BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi,...

26
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayati Pengendalian hayati merupakan usaha pengendalian terhadap populasi hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan musuh alami seperti pemangsa, predator, patogen. Tampubolon (2014), menjelaskan bahwa dari segi ekologi pengendalian hayati merupakan suatu fase dari pengendalian alami yang mencakup semua pengaturan populasi hayati tanpa campur tangan manusia. Pengendalian hayati merupakan manipulasi secara langsung menggunakan musuh alami atau pesaing organisme pengganggu dan dampak negatifnya. Pengendalian hayati dalam arti luas yaitu setiap cara pengendalian penyebab penyakit atau pengurangan jumlah/pengaruh patogen yang berhubungan dengan mekanisme kehidupan oganisma lain selain manusia (Campbell, 1989). Menurut Damiri (2011), pengendalian hayati meliputi: (1) pergiliran tanaman dan beberapa sistem pengelolaan tanah, pemupukan yang dapat mempengaruhi mikroba tanah; (2) penggunaan bahan kimia untuk merubah mikroflora; (3) pemuliaan tanaman; (4) menambahkan mikroba antagonistic pada patogen. Pengendalian hayati secara sempit diartikan sebagai penambahan suatu mikroba antagonis ke dalam suatu lingkungan untuk mengendalikan aktivitas patogen. Pengendalian hayati didefinisikan sebagai usaha mengurangi kepadatan inokulum atau aktivitas patogen baik dalam masa aktif maupun dormansi dengan menggunakan satu atau lebih organisme yang dilakukan secara alami atau manipulasi lingkungan ataupun inang, dapat juga melalui penambahan organisme antagonis (Baker & Cook, 1974).

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi,...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengendalian Hayati

Pengendalian hayati merupakan usaha pengendalian terhadap populasi

hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan musuh alami seperti pemangsa,

predator, patogen. Tampubolon (2014), menjelaskan bahwa dari segi ekologi

pengendalian hayati merupakan suatu fase dari pengendalian alami yang

mencakup semua pengaturan populasi hayati tanpa campur tangan manusia.

Pengendalian hayati merupakan manipulasi secara langsung menggunakan musuh

alami atau pesaing organisme pengganggu dan dampak negatifnya.

Pengendalian hayati dalam arti luas yaitu setiap cara pengendalian

penyebab penyakit atau pengurangan jumlah/pengaruh patogen yang berhubungan

dengan mekanisme kehidupan oganisma lain selain manusia (Campbell, 1989).

Menurut Damiri (2011), pengendalian hayati meliputi: (1) pergiliran tanaman dan

beberapa sistem pengelolaan tanah, pemupukan yang dapat mempengaruhi

mikroba tanah; (2) penggunaan bahan kimia untuk merubah mikroflora; (3)

pemuliaan tanaman; (4) menambahkan mikroba antagonistic pada patogen.

Pengendalian hayati secara sempit diartikan sebagai penambahan suatu

mikroba antagonis ke dalam suatu lingkungan untuk mengendalikan aktivitas

patogen. Pengendalian hayati didefinisikan sebagai usaha mengurangi kepadatan

inokulum atau aktivitas patogen baik dalam masa aktif maupun dormansi dengan

menggunakan satu atau lebih organisme yang dilakukan secara alami atau

manipulasi lingkungan ataupun inang, dapat juga melalui penambahan organisme

antagonis (Baker & Cook, 1974).

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

10

Pengendalian terhadap patogen yang aman serta tidak mnecemari

lingkungan yaitu dengan pengendalian biologi yang memanfaatkan agen hayati

(Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju

perkembangan penyakit melalui penurunan daya hidup patogen pada tanaman,

menurunkan jumlah propagul yang diproduksi serta mengurangi penyebaran

inokulum, mengurangi infeksi patogen pada tanaman serta mengurangi serangan

yang berat oleh patogen (Damiri, 2011).

Pengendalian hayati mempunyai potensi dapat melindungi tanaman

selama siklus hidupnya, bahkan beberapa jenis mikroorganisme mampu

menghasilkan hormon tumbuh, memfiksasi nitrogen dan melarutkan pospor

sehingga memberi manfaat ganda bagi tanaman (Sutariati & Wahab, 2010).

Mekanisme pengendalian hayati oleh mikroorganisme seperti jamur dapat terjadi

melalui beberapa mekanisme seperti kompetisi, antibiosis, hiperparasit, induksi

resistensi, dan memacu pertumbuhan tanaman (Cook & Baker, 1974; Van Loon,

2000; Kloeppet et al, 1999; Schippers et al, 1987 dalam Damiri, 2011).

Agen hayati dapat berupa jamur, bakteri, virus, nematoda, mikroplasma,

protozoa atau jasad renik lainnya yang sering disebut entomopatogen, serta

golongan hewan dan serangga yang bersifat predator. Supriadi (2006)

menjelasakan, saat ini telah dikembangkan cara pengendalian patogen dengan

menggunakan agen hayati seperti kapang antagonis. Beberapa spesies kapang

yang merupakan agensia pengendali hayati tanaman adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Agensia pengendali hayati tanaman

Nama spesies Mekanisme pengendalian

Kapang Trichoderma viride

Kapang Trichoderma harzianum

Kapang Trichoderma koningii

Kapang Trichoderma hamatum

Mikoparasit, pesaing, antibiotik dan

enzimatik

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

11

Kapang Trichoderma pseudokoningii

Penicillium sp.

Peniophora gigantean

Pesaing dan antibiosis

Phytium oligandrum

Sporodesmium sclerotivorum

Gliocladium virens

Laccaria laccata

Lactarius sp.

Mikoparasit

Fusarium solani,

Fusarium oxysporum

Pesaing, proteksi silang dengan jenis

Fusarium yang tidak virulen

Ampelomyces quisqualis Mikoparasit

(Sumber: Damiri, 2011)

Keuntungan pengendalian hayati menurut (Jumar, 2000) adalah: (1)

bersifat aman karena tidak menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan,

maupun keracunan terhadap manusia dan hewan; (2) tidak menimbulkan

resistensi terhadap hama; (3) musuh alami bekerja selektif terhadap mangsa atau

inangnya; dan (4) lebih murah dan dapat bersifat permanen dalam jangka panjang.

Kelemahan pengendalian hayati diantaranya yaitu: (1) hasilnya sulit diramalkan

dalam waktu yang singkat; (2) diperlukan biaya yang cukup besar pada tahap awal

baik untuk penelitian maupun untuk pengadaan sarana dan prasarana; (3)

pembiakan di laboratorium kadang-kadang menghadapi kendala karena musuh

alami menghendaki kondisi lingkungan yang khusus; dan (4) teknik aplikasi di

lapangan belum banyak dikuasai.

Proses pengendalian hayati berpotensi sebagai komponen yang kuat dalam

konsep Pengedalian Hama Terpadu (PHT) yang harus dilakukan secara

berkelanjutan. Hal ini akan terwujud apabila dilakukan koordinasi untuk

melakukan eksplorasi, pengadaan agen hayati, penggunaan di lapangan dan

evaluasi secara terus menerus. Upaya eksplorasi untuk mendapatkan agen hayati

diperlukan penelitian yang tekun dan berkelanjutan (Sudarmo, 2005).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

12

2.2 Karakter Kapang Secara Umum

2.2.1 Deskripsi Kapang

Kapang adalah mikroorganisme eukariotik yang mempunyai ciri-ciri

spesifik yaitu mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil,

dapat berkembang biak secara aseksual. Beberapa kapang mempunyai bagian-

bagian tubuh berbentuk filamen dan sebagian lagi bersifat uniseluler (Fardiaz,

1989). Beberapa kapang dapat menyerang inang yang hidup dan tumbuh subur

sebagai parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada makhluk hidup. Banyak

kapang yang menghasilkan substansi beracun yang disebut mikotoksin yang dapat

menimbulkan kerusakan dan intoksikasi kronis (Najib, 2013).

Kapang dapat hidup dalam keadaan aerob maupun anaerob (bersifat

fakultatif) dengan pH berkisar 3,8 - 5,6.. Kapang dapat tumbuh dalam kisaran

suhu 22 0C - 30 0C ( kapang saprofit) dan 30 0C - 37 0C (kapang parasit), tanpa

cahaya dengan komponen structural dinding sel kitin, selulose atau glukan

(Fardiaz, 1989). Menurut Kartasapoetra dkk (1991) dari segi ekologis dikenal

beberapa golongan kapang spesifik tertentu, tergantung pada keadaan dan sifat

substrat atau nutrisinya yang sesuai bagi perkembangannya, berdasarkan

pandangan ini maka dikenal kapang pelapuk selulosa, kapang pelapuk lignin,

kapang humus, kapang parasit tanah, kapang penghuni akar, dan kapang

antagonis.

2.2.2 Morfologi dan Sifat Fisiologi Kapang

Kapang terdiri atas massa benang yang bercabang-cabang yang disebut

miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benang-benang

tunggal. Badan vegetatif kapang yang tersusun dari filamen-filamen disebut

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

13

thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan

hifa vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-sel reproduksi

atau spora-spora. Hifa vegetatif adalah hifa yang berfungsi untuk menyerap

makanan dari substrat. Berdasarkan bentuknya dibedakan pula pula menjadi dua

macam hifa, yaitu hifa tidak bersepta dan hifa bersepta (Fifendy, M., 2017)

Berdasarkan sifat fisiologisnya, kebanyakan kapang membutuhkan air

minimal untuk proses pertumbuhannya. Suhu optimum pertumbuhan kapang

berkisar antara 25-30 C. Beberapa kapang ada yang bersifat mesofilik yaitu

mampu tumbuh baik pada suhu kamar, ada yang bersifat psikotrofik yaitu dapat

tumbuh baik pada suhu lemari es (-5 sampai dengan -10 C), ada juga yang

bersifat termofilik yaitu mampu tumbuh pada suhu tinggi. Semua kapang bersifat

aerobik dan dapat tumbuh baik pada pH 2,0-8,5. tetapi biasanya pertumbuhannya

akan baik bila pada kondisi asam atau pH rendah (Waluyo, 2004).

Kapang dapat menggunakan berbagai komponen sumber makanan, dari

materi yang sederhana hingga materi yang kompleks. Kapang mampu

memproduksi enzim hidrolitik seperti amilase, pektinase, proteinase dan lipase.

Hal inilah yang membuat kapang mampu tumbuh pada bahan yang mengandung

pati, pektin, protein atau lipid (Waluyo, 2004). Beberapa kapang mempunyai

komponen yang dapat menghambat pertumbuhan organisme lain disebut

antibiotik. Sebaliknya, beberapa komponen lain bersifat mikostatik atau

fungistatik yaitu dapat menghambat pertumbuhan kapang, misalnya asam sorbat,

propionat dan asetat, atau bersifat fungisidal (membunuh kapang) (Fardiaz, 1992).

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

14

2.2.3 Interaksi antar Kapang

Suatu ekosistem terdiri dari komponen ekosistem yang saling berhubungan

satu sama lain. Menurut Kasumbogo (2006), setiap organisme yang beraktifitas

dalam komunitasnya selalu berinteraksi dengan aktifitas organisme lain dalam

suatu keterikatan dan ketergantungan yang menghasilkan komunitas stabil.

Interaksi yang terjadi dapat bersifat antagonistik, kompetitif, dan simbiotik.

Dwijoseputro (2005), menyatakan bahwa interaksi antar mikroorganisme dalam

suatu habitat yang sama akan membentuk suatu hubungan yang positif (saling

menguntungkan), hubungan negatif (saling merugikan) dan hubungan netral

(tidak ada pengaruh yang berarti). Interaksi atau hubungan yang bersifat netral

hanya dapat terjadi dalam keadaan dormansi seperti terbentuknya endospora.

Interaksi negatif antar kapang ditunjukkan dengan adanya persaingan antar

kapang dalam memperebutkan kebutuhan hidup. Hubungan yang terjadi

merupakan suatu bentuk kompetisi dimana kapang yang paling kuat adalah

kapang yang dapat bertahan hidup. Hubungan antagonis menyatakan suatu

hubungan asosial ditunjukkan adanya suatu spesies yang menghsilkan zat yang

dapat meracuni organisme lain sehingga pertumbuhan organisme tersebut

terganggu (Dwijoseputro, 2005).

Menurut Wheeler dan Hocking (dalam Rusli, 2016), kapang memiliki

interaksi antar kapang, yaitu: (1) tipe A yaitu pertumbuhan antar kapang saling

bercampur, kedua kapang tumbuh tanpa adanya interaksi secara makroskopis; (2)

tipe B inhibisi mutual yaitu terbentuknya zona hambatan kurang dari 2 mm; (3)

tipe C inhibisi pada kapang uji yaitu kapang uji tidak mengalami pertumbuhan

sedangkan kapang patogen tetap mengalami pertumbuhan; (4) tipe D inhibisi

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

15

mutual yaitu terbentuk zona hambatan lebih dari 2 mm dan inhibisi pada patogen;

(5) tipe E yaitu kapang patogen yang dihambat tidak mengalami pertumbuhan

sedangkan kapang uji tetap mengalami pertumbuhan.

2.3 Kapang Patogen Tular Tanah

Patogen tular tanah (soil borne pathogen) adalah kelompok organimse yang

sebagian besar siklus hidupnya berada di dalam tanah, memiliki kemampuan

untuk menginfeksi perakaran atau pangkal batang tanaman sehingga dapat

menyebabkan tanaman tersebut mengalami kematian. Patogen tular tanah

memiliki ciri utama yaitu memiliki stadia penyebaran dan masa bertahan yang

terbatas di dalam tanah. Beberapa patogen tular tanah dapat menghasilkan spora

udara sehingga sporanya dapat menyebar ke area yang lebih luas (Berlian dkk.,

2013).

Patogen tular tanah dapat menyerang tanaman mulai stadia awal hingga

stadia tanaman telah berbunga. Berbagai macam serangan patogen tular tanah

menimbulkan gejala yang berbeda-beda pada inangnya. Kerugian akibat serangan

patogen tular tanah bervariasi dari serangan ringan hingga serangan berat yang

dapat menyebabkan tanaman tidak dapat bereproduksi (Dalmadiyo & Semangun,

2004). Menurut Damiri (2013), umumnya gejala yang disebabkan oleh patogen

tular tanah adalah busuk pada jaringan bawah tanaman termasuk biji dan akar

membusuk, rebah kecambah (damping off), serta layu jaringan karena adanya

infeksi pada akar. Beberapa patogen tular tanah dapat menyebabkan penyakit

daun dengan gejala dan kerusakan timbul pada bagian tanaman yang muncul ke

permukaan tanah.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

16

Secara umum patogen tular tanah dbagi menjadi soil inhibitant (penghuni

tanah) dan soil transients (patogen yang hanya dapat hidup di tanah dalam kurun

waktu singkat). Beberapa patogen tular tanah dapat hidup sebagai saprofit dalam

sisa tanaman mati dan hidup sebagai organisme tanah non patogen dalam keadaan

tertentu. Patogen tular tanah dapat dibedakan atas kapang, bakteri, nematoda, dan

virus. Beberapa kapang tular tanah menetap dalam tanah dalam kurun waktu yang

lama karena mikroorganisme tersebut mampu menghasilkan struktur untuk

bertahan hidup seperti membentuk klamidospora, oospora, dan sklerotia yang

tahan pada lingkungan tidak memungkinkan (Damiri, 2013).

2.3.1 Kapang Patogen Tular Tanah Rhizoctonia solani

Salah satu contoh kapang patogen tular tanah dari Genus Rhizotonia adalah

Rhizoctonia solani (R. solani). Menurut Soenartiningsih (2009), kapang R. solani

yang masih muda memiliki hifa dengan percabangan yang membentuk sudut 45o.

Semakin dewasa percabangannya tegak lurus, kaku, dan mempunyai ukuran yang

sama. Diameter hifa kapang R. solani bergantung pada isolat dan jenis medium

yang digunakan. R. solani yang diisolasi dengan medium PDA umumnya

mempunyai diameter 4-6 μm. Sklerotium pada R. solani terbentuk dari hifa yang

mengalami agregasi menjadi massa yang kompak. Sklerotium pada awal

pertumbuhan berwarna putih dan berubah menjadi coklat setelah dewasa. Pada

umumnya sklerotium berbentuk bulat atau tidak beraturan, memiliki ukuran yang

bervariasi tergantung pada isolatnya.

Kapang R. solani merupakan patogen tular tanah dalam bentuk sklerotium

dan miselium yang dapat bertahan di dalam tanah terutama pada tanah-tanah yang

banyak mengandung bahan organik dan mempunyai kisaran inang yang luas.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

17

Kapang ini tidak menghasilkan spora, oleh karena itu identifikasi dilakukan

berdasarkan karakteristik hifanya. Kapang Rhizoctonia dibedakan menjadi dua

kelompok spesies, yaitu binukleat (kelompok spesies yang memiliki dua inti di

dalam sel hifanya) dan multinukleat (spesies lain yang memiliki lebih dari dua inti

dalam sel hifanya). Perkembangan kapang R. solani dapat melalui fusi dua hifa

yang cocok. Terjadinya hubungan antara satu hifa dengan hifa yang lain

memungkinkan terjadinya perpindahan inti, dan peristiwa tersebut dinamakan

anastomosis (Soenartiningsih dkk., 2016). Berikut adalah gambar hifa dari kapang

R. solani.

Gambar 2.1 Hifa kapang Rhizoctonia solani dengan pengamatan mikroskop

pada perbesaran 40 x 10. (a) Hifa R. solani tanpa pewarnaan, (b)

hifa R.solani dengan pewarnaan metilen blue. Tanda panah pada

gambar foto a dan b merupakan ciri khas kapang R.solani yang

memiliki percabangan hifa dengan sudut 45o (sumber :

dokumentasi pribadi).

Kapang Rhizoctonia solani merupakan kapang yang bereproduksi secara

aseksual, kapang tersebut memiliki fase seksual sebagai kapang Thanatephorus

cucumeris. Menurut Sumartini (2012), Thanatephorus cucumeris merupakan

bentuk sempurna dari Rhizoctonia solani dengan kisaran inang sangat luas.

Klasifikasi kapang Rhizoctonia solani menurut Alexopoulos et.al (1996) adalah

sebagai berikut.

a b

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

18

Kingdom : Fungi

Phylum : Deuteromycota

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Agonomycetales

Famili : Agnomycetaceae

Genus : Rhizoctonia

Spesies : Rhizoctonia solani

Berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh R. solani yaitu busuk akar

dan batang, dan hawar daun. Penyakit ini biasanya terjadi pada saat pembibitan

dan menyerang tanaman muda. Lapisan korteks pada pangkal batang maupun akar

muncul gejala khas bewarna coklat kemerahan, gejala tersebut dapat berkembang

menjadi kanker. Penyakit busuk akar dan batang merupakan serangan yang paling

parah dari kapang patogen R. solani dan hal ini dapat terjadi pada drainase tanah

yang buruk. Suhu optimum untuk perkembangan penyakit ini ialah antara 22-29

C. Penyakit busuk akar meningkat ketika tanaman tumbuh di tanah yang

kekurangan kalsium, besi, magnesium, nitrogen, fosfor, belerang atau kombinasi

dari mineral-mineral tersebut (Semangun, 1991).

Kapang R. Solani menimbulkan penyakit busuk pelepah pada tanaman

jagung dan sorgum, dan gejalanya bergantung pada kelompok anastomosisnya.

Jika kelompok anastomosisnya berbeda, maka gejalanya juga berbeda. Kapang R.

solani dapat menyerang tanaman dari famili gramineae termasuk serelia, famili

leguminoceae, famili solanaceae, cucurbitaceae (Semangun 2008). R. solani dapat

bertahan hidup pada tanaman hidup atau sebagai saprofit pada sisa-sisa bahan

organik. Pada kondisi yang mendukung sklerotia dari R. solani mampu

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

19

berinteraksi dengan tanaman inang. Bila patogen tersebut berhasil masuk ke

dalam jaringan tanaman inang dan berkembang biak di dalamnya maka akan

menyebabkan proses fisiologi tanaman inang terganggu (Agrios dalam Kuntari,

2014).

2.4 Kapang Trichoderma spp.

2.4.1 Karakter Kapang Trichoderma spp.

Trichoderma spp. adalah kelompok kapang tanah yang tersebar luas dan

hampir selalu dapat ditemui di lahan-lahan pertanian. Kapang ini tumbuh pada

kisaran suhu optimal antara 22 °C -30 °C. Trichoderma spp. termasuk kapang

saprofit tanah yang secara alami merupakan parasit yang menyerang jenin kapang

patogen pada tanaman. Kapang ini uga dapat menjadi hiperparasit pada beberapa

jenis kapang patogen pada tanaman, memiliki masa pertumbuhan yang cepat dan

tidak menjadi penyakit pada tumbuhan tingkat tinggi (Purwantisari & Hastuti,

2009).

Klasifikasi kapang Trichoderma spp. menurut Alexopoulus (1979) ialah

sebagai berikut :

Kingdom : Fungi

Divisi : Amastigomycota

Subdivisi : Deuteromycotina

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Famili : Moniliaceae

Genus : Trichoderma

Species : Trichoderma spp.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

20

Kapang Trichoderma spp. mempunyai konidia yang berdinding halus,

koloni mula-mula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan, selanjutnya

menjadi hijau tua terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat

konidia. Konidiofor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian

bawah cabang lateral, sedangkan semakin ke ujung percabangan menjadi

bertambah pendek. Fialida tampak memanjang terutama pada bagian ujung dari

cabang konidiofor. Konidia berbentuk semi bulat hingga oval pendek

(Purwantisari & Hastuti, 2009).

Spesies kapang Trichoderma spp. dibedakan berdasarkan warna dan bentuk

konidia dan penampilan koloni. Sebagian besar spesies diidentifikasi sebagai

Trichoderma lignorum dengan ciri konidia bulat, dan Trichoderma koningii

dengan ciri konidia lonjong. Potensi penggunaan Trichoderma spp. sebagai agen

pengendali hayati telah disarankan lebih dari 75 tahun yang lalu oleh Weindling

berdasarkan aktivitas penghambatan kapang Trichoderma spp. terhadap kapang

patogen tular tanah Rhizoctonia solani (Elad dkk., 1981; Mohiddin dkk., 2011).

Pertumbuhan koloni Trichoderma spp. yang dibiakkan pada media agar pada

awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi

kehijau-hijauan. Sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi

oleh miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh media akan

berwarna hijau berwarna hijau (Nurhayati, 2001).

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

21

Gambar 2.2 Kapang Trichoderma spp. dengan pengamatan mikroskop pada

perbesaran 40 x 10. Gambar a dan b diwarnai dengan

menggunakan metilen blue. Tanda panah merupakan ciri khas

dari kapang Trichoderma spp. yaitu membentuk percabangan

pada konidiofor. (Sumber: dokumen pribadi).

2.4.2 Kapang Trichoderma spp. sebagai Agen Pengendali Hayati

Octriana (2011), menyatakan suatu jenis kapang dapat ditetapkan sebagai

agen pengendali hayati harus dilakukan pengujian keefektifannya dalam kondisi

terbatas dan homogen, misalnya pengujian secara in vitro dalam cawan petri.

Apabila hasil pengujian menunjukkan potensi antagonis dalam menghambat

pertumbuhan dan perkembangan kapang patogen, maka dilakukan pengujian

lanjutan ke lapang sehingga dapat dikembangkan secara komersial. Menurut Yulia

dkk. (2018) kapang Trichoderma spp. bersifat antagonis terhadap kapang patogen

tular tanah, kapang patogen permukaan inang seperti biji dan benih, serta kapang

patogen pada bagian tanaman terinfeksi.

Menurut Calvet (1990) menyatakan bahwa beberapa spesies kapang

Trichoderma spp. dapat mengurangi insiden patogen tular tanah pada kondisi

alamiah. Faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kapang Trichoderma

spp. yaitu pH tanah, aerasi, dan sumber nutrisi.Trichoderma spp. akan

berkembang dengan baik pada pH rendah dan lingkungan yang lembab. Kapang

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

22

ini banyak digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan patogen tular

tanah seperti Sclerotinia sp., Fusarium sp., Pythium sp., Rhizoctonia sp.

(Hajieghrari, dkk. 2008), Ganoderma sp., dan Rigidoporus microporus

(Widyastuti, 2006; Jayasuriya & Thennakoon, 2007).

Soenartiningsih, dkk. (2016), menjelaskan bahwa pengendalian dengan

menggunakan agen hayati seperti kapang Trichoderma spp. dapat mengurangi

ketergantungan dan mengatasi dampak negatif pemakaian pestisida sintetik.

Menurut Ilyas (2006), mekanisme antagonis kapang Trichoderma spp. secara

kompetitif terjadi karena kapang ini mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi.

Kapang Trichoderma spp. bersifat mikoparasit dan kompetitor yang aktif pada

patogen karena dapat tumbuh pada hifa kapang patogen dan melilit hingga

hifanya putus. Kapang Trichoderma spp. mempunyai kemampuan menghasilkan

sebuah produk ekstraseluler yang bersifat racun.

Menurut Shoresh, dkk (2010), kapang Trichoderma spp. dapat menekan

patogen yang menginfeksi daun, akar, buah dan invertebrata seperti nematoda.

Hal ini karena enzim dimer chitinolytic dari kapang Trichoderma spp. memiliki

aktivitas spesifik yang lebih tinggi dan kemampuan yang lebih besar dalam

menghambat pertumbuhan kapang patogen. Keuntungan memanfaatkan kapang

Trichoderma spp. sebagai agen hayati yaitu pertumbuhannya cepat, mudah

dikultur dalam media biakan maupun dalam kondisi lingkungan alami. Beberapa

spesies kapang Trichoderma spp. dapat bertahan hidup dengan membentuk

klamidiospora dalam kondisi yang tidak menguntungkan dan cukup tahan

terhadap fungisida dan herbisida.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

23

2.4.3 Mekanisme Antagonisme Kapang Trichoderma spp.

Kapang Trichoderma spp. memiliki mekanisme antagonisme diantaranya

yaitu mikoparasit, kompetisi ruang atau nutrisi, antibiosis atau enzimatis, maupun

kemungkinan induksi resistensi inang terhadap patogen (Harjono dkk., 2001;

Hanada dkk., 2009). Hal ini diperkuat oleh pendapat Schubert, dkk. (2008) yang

menjelaskan bahwa mekanisme antagonis yang dilakukan kapang Trichoderma

spp. antara lain menghasilkan antibiotik yang mematikan kapang patogen, sebagai

mikoparasit dengan cara menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan dinding

sel hifa kapang patogen, dan melakukan kompetisi nutrisi dan tempat hidup

dengan kapang patogen.

Umumnya kematian mikroorganisme disebabkan kekurangan nutrisi karena

kompetisi yang terjadi antar mikroorganisme dalam mendapatkan nutrisi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mohiddin, dkk. (2011) menunjukkan bahwa

Trichoderma harzianum berhasil mengendalikan Fusarium oxysporum dengan

cara mengkoloni rizosfer dan mengambil lebih banyak nutrisi. Penelitian lain

yang dilakukan oleh Grosclaude, dkk. (1973) menunjukkan bahwa kompetisi

nutrisi juga dilakukan Trichoderma viride untuk mengendalikan Chondrostereum

purpureum.

Antibiosis merupakan salah satu mekanisme antagonisme yang melibatkan

hasil metabolit penyebab lisis seperti enzim, senyawa volatile dan non volatile

atau toksin yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme. Penelitian lebih lanjut

mengungkapkan bahwa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang

Trichoderma spp. berperan penting dalam aktifitas anti kapang (Chet et.al, 2005).

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

24

Spesies kapang Trichoderma virens dapat bersaing cepat dengan patogen

karena mengeluarkan antibiotik dari senyawa viridiol fitotoksin yang dapat

menghambat perkembangan patogen, memarasit patogen dengan melakukan

penetrasi langsung, lebih cepat menggunakan oksigen, air, dan nutrisi (Kinerley &

Mukherjee, 2010). Enzim yang dihasilkan kapang Trichoderma spp. dapat

melarutkan dinding sel patogen dan juga menghasilkan dua jenis antibiotik seperti

gliotoksin dan viridian dimana kedua antibiotik ini dapat berinteraksi dengan

kapang Trichoderma spp. sehingga mampu menekan perkembangan penyakit (El-

Katatny dkk., 2001).

Purwantisari, dkk (2008), menjelaskan bahwa kapang Trichoderma spp.

mempunyai aktivitas antagonisme yang kuat terhadap kapang patogen dengan

mekanisme mikoparasit dan antibiosisnya sehingga efektif menghambat

pertumbuhan kapang patogen tanaman dengan mendegradasi dinding selnya.

Dinding sel kapang patogen menjadi rusak kemudian mati melalui aktivitas enzim

kitinase yang dihasilkan oleh kapang Trichoderma spp. Beberapa enzim

kitinolitiknya hanya toksik pada kapang patogen penyebab penyakit tanaman

namun tidak pada mikroorganisme lain dalam tanah dan tumbuhan inang. Kapang

Trichoderma spp. mempunyai kemampuan menghasilkan enzim selulase sehingga

dapat merusak dinding sel kapang patogen. Kapang Trichoderma spp. mempunyai

kemampuan melakukan pelilitan dan penetrasi hifa patogen serta menghasilkan

antibiotik yang bersifat toksin bagi patogen lawannya.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

25

Mekanisme parasitisme memiliki peranan penting dalam proses

pengendalian hayati. Kapang Trichoderma spp. biasanya menggunakan

mekanisme tersebut bersamaan dengan mekanisme kompetisi dan antibiosis.

Kapang Trichoderma spp. telah diujikan terhadap beberapa patogen tanaman

seperti Ganoderma sp. (Widyastuti dkk., 1998a), R. lignosus (Widyastuti, dkk.

1998a; Widyastuti, dkk. 1998b; Widyastuti dkk., 2001), Rhizoctonia sp.,

Fusarium sp. (Lumsden & Walter, 1996; Chet et.al, 2005) dan Sclerotium rolfsii

(Widyastuti & Yuniarti, 2003) dan hasilnya menunjukkan bahwa kapang

Trichoderma spp. efektif dalam menekan pertumbuhan kapang patogen.

Menurut Baker & Cook (1974), mekanisme mikoparasit kapang

Trichoderma spp. dalam menekan patogen diawali dengan hifa kapang

Trichoderma spp. tumbuh memanjang, kemudian membelit dan mempenetrasi

hifa kapang inang sehingga hifa inang mengalami vakoulasi, lisis dan akhirnya

hancur. Menuru Harjono (2001), kapang Trichoderma spp. melakukan penetrasi

kedalam dinding sel inang dengan bantuan enzim pendegradasi dinding sel yaitu

kitinase, glukanase, dan protease. Selanjutnya menggunakan isi hifa inang sebagai

sumber makanan. Ketika melilit dan menghasilkan enzim untuk menembus

dinding sel inang, kapang Trichoderma spp. juga menghasilkan antibiotik

gliotoksin dan viridian. Kapang Trichoderma harzianum dan Trichoderma

hamatum berperan sebagai mikoparasit terhadap kapang Rhizoctonia solani

dengan menghasilkan enzim -(1,3) glukanase dan kitinase yang menyebabkan

eksolisis pada hifa inang.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

26

2.4.4 Cara Mengukur Daya Antagonisme Kapang Trichoderma spp. terhadap

Kapang Patogen Tular Tanah Rhizoctonia solani

Pengujian daya antagonis kapang Trichoderma uji terhadap R. solani

dilakukan dengan metode biakan ganda (dual culture) (Chet, 1987 dalam Barakat

dkk., 2014) yaitu dengan cara mengambil biakan kapang murni dari Rhizoctonia

solani dan kapang Trichoderma uji kemudian masing-masing biakan

diinokulasikan ke dalam cawan petri yang berisi media PDA (Potato Dextrose

Agar) secara berhadapan dengan jarak 30 mm seperti yang nampak pada Gambar

(2.3 dan 2.4). Selanjutnya biakan uji diinkubasi selama 4 x 24 jam dengan suhu

20-25 °C. Pengamatan daya antagonisme dilakukan pada hari ketiga dan hari

keempat setelah inokulasi.

Keterangan:

A = potongan koloni kapang antagonis uji (Trichoderma spp.)

P = potongan koloni kapang patogen (Rhizoctonia solani)

Gambar 2.3 (Tampak atas) skema penempatan kapang patogen dengan

kapang antagonis uji dengan metode dual culture

Gambar 2.4 (Tampak samping) skema penempatan kapang patogen

dengan kapang antagonis uji dengan metode dual culture

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

27

Cara observasi tentang mekanisme antagonis antara kapang antagonis

Trichoderma spp. dengan kapang patogen menurut (Farida, 1992) dapat dilakukan

dengan cara:

a. Kompetisi yang terjadi antara kapang antagonis uji dengan kapang patogen

yang dibiakkan secara ganda (dual culture). Kedua kapang tersebut akan

memperebutkan ruang, makanan, dan oksigen dengan melihat kapang mana

yang lebih cepat tumbuh memenuhi cawan petri.

b. Antibiosis, yaitu dengan mengukur lebar zona hambatan (zona kosong) yang

terbentuk, kemudian dilihat terdapat perubahan warna atau tidak pada media

akibat senyawa antibiotic yang dihasilkan kapang uji.

c. Mikoparasit, dilakukan dengan mengamati kapang antagonis uji yang tumbuh

di atas hifa kapang patogen, dengan cara mengambil potongan hifa berukuran

1x1 cm pada zona pertemuan kedua kapang tersebut. Kemudian potongan

tersebut diletakkan pada gelas objek dan diamati di bawah mikroskop.

2.5 Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar Biologi

2.5.1 Pengertian Sumber Belajar

Sumber belajar dapat dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat memberikan

kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi,

pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam proses belajar mengajar

(Munajah & Susilo, 2015). Menurut Januszewski et.al (dalam Supriadi, 2017)

mengemukakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber termasuk pesan,

orang, bahan, alat, teknik, dan latar yang dapat dipergunakan peserta didik baik

secara sendiri-sendiri maupun dalam bentuk gabungan untuk menfasilitasi

kegiatan belajar dan meningkatkan kinerja belajar.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

28

Sumber belajar adalah semua jenis sumber yang ada di sekitar kita yang

memungkinkan terjadinya proses belajar (Asyhar, 2012). Menurut Yunanto,

(2004) sumber belajar adalah bahan yang mencakup media belajar, alat peraga,

alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan

kepada anak maupun orang dewasa yang berperan mendampingi anak dalam

belajar. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sumber

belajar adalah segala sesuatu yang ada baik manusia, bahan, alat, pesan, teknik,

maupun lingkungan yang dapat dijadikan sebagai pengalaman belajar dan

memberikan kemudahan dalam memperoleh informasi dengan tujuan untuk

meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang lebih baik.

2.5.2 Fungsi Sumber Belajar

Menurut Sudrajat (2008) fungsi dari sumber belajar adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan mempercepat laju

belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik, dan

mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi.

b. Memberikan kesempatan siswa dalam mengembangkan kemampuannya serta

memberikan pembelajaran yang lebih bersifat individual dengan cara

mengurangi control guru yang cenderung kaku dan tradisional.

c. Memberikan pembelajaran dengan dasar yang lebih limiah dengan cara

perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis dan pengembangan

nahan pengajaran yang dilandasi oleh prosedur penelitian.

d. Meningkatkan kemampuan sumber belajar, penyajian informasi secara lebih

konkret untuk memantapkan pembelajaran.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

29

e. Memungkinkan pembelajaran secara rileks, dengan mengurangi kesenjangan

antara pembelajaran yang bersifat abstrak dan verbal dengan realitas yang

sifatnya konkret serta memberikan pengetahuan yang bersifat langsung.

f. Menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis yang dapat

memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebihn luas.

2.5.3 Klasifikasi Sumber Belajar

Menurut Rivai & Sudjana (2009) sumber belajar diklasifikasikan menjadi:

a. Sumber belajar berbentuk cetak, contohnya seperti buku, majalah, brosur,

koran, poster, ensiklopedia, kamus, booklet, denah.

b. Sumber belajar berbentuk non cetak, contohnya seperti video, film, model,

slide, reali, transparansi.

c. Sumber belajar berupa fasilitas, contohnya seperti perpustakaan, ruang belajar,

studio, carrel, lapangan olah raga.

d. Sumber belajar berupa kegiatan, contohnya seperti kerja kelompok,

wawancara, simulasi, observasi, permainan.

e. Sumber belajar berupa lingkungan di masyarakat, contohnya seperti taman,

museum, pabrik, pasar, toko, terminal.

2.5.4 Sumber Belajar Biologi

Pembelajaran Biologi erat hubungannya dengan lingkungan sekitar siswa.

Menurut Kemendikbud (2017) sumber belajar dapat berasal dari apa yang ada diri

siswa sebagai organisme dan lingkungan alam di sekitarnya. Peristiwa yang

berkaitan dengan konsep biologi juga dapat menggunakan masalah yang

berlangsung di sekitar siswa.Saat ini sumber belajar sudah dapat diambil melalui

dunia maya, baik dalam bentuk film animasi maupun film nyata atau gambar

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

30

penampakan anatomi dari berbagai jenis mikroskop yang dapat diakses oleh

siswa. Teknologi informasi membantu siswa mengembangakn literasi media dan

bersikap ilmiah terutama bagaimana memilih dan memilah informasi yang

melimpah di dunia maya untuk dapat digunakan dengan pemanfaatan informasi

dengan baik sesuai kaidah secara ilmiah.

Menurut Suhardi (2012) lingkungan alam sekitar dalam pembelajaran

biologi merupakan laboratorium yang mempunyai peranan penting karena adanya

gejala-gejala alam yang dapat memunculkan persoalan-persoalan sains. Alam

dengan segenap fenomenanya telah menyediakan informasi yang dapat digunakan

dalam kehidupan manusia sebagai obyek biologi. Menurut Susilo (2014) hakikat

pembelajaran biologi adalah terjadinya interaksi yang sesungguhnya antara subjek

belajar biologi. Objek belajar biologi berupa makhluk hidup dan segala aspek

kehidupannya. Produk maupun proses interaksi ini dapat menyebabkan pada diri

siswa terjadi proses mental dan psikomotorik yang optimal.

2.5.5 Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar Biologi

Suatu penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar berdasarkan

enam syarat pemanfaatan sumber belajar. Syarat-syarat sumber belajar menurut

Suhardi (dalam Maryati & Susilo, 2014) antara lain:

a. Kejelasan potensi

Kejelasan potensi yaitu proses yang terjadi serta produk yang dihasilkan

dari kegiatan penelitian yang berpotensi sebagai sumber belajar. Penelitian

Kapang Trichoderma spp. sebagai kapang saprofit memiliki potensi sebagai agen

pengendali hayati terhadap kapang patogen Rhizoctonia solani. Mengungkapkan

dan mempelajari hal ini siswa dapat mendalami hubungan antagonimse antar

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

31

kapang antagonis dan kapang patogen yang merupakan bagian dari interaksi antar

komponen ekosistem. Potensi kapang Trichoderma spp. sebagai agen pengendali

hayati nantinya dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi materi

interaksi antar komponen ekosistem.

b. Kejelasan Sasaran

Kejelasan sasaran yaitu berhubungan dengan subjek belajar dan peruntukan

sumber belajar. Sasaran objek pengamatan dalam penelitian ini adalah

kemampuan daya antagonisme kapang Trichoderma spp. terhadap kapang

patogen Rhizoctonia solani yang meliputi kemampuan mikoparasit, antibiosis dan

kompetisi nutrisi dan tempat hidup. Sasaran peruntukan sumber belajar yaitu pada

materi interaksi antar komponen ekosistem untuk siswa SMA/MA kelas X IPA.

c. Kesesuaian dengan Tujuan Belajar

Kesesuaian dengan tujuan belajar yaitu antara tujuan penelitian dengan

tujuan belajar sesuai dengan tujuan intruksional yang dirumuskan. Pemanfaatan

penelitian ini sebagai sumber belajar sesuai dengan tujuan belajar yang

dirumuskan berdasarkan indikator pencapaian pembelajaran sesuai dengan

KD3.10 yaitu “Menganalisis komponen-komponen ekosistem dan interaksi antar

komponen tersebut”.

d. Kejelasan informasi yang dapat diungkap

Kejelasan informasi yang dapat diungkap yaitu informasi diperoleh dari

hasil penelitian yang berupa proses dan produk penelitian. Informasi yang dapat

diungkap pada penelitian ini adalah berupa fakta yang dapat dikembangkan

menjadi konsep. Informasi tersebut berkisar pada potensi kapang Trichoderma

spp. dalam mengendalikan kapang patogen Rhizoctonia solani. Konsep yang

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

32

diperoleh dapat digunakan untuk mengisi struktur konsep pada pokok bahasan

interaksi antar komponen ekosistem terutama tentang hubungan antagonisme

antar kapang yang hidup dalam satu lingkungan.

e. Kejelasan pedoman eksplorasi

Kejelasan pedoman eksplorasi berkaitan dengan pelaksanaan penelitian.

Kejelasan pedoman eksplorasi dalam penelitian ini mempertimbangkan

ketersediaan waktu dan kemampuan siswa. Pengamatan terhadap kapang

Trichoderma spp. dalam mengendalikan kapang patogen tular tanah dapat

dilakukan oleh siswa SMA kelas X dengan pedoman pada petunjuk kerja yang

telah dimodifikasi. Pengamatan objek dapat menggunakan media gambar hasil

penelitian dalam jurnal ilmiah.

f. Kejelasan perolehan yang diharapkan

Kejelasan perolehan yang diharapkan berkaitan dengan hal-hal yang

diperoleh dari kegiatan yang dikembangakan. Kejelasan perolehan yang

diharapkan berupa proses dan produk penelitian yang dapat digunakan sebagai

sumber belajar berdasarkan aspek dalam tujuan belajar biologi yang meliputi

perolehan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Berdasarkan pemenuhan terhadap keenam syarat pemanfaatan tersebut

diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber belajar biologi siswa

kelas X MIPA SMA/MA sederajat khususnya pada materi interaksi antar

komponen ekosistem.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

33

2.6 Kerangka konseptual

Pengendalian

menggunakan agen

hayati

Pemanfaatan agen

hayati kapang

Trichoderma spp.

Keunggulan Trichoderma spp.:

bersifat parasit pada kapang patogen,

pertumbuhannya cepat, tidak menjadi

penyakit untuk tanaman tingkat tinggi

(Purwantisari 2009), mudah

dikulturkan dalam biakan maupun

kondisi alami, cukup tahan terhadap

herbisida dan fungisida (Berlian, dkk.

2013), mempunyai kemampuan

menghasilkan sejumlah produk

ektraselular yang bersifat racun

terhadap patogen (Ilyas, 2006)

Pengujian daya antagonisme dan kemampuan mikoparasit kapang

Trichoderma spp. terhadap Rhizoctonia solani

Pengendalian kapang patogen tular

tanah Rhizoctonia solani

Sumber belajar Biologi kelas X MIPA SMA/MA KD 3.10 yaitu “Menganalisis

komponen-komponen ekosistem dan interaksi antar komponen tersebut”

dimanfaatkan sebagai

Hasil penelitian

Keunggulan:tidak menimbulkan

pencemaran lingkungan, tidak

menyebabkan resistensi hama,

musuh alami bekerja secara

selektif terhadap inangnya atau

mangsanya (Jumar, 2000), tidak

terakumulasi dalam rantai

makanan, mengurangi pemakaian

berulang-ulang (Susanti, 2014)

dilakukan

merupakan usaha pengendalian

terhadap populasi hama dan

penyakit tanaman dengan

menggunakan musuh alami seperti

pemangsa, predator, patogen

Mekanisme antagonisme

kapang Trichoderma spp.

(Schubert et al, 2008):

Antibiosis Mikoparasit Kompetisi nutrisi dan

tempat hidup

Menghasilkan antibiotik, senyawa

kimia volatile dan non volatile yang

berpengaruh terhadap permeabilitas

dari membran sel dan menyebabkan

kerusakan sitoplasma.

Trichodermaspp.

menghasilkan enzim yang

dapat menghancurkan

dinding sel hifa kapang

patogen

Trichodermaspp. mempunyai

pertumbuhan yang cepat dan

dapat menghasilkan variasi

reproduksi aseksual yaitu

conidia dan chlamydospora.

Gambar 2.5 Kerangka konseptual penelitian

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Hayatieprints.umm.ac.id/60638/3/BAB II.pdf · (Supriadi, 2006). Tujuan pengendalian hayati adalah untuk mengurangi laju perkembangan penyakit

34

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan daya antagonisme antara enam isolat kapang Trichoderma

spp. terhadap pertumbuhan kapang patogen tular tanah Rhizoctonia solani.

2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar Biologi pada

materi interaksi antar komponen ekosistem kelas X MIPA SMA/MA.