Asma (Kumpulan Bahan)

41
PENDAHULUAN Asma adalah penyakit inflamasi kronik dari saluran nafas yang ditandai dengan peningkatan respon dari saluran trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan. Manifestasinya berupa penyempitan saluran nafas yang reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan dan secara klinis ditandai dengan paroxysm dyspnea, batuk dan mengi. Asma adalah penyakit episodik, dengan eksaserbasi akut dengan disertai periode bebas gejala. Biasanya serangan berlangsung singkat beberapa menit sampai jam dan pasien biasanya sembuh seperti keadaan sebelum serangan. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernafas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran nafas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran nafas .(1,2)

description

asma

Transcript of Asma (Kumpulan Bahan)

Page 1: Asma (Kumpulan Bahan)

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit inflamasi kronik dari saluran nafas yang ditandai

dengan peningkatan respon dari saluran trakeobronkial terhadap berbagai

rangsangan. Manifestasinya berupa penyempitan saluran nafas yang reversible

baik secara spontan maupun dengan pengobatan dan secara klinis ditandai

dengan paroxysm dyspnea, batuk dan mengi. Asma adalah penyakit episodik,

dengan eksaserbasi akut dengan disertai periode bebas gejala. Biasanya

serangan berlangsung singkat beberapa menit sampai jam dan pasien biasanya

sembuh seperti keadaan sebelum serangan. Penyempitan saluran nafas dapat

terjadi secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan pengobatan

tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernafas

yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran nafas,

dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan

hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun peningkatan

respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran nafas.(1,2)

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis

kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan.

Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki berbanding anak

perempuan 1,5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang

sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki.

Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang

melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Di Indonesia prevalensi

asma berkisar antara 5-7%, 4-5% penderita asma di Amerika Serikat dan

jumlah yang sama juga dilaporkan dari berbagai negara lain. Sekitar ½ kasus

asma terjadi sebelum usia 10 tahun dan sisanya sebelum usia 40 tahun. Pada

masa anak-anak penderita laki-laki 2:1 dibanding perempuan tapi sekitar usia

30 tahun jumlah penderita kurang lebih sama. (1,2)

Page 2: Asma (Kumpulan Bahan)

ETIOLOGI/FAKTOR PENCETUS

Dari etiologinya asma merupakan suatu penyakit yang heterogen. Asma

sendiri dapat dibagi menjadi dua macam menurut etiologinya :

1. Alergi asma

Sering berhubungan dengan riwayat alergi pada keluarga seperti

rhinitis, urtikaria, dan ekzema dengan peningkatan level IgE di

serum dan respon positif pada test provokasi yang melibatkan

inhalasi dari antigen spesifik.

2. Idiosyncratic asma

Pada pasien ini asma timbul tanpa adanya riwayat alergi pada

keluarga, dengan negatif skin test dan normal serum level dari IgE.

Pada beberapa penderita asma ada pula yang tidak dapat

dimasukkan pada kedua kategori diatas. Secara umum asma yang

memiliki onset lebih awal akan memiliki komponen alergi yang

kuat, sedangkan asma yang timbul belakangan cenderung menjadi

nonalergi atau memiliki kombinasi etiologi. Pada pasien ini asma

timbul tanpa adanya riwayat alergi pada keluarga dengan negatif

skin test dan normal serum level dari IgE.

Pada beberapa penderita asma ada pula yang tidak dapat dimasukkan

pada kedua kategori diatas. Secara umum asma yang memiliki onset lebih awal

akan memiliki komponen alergi yang kuat, sedangkan asma yang timbul

belakangan cenderung menjadi nonalergi atau memiliki kombinasi etiologi. (1)

Setiap penderita asma memiliki faktor pencetus yang berbeda pada masing-

masing penderita, masing-masing memiliki faktor pencetus yang unik. Ada

banyak faktor resiko untuk terjadinya asma beberapa diantaranya adalah : (3)

1. Adanya riwayat personal atau keluarga yang menderita asma, atau

alergi.

2. Memiliki paru-paru yang lebih kecil

3. Tidak menerima ASI

4. Terpapar pada antigen indoor berlebihan.

5. Ventilasi yang buruk pada rumah

6. Infeksi sistem respirasi yang lebih awal pada masa kehidupan

7. Vaksinasi

Page 3: Asma (Kumpulan Bahan)

8. Exercise induced asma

9. Aspirin induced asma

10. GERD

11. Asam lambung yang rendah

12. Alergi makanan

13. Permeabilitas usus yang meningkat

14. Defisiensi nutrien terutama antioksidan, vitamin B6 dan magnesium

15. Tartazine merupakan pencetus asma terutama pada anak-anak.

16. Bahan tambahan makanan dan pengawet makanan

17. Jamur di sistem gastrointestinal seperti candida albican

18. Dehidrasi

Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa dasar gejala asma adalah

inflamasi kronik dan respon saluran nafas yang berlebihan. Kalor, rubor, tumor,

dolor, function laesa dan infiltrasi sel-sel radang dijumpai pada asma, baik yang

alergik maupun non-alergik . (2)

Keadaan inflamasi dan hiperaktivitas saluran nafas dicapai oleh jalur

imunologis yang terutama di dominasi oleh IGE dan jalur saraf otonom. Pada

jalur ini, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen

Presenting Cells) dan akan dikomunikasikan kepada sel Th (T helper) Sel T ini

akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma

membentuk IgE , serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel,

eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator

inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (Lt), plaktelet

activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin(Tx) yang akan mempengaruhi

organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

vaskular,edema saluran nafas, infiltasi sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis

subepitel sehingga menimbulkan hiperaktifitas saluran nafas. Selain itu juga

terdapat jalur non alergic yang selain merangsang sel inflamasi juga merangsang

sistem saraf otonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hiperaktifitas

saluran nafas.

Pada penyakit asma terdapat hiperaktifitas saluran nafas yang diduga

didapat sejak lahir atau pada waktu dewasa. Keadaan yang dapat meningkatkan

hiperaktifitas saluran nafas seseorang yaitu : inflamasi saluran nafas, kerusakan

Page 4: Asma (Kumpulan Bahan)

epitel, mekanisme neurologis yang menyebabkan peningkatan respon saraf

parasimpatis, gangguan intrinsik yang menyebabkan hipertrofi otot polos dan

obstruksi saluran nafas. (2,4)

Pada penyakit asma terdapat ketidakmampuan mendasar dalam mencapai

angka aliran udara normal selama pernafasan terutama pada saat ekspirasi. Hal

ini terjadi karena obstruksi saluran nafas pada asma yang merupakan kombinasi

spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus.

Hal ini megakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak dan tidak

bisa diekspirasi. Hal ini dicerminkan dengan rendahnya FEV1 (volume udara

yang dihasilkan sewaktu usaha membuang nafas dengan paksa pada detik

pertama). Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu

fungsional dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati

kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap

terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan ini

diperlukan otot-otot bantu pernafasan. Tergantung pada beratnya penyakit,

gangguan ini mungkin tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan

perasaan iritasi pada trakea. Pada kasus lain gangguan pernafasan kadang-kadang

tidak dapat diatasi. Penyempitan saluran nafas yang besar dapat menimbukan

mengi. Pada penyempitan saluran nafas yang kecil, gejala batuk dan sesak lebih

dominan. Mengi diakibatkan karena turbulensi arus udara dan getaran ke

bronkus. Penyempitan saluran nafas pada asma tidak merata di seluruh bagian

paru. Pada daerah yang kurang mendapat ventilasi, darah kapiler yang melalui

daerah tersebut mengalami hipoksemia. Untuk mengatasi kekurangan oksigen,

tubuh melakukan hiperventilasi agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi

akibatnya pengeluaran karbondioksida menjadi berlebihan sehingga PaCO2

menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Peningkatan

produksi CO2 yang disertai penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi

CO2 (hiperkapnia) sehingga terjadi asidosis respiratorik. Hipoksemia yang

berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh

darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa

melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk

hiperkapnia.

Pada asma tanpa komplikasi, batuk hanya mencolok sewaktu serangan

mereda, batuk membantu mengeluarkan sekret yang terkumpul. Di antara

Page 5: Asma (Kumpulan Bahan)

serangan asma yang khas penderita bebas mengi dan gejala walaupun reaktifitas

bronkus meningkat. Pada asma kronik, masa tanpa serangan mungkin dapat

menghilang, sehingga mengakibatkan keadaan asma yang terus – menerus dan

sering disertai infeksi sekunder.

Secara fungsional, saluran nafas penderita asma bertindak seakan-akan

persarafan adrenergik beta tidak kompeten. Pengaruh bronkokonstriktor yang

secara normal diketahui diperantarai saraf parasimpatik dan adrenergik alfa

cenderung menonjol. Hal ini menyebabkan bronkokonstriksi pada saluran nafas

pasien asma. Hal – hal inilah yang terjadi pada asma. (4)

Page 6: Asma (Kumpulan Bahan)

About asthma (what is asthma) January 2003

Http://www. Asthma.ca/adults/about/what is asthma.php

MANIFESTASI KLINIK

Tanda dan gejala asma tergantung dari berat ringannya penyakit. Mulai

dari yang ringan, intermittent, sampai kronik, berat, dan asma yang fatal.

1. Batuk

Merupakan hasil dari kombinasi penyempitan saluran nafas, hipersekresi

mukus, dan hiperresponsive dari neural afferent yang merupakan salah satu

proses inflamasi saluran nafas. Dan bisa juga disebabkan oleh karena proses

inflamasi non spesifik dari infeksi bakteri maupun virus. Mekanisme batuk ini

bertujuan untuk mengeluarkan mukus yang tertimbun dalam saluran pernafasan.

2. Wheezing (mengi)

Disebabkan adanya kontraksi otot polos bersama hipersekresi dan retensi mukus

yang menyebabkan berkurangnya diameter saluranh nafas sehingga terbentuk

turbulensi dari aliran udara. Intensitas wheezing (mengi) tidak berhubungan

dengan beratnya penyempitan saluran pernafasan.

3. Dispnea dan sesak nafas

Dapat dilihat dari adanya penggunaan otot-otot bantu nafas untuk

menanggulangi peningkatan tahanan jalan nafas.

4. Tachypnea dan Tachycardia

Biasanya terdapat pada eksaserbasi akut, tidak ada pada asma yang ringan.

5. Pulsus Paradoxus

Adanya penurunan tekanan sistolik >10 mmHg sewaktu inspirasi. Hal ini

merupakan konsekuensi dari hiperinflasi paru yang menyebabkan peningkatan

pengisian ventrikel kiri, kemudian peningkatan venous return ke ventrikel

kanan. Sehingga meningkatkan volume end diastolic selama inspirasi.

Akibatnya septum intra ventricular bergeser kekiri, yang kemudian

mempengaruhi pengisian dan pengeluaran ventrikel kiri dimana terjadi

pengurangan dari output dan akhirnya terjadi penurunan tekanan sistolik selama

inspirasi.

6. Hypoxemia

Page 7: Asma (Kumpulan Bahan)

Akibat adanya ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi oleh karena

obstruksi jalan nafas.

7. Hypercapnea dan Acidosis Respiratorik

Terjadi pada asma yang ringan sampai moderate, dimana ventilasi normal atau

meningkat dan tekanan arterial PCO2 normal atau turun. Pada serangan berat

obstruksi saluran nafas tetap atau meningkat, sehingga terjadi penggunaan otot-

otot bantu nafas lebih banyak. Akibatnya terjadi hipoventilasi yang kemudian

menyebabkan hypercapnea dan acidosis respiratorik.

8. Adanya defek obstruktif pada uji fungsi paru

Pada asma ringan uji fungsi parunya diluar serangan adalah normal.

Saat serangan :

- terjadi penurunan FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 second)

- terjadi penurunan FEV1/FVC(FEV1%) (FVC= Forced Vital

Capacity)

- Expiratory Floe Rate yang meningkat

9. Hiperresponsive dari Bronchial

Adanya hiperresponsif pada Bronchial Provocation Test untuk semua pasien

asma. Hiperresponsif dari bronkial dapat diketahui dari :

1. Adanya penurunan FEV1 sebanyak 20% pada tes provokasi

(dengan methacoline dan histamin) sedangkan pada orang normal

hanya menyebabkan penurunan FEV1 sebanyak 5%.2. Adanya peningkatan FEV1 sebanyak 20% setelah diberikan obat

bronkidilator inhalasi. (5)

Tipikal perjalanan penyakit :

1. Permulaan

- sesak nafas pada aktivitas berat

- wheezing (mengi) ringan

- batuk

2. Proses lanjut

- sesak nafas pada aktivitas ringan sehingga pasien beristirahat

- batuk ringan, biasanya lebih parah saat malam hari (udara dingin)

atau selama berolahraga

- diikuti mengi dan sesak nafas saat istirahat

3. Berat

Page 8: Asma (Kumpulan Bahan)

- batuk-batuk

- sesak nafas saat istirahat (6,7,8,9,10)

Habitus :

- Penderita bernafas dengan cepat dan dalam dengan ekspirasi lebih

lama

- Duduk dengan tangan menyangga ke depan

- Retraksi otot-otot sternal

- Adanya hiperinflasi dari dada

- Batuk

- Gelisah

- Sianosis ringan (6)

Faktor pemicu:

1. Intrinsik atau non alergik

- infeksi dari tractus respiratorius bagian atas

2. Ekstrinsik atau alegik

- Inhalan: yang masuk melelui saluran pernafasan, contohnya:

debu rumah

bahan-bahan serpihan kulit yang terlepas dari binatang

(anjing, kucing, kuda, dll)

serpihan dari spora jamur

serbuk-serbuk bunga

dll

- Ingestan: masuk melalui mulut, misalnya:

makanan: susu, telur, ikan, dll

pewarna makanan yang berwarna kuning: tartrazine yang

biasanya terdapat pada sirup, keju, permen, dll

obat-obatan: aspirin, bloker contoh propanol (Inderal),

obat-obat non steroid seperti ibuprofen, naproxen, dll

(berhubungan dengan kimia tubuh yaitu prostaglandin yang

berperan penting dlam mengontrol efek pada paru pasien

asma.)

- Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit, contohnya:

salep

logam

Page 9: Asma (Kumpulan Bahan)

perhiasan

jam tangan, dll

- Lingkungan dan polusi udara seperti Nitrogen dioxide, Carbon

monoxide, Sulfur dioxide.

- Olahraga dan emotional stress (factor psikologis)

- Tertawa terbahak-bahak atau berbicara terlalu banyak (11,12)

DIAGNOSA

Umumnya diagnosa asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala

klasik seperti sesak nafas, batuk dan mengi. Serangan asma dapat timbul

berulang-ulang dengan masa remisi diantaranya. Serangan dapat cepat hilang

dengan pengobatan, tetapi kadang-kadang dapat pula hilang secara spontan.

Asma dapat pula menjadi kronik sehingga keluhan terjadi terus menerus.

Pada anamnesa dapat kita temukan :

- adanya riwayat asma sebelumnya

- riwayat penyakit alergi, seperti rhinitis alergika, debu

- riwayat keluarga menderita alergi

- riwayat keluarga asma

- faktor pencetus serangan seperti bekerja keras,udara dingin (13)

- gejala memburuk pada malam hari, saat beraktivitas, atau saat

teriritasi oleh agen alergen(15)

Penemuan pada pemeriksaan fisik tergantung dari derajat obstruksi

jalan nafas :

- Inspeksi : Snap diagnosa ( dispnea, wajah ketakutan, hunger of air,

cuping hidung kembang kempis, otot sternocleidomastoideus

tegang, mulut terbuka, duduk badan condong kedepan seakan-akan

menyambut udara, tangan terbuka)

- Ekspirasi memanjang

- Mengi

- Hiperinflasi dada

- Takikardi

- Pernafasan cepat

- Sianosis (13)

- Nasal sekresi, sinusitis, rhrinitis, atau nasal polyps(15)

Page 10: Asma (Kumpulan Bahan)

- Atopik dermatitis atau ekzema atau masalah alergi kulit(15)

Dalam praktek tidak sering ditemukan kesulitan dalam mendiagnosa asma,

maka untuk menegakkan diagnosa asma kita harus memperhatikan :(16)

1. adanya episodic symptom dari obstruksi jalan nafas

2. adanya obstruksi jalan nafas yang reversible

3. kita harus menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain seperti

COPD dan obstruksi laring, aspirasi atau cystic fibrosis pada anak-

anak(16)

Dalam praktek tidak sering ditemukan kesulitan dalam mendiagnosa asma,

tetapi banyak pula pasien yang bukan asma menimbulkan mengi sehingga

diperlukan pemeriksaan penunjang : (13)

1. Spirometri, untuk menunjukkan obstruksi jalan nafas reversibel

Cara yang paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah

melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan

spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator

aerosol (inhaler/nebulizer) golongan adrenergic. Peningkatan FEV1

atau FVC sebanyak >20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya

respons aerosol bronkodilator >20% tidak berarti ada asma. Hal

tersebut dapat dijumpai pada penderita yang sudah normal, atau

mendekati normal sehingga kenaikan FEV1 atau FVC tidak

melebihi 20%. Respons mungkin juga tidak dijumpai pada obstruksi

jalan nafas yang berat, oleh karena obat tunggal aerosol tidak cukup

memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada

hal yang akhir, mungkin diperlukan pengobatan kombinasi adrenergic,

teofilin, dan bahkan kortikosteroid untuk 2-3 minggu.

Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosa,

tetapi juga untuk menilai berat ringannya obstruksi dan efektivitas

pengobatan. Banyak penderita asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan

spirometrinya menunjukkan obstruksi. Hal ini akan mengakibatkan

mudahnya serangan asma timbul kembali bahkan menjadi kronik.

2. Test provokasi bronkus, untuk menunjukkan adanya Pemeriksaan kadar

Ig E total hiper-reaktivitas bronkus

Test ini tidak dilakukan bila obstruksi jalan nafas yang reversibel dapat

dilakukan dengan cara spirometri. Beberpa contoh test ini :

Page 11: Asma (Kumpulan Bahan)

- test provokasi histamin, metakolin, allergen

- test provokasi kegiatan jasmani

- hiperventilasi dengan udara dingin

- inhalasi dengan aqua destilata

Penurunan FEV 1 sebesar 20% / lebih setelah test provokasi adalah

bermakna.

3. Pemeriksaan test kulit

Untuk menunjukkan adanya antibody Ig E spesifik dalam tubuh. Test

ini hanya menyokong anamnesa, karena allergen yang menunjukkan

test kulit positif tidak selalu menunjukkan penyebab asma, aebaliknya

test kulit yang negative tidak selalu berarti tidak ada factor kerentanan

kulit.

4. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam serum

Pemeriksaan kadar Ig E total hanya berguna untuk menyokong penyakit

atopi. Pemeriksaan Ig E spesifik lebih berarti dan dilakukan terutama

bila test kulit tidak dapat dikerjakan atau jika hasilnya kurang dapat

dipercaya.

5. Pemeriksaan radiologi

Pada umunya foto dadanya adalah normal. Pemeriksaan ini dilakukan

bila ada kecurigaan terhadap proses patologik paru seperti

pneumothoraks, pneumomediastinum,atelektasis, dll.

6. Analisa gas darah

Hanya dilakukan pada penderita asma serangan berat, dimana dapat

terjadi hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis respiratorik.

7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah

Pada pasien asma, test ini cenderung meningkat yang dapat dipakai

sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid

yang diperlukan, dan untuk membedakan asma dari bronchitis kronik.

8. Pemeriksaan sputum

Untuk melihat adanya eosinofil

Kristal Charcot Leyden

Spiral Churschmann (13)

Beberapa keadaan yang dapat dipakai sebagai petunjuk untuk diagnosa

asma :

Page 12: Asma (Kumpulan Bahan)

a. Gejala batuk dan wheezing yang memburuk pada malam hari. Pada

penyakit bronchitis kronis, tidak terdapat perburukan gejala diwaktu

malam.

b. Beberapa penderita mengalami perburukan karena merokok atau

asap rokok pada waktu terjadi eksaserbasi

c. Antara waktu serangan terdapat masa tanpa gejala

d. Pada asma kronik gejala berfluktuasi tetapi selalu ada

e. Sering dijumpai keadaan Exercise-induced asma yaitu timbul sesak

nafas disertai mengi yang berlangsung sampai kira-kira 30 menit

setelah selesai melakukan latihan selama lebih kurang 5 menit

f. Timbul gejala beberapa menit sesudah terjadi paparan terhadap

allergen seperti debu rumah, tepung sari, kutu binatang, obat-

obatan, atau makanang. Didapatkan faktor presipitasi antara lain seperti infeksi, debu, udara

dingin, gas iritan dan faktor emosi. (14)

Page 13: Asma (Kumpulan Bahan)

DIAGNOSA BANDING (1)

Obstruksi Saluran Napas Atas oleh Tumor atau Edema Laring

Biasanya pasien dengan penyakit ini akan menunjukan gejala stridor

dan suara pernapasan yang keras di daerah trakea.Untuk memastikan

diagnosa diperlukan laringoskopi atau bronkoskopi.

Disfungsi Glottis

Pasien dengan disfungsi glottis mengalami penyempitan glottis saat

inspirasi dan ekspirasi, yang menyebabkan terjadinya serangan episodik

oleh karena tertutupnya saluran napas.Untuk memastikan diagnosa

dilakukan pemeriksaan glottis saat gejala disfungsi glottis muncul.Bila

tidak ditemukan kelainan, maka diagnosis disfungsi glottis dapat

disingkirkan.

Penyakit Endobronkial seperti Aspirasi Benda Asing, Neoplasma atau

Stenosis Bronkial

Wheezing menetap yang terlokalisir di dada sehubungan dengan batuk

yang paroksismal mengindikasikan penyakit ini.

Gagal Jantung Kiri

Tanda dan gejala penyakit gagal jantung kiri kadang-kadang dapat

menyerupai asma. Namun pada gagal jantung kiri ditemukan adanya

ronki basah halus di basal paru, irama gallop dan tanda-tanda penyakit

jantung kiri lainnya.

Bronkitis Kronik

Pada penyakit ini ditemukan riwayat batuk kronis yang berdahak.

Emboli Paru Berulang

Pada pemeriksaan fungsi paru ditemukan obstruksi saluran napas

perifer dengan scan paru abnormal. Namun untuk memastikan diagnosa

diperlukan angiografi paru.

KOMPLIKASI (2)

Obstruksi yang terjadi pada asma akan menyebabkan udara sulit

diekspirasikan sehingga semakin lama semakin banyak udara yang

terperangkap dalam alveoli,hal ini akan terus mempertinggi tahanan

didalamnya,sampai suatu saat akan mengakibatkan rupturnya dinding alveolus.

Page 14: Asma (Kumpulan Bahan)

Udara yang keluar menyusup melalui ruang intertisial menuju sentral, akan

menimbulkan penumpukan udara pada ruang mediastinum yang disebut

pneumodiastinum, juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema subkutis.

Apabila tekanan intrapulmonal yang tinggi menimbulkan rupture lapisan

pleura,udara akan masuk ke rongga pleura dan menimbulkan pneumotoraks.

Aspergilosis bronkopulmoner alergik merupakan salah satu komplikasi

asma yang merupakan kondisi dimana seseorang dengan asma memiliki

hipereosinofilia,Ig-E anti aspergilus,dan infiltrat pada paru.Aspergilosis jarang

terjadi karena imunitas tubuh biasanya mampu mengatasi infeksi

tersebut,kecuali pada orang dengan kelainan sistem imun.

Beberapa komplikasi lain dari asma seperti : bronkitis, atelektasis,

gagal napas, serta fraktur iga, dapat pula terjadi.

Rectus sheath hematoma yang disebabkan batuk paroksismal saat

serangan akut, dan cylothorax akibat pemakaian ventilator, merupakan

komplikasi yang jarang dijumpai.

Pada anak-anak, asma yang tidak diterapi dengan baik dapat

menimbulkan komplikasi berupa kerusakan paru permanen yang pada akhirnya

akan menimbulkan gejala asmatik kronis untuk sisa hidupnya (2) .

Klasifikasi Berat Ringan Asma

Nelson: Asthma, in Textbook of Pediatrics, 16th ed, Behrman, Kliegman,

Jenson (eds). Philadelphia, Saunders Company, 2000. pp 670-

676.

Page 15: Asma (Kumpulan Bahan)

PENATALAKSANAAN ASMA JANGKA PANJANG DAN

SERANGAN AKUT ASMA

Yang pertama kali yang harus kita lakukan pada saat ada pasien yang

terkena serangan asma adalah menilai derajat serangan asma. Hal ini dapat

dilakukan berdasarkan riwayat hidup, pemeriksaan fisik, nilai faal paru dan

hasil laboratorium dari si penderita. Yang kemudian kita sesuaikan dengan

kriteria asma yang telah ditentukan.

Dalam menatalaksana serangan akut asma, sebagai langkah awal, dapat kita

berikan (20) :

- oksigen dengan saturasi > 90% sebanyak 5 liter

kita berikan agonis ß-2 agonis inhalasi short acting 3x / 20 menit

- injeksi adrenalin 0,3 mg subcutan

- injeksi terbutalin 0,25 mg subcutan

- aminofilin bolus i.v 5-6 mg/kg BB (jika sudah digunakan dalam 12

jam sebelumnya, cukup diberikan setengah dosis)

- kortikosteroid (metilprednison mulai dari 60 mg dalam dosis terbagi

secara i.v)

Tanda klinis sebelum

pengobatanGejala

Gejala malam hari

Fungsi paru

Step 4BeratPersisten

Timbul gejala terus-menerusAktivitas fisik terbatasEksaserbasi sering

SeringPEF ≤60%

Step 3SedangPersisten

Timbul gejala setiap hariMenggunakan β2-agonist mula kerja cepat setiap hariEksaserbasi mengganggu aktivitasEksaserbasi ≥2 kali seminggu; dapat berlangsung

selama berhari-hari

>1 kali seminggu

PEF >60%

Step 2Ringan Persisten

Gejala >2 kali seminggu namun <1 kali sehariEksaserbasi dapat mengganggu aktivitas

>2 kali sebulan PEF ≥80%

Step 1RinganIntermiten

Gejala ≤2 kali semingguDi antara eksaserbasi tidak timbul gejala

(asimptomatik) dan PEF normalEksaserbasi ringan (beberapa jam hingga beberapa

hari); intensitas dapat bervariasi

≤2 kali sebulan PEF ≥80%

Page 16: Asma (Kumpulan Bahan)

kemudian tetapkan, apakah respons terhadap terapi baik dengan cara

ditemukan keadaan-keadaan dimana respons terapi menetap selama 1 jam

setelah pengobatan, pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan normal, dan

arus puncak ekspirasi (APE) > 70%. Setelah serangan asma mereda, tetap

diberikan agonis ß-2 inhalasi, antikolinergik dan kortikosteroid (cukup 2 hari

lalu diganti peroral). Berikan oksigen 5 liter /menit dengan saturasi >90%,

infus aminofilin per-drip. Semua obat-obatan ini diberikan sambil dilakukan

pemantauan APE, saturasi oksigen dan tanda-tanda vital. Bila sudah

diklasifikasikan, baru diberikan penatalaksanaan asma jangka panjang.

Beberapa macam terapi yang dapat diberikan pada saat serangan akut (20) :

1. Oksigen

2. Bronkodilator

Merupakan terapi utama dalam serangan asma akut. Lebih efektif

dengan ß-2 agonis inhalasi.

a. Albuterol.(proventil, ventolin)

Obat ini bekerja dengan menstimulasi reseptor pada otot halus

yang melapisi bronkus sehingga menyebabkan relaksasi pada

otot tersebut(18). Obat ini tersedia dalam bentuk sirup, tablet,

spray dan solutio nebulizer. Penggunaan nebulizer lebih efektif

daripada spray dalam mengobati serangan asma sedang. Efek

samping utama dari albuterol adalah hasil dari efek stimulan

seperti mempercepat denyut jantung, palitasi, tremor, gemetar,

gelisah , hiperaktivitas, iritabilitas, dan insomnia, bahkan dapat

memprovokasi terjadinya wheezing dengan mengiritasi saluran

nafas. Selain albuterol ada pula obat lain yang memiliki efek

yang sama seperti metaproterenol (alupent, Metaprel),

Pirbuterol(maxair), terbutaline, isotharine, dan isoproterenol.

Metaproterenol tersedia dalam bentuk sirup, tablet, spray dan

solutio nebulizer. Pirbuterol tersedia dalam bentuk spray.

Terbutaline tersedia dalam bentuk spray, tablet, dan injeksi.

Bentuk injeksi dapat menghilangkan bronkospasme pada situasi

darurat. Isoetharine tersedia dalam bentuk spray dan solutio

nebulizer. Obat ini memiliki efek stimulan terhadap jantung

Page 17: Asma (Kumpulan Bahan)

yang lebih besar dibandingkan dengan obat lainnya.

Penggunaan obat ini sangat dibatasi karena efek sampingnya.

Beberapa penderita asma kronik memiliki respon yang lebih

baik dengan isoetharine dibandingkan dengan obat lain.

Isoroterenol tersedia dalam bentuk spray, tablet, dan solutio

nebulizer Memiliki efek seperti isoetharine dan merupakan

bronkodilator poten yang dapat digunakan secara intravena

namun dalam pengawasan yang ketat. (18)

Digunakan dangan cara Metered Dose Inhaler (MDI) atau

Nebulizer. Untuk serangan asma akut dari yang ringan sampai

sedang, pengobatan pertama dimulai dengan 6-12 puff albuterol

via MDI atau 2,5 mg via nebulizer dan diulang tiap 20 menit

sampai tercapai tanda-tanda perbaikkan atau toksik. Untuk

serangan yang berat diberikan albuterol 2,5-5,0 mg

denganipratropim bromida 0,5 mg via nebulizer tiap 20 menit.

Albuterol dapat diberikan hingga 10,0-15,0 mg lebih dari 1 jam

ternyata lebih efektif pada serangan asma berat.

b. Penggunaan bronkodilator parenteral.

Tidak diperlukan jika medikasi secara inhalasi dapat dilakukan

dengan cepat. Terapinya adalah Epinefrin 0,3 mg diencerkan

dengan larutan 1:1000 subcutan tiap 20 menit hingga 3 kali

pemberian. Pemakaian obat ini sebaiknya dipantau dengan

EKG. . Epinefrin memiliki efek samping yang sama dengan

isoetharine dan isoproterenol. Saat ini tersedia dalam bentuk

auto injektor yang bisa digunakan sendiri untuk reaksi alergi

akut dan asma akut. Alat ini digunakan untuk menghilangkan

gejala akut scara sementara untuk selanjutnya mencari bantuan

medis bukan sebagai terapi pengganti. (18)

3. kortikosteroid sistemik.

Suatu resolusi yang cepat untuk serangan asma berat.

a. metilprednisolon.

Merupakan pilihan utama untuk terapi intravena. Dosisnya

adalah 125 mg pada saat serangan. Dosis ideal 40-60 mg

Page 18: Asma (Kumpulan Bahan)

intravena tiap 6 jam. Sedangkan pada kortikosteroid oral

(Prednison) dosisnya adalah 60 mg tiap 6-8 jam.

b. penurunan dosis kortikosteroid sebaiknya setelah terbukti

adanya perbaikan

c. agar tercapai respons terapeutik yang maksimal (biasanya 36-48

jam). Biasanya diberikan kortikosteroid oral untuk dosis 1 hari,

kemudian diturunkan perlahan-lahan setiap hari. Penurunan

selam 7- 14 hari disertai dengan kortikosteroid inhalasi biasanya

memberikan hasil yang maksimal.

4. Metilxantin.

Secara umum obat ini tidak dianjurkan karena hanya memberikan efek

bronkodilatasi yang sangat ringan.

Jika terapi terhadap serangan asma akut telah mencapai sasaran dan tetap

stabil minimal selama 3 bulan, maka dapat dilakukan pengurangan dosis

sehingga tercapai dosis maksimal dan hasil yang maksimal. Ajarkan pasien

untuk mengenali tanda-tanda perburukan (awal serangan) dan cara untuk

mengatasinya.

Pada asma persisten dari yang berat sampai dengan ringan diberikan 2

macam terapi yaitu pengontrol harian dan pelega. Sedangkan pada asma

intermiten cukup diberikan pelega saja.

Pada asma persisten berat, pengontrol yang diberikan adalah

kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, agonis ß-2 inhalasi dan obat-obat berikut

bila perlu yaitu teofilin lepas lambat, agonis ß-2 oral, antileukotrien

(montelukast 10 mg PO qd dan zafirlukast 20 mg PO bid) dan kortikosteroid

oral. Obat pelega (kalau diperlukan yang diberikan adalah agonis ß-2 short

acting, dengan alternatif kombinasi teofilin dan agonis ß-2 short acting dosis

rendah oral.

Asma persisten sedang. Obat pengontrol harian adalah kortikosteroid

inhalasi dosis sedang dan agonis ß-2 long acting. Alternatif untuk pengontrol

harian adalah kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang dengan teofilin

lepas lambat/agonis ß-2 long acting oral/antileukotrien atau cukup dengan

kortikosteroid inhalasi dosis tinggi. Obat pelega (kalau diperlukan) adalah

Page 19: Asma (Kumpulan Bahan)

agonis ß-2 inhalasi short acting alternatifnya adalah kombinasi teofilin dan

agonis ß-2 short acting dosis rendah oral.

Sedangkan pada asma persisten ringan obat pengontrol harian yang dapat

diberikan kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan alternatif teofilin lepas

lambat, kromolin, antileukotrien. Obat pelega ( kalau diperlukan) agonis ß-2

inhalasi short acting dengan alternatif kombinasi teofilin dan agonis ß-2 short

acting dosis rendah oral.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid inhalasi

maupun leukotrien inhibitor menunjukkan hasil yang sama efektifnya sebagai

obat pengontrol harian pada penderita asma persisten, namun dalam suatu

penelitian yang membandingkan antara penggunaan fluticasone 88mcg/hari

dengan leukotrien inhibitor (montelukast 10 mg/hari) menunjukkan perbaikan

yang lebih efektif pada funsi paru dan gejala asma. Tidak ada perbedaan dalam

jumlah banyaknya eksersebasi asma pada penderita yang menggunakan

flucotisone ataupun montelukast.kortikostroid inhalasi merupakan agen anti

inflamasi yang lebih poten dibandingkan dengan leukotrien inhibitor. (19)

Pada asma intermiten, obat pengontrol harian tidak dibutuhkan. Hanya

obat pelega saja yaitu agonis ß-2 inhalasi short acting (contohnya adalah

albuterol 2-3 puff) dengan alternatif kombinasi teofilin dan agonis ß-2 short

acting dosis rendah oral.

Penelitian terbaru menunjukkan penggunaan secara teratur dari salmeterol

dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan fungsi paru dan gejala asma

dapat terkontrol pada penanganan dalam jangka 24 minggu. Tidak terdapat

hiperresponsif bronkus yang meningkat atau kehilangan pertahanan bronkus

pada 24 minggu yang terlihat dari terapi lanjutan selama 4 minggu. (17)

TABEL PERBANDINGAN DOSIS KORTIKOSTEROID INHALASI

Bittman, Castro M, Allergy and immunology. In : Ahya SN, Flood K, Paranjothi S,

editions, The Washington Manual of Medical Therapeutics 30 th ed Missouri :

Lippincott William & Wilkins 2001 : 247-251 , 2001

Triancinolone

(100 μg/puff)

4-10 puff 10-20 puff >20 puff

Page 20: Asma (Kumpulan Bahan)

Beclomethason dipro-

pionate(42, 64μg/puff)

4-12 puff: 42 μg 12-20 puff >20 puff

Budesonide Turbuhaler

(DPI: 200 μg/dose)

1-2 inhalasi 2-3 inhalasi >3 inhalasi

Flunisolide

(250 μg/puff)

2-4 puff 4-8 puff >8 puff

Fluticasone

MDI:44,110,220μg/puff

DPI:20,100,250μg/dose

2-6 puff: 44 μg

2 puff: 100 μg

2-6 inhalasi: 50 μg

2-6 puff: 100 μg

3-6 inhalasi: 100 μg

>6 puff: 100 μg

>3 puff: 220 μg

>6 inhalasi: 100 μg

>2 inhalasi: 250 μg

Penggunaan kortikosteroid inhalasi juga dapat menimbulkan efek samping

sistemik namun tentunya lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan

kortikosteroid jenis lain. Biomarker yang sering digunakan untuk mengontrol

efek sistemik dari kortikosteroid inhalasi adalah serum kortisol, metabolitnya

sendiri, dan serum osteocalcin. Kortikosteroid inhalasi seperti fluticasone dan

budesonide hampir sempurna di inaktivasi dengan jalur metabolisme pertama

di hati. (17)

Penelitian menunjukkan bahwa keuntungan maksimum dari terapi

kortikosteroid inhalasi didapat dengan menggunakan dosis rendah flucotisone

(88 mcg/hari) atau dosis medium beclomethasone (672 mcg/hari). Tidak ada

keuntungan lebih yang didapat dengan menaikkan dosis flucotisone menjadi

dosis medium atau tinggi. Pemberian dosis rendah flucotisone juga

memberikan keuntungan berupa pembatasan efek samping sistemik yang

berupa supresi cortisol, namun hal ini hanya efektif bagi penderita asma yang

agak ringan dan tidak efektif bagi penderita asma sedang maupun berat. (17)

Penanganan Asma BertahapPasien Dewasa dan Anak Usia > 5 Tahun

Nelson: Asthma, in Textbook of Pediatrics, 16th ed, Behrman, Kliegman, Jenson

(eds). Philadelphia, Saunders Company, 2000. pp 670-676.

Page 21: Asma (Kumpulan Bahan)

Step turunApabila pengobatan terautr setiap 1 hingga 6 bulan; memungkinkan pengobatan dikurangi secara bertahap.

Step naikApabila kontrol tidak teratur, pertimbangkan untuk menaikkan step. Pertama-tama, periksa teknik pengobatan, ketaatan dalam berobat, dan kontrol lingkungan pasien.

Kontrol Jangka Panjang

Pengobatan Cepat Edukasi

Step 4BeratPersisten

Pengobatan harian: Anti-inflamasi:

kortikosteroid inhalasi (dosis tinggi)

DAN Bronkodilator mula

kerja lama lama: β2-agonist inhalasi, teofilin, atau β2-agonist tablet

DAN Kortikosteroid tablet

atau sirup jangka panjang

Bronkodilator mula kerja cepat: β2-agonist inhalasi sesuai kebutuhan

Intensitas pengobatan tergantung dari berat-ringannya eksaserbasi

Penggunaan β2-agonist inhalasi mula kerja cepat secara harian, sebagai indikasi kebutuhan tambahan terapi kontrol jangka panjang

Step 2 dan 3 ditambah: Konsultasi individual

Step 3SedangPersisten

Pengobatan harian:Anti-inflamasi:

kortikosteroid inhalasi (dosis sedang)

ATAUKortikosteroid inhalasi

(dosis sedang-ringan) dan tambahkan bronkodilator mula kerja lama; β2-agonist, teofilin, β2-agonist tablet

Bronkodilator mula kerja cepat: β2-agonist inhalasi sesuai kebutuhan

Intensitas pengobatan tergantung dari berat-ringannya eksaserbasi

Penggunaan β2-agonist inhalasi mula kerja cepat secara harian, sebagai indikasi kebutuhan tambahan terapi kontrol jangka panjang

Step 1 ditambah: Mengajarkan pasien

memonitor sendiri Edukasi kelompok bila ada Mengulang dan memperbarui

perencanaan tatalaksana sendiri

Step 2Ringan Persisten

Pengobatan Harian: Anti inflamasi:

kortikosteroid inhalasi (dosis rendah) atau kromolin atau nedokromil

Teofilin, Zileuton untuk pasien ≥12 tahun, Montelukast untuk pasien ≥6 tahun

Bronkodilator mula kerja cepat: β2-agonist inhalasi sesuai kebutuhan

Intensitas pengobatan tergantung dari berat-ringannya eksaserbasi

Penggunaan β2-agonist inhalasi mula kerja cepat secara harian, sebagai indikasi kebutuhan tambahan terapi kontrol jangka panjang

Step 1 ditambah: Mengajarkan pasien

memonitor sendiri Edukasi kelompok bila ada Mengulang dan memperbarui

perencanaan tatalaksana sendiri

Step 1RinganIntermiten

Tidak diperlukan pengobatan harian

Bronkodilator mula kerja cepat: β2-agonist inhalasi sesuai kebutuhan

Intensitas pengobatan tergantung dari berat-ringannya eksaserbasi

Penggunaan β2-agonist inhalasi mula kerja cepat secara harian, sebagai indikasi kebutuhan tambahan terapi kontrol jangka panjang

Mengajarkan fakta dasar tentang asma

Mengajarkan penggunaan inhaler/spacer

Mendiskusikan garis besar pengobatan

Membuat rencana tatalaksana sendiri

Membuat rencana tindakan untuk penyelamatan

Mendiskusikan pengukuran kontrol lingkungan untuk mencegah pemaparan terhadap alergen dan iritan yang sudah diketahui

Page 22: Asma (Kumpulan Bahan)

Tujuan dari terapi farmakologi pada asma adalah (16)

1.mengontrol gejala kronik dan nokturnal

2.menunjang fungsi paru mendekati normal

3.mencegah episode akut asma

4.mencegah efak samping dari pengobatan asma

5.pemberian regimen obat yang paling efektif bagi penderita

6.meningkatkan mutu aktivitas normal seperti olahraga

Selain pengobatan, pencegahan juga merupakan hal yang sangat penting.

Hal yang harus diperhatikan adalah kualitas udara dan tindakan yang tepat

untuk menghindari pemicu serangan asma. Berikut ini akan kami sebutkan

beberapa tips untuk mencegah serangan asma didalam rumah (21) :

- Hindari mikroorganisme yang dapat menyebabkan serangan asma dengan

cara mengatur kelembaban dan ventilasi dalam rumah. Kita juga harus

menghindari tungau-tungau yang biasa ada pada kasur, sofa dan sebagainya

dangan cara membersihkan rumah dengan teratur. Kita juga harus mengawasi

hewan peliharaan karena bulu-bulu dari hewan peliharaan (misalnya anjing,

kucing dan hewan peliharaan lainnya yang berbulu). Asap rokok dan asap kayu

bakar juga dapat memicu serangan asma. Dan pemasangan filter udara juga

dianjurkan agar tercipta kualitas udara yang baik didalam rumah.

- Nutrisi yang baik adalah dasar dari usaha kita untuk mengontrol asma.

Manusia dengan asma atau alergi cenderung untuk memiliki defisiensi nutrisi

tertentu yang berhubungan dengan kondisi mereka. Dengan intake makanan

yang sesuai maka segala defisiensi dapat diatasi. . Suplementasi nutrisi seperti

seperti vitamin c, vitamin e, carotein, vitamin B6, vitamin B12, magnesium,

zinc, dan selenium menunjukkan efektivitas dalam penanganan asma. (3) Selain

itu penderita asma juga diharapkan sangat memperhatikan makanan mereka.

Penderita asma harus cukup minum air , menghindari makanan yang dapat

menimbulkan serangan akut asma, mengkonsumsi asam lemak esensial anti

inflamasi dalam minyak ikan. (3)

Pasien dengan pengobatan asma dengan kortikosteroid oral maupun

inhalasi meningkatkan resiko osteoporosis. Karena itu asupan kalsium sangat

Page 23: Asma (Kumpulan Bahan)

berguna untuk membentuk tulang yang kuat. Ketika kalsium di intake

berbarengan dengan vitamin D yang membantu penyerapan kalsium dapat

menurunkan resiko osteoporosis. asupan yang dianjurkan untuk intake kalsium

adalah 1500 mg dengan 800 IU vitamin D setiap hari. Makanlah makanan yang

berkalsium seperti tahu, kismis, sarden, salmon dan sayuran hijau dengan

batangnya seperti brokoli dan sebagainya. Suplemen kalsium dapat menolong

untuk mencapai asupan kalsium yang dianjurkan. Hindari suplemen yang

mengandung tulang, cangkang kerang karena mereka dapat mengandung

bahan-bahan yang toksis. Kita bisa mengurangi asma dan alergi saluran

pernafasan dengan menebalkan produksi mukus di paru-paru. Hal ini dapat

dilakukan dengan cara yang cukup sederhana yaitu minum air yang banyak.

Air mineral yang mengandung kalsium dapat menolong untuk untuk

meningkatkan baik cairan dan kalsium.

Penelitian telah menunjukkan bahwa asam lemak omega 3 efektif dalam

mengurangi gejala asma. Penelitian yang lain menemukan bahwa anak-anak

yang secara teratur makan ikan segar yang mengandung asam lemak omega 3-4

kali lebih jarang terserang asma jika dibandingkan dengan anak yang jarang

makan ikan. Para ilmuwan berspekulasi bahwa asam lemak omega 3

mengurangi peradangan dan kepekaan jalan nafas.

Hasil yang diharapkan dari penatalaksanaan asma adalah: (16)

1.minimal atau tidak adanya gejala kronik pada siang atau malam hari

(seperti batuk atau mengi)

2.minimal atau tidak adanya eksaserbasi

3.tidak adanya kunjungan darurat ke rumah sakit

4.kebutuhan minimal short acting beta-agonist (<1x/hari )

5.tidak ada pembatasan aktivitas fisik termasuk olahraga

6.PEFR(peak expiratory flow rate) variasi >=80% dari nilai yang terbaik

7.tidak ada efek samping dari terapi farmakologi

Page 24: Asma (Kumpulan Bahan)

KESIMPULAN

Asma bronkiale adalah penyakit inflamasi kronik dari saluran nafas

yang ditandai dengan peningkatan respon dari saluran trakeobronkial terhadap

berbagai rangsangan. Manifestasinya berupa penyempitan saluran nafas yang

reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan dan secara klinis

ditandai dengan paroxysmal dyspnea, batuk dan mengi. (1)

Asma adalah penyakit episodik, dengan eksaserbasi akut dengan disertai

periode bebas gejala. Biasanya serangan berlangsung singkat beberapa menit

sampai jam dan pasien biasanya sembuh seperti keadaan sebelum serangan.

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur

pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. (2)

Dasar patogenesis asma adalah hiperiritabilitas non-spesifik cabang

trakeobronkial, hal ini disebabkan karena proses inflamasi subakut persisten

pada saluran pernafasan, sehingga timbul keadaan klinis dan fisiologis yang

terjadi dari interaksi antara sel-sel inflamasi dan sel-sel residen pada epitel

permukaan saluran pernafasan, mediator inflamasi, dan sitokin.

Umumnya diagnosa asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala

klasik seperti sesak nafas, batuk dan mengi. Yang pertama kali yang harus kita

lakukan pada saat ada pasien yang terkena serangan asma adalah menilai derajat

serangan asma. (13)

Pada anak-anak, asma yang tidak diterapi dengan baik dapat

menimbulkan komplikasi berupa kerusakan paru permanen yang pada akhirnya

akan menimbulkan gejala asmatik kronis untuk sisa hidupnya. Dengan

pengobatan yang baik, asma bronkiale dapat dikontrol dengan baik pula.

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: Asma (Kumpulan Bahan)

1. McFadden ER Jr. Asthma. In : Braunwald Eugene, Fauci

Anthony S, Kasper Dennis L, et al, editors. Harrison’s

Principles of Internal Medicine. 15thed.Vol II. USA :

McGraw-Hill Companies, 2001 : 1456-1463

2. Heru Sundaru, Asma Bronkial. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II, Edisi III, Jakarta : Balai Penerbit

FKUI,2001:26-21

3. Connecticut center for health

http://www.connecticutcenterforhealth.com/asthma.html

4. William R, Solomon, Asma Bronkial: Alergi dan lain-lain.

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, jilid I,

edisi IV, Jakarta, EGC, 1994:151-149.

5. Thomas J. Prendergast,MD, Stephen J. Ruoss, MD. Pulmonary Disease.

Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine. 4th

ed. United States: Appleton & Lange, 2003: 240-238

6. http://www.temtreatment.com/images/disease/bronchialasthma-htm.

7. http://www.CNI.co.id/Asma.htm

8. http://www.geocities.com/info2006/penyakit/Asma.htm

9. http://www.holisticvetcare.com/Bronchial-Asma.htm

10. http://www.mondobiotech.com/1-products-asthma3.htm

11. A E Tattersfield, A J Knox, J R Britton, I P Hall. Asthma.

Lancet 2002 ;360 : 1313-22

12. http://www.internethealthlibrary.com/healthproblems/Asm a.htm

13. Karnen Baratawidjaja. Asma Bronkial. In: Soeparman,

Sarwono Waspadji, editors. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II,

Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1998: 33-32

14. Faisal Yunus, Hadiarto Mangunnegoro,. Penatalaksanaan

Asma Bronkial. In: Faisal Yunus, Menaldi Rasmin,

Achmad Hudoyo, Achmad Mulawarman, Boedi

Swidarmoko, editors. Pulmonologi Klinik. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI, 1992: 131

15. NIH Asthma Guidelines and Standard,

http://www.getasthmaney.ORG/NIH_Guidelines.asp

Page 26: Asma (Kumpulan Bahan)

16. New England S of med,guidelines for diagnosis and

management of asthma, oktober 2002

http://www.securityhealth.org/guidelines/asthma.pdf

17. Broide David H.MB,CHB, Researchers review ACRN

progress in optimizing treatment for asthma, medscape

portals 2001

http://www.medscape.com/viewarticle/420358

18.Silberstein,Warren P.M.D, treatment of asthma.part1,

06/16/97

http://www.mindspring.com/-dr.warren/asthma2.htm

19.RR Rosenthal, effect of long term salmeterol therapy

compared with as needed albuterol use on airway

hyperresponsiveness, medscape pulmonary medicine 4 (1)

2000

http://www.medscape.com/viewarticle/436228

20.Bittman, Castro M, Allergy and immunology. In : Ahya SN, Flood K,

Paranjothi S, editions, The Washington Manual of Medical Therapeutics

30 th ed Missouri : Lippincott William & Wilkins 2001 : 247-251 , 2001

21. http://health.yahoo.com/heallth/centris/asthma/900:html