Askep Ards
-
Upload
muhamad-ikhsan -
Category
Documents
-
view
58 -
download
10
Transcript of Askep Ards
PANDUAN MAHASISWA KEPERAWATAN
2012
KUMPULAN ASUHAN
KEPERAWATAN
(Askep ARDS)
W W W . S A K T Y A I R L A N G G A . W O R D P R E S S . C O M
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 2
Definisi
Sindrom distres pernapasan dapat dibagi menjadi :
1. Sindrom Distres Pernapasan Dewasa (ARDS)
2. Sindrom Distres Pernapasan Idiopatik Bayi Baru Lahir (IRDS)
Idiopatik Respiratory Distress Syndrome (IRDS) disebut juga Hyaline
Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan
defisiensi surfaktan.Penyakit ini terjadi pada bayi prematur, insidennya berbanding
terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-80% terjadi pada bayi yang
umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu
(Malloy & Freeman, 2000).Idiopatik sindrom distress pernafasan (IRDS) adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari dispnue, dengan frekuensi pernafasan lebih dari
60x/menit,sianosis, rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot otot pernafasan pada
inspirasi yaitu terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium
(Djitowiyono, 2010)
IRDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi prematur
dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar,
yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik (Stark,1986). IRDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. Pada penyakit ini
terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada membran paru
yang rusak. Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan
pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang
antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada
alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya kolaps paru (Yuliani, 2001)
Bangunan paru janin dan produksi surfaktan penting untuk fungsi respirasi
normal.Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada masing-masing
bayi.Bayi prematur lahir sebelum produksi surfaktan memadai.Surfaktan,suatu
senyawa lipoprotein yang mengisi alveoli,mencegah alveolar kolaps dan menurunkan
kerja respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi
surfaktan,tegangan permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan
menurunya komplians paru,yang mana akan mempengaruhi ventilasi alveolar
sehingga terjadi hipoksemia dan hiperkapnia dengan asidosis respiratory. Reduksi
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 3
pada ventilasi akan menyebabkan ventilasi dan perfusi sirkulasi paru menjadi
buruk,menyebabkan keadaan hipoksemia.Hipoksia jaringan dan asidosis metabolik
terjadi berhubungan dengan atelektasis dan kegagalan pernapasan yang progresif.
Atelektasis primer mengacu kepada keadaan kolapsnya alveolus secara
substansial yang dijumpai pada bayi baru lahir. Dengan kolapsnya alveolus maka
ventilasi berkurang.Timbul hipoksia yang yang menyebabkan cedera paru dan
terpacunya reaksi peradangan.Peradangan menyebabkan edema dan pembengkakan
ruang interstitium yang semakin menurunkan pertukaran gas antara kapiler dan
alveolus yang masih berfungsi. Peradangan juga menyebabkan terbentuknya
membran-membran hialin yang merupakan akumulasi fibrin putih di alveolus.
Pengendapan fibrin tersebut semakin menurunkan pertukaran gas serta compliance
paru maka usaha bernapas meningkat.
Penurunan ventilasi alveolus menyebabkan peningkatan vasokontriksi arteriol
paru.Vasokontriksi paru dapat menyebabkan peningkatan volume dan tekanan jantung
kanan,sehingga terjadi pirau darah dari atrium kanan, melalui foramen ovale bayi baru
lahir yang masih paten,langsung ke atrium kiri.Demikian juga resistensiparu yang
tinggi dapat menyebabkan darah deoksigenasi melewatkan paru dan langsung
disalurkan ke sisi kiri tubuh melalui duktus arteriosus dan menyebabkan pirau kanan
ke kiri. Pirau kanan ke kiri memperburuk keadaan hipoksia,sehingga timbul sianosis
berat.
Untuk setiap usaha melakukan ventilasi pada alveolus yang kolaps,bayi harus
mengeluarkan sejumlah besar energi.Pengeluaran energi tersebut akan diiringi oleh
peningkatan kebutuhan oksigen yang semakin memperparah sianosis.Pada awalnya
bayi akan memperlihatkan napas yang cepat dan dangkal sebagai usaha untuk
memenuhi oksigennya yang tinggi,sehingga pada analisa gas darah mula-mula terjadi
alkalosis respiratorik karena karbondioksida terbuang.Namun, bayi akan segera
kelelahan karena kesulitan mengembangkan alveolus dan parunya dan tidak dapat
mempertahankan usaha respirasinya.Apabila hal ini terjadi,maka usaha bernapas
melambat dan gas darah memperlihatkan asidosis respiratorik dan dimulainya
kegagalan pernapasan.
Maka dijelaskan dengan skema di bawah ini :
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 4
Peningkatan usaha bernapas
Peningkatan kebutuhan oksigen
Sewaktu usaha bernapas meningkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat
yang kemudian meningkatkan usaha bernapas
Etiologi
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu
zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru.IRDS seringkali terjadi pada bayi
prematur, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan,
makin besar pula kemungkinan terjadinya IRDS. Kelainan merupakan penyebab
utama kematian bayi prematur. Adapun penyebab-penyebab lain yaitu:
1. Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (semakin prematur bayi semakin tinggi
terjadi IRDS,sel-sel alveolus belum matang sampai usia gestasi dantara 28 dan 32
minggu) . Di alveolus akan menghadapi tegangan permukaan alveolus yang sangat
tinggi setiap kali bernapas karena bayi lahir sebelum surfaktan terbentuk.
2. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar.
Karena dadanya tidak mengalami kompresi atau oleh jalan lahir sehingga
menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.
3. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau
prematur.
4. Bayi yang lahir dari ibu Diabetes Melitus Dependen-Insulin.Insulin yang
disuntikkan menghambat pembentukan surfaktan.
5. Kelainan bawaan/kongenital jantung atau paru-paru.
Bila bayi mengalami sesak napas begitu lahir atau 1-2 hari kemudian, biasanya
disebabkan adanya kelainan jantung atau paru-paru. Hal ini bisa terjadi pada bayi
dengan riwayat kelahiran normal atau bermasalah, semisal karena ketuban pecah
dini atau lahir prematur. Pada bayi prematur, sesak napas bisa terjadi karena adanya
kekurangmatangan dari organ paru-paru. Paru-paru harusnya berfungsi saat bayi
pertama kali menangis, sebab saat ia menangis, saat itu pulalah bayi mulai bernapas.
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 5
Tapi pada bayi lahir prematur, karena saat itu organnya tidak siap, misalnya
gelembung paru-paru tak bisa mekar atau membuka, sehingga udara tidak masuk.
Tidak membukanya gelembung paru-paru tersebut karena ada suatu zat, surfactan,
yang tak cukup sehingga gelembung paru-paru atau unit paru-paru yang terkecil
yang seperti balon tidak membuka
6. Tersedak air ketuban.
Karena suatu hal, misalnya stres pada janin, ketuban jadi keruh dan air
ketuban ini masuk ke paru-paru bayi. Hal ini akan mengakibatkan kala lahir bayi
langsung tersedak. Bayi tersedak air ketuban akan terdeteksi dari foto rontgen, yaitu
ada bayangan “kotor”. Biasanya ini diketahui pada bayi baru lahir yang ada riwayat
tersedak, batuk, kemudian sesak napasnya makin lama makin berat. Itulah mengapa,
pada bayi baru lahir kita harus intensif sekali menyedot lendir dari mulut, hidung
atau tenggorokannya. Bahkan jika tersedak air ketubannya banyak atau massive,
harus disedot dari paru-paru atau paru-parunya dicuci dengan alat bronchowash.
Lain halnya kalau air ketubannya jernih dan tak banyak, tak jadi masalah. Namun
kalau air ketubannya hijau dan berbau, harus disedot dan “dicuci” paru-parunya.
Sebab, karena tersedak, ada sebagian paru-parunya yang tak bisa diisi
udara/atelektasis atau tersumbat, sehingga menyebabkan udara tak bisa masuk.
Akibatnya, bayi menjadi sesak napas,jika di-rontgen,bayangannya akan terlihat
putih. Selain itu, karena tersumbat dan begitu hebat sesak napasnya,ada bagian
paru-paru yang pecah/kempes/pneumotoraks. Ini tentu amat berbahaya. Apalagi
kejadiannya bisa mendadak dan menimbulkan kematian. Karena itu bila sesak napas
seperti ini, harus lekas dibawa ke dokter untuk mendapatkan alat bantu
napas/ventilator.
Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif.Hal ini merupakan faktor kritis
dalam terjadinya IRDS.Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut
terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir respirasi dan mampu menahan sisa udara
fungsional (kapasitas residu fungsional) (Nelson,1999) Surfaktan dihasilkan oleh sel
alveolar Type II dan terdiri dari dipalmitil fosfatidilkolin(lesitin) , fosfatidil gliserol,
apoprotein,kolesterol. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin yang mulai
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 6
dibentuk pada umur kehamilan 22-24 minggu dan berjumlah cukup untuk berfungsi
normal setelah minggu ke-35.Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh
PH,suhu,dan perfusi normal.Asfiksia,hipoksemia,dan iskemia paru terutama dalam
hubungannya dengan hipovolemia,hipotensi,dan stres dingin dapat menekan sistesis
surfaktan.Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang
tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan
surfaktan lebih lanjut.Jumlah surfaktan akan meningkat oleh pengaruh hormon
tiroid dan IRDS lebih sering dijumpai pada bayi dengan kadar hormon tiroid plasma
yang rendah dibandingkan pada bayi dengan kadar hormon plasma normal.Proses
pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon glukokortikoid.
Menjelang umur kehamilan cukup bulan didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal
dan maternal,serta jaringan parunya kaya akan glukokortikoid.
Surfaktan menyebabkan ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang
rendah.Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan
ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveeoli saat expirasi. Peranan
surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi
kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps
paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia,retensi
CO2 dan asidosis.Hipoksia akan menimbulkan :
1. Oksigenasi jaringan menurun,sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik
dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveoli dan terbentuknya
fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Tanpa surfaktan janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang.Oleh
karena itu perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap
hembusan napas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan
tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang
kuat.Akibatnya setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali
bernapas(saat kelahiran). Sebagai akibatnya janin lebih banyak menghabiskan
oksigen untuk menghasilkan energi daripada yang ia terima dan ini menyebabkan
bayi kelelahan.Dengan meningkatnya kelelahan bayi akan ketidakmampuan
mempertahankan pengembangan paru ini sehingga menyebabkan atelektasis.
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 7
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbondioksida dari sisa
pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik.Penurunan PH menyebabkan
vasokontriksi yang makin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi
alveolar,PaO2 akan menurun tajam,PH juga akan menurun tajam serta materi yang
yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan
yang terdiri dari :
a. Atelektasis
b. Hipoksia
c. Asidosis
d. Transudasi
e. Penurunan aliran darah paru
f. Hambatan pembentukan substansi surfaktan
Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian
bayi.
Manifestasi Klinis
Ada beberapa manisfestasi klinis sindrom distress pernafasan yaitu
berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit sindrom disteres pernafasan
sangat dipengaruhi tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang di tunjukan. Gejala dapat
tampak setelah beberapa jam kelahiran (Nelson,2000)
Gejalanya berupa :
1. Dispneu berat
2. Penurunan Compliance paru
3. Pernapasan yang dangkal dan cepat
4. Peningkatan kecepatan pernapasan
5. Nafasnya pendek dan ketika menghembuskan napas terdengar suara
ngorok
6. Kulit kehitaman akibat hipoksia
7. Retraksi dada setiap kali bernapas
8. Napas cuping hidung
9. Takipnea (>60x/mnit)
10. Sianosis.
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 8
Adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang
ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung,
retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel
ada 4 stadium IRDS yaitu :
1. Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram
udara
2. Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas
sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan
aerasi paru.
3. Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan
paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak
terlihat, bronchogram udara lebih luas.
4. Stadium 4
Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak
dapat dilihat.
Pemeriksaan Diagnostik
2.5.1 Penentuan faktor komplikasi perlu dilakukan tes spesifik,seperti :
1.Darah, urin,dan glukosa darah (untuk mengetahui hipoglikemia)
2.Kalsium serum (untuk menentukan hipokalsemia)
3.Analisa Gas Darah (untuk menentukan PH serum asidosis)
Analisa gas darah,PaO2 (tes untuk hipoksia) kurang dari 50
mmHg,PaCO2 kurang dari 60 mmHg,saturasi oksigen 92% -94%, PH
7,31-7,45
4.Level potasium meningkat sebagai hasil dari release potasium dari
sel alveolar yang rusak
5.Rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
6.Bronchogram udara untuk menentukan ventilasi jalan napas
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 9
Diagnostik prenatal
Untuk menentukan maturitas paru dilakukan pemeriksaan ( tes cairan
amonia ) yang disebut rasio L/S ( lesitin banding spingomielin ). Rasio L/S ini
berguna untuk menentukan maturitas paru. Fosfolipid disintesis di sel alveolar
dan konsentrasi dalam cairan amnion selalu berubah selama masa kehamilan.
Pada mulanya spingomielin lebih banyak, tetapi kira-kira pada usia kehamilan
32-33 minggu konsentrasi menjadi seimbang kemudian spingomielin
berkurang dan lesitin meningkat secara berartisampai usia kehamilan 35
minggu dengan rasio 2:1.
Penatalaksanaan
Menurut Suriadi ( 2001) penatalaksanaan RDS :
1. Pertahankan oksigen
2. Pertahankan nutrisi adekuat
3. Pertahankan suhu lingkungan netral
4. Pertahankan PO2 dalam batas normal
5. Intubasi bila perlu dengan tekanan ventilasi positif
Dasar tindakan penatalaksanaan pada penderita adalah
mempertahankan penderita dalam suasana fisiologik yang sebaik-baiknya,
agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain, sehingga ia
dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya. Suhu bayi dijaga agar
tetap norrmal ( 36,3-37 c) dengan meletakkan bayi dalam inkubator antara 70-
80%. Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberikan cairan
intravena yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adanya pemberian
cairan ini bertujuan untuk memberkan kalori yang cukup, menjaga agar bayi
tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal
dan mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama
biasanya cairan yang diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam
jumlah 100 ml/KgBB/hari untuk mencegah katabolisme tubuh dapat dipenuhi.
Tergantung ada tidaknya asidosis, maka cairan yang diberikan dapat berupa
campuran glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dengan perbandingan
4:1. Untuk hal ini pemeriksaan keseimbangan asam basa tubuh perlu
dilakukan secara sempurna. Disamping itu pemeriksaan elektrolit perlu
diperhatikan pula. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk
mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 10
diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan
berat badan ialah 60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu
dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara
intravena yang berguna untuk mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45. Bila
tidak ada fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi
langsung melalui tetesan dengan menggunakan campuran larutan glukosa 5-
10% dan NaHCO3 1,5% dalam perbandinagn 4:1
2.6.1 Keperawatan.
1. Pemberian minum peroral tidak diperbolehkan selama fase akut
penyakit, karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum
dapat diberikan melalui parenteral
2. Tindakan pendukung yang krusial
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral
d. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
e. Mencegah hipotermia
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit yang adekuat
3. Pertimbangan keperawatan
Dalam merawat bayi RDS perawat harus melakukan observasi dan
intensif, masalah kompleks yang berhubungan dengan terapi
pernapasan harus diperhatikan terutama pengobatan yang kontinu
terhadap hipoksemia dan asidosis. Fungsi keperawatan yang paling
penting adalah mengamati respon bayi terhadap terapi, mucus
mungkin terkumpul di saluran pernapasan dan selang endotrakea
(ET).
Pengisapan hanya dilakukan bila diperlukan dan berdasarkan
pertimbangan terhadap bayi tersebut. Pertimbangan terhadap
pengisapan termasuk auskultasi dada, pembuktian bahwa oksigenasi
rendah, kelebihan kelembaban pada selang ET dan kepekaan bayi.
Pada saat melakukan pengisapan mukus, perawat harus menyadari
dan waspada tentang hal berikut :
1. Pengisapan bukan prosedur yang aman karena dapat
menyebabkan spasme bronkus, bradikardi, karena stimulasi saraf
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 11
fagal, hipoksia, dan peningkatan tekanan intrakranial sehingga
mendorong bayi pada keadaan hemoragi intraventrikular.
Tindakan ini tiak boleh dilakukan secara rutin, teknik pengisapan
ini dapat menyebabkan infeksi, kerusakan jalan pernapasan
bahkan pneumotoraks.
2. Penting diperhatikan bahwa pengisapan yang terus menerus akan
ikut mengeluarkan udara bersamaan dengan keluarnya mucus.
Oleh karena itu sekali pengisapan tidak boleh lebih dari 5 detik (
pengisapan menyebabkan saluran udara terhambat ).
3. Tujuan pengisapan jalan napas buatan adalah menjaga
terbukanya jalan napas, bukan bronkus. Pengisapan yang
dilakukan di luar ET dapat menyebabkan lesi trauma pada trakea.
4. Awasi oksigenasi atau oksimeter denyut nadi sebelum, selama,
dan sesudah pengisapan untuk membari penilaian yang terus
menerus terhadap status oksigenasi dan untuk menghindari
hipoksemia.
Medis
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS
adalah :
1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Setiap penderita perlu mendapat antibiotika untuk mencegah terjadinya
infeksi sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang mempunyai spektrum
luas penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin (100
mg/KgBB/hari).Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan
intravena sampai gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi.
2. Fenobarbital
3. Vitamin E untuk menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
4. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuik mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik
5. Pemberian surfaktan buatan
Berdasar atas penelitian Fujiwara (1980) dan Morley (1981).
Surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoilfosfatidilkolin dan
fosfatidilgliserol dengan perbandingan 7:3 telah dapat mengobati
penyakit tersebut. Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 12
mg dosis tunggal dengan menyemprotkan ke dalam trakea penderita.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaannya adalah
pemberian surfaktan eksogen. Surfaktan eksogen adalah derifate dari
sumber alami, misalnya manusia (di dapat dari cairan amoniak atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan). Surfaktan ini
disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis 60 mg/kg BB.
6. Pemberian oksigen
Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi baru lahir.
Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang
tidak diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina (retrolental
fibroplasta), dll.Untuk mencegah tumbuhnya komplikasi ini pemberian
O2 sebaiknya diikuti dengan :
a.Pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara teratur.
b.Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk
mempertahankan tekanan PaO2 antara 80-100 mmHg.
c.Bila fasilitas untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada, o2
dapat diberikan sampai gejala sianosis menghilang.
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi sindrom distress pernafasan pada bayi menurut
Corwin(2009)
1. Sebagian bayi yang selamat dari RDS kemudian mengindap
displasia bronkopulmonalis atau BPD (bronchopulmonary
dysplasia), yaitu suatu penyakit pernafasan kronis yang ditandai
pembentukan jaringan parut dialveolus, inflamasi alveolus dan
kapiler dan hipertensi paru.
2. Tanda tanda dispnea dan hipoksia dapat berlanjut menyebabkan
kelelahan, gagal nafas, bahkan kamatian pada bayi.
3. Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem
syaraf pusat terutama sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia
dan hipotensi yang kadang-kadang disertai renjatan. Faktor tersebut
dapat membuka nekrosis iskemik, terutama pada pembeluh darah
kapiler di daerah peri ventrikuler dan dapat juga di ganglia basalis
dan jaringan otak.
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 13
4. Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran menurun, apnue,
gerakan bola mata yang aneh, kekakuan ekstremitas dan bentuk
kejang neonatus lainnya.
5. Komplikasi pneumothorax atau pneumamediastinum mungkin
timbul pada bayi yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis.
Pemberian O2 dengan tekanan yang tidak terkontrol, mungkin
menyebabkan pecahnya alveolus sehingga udara pernafasan yang
memasuki rongga-rongga thorax atau rongga mediastinum.
Prognosis
Prognosis sindrom ini tergantung dari tingkat prematuritas dan
beratnya penyakit. Pada penderita yang ringan penyembuhannya dapat terjadi
hari ke 3 atau ke 4 dan pada hari ke 7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada
penderita yang lanjut mortalitas diperkerikan 20-40%. Dengan perawatan yang
intensif dan cara pengobatan terbaru mortalitas ini dapat menurun. Prognosis
jangka panjang sulit diramalkan. Kelainan yang timbul dikemudian hari lebih
cenderung disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan dan bukan
akibat penyakitnya sendiri. Sekitar 75% dari bayi baru lahir yang berada di
bawah 1000g bertahan hidup, dan mortalitas secara progresif menurun pada
berat badan yang lebih tinggi, dengan lebih dari 95% bayi sakit yang bertahan
hidup beratnya >2500g. Walaupun 85-90% dari semua bayi PMH, yang
bertahan hidup setelah mendapat dukungan ventilasi dengan respirator adalah
normal, harapan yang ada pada mereka yang beratnya diatas 1500g adalah
jauh lebih baik.
Pada fungsi paru yang normal pada kebnyakan bayi yang dapat
hidup dari penyakit membrane hialin, prognosisnya sangat baik. Namun bayi
yang berhasil bertahan hidup dari kegagalan nafas neonatus yang berat dapat
mengalami gangguan paru dan perkembangan syaraf yang berarti.
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 14
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Ny. A melahirkan bayi secara SC, usia gestasi 30 minggu (premature), laki-
laki, yang saat ini dirawat di NICU. Bayi yang di beri inisial A tersebut BBL 2000gr,
RR 90x/mnt, terdengar suara seperti mengorok saat bernafas, pernafasan cuping
hidung (+), retraksi intercostal, dan tampak sianosis di bibir. Suhu 35OC, HR 90x/mnt,
akral dingin. Bayi tampak lemah. Dari hasil lab GDA : PH 6, paO2 75mmHg, HCO3
28mEq/L, SaO2 85%.
.Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Identitas :
Nama ibu : Ny. A
Nama anak : By. A
Jenis Kelamin : laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Perum. Graha Indah, Surabaya
2.Keluhan utama :
Ny.A mengeluhkan bibir By.A yang tampak membiru dan terdengar
suara seperti mengorok saat bernafas.
3.Riwayat Penyakit Sekarang :
Awalnya pada hari ke 2 setelah bayi lahir, By.A bernafas
menggunakan cuping hidung dan ada retraksi intercostal, kemudian di hari ke
3 tangan By.A terasa dingin dan bibir membiru. By. A juga tampak lemah dan
disertai suara seperti mengorok saat bernafas.
4.Riwayat Penyakit Dahulu :
By. A lahir secara SC dengan usia kehamilan 25minggu (premature),
laki-laki, dengan BBL 1000gr.
5.Riwayat Maternal :
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 15
Ny. A memiliki riwayat diabetes mellitus, tidak ada riwayat
perdarahan. Tidak merokok dan mengonsumsi minuman keras selama masa
kehamilan. Ny. A sangat memperhatikan gizi yang baik bagi janin dengan
minum susu, makan buah dan sayur selama kehamilan.
6.Riwayat Penyakit Keluarga :
Memiliki riwayat diabetes mellitus.
7.Riwayat psikososial :
Ny. A merasa sedih dan kuatir melihat kondisi by.A yang membiru dan
terdengar suara seperti mengorok saat bernafas.
8.Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme :
Gejala : By. A tidak dapat minum dengan baik. Reflek menghisap dan
menelan tidak baik, muntah (+)sedikit 2cc, turgor kulit menurun.
Tanda : nutrisi kurang, intake dan output tidak seimbang.
b. Pola aktivitas dan latihan :
Gejala : By. A tampak lemah, terdengar suara seperti mengorok saat bernafas,
bernafas menggunakan cuping hidung dan ada retraksi intercostal.
Tanda : sianosis, sesak, bunyi nafas tambahan.
c. Pola integritas ego
Gejala : Ny. A merasa sedih dan kuatir melihat kondisi by.A yang membiru
dan terdengar suara seperti mengorok saat bernafas.
Tanda : pada Ny. A tampak tegang dan menangis saat melihat kondisi
bayinya.
d. Pola sirkulasi
Gejala : pola nafas tidak teratur dan bersihan jalan nafas tidak efektif
Tanda : sianosis, bernafas menggunakan cuping hidung dan ada retraksi
intercostals, terdengar suara seperti mengorok saat bernafas, ronchi +/+.
e. Pola neurosensori :
Gejala : gangguan sensori
Tanda : kelemahan, akral dingin, penurunan suhu tubuh.
1. Status infant saat lahir
a. Premature, 25minggu
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 16
b. Apgar score : aspiksia
c. By. A lahir dengan SC
II. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath) :
- RR 90x/mnt
- terdengar suara seperti mengorok saat bernafas
- Ronchi +/+
- retraksi intercostal, bernafas menggunakan cuping hidung
- sianosis
2. B2 (Blood) :
- HR 90x/mnt
- Murmur sistolik
3. B3 (Brain) :
- Tampak kelemahan
- Sianosis
- Suhu 35OC
- Akral dingin
4. B4 (Bladder) :
- Urin 20cc perhari (oliguri)
5. B5 (Bowel) :
- By. A tidak dapat minum dengan baik. Reflek menghisap dan menelan
tidak baik
- muntah (+)sedikit 2cc
6. B6 (Bone) :
- Kelemahan
- Turgor kulit menurun
III. Pemeriksaan Diagnostik
Lab GDA :
PH 6, paO2 75mmHg, HCO3 28mEq/L, SaO2 85%. � asidosis
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 17
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS :
Ny.A mengeluhkan bibir
By.A yang tampak membiru
dan terdengar suara seperti
mengorok saat bernafas.
DO :
- RR 90x/mnt
- terdengar suara seperti
mengorok saat bernafas
- retraksi intercostal,
bernafas menggunakan
cuping hidung
- sianosis
- GDA : PH 6, paO2
75mmHg, HCO3
28mEq/L, SaO2 85%.
Respiratory Distress
Syndrome
Asidosis
Sianosis
Gangguan Pertukaran Gas
Gangguan
pertukaran gas
2. DS : Ny.A mengeluhkan
bibir By.A yang tampak
membiru dan terdengar
suara seperti mengorok saat
bernafas.
DO :
- RR 90x/mnt
- terdengar suara seperti
mengorok saat bernafas
- Ronchi +/+
Respiratory Distress
Syndrome
Sekret meningkat
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
2. DS : Respiratory Distress Resiko Tinggi
surfaktan sedikit
permukaan alveolus
kemampuan menahan sisa udara fungsional pada akhir respirasi
menurun
alveolus kolaps
permukaan alveolus
surfaktan sedikit
permukaan alveolus
kemampuan menahan sisa udara fungsional pada akhir respirasi
menurun
atelektasis
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 18
Ny. A mengatakan bahwa
By. A tidak dapat minum
dengan baik. Reflek
menghisap dan menelan
tidak baik.
DO :
- muntah (+)sedikit 2cc
- Urin 20cc perhari
- By. A tidak dapat
menghisap ASI dengan
optimal (<100cc).
- Turgor kulit menurun
- membran mukosa kering
Syndrome
Ventilasi terganggu
Hipoksia
Hipoksia pada ginjal dan
otot
Oliguri + reflek menghisap
dan menelan menurun +
muntah
Resiko Tinggi defisit
volume cairan
defisit volume
cairan
3. DS :
Ny. A mengatakan bahwa
By. A tidak dapat minum
dengan baik. Reflek
menghisap dan menelan
tidak baik.
DO :
- muntah (+)sedikit 2cc
- BBL 2000gr
- By. A tidak dapat
menghisap ASI dengan
optimal (<100cc)
Respiratory Distress
Syndrome
Ventilasi terganggu
Hipoksia
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
permukaan alveolus
surfaktan sedikit
kemampuan menahan sisa udara fungsional pada akhir respirasi
menurun
alveolus kolaps
surfaktan sedikit
kemampuan menahan sisa udara fungsional pada akhir respirasi
menurun
alveolus kolaps
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 19
Hipoksia pada otot dan usus
Gangguan penyerapan pada
usus
BBL 1000gr
reflek menghisap dan
menelan menurun + muntah
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
4. DS :
Ny. A merasa sedih dan
kuatir melihat kondisi by.A
yang membiru dan
terdengar suara seperti
mengorok saat bernafas.
DO :
pada Ny. A tampak tegang
dan menangis saat melihat
kondisi bayinya.
Respiratory Distress
Syndrome pada bayi
Kurang pengetahuan
Ansietas
Koping keluarga inefektif
Koping keluarga
inefektif
.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan volume dan komplians
paru, perfusi paru dan ventilasi alveolar.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekret sekunder
terhadap atelektasis progresif.
3. Resiko Tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan akibat
resiko aspirasi dan tersedak.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
menghisap dan muntah.
5. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas.
Intervensi Keperawatan
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 20
1. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan volume dan komplians paru,perfusi paru dan
ventilasi alveolar
Tujuan : Tanda dan gejala distress pernapasan,deviasi dari fungsi dan resiko infant
terhadap RDS dapat teridentifikasi
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal
b. Bebas dari gejala distress pernapasan
-Bernapas tidak menggunakan cuping hidung
-Tidak ada retraksi interkosta
-RR :30-60x/menit
-HR :120-140x/menit
-Suhu :36,5 -37 C
-Sianosis (-)
-Ekstremitas hangat
c. Klien menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan dengan GDA
dalam rentang normal :
1. pH :7,35-7,45
2. p02 :80-100 mmHg
3.pCO : 35-45 mmHg
4. HCO3 : 22-26 mEg/L
5. Saturasi > 95 %
No Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau dispnea,takipnea,bunyi
napas,peningkatan upaya
pernapasan,ekspansi paru dan
kelemahan
RDS mengakibatkan efek luas
pada paru
2. Evaluasi perubahan tingkata
kesadar,catat sianosis,dan
perubahan warna kulit,termasuk
membran mukosa dan kuku
Akumulasi sekret dan
berkurangnya jaringan paru yang
sehat dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan
jaringan tubuh
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 21
3. Mengkaji status mental Kelemahan,mudah
tersinggung,bingung dapat
merefleksikan adanya
hipoksemia/penurunan
oksigenasi cerebral
4. Kolaborasi :
Pemeriksaan GDA
Penurunan kadar O2 (P02)
dan/saturasi dan peningkatan
PCO2 menunjukkan kebutuhan
untuk intervensi /perubahan
program terapi
5. Pemberian oksigen sesuai
dengan kebutuhan tambahan
Terapi oksigen dapat mengoreksi
hipoksemia yang terjadi akibat
penurunan ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru
6. Pemberian surfaktan buatan Meningkatkan ekspansi paru dan
mencegah paru kolaps
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekret sekunder
terhadap atelektasis progresif.
Tujuan : Suara nafas bayi jernih ,bebas dari ronchi dan sekret (-)
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
• Tidak ada bunyi napas tambahan
• Adanya penurunan dispneu
• Frekuensi, irama menunjukkan pernapasan normal
• Sekret (-)
Tindakan:
a. Independen
Intervensi Rasional
Catat perubahan dalam bernafas dan
pola nafasnya bayi
Penggunaan otot-otot
interkostal/abdominal/leher dapat
meningkatkan usaha dalam bernapas
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 22
b.Kolaboratif
3. Resiko tinggi defisit volume cairan b.d kehilangan cairan akibat resiko aspirasi dan
tersedak
Tujuan : Dalam 2 x 24 jam anak dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat
Kriteria hasil :
Observasi dari penurunan
pengembangan dada dan peningkatan
fremitus
Pengembangan dada dapat menjadi batas
dari akumulasi cairan dan adanya cairan
dapat meningkatkan fremitus.
Catat karakteristik dari suara nafas Suara nafas terjadi karena adanya aliran
udara melewati batang tracheo bronchial
dan juga karena adanya cairan, mukus atau
sumbatan lain dari saluran nafas
Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala
dan gunakan jalan nafas tambahan bila
perlu
Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas
dengan paten
Peningkatan intake oral jika
memungkinkan
Peningkatan cairan per oral dapat
mengencerkan sputum
Intervensi Rasional
Berikan oksigen, cairan IV, tempatkan
di kamar humidifier sesuai indikasi
Mengeluarkan sekret dan meningkatkan
transport oksigen.
Berikan terapi aerosol, ultrasonik
nebulisasi
Dapat berfungsi sebagai broncodilatasi dan
mengeluarkan sekret.
Berikan fisiotherapi dada misalnya :
postural drainase, perkusi dada/vibrasi
jika ada indikasi
Meningkatkan drainase sekret paru,
peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot
pernafasan
Berikan bronchodilator misalnya:
aminofilin, albuteal dan mukolitik
Diberikan untuk mengurangi
bronchospasme, menurunkan viskositas
sekret dan meningkatkan ventilasi
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 23
a. Turgor pada perut bagian depan kenyal,tidak ada edema,membran mukosa
lembab,intake cairan sesuai dengan usia dan BB
b. Output urin 1-2 ml/kg BB/jam,elektrolit darah dalam batas normal
No Intervensi Rasional
1. Berikan terapi intravena sesuai
dengan anjuran dan berikan
dosis pemeliharaan,selain itu
berikan pula tindakan-tindakan
pencegahan
Selama fase akut,klien sering kali
berada dalam kondisi yangterlalu
lemah dan mengalami sesak
napas yang parah.Untuk
meminum cairan per oral se
2. Berikan susu dan cairan
intravena sesuai kebutuhan
Cairan membantu distribusi obat-
obatan dalam tubuh serta
membantu menurunkan
demam.Cairan IV membantu
menambahkan kalori serta
menanggulangi kehilangan BB
Kebutuhan kalori neonatus :100
cc/BB
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menghisap
Tujuan : Mempertahankan dan mendukung intake nutrisi
Kriteria hasil :
a. Intake makanan meningkat,tidak ada penurunan BB lebih lanjut
No Intervensi Rasional
1. Berikan cairan IV dengan
kandungan glukosa sesuai
kebutuhan neonatus
Cairan IV dapat menggantikan
nutrisi yang seharusnya didapat
namun terhambat oleh
ketidakmampuan menghisap.
2. Rujuk kepada ahli diet untuk
untuk membantu memilih
cairan yang dapat memenuh
kebutuhan gizi
Untuk memenuhi kebutuhan
cairan yang diperlukan neonatus.
3. Kolaborasi dalam pemasangan
NGT
NGT dapat menjadi alternatif
dalam pemenuhan nutrisi
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 24
dikarenakan kemampuan
menghisap dan menelan yang
tidak baik
5. Koping keluarga inefektif b.d ansietas,perasaan bersalah,dan perpisahan
bayi sebagai akibt situasi kritis
Tujuan : Meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah,dan mendukung
bounding antara orangtua dan infant
Kriteria hasil : -Keluarga klien mengungkapkan pengetahuan tentang penyakit yang
diderita oleh pasien
-Dapat melaporkan secepatnya kepada tim medis jika terjadi sesuatu
mendadak terhadap pasien
-Keluarga pasien bisa menstabilkan emosi
No Intervensi Rasional
1. Kaji respon verbal dan non
verbal orangtua terhadap
kecemasan dan penggunaan
koping mekanisme
Hal ini akan membantu
mengidentifikasi dan
membangun strategi koping yang
efektif
2 Bantu orangtua megungkapkan
perasannya secara verbal
tentang kondisi sakit
anaknya,perawatan yang lama
pada unit intensive,prosedur
dan pengobatan infant
Membuat orang tua bebas
mengekspresikan perasaannya
sehingga membantu menjalin
rasa saling percaya dan
mengurangi tingkat kecemasan
3. Berikan informasi yang akurat
dan konsisten tentang kondisi
perkembangan infant.
Informasi dapat mengurangi
kecemasan
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 25
PENUTUP
Kesimpulan
IRDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena produksi surfaktan,
yang dimulai sejak kehamilan minggu ke 22, makin muda usia kehamilan, makin
besar pula kemungkinan terjadi IRDS dan kelainan ini merupakan penyebab utama
kematian bayi prematur. Penyakit ini terjadi pada bayi prematur, insidennya
berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-80% terjadi pada
bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-
36 minggu (Malloy & Freeman, 2000) Idiopatik sindrom distress pernafasan (IRDS)
adalah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnue, dengan frekuensi pernafasan lebih
dari 60x/menit,sianosis, rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot otot pernafasan pada
inspirasi yaitu terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium
(Djitowiyono, 2010) \
.Saran
Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca,
khususnya pada mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami lebih dalam mengenai
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan askep kegawatan obstetri khususnya pada
IRDS.Karena angka kejadiannya yang cukup banyak di masyarakat, untuk selanjutnya
agar dapat membuat suatu asuhan keperawatan yang sesuai bagi klien dengan
IRDS.Sedangkan secara umum, agar masyarakat mampu mendeteksi tanda-tanda
maupun gejala yang muncul pada penyakit IRDS.
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 26
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta :EGC
Doenges, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . Jakarta : EGC
Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. FKUI : Jakarta.
Corwin,Elizabet, J.2000.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta : EGC
Surasmi,Asrinin.2003.Perawatan Bayi Risiko Tinggi,Kegawatdaruratan pernapasan.
Jakarta :EGC
Suriadi.2001.Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.Jakarta:CV Agung Seto
Carpenito, Linda Juall.2001.Buku saku diagnosa keperawatan.Jakarta :EGC
Drice, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M.1995 .Pathofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit:
Jakarta:EGC
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 27
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 28
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 29
WOC IRDS
Pola Nafas Tidak Efektif
bayi matur
bayi dari ibu dengan DM tipe 2
suntikan insulin pada ibu saat hamil
menghambat pembentukan surfaktan
atelektasis progresif
Kelelahan
retensi CO2
asidosis respiratorik
oksigenasi jaringan
metabolisme anerobik
penimbunan asam laktat
asidosis metabolik
kerusakan endotel kapiler
epitel duktus alveolaris
transudasi ke alveoli
Fibrin + jaringan epitel
nekrosis
membran hialin penurunan aliran darah paru
sel pnemosit tipe II sedikit
produksi lesitin menurun
surfaktan sedikit
permukaan alveolus tegang
kemampuan menahan sisa udara fungsional pada akhir respirasi menurun
alveolus kolaps
ventilasi terganggu
hipoksia
hipoventilasi
kebutuhan energi
Gangguan Pertukaran Gas
Penurunan Perfusi Serebral
bayi prematur
gestasi dibawah 32minggu lahir dengan SC alveolus berukuran sangat kecil dan
tidak berlipat-lipat
otot dada lemah
Kompresi paru oleh jalan lahir
menghambat pembentukan surfaktan
Penurunan Kesadaran
Terjadi hipoksia juga di ginjal, usus, jaringan pada otot
oliguri Resti. Defisit Volume Cairan
Gangguan penyerapan nutrisi oleh usus
Tonus otot menurun
Kelemahan
Intoleransi Aktivitas
Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 30
hipoksia
atelektasis progresif
asidosis
membran hialin
penurunan aliran darah paru
menghambat pembentukan surfaktan
Respiratory Distress Syndrome
Breathing Blood Brain Bledder Bowel Bone
Masalah Keperawatan : 1. Gangguan
Pertukaran Gas 2. Pola Nafas Tidak
Efektif
Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Masalah Keperawatan : 1. Gangguan
Keseimbangan Asam Basa
Masalah Keperawatan : 1. Penurunan Perfusi
Serebral 2. Penurunan
Kesadaran
Masalah Keperawatan : 1. Resiko Tinggi
Defisit Volume Cairan
Masalah Keperawatan : 1. Perubahan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Masalah Keperawatan : 1. Kelemahan 2. Intoleransi
Aktivitas
Penyembuhan Sempurna Kematian
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w o r d p r e s s . c o m
Page 31
Pada hari ke 3-7 20-40 %