DNL

37
BAB I PENDAHULUAN Sistem lakrimal terdiri dari glandula lakrimal dan saluran lakrimal. Glandula lakrimal yang berada di atas bola mata ini menghasilkan air mata yang berfungsi untuk membasahi dan mengkilapkan permukaan kornea, menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dan memberikan nutrisi pada kornea. Air mata ini akan mengalir melewati mata dan kemudian ke duktus lakrimal. Lubang kecil dari tiap ujung palpebra medial merupakan pintu gerbang untuk masuknya air mata ke saluran lakrimal, yang kemudian ke sakus lakrimal yang ada pada sisi hidung dan diteruskan ke duktus lakrimal dan kemudian ke dalam hidung. Ketika saluran lakrimal ini tersumbat atau dakriostenosis, air mata akan menggenang di dalam mata dan jatuh ke pipi. Air mata yang tersumbat pada sistem lakrimal juga akan menyebabkan infeksi dan mencetuskan serangan ulang mata merah. Keadaan ini juga akan menyebabkan perubahan kulit dari pelpebra inferior karena terus berkontak dengan air mata.

description

DNL

Transcript of DNL

Page 1: DNL

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem lakrimal terdiri dari glandula lakrimal dan saluran lakrimal. Glandula lakrimal

yang berada di atas bola mata ini menghasilkan air mata yang berfungsi untuk membasahi

dan mengkilapkan permukaan kornea, menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dan

memberikan nutrisi pada kornea.

Air mata ini akan mengalir melewati mata dan kemudian ke duktus lakrimal. Lubang

kecil dari tiap ujung palpebra medial merupakan pintu gerbang untuk masuknya air mata ke

saluran lakrimal, yang kemudian ke sakus lakrimal yang ada pada sisi hidung dan diteruskan

ke duktus lakrimal dan kemudian ke dalam hidung.

Ketika saluran lakrimal ini tersumbat atau dakriostenosis, air mata akan menggenang

di dalam mata dan jatuh ke pipi. Air mata yang tersumbat pada sistem lakrimal juga akan

menyebabkan infeksi dan mencetuskan serangan ulang mata merah. Keadaan ini juga akan

menyebabkan perubahan kulit dari pelpebra inferior karena terus berkontak dengan air mata.

Untuk mencegah terjadinya efek yang lebih buruk dari tersumbatnya saluran lakrimal

ini, maka pengobatan harus segera dilakukan. Pada anak – anak yang saluran lakrimalnya

tidak berkembang dengan baik dapat dilakukan pemijatan beberapa kali sampai saluran

terbuka.Jika tidak berhasil, dapat dilakukan probing yang memerlukan anastesi. Pada orang

dewasa, penyebab dari penyumbatan harus diketahui dan ditatalaksana sesuai kasusnya.

Operasi biasanya diperlukan agar saluran lakrimal kembali normal.

Page 2: DNL

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis

Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan

drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur

pembentuk cairan air mata. Sistem eksresi mulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal,

sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior. Cairan air mata disebarkan di atas

permukaan mata oleh kedipan mata.

Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandula lakrimalis aksesorius,

kanalikuli, punctum lakrimalis, sakkus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.

Gambar 2.1 Anatomi sistem lakrimalis

Secara embriologis, glandula lakrimalis dan glandula lakrimalis assessorius berkembang dari

epitel konjungtiva. Sistem lakrimasi glandula yang berupa kanalikuli, sakkus lakrimalis dan

duktus nasolakrimalis juga merupakan turunan ectoderm permukaan yang berkembang dari

Page 3: DNL

korda epitel padat yang terbenam di antara prosessus maksilaris dan nasalis dari struktur-

struktur muka yang sedang berkembang. Korda ini terbentuk salurannya sesaat sebelum lahir.

Duktus nasolakrimalis biasanya terbentuk salurannya pada usia 8 bulan usia janin, tapi pada

umumnya penundaan dalam proses perkembangan yang dapat mengakibatkan sisa jaringan

membran atau stenosis pada setiap tingkat dalam sistem nasolakrimal - dari kanalikuli ke

ujung dari duktus nasolacrimal bawah. Persistent membran di bagian bawah duktus

nasolakrimal terjadi di hingga 70% dari neonatus (dacryostenosis). Namun, hanya 2-4% dari

bayi yang baru lahir menunjukkan gejala klinis penyumbatan saluran nasolakrimal.

a. Sistem Sekresi Air Mata

Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal air mata

perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun seiring dengan

pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang

terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di atas orbita. Kelenjar yang berbentuk

seperti buah kenari ini terletak didalam palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh

kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra

yang lebih kecil. Setiap lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari

tiga sampai dua belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari

kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir

berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora).

Persarafan pada kelenjar utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui nervus

intermedius dan menempuh jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus trigeminus.

Kelenjar lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama, mempunya

peranan penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama yang

menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar ini

Page 4: DNL

terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks superior. Sel goblet uniseluler yang tersebar

di konjungtiva menghasilkan glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea

Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi substansi lipid pada air mata. Kelenjar Moll

adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film prekorneal (Sullivan,

1996 dan Kanski, 2003).

Glandula lakrimalis terdiri dari struktur berikut :

1. Bagian orbita berbentuk kenari yang terletak di dalam fossa lakrimalis di segmen

temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis

dari muskulus levator palpebra.

2. Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal dari forniks

konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimalis, yang bermuara melalui kira-kira

10 lubang kecil, menghubungkan bagian orbital dan palpebral glandula lakrimalis

dengan forniks konjungtiva superior. Pembuangan bagian palpebra dari kelenjar

memutuskan semua saluran penghubung dan dengan demikian mencegah kelenjar itu

bersekresi. Glandula lakrimalis assesorius (glandula Krause dan Wolfring) terletak di

dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae.

b. Sistem Ekskresi Air Mata

Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus

nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting – mulai di lateral,

menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem

ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali mengedip, muskulus orbicularis okuli akan

menekan ampula sehingga memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air

mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit

Page 5: DNL

yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan masuk ke

punkta sebagian karena hisapan kapiler.

Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang mengelilingi ampula

mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan, palpebra ditarik ke arah krista

lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya

kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan

air mata ke dalam sakus, yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis – karena

pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan – ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-

lipatan mirip-katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan

udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di ujung distal

duktus nasolakrimalis (Sullivan, 1996). Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air mata

yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli dan sistem

lakrimal inferior (Wagner, 2006).

Gambar 2.2 Sistem Ekskresi Lakrimalis

Page 6: DNL

c. Air Mata

Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga tetap lembab oleh air

mata. Air mata tersebut disekresikan oleh aparatus lakrimalis dan disertai dengan mukus dan

lipid oleh organ sekretori dari sel-sel pada palpebra serta konjungtiva. Sekresi yang

dihasilkan inilah yang disebut sebagai film air mata atau film prekorneal. Analisis kimia dari

air mata menunjukkan bahwa konsentrasi garam didalamnya mirip dengan komposisi di

dalam plasma darah.

Selain itu, air mata mengandung lisozim yang merupakan enzim yang memiliki

aktivitas sebagai bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteria (Encyclopædia

Britannica, 2007). Walaupun air mata mengandung enzim bakteriostatik dan lisozim,

menurut Sihota (2007), hal ini tidak dianggap sebagai antimikrobial yang aktif karena dalam

mengatasi mikroorganisme tersebut, air mata lebih cenderung memiliki fungsi mekanik yaitu

membilas mikroorganisme tersebut dan produk-produk yang dihasilkannya.

K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata dari dalam

plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL) dan

perubahannya dalam konsentrasi darah akan diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan urea

air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski ada variasi normal yang besar (5,20-8,35).

Dalam keadaan normal, cairan air mata adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi

dari 295 sampai 309 mosm/L (Whitcher, 2000). Berikut adalah ilustrasi dari elektrolit,

protein dan sitokin dalam komposisi air mata (Pflugfelder, S.C., 2004).

Page 7: DNL

Gambar 2.3 Komposisi Air Mata

Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari berbagai stimuli.

Stimulus tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada kornea, konjungtiva, mukosa hidung,

stimulus pedas yang diberikan pada mulut atau lidah, dan cahaya terang. Selain itu, air mata

juga akan keluar sebagai akibat dari muntah, batuk dan menguap. Sekresi juga dapat terjadi

karena kesedihan emosional. Kerusakan pada nervus trigeminus akan menyebabkan refleks

sekresi air mata menghilang. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada

permukaan mata menyebabkan penghambatan hantaran pada ujung nervus sensoris yang

mengakibatkan penghambatan refleks sekresi mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas

air mata yang poten). Jalur aferen pada hal ini adalah nervus trigeminus, sedangkan eferen

oleh saraf autonom, dimana bahagian parasimpatis dari nervus fasialis yang memberikan

pengaruh motorik yang paling dominan. Oleh sebab itu, pemberian obat yang

parasimpatomimetik (seperti asetilkolin) dapat meningkatkan sekresi sedangkan pemberian

obat antikolinergik (atropin) akan menyebabkan penurunan sekresi. Refleks sekresi air mata

Page 8: DNL

yang berlebihan dapat diinterpretasikan sebagai respon darurat. Pada saat lahir, inervasi pada

aparatus lakrimalis tidak selalu sempurna, hal ini menyebabkan neonatus sering menangis

tanpa sekresi air mata (Encyclopædia Britannica, 2007).

Air mata mengalir dari lacuna lakrimalis melalui pungtum superior dan inferior dan

kanalikule ke sakkus lakrimalis yang terletak di dalam fossa lakrimalis. Duktus

nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakkus lakrimasi dan bermuara ke dalam meatus

inferior dari rongga nasal . Air mata diarahkan ke dalam pungtum oleh isapan kapiler , gaya

berat, dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan

kerja memompa dari otot Horner yang merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke

titik di belakang sakkus lakrimalis, semua cenderung meneruskan air mata ke bawah melalui

duktus nasolakrimalis ke dalam hidung.

2.2 Obstruksi Duktus Nasolakrimal (Dakriostenosis)

2.2.1. Definisi

Dakriostenosis adalah striktur atau penyempitan duktus lakrimalis yang dapat terjadi

baik karena kelainan kongenital atau karena infeksi atau trauma. Penyempitan abnormal dari

duktus nasolakrimal, baik karena kelainan kongenital atau karena infeksi atau trauma.

Dakriosistorinostomi mungkin diperlukan untuk mengkoreksi keadaan ini.

2.2.2. Epidemiologi

Obstruksi Duktus Lakrimal Kongenital terdapat pada 50 % neonatus, namun pada

banyak kasus akan membuka spontan setelah 4 – 6 minggu kelahiran. Pada 2-6% bayi umur

3 – 4 minggu akan menetap dan bermanisfestasi, 1/3 nya bersifat bilateral. Sembilan puluh

persen kasus akan hilang sendiri pada satu tahun pertama kehidupan.

Page 9: DNL

Obstruksi duktus lakrimal murni atau dakriostenosis lebih sering terjadi pada orang

tua, 3% dari pasien yang ke klinik dipikirkan berhubungan dengan masalah ini.

Dakriostenosis yang didapat merupakan masalah pada orang tua dimana wanita 4x lebih

sering terjadi dibandingkan laki – laki.

2.2.3. Etiologi

Dalam keadaan normal, air mata dari permukaan mata dialirkan ke dalam hidung

melalui duktus nasolakrimalis. Jika saluran ini tersumbat, air mata akan menumpuk dan

mengalir secara berlebihan ke pipi. Penyumbatan bisa bersifat parsial (sebagian) atau total.

Penyumbatan duktus nasolakrimalis (dakriostenosis) bisa terjadi akibat:

a. Gangguan perkembangan sistem nasolakrimalis pada saat lahir (ODNLK)

b. Infeksi hidung menahun

c. Infeksi mata yang berat atau berulang

d. Patah tulang (fraktur) hidung atau wajah

e. Tumor

Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital (ODNLK) merupakan gangguan system

lakrimal yang paling lazim, terjadi pada sampai 5% bayi baru lahir. Biasanya disebabkan

kanalisasi yang tidak lengkap duktus nasolakrimalis dengan membrane sisa pada ujung

bawah duktus nasolakrimalis, dimana duktus ini masuk rongga hidung.

2.2.4. Patofisiologi

a. Kongenital :

1. Agenesis punctum dan kanalikuli

2. Terdapat membran yang memblok katup Hasner yang menutupi duktus

nasolakrimal pada hidung.

Page 10: DNL

b. Didapat :

1. Abnormalitas Punctum

Abnormalitas punctum termasuk punctum yang terlalu kecil (oklusi dan

stenosis) atau terlalu besar (biasanya iatrogenic), dan punctum yang

mengalami malformasi atau tersumbat oleh bagian lain disekitar punctum.

2. Sumbatan Kanalikuli

Sumbatan bisa terjadi pada kanalikuli komunis, superior atau inferior. Hal ini

disebabkan karena :

Plak Lakrimal

Plak punctum dan kanalikuli bisa dalam berbagai ukuran dan bentuk.

Plak ini awalnya bertujuan untuk menyumbat aliran lakrimal dalam

pengobatan mata kering.

Obat – obatan

Obat obatan yang biasanya menyebabkan obstruksi kanalikuli adalah

obat kemoterapi sistemik ( 5- Fluorouracil, Docetaxel, Idoxuridine ).

Obat – obatan ini disekresi dalam air mata dan ini akan mengakibatkan

inflamasi dan jaringan parut pada kanalikuli. Jika kondisi ini dapat

dideteksi dini – sebelum obstruksi komplit – stent bisa dipasang untuk

meregangkan kanalikuli yang menyempit dan juga untuk mencegah

penyempitan lebih lanjut selama pemakaian obat kemoterapi.

Obstruksi kanalikuli juga terjadi akibat penggunaan obat topical

(Phospholine iodine, serine), namun jarang terjadi.

Infeksi

Berbagai infeksi dapat menyebabkan obstruksi kanalikuli, biasanya

obstruksi terjadi pada infeksi konjungtiva difus (virus vaccinia, virus

Page 11: DNL

herpes simpleks). Infeksi kanalikuli terisolasi (kanalikulitis) bisa juga

menyebabkan obstruksi.

Penyakit inflamasi

Keadaan inflamasi seperti pemfigoid, sindrom Steven Johnson, dan

juga penyakit Graft – vs- Host sering menyebabkan bagian punctum

dan kanalikuli rusak. Namun, oleh karena adanya penyakit mata kering

yang terjadi pada saat yang sama, penderita biasanya tidak mengalami

epiphora.

Trauma

Trauma pada kanalikuli bisa menyebabkan kerusakan permanen

kanalikuli jika tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat.

Neoplasma

Apabila neoplasma berada di kantus medial, setelah pembedahan

reseksi komplit, biasanya ikut mengangkat punctum dan kanalikuli.

Jaringan yang ikut dieksisi ketika eksisi tumor komplit harus

dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi sebelum penyambungan

kembali antara sistem drainase lakrimal dengan meatus media.

3. Sumbatan duktus nasolakrimal

Stenosis involusi

Penyebab terjadinya proses ini tidak diketahui namun ada penelitian

patologi klinik yang mengatakan kompresi lumen duktus nasolakrimal

terjadi akibat infiltrat inflamasi dan edema. Ini mungkin terjadi akibat

infeksi yang tidak diketahui atau kemungkinan penyakit autoimun.

Page 12: DNL

Dakriolith

Dakriolith ataupun pembentukan cast dalam sacus lakrimal bisa

menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal. Dakriolith terdiri dari sel

epithelial, lemak dan debris amorphous dengan atau tanpa kalsium.

Penyakit sinus

Pada penderita sebaiknya ditanyakan riwayat operasi sinus karena

kerusakan pada duktus nasolakrimal kadang – kadang terjadi apabila

ostium sinus maksilaris bagian anterior dibesarkan.

Trauma

Fraktur nasoorbital bisa mengenai duktus nasolakrimal. Trauma juga

bisa terjadi saat rhinoplasty atau operasi sinus endoskopi.

Penyakit Inflamasi

Penyakit granuloma termasuk sarkoidosis, Wegener granulomatosis,

dan Lethal midline granuloma bisa juga menyebabkan obstruksi duktus

nasolakrimal. Apabila diduga adanya penyakit sistemik, biopsi sakus

lakrimal atau duktus nasolakrimal harus dilakukan sewaktu

Dacryocystorhinostomy

Plak lakrimasi

Prosesnya menyerupai cara plak bermigrasi dari punctum ke kanalikuli

dan menyebabkan obstruksi kanalikuli. Plak pada punctum dan

kanalikuli yang terlepas bisa bermigrasi dan menyumbat duktus

lasolakrimal. Bagian – bagian dari stent silicone yang menetap karena

tidak dibuang dengan benar juga bisa menyebabkan obstruksi duktus

nasolakrimal.

Page 13: DNL

Neoplasma

Neoplasma harus dipikirkan kemungkinannya pada semua penderita

obstruksi duktus nasolakrimal. Pada pasien dengan presentasi atypical

termasuk usia muda dan jenis kelamin laki – laki, pemeriksaan lebih

lanjut diperlukan. Bila ada discharge pendarahan di punctum atau

distensi sakus lakrimal di atas tendon kantus medial sangat mengarah

pada neoplasma. Riwayat keganasan terutama yang berasal dari sinus

atau nasofaring, juga sangat perlu dilakukan pemeriksaan lanjut.

2.2.5. Gejala

Pada anak – anak

Tanda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah lahir dan sering

bertambah berat karena infeksi saluran pernafasan atas atau karena pemajanan terhadap suhu

dingin atau angin. Manifestasi obstruksi duktus nasolakrimal yang lazim adalah berair mata

(tearing), yang berkisar dari sekedar mata basah (peningkatan di cekungan air mata) sampai

banjir air mata yang jelas (epiphora), penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen (sering

digambarkan orang tua sebagai nanah), dan kerak. Mungkin ada eritema atau maserasi kulit

karena iritasi dan gesekan yang disebabkan oleh tetes-tetes air mata dan cairan. Pada banyak

kasus refluks cairan jernih atau mukopurulen dapat dihilangkan dengan massase sakus

nasolakrimal, yang membuktikan adanya obstruksi terhadap aliran. Bayi dengan sumbatan

duktus nasolakrimal dapat mengalami infeksi akut dan radang sakus nasolakrimal

(dakriosistitis), radang jaringan sekitarnya (perisistitis), atau bahkan selulitis periorbita. Pada

dakriosistitis daerah sakus bengkak, merah dan nyeri, dan mungkin ada tanda sistemik infeksi

seperti demam dan iritabilitas.

Page 14: DNL

Pada orang dewasa

Epifora yang berlebihan

Akumulasi discharge mucus atau mukopurulen biasanya menimbulkan perlengketan

pada waktu bangun tidur.

Eritema atau maserasi pada kulit palpebra inferior

Keluarnya mukus atau mukopurulen saat sakus nasolakrimal ditekan

Keadaan ini bisa hilang timbul atau menetap selama beberapa bulan

Infeksi saluran pernapasan atas dapat memperburuk keadaan

Biasanya unilateral, namun kadang bilateral

Eritema dan iritasi ringan pada konjungtiva

2.2.6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan

penunjang lainnya adalah:

a. Pewarnaan mata dengan zat fluoresensi untuk menilai pengaliran air mata

Uji pewarna hilangnya Fluorescein mungkin berguna - setetes pewarna ditanamkan ke

dalam kedua matanya dan biasanya akan menghilang selama 5 menit jika saluran

yang paten, dan selanjutnya dapat terlihat dalam lubang hidung menggunakan cahaya

biru.

b. Probing dan Irigasi (Tes Anel)

Lakukan probing yang mula-mula dimasukan vertical ke dalam pungtum lakrimal,

kemudian horizontal, ke dalam kanalikuli lakrimal, sampai ujungnya menyentuh

dinding dari sakus lakrimal, tariklah sedikit keluar, lalu sonde diputar 90 derajat ke

atas dengan hati-hati. Kalo sonde ini telah berhasil, disusul dengan tes Anel dengan

menggunakan sempritan yang diisi dengan larutan garam fisiologis.

Page 15: DNL

Tes Anel (+), bila terasa asin di tenggorokan, berarti salurannya berfungsi baik. Tes

Anel (-), bila tidak terasa asin, berarti ada kelainan di dalam saluran ekskresi tersebut.

Bila cairan keluar lagi dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi di duktus

nasolakrimalis. Kalau cairan kembali melalui pungtum lakrimal inferior, berarti

obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli lakrimal inferior.

Gambar 2.4 Tes Irigasi

Gambar 2.5 Tes Irigasi

Page 16: DNL

Gambar 2.6 Tes Probing

c. Tes warna Jones

Tes ini jarang diperlukan dan hanya diindikasikan pada pasien dengan suspek

obstruksi partial dari system drainase. Pasein-pasien dengan manifestasi epifora,

tetapi system lakrimal dapat di irigasi dengan syringe. Tes ini tidak bernilai pada

obstruksi yang total.

Tes Primer, memperbedakan obstruksi partial saluran lakrimal dari hipersekresi

primer air mata. Pertama, setetes fluorecein 2% dimasukan dalam sakus conjunctiva.

Setelah sekitar 5 menit, ujung cotton bud yang telah dibahasi dengan local anastesi

dimasukan dibawah aliran inferior dari duktus nasolakrimalis. Interpretasi hasil :

Positif : terdapatnya fluorecein dari hidung mengindikasikan patensi dari

system drainase.

Page 17: DNL

Negatif : tidak terdapatnya warna dari hidung mengindikasikan obstruksi

partial atau kegagalan dari mekanisme pompa lakrimal. Pada hasil ini tes

warna sekunder diperlukan.

Tes Sekunder (irigasi), mengindikasikan kemungkinan letak obstrukasi partial.

Anestesi topical dimasukan dan beberapa sisa fluorecein dikeluarkan. System drainase

di irigasi dengan larutan salin.

Positif : terdapatnnya campuran cairan saline fluorecein dari hidung

mengindikasikan bahwa fluorecein masuk ke dalam sakus lakrimalis, sehingga

terdapat obstruksi partial dari duktus nasolakrimalis.

Page 18: DNL

Negatife : tidak terdapatnya cairan saline dari hidung mengindikasikan tidak

masuknya fluorecein ke dalam sakus lakrimalis. Ini berarti obstruksi partial

dari pungtum, kanalikuli atau kanalikuli komunis, atau tidak sempurnanya

mekanisme pompa lakrimalis.

d. Radiografi kontras khusus untuk menilai duktus nasolakrimalis (Digital Subtraction

Dacryocystography)

Gambar 2.7 Digital Substraction Dacryocystography

Page 19: DNL

e. Nuclear Lacrimal Scintigraphy

Scintigraphy adalah tes yang dibuat untuk menentukan drainase air mata lebih kondisi

psikologis dari pada dacryocystography. Sehingga tidak memperlihatkan visualisasi

anatomi secara detil. Tes ini menggunakan radionukleid teknium-99.

f. Lakrimal endoskopi

Visualisasi secara langsung mukosa membrane dari system lakrimal inferior. Sampai

saat ini, endoskopi system lakrimal inferior bukan prosedur rutin.

2.2.7. Diagnosis Banding

Beberapa penyakit yang menunjukkan gejala klinis yang menyerupai dakriostenosis

antara lain :

1. Blefaritis

Merupakan radang yang sering terjadi pada kelopak dan tepi kelopak.

Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis

atau menahun. Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah,

bengkak, sakit, eksudat lengket, dan epiphora. Blefaritis sering disertai dengan

konjungtivitis dan keratitis.

2. Dakriosistitis

Merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini dimulai oleh

terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimal. Gejala utama dakriosistitis adalah

berair mata dan bertahi mata. Pada keadaan akut, didaerah sakus lakrimalis

terdapat gejala radang, sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Materi purulen dapat

memancar dari sakus lakrimalis. Pada keadaan menahun, satu-satunya tanda

adalah berair mata, materi mukoid akan memancar bila sakus di tekan.

Page 20: DNL

3. Sindrom mata kering (dry eye syndrome atau keratokonjungtivitis sicca)

Mata kering dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dengan defisiensi unsure

film air mata (akuos, musin, atau lipid), kalainan permukaan palpebra, atau

kelainan epitel. Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang

sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lain adalah gatal,

sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi

terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Mata

terlihat normal pada pemeriksaan pada kebanyakan pasien. Ciri paling khas

pada pemeriksaan slitlamp adalah tidak adanya meniscus air mata di tepi

palpebra inferior.

4. Benda asing kornea (cornea foreign body)

Benda asing di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan

sewaktu mata dan kelopak digerakkan.

5. Konjungtivitis

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang

menutupi belakang kelopak dan bola mata. Gejala penting konjungtivitis

adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau panas, gatal, dan

fotofobia. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa

hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan

sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak

membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane, pseudomembran,

granulasi, flikten, dan mata merasa seperti adanya benda asing.

Page 21: DNL

2.2.8. Komplikasi

Kompikasi yang sering terjadi akibat dakriostenosis antara lain :

1. Dakriosistitis : Inflamasi pada sakus lakrimalis dengan edema, eritem, dan

nyeri tekan di daerah sekitar duktus mengalami penyumbatan.

2. Perisistitis : Peradangan pada jaringan sekitar duktus yang tersumbat.

3. Mukocele : Masa subkutan berwarna kebiruan dibawah tendon kantus media.

4. Selulitis periorbita : Peradangan didaerah ipsilateral mata

2.2.9. Penatalaksanaan

Dibedakan penanganan pada anak-anak dengan penanganan pada orang dewasa.

Epifora yang disertai hard stop menunjukkan letak sumbatan nasolakrimal. Perkembangan

sistim ekskresi lakrimal, khususnya duktus nasolakrimalis bervariasi pada anak-anak yang

mengalami kelainan pembukaan Membrana Hassner. Timbulnya epifora bersamaan dengan

berfungsinya glandula lakrimalis sebagai sistim sekresi. Orang tua pada umumnya lebih

menyukai cara yang tidak menyakiti anak. Sondage vertikal sebaiknya dihindari karena

kemungkinan false route sangat besar.

Massage daerah lakrimal menjadi pilihan pertama. Massage dengan tekanan pada

pangkal hidung ke arah inferior dilakukan satu-dua menit tiap hari. Bila dalam jangka waktu

tiga bulan tidak menunjukkan perbaikan maka irigasi berulang merupakan langkah

berikutnya yang dilakukan sampai anak berusia 1(satu) tahun. Batas usia ini tidak mutlak,

apabila tanda radang tidak ada maka irigasi dapat dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun.

Suatu tindakan yang lebih agresif berupa intubasi tabung silikon dari Jackson dapat juga

dilakukan antara usia dua tahun dengan pembiusan umum. Sumbatan nasolakrimal pada

orang dewasa pada umumnya merupakan indikasi suatu tindakan pembedahan yaitu

Page 22: DNL

dakriositorinostomi. Pembedahan ini dilakukan pada keadaan peradangan tidak sedang dalam

eksaserbasi akut.

Gambar 2.8 Dacryocystorhinostomy

Ballon dacryocystoplasty biasa digunakan pada anak dengan obstruksi duktus

nasolakrimalis congenital dan pada dewasa dengan obstruksi duktus nasolakrimalis partial.

Jika terjadi peradangan pada konjungtiva (konjungtivitis) diberikan obat tetes mata yang

mengandung antibiotik.

2.2.10. Pencegahan

Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi hidung dan mata bisa mengurangi resiko

terjadinya dakriostenosis (obstruksi duktus nasolakrimalis).

2.2.11. Prognosis

Walaupun penyumbatan pada kasus yang lebih ringan dapat dibersihkan dengan

irigasi, explorasi dan beberapa cara lain, penyumbatan dapat berulang dan disertai infeksi

Page 23: DNL

berlanjut. Telah dilaporkan keberhasilan berbagai prosedur pembedahan, dimana paling

sedikit 60% kasus menunjukkan perbaikan. Tanpa pengobatan, akan terbentuk bekas luka

permanen pada duktus lakrimal.

Page 24: DNL

DAFTAR PUSTAKA

1. Witcher, John P. 2000. Air mata. Oftalmologi Umum Vaughan. Edisi 14.

Jakarta : Widya Medika. Hal 94.

2. Sims, Judith. 2002. Lacrimal Duct Obstruction.Gale Encyclopedia of

Medicine. Diakses dari www.lifestyle.com pada tanggal 28 Oktober 2009.

3. Kaneshiro, Neil K. Blocked Tear Duct. Diakses dari www.medlineplus.com

pada tanggal 28 Oktober 2009. Terakhir diperbarui 8 Januari 2008.

4. Dorland, W. A. 2002. Newman. Kamus Kedokteran Dorland, edisi 29. Jakarta.EGC.

5. Mosby. Medical Dictionary. Edisi 8. 2009.Elsevier.

6. Zorab, Richard at all. 2008. Abnormalities of The Lacrimal Secretory and

Drainage Systems.Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. San Fransisco :

American Academic of Ophtalmology. Hal 265 – 290.

7. Gupta, P. D. 2006. Patho-Physiology of Lacrimal Glands in Old Age.

International Digital Organization for Scientific Information. Volume I.I

8. Sullivan, J. 2000. Palpebra dan Aparatus Lakrimal. Oftalmologi Umum

Vaugan. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 91 -95.

9. Nelson, Leonard. 2000. Gangguan Mata. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :

EGC. Hal 2164 – 2165.

10. Rudolph. 1991. Bloked Tear Duct (Dacryostenosis).Rudolph’s Pediatrics.

Edisi 19.

11. Oliver, Jane. 2002. Colour Atlas of Lacrimal Surgery. Germany : Butterwoth

Heinemann. Hal 40, 93 – 100.

12. Camara, Jorge G. 2008. Nasolacrimal Duct Ostruction : Differential

Diagnosis and Work up. Diakses dari www.medscape.com pada tanggal 28

Oktober 2009. Terakhir diperbarui 22 Oktober 2008.

13. Ilyas, Sidarta. 2009. Kelainan Kelopak dan Kelainan Jaringan Orbita. Ilmu

penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 89, 121-122.

14. Asbury, Tailor and Sanitato, James. 2000. Trauma.Oftalmologi Umum

Vaughan. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 381.

15. Dutton, Jonathan. 1994. Atlas of clinical and surgical orbit anatomy. Saunders

Company. Hal 145.

16. Jeffrey, Hurwitz. 2004. The Lacrimal Drainage System. Ophtalmology. Edisi

Page 25: DNL

2. St. Louis. Hal 761 – 766.