Cedera Kepala

36
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kepala 2.1.1 Kulit Kepala Kulit kepala merupakan lapisan yang terdiri dari kulit, jaringan ikat, aponeurosis, jaringan ikat longgar, dan perikranium. 12 2.1.2 Tulang Tengkorak Tulang tengkorak atau kranium merupakan kumpulan tulang yang membentuk rangka dari kepala. Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian, yaitu neurocranium (kumpulan tulang pembungkus otak) dan viscerocranium (kumpulan tulang pembentuk wajah). Fungsi tulang tengkorak di antaranya adalah sebagai pelindung otak, sebagai rongga bagi alat indera, dan sebagai pelindung jalan masuk menuju sistem pernapasan dan pencernaan. 12 5

description

Cedera kepala

Transcript of Cedera Kepala

Page 1: Cedera Kepala

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kepala

2.1.1 Kulit Kepala

Kulit kepala merupakan lapisan yang terdiri dari kulit, jaringan ikat,

aponeurosis, jaringan ikat longgar, dan perikranium.12

2.1.2 Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak atau kranium merupakan kumpulan tulang yang

membentuk rangka dari kepala. Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian,

yaitu neurocranium (kumpulan tulang pembungkus otak) dan viscerocranium

(kumpulan tulang pembentuk wajah). Fungsi tulang tengkorak di antaranya

adalah sebagai pelindung otak, sebagai rongga bagi alat indera, dan sebagai

pelindung jalan masuk menuju sistem pernapasan dan pencernaan.12

2.1.2.1 Neurocranium

Neurocranium merupakan kumpulan tulang yang membungkus otak.

Neurocranium terbagi menjadi dua bagian, yaitu calvaria di bagian atas dan basis

kranii pada bagian dasar. Tulang-tulang yang membentuk calvaria sebagian

besar merupakan tulang datar, sedangkan tulang-tulang pada basis kranii

mayoritas berbentuk tidak teratur dengan beberapa bagian datar.12 Neurocranium

5

Page 2: Cedera Kepala

6

pada orang dewasa dibentuk oleh 8 tulang: 1 buah tulang frontal, 1 pasang tulang

parietal, 1 pasang tulang temporal, 1 buah tulang occipital, 1 buah tulang

sphenoid, dan 1 buah tulang ethmoid.

Gambar 2.1 Anatomi Neurocranium.11

Kedua tulang parietal membentuk atap dan sisi lateral dari tulang

tengkorak. Tulang parietal memiliki kontur permukaan luar yang halus namun

pada permukaan dalamnya terdapat kerutan-kerutan yang memuat pembuluh

darah. Sebuah kerutan sangat besar kira-kira terletak di tengah tulang ini untuk

memuat arteri meningea media.14

Tulang temporal membentuk sisi lateral dari tulang tengkorak. Tulang

temporal menutupi bagian lateral dari serebrum dan berhubungan dengan

viscerocranium. Pada bagian anterolateral atap tulang tengkorak, tulang temporal

menipis sehingga sangat rentan untuk terjadinya fraktur.14

Page 3: Cedera Kepala

7

Basis kranii membentuk lantai dari rongga tulang tengkorak dan

memisahkan otak dari struktur lainnya di wajah. Terdapat 5 tulang yang

membentuk basis kranii, yakni tulang ethmoid, sphenoid, occipital, sepasang

frontal, dan sepasang parietal. Daerah pada basis kranii dibagi menjadi 3, yaitu

anterior, middle, dan posterior cranial fossa.15

2.1.2.2 Viscerocranium

Viscerocranium merupakan kumpulan tulang-tulang yang membentuk

wajah dan membentuk sisi anterior tulang tengkorak. Viscerocranium terdiri dari

tulang-tulang di sekitar mulut (rahang atas dan bawah), rongga hidung, dan juga

sebagian besar rongga mata.12

2.2 Cedera Kepala

2.2.1 Definisi

Cedera kepala adalah segala luka atau jejas di kepala yang dapat

melibatkan tulang tengkorak, SCALP, ataupun struktur lain pada rongga

intrakranial.10,14,21

2.2.2 Etiologi

Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama dari cedera kepala. Sebuah

penelitian di India menunjukkan bahwa cedera kepala terjadi akibat kecelakaan

lalu lintas (60%), jatuh (20%-25%), dan kekerasan (10%). Adanya pengaruh

alkohol juga ditemukan pada 15%-20% penderita cedera kepala.22 Penelitian lain

Page 4: Cedera Kepala

8

di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa penyebab cedera kepala antara lain

kecelakaan lalu lintas (tabrakan antar kendaraan, tabrakan antara pejalan kaki dan

kendaraan, kecelakaan sepeda), jatuh, penyerangan, olahraga, dan trauma

tembus.23

2.2.3 Klasifikasi

Berbagai macam klasifikasi cedera kepala telah dikemukakan oleh

beberapa ahli bedah saraf di seluruh penjuru dunia. Cedera kepala diklasifikasikan

berdasarkan beberapa kriteria, yaitu berdasarkan mekanisme, tingkat keparahan

cedera kepala, patofisiologi, serta morfologinya.

1) Berdasarkan mekanisme:

a. Cedera kepala tertutup

Cedera kepala tertutup terjadi ketika kepala menerima benturan dari

sebuah objek namun tidak merusak tulang tengkorak.24

b. Cedera kepala terbuka

Cedera kepala terbuka terjadi ketika kepala menerima benturan sebuah

objek yang merusak tulang tengkorak dan masuk ke struktur di

dalamnya.24

2) Berdasarkan tingkat keparahan cedera kepala (menurut Glasgow Coma

Scale)4:

a. Ringan (GCS 14-15)

b. Sedang (GCS 9-13)

c. Berat (GCS < 8)

Page 5: Cedera Kepala

9

3) Berdasarkan patofisiologi:

a. Cedera kepala primer

Cedera kepala primer adalah cedera pada kepala yang diakibatkan efek

langsung dari trauma.21 Terdapat dua mekanisme mengenai cedera kepala

primer ini, yaitu adanya kontak langsung berupa hantaman objek pada

tempat cedera dan juga proses akselerasi-deselerasi.25

b. Cedera kepala sekunder

Cedera kepala sekunder adalah kerusakan yang terjadi akibat komplikasi

dari cedera primer. Hipotensi, hipoksia, infeksi dan lesi intrakranial

(perdarahan dan bengkak otak) yang menghasilkan tekanan tinggi

intrakranial dan herniasi otak merupakan penyebab utama cedera

sekunder.23

4) Berdasarkan morfologi:

a. Fraktur tulang tengkorak

Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada calvaria dan basis kranii.

Fraktur yang terjadi dapat berupa garis linier atau depresi. Fraktur tulang

tengkorak juga dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal tidak

memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur terbuka yang memerlukan

perlakuan spesifik untuk memperbaiki kerusakan tulang.26

b. Lesi intrakranial

Lesi intrakranial dapat berupa lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan

subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi menyeluruh, atau

terjadi secara bersamaan.27

Page 6: Cedera Kepala

10

Fokal

Kontusio serebri, merupakan memar pada jaringan otak yang

biasanya disebabkan oleh kontak antara otak dengan sisi dalam

tulang tengkorak.7

Laserasi serebri, merupakan cedera kepala yang ditandai robeknya

lapisan pia-arakhnoid.7

Perdarahan epidural, adalah perdarahan yang terjadi di antara dura

mater dan tulang tengkorak, biasanya berhubungan dengan ruptur

arteri meningea media yang sering timbul akibat fraktur tulang

tengkorak.8,9,10,29

Perdarahan subdural, adalah perdarahan yang terjadi di antara dura

mater dan selaput arakhnoid.7

Perdarahan intraserebral, merupakan perdarahan yang terjadi di

dalam otak.7

Perdarahan intraventikular, merupakan perdarahan di dalam

ventrikel otak.7

Menyeluruh (cedera multifokal/diffuse)

Cedera aksonal menyeluruh, merupakan sebuah kerusakan yang

menyeluruh terhadap substansia alba yang biasanya diakibatkan

oleh proses akselerasi-deselerasi.7

Cedera otak iskemik, merupakan lesi yang disebabkan kurangnya

suplai darah ke otak.7

Page 7: Cedera Kepala

11

Cedera vaskular, merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan

pembuluh darah otak. Walaupun termasuk tipe cedera menyeluruh,

jenis cedera ini lebih mirip dengan cedera fokal.7

Pembengkakan, merupakan lesi yang sering ditemukan paska

cedera kepala yang selanjutnya dapat mengakibatkan peningkatan

tekanan intrakranial.6

2.3 Fraktur Tulang Tengkorak

2.3.1 Definisi

Fraktur tulang tengkorak merupakan fraktur yang terjadi pada tulang

tengkorak. Terdiri dari fraktur linear atau kompresi. Fraktur linear mungkin terjadi

pada kubah atau basis tengkorak. Fraktur tulang tengkorak bisa terbuka atau

tertutup.

2.3.2 Frekuensi

Fraktur linear sederhana merupakan fraktur yang paling banyak

ditemukan, terutama pada anak – anak dibawah umur 5 tahun. Fraktur basilar

terjadi 19-21% dari semua fraktur tulang tengkorak. Fraktur kompresi pada

frontoparietal (75%), temporal (10%), oksipital (5%), dan lainnya (10%).

2.3.3 Etiologi

Umumnya fraktur tulang tengkorak disebabkan oleh trauma.

Page 8: Cedera Kepala

12

2.3.4 Patofisiologi

Tulang tengkorak terdiri dari tiga lapisan, yaitu :

1. Tabula eksterna

2. Diploe

3. Tabula interna

Luas dari tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal

1. Besarnya energi yang membentur kepala (energi kinetik objek)

2. Arah benturan

3. Bentuk tiga dimensi (geometris) objek yang membentur

4. Lokasi anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi.

Deskripsi fraktur dapat ditentukan oleh tiga hal yaitu :

1. Besarnya energi benturan

2. Perbandingan antara besar energi dan luasnya daerah bentura, semakin besar

nilai perbandingan ini akan cenderung menyebabkan fraktur depresi.

3. Lokasi dan keadaaan fisik tulang tengkorak.

Tulang tengkorak sangat rentan pada trauma luar. Berbagai tekanan yang

diperlukan untuk menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan ini bergantung pada

beberapa faktor: kecepatan, daya dan berat alat yang berdampak pada tulang, arah

sasaran pada tulang, kulit kepala dan tulang tengkorak dan juga bagian tulang

tengkorak yang diserang.

Ketebalan dan elastisitas jaringan tulang menentukan kemampuan tulang

tersebut untuk menyesuaikan diri dengan proses perubahan bentuk (deformasi)

saat benturan. Hal ini juga dipengaruhi oleh umur, dengan pertambahan usia maka

Page 9: Cedera Kepala

13

elastisitas jaringan tulang akan berkurang. Pada saat benturan terjadi peristiwa

penekanan pada tabula eksterna di tempat benturan dan peristiwa peregangan pada

tabula ekterna. Peristiwa peregangan tabula interna ini tidak hanya terbatas pada

daerah kontak, tetapi meliputi seluruh tengkorak. Jika peregangan ini melebihi

kemampuan deformasi tulang tengkorak, maka terjadilah fraktur. Oleh sebab itu,

peristiwa fraktur tulang tengkorak berawal dari tabula interna yang kemudian

disusul oleh tabula ekterna.

Pendapat ini didukung oleh beberapa hal antara lain:

1. Fraktur pada tabula interna biasanya lebih luas darapada fraktur pada tabula

ekterna di atasnya.

2. Sering ditemukan adanya fraktur tabula interna walaupun tabula eksterna masih

utuh.

3. Kemungkinan hal ini juga didukung oleh pengamatan banyak kasus epidural

hematoma akibat laserasi arteri meningia media, walapun pada pemeriksaan

awal dengan radiologi dan gambaran intaoperatif tidak tampak adanya fraktur

tabula eksterna tetapi terdapat garis fraktur pada tabula interna.

Akibat dari fraktur tulang tengkorak bisa jadi kronik karena kerusakan

axonal intrakranial. Kepala terutama sangat peka pada akselerasi dan deselerasi

dan daya rotasional. Cairan serebrospinalis dan meningeal di sekeliling otak

memberikan sebagian proteksi terhadap cedera axonal otak pada fraktur tulang

tengkorak. Fascia dan otot pada kulit kepala memberikan bantalan tambahan pada

otak.

Page 10: Cedera Kepala

14

2.3.5 Klasifikasi

Klasifikasi fraktur tulang tengkorak dapat dilakukan berdasarkan :

1. Lokasi anatomis, dibedakan atas :

a. Konveksitas (kubah tengkorak)

b. Basis cranii (dasar tengkorak)

2. Keadaaan luka, dibedakan atas :

a. Terbuka

b. Tertutup

3. Gambaran fraktur, dibedakan atas :

a. Linier

b. Diastase

c. Comminuted

d. Depressed

Lokasi Anatomis, dibedakan atas :

a)      Konveksitas (kubah tengkorak)

Merupakan fraktur yang terjadi pada tulang-tulang yang membentuk

konveksitas (kubah) tengkorak seperti os.Frontalis, os. Temporalis, os. Parietalis,

dan os. Occipitalis.

b)      Basis cranii (dasar tengkorak)

Merupakan fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk dasar

tengkorak. Dasar tengkorak terbagi atas tiga bagian yaitu :

(1)   fossa Anterior

Page 11: Cedera Kepala

15

(2)   fosa Media

(3)   fosa Posterior

fraktur pada masing-masing fosa akan memberikan manifestasi yang berbeda.

Gambar 3. Basis Cranii

2.4 Penurunan Kesadaran

Turunnya derajat kesadaran dan lamanya gangguan kesadaran merupakan

salah satu petunjuk yang penting dalam menilai kondisi penderita cedera kepala.

Berbagai macam kriteria dan istilah banyak digunakan dalam penilaian derajat

kesadaran. Salah satu yang paling sering digunakan adalah Glasgow Coma Scale

(GCS).8,10,19,28 Metode ini disusun oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974.10

GCS menilai derajat kesadaran secara objektif dari 3 aspek, yaitu respon

Page 12: Cedera Kepala

16

membuka mata, kemampuan verbal, dan respon motorik. Derajat kesadaran

berdasarkan GCS (tabel 2.1) membantu klasifikasi cedera kepala menjadi ringan

atau tidak ada gangguan (GCS > 14), sedang (GCS 9-13), dan berat (GCS 3-8).25,27

GCS juga berperan dalam menilai dan memantau derajat kesadaran penderita

cedera kepala.

Menurut Guardjian dan Webster, terdapat 5 pola derajat kesadaran akibat

cedera kepala10, yaitu:

1) Tidak ada pingsan dan tetap sadar sampai saat pemberian tindakan

2) Mula-mula sadar, kemudian tidak sadar sampai saat pemberian tindakan

3) Mula-mula tidak sadar, kemudian terdapat perbaikan dan relatif sadar

4) Mula-mula tidak sadar, diikuti lucid interval, kemudian terjadi penurunan

kesadaran

5) Tidak pernah sadar sejak awal kejadian.

Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale27

Glasgow Coma Scale Nilai†

Respon membuka mata (E)Buka mata spontanBuka mata bila dipanggil/rangsangan suaraBuka mata bila dirangsang nyeriTak ada reaksi dengan rangsangan apapun

4321

Page 13: Cedera Kepala

17

Respon verbal (V)Komunikasi verbal baik, jawaban tepatBingung, disorientasi waktu, tempat, dan orangKata-kata tidak teraturSuara tidak jelasTak ada reaksi dengan rangsangan apapun

54321

Respon motorik (M)Mengikuti perintahDengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsanganDengan rangsangan nyeri, menarik anggota badanDengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormalDengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormalDengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

654321

† Nilai GCS = ( E+V+M), nilai terbaik = 15 dan nilai terburuk = 3

Penderita cedera kepala dapat mengalami kehilangan kesadaran atau tidak

sama sekali saat trauma. Pada penderita yang tidak sadar, benturan mengakibatkan

otak bergeser dari tempat asalnya. Batang otak, yang pada ujung rostral

bersambung dengan otak besar dan pada ujung kaudal bersambung dengan

medulla spinalis, sangat mudah teregang saat otak tergeser. Peregangan batang

otak menurut porosnya dapat menimbulkan blokade reversibel pada reticular

formation. Selama blokade itu berlangsung, tidak ada input aferen yang

dihantarkan sehingga mengakibatkan penurunan kesadaran.10 Kehilangan

kesadaran akibat efek awal benturan ini biasanya terjadi tidak lebih dari 5 menit.29

Hilangnya blokade tersebut tersebut akan disusul dengan pulihnya kesadaran.10

Page 14: Cedera Kepala

18

Gambaran klinis perdarahan epidural sangat bervariasi, dapat bersifat

umum maupun lokal bergantung pada lokasi dan besarnya massa perdarahan.10,11

Secara umum, sekitar 10-27% penderita memiliki tanda dan gejala klinis

berikut28:

1) Kehilangan kesadaran post-traumatik yang singkat,

2) Lucid Interval selama beberapa jam,

3) Penurunan kesadaran, hemiparesis kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral.

Ketiga gejala tersebut dikenal dengan sebutan gejala klasik. Jika tanda

maupun gejala ini tidak ditangani dengan baik maka penderita dapat mengalami

kekakuan deserebrasi, kesulitan bernapas, dan bahkan kematian.28

Penderita dengan perdarahan epidural sering datang dengan keluhan

seperti nyeri kepala, muntah, kejang, dan gejala defisit neurologis fokal (motoris

maupun sensoris).9 Berdasarkan pemeriksaan fisik, penderita juga dapat

mengalami manifestasi klinis lain berupa respon trias Cushing (hipertensi,

bradikardia, bradipnea); penurunan tingkat kesadaran; kontusi, laserasi, atau

fraktur tulang di daerah cedera; hemotimpani; ketidakstabilan dari kolumna

vertebralis; cedera nervus fasialis; dilatasi pupil, baik ipsilateral maupun

kontralateral; kelemahan (hemiparesis kontralateral akibat kompresi cerebral

peduncle); dan gangguan neurologis fokal lainnya.8,9,19,28

Gambaran klinis yang terdapat pada perdarahan epidural merupakan akibat

dari proses yang terjadi saat trauma, seperti benturan kepala, luka atau jejas pada

tengkorak, dan kerusakan otak fokal.10 Kompresi massa perdarahan terhadap

Page 15: Cedera Kepala

19

struktur di sekitarnya dan juga peningkatan tekanan intrakranial dapat

berkontribusi lebih jauh terhadap munculnya gambaran klinis pada penderita.11

2.3.5.1 Gangguan Kesadaran

Turunnya derajat kesadaran dan lamanya gangguan kesadaran merupakan

salah satu petunjuk yang penting dalam menilai kondisi penderita perdarahan

epidural. Berbagai macam kriteria dan istilah banyak digunakan dalam penilaian

derajat kesadaran. Salah satu yang paling sering digunakan adalah Glasgow Coma

Scale (GCS).8,10,19,28 Metode ini disusun oleh Jennet dan Teasdale pada tahun

1974.10 GCS menilai derajat kesadaran secara objektif dari 3 aspek, yaitu respon

membuka mata, kemampuan verbal, dan respon motorik. Derajat kesadaran

berdasarkan GCS (tabel 2.1) membantu klasifikasi cedera kepala menjadi ringan

atau tidak ada gangguan (GCS > 14), sedang (GCS 9-13), dan berat (GCS 3-8).25,27

GCS juga berperan dalam menilai dan memantau derajat kesadaran penderita

cedera kepala.

Menurut Guardjian dan Webster, terdapat 5 pola derajat kesadaran akibat

cedera kepala10, yaitu:

6) Tidak ada pingsan dan tetap sadar sampai saat pemberian tindakan

7) Mula-mula sadar, kemudian tidak sadar sampai saat pemberian tindakan

8) Mula-mula tidak sadar, kemudian terdapat perbaikan dan relatif sadar

9) Mula-mula tidak sadar, diikuti lucid interval, kemudian terjadi penurunan

kesadaran

10) Tidak pernah sadar sejak awal kejadian.

Page 16: Cedera Kepala

20

Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale27

Glasgow Coma Scale Nilai†

Respon membuka mata (E)Buka mata spontanBuka mata bila dipanggil/rangsangan suaraBuka mata bila dirangsang nyeriTak ada reaksi dengan rangsangan apapun

4321

Respon verbal (V)Komunikasi verbal baik, jawaban tepatBingung, disorientasi waktu, tempat, dan orangKata-kata tidak teraturSuara tidak jelasTak ada reaksi dengan rangsangan apapun

54321

Respon motorik (M)Mengikuti perintahDengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsanganDengan rangsangan nyeri, menarik anggota badanDengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormalDengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormalDengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

654321

† Nilai GCS = ( E+V+M), nilai terbaik = 15 dan nilai terburuk = 3

Penderita cedera kepala dapat mengalami kehilangan kesadaran atau tidak

sama sekali saat trauma. Pada penderita yang tidak sadar, benturan mengakibatkan

otak bergeser dari tempat asalnya. Batang otak, yang pada ujung rostral

bersambung dengan otak besar dan pada ujung kaudal bersambung dengan

medulla spinalis, sangat mudah teregang saat otak tergeser. Peregangan batang

otak menurut porosnya dapat menimbulkan blokade reversibel pada reticular

Page 17: Cedera Kepala

21

formation. Selama blokade itu berlangsung, tidak ada input aferen yang

dihantarkan sehingga mengakibatkan penurunan kesadaran.10 Kehilangan

kesadaran akibat efek awal benturan ini biasanya terjadi tidak lebih dari 5 menit.29

Hilangnya blokade tersebut tersebut akan disusul dengan pulihnya kesadaran.10

Menurut Liau dkk., sebanyak 30-60% penderita perdarahan epidural

mengalami gangguan kesadaran pada saat masuk rumah sakit. Cheung dalam

penelitiannya menambahkan bahwa 70% penderita perdarahan epidural datang ke

rumah sakit dengan GCS 14-15, 10% dengan GCS 9-13, dan 20% dengan GCS 3-

8.31 Selain itu, sekitar 60% penderita perdarahan epidural tidak mengalami

kehilangan kesadaran awal, 20% tidak disertai lucid interval, dan sekitar 20-50%

penderita mengalami lucid interval.8,28

Lucid interval adalah perbaikan sementara derajat kesadaran penderita

yang mengalami pingsan saat awal benturan lalu diikuti perburukan kembali.8

Lucid interval merupakan gejala klasik dari perdarahan epidural.8,28 Seiring

bertambahnya waktu, volume darah di ruang epidural terus membesar dan dapat

memberikan efek kompresi pada struktur intrakranial di sekitarnya, termasuk

struktur yang berperan menjaga kesadaran.10 Hal tersebut menyebabkan

perburukan kembali derajat kesadaran penderita pada lucid interval. Lucid

interval sendiri dapat muncul pada penderita perdarahan subdural sehingga klinisi

harus cermat dalam mempertimbangkan gejala tersebut.28

2.3.5.2 Gangguan Neurologis

Page 18: Cedera Kepala

22

Perdarahan epidural menyebabkan terbentuknya massa perdarahan di

ruang potensial antara dura mater dan tulang tengkorak. Massa ini seiring

berjalannya waktu akan terus membesar dan mengakibatkan efek kompresi pada

struktur di sekitarnya.29,32 Jika menekan struktur saraf maka akan timbul gejala

berupa gangguan neurologis yang biasanya berupa gangguan neurologis fokal.

2.3.5.2.1 Dilatasi Pupil

Perdarahan epidural di daerah temporal akan mendesak unkus dan girus

hipokampus ke arah garis tengah dan kolong tepi bebas tentorium.29,32 Akibat

proses desakan tersebut, salah satu gejala yang muncul adalah dilatasi pupil.

Dilatasi pupil menunjukkan adanya penekanan terhadap nervus okulomotorius.10,32

Sekitar 60% penderita perdarahan epidural mengalami dilatasi pupil yang 85% di

antaranya adalah ipsilateral.28 Dilatasi pupil ipsilateral menandakan adanya

penekanan nervus okulomotorius pada sisi yang sama dengan massa perdarahan.33

2.3.5.2.2 Gangguan Motorik, Sensoris dan Refleks Patologis

Gangguan motorik yang sering muncul pada penderita perdarahan epidural

adalah hemiparesis. Perdarahan epidural di daerah temporal menyebabkan

herniasi unkus sehingga menekan cerebral peduncle pada sisi yang sama dengan

lesi.29,32 Pada cerebral peduncle terdapat jaras corticospinal yang berfungsi

menghantarkan impuls motorik dari otak ke organ efektor. Jaras ini menyilang di

pyramidal decussation pada medulla oblongata menuju sisi kontralateral.

Penekanan pada cerebral peduncle menyebabkan jaras ini tertekan sehingga

manifestasi yang muncul adalah hemiparesis kontralateral.10,32,33

Page 19: Cedera Kepala

23

Hemiparesis ipsilateral juga dapat muncul pada penderita perdarahan

epidural. Mekanisme yang terjadi adalah batang otak ikut tergeser ke arah

kontralateral sehingga cerebral peduncle di sisi tersebut tertekan (Kernohan’s

Crus Syndrome).28 Hemiparesis kontralateral terjadi pada 60-70% kasus

hemiparesis sedangkan hemiparesis ipsilateral terjadi pada 4-5% kasus.10

Refleks pathologis dan gangguan sensoris juga dapat muncul pada

penderita perdarahan epidural. Gangguan sensoris yang muncul dapat berupa

berkurangnya respon terhadap stimulus sensori yang biasanya berupa

hypesthesia.7

2.3.5.3 Fraktur Tulang Tengkorak

Adanya fraktur tidak selalu menjamin terjadinya perdarahan epidural.

Menurut Ullman, fraktur tulang tengkorak terjadi pada 90% penderita perdarahan

epidural.8 Bagian kepala yang mengalami fraktur biasanya terletak pada sisi

kepala yang sama dengan lokasi perdarahan.14

Fraktur pada perdarahan epidural paling sering terjadi di daerah

temporoparietal.8 Benturan yang terjadi pada tulang temporal dan parietal

menyebabkan fraktur dan robeknya arteri meningea media yang berjalan di bawah

tulang tersebut.12 Hal lain yang berkontribusi adalah adanya penipisan tulang

temporal pada bagian anterolateral calvaria. Pada lapisan ini squamosa tulang

sangat tipis sehingga sangat rentan untuk terjadi fraktur.14 Jika dilihat dari

jenisnya, fraktur yang paling sering terjadi berjenis fraktur linier.14

Page 20: Cedera Kepala

24

2.3.6 Gambaran Radiologis

Foto polos kepala (x-ray tulang tengkorak) dapat memperlihatkan fraktur

tulang tengkorak meskipun CT scan saat ini telah menggantikan penggunaan foto

polos tersebut. Pada pemeriksaan foto polos tulang tengkorak, 90% penderita

mengalami fraktur.8 Pada foto polos tersebut biasanya ditemukan gambaran garis

fraktur, terutama yang menyilang terhadap arteri meningea media pada foto

lateral. Gambaran foto polos beserta gambaran klinis yang tampak dapat

digunakan untuk menentukan adanya perdarahan epidural, terutama jika

pemeriksaan CT scan belum bisa dilakukan.10

Pada pemeriksaan CT scan, lokasi perdarahan, volume perdarahan, serta

potensi cedara intrakranial lainnya dapat terlihat. Gambaran umum CT scan pada

84% kasus perdarahan epidural adalah berupa daerah hiperdens yang berbentuk

bikonveks atau lentikuler. Pada 11% penderita, gambaran berbentuk konveks pada

sisi lateral tengkorak dan lurus pada daerah otak. Gambaran berbentuk crescent

terdapat pada 5% penderita. Perdarahan epidural juga terkadang memberikan

gambaran yang isodens dengan otak sehingga tidak terlihat pada pemeriksaan CT

scan, kecuali menggunakan kontras intra vena.28

Berdasarkan lokasi, perdarahan epidural sering terjadi di daerah temporal.

Babu dkk., dalam penelitiannya terhadap 300 orang penderita perdarahan epidural

di India, mendapatkan hasil bahwa perdarahan epidural paling sering terjadi di

daerah temporal (128 orang), lalu selanjutnya daerah frontal (101 orang),

temporoparietal (61 orang), posterior fossa (6 orang), dan occipital (4 orang).9

Page 21: Cedera Kepala

25

Perdarahan epidural juga dapat terjadi secara bilateral yang terjadi pada 2-10%

kasus perdarahan epidural pada orang dewasa.19

2.3.7 Diagnosis

Penegakkan diagnosis perdarahan epidural sangat sulit jika bergantung

pada gambaran klinis saja dan tidak dilakukan pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan radiologis yang dimaksud dapat berupa pemeriksaan foto otot polos

ataupun CT scan. Foto otot polos hanya berfungsi sebagai pemeriksaan penunjang

semata sedangkan penegakkan diagnosis dilakukan dengan melihat hasil

pemeriksaan CT scan.9,10,17,26

2.3.8 Diagnosis Banding

Menurut Denny-Brown, yang termasuk diagnosis banding dari perdarahan

epidural adalah kelainan post-traumatik yang terdiri dari “lucid interval” diikuti

oleh bradikardia, serta adanya periode singkat dari kegelisahan dan muntah,

namun tidak disertai hipertensi intrakranial atau bukti adanya massa perdarahan.28

2.3.9 Penatalaksanaan

Terdapat dua jenis penatalaksanaan pada penderita perdarahan epidural,

yaitu operatif dan konservatif. Beberapa faktor penting dalam menentukan apakah

penderita dikelola dengan tindakan operatif maupun konservatif adalah status

neurologis penderita, gambaran radiologis, dan adanya cedera ekstrakranial.

Page 22: Cedera Kepala

26

Penatalaksanaan konservatif dilakukan jika hasil pemeriksaan CT scan

menunjukkan adanya perdarahan epidural subakut atau kronik dengan ketebalan

massa perdarahan kurang dari 1 cm dan juga jika tidak ada tanda-tanda herniasi.

Pada 50% kasus perdarahan epidural terdapat pembesaran ukuran massa

perdarahan di antara hari ke-5 dan hari ke-16 dan beberapa pasien membutuhkan

prosedur craniotomy yang segera ketika tanda-tanda herniasi muncul.28

Indikasi tindakan operatif pada penderita perdarahan epidural adalah

adanya perdarahan epidural yang simtomatik, perdarahan epidural yang

asimtomatik namun memiliki ketebalan lebih dari 1 cm, dan penderita anak-anak.

Tujuan dari tindakan operatif adalah untuk mengeluarkan massa perdarahan

sehingga menurunkan tekanan intrakranial dan menghilangkan efek fokal massa,

menghentikan perdarahan, dan mencegah terkumpulnya kembali massa

perdarahan.28

Ada beberapa jenis prosedur tindakan operatif untuk cedera kepala14,

yaitu:

1) Evakuasi massa perdarahan

2) Elevasi fraktur tulang yang terdepressi

3) Debridemen otak

4) Lobektomi frontal atau temporal pada penderita dengan edema otak dan tidak

sembuh.

2.3.10 Prognosis

Page 23: Cedera Kepala

27

Secara umum perdarahan epidural memiliki prognosis yang baik jika

ditangani dengan segera.19 Meskipun tujuan utama dari penatalaksanaan

perdarahan epidural adalah untuk mencapai 0% kematian dan 100% keluaran

yang baik, namun tingkat mortalitas masih berkisar antara 9,4 - 33%, dengan rata-

rata 10%.6

2.4 Kerangka Pemikiran

Perdarahan epidural merupakan jenis perdarahan intrakranial yang sering

terjadi pada penderita cedera kepala dan memiliki prognosis baik jika diagnosis

dan penatalaksanaannya dilakukan dengan segera. Semua gejala maupun tanda

klasik maupun klinis yang terlihat akan sangat berguna dalam diagnosis,

meskipun diagnosis pasti hanya bisa dilakukan dengan pemeriksaan CT scan.

Gambaran klasik tersebut dapat dipakai untuk menentukan adanya perdarahan

epidural jika pemeriksaan CT scan belum bisa dilakukan

Gambaran klasik perdarahan epidural bervariasi pada setiap individu dan

dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti lokasi perdarahan dan besarnya

massa perdarahan. Gambaran klasik dan keseluruhan gambaran klinis yang

terdapat pada penderita perdarahan epidural merupakan hasil dari proses yang

terjadi saat trauma, seperti adanya riwayat benturan kepala, luka atau jejas pada

tengkorak, dan kerusakan otak fokal. Adanya kompresi massa perdarahan

terhadap struktur otak dan juga peningkatan tekanan intrakranial dapat

berkontribusi lebih jauh terhadap munculnya gambaran klinis perdarahan

epidural.

Page 24: Cedera Kepala

28

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil suatu pemikiran bahwa

gambaran klasik pada penderita perdarahan epidural bervariasi dan tergantung

pada beberapa faktor. Gambaran klasik tersebut dapat menunjang pemeriksaan CT

scan dalam diagnosis dan membuat penatalaksanaan penderita perdarahan

epidural semakin cepat sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan prognosis

yang baik. Gambaran klasik yang dimaksud antara lain penurunan kesadaran,

lucid interval, dilatasi pupil ipsilateral dan hemiparesis kontralateral.

Perdarahan Epidural

Diagnosis(Penunjang CT scan)

Variasi Gambaran Klasik

1. Derajat kesadaran2. Lucid interval3. Hemiparesis kontralateral4. Dilatasi pupil ipsilateral

Penatalaksanaan

Prognosis baik jika dilakukan segera

Faktor-faktor:1. Lokasi perdarahan2. Besar massa

perdarahan3. Mekanisme trauma4. Kompresi massa5. Tekanan tinggi

intrakranial

Page 25: Cedera Kepala

29

Gambar 2.4 Bagan Kerangka Pemikiran