kreativitas di dalam

    memecahkan

    masalah dan

    mencapai suatu

    tujuan bersama yang

    besar.

    4. Pertimbangan

    individual dengan

    menyadari bahwa

    setiap pengikutnya

    memiliki keberadaan

    dan karakteristik yang

    unik yang berdampak

    pula pada perbedaan

    perlakuan ketika

    melakukan coaching,

    karena pada

    hakikatnya setiap

    individu

    membutuhkan

    aktualisasi diri,

    penghargaan diri dan

    pemenuhan berbagai

    36

  • keinginan pribadi.

    Pendekatan ini selain berdampak positif pada pertumbuhan individu dan

    optimalisasi pencapaian hasil, juga akan berdampak pula pada pembentukan

    generasi kepemimpinan selanjutnya. Di dalam suatu organisasi yang sehat,

    masalah regenerasi kepemimpinan adalah hal penting lainnya yang juga perlu

    kita pikirkan dan kita antisipasi.

    Pengertian lain menurut Bass (Syafar, 2001) tentang

    kepemimpinan transformasional bahwa para bawahan merasakan

    kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat kepada atasan, dan

    mereka dimotivasi untuk berbuat melebihi apa yang ditargetkan atau

    diharapkan. Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi

    bawahan untuk berbuat lebih baik dari apa yang biasa dilakukan, dengan

    kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan.

    Pemimpin dalam hal ini memusatkan perhatian pada usaha untuk

    mengembangkan potensi bawahan secara penuh melalui pencapaian

    tingkat performasi kerja tertentu sebagaimana ditargetkan.

    Seorang pemimpin menurut Bass (Syafar, 2001), dapat mengubah

    bawahan dengan cara:

    1. Membuat mereka lebih menyadari nilai dan pentingnya hasil

    pekerjaan;

    2. Mendorong mereka untuk merasakan` kepentingan dirinya

    sebagai kepentingan organisasi atau tim;

    3. Mendorong bawahan untuk meningkatkan hirarki kebutuhannya.

    37

  • Berdasarkan pemahaman tersebut bahwa kepemimpinan

    tranformasional dapat mempengaruhi bawahan melalui pembangkitan

    kekuatan emosi dan identifikasi terhadap pemimpin. Juga, dapat dilakukan

    dengan sistem pelatihan, dalam arti pemimpin bertindak sebagai pelatih,

    guru dan mentor.

    Selanjutnya, Bass and Avolio (1990) mengemukakan bahwa

    kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan

    transaksional, sebab kepemimpinan transformasional tidak hanya

    mengakui kebutuhan bawahan, tetapi juga mencoba berusaha

    meningkatkan kebutuhan tersebut dari tingkatan yang rendah ke tingkatan

    yang lebih tinggi sampai kepada tingkatan yang mapan. Proses

    kepemimpinan transformasional dapat menghasilkan kemampuan

    bawahan untuk memimpin diri sendiri, mengambil tanggung jawab bagi

    tindakannya sendiri, dan memperoleh imbalan melalui kemandirian yang

    kuat.

    Meskipun terdapat berbagai tipe atau gaya kepemimpinan seperti

    diuraikan di atas, bukan berarti bahwa masing-masing bersifat ekslusif,

    artinya pemimpin dengan tidak mutlak memiliki satu tipe saja, sehingga

    seorang pemimpin mungkin saja menerapkan kepemimpinan yang

    berbeda pada situasi yang berbeda.

    F. Kerangka Pikir

    Kerangka konseptual merupakan pijakan berpikir dalam penulisan

    ini. Kerangka ini menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti.

    38

  • Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling

    komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori

    kepemimpinan transformasional dan transaksional (Bass, 1990). Gagasan

    awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional ini

    dikembangkan oleh James MacFregor Gurns yang menerapkannya dalam

    konteks politik. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta

    diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Berry

    dan Houston, 1993). Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997)

    mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan

    transaksional dapat dipilah secara tegas dan keduanya merupakan gaya

    kepemimpinan yang saling bertentangan. Kepemimpinan transformasional

    dan transaksional sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi.

    Salah satu Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah

    proses di mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri

    ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin

    transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan

    menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-niali moral seperti

    kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi

    seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan

    transformasional mencakup tiga komponen, yaitu kharisma, stimulasi

    intelektual, dan perhatian yang diindividualisasi. Kharisma dapat

    didefinisikan sebagai sebuah proses dimana seorang pemimpin

    mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang

    39

  • kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual

    adalah sebuah proses dimana para pemimpin meningkatkan kesadaran

    para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para

    pengikut untuk memandang masalah-masalah dari prespektif yang baru.

    Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberikan dukungan,

    membesarkan hati dan memberi pengalaman-pengalaman tentang

    pengembangan diri kepada pengikut.

    Teori Kepemimpinan Transaksional (Transactional Leadership

    Theory) mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan

    kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Pemimpin dan para

    pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang masing-

    masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering

    tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga

    mengarah ke situasi konflik. Prinsip dasar teori kepemimpinan

    transaksional adalah:

    1) Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan

    para pengikutnya.

    2) Pertukaran tersebut meliputi pemimpin dan pengikut serta situasi

    ketika terjadi pertukaran

    3) Kepercayaan dan persepsi keadilan sangat esensial bagi hubungan

    pemimpin dan para pengikutnya.

    4) Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang

    disediakan oleh pemimpin.

    40

  • 5) Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk

    mempertahankan suatu hubungan sosial.

    41

  • Gam bar 3 .Keran gk a Pik ir

    Pendekatan yang digunakan untuk memahami kepemimpinan

    transformasinal dan kepemimpinan transaksional adalah pendekatan

    perilaku melalui dimensinya masing-masing. Pendekatan perilaku untuk

    memahami kepemimpinan transaksional adalah dimensi perilaku

    kepemimpinan, yakni; contingent reward, active management by

    exception, dan passive management by exception. Sedangkan

    pendekatan perilaku kepemimpinan transformasional melalui dimensi

    attributed charisma, idealized influence, inspirational motivation.

    intelectual stimulation dan individualized consideration.

    Adapun kerangka pikir penelitiannya adalah sebagai berikut :

    42

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif terhadap variabel

    mandiri yang dilakukan dengan pendekatan deskriptif yakni pemecahan

    masalah dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian

    sesuai dengan fakta-fakta yang ada saat ini sebagaimana adanya dengan

    variabel mandiri atau tanpa menghubungkan dengan keterkaitan variabel

    lain.

    1. Lokasi dan Waktu

    Penelitian

    Penelitian ini akan dilaksanakan pada STAKPN Ambon. Adapun

    waktu yang akan digunakan dalam penelitian ini hingga selesai adalah

    kurang lebih 2 (dua) bulan terhitung mulai bulan Juni – Juli 2009.

    C. Populasi dan Sampel

    Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai STAKPN Ambon

    sebanyak 22 orang, dosen sebanyak 79 orang dan mahasiswa fungsional

    sebanyak 4 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

    non probability sampling dengan teknik sampling jenuh atau dengan kata

    lain seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian.

    D. Teknik Pengumpulan Data

    Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

    penelitian ini yaitu kuisioner dan dokumentasi.

  • 1. Kuisoner : merupakan daftar pertanyaan terstruktur yang

    berkaitan dengan dimensi gaya kepemimpinan

    transformasional dan transaksional

    2. Dokumentasi : merupakan pengumpulan data sekunder

    yang dilakukan dengan mempelajari laporan kegiatan

    organisasi, catatan kepegawaian dan literatur lain yang

    terkait.

    D. Teknik Analisis Data

    Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan

    statistik deskriptif berupa tabel frekuensi dan mean (rata-rata) untuk

    kemudian digunakan untuk menganalisis data dengan cara

    mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

    sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

    berlaku umum atau generalisasi. Adapun prosedur yang dilakukan yakni :

    1. Pengumpulan data

    2. Pemeriksaan data

    3. Klasifikasi data

    4. Tabulasi berdasarkan klasifikasi

    5. Perhitungan frekuensi jawaban atau data

    6. Memvisualisasikan data yang telah diolah

    7. Menafsirkan data sesuai dengan pertanyaan penelitian

    41

  • F. Definisi Operasional

    1. Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan

    pimpinan mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan

    pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan

    sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja

    untuk mencapai tujuan organisasi. Dimensi yang digunakan

    adalah :

    1) Attributed charisma.

    - Pimpinan menunjukkan visi

    - Pimpinan menunjukkan kemampuan dan keahliannya

    - Pimpinan lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan

    kepentingan orang lain (masyarakat) daripada kepentingan

    pribadi.

    - Pimpinan selalu dijadikan suri tauladan

    2) Idealized influence.

    - Pimpinan berupaya mempengaruhi bawahannya melalui

    komunikasi langsung

    - Pimpinan menekankan pentingnya nilai-nilai, asumsi-asumsi,

    komitmen dan keyakinan

    - Pimpinan memiliki tekad untuk mencapai tujuan

    - Pimpinan senantiasa mempertimbangkan akibat-akibat

    moral dan etik dari setiap keputusan yang dibuat.

    42

  • - Pimpinan memperlihatkan kepercayaan pada cita-cita,

    keyakinan, dan nilai-nilai hidupnya.

    - Pimpinan menomorsatukan kebutuhan bawahan

    - Pimpinan membagi resiko dengan bawahan secara

    konsisten

    - Pimpinan menghindari penggunaan kuasa untuk

    kepentingan pribadi.

    3) Inspirational motivation.

    - Pimpinan bertindak dengan cara memotivasi dan

    memberikan inspirasi kepada bawahan

    - Pimpinan selalu memberikan arti dan tantangan terhadap

    tugas bawahan.

    - Pimpinan memberikan partisipasi bawahan secara optimal

    dalam hal gagasan-gagasan,

    - Pimpinan memberi visi mengenai keadaan organisasi masa

    depan yang menjanjikan harapan yang jelas dan transparan.

    4) Intelectual stimulation.

    - Pimpinan mendorong bawahan untuk memikirkan kembali

    cara kerja lama

    - Pimpinan mendorong bawahan mencari cara-cara kerja baru

    dalam menyelesaikan tugasnya.

    5) Individualized consideration.

    - Pimpinan memberikan perhatian pribadi kepada

    43

  • bawahannya

    - Pimpinan memperlakukan bawahan sebagai pribadi yang

    utuh

    - Pimpinan menghargai sikap peduli bawahan terhadap

    organisasi.

    2. Kepimpinanan transaksional adalah gaya kepemimpinan

    yang intinya menekankan transaksi di antara pimpinan dan

    bawahan. Kepemimpinan transaksional memungkinkan

    pimpinan memotivasi dan mempengaruhi bawahan dengan

    cara mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu.

    Dimensi yang digunakan adalah :

    1) Perilaku contingent reward

    - Pimpinan mengetahui apa yang diinginkan bawahan

    - Pimpinan menawarkan dan menyediakan sejumlah imbalan

    jika hasil kerja bawahan memenuhi kesepakatan.

    - Pimpinan menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh

    bawahan dengan imbalan

    2) Active management by exception

    - Pimpinan responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan

    selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai

    pekerjaan yang telah dilakukan karyawan

    - Pimpinan menetapkan sejumlah aturan yang perlu ditaati

    - Pimpinan melakukan kontrol secara ketat agar bawahan

    44

  • terhindar dari berbagai kesalahan

    - Pimpinan melakukan intervensi dan koreksi untuk perbaikan.

    3) Passive management by exception,

    - Pimpinan hanya memikirkan apa yang akan bawahan

    peroleh jika hasil kerjanya sesuai dengan transaksi

    - Pimpinan hanya melakukan intervensi dan koreksi apabila

    masalahnya makin memburuk atau bertambah serius.

    Untuk menentukan tinggi rendah masing-masing indikator

    digunakan klasifikasi pengukuran sebagai berikut :

    - Tinggi apabila persentase kecenderungan jawaban positif

    (sangat setuju dan setuju) lebih dominan dibandingkan

    kecenderungan jawaban negatif (kurang setuju dan tidak

    setuju)

    - Rendah apabila persentase kecenderungan jawaban negatif

    (kurang setuju dan tidak setuju) lebih dominan dibandingkan

    kecenderungan jawaban positif (sangat setuju dan setuju)

    45

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum STAKPN Ambon

    1. Visi

    Berdasarkan KMA 507 Tahun 2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

    Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Satuan Organisasi di Lingkungan

    Kantor Departemen Agama sebagai acuan bagi para pejabat/pegawai dalam

    mengukur dan mengevaluasi kinerja satuan organisasi/ kerja masing—

    masing dan KMA Nomor 506 tahun 2003 tentang Pedoman Perumusan Visi

    dan Misi Satuan Organisasi Kerja di Lingkungan Departemen Agama, maka

    STAKPN Negeri Ambon sebagai satuan kerja dilingkungan Departemen

    Agama patut melaksanakannya.

    Pengembangan bidang pendidikan termasuk didalamnya pendidikan

    tinggi khususnya pendidikan tinggi agama dimaksud untuk :

    a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki

    kemampuan akademik dan atau professional yang dapat

    menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya khasana ilmu

    pengetahuan teknologi dan atau kesenian yang bernafaskan agama

    Kristen

    b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama

    Kristen dan teknologi serta seni yang bernafaskan agama Kristen,

    46

  • dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf

    kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional

    Ilmu pengetahuan agama Kristen merupakan satu disiplin ilmu yang

    secara sistimatis dalam suatu keterpaduan penyelenggaraan sistim

    pendidikan nasional diharapkan dapat menghasilkan tenaga-tenaga

    professional agama Kristen yang berkemampuan dalam pengabdiannya di

    masyarakat, sehingga dapat tercipta masyarakat bangsa yang agamais.

    Pada jalur pendidikan akademik diharapkan dapat menghasilkan

    calon ilmuwan agama Kristen yang berkualitas dan mampu menggali dan

    mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang

    bernafaskan agama Kristen.

    Agama sebagai landasan moral spritual dan etika dalam interaksi

    kehidupan berbangsa dan bernegara semakin mendapat tantangan akibat dai

    perkembangan teknologi, serta euphoria reformasi yang mengkristal seakan

    agama tidak lagi mempu memberikan inspirasi dan motivasi dalam

    menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan.

    Demokrasi seakan menjadi Tuhan yang disembah oleh umat

    beragama, sementara dilain pihak tumbuh dan berkembangnya komunitas

    agama yang fanatis mungkin terkesan ekstrim dan fundamentalis merupakan

    fenomena tersendiri untuk dicermati dan disikapi oleh semua umat

    beragama.

    Pluralisme bangsa Indonesia mestinya dimaknai oleh warga bangsa

    47

  • sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang oleh karena itu harus

    disyukuri dan dimanfaatkan sebagai potensi pembangunan, dan bukan untuk

    dipertentangkan.

    Ditengah tantangan itu, institusi pendidikan tinggi agama mecermati

    fenomena dimaksud dengan mempersiapkan peserta didiknya yang kelak

    mengabdi di masyarakat mampu mengoptimalkan potensi agama bagi

    pembangunan bangsa.

    Optimalisasi peran agama itu terarah pada sejauh mana lulusan

    STAKPN Ambon yang berpikir integralistik untuk menghargai keaneka

    ragaman bangsa Indonesia. Dari latar pemikiran diatas dapat dirumuskan

    Visi STAKP Negeri Ambon untuk tahun 2006-2010 adalah : “Membangun

    Teologi Yang Integralistik”.

    2. Misi

    Sebagai perwujudan visi STAKP Negeri Ambon diatas, maka sesuai

    penjelasan KMA Nomor 506/507 tahun 2000, dijelaskan bahwa misi

    merupakan persyaratan yang menetapkan tujuan organisasi kerja dan

    sasaran yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu melalui penetapan

    strategi yang dipilih.

    Sementara itu berdasarkan Instruksi Presiden Nomor : 7 Tahun 1999,

    yang dimaksud dengan misi adalah suatu yang harus dilaksanakan oleh

    instansi pemerintah agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil

    dengan baik.

    48

  • Dengan demikian STAKP Negeri Ambon sebagai satuan kerja di

    Lingkungan Departemen Agama yang juga adalah instansi pemerintah

    menetapkan misi yang harus diemban sebagai berikut :

    a. Meningkatkan kualitas pendidikan Agama Kristen, Teologi, Musik

    Grejawi dan Pastoral Konseling

    b. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan admnistrasi akademik,

    kemahasiswaan dan umum

    c. Peningkatan kualitas penelitian yang terarah pada terwujudnya

    konsep teologi integralistik

    3. Tujuan

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 60 Tahun 1999 tujuan

    pendidikan tinggi adalah :

    a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota

    masyarakat yang memiliki kemampuan

    akademik dan atau prodesional yang dapat

    menerapkan, mengembangkan dan atau

    memperkaya khasana ilmu pengetahuan,

    teknologi dan atau kesenian

    b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu

    pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta

    mengupayakan penggunaannya untuk

    meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang

    49

  • memperkaya kebudayaan nasional.

    KMA Nomor 155 Tahun 1999 Tentang STATUTA STAKP Negeri

    Ambon, merumuskan tujuan STAKP Negeri Ambon adalah :

    a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat

    yang memiliki kemampuan akademik dan atau

    profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan

    dan atau menciptakan ilmu pengetahuan agama Kristen

    dan teknologi serta seni yang bernafaskan agama

    Kristen.

    b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu

    pengetahuan agama Kristen dan teknologi serta seni

    yang bernafaskan agama Kristen dan mengupayakan

    penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan

    masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

    4. Sasaran

    Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-

    2009, tanggal 19 Januari 2005 maka sasaran pembangunan bidang agama

    diarahkan pada peningkatan kualitas kehidupan beragama sampai dengan

    tahun 2009 adalah :

    1. Peningkatan kualitas pelayanan dan

    pemahaman agama serta kehidupan

    50

  • beragama

    2. Peningkatan kerukunan interen dan

    antar umat beragama

    Sebagai tindak lanjut dari RPJMN teristimewa dalam hubungannya

    dengan Peningkatan Kerukunan Interen dan Antar Umat Beragama, maka

    sasaran yang hendak dicapai dari STAKP Negeri Ambon sesuai Visi :

    Mewujudkan Teologi Integralistik” adalah :

    a. Membentuk pemahaman mengenai teologi

    integralistik sebagai suatu paradigma teologi.

    b. Memeproleh penjelasan keilmuan mengenai

    teologi integralistik sesuai kadar epistomologi

    dan metadologis sesuai kaidah keilmuan.

    c. Merumuskan secara keilmuan paradigma

    Teologi Integralistik sebagai paradigma keilmuan

    teologi di STAKPN Ambon.

    Sasaran ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa pluralisme

    bangsa ini mestinya dikelola secara baik agar menjadi kekuatan

    pembangunan bangsa dan Negara. Disadari bahwa pluralisme, multicultural

    bangsa ini jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi ancaman-ancaman

    bagi integritas bangsa dan negara, oleh karena itu Tri Dharma Perguruan

    Tinggi Teologi yang melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi

    berkewajiban untuk menemukan sebuah konsep dari teologi secara

    51

  • integralisitik yang pada hakekatnya, diramu secara keilmuan dengan

    pendekatan-pendekatan multicultural. Sehubungan dengan itu maka sasaran

    yang hendak dicapai adalah :

    1. Meningkatkan pengelolaan administrasi

    2. Meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran

    3. Meningkatkan mutu penelitian dan pengabdian masyarakat

    4. Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait dan stackholder

    5. Kedudukan

    Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan (STAKP) Negeri Ambon

    didirikan melalui Keputusan Presiden (KEPRES) Nomor: 19 Tahun 1999 dan

    diresmikan oleh Menteri Agama RI pada Tanggal 25 April 2000 adalah

    integrasi dari Akademi Pendidikan Guru Agama Kristen Protestan Negeri

    (APGAKPN) Ambon, dengan mempunyai empat jurusan yaitu Pendidikan

    Agama Krisnten, teologia, Pastoral Konseling dan Musik Gerejawi.

    STAKP Negeri Ambon merupakan salah satu satuan kerja di

    lingkungan kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Maluku yang berada

    di sebelah tenggara Kota Ambon tepatnya di Kecamatan Sirimau Kota Madya

    Ambon.

    6. Tugas dan Fungsi

    52

  • STAKPN Ambon adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan

    Departemen Agama, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

    menteri. Dipimpin oleh Ketua. Pembinaan STAKPN Ambon secara

    fungsional dilakukan oleh Dirjen.

    STAKPN Ambon mempunyai tugas melaksanakan pendidikan tinggi,

    penelitian serta pengabdian kepada masyarakat di bidang ilmu pengetahuan

    Agama Kristen sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Untuk melaksanakan tugas tersebut pada Pasal 9, STAKPN Ambon

    menyelenggarakan fungsi :

    1. Penyusunan dan perumusan konsep kebijaksanaan dan perencanaan

    program

    2. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan

    Agama Kristen

    3. Pelaksanaan penelitian dalam rangka pengembangan ilmu

    pengetahuan agama Kristen

    4. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat

    5. Pelaksanaan pembinaan kemahasiswaan

    6. Pelaksanaan pembinaan civitas akademika

    7. Pelaksanaan kerjasama dengan perguruan tinggi dan atau lembaga-

    lembaga lain

    8. Pelaksanaan pengendalian dan pengawasan kegiatan

    9. Pelaksanaan penilaian prestasi dan proses penyelenggaraan kegiatan

    53

  • serta penyusunan laporan

    10.Pelaksanaan kegiatan administrasi

    7. Susunan Organisasi Tata Kerja

    STAKPN Ambon terdiri dari :

    1) Ketua dan Pembantu Ketua

    2) Senat STAKPN

    3) Jurusan

    4) Kelompok Dosen

    5) Bagian Administrasi : Akademik, Kemahasiswaan

    dan Umum

    6) Unsur Penunjang Akademik meliputi :

    a) Unit Perpustakaan

    b) Unit Komputer

    c) Unit Laboratorium/Studio

    8. Deskripsi Tugas Pimpinan

    Ketua mempunyai tugas :

    1. Memimpin penyelenggaraan

    pendidikan, penelitian dan

    54

  • pengabdian kepada

    masyarakat

    2. Membina tenaga

    kependidikan,

    kemahasiswaan, tenaga

    administrasi dan hubungan

    dengan lingkungannya

    3. Menentukan kebijaksanaan

    teknis yang secara fungsional

    menjadi tanggung jawabnya

    sesuai dengan kebijaksanaan

    Dirjen

    4. Membina dan melaksanakan

    kerjasama dengan instansi,

    badan swasta, dan

    masyarakat untuk

    memecahkan persoalan yang

    timbul terutama yang

    menyangkut bidang tanggung

    jawabnya.

    5. Melaksanakan pengawasan

    dan penyelenggaraan

    55

  • 6. Melaksanakan penilaian

    prestasi dan proses

    penyelenggaraan kegiatan

    serta penyusunan laporan

    Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Ketua dibantu oleh 3 (tiga)

    Pembantu Ketua yang berada di ba