Bab 4 Pendekatan Dan Metodologi

122
1 Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Industri Batulicin BAB PENDEKATAN DAN METODOLOGI 4.1 Pendekatan Perencanaan Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan akan menggunakan beberapa metode pendekatan. Perlunya keterpaduan dalam rencana tata ruang di Kawasan Perkotaan merupakan hal yang krusial, sebab potensi dan permasalahan di kawasan ini pun bersifat kompleks. Pendekatan yang digunakan dalam RDTR dan Zoning Regulation diperlukan dalam upaya menciptakan tujuan : 1. Menciptakan kelestarian lingkungan pemukiman dan kegiatan wilayah yang merupakan usaha menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan lingkungannya, yang tercermin dari pola intensitas penggunaan ruang kecamatan pada umumnya dan bagian wilayah kecamatan pada khususnya. 2. Meningkatkan daya guna dan hasil pelayanan yang merupakan upaya pemanfaatan secara optimal yang tercermin dalam penetapan jenjang fungsi pelayanan kegiatan-kegiatan dan sistem jaringan jalan di wilayah kecamatan. 3. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan yang pada prinsipnya; merupakan upaya dalam menciptakan keserasian dan keseimbangan fungsi dan intensitas penggunaan ruang bagian-bagian wilayah kecamatan pada khususnya. 4

description

Metode RDTR

Transcript of Bab 4 Pendekatan Dan Metodologi

1

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

BAB

PENDEKATAN DAN METODOLOGI

4.1 Pendekatan Perencanaan

Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan akan menggunakan beberapa metode pendekatan.

Perlunya keterpaduan dalam rencana tata ruang di Kawasan Perkotaan merupakan hal

yang krusial, sebab potensi dan permasalahan di kawasan ini pun bersifat kompleks.

Pendekatan yang digunakan dalam RDTR dan Zoning Regulation diperlukan dalam upaya

menciptakan tujuan :

1. Menciptakan kelestarian lingkungan pemukiman dan kegiatan wilayah yang merupakan

usaha menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan lingkungannya, yang

tercermin dari pola intensitas penggunaan ruang kecamatan pada umumnya dan bagian

wilayah kecamatan pada khususnya.

2. Meningkatkan daya guna dan hasil pelayanan yang merupakan upaya pemanfaatan

secara optimal yang tercermin dalam penetapan jenjang fungsi pelayanan kegiatan-

kegiatan dan sistem jaringan jalan di wilayah kecamatan.

3. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan yang pada prinsipnya;

merupakan upaya dalam menciptakan keserasian dan keseimbangan fungsi dan

intensitas penggunaan ruang bagian-bagian wilayah kecamatan pada khususnya.

4. Mengarahkan pembangunan wilayah kecamatan yang lebih tegas dalam rangka upaya

pengendalian pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik untuk masing-masing

bagian wilayah kecamatan secara terukur baik kualitas maupun kuantitas.

5. Membantu penetapan prioritas pengembangan wilayah kecamatan dan memudahkan

penyusunan RDTR untuk dijadikan pedoman bagi tertib bangunan dan tertib pengaturan

ruang secara rinci.

6. Membantu penetapan kawasan-kawasan tertentu untuk disusun pula Rencana Terinci

Ruang Kota (RTRK) atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang

4

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

mampu dijadikan pedoman bagi tertib bangunan dan tertib pengaturan ruang secara

rinci.

Untuk memberikan hasil yang terbaik pada pekerjaan penyusunan RDTR digunakan

beberapa pendekatan, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Pendekatan Partisipasi Pelaku Pembangunan

Penyusunan rencana tata ruang tidak terlepas dari keterlibatan masyarakat dan swasta

sebagai pemanfaat ruang (pelaksana rencana tata ruang) dan sebagai pihak yang

terkena dampak positif maupun negatif dari pelaksanaan ruang itu sendiri. Oleh karena

itu dalam penyusunan rencana ini digunakan pendekatan partisipasi pelaku

pembangunan (stakeholder approach) untuk mengikutsertakan swasta dan masyarakat

di dalam proses penyusunan rencana tata ruang melalui forum dialog pelaku

pembangunan. Konsultan dalam hal ini berusaha untuk melibatkan secara aktif pelaku

pembangunan yang ada dalam setiap tahapan perencanaan.

Di dalam penyusunan rencana ini masyarakat tidak hanya dilihat sebagai pelaku

pembangunan (stakeholder) tetapi juga sebagai pemilik dari pembangunan

(stakeholder). Keterlibatan masyarakat sebagai stakeholder dimaksudkan untuk

mengurangi ketergantungan wilayah terhadap investor dari luar wilayah, tetapi yang

diharapkan adalah kerjasama antara investor dengan masyarakat sebagai pemilik lahan

di wilayah tersebut. Dengan posisi sebagai shareholder diharapkan masyarakat akan

benar-benar memiliki pembangunan di wilayahnya, dapat bersaing dengan penduduk

pendatang, dan dengan demikian masyarakat lokal tidak tergusur dari wilayahnya.

Pelibatan pelaku pembangunan dalam pekerjaan ini dapat digambarkan dengan diagram

seperti di bawah ini.

2. Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu

Merupakan pendekatan perencanaan yang menyeluruh dan terpadu serta didasarkan

pada potensi dan permasalahan yang ada, baik dalam wilayah perencanaan maupun

dalam konstelasi regional. Pendekatan menyeluruh memberi arti bahwa peninjauan

permasalahan bukan hanya didasarkan pada kepentingan wilayah/kawasan dalam arti

sempit, tetapi ditinjau dan dikaji pula kepentingan yang lebih luas, baik antar wilayah

dengan daerah hinterlandnya yang terdekat maupun dengan yang lebih jauh lagi.

Secara terpadu mengartikan bahwa dalam menyelesaikan permasalahan tidak hanya

dipecahkan sektor per sektor saja tetapi didasarkan kepada kerangka perencanaan

Bab 4 | 2

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

terpadu antar tiap-tiap sektor, dimana dalam perwujudannya dapat berbentuk koordinasi

dan sinkronisasi antar sektor.

3. Pendekatan Ambang Batas

Adalah pendekatan untuk menentukan kebijaksanaan rencana tata ruang yang

didasarkan ambang batas daya dukung lingkungan. Pendekatan ini bertujuan untuk

menghasilkan kebijaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Penekanan

terhadap pertimbangkan aspek lingkungan dilakukan karena lingkungan merupakan

aspek yang sangat berkepentingan dalam upaya pembangunan berkelanjutan.

4. Pendekatan Kesesuaian Ekologi dan Sumber Daya Alam

Pada pendekatan ini akan diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(1) Potensi Angin; Potensi angin dalam perencanaan meliputi arah dan kekuatan angin

untuk mendapatkan udara yang sejuk dan mengurangi kelembaban.

(2) Daerah Banjir; Perencanaan dan pengolahan daerah-daerah yang rendah

pemanfaatan saluran-saluran alam secara optimal diharapkan mampu mencegah

kemungkinan bahaya banjir. Saluran drainase direncanakan mengikuti arah

kemiringan kontur pada titik terendah dalam kawasan menuju saluran drainase

induk.

(3) Unit Visual dan Kapasitas Visual; Daerah yang berpotensi memiliki arah view yang

bagus antara lain adalah daerah hijau hutan, daerah sepanjang aliran sungai, dan

tepi pantai. Pemanfaatan daerah-aerah yang berpotensi ini diperuntukkan untuk

pariwisata, permukiman menengah ke atas.

(4) Area dengan Visibilitas Tinggi; Kawasan yang memiliki visibilitas tinggi adalah

kawasan yang memungkinkan untuk terlihat dari berbagai sudut (sebagai landmark

kawasan) dapat difungsikan untuk zona magnet pusat perkotaan.

(5) Topografi; Dalam suatu perencanaan perlu diperhatikan bagaimana kondisi topografi

eksisting wilayah tersebut, juga guna lahan dan karakter wilayahnya.

Selain hal-hal tersebut di atas juga perlu diperhatikan kesesuaian/kelayakan kawasan itu

sendiri. Untuk itu yang perlu dipertimbangkan adalah:

(1) Kesesuaian untuk Preservasi, identifikasi yang disesuaikan dengan konsep dasar

perencanaan wilayah dan kondisi wilayah kawasan yang memiliki potensi untuk

dipreservasi baik yang buatan maupun alam. Buatan dapat berupa kawasan

Bab 4 | 3

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

bersejarah, monumen, atau peninggalan kuno. Kawasan preservasi alam dapat

dipreservasi karena perlu dilindungi seperti daerah aliran sungai, hutan, tepian

pantai, danau, terumbu karang, laut, atau daerah yang dianggap berbahaya seperti

daerah mudah longsor, patahan geologis, daerah gunung berapi dan sebagainya.

(2) Kesesuaian untuk Rekreasi, pemanfaatan lahan kawasan yang sesuai untuk

dikembangkan sebagai area rekreasi yang mendukung pelayanan fasilitas umum

untuk penghuni sekitar maupun sebagai daya tarik wilayah seperti danau/telaga,

pantai/ laut, daerah sepanjang sungai, hutan, taman dan bukit.

(3) Kesesuaian untuk Hunian, perencanaan wilayah sebagai daerah hunian, dengan

mempertimbangkan beberapa aspek perencanaan antara lain dari segi aksesibilitas,

kondisi topografi, kestrategisan lokasi, kondisi kontur tanah, kebisingan dan potensi

alam dan buatan.

5. Pendekatan Perencanaan Pembangunan Wilayah (Regional Development

Planning).

Dalam Penyusunan RDTR Kawasan Perencanaan, pendekatan yang dilakukan adalah

memandang bahwa kawasan perencanaan merupakan satu kesatuan dengan wilayah

yang lebih besar, lingkup propinsi, kota, Kota, atau antar daerah. Hal ini terjadi karena

kawasan perencanaan merupakan satu kesatuan ruang yang dibatasi oleh aspek

geografi atau alam. Pendekatan ini mendudukan lokasi kegiatan dalam satu sistem

pengembangan yang saling terkait dengan wilayah sekitarnya. Kondisi-kondisi yang

memungkinkan bahwa pendekatan wilayah diperlukan dalam penentuan dan

pengembangan infrastruktur seperti jaringan listrik, telepon, jalan, dan sistem

transportasi.

Pendekatan wilayah dilakukan untuk mengetahui posisi atau kedudukan dan peluang

peran yang akan ditingkatkan di Kawasan Perencanaan dalam lingkup yang lebih luas,

khususnya dalam peningkatan peran perekonomian daerah.

Perencanaan pembangunan wilayah (Regional Development Plan) dilakukan dengan

proses:

(1) Analisis fisik alamiah dengan memanfaatkan SIG (sistem informasi geografis),

(2) Analisis geologi tata lingkungan, analisis ini sebagai upaya untuk

mempertimbangkan kondisi aspek bencana dalam penataan ruang.

Bab 4 | 4

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

6. Menyusun rencana tata ruang yang komprehensif

Rencana tata ruang sebuah wilayah tidaklah hanya mencakup bidang fisik, tetapi

seluruh aspek yang ada dalam kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial dan

bahkan politik. Oleh karena itu, rencana tata ruang haruslah merupakan rencana yang

komprehensif, yang mempunyai pandangan jauh ke depan dan mengantisipasi

kebutuhan-kebutuhan dan keinginan masyarakat. Rencana tata ruang yang

komprehensif kemudian akan menjadi pedoman untuk mengembangkan suatu wilayah

secara teratur dalam angka meningkatkan kesehatan, keselamatan, kesejahteraan dan

kenyamanan penduduknya. Untuk menjadi suatu rencana yang komprehensif maka

rencana tata ruang harus:

a) Merupakan suatu rancangan umum yang seimbang dan menarik yang paling sesuai

dengan kebutuhan saat ini dan mungkin masa depan;

b) Sebanding dengan prospek penduduk dan ekonomi daerah, dan

c) Sebanding dengan sumber-sumber keuangan saat ini dan prospeknya.

Dengan demikian, rencana tata ruang adalah suatu desain bagi kerangka fisik, sosial,

ekonomi bagi kota, juga menjalin unsur-unsur sosiologis, ekonomis, dan geografis dari

kota itu ke dalam sebuah struktur.

7. Pelaksanaan rencana tata ruang melibatkan tiga kelompok pelaku pembangunan

(stakeholders) dengan karakteristiknya masing-masing

Pelaku pembangunan di Kawasan Perencanaan memiliki kepentingan sesuai dengan

kapasitas dan orientasi dari usaha yang dilakukan. Pemanfaatan ruang oleh pemerintah

yang sifatnya pelayanan kepada masyarakat tentu akan berbeda dengan pihak swasta

yang berorientasi pada keuntungan. Oleh karena itu, dalam penyusunan rencana ini

perlu adanya pemahaman terhadap karakteristik masing-masing pelaku pembangunan,

sehingga rencana yang dihasilkan akan berdaya guna dan berhasil guna.

Pemberdayaan Sumber daya Manusia (People Emporwerment) sebagai upaya untuk

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, harus diidentifikasi kondisi, kebutuhan dan

metode yang sesuai dalam upaya mengatasinya. Pendekatan ini perlu dilakukan

mengingat bahwa pelaku pembangunan berorientasi pada masyarakat lokal.

Mengapa peran serta masyarakat dalam sistem penataan ruang diperlukan? Pada tahap

perencanaan masyarakat paling tahu apa yang mereka butuhkan, dengan demikian

Bab 4 | 5

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

mengarahkan pada produk rencana tata ruang yang optimal dan proporsional untuk

berbagai kegiatan, sehingga terhindar dari spekulasi dan distribusi alokasi ruang yang

berlebihan untuk kegiatan tertentu. Pada tahap pemanfaatan masyarakat akan menjaga

pendayagunaan ruang yang sesuai dengan peruntukan dan alokasi serta waktu yang

direncanakan, sehingga terhindar dari konflik pemanfaatan ruang. Pada tahap

pengendalian masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab dalam menjaga

kualitas ruang yang nyaman dan serasi serta berguna untuk kelanjutan pembangunan.

Tujuan Peran Serta Masyarakat bila dikaitkan dengan penataan ruang, maka tujuan

peran serta masyarakat adalah:

(1) Meningkatkan mutu proses dan produk penataan ruang;

(2) Meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat memahami pentingnya

pemanfaataan tanah, air laut dan udara serta sumber daya alam lainnya demi

terciptanya tertib ruang (pendidikan dan information exchange);

(3) Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan penataan ruang

(transparansi kebijakan);

(4) Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat

dalam penatan ruang terutama membantu memberikan informasi tentang

pelanggaran pemanfaatan ruang (kontribusi tanggung jawab dan power sharing);

(5) Menjamin pelibatan secara aktif peran serta masyarakat dalam kegiatan penataan

ruang dengan hak dan kewajibannya (demokrasi partisipatori).

(6) Kesesuaian untuk Rekreasi, pemanfaatan lahan kawasan yang sesuai untuk

dikembangkan sebagai area rekreasi yang mendukung pelayanan fasilitas umum

untuk penghuni sekitar maupun sebagai daya tarik wilayah seperti danau/telaga,

pantai/ laut, daerah sepanjang sungai, hutan, taman dan bukit.

(7) Kesesuaian untuk Hunian, perencanaan wilayah sebagai daerah hunian, dengan

mempertimbangkan beberapa aspek perencanaan antara lain dari segi

aksesibilitas, kondisi topografi, kestrategisan lokasi, kondisi kontur tanah,

kebisingan dan potensi alam dan buatan.

8. Pendekatan Perencanaan Pembangunan Wilayah (Regional Development

Planning).

Bab 4 | 6

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Dalam Penyusunan RDTR Kawasan Perencanaan, pendekatan yang dilakukan adalah

memandang bahwa kawasan perencanaan merupakan satu kesatuan dengan wilayah

yang lebih besar, lingkup propinsi, kota, Kota, atau antar daerah. Hal ini terjadi karena

kawasan perencanaan merupakan satu kesatuan ruang yang dibatasi oleh aspek

geografi atau alam. Pendekatan ini mendudukan lokasi kegiatan dalam satu sistem

pengembangan yang saling terkait dengan wilayah sekitarnya. Kondisi-kondisi yang

memungkinkan bahwa pendekatan wilayah diperlukan dalam penentuan dan

pengembangan infrastruktur seperti jaringan listrik, telepon, jalan, dan sistem

transportasi.

Pendekatan wilayah dilakukan untuk mengetahui posisi atau kedudukan dan peluang

peran yang akan ditingkatkan di Kawasan Perencanaan dalam lingkup yang lebih luas,

khususnya dalam peningkatan peran perekonomian daerah.

Perencanaan pembangunan wilayah (Regional Development Plan) dilakukan dengan

proses:

(1) Analisis fisik alamiah dengan memanfaatkan SIG (sistem informasi geografis),

(2) Analisis geologi tata lingkungan, analisis ini sebagai upaya untuk

mempertimbangkan kondisi aspek bencana dalam penataan ruang.

9. Menyusun rencana tata ruang yang komprehensif

Rencana tata ruang sebuah wilayah tidaklah hanya mencakup bidang fisik, tetapi

seluruh aspek yang ada dalam kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial dan

bahkan politik. Oleh karena itu, rencana tata ruang haruslah merupakan rencana yang

komprehensif, yang mempunyai pandangan jauh ke depan dan mengantisipasi

kebutuhan-kebutuhan dan keinginan masyarakat. Rencana tata ruang yang

komprehensif kemudian akan menjadi pedoman untuk mengembangkan suatu wilayah

secara teratur dalam angka meningkatkan kesehatan, keselamatan, kesejahteraan dan

kenyamanan penduduknya. Untuk menjadi suatu rencana yang komprehensif maka

rencana tata ruang harus:

a) Merupakan suatu rancangan umum yang seimbang dan menarik yang paling sesuai

dengan kebutuhan saat ini dan mungkin masa depan;

b) Sebanding dengan prospek penduduk dan ekonomi daerah, dan

c) Sebanding dengan sumber-sumber keuangan saat ini dan prospeknya.

Bab 4 | 7

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Dengan demikian, rencana tata ruang adalah suatu desain bagi kerangka fisik, sosial,

ekonomi bagi kota, juga menjalin unsur-unsur sosiologis, ekonomis, dan geografis dari

kota itu ke dalam sebuah struktur.

10. Pelaksanaan rencana tata ruang melibatkan tiga kelompok pelaku pembangunan

(stakeholders) dengan karakteristiknya masing-masing

Pelaku pembangunan di Kawasan Perencanaan memiliki kepentingan sesuai dengan

kapasitas dan orientasi dari usaha yang dilakukan. Pemanfaatan ruang oleh pemerintah

yang sifatnya pelayanan kepada masyarakat tentu akan berbeda dengan pihak swasta

yang berorientasi pada keuntungan. Oleh karena itu, dalam penyusunan rencana ini

perlu adanya pemahaman terhadap karakteristik masing-masing pelaku pembangunan,

sehingga rencana yang dihasilkan akan berdaya guna dan berhasil guna.

Pemberdayaan Sumber daya Manusia (People Emporwerment) sebagai upaya untuk

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, harus diidentifikasi kondisi, kebutuhan dan

metode yang sesuai dalam upaya mengatasinya. Pendekatan ini perlu dilakukan

mengingat bahwa pelaku pembangunan berorientasi pada masyarakat lokal.

Mengapa peran serta masyarakat dalam sistem penataan ruang diperlukan? Pada tahap

perencanaan masyarakat paling tahu apa yang mereka butuhkan, dengan demikian

mengarahkan pada produk rencana tata ruang yang optimal dan proporsional untuk

berbagai kegiatan, sehingga terhindar dari spekulasi dan distribusi alokasi ruang yang

berlebihan untuk kegiatan tertentu. Pada tahap pemanfaatan masyarakat akan menjaga

pendayagunaan ruang yang sesuai dengan peruntukan dan alokasi serta waktu yang

direncanakan, sehingga terhindar dari konflik pemanfaatan ruang. Pada tahap

pengendalian masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab dalam menjaga

kualitas ruang yang nyaman dan serasi serta berguna untuk kelanjutan pembangunan.

Tujuan Peran Serta Masyarakat bila dikaitkan dengan penataan ruang, maka tujuan

peran serta masyarakat adalah:

(8) Meningkatkan mutu proses dan produk penataan ruang;

(9) Meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat memahami pentingnya

pemanfaataan tanah, air laut dan udara serta sumber daya alam lainnya demi

terciptanya tertib ruang (pendidikan dan information exchange);

(10) Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan penataan ruang

(transparansi kebijakan);

Bab 4 | 8

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

(11) Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat

dalam penatan ruang terutama membantu memberikan informasi tentang

pelanggaran pemanfaatan ruang (kontribusi tanggung jawab dan power sharing);

(12) Menjamin pelibatan secara aktif peran serta masyarakat dalam kegiatan penataan

ruang dengan hak dan kewajibannya (demokrasi partisipatori).

4.2 Metodologi Penyusunan RDTR

Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/Prt/M/2011 Pedoman Penyusunan

Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota/Kota maka maka penyusunan

RDTR kawasan perkotaan dapat dibagi ke dalam 4 tahapan tahapan utama, yaitu 1)

tahapan persiapan, 2) pengumpulan data , 3) pengolahan dan analisis data, 4) perumusan

konsep RDTR dan Peraturan Zonasi.

Untuk lebih jelasnya mengenai metodologi penyusunan RDTR, dapat dilihat pada Gambar

4.1 berikut.

4.2.1 Persiapan Penyusunan RDTR

Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/Prt/M/2011 Pedoman Penyusunan

Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi maka Persiapan penyusunan RDTR

terdiri atas:

1. Persiapan awal, yaitu upaya pemahaman terhadap KAK/TOR penyiapan anggaran

biaya;

2. Kajian awal data sekunder, yaitu review RDTR sebelumnya dan kajian awal RTRW

Kota/kota dan kebijakan lainnya;

3. Persiapan teknis pelaksanaan meliputi penyusunan metodologi/metode dan teknik

analisis rinci, serta penyiapan rencana survei.

4.2.2 Pengumpulan Data

Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/Prt/M/2011 Pedoman Penyusunan

Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota untuk keperluan pengenalan

karakteristik BWP dan penyusunan rencana pola ruang dan rencana jaringan prasarana

BWP, dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder.

Bab 4 | 9

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Pengumpulan data primer setingkat kelurahan dilakukan melalui:

1. Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran angket,

temu wicara, wawancara orang perorang, dan lain sebagainya; dan/atau

2. Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi BWP secara langsung melalui kunjungan

ke semua bagian dari wilayah Kota/kota.

Data yang dihimpun dalam pengumpulan data meliputi: data wilayah administrasi;

1. Data fisiografis;

2. Data kependudukan.

3. Data ekonomi dan keuangan;

4. Data ketersediaan prasarana dan sarana ;

5. Data peruntukan ruang;

6. Data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan;

7. Data terkait kawasan dan bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata bangunan); dan

8. Peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan, penguasaan lahan,

penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, pada skala atau tingkat ketelitian minimal

peta 1:5.000.

Bab 4 | 10

11

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Gambar 4. 1 Metodologi Penyusunan RDTR

12

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Seperti halnya dalam penyusunan RTRW, tingkat akurasi data, sumber penyedia data,

kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat kesalahan, variabel

ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada, perlu diperhatikan dalam

pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang

dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima) tahun terakhir dengan

kedalaman data setingkat kelurahan. Data berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan

dapat memberikan gambaran perubahan apa yang terjadi pada bagian dari wilayah

Kota/kota.

Analisis dan kajian local content Kawasan Pekotaan dilakukan dengan menggunakan

metodologi deskriptif analisis kualitatif dan kuantitatif. Untuk menunjang deskriptif analisis

kuantitatif akan digunakan beberapa teknik analisis yang relevan.

Berdasarkan jenis datanya maka kegiatan pengumpulan data melalui survei dilakukan

melalui 2 (dua) metode pengumpulan data, yaitu:

Survei Data Instansional atau Pengumpulan Data Sekunder, adalah metoda

pengumpulan data yang dilakukan dengan mengambil data sekunder dari berbagai instansi

atau dari laporan beberapa instansi terkait. Misalnya data dari kantor/instansi/dinas/badan

yang ada dilingkungan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah, instansi vertikal lainnya,

dan sebagainya.

Data-data sekunder yang akan dikumpulkan pada tahap ini antara lain:

Rencana Tata Ruang Kota terkait;

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD);

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RJPMD);

Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD);

Statistik Kota Dalam Angka;

Kecamatan Dalam Angka;

Dokumen perencanaan lainnya yang berkaitan dengan wilayah perencanaan.

Survei Lapangan atau Pengumpulan Data Primer, yaitu kegiatan survei yang ditujukan

untuk mendapatkan data primer yang dilakukan melalui pengamatan, pengukuran kondisi

lapangan ataupun melalui interview dengan nara sumber serta penyebaran daftar

pertanyaan (questioner) pada reponden. Pengumpulan data primer pada dasarnya juga

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

dapat dilakukan dengan menggunakan metoda-metoda seperti di atas (wawancara dan

diskusi/FGD). Namun untuk pengumpulan data yang berkaitan dengan kondisi faktual

lapangan maka dilakukan metoda observasi lapangan yaitu melakukan peninjauan langsung

kelokasi wilayah studi/lapangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat observasi

lapangan adalah:

Potensi Fisik Tata Ruang wilayah perencanaan;

Masalah pembangunan dan perwujudan ruang kawasan;

Kondisi kependudukan;

Kondisi sosial budaya, ekonomi dan keuangan;

Kondisi topografi, kemiringan, daerah genangan dan daya dukung pengembangan

fisik kawasan;

Penggunaan lahan eksisting;

Pemanfaatan ruang dan kecenderungan perubahan lahan;

Penyebaran fasilitas umum dan sosial;

Jaringan pergerakan (aksessibilitas/transportasi/sirkulasi);

Jaringan utilitas;

Kondisi perumahan dan permukiman;

Kondisi bangunan (bangunan tunggal, rendeng, kopel, tidak bertingkat, bertingkat

dan lain sebagainya.)

Kedua kegiatan survei tersebut diatas dilakukan secara bersama-sama oleh konsultan

pelaksana, untuk mendapatkan data yang valid dan dapat dipercaya serta dapat

menghasilkan produk yang berkualitas dan sesuai dengan kondisi lapangan.

Berdasarkan jenisnya, kebutuhan data dan informasi dibagi ke dalam dua bagian yaitu data

sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data dalam bentuk

dokumen kebijaksanaan serta data-data tertulis lainnya sedangkan data primer adalah data-

data yang dikumpulkan di lapangan yang dilakukan melalui pengamatan langsung ke

wilayah perencanaan (on site-visit) serta survei dan pengumpulan pendapat (polling) melalui

kuisioner.

Bab 4 | 13

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Data Primer

Data primer yang akan dikumpulkan antara lain adalah:

- Issue atau pemikiran baru yang berkembang di masyarakat dunia usaha, atau

pemerintah daerah yang mendesak dan berpengaruh terhadap perubahan

kebijaksanaan penataan ruang wilayah Kota.

- Data pengggunaan lahan (dalam bentuk zona-zona) penggunaan lahan yang paling

baru.

- Data mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kesesuaian

penggunaan lahan.

Data Sekunder

Data sekunder yang akan dikumpulkan antara lain adalah:

- Dokumen yang berupa Undang-Undang dan atau Peraturan Pemerintah yang terbit

selama kurun waktu perencanaan yang berpengaruh atau berhubungan erat

terhadap penyusunan RDTR Kawasan.

- Dokumen kebijaksanaan tata ruang wilayah propinsi dan kebijaksanaan sektor dalam

skala regional propinsi.

- Dokumen lengkap dari RTRW Kota yang berupa Buku Laporan Pendahuluan, Fakta

dan Analisis, Rancangan Rencana serta Buku Rencana tahun terakhir.

- Dokumen perizinan penggunaan lahan dalam skala besar.

- Data mengenai perkembangan investasi berskala besar selama kurun waktu

perencanaan.

Untuk lebih jelasnya mengenai kebutuhan data sekunder dapat dilihat pada Tabel 4.1

berikut.

Tabel 4. 1 Check List Data Survey Sekunder

NoKlasifikasi

DataData yang

dibutuhkanKeteranga

n

Ketersediaan (ada/tidak

ada)Instansi

1. Kebijakan / Pedoman / Peraturan

RTRW NasionalDeskripsi dan Peta

Kemen. ATR

RTRW Provinsi Deskripsi dan Peta

Bappeda Prov

Bab 4 | 14

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

NoKlasifikasi

DataData yang

dibutuhkanKeteranga

n

Ketersediaan (ada/tidak

ada)Instansi

RTRWDeskripsi dan Peta

Bappeda Kota

RDTR Kecamatan lainnya

Deskripsi dan Peta

Dinas PU/Bappeda Kota

Rencana tata ruang terkait lainnya yg sudah ada

Deskripsi dan Peta

Dinas PU/Bappeda Kota

Kebijakan terkait lainnya, terkait pengembangan wilayah

Deskripsi dan Peta

Kemen. ATR, Bappeda & dinas terkait lainnya

Berbagai peraturan terkait penataan ruang

Deskripsi Kemen. ATR

2. Fisik Dasar

Peta Topografi PetaBappeda Kota, Dinas PU, Bakosurtanal (BIG)

Peta Geologi Peta Puslitbang Geologi

Peta Jenis tanah PetaPuslit Tanah dan Agroklimat

Peta Hidrologi Peta Puslitbang Geologi

3. Demografi

Jumlah penduduk DeskripsiBPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Capil

Sebaran penduduk DeskripsiBPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Capil

Komposisi penduduk DeskripsiBPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Capil

Mata pencaharian/ Pendapatan

DeskripsiBPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Capil

Pertumbuhan penduduk

DeskripsiBPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Capil

4. Sosial BudayaKondisi sosial dan budaya

Deskripsi Bappeda

5.

Kemampuan Tumbuh & Berkembang Dalam Skala Regional

Sektor unggulan wilayah sekitar

Deskripsi dan Peta

BPS, Bappeda

6.Pusat Kegiatan Dan Pola Ruang

Peta Penggunaan lahan / land use

Peta BPN, Bappeda

Peta Status Hutan Peta

Kemen. Kehutanan, Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan

Bab 4 | 15

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

NoKlasifikasi

DataData yang

dibutuhkanKeteranga

n

Ketersediaan (ada/tidak

ada)Instansi

7.Transportasi & Komunikasi

Studi/Informasi/Kajian terhadap Trayek Angkutan Umum

Deskripsi dan Peta

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

Studi/Informasi/Kajian terhadap Trayek Angkutan

Deskripsi dan Peta

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

Peta Sebaran Fasilitas Pendukung (Terminal, Halte)

Deskripsi dan Peta

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

Peta/Informasi/Kajian Jaringan Pendestrian Ways

Deskripsi dan Peta

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

Masterplan Sistem Transportasi Darat

Deskripsi dan Peta

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

Tatanan Transportasi Lokal

Deskripsi dan Peta

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

Studi/informasi/kajian mengenai telekomunikasi

Deskripsi dan Peta

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

Informasi sebaran menara BTS

Deskripsi dan Peta

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

8. Ekonomi

Jenis aktivitas perekonomian

Deskripsi Bappeda

Lokasi kegiatan ekonomi

Deskripsi dan Peta

Bappeda

Sektor unggulan & prioritas

Deskripsi

Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan Bappeda, BKPMD

Jumlah produksi Deskripsi

Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan, Bappeda

PDRB Deskripsi BPS, Bappeda

Skala pelayanan ekonomi yang ada

Deskripsi

Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan, Bappeda

9.Fasilitas Umum & Sosial

Sebaran Fasilitas Umum dan Sosial

Deskripsi dan Peta

BPS, Bappeda

10. UtilitasData Air bersih

Deskripsi dan Peta

Dinas PU, Dinas Kesehatan

Data Air Limbah Deskripsi Dinas PU

Bab 4 | 16

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

NoKlasifikasi

DataData yang

dibutuhkanKeteranga

n

Ketersediaan (ada/tidak

ada)Instansi

dan Peta

Data PersampahanDeskripsi dan Peta

Dinas kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman/Dinas terkait lainnya

Data DrainaseDeskripsi dan Peta

Dinas PU

Data jaringan listrikDeskripsi dan Peta

PLN

11. Pertanahan

Status tanahDeskripsi dan Peta

BPN

Kepemilikan tanahDeskripsi dan Peta

BPN

Data ijin lokasiDeskripsi dan Peta

BPN

12. Pengendalian

Sistem perijinan eksisting

Deskripsi Dinas PU

Aturan insentif / disinsentif

Deskripsi Bappeda, Setda

13.Pembiayaan Pembangunan

Pola pembiayaan Deskripsi Bappeda

Sumber pembiayaan Deskripsi Bappeda

A. Teknik wawancara

Metode wawancara merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan informasi

dari masyarakat atau para stakeholders lainnya. Kegiatan ini dipilih untuk dilakukan dengan

dua alasan. Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang

diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri

subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal

yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga

masa mendatang.

Wawancara pada dasarnya merupakan langkah pencarian atau pengumpulan data dengan

melakukan tanya-jawab secara langsung pada obyek/responden, yang dilaksanakan secara

sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Dalam pelaksanaanya teknik

wawancara dapat dibagi dalam dua jenis yaitu wawancara yang terstruktur dan wawancara

tidak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang menggunakan instrumen

wawancara, yang biasanya berupa pedoman wawancara (interview guidance), sedangkan

wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang dilakukan secara spontan, bebas yang

dikembangkan dari proses tanya jawab di lapangan. Secara ringkas dapat diuraikan sebagai

berikut.

Bab 4 | 17

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Wawancara Semi Terstruktur

Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Artinya peneliti

mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh

suatu susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tentu saja peneliti

menyimpan cadangan masalah yang perlu ditanyakan kepada informan /masyarakat.

Cadangan masalah tersebut adalah kapan menanyakannya, bagaimana urutannya, akan

seperti apa rumusan pertanyaannya dan sebagainya yang biasanya muncul secara spontan

sesuai dengan perkembangan situasi wawancara itu sendiri. Dengan teknik ini peneliti

mengharapkan wawancara berlangsung luwes; arahnya bisa lebih terbuka, percakapan

tidak membuat jenuh kedua belah pihak, sehingga diperoleh informasi yang lebih kaya.

Wawancara Terstruktur dan Mendalam (In-depth Interview)

Metoda ini merupakan cara untuk menggali data dan informasi dari responden

(stakeholders) dengan menggunakan metoda wawancara mendalam dan terarah dengan

mengacu pada guide interview dan memiliki indikator kunci keberhasilan. Wawancara

secara mendalam pada responden dengan pertanyaan yang terstruktur maupun non

struktur (pengembangan dengan mengajukan pertanyaan berdasarkan jawaban responden).

B. Teknik Diskusi Kelompok

Salah satu metode untuk memperolah data kualitatif yaitu melalui metode Diskusi Kelompok

Terarah (Focus Group Discussion /FGD), dimana FGD dilakukan untuk membahas topik

tertentu secara rinci. Pesertanya terdiri dari orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang

tata ruang, mereka yang tertarik dengan topik tata ruang atau mereka yang akan terkena

dampak dari pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah. Metode yang dipakai dalam FGD

adalah diskusi dengan terlebih dahulu peserta diberikan paparan/informasi/pertanyaan yang

kompleks dan spesifik tentang pemanfaatan ruang (RDTR Kawasan Perencanaan) yang

akan dibahas dalam FGD. Diharapkan dalam FGD muncul feed back dari peserta FGD

sehingga informasi yang ingin digali oleh konsultan bisa diperoleh.

C. Teknik penjaringan aspirasi

- Metode Partisipatif

Dalam kaitannya dengan kegiatan ini, metoda analisa yang digunakan, yaitu: (1) pemetaan

kebijakan, (2) pemetaan stakeholder.

Bab 4 | 18

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Pemetaan Kebijakan

Pemetaan kebijakan adalah suatu metode untuk memetakan semua kebijakan

peraturan perundangan yang terkait untuk mendapatkan kesimpulan mengenai posisi

persoalan yang ada. Dalam kaitannya dengan kegiatan ini, pemetaan kebijakan ini

digunakan untuk melihat apakah kebijakan dan peraturan yang ada sudah mendukung

pada RTR yang telah ideal atau belum. Adapun dalam prosesnya, pemetaan

kebijakan ini dilakukan dengan menggunakan alat analisa berupa analisis isi (content

analysis).

Analisis Isi (Content Analysis), yaitu suatu metode untuk mengkaji substansi dan

konsistensi dari suatu kebijakan, program, dan/atau perangkat hukum tertentu yang

berkaitan dengan suatu permasalahan tertentu. Dalam rangkaian kegiatan ini, analisis

isi ini dilakukan sebagai satu kesatuan dalam studi literatur. Adapun dokumen

kebijakan dan peraturan yang dikaji antara lain meliputi:

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Permen No 20 tahun 2011 tentang Pedoman Penysunan RDTR dan Peraturan

Zonasi.

Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) baik tingkat nasional, provinsi maupun

Kota.

Dokumen Rencana Strategis Daerah.

Dokumen kebijakan sektoral yang terkait dengan pengembangan wilayah.

Pemetaan Stakeholders

Pemetaan stakeholder adalah suatu alat analisa dalam studi terkait dengan

pembangunan suatu wilayah. Pemetaan stakeholder ini dikenal juga sebagai analisa

pemangku kepentingan yaitu suatu analisis untuk melihat siapa pihak yang terkait dan

pihak tersebut memiliki peran sebagai apa. Analisis pemangku kepentingan ini

diperlukan pada suatu kondisi yang ternyata banyak pihak terlibat yang seringkali

mengalami kesulitan untuk membedakan peran dan fungsinya secara langsung.

Terkait dengan upaya integrasi perencanaan pembangunan dengan perencanaan

spasial, analisa ini menjadi penting, karena perencanaan pembangunan dan

Bab 4 | 19

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

perencanaan spasial melibatkan banyak pemangku kepentingan dari berbagai

tingkatan dan dari berbagai aspek, sehingga apabila tidak dilakukan proses analisis ini

akan menyebabkan tumpang tindih ataupun ketidakadaan pihak yang menjalankan

fungsi dan peran tersebut. Adapun dalam proses analisis pemangku kepentingan ini

dilakukan beberapa proses tahapan analisis, yaitu : (1) pemetaan pemangku

kepentingan, (2) analisis kepentingan pemangku kepentingan, (3) perumusan peran

dan fungsi dari tiap pemangku kepentingan.

Sebagai langkah awal dalam analisis pemangku kepentingan ini dilakukan proses

identifikasi. Dalam proses identifikasi ini perlu diperhatikan beberapa pertanyaan

sebagai tuntunan persiapan pemetaan pemangku kepentingan, yaitu:

Siapa saja pihak berkepentingan dalam penyusunan rencana tata ruang?

Siapa saja perwakilan-perwakilan dari mereka yang akan terpengaruh dengan

perubahan dalam penyusunan rencana tata ruang?

Siapa yang bertanggung jawab terhadap terselenggaranya penyusunan rencana

tata ruang?

Siapa yang cenderung tergerak untuk melaksanakan maupun menentang

penyusunan rencana tata ruang?

Siapa yang dengan partisipasinya dapat membuat penyusunan rencana tata

ruang menjadi lebih efektif?

Siapa yang dengan tidak berpartisipasi dapat membuat penyusunan rencana tata

ruang menjadi kurang efektif?

Siapa yang dapat memberikan kontribusi secara finansial maupun teknis dalam

upaya integrasi penyusunan rencana tata ruang?

Siapa yang perlu merubah pemikiran dan kebiasaannya guna mendukung upaya

terciptanya penyusunan rencana tata ruang l yang lebih efektif?

Dari hasil identifikasi awal tersebut dilakukan proses analisis lanjutan berupa

indentifikasi kelompok utama para pemangku kepentingan. Dengan didasarkan pada

teori Meltsner (1976), hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam proses identifikasi

dan penentuan kelompok unsur pembentuk pemangku kepentingan yang utama

tersebut adalah:

Bab 4 | 20

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

a. Actor, yaitu perorangan ataupun kelompok yang terlibat, terkena dampak, yang

memungkinkan untuk memberi dukungan ataupun menentang upaya penyusunan

rencana tata ruang tersebut. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melihat

aktor-aktor utama ini adalah:

Menyusun daftar kepentingan dan aktor-aktor potensial, baik grup maupun

perorangan, secara fleksibel,

Mengidentifikasikan orang /kelompok yang secara kasat mata tidak terlibat

langsung namun memiliki kemungkinan untuk menerima imbas / terkena

pengaruh apabila upaya integrasi perencanaan pembangunan dan perencanaan

spasial diimplementasikan.

Adapun aktor-aktor selaku pemangku kepentingan dimaksud umumnya terdiri

atas:

Badan perencanaan dan pembangunan Bappeda)

Badan koordinasi penataan ruang (BKPRD)

Dinas terkait

b. Beliefs and Motivations, yaitu hal-hal yang dipercayai atau diketahui oleh aktor-

aktor tersebut mengenai upaya integrasi yang dibahas serta kemungkinan

penyelesaian masalah. Hal ini juga berkaitan dengan apa yang diinginkan serta

diperlukan pemangku kepentingan tersebut. Untuk itu, diperlukan informasi

mengenai :

Apa yang dipercaya / diketahui pemangku kepentingan mengenai penyusunan

rencana tata ruang;

Tujuan dan sasaran pemangku kepentingan berkaitan dengan penyusunan

rencana tata ruang;

Identifikasi apa yang akan dan dapat dilakukan masing-masing pemangku

kepentingan untuk mencapai tujuan dan sasarannya,

Identifikasi kondisi-kondisi yang tidak dapat dikompromikan oleh masing-masing

pemangku kepentingan.

c. Resources, atau sumber daya yang dimiliki oleh pemangku kepentingan,

merupakan daftar mengenai apa yang dimiliki oleh masing-masing pemangku

Bab 4 | 21

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

kepentingan yang diperkirakan dapat mempengaruhi pelaksanaan penyusunan

rencana tata ruang sesuai dengan kepentingan masing – masing. Adapun sumber

daya yang perlu diidentifikasi antara lain:

Sumber daya finansial, yang dapat digunakan untuk mendukung kepentingan

pemangku kepentingan tersebut serta yang dapat mempengaruhi implementasi

perencanaan pembangunan dan perencanaan spasial,

Power, pengaruh, atau kewenangan yang dimiliki pemangku kepentingan untuk

mempengaruhi perencanaan pembangunan dan perencanaan spasial, dan yang

dapat mempengaruhi tindakan pemangku kepentingan yang lainnya.

Dari hasil identifikasi pemangku kepentingan tersebut dilakukan proses analisis kepentingan

pemangku kepentingan dan dampak potensial terhadap kepentingan tersebut. Analisis ini

dilakukan dengan melihat perbedaan latar belakangnya, harapan kebutuhan, serta

keuntungan maupun kerugian yang akan dialami pemangku kepentingan berkaitan dengan

integrasi perencanaan pembangunan dan perencanaan spasial. Semua ini terkait dengan 3

variabel utama yaitu:

Interest atau motivasi, ketertarikan yang menjadi alasan dasar pemangku

kepentingan untuk terlibat atau dilibatkan dalam penyusunan rencana tata ruang;

Influence atau besarnya pengaruh, keberadaan pemangku kepentingan berkaitan

dengan kemampuan kontrol sumber daya atau kekuatan tertentu yang dapat

mempengaruhi proses pendampingan penyusunan rencana tata ruang;

Importance atau suatu tingkatan dimana tujuan akhir dari proses pendampingan

penyusunan rencana tata ruang akan bergantung pada keterlibatan aktif pemangku

kepentingan.

Dari proses identifikasi di atas, selanjutnya dikembangkan suatu pemetaan terhadap unsur-

unsur pengaruh dan kepentingan dari masing-masing kelompok pemangku kepentingan,

yang kemudian dengan menggunakan matriks pemetaan akan diperoleh keterkaitan antara

tingkat kepentingan, pengaruh, dan permasalahan yang dihadapi terkait dengan

pendampingan pada penyusunan rencana tata ruang.

Hasil identifikasi pemangku kepentingan tersebut selanjutnya dapat dikembangkan menjadi

suatu matriks analisa pemangku kepentingan yang dapat memperlihatkan bobot prioritas

pemangku kepentingan yang akan diikut sertakan dalam pendampingan penyusunan

Bab 4 | 22

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

rencana tata ruang. Tabel analisa pemangku kepentingan tersebut akan memberikan

pembobotan terhadap masing-masing aspek, yaitu:

Efek kebijakan terhadap kepentingan pemangku kepentingan: apakah negatif,

positif, atau tidak ada efek yang berarti apapun

Tingkat kepentingan pemangku kepentingan terhadap kebijakan: apakah sangat

penting atau tidak penting

Tingkat pengaruh pemangku kepentingan terhadap kebijakan: apakah sangat

berpengaruh, tidak berpengaruh sama sekali

Berdasarkan matriks analisa pemangku kepentingan tersebut, selanjutnya akan didapat

hasil analisa keseluruhan berupa matriks hasil pemetaan pemangku kepentingan,

khususnya berdasarkan tingkat kepentingan pemangku kepentingan untuk terlibat serta

tingkat pengaruhnya terhadap upaya pendampingan penyusunan rencana tata ruang.

D. Metode penjaringan aspirasi pakar

Keterlibatan Pakar

Dalam pemilihan Tim Pakar sebaiknya bersifat minimum requirement terdiri dari

seorang perencana wilayah dan kota, seorang ekologiwan, dan seorang ekonomi

wilayah. Dengan adanya minimum requirement ini diharapkan Kriteria dan Indikator

muatan-muatan dasar yang efektif dapat dicapai, tetapi dengan pelibatan tim pakar

yang lebih besar akan lebih memungkinkan untuk pemilihan K&I dengan yang lebih

baik karena:

Jika seorang anggota dari tim yang terdiri dari tiga orang tidak bisa berperan

karena sesuatu hal, tim ini tidak dapat lagi bekerja;

Tim yang lebih besar memberi kesempatan bagi disiplin ilmu, kelembagaan atau

pandangan pribadi untuk dapat dimasukkan.

Perekrutan pakar dalam bidang yang sesuai perlu benar-benar diusahakan, baik

dalam hal disiplin ilmu maupun lokasi yang terkait. Penting juga memasukkan

perspektif yang berbeda ke dalam tim (contoh: para akademisi, konsultan, LSM,

pegawai pemerintah). Tim sebaiknya tidak mewakili kelompok orang dalam, yang

sangat mengenal satu sama lain dan memiliki pandangan yang hampir sama. Situasi

seperti ini dapat mengurangi keragaman pendapat dan kualitas diskusi pada saat

Bab 4 | 23

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

evaluasi K&I. Hasilnya, kesempatan untuk memasukkan K&I baru dan penting

mungkin akan hilang. Pelibatan Pakar sebaiknya:

Mengetahui dengan baik semua perkembangan mengenai implementasi program

/kegiatan dari sektoral maupun pemerintah daerah di lapangan;

Memiliki pemahaman yang baik tentang perdebatan terbaru dalam implementasi

pemanfaatan ruang;

Berpengalaman dan siap bekerja dengan pakar antar disiplin ilmu;

Mematuhi prosedur yang telah ditetapkan untuk pengujian;

Prasayarat pelibatan pakar dalam kegiatan ini, adalah:

Komposisi tim berdasarkan pengalaman dan latar belakang keahlian sangat

penting;

Pemahaman yang jelas tentang muatan RDTR, ZR dan ranperda adalah penting;

Tinjauan bersama untuk seluruh K&I, dua sampai tiga kali selama masa

pengujian, terbukti sangat bermanfaat untuk menjamin interaksi di antara

anggota tim dan juga saling membagikan pemahaman masing-masing yang

semakin meningkat mengenai kondisi lokal; dan

Pemahaman yang jelas tentang strategi yang digunakan dalam mengevaluasi

K&I sangat meningkatkan keefektifan tim dan harus berdasarkan konsensus di

antara pakar.

4.2.3 Pengolahan Dan Analisis Data

A. Ruang Lingkup Data

Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/PRT/M/2011 Pedoman

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota /Kota maka

Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan RDTR meliputi:

Analisis karakteristik wilayah, meliputi:

a. Kedudukan dan peran bagian dari wilayah Kota /kota dalam wilayah yang lebih

luas (Kota /kota);

b. Keterkaitan antar wilayah Kota /kota dan antara bagian dari wilayah Kota /kota;

c. Keterkaitan antar komponen ruang di BWP;

Bab 4 | 24

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

d. Karakteristik fisik bagian dari wilayah Kota /kota;

e. Kerentanan terhadap potensi bencana, termasuk perubahan iklim;

f. Karakteristik sosial kependudukan;

g. Karakteristik perekonomian; dan

h. Kemampuan keuangan daerah.

Analisis potensi dan masalah pengembangan BWP, meliputi:

a. Analisis kebutuhan ruang; dan

b. Analisis perubahan pemanfaatan ruang.

Analisis kualitas kinerja kawasan dan lingkungan.

B. Analisa Data

1) Analisis Pola Ruang

Dalam analisis pola pemanfaatan ruang ini secara umum kawasan dibedakan menjadi tiga

jenis, yaitu: (1) kawasan lindung; yaitu kawasan yang fungsi utamanya melindungi

kelestarian sumber daya alam, sumber daya buatan serta nilai budaya dan sejarah bangsa

dan harus dilindungi dari setiap kegiatan budidaya atau kegiatan produksi lainnya yang

dapat mengurangi atau merusak fungsi lindungnya, (2) kawasan budidaya, yaitu kawasan

yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya dapat dan perlu dimanfaatkan untuk

kepentingan produksi guna memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan, dan (3)

kawasan penyangga, yaitu kawasan yang terletak diantara kedua jenis kawasan yang

disebutkan terdahulu dan berfungsi sebagai penyangga agar pengembangan kawasan

budidaya tidak memasuki kawasan lindung. Pada kawasan ini, kegiatan budidaya secara

terbatas masih diperkenankan.

Menurut fungsinya, kawasan fungsi lindung dapat dibedakan menjadi empat, yaitu (1)

kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya, misalnya kawasan

hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air, (2) kawasan perlindungan

setempat, misalnya daerah sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar

waduk/danau, dan kawasan sekitar mata air, (3) kawasan suaka alam dan cagar budaya

misalnya kawasan suaka alam pantai berhutan bakau, dan kawasan suaka alam laut dan

perairan lainnya, dan (4) kawasan rawan bencana.

Bab 4 | 25

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Kawasan penyangga dapat difungsikan sebagai kawasan hutan produksi terbatas, kawasan

hutan produksi tetap, dan kawasan hutan produksi konversi. Sedangkan kawasan budidaya

berupa kawasan pertanian, kawasan pertambangan, kawasan industri, kawasan pariwisata,

dan kawasan permukiman.

Analisis ini ditekankan pada kajian berdasarkan zona awal fisik dasar kawasan

perencanaan. Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang terdiri dari beberapa kegiatan analisis

meliputi:

Analisis Konservasi Lingkungan

Analisis ini ditujukan pada 3 lingkup bahasan:

i. Analisis untuk mengkaji kawasan lindung secara lebih mendetail yang ada di kawasan

perencanaan yang telah ditetapkan dalam RTRW propinsi maupun RTRW Kota dan

deliniasi atau pembatasan lingkup untuk masing-masing kawasan lindung.

ii. Analisis untuk mengkaji keberadaan fungsi lindung setempat, seperti sempadan

sungai, dan mata air.

iii. Analisis pengembangan dan pengelolaan masing-masing jenis kawasan lindung.

iv. Analisis untuk mengkaji lahan-lahan yang dikembangkan untuk menjaga

keseimbangan pemanfaatan ruang.

Analisis Fisik Daya Dukung /Kemampuan Lahan

Berdasarkan masukan zona fisik dan sumber daya alam, maka akan dilakukan analisis

keadaan fisik guna melihat daya dukung /kemampuan kawasan. Daya dukung

menggambarkan besarnya kapasitas yang dapat dikembangkan dan kemungkinan

kesesuaian pemanfaatan ruang.

Analisis yang terkait dengan kondisi fisik dasar dan kemampuan daya dukung lahan dan

lingkungan terhadap kegiatan budidaya akan dilakukan melalui metode (cara) super-

imposed (teknik overlay) yaitu digunakan untuk menentukan daerah yang paling baik untuk

perkembangan. Faktor-faktor yang dikaji adalah semua aspek fisik dasar yang terdiri dari

klimatologi, komponen fisiografi yaitu topografi, geologi, sifat tanah, kesuburan tanah dan

erosi serta komponen hidrologi yang terdiri atas sungai, mata air dan air bawah tanah.

1. Klimatologi

Bab 4 | 26

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Komponen iklim meliputi Tipe iklim, dianalisis menggunakan metode Schmidth dan

Fergusson dengan menentukan nilai nisbih rata-rata bulan kering dengan rata-rata

bulan basah. Nilai nisbih ini dikenal dengan nilai Q (%). Bulan-bulan kering adalah

bulan yang mempunyai curah hujan kurang dari 60 mm. Sedangkan bulan-bulan

basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan diatas 100 mm. Data curah hujan

tersebut diambil dari data Stasiun Klimatologi (Instansional).

2. Fisiografi

Komponen fisiografi ini meliputi:

Topografi, diamati di lapangan dengan mengukur tingkat kemiringan lereng, arah

lereng dan panjang lereng. Untuk mengukur kemiringan digunakan rumus:

∆hK

X 100%

Dimana :h = Beda Tinggi

K =Kelas kemiringan

Geologi, formasi geologi diamati langsung di lapangan melalui singkapan yang

ada dan untuk membantu singkapan dipergunakan peta geologi.

3. Erosi

Untuk mengetahui besarnya erosi, data di lapangan yang diamati adalah curah hujan

(data sekunder), morfologi dan sifat tanah, panjang dan kemiringan lereng,

penggunaan lahan beserta jenis tanaman dominan dan pengelolaannya, serta teknik

konservasi tanah yang diterapkan pada lahan tersebut.

4. Kajian komponen hidrologi yang akan dilaksanakan menyangkut komponen keadaan

air permukaan (sungai, mata air), dan air bawah tanah. Dalam melaksanakan kajian

komponen hidrologi tersebut, akan dilakukan metode pengukuran langsung, metode

survei dan metode pendekatan dengan penerapan rumus yang memanfaatkan data

yang telah dicatat dalam kurun waktu tertentu.

2) Analisis Sumber Daya Alam

Tujuan kajian dalam analisis ini adalah melihat kondisi dan potensi yang ada dan dapat

dikembangkan antara lain: sumber daya air, tanah, dan mineral. Misalnya analisis sumber

air baku, analisis ini akan menggambarkan kapasitas dan kebutuhan air di kawasan

perencanaan pada awal dan akhir tahun perencanaan.

Bab 4 | 27

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

- Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan adalah penilaian lahan yang dilakukan secara sistematis

dengan jalan mengelompokkan ke dalam beberapa kategori didasarkan

kemampuannya dan faktor-faktor yang menghambat penggunaanya untuk jangka waktu

tertentu. Dengan adanya klasifikasi kesesuaian lahan diharapkan perlakuan yang

diberikan kepada lahan dapat diarahkan sedemikian rupa sesuai dengan

kemampuannya sehingga daya dukungnya dapat dipelihara dan dilestarikan dalam

jangka waktu tidak terbatas.

- Analisis Kawasan Budidaya Non Pertanian

Kawasan budidaya non pertanian meliputi permukiman, pariwisata, perindustrian,

penambangan golongan C, Pusat SKP/SP dan penggunaan lahan lainnya. Analisis

kawasan budidaya non pertanian lebih dititikberatkan kepada analisis kawasan

budidaya permukiman penduduk perkotaan beserta fasilitas penunjangnya, untuk dapat

menunjukkan struktur tata ruang yang ada di kawasan perencanaan.

Analisis ini akan bersifat rinci, yang menyangkut kapasitas daya dukung lahan,

kemampuan lahan pengembangan, dan batasan atau delineasi antara kegiatan

dominan dengan kegiatan penunjang. Berdasarkan metode analisis ini akan diketahui

kesesuaian pemanfaatan masing-masing penggunaan lahan sesuai dengan daya

dukung sumber daya alam yang ada di kawasan perencanaan.

- Analisis Pola Permukiman

Tujuan analisis ini adalah:

1. Menemukenali elemen-elemen yang berbeda dari sistem pemukiman regional,

yaitu jumlah dan lokasi satuan pemukiman dan interaksinya satu sama lain dalam

melakukan kegiatan ekonomi dan sosial.

2. Menentukan karakteristik fungsional masyarakat dan sejauh mana pemukiman-

pemukiman yang ada melayani penduduk yang tinggal di luar batas pemukiman

tersebut, yaitu sejauh mana pemukiman-pemukiman tersebut berfungsi sebagai

pusat pelayanan.

3. Memberikan gambaran mengenai pola pemukiman dalam wilayah, yaitu tingkat

hirarki dan penyebarannya dan sentralitas tempat-tempat yang ada di dalamnya.

Bab 4 | 28

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

4. Menentukan distribusi dan pola asosiasi antara fungsi-fungsi sosial dan ekonomi

(jasa-jasa, infrastruktur, organisasi, dan fasilitas) dalam pemukiman yang

merupakan hal penting untuk pembangunan lokal dan regional.

Analisis pola pemukiman dilakukan dengan menggunakan dua analisis dasar yaitu:

- Analisis pertumbuhan pemukiman

Analisis ini memberikan profil pendahuluan mengenai pola pemukiman untuk dianalisis

lebih lanjut. Selain itu, untuk mempermudah membedakan antara pemukiman kota dan

pemukiman desa, hasil analisis dapat pula memberikan pengertian mengenai besarnya

kelas-kelas pemukiman dan perubahannya dari waktu ke waktu.

- Analisis fungsi pemukiman

Analisis ini memberikan perhatian kepada fungsi-fungsi sosial dan ekonomi yang

dilakukan oleh masyarakat yang berlainan dan bagaimana masyarakat tersebut secara

bersama-sama membentuk pola atau sistem yang dapat mempengaruhi pembangunan

ekonomi atau sosial.

- Kriteria Kawasan Budidaya

Analisis ini lebih dititikberatkan pada analisis mengenai jenis-jenis kegiatan pertanian,

seperti pertanian tanaman pangan (sawah dan tegalan), perkebunan, peternakan,

perikanan, dan sebagainya, serta analisis mengenai luas lahan produktif yang dapat

dikembangkan.

3) Analisis Jaringan prasarana

Rencana jaringan prasarana merupakan pengembangan hierarki sistem jaringan prasarana

yang ditetapkan dalam rencana struktur ruang yang termuat dalam RTRW Kota /kota.

Rencana jaringan prasarana berfungsi sebagai:

a. Pembentuk sistem pelayanan, terutama pergerakan, di dalam BWP;

b. Dasar perletakan jaringan serta rencana pembangunan prasarana dan utilitas dalam

BWP sesuai dengan fungsi pelayanannya; dan

c. Dasar rencana sistem pergerakan dan aksesibilitas lingkungan dalam RTBL dan

rencana teknis sektoral.

Rencana jaringan prasarana dirumuskan berdasarkan:

a. Rencana struktur ruang wilayah Kota /kota yang termuat dalam RTRW;

Bab 4 | 29

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

b. Kebutuhan pelayanan dan pengembangan bagi BWP;

c. Rencana pola ruang BWP yang termuat dalam RDTR;

d. Sistem pelayanan, terutama pergerakan, sesuai fungsi dan peran BWP; dan

e. Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Rencana jaringan prasarana dirumuskan dengan kriteria:

a. Memperhatikan rencana struktur ruang bagian wilayah lainnya dalam wilayah Kota/kota

dan/atau wilayah administrasi Kota/kota sekitarnya yang berbatasan langsung dengan

BWP;

b. Menjamin keterpaduan dan prioritas pelaksanaan pembangunan prasarana dan utilitas

pada BWP;

c. Mengakomodasi kebutuhan pelayanan prasarana dan utilitas BWP; dan

d. Mengakomodasi kebutuhan fungsi dan peran pelayanan kawasan di dalam struktur

ruang BWP.

Materi rencana jaringan prasarana meliputi:

1. Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan

Rencana pengembangan jaringan pergerakan merupakan seluruh jaringan primer dan

jaringan sekunder pada BWP yang meliputi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan

lingkungan, dan jaringan jalan lainnya yang belum termuat dalam RTRW Kota/kota, yang

terdiri atas:

a. Jaringan jalan arteri primer dan arteri sekunder;

b. Jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder;

c. Jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder;

d. Jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder; dan

e. Jaringan jalan lainnya yang meliputi:

i. Jalan masuk dan keluar terminal barang serta terminal orang/penumpang sesuai

ketentuan yang berlaku (terminal tipe A, B dan C hingga pangkalan angkutan

umum);

ii. Jaringan jalan moda transportasi umum (jalan masuk dan keluarnya terminal

barang/orang hingga pangkalan angkutan umum dan halte); dan

Bab 4 | 30

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

iii. Jalan masuk dan keluar parkir.

Dalam hal terdapat jalur kereta api, jalur pelayaran, dan jalur pejalan kaki /sepeda, selain

memuat jaringan pergerakan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka

5, rencana jaringan pergerakan juga harus memuat rencana jalur kereta api, jalur pelayaran,

dan jalur pejalan kaki /sepeda.

2. Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan

Rencana pengembangan jaringan energy /kelistrikan merupakan penjabaran dari jaringan

distribusi dan pengembangannya berdasarkan prakiraan kebutuhan energy /kelistrikan di

BWP yang termuat dalam RTRW, yang terdiri atas:

a. Jaringan subtransmisi yang berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari sumber daya

besar (pembangkit) menuju jaringan distribusi primer (gardu induk) yang terletak di

BWP (jika ada);

b. Jaringan distribusi primer (jaringan SUTUT, SUTET, dan SUTT) yang berfungsi untuk

menyalurkan daya listrik dari jaringan subtransmisi menuju jaringan distribusi sekunder,

yang dilengkapi dengan infrastruktur pendukung yang meliputi:

i. Gardu induk yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari jaringan subtransmisi

(70-500 kv) menjadi tegangan menengah (20 kv); dan

ii. Gardu hubung yang berfungsi untuk membagi daya listrik dari gardu induk menuju

gardu distribusi;

c. Jaringan distribusi sekunder yang berfungsi untuk menyalurkan atau menghubungkan

daya listrik tegangan rendah ke konsumen, yang dilengkapi dengan infrastruktur

pendukung berupa gardu distribusi yang berfungsi untuk menurunkan tegangan primer

(20 kv) menjadi tegangan sekunder (220 v /380 v).

Dalam hal terdapat jaringan pipa minyak dan gas bumi, selain memuat jaringan energi

/kelistrikan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 3, rencana jaringan

energy /kelistrikan juga harus memuat rencana jaringan pipa minyak dan gas bumi.

3. Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi

Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi terdiri atas:

Bab 4 | 31

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

a. Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi yang berupa penetapan

lokasi pusat automatisasi sambungan telepon;

b. Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel yang berupa penetapan

lokasi stasiun telepon otomat, rumah kabel, dan kotak pembagi;

c. Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel yang berupa penetapan

lokasi menara telekomunikasi termasuk menara Base Transceiver Station (BTS);

d. Rencana pengembangan sistem televisi kabel termasuk penetapan lokasi stasiun

transmisi;

e. Rencana penyediaan jaringan serat optik; dan

f. Rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi.

4. Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum

Rencana pengembangan jaringan air minum berupa rencana kebutuhan dan sistem

penyediaan air minum, yang terdiri atas:

a. Sistem penyediaan air minum wilayah Kota/kota yang mencakup sistem jaringan

perpipaan dan bukan jaringan perpipaan;

b. Bangunan pengambil air baku;

c. Pipa transmisi air baku dan instalasi produksi;

d. Pipa unit distribusi hingga persil;

e. Bangunan penunjang dan bangunan pelengkap; dan

f. Bak penampung.

5. Rencana Pengembangan Jaringan Drainase

Rencana pengembangan jaringan drainase terdiri atas:

a. Sistem jaringan drainase yang berfungsi untuk mencegah genangan; dan

b. Rencana kebutuhan sistem jaringan drainase yang meliputi rencana jaringan primer,

sekunder, tersier, dan lingkungan di BWP;

Dalam hal kondisi topografi di BWP berpotensi terjadi genangan, maka perlu dibuat kolam

retensi, sistem pemompaan, dan pintu air.

Bab 4 | 32

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

6. Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah

Jaringan air limbah meliputi sistem pembuangan air limbah setempat (onsite) dan/atau

terpusat (offsite).

Sistem pembuangan air limbah setempat, terdiri atas:

a. Bak septik (septic tank); dan

b. Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).

Sistem pembuangan air limbah terpusat, terdiri atas:

a. Seluruh saluran pembuangan; dan

b. Bangunan pengolahan air limbah.

7. Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya

Penyediaan prasarana lainnya direncanakan sesuai kebutuhan pengembangan BWP,

misalnya BWP yang berada pada kawasan rawan bencana wajib menyediakan jalur

evakuasi bencana yang meliputi jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara yang

terintegrasi baik untuk skala Kota/kota, kawasan, maupun lingkungan. Jalur evakuasi

bencana dapat memanfaatkan jaringan prasarana dan sarana yang sudah ada.

Peta rencana jaringan prasarana digambarkan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Peta rencana jaringan prasarana memuat jaringan jalan dan sistem prasarana wilayah

lainnya yang digambarkan pada satu lembar peta secara utuh dan dapat digambarkan

secara tersendiri untuk masing-masing rencana jaringan prasarana;

2. Rencana jaringan prasarana digambarkan dalam peta dengan skala atau tingkat

ketelitian minimal 1:5.000 dan mengikuti ketentuan mengenai sistem informasi geografis

yang dikeluarkan oleh kementerian /lembaga yang berwenang;

3. Untuk BWP yang memiliki wilayah pesisir dan laut dapat dilengkapi dengan peta

batimetri yang menggambarkan kontur laut.

Rencana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (apabila ada, disusun sesuai

kepentingannya) dapat disiapkan sebagai bagian dari rencana jaringan prasarana, atau

sebagai rencana pada bab tersendiri, yang memuat rencana-rencana mitigasi dan/atau

adaptasi untuk mewujudkan daya tahan dan mengatasi kerentanan terhadap perubahan

iklim pada suatu BWP. Gambar 4.2 Berikut adalah ilustrasi rencana jaringan prasarana di

BWP.

Bab 4 | 33

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Gambar 4. 2 ilustrasi peta rencana jaringan prasarana di BWP

4) Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya

Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan upaya dalam rangka

operasionalisasi rencana tata ruang yang diwujudkan ke dalam rencana penanganan Sub

BWP yang diprioritaskan. Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya

bertujuan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki,

mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan dan /atau melaksanakan revitalisasi di

kawasan yang bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan Sub

BWP lainnya. Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan lokasi pelaksanaan

salah satu program prioritas dari RDTR.

Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya berfungsi sebagai:

a. Dasar penyusunan RTBL dan rencana teknis pembangunan sektoral; dan

b. Dasar pertimbangan dalam penyusunan indikasi program prioritas RDTR.

Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan berdasarkan:

a. Tujuan penataan BWP;

b. Nilai penting Sub BWP yang akan ditetapkan;

c. Kondisi ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan Sub BWP yang akan ditetapkan;

d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup BWP; dan

e. Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Bab 4 | 34

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan dengan kriteria:

a. Merupakan faktor kunci yang mendukung perwujudan rencana pola ruang dan rencana

jaringan prasarana, serta pelaksanaan peraturan zonasi di BWP;

b. Mendukung tercapainya agenda pembangunan dan pengembangan kawasan;

c. Merupakan Sub BWP yang memiliki nilai penting dari sudut kepentingan ekonomi,

sosial-budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, fungsi dan

daya dukung lingkungan hidup, dan/atau memiliki nilai penting lainnya yang sesuai

dengan kepentingan pembangunan BWP; dan/atau

d. Merupakan Sub BWP yang dinilai perlu dikembangkan, diperbaiki, dilestarikan, dan/atau

direvitalisasi agar dapat mencapai standar tertentu berdasarkan pertimbangan ekonomi,

sosial-budaya, dan/atau lingkungan.

Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya harus memuat sekurang-

kurangnya:

a. Lokasi

Lokasi Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya digambarkan dalam peta. Lokasi

tersebut dapat meliputi seluruh wilayah Sub BWP yang ditentukan, atau dapat juga meliputi

sebagian saja dari wilayah Sub BWP tersebut. Batas delineasi lokasi Sub BWP yang

diprioritaskan penanganannya ditetapkan dengan mempertimbangkan:

1) Batas fisik, seperti blok dan subblok;

2) Fungsi kawasan, seperti zona dan subzona;

3) Wilayah administratif, seperti RT, RW, desa/kelurahan, dan kecamatan;

4) Penentuan secara kultural tradisional, seperti kampung, desa adat, gampong, dan

nagari;

5) Kesatuan karakteristik tematik, seperti kawasan kota lama, lingkungan sentra

perindustrian rakyat, kawasan sentra pendidikan, kawasan perkampungan tertentu,

dan kawasan permukiman tradisional; dan

6) Jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang cepat, kawasan terbangun

yang memerlukan penataan, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, dan

kawasan gabungan atau campuran.

b. Tema Penanganan

Bab 4 | 35

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Tema penanganan adalah program utama untuk setiap lokasi. Tema penanganan Sub BWP

yang diprioritaskan penanganannya terdiri atas:

1. Perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui penataan

lingkungan permukiman kumuh (perbaikan kampung), dan penataan lingkungan

permukiman nelayan;

2. Pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui

peremajaan kawasan, pengembangan kawasan terpadu, serta rehabilitasi dan

rekonstruksi kawasan pascabencana;

3. Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui

pembangunan kawasan permukiman (Kawasan Siap Bangun/Lingkungan Siap

Bangun-Berdiri Sendiri), pembangunan kawasan terpadu, pembangunan desa

agropolitan, pembangunan kawasan.

4. Pelestarian/pelindungan blok/kawasan, contohnya melalui pelestarian kawasan,

konservasi kawasan, dan revitalisasi kawasan.

Ilustrasi penetapan Sub WP yang diprioritaskan penangannannya dengan contoh lokasi

berupa kawasan koridor utama BWP dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.

Analisis fisik dan tata guna lahan

Analisis fisik wilayah merupakan analisis yang penting dilakukan untuk mengembangkan

suatu Kota/kota. Pengetahuan tentang kondisi fisik wilayah diperlukan sebagai salah satu

dasar pertimbangan untuk menentukan jenis kegiatan atau penggunaan lahan yang akan

sesuai untuk dilakukan di Kota/kota yang bersangkutan.

Gambar 4. 3 Ilustrasi Kawasan Koridor Utama BWP

Bab 4 | 36

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Analisis dilakukan untuk memberikan gambaran kerangka fisik pengembangan wilayah serta

batasan dan potensi alam BWP dengan mengenali karakteristik sumber daya alam,

menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan agar pemanfaatan lahan dalam

pengembangan wilayah dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan

keseimbangan ekosistem dan meminimalkan kerugian akibat bencana. Secara umum

analisis fisik/lingkungan dan SDA ini, memiliki keluaran sebagai berikut:

1. Gambaran daya dukung lingkungan fisik dalam menampung kegiatan yang ada

maupun yang akan dikembangkan sampai akhir masa berlakunya RDTR;

2. Gambaran daya dukung maksimum (daya tampung) ruang/lingkungan hidup dalam

menampung kegiatan sampai waktu yang melebihi masa berlakunya RDTR;

3. Gambaran kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang di masa datang berdasarkan

kondisi fisik/lingkungannya;

4. Gambaran potensi dan hambatan pembangunan keruangan dari aspek fisik; dan

5. Gambaran alternatif-alternatif upaya mengatasi hambatan fisik/lingkungan yang ada

di BWP.

Keluaran analisis fisik atau lingkungan BWP ini digunakan sebagai bahan dalam sintesa

analisis holistik dalam melihat potensi, masalah, peluang penataan ruang BWP dalam

penyusunan RDTR dan peraturan zonasi. Analisis sumber daya alam dan fisik/lingkungan

wilayah yang perlu dilakukan mencakup beberapa analisis berikut:

1. Analisis sumber daya air

Dilakukan untuk memahami bentuk dan pola kewenangan, pola pemanfaatan, dan pola

kerjasama pemanfaatan sumber daya air yang ada dan yang sebaiknya dikembangkan di

dalam BWP. Khususnya terhadap sumber air baku serta air permukaan (sungai dan/atau

danau) yang mengalir dalam BWP yang memiliki potensi untuk mendukung pengembangan

dan/atau memiliki kesesuaian untuk dikembangkan bagi kegiatan tertentu yang sangat

membutuhkan sumber daya air. Analisis ini menjadi dasar dalam menetapkan kebijakan

yang mengatur sumber-sumber air tersebut.

2. Analisis sumber daya tanah

Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan BWP

berdasarkan kesesuaian tanah serta kawasan rawan bencana. Analisis ini menghasilkan

rekomendasi bagi peruntukan zona budi daya dan zona lindung.

3. Analisis topografi dan kelerengan

Bab 4 | 37

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Analisis topografi dan kelerengan dilakukan untuk potensi dan permasalahan

pengembangan wilayah perencanaan berdasarkan ketinggian dan kemiringan lahan.

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung serta kesesuaian lahan bagi

peruntukan kawasan budi daya dan lindung.

4. Analisis geologi lingkungan

Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan pengembangan BWP berdasarkan

potensi dan kendala dari aspek geologi lingkungan. Analisis ini menjadi rekomendasi bagi

peruntukan kawasan rawan bencana, kawasan lindung geologi, dan kawasan

pertambangan.

5. Analisis klimatologi

Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan BWP

berdasarkan kesesuaian iklim setempat. Analisis ini menjadi bahan rekomendasi bagi

kesesuaian peruntukan pengembangan kegiatan budi daya.

6. Analisis sumber daya alam (zona lindung)

Dilakukan untuk mengetahui daya dukung/kemampuan wilayah perencanaan dalam

menunjang fungsi hutan/sumber daya alam hayati lainnya, baik untuk perlindungan maupun

kegiatan produksi. Selain itu, analisis ini dimaksudkan untuk menilai kesesuaian lahan bagi

penggunaan hutan produksi tetap dan terbatas, hutan yang dapat dikonversi, hutan lindung,

dan kesesuaian fungsi hutan lainnya.

7. Analisis sumber daya alam dan fisik wilayah lainnya (zona budi daya)

Selain analisis tersebut diatas, perlu juga dilakukan analisis terhadap sumber daya alam

lainnya sesuai dengan karakteristik BWP yang akan direncanakan, untuk mengetahui pola

kewenangan, pola pemanfaatan, maupun pola kerjasama pemanfaatan sumber daya

tersebut.

Salah satu metoda yang digunakan untuk menganalisis kondisi fisik wilayah Kota/Kota

dilakukan dengan menggunakan teknologi Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System - GIS) yang meliputi beberapa

tahapan pekerjaan sebagai berikut :

Teknologi Penginderaan Jauh

Teknologi penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan

menganalisa informasi tentang bumi dimana informasi tersebut khusus berbentuk radiasi

Bab 4 | 38

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

gelombang elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari permukaan bumi.

Adapun tahapan pekerjaan penginderaan jauh dalam pekerjaan ini antara lain :

a. Koreksi Radiometrik, Koreksi Radiometrik yang akan dilakukan pada tahap ini adalah

koreksi terhadap kesalahan eksternal atau kesalahan yang tidak dapat diprediksi

sebelumnya.

b. Koreksi Geometrik, Koreksi geometrik dimaksudkan untuk menempatkan setiap piksel

pada posisi yang sebenarnya di permukaan bumi. Untuk menempatkan kembali posisi

tersebut, maka diperlukan beberapa titik yang diketahui koordinatnya dan dapat

diidentifikasi pada citra, misalnya : persimpangan jalan, persimpangan jalan dan

sungai/saluran, bangunan-bangunan penting dan titik pertemuan cabang sungai

c. Penajaman Citra, Penajaman citra dilaksanakan untuk mempertinggi kekontrasan yang

terdapat dalam citra. Penajaman citra dilaksanakan dengan tujuan mempermudah

interpretasi secara visual. Hal ini dilakukan dengan mengubah nilai piksel dengan

metode tertentu.

d. Klasifikasi Citra, Klasifikasi citra adalah kegiatan pengenalan suatu objek pada sebuah

citra. Dalam pekerjaan ini, pengenalan objek yang dilakukan adalah secara digital dan

visual pada layar monitor komputer. Pengenalan tersebut dilakukan dengan

menggunakan ciri-ciri objek yang terekam pada citra. Ciri-ciri tersebut ada 3, yaitu:

1. Ciri spektral, tercermin dalam tingkat kecerahan /keabuan atau rona yang

diakibatkan oleh nilai pantulan atau pancaran.

2. Ciri spasial yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola, situs, dan

asosiasi.

3. Ciri temporal, yaitu ciri objek yang terkait dengan umur maupun saat perekaman.

Dalam pelaksanaannya, pengenalan objek pada citra dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:

Deteksi, Identifikasi dan Pengenalan akhir.

a. Interpretasi Citra, Kegiatan ini merupakan upaya untuk mengenali pola spektral yang

ditampakkan oleh citra satelit sesuai dengan kondisi eksisting di permukaan bumi, yang

selanjutnya akan dianalisis untuk kesesuaian lahan, pengembangan wilayah dan lain

sebagainya.

b. Survei Ground Truth dengan GPS, Pengukuran GPS dilakukan untuk mendapatkan

titik kontrol di lapangan, dimana selanjutnya titik-titik ini digunakan untuk melakukan

koreksi geometrik. Pengukuran titik kontrol tanah akan dilakukan dengan teknik GPS

(Global Positioning System) kinematik sedemikian rupa, sehingga diperoleh ketelitian

Bab 4 | 39

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

hasil koordinat titik yang memadai untuk dipakai pada pemetaan dengan citra yang

memiliki resolusi tinggi. Dari titik kontrol tanah hasil pengukuran GPS tersebut dipakai

beberapa titik tergantung pada jenis/sistem transformasi yang dipilih.

Teknologi Sistem Informasi Geografis

Teknologi sistem informasi geografis merupakan suatu perangkat alat untuk

mengumpulkan, menyimpan, memproses kembali, mentransformasi dan menyajikan data

spasial dari aspek-aspek permukaan bumi. Adapun tahapan pekerjaan yang dilakukan

untuk SIG antara lain :

a. Akuisisi data, akuisisi data meliputi pengumpulan data-data yang diperlukan, baik data

yang berupa peta, data tabel dan lain sebagainya. Data tersebut meliputi: peta dasar,

peta penggunaan lahan, peta batimetri, peta lingkungan pantai dan peta-peta lain yang

diperlukan serta data-data alpanumerik (tabular)

b. Penyusunan basis data dijital, Pekerjaan ini bertujuan untuk merubah data analog

yang berupa peta-peta diatas menjadi format dijital. Selain itu juga merubah data-data

dijital yang sudah tersedia menjadi format yang diinginkan, sehingga terbentuk

keseragaman format data dijital.

c. Analisis, Pekerjaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik wilayah Kota/Kota

dengan menggunakan metode tumpang susun (superimpose) masing - masing data

spatial dan atribut parameter-parameter kesesuaian.

Analisis tumpang tindih ini digunakan untuk menentukan kendala, daerah limitasi dan

kemungkinan pengembangan. Prinsip dari analisis ini adalah untuk memperoleh lahan

yang sesuai dengan kebutuhan perencanaan (kesesuaian lahan) dan menentukan

daerah di dalam wilayah studi yang paling baik untuk pengembangan.

Analisis Perekonomian

Dalam mewujudkan ekonomi BWP yang berkelanjutan melalui keterkaitan ekonomi lokal

dalam sistem ekonomi kota, regional, nasional, maupun internasional, analisis ekonomi

dilakukan dengan menemukenali struktur ekonomi, pola persebaran pertumbuhan ekonomi,

potensi, peluang dan permasalahan perekonomian wilayah kota untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi yang baik, terjadinya investasi dan mobilisasi dana yang optimal.

Analisis diarahkan untuk menciptakan keterkaitan intra-regional (antar kawasan/ kawasan

perkotaan/perdesaan/Kota/kota) maupun inter-regional sehingga teridentifikasi sektor-sektor

riil unggulan, dan solusi-solusi secara ekonomi yang mampu memicu peningkatan ekonomi

Bab 4 | 40

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

wilayah kota. Analisis diharapkan dapat membaca potensi ekonomi lokal terhadap pasar

regional, nasional maupun global.

Dari analisis ini, diharapkan diperoleh karakteristik perekonomian wilayah perencanaan dan

ciri-ciri ekonomi kawasan dengan mengidentifikasi basis ekonomi, sektor-sektor unggulan,

besaran kesempatan kerja, pertumbuhan dan disparitas pertumbuhan ekonomi di BWP.

Analisis ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR.

Analisis Kegiatan Ekonomi Penunjang (Non Basis)

Tujuannya adalah melihat kegiatan ekonomi yang berkembang di masyarakat dan potensi

yang dimilikinya sebagai peluang dalam menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut.

Juga untuk melihat sejauh mana dampak kegiatan ekonomi terhadap kesejahteraan

ekonomi masyarakat. Sehingga dapat dikatakan analisis ini lebih mengarah kepada

perekonomian non basis yang diupayakan masyarakat di kawasan perencanaan.

Analisis terhadap potensi kegiatan ekonomi di kawasan perencanaan juga merupakan

tinjauan terhadap karakteristik/pertumbuhan perkonomian. Tujuan yang ingin dicapai melalui

analisis ini adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan dari masing-masing sektor

perekonomian. Aspek yang dikaji dalam menentukan pertumbuhan ekonomi meliputi:

1. Struktur Perekonomian dan Mata Pencaharian

Dengan kajian jenis-jenis kegiatan usaha, jumlah produksi dan struktur mata

pencaharian penduduk

2. Tingkat Pendapatan Perkapita

Melalui kajian terhadap pendapatan kawasan perencanaan, karena pertumbuhan

PDRB Kota tidak terlepas dari tingkat pertumbuhan perekonomian di wilayah

perencanaan kawasan Kintamani, berupa sumbangan beberapa sektor kegiatan

usaha yang cukup berarti bagi pertumbuhan perekonomian Kota.

Untuk melihat potensi ekonomi suatu daerah dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu

metode analisis shift-share (SS), Location Quotient (LQ) dan Klassen Typology. Teori Basis

Ekonomi (economic base theory) menyatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi

daerah adalah permintaan (demand) barang dan jasa dari luar daerah (ekspor).

1. Shift-Share

Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk

menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah

Bab 4 | 41

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut,

analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu :

Pertama, pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national growth effect),

yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap

perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional (proporsional shift) yang

menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang

sama di referensi propinsi atau nasional. Pergeseran proporsional (proportional shift) disebut

juga pengaruh bauran industri (industry mix). Pengukuran ini memungkinkan kita untuk

mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada indutri-industri yang tumbuh

lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan referensi. Ketiga, pergeseran diferensial

(differential shift) yang memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing

industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Jika pergeseran

diferensial dari suatu industri adalah posisitf, maka industri tersebut relatif lebih tinggi daya

saingnya dibandingkan industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan referensi.

Pergeseran diferensial disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif.

Formula yang digunakan untuk analisis shift share ini adalah sebagai berikut :

• Dampak riil pertumbuhan ekonomi daerah

D ij = N ij + M ij + C ij atau E ij* - E ij

• Pengaruh pertumbuhan ekonomi referensi

N ij = E ij x r n

• Pergeseran proporsional (proportional shift) atau pengaruh bauran industri

M ij = E ij (r in – r n)

• Pengaruh keunggulan kompetitif

C ij = E ij (r ij – r in)

Keterangan :

E ij = kesempatan kerja di sektor i daerah j

E in = kesempatan kerja di sektor i nasional

r ij = laju pertumbuhan di sektor i daerah j

r in = laju pertumbuhan di sektor i nasional

Bab 4 | 42

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

r n = laju pertumbuhan ekonomi nasional

2. Location Quotient (LQ)

Logika dasar Location Quotient (LQ) adalah teori basis ekonomi yang intinya adalah karena

industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar

daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan

bagi daerah. Secara umum metode analisis LQ dapat diformulasikan sebagai berikut

(Widodo, 2006).

LQ = (Vik/Vk) / (Vip/Vp)

Keterangan:

Vik :Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misalnya) dalam

pembentukan Produk Domestik Regional Riil (PDRR) daerah studi k.

Vk :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah studi k

Vip :Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (provinsi misalnya) dalam pembentukan

PDRR daerah referensi p.

Vp :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah referensi p.

Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ), dapat diketahui konsentrasi suatu

kegiatan pada suatu wilayah dengan kriteria sebagai berikut:

Nilai LQ di sector i=1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k

adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian

daerah referensi p;

Nilai LQ di sector lebih besar dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di

daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor

yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i

merupakan sektor unggulan daerah studi k sekaligus merupakan basis ekonomi

untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k; dan

Nilai LQ di sector lebih kecil dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di

daerah studi k adalah lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang

sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i bukan

Bab 4 | 43

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

merupakan sektor unggulan daerah studi k dan bukan merupakan basis ekonomi

serta tidak propektif untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k.

3. Klassen Typology

Analisis Klassen Typology digunakan untuk melihat gambaran tentang pola dan struktur

pertumbuhan masing‐masing sektor ekonomi. Gambaran tentang pola dan struktur

pertumbuhan daerah ini, dapat dipergunakan untuk memperkirakan prospek

pertumbuhan ekonomi daerah pada masa mendatang. Selain itu, hal tersebut juga

dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan

pembangunan daerah.

Menurut Tipologi daerah, daerah dibagi menjadi 4 klasifikasi, yaitu:

1. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah daerah yang memiliki laju

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dari rata‐rata

wilayah.

2. Daerah maju tapi tertekan adalah daerah yang memiliki pendapatan perkapita

yang lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari rata‐rata.

3. Daerah berkembang cepat adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan,

tetapi tingkat perkapita lebih rendah dari rata‐rata.

4. Daerah Relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan

ekonomi dan pendapatan perkapita yang rendah.

Dalam analisis terdapat empat klasifikasi sektor‐sektor ekonomi yang mempunyai

karakteristik yang berbeda yaitu, sektor tumbuh cepat (rapid growth sector), sektor tertekan

(retarded sector), sektor sedang tumbuh (growing sector), sektor relatif tertinggal

(relatively backward sector) yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Klasifikasi Sektor Ekonomi menurut Klassen Typology

Bab 4 | 44

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Analisis Sosial Budaya

Analisis sosial bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran mengenai

permasalahan sosial yang ada di kawasan perencanaan.

1. Analisis dilakukan untuk mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat yang

mempengaruhi pengembangan wilayah perencanaan seperti elemen-elemen kota yang

memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi (urban heritage, langgam arsitektur,

landmark kota) serta modal sosial dan budaya yang melekat pada masyarakat (adat

istiadat) yang mungkin menghambat ataupun mendukung pembangunan, tingkat

partisipasi /peran serta masyarakat dalam pembangunan, kepedulian masyarakat

terhadap lingkungan, dan pergeseran nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat

setempat.

2. Analisis ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam penentuan bagian dari

wilayah kota yang diprioritaskan penangannya di dalam penyusunan RDTR.

Sedangkan metode pengumpulan data yang dapat digunakan untuk membahas masing-

masing komponen di atas antara lain adalah:

Observasi/pengamatan lapangan;

Pengumpulan data sekunder;

Melalui teknik ini, data dan informasi yang berupa hasil-hasil penelitian, bahan-bahan

pustaka dan bahan-bahan lain yang relevan dikumpulkan dari berbagai instansi terkait.

Wawancara;

Pengumpulan data pada sejumlah responden terpilih melalui wawancara dengan

kuisioner yang terstruktur.

Analisis Kependudukan

Analisis ini terdiri atas :

1. Analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan proyeksi perubahan

demografi seperti pertumbuhan dan komposisi jumlah penduduk serta kondisi sosial

kependudukan dalam memberikan gambaran struktur dan karakteristik penduduk. Hal

ini berhubungan erat dengan potensi dan kualitas penduduk, mobilisasi, tingkat

Bab 4 | 45

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

pelayanan dan penyediaan kebutuhan sektoral (sarana, prasarana maupun utilitas

minimum).

2. Selain itu analisis terhadap penyebaran dan perpindahan penduduk dari daerah

perdesaan ke daerah perkotaan memberikan gambaran dan arahan kendala serta

potensi sumber daya manusia untuk keberlanjutan pengembangan, interaksi, dan

integrasi dengan daerah di luar BWP.

3. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi demografi terhadap batasan

daya dukung dan daya tampung BWP dalam jangka waktu rencana.

4. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan

zonasi.

Metode Proyeksi Penduduk

Adapun model analisis yang digunakan untuk memproyeksi atau memprediksi

penduduk kawasan perencanaan sampai akhir tahun antara lain:

Model Bunga Berganda

Metode ini menggunakan patokan pertumbuhan rata-rata pada kurun waktu 5 –

10 tahun. Pertumbuhan penduduk diproyeksikan dengan menggunakan dasar

bunga berganda (bunga majemuk) dengan angka pertumbuhan yang sama

setiap tahun.

Rumus: Pn = Pa (1 + r)n

Dimana : Pn = jumlah penduduk tahun n

Pa = jumlah penduduk tahun awal

n = jumlah tahun perencanaan

r = tingkat prosentase pertumbuhan penduduk

Model Regresi

Analisis ini didasarkan pada data pola pertumbuhan penduduk pada 5 – 10 tahun

yang lalu yang didekati dengan salah satu pola regresi, yaitu linier, logaritma,

eksponensial, dan regresi berpangkat.

Linier Regresion

Rumus: Pn = Po + F (x); F(x) = a(n) Pn = Po + a(n)

Dimana:

Bab 4 | 46

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Pn = jumlah penduduk tahun yang akan datang (n),

F(x) = pertambahan penduduk selama tahun n

a = koefisien/rata-rata persentasi pertambahan

Rumus: Pt+x = a + b(x)

Dimana:

Pt+x = jumlah penduduk pada tahun t+x

a,b = konstanta

x = jumlah selang tahun dari tahun dasar t

n = sampel pengamatan

a = P. X 2 - P. PX

N X2 – (X)2

b = N PX - X . P

NX2 – (X)2

Exponential Regresion

Rumus : Y = A . 1 B . X

Dimana:

A = konstanta

B = Koefisien regresi

X = Tahun

Y = Jumlah Penduduk

Penentuan Nilai Perbandingan Jumlah Penduduk Perkotaan dengan Jumlah

Penduduk Keseluruhan

Perbandingan ini bertujuan memperoleh nilai sebagai pedoman dalam menentukan

distribusi jumlah penduduk di perkotaan atau pusat pengembangan dan wilayah

pengaruhnya (hinterland).

Rumus : P1

P1+h1

Dimana: P1 = Jumlah penduduk perkotaan (Urban)

h1 = Jumlah penduduk hinterland

Bab 4 | 47

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Data yang diperlukan untuk menentukan nilai perbandingan termasuk, diperlukan data

jumlah penduduk di suatu wilayah yang dirinci menurut jumlah penduduk perkotaan

(urban) dan jumlah penduduk wilayah belakang (hinterlandnya).

Cara Penghitungan:

Nilai perbandingan jumlah penduduk perkotaan dengan jumlah penduduk keseluruhan

kawasan ditentukan dengan menghitung rata-rata aritmatik jumlah penduduk perkotaan

dan jumlah penduduk keseluruhan (angka relatif) pada :

Kawasan yang bersangkutan (direncanakan) dan

Kawasaan-kawasan yang berdekatan atau berbatasan langsung (sebelah utara,

timur, selatan dan barat), perkecualian:

a. Apabila salah satu kawasan yang berdekatan memiliki pusat (Ibukota) yang

merangkap sebagai pusat (Ibukota Kota) dan atau daerah yang berdekatan

memiliki status Kota Administrasi atau Kotamadya, maka kawasan tersebut

tidak diperhitungkan.

b. Untuk kawasan yang memiliki bentuk geografis sebagai gugus kepulauan,

cukup dilihat data kawasan yang bersangkutan.

Akan tetapi dalam hal data tidak tersedia, bisa dilakukan dengan pendekatan yaitu

“meminjam” nilai perbandingan hasil penghitungan untuk RUTR (angka RUTR).

Analisis Daya Tampung Penduduk

Analisis daya tampung wilayah adalah analisis untuk melihat kemampuan suatu

wilayah/ kawasan dalam menampung kehidupan manusia dan segala kegiatan yang

berkaitan dengan usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya hingga mencapai tingkat

kehidupan yang layak dengan tetap memperhatikan keserasian dan kelestarian

kondisi lingkungan.

Hasil analisis daya tampung diharapkan akan bisa menjadi salah satu bahan

pertimbangan (pedoman) untuk menentukan strategi dan kebijakan kependudukan

dimasa mendatang. Oleh karena itu analisis daya tampung wilayah menjadi salah

satu bagian yang penting di dalam perencanaan tata ruang.

Maksud dan tujuan dilakukannya analisis daya tampung wilayah adalah:

1. Memberikan gambaran mengenai kemampuan suatu wilayah dalam mendukung

kehidupan yang layak bagi penduduk yang berada dalam wilayah tersebut.

2. Memberikan bahan pertimbangan (pedoman) untuk penentuan strategi

/kebijakan kependudukan.

Bab 4 | 48

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Beberapa asumsi yang mendasari proses analisis ini adalah:

a. Kegiatan usaha (mata pencaharian) penduduk secara garis besar dibedakan

menjadi dua kelompok sesuai dengan tempat kedudukan penduduk yang

bersangkutan, yaitu:

Penduduk yang bertempat kedudukan didaerah belakang (hinterland)

dianggap seluruhnya bermata pencaharian di sektor pertanian (Agriculture

Oriented).

Penduduk yang bertempat kedudukan di pusat-pusat pengembangan

dianggap bermatapencaharian di sektor non pertanian (non Agriculture

Oriented).

b. Kota dianggap sebagai unit wilayah terbesar yang memenuhi homogenitas

karakteristik sosial dan ekonomi. Perbandingan jumlah penduduk yang bertempat

kedudukan di pusat pengembangan dan di daerah hinterland dianggap

mencerminkan struktur sosial dan struktur ekonomi wilayah yang bersangkutan.

c. Bagi penduduk yang bertempat kedudukan di daerah hinterland dianggap

keseluruhannya bermatapencaharian di sektor pertanian yang bertempat

kedudukan di pusat pengembangan dianggap keseluruhannya

bermatapencaharian di sektor non pertanian. Untuk mencapai taraf hidup yang

layak, masing-masing kelompok penduduk tersebut memerlukan luasan lahan

tertentu.

Data /informasi yang diperlukan dalam proses analisis daya tampung, yaitu:

Luas wilayah (SKP) secara planimetris

Nilai perbandingan jumlah penduduk pusat pengembangan dengan daerah

hinterland

Standar kebutuhan lahan bagi masing-masing penduduk untuk mencapai taraf

hidup yang layak, dibedakan antara penduduk di pusat pengembangan dan

penduduk di hinterland. Secara umum untuk perkotaan = 0,01 per-kapita dan

untuk daerah belakang (hinterland) = 0,3 Ha per-kapita.

Rumus : L=Pp+h

X Dt XSk 1+hp+h

X Dt X Sk 2

Dimana:

L = Luas wilayah (planimetris)

P = Jumlah penduduk yang berkedudukan di pusat pengembangan (WPP)

Bab 4 | 49

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Sk1 = Standar kebutuhan lahan perkapita untuk penduduk pusat pengembangan

(0,01 Ha/kapita)

Sk2 = Standar Kebutuhan lahan perkapita untuk penduduk daerah hinterland

(0,3 Ha /kapita)

Dt = Daya tampung wilayah

Dari perhitungan dengan rumus tersebut akan di peroleh hasil (output) berupa:

Daya tampung pusat

Daya tampung SKP (keseluruhan)

Selanjutnya apabila luas masing-masing SKP diketahui (hasil perhitungan diatas

peta), maka dengan menggunakan rumus dibawah ini :

Lskp= Pipi+hi

X Dt XSki+hipi+hi

X Dt X Sk2

Dimana: LSKP = Luas SKP

Pipi+hi

dan hipi+hi

= Seperti dalam perhitungan terdahulu

Sk1 dan Sk 2 = Seperti dalam perhitungan terdahulu

Hasil (output) yang akan diperoleh adalah:

Daya tampung masing-masing pusat SKP

Daya tampung hinterland masing-masing SKP

Perhitungan Daya Tampung Optimum Kawasan

1. Perbandingan Kawasan Terbangun dan Tidak Terbangun

- Asumsi perbandingan kawasan terbangun dan tidak terbangun. Kondisi ideal

perbandingan adalah 60 : 40.

- Daya tampung optimum = % kawasan terbangun x luas lahan

2. Rata-rata Luas Kapling

- Asumsi perbandingan luas kapling = 1 : 3 : 6 = 10

= 600 : 300 : 100

- Luas Kapling = 2100/10

= 210 m²/KK

- Asumsi 1 KK = 5 jiwa

= 210/5

= 42 m²/jiwa

Bab 4 | 50

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

3. Jumlah Penduduk Optimum

- Jumlah Penduduk Optimum = Daya tampung optimum/rata-rata luas kapling

- Proyeksi penduduk tahun n = P Xan

b

Analisis Distribusi Penduduk

Analisis ini dilakukan untuk melihat tingkat kepadatan penduduk serta pola

penyebarannya agar dapat diketahui indikasi pendapatan bagi kepentingan

perencanaan. Yang dimaksud dengan kepadatan penduduk adalah perbandingan

jumlah penduduk dan luas wilayah. Angka distribusi dan peta penyebaran pendduduk

akan memberikan gambaran kecenderungan perkembangan fisik kota. Hasil analisis ini

juga menjadi masukan bagi penentuan pusat dan sub pusat pelayanan serta

perencanaan sarana prasarana serta jaringan kota. Data yang dibutuhkan adalah data

jumlah penduduk dan luas wilayah.

Analisis Sarana Dan Prasarana

Bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang keadaan infrastruktur

pusat-pusat permukiman baik di luar kawasan maupun di dalam kawasan, hubungan

interaksi kawasan perencanaan (dengan kawasan luar dan di dalam kawasan

perencanaan), untuk kegiatan investasi, maupun pelayanan sosial ekonomi.

Analisis Penyebaran Fasilitas

Dalam penentuan lokasi fasilitas umum digunakan asumsi bahwa penentuan lokasi

fasilitas terkait pada berbagai pertimbangan,yaitu pertimbangan utama (mayor) dan

pertimbangan pelengkap (minor). Sebelumnya perlu dibuat suatu pembagian unit terkecil

(lingkungan) pada wilayah perencanaan. Yaitu dengan membagi wilayah perencanaan

menjadiunit-unit yang lebih kecil. Adapun batas-batas penentuan unit lingkungan

tersebut dapat digunakan batas-batas penentuan unit fisik (jalan, sungai).

Tentang penetapan pertimbangan mayor dan minor, dapat dikembangkan suatu alasan

yang rasional seperti ketersediaan lahan, aksesibilitas, hubungan fungsional, guna lahan

yang ada, status lahan, ketersediaan lahan, nilai lahan dan masih dapat dikembangkan

lebih luas lagi. Kemudian dari faktor-faktor tersebut untuk kemudahan penilaiannya

dapat dikuantitatifkan dengan menggunakan bobot sesuai dengan tingkatannya masing-

masing. Untuk kondisi yang baik menggunakan bobot 5, sedang 3 dan jelek 1,

pembobotan ini bisa diberlakukan untuk pertimbangan utama dan pertimbangan

Bab 4 | 51

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

pelengkap. Selanjutnya setelah dilakukan pembobotan, dijumlahkan bobot keseluruhan

untuk mengetahui bobot totalnya. Maka selanjutnya dibuat rangking atas calon-calon

lokasi tersebut. Yang bernilai (bobot) paling tinggi menunjukkan rangking yang paling

tinggi pula sebagai calon lokasi terpilih untuk ditempati suatu jenis fasilitas.

Penyebaran fasilitas sosial dan ekonomi menggambarkan karakteristik ketersediaan

fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi di dalam kawasan, sehingga akan dapat

ditentukan jenjang pusat pemukiman dalam kawasan. Analisis ini dilakukan dengan

menggunakan metode skalogram, yaitu analisis yang digunakan untuk menentukan

kelengkapan fasilitas yang nantinya merupakan masukan bagi penentuan hirarki zona-

zona berdasarkan ketersediaan fasilitas.

Analisis Sarana dan Prasarana Transportasi

Menggambarkan kondisi pelayanan transportasi, serta tingkat aksesibilitas/kemudahan

pencapaian serta keterkaitan antara satu pusat dengan pusat lainnya. Analisis

transportasi di kawasan perencanaan akan mencakup analisis sarana dan prasarana

transportasi darat.

Dalam hal ini model analisis transportasi antara lain adalah untuk melihat bangkitan

suatu pergerakan, distribusi, dan modal split suatu arus transportasi dari kawasan baik

untuk tahun (saat) ini maupun untuk proyeksi di masa yang akan datang. Model ini

sering disebut dengan 4 (four) step model. Manfaatnya untuk melihat masalah dan

kebutuhan prasarana dan sarana transportasi dalam mendukung pengembangan

wilayah. Bangkitan lalu lintas adalah banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan oleh suatu

zone atau daerah per satuan waktu. Selain itu terdapat pula jenis analisis sumber daya

buatan, yakni:

1. Analisis sumber daya buatan dilakukan untuk memahami kondisi, potensi,

permasalahan, dan kendala yang dimiliki dalam peningkatan pelayanan sarana dan

prasarana pada BWP. Melalui analisis ini diharapkan teridentifikasi kebutuhan

sarana dan prasarana yang diperlukan untuk memaksimalkan fungsi BWP.

2. Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk per unit kegiatan

dari sebuah BWP atau perhitungan rasio penduduk terhadap kapasitas atau skala

pelayanan prasarana dan sarana wilayah perencanaan atau intensitas pemanfaatan

ruang terhadap daya dukung prasarana/utilitas serta analisis daya dukung wilayah.

Bab 4 | 52

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

3. Dalam analisis sumber daya buatan perlu dianalisis cost benefit ratio terhadap

program pembangunan sarana dan prasarana tersebut. Analisis sumber daya buatan

sangat terkait erat dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi.

4. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan

peraturan zonasi.

Analisis aksesibilitas

Menggambarkan tingkat kemudahan jangkauan pelayanan antara satu pusat dengan

pusat lainnya, yang ditinjau dari analisis aksesbilitas, indikator yang dapat dipakai adalah

tersedianya jaringan perhubungan di kawasan perencanaan.

Analisis Prasarana Kota

Menggambarkan keadaan prasarana yang meliputi jaringan air bersih, listrik, telepon,

drainase dan sampah, serta prasarana pengelolaan lingkungan seperti limbah. Analisis

ini juga mengkaji jaringan prasarana kawasan dan memprediksi kebutuhan sampai akhir

tahun perencanaan.

Analisis Kelembagaan

Analisis kelembagaan dilakukan untuk memahami kapasitas pemerintah kota dalam

menyelenggarakan pembangunan yang mencakup struktur organisasi dan tata laksana

pemerintahan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana kerja, produk-produk

pengaturan serta organisasi nonpemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat. Analisis ini

juga diharapkan menghasilkan beberapa bentuk dan operasional kelembagaan di BWP

sehingga semua pihak yang terlibat dapat berpartisipasi dalam perencanaan, pemanfaatan,

dan pengendalian pemanfaatan ruang. Selain itu, analisis ini juga digunakan sebagai

pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.

Analisis Pembiayaan Pembangunan

Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk mengidentifikasi besar pembelanjaan

pembangunan, alokasi dana terpakai, dan sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang

terdiri dari :

a. Pendapatan asli daerah;

b. Pendanaan oleh pemerintah;

c. Pendanaan dari pemerintah provinsi;

Bab 4 | 53

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

d. Investasi swasta dan masyarakat;

e. Bantuan dan pinjaman luar negeri; dan

f. Sumber-sumber pembiayaan lainnya.

Analisis pembiayaan juga menghasilkan perkiraan besaran kebutuhan pendanaan untuk

melaksanakan rencana pembangunan wilayah kota yang diterjemahkan dalam usulan

program utama jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu, analisis ini digunakan

sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR terkait rencana pemanfaatan ruang

(program utama). Untuk lebih jelas mengenai rincian analisis pembiayaan pembangunan

dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

C. Keluaran Data

Keluaran dari pengolahan data meliputi:

1. Potensi dan masalah pengembangan di BWP;

2. Peluang dan tantangan pengembangan;

3. Kecenderungan perkembangan;

4. Perkiraan kebutuhan pengembangan di BWP;

5. Intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan dayatampung

(termasuk prasarana/infrastruktur dan utilitas); dan

6. teridentifikasinya indikasi arahan penanganan kawasan dan lingkungan.

Tabel 4. 3 Rincian Analisis Dalam Penyusunan RDTR Dan Peraturan Zonasi

No Jenis Analisis dan HasilnyaA. Analisis Wilayah yang Lebih Luas

Analisis BWP pada wilayah yang lebih luas, dilakukan untuk memahami kedudukan dan keterkaitan BWP dalam sistem regional yang lebih luas dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan, sumber daya buatan atau sistem prasarana,budaya, pertahanan, dan keamanan. Sistem regional tersebut dapatberupa sistem kota, wilayah lainnya, Kota atau kota yang berbatasan,

pulau, dimana BWP tersebut dapat berperan dalam perkembangan regional.Oleh karena itu, dalam analisis regional ini dilakukan analisis pada aspek berikut:

1. Analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan demografi BWP pada wilayah yang lebih luas;

2. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi BWP pada wilayah yang lebih luas;3. Analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana wilayah perencanaan

dengan wilayah yang lebih luas. Sistem prasarana yang diperhatikan dalam analisis ini adalah sistem prasarana Kota/kota dan wilayah;

Bab 4 | 54

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

No Jenis Analisis dan Hasilnya4. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan fisik dan

SDA) BWP pada wilayah yang lebih luas;a. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pertahanan dan keamanan

BWP; danb. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan BWP.

Keluaran dari analisis regional, meliputi:1. Gambaran pola ruang dan system jaringan prasarana BWP yang berhubungan

dengan BWP lain dan kota atau wilayah yang berbatasan;2. Gambaran fungsi dan peran BWP pada wilayah yang lebih luas (BWP sekitarnya

atau Kota/kota berdekatan secara sistemik);3. Potensi dan permasalahan pembangunan akan penataan ruang pada wilayah yang

lebih luas terkait dengan kedudukan dan hubungan BWP dengan wilayah yang lebih luas; dan

4. Gambaran peluang dan tantangan pembangunan wilayah perencanaan dalam wilayah yang lebih luas yang ditunjukkan oleh sektor unggulan.

Keluaran analisis regional digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR yang meliputi:1. Penetapan fungsi dan peran BWP dalam wilayah yang lebih luas yang

akan mempengaruhi pada pembentukan jaringan prasarana terutama lintassub wilayah/lintas kawasan atau yang mengemban fungsi layanan dengan skala yang lebih luas dari wilayah BWP; dan

2. Pembentukan pola ruang BWP yang serasi dengan kawasan berdekatan terutama pada wilayah perbatasan agar terjadi sinkronisasi dan harmonisasi dalam pemanfaatan ruang antar BWP dalam rangka perwujudan tujuan penataan ruang.

B Sumber Daya Alam dan Fisik atau Lingkungan BWPAnalisis dilakukan untuk memberikan gambaran kerangka fisik pengembangan wilayah serta batasan dan potensi alam BWP dengan mengenali karakteristik sumber daya alam, menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan agar pemanfaatan lahan dalam pengembangan wilayah dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan meminimalkan kerugian akibat bencana.secara umum analisis fisik/lingkungan dan SDA ini, memiliki keluaran sebagai berikut:1. Gambaran daya dukung lingkungan fisik dalam menampung kegiatan yang ada

maupun yang akan dikembangkan sampai akhir masa berlakunya RDTR;2. Gambaran daya dukung maksimum (daya tampung) ruang/lingkungan hidup

dalam menampung kegiatan sampai waktu yang melebihi masa berlakunya RDTR;3. Gambaran kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang di masa datang

berdasarkan kondisi fisik/lingkungannya;4. Gambaran potensi dan hambatan pembangunan keruangan dari aspek fisik; dan

gambaran alternatif-alternatif upaya mengatasi hambatan fisik/lingkungan yang ada di BWP.

5. Keluaran analisis fisik atau lingkungan BWP ini digunakan sebagai bahan alam sintesa analisis holistik dalam melihat potensi, masalah, peluang penataan ruang BWP dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.

6. Analisis sumber daya alam dan fisik/lingkungan wilayah yang perlu dilakukan men cakup beberapa analisis berikut:a. Analisis sumber daya air, dilakukan untuk memahami bentuk dan pola

kewenangan, pola pemanfaatan, dan pola kerjasama pemanfaatan sumber daya air yang ada dan yang sebaiknya dikembangkan di dalam BWP. Khususnya terhadap sumber air baku serta air permukaan (sungai dan/atau danau) yang

Bab 4 | 55

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

No Jenis Analisis dan Hasilnyamengalir dalam BWP yang memiliki potensi untuk mendukung pengembangan dan/atau memiliki kesesuaian untuk dikembangkan bagi kegiatan tertentu yang sangat membutuhkan sumber daya air.

b. Analisis ini menjadi dasar dalam menetapkan kebijakan yang mengatur sumber-sumber air tersebut.

c. Analisis sumber daya tanah Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan BWP berdasarkan kesesuaian tanah serta kawasan rawan bencana. Analisis ini menghasilkan rekomendasi bagi peruntukan zona budi daya dan zona lindung.

d. Analisis topografi dan kelerengan Analisis topografi dan kelerengan dilakukan untuk potensidan permasalahan pengembangan wilayah perencanaan berdasarkan ketinggian dan kemiringan lahan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung serta kesesuaian lahan bagi peruntukan kawasan budi daya dan lindung.

e. Analisis geologi lingkungan Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi danmpengembangan BWP berdasarkan potensi dan kendala dari aspek geologi lingkungan. Analisis ini menjadi rekomendasi bagi peruntukan kawasan rawanbencana, kawasan lindung geologi, dan kawasan pertambangan.

f. Analisis klimatologi Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan BWP berdasarkan kesesuaian iklim setempat. Analisis ini menjadi bahan rekomendasi bagi kesesuaian peruntukan pengembangan kegiatan budi daya.

g. Analisis sumber daya alam (zona lindung) Dilakukan untuk mengetahui daya dukung/kemampuan wilayah perencanaan dalam menunjang fungsi hutan/sumber daya alam hayati lainnya, baik untuk perlindungan maupun kegiatan produksi. Selain itu, analisis ini dimaksudkan untuk menilai kesesuaian lahan bagi penggunaan hutan produksi tetap dan terbatas, hutan yang dapat dikonversi, hutan lindung, dan kesesuaian fungsi hutan lainnya.

Analisis sumber daya alam dan fisik wilayah lainnya (zona budi daya) Selain analisis tersebut diatas,perlu juga dilakukan analisis terhadap sumber daya alam lainnya sesuai dengan karakteristik BWP yang akan direncanakan, untuk mengetahui pola kewenangan, pola pemanfaatan, maupun pola kerjasama pemanfaatan sumber daya tersebut

C. Sosial Budaya1. Analisis dilakukan untuk mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat yang

mempengaruhi pengembangan wilayah perencanaan seperti elemen-elemen kota yang memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi (urban heritage, langgam arsitektur, landmark kota) serta modal sosial dan budaya yang melekat pada masyarakat (adat istiadat) yang mungkin menghambat

ataupun pendukungpembangunan,tingkatpartisipasi/peran serta masyarakat dalam pembangunan, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, dan pergeseran nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat setempat.

Analisis ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam penentuan bagian dari wilayah kota yang diprioritaskan penangannya di dalam penyusunan RDTR.

D. Kependudukan1. Analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan proyeksi

perubahan demografi seperti pertumbuhan dan komposisi jumlah penduduk serta kondisi sosial kependudukan dalam memberikan gambaran struktur dan karakteristik penduduk. Hal ini berhubungan erat dengan potensi dan kualitas

Bab 4 | 56

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

No Jenis Analisis dan Hasilnyapenduduk, mobilisasi, tingkat pelayanan dan penyediaan kebutuhan sektoral (sarana, prasarana maupun utilitas minimum). Selain itu analis terhadap penyebaran dan perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan memberikan gambaran dan arahan kendala serta potensi sumber daya manusia untuk keberlanjutan pengembangan, interaksi, dan integrasi dengan daerah di luar BWP.

2. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi demografi terhadap batasan daya dukung dan daya tampung BWP dalam jangka waktu rencana.

3. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.

E. Ekonomi dan Sektor Unggulan1. Dalam mewujudkan ekonomi BWP yang berkelanjutan melalui keterkaitan

ekonomi lokal dalam sistem ekonomi kota, regional,nasional,maupun internasional, analisis ekonomi dilakukan dengan menemukenali struktur ekonomi, pola persebaran pertumbu han ekonomi, potensi, peluang dan permasalahan perekonomian wilayah kota untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik, terjadinya investasi dan mobilisasi dana yang optimal.

2. Analisis diarahkan untuk menciptakan keterkaitan intra-regional (antar kawasan/ kawasan perkotaan/perdesaan/Kota/kota) maupun inter-regional sehingga teridentifikasi sektor-sektor riil unggulan, dan solusi-solusi secara ekonomi yang mampu memicu peningkatan ekonomi wilayah kota. Analisis diharapkan dapat membaca potensi ekonomi lokal terhadap pasar regional, nasional maupun global. Dari analisis ini, diharapkan diperoleh karakteristik perekonomian wilayah erencanaan dan ciri-ciri ekonomi kawasan dengan mengidentifikasi basis ekonomi, sektor –sektor unggulan,besaran kesempatan kerja, pertumbuhan

dan disparitas pertumbuhan ekonomi di BWP.3. Analisis ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR.

F. Sumber Daya Buatan1. Analisis sumber daya buatan dilakukan untuk memahami kondisi, potensi,

permasalahan, dan kendala yang dimiliki dalam peningkatan pelayanan sarana dan prasarana pada BWP. Melalui analisis ini diharapkan teridentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk memaksimalkan fungsi BWP.

2. Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk per unit kegiatan dari sebuah BWP atau perhitungan rasio penduduk terhadap kapasitas atau skala pelayanan prasarana dan sarana wilayah Perencanaan atau intensitas pemanfaatan ruang terhadap daya dukung prasarana/utilitas serta analisis daya dukung wilayah.

3. Dalam analisis sumber daya buatan perlu dianalisis cost benefit ratio terhadap programpembangunan sarana dan prasarana tersebut. Analisis sumber daya buatan sangat terkait erat dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi.

4. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.

G. Penataan Kawasan dan Bangunan1. Untuk melihat kondisi dan tingkat pelayanan kawasan serta bangunan untuk

menunjang fungsi dan peran kawasan di BWP, dilakukan analisis terhadap jenis dan kapasitas fungsi/kegiatan kawasan serta kinerjanya. Demikian pula dengan kualitas bangunan dari aspek keselamatan.

2. Dengan informasi tersebut, diharapkan dapat diformulasikan kondisi kawasan terutama menyangkut pengaturan intensitas pemanfaatan ruang,

Bab 4 | 57

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

No Jenis Analisis dan Hasilnyatata massa bangunan, tindakan penanganan kawasan (diremajakan/revitalisasi), dan penanganan bangunan.

3. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.

Sumber: Permen No 20/Prt/M/2011, tentang Pedoman RDTR dan PZ

4.2.4 Perumusan Konsep RDTR

Perumusan konsep RDTR dilakukan dengan:

1. Mengacu pada RTRW;

2. Mengacu pada pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan

memperhatikan RPJP Kota/kota dan RPJM Kota /kota.

Konsep RDTR dirumuskan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya

dengan menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah, yang berisi:

1. Rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah Kota/kota

2. Dan konsep pengembangan wilayah Kota/kota.

Setelah dilakukan beberapa kali iterasi, dipilih alternatif terbaik sebagai dasar perumusan

RDTR. Hasil kegiatan perumusan konsepsi rdtr terdiri atas:

1. Tujuan penataan BWP;

2. Rencana pola ruang;

3. Rencana jaringan prasarana;

4. Penetapan dari bagian wilayah RDTR yang diprioritaskan penanganannya;

5. Ketentuan pemanfaatan ruang; dan

6. Peraturan zonasi.

Untuk lebih jelasnya mengenai perumusan subtansi RDTR dan Peraturan Zonasi dpat di

lihat pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4. 4 Rincian Perumusan Substansi RDTR Dan Peraturan Zonasi

No Data Analisis RencanaA. Perumusan Tujuan BWP

Tujuan pembangunan Kota /kota

a) RPJPDb) RPJMc) RTRW Kota/kota

Analisis tujuan penataan ruang wilayah perencanaan

Analisis kemampuan tumbuh dan berkembangnya wilayah

1. Fungsi dan peran wilayah perencanaan.

2. Tujuan penataan ruang wilayah

Bab 4 | 58

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

No Data Analisis Rencana Kependudukan

a) Jumlah dan penyebaran Komposisi penduduk

b) Pengembangan pendudukc) Sosial budaya

Perekonomiana) Produksi tiap sektor

kegiatan ekonomi dan penyebarannya

b) Perkembangan tiap sector kegiatan ekonomi

c) Pola aliran barang dan jasa dalam proses koleksi dan distribusi.

Sumber Daya Alam1. Keadaan tanah, geologi,

air, dan iklim2. Keadaan vegetasi dan

faunaSumber daya alam potensial

perencanaan:1. potensi wilayah dan

permasalahannya;2. Hubungan dan

ketergantungan bagian wilayah dan bagian wilayah sekitarnya; dan

3. pengaruh potensi dan permasalahan terhadap hubungan ketergantungan antarsektor.

Analisis kedudukan wilayah perencanaan dalam keseimbangan perkembangan dengan wilayah belakangnya:

1. kedudukan wilayah perencanaan dalam sistem kota-kota yang ada; dan perkembangan sektor-sektor

2. Kegiatan wilayah perencanaan dan pengaruhnya terhadap sistem kota/wilayah.

Analisis pengaruh kebijakan sektoral dan regional:

1. perkembangan sektor-sektor kegiatan di wilayah; dan

2. sektor-sektor kegiatan di pusat-pusat wilayah, khususnya wilayah.

perencanaan.

B. Rencana Jaringan Prasarana

Bab 4 | 59

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

No Data Analisis Rencana Perkembangan Kota

/kota dan wilayah perencanaan:

1. Rencana struktur dalam2. RTRW Kota/kota yang telah

ditetapkan3. Tata guna lahan Kota/kota

danwilayah perencanaan4. Sistem transportasi dan

sistem jaringan prasarana lainnya

Elemen struktur tata ruang Kota/kota dan wilayah perencanaan:

Kawasan perumahana) Distribusi fasilitas danutilitasb) Obyek-obyek khusus Kondisi prasarana dan

sarana pergerakan:a) Hirarki fungsi jaringan jalanb) Konstruksi dan lebar jalanc) Terminal/sub terminal,d) Pelabuhan, dan stasiun,

Jenis angkutan umume) Tingkat pertumbuhan

kendaraanf) Lahan parkir Sistem pergerakan:a) Pergerakan lokal dan

regionalb) Moda pergerakan Tingkat

kepadatan dan lokasi-lokasi rawankemacetan (tingkatpelayanan jalan)

Kebijakan pergerakan:a) Kebijaksanaan transportasib) Rencana tata ruang makro

/RTRW Kota /kota Data kondisi sistem air

minum saat ini:a) Sumber dan kapasitas

sumber air minumb) Sistem pelayanan dan

jaringan distribusic) Tingkat pelayanan dan

tingkat kebocorand) Daerah pelayanan

Survei kebutuhan air minum nyata:a. Tingkat kebutuhan

Analisis kemampuan tumbuh dan berkembangnya wilayah perencanaan:

a) Penilaian struktur pemanfaatan ruang

b) Penilaian struktur utamac) tingkat pelayanand) Penilaian sistem utama

transporasi dan prasarana lainnya

Analisis bentuk dan struktur wilayah perencanaan: Fisik dan alamiah serta buatan.

a) Tata guna lahanb) Perkiraan kebutuhan

ruangc) Dampak lingkungan Analisis kondisi sarana dan

prasarana pergerakan:a) Efektivitas fungsi jaringanb) Penilaian tingkat

pelayanan sarana dan prasarana

c) Optimasi fungsi sarana dan prasarana

Analisis pergerakan:a) Efektivitas pola

pergerakanb) Rasio kepadatan dengan

sarana dan prasaranac) Perkiraan volume

kepadatan di masa datang

d) Gambaran moda transportasi di masa datang

Alternatif pengembangan:a) Alternatif pengembangan

jaringanb) Alternatif aliran

pergerakan Analisis sistem air minum:a) Kemampuan sumber air

bakub) Penentuan sistem

pelayanan dan distribusic) Analisis efisiensi dan

efektifitas pelayanand) Analisis wilayah

Rencana pengembangan sistem air minuma) Sumber air bakub) Lokasi dan jenis

intakec) Penampungan

yang diperlukan (jika ada)

d) Sistem transmisie) Jaringan distribusif) Rencana

pengembangan

a) Sistem jaringan air limbah:

b) Sistem jaringan setempat

c) Sistem jaringan terpusat

d) Rencana pengembangan

Bab 4 | 60

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

No Data Analisis Rencanadomestik

b. Tingkat kebutuhan nondomestik

Tingkat curah hujan dan hidrologi:

a) Curah hujan maksimumb) Curah hujan minimuma. Potensi air permukaanc) Rencana Data kondisi jaringan air

limbah saat ini:a) Sistem pengelolaan limbah

Limbah domesticb) Limbah non domestikc) Buangan akhir Kualitas lingkungan:a) Permukimanb) Penggunaan non

permukiman

pelayananIdentifikasi persoalan dan kebutuhan pengembangan:a) Persoalan air bakub) Persoalan distribusic) Potensi pengembangan

dan alternatif pemecahan persoalan

Analisis proyeksi kebutuhan air:

a) Kebutuhan domesticb) Kebutuhan non domestikPengembangan alternatif sistem pelayanan air minum:a) Kajian teknisb) Kajian ekonomis

C Daya dukung dan daya tampung fisik RDTR dan peraturan zonasi Fisik dasar:a) Letak geografisb) Topografi dan kemiringanc) Klimatologi dan hidrologid) Jenis tanah dan standar

geologi Fisik Binaan:a) Tata guna lahanb) Status pemilikan tanahc) Penyebaran permukimand) Penyebaran fasilitas

umum Kebijakan Pengembangan:a) Izin pembangunanb) Kawasan-kawasan

khusus

Analisis fisik dasar:a) Posisi strategis geografisb) Karakteristik topografi dan

kemiringan lerengc) Iklim dan hidrologid) Curah hujan, arah angine) Kemungkinan

banjir/genanganf) Kemampuan lahang) Kesesuaian peruntukan

lahanh) Kemampuan daya tampung

lahan Analisis Fisik Binaana) Wilayah terbangunb) Kendala pengembanganc) Pola dan konsep

permukimand) Daya dukunge) Prasarana /infrastruktur

(jalan dsb) serta utilitas.

Alternatif pengembangan:a) Strategi pengembanganb) Prioritas pengembanganCatatan : analisis daya dukung dan daya tampung fisik dapat dilakukan melalui kajian lingkungan hidup strategis

Konsep pengembangan:a) Skenario

pengembangan fisik

b) Wilayah terbangun dan RTH serta RTNH

Permukiman:a) Pola permukimanb) Sistem

pelayanan

Intensitas pemanfaatan ruang.

D Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan peraturan zonasi

Bab 4 | 61

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

No Data Analisis Rencana Jenis kegiatan yang

ada di wilayah perencanaan

Intensitas kegiatan di wilayah perencanaan

Analisis keterkaitan antara zona dan kegiatan

Analisis karakteristik kegiatan di wilayah perencanaan

Kegiatan yang diperbolehkan,diperbolehkan bersyarat,diperbolehkan terbatas, dan yang tidak diperbolehkan

pada zona tertentu di wilayah perencanaan Kriteria terbatas dan bersyarat

E Intensitas pemanfaatan ruang peraturan zonasiData yang dibutuhkan : tingkat

pengisian/peresapan air (KDH Minimum) kapasitas drainase jenis penggunaan lahan harga lahan Ketersediaan dan tingkat

pelayanan prasarana (jalan)

Dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan

Ekonomi dan pembiayaan

Analisis intensitas pemanfaatan ruang

Analisis koefisien dasar bangunan

Analisis koefisien lantai bangunan

Analisis ketinggian bangunan

Analisis koefisien dasar hijau

Koefisien dasar bangunan maksimum

Koefisien lantai bangunan maksimum

Ketinggian bangunan maksimum

Koefisien dasar hijau minimum

F Tata Bangunan Peraturan ZonasiGaris sempadan bangunana) keselamatanb) resiko kebakaranc) kesehatand) kenyamanan dan estetika Tinggi bangunana) keselamatanb) resiko kebakaranc) teknologid) estetika dan parasarana Jarak bebas antar

bangunana) Jenis peruntukanb) Tinggi bangunanc) Tampilan bangunan

(optional) seperti warna bangunan, bahan bangunan, tekstur bangunan, muka bangunan,

Analisis sempadan bangunan dan tinggi bangunan1) Tingkat keselamatan

bangunan2) Tingkat resiko

kebakaran3) Tingkat kenyamanan

bangunan

Analisis jarak bebas antar bangunan1) Identifikasi jenis

peruntukan2) sekitar sub zona3) ketinggian bangunan4) Kajian tampilan

bangunan

Garis sempadan bangunan minimum

Tinggi bangunan maksimum

Jarak bebas antar bangunan minimum

Bab 4 | 62

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

No Data Analisis Rencanagaya bangunan, keindahan,dan keserasian dengan lingkungan sekitar

G Saranan Prasarana Minimal Peraturan Zonasi Fisik Binaan:a) Tata guna lahab) Status pemilikan tanahc) Penyebaran fasilitas umum Jenis kegiatan yang

ada di wilayah perencanaan

Intensitas kegiatan di wilayah perencanaan

Analisis jenis sarana dan prasarana yang dibutuhkan

Analisis tingkat kebutuhan sarana dan prasarana

Analisis lokasi sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana minimum wilayah perencanaan

Sumber: Permen No 20/Prt/M/2011, tentang Pedoman RDTR dan PZ

4.2.5 Pelibatan Peran Masyarakat Dalam Penyusunan RDTR

Masyarakat sebagai pemangku kepentingan meliputi:

a. Orang perseorangan atau kelompok orang;

b. Organisasi masyarakat tingkat Kota

c. Perwakilan organisasi masyarakat Kota/kota yang berdekatan secara sistemik (memiliki

hubungan interaksi langsung) dengan daerah yang sedang disusun RDTR dan/atau

peraturan zonasinya; dan

d. Perwakilan organisasi masyarakat Kota/kota.

Pelibatan peran mayarakat di tingkat Kota/kota dalam penyusunan RDTR dan peraturan

zonasi meliputi hak, kewajiban dan bentuknya. Hak masyarakat meliputi:

a. Mengajukan inisiatif untuk melakukan penyusunan dan/atau mengevaluasi dan/atau

meninjau kembali dan/atau mengubah RDTR dan/atau peraturan zonasi sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Berperan memberikan masukan terkait penyusunan RDTR/peraturan zonasi serta

mengetahui proses penyusunan RDTR/peraturan zonasi yang dilakukan pemerintah;

c. Memberikan pendapat, saran, dan masukan dalam penentuan tujuan-tujuan arah

pengendalian, pembatasan, dan kelonggaran aturan, serta dalam penetapan peta

zonasi;

e. Mengetahui secara terbuka setiap produk rencana tata ruang dan peraturan zonasi

wilayah Kota/kota yang bersangkutan;

f. Memantau pelaksanaan RDTR/peraturan zonasi yang telah ditetapkan;

Bab 4 | 63

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

g. Melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan

dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar

RDTR/peraturan zonasi yang telah ditetapkan;

h. Mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap

pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan RDTR/peraturan zonasi; dan

i. Mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan sesuai peraturan

perundang-undangan.

Kewajiban masyarakat meliputi:

a. Memberikan informasi, data, dan keterangan secara konkrit dan bertanggung jawab

dalam setiap tahapan penyusunan RDTR/peraturan zonasi; dan

b. Berlaku tertib dan mendukung kelancaran proses penyusunan RDTR/peraturan zonasi.

Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa:

a. Masukan mengenai:

1. Persiapan penyusunan rencana tata ruang;

2. Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;

3. Pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan;

4. Perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau

5. Penetapan rencana tata ruang

b. Kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat

dalam perencanaan tata ruang. Pelibatan masyarakat dalam penyusunan RDTR dan

peraturan zonasi secara umum sesuai Permen PU No.16/PRT/M/2009 tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan/atau Permen PU No.17/PRT/M/2009

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.

Keterkaitan substansi, tahapan, dan keterlibatan pihak-pihak dalam penyusunan RDTR/

peraturan zonasi dapat dilihat dalam tabel berikut.

4.3 Konsep Peraturan Zonasi

Definisi Peraturan Zonasi dapat dijelaskan dari pemahaman mengenai apa itu zona, zoning,

dan zoning regulation (peraturan zonasi) secara kesatuan.

Zona merupakan kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang

spesifik. Sedangkan zoning, merupakan PEMBAGIAN lingkungan kota ke dalam zona-zona

dan MENETAPKAN PENGENDALIAN pemanfaatan ruang/memberlakukan ketentuan

hukum yang berbeda-beda (Barnett, 1982: 60-61; So, 1979:251).

Bab 4 | 64

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Dalam sebuah kajian yang pernah dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum yang

berjudul Pedoman Penyusunan Aturan Pola ruang (Zoning Regulation) Kawasan Perkotaan,

zona diartikan sebagai:

Kategori penggunaan atau aktivitas lahan, bangunan, struktur atau aktivitas yang

diijinkan oleh hukum yang berlaku;

Suatu area yang digambarkan dalam sebuah Peta Rencana Zoning serta disusun

dan dirancang berdasarkan suatu peraturan untuk penggunaan khusus;

Suatu area dalam hubungannya dengan ketetapan peraturan terkait; penggunaan

tertentu dari suatu lahan, bangunan dan struktur diijinkan dan penggunaan lainnya

dibatasi, dimana lapangan dan lahan terbuka diwajibkan; sementara untuk kapling,

batas ketinggian bangunan dan persyaratan lainnya ditetapkan, semua yang terlebih

dahulu diidentifikasikan untuk zona dan wilayah dimana penggunaan dilakukan;

Bagian wilayah kota, jalan, gang, dan jalan umum lainnya, yang merupakan

penggunaan tertentu dari suatu lahan, lokasi dan bangunan tidak diijinkan, dimana

lapangan tertentu dan ruang terbuka diwajibkan dan batas ketinggian bangunan

tertentu ditetapkan.

Pada dasarnya, suatu zona mempunyai aturan yang seragam, terutama dalam hal

jenis guna lahan, intensitas dan massa bangunan. Meskipun demikian, tidak tertutup

kemungkinan antara satu zona dengan zona lainnya untuk bisa berbeda ukuran dan

aturan.

Di beberapa negara, istilah zoning dikenal dalam berbagai sebutan, seperti land

development code, zoning code, zoning ordinance, zoning resolution, zoning by-law, urban

code, planning act, dll. Konsep zoning mulanya diperkenalkan oleh Jerman, namun Amerika

telah menyempurnakan konsep ini dengan beberapa varian. Pendekatan konsep zoning

yang dilakukan Jerman dan Amerika sangatlah berbeda dalam berbagai hal.

Zoning yang dilakukan Jerman mengutamakan keinginan penduduk dalam negara yang

padat untuk memaksimalkan penggunaan lahan dan untuk melindungi penduduk dari

kegiatan industri atau komersial. Pada tahun 1920-an, konsep zoning menjadi suatu trend

yang kemudian informasi dan model konsep zoning diadopsi untuk berbagai kegiatan.

Di Amerika, peraturan zoning diterapkan pertama kali di Kota New York pada tahun 1916

sebagai reaksi atas pembangunan The Equitable Building yang sampai sekarang masih

berdiri di Broadway 120.

Bab 4 | 65

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Tujuan penerapan zoning di negara tersebut adalah sebagai berikut (Barnett, 1982:61):

Menentukan standar minimum sinar dan udara untuk jalan yang makin gelap akibat

banyak dan makin tingginya bangunan.

Memisahkan kegiatan yang dianggap tidak sesuai.

Zoning ditulis oleh suatu komisi yang diketuai oleh Edward Basset dan ditandatangani oleh

Walikota John Purroy Mitchel dan kemudian menjadi “blueprint” untuk semua wilayah

lainnya di negara tersebut.

Edward Basset kemudian juga mengepalai suatu kelompok hukum perencanaan yang

menuliskan The Standard State Zoning Enabling Act, yang pada waktu itu diterima

hampir tanpa perubahan oleh semua negara bagian. Di akhir era 1920-an sebagian besar

USA telah mengembangkan satu set peraturan zonasi yang memenuhi keinginan lokal

masing-masing.

Pada perkembangan selanjutnya, peraturan zonasi di Amerika ditujukan untuk beberapa hal

sebagai berikut (Barnett, 1982:61):

Mengatur kegiatan yang boleh ada di suatu zona.

Menerapkan pemunduran bangunan di atas ketinggian tertentu agar sinar matahari

jatuh ke jalan dan trotoar dan agar sinar matahari serta udara segar dapat mencapai

bagian dalam bangunan.

Pembatasan besar bangunan di zona tertentu agar pusat kota menjadi kawasan

yang paling intensif pemanfaatan ruangnya.

Di Indonesia, zoning secara umum berisikan:

Aturan-aturan atas jenis-jenis kegiatan yang akan diperbolehkan pada suatu

zona/kawasan (seperti ruang terbuka, perumahan, pertanian, komersial, atau

industri),

Kepadatan dari kegiatan-kegiatan tersebut, misalnya perumahan kepadatan rendah

seperti rumah tinggal, hingga perumahan kepadatan tinggi seperti bangunan-

bangunan apartemen.

Sempadan bangunan,

Ketinggian bangunan,

Koefisien dasar bangunan,

Bab 4 | 66

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Koefisien lantai bangunan,

Koefisien dasar hijau,

Penyediaan tempat parkir, dan sebagainya.

4.4 Fungsi Dan Peraturan Zonasi

Peraturan Zonasi memiliki 3 fungsi utama, yaitu:

Sebagai instrumen pengendalian pembangunan. Peraturan zoning yang lengkap

akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara

pengawasannya.

Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional. Ketentuan zoning dapat

menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional,

karena memuat ketentuan-ketentuan tentang penjabaran rencana yang bersifat

makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci.

Sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan. Dalam hal ini,

ketentuan zoning mencakup guna lahan, intensitas pembangunan, tata bangunan,

prasarana minimum, dan standar perencanaan

Peraturan Zonasi terdiri dari zoning text/zoning statement/legal text maupun zoning map.

Zoning text/zoning statement/legal text berisi aturan-aturan tertulis, yang menjelaskan

tentang tata guna lahan dan kawasan, pemanfaatan yang diijinkan, persyaratan minimum,

standard pengembangan, serta administrasi pengembangan zoning.

Sementara zoning map berisi pembagian blok peruntukan (zona) dengan ketentuan aturan-

aturan untuk tiap blok peruntukan tersebut dan menggambarkan peta tata guna lahan dan

lokasi tiap fungsi lahan dan kawasan. Untuk lebih jelasnya mengenai peraturan zonasi

dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini.

Gambar 4. 4 Materi Peraturan Zonasi: Zoning Text Dan Zoning Map

Bab 4 | 67Zoning mapZoning text/zoning

statement/legal text

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Di Indonesia, Peraturan Zonasi dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi kendala yang

umumnya dihadapi oleh Pemerintah Kota di Indonesia, dimana rencana tata ruang

ditetapkan berjenjang, namun di satu sisi, Pemerintah Kota memiliki keterbatasan

kemampuan untuk menyusun rencana sesuai dengan jenjang tersebut. Belum lagi dengan

tidak fleksibelnya rencana tata ruang kawasan perkotaan dengan isu-isu perkembangan

perkotaan yang ada. Diperlukan strategi / kebijakan untuk menjembatani rencana-rencana

tata ruang tersebut ke dalam langkah-langkah operasional pembangunan yang lebih konkrit.

Langkah-langkah tersebut diwujudkan dalam bentuk program tindak pelaksanaan dan

pengendalian rencana tata ruang (Peraturan Zonasi). Peraturan Zonasi ini juga dapat

berperan dalam evaluasi perijinan yang ada agar dapat menyelaraskannya dengan rencana

tata ruang.

Tujuan Peraturan Zonasi adalah:

Mengatur keseimbangan keserasian pemanfaatan ruang dan menentukan program

tindak operasional pemanfaatan ruang atas suatu satuan ruang;

Melindungi kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat;

Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan;

Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasil guna serta

mendorong partisipasi masyarakat (pengendalian pemanfaatan ruang : pengaturan

perijinan).

4.5 Kedudukan Peraturan Zonasi

Kebijakan Peraturan Zonasi pada dasarnya merupakan pendekatan baru yang sudah

ditetapkan dalam peraturan perundangan terkait dengan penataan ruang. Kedudukannya

dalam hirarki penataan ruang sudah jelas terpetakan dalam Undang-undang Nomor 26

tahun 2007.

Berdasarkan pemahaman pengertian dan tujuan serta peran peraturan zonasi dalam

penataan ruang, terutama penataan ruang kawasan perkotaan, maka kedudukan peraturan

Bab 4 | 68

RTBL

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

zonasi dalam penataan ruang kota di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut. Untuk

lebih jelasnya mengenai kedudukan peraturan zonasi dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut

ini.

Gambar 4. 5 Kedudukan Peraturan Zonasi Di Dalam Perencanaan Ruang

4.6 Prosedur Penyusunan Peraturan Zonasi

Peraturan zonasi sebagai dokumen tersendiri memuat secara lengkap zoning map dan

zoning text untuk keseluruhan kota yang telah disusun RDTR-nya. Proses penyusunan

peraturan zonasi meliputi:

Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/Prt/M/2011 Pedoman Penyusunan

Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi maka Persiapan penyusunan RDTR

terdiri atas:

a. Pra Persiapan

Bab 4 | 69

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Kegiatan pra persiapan dilakukan oleh pemerintah daerah dan tim teknis. Kegiatan dalam

tahap pra persiapan yang dilakukan oleh pemda meliputi:

1) Penyusunan kerangka acuan kerja (KAK);

2) Penganggaran kegiatan penyusunan peraturan zonasi;

3) Penetapan tim penyusun;

4) Pemenuhan dokumen tender terutama penetapan tenaga ahli yang terdiri atas:

i. Ahli perencanaan wilayah dan kota;

ii. Arsitek dan/atau perancang kota;

iii. Ahli sipil;

iv. Ahli lingkungan;

v. Ahli hukum;

vi. Ahli sosial; dan

vii. Keahlian khusus lainnya yang sesuai dengan karateristik kawasan.

b. Pengumpulan Data/Informasi yang Dibutuhkan

Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah Kota/kota dan penyusunan peraturan

zonasi, dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer

dilakukan melalui:

1) Wawancara atau temu wicara kepada masyarakat untuk menjaring aspirasi masyarakat

terhadap kebutuhan yang diatur dalam peraturan zonasi serta kepada pihak yang

melaksanakan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan

2) Peninjauan ke lapangan untuk pengenalan kondisi fisik wilayah Kota/kota secara

langsung.

Data sekunder yang harus dikumpulkan untuk penyusunan peraturan zonasi meliputi:

1) Peta-peta rencana kawasan dari RTRW/RDTR/RTBL; dan

2) Data dan informasi, meliputi:

i. Jenis penggunaan lahan yang ada pada daerah yang bersangkutan;

ii. Jenis dan intensitas kegiatan yang ada pada daerah yang bersangkutan;

Bab 4 | 70

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

iii. Identifikasi masalah dari masing-masing kegiatan serta kondisi fisik (tinggi bangunan

dan lingkungannya);

iv. Kajian dampak terhadap kegiatan yang ada atau akan ada di zona yang

bersangkutan;

v. Standar teknis dan administratif yang dapat dimanfaatkan dari peraturan perundang-

undangan nasional maupun daerah;

vi. Peraturan perundang-undangan pemanfaatan lahan dan bangunan, serta prasarana

di daerah terkait; dan

vii. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penggunaan lahan yang ada di

Kota/kota yang akan disusun peraturan zonasinya.

c. Analisis dan Perumusan Ketentuan Teknis

Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/PRT/M/2011 Pedoman

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota/Kota maka analisis

untuk penyusunan RDTR meliputi:

Analis Tata Bangunan dan Lingkungan

(1)Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase berdasarkan perbandingan

antara seluruh luas lantai dasar bangunan dengan luas lahan/tanah perpetakan/daerah

perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana yang ditetapkan. KDB diperlukan untuk

membatasi luas lahan yang tertutup perkerasan, sebagai upaya melestarikan ekosistem,

sehingga dalam lingkungan yang bersangkutan sisa tanah sebagai ruang terbuka masih

mampu menyerap/mengalirkan air hujan ke dalam tanah. Komponen yang termasuk

perhitungan KDB adalah bangunan (yang tertutup atap) dan tutupan lainnya seperti jalan

masuk, teras dan lain-lain yang tidak bisa menyerap air ke dalam tanah.

Rumus :

Luas Wilayah Terbangun x 100%

KDB Blok =

Luas Blok Peruntukkan

Bab 4 | 71

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, KDB dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan sangat tinggi (lebih besar dari

75%);

2) Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan tinggi (60% - 75%);

3) Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan menengah (45 % - 60%);

4) Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan rendah (30% - 45 %);

5) Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan sangat rendah (30%).

(2)Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka perbandingan antara jumlah seluruh luas

lantai seluruh bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai

sesuai dengan rencana yang ditetapkan. KLB ditetapkan sesuai dengan rencana intensitas

penggunaan lahan yang sekaligus dapat membatasi ketinggian bangunan.

Penentuan KLB didasarkan pada rasio antara luas lantai dengan luas keseluruhan

lahan/persil. Nilai KLB maksimum dapat menunjukkan ketinggian bangunan maksimum yang

diperbolehkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 640/KPTS/1986

tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, KLB dapat diklasifikasikan sebagai berikut Tabel.

Rumus :

Luas Total Lantai Seluruh Bangunan x 100%

KLB Blok =

Luas Blok Peruntukkan

(3)Kepadatan Bangunan

Kepadatan bangunan adalah jumlah bangunan di atas satu luasan lahan tertentu yang

dinyatakan dalam bangunan/Ha.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menetapkan kepadatan bangunan adalah :

Faktor kesehatan (air bersih; sanitasi dan pembuangan limbah, cahaya, sinar matahari,

udara, dan ketenangan; ruang gerak dalam tempat tinggal), Faktor Sosial (ruang terbuka

Bab 4 | 72

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

probadai, privasi, perlindungan, fasilitas lingkungan); Faktor Teknis (resiko kebakaran,

ketersediaan lahan untuk bangunan, dan daya hubung, kondisi tanah).

Rumus :

Jumlah Bangunan

Kepadatan Bangunan =

Luas Lahan

Kepadatan bangunan sedang yang ideal tidak kurang dari 40 bangunan/ha, sebagaimana

diatur dalam Keputusan Menteri PU No. 378/KPTS/1987, Lampiran 22, dapat dilihat di Tabel

4.5 berikut.

Tabel 4. 5 Klasifikasi Kepadatan Bangunan

KlasifikasiKepadatan Bangunan (Bangunan/Ha)

Sangat Rendah < 10Rendah 11 – 40Sedang 41 – 60Tinggi 61 – 80Sangat Tinggi > 81

Sumber: Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/KPTS/1987, Lampiran 22 .

(4)Koefisien Dasar Hijau (KDH)

Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase berdasarkan perbandingan jumlah

lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas

tanah/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang. Arahan ketentuan

KDH yaitu minimum ditetapkan sebesar 30% untuk berlaku untuk setiap fungsi peruntukan.

(5)Ketinggian Bangunan

Ketinggian Bangunan ialah suatu nilai yang menyatakan jumlah lapis/lantai (storey)

maksimum pada petak lahan.

Ketinggian bangunan dinyatakan dalam satuan lapis atau Ianlai (Lantai

Dasar = Lantai 1) atau meter.

Perhitungan ketinggian bangunan dapat ditentukan sebagai barikut :

Bab 4 | 73

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Ketinggian ruang pada lantai dasar ditentukan dengan fungsi ruang dan arsitektur

bangunannya;

Dalam hal perhitungan keinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh

ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 meter, maka ketinggian bengunan dianggap

sebagai dua Iantai;

Mezanin yang luasnya 50% dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai penuh

Terhadap bangunan tempat ibadat; gedung pertemuan, gedung pertunjukan,

gedung sekolah, bangunan monumental, gedung olah raga, bangunan serba guna

dan bangunan sejenis lainnya tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada

butir (2);

Apabila tinggi tartan pekarangan bertada di bawah titik ketinggian (peil) bebas banjir

atau terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi yang besar pada tanah.

Perhitungan ketinggian bangunan dapat ditentukan sebagai berikut:

(1) Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi ruang dan arsitektur

bangunannya;

(2) Dalam hal perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh

ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 meter, maka ketinggian bangunan dianggap

sebagai dua lantai;

(3) Mezanin yang luasnya 50% luas lantai dasar dianggap sebagai lantai penuh;

(4) Terhadap bangunan tempat ibadah, gedung pertemuan, gedung pertunjukan,

gedung sekolah, bangunan momumental, gedung oleh raga, bangunan serbaguna,

dan bangunan sejenis lainnya tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada

butir (2).

(5) Apabila tinggi tanah pekarangan berada di bawah titik ketinggian (peil) bebas banjir

also terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi, yang besar pada tanah

asli suatu perpetakan, make tinggi maksimal lantai dasar ditetapkan oleh instansi

yang berwenang mengeluarkan IMB;

(6) Pada bangunan ruman tinggal kopel, apabila terdapat perubahan atau penambahan

pada ketinggian bangunan harus tetap diperhatikan kaidah-kaidah arsitektur

bangunan kopel;

Bab 4 | 74

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

(7) Pada bangunan rumah tinggal, tinggi puncak atap bangunan maksimal 12 meter

diukur secara vertikal dari permukaan tanah pekarangan atau dari permukaan lantai

dasar dalam hal permukaan tanah tidak teratur;

(8) Kepala Daerah menetapkan kekecualian dari ketentuan pada butir (1) di atas bagi

bangunan yang karema sifat atau fungsinya terdapat detail ornamen tertentu;

(9) Tinggi tampak rumah tinggal tidak boleh melebihi ukuran jarak antar kaki bangunan

yang akan didirikan sampai GSB yang berseberangan dan maksimal 9 meter;

(10) Tinggi tampak bangunan rumah susun diatur sesuai pola ketinggian bangunan atau

sesuai pedoman pembangunan.

(11) Pada bangunan yang menggunakan bahan kaca pantul pada tampak bangunan

sinar yang dipantulkan tidak boleh melebihi 24% dengan memperhatikan tata letak

dan orientasi bangunan terhadap matahari.

Untuk lebih jelas mengenai klasifikasi ketinggian bangunan dapat dilihat pada Tabel 4.6

berikut.

Tabel 4. 6 Klasifikasi Ketinggian Bangunan

(6)Garis Sempadan Bangunan (GSB)

Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis bagi lahan yang boleh dan tidak boleh ada

bangunan di atasnya yang terdapat pada masing-masing blok peruntukan. Arahan GSB

ditentukan menurut hirarki jalan dan ditetapkan pertimbangan keamanan, kesehatan,

kenyamanan, keserasian dengan lingkungan dan ketinggian bangunan serta dapat berbeda

untuk tiap kelas bangunan pada kawasan campuran. Arahan GSB merupakan aturan wajib

yang harus diterapkan secara tegas dan konsisten.

Arahan GSB ditentukan setengah ROW. Ketentuan ini merupakan ketentuan yang berlaku

umum di kota-kota di Indonesia terutama untuk kawasan yang tidak diatur GSB-nya secara

Bab 4 | 75

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

khusus. Untuk kawasan dengan intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan

samping dan garis sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

Bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan.

Struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10

cm ke arah dalam dari batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal.

Untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan

bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan

untuk membuat dinding batas tersendiri di samping dinding batas terdahulu.

Pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping,

sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimum setengah dari besarnya

garis sempadan muka bangunan.

(7)Garis Sempadan Jaringan SUTT

Arahan garis sempadan Sambungan Udara Tegangan Tinggi (SUTT) ditentukan

berdasarkan Undang Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan Keputusan

Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 975/K/47/MPE/1999 yang disesuaikan dengan

kondisi SUTT. Garis sempadan SUTT ditetapkan dari titik terluar jaringan SUTT.

Rumusan Ketentuan Teknis

Perumusan Ketentuan Teknis, meliputi:

1) Tujuan peraturan zonasi;

2) Klasifikasi zonasi;

3) Daftar kegiatan;

4) Delineasi blok peruntukan;

5) Ketentuan teknis zonasi, terdiri atas:

i. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;

ii. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;

iii. Ketentuan tata bangunan;

iv. Ketentuan prasarana minimal;

Bab 4 | 76

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

v. Ketentuan tambahan; dan

vi. Ketentuan khusus;

6) Standar teknis;

7) Ketentuan pengaturan zonasi;

8) Ketentuan pelaksanaan meliputi:

i. Ketentuan variansi pemanfaatan ruang;

ii Ketentuan insentif dan disinsentif; dan

iii. Ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai (non conforming situasion) dengan

peraturan zonasi;

9) Ketentuan dampak pemanfaatan ruang;

10) Kelembagaan; dan

11) Perubahan peraturan zonasi.

Hasil dari tahap analisis didokumentasikan di dalam buku data dan analisis dan menjadi

bahan untuk menyusun peraturan zonasi. Adapun hasil kegiatan perumusan rancangan

peraturan zonasi berupa:

1) Text zonasi (zoning text); dan

2) Map zonasi (zoning map).

4.7 Materi Peraturan Zonasi

Peraturan zonasi memuat materi wajib yang meliputi ketentuan kegiatan dan penggunaan

lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata bangunan, ketentuan

prasarana dan sarana minimal, ketentuan pelaksanaan, dan materi pilihan yang terdiri atas

ketentuan tambahan, ketentuan khusus, standar teknis, dan ketentuan pengaturan zonasi.

Materi wajib adalah materi yang harus dimuat dalam peraturan zonasi. Sedangkan materi

pilihan adalah materi yang perlu dimuat sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.

Peraturan zonasi memuat materi wajib yang meliputi ketentuan kegiatan dan penggunaan

lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata bangunan, ketentuan

Bab 4 | 77

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

prasarana dan sarana minimal, ketentuan pelaksanaan, dan materi pilihan yang terdiri atas

ketentuan tambahan, ketentuan khusus, standar teknis, dan ketentuan pengaturan zonasi.

Materi wajib adalah materi yang harus dimuat dalam peraturan zonasi. Sedangkan materi

pilihan adalah materi yang perlu dimuat sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.

Materi Wajib

A. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan

Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah ketentuan yang berisi kegiatan dan

penggunaan lahan yang diperbolehkan, kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat

secara terbatas, kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat tertentu, dan kegiatan dan

penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada suatu zona.

Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan ketentuan maupun

standar yang terkait dengan pemanfaatan ruang, ketentuan dalam peraturan bangunan

setempat, dan ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen yang dikembangkan.

Ketentuan teknis zonasi terdiri atas:

Klasifikasi I = pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan

Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I memiliki sifat

sesuai dengan peruntukan ruang yang direncanakan. Pemerintah Kota/kota tidak

dapat melakukan peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain terhadap kegiatan

dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I.

Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara terbatas

Pemanfaatan bersyarat secara terbatas bermakna bahwa kegiatan dan penggunaan

lahan dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk pembatasan waktu beroperasinya

suatu kegiatan di dalam subzona maupun pembatasan jangka waktu pemanfaatan

lahan untuk kegiatan tertentu yang diusulkan;

2) Pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, maupun

ketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan dengan menurunkan nilai

maksimal dan meninggikan nilai minimal dari intensitas ruang dalam peraturan

zonasi;

Bab 4 | 78

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

3) Pembatasan jumlah pemanfaatan, jika pemanfaatan yang diusulkan telah ada

mampu melayani kebutuhan, dan belum memerlukan tambahan, maka

pemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan atau diizinkan terbatas dengan

pertimbangan-pertimbangan khusus.

Contoh: dalam sebuah zona perumahan yang berdasarkan standar teknis telah cukup

jumlah fasilitas peribadatannya, maka aktivitas rumah ibadah termasuk dalam klasifikasi T.

Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat tertentu

Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna bahwa untuk mendapatkan izin atas suatu

kegiatan atau penggunaan lahan diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu yang

dapat berupa persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan dimaksud

diperlukan mengingat pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi

lingkungan sekitarnya.

Contoh persyaratan umum antara lain:

1) Dokumen AMDAL;

2) Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan

Lingkungan (UPL);

3) Dokumen Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN); dan

4) Pengenaan disinsentif misalnya biaya dampak pembangunan (development impact

fee).

Contoh persyaratan khusus misalnya diwajibkan menambah tempat parkir, menambah luas

RTH, dan memperlebar pedestrian.

Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak diperbolehkan

Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X memiliki sifat tidak

sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak

yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lahan

yang termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh diizinkan pada zona yang bersangkutan.

Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi

didasarkan pada:

1. Pertimbangan Umum

Bab 4 | 79

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Pertimbangan umum berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan, antara lain

kesesuaian dengan arahan pemanfaatan ruang dalam RTRW Kota/kota,

keseimbangan antara kawasan lindung dan kawasan budi daya dalam suatu wilayah,

kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air,

udara, dan ruang bawah tanah), toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak

terhadap peruntukan yang ditetapkan, serta kesesuaian dengan kebijakan lainnya

yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Kota/kota.

2. Pertimbangan Khusus

Pertimbangan khusus berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan, kegiatan

atau komponen yang akan dibangun. Pertimbangan khusus dapat disusun

berdasarkan rujukan mengenai ketentuan atau standar yang berkaitan dengan

pemanfaatan ruang, rujukan mengenai ketentuan dalam peraturan bangunan

setempat, dan rujukan mengenai ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau

komponen yang dikembangkan.

B. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang

Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan mengenai besaran

pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona yang meliputi:

1. KDB Maksimum;

KDB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian atau

peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan.

2. KLB Maksimum;

KLB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan harga lahan, ketersediaan dan

tingkat pelayanan prasarana (jalan), dampak atau kebutuhan terhadap prasarana

tambahan, serta ekonomi dan pembiayaan.

3. Ketinggian Bangunan Maksimum; dan

4. KDH minimal digunakan untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan secara umum pada

suatu zona. KDH minimal ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian

atau peresapan air dan kapasitas drainase.

Beberapa ketentuan lain dapat ditambahkan dalam intensitas pemanfaatan ruang, antara

lain meliputi:

Bab 4 | 80

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

1) Koefisien Tapak Basement (KTB) Maksimum;

2) KTB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan KDH minimal.

3) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) Maksimum;

4) Kepadatan Bangunan atau Unit Maksimum; dan

Kepadatan bangunan atau unit maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan

faktor kesehatan (ketersediaan air bersih, sanitasi, sampah, cahaya matahari, aliran

udara, dan ruang antar bangunan), faktor sosial (ruang terbuka privat, privasi, serta

perlindungan dan jarak tempuh terhadap fasilitas lingkungan), faktor teknis (resiko

kebakaran dan keterbatasan lahan untuk bangunan atau rumah), dan faktor ekonomi

(biaya lahan, ketersediaan, dan ongkos penyediaan pelayanan dasar).

5) Kepadatan Penduduk Maksimal.

Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang mendetailkan lebih lanjut intensitas

pemanfaatan ruang yang diatur dalam ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW

Kota/kota, atau juga bisa berisi sama dengan intensitas pemanfaatan ruang yang

diatur dalam ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW Kota/kota. Intensitas

pemanfaatan ruang yang terdapat dalam ketentuan intensitas pemanfaatan ruang

dapat didetailkan kembali lebih lanjut dalam RTBL.

C. Ketentuan Tata Bangunan

Ketentuan tata bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk, besaran, peletakan, dan

tampilan bangunan pada suatu zona.

Komponen ketentuan tata bangunan minimal terdiri atas:

1) GSB minimal yang ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, resiko

kebakaran, kesehatan, kenyamanan, dan estetika;

2) Tinggi bangunan maksimum atau minimal yang ditetapkan dengan

mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, teknologi, estetika, dan

parasarana;

3) Jarak bebas antarbangunan minimal yang harus memenuhi ketentuan tentang jarak

bebas yang ditentukan oleh jenis peruntukan dan ketinggian bangunan; dan

Bab 4 | 81

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

4) Tampilan bangunan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan warna bangunan,

bahan bangunan, tekstur bangunan, muka bangunan, gaya bangunan, keindahan

bangunan, serta keserasian bangunan dengan lingkungan sekitarnya.

Ketentuan tata bangunan mendetailkan lebih lanjut tata bangunan yang diatur dalam

ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW Kota/kota, atau juga dapat berisi sama

dengan tata bangunan yang diatur dalam ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW

Kota/kota. Tata bangunan yang terdapat dalam ketentuan tata bangunan ruang dapat

didetailkan kembali lebih lanjut dalam RTBL.

D. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal

Ketentuan prasarana dan sarana minimal berfungsi sebagai kelengkapan dasar fisik

lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman melalui penyediaan

prasarana dan sarana yang sesuai agar zona berfungsi secara optimal. Prasarana yang

diatur dalam peraturan zonasi dapat berupa prasarana parkir, aksesibilitas untuk difabel,

jalur pedestrian, jalur sepeda, bongkar muat, dimensi jaringan jalan, kelengkapan jalan, dan

kelengkapan prasarana lainnya yang diperlukan. Ketentuan prasarana dan sarana minimal

ditetapkan sesuai dengan ketentuan mengenai prasarana dan sarana yang diterbitkan oleh

instansi yang berwenang.

E. Ketentuan Pelaksanaan

Ketentuan pelaksanaan terdiri atas:

1) Ketentuan variansi pemanfaatan ruang yang merupakan ketentuan yang memberikan

kelonggaran untuk menyesuaikan dengan kondisi tertentu dengan tetap mengikuti

ketentuan massa ruang yang ditetapkan dalam peraturan zonasi. Hal ini dimaksudkan

untuk menampung dinamika pemanfaatan ruang mikro dan sebagai dasar antara lain

transfer of development rights (TDR) dan air right development yang dapat diatur lebih

lanjut dalam RTBL.

2) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif yang merupakan ketentuan yang

memberikan insentif bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana

tata ruang dan memberikan dampak positif bagi masyarakat, serta yang memberikan

disinsentif bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sejalan dengan rencana tata

ruang dan memberikan dampak negatif bagi masyarakat.

Insentif dapat berbentuk kemudahan perizinan, keringanan pajak, kompensasi,

imbalan, subsidi prasarana, pengalihan hak membangun, dan ketentuan teknis

Bab 4 | 82

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

lainnya. Sedangkan disinsentif dapat berbentuk antara lain pengetatan persyaratan,

pengenaan pajak dan retribusi yang tinggi, pengenaan denda, pembatasan

penyediaan prasarana dan sarana, atau kewajiban untuk penyediaan prasarana dan

sarana kawasan.

3) Ketentuan untuk penggunaan lahan yang sudah ada dan tidak sesuai dengan

peraturan zonasi.

Ketentuan ini berlaku untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum

penetapan RDTR/peraturan zonasi, dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut

diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar.

Materi Pilihan

A. Ketentuan Tambahan

Ketentuan tambahan adalah ketentuan lain yang dapat ditambahkan pada suatu zona untuk

melengkapi aturan dasar yang sudah ditetapkan. Ketentuan tambahan berfungsi

memberikan aturan pada kondisi yang spesifik pada zona tertentu dan belum diatur dalam

ketentuan dasar.

B. Ketentuan Khusus

Ketentuan khusus adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan zona yang memiliki fungsi

khusus dan diberlakukan ketentuan khusus sesuai dengan karakteristik zona dan

kegiatannya. Selain itu, ketentuan pada zona-zona yang digambarkan di peta khusus yang

memiliki pertampalan (overlay) dengan zona lainnya dapat pula dijelaskan disini.

Komponen ketentuan khusus antara lain meliputi:

1) zona keselamatan operasi penerbangan (KKOP);

2) zona cagar budaya atau adat;

3) zona rawan bencana;

4) zona pertahanan keamanan (hankam);

5) zona pusat penelitian;

6) zona pengembangan nuklir;

7) zona pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU);

8) zona gardu induk listrik;

Bab 4 | 83

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

9) zona sumber air baku; dan

10) zona BTS.

Ketentuan mengenai penerapan aturan khusus pada zona-zona khusus di atas ditetapkan

sesuai dengan ketentuan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

C. Standar Teknis

Standar teknis adalah aturan-aturan teknis pembangunan yang ditetapkan berdasarkan

peraturan/standar/ketentuan teknis yang berlaku serta berisi panduan yang terukur dan

ukuran yang sesuai dengan kebutuhan. Standar teknis yang digunakan dalam penyusunan

RDTR mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI), antara lain SNI Nomor 03-1733-2004

tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan Lingkungan dan/atau

standar lain.

Tujuan standar teknis adalah memberikan kemudahan dalam menerapkan ketentuan teknis

yang diberlakukan di setiap zona.

D. Ketentuan Pengaturan Zonasi

Ketentuan pengaturan zonasi adalah varian dari zonasi konvensional yang dikembangkan

untuk memberikan fleksibilitas dalam penerapan aturan zonasi dan ditujukan untuk

mengatasi berbagai permasalahan dalam penerapan peraturan zonasi dasar. Ketentuan

pengaturan zonasi berfungsi untuk memberikan fleksibilitas dalam penerapan peraturan

zonasi dasar serta memberikan pilihan penanganan pada lokasi tertentu sesuai dengan

karakteristik, tujuan pengembangan, dan permasalahan yang dihadapi pada zona tertentu,

sehingga sasaran pengendalian pemanfaatan ruang dapat dicapai secara lebih efektif.

Bab 4 | 84

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin

Gambar 4. 6 Ilustrasi Contoh Peta Rencana Zonasi

Bab 4 | 85

86

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin