Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk...

38
1 Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Rumusan Tentang Taklik Talak Sebelum mengemukakan taklik talak dalam perspektif hukum Islam, maka akan dijelaskan pengertian umum taklik talak terlebih dahulu. Secara etimologis “taklik talak” terdiri dari dua unsur kata yaitu taklik ( ﺗﻌﻠﻖ) dan talak ( ﺍﻟﻄﻠﻖ). Kata taklik beakar dari kata “allaqa - yu’alliqu - ta’liqan( ﺗﻌﻠﻖ- ﻳﻌﻠﻖ- ﻋﻠﻖ) yang artinya bergantung. Sementara itu kata ﺍﻟﻄﻠﻖberarti melepaskan atau meninggalkan. Kata Thalaq (Arab) telah diserap dalam bahasa Indonesia yang berarti cerai atau perceraian. Penyerapan kata taklik talak dalam bahasa Indonesia, terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi terbaru, yang diterbitkan di Jakarta oleh Tim Pustaka, Cet ke-4 pada tahun 2009, oleh Penerbit Media Pustaka, bahwa taklik dalam tulisan dengan bacaan “ta’lik” yang memiliki arti perjanjian kawin; kemudian kata bertaklik berarti mengucapkan pernyataan; mengucapkan janji, dan kata talak berarti cerai; perceraian menurut Islam dari pihak laki-laki kepada istrinya, sehingga taklik talak memiliki arti bahwa pernyataan jatuhnya talak atau cerai, sesuai dengan janji yang telah diucapkan (karena melanggar janji pernikahan). Artinya sesuatu itu (perjanjian) disusun atau dibuat dan disepakati pada waktu pelaksanaan akad nikah sehingga pelanggaran terhadap apa yang disepakati ini menjadi dasar terjadinya perceraian atau perpisahan jika salah satu pihak tidak rela atas pelanggaran yang diperjanjikan tersebut. Disamping istilah yang disebutkan di atas Sayyid Sabiq menyebutnya dalam bukunya Fiqh Sunnah Jilid VIII (1983, hlm. 223), bahwa taklik talak memiliki makna melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan yang

Transcript of Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk...

Page 1: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

1

Bab 2

TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Rumusan Tentang Taklik Talak

Sebelum mengemukakan taklik talak dalam perspektif hukum Islam, maka akan

dijelaskan pengertian umum taklik talak terlebih dahulu. Secara etimologis “taklik

talak” terdiri dari dua unsur kata yaitu taklik (تعلق) dan talak ( الطلق). Kata taklik beakar

dari kata “allaqa - yu’alliqu - ta’liqan” ( علق- يعلق - تعلق ) yang artinya bergantung.

Sementara itu kata berarti الطلق melepaskan atau meninggalkan. Kata Thalaq

(Arab) telah diserap dalam bahasa Indonesia yang berarti cerai atau

perceraian. Penyerapan kata taklik talak dalam bahasa Indonesia, terdapat dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi terbaru, yang diterbitkan di Jakarta oleh

Tim Pustaka, Cet ke-4 pada tahun 2009, oleh Penerbit Media Pustaka, bahwa taklik

dalam tulisan dengan bacaan “ta’lik” yang memiliki arti perjanjian kawin; kemudian

kata bertaklik berarti mengucapkan pernyataan; mengucapkan janji, dan kata talak

berarti cerai; perceraian menurut Islam dari pihak laki-laki kepada istrinya, sehingga

taklik talak memiliki arti bahwa pernyataan jatuhnya talak atau cerai, sesuai dengan

janji yang telah diucapkan (karena melanggar janji pernikahan). Artinya sesuatu itu

(perjanjian) disusun atau dibuat dan disepakati pada waktu pelaksanaan akad nikah

sehingga pelanggaran terhadap apa yang disepakati ini menjadi dasar terjadinya

perceraian atau perpisahan jika salah satu pihak tidak rela atas pelanggaran yang

diperjanjikan tersebut.

Disamping istilah yang disebutkan di atas Sayyid Sabiq menyebutnya dalam

bukunya Fiqh Sunnah Jilid VIII (1983, hlm. 223), bahwa taklik talak memiliki

makna melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan yang

Page 2: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

2

jatuhnya digantungkan kepada suatu syarat.

Secara terminologis, disebutkan oleh Moch. Anwar dalam bukunya Dasar-

Dasar Hukum Islam dalam Menetapkan Keputusan di Pengadilan Agama, yang

dimaksud dengan taklik talak ialah menyandarkan jatuhnya talaq kepada sesuatu

perkara, baik kepada ucapan, perbuatan maupun waktu tertentu. Hal ini dengan tujuan

untuk menjaga perbuatan sewenang-wenang dari pihak suami. Dalam hal ini taklik

talak ini dilakukan setelah akad nikah, baik langsung waktu itu maupun di waktu lain.

(Moch. Anwar 1991, hlm. 68).

Selanjutnya dalam buku Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang

Perkawinan, dijelaskan bahwa pengertian taklik talak adalah suatu talak yang

digantungkan pada suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu

perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dahulu (Soemiyati 2004, hlm. 115).

Jumhur ulama berpendapat bahwa apabila seseorang telah mentaklikkan

talaknya yang dalam wewenangnya dan telah terpenuhi syarat-syaratnya sesuai dengan

yang dikehendaki oleh mereka masing-masing, maka taklik itu dianggap sah untuk

semua bentuk taklik, baik taklik itu mengandung sumpah (qasamy) atau mengandung

syarat biasa. Karena orang yang mentaklikkan talaknya itu tidak menjatuhkan talaknya

pada saat orang itu mengucapkannya, akan tetapi orang itu menggantungkan talak

kepada telah terpenuhinya syarat yang terkandung dalam ucapannya. (Mahmoud

Syaltout 1978, hlm. 227).

Pendapat jumhur inilah yang dianut oleh Pemerintah Hindia Belanda di

Indonesia, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Staatblad 1882 No. 152,

bahwa Raad Agama berwenang untuk memeriksa bahwa syarat taklik telah berlaku.

Hingga sampailah pada saat setelah Indnesia Merdeka rumusan sighat taklik talak

ditentukan oleh Departemen Agama dengan maksud untuk membatasi agar bentuk

sighat taklik talak tidak secara bebas begitu saja diucapkan oleh suami, juga bertujuan

Page 3: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

3

agar terdapat keseimbangan antara hak talak yang diberikan secara mutlak kepada

suami dengan perlindungan terhadap isteri dari perbuatan kesewenang-wenangan suami.

Perubahan mengenai kualitas syarat taklik talak yang berlaku di Indonesia sejak

sebelum merdeka (19400 hingga setelah merdeka, yakni yang ditentukan oleh

Departemen Agama, masing-masing pada tahun 1947, 1950, 1956 dan tahun 1975

semakin menunjukkan kualitas yang lebih sesuai dengan asas syari’i, yakni

mempersukar terjadinya perceraian dan sekaligus melindungi isteri dari perbuatan

sewenang-wenang suami. (Mohd. Idris Ramulyo 1996, hlm. 119 ).

Perlunya pengaturan sighat taklik secara formal oleh Menteri Agama adalah

dimaksudkan agar relevan dengan asas-asas syar’i tentang perceraian, demikian pula

agar relevan dengan asas-asas yang terkandung dengan UU Perkawinan khususnya yang

berkaitan dengan alasan perceraian. Oleh karena itu rumusan sighat taklik talak

sebagaimana yang terakhir ditetapkan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun

1990 juncto sesuai dengan yang dimaksudkan dalam Pasal 46 ayat (2) KHI yang

dianggap telah memadai dan relevan dengan asas-asas tersebut. Dengan kata lain semua

bentuk taklik talak selain (di luar) yang ditentukan oleh Departemen Agama/Menteri

Agama seharusnya dianggap tidak pernah terjadi.

Berdasarkan ketentuan umum rumusan taklik talak pada Kompilasi Hukum

Islam, yang terbit berdasarkan Intruksi Presiden RI Nomor I Tahun 1991, pasal I point

(e) mengenai yang dimaksudkan dengan taklik talak ialah perjanjian yang diucapkan

calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalan Kutipan Akta Nikah

berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin

terjadi di masa yang akan datang. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa

talak yang jatuhnya digantungkan pada suatu perkara dan berdasarkan substansi yang

pada prinsipnya berdasakan perjanjian perkawinan yang dapat menjadi dasar dan alasan

terjadinya perpisahan / perceraian antara suami dan istri merupakan pokok taklik talak.

Page 4: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

4

Sejarah Taklik Talak di Indonesia

Menurut catatan sejarah, pelembagaan taklik talak mulai dari masa kerajaan di

Nusantara yakni pada masa perintah Sultan Agung Hanyakrakususma, Raja Mataram

Jawa (1554-1630 Masehi). Hal ini bermula dalam upaya memberi kemudahan bagi

wanita untuk melepaskan ikatan perkawinan dari suami yang meninggalkan pergi dalam

jangka waktu tertentu, disamping jaminan bagi suami bila berpergian itu adalah dalam

tugas negara. Taklik itu disebut Takluk Janji Dalem, atau “taklek janjining ratu”

artinya taklik dalam kaitan dengan tugas negara. Pada masa itu taklik tidak dibaca

oleh pengantin pria, tetapi diucapkan oleh penghulu Naib dan cukup dengan dijawab

dengan Hinggih sendika (Saya bersedia). Salah bentuk penerapan itu dulu berlaku di

daerah tanah jawa diantaranya daerah Surakarta sampai masa menjelang kemerdekaan

(Adnan 1984, hlm. 70).

Dalam suasana pemerintahan Hindia Belanda, sejak Daendels mengeluarkan

Instruksi bagi Bupati tahun 1808, kemudian ditegaskan dalam Stb. 1835 Nomor 58

untuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan

Raad Agama dimana penghulu juga menjadi ketuanya, kemudian keluar Ordonansi

Pencatatan Perkawinan Stb. 1895 Nomor 198 jis Stb. 1929 Nomor 348 dan Stb. 1931

Nomor 348, Stb. 1933 Nomor 98 untuk Solo dan Jogya, maka timbul gagasan para

Penghulu dan Ulama dengan persetujuan Bupati, untuk melembagakan taklik talak

sebagai sarana pendidikan bagi para suami agar lebih mengerti kewajibannya terhadap

istri, yaitu dengan tambahan rumusan sighat tentang kewajiban nafkah dan tentang

penganiayaan suami. Sehingga dengan dirumuskanya bentuk taklik talak di Jawa itu

sangat bermanfaat dalam menyelesaikan perselisihan suami istri, maka banyak penguasa

daerah di luar Jawa dan Madura memberlakukannya di daerah masing-masing.

Kemudian ini menjadi lebih merata dengan berlakunya Ordonansi Pencatatan Nikah

Page 5: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

5

untuk luar Jawa dan Madura, yakni Stb. 1932 Nomor 482. Hal ini berkembang sekitar

tahun 1925 sudah berlaku taklik talak di daerah Minangkabau, bahkan di Muara

Tembusi sudah sejak 1910, begitu juga pula di Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan

Selatan serta Sulawesi Selatan (Noeh 1997, hlm. 66).

Adapun pada masa perjuangan Indonesia setelah merdeka, perkembangan

hukum Islam tentang taklik talak dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 2 Tahun

1946 Jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1952, maka ketentuan tentang sighat

taklik talak diberlakukan seragam diseluruh Indonesia, dengan pola saran Sidang

Khusus Birpro Peradilan Agama pada Konferensi Kerja Kementerian Agama di Tretes,

Malang tahun 1856. (Buku Laporan Kementerian Agama 1956, hlm. 322), dan

perkembangan terakhir setelah Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

dengan bunyi sighat taklik talak yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Agama

Nomor 2 Tahun 1990 :

Sesudah akad nikah saya.........bin.........berjanji dengan sesungguh hati,bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akansaya pergauli istri saya bernama ........ binti....... dengan baik (mu’asyarah bilma’ruf) menurut ajaran syariat Agama Islam.Selanjutnya saya mengucapkan sighat taklik atas istri saya itu sebagaiberikut:Sewaktu-waktu saya:1) Meningalkan istri saya tersebut enam bulan berturut-turut;2) Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya;3) Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu;4) Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan

lamanya:Kemudian istri saya itu tidak ridha dan mengadukan halnya kepada

Pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurusi pengaduan itu, danpengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut,dan istri saya membayar uang sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah)sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satukepadanya.

Kepada Pengadilan atau petugas tersebut tadi saya kuasakan untukmenerima uang ‘iwadl (pengganti) itu dan kemudian menyerahkannya kepada

Page 6: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

6

Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Pusat, untuk keperluan ibadah sosial(Mimbar Hukum 1995, hlm. 70).

Apa yang dicatat tersebut di atas adalah sighat taklik Indonesia. Isi dalam

sighat tersebut adalah perjanjian perkawinan antara suami dan isteri. Janji tersebut

diucapakan sebagai suatu hal untuk menunjukkan penekanan, bahwa pada prinsipnya

dalam taklik talak adalah perjanjian perkawinan. Apabila perjanjian tersebut

dilanggar dapat menjadi alasan terjadinya perceraian antara suami dan isteri. Dengan

demikian, menjadi semakin jelas bahwa taklik talak pada prinsipnya sama dengan

perjanjian perkawinan. Dalam hal ini taklik talak merupakan bagian dari perjanjian

perkawinan. Dengan ungkapan lain, perjanjian perkawinan dapat dalam bentuk taklik

talak dan dapat pula dalam bentuk lain di luar taklik talak.

Sejalan dengan isi sighat taklik tersebut, dalam perundang-undangan

perkawinan Indonesia taklik talak masuk pada pasal perjanjian perkawinan, yang

tercantum pada Bab V, Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan. Demikian juga perjanjian perkawinan dicantumkan dalam Kompilasi

Hukum Islam Indonesia (KHI), yang diatur dalam Bab VII: Perjanjian Perkawinan (KHI

Pasal 45 sampai dengan Pasal 52).

Untuk mengetahui sejarah perkembangan taklik talak sedikit lebih rinci di

Indonesia dapat dijelaskan bahwa pelembagaan taklik talak di mulai dari perintah

Sultan Agung Hanyakrakusuma, Raja Mataram (1554 Jawa/1630 Masehi) dalam upaya

memberi kemudahan bagi wanita untuk melepaskan ikatan perkawinan dari suami yang

meninggalkan pergi dalam jangka waktu tertentu, disamping jaminan bagi suami bila

kepergian itu adalah dalam rangka tugas Negara. Taklik itu disebut Taklek Janji Dalem

atau taklek janjiningratu. Artinya taklik talak dalam kaitan dengan tugas negara, yang

aslinya berbunyi :

Page 7: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

7

“Mas Penganten, pekenira tompo Taklek Jangji Dalem, samongsopekanira nambang (ninggal) rabi pakenira ....... lawase pitung sasi lakondaratan, hutawa nyabrang sagara rong tahun, saliyane ngelakoni hayahandalem, tan terimane rabi pakenira nganti darbe hatur rapak (sowan) hingpangadilan hukum, sawuse terang papriksane runtuh talak pakanira sawijiâ”.Arti Bahasa Indonesianya adalah “Wahai penganten, dikau memperoleh Ta’liqJanji Dalem, sewaktu-waktu dikau menambang (meninggalkan) isterimubernama ....... selama tujuh bulan perjalanan darat, atau menyeberang lautandua tahun, kecuali dalam menjalankan tugas Negara, dan isterimu tidak relasehingga mengajukan rapak (menghadap) ke pengadilan hukum, setelah jelasdalam pemeriksaannya, maka jatuhlah talaqmu satu”.Taklik ini tidak dibacaoleh penganten pria, tetapi diucapkan oleh Penghulu Naib dan cukup dengandijawab: Hinggih sendika (iya saya bersedia) (Noeh 1997, hlm. 64-65).Menurut Zaini Ahmad Noeh, dalam bukunya Kepustakaan Jawa Sebagai

Sumber Sejarah Perkembangan Hukum Islam, kemudian juga menurut Amrullah

Ahmad, dalam Prospek Hukum Islam dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasional

di Indonesia (1994, hlm. 317), dijelasakan mengenai pelembagaan taklik talak dan

gono-gini yang terjadi pada masa kerajaan Mataram merupakan pengembangan dari

pemikiran dan pemahaman ulama terhadap hukum Islam, terutama yang berkaitan

dengan masalah talak atau perpisahan antara suami dan isteri.

Setelah Belanda datang ke Indonesia didapati kenyataan bahwa taklik talak

telah hidup dalam masyarakat. Yang pertama kali menemukan taklik talak yang dalam

bahasa Belanda disebut voorwaardelijke verstoting di Indonesia adalah Snouck

Hurgronje ketika membahas masalah hukum adat. Dalam rangka memuluskan missinya

ke Indonesia, yakni misi dagang dan missi penjajahan, Belanda mengambil sikap netral

terhadap hukum Islam sebagai hukum yang telah berkembang dalam masyarakat.

Kebijakan tersebut diambil Belanda, menurut Belanda sebagaimana dikutip (Gunaryo

t.t., hlm. 65), didasarkan pada sikap kontradiktif antara rasa takut dan harapan yang

berlebihan. Sebagai penjajah, Belanda memiliki keinginan yang besar untuk

memperkuat kekuasaannya. Sebaliknya setiap usaha untuk melakukan konsolidasi

kekuatan akan berpotensi mendapatkan perlawanan dari umat Islam. Dalam pandangan

Page 8: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

8

penjajah sentimen keagamaan bisa jadi potensi yang cukup dahsyat untuk mengusir

penjajah, karena dalam keyakinan mereka mengusir penjajah kafir dari tanah air adalah

bagian dari keimanan yang termasuk ketagori jihad. Potensi inilah yang manjadi

kekhawatiran Belanda untuk mencampuri persoalan-persoalan keagamaan penduduk

pribumi. Sedangkan Untuk mendukung missinya tersebut keluarlah kebijakan Gubernur

Jenderal yang pada intinya melarang mencampuri persoalan agama penduduk pribumi.

Kebijakan ini ditujukan kepada para Bupati di Jawa dan Madura. Kebijakan tersebut

tertuang dalam penetapan Gubernur Jenderal (Bt. 19 Mei 1820 Nomor 1). Kebijakan

kedua tertuang dalam pasal 119 Undang-undang Hindia Belanda (Regeering Reglement

1854) yang ditujukan kepada semua orang setiap individu untuk memberikan kebebasan

melaksanakan agamanya. Kemudian sebagai bentuk pengakuan Kolonial Belanda

terhadap hukum Islam di Indonesia pada tahun 1882 berdasarkan Staatsblad 1882

Nomor 152 dibentuklah Peradilan Agama yang diberi nama Priesterraden atau disebut

Raad Agama atau Rapat Agama atau Pengadilan Agama. Dinyatakan berlaku sejak

tanggal 1 Agustus 1 882 yang dimuat dalam Staatsblad 1882 Nomor 153.

Untuk pemberlakuan taklik talak maka keluarlah Ordonansi Pencatatan Perkawinan Stb.

1895 Nomor 198 jis Stb 1929 No. 348 dan Stb. 1931 No. 348, Stb. 1933 Nomor 98

yang berlaku untuk Solo dan Yogyakarta ( Noeh 1997, hlm. 65-66).

Sejak keluarnya Ordonansi tersebut maka timbullah gagasan para ulama

dengan persetujuan Bupati untuk melembagakan taklik talak sebagai sarana pendidkan

bagi para suami agar lebih mengerti kewajiban terhadap isteri, dengan beberapa

tambahan rumusan sighat, termasuk kewajiban nafkah dan tentang penganiayaan

jasmani. Selanjutnya sighat taklik talak tidak lagi diucapkan oleh Pegawai Pencatat

Nikah, tetapi dibaca atau diucapkan sendiri oleh suami. Melihat bahwa bentuk taklik

talak di Jawa bermanfaat dalam menyelesaikan perselisihan suami isteri, maka banyak

penguasa daerah luar Jawa dan Madura memberlakukannya di daerah masing masing.

Page 9: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

9

Sehingga setelah berlakunya Ordonansi Pencatatan Nikah untuk luar Jawa dan Madura,

Stb. 1932 No. 482, maka pemberlakuan taklik talak lebih merata di daerah luar Jawa

dan Madura. Pada tahun 1925 taklik talak sudah berlaku di daerah Minangkabau,

sementara di Muara Tembusai berlaku sejak 1910, begitu juga di Sumatera Selatan,

Kalimantan Barat dan Selatan serta Sulawesi Selatan (Noeh 1997, hlm. 66).

Dalam perkembangan selanjutnya rumusan taklik talak semakin

disempurnakan, terutama dalam hal melindungi kepentingan isteri. Agar taklik talak

tersebut tidak bisa dirujuk suami setelah terjadinya perceraian di depan Pengadilan,

maka rumusannya ditambah ketentuan tentang ‘iwadl, yakni uang pengganti. Dengan

adanya ‘iwadl atau uang pengganti maka jatuhnya talak karena taklik menjadi

talak khulu’ atau talak bain. Mantan suami tidak dapat merujuk isterinya kecuali

dengan akad nikah baru. Dengan pemberlakuan ‘iwadl ini upaya isteri untuk keluar

dari penderitaan yang diakibatkan dari ketidakharmonisan hubungan suami istri akan

semakin terjamin. Penambahan tentang ketentuan iwadl pertama kali dipelopori ulama

di daerah Banten, selanjutnya menjadi perbincangan yang ramai di Sumatera Selatan

pada tahun 1930-an.

Seiring perkembangan masyarakat di Indonesia, rumusan mengenai taklik talak

juga mengalami perubahan, baik dari aspek unsur-unsur maupun dari redaksionalnya.

Pada saat sighat taklik talak diberlakukan pertama kali di Kerajaan Mataram, unsur-

unsurnya ada empat macam yakni Pertama, suami pergi meninggalkan, Kedua, Isteri

tidak rela; Ketiga, Isteri mengadu ke Pengadilan; Keempat, Pengaduannya diterima

Pengadilan. Hal ini terlihat dari rumusan sighat taklik talak sebagaimana dikutip di

atas. Dari keempat unsur di atas, dapat disimpulkan bahwa hanya “unsur pergi

meninggalkan” yang dijadikan dasar isteri untuk mengadu ke Pengadilan. Lamanya

Page 10: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

10

waktu meninggalkan tersebut adalah tujuh bulan untuk kepergian suami menggunakan

perjalanan darat, dua tahun untuk kepergian suami menyeberangi lautan.

Pada tahun 1931, taklik talak diberlakukan di sekitar Jakarta dan Tangerang,

rumusan mengenai sighat taklik talak tersebut mengalami beberapa penambahan :

1. Tiap-tiap saya tinggalkan isteri saya dengan semata-mata tinggal jalan darattiga bulan atau jalan laut dalam masa enam bulan lamanya;

2. Atau saya tidak kasih nafkah yang wajib pada saya dalam masa satu bulanlamanya;

3. Atau saya pukul akan dia dengan pukulan yang menyakiti padanya;4. Maka jika isteri saya itu tidak suka akan salah satu yang tersebut di atas itu, ia

boleh pergi sendiri atau wakilnya mengadukan halnya kepada Raad Agama,serta ia minta bercerai dan manakala isteri saya yang tersebut itu membayarpada saya uang banyaknya f 0,10 (sepuluh Cent) serta sabit dakwaannya,tertalaklah isteri saya yang tersebut satu talak dan dari uang ‘iwadl khulu’iyang tersebut saya wakilkan kepada Raad Agama buat kasih sedekah kepadafakir miskin ( Noeh 1997, hlm. 67).

Dari rumusan tersebut nampak jelas terjadi penambahan dari aspek unsur-

unsurnya yaitu : Pertama, tidak memberi nafkah; Kedua, memukul isteri yang bersifat

menyakiti; Ketiga, membayar uang ‘iwadl. Dari unsur intensitas waktunya juga

mengalami perubahan dari 7 (tujuh) bulan menjadi 3 (tiga) bulan jalan darat, dari 2

(dua) tahun menjadi 6 (enam) bulan jalan laut. Setelah Indonesia merdeka, rumusan

sighat taklik talak ditentukan sendiri oleh Departemen Agama Republik Indonesia. Hal

ini dimaksudkan agar penggunaan rumusan sighat taklik talak tidak disalahgunakan

secara bebas yang mengakibatkan kerugian bagi pihak suami atau isteri, atau bahkan

bertentangan dengan tujuan hukum syara’ (Manan 2000, hlm. 249).

Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 juncto Undang-

undang Nomor 32 Tahun 1952, maka ketentuan tentang sighat taklik talak diberlakukan

seragam di seluruh Indonesia (Noeh 1997, hlm. 67). Sejak rumusannya diambil alih

Departemen Agama, sighat taklik talak mengalami beberapa kali perubahan.

Perubahan tersebut tidak hanya mengenai unsur-unsur pokoknya, tetapi juga mengenai

Page 11: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

11

kualitas syarat taklik yang bersangkutan dan besarnya ‘iwadl. Perubahan tersebut

tidak lepas dari missi awal pelembagaan sighat taklik talak, yakni dalam rangka

melindungi isteri dari kesewenang-wenangan suami. Disamping itu, perubahan

dimaksudkan agar lebih mendekati kepada doktrin kebenaran hukum Islam. Adapun

unsur-unsur yang mengalami perubahan adalah seperti rumusan ayat (3) sighat taklik

talak, pada tahun 1950 disebutkan (atau saya menyakiti isteri saya itu dengan

memukul), dimana pengertian memukul disini hanya terbatas pada memukul saja.

Sehingga tahun 1956 pengertian memukul diperluas sampai kepada segala perbuatan

suami yang dapat dikatagorikan menyakiti badan jasmani, seperti menendang,

mendorong sampai jatuh, menjambak rambut, membenturkan kepala ke tembok dan

sebagainya. Dari sudut rentang waktu juga mengalami perubahan, seperti rumusan ayat

(1) sighat taklik talak tentang lamanya pergi meninggalkan isteri, pada tahun 1950,

1956 dan 1969 ditetapkan menjadi 2 (dua) tahun. Sedang ayat (4) sighat taklik talak

tentang lamanya membiarkan atau tidak memperdulikan isteri, pada tahun 1950

ditetapkan selama 3 (tiga) bulan, pada rumusan tahun 1956 menjadi 6 (enam) bulan.

Perubahan jangka waktu ini dimaksudkan untuk mempersulit terpenuhi syarat sighat

taklik talak, sekaligus memperkecil terjadinya perceraian (Manan 2005, hlm. 250).

Adapun rumusan terakhir sighat taklik talak adalah rumusan yang ditetapkan

berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 1990. Dari rumusan tersebut

ada 10 unsur-unsur pokok sighat taklik talak yakni: 1. Suami meninggalkan isteri,

atau; 2. Suami tidak memberi nafkah kepada isteri, atau; 3. Suami menyakiti isteri, atau;

4. Suami membiarkan tidak (memperdulikan) isteri; 5. Isteri tidak rela; 6. Isteri

mengadu ke Pengadilan; 7. Pengaduan isteri diterima oleh Pengadilan; 8. Isteri

membayar uang ‘iwadl; 9. Jatuhnya talak satu suami kepada isteri; 10. Uang ‘iwadl

Page 12: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

12

oleh suami diterimakan kepada Pengadilan untuk selanjutnya diserahkan kepada pihak

ketiga untuk kepentingan ibadah sosial.

Beberapa pendapat muncul kemudian mengenai masalah mengucapkan

sighat taklik talak selepas akad nikah dipersoalkan oleh masyarakat Indonesia.

Akhirnya dengan Keputusan MUI pada tanggal 23 Rabiul Akhir 1417 H., bahwa

mengucapkan sighat taklik talak tidak diperlukan lagi. Alasan keputusan ini dapat

digambarkan sebagai berikut: Pertama, bahwa meteri sighat taklik talak pada dasarnya

telah dipenuhi dan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Kedua, menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), perjanjian taklik talak bukan

merupakan keharusan dalam setiap perkawinan (KHI Pasal 46 ayat 3). Ketiga, bahwa

konteks mengucapkan sighat taklik talak menurut sejarahnya adalah untuk melindungi

hak-hak wanita, dimana waktu itu taklik talak belum ada dalam peraturan perundang-

undangan perkawinan. Karena itu, setelah adanya aturan tentang itu dalam peraturan

perundang-undangan perkawinan, maka mengucapkan sighat taklik talak tidak

diperlukan lagi (Tim MUI 1997, hlm. 119).

Perbedaan Pendapat tentang taklik talak

Pembahasan mengenai taklik talak sebagai alasan perceraian telah dibahas para

ulama fiqih dalam berbagai kitab fiqih. Dalam pembahasan mengenai hal ini mereka

ikhtilaf. Ada pendapat yang membolehkan dan ada pula yang menolaknya, ada yang pro

dan ada pula yang kontra. Perbedaan tersebut sampai sekarang mewarnai perkembangan

Hukum Islam. Dijelaskan bahwa terdapat berbagai pendapat mengenai taklik talak ini,

terutama dalam kalangan fuqaha’, seperti menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh

Sunnah Jilid 8 halaman 38-39 bahwa terdapat pemikiran Ibnu Hazm mengenai dua jenis

ta’liq talaq yakni ta’liq qasami dan ta’liq syarthi, yakni keduanya tidak sah dan

Page 13: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

13

ucapannya tidak mengandung akibat apa-apa, dengan alasan bahwa Allah telah mengatur

secara jelas mengenai talak dalam Surat An-Nisa’ [4] ayat 128. Sedangkan penjelasan

lainya berdasarkan pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim bahwa taklik talak tidak

ada tuntunannya dalam Al Qur’an maupun dalam As-Sunah hal ini yakni taklik talak

yang berarti janji dipandang tidak berlaku sedang orang yang mengucapkannya wajib

membayar kafarat dengan memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi

pakaian kepada mereka dan jika tidak, maka ia wajib berpuasa selama tiga hari.

Mengenai talak bersyarat keduanya berpendapat bahwa talak bersyarat dianggap sah,

apabila yang dijadikan persyaratan telah terpenuhi. Diantara yang membolehkan tersebut

terdapat dua pendapat, yakni ada yang membolehkan secara mutlak dan ada yang

membolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Dengan adanya perbedaan faham yang

membolehkan tersebut, pada dasarnya terletak pada bentuk sifat dan sighat taklik talak

yang bersangkutan. Pada akahirnya yang membolehkan secara mutlak, mereka

membolehkan semua bentuk sighat taklik, baik yang

bersifat syarthi maupun qasami, yang bersifat umum maupun yang dikaitkan dengan

sesuatu. Sedangkan yang membolehkan ialah sighat taklik yang bersifat syarthi, dan

sesuai dengan maksud tujuan hukum syar’i (Syaltut 1978, hlm. 218-219).

Alasan perceraian sebagaimana fakta yuridis tersebut dalam Pasal 39 ayat (2)

UU Perkawinan beserta penjelasannya, maupun dalam Pasal 19 Peratura Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975, tidak disinggung mengenai taklik talak sebagai alasan perceraian.

Pembuat undang-undang menganggap bahwa perceraian berdasarkan penjelasan Pasal

39 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan juncto Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor

9 Tahun 1975 telah cukup memadai, sesuai dengan undang-undang tersebut yang antara

lain menganut asas mempersukar terjadinya perceraian, sehingga tidak perlu lagi

ditambah atau diperluas.

Page 14: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

14

Dalam buku Tinjauan Masalah Perceraian di Indonesia, Muhammad Yahya

mengatakan bahwa Undang-Undang Perkawinan tidak menutup adanya perceraian.

Pada saat yang bersamaan undang-undang juga tidak membuka lebar-lebar pintu

perceraian. Karena itu, jumlah perceraian harus dibatasi. Adapun yang diatur dalam

aturan perundang-undangan dianggap cukup memadai dan mensejajarkan kebutuhan

masyarakat. Apalagi jika dilihat dari Pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975, dan dikaitkan dengan perluasan alasan “melalaikan kewajiban” sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Perkawinan. Alasan perceraian yang kita

miliki lebih dari cukup. Tidak perlu ditambah, dan memang alasan perceraian telah

ditetapkan oleh undang-undang secara limitatif, sehingga di luar itu tidak ada alasan

yang dapat dipergunakan.

Apabila dicermati saat ini, nampak jelas bahwa perkara cerai gugat dengan

alasan taklik talak yang diterima oleh Pengadilan Agama mencapai jumlah yang tidak

sedikit, mencapai puluhan ribu setiap tahunnya sehingga muncullah sikap Pengadilan

Agama yang tampaknya telah membenarkan alasan perceraian di luar undang-undang

yang dirumuskan dalam beberapa hal : Pertama, taklik talak dari segi esensinya sebagai

perjanjian yang digantungkan kepada syarat dengan tujuan utamanya; Kedua,

Melindungi istri dari kemudharatan karena tindakan sewenang-wenang suami,

mempunyai landasan hukum yang kuat, yaitu dalil-dalil dari kitab suci Alquran dan

Hadis. Ketiga, taklik talak sebagai alasan perceraian telah melembaga dalam Hukum

Islam sejak lama. Sebagian besar ulama sepakat tentang sahnya dan sampai sekarang

diamalkan oleh kaum muslimin di berbagai penjuru dunia, khususnya di Malaysia dan

Indonesia. Keempat, Substansi taklik talak yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama

RI, dipandang telah cukup memadai, dipandang dari asas Hukum Islam ataupun maksud

Undang-Undang Perkawinan. Kelima, Di Indonesia lembaga taklik talak secara yuridis

formal telah berlaku sejak zaman penjajahan Belanda, berdasarkan Staatblaad 1882

Page 15: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

15

Nomor 152 sampai sekarang setelah merdeka menjelang diundangkannya Undang-

Undang Perkawinan bahkan sampai menjelang diundangkannya Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989. Sekalipun Staatblad 1882 Nomor 152 yang memberi landasan

yuridis berlakunya hukum taklik talak telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 pada saat sekarang ini dengan diberlakukannya Kompilasi Hukum Islam

melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1991 yang antara lain mengatur juga mengenai taklik

talak maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai hukum tertulis.

Dalam praktik di Pengadilan Agama perkara taklik talak, baik sebagai

perjanjian ataupun alasan perceraian, maka hakim secara tegas mempertimbangkannya

dalam putusannya. Sehingga hakim mempertajam upaya dalam mengkonstatir,

mengkualifisir maupun mengkonstituir perkaranya, agar adanya kecenderungan untuk

menggiring atau mengarahkan perkara cerai gugat menjadi perkara taklik talak dapat

diminimalisir adanya.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kiranya ketentuan-ketentuan mengenai

hukum acara dapat dilaksanakan dengan benar, dan ketentuan sebagaimana dikehendaki

oleh Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 bahwa “Segala Penetapan

dan Putusan Pengadilan, setelah memuat alasan-alasan atau dasar-dasarnya, juga harus

memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan, dapat

terpenuhi”. Atas dasar inilah bahwa taklik talak sebagai alasan perceraian relevan dan

dapat dibenarkan menurut hukum. Terutama apabila mengacu pada Pasal 116 (g) Bab

VI dalam Kompilasi Hukum Islam dikatakan bahwa alasan perceraian adalah suami

melanggar taklik talak (Ramulyo 1996, hlm. 153)

Jenis-Jenis Taklik Talak

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa para ahli hukum Islam berbeda pendapat dalam

pembahasan mengenai taklik talak. Ibnu Hazm berpendapat bahwa dari dua macam

Page 16: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

16

bentuk taklik talak, yaitu ta’liq qasamy dan ta’liq syarthi, keduanya tidak sah dan

ucapannya tidak mempunyai akibat apa-apa. Alasannya karena Allah telah mengatur

secara jelas mengenai talak, sedangkan taklik talak tidak ada tuntunannya dalam

Alquran dan hadis (Sabiq 1983, hlm. 223).

Berdasarkan pendapat Sayyid Sabiq yang mengungkapkan ada dua jenis taklik

talak yaitu ta’liq qasamy; merupakan taklik yang dimaksudkan seperti janji yang

mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau

menguatkan suatu kabar untuk suatu tujuan; dan ta’liq syarthi; yaitu taklik yang

dimaksudkan untuk menjatuhkan talak jika telah terpenuhi syarat-syarat tersebut.

Adapun syarat tersebut ada tiga hal yaitu Perkaranya belum ada tetapi mungkin terjadi di

kemudian hari; hendaknya istri ketika lahirnya akad talak dapat dijatuhi talak; dan

ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan istri berada dalam pemeliharan suami.

Perkara yang mungkin terjadi kemudian adalah perkara yang tidak terjadi ketika

taklik talak diucapkan, serta bukan suatu perkara yang mustahil terjadi. Jika perkara

yang ditaklikkan itu hal mustahil terjadi maka hanya dipandang main-main. Demikian

halnya saat pengucapan taklik talak dan ketika perkara yang ditaklikkan terjadi istri ada

dalam pemeliharaan suami. Dalam arti talak hanya berlaku bagi mereka yang memiliki

ikatan perkawinan tidak dibenarkan seorang laki-laki mengucapkan talak kepada

perempuan yang bukan istrinya.

Jumhur ulama berpendapat bahwa apabila seseorang telah mentaklikkan

talaknya dalam wewenangnya dan telah terpenuhi syarat-syaratnya sesuai dengan yang

dikehendaki oleh mereka masing-masing, maka taklik itu dianggap sah untuk semua

bentuk taklik, baik taklik itu mengandung sumpah (qasamy) atau mengandung

syarat biasa. Karena orang yang mentaklikkan talaknya itu tidak menjatuhkan talaknya

pada saat orang itu mengucapkannya, akan tetapi orang itu menggantungkan talak

Page 17: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

17

kepada telah terpenuhinya syarat yang terkandung dalam ucapannya (Syaltut 1978,

hlm. 227).

Pendapat jumhur inilah yang dianut oleh Pemerintah Hindia Belanda di

Indonesia, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Staatblad 1882 Nomor

152, bahwa Raad Agama berwenang untuk memeriksa bahwa syarat taklik telah

berlaku. Namun setelah Indonesia merdeka rumusan sighat taklik talak ditentukan

oleh Departemen Agama. Tidak lain maksudnya adalah untuk membatasi agar bentuk

sighat taklik talak tidak secara bebas begitu saja diucapkan oleh suami, juga bertujuan

agar terdapat keseimbangan antara hak talak yang diberikan secara mutlak kepada

suami dengan perlindungan terhadap isteri dari perbuatan kesewenang-wenangan

suami. Sehingga berdasarkan fakta yuridis dapat diketahui bahwa sejak tahun 1940

sampai sekarang, rumusan sighat taklik talak telah mengalami beberapa kali

perubahan. Perubahan itu bila diamati, tidak mengenai unsur-unsur pokoknya, tetapi

mengenai volume / kualitas dari syarat taklik yang bersangkutan serta mengenai

besarnya ‘iwadl. Unsur-unsur dimaksud ialah Suami meninggalkan isteri; Suami tidak

memberi nafkah kepada isteri; Suami menyakiti isteri, atau Suami membiarkan (tidak

memperdulikan isteri); Isteri tidak ridha; Isteri mengadukan halnya ke Pengadilan;

Pengaduan istri diterima oleh Pengadilan; Istri membayar uang ‘iwadl;. Jatuhnya

talak suami satu kepada isteri dan Uang ‘iwadl oleh suami diterimakan kepada

Pengadilan untuk diserahkan kepada pihak ketiga untuk kepentingan ibadah sosial

(Sastroadmodjo 1981, hlm. 91).

Perubahan mengenai kualitas syarat taklik talak yang berlaku di Indonesia sejak

sebelum merdeka tahun 1940 hingga setelah merdeka, yakni yang ditentukan oleh

Departemen Agama, masing-masing pada tahun 1947, 1950, 1956 dan tahun 1975

semakin menunjukkan kualitas yang lebih sesuai dengan asas syar’i, yakni

Page 18: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

18

mempersukar terjadinya perceraian dan sekaligus melindungi isteri dari perbuatan

sewenang-wenang suami (Ramulyo 1996, hlm. 119).

Perlunya pengaturan sighat taklik secara formal oleh Menteri Agama adalah

dimaksudkan agar relevan dengan asas-asas syar’i tentang perceraian, demikian pula

agar relevan dengan asas-asas yang terkandung dengan UU Perkawinan khususnya yang

berkaitan dengan alasan perceraian. Oleh karena itu, rumusan sighat taklik talak

sebagaimana yang terakhir ditetapkan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun

1990 juncto sesuai dengan yang dimaksudkan dalam Pasal 46 ayat (2) KHI dianggap

telah memadai dan relevan dengan asas-asas tersebut. Dengan kata lain (mafhum

mukhalafah-nya) maka semua bentuk taklik talak selain (di luar) yang ditentukan

oleh Departemen Agama/Menteri Agama seharusnya dianggap tidak pernah terjadi.

Dasar Hukum Taklik Talak

Dalam mengkaji dasar hukum taklik talak, maka akan diketahui dari rujukan utama dari

Alquran dan sumber lainya yang sinergi diantaranya yaitu:

a. Alquran surat An Nisa’ [4] :

�ن �يهم�ا أ �اح� ع�ل � جن اضا ف�لا �و إعر� �عله�ا نشوزا أ �ة خ�اف�ت من ب أ �و�إن امر

ح و�إن �نفس الش ت الأ �ير و�أحضر ��هم�ا صلحا و�الصلح خ �ين ا ب �يصلح

بيرا ��عم�لون� خ �ان� بم�ا ت قوا ف�إن الله� ك �ت )٤:١٢٨ ( النساء/تحسنوا و�ت

”Dan jika seorang perempuan khawatir suami akan nusyuz atau bersikap tidakacuh, maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya, danperdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnyakikir. Dan jika kamu memperbaiki (pergaulan dengan isterimu) dan memeliharadirimu (dari nusyuz dan sikap acuh tak acuh), maka sungguh Allah adalahMahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. An Nisaa’ [4] : 128)(Kementerian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, 2009, hlm. 99).

Dalam ayat di atas yang dimaksud dengan nusyuz yaitu meninggalkan

kewajiban bersuami istri. Adapun nusyuz dari pihak istri seperti meninggalkan rumah

Page 19: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

19

tanpa izin suaminya, sedangkan nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap

istrinya, tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya. Oleh karena itu,

perbuatan seperti ini maksudnya ialah istri bersedia beberapa haknya dikurangi asalkan

suaminya mau baik kembali untuk melaksanakan hak dan kewajibanya dalam rumah

tangga.

b. Alquran surat Bani Israil/al-Isra’ (17): 34:

�ان� م�سؤولا( �وفوا بالع�هد إن الع�هد� ك )٣٤_١٧الإسراء:و�أ

“dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggung jawaban”(Q.S. Al-Isra’ [17] : 34) (Kementerian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah,2009, hlm. 285).

Dari ayat di atas tujuannya terletak pada penggunaannya yakni dalam praktek

taklik talak yang terjadinya talak (perceraian) atau perpisahan antara suami dan isteri

yang digantungkan kepada sesuatu, dan sesuatu ini dibuat dan disepakati pada waktu

dilakukan akad nikah. Maka pelanggaran terhadap apa yang disepakati inilah yang

menjadi dasar terjadinya perceraian (talaq) atau perpisahan. Berdasarkan substansi

inilah menjadi dasar untuk mengatakan bahwa taklik talak pada prinsipnya sama dengan

perjanjian perkawinan yang dapat menjadi dasar dan alasan terjadinya perceraian atau

perpisahann antara suami dan isteri. Misalnya dalam kutipan akta nikah di Indonesia,

sighat taklik, berisi perjanjian perkawinan. Bahkan di awal sighat ini juga diawali

dengan ayat Alquran yang memerintahkan untuk menepati janji, yakni Surah Bani Israil/

al-Isra’ (17) ayat 34 tersebut.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 45 dan 116

Dalam Kompilasi hukum islam (KHI) Pasal 45 menyebutkan mengenai taklik talak

yaitu kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian dalam bentuk taklik talak dan

perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, sehingga penjelasan

tersebut dilanjutkan pada pasal 46 mengenai bahwa Isi taklik talak tidak boleh

Page 20: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

20

bertentangan dengan hukum Islam; kemudian Apabila keadaaan yang disyaratkan dalam

taklik talak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya

talaq sungguh-sungguh jatuh, istri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan

Agama; dan Perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada setiap

perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut

kembali (Pasal 46 KHI)

Dengan adanya perjanjian taklik talak akan memiliki dasar utama sehingga

timbulnya perkara pelanggaran taklik talak tersebut, diantara alasan-alasan tersebut

sebagaima disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, danlain sebagainya yang sulit disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turuttanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luarkemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukumanyang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yangmembahayakan pihak lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidakdapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkarandan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;

Sedangkan alasan-alasan yang disebutkan diatas dimasukan juga dalamKompilasi Hukum Islam Pasal 116, namun ada tambahan yaitu pada huruf gdan h yaitu

g. Suami melanggar taklik talak;h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan

dalam rumah tangga (Prawirohamidjojo 1986, hlm. 128).

Dari uraian di atas, apabila dalam perkawinan itu salah satu Suami melanggar

taklik talak, maka tujuan perkawinan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah warahmah tidak tercapai sebab pandangan hidup suami

isteri itu berbeda. Kehidupan rumah tangga yang semula bahagia, dengan pelanggaran

Page 21: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

21

taklik talak oleh salah satu pihak yaitu suami, sehingga menyebabkan ketidakrukunan

dalam rumah tangga dan berakhir dengan perceraian. Adapun perselisihan antara suami

isteri ini dalam hukum Islam disebut syiqaq (Syarifuddin 2006, hlm. 194).

Dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 76

menegaskan bahwa Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq maka

untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang

berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan dengan suami isteri; dan

Pengadilan Agama setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan

antara suami isteri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-masing

pihak atau orang lain untuk menjadi hakam. Mengenai hal ketentuan untuk mengangkat

hakam dari keluarga masing-masing pihak suami isteri ini sesuai dengan Alquran Surat

An-Nisa ayat 35.

Apabila disebutkan mengenai alasan syiqaq merupakan tingkat terakhir dari

perselisihan antara suami isteri, sebelum sampai syiqaq terlebih dulu harus ada usaha

dari suami isteri untuk memperbaiki hubungan mereka dalam hidup perkawinan, maka

akhirnya akan dapat diperoleh ketentuan bahwa perceraian jangan sampai terjadi

sebelum sampai syiqaq yang akan diselesaikan melalui pengangkatan hakam oleh

ulul amri atau pengadilan. Untuk memperoleh kepastian hukum, sehingga yang

diputuskan oleh hakam akan dikuatkan oleh Pengadilan Agama (Basyir 1994, hlm. 64).

Dengan adanya perceraian yang dilakukan di muka pengadilan lebih menjamin

persesuaiannya dengan pedoman Islam tentang perceraian, sebab sebelum ada

keputusan terlebih dulu diadakan penelitian tentang apakah alasan-alasannya cukup kuat

untuk terjadi perceraian antara suami isteri, kecuali itu dimungkinkan pula pengadilan

bertindak sebagai hakam sebelum mengambil keputusan bercerai antara kedua belah

pihak tersebut (suami isteri), selanjutnya Hakam dapat mempertimbangkan untuk

Page 22: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

22

mengabulkan perceraian apabila perselisihan antara suami isteri jika berakhir dengan

perceraian akan menyelamatkan suami isteri dari penderitaan-penderitaan lahir dan

batin yang tidak menguntungkan dalam hubungan perkawninan mereka.

Dari uraian di atas telah jelas bahwasanya dalam hukum Islam mengenai dasar

taklik talak yang dirumuskankan dalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 116,

sehingga mengenai hal-hal Perceraian itu dapat dijatuhkan atau dapat terjadi karena

sesuatu alasan atau alasan-alasan yang berkaitan dengan hal tersebut.

Taklik Talak Dalam Tinjauan Perundang-undangan

Taklik Talak Menurut UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

Dalam Undang Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak ditemukan pasal yang

secara khusus menyebutkan serta mengatur tentang ta’liq talaq dalam kapasitasnya

sebagai besar perjanjian perkawinan maupun sebagai alasan perceraian pada Pasal 29

Undang-undang Perkawinan hanya menyebutkan bahwa dibolehkannya bagi kedua

mempelai untuk mengadakan perjanjian tertulis sebelum melangsungkan perkawinan.

Dalam penjelasannya pada pasal (29) ditekankan bahwa perjanjian perkawinan yang

dimaksud tidak termasuk taklik talak di dalamnya. Adapun bunyi pasal (29) yaitu Pada

waktu sebelum perkawinan dilangsungkan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat

mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.

Sebagaimana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga

tersangkut; Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas

hukum, agama dan kesusilaan; Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan

dilangsungkan; Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah,

kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak

merugikan pihak ketiga; kemudian, Antara suami dan istri terus menerus terjadi

perselisian dan pertengkaran dan tidak ada harapan rukun lagi dalam rumah tangga

Page 23: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

23

(Undang-undang Perkawinan Indonesia).

Taklik Talak menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 mengatur tentang pelaksanaan dari

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Sebagaimana Undang-Undang Nomor 9 Tahun

1974, Undang-undang ini juga tidak memuat taklik talak sebagai perjanjian perkawinan

maupun sebagai alasan perceraian. Undang-undang ini tidak memuat tentang perjanjian

perkawinan, yakni mengenai alasan perceraian termuat dalam pasal 19 yang isinya sama

persis dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang isinya yaitu: Pertama, Salah

satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya dan

sukar disembuhkan; Kedua, Salah satu pihak meninggalkan yang lain dua tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal di luar

kemauannya; Ketiga, Salah satu pihak mendapat hukuman lima tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; Keempat, Salah satu pihak melakukan

kekejaman atau penganiyaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;

Kelima, Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak

dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri; Keenam, Antara suami dan istri terus

menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan rukun lagi dalam

rumah tangga.

Adapun mengenai tentang gugatan perceraian dalam buku Hukum Perkawinan

Islam dan Undang-undang Perkawinan (2004 hlm. 117) adalah Gugatan perceraian

diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya

meliputi tempat kediaman tergugat; Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau

tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap gugatan perceraian

diajukan kepada pengadilan di tempat kediaman penggugat; Dalam hal tergugat

bertempat kediaman di luar negeri gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan di

tempat kediaman penggugat Ketua pengadilan menyampaikan permohonan tersebut

Page 24: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

24

kepada tergugat melalui perwakilan republik setempat.

Taklik Talak Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Taklik talak dan perjanjian perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam yang diatur

dalam pasal 45 dan 46 secara khusus pada pasal 51 disebutkan bahwa pelanggaran

perjanjian tersebut memberi hak pada istri untuk meminta pembatalan nikah dan

mengajukannya sebagai alasan gugatan perceraian ke pengadilan Agama. Berkenaan

dengan perceraian Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa taklik talak dapat

digunakan sebagai alasan bagi seorang istri untuk mengajukan gugatan perceraian

kepada Pengadilan Agama. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan beberapa

alasan yang digunakan untuk melakukan perceraian. Alasan yang disebutkan dalam

Kompilasi Hukum Islam poin (a) hingga (f) sama persis dengan alasan pada kedua

Undang-undang tersebut. Nilai berbeda antara Kompilasi Hukum Islam itu terletak pada

penambahan pada poin g (suami melanggar taklik talak) dan h (peralihan agama atau

murtad yang menyebabkan ketidak rukunan dalam rumah tangga).

Kaitannya dengan perjanjian perkawinan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

memuat tentang perjanjian perkawinan namun masih bersifat umum dan tidak

menyebutkan tentang taklik talak. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tidak

disebutkan mengenai taklik talak maupun perjanjian perkawinan yang lain. Sedangkan

pada Kompilasi Hukum Islam disebutkan tentang taklik talak dan perjanjian perkawinan

yang lain mengenai harta pribadi dan harta bersama. Tentang alasan perceraian ketiga

undang-undang ini mengemukakan alasan yang sama untuk terwujudnya perceraian,

hanya saja pada KHI ada penambahan poin yaitu poin g (suami melanggar taklik talak)

dan Poin h (peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidak-rukunan dalam

rumah tangga. Demikian halnya berkenaan dengan gugatan perceraian Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi

Hukum Islam menjelaskannya secara rinci yang muatannya secara umum juga sama.

Page 25: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

25

Perbedaannya adalah pada Kompilasi Hukum Islam pengaju gugatan adalah istri,

sedangkan menurut dua Undang-undang sebelumnya gugatan dapat dilakukan oleh

suami atau istri.

Prosedur dan Proses Memutuskan Perkara di Pengadilan Agama

Salah satu maksud diundangkanya Undang-Undang Perkawinan adalah untuk

mempersukar terjadinya perceraian. Dalam Undang-undang Perkawinan disebutkan

bahwa perkawinan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang

bahagia, kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk

mempersukar terjadinya suatu perpisahan ataupun perceraian yang disebabkan oleh

apapun itu. Untuk itulah dalam Undang-undang perkawinan dinyatakan bahwa

perceraian itu harus dialakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan berusaha

dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 Pasal 65).

Sebelum sebuah perkara diputuskan ada beberapa hal yang harus dilaksanakan

baik oleh penggugat, tergugat ataupun Pengadilan Agama, hal tersebut diantaranya,

pengajuan gugatan oleh penggugat, pemeriksaan berkas gugatan oleh pihak pengadilan

untuk menentukan diterima tidaknya sebuah gugatan, persidangan dan pemanggilan

pihak-pihak terkait oleh pengadilan dalam hal ini dilakukan oleh pihak yang ditunjuk dan

dipercayakan untuk melaksanakan tugas tersebut. Hal ini antara lain adalah :

1. Gugatan

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengajukan gugatan diantaranya adalah

berkenaan dengan kewenangan pengadilan jenis apa yang berhak mengadili

(kewenangan mutlak) dan kewenangan pengadilan wilayah mana yang berhak

mengadili (kewenangan relatif). Pada Pasal 132 dalam Kompilasi Hukum Islam

menyebutkan bahwa gugatan pecerian diajukan oleh istri atau kuasanya pada

Page 26: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

26

Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat

kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami. (Undang-

undang Perkawinan Di Indonesia, hlm. 221). Hal-hal lain yang tidak kalah penting:

a. Gugatan diajukan dengan surat permintaan yang ditanda-tangani oleh penggugatatau wakilnya;

b. Surat gugat harus bertanggal, mencantumkan identitas penggugat dan tergugatsecara lengkap;

c. Surat gugatan didaftarkan ke kepaniteraan Pengadilan negeri yang bersangkutan;d. Gugatan memuat dasar gugatan secara jelas;e. Surat gugatan harus dilengkapi petitum lengkap dan jelas, yaitu hal yang

diinginkan oleh penggugat untuk diputuskan, ditetapkan atau diperintahkan olehhakim (Sutantio 1997, hlm. 16-17)

Dalam kasus tergugat buta huruf gugatan dapat diajukan secara lisan ke

pengadilan yang bersangkutan untuk selanjutnya Ketua Pengadilan membuat atau

menyuruh membuat gugatan yang dimaksud. Adapun wakil penggugat adalah orang

yang diberi kuasa oleh penggugat berdasarkan surat kuasa. Jadi syarat tersebut di atas

harus diperiksa secara seksama baru apabila kesemua syarat terpenuhi putusan

perstek dijatuhkan dengan mengabulkan gugatan. Jadi tidak selamanya putusan

perstek mengabulkan gugatan, sebab adakalanya putusan tersebut berupa penolakan

gugatan jika petitum melawan hak atau ketika petitum tidak beralasan.

2. Pemeriksaan

Setiap kali diadakan sidang Pengadilan Agama yang memeriksa gugatan perceraian,

baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri

sidang tersebut. Panggilan untuk menghadiri sidang dilakukan oleh petugas yang

ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama. Panggilan disampaikan kepada pribadi yang

bersangkutan atau jika yang bersangkutan tidak dapat dijumpa panggilan

disampaikan melalui lurah atau yang sederajad. Panggilan tersebut disampaikan

secara patut dan sudah diterima oleh tergugat atau kuasa mereka selambat-lambatnya

3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan

Page 27: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

27

lampiran surat gugatan (KHI Pasal 138). Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan

oleh hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas atau

surat gugatan perceraian (KHI pasal 141 ayat 1). Hakim sebelum memeriksa perkara

perdata tersebut, harus berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak, usaha

tersebut dapat dilakukan sepanjang proses berjalan, ataupun ketika taraf banding oleh

pengadilan tinggi. Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat

dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan (KHI pasal 143 ayat 2).

Adapun Peranan hakam dalam usaha menyelesaikan perkara secara damai

sangatlah penting. Putusan perdamaian memiliki beberapa keutamaan bagi

masyarakat secara umum dan para pencari keadilan secara khusus, karena

penyelesaiannya jauh lebih cepat sehingga dapat menghemat biaya selain itu dapat

mengurangi permusuhan antara kedua belah pihak. Demikian dalam kasus gugat

perceraian hakim akan berusaha untuk gugat pada umumnya dicabut.

Sebagaimana pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa hakim

harus berusaha untuk mendamaikan keduabelah pihak yang terkait. Sebelum tergugat

menjawab pokok perkara secara lisan atau tertulis, tergugat dapat menyampaikan

eksepsi berkenaan dengan kekuasaan relatif dan kekuasaan absolut. Apabila eksepsi

diterima maka pengadilan tersebut menyatakan perkara tersebut selesai pada tingkat

pertama. Apabila eksepsi ditolak maka dijatuhkan putusan sela dan dalam putusan

tersebut diperintahkan untuk melanjutkan perkara dan pokok perkara memasuki tahap

pemeriksaan. Jawaban tergugat mengenai pokok perkara hendaknya dibuat dengan

jelas pendek dan berisi dengan mengemukakan alasan yang berdasar.

3. Pembuktian

Membuktikan dalam arti yuridis berarti memberi dasar-dasar yang cukup kapada

hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang

kebenaran peristiwa yang diajukan. Tujuannya adalah putusan hakim yang

Page 28: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

28

didasarkan atas pembuktian tersebut. Dalam proses perdata salah satu tugas hakim

adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang mendasari gugatan

benar-benar ada atau tidak. Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti

apabila penggugat menginginkan kemenangan dalam suatu perkara (Mertokusumo

2005, hlm. 28).

Apabila penggugat tidak berhasil membuktikan dalil-dalil yang menjadi dasar

gugatannya maka gugatannya akan ditolak, sebaliknya jika penggugat dapat

membuktikan dalil yang menjadi dasar gugatannya maka gugatan tersebut akan

diterima. Oleh karena itu, tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan harus

dibuktikan kebenarannya, sebab dalil yang tidak disangkal bahkan diakui sepenuhnya

oleh pihak lawan tidak perlu dibuktikan lagi. Pembuktian tidak selalu dibebankan

kepada pihak penggugat, namun dapat juga dibebankan kepada pihak tergugat. Dalam

hal ini hakimlah yang menentukan pihak penggugat atau tergugat yang harus memikul

beban pembuktian.

a. Bukti surat

Hukum acara perdata mengenal 3 macam surat : (1) surat biasa yaitu surat yang

dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan bukti. (2) Akta otentik yaitu surat yang

dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa membuatnya, atau surat

yang sejak semula dengan sengaja secara resmi dibuat untuk pembuktian semisal

surat putusan hakim, akta perkawinan dan surat panggilan jurusita (3) Akta di bawah

tangan yaitu surat menyurat yang tidak dibuat sebagaimana akta otentik atau akta

yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang

pejabat misalnya surat perjanjian hutang piutang, surat perjanjian sewa menyewa,

kwitansi dan yang lainnya (Mertokusumo 2005, hlm. 145).

b. Bukti saksi-saksi

Pembuktian dengan saksi dalam praktek biasa disebut dengan kesaksian, yaitu

Page 29: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

29

kepastian yang diberikan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa yang

dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan tentang peristiwa yang

dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan perkara, yang dipanggil di persidangan

yang dapat diterangkan oleh saksi hanyalah apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan

sendiri, dan tiap-tiap kesaksian harus disertai alasan-alasan apa sebabnya bagaimana

ia bisa mengetahui hal-hal yang diterangkan olehnya Perasaan atau sangka yang

istimewa yang terjadi karena akal, tidak dipandang sebagai penyaksian

(Pasal 171 ayat 2). Kemudian Seorang saksi dilarang untuk menarik suatu kesimpulan

karena hal ini merupakan tugas hakim. Saksi yang akan diperiksa sebelumnya harus

bersumpah menurut cara agamanya atau berjanji, bahwa ia akan menerangkan yang

sebenarnya. Setelah disumpah saksi wajib memberi keterangan yang benar, apabila ia

dengan sengaja memberi keterangan palsu saksi dapat dituntut dan di hukum untuk

sumpah palsunya tersebut.

c. Persangkaan-persangkaan

Apabila dalam suatu pemeriksaan perkara perdata sukar untuk mendapatkan saksi

yang melihat, mendengar, atau merasakan sendiri maka peristiwa hukum yang harus

dibuktikannya dengan persangkaan persangkaan. Digunakan kata persangkaan-

persangkaan karena satu persangkaan saja tidak cukup untuk membuktikan sesuatu,

harus banyak persangkaan-persangkaan yang satu sama lain saling menutupi

berhubungan, sehingga peristiwa atau dalil yang disangkal itu dapat dibuktikan.

Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dianggap

terbukti, atau peristiwa yang dikenal ke arah suatu peristiwa yang belum terbukti.

Persangkaaan hakim juga digunakan sehubungan dengan gugatan perceraian yang

didasarkan atas perzinahan. Dalam kasus ini sulit sekali menemukan saksi yang

melihat sendiri waktu terjadinya perzinahan tersebut. Oleh sebab itu, sudah menjadi

yurisprudensi tetap bahwa apabila dua orang pria dan wanita dewasa yang bukan

Page 30: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

30

suami istri tidur bersama dalam suatu kamar yang hanya mempunyai satu tempat

tidur, maka untuk perbuatan perzinahan telah terdapat satu persangkaan hakim.

Persangkaan hakim sebagai alat bukti mempunyai kekuatan bukti bebas dengan kata

lain tergantung pada penilaian hakim yang bersangkutan. Pada umumnya persangkaan

tersebut harus didukung dengan persangkaan-persangkaan lain yang saling

berhubungan, barulah dapat dijadikan sebagai bukti lengkap.

d. Pengakuan

Menganai pengakuan ini terdapat dua macam yang dikenal dalam hukum acara

perdata yaitu pengakuan yang dilakukan didepan sidang dan pengakuan yang

dilakukan diluar sidang. Kedua macam pengakuan tersebut memiliki nilai pembuktian

yang berbeda satu sama lainya. Dalam paasal 174 HIR, bahwasanya pengakuan yang

dilakukan dihadapan hakim menjadi bukti yang cukup untuk memberatkan orang

yang mengaku itu, baik pengakuan yang diucapakan sendiri maupun oleh orang

istimewa yang dikuasakan untuk melakukan hal tersebut.

Selanjutnya pasal 175 yang menyebutkan bahwa pengakuan yang dilakukan

diluar sidang diserahkan kepada pertimbangan hakim yang akan menentukan

kekuatanya. Pengakuan diluar sidang yang dilakukan secara tertulis atau lisan

merupakan bukti bebas. Perbedaaanya terletak bahwa pengakuan diluar sidang secara

tertulis, tidak perlu dibuktikan lagi, sedangkan pengakuan secara lisan yang dilakukan

di luar sidang harus dibuktikan lagi dengan saksi atau alat bukti lainya.

e. Bukti sumpah

Sumpah adalah suatu pernyataan khidmat yang diberikan atau diucapkan pada

waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat Maha Kuasa

daripada Tuhan dan percaya bahwa apa yang memberi keterangan atau janji yang

tidak benar akan dihukum oleh-Nya. Yang disumpah adalah salah satu pihak

penggugat atau tergugat. Oleh karena itu, yang menjadi alat bukti adalah keterangan

Page 31: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

31

salah satu pihak yang dikuatkan dengan sumpah dan bukannya sumpah itu sendiri.

Mengenai sumpah ini terdapat dua macam yaitu sumpah yang dibebankan oleh hakim

dan sumpah yang dikuatkan oleh sumpah yang dianggap sebagai keterangan yang

benar oleh karena itu apabila ia memberikan keterangan yang bohong ia akan

dihukum oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Rasa takut akan hukuman inilah yang

dianggap oleh hukum bahwa seseorang tidak akan memberikan keterangan yang tidak

benar di bawah sumpahnya. Dalam Pasal 177 HIR menyatakan bahwa apabila

sumpah telah diucapkan, hakim tidak diperkanankan lagi untuk meminta bukti

tambahan dari orang yang disumpah itu, yaitu perihal dalil yang dikuatkan dengan

sumpah termaksud akan menentukan kekuatanya. Pengakuan diluar sidang yang

dilakukan secara tertulis atau lisan merupakan sukti bebas. Perbedaanya terletak

bahwa pengakuan diluar sidang secara tertulis tidak perlu dibuktikan lagi, sedang

pengakuan secara lisan yang dilakukan diluar sidang harus dibuktikan lagi dengan

saksi atau alat bukti lainnya

f. Putusan Hakim

Putusan mengenai perceraian dilakukan dalam sidang terbuka, suatu perceraian

dianggap terjadi dengan segala akibatnya terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan

Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. (KHI Pasal 146). Hal-hal

yang harus dimuat dalam surat putusan hakim menurut pasal 184, diantaranya adalah

Ringkasan yang jelas tentang gugatan dan jawaban; Alasan-alasan yang dipakai

sebagai dasar dari putusan hakim; Putusan tentang besarnya biaya perkara; Putusan

memuat keterangan apakah kedua belah pihak hadir atau tidak pada waktu putusan

dijatuhkan; Apabila putusan didasarkan kepada peraturan Undang-undang yang pasti,

maka peraturan tersebut harus disebutkan (Sutantio dkk. 2004, hlm. 114).

Adapun Susunan putusan hakim terdiri dari 4 bagian yaitu Pertama Kepala

Page 32: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

32

putusan; Kepala putusan adalah bagian yang berbunyi: “Demi Keadilan berdasarkan

ke-Tuhanan Yang Maha Esa”.. Kedua, Identitas para pihak, yaitu identitas pihak

penggugat dan tergugat; Ketiga, Pertimbangan; adalah pertimbangan tentang duduk

perkaranya dan pertimbangan tentang hukumnya sebagai wujud pertanggung jawaban

hakim kepada masyarakat terhadap keputusan yang diambil sehingga keputusan

tersebut bersifat obyektif; Keempat, Amar; merupakan jawaban/tanggapan terhadap

petitum dari gugatan atau biasa disebut juga dictum. Jadi tidak semua hal yang terjadi

di persidangan termuat dalam putusan hakim, karena hal yang demikian termuat

dalam berita acara. Adapun mengenai prosedur gugatan adalah sebagai berikut:

1. Penggugat atau kuasanya datang ke kantor kelurahan untuk memperolehketerangan tempat tinggal dari Lurah;

2. Penggugat atau kuasanya dengan membawa surat keterangan Lurah, datangke Pengadilan Agama untuk mengajukan gugatan tertulis atau lisan kepadapanitera dan untuk membayar admistrasi biaya perkara;

3. Penggugat dan tergugat atau masing-masing kuasanya menghadiri sidangpengadilan Agama berdasarkan surat panggilan panitera;

4. Majelis hakim memeriksa perkara dengan tahap-tahap sidang sebagaiberikut: membaca surat gugatan oleh penggugat tergugat, replik penggugatduplik tergugat, pemeriksaan alat-alat bukti penggugat dan tergugat,kesimpulan penggugat dan tergugat dan putusan hakim;

5. Putusan Pengadilan Agama (vonis). Dalam hal perkara taklik talak atauperkara tidak diterima atau ditolak atau digugurkan oleh Majelis hakim ataudicabut dalam persidangan. Pengadilan Agama mengeluarkan penetapan;

6. Penggugat wajib membuktikan kebenaran dari isi gugatannya berdasarkanalat-alat bukti: surat-surat, saksi-saksi, pengakuan salah satu pihak,persangkaan hakim, dan sumpah salah satu pihak;

7. Kepada penggugat dan tergugat diberikan salinan putusan Pengadilanagama;

8. Kepada penggugat dan tergugat diberikan surat keterangan bahwa putusanpengadilan agama telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

9. Untuk perkara perceraian Pengadilan Agama minta pengukuhan kepadaPengadilan Negeri atas putusaya yang telah mempunyai kekuatan hukumtetap;

10. Pihak yang menang perkara yang ada hubungannya dengan hak kebendaandengan bantuan Pengadilan Agama dapat meminta executoir verklaringkepada Pengadilan Negeri, apabila putusan itu tidak dijalankan secarasukarela (Ramulyo 1999, hlm. 206).

Page 33: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

33

Adapun dalam prosedur berperkara pada Pengadilan Agama Sekayu, secara

garis besar terdiri dari beberapa bagian antara lain sebagai berikut:

1. Prosedur pengajuan permohonan Cerai Talak

1.1. Permohon atau kuasanya mendatangi pengadilan, mengajukan permohonan

kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.

Permohonan dimaksud diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya

meliputi tempat kediaman Termohon kecuali apabila Termohon dengan

sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin

pemohon; dalam hal Termohon bertempat tinggal di luar negeri permohonan

diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

kediaman Pemmohon. Dalam hal Pemohon dan Termohon bertempat

kediaman di luar negeri maka pemohon diajukan kepada Pengadilan yang

daerah hukumnya meliputi tempat perkawianan mereka dilangsungkan atau

kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. (Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989, Pasal 66 dan 67).

Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam hal ini yaitu:

a. Mengajukan permohonan tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama

disertai alasan untuk melakukan perceraian, sebagaimana ditentukan dalam

pasal 39 ayat dua (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 19

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 bahwa suami istri itu tidak akan

dapat hidup rukun sebagai suami isteri dengan sebab sebagai berikut:

Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, pejudi danlain sebagainya yang sukar disembuhkan; Salah satu pihak meninggalkanpihak yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dantanpa alasan yang sah atau karena lain di luar kemampuanya; Salah satu

Page 34: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

34

pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yanglebih berat setelah perkawinan berlangsung; Salah pihak melakukankekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yanglain;Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibattidak dapat menjalankan kewajiban kewajibanya sebagai suami-istri; Antarasuami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidakada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga; Suami melanggartaklik talak;Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinyaketidak-rukunan dalam rumah tangga. (Pasal 14-19 PP Nomor 9 Tahun 1975dan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, tentang Kompilasi HukumIslam, Pasal 116).

b. Membayar uang muka/panjar biaya perkawinan via Bank yang ditunjuk;

1.2. Pemohon atau kuasanya menghadiri sidang di Pengadilan, berdasarkan

surat pengadilan Jurusita / Jurusita Pengganti;

1.3. Pemohon atau kuasanya harus membuktikan dalil-dalil (kebenaran dari

isi) yang menjadi dasar permohonan di muka sidang Pengadilan,

berdasarkan alat-alat bukti: Surat-surat, Saksi-saksi, Pengakuan salah satu

pihak, persangkaan hakim dan sumpah salah satu pihak. (HIR, Pasal 164 dan

R.Bg. Pasal 184);

1.4. Pengadilan mengeluarkan produk Pengadilan berupa Putusan/Penetapan;

1.5. Apabila Pemohon dan Termohon hadir dipersidangkan dan tidak

memerlukan salinan putusan. “kepada yang bersangkutan tidak perlu

diberikan salinan putusanya dan apabiala tidak hadir cukup diberikan isi

putusanya”. (HIR, Pasal 179 dan R.Bg. Pasal 190);

1.6. Jika putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (BHT), maka atas

perintah majelis hakim Pemohon dan Termohon dipanggil oleh Jurusita/

Jurusita Pengganti untuk hadir dalam sidang pengucapan ikrar talak;

Setelah itu Panitera Pengadilan, menerbitkan akata cerai, sebagai bukti tela

terjadinya perceraian (Undang-Udang Nomor Setelah itu Panitera

Pengadilan, menerbitkan akta cerai, sebagai bukti telah terjadinya perceraian

Page 35: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

35

(Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, pasal 84 ayat (4). dan buku contoh

formulir laporan dan register perkara Pengadilan Agama, hlm. 19).

2. Prosedur Peengajuan permohonan gugatan (Cerai gugat)

2.1.Penggugat atau kuasanya mendatangi Pengadilan Agama, yaitu:

Gugatan/ cerai gugat diajukan oleh istri atau kuasa hukum kepada pengadilan

yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat, kecuali apabila

Penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa

izin Tergugat. Dalam hal Penggugat berkediaman di luar negeri; gugatan

diajukan kepada Pengadilan meliputi tempat kediaman Tergugat. Dalam hal

Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri maka gugatan

diajukan kepada pengadilan pengadilan yang daerah hukumnya meliputi

pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka

berlangsung atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. (Pasal 73 Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989)

Beberapa hal yang harus dilakukan di sini adalah Mengajukan gugatan secara

tertulis, atau lisan kepada Pengadilan; dan Membayar uang muka/panjar

biaya perkara via bank yang ditunjuk.

2.2.Penggugat dan Tergugat secara pribadi atau masing-masing kuasanya harus

datang untuk menghadiri sidang pengadilan berdasarkan surat panggilan

Jurusita/Jurusita Pengganti.

2.3.Pengadilan Agama dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Selama berlangsungnya gugatan perceraian atau permohonan Penggugat

atau Tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin

ditimbulkan, pengadilan dapat mengizinkan supaya istri tersebut untuk

tidak tinggal dalam satu rumah;

Page 36: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

36

b. Selama berlagsungnya gugatan perceraian atau permohonan Penggugat,

pengadilan dapat: Menentukan nafkah yang ditanggung suami;

Menentukan hal-hal yang perlu untuk pemeliharaan dan pendidikan anak;

dan Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya

barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi

hak istri.

2.4. Penggugat dan Tergugat secara pribadi atau masing-masing kuasanya wajib

membuktikan dalil-dalil gugatan atau tuntutanya di muka sidang pengadilan

berdasarkan alat-alat bukti: surat-surat; saksi-saksi; pengakuan salah satu

pihak; persangkaan hakim; dan sumpah salah satu pihak.

2.5. Pengggugat dan Tergugat secara pribadi atau masing-masing menerima

salinan putusan, jika yang bersangkutan memerlukannya;

2.6. Penggugat dan Tergugat menerima akta cerai dari Pengadilan Agama, setelah

putusan berkekuatan hukum tetap (BHT). (Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 Pasal 77-78).

Dalam proses pemeriksaan gugatan atau perkara perceraian di depan sidang

dilakukan melalui tahapan-tahapan dalam hukum acara perdata, setelah hakim

terlebih dahulu berusaha dan tidak berhasil mendamaikan para pihak yang

bersengketa. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut diawali dari

Pembacaan gugatan; Pada tahap pembacaan gugatan ini terdapat beberapa

kemungkinan dari penggugat/pemohon yaitu mencabut gugatan, mengubah gugatan-

dan mempertahankan gugatan dan jika Penggugat/Pemohon tetap mempertahankan

gugatannya maka sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya. Kemudian tahapan

selanjutnya adalah Jawaban Tergugat yakni setelah gugatan dibacakan dan isinya

tetap dipertahankan oleh penggugat kemudian tergugat diberi kesempatan untuk

Page 37: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

37

mengajukan jawabannya, baik dalam sidang itu juga atau dalam sidang berikutnya.

Hal ini menurut Pasal 121 ayat (2) HIR/ Pasal 145 ayat (2) R.Bg. Jo. Pasal

132 ayat (1) HIR/Pasal 158 (1) R.Bg. dijelaskan bahwa Tergugat dapat mengajukan

jawaban secara tertulis atau lisan. Di dalam mengajukan jawaban tersebut tergugat

harus hadir secara pribadi dalam sidang atau diwakilkan oleh kuasa hukumnya,

apabila tergugat/kuasa hukumnya hadir tidak hadir dalam sidang meskipun

mengirimkan surat jawabanya, tetapi dinilai tidak hadir dan jawabanya itu tidak perlu

diperhatikan, kecuali dalam hal jawaban yang berupa eksepsi atau tangkisan bahwa

pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara itu. Pada tahap

jawaban ini ada beberapa kemungkinan dari tergugat yakni eksepsi; mengaku bulat-

bulat; mungkir mutlak (membatah); mengaku dengan klausula; referte (jawaban

berbelit-belit); atau menyerahkan kepada kebijaksanaan Hakim; atau tidak

membantah dan tidak pula membenarkan gugatan.

1. Replik Penggugat; Setelah tergugat menyampaikan jawabanya, kemudian si-

penggugat diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan

pendapatnya. Dalam tahap ini mungkin penggugat tetap mempertahankan

gugatanya dan menambah keterangan yang dianggap perlu untuk memperjelas

dalil-dalilnya, atau mungkin juga pengggugat merubah sikap dengan

membenarkan jawaban/bantahan tergugat.

2. Duplik Tergugat; Setelah penggugat menyampaikan replikanya, kemudian

tergugat diberi kesempatan untuk menanggapi pula. Dalam tahap ini mungkin

tergugat bersikap seperti pengggugat dalam repliknya tersebut. Acara replik

dan duplik (jawab-menjawab) ini dapat diulangi sampai ada titik temu antara

penggugat dan tergugat, ada/atau dianggap cukup oleh hakim. Apabila acara

Page 38: Bab 2 TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMrepository.radenfatah.ac.id/6603/3/BAB 2 cc.pdfuntuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Raad Agama

38

jawab-menjawab ini dianggap telah cukup namun masih ada hal-hal yang

tidak disepakati oleh penggugat dan tergugat sehingga perlu dibuktikan

kebenarannya, maka acara dilanjutkan ketahap pembuktian.

3. Pembuktian; pada tahap ini baik pengggugat maupun tergugat, diberikan

kesempatan yang sama untuk mengajukan bukti-bukti baik berupa saksi-saksi,

alat bukti surat maupun alat bukti lainnya secara bergantian yang diatur oleh

Hakim.

4. Konklusi/ Kesimpulan; pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat

diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang

merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung, menurut

pandangan masing-masing.

5. Putusan Hakim; pada tahap ini Hakim merumuskan duduk perkaranya dan

pertimbangan hukum (pendapat Hakim) mengenai perkara tersebut disertai

alasan-alasan dan dasar-dasar hukumnya, yang diakhiri dengan putusan Hakim

mengenai perkara yang diperiksa tersebut.

Dalam hal perkara gugatan tersebut terdapat inisiatif perdamaian yang dapat

timbul dari hakim, penggugat ataupun tergugat, sehingga Hakim harus secara

aktif dan berperan sungguh-sungguh untuk mendamaikan para pihak yang

terlibat itu, sehingga setiap perkara wajib untuk dimediasi. (Peraturan

Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008).

Atas dasar inilah pengajuan gugatan perkara pada Peradilan Agama yang

ditetapkan dalam beberapa tahapan-tahapan proses pemeriksaan hingga di meja

persidangan, terdapat prosedur tetap sejak dari awal pengajuan perkara hingga akhir

penetapan putusan perkara oleh hakim dengan dasar tidak memihak, mendamaikan

dan dilakukan pendekatan mediasi terlebih dahulu.