DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI...
Transcript of DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI...
ix
DAFTAR ISI
Bab Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................... vii
ABSTRACT.................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... xii
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 3
1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................ 3
1.5. Kerangka Pemikiran ................................................................ 3
1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 6
II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1. Deskripsi Itik........................................................................... 7
2.2. Sistem Pemeliharaan ............................................................... 9
2.3. Pertumbuhan Bagian Tubuh.................................................... 10
2.3.1. Karkas.......................................................................... 11
2.3.2. Giblet............................................................................. 11
2.4. Bagian Yang Tidak Bisa Dikonsumsi.................................... . 12
2.4.1. Darah............................................................................. 13
x
2.4.2. Bulu............................................................................. .. 13
2.4.3. Kepala......................................................................... .. 13 2.4.4. Lemak Abdominal....................................................... .. 14 2.4.5. Kaki.............................................................................. 14
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Objek Penelitian .................................................... 15
3.1.1. Ternak Percobaan ......................................................... 15 3.1.2. Kandang Percobaan ...................................................... 15
3.1.3. Peralatan Yang Digunakan ............................................ 16 3.1.4. Ransum Yang Digunakan.............................................. 16
3.2. Proses Penelitian...................................................................... 17
3.2.1. Prosedur Penelitian........................................................ 17
3.2.2. Tahap Pemeliharaan ...................................................... 17 3.2.3. Tahap Pemotongan ........................................................ 18
3.2.4. Pengukuran Bagian Edible ........................................... 19 3.2.5. Pengukuran Bagian Inedible ........................................ 19
3.3. Metode Penelitian.................................................................. .. 19
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Manajemen Pemeliharaan ........................................................ 21
4.2. Bobot Potong Itik Rambon dan Cihateup ............................... 22
4.3. Proporsi Bagian Edible………………………....................... 24
4.4. Proporsi Bagian Inedible………………….. .......................... 25
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 29
5.2. Saran ....................................................................................... 29
RINGKASAN...................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 31
LAMPIRAN ........................................................................................ 36
BIODATA………………………………………………………........ 42
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Susunan Ransum Penelitian Itik Rambon dan Cihateup Generasi Ketiga Umur 1 Hari Sampai 10 Minggu .................. 16
2. Persentase Kandungan Zat Penyusun Ransum Penelitian Itik Rambon dan Cihateup Generasi Ke Tiga Umur 1 Hari
Sampai 10 Minggu .................................................................. 17
3. Bobot Potong Itik Rambon dan Cihateup Umur 10
Minggu……………………………………………………… 22
4. Proporsi Bagian Edible Itik Rambon.……… ......................... 23
5. Proporsi Bagian Edible Itik Cihateup………………….. ....... 23
6. Proporsi Bagian Indible Itik Rambon.…………………... ..... 25
7. Proporsi Bagian Indible Itik Cihateup................................... . 26
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Perhitungan Edible Itik Rambon..............................................................38
2 Perhitungan Edible Itik Cihateup .............................................................39
3 Perhitungan Inedible Itik Rambon ...........................................................40
4 Perhitungan Inedible Itik Cihateup .........................................................41
5 Dokumentasi.............................................................................................42
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Itik Rambon (Ras milik Cirebon) merupakan salah satu komoditas ternak
unggas lokal Indonesia dan berasal dari Provinsi Jawa Barat. Itik Rambon
diketahui merupakan itik lokal jenis petelur hasil persilangan dari Itik Tegal
dengan Itik Magelang (Mentri Pertanian, 2013). Itik Rambon Jantan dapat
dimanfaatkan sebagai ternak potong sedangkan Itik Rambon betina sebagai
penghasil telur karena produksinya cukup tinggi yaitu 220 - 260 butir per ekor per
tahun. Itik Cihateup merupakan itik yang berasal dari itik mallard yang
berimigrasi ke Indonesia dan beradaptasi dengan lingkungan kemudian diseleksi
oleh masyarakat, sehingga muncul sifat khas. Itik Cihateup betina dapat
memproduksi telur sebanyak 180-200 butir telur/tahun (Mentri Pertanian, 2014).
Pesatnya perkembangan jumlah penduduk telah berdampak pada tingginya
angka konversi lahan yang mengakibatkan penyempitan lahan pertanian sebagai
tempat penggembalaan itik. Kondisi ini menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan sebagian peternak itik merubah sistem manajemen pemeliharaannya
dari ekstensif menjadi intensif. Pemeliharaan itik secara intensif yaitu
pemeliharaan pada kondisi minim air berkaitan dengan efisiensi penggunaan air
karena ketersediaannya hanya untuk minum itik saja, tidak disediakan kolam
untuk itik berenang. Pemeliharaan pada kondisi minim air ini masih relatif jarang
dilakukan oleh peternak, karena sebagian besar masih menggembalakan itiknya di
lahan-lahan persawahan yang masih tersisa. Itik Rambon merupakan salah satu
jenis itik yang relatif lebih mudah beradaptasi dengan kondisi pemeliharaan
2
minim air. Pada pemeliharaan dengan kondisi minim air, performa reproduksi itik
Rambon masih tetap baik.
Secara umum pertumbuhan hampir semua jenis itik dibagi menjadi tiga
periode yaitu periode starter, grower, dan, layer. Peningkatan bobot badan yang
terus berlangsung naik terjadi pada umur 1 - 8 minggu kemudian melambat dan
berhenti. Selama fase pertumbuhan Itik Rambon pada umumnya membutuhkan
pakan yang relatif banyak dan berkualitas agar ternak dapat tumbuh dan
berkembang dengan sempurna.
Secara komersial, bagian tubuh unggas terbagi menjadi dua bagian yaitu
bagian edible dan inedible. Bagian edible atau part of edible yaitu bagian tubuh
unggas yang dapat dikonsumsi oleh manusia, sedangkan bagian inedible adalah
bagian tubuh yang tidak dapat dikonsumsi. Bagian tubuh itik yang bisa
dikonsumsi atau edible meliputi karkas, giblet (jantung, hati, dan ampela) dan
leher, sedangkan bagian yang tidak dapat dikonsumsi atau inedible terdiri atas
darah, bulu, kepala, kaki, lemak abdominal, dan jeroan tanpa giblet. Proporsi
bagian edible dan inedible sangat penting untuk diketahui, karena berkaitan
dengan bobot badan akhir yang dihasilkan oleh unggas.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti “Proporsi
Bagian Edible dan Inedible Itik Rambon dan Itik Cihateup Generasi ke-3 Umur 10
minggu yang Dipelihara Pada Kondisi Minim Air”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka dapat
diidentifikasikan masalah, yaitu berapa besar proporsi bagian edible dan inedible
3
Itik Rambon dan Itik Cihateup generasi ke-3 umur 10 minggu yang dipelihara
pada kondisi minim air.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proporsi bagian edible dan
inedible Itik Rambon dan Itik Cihateup generasi ketiga umur 10 minggu yang
dipelihara pada kondisi minim air.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dasar dan
pengetahuan tentang proporsi bagian edible dan inedible itik yang dipelihara pada
kondisi minim air.
1.5 Kerangka Pemikiran
Itik merupakan salah satu ternak yang sudah cukup lama dibudidayakan di
Indonesia. Itik yang banyak dibudidayakan di Indonesia pada umumnya yaitu
jenis petelur dan pedaging. Itik merupakan jenis unggas air yang memiliki
keunggulan daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan jenis unggas
lainnya (Mustawa dkk., 2016). Itik lokal pada umumnya memiliki nama yang
disesuaikan dengan asal itik tersebut. Masing-masing itik memiliki sifat yang
khas, baik dalam anatomi, morfologi maupun produksi telur dan dagingnya (Dewi
dkk., 2016). Itik Rambon (Ras milik Cirebon) merupakan salah satu komoditas
ternak unggas lokal Indonesia yang banyak dibudidayakan disekitar daerah
Kabupaten Cirebon (Kementrian Pertanian, 2013). Itik Cihateup merupakan itik
yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya,
Provinsi Jawa Barat. Daerah asal itik Cihateup berada pada ketinggian 378 m di
4
atas permukaan laut (mdpl) yang merupakan dataran tinggi(Wulandari dkk.,
2005). Karakteristik pada jantan itik Cihateup ialah bagian leher, dada, sepanjang
tulang punggung, tubuh bagian samping dan ekor berwarna coklat tua
(Kementrian Pertanian, 2014). Pada umumnya, itik dipelihara oleh petani masih
secara tradisional yaitu dilakukan secara ekstensif. Semakin sempitnya areal
penggembalaan dan banyaknya kasus kematian itik akibat keracunan pestisida,
pemeliharaan secara tradisional dapat mengancam kelestariannya (windhyarti,
2012). Dampak dari pemeliharaan ini (ekstensif) adalah pertumbuhan itk lambat
dan kualitas daging yang dihasilkan rendah (Matitaputty, 2011). Perkembangan
usaha ternak itik yang relatif cepat saat ini mengarah pada pergeseran dari sistem
pemeliharaan tradisional kepada sistem intensif (Prasetyo, 2006). Pada
pemeliharaan intensif, itik dikandangkan sepanjang waktu dan pakan selalu
disediakan oleh peternak (Budiraharjo, 2009). Sistem ini memudahkan dalam
pemberian pakan, pemberian obat, pengumpulan telur dan memudahkan mengatur
ketersediaan air (Mustawa, dkk., 2016). Penerapan sistem pemeliharaan Itik
Rambon secara intensif meningkatkan konsumsi pakan itik (Mahfudz, 2004).
Pertumbuhan itik yang paling cepat dimulai sejak itik berumur 0 - 3
minggu (Srigandono, 1998). Pada umur pertumbuhan 1 minggu pertambahan
bobot badan itik relatif kecil dan pada umur 2 minggu akselerasi pertumbuhan itik
meningkat (Setioko, 2004). Itik jantan dan betina umur 1 hari sampai umur 6
minggu tingkat pertumbuhannya hampir sama, namun memasuki umur 7 dan 8
minggu bobot badan itik jantan lebih besar dari betina (Rukmiasih, 2015).
Tingkat pertumbuhan itik pada umur 8 sampai 10 minggu mulai menurun
(Brahmantiyo, 2002). Tingkat energi dan protein ransum berpengaruh terhadap
performa itik Rambon jantan fase pertumbuhan (Alyandari, dkk., 2015).
5
Menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) (1995) karkas dibagi menjadi
dua bagian yaitu bagian edible (bisa dikonsumsi) dan bagian in edible (tidak bisa
dikonsumsi). Adapun bagian-bagian edible sendiri terdiri dari karkas, giblet, dan
leher, sedangkan bagian in edible terdiri dari darah, jeroan selain giblet, kaki,
kepala, bulu, dan lemak abdominal.
Edible dan Inedible merupakan istilah yang ada setelah terjadi pemotongan
pada ternak. Meningkatnya konsumsi ransum yang diikuti dengan meningkatnya
konsumsi protein akan berpengaruh terhadap meningkatnya presentase karkas
(edible dan inedible), dan lemak tubuh (Saputra, dkk., 2014). Bagian-bagian
karkas itik yang cukup penting menjadi perhatian bagi setiap konsumen adalah
proporsi bagian dada, paha, punggung dan sayap (Purba dan Prasetyo, 2014).
Bagian tubuh itik yang termasuk dalam edible adalah karkas, giblet (gizzard,
jantung dan hati) dan leher (Simanullang, dkk., 2015). Karkas merupakan organ
tubuh yang masak lambat, sehingga dengan bertambahnya umur, pertumbuhannya
semakin bertambah dan persentase terhadap bobot potong juga meningkat (Daud,
dkk, 2016).
Usia pertumbuhan berkaitan dengan pertambahan bobot komponen edible
dan inedible (Murawska, 2016). Pertumbuhan pada unggas diartikan sebagai
pertambahan bobot badan pada unggas seperti pada jaringan otot, tulang serta
organ lain yang dicerminkan oleh pertambahan berat badan sebagai totalitas
pertumbuhan (Simanullang, dkk., 2015). Kemampuan pertumbuhan pada unggas
ditentukan oleh gen - gen penentu bobot badan, jenis kelamin, dan umur
(Matitaputty, 2011). Faktor lingkungan seperti kepadatan kandang juga ikut
mempengaruhi pertambahan bobot badan itik, kepadatan kandang yang optimal
dapat meningkatkan pertambahan bobot badan yang optimal pula pada itik (Ali,
6
dkk., 2009). Bobot potong dipengaruhi oleh pertambahan bobot badan dan
konsumsi ransum sehingga selaras dengan bobot persentase karkas (Mahfudz,
2009).
1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Local Duck Breeding and Production Station
Laboratorium Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2017 hingga Agustus 2017..
7
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Deskripsi Itik
Itik merupakan salah satu jenis unggas yang sudah lama dibudidayakan
oleh masyarakat Indonesia. Selain sebagai alat pemenuh kebutuhan konsumsi
namun juga berpotensi untuk menghasilkan keuntungan ekonomis karena mampu
menghasilkan daging maupun telur. Seiring dengan perkembangan zaman, itik liar
tersebut kemudian dijinakkan oleh manusia dan dipelihara untuk dimanfaatkan
lebih lanjut hingga sekarang.
Menurut Srigandono (1998) klasifikasi dari ternak itik adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Sub.Kingdom : Metazoa
Phylum : Chordata
Sub.Phylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Anseriformes
Family : Anatinae
Sub. Family : Anatinae
Genus : Anas
Spesies : Anas javanica
8
Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan
tempat asalnya. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah,
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, hidup dan beradaptasi pada daerah
ketinggian 378 mdpl yang merupakan dataran tinggi. Daya adaptasi itik Cihateup
dengan lingkungan dingin yang baik, membuat itik tersebut sesuai dipelihara
untuk daerah dingin atau pegunungan (Wulandari dkk., 2005). Ciri khas itik
Cihateup dari itik lainnya adalah ukuran panjang leher, sayap, femur, dan tibia
yang lebih panjang. Perbedaan ukuran tubuh tersebut diduga karena adanya
pengaruh lingkungan pemeliharaan di kawasan pegunungan (Matitaputty dkk,
2014).Itik Cihateup mempunyai kelebihan dalam hal persentase karkas yaitu
bagian-bagian yang berdaging tebal (dada dan paha) masing-masing sebesar
31,42% dan 28,15%, namun dari segi penampilan dan aroma, daging itik Cihateup
mempunyai kelemahan yaitu warna daging lebih merah gelap dan bau amis yang
tajam (Randa, 2007).
Itik Rambon (Ras milik Cirebon) merupakan salah satu komoditas ternak
unggas lokal Indonesia dan berasal dari Provinsi Jawa Barat. Itik Rambon
diketahui merupakan itik lokal jenis petelur hasil persilangan dari Itik Tegal
dengan Itik Magelang. Itik ini telah banyak berkembang di Kabupaten Cirebon,
Indramayu dan Majalengka. Itik Rambon memiliki karakteristik bulu cokelat tua
dibagian kepala, sepanjang tulang belakang dan ekor. Itik Rambon jantan dapat
dimanfaatkan sebagai ternak potong karena memiliki bobot badan 1,6-1,7kg
sedangkan Itik Rambon betina sebagai penghasil telur karena produksinya cukup
tinggi yaitu 220-260 butir per ekor per tahun dengan bobot telur mencapai 55-65g
(Mentri Pertanian, 2013). Itik Rambon menjadi jenis itik paling populer di
9
wilayah Kabupaten Cirebon karena telah mengalami proses adaptasi dan
aklimatisasi cukup lama.
2.2 Sistem Pemeliharaan
Seiring dengan pesatnya perkembangan jumlah penduduk di Indonesia tiap
tahunnya yang berdampak pada angka konverensi lahan yang mengakibatkan
penyempitan ruang lahan pertanian yang berdampak pula pada peternak itik
tradisional yang masih menggembalakan itiknya di sekitar area sawah - sawah
maupun empang. Pemeliharaan itik lokal sebagai itik potong masih dilakukan
dalam jumlah relatif sedikit dan masih ekstensif dan dampak yang diberikan
adalah pertumbuhan itik lambat dan kualitas daging yang dihasilkan rendah
(Matitaputty, 2011). Kondisi ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
sebagian peternak itik merubah sistem manajemen mereka yang awalnya ekstensif
menjadi intensif (dikandangkan). Angka kematian pada ternak itik dengan
menggunakan sistem intensif lebih rendah dibandingkan dengan sistem ekstensif
(Juarini, dkk, 2006). Dengan menggunakan sistem intensif peternak dapat
memperhatikan kesehatan dan kebutuhan pakan ternak lebih baik dibandingkan
dengan ekstensif. Konsumsi pakan itik yang dipelihara dengan menggunakan
sistem kandang intensif lebih tinggi dibandingkan dengan ekstensif (Mahfuds,
2004).
Ransum ternak merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan
oleh ternak dan faktor penting untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan
produksi pada ternak. Bahan pakan yang umum digunakan dalam ransum unggas
adalah jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, minyak sayur, bungkil kelapa,
10
tepung kapur, batuan fosfat, asam amino sintetis dan campuran vitamin-mineral
(Sinurat, 2004).
Tingkat konsumsi protein sangat ditentukan oleh tingkat konsumsi
ransum. Tingkat energi dan protein yang tepat akan menghasilkan produktivitas
dan performa yang maksimal (Alyandri, 2015). Optimalisasi biaya dan efisiensi
penggunaan ransum merupakan salah satu tujuan usaha ternak. Efesiensi
penggunaan ransum ialah kemampuan ternak dalam mengkonsumsi ransum dalam
satuan waktu terntentu yang menghasilkan bobot badan seekor ternak dalam
waktu yang sama (Yamin, 2008).
2.3 Pertumbuhan dan Bagian Tubuh
Pertumbuhan adalah proses dimana perubahan bentuk dari tubuh yang
meliputi ukuran, volume, bobot. Keberhasilan dalam usaha ternak juga ditentukan
oleh pertumbuhan ternak itu sendiri terutama pada fase starter (Susanti, 2007).
Pertumbuhan pada unggas diartikan sebagai pertambahan bobot badan pada
unggas seperti pada jaringan otot, tulang serta organ lain yang dicerminkan oleh
pertambahan berat badan (Simanullang, 2015). Pertumbuhan merupakan interaksi
antara faktor genetik dan lingkungan yang dipengaruhi oleh spesies, jenis
kelamin, kualitass dan kuantitas pakan (Abbas, 2009). Kemampuan pertumbuhan
pada unggas ditentukan oleh gen-gen penentu bobot badan, jenis kelamin, dan
umur (Matitaputty, 2011).
Pertumbuhan itik yang paling cepat dimulai sejak umur itik berumur 0 - 3
minggu (Srigandono, 1998). Pada umur pertumbuhan 1 minggu pertambahan
bobot badan itik relatif kecil dan pada umur 2 minggu akselerasi pertumbuhan itik
meningkat (Setioko, 2004). Tingkat penggunaan energi dan protein ransum
berpengaruh terhadap performa itik jantan fase pertumbuhan (Alyandri, 2015).
11
Istilah bagian tubuh ternak yang dapat dikonsumsi disebut juga dengan
part of edible. Bagian edible menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) (1995)
terdiri dari karkas dan giblet. Sedangkan menurut Biyatmoko (2011) bagian edible
terdiri dari bobot karkas yaitu bobot tubuh tanpa darah, bulu, leher, kaki, kepala,
dan seluruh isi rongga perut kecuali giblet. Untuk giblet sendiri meliputi dari
jantung, hati, dan ampela (gizzard) dan leher.
2.3.1 Karkas
Karkas merupakan bentuk komoditi yang paling banyak dan umum
diperdagangkan. Karkas adalah bagian tubuh ternak setelah dilakukan
penyembelihan secara halal sesuai CAC/GL 24-1997, pencabutan bulu dan
pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki, paru-paru, dan atau ginjal, dapat
berupa karkas segar, karkas segar dingin, atau karkas beku (Standar Nasional
Indonesia, 2009). Perbandingan bobot karkas terhadap bobot hidup atau
dinyatakan sebagai persentase karkas sering digunakan sebagai ukuran produksi.
Meningkatnya produksi karkas berhubungan dengan bobot badan karena
peningkatan bobot badan diikuti oleh peningkatan bobot karkas (Jull, 1979).
Karkas merupakan faktor penting pada penilaian produksi dari hewan pedaging.
Proporsi bagian yang dapat dimakan (edible) pada unggas jantan lebih besar
dibandingkan dengan unggas betina, karena persentase bagian yang dapat
dimakan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan bobot badan
(Brake et al, 1993). Peningkatan persentase bobot karkas itik meningkat pada itik
berumur 5 minggu sampai umur itik 10 minggu (Iskandar, 2000). Ternak itik yang
dipelihara secara ekstensif memiliki karaksteristik persentase bobot karkas yang
lebih rendah (Triyantini, 1997).
12
2.3.2 Giblet
Giblet merupakan hasil ikutan dari karkas berupa organ-organ yang dapat
dikonsumsi (Part of Edible) yang terdiri dari jantung, hati, dan gizzard. Giblet
tergolong dalam kategori edible karena pada umumnya di Indonesia dikonsumsi
oleh masyarakat (Simanullang, dkk., 2015).
Pertumbuhan giblet itik secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain adalah asupan nutrisi yang tersedia dalam pakan, serta seiring juga
dengan pertumbuhan tubuh secara keseluruhan akan diimbangi oleh pertumbuhan
bagian giblet ternak tersebut (Simanullang, dkk., 2015). Seiring dengan umur itik
yang bertambah, laju pertumbuhan giblet pada itik pun ikut menurun. Laju
pertumbuhan giblet pada itik menurun pada umur 7 minggu (Saputra, 2014).
2.4 Bagian Tubuh yang Tidak Bisa Dikonsumsi (Part of Inedible)
Bagian tubuh itik yang tidak bisa dikonsumsi atau disebut sebagai Part of
Inedible. Bagian Inedible adalah bagian dari tubuh ternak itik yang tidak
dikonsumsi atau dapat dikategorikan sebagai hasil sampingan atau hasil ikutan
yang dapat dimanfaatkan (Simanullang, 2015). Bagian dari Inedible itu sendiri
terdiri dari jeroan tanpa giblet, kepala, kaki, bulu, darah, dan lemak abdominal
(Biyatmoko, 2011).
Presentase bagian yang tidak bisa dikonsumsi atau part of inedible akan
semakin menurun dengan meningkatnya bobot hidup (Forest, et al., 1975).
Semakin bertambah umur semakin bertambah pula bobot potong maka produksi
karkas semakin meningkat, maka menurun pula bobot non karkas atau inedible
(Matitaputty, 2011).
13
2.4.1 Darah
Darah merupakan bagian inedible karena pada umumnya darah tidak
dikonsumsi oleh masyarakat. Pemanfaatan darah di Indonesia biasanya digunakan
sebagai tepung darah untuk ransum unggas. Tepung darah merupakan hasil ikutan
ternak yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan pakan sumber protein
penyusun ransum ternak karena memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu
sekitar 80 - 85% (Ramadhan, 2015).
Fungsi darah sangat penting bagi tubuh terutama itik yaitu sebagai sistem
transportasi zat-zat nutrisi dari makanan, air, oksigen, dan karbondioksida.
Persentase bobot darah pada ternak unggas biasanya sebesar 10% dari bobot
potong ternak unggas itu sendiri (Donald, 2002).
2.4.2 Bulu
Bulu pada umumnya tidak dapat dikonsumsi oleh manusia, tetapi dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia, karena kandungan protein
(keratin) sebesar 80 - 90% yang bermanfaat bagi ternak (Sari, 2015).
Bulu dapat dijadikan sebagai objek pembeda ataupun ciri-ciri dari
berbagai macam jenis itik. Warna bulu itik jantan maupun betina tidak berbeda,
yaitu berwarna kemerah-merahan dengan variasi coklat, hitam dan putih. Itik
jantan dan betina dapat dibedakan dari bulu ekor, yaitu selembar atau dua lembar
bulu ekor yang melengkung ke atas pada jantan (Wahid, 2003).
2.4.3 Kepala
Kepala itik yang sudah melalui proses pemotongan biasanya tidak
memiliki nilai ekonomis. Kepala itik biasanya langsung dibuang setelah dilakukan
proses pemotongan atau diproses kembali sebagai pakan ternak. Persentase berat
14
kepala pada unggas jantan biasanya lebih besar dibandingkan dengan berat kepala
ternak unggas betina (Deptan, 1992).
2.4.4 Lemak Abdominal
Lemak abdominal adalah lemak yang diantara proventiculus, gizzard,
duodenum, dan disekitar kloaka (Setiawan, 2009). Lemak abdominal didapat dari
lemak yang terdapat pada sekelili gizzard dan lapisan yang menempel antara otot
abdomnial serta usus (Kubena, 1973).
Lemak abdominal akan meningkat dengan bertambahnya umur dan tingkat
energi metabolis ransum (Dalton dan Loth, 1985). Lemak abdominal juga dapat
meningkat jika diberikan ransum dengan tingkat energi tinggi (North dan Bell,
1990). Lemak abdominal pada unggas tertimbun sebagai akibat dari ransum yang
kelebihan energi berupa karbohidrat dan kelebihan lemak (Anggorodi, 1995).
2.4.5 Kaki
Kaki itik merupakan bagian part of inedible yang dihasilkan dari proses
pemotongan. Nilai ekonomis dari kaki itik berbeda dengan kaki ayam broiler yang
dimana sebagian masyarakat mengkonsumsinya yang biasa disebut dengan ceker.
Kaki tersusun oleh tulang panjang (Os tarsometarsus) dan jari-jari kakinya
tersusun oleh tulang yang pendek (Wiradhana, 2014).
15
III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Objek Penelitian
3.1.1 Ternak Percobaan
Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian
adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik
Cihateup dan 10 ekor itik Rambon, yang selanjutnya akan dipelihara selama 10
minggu pada kondisi minim air. Pemeliharaan dilaksanakan di kandang Local
Duck Breeding and Production Station Laboratorium Produksi Ternak Unggas,
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
3.1.2 Kandang Percobaan
Bangunan kandang terbuat dari bambu dan kawat dengan atap
menggunakan asbes. Kandang yang digunakan terdapat 8 unit setiap unit
mempunyai dimensi 1x1x1 untuk kapasitas 5 ekor itik. Penambahan ukuran
dimensi kandang dilakukan pada saat umur itik 8 minggu mengingat tubuh itik
semakin membesar pula dengan dimensi kandang 2 x 1 x 1 (panjang, lebar,
tinggi). Pada penelitian kandang litter mempunyai kelengkapan sebagai berikut :
a. Kawat pemisah digunakan sebagai pemisah antar ternak.
b. Round feeder (tempat pakan).
c. Round waterer (tempat minum)
d. Lampu pijar 60 watt sebagai penghangat ternak dan pencahayan di
kandang.
e. Sekam.
f. Koran, sebagai alas sekam dan ternak itik.
16
3.1.3 Peralatan yang Digunakan
a. Timbangan digital untuk menimbang bobot itik.
b. Marker, Wing Tag sebagai penanda.
c. Timbangan untuk menimbang ransum.
d. Kamera untuk memberikan bukti fisik berupa gambar tentang
pelaksanaan penelitian.
e. Bak plastik untuk tempat menyimpan ransum.
f. Kalkulator dan laptop yang digunakan untuk menghitung dan
menyimpan data.
g. Pisau untuk proses pemotongan itik.
h. Tempat Pakan dan Minum itik.
i. Baki untuk tempat sampel.
3.1.4 Ransum yang Digunakan
Ransum yang diberikan kepada itik umur 1 hari sampai umur 10 minggu,
adapun susunan ransum yang digunakan disajikan pada Tabel 1. Ransum disusun
berdasarkan standar kebutuhan protein dan energi. Persentasi kandungan zat
bahan penyusun ransum disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Susunan Ransum Penelitian Itik Rambon dan Cihateup Generasi Ketiga Umur 1 Hari Sampai 10 Minggu.
Komposisi
Starter
(%)
Grower
(%)
Jagung Dedak Bungkil kedelai
Bungkil kelapa Tepung ikan
Tepung tulang Minyak Top mix
59,00 7,00 14,00
5,75 11,00
1,25 1,50 0,50
55,00 22,50 7,00
6,00 7,00
2,50 1,50 0,50
Keterangan: Hasil Pengujian di Laboratiorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (2017).
17
Tabel 2. Persentase Kandungan Zat Penyusun Ransum Penelitian Itik Rambon
dan Cihateup Generasi Ke Tiga Umur 1 Hari Sampai 10 Minggu.
KandunganZatPakan Starter Grower
Protein (%) ME (Kcal/kg)
Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Total Kalsium (%)
Total fosfor (%)
20,02 3,006
5,93 3,83 1,03
0,61
16,01 2,716
5,84 5,16 1,05
0,62
Jenis pakan : Pelet. Pakan : Adaptasi pemindahan dari starter – grower.
3.2 Proses Penelitian
3.2.1 Tahap Persiapan
1. Persiapan penelitian yang dilakukan pada tahap awal meliputi persiapan
semua alat yang akan digunakan. Melaksanakan sanitasi kandang dengan
membersihkan dan mencuci peralatan.
2. Melakukan pengapuran pada kandang kemudian lantai kandang ditaburi
sekam lalu persiapan instalasi listrik.
3. Mempersiapkan pakan.
3.2.2 Tahap Pemeliharaan
1. Pemeliharaan dilakukan pada itik Rambon dan Cihateup sebanyak 19 ekor,
terdiri atas 10 ekor itik Rambon jantan dan 9 ekor itik Cihateup jantan
yang dipelihara dari umur satu hari (DOD) sampai dengan umur 10
minggu.
2. Mencuci tempat minum dicuci setiap hari, setelah itu tempat minum diisi
menggunakan air bersih dan diberikan pada itik, air minum diberikan ad
libitum.
3. Setiap ekor DOD dibering wing tag dan ditimbang bobot badan awalnya.
18
4. Pemberian ransum dilakukan sebanyak dua kali sehari, yaitu pagi pada
pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 WIB.
5. Pada umur 10 minggu ternak diambil sebanyak 10 ekor jantan itik
Rambon secara acak dan 9 ekor itik Cihateup jantan dari populasi itik
Rambon dan Cihateup yang dipelihara, selanjutnya dilakukan proses
pemotongan untuk mengetahui bagian edible dan inedible.
3.2.3 Tahap Pemotongan
1. Sebelum dipotong itik dipuasakan selama 10 - 12 jam.
2. Penyembelihan dilakukan menggunakan standar MUI (Majelis Ulama
Indonesia) dengan cara menghadap kiblat dan membacakan basmalah.
3. Proses pemotongan dilakukan dengan memotong tiga saluran, yaitu
saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan pembuluh nadi.
4. Timbang itik tanpa darah.
5. Pencelupan ke dalam air panas dengan suhu 65-800C selama 30 detik
untuk mempercepat pencabutan bulu dan dilanjutkan dengan
pencelupan ke dalam air dingin untuk mencegah rusaknya kulit.
6. Pencabutan bulu dilakukan secara manual.
7. Penimbangan karkas tanpa bulu.
8. Pemotongan
9. Pembersihan isi rongga perut (viscera).
(a). Pengambilan jeroan dada serta pembersihan.
(b). Pemisahan bagian edible yaitu karkas dan giblet (hati, jantung,
gizzard) dan bagian inedible yaitu kepala, leher, kaki seluruh
jeroan kecuali giblet diantaranya usus, paru-paru, esofagus,
trakea, ginjal, lemak abdominal, alat reproduksi, limfa.
19
(c). Pencucian karkas dan non karkas.
10. Penimbangan terhadap bagian edible dan inedible.
3.2.4 Pengukuran Bagian Edible
Menurut Biyatmoko, 2011 pengukuran bagian edible ada tiga bagian yang
perlu diamati antara lain terdiri dari :
a. Bobot hidup (g).
b. Bobot karkas (g).
c. Bobot giblet (jantung, hati, dan gizzard) (g)
3.2.5 Pengukuran Bagian Inedible
Menurut Biyatmoko, 2011 pengukuran bagian inedible tujuh bagian yang
perlu diamati antara lain :
a. Bobot jeroan tanpa giblet (g).
b. Bobot kepala (g).
c. Bobot kaki (g).
d. Bobot leher (g).
e. Bobot darah yaitu bobot potong dikurangi bobot setelah disembelih
f. Bobot bulu yaitu bobot ternak hidup dikurangi bobot darah dan karkas
pencabutan bulu.
g. Lemak Abdominal.
20
3.3 Metode Penelitian
Data bagian edible dan inedible diperoleh dari 10 ekor jantan itik Rambon
dan 9 ekor itik Cihateup. Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan
analisis statistik deskriptif dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :
a. Rata – rata data kuantitatif dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai
data pertumbuhan oleh banyak data.
=
Keterangan :
= Rata-Rata
= Jumlah data x ke-i
n = Jumlah data
b. Simpangan baku adalah akar dari ragam. Ragam merupakan jumlah
kuadrat semua deviasi nilai – nilai individu terhadap rata – rata populasi.
S=
Keterangan :
= Rata-rata
= Data sampel ke-i
∑ = Jumlah n = Banyaknya Data
c. Koevisien variasi merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui
besarnya variasi nilai dari hasil pengukuran variabel yang diamati.
KV = x 100
Keterangan :
KV = Koefisien Variasi
S = Simpangan Baku
= Rata-rata
21
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Manajemen Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan yang dipakai pada ternak itik Rambon dan Cihateup
ialah sistem pemeliharaan intensif pada kondisi minim air selama 10 minggu.
Kandang yang digunakan menggunakan kandang dengan sistem kandang postal.
Setiap pen memiliki ukuran bangunan 1 m2 untuk kapasitas 5 ekor itik.
Penambahan ukuran kandang dilakukan pada saat umur itik 8 minggu, mengingat
ukuran tubuh itik semakin membesar dengan ukuran kandang 2 x 1 x 1 (panjang,
lebar, tinggi). Penerangan sekaligus penghangat pada kandang itik Rambon dan
Cihateup menggunakan lampu pijar 5 watt. Tempat pakan yang digunakan ada
round feed kapasitas 10 kg. Pakan diberikan satu kali sehari dengan penambahan
secara bertahap pada keesokan harinya. Pakan yang diberikan untuk itik fase
starter protein 20,02% dan energi metabolis 3,006 kkal/kg ransum, sedangkan itik
fase grower mengandung protein 16,01 energi metabolis 2,716 kkal/kg sedangkan
tempat minum menggunakan round waterer dan menggunakan galon dan pipa
paralon yang dibuat secara otomatis untuk mempermudah itik minun. Alas
kandang postal menggunakan sekam padi sebagai litter.
Kegiatan pembersihan kandang berupa pembersihan lantai kandang
dilakukan seminggu 3 kali dengan penggantian liiter dan sekam yang baru serta
pembersihan tempat pakan dan minum setiap hari yang bertujuan untuk
mengurangi ancaman penyakit yang terdapat pada kandang, tempat pakan dan
minum.
22
4.2 Bobot Potong Itik Rambon dan Cihateup Umur 10 Minggu
Bobot potong merupakan bobot hidup ternak sebelum dipotong yang telah
dipuasakan selama 8 - 12 jam.
Tabel 3. Bobot Potong Itik Rambon dan Cihateup Umur 10 Minggu
Komponen
SD KV
Bobot Potong Rambon
... gr... 1245,2
172,83
... % ... 13,87
Bobot Potong Cihateup 1170,8 143,46 12,25
Keterangan : : Rata –Rata, SD: Standar Deviasi, KV:Koefisien Variasi.
Berdasarkan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa bobot potong pada itik
Rambon sebesar 1245,2±172,83 gr dan koefisien variasi (KV) sebesar 13,87%,
sedangkan untuk bobot potong pada itik Cihateup 1170,8±143,46 gr dan koefisien
variasi (KV) sebesar 12,25%. Koefisien variasi pada bobot kedua itik yang diteliti
masih di bawah 15%, hal ini menunjukkan bahwa data bobot potong baik pada
itik Rambon maupun itik Cihateup tergolong seragam. Hal ini sesuai dengan
pendapat Simanullang dkk (2015) bahwa data dikatan seragam apabila koefisien
variasinya di bawah 15%.
Perbedaan bobot potong itik Rambon dan itik Cihateup yang didapat tidak
terlalu jauh hal ini dikarenakan itik Rambon dan Cihateup memiliki hubungan
genetik yang cukup dekat. Berdasarkan hasil penelitian Muzani (2005) secara
morfologis bahwa hubungan genetik antara itik Cihateup dan Cirebon terhadap
itik Mojosari berjauhan, sedangkan untuk itik Cirebon dengan itik Cihateup secara
morfologis hubungan genetiknya cukup dekat.
Terdapat perbedaan antara bobot potong itik Rambon dengan itik Cihateup
dikarenakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya
kelembaban.Kelembaban meningkat di area kandang postal itik Cihateup
dikarenakan terhambatnya saluran air minum pada kandang postal itik Cihateup
23
tersebut sehingga menyebabkan meluapnya air hingga membasahi kandang postal
itik Cihateup. Kusnadi (2009) pertumbuhan bobot badan unggas menurun karna
suhu kelembaban tinggi. Ali (2009) kelembaban udara dalam kandang akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan itik. Menurut Wahju (1997), pertumbuhan
ternak dipengaruhi oleh faktor bangsa, jenis kelamin, umur, ransum, dan
lingkungannya.
4.3 Bobot dan Proporsi Bagian Edible Itik Rambon dan Cihateup Umur
10 Minggu
Bagian edible adalah merupakan hasil dari pemotongan ternak yang dapat
dikonsumsi (Simanullang dkk., 2015). Biyatmoko (2011) bagian edible terdiri dari
karkas dan giblet (jantung, hati, dan gizzard). Rataan proporsi bagian edible itik
Rambon dan Cihateup pumur 10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Bobot dan Proporsi Bagian Edible Itik Rambon
Komponen
% SD KV
... gr ... ... % ... Karkas 680,3 54,6 132,89 19,53 Jantung 8,6 0.7 1,71 19,88
Hati 25,4 2 2,63 10,35 Gizzard 58,9 4,7 10,51 17,84
Keterangan : : Rata-Rata, SD: Standart Deviasi, KV : Koefisien Variasi
Tabel 5. Bobot dan Proporsi Bagian Edible Itik Cihateup
Komponen
% SD KV
... gr ... ... % ... Karkas 671,7 57,3 96,84 14,41 Jantung 8,5 0,7 1,01 11,88
Hati 27 2,3 3,87 14,33 Gizzard 53,3 4,5 10,36 19,43
Keterangan : : Rata –Rata, SD : Standart Deviasi, KV:Koefisien Variasi.
24
Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa itik Rambon dan Cihateup memiliki
masing-masing bobot karkas 680,3±132,89 gr (54,6%) untuk itik Rambon
sedangkan untuk Cihateup seberat 671,7±96,84 gr (57,3%). Karkas pada itik
Rambon dan itik Cihateup umur 10 minggu didapatkan hasil yang relatif sama
yang sejalan dengan itik hasil penelitian Randa (2007) yang menggunakan itik
Cihateup umur 10 minggu dengan nilai persentase berkisar 58,07% sampai
dengan 58,43% dan Sunari (2001) yang menggunakan itik mandalung dengan
nilai persentase karkas 62,5% pada umur potong 10 minggu. Iskandar, dkk (2000)
persentase bobot karkas itik jantan Tegal umur 10 minggu mencapai berat 63%.
Tabel 4 menunjukkan bobot giblet (jantung, hati, gizzard) itik Rambon
masing - masing seberat 8,6±1,71 gr (0,7%), 25,4±2,63 gr (2%), dan 58,9±10,51
gr (4,7%) dan tabel 5 menunjukkan bobot giblet (jantung, hati, gizzard) itik
Cihateup masing - masing seberat 8,5±1,01 gr (0,7%), 27±3,87 gr (2,3%), dan
53,3±10,36 gr (4,5%). Rataan bobot giblet (jantung, hati, gizzard) pada itik
Rambon dan Cihateup yang didapat memiliki masing-masing nilai yang relatif
sama terhadap penelitian Purba dan Prasetyo (2014) yang menggunakan itik
pedaging EPMp umur 12 minggu. Jantung itik Rambon dan itik Cihateup
memiliki persentase bobot masing-masing sebesar 0,7% sedangkan pada itik
EPMp memiliki kisaran bobot persentase 0,8%. Bobot persentase hati itik
Rambon dan itik Cihateup memiliki 2% dan 2,3% yang relatif sama, sedangkan
bobot persentase itik EPMp berkisar 1,97%. Bobot persentase gizzard itik
Rambon dan itik Cihateup realtif sama yaitu 4,5% dan 4,7% dan itik EPMp
sebesar pada penelitian Purba dan Prasetyo (2014) sebesar 3,57%.
Faktor nutrisi merupakan salah satu yang mempengaruhi komponen bagian
edible karkas dan giblet. Suparno (2005) mengatakan bahwa nutrisi merupakan
25
faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi komponen karkas. Adanya
kebutuhan nutrisi yang tinggi berakibat pada alat pencernaan dan proses
metabolisme di dalam tubuh itik ikut berpengaruh. Bagian dalam tubuh itik yang
berpengaruh yaitu ada pada jantung, hati dan gizzard, dikarenakan 3 komponen
tersebut merupakan komponen penting dalam proses metabolisme dalam tubuh.
Tingginya aktifitas itik jantan mengakibatkan kerja jantung, hati, dan gizzard
semakin berat. Hetland et al (2005) menyatakan bahwa ransum yang masuk ke
dalam tubuh akan terjadi proses metabolisme yang akan mempengaruhi aktivitas
kerja jantung, hati dan gizzard. Perkembangan giblet pada itik semakin menurun
seiring bertambahnya umur itik. Sunari (2001) menyatakan bahwa giblet pada itik
menurun sesuai meningkatnya umur. Laju pertumbuhan sudah menurun sebelum
umur 7 minggu akan tetapi pada umur 8 sampai 9 minggu terjadi perkembangan
pada karkas.
4.4 Bobot dan Proporsi Bagian Inedible Itik Rambon dan Cihateup Umur
10 Minggu
Inedible pada itik yaitu bagian tubuh ternak yang tidak dikonsumsi.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) (1995) bagian inedible pada unggas
yaitu darah, bulu, jeroan, kepala, kaki, leher, dan lemak abdominal. Rataan
proporsi bagian inedible itik Rambon dan Cihateup dapat dilihat pada Tabel 6 dan
7.
26
Tabel 6. Bobot dan Proporsi Bagian Inedible Itik Rambon
Komponen
% SD KV
Darah
... gr... 63,8
5,1 12,72
... % ... 26
Bulu
Jeroan Kepala
Kaki Leher
L. Abdominal
53,6
53,7 75,4
31,4 97,3
6
4,3 6,43
4,3 5,71 6 5,87
2,5 2,06 7,8 13,93 0,5 0,81
11,99
10,63 7,78
6,56 13,31 13,5
Keterangan : : Rata –Rata, SD: Rata-Rata, KV:Koefisien Variasi.
Tabel 7. Bobot dan Proporsi Bagian Inedible Itik Cihateup
Komponen
% SD KV
Darah
... gr... 65,5
5,6 15,32
... % ... 23,38
Bulu Jeroan Kepala
Kaki Leher
L. Abdominal
45,7 55
75,3
30,2 95,9
5,7
3,9 14,88 4,7 7,29 6,4 5,5
2,6 4,23 8,2 12,67
0,5 0,7
32,56 13,25 7,3
14 13,21
12,28
Keterangan : : Rata –Rata, SD: Rata-Rata, KV:Koefisien Variasi.
Tabel 6 dan 7 menunjukkan bobot dan proporsi bagian inedible dari itik
Rambon dan itik Cihateup. Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa bobot dan
proporsi bagian inedible masing-masing pada itik Rambon sebesar, darah
63,8±12,72gr (5,1%), bulu 53,6±6,43 gr (4,3%), jeroan 53,7±5,71 gr (4,3%),
kepala 75,4±5,87 gr (6%), kaki 31,4±2,06 gr (2,5%), leher 97,3±13,93 gr (7,8%),
dan lemak abdominal 6±0,81 gr (0,5%) dan berdasarkan Tabel 7 menunjukkan
bahwa bobot dan proporsi bagian inedible masing-masing pada itik Cihateup
sebesar, darah 65,5±15,32 gr (5,6%), bulu 45,7±14,88 gr (3,9%), jeroan 55±7,29
gr (4,7%), kepala 75,3±55 gr (6,4%), kaki 30,2±4,23 gr (2,6%), leher 95,9±12,67
gr (8,2%), dan lemak abdominal 5,7±0,7 gr (0,5%).
27
Bagian inedible tidak dikonsumsi menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) (1995) dikarenakan bagian – bagian inedible masih mengandung sisa – sisa
pembuangan. Menurut Anggorodi (1995) bagian inedible pada unggas biasanya
menjadi limbah peternakan yang dapat diolah kembali menjadi bahan ransum
untuk pakan ternak kembali karena masih mengandung nilai protein yang baik.
Darah merupakan cairan didalam tubuh manusia dan juga hewan. Bobot
darah berkaitan dengan bobot tubuh hewan ternak karena darah cairan tubuh yang
berfungsi sebagai alat tranpsortasi zat penting yang dibutuhkan dan mengangkut
bahan-bahan kimia hasil dari metabolisme. Volume darah dalam tubuh biasanya
mengikuti perkembangan bobot tubuh ternak, sehingga semakin besar bobot
ternak maka semakin banyak pula volume darah yang terdapat dalam ternak
tersebut. Anggorodi (1995) bahwa persentase darah tubuh sekitar 5 – 10 %. Pada
penelitian ini didapatkan persentase darah yang terdapat pada itik Rambon dan
Cihateup sebesar 5,1% dan 5,6%. Lemak abdominal itik Rambon dan Cihateup
yang didapatkan yaitu sama – sama memiliki persentase 0,5%. Bobot lemak
abdominal dipengaruhi oleh jenis nutrisi ransum yang terkandung dan juga umur
potong ternak. Sunari (2001) mengemukakan bahwa organ tubuh yang
mempengaruhi persentase komponen non pangan (inedible) merupakan organ
tubuh yang masak dini. Organ tersebut mempunyai pertumbuhan yang cepat pada
waktu masih muda, namun akan melambat dengan bertumbuhnya umur. Bobot
lemak abdominal dipengaruhi oleh jenis nutrisi ransum yang terkandung dan juga
umur potong ternak. Bobot bulu itik penelitian Rambon dan Cihateup yang
dipelihara selama 10 minggu tergolong rendah yaitu 4,3% dan 3,8%, hasil ini
lebih rendah dari penelitian Sunari (2001) yang memperoleh persentase bulu pada
umur potong 10 minggu sebsar 5,5%. Rendahnya persentase bulu disebabkan oleh
28
adanya kerontokan bulu akibat ketika bersaing mendapatkan pakan. Hal ini
sejalan dengan Saputra (2014) bobot bulu sangat rendah karena terjadi
kanibalisme yaitu peristiwa saling mematuk. Persentase kepala, kaki, dan leher
pada itik Rambon dan Cihateup pada umur potong 10 minggu memiliki nilai yang
relatif sama yaitu untuk itik Rambon 6%, 2,5%, dan 7,8% sedangkan untuk itik
Cihateup 6,4%, 2,6%, dan 8,2% dan berdasarkan hasil penelitian (Wiradhana,
2014) menggunakan itik Bali umur 10 minggu memiliki bobot potong kepala,
kaki, dan leher seberat 5,30%, 2,49%, dan 8,09%. Persentase bagian kepala, kaki,
dan leher relatif sama karena bagian tubuh tersebut erupakan bagian tubuh ternak
yang tersusun oleh banyak jaringan tulang. Komponen tulang adalah komponen
yang masak dini sehingga ransum serta zat-zat gizi lainnya terlebih dahulu
dimanfaatkan untuk pembentukan tulang (Wiradhana, 2014). Bagian tubuh ternak
yang tersusun dari banyak tulangnya seperti sayap, kepala, leher, punggung, dan
kaki persentasenya semakin menurun dengan meningkatnya umur unggas, karena
bagian-bagian ini mempunyai pertumbuhan yang konstan pada saat unggas
dewasa (Soeparno, 1992).
29
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian menunjukkan bahwa
proporsi bagian edible dan inedible itik Rambon dan Cihateup generasi ke-3 umur
10 minggu yang dipelihara pada kondisi minim air maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
Proporsi rata – rata bagian edible itik Rambon meliputi berat karkas 680,3
gr, jantung 8,6 gr, hati 25,4 gr, gizzard 58,9 gr. Itik Cihateup memiliki
berat karkas 671,7 gr, jantung 8,5 gr, hati 27 gr, gizzard 53,3 gr.
Proporsi rata – rata inedible itik Rambon meliputi berat darah 63,8 gr, bulu
53,6 gr, lemak abdominal 6 gr, leher 97,3 gr, kepala 75,4 gr, kaki 31,4 gr,
dan jeroan 53,7 gr . Itik Cihateup memilik berat darah 65,5 gr, bulu 45,7
gr, lemak abdominal 5,7 gr, leher 95,9 gr, kepala 75,3 gr, kaki 30,2 gr, dan
jeroan 55 gr.
5.2 Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian, maka perlu adanya peningkatan
manajemen budidaya itik Rambon dan Cihateup lebih ditingkatkan lagi agar
memperoleh nilai hasil edible yang lebih tinggi.
30
RINGKASAN
Penelitian mengenai proporsi bagian edible dan inedible pada itik Rambon
dan Cihateup generasi ke-3 umur 10 minggu bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar proporsi bagian edible dan inedible pada itik Rambon dan Cihtaeup generasi
ke-3. Day Old Duck (DOD) yang diteliti merupakan Itik Rambon dan Cihateup
generasi ke-3 yang diperoleh dari telur yang ditetaskan Laboratorium dan Local
Duck Breeding and Production Station Laboratorium Produksi Ternak Unggas,
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Sumedang yang kemudian
dibudidayakan di dan Local Duck Breeding and Production Station Laboratorium
Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran selama 10
minggu. Kandang itik menggunakan tipe kandang postal, penambahan ukuran
dimensi kandang dilakukan pada saat umur itik berusia 8 minggu. Ransum yang
diberikan merupakan susunan ransum berdasarkan standar kebutuhan protein dan
energi pada itik, persentase kandungan zat penyusun ransum dan bentuk diberikan
secara bertahap agar itik dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan yang ada.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai
seberapa besar proporsi bagian edible dan inedible itik Rambon dan Cihateup
generasi ke-3 umur 10 minggu yang dipelihara pada kondisi minim air. Penelitian ini
menggunakan perhitungan analisis statistik deskriptif berupa perhitungan rata-rata
data kuantitatif, simpangan baku dan koefisien variasi.
Hasil analisis statistik yang didapat untuk bobot potong rata – rata itik
Rambon seberat 1245,2 gr dan bobot potong rata – rata itik Cihateup seberat 1170,8
gr. Bagian edible rata – rata itik Rambon bobot karas 795,5 gr, jantung 8,6 gr, hati
25,4 gr, gizzard 58,9 gr. Itik Cihateup memiliki berat karkas 760,7 gr, jantung 8,5
31
gr, 27 gr, gizzard 53,3. Bagian inedible rata – rata inedible itik Rambon yang
meliputi berat darah 63,8 gr, bulu 53,6 gr, lemak abdominal 6 gr, leher 97,3 gr,
kepala 75,4 gr kaki 31,4 gr, dan jeroan 53,7 gr. Itik Cihateup memilik berat darah
65,5 gr, bulu 45,7 gr, lemak abdominal 5,7 gr, leher 95,9 gr, kepala 75,3 gr kaki
30,2 gr, dan jeroan 55 gr.
32
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Arsyadi. Febrianti, Nanda. 2009. Performans Itik Pedaging (Lokal x Peking)
Fase Starter Pada Tingkat Kepadatan Kandang Yang Berbeda Di Desa Laboi Jaya Kabupaten Kampar. Jurnal Peternakan Vol. 6 No.1. Fakultas
Pertanian dan Peternakan UIN Suska. Riau. Alyandari, Nadia, Resti., Wahyuni, Siti , H, S., Abun. 2015. Performa Itik
Rambon Jantan Fase Pertumbuhan Pada Pemberian Ransum Dengan Kandungan Energi – Protein Berbeda. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran. Anang, A., Setiawan, I., Indrijani, H., and Lan. L. 2017. Mathematical Model of
Growth and Feed Intake Of Rambon Indonesian Local Duck. Asian – Australasian Journal Of Animal Science (sumbitted).
Anggorodi, H, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gredia, Jakarta.
Anggorodi, H, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gredia Pustaka Utama. Jakarta. 106-112.
Biyatmoko, D. 2001. Pertumbuhan Alometri Irisan Karkas, Non Karkas dan
Organ Vital Itik Tegal. Al Ulum Vol. 8 No. 2. Fakultas Pertanian.
Universitas Islam Kalimantan. Kalimantan.
Biyatmoko, D. 2011. Permodelan Usaha Pengembangan Ayam Buras dan Upaya Perbaikannya di Pedesaan. Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian Subsektor Peternakan. Banjar Baru.
Brahmantiyo., B. 2002. Karakteristik Pertumbuhan Itik Pegagan Sebagai Sumber
Plasma Nutfah Ternak. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Brake, J., Havenstein, G. B., Scheideler, S. E., Ferket, P. R., Rives, D. v. 1993.
Relationship of Sex, Age, and Bod Weightto Broiler Carcass Yield and Offal Production, Poultry Sci, 72 : 1137 – 1145.
Budiraharjo, K. 2009, Analisis Profitabilitas Pengembangan Usaha Ternak Itik Di
Kecamatan Pagerbarang Kabupaten Tegal. MEDIAGRO Vol. 4 No. 2 Hal
12-19. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Semarang.
Dalton, J. W., B. D. Lott. 1985. Age and Dietary Energy Effect on Broiler Abdomnial Fat Deposition. Poultry Sci. 64: 2161-2164.
33
Daud M., Mulyadi, dan F. Zahrul. 2016. Persentase Karkas Itik Peking yang
Diberi Pakan dalam Bentuk Wafer Ransum Komplit Mengandung Limbah Kopi. Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh dan Fakultas Pertanian, Universitas Abulyatama, Aceh Besar. Agripet Vol 16,
No. 1.
Dewi A., Cipta. Asmara, Indrawati, Yudha., Setiawan, Iwan. 2016. Karakteristik Produksi dan Fertilitas Telur Itik Rambon dan Cihateup Hasil Kawin Alam dengan Lama Pencampuran Jantan dan Betina Berbeda. Vol. 5 No. 4.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Donald, D.B. 2002. Waste Management. In: Commercial Chicken Meat and Egg Production. Fifth edition. Kluwer Academic Publisher. Hal. 585-595.
Hanggara, D. S. 2014. Pengaruh Pembatasan Tingkat Protein Dalam Ransum Terhadap Edible dan In edible Pada Itik Jantan Lokal. Fakultas Peternakan.
Universitas Padjadjaran. Hetland, H., Shivus, B., Chocht, M. 2005. Role of Insoluble Fiber On Gizzard
Activity in Layers. Journal Applied Poultry Research. 14:38-46.
Iskandar, S., Bintang, I, A, K., Triyantini. 2000. Tingkat Energi/Protein Ransum untuk Menunjang Produksi dan Kualitas Daging Anak Itik Jantan Lokal. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 18-19
September 2000, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 300-309.
Juarini, E., Sumanto., Zainuddin, D. 2006. Pengembangan Ayam Lokal dan
Permasalhannya Di Lapangan. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi
Pengembangan Ayam Lokal. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.
Jull, M. A., 1979. Pultry Husbandry. University of Maryland College Park Md. Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd., Bombay-New Delhi.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan). 2013. Penetapan Rumpun Itik Rambon. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
700/Kpts/PD. 410/2/2013 hal.2. Jakarta. Kementrian Pertanian Republik Indonesia (Kementan). 2014. Penetapan Rumpun
Itik Cihateup. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 425/Kpts/Sr. 120/3/2014. Jakarta.
34
Kubena, L. F., Deaton, J. W., Chen, T. C., Reece, F. N. 1973. Factor Influencing
The Quantity of Abdominal Fat In Broilers 1. Rearing temperature, Sex Age or Weight, and Dietary Choline Chloride and Inositol Suplementation. Poultry Sci. 53: 211-241.
Kusnadi, Engkus. 2009. Pengaruh Berbagai Cekaman Terhadap Perubahan
Beberapa Komponen dan Biokimia Darah Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Kotak Pos 79. Padang.
Mahfudz, L. D., Sarengat, W., Ardiningsasi, S. M., Supriatna, E., dan Srigandono, B2004. Pemeliharaan Sistem Terpadu Dengan Tanaman Padi Terhadap
Performans dan Kualitas Karkas Itik Lokal Jantan Umur 10 Minggu.. Fakultas Peternakan Universitas Dipenogoro. Semarang.
Mahfudz, L. D. 2009. Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler Yang Diberi Ampas Bir Dalam Ransum. Fakultas Peternakan Universitas Dipenogoro
Semaranag. Matitaputty, P, R. 2011. Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik
Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Ambon.
Matitaputty, P,R., Suryana. 2014. Tinjauan tentang Performans Itik Cihateup
(Anas platyrhyncos Javanica) sebagai Sumberdaya Genetik Unggas Lokal
di Indonesia. WARTAZOA Vol. 24 No. 4 Th. 2014.
Murawska, Daria. 2016. The Effect of Age on The Growth Rate of Tissues and Organs and The Percentage Content of Edible and Inedible Components in Koluda White Geese. Department of Commodity Science and Animal
Improvement. Faculty of Animal Bioengineering University of Warnia and Mazury. Poland.
Mustawa, A, A., Sujana, Endang., Setiawan, Iwan. 2016. Evaluasi Telur Tetas Itik
CRp (CIHATEUP X RAMBON) Yang Dipelihara Pada Kondisi Minim Air
Selama Proses Penetasan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Muzani, A., Brahmantiyo, B., Sumantri, C., Tapyadi, A. 2005. Pendugaan Jarak Genetik pada Itik Cihateup, Cirebon, dan Mojosari. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
North. M. O., D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. An Avi Book Published by Van Nostrand Reinhold Published. New York.
35
Prasetyo, L, H., 2006. Strategi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak
Itik. Balai Penelitian Ternak. WARTAZOA Vol. 16 No. 3. Bogor. Purba. M., Prasetyo, L, H. 2014. Respon Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik
Pedaging EPMp terhadap Perbedaan Kandungan Serat Kasar dan Protein dalam Pakan. JITV Vol. 19 No. 3. Bogor.
Ramadhan. R. F. 2015. Metode Pengolahan Darah sebagai Pakan Unggas:
Review. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas.
Randa, S, Y. 2007. Bau Daging dan Performa Itik Akibat Pengaruh Perbedaan
Galur dan Jenis Lemak Serta Kombinasi Komposisi Antioksidan (Vitamin A, C, dan E) dalam Pakan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rukmiasih. 2015. Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik
Cihateupx Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging. Vol. 4 No. 2. Departemen Ilmu dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Saputra, Hanggara, Dimas., Garnida, Dani., Adriani, Lovita. 2014. Pengaruh
Pembatasan Tingkat Protein Dalam Ransum Terhadap Edible dan Inedible Pada Itik Jantan Lokal. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Sari. E. P. 2015. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Al Azhar Indonesia.
Jakarta Selatan. Setiawan, Iwan., Sujana, Endang. 2009. Bobot Akhir, Persentase Karkas dan
Lemak Abdominal Ayam Broiler Yang Dipanen Pada Umur Yang Berbeda. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran.
Setioko, A, R. 2004. Daya Tetas dan Kinerja Pertumbuhan Itik Pekin X Alabio
(PA) Sebagai Induk Itik Pedaging. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Simanullang, Sarito., Setiawan, Iwan., Hilmia Nena. 2015. Bobot Potong, Edible
dan Non Edible Itik Peking Mojosari Putih (Pmp) Pada Pemberian Pakan Sisa Rumah Makan dan Komersial. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Sinurat, A, P. 2004. Penggunaan Bahan Pakan Lokal Dalam Pembuatan Ransum
Ayam Buras. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
36
Standar Nasional Indonesia. 2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam.
Srigandono, B. 1998. Beternak Itik Pedaging. Trubus Agriwidya. Unggaran.
Soeparno. 1992. Komposisi Tubuh dan Evaluasi Bagian Dada Untuk Menentukan Kualitas Produksi Ayam Kampung Jantan. Buletin Peternakan Vol. 16.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sunari, R., Hardjosworo, P, S. 2001. Persentase Bagian Pangan dan NonPangan
Itik Mandalung Pada Berbagai Umur. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Susanti, T. 2007. Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi
Itik Alabio. Balai Penelitian Ternak, PO BOX 221. Bogor.
Triyantini. Abubakar. Bintang, I. A. K., Antawidjadja, T. 1997. Studi Komparatif
Preferensi Mutu dan Gizi beberapa Jenis Daging Unggas. JITV2 (3): 157-163.
Wahid, A. 2003. Itik Sebagai Unggas Piaraan Tertua. Prosding. Kelompok Tani Ternak Itik “Tigan Mekar”, Karang Anyar – Pangurugan. Cirebon.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan IV. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Windhyarti, Sandhy, Sakti. 2012. Beternak Itik Tanpa Air. Penebar Swadaya.
Jakarta. Wiradhana, A, P., Siti, N. W., Ariana., I. N. T. 2014. Berat Potong dan Bagian
Offal External Itik Bali Jantan Yang Diberi Pakan Komersial Disubstitusi Pollar dan Aditif “Duck Mix . Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Denpasar. Wulandari, A, W., Hardjosworo, P, S., Gunawan. 2005. Kajian Karakteristik
Biologis Itik Cihateup Dari Kabupaten Tasikmalaya dan Garut. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Yamin, Moh. 2008. Pemanfaatan Ampas Kelapa dan Ampas Kelapa Fermentasi
Dalam Ransum Terhadap Efesiensi Ransum dan Income Over Feed Cost
Ayam Pedaging. J. Agroland 15 (2) : 135-139, Juni 2008.
38
Lampiran 1. Perhitungan Edible Itik Rambon
NO BB Potong BB Karkas Jantung Hati Gizzard
1 1310 862 10 25 68
2 1261 789 8 26 60 3 1209 738 7 25 49
4 956 613 7 19 37 5 1286 800 8 28 60
6 1485 966 11 27 70 7 1138 730 7 27 56 8 1380 899 11 28 68
9 1003 621 7 24 53
10 1424 939 10 25 68
JUMLAH 12452 7957 86 254 589
RATA-RATA
1245.2 795.7 8.6 25.4 58.9
SD 172.83 123.02 1.71 2.63 10.51
KV 13.8797 15.4606 19.88372 10.35433 17.8438
39
Lampiran 2. Output perhitungan Edible Itik Cihateup
NO BB Potong BB Karkas Jantung Hati Gizzard
1 1344 872 10 27 69 2 1106 723 7 26 46
3 966 625 8 20 39 4 1177 760 9 31 50 5 1095 693 8 24 41
6 1141 736 8 31 55
7 1357 934 10 29 64 8 1329 867 9 31 62
9 1022 636 8 24 54
JUMLAH 10537 6846 77 243 480
RATA-RATA
1170.8 760.7 8.5 27 53.3
SD 143.46 108.57 1.01 3.87 10.36
KV 12.25 14.27 11.88 14.33 19.43
40
Lampiran 3. Output Perhitungan Indible Itik Rambon
NO Darah Bulu Kepala Kaki Leher L. Abd Jeroa
n
1 61 60 81 32 108 6 55
2 74 56 74 32 96 6 54
3 50 45 69 30 94 5 53
4 55 40 68 27 70 5 39 5 71 59 76 32 94 6 58
6 78 55 83 34 112 7 59 7 47 55 73 31 98 6 54 8 77 59 81 32 110 7 57
9 49 55 68 30 80 5 51
10 76 52 81 34 111 7 57
JUMLAH 638 536 754 314 973 60 537
RATA-
RATA 63.8 53.6 75.4 31.4 97.3 6 53.7
SD 12.72 6.43 5.87 2.06 13.93 0.81 5.71
KV 19.937
3 11.996 7.785 6.560 14.316 13.5
10.633
41
Lampiran 4. Output Perhitungan Inedible Itik Cihateup
NO Darah Bulu Kepala Kaki Leher L. Abd Jeroan
1 81 56 81 32 111 7 58
2 66 43 69 27 94 6 53 3 58 38 69 33 71 5 40
4 41 63 73 26 106 6 56 5 60 48 71 26 95 5 50 6 64 14 74 31 100 5 65
7 75 37 82 38 104 6 62 8 92 55 83 33 101 6 58
9 53 57 76 26 81 5 53
JUMLAH 590 411 678 272 863 51 495
RATA-
RATA 65.5 45.7 75.3 30.2 95.9 5.7 55
SD 15.32 14.88 5.5 4.23 12.67 0.7 7.29
KV 23.38 32.56 7.3 14 13.21 12.28 13.25
42
Lampiran 5. Dokumentasi
Gambar 1. Proses Pembersihan Tempat Pakan dan Minum
Gambar 2. Itik Rambon dan Cihateup Generasi ke-3
Gambar 3. Kandang Penelitian
43
BIODATA
Penulis, Ssangiyang Muhamad Iqbal dilahirkan di Banten,
pada tanggal 16 Oktober 1995, sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara, putra dari Wawan Hermawan dan Iton Ritonah.
Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Dasar Negeri 06 Cileungsi, dan pada tahun 2010 penulis
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Cileungsi .
Selanjutnya pada tahun 2013 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah
Atas Negeri 2 Kota Serang Jurusan IPA. Akhirnya pada tahun 2013 penulis
terdaftar sebagai Mahasiswa di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, yang
kemudian menjalani Program Studi Minat Produksi.Selama masa kuliah penulis
aktif berkegiatan di Paguyuban Mahasiswa Banten (PAMATEN) dan menjabat
sebagai ketua umum pada tahun periode 2014 – 2015. Kemudian penulis aktif
sebagai bagian dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Cattle Buffalo Club (CBC).
Ssangiyang M Iqbal