BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika ......Adanya Matematika yang disebabkan...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika ......Adanya Matematika yang disebabkan...
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD
2.1.1.1 Matematika
“Matematika” berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang
diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar”, juga mathematikos yang
diartikan sebagai “suka belajar” (Sriyanto, 2007: 12). Sedangkan dalam bahasa
Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang berkaitan dengan
penalaran (Ahmad Susanto: 2013: 184).
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI dijelaskan,
bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Adanya Matematika yang disebabkan pemikiran
manusia yang berkaitan dengan ide atau nalar yang terbagi atas bidang aljabar,
aritmatika, analisis, dan geometri (James dalam Ismunamto, 2011: 6). Sedangkan
hakikat matematika menurut Soejadi (dalam Heruman, 2012: 1), yaitu memiliki
objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.
Sejalan dari beberapa pendapat para ahli di atas, Ahmad Susanto (2013: 183)
mengartikan matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol
dan sebagai salah satu dari displin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir dan berargumentasi, serta memberikan kostribusi dalam penyelesaian
masalah sehari-hari. Dalam bidang studi matematika sangat diperlukan untuk
proses perhitungan dan proses berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas menurut pemikiran penulis,
matematika adalah sebuah ilmu pengetahuan yang terstruktur yang berisikan
simbol-simbol atau hal-hal yang abstrak dan deduktif, dikelompokkan dalam
bidang aljabar, aritmatika, analisis, dan geometri yang merupakan pola saling
berhubungan dari sekumpulan konsep tertentu sehingga dapat dibuktikan
kebenarannya secara deduktif. Maka matematika dapat membantu manusia
10
berpikir kritis dan logis, memahami, dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Tujuan pembelajaran matematika secara khusus yang dimuat oleh
Depdiknas dalam Ahmad Susanto (2013: 190) adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkose, dan
mengaplikasikan konsep atau logaritme. 2. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan uraian tujuan pembelajaran matematika diatas bahwa
pembelajaran matematika mempunyai tujuan agar siswa memahami konsep
matematika yang memiliki keterkaitan antara konsep dan penerapannya, dengan
menggunakan penalarannya untuk menemukan penyelesaian dari suatu masalah.
Hal ini agar dapat dijelaskan siswa melalui ide-ide berupa simbol ataupun media
lain untuk memperjelas masalah. Setelah siswa mengikuti pembelajaran,
diharapkan siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dan dapat
menerapkan penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari sesuai
penalarannya.
2.1.1.3 Pembelajaran Matematika di SD
Dalam setiap pembelajaran, guru harus memahami materi yang akan
diajarkan dalam pembelajarannya. Mengajar matematika akan lebih efektif jika
kemampuan berpikir diperhatikan, karena perhatian ditunjukakan kepada kesiapan
struktur kognitif siswa. Struktur kognitif mengacu pada organisasi pengetahuan
bahkan pengalaman yang pernah dilakukan siswa sehingga memungkinkan siswa
dapat memahami konsep-konsep baru termasuk konsep matematika.
11
Ahmad Susanto (2013: 186) pembelajaran Matematika adalah suatu proses
belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas
berpikir siswa yang dapat mengingkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat
meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya dalam
pengusaan terhadap materi matematika. Hal itu menunjukkkan belajar matematika
merupakan aktivitas mental yang tinggi untuk memahami konsep, meningkatkan
kemampuan berpikir, kemudian menerapkan dalam kehidupan nyata sehingga
terbentuk pengetahuan baru dan terjadi perubahan tingkah laku. Kegiatan
pembelajaran matematika berorientasi pada upaya menerapkan cara berpikir
matematik.
Pembelajaran matematika merupakan proses untuk membentuk pola pikir
siswa dalam pemahaman suatu konsep maupun penalaran suatu hubungan dari
konsep-konsep itu. Selain itu, siswa dilatih untuk membuat terkaan, perkiraan,
berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-
contoh. Dalam pembelajaran tersebut , agar siswa memiliki kemampuan berpikir
secara logis, rasional, kritis, efektif dan efisien. Tujuan akhir dari pembelajaran
matematika, yaitu pemahaman terhadap konsep-konsep yang relatif abstrak
Objek pembelajaran matematika adalah abstrak. Dalam usia
perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat
ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa
memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas
apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan
dimengerti siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan
konkret, semi konkret, dan selanjutnya abstrak. Hal ini sesuai pada teori Piaget,
siswa usia SD belum bisa berpikir formal karena mereka dalam fase oprasional
konkret.
Guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran sesuai dengan
kurikulum yang berlaku dan pola pikir siswa (Heruman, 2012: 2). Guru dalam
mengajar matematika harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-
beda. Karena, tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika. Hal ini,
menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang baik menuntut penggunaan
12
metode atau model pembelajaran yang bervariasi. Tetapi materi tertentu dalam
matematika kadang dapat diajarkan dengan baik, menggunakan metode tertentu.
Selain itu, pembelajaran matematika di SD memiliki perbedaan dengan
pembelajaran SD lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri
pembelajaran matematika SD, antara lain:
1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral, artinya
pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana
pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengkaitkan
atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.
2. Pembelajaran matematika bertahap, artinya materi pelajaran
matematika diajarkan secara bertahap, dimulai dari konsep-konsep
yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu
pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, kesemi konkret
dan akhirnya kepada konsep abstrak.
3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, artinya
matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap
perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di
SD digunakan pendekatan induktif.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi, artinya
tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran
yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan
kepada pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah diterima
kebenarannya. Meskipun di SD pembelajaran matematika dilakukan
dengan cara induktif tetapi pada jenjang selanjutnya generalisasi suatu
konsep harus secara deduktif.
5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna, artinya cara
mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian
daripada hafalan. Dalam belajar bermakna aturan-aturan, sifat-sifat,
dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi
sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil ditemukan oleh
siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian
dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui, dalam pembelajaran bermakna
siswa mempelajari matematika mulai dari proses terbentuknya suatu konsep
kemudian berlatih menerapkan dan memanipulasi konsep-konsep tersebut
pada situasi baru. Diharapkan, siswa terhindar dari verbalisme, karena dalam
setiap kegiatan yang dilakukannya siswa dapat memahami mengapa dilakukan
dan bagaimana melakukannya. Oleh karena itu akan tumbuh kesadaran
tentang pentingnya belajar.
13
2.1.2 Pendekatan Saintifik
2.1.2.1 Pengertian Pendekatan Saintifik
Sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013, tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan perlunya proses
pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau
ilmiah. Pendekatan saintifik ini melatarbelakangi perumusan metode mengajar
dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Iskandar (2008: 16) pendekatan
scientific (pendekatan ilmiah) adalah suatu proses penyelidikan secara sistematik
yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bergantung (interdependent), artinya
pendekatan ini dilakukan secara sistematis sesuai dengan prosedur yang
didasarkan pada suatu metode ilmiah.
Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014: 29) pendekatan santifik adalah
proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara
aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati
(untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai
teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep,
hukum atau prinsip yang ditemukan. Sedangkan, Daryanto (2014: 51) penerapan
pembelajaran saintifik dalam pembelajaran melibatkan ketrampilan proses seperti
mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan
menyimpulkan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas menurut pemikiran penulis,
pendekatan saintifik adalah pendekatan yang dirancang supaya siswa aktif
mengkonstruk dalam memperoleh pengetahuannya berdasarkan langkah-langkah
yang sudah ditentukan secara ilmiah dan sistematik. Kegiatan pembelajaran ini,
siswa dihadapkan suatu masalah kemudian dituntut untuk mencari
penyelesaiannya melalui penelitian ataupun penalarannya.
Oleh karena itu pendekatan saintifik merujuk pada teknik-teknik
investigasi atas gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi, dan
memadukan pengetahuan sebelumnya. Setiap kegiatan pembelajaran melibatkan
seperti proses mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan menyimpulkan atau
14
mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik yang dimaksud adalah memberikan
pemahaman siswa untuk mengenal materi menggunakan pendekatan ilmiah.
2.1.2.2 Karateristik Pendekatan Saintifik
Pendekatan ilmiah (pendekatan saintifik) merupakan konsep dasar yang
menginspirasi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik
ilmiah. Sebelum guru melakukan proses pembelajaran dengan pendekatan
saintifik, guru harus memahami kriteria atau karakteristik pendekatan tersebut.
Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini
(Kemendikbud, 2013 dalam Imas Kurniasih dan Berlin Sani, 2014: 35-37):
1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena
yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas
kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta
didik terbebas dari prasangka yang sertamerta, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,
analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan
masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik
dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari
substansi atau materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif
dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun
menarik sistem penyajiannya.
Dalam proses pembelajaran pendekatan saintifik, seperti yang diuraikan
kriteria-kriteria di atas memiliki karakteristik yang sama halnya dengan
pembelajaran dengan metode saintifik, yaitu sebagai berikut: (Hosnan, 2014: 36)
1. Berpusat pada siswa.
2. Melihatkan keterampilan proses sains dalam mengkontrusi konsep, hukum
atau prinsip.
3. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi
siswa.
4. Dapat mengembangkan karakter siswa.
15
Seperti yang diuraikan di atas, berdasarkan kriteria ataupun karakteristik
pendekatan saintifik yang dimaksud adalah pembelajaran yang menekankan
siswa untuk aktif. Selain itu, siswa berkesempatan untuk dapat mengembangkan
kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir, sehingga dapat melatih
kemampuan dalam berkomunikasi. Dalam hal ini guru dituntut untuk dapat
menyajikan pembelajaran yang berkaitan dalam kehidupam sehari-hari. Hal ini
dibutuhkan kreativitas guru dalam penyajian materi yang akan disampaikan.
2.1.2.3 Langkah-Langkah Pendekatan Saintifik
Implementasi dengan menggunakan pendekatan saintifik, diharapkan guru
terlebih dahulu memahami langkah-langkah pendekatan tersebut agar tujuan
pembelajaran tercapai. Langkah-langkah pendekatan ilmiah di dalam proses
pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan (observing),
bertanya (questioning), percobaan (eksperimentil), mengolah data atau informasi,
menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar
(associating), serta menyimpulkan dan menciptkan (networking) (Daryanto, 2014:
59).
Sementara langkah-langkah pembelajaran pendekatan saintifik menurut
Hosnan (2014: 39-77) adalah berikut di bawah ini:
1. Mengamati
Aktivitas ini mengutamakan kebermaknaan dalam proses
pembelajaran (meaningfull learning).Aktivitas mengamati
memiliki kelebihan, seperti menyajikan media objek nyata, siswa
senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
2. Menanya
Dalam aktivitas ini, guru mampu menginspirasi siswa untuk
meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, pengetahuan,
dan keterampulan. Ketika guru bertanya, saat itu juga guru
membimbing ata memandu siswa belajar
3. Mengumpulkan informasi/eksperimen/mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata(otentik),siswa harus
mencoba, terutama materi yang sesuai.Pada mata pelajaran
matematika, misalnya siswa harus dapat memahami konsep-
konsep matematika dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Siswa juga harus memiliki keterampilan untuk mengembangkan
pengetahuannya. Selain itu juga mampu menggunakan metode
16
ilmiah dan sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalh yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mengasosiasikan/mengolah informasi/menalar
Pada aktivitas menalar terdapat 2 cara yaitu menalar secara
induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi
kesimpulan yang bersifat umum. Menalar secara deduktif adalah
cara menalar dengan menarik kesimpulan dari pernyataan-
pernyataan yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat
khusus.
5. Mengkomunikasikan/membentuk jejaring
Aktivitas membentuk jejaring akan mempertajam daya nalar
siswa. Pada aktivitas inilah baik guru dan siswa dituntut mampu
memaknai hubungan fenomena, khususnya yang berhubungan
sebab akibat.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menentukan lima langkah
utama dalam kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik, yaitu mengamati,
menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan. Langkah-langkah tersebut
siswa diharapkan untuk mencari penyelesaian dari suatu masalah secara ilimiah.
2.1.3 Model Problem Based Learning
2.1.3.1 Pengertian Model Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis
Masalah)
Model Problem Based Learning (PBL),atau sering disebut juga dengan
model Pembelajaran Berbasis Masalah. Jamil Suprihartiningrum (2013: 215)
model Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang mana
siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah kemudian diikuti oleh proses
pencarian informasi yang bersifat student centered. Sementara, Tan dalam
Rusman (2010: 229):
Pembelajaran berbasis masala merupakan inovasi dalam pembelajaran
karena PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa
dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan
kemapuan berpikir secara berkesinambungan.
17
Menurut Rizema Putra, (2013: 67) Problem Based Learning adalah:
Pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam memecahkan
suatu masalah yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata
sebagai sesuatu yang harus dipelajari oleh siswa untuk melatih dan
meningkatkan keterampilan berpikir kritis sekaligus pemecahan masalah,
serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting.
Hosnan (2014: 298) mendefinisikan bahwa Problem Based Learning
pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (otenik) yang tidak terstruktur
(ill-structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi siswa untuk
mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta
sekaligus membangun pengetahuan baru. Sementara, Wina Sanjaya (2014: 214)
SPBM diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, menurut penulis pengertian model
Problem Based Learning, yaitu suatu model pembelajaran yang diawali dengan
pemberian masalah dalam kehidupan nyata yang merangsang siswa dalam kondisi
belajar lebih aktif untuk menyelesaikan masalah secara sistematik dan berpikir
kritis dalam rangka memperoleh pengetahuan baru berdasarkan penemuannya.
2.1.3.2 Karakteristik Model Problem Based Learning
Hamruni (2012: 151), terdapat ciri utama dalam Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah (SPBM). Pertama SPBM merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus
dilakukan siswa. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah.
Rusman (2011: 232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis Masalah
atau yang sering disebut PBL sebagai berikut:
1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia
nyata yang tidak terstruktur
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)
18
4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,
dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan
belajar dan bidang baru dalam belajar
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif
8. Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuanuntuk mencari solusi
dari sebuah permasalahan
9. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari
sebuah proses belajar.
10. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar.
Selain itu, Tan dalam Taufiq Amir (2010: 22) berpendapat juga proses
pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) memiliki beberapa
karakteristik, sebagai berikut:
1. Masalah yang digunakan sebagai awal pembelajaran.
2. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata
yang disajikan secara gamblang (ill-structured).
3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspektive).
4. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapat pembelajaran di
ranah pembelajaran yang baru.
5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
6. Memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi, tidak dari satu sumber
saja.
7. Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pembelajaran
bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer
teaching), dan melakukan presentasi.
Berdasarkan uraian pendapat ahli di atas tentang ciri-ciri maupun
karakteristik model Problem Based Learning dapat diketahui bahwa karakteristik
model Problem Based Learning terutama, yaitu adanya permasalahan.
Permasalahan yang disajikan berasal dari kehidupan nyata, sehingga dapat
mendorong siswa untuk mengarahkan dirinya dalam memecahkan masalah dan
melatih siswa berpikir secara sistematik dan kritis, dapat dilakukan baik secara
individu maupun kelompok.
19
2.1.3.3 Langkah-Langkah Model Problem Based Learning
Fogarty (dalam Rusman, 2011: 243) Pembelajaran Berbasis Permasalahan
dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur sesuatu yang kacau. Dari
kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan
penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Rusman (2011: 243), langkah-
langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses Pembelajaran Berbasis
Permasalahan, adalah:
1. Menemukan masalah.
2. Mendefinisikan masalah.
3. Mengumpulkan fakta.
4. Merumuskan hipotesis
5. Penelitian.
6. Memahami kembali suatu masalah.
7. Menyuguhkan alternatif.
8. Mengusulkan solusi.
Sedangkan, langkah-langkah diatas juga ditekankan model pembelajaran
Problem Based Learning menurut Imas Kurniasih dan Barlin Sani (2014: 77-78)
adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Langkah-langkah (Sintaks) Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Aktivitas Guru dan Peserta Didik
1. Orientasi peserta
didik pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan
sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru
memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah nyata yang
dipilih atau ditentukan..
2. Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
Guru membantu peserta didik mendefinisikan
atau mengorganisasi tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah yang sudah
diorientasikan pada tahap sebelumnya.
3. Membimbing
penyelidikan
individual maupun
kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai dan
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
kejelasan yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah.
4. Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya
Guru membantu peserta didik untuk berbagi
tugas dan merencanakan atau menyiapkan
karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan
masalah dalam bentuk laporan, video, atau
20
model.
5. Menganalisis dan
mengevaluasi
proses pemecahan
masalah
Guru membantu peserta didik untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap proses
pemecahan masalah yang dilakukan.
Berdasarkan langkah-langkah model Problem Based Learning yang telah
diuraikan para ahli di atas, penulis menentukan lima langkah-langkah model
Problem Based Learning dalam kegiatan pembelajaran, yaitu orientasi peserta
didik pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Proses penyelesaian masalah yang diterapkan akan membentuk siswa dalam
menyelesaikan masalah, berpikir kritis, dan membentuk pengetahuan baru. Pada
sumber belajar yang digunakan pada lingkungan harus terbuka, dan menekankan
pada peran serta siswa yang aktif untuk mencari tahu.
2.1.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning
Menurut Suyadi (2013: 142-143) ada beberapa kelebihan dan kelemahan
model Problem Based Learning (PBL), antara lain:
kelebihan model Pembelajaran Problem Based Learning, adalah:
1. Problem Based Learning merupakan model yang cukup bagus untuk
lebih memahami isi pelajaran.
2. pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasaan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa
3. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Dapat membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang aktif
dan menyenangkan.
7. Dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
8. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
21
9. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk
menembangkan konsep belajar secara terus-menerus, karena dalam
praksisnya masalah tidak akan pernah selesai.
Kekurangan yang terdapat dalam Model Pembelajaran Problem Based
Learning, adalah:
1. Ketika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencoba karena takut salah.
2. Proses pelaksanaan PBL membutuhkan cukup waktu yang lama.
3. Tanpa pemahaman “mengapa mereka berusaha” untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa
yang seharusnya mereka pelajari.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa seorang guru dalam
menerapkan model Problem Based Learning harus dapat memperhatikan pokok
permasalahan yang menjadi topik permasalahan, salain itu guru harus mampu
memotivasi dan membantu siswa ketika sudah merasa tidak bisa menyelesaikan
masalah.
2.1.4 Sintak Penerapan Pendekatan Saintifik melalui Model Problem based
Learning
Implementasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik
melalui model Problem Based Learning bukan semata-mata bahwa, pengetahuan
dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Melainkan siswa mengalami
dan mengkontruk pengetahuan dari masalah yang sajikan. Sesuai dengan langkah-
langkah pendekatan saintifik yang digunakan peneliti dalam kegiatan
pembelajaran meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengkomunikasikan/membentuk jejaring. Selain itu, juga mengacu pada tahapan
model pembelajaran Problem Based Learning, yaitu orientasi siswa pada masalah,
mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing pengalaman
individu/kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Hal ini, membawa
siswa dalam pembelajaran yang lebih bermakna, sehingga mendorong siswa agar
dapat berpikir secara kritis dan sistematik untuk menyelesaikan suatu masalah
22
yang dihadapi baik individu atau kelompok, dalam rangka membentuk
pengetahuan baru.
Adapun langkah-langkah yang disusun dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan saintifik melalui model Problem Based Learning berdasarkan
Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Penulis membuat
pemetaan dan implementasi pendekatan saintifik melalui Problem Based Learning
berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Tabel 2
Pemetaan Pendekatan saintifik melalui Model Problem Based Learning
berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Sintak Problem
Based Learning
Saintifik
Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi
Orientasi siswa
kepada masalah
√
Mengorganisir
siswa untuk
belajar
√
Membimbing
penyelidikan
individual
maupun
kelompok
√
Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya
√
Menganalisis dan
mengevaluasi
proses pemecahan
masalah
√
23
Tabel 3
Implementasi Pendekatan saintifik melalui Model Problem Based Learning
berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Sintak Problem
Based Learning
Saintifik
Langkah
dalam
Standar
Proses
Aktivitas Guru
Orientasi siswa
kepada masalah
Kegiatan
Awal
1. Menginformasikan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan apersepsi, memberikan
motivasi kepada siswa dengan pengajuan
masalah dan mengkondisikan siswa ke
dalam beberapa kelompok
3. Masalah yang disajikan dalam bentuk
vidio atau gambar atau benda-benda
kongkrit yang ada di lingkungan sekolah
sesuai kebutuhan dalam soal cerita
perbandingan dan skala.
Mengorganisir
siswa untuk
belajar
Kegiatan
Inti
Eksplorasi
1. Mendampingi siswa mengorganisasikan
(mendiskusikan) tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
dengan mengarahkan pembagian tugas
dalam kelompok.
2. Membimbing siswa merencanakan
penyelidikan untuk mendapatkan
informasi penyelesaian masalah
Membimbing
penyelidikan
individual atau
kelompok
Elaborasi
Membimbing dan memfasilitasi
pengalaman siswa dalam penyelidikan
menyelesaikan masalah di dalam
kelompok untuk mengumpulkan
informasi dan solusi yang tepat.
Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya
Elaborasi
1. Mendampingi siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan hasil
jawaban yang sesuai seperti laporan, dan
mendampingi mereka untuk berbagai
tugas dengan temannya.
2. Membimbing siswa pemaparan dari
hasil yang diperoleh dalam pemecahan
masalah. Dengan memberikan alur
penyelesaian yang dilakukan.
Menganalisis dan
mengevaluasi
proses pemecahan
masalah
Konfirmasi
1. Bersama-sama siswa melakukan evaluasi
terhadap proses pemecahan masalah
yang dipersentasikan setiap kelompok
maupun seluruh aktivitas pembelajaran
yang dilakukan.
24
2. Mendampingi siswa untuk membuat
kesimpulan berkaitan dengan
pembelajaran yang telah dilakukan, serta
memberikan kesempatan untuk
menanyakan hal-hal yang belum
diketahui.
2.1.5 Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
Kemampuan merupakan kecakapan seseorang dalam menguasai keahlian
dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam sesuatu yang dikerjakan
atas tindakan. Kemampuan dapat juga diartikan sebagai kesanggupan seseorang
melakukan suatu usaha dimana hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika.
Kemampuan menyelesaikan soal cerita merupakan kemampuan siswa
untuk menyelesaikan soal matematika yang disajikan dalam bentuk cerita, dan
isinya menggambarkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Soal cerita
dapat digunakan untuk melatih siswa dalam menyelesaikan masalah. Masalah
yang muncul ketika siswa kesulitan berhadapan dengan soal yang tidak dapat
menemukan jawaban langsung.
Sedangkan soal cerita merupakan soal matematika yang disajikan dalam
bentuk cerita (kalimat) yang berkaitan dengan situasi yang dialami siswa dalam
kehidupan sehari-hari. Soal cerita matematika tersebut haruslah mengandung
masalah yang menuntut pemahaman dan pemecahan masalah. Soal cerita
matematika merupakan soal matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari untuk mencari penyelesaiannya menggunakan kalimat matematika yang
memuatan bilangan, oprasi hitung (+, -, x, :) dan relasi (=, <, >, ≤, ≥) (Marsudi
dan Astuti, 2011: 8).
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa kemampuan
menyelesaikan soal cerita adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan
soal matematika yang disajikan dengan kalimat yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari serta memuat masalah yang menuntut pemecahan sebagai hasil dari
latihan selama proses pembelajaran. Soal cerita matematika sangat penting untuk
25
diberikan kepada siswa guna melatih perkembangan proses berpikir secara
berkelanjutan dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan,
sehingga keberadaannya sangat diperlukan.
Adapun tujuan pembelajaran soal cerita di SD menurut Marsudi dan Astuti
(2011: 9), antara lain:
1. Melatih siswa berpikir deduktif.
2. Membiasakan siswa untuk melihat hubungan antra kehidupan sehari-
hari dengan pengetahuan matematika yang telah mereka peroleh
disekolah.
3. Memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep matematika tertentu,
maksudnya dalam menyelesaikan soal cerita siswa perlu mengingat
kembali konsep-konsep matematika yang telah dipelajarinya sehingga
pemahaman terhadap konsep-konsep tersebut semakin kuat.
Beberapa tahap-tahap penyelesaian soal cerita menurut George Polya
dalam Marsudi dan Astuti (2011: 10-11) adalah
1. Memahami masalah (understanding the problem)
Tahap ini siswa harus memahami masalah yang diberikan yaitu
menentukan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apa syaratnya,
cukup ataukah berlebihan syarat tersebut untuk menyelesaikan soal
yang diberikan.
2. Menyusun rencana (devising a plan)
Tahap ini siswa harus menunjukkan hubungan antara yang diketahui
dan yang ditanyakan, dan menentukan strategi atau cara yang akan
digunakan dalam menyelesaikan soal yang diberikan.
3. Pelaksanaan rencana (carrying out the plan)
Tahap ini siswa melaksanakan rencana yang telah ditetapkan pada
tahap merencanakan pemecahan masalah, dan mengecek setiap
langkah yang dilakukan.
4. Memeriksa kembali (looking back)
Pada tahap ini siswa melakukan refleksi yaitu mengecek atau menguji
solusi yang telah diperoleh.
26
Eicholz dalam Marsudi dan Astuti (2011: 13) mengemukakan bahwa
langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan soal cerita, sebagai
berikut:
1. Memahami apa yang ditanyakan.
2. Menemukan data yang dibutuhkan.
3. Merencanakan apa yang akan dilakukan.
4. Menemukan jawaban melalui komputasi (penghitungan).
5. Mengoreksi Kembali Jawaban.
Skemp dalam Marsudi dan Astuti (2011: 13) menyarankan langkah-
langkah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal cerita matematika,
sebagai berikut:
1. Pemahaman masalah, berhubungan dengan masalag dunia nyata.
2. Pembuatan model matematika (mathematical model) dalam proses
abstraksi (abstracting).
3. Melakukan manipulasi terhadap model matematika (manipulation of
model).
4. Melakukan interprestasi terhadap masalah semula.
Berdasarkan uraian di atas bahwa terdapat kesamaan langkah-langkah
penyelesaian masalah soal cerita dari beberapa ahli. Oleh karena itu, penulis
menetukan langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita antara lain: (1)
memahami masalah yang terdapat dalam soal cerita. hal ini dapat menentukan
data apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. (2) membuat rencana
penyelesaian. Siswa dapat menentukan hubungan data apa yang diketahui dan
ditanyakan membuat model atau kalimat atau rumus. (3) melaksanakan rencana
penyelasaian. Pada langkah ini siswa dapat mengkomputasi. (4) melakukan
pengecekan terhadap hasil dan membuat kesimpulan terhadap soal cerita sesuai
apa yang ditanyakan.
27
2.1.6 Hubungan Pendekatan Saintifik Melalui Model Problem Based
Learning dengan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
Pendekatan saintifik merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang
dirancang supaya siswa aktif untuk memperoleh pengetahuannya berdasarkan
langkah-langkah yang sudah ditentukan secara ilmiah dan sistematik. Hal ini
cocok dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)
yang mengaitkan pengetahuan dengan masalah kontekstual dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam pembelajaran ini membuat siswa untuk memberdayakan
berpikir aktif yang dapat membangun pengetahuannya secara mandiri ataupun
kerjasama kelompok. Hal ini disebabkan, adanya rangsangan seperti masalah-
masalah yang harus dilakukan pemecahan masalah atau mencari solusi pemecahan
masalah, disini guru berperan hanya sebagai fasilitator sehingga pembelajaran dari
pengalaman siswa membuat lebih bermakna. Pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan saintifik melalui model problem based learning diharapkan siswa
mampu berpikir secara runtut dan meningkatkan kemampuan menyelesaikan
masalah. Dalam proses pembelajaran ada beberapa unsur penting agar tercapainya
suatu tujuan yang telah ditetapkan oleh guru dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran, seperti subjek (siswa), objek (guru), media, dan lingkungan
pembelajaran.
Salah satu aspek yang mendasari tercapainya tujuan pembelajaran bisa
diukur dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan
menyelesaikan soal cerita. Pada penelitian ini pendekatan saintifik melalui model
problem based learning menjadi utama karena merupakan variabel bebas
(independen). Untuk mengukur hasil belajar melalui kemampuan menyelesaikan
soal cerita terdapat tingkatan kesukaran. Dalam penelitian ini kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika menjadi variabel terikat (dependen), yang
di dalamnya terdapat variasi tuntas atau tidaknya siswa dalam evaluasi setelah
diberikan perlakuan.
28
2.2 Kajian Hasil Belajar yang Relevan
Berdasarkan penelitian ekperimen yang berjenis quasi yang dilakukan oleh
Ade Febriyanto (2012) dengan judul penelitian: “Efektifitas penggunaan model
Problem Based Learning (PBL) dalam Pembelajaran matematika pada siswa
kelas 5 semester 2 desa depok tahun pelajaran 2011/2012” menyimpulkan bahwa
hasil uji t menunjukkan nilai t hitung > t tabel (3.173 >2.023) dengan signifikan
0,03 < 0,05. Jika nilai t hitung positif, ini berarti rata-rata kelompok eksperimen
lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Dapat dilihat dari uji analisis deskriptif
diperoleh rata-rata untuk kelompok ekperimen 78,60 dan kelompok kontrol
64,14. Dari hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa pembelajaran
menggunakan Problem Based Learning lebih efektif dalam pembelajaran
Matematika pada siswa kelas V SD. Hal itu menunjukkan adanya perbedaan
antara rata-rata hasil belajar kelompok ekperimen dan kelompok kontrol
Selain itu juga terdapat penilitian oleh Ni Wayan Wida Gian Pratiwi dengan
judul penelitian “Model Pembelajaran Problem Based Learning Berpengaruh
Terhadap Hasil Belajar Materi Pecahan Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas 4
Sd Saraswati Tabanan” berdasarkan penelitiannya model pembelajaran PBL
berpengaruh terhadap hasil belajar materi pecahan dalam Mata Pelajaran
Matematika pada siswa kelas IV SD Saraswati Tabanan. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan uji-t (t
hitung = 2.88, ttabel = 2.02 pada taraf signifikansi 5% dan dk = 34 diperoleh
thitung > ttabel) sehingga hipotesis nol (Ho) yang diajukan ditolak dan hipotesis
alternatif (Ha) diterima. ada perbedaan yang signifikan hasil belajar materi
pecahan dalam Mata Pelajaran Matematika antara siswa yang dibelajarkan
menggunakan model pembelajaran PBL dengan siswa yang dibelajarkan
menggunakan Pembelajaran Konvensional pada siswa kelas IV SD Saraswati
Tabanan. Kelompok siswa dengan penerapan model pembelajaran PBL memiliki
skor rata-rata hasil belajar sebesar 74.23 dan kelompok siswa dengan penerapan
Pembelajaran Konvensional memiliki skor rata-rata hasil belajar sebesar 67.14.
Penelitian yang dilakukan oleh N. Riski Utami Sari, N. Dantes, dan I M.
Ardana dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Missouri Mathematics
29
Project terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Ditinjau
dari Kemampuan Verbal siswa kelas V di Gugus V Kecamatan Sukasada”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan yang signifikan
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika antara siswa yang
mengikuti model pembelajaran Missouri Mathematics Project dan siswa yang
mengikuti model pembelajaran konvensional; (2) terdapat pengaruh interaksi
antara model pembelajaran dan kemampuan verbal terhadap kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika; (3) siswa yang memiliki kemampuan
verbal tinggi, terdapat perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran
Missouri Mathematics Project dan siswa yang mengikuti model
pembelajaran konvensional; (4) siswa yang memiliki kemampuan verbal
rendah, terdapat perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika
yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Missouri
Mathematics Project dan siswa yang mengikuti model pembelajaran
konvensional.
Dapat diketahui menurut beberapa penelitian di atas dapat diperoleh
persamaan dan perbedaan. Dalam hal persamaan terletak pada variabel
independen yang menggunakan model Problem Based Learning terdapat
persamaan dengan penelitian sebelumnya. Sementara dalam hal perbedaannya
terletak pada model Problem Based Learning yang dikolaborasikan dengan
pendekatan saintifik dan variabel dependennya terhadap kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika pada penelitian yang akan dilakukan,
sedangkan penelitian sebelumnya belum menggunakan pendekatan saintifik dan
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Berdasarkan persamaan dan
perbedaan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dapat diyakini bahwa
pendekatan dan model pembelajaran berpengaruh terhadap kemampuan
menyelesaikan soal cerita. Hal ini diharapkan, menjadi pendekatan dan model
pembelajaran yang dapat mendorong siswa lebih aktif dan memiliki antusias yang
tinggi terhadap matematika terutama soal cerita dengan menggunakan pendekatan
saintifik melalui model Problem Based Learning.
30
2.3 Kerangka Pikir
Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik dikemas di
dalam model Problem Based Learning, membuat belajar dari pengalaman dan
pengamatan di lingkungan sekitar atau dalam kehidupan nyata. Pembelajaran
tersebut diolah menjadi suatu konsep yang diperoleh dengan jalan belajar secara
aktif dan proses belajar lebih bermakna. Hal ini, siswa melakukan penyelidikan
terhadap materi yang dipelajari. Penyelidikan tersebut diharapkan untuk melatih
kemampuan siswa berpikir kritis.
Salah satu kemampuan dalam pengetahuan, yaitu kemampuan pemahaman
dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Kemampuan menyelesaikan soal
cerita memerlukan keterampilan dalam menentukan kalimat yang diketahui dalam
soal, menentukan kalimat yang ditanyakan, membuat model dalam matematika,
melakukan komputasi, dan menginterprestasi jawaban pada permasalahan semula.
Hal ini sesuai dengan tahapan menyelesaikan soal cerita menurut polya, sehingga
penggunaan dengan menerapkan pendekatan saintifik melalui model problem
based learning dalam pembelajaran di kelas diharapkan membantu siswa untuk
meningkatkan pemahaman siswa, yang belum dapat berpikir abstrak terhadap
suatu masalah dalam kemampuan menyelesaikan soal cerita, dan dapat
bekerjasama dengan siswa lain dalam memahami materi. Karena langkah model
problem based learning berlandaskan pada suatu masalah nyata yang memerlukan
penyelesaian melalui praktik, sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru
berdasarkan penemuannya dan pembelajaran lebih bermakna. Karena belajar
matematika tidak sekedar hafalan dengan rumus, akan tetapi siswa diharapkan
lebih memahami dan mengerti dasar-dasar rumus itu berasal. Hal ini, sangat
bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui asal rumus, maka pembelajaran tentang
materi yang diajarkan dapat melekat dibenak siswa dan siswa tidak mudah lupa.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diperoleh pemahaman bahwa penerapan
pendekatan saintifik memalui model Pembelajaran Problem Based Learning dapat
berpengaruh pada kemampuan menyelesaikan soal matematika. Dari kajian teori
maka dapat dirumuskan kerangka pikir dalam penelitian ini pada gambar 1
dibawah ini.
31
Gambar 1. Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori, kerangka pikir yang relevan, dan kerangka pikir yang
diuraikan di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah:
1. 𝐻0: 𝜇1 = 𝜇2
tidak terdapat pengaruh penggunaan Pendekatan Saintifik melalui Model
Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal
Cerita Matematika Pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Gundih Gugusan
Kihajar Dewantoro Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran
2014/2015.
Pebelajaran Matematika
Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala
Pretes
Siswa mengerjakan
soal cerita matematika
Pembelajaran konvensional
modern dengan ceramah
variasi
Pembelajaran dengan
pendekatan saintifik
memalui model
Pembelajaran Problem
Based Learning Posttes
Siswa mengerjakan soal
cerita matematika
Pretes
Siswa mengerjakan
soal cerita matematika
Posttes
Siswa mengerjakan soal
cerita matematika
Hasil dari tes kemampuan
menyelesaikan soal cerita
matematika