BAB II

24
BAB II TINJAUAN DAN RINGKASAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan pustaka Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) 2.1.1 Definisi PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya (1) . Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) bukanlah penyakit tunggal, tetapi merupakan satu istilah yang merujuk kepada penyakit paru kronis yang mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasan PPOK adalah penyakit paru kronik yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Kata “progresif” disini berarti semakin memburuknya keadaan seiring berjalannya waktu (11) . Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk kronik yang produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun berturut-turut. Sementara 5

description

skripsi rokok

Transcript of BAB II

BAB IITINJAUAN DAN RINGKASAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan pustaka Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)2.1.1 DefinisiPPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya(1). Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) bukanlah penyakit tunggal, tetapi merupakan satu istilah yang merujuk kepada penyakit paru kronis yang mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasanPPOK adalah penyakit paru kronik yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Kata progresif disini berarti semakin memburuknya keadaan seiring berjalannya waktu(11).Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk kronik yang produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun berturut-turut. Sementara emfisema didefinisikan sebagai pembesaran alveolus di ujung terminal bronkiol yang permanen dan abnormal disertai dengan destruksi pada dinding alveolus serta tanpa fibrosis yang jelas. The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) guidelines mendefinisikan PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan gangguan pernafasan yang ireversibel, progresif, dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal pada paru akibat inhalasi partikel-partikel udara atau gas-gas yang berbahaya(12).

2.1.2 PatogenesisPPOK yang di tandai oleh inflamasi kronik saluran nafas, parenkim dan pembuluh darah pulmonal. Beberapa teori berkembang tentang pathogenesis PPOK yaitu teori inflamasi, teori gangguan keseimbangan protease- antiprotease, dan teori stress noksidatif.

Gambar 1. Perbedaan gambaran paru normal dengan paru PPOKSumber : GOLD (Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

2.1.2.1 Teori inflamasiDari hasil penelitian histopatologi, sebagian besar inflamasi pada PPOK terjadi di bronkiolus dan parenkim paru. Hal ini disebabkan oleh fibrosis dan inflitrasi makrofag dan limfosit T, dengan predominan oleh limfosit T CD8+. Dari hasil biopsi bronkus memperlihatkan hasil yang sama, yaitu infiltrasi oleh makrofag, limfosit T dan neutrofil. Cairan BAL (Bronchoalveolar lavage) dan sputum menujukan peningkatan makrofag dan neutrofil secaranya nyata. Neutrofil dan makrofag melepakan berbagai proteinase yang merusak jaringan ikat parenkim paru, menyebabkan terjadinya emfisema dan merangsang sekresi mucus (13,14)Beratnya inflamasi saluran pernafasan dihubungkan dengan beratnya obstruksi saluran pernafasan pada perokok.2.1.2.2 Teori gangguan Keseimbangan Protease-Antiprotease.Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik (protease) dan penghambatnya, yaitu anti protease. Berbagai protease yang diduga merusak jaringan ikat parenkim paru aadalah elastin, neutrophile-derived serine protease yaitu neutrofil elastase dan proteinase 3, serta katepsin. Protease dihambat oleh 1-antitripsin, secretory leukoprotease inhibitor, elafin dan tissue inhibitor of matrix metalloproteinase. Pada PPOK terjadi peningkatan proteolysis atau defisiensi anti protease(14).2.1.2.3 Teori Stres Oksidatif.Oksidan dihasilkan oleh rokok ( bahan tar dan asap rokok ), neutrofil, makrofag alveoli, xanthine-oxidase dan infeksi. Terdapat hubungan antara peningkatan permeabilitas epitel dan peningkatan jumlah neutrofil di rongga paru perokok dengan peningkatan stres oksidan.Stres oksidatif diawali oleh pembentukan anion superoksid (02) oleh metabolism mitokondria, reaksi hidroksilase molybdenum ( xantin, sulfite dan aldehid oksidase), metabolism asam arakhidonat dan prosed NDPH oxidase-dependent dalam sel fagositik. Stres oksidatif mengakibatkan PPOK melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah aktifitas nuclear factor-kB (NF-kB) dan inaktifasi protease. Pembentukan radikal bebas ini dihambat oleh anti oksidan paru, yaitu superoxide dismutase (SOD), katalase dan glutathione (GSH) redox system. Selain antioxidant enzimatik, terdapat non-enzimatik yaitu vitamin E, -carotene, vitamin C, asam urat dan bilirubin(15). 2.1.3 Faktor resiko Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK adalah faktor host, meliputi faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran nafas. Faktor eksposur,meliputi merokok, status sosio ekonomi, hipereaktivitas saluran nafas, pekerjaan, polusi lingkungan, kejadian saat perinatal, infeksi bronkopulmoner rekuren dan lain-lain(16).Pendapat lain menyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya PPOK adalah asap rokok, baik perokok aktif maupun perokok pasif. Polusi udara, meliputi polusi di dalam ruangan (asap rokok, asap kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan), dan polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun). Faktor risiko lain yang perlu diwaspadai dari polusi udara yang terjadi di dalam rumah adalah penggunaan kayu bakar, lampu minyak, obat nyamuk bakar, dan lain-lain. Selain faktor-faktor tersebut, beberapa kasus PPOK yang ditemukan juga dapat terjadi karena infeksi saluran nafas bawah berulang(17).

a) Merokok Pada tahun 1964, penasihat Committee Surgeon General of the United States menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama mortalitas bronkitis kronik dan emfisema. Hubungan antara penurunan fungsi paru dengan intensitas merokok ini berkaitan dengan peningkatan kadar prevalensi PPOK seiring dengan pertambahan umur. Prevalansi merokok yang tinggi di kalangan pria menjelaskan penyebab tingginya prevalensi PPOK dikalangan pria. Sementara prevalensi PPOK dikalangan wanita semakin meningkat akibat peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun ke tahun (18).PPOK berkembang pada hampir 15% perokok. Umur pertama kali merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status terbaru perokok memprediksikan mortalitas akibat PPOK. Individu yang merokok mengalami penurunan pada FEV1 dimana kira-kira hampir 90% perokok berisiko menderita PPOK Second-hand smoker atau perokok pasif berisiko untuk terkena infeksi sistem pernafasan, dan gejala-gejala asma(12). Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi paru Pemaparan asap rokok pada anak dengan ibu yang merokok menyebabkan penurunan pertumbuhan paru anak. Ibu hamil yang terpapar dengan asap rokok juga dapat menyebabkan penurunan fungsi dan perkembangan paru janin semasa gestasi(19,20).

b) Hiperesponsif saluran pernafasan Menurut Dutch hypothesis, asma, bronkitis kronik, dan emfisema adalah variasi penyakit yang hampir sama yang diakibatkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Sementara British hypothesis menyatakan bahwa asma dan PPOK merupakan dua kondisi yang berbeda; asma diakibatkan reaksi alergi sedangkan PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan yang terjadi akibat merokok. Penelitian yang menilai hubungan tingkat respon saluran pernafasan dengan penurunan fungsi paru membuktikan bahwa peningkatan respon saluran pernafasan merupakan pengukur yang signifikan bagi penurunan fungsi paru (13,14). Meskipun begitu, hubungan hal ini dengan individu yang merokok masih belum jelas. Hiperesponsif salur pernafasan ini bisa menjurus kepada remodeling salur nafas yang menyebabkan terjadinya lebih banyak obstruksi pada penderita PPOK (12).

c) Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pernafasan adalah faktor risiko yang berpotensi untuk perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Dipercaya bahwa infeksi saluran nafas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai faktor predisposisi perkembangan PPOK. Meskipun infeksi saluran nafas adalah penyebab penting terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi saluran nafas dewasa dan anak-anak dengan perkembangan PPOK masih belum bisa dibuktikan (13,14) .

d) Pemaparan akibat pekerjaan.Peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan dan obstruksi saluran nafas juga bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu dan debu selama bekerja. Pekerjaan seperti pengumpul arang batu dan perusahaan tekstil kapas berisiko untuk mengalami obstruksi saluran nafas. Pada pekerja yang terpapar dengan cadmium, FEV 1, FEV 1/FVC, dan DLCO menurun secara signifikan (FVC, force vital capacity; DLCO, carbon monoxide diffusing capacity of lung). Hal ini terjadi seiring dengan peningkatan kasus obstruksi saluran nafas dan emfisema. Walaupun beberapa pekerjaan terpapar dengan debu dan gas yang berbahaya berisiko untuk mendapat PPOK, efek yang muncul adalah kurang jika dibandingkan dengan efek akibat merokok (13,14,21).

e) Polusi udaraBeberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan pada individu yang tinggal di kota daripada desa yang berhubungan dengan polusi udara yang lebih tinggi di kota. Meskipun demikian, hubungan polusi udara dengan terjadinya PPOK masih tidak bisa dibuktikan. Pemaparan terus-menerus dengan asap hasil pembakaran biomass dikatakan menjadi faktor risiko yang signifikan terjadinya PPOK pada kaum wanita di beberapa negara. Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang penting dibanding merokok (13,14).

f) Faktor geneticDefisiensi 1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko untuk terjadinya PPOK. Insidensi kasus PPOK yang disebabkan defisiensi 1-antitripsin di Amerika Serikat adalah kurang daripada 1/100. 1-antitripsin merupakan inhibitor protease yang diproduksi di hati dan bekerja menginhibisi neutrophil elastase di paru. Defisiensi 1-antitripsin yang berat menyebabkan emfisema pada umur rata-rata 53 tahun bagi bukan perokok dan 40 tahun bagi perokok (12). 2.1.4 DiagnosisGejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, serta adanya riwayat faktor resiko. Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala.(1,2).Diagnosis dapat ditegakkan yang pertama yakni dengan anamnesis. Meliputi keluhan utama dan keluhan tambahan. Biasanya keluhan pasien adalah batuk maupun sesak napas yang kronis dan berulang. Tipe emfisema paru sehari-hari cenderung memiliki keluhan sesak napas yang biasanya diekspresikan berupa pola napas yang terengah-engah. Pada tipe bronkitis kronis gejala batuk sebagai keluhan yang menonjol, batuk disertai dahak yang banyak kadang kental dan kalau berwarna kekuningan pertanda adanya super infeksi bakteriel. Gangguan pernapasan kronik, PPOK secara progresif memperburuk fungsi paru dan keterbatasan aliran udara khususnya saat ekspirasi, dan komplikasi dapat terjadi gangguan pernapasan dan jantung. Perburukan penyakit menyebabkan menurunnya kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari sampai kehilangan kualitas hidup(22).Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah Faal paru, dengan menggunakan Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP) Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore. Lalu uji faal paru lainnya dapat dilakukan Uji bronkodilator biasa untuk PPOK stabil. Selain faal paru, yang rutin dilakukan adalah darah rutin (melihat leukosit, Hb dan hematokrit). Dan pemeriksaan radiologi yakni foto toraks posisi PA untuk melihat apakah ada gambaran emfisema atau bronkitis kronis. Adapun pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah pemeriksaan faal paru dengan pengukuran Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, dll. Lalu lainnya adalah uji latih kardiopulmoner, uji provokasi bronkus, uji coba kortikosteroid, analisis gas darah, CT Scan resolusi tinggi, elektrokardiografi, ekokardiografi, bakteriologi dan kadar alfa-1 antitripsin (1,2).

2.1.5 KlasifikasiBerdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan klasifikasi (derajat) PPOK, yaitu (GOLD, 2009):Tabel 1. Klasifikasi PPOK.Klasifikasi penyakit Gejala Klinis Spirometri

PPOK Ringan Dengan atau tanpa batuk Dengan atau tanpa produksi sputum Sesak napas derajat sesak 1 sampai derajat sesak 2

VEP1 80% prediksi VEP1/KVP