JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

47
JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM ISSN: 2338 - 5634 (print) ISSN: 2580 - 0191 (online) Volume 6, Nomor 1, Maret 2017 Terbit 2 Kali Setahun PEMERIKSAAN ANGKA KUMAN PADA DAGING AYAM DENGAN PEMBERIAN PARUTAN RIMPANG LENGKUAS PUTIH (ALPINIA GALANGA LINN SWARTZ) Siti Fatimah, Fitri Nadifah, Urfiyah Lisa Azizah OPTIMASI AIR PERASAN BUAH MERAH (PANDANUS SP.) PADA PEMERIKSAAN TELUR CACING Anita Oktari, Ahmad Mu'tamir GAMBARAN SEDIMEN URINE PADA MASYARAKAT YANG MENGKONSUMSI AIR PEGUNUNGAN DI KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARI Ruth Mongan, Supiati, Susi Mangiri UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) TERHADAP STAPHYLLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERECHIA COLI Sujono, Anik Nuryati KAJIAN AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK DAUN GUDE (CAJANUS CAJAN) TERHADAP SEL KANKER KOLON SECARA IN VITRO Muji Rahayu, Roosmarinto POTENSI ENZIM BROMELIN SARI BUAH NANAS (ANANAS COMOSUS L.) DALAM MENINGKATKAN KADAR PROTEIN PADA TAHU Indah Purwaningsih Penerbit : Poltekkes Kemenkes Yogyakarta website email : http://www.teknolabjournal.com : [email protected]

Transcript of JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

Page 1: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

JURNAL

TEKNOLOGI LABORATORIUMISSN: 2338 - 5634 (print)

ISSN: 2580 - 0191 (online)

Volume 6, Nomor 1, Maret 2017 Terbit 2 Kali Setahun

PEMERIKSAAN ANGKA KUMAN PADA DAGING AYAM DENGAN PEMBERIAN PARUTAN RIMPANG LENGKUAS PUTIH (ALPINIA GALANGA LINN SWARTZ)

Siti Fatimah, Fitri Nadifah, Urfiyah Lisa Azizah

OPTIMASI AIR PERASAN BUAH MERAH (PANDANUS SP.) PADA PEMERIKSAAN TELUR CACING

Anita Oktari, Ahmad Mu'tamir

GAMBARAN SEDIMEN URINE PADA MASYARAKAT YANG MENGKONSUMSI AIR PEGUNUNGAN DI KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARI

Ruth Mongan, Supiati, Susi Mangiri

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) TERHADAP STAPHYLLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERECHIA COLI

Sujono, Anik Nuryati

KAJIAN AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK DAUN GUDE (CAJANUS CAJAN) TERHADAP SEL KANKER KOLON SECARA IN VITRO

Muji Rahayu, Roosmarinto

POTENSI ENZIM BROMELIN SARI BUAH NANAS (ANANAS COMOSUS L.) DALAM MENINGKATKAN KADAR PROTEIN PADA TAHU

Indah Purwaningsih

Penerbit :

Poltekkes Kemenkes Yogyakartawebsiteemail

: http://www.teknolabjournal.com: [email protected]

Page 2: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM
Page 3: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM(www.teknolabjournal.com)

ISSN: 2338 - 5634 (cetak); ISSN: 2580 - 0191 (online)Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

Penerbit :Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta

Susunan Dewan Redaksi :

PenasehatDirektur Poltekkes Yogyakarta

PengarahKetua Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Yogyakarta

Editor in ChiefSiti Nuryani (Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Indonesia)

Associate Editors

Elsa Herdiana Murhandarwati (Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)

Anis Nurwidayati (Balai Litbang P2B2 Donggala Kemenkes RI)

Budi Setiawan(Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta)

Maria Tuntun Siregar(Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang, Bandar Lampung)

I Nyoman Jirna (Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Denpasar)

Titin Aryani (Prodi Jurusan Analis Kesehatan, Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta)

Alamat Redaksi : Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes YogyakartaJl. Ngadinegaran Mj III / 62 Yogyakarta, 55143

Telp./Fax : (0274) 374200 / (0274) 375228e-mail : [email protected]

iii

PengelolaJurusan Analis Kesehatan

Page 4: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM
Page 5: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUMISSN: 2338 - 5634 (cetak); ISSN: 2580 - 0191 (online)

DAFTAR ISI

PEMERIKSAAN ANGKA KUMAN PADA DAGING AYAM DENGAN PEMBERIAN PARUTAN RIMPANG LENGKUAS PUTIH (ALPINIA GALANGA LINN SWARTZ)

Siti Fatimah, Fitri Nadifah, Urfiyah Lisa Azizah

OPTIMASI AIR PERASAN BUAH MERAH (PANDANUS SP.) PADA PEMERIKSAAN TELUR CACINGAnita Oktari, Ahmad Mu'tamir

GAMBARAN SEDIMEN URINE PADA MASYARAKAT YANG MENGKONSUMSI AIR PEGUNUNGAN DI KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARIRuth Mongan, Supiati, Susi Mangiri

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) TERHADAP STAPHYLLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERECHIA COLISujono, Anik Nuryati

KAJIAN AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK DAUN GUDE (CAJANUS CAJAN) TERHADAP SEL KANKER KOLON SECARA IN VITRO Muji Rahayu, Roosmarinto

POTENSI ENZIM BROMELIN SARI BUAH NANAS (ANANAS COMOSUS L.) DALAM MENINGKATKAN KADAR PROTEIN PADA TAHU Indah Purwaningsih

v

7 - 15

16 - 22

23 - 27

28 - 33

34 - 40

1-6

Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

Page 6: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM
Page 7: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM (www.teknolabjournal.com) Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 1 ~ 6 ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN: 2580-0191 (online)

Received : 17-02-2017; Revised : 01-03-2017 ; Accepted : 10-03-2017

Pemeriksaan Angka Kuman Pada Daging Ayam Dengan

Pemberian Parutan Rimpang Lengkuas Putih (Alpinia Galanga Linn Swartz)

Siti Fatimah1*, Fitri Nadifah2, Urfiyah Lisa Azizah3

1,2,3 STIKes Guna Bangsa Yogyakarta

Jl Ring Road Utara Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta, Telp (0274) 4477701. 4477703. 4477704 Fax (0274) 4477702, * corresponding author e-mail : [email protected]

Abstract

Chicken meat is a good source of protein for daily consumption. It is very easy decayed biologically by enzymes or microbial spoilage. White galangal (Alpinia galanga Linn Swartz) is a kind of spice crop that can live in the highlands and lowlands. Generally, people utilize white galangal as a blend of seasoning. Galangal’s role as a food preservative is inseparable from its anti-microbial activity and secondary metabolite contents, i.e. essential oils. The anti-microbial is a biological or chemical compounds that could interfere the growth and activity of microbes, particularly microbes as a food spoilage. This research goal is to determine the number of bacteria in chicken meat with the provision granting the white grated galangal rhizome (Alpinia galanga Linn Swartz).

This was a descriptive study with laboratory testing. We use pour plate method for the bacteria number determination. Independent variables is the indwelling time with grated white galangal for 1-5 hours and the dependent variable is the number of bacteria in chicken meat.

The result showed that total number of bacteria after smeared with white grated galangal rhizome for 1 hour 463.500 CFU/gr, 2 hour 130.250 CFU/gr, 3 hour 58.250 CFU/gr, 4 hour 142.500 CFU/gr and 5 hour 302.500 CFU/gr. This study showed that grated white galangal has proven to reduce the number of bacteria in chicken meat. Keywords: indwelling time, chicken meat, white galanga, number of bacteria.

1. Pendahuluan

Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dengan perbandingan yang cukup selain itu karena serat-serat dagingnya tergolong ke dalam jenis yang pendek dan lunak sehingga mudah dicerna. Daging ayam sangat mudah mengalami kebusukan biologis oleh enzim ataupun mikroba pembusuk. Hal ini disebabkan karena sifat fisik dan kimia daging ayam. [1]

Pertumbuhan mikroba yang terjadi pada daging ayam merupakan salah satu penyebab berkurangnya mutu daging ayam bahkan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Masa simpan daging ayam di suhu kamar (tempat terbuka) tanpa adanya pemberian bahan-bahan pengawet tahan paling lama 5-6 jam karena jika ada daging

© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium

Page 8: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

2

Pemeriksaan Angka Kuman … (Siti Fatimah)

ayam pada suhu kamar yang bisa tahan lebih dari 6 jam kemungkinan diberi bahan pengawet. [2]

Alternatif untuk memperpanjang masa simpan daging ayam secara aman dengan menambahkan bahan antimikroba yang diharapkan menjadi solusi agar pengawet kimia yang berbahaya bagi kesehatan tidak digunakan lagi. Peran lengkuas sebagai pengawet makanan tidak terlepas dari kemampuan lengkuas yang memiliki aktivitas antimikroba. kandungan zat kimia yang terdapat dalam lengkuas adalah fenol, flavonoida, dan minyak atsiri. [3]

Mekanisme penghambatan mikroba oleh fenol ini adalah dengan jalan merusak dinding sel, merusak membran sitoplasma, mendenaturasi protein sel dan menghambat kerja enzim dalam sel. [4] Mekanisme penghambatan mikroba disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, menginaktivasi enzim, destruksi atau kerusakan fungsi material genetik.[5]

Lengkuas putih (Alpiniagalanga Linn Swartz) selain sebagai antimikroba juga dapat digunakan untuk bahan pengempuk daging, menghangatkan tubuh, membersihkan darah dan penambah nafsu makan. Daya antimikroba lengkuas putih membuat hidangan daging lebih aman dan kandungan protein yang berikatan dengan zat-zat lengkuas putih membuat hidangan daging ayam lebih mudah dicerna.[6]

Dalam rangka memperpanjang masa simpan daging ayam, penggunaan parutan rimpang lengkuas putih menjadi pilihan yang menarik, mengingat banyaknya keunggulan yang dimiliki oleh parutan rimpang lengkuas putih. Berdasarkan pemikiran tersebut penulis tertarik untuk meneliti kemampuan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz) sebagai pengawet alami pada ayam.

2. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan uji laboratorium yaitu dengan melihat ada atau tidaknya penurunan angka kuman pada daging ayam yang diberi parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galangaLinn Swartz. Uji laboratorium dilakukan dengan metode cawan tuang dengan pengulangan dua kali. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta Jurusan Analis Kesehatan dan dilaksanakan pada bulan Mei 2016. 2.1. Alat dan bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu autoklaf, inkubator, oven, neraca teknis, tabung reaksi, cawan petri steril 40 buah, kapas alkohol 70%, labu erlenmeyer 100 ml dan 200 ml, lampu spritus, pipet ukur 5 ml steril, wadah steril dengan tutup, safety pipet, stopwatch, parutan, saringan, pengaduk, blue tip, gunting. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging ayam segar bagian dada, parutan lengkuas 100%, larutan NaCl 0,85% steril, alkohol 70%, dan media plate count agar steril. 2.2. Prosedur Penelitian

2.2.1. Pemilihan sampel Pada saat pemilihan sampel yang digunakan adalah daging ayam broiler bagian dada yang masih dalam keadaan segar 2.2.2. Pengambilan sampel Daging ayam bagian dada dibuang tulangnya kemudian dicuci sampai bersih untuk menghilangkan lendir dan darahnya hingga diperoleh hingga ± 1000 gram. 2.2.3. Pembuatan Media PCA (Plate Count Agar) Menimbang 18 gram Plate Count Agar serbuk, larutkan dalam 800 ml aquadest. Media dipanaskan hingga mendidih untuk melarutkan sepenuhnya dan mensterilkannya menggunakan autoklaf pada suhu dan waktu yang ditetapkan yaitu pada suhu 1210C selama 15 menit dengan tekanan 1 atm dan untuk mendinginkannya dalam penangas air pada suhu 400C-500C selama 5-10 menit.

Page 9: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

3

Pemeriksaan Angka Kuman … (Siti Fatimah)

2.2.4. Pembuatan Parutan Lengkuas Lengkuas putih dicuci bersih, kemudian diparut. Lengkuas putih yang diparut sebanyak 250 gram lengkuas putih untuk 500 gram daging ayam. 2.2.5. Pembuatan Reagensia NaCl 0,85% Sebanyak 21,25 gram Nacl larutkan dengan menggunakan aquadest dalam tabung erlenmeyer 2500 ml. 2.2.6. Penanganan daging ayam sebelum dilakukan penelitian Daging ayam dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan bekas darah, lendir, kotoran serta mengurangi bau amis dengan menggunakan aquadest.Daging ayam kemudian dicincang, dipotong-potong menjadi 10 bagian dengan berat masing-masing 50 gram. Lima bagian dengan berat 250 gram sebagai test. Test yaitu daging ayam yang dilumuri dengan parutan lengkuas putih 125 gram kemudian diperiksa angka kuman setelah disimpan dalam berbagai lama waktu yaitu 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam. Dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali. Lima bagian lagi sebagai pembanding yaitu daging ayam yang tidak diberi parutan lengkuas putih, dilakukan pemeriksaan sebanyak 2 kali. 2.2.7. Proses Pendiaman Daging ayam yang telah dan tidak dilumuri dengan parutan rimpang lengkuas putih didiamkan selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam pada suhu 200C-250C. 2.2.8. Pengenceran sampel Labu erlenmeyer 100 ml steril disiapkan. Daging ayam yang tidak dilumuri dengan parutan rimpang lengkuas putih dan telah didiamkan selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak ± 10 gram dan dilakukan pengenceran.Daging ayam yang sudah dilumuri parutan lengkuas selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam diambil menggunakan pinset steril dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak ± 10 gram dengan menggunakan pinset steril.Pengenceran dari sampel yang akan diperiksa dibuat, pengenceran mulai dari 10x, 100x, 1000x dan 10000x. Pengenceran 10x dibuat dengan cara memasukkan 10 gr sampel ke dalam labu erlenmeyer pertama dan ditambahkan 90 ml NaCl kemudian kocok sampai homogen, konsentrasi larutan menjadi10x, kemudian mempipet 1 ml larutan dari pengenceran10x, dimasukkan ke dalam tabung steril yang sudah diisi 9 ml NaCl, dicampur homogen, konsentrasi larutan menjadi100x. Selanjutnya diambil 1 ml dari pengenceran100x, dimasukkan ke dalam tabung steril yang sudah diisi 9 ml NaCl dicampur homogen, konsentrasi menjadi 1000x. Kemudian mempipet 1 ml larutan dari pengenceran1000x dimasukkan ke dalam tabung steril yang sudah diisi 9 ml NaCl, dicampur homogen, konsentrasi larutan menjadi 10000x. 2.2.9. Penuangan Media Plate Count Agar Mulai dari pengenceran 1000x sampai ke 10000x pengenceran sampel diambil 1ml, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah diberi kode nomer sampel, pengenceran dan tanggal pelaksanaan. Kemudian masing-masing cawan petri yang telah berisi sampel dan kontrol dituangi plate count agar yang masih hangat(suhu 400C-500C) sebanyak 15-20 ml dan dihomogenkan dengan cara memutar cawan petri searah jarum jam, biarkan hingga dingin dan mengeras.Kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam dengan posisi cawan petri dalam keadaan terbalik. 2.2.10. Perhitungan koloni Koloni dihitung dari pelumuran dengan lama pendiaman yaitu 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam.Idealnya jumlah koloni per plate yang boleh dihitung yaitu antara 30 s/d 300 CFU/ gram (colony forming unit). Koloni besar, koloni kecil, menjalar dianggap berasal dari 1 macam bakteri.Perhitungan dilakukan secara manual dengan memberi tanda titik dengan menggunakan spidol pada cawan petri bagi koloni yang sudah dihitung, untuk menghindari perhitungan ganda. Tiap-tiap plate dari pengenceran berbeda dihitung jumlah koloninya dengan mengalikan pengenceran

Page 10: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

4

Pemeriksaan Angka Kuman … (Siti Fatimah)

akan diperoleh angka jumlah kuman bakteri per 1 gram/ 1ml sampel yang diperiksa. Jumlah bakteri yang ada dalam setiap 1 ml sampel adalah berbanding terbalik dengan pengenceran

Cara perhitungan :

Jumlah koloni = koloni yang tumbuh x

(Dwidjoseputro, 2005).[7] 3. Hasil Dan Pembahasan

Tabel 1. Data Hasil Perhitungan Angka Kuman pada Berbagai Lama Perendaman

Penyimpanan (jam)

Jumlah angka kuman dengan parutan rimpang lengkuas putih

(CFU/ gram)

Jumlah angka kuman tanpa parutan rimpang lengkuas

putih (CFU/ gram)

1 4,64x105

4,74x105

2 1,30x105 4,82x10

5

3 5,83x104

4,92x105

4 1,43x105 6,26x10

5

5 3,03x105 3,47x10

5

Sumber : Data Primer Terolah

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jumlah pertumbuhan angka kuman

pada pelumuran 1 jam adalah 464.000 CFU/ gram, 2 jam 130.000 CFU/ gram, 3 jam 58.300 CFU/ gram, 4 jam 143.000 CFU/ gram, 5 jam 303.000 CFU/ gram. Penurunan angka kuman pada daging ayam yang dilumuri dengan parutan rimpang lengkuas putih terjadi pada jam ke 3 dan mengalami kenaikan angka kuman pada jam ke 4 dan ke 5, sedangkan pada daging ayam yang tidak dilumuri dengan parutan rimpang lengkuas putih mengalami kenaikan angka kuman setiap jamnya namun pada jam ke 5 mengalami penurunan angka kuman. Kenaikan angka kuman yang terjadi masih di bawah batas maksimum. Persyaratan menurut SNI 3924-2009 tentang syarat mutu mikrobiologis daging ayam yang menyatakan batas maksimum angka kuman (Total Plate Count) pada daging ayam adalah 106 atau 1.000.000 CFU/ gr[8]. Menurut SNI tersebut maka pada lama pelumuran 5 jam, daging ayam masih aman untuk dikonsumsi.

Adapun grafik perbandingan angka kuman daging ayam sebelum dan setelah pelumuran dalam parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz) ditampilkan pada gambar 1 di bawah ini.

0

200000

400000

600000

1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam

Ju

mla

h A

ng

ka

Ku

ma

n

CF

U/

gra

m

Lama Pelumuran

Tanpa pelumuran

Pelumuran

Gambar 1.Grafik perbandingan angka kuman daging ayam sebelum dan setelah

pelumuran dalam parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz)

Sumber : Data primer terolah

Page 11: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

5

Pemeriksaan Angka Kuman … (Siti Fatimah)

Penurunan angka kuman yang signifikan berdasarkan gambar di atas tampak pada lama perendaman selama 3 jam yaitu sebesar 58.300 CFU/ gr. Penurunan tersebut berada pada fase pertumbuhan populasi bakteri. Waktu pelumuran selama 1 jam bakteri baru mengadakan persiapan dan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru yaitu pada parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz). Fase selanjutnya bakteri akan tumbuh dan membelah diri sampai jumlah yang maksimum yaitu terjadi pada lama perendaman 5 jam. Pertumbuhan populasi bakteri dibatasi oleh habisnya bahan pangan seperti karbohidrat, protein, vitamin, dan unsur mineral.

Penurunan angka kuman menunjukkan adanya pengaruh dari parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz). Senyawa fenol pada lengkuas putih berperan pada mekanisme pertahanan mikroorganisme. Pada konsentrasi rendah fenol bekerja dengan merusak membran sel sehingga menyebabkan kebocoran sel. Pada konsentrasi tinggi, fenol dapat berkoagulasi dengan protein seluler dan menyebabkan membran sel menjadi tipis. Aktifitas tersebut sangat efektif ketika bakteri dalam tahap pembelahan, dimana lapisan fosfolipid di sekeliling sel dalam kondisi sangat tipis sehingga fenol dapat dengan mudah berpenetrasi dan merusak isi sel. Adanya fenol mengakibatkan struktur tiga dimensi protein sel bakteri berubah sifat. Deret asam amoino protein tersebut tetap utuh setelah berubah sifat, namun aktifitas biologisnya menjadi rusak sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya.[9]

Pertumbuhan pada bakteri terdapat 4 fase, yaitu fase lag (lambat), fase log, fase stationer (tetap), dan fase decline (menurun). Fase lag adalah fase dimana bakteri beradaptasi dengan lingkungannya dan tidak terjadi pembelahan sel selama beberapa menit sampai beberapa jam tergantung pada spesies, umur dari sel inokulum dan lingkungannya. Fase log adalah fase dimana sel-sel akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dibantu oleh kondisi lingkungan. Fase stationer adalah fase dimana jumlah bakteri yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang mengalami kematian. Fase decline (menurun) adalah fase dimana terjadi penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh jumlah sel-sel yang hidup terdahap waktu atau jumlah bakteri yang mati semakin banyak melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak.[10]

Dari grafik angka kuman daging ayam tanpa pelumuran dan dalam pelumuran parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz) dalam berbagai lama pelumuran, maka angka kuman semakin menurun yaitu pada jam ke 3 sebesar 58.250 CFU/ gram. Lama pelumuran dengan penambahan parutan rimpang lengkuas pada waktu 1 jam mengalami fase lag (lambat) hal ini karena bakteri baru beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu lengkuas putih dan fenol yang ada dalam lengkuas belum bekerja. Pelumuran pada jam ke 2 mengalami fase log bakteri sudah mampu beradaptasi dan fenol mulai bekerja dan pada 3 jam angka kuman menurun secara signifikan yang dikarenakan kandungan fenol dalam lengkuas bekerja secara maksimal sehingga mampu menurunkan angka kuman dalam jumlah banyak. Lama perendaman selama 4 jam mengalami kenaikan hal ini karena kandungan fenol dalam lengkuas yang berkurang karena sifat dari fenol yang mudah menguap, dan pada pelumuran jam ke 5 angka kuman mengalami kenaikan yang lebih banyak hal ini disebabkan kandungan fenol yang sudah habis dan karena fenol merupakan komponen yang tidak stabil, mudah menguap dan hilang, selain itu juga terjadi pembelahan bakteri yang membuat bakteri semakin banyak sehingga tidak sebanding dengan kandungan yang ada dalam parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz) yang digunakan sebagai antibakteri.

Grafik pertumbuhan angka kuman pada Gambar 1 terlihat bahwa daging ayam yang tidak dilumuri dengan parutan rimpang lengkuas putih dari jam ke 1 masih melakukan adaptasi dengan lingkungan. Jumlah angka kuman cenderung konstan setelah jam ke 2. Fase ini menunjukkan adanya kompetisi sesama mikroba dalam memperebutkan nutrisi dan ruang yang terdapat dalam daging ayam. Angka kuman

Page 12: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

6

Pemeriksaan Angka Kuman … (Siti Fatimah)

pada jam ke 4 mengalami fase eksponensial (log). Fase ini menunjukkan bahwa sel mulai memperbanyak diri dan kurva mulai naik menunjukkan terjadinya pertumbuhan populasi. Fase log dipengaruhi oleh sifat genetik yang diturunkannya, selain itu derajat pertumbuhan juga dipengaruhi oleh kadar nutrien dalam media, suhu inkubasi, kondisi pH dan aerasi. Ketika derajat pertumbuhan bakteri telah menghasilkan populasi yang maksimum, maka akan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang mati dan jumlah sel yang hidup. Fase decline (kematian) terjadi setelah pelumuran daging ayam selama 5 jam karena semakin lama nutrisi pada daging ayam untuk hidup bakteri habis jadi bakteri tidak dapat tumbuh dan mengalami kematian.

4. Kesimpulan Dan Saran 4.1. Kesimpulan

1. Daging ayam yang diberi parutan rimpang lengkuas putih (Alpiniagalanga Linn Swartz) mengalami penurunan angka kuman, jumlah angka kuman selama pendiaman 1 jam yaitu 463.500 CFU/ gr, 2 jam 260.500 CFU/ gr, 3 jam 58.250 CFU/ gr, 4 jam 142.500 CFU/ gr dan 5 jam 302.500 CFU/ gr.

2. Daging ayam yang diberi parutan rimpang lengkuas putih (Alpiniagalanga Linn Swartz) mengalami kenaikan angka kuman pada pendiaman 5 jam.

3. Waktu pendiaman yang paling efektif menurunkan angka kuman adalah 3 jam.

4.2. Saran 1. Pada penelitian ini hanya dilakukan sampai perendaman selama 5 jam,

maka perlu dilakukan penelitian lagi dengan menambah waktu perendaman sampai dengan 24 jam agar dapat diketahui nilai angka kuman yang melebihi ambang batas menurut persyaratan SNI (maksimal 106 CFU/gr).

2. Masyarakat dapat menggunakan parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz) untuk merendam daging ayam sehingga bisa memperpanjang masa simpan daging ayam dan dapat menurunkan angka kuman.

Daftar Pustaka [1]. Muchtadi TR, Sugiyono, Ayustaningwarno F, 2015. Ilmu Pengetahuan Bahan

Pangan. Cetakan Kelima. Alfabeta, Bandung: hal 1, 2, 8, 33, 57. [2]. Dadang WI, Selamet R, Mardi T, Renda D, Ridwan H.,Peni SP, Ryan M,2010,

Daging Ayam Beku Lebih Aman. http://agrina-online.com/redesign2.php?rid=7&aid=2324, diakses 1 Juni 2016, Yogyakarta.

[3]. Udjiana, S. 2008. Upaya Pengawetan Makanan Menggunakan Ekstrak Lengkuas. Jurnal Teknologi Separasi. Vol. 1, No. 2, 2008-ISSN 1978-8789.

[4]. Prajitno A, 2007, Penyakit Ikan-Udang, UM Press, Malang: hal 155. [5]. Ardiansyah, 2007, Antimikroba dari Tumbuhan, Laboratory of Nutrition Graduate

School of Agricultural Science Tohoku. Universitas Sendai, Jepang. [6]. Gendrowati F., 2015,Tanaman Obat Keluarga, Padi, Jakarta Timur: hal 42 [7]. Dwidjoseputro, D., 2005, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambatan, Jakarta, hal 75-

76. [8]. Badan Standarisasi Nasional, 2009, SNI 3924: 2009, Mutu Karkas dan Daging

Ayam. [9]. Parwata O. A, Dewi F.S. 2008. Isolasi dan Uji Aktifitas Antibakteri Minyak Atsiri

dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga). Jurnal Kimia 2 (2):100-104 [10]. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M, 2013, Ilmu Pangan, UI Press,

Jakarta: hal 37-41.

Page 13: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM (www.teknolabjournal.com) Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 7 ~ 15 ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN: 2580-0191 (online) Received : 11-03-2017; Revised : 21-03-2017 ; Accepted : 10-04-2017

Optimasi Air Perasan Buah Merah (pandanus sp.) Pada

Pemeriksaan Telur Cacing

Anita Oktari1*, Ahmad Mu’tamir

2

1,2Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih Bandung

Jl. Padasuka Atas No. 233 Pasirlayung Bandung 40192, Telp/Fax: 022-7203733 *Corresponding e-mail: [email protected]

Abstrak

Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk ke dalam infeksi yang disebabkan oleh parasit. Soil Transmitted Helminths adalah cacing golongan Nematoda Usus yang dalam siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif memerlukan tanah dengan kondisi tertentu. Eosin 2% merupakan zat warna yang digunakan pada pemeriksaan telur cacing Nematoda Usus. Buah merah (Pandanus sp.) yang merupakan bahan tanaman alami dan bersifat asam mengandung karotenoid yang menghasilkan pigmen berwarna orange-merah. Beta karoten adalah pigmen berwarna dominan merah-jingga yang ditemukan secara alami pada tumbuhan dan buah-buahan. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan konsentrasi dari variasi air perasan buah merah (Pandanus sp.) yang optimal dapat mewarnai telur cacing.

Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan variasi konsentrasi perbandingan air perasan buah merah dan aquadest (1, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5). Setelah dilakukan penelitian didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa konsentrasi perbandingan air perasan buah merah (Pandanus sp.) dan aquadest (1:2) dapat dijadikan alternatif pengganti reagen Eosin 2% untuk mewarnai telur cacing. Namun pada lapang pandang yang menggunakan air perasan buah merah (Pandanus sp.) dan aquadest (1:2) masih terlihat banyak kotoran sebagai pengganggu dan tidak memberi latar belakang yang kontras, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa buah merah (Pandanus sp.) dapat digunakan untuk mewarnai telur cacing Nematoda Usus. Kata Kunci : Cacingan, Nematoda Usus, Eosin, Buah Merah (Pandanus sp.)

© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium

Abstract

Worm infections or can be called by worming included into an infection caused by a parasite. Soil Transmitted Helminths Intestinal Nematodes are worms groups are in their life cycle to reach the infective stage requires soil with certain conditions. Eosin 2% is the dye that is used in the examination of Intestinal Nematode worm eggs. Red fruit (Pandanus sp.) which is a natural plant material and acidic contain carotenoids which produces orange-red pigment. Beta carotene is the predominant pigment of red-orange color that is found naturally in plants and fruits. The aim of this research is to determine the best concentration from variation of red fruit (Pandanus sp.) juice that optimally to color the eggs of the worm. Research conducted experiments with various concentration ratio of red fruit (Pandanus sp.) juice and distilled water (1, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5). From this research it found that the results indicate the ratio of concentrations of red fruit (Pandanus sp.) juice and distilled water (1:2) can be used as an alternative reagent eosin 2% for their examination of worm eggs.

Page 14: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

8

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

But in the visual field that uses red fruit (Pandanus sp.) juice and distilled water (1:2) still looks much dirt as a nuisance and does not give a contrasting background. It can conclude that red fruit (Pandanus sp.) juice can use to color the eggs of the worm. Keywords: Worms, Nematodes Guts, Eosin, Red Fruit (Pandanus sp.)

1. PENDAHULUAN Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminth)

merupakan masalah dunia terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan 1 milyar penduduk dunia menderita infeksi parasit cacing. Prevalensi pada anak usia Sekolah Dasar (SD) di Indonesia antara 60-70%, paling sering disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan Necator americanus. Penelitian yang dilakukan di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan kasus infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides) sekitar 25-35% dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) 65-75%. Resiko tertinggi terutama kelompok anak yang mempunyai kebiasaan defekasi di saluran air terbuka dan sekitar rumah, makan tanpa cuci tangan dan bermain di tanah yang tercemar telur cacing tanpa alas kaki.[1]

Di Indonesia angka nasional prevalensi kecacingan pada tahun 1987 sebesar 78,6%. Data prevalensi penyakit kecacingan di Indonesia pada tahun 2002 sampai 2006 secara berurutan adalah sebesar 33,3% ; 33,0% ; 46,8% ; 28,4% ; dan 32,6%, sedangkan prevalensi infeksi cacing tambang secara berurutan pada tahun 2002 – 2006 sebesar 2,4% ; 0,6% ; 5,1% ; 1,6% dan 1,0%.[2] Angka kejadian infeksi cacingan yang tinggi tidak terlepas dari keadaan Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban udara tinggi dan kesuburan tanah merupakan lingkungan yang optimal bagi kehidupan cacing. Infeksi cacingan tersebar luas baik di pedesaan maupun perkotaan.[1]

Dalam identifikasi infeksi penyakit cacing perlu adanya pemeriksaan, baik dalam keadaan cacing yang masih hidup atau yang telah dipulas. Cacing akan diperiksa tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing atau Protozoa usus akan dilakukan pemeriksaan melalui feses atau tinja.[3] Soil Transmitted Helminths adalah golongan cacing usus (Nematoda Usus) yang dalam perkembangannya membutuhkan tanah untuk menjadi bentuk infektif. Parasit yang termasuk Soil Transmitted Helminths yang habitatnya pada usus manusia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongiloides stercoralis dan cacing tambang (Hookworm) yaitu Necator americanus, Ancylostoma duodenale.

Daerah penyebaran Trichuris trichiura sama dengan Ascaris lumbricoides, sehingga kedua cacing ini sering ditemukan bersama-sama dalam satu hospes. Faktor terpenting dalam penyebaran Trichuriasis adalah kontaminasi tanah oleh feses penderita yang akan berkembang dengan baik pada tanah liat, lembab dan teduh.[4]

Penyakit kecacingan cukup membuat penderitanya mengalami kerugian, sebab secara perlahan adanya infestasi cacing di dalam tubuh penderita akan menyebabkan gangguan pada kesehatan mulai yang ringan, sedang sampai berat yang ditunjukkan sebagai manifestasi dan diperlukan pemeriksaan mikroskopis. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejala klinik kurang dapat dipastikan.[5]

Pemeriksaan telur cacing Nematoda Usus yang paling sederhana adalah Metode Natif menggunakan reagen Eosin 2%. Komposisi reagen ini bersifat asam dan berwarna merah jingga. Pada penelitian ini dikembangkan pemanfaatan salah satu flora yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna yang memiliki sifat yang sama dengan Eosin.[6]

Penelitian dengan menggunakan bahan alam telah dikembangkan dari ekstrak biji pinang (Areca catechu L) sebagai alternatif pewarnaan awetan telur cacing

Page 15: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

9

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

Nematoda Usus. Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang dengan menggunakan ekstrak biji pinang (Areca catechu L) 2%. Preparat awetan telur cacing tersebut setelah menggunakan entelan dapat bertahan selama 3 minggu.[7]

Buah merah (Pandanus sp.) adalah sejenis buah tradisional berasal dari daerah Papua. Tanaman ini termasuk dalam keluarga pandan-pandanan, penyebarannya merata dari dataran tinggi pegunungan hingga dataran rendah pesisir pantai. Kualitas buah merah dipengaruhi oleh iklim dan geografi suatu daerah. Buah merah (Pandanus sp.) dapat menjadi alternatif bahan pewarna telur cacing karena mengandung karotenoid yang menghasilkan pigmen berwarna orange-merah. Beta karoten adalah pigmen warna dominan merah-jingga yang ditemukan secara alami pada tumbuhan dan buah-buahan. Beta karoten adalah senyawa yang memberikan warna jingga pada wortel, labu, ubi dan merupakan senyawa karoten yang paling umum pada tumbuhan.[8]

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi air perasan buah merah (Pandanus sp.) yang optimal dapat mewarnai telur cacing. Untuk mengetahui hasil dari pewarnaan telur cacing menggunakan air perasan buah merah (Pandanus sp.) tersebut maka telah dilakukan Uji Pendahuluan dengan konsentrasi perbandingan air perasan buah merah (Pandanus sp.) dan aquadest 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 sampai mendapatkan hasil yang optimal dari penggunaan air perasan buah merah (Pandanus sp.) ini. Hasil dari uji pendahuluan tersebut setelah diamati dengan mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 100X sampai 400X, didapatkan telur cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. 2. Metode Penelitian 2.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian eksperimen. Dalam penelitian ini variabel yang diamati adalah kejelasan tentang bentuk dan warna telur cacing pada preparat yang menggunakan air perasan buah merah (Pandanus sp.) dengan variasi konsentrasi 1:1,1:2,1:3, 1:4, 1:5 dan Eosin 2 % sebagai kontrol. Desain penelitian ini menggunakan Static Group Comparison, yaitu suatu kelompok dikenakan perlakuan tertentu, kemudian diamati pengaruh hasil dari masing-masing variasi waktu pewarnaan.

Sampel dalam penelitian ini menggunakan feses positif cacingan dengan pengawet formalin 10% yang didapat dari Laboratorium Parasitologi Universitas Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi yang berlokasi di Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih Bandung pada bulan Juni-Juli tahun 2016.

Hasil penelitian yang didapatkan adalah kualitas pewarnaan berdasarkan Likert Scale (skoring). Skor 1 diberikan apabila kualitas preparat memberikan lapang pandang tidak kontras, telur cacing tidak menyerap warna dan bagian telur tidak terlihat jelas. Skor 2 diberikan pada kualitas preparat memberikan lapang pandang kurang kontras, telur cacing kurang menyerap warna , bagian telur kurang terlihat jelas. Skor 3 diberikan apabila kualitas preparat memberikan lapang pandang yang kontras, telur cacing menyerap warna dan bagian telur terlihat jelas. Pengamatan dilakukan oleh peneliti dan tiga orang verifikator yang ahli dalam Bidang Parasitologi. 2.2. Instrumen Penelitian

Alat : Mikroskop, Object glass, Deck glass, Lidi, Pipet tetes, Kertas saring, Tissue. Bahan : Aquadest, Larutan Eosin 2 %, Air Perasan Buah Merah Murni (1), Konsentrasi Air Perasan Buah Merah : Aquadest (1:1), Konsentrasi Air Perasan

Page 16: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

10

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

Buah Merah : Aquadest (1:2), Konsentrasi Air Perasan Buah Merah : Aquadest (1:3), Konsentrasi Air Perasan Buah Merah : Aquadest (1:4), Konsentrasi Air Perasan Buah Merah : Aquadest (1:5), Sampel Feses (+) Telur Cacing Nematoda Usus dalam Formalin 10%.

2.3. Persiapan dan Pembuatan Reagen 2.3.1. Pembuatan Eosin 2%

Eosin 2 gram ditimbang dan dilarutkan dalam 100 mL aquadest. 2.3.2. Pembuatan Air Perasan Buah Merah (Pandanus sp.)

Buah Merah utuh ditimbang, dipisahkan tongkol dan kulitnya, kulit buah merah ditimbang lagi, kemudian kulit buah merah diblender untuk mendapatkan sari buah merah, selanjutnya sari buah merah diperas dengan menggunakan saringan. Hasil air perasan ini yang digunakan untuk penelitian. Perhitungan Persen (%) air perasan buah merah yang digunakan :

x 100%

=

x 100% = 0,7 %

Keterangan : Kulit 1 (yang diblender untuk mendapat air perasan buah merah) = 584 g Berat Air Perasan = 4,1045 g

2.3.3. Pembuatan Larutan Stok Air Perasan Buah Merah:Aquadest (1:1)

Dimasukkan 10 tetes Air Perasan Buah Merah ke dalam tabung reaksi dan 10 tetes aquadest. Dicampur hingga homogen. Larutan siap digunakan. Kemudian diencerkan menjadi 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5. 2.4. Cara Kerja Pemeriksaan Telur Cacing pada Kontrol

Adanya telur cacing dalam tinja dapat diketahui dengan pemeriksaan secara mikroskopis dengan pengecatan larutan Eosin 2%, kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 100X sampai 400X.

2.5. Cara Kerja Penelitian Proses pengolahan buah merah untuk menjadi air perasan buah merah yaitu buah merah utuh ditimbang, dipisahkan tongkol dan kulitnya, kulit buah merah ditimbang lagi, kemudian kulit buah merah diblender untuk mendapatkan sari buah merah, selanjutnya sari buah merah diperas dengan menggunakan saringan. Hasil air perasan ini yang digunakan untuk penelitian.

Adanya telur cacing dalam tinja dapat diketahui dengan pemeriksaan secara mikroskopis dengan pengecatan menggunakan variasi perbandingan konsentrasi air perasan buah merah dengan aquadest 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop perbesaran 100X sampai 400X.

2.6. Analisa Data

Pengolahan data penelitian ini menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16 dengan analisa data menggunakan pengujian hipotesa Kruskal-Wallis dan Mann-U Whitney. Hasil pengujian hipotesa adalah sebagai berikut : H0 diterima apabila nilai sig (p-value)>0.05: Kualitas pewarnaan telur cacing tidak berbeda signifikan atau sama.

Page 17: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

11

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

H1 diterima apabila nilai sig (p-value)<0.05: Kualitas pewarnaan telur cacing berbeda signifikan atau tidak sama.

3. Hasil Dan Pembahasan

Pada penelitian tentang optimasi air perasan Buah Merah (Pandanus sp.) pada pemeriksaan telur cacing, maka didapatkan hasil prosentase air perasan buah merah adalah 0,7% sebanyak 5 mL untuk satu perempat buah merah atau sebanyak 20 mL untuk satu buah merah utuh dengan berat 4846 gram dan data hasil penelitian pada setiap perlakuan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Hasil Penelitian pada Setiap Perlakuan

Replikasi Konsentrasi Air Perasan Buah Merah : Aquadest

Kontrol Eosin 2%

1 1:1 1:2 1:3 1:4 1:5

1 2 1 2 1 1 1 3 2 1 1 2 2 1 1 3 3 1 2 1 1 1 1 3 4 2 1 2 1 1 2 3 5 2 1 1 1 1 1 3 6 1 1 2 1 2 1 3

Sumber : Data primer

Keterangan : Kriteria penilaian :

1 : Lapang pandang tidak kontras, telur cacing tidak menyerap warna, bagian telur tidak jelas terlihat.

2 : Lapang pandang kurang kontras, telur cacing kurang menyerap warna, bagian telur kurang jelas terlihat.

3 : Lapang pandang kontras, telur cacing menyerap warna, bagian telur jelas terlihat.

Hasil Penelitian yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi air perasan buah merah dengan aquadest memberikan kualitas pewarnaan yang berbeda signifikan terhadap kontrol. Namun berdasarkan nilai mean rank, kualitas pewarnaan yang paling mendekati kualitas Eosin 2% (kontrol) adalah konsentrasi air perasan buah merah : aquadest (1:2).

Berdasarkan input data SPSS yang telah dilakukan pengujian hipotesa dengan Kruskal Wallis atau Mann-U Whitney diperoleh nilai mean ranks yang merupakan pencerminan dari kualitas pewarnaan telur cacing oleh konsentrasi air perasan buah merah. Nilai mean ranks yang semakin tinggi menunjukkan kualitas pewarnaan yang semakin baik yaitu mendekati kategori preparat pewarnaan yang baik yaitu kontras dengan lapang pandang, telur cacing terwarnai dan bagian telur terlihat jelas. Nilai mean ranks yang sama antar perlakuan memberikan gambaran bahwa kualitas pewarnaan pada preparat telur cacing adalah sama.

Perlakuan 1:1 dan 1:4 memberikan kualitas pewarnaan yang paling tidak baik (mean rank = 64) diantara perlakuan lainnya. Perlakuan 1:3 dengan nilai mean rank 67 artinya kualitas pewarnaan yang lebih baik dibandingkan perlakuan 1:5 dengan nilai mean rank 64. Perlakuan 1 dengan nilai mean rank 79, maknanya berarti kualitas pewarnaan yang lebih baik dari perlakuan dengan nilai mean rank 67. Perlakuan 1:2 dengan nilai mean rank sebesar 94, maknanya berarti kualitas pewarnaan yang lebih baik dari perlakuan sebelumnya dengan nilai mean rank 79. Eosin 2% sebagai kontrol menghasilkan nilai mean rank 156.5 yang merupakan nilai mean rank tertinggi, berarti kualitas pewarnaan dengan eosin 2% memberikan kualitas yang paling baik.

Page 18: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

12

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

Bagi nilai mean rank yang berbeda dilakukan pengujian hipotesa apakah perbedaan nilai mean rank antar perlakuan memberikan kualitas pewarnaan yang berbeda signifikan atau tidak dengan uji Kruskal-Wallis. Lima nilai mean rank yang berbeda memberikan hasil yang berbeda signifikan (nilai sig/p-value<0.05). Maknanya berarti terdapat perlakuan yang memberikan hasil secara signifikan dengan perlakuan yang lain. Namun untuk menganalisis secara detail, antar perlakuan diperlukan uji lanjut. Uji lanjut yang dilakukan adalah dengan membandingkan antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Pengujian dilakukan dengan analisis uji Mann- U whitney.

Hasil uji statistik menggunakan uji Mann-U Whitney maka dapat disimpulkan bahwa variasi konsentrasi air perasan buah merah memberikan kualitas pewarnaan yang berbeda signifikan terhadap kontrol. Namun berdasarkan nilai mean rank, kualitas pewarnaan yang paling mendekati kualitas Eosin 2% (kontrol) adalah konsentrasi air perasan buah merah : aquadest (1:2).

Buah merah mengandung zat-zat gizi bermanfaat dalam kadar tinggi, diantaranya betakaroten, tokoferol, asam oleat, asam linoleat dan dekanoat yang merupakan senyawa-senyawa obat aktif.[6] Buah merah mengandung zat-zat alami yang dapat meningkatkan system kekebalan tubuh dan proses metabolisme. Komponen senyawa buah merah meliputi karotenoid, betakaroten, tokoferol, alfa tokoferol,dan fatty acid yang berperan sebagai senyawa anti radikal bebas pengendali beragam penyakit seperti kanker, hipertensi, paru–paru dan infeksi.[9]

Buah merah dapat menjadi alternatif lain karena mengandung karotenoid yang menghasilkan pigmen berwarna orange-merah.[8] Beta karoten adalah pigmen berwarna dominan merah-jingga yang ditemukan secara alami pada tumbuhan dan buah-buahan.Kandungan antioksidan di dalam buah merah diantaranya Karoten (12.000 ppm), Betakaroten (700 ppm), Tokoferol (11.000 ppm). Pada penelitian ini, pewarnaan telur cacing bertujuan untuk memudahkan dan mempelajari bentuk telur cacing Nematoda Usus,memperjelas dan melihat bentuk telur cacing, serta kontras pada preparat telur cacing dengan menggunakan mikroskop. Eosin dan buah merah mengandung zat warna asam, pewarnaan menggunakan Eosin 2% menghasilkan warna merah pada sitoplasma, lapang pandang kontras dan telur cacing menyerap warna. Namun pada air perasan buah merah yang banyak mengandung asam lemak sehingga pada pewarnaan menggunakan perbandingan air perasan buah merah dan air, terlihat lapang pandang kurang kontras dan telur cacing kurang menyerap warna. Perbedaan kualitas pewarnaan ini juga salah satunya dapat disebabkan oleh perbedaan pH antara eosin dengan perbandingan konsentrasi perlakuan pewarnaan dimana pH Eosin 2% adalah 5 dan pH perbandingan konsentrasi air perasan buah merah dengan aquadest adalah 4,5.

Gambar 1. Lapang pandang dari pewarnaan

air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:1)

Telur Cacing Trichuris trichiura

Telur Cacing Ascaris lumbricoides

Kotoran

Page 19: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

13

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

Gambar 2. Lapang pandang dari pewarnaan

air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:2)

Gambar 3. A. Lapang pandang dari pewarnaan air perasan buah merah murni (perlakuan 1); B.

Lapang pandang dari pewarnaan air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:3)

Gambar 4. Lapang pandang dari pewarnaan

air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:4)

Kotoran

Telur Cacing Ascaris lumbricoides

Telur Cacing Trichuris trichiura

Telur Cacing Ascaris lumbricoides

Kotoran

A B

Telur Cacing Ascaris lumbricoides

Kotoran

Telur Cacing Trichuris trichiura

Page 20: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

14

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

Gambar 5. Lapang pandang dari pewarnaan

air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:5)

Gambar 6. A. Lapang pandang dari pewarnaan menggunakan Eosin 2% (kontrol); B. Lapang

pandang dari telur cacing tanpa pewarnaan

4. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan penelitian tentang optimasi air perasan buah merah (Pandanus

sp) pada pemeriksaan telur cacing, didapatkan hasil prosentase air perasan buah merah adalah 0,7% sebanyak 5 mL untuk satu perempat buah merah atau sebanyak 20 mL untuk satu buah merah utuh dengan berat 4846 gram. Dari hasil penelitian didapatkan perbandingan konsentrasi yang baik dan optimal adalah perbandingan konsentrasi air perasan buah merah : aquadest (1:2) sebagai alternatif pengganti Eosin 2% pada pemeriksaan telur cacing.

Daftar Pustaka [1] Rusmanto, Dwi, J Mukono, “Hubungan Personal Higyene Siswa Sekolah Dasar

dengan Kejadian Kecacingan,” The Indonesian Journal of Publick Health, vol. 8, p. 105-111, 2012.

[2] Departemen Kesehatan RI, “Profil Kesehatan Indonesia”, 2006. [3] Kadarsan S, Binatang Parasit, "Parasitologi Medik I (Helmintologi) : Pendekatan

Aspek Identifikasi, Diagnosis dan Klinik," Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI, 2005.

[4] Onggowaluyo JS, “Parasitologi Medik I (Helmintologi) : Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis dan Klinik,” ECG, Hal 11-31, 2001.

Telur Cacing Ascaris lumbricoides

Telur Cacing Trichuris trichiura

Kotoran

Telur Cacing Ascaris lumbricoides

Kotoran

A B

Page 21: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

15

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

[5] Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I Herry, “Parasitologi Kedokteran,’” Jakarta : Fakultas Kedokteran UI, 2000.

[6] Harbelubun AE, Kesulija EM, dan Rahawarin YY, “Tumbuhan Pewarna Alami dan Pemanfaatannya Secara Tradisional oleh Suku Marori Men-Gey di Taman Nasional Wasur Kabupaten Merauke,” Biodiversitas 6(4):281-284, 2005.

[7] Bangusa, Agus, Heriyanto, “Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L) sebagai Alternatif Pewarna Preparat Awetan Telur Cacing Nematoda Usus,” Skripsi, Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih, Bandung, 2017.

[8] Budi I. M, “Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisio Kimia Jenis Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) Hasil Ekstraksi secara Tradisional di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya,” Thesis, Program Pasca Sarjana IPB, Bogor, 2001.

[9] Pohan, G.H., Aprianita, N., Wijaya, H., dan Rohimah, “Kajian Teknis Standar Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam),” Ringkasan Hasil Penelitian dan Pengembangan BBIA, 2006.

Page 22: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM (www.teknolabjournal.com) Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 16 ~ 22 ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN: 2580-0191 (online)

Received : 27-02-2017; Revised : 21-03-2017 ; Accepted : 25-04-2017

Gambaran Sedimen Urine Pada Masyarakat Yang

Mengkonsumsi Air Pegunungan Di Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari

Ruth Mongan

1*, Supiati

2, Susi Mangiri

3

1,2,3 Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes kemenkes Kendari

Jl. AH. Nasution. No. G.14, Anduonohu, Kendari, telp (0401) 392492 *Corresponding author email: [email protected]

ABSTRAK

Air yang bersih dan sehat merupakan kualifikasi yang sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. Air pegunungan yang dikonsumsi masyarakat Kelurahan Sodoha Kota Kendari, pada umumnya memiliki kualitas yang baik, tetapi dapat berubah kualitasnya karena berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sedimen urin pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan d i Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari.

Jenis penelitian adalah deskriptif, dengan menentukan prosentase sedimen urin masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan melalui pemeriksaan laboratorium. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 Kepala Keluarga yang tinggal di Kelurahan Sodohoa Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari, dengan teknik pengambilan simple random sampling (sampel acak secara sederhana). Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan prosentase sedimen urin abnormal, yaitu leuokosit dan eritrosit 6,7 %, epitel 23,3 %, silinder, kalsium oksalat, asam urat, dan bakteri masing-masing 3, 3 %. Kesimpulan dari penelitian menunjukkan adanya sedimen organik yang meliputi, leukosit, eritrosit, silinder, epitel dan bakteri pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan Kelurahan Sodohoa Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari.

Keywords: Air pegunungan, Sedimen, Sodohoa, Urin.

© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium

1. PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan penting bagi makhluk hidup di muka bumi, terutama bagi manusia. Air berperan dalam segala bidang yaitu pertanian, industri, dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga, sehingga air yang digunakan harus memenuhi standar ataupun syarat dari segi kualitas maupun kuantitas. Air yang bersih dan sehat merupakan kualifikasi yang sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Air minum harus bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau kekeruhan.[1]

Air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. Menurut Permenkes Nomor 92/Menkes/Per/IV/2010 tentang

Page 23: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

17

persyaratan kualitas air Minum, air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.[2] Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan disebarkan melalui air. Penyakit-penyakit tersebut merupakan akibat semakin tingginya kadar pencemar yang memasuki air.[3]

Keterbatasan penyediaan air bersih yang memenuhi syarat memerlukan adanya teknologi tepat guna untuk pengolahanya yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Untuk memperoleh air bersih minimal diperlukan suatu proses pengolahan standar dengan kapasitas produksi yang sangat besar, agar dapat dinikmati oleh masyarakat.[4] Menurut Sandra [5] air minum merupakan air yang dapat diminum langsung tanpa dimasak terlebih dahulu. Sedangkan air bersih merupakan air yang digunakan keperluan sehari-hari, memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak terlebih dahulu.

Air minum yang ideal harus jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung kuman patogen. Air seharusnya tidak korosif, tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya.[6] Komposisi mineral dalam air minum yang bersumber dari air permukaan (dataran tinggi/rendah) didominasi oleh unsur kalsium dan magnesium, kadar kalsium (Ca2+). Hal inilah yang harus diwaspadai karena diduga dapat mengakibatkan hipereksresi kalsium urin dan supersaturasi (kristalisasi kalsium oksalat) yang merupakan proses awal terjadinya batu saluran kemih.[7]

Air pegunungan pada umumnya memiliki kualitas yang baik, mengandung mineral-mineral yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan dan tidak mengandung unsur-unsur pencemaran yang dapat mengganggu kesehatan. Batuan akuifer pegunungan pada umumnya disusun oleh mineral- mineral yang memberikan unsur-unsur kimia air tanah yang diperlukan oleh manusia. Sumber air pegunungan juga biasanya jauh dari sumber pencemaran.

Diantara penduduk masyarakat di Kota Kendari yang mengkonsumsi air pegunungan salah satunya adalah masyarakat yang bermukim di daerah Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari. Air pegunungan yang d i k ons um s i m e r upak an air yang dihasilkan dari penampungan mata air. Masyarakat banyak memanfaatkan air pegunungan ini karena harganya murah dan olahannya sangat mudah.

Air pegunungan walaupun banyak dikonsumsi penduduk, dapat menurun kualitasnya. Kepadatan penduduk, dan tata ruang yang salah, dapat berakibat menurunnya kualitas air pegunungan. Penggunaan air pegunungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat membahayakan organ tubuh karena adanya senyawa kimia dalam air minum yang melebihi ambang batas konsentrasi. Selain itu dapat menimbulkan penyakit gangguan fungsi organ tubuh seperti fungsi ginjal, hati otak, bahkan kelainan mental. Senyawa kimia ini bisa secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia mencemari air minum. Beberapa zat kimia yang bersifat membahayakan terhadap tubuh manusia adalah zat kapur, logam berat, pestisida, senyawa polutan hidrokarbon, zat-zat radio aktif alami atau buatan.[8] Beberapa zat kristal dalam urin yang bersifat abnormal terhadap tubuh manusia adalah kalsium oksalat, triple fosfat, cilinder dan sebagainya.[9]

Kandungan kimia yang terdapat dalam air dapat berbeda menurut jenis sumber airnya. Penelitian yang dilakukan oleh R. Yunus & T. Yuniarti [10] menemukan adanya perbedaan kristal urin pada orang yang mengkonsumsi air kemasan isi ulang dan orang yang meminum air minum dari sumur gali. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan perbedaan kandungan kimia pada air menurut sumber airnya. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Gambaran sedimen urin pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan d i Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari”.

Page 24: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

18

2. Metode Penelitian Jenis penelitian adalah deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan

prosentase sedimen urin masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan di Kecamatan kendari Barat Kota Kendari. Pemeriksaan dengan uji laboratorium dilakukan untuk melihat prosentase sedimen urin yang terdapat dalam urin masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan di Kendari barat.

Populasi dalam penelitian ini penduduk di kelurahan Sodoha kecamatan kendari barat, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan pertimbangan mereka yang bersedia berpartisipasi dalam pemeriksaan sedimen urin, dengan kriteria inklusi: penduduk laki-laki dan perempuan, dan ada di lokasi saat dilakukan pemeriksaan. Sampel.[11] 3. Hasil dan Pembahasan

Pada Penelitian ini dapat dilihat data distribusi responden menurut Jenis kelamin dan umur pada tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 1. Distribusi Sampel Penelitian Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase %

1 Perempuan 27 90 2 Laki-laki 3 10

Total 30 100

Sumber: Data Primer

Dari data distribusi tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden yang menjadi sampel penelitian, terdapat 27 responden (90%) berjenis kelamin Perempuan, dan 3 responden (10%) berjenis kelamin Laki-Laki.

Tabel 2 Distribusi sampel penelitian menurut Umur

No Umur (tahun) Jumlah Persentase (%)

1 6-12 1 3,3

2 13-19 3 10,0

3 20-26 15 50,0

4 27-32 5 16,7

5 33-39 1 3,3

6 40-46 1 3,3

7 47-53 3 10,0

8 54-60 0 0

9 61-67 1 3,3

Total 30 100

Sumber : Data Primer

Dari data tabel 2 menunjukkan data distribusi sampel umur pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan d i Kelurahan Sodoha Kecamatan Kendari Barat, dimana responden dengan kelompok umur 20-26 tahun merupakan kelompok responden yang terbanyak (50,0%) orang.

Page 25: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

19

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan sedimen urine

No Sedimen Urine Normal Abnormal

N % N %

1 Leukosit 28 93,3 2 6,7

2 Eritrosit 28 93,3 2 6,7

3 Epitel 17 56,6 7 23,3

4 Silinder 29 96,7 1 3,3

5 Kalsium oksalat 29 96,7 1 3,3

6 Asam urat 29 96,7 1 3,3

7 Sistin 30 100 0 0

8 Bakteri 29 96,7 1 3,3

Sumber: Data Primer

Data tabel 3 menunjukkan sedimen urine pada masyarakat yang mengkonsumsi

Air pegunungan di Kelurahan Sodoha, Kecamatan Kendari barat. Tabel tersebut menunjukkan jumlah Leukosit normal 28 (93,3%) dan abnormal 2 (6,7%), jumlah Eritrosit normal 28 (93,3%) abnormal 2 (93,3%). Jumlah Epitel normal 17 (56,6%) abnormal 7 (23,3%), Silinder normal 29 (96,7) abnormal 1 (3,3), Jumlah Calsium Oxalat normal 29 (96,7) abnormal 1 (3,3%), jumlah Asam urat normal 29 (96,7%) abnormal 1 (3,3%), jumlah sistin normal 30 (100%), jumlah bakteri normal 29 (96,7%) abnormal 1 (3,3%).

Pemeriksaan sedimen urine atau mikroskopik pada urine merupakan pemeriksaan lanjutan setelah pemeriksan kimia urine, yang penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit. Pemeriksaan sedimen ini biasa menggunakan urine pagi ataui urine sewaktu, setelah mengumpulkan urine segera di lakukan pemeriksaan. Untuk penundaan pemeriksaan urine sebaiknya diberikan pengawet karena akan terjadi perubahan pada komposisi zat dan hasil yang di keluarkan seperti terjadinya pertumbuhan bakteri, kadar glukosa menurun, pH menjadi alkalis, dekomposisi silinder, lisisnya eritrosit, perubahan bentuk leukosit/rusak, urine menjadi makin keruh, perubahan warna dan bau, serta nitrit menjadi positif.[12]

Pada pemeriksaan sedimen urine masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan di Kelurahan Sodohoa, Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari di dapatkan variasi gambaran sedimen, dimana hal ini merupakan indikasi kesehatan dan zat-zat yang di konsumsi dalam kehidupan sehari- hari. Pengamatan sedimen tergantung apa yang ada dalam urine normal, dan bisa di identifikasi secara akurat dalam membandingkan antara bentuk normal dan abnormal. Munculnya beberapa partikel atau elemen dalam urine mungkin normal, Hal ini dapat berupa sel-sel darah, sel-sel yang melapisi saluran kencing (epitel squamous), partikel protein silinder yang telah terbentuk di nefron (gips), Kristal yang terbentuk dalam urine, dan sel asing misalnya spermatozoa, mikroorganisme, atau kontaminan.[13]

Eritrosit pada sedimen urine normal dengan jumlah 0-5 sel/LPB dapat ditemukan. Jumlah lebih dari 5/LPB harus di selidiki secara menyeluruh dan penyebab hematuria harus dicari. Dalam pemeriksaan mikroskopik eritrosit terlihat mirip dengan yang di temukan pada darah perifer. Dalam urine hipertonik, eritrosit bisa crenated dan dalam urine hipotonik eritrosit bisa bengkak, menjadi bola, dan waktunya akan pecah, sehinnga jumlah eritrosit berkurang pada sedimen urine.

Leukosit sering di temukan pada sedimen urine normal, tetapi sedikit dan tidak melebihi 5/LPB. Walaupun semua jenis leukosit yang muncul dalam darah perifer juga di temukan dalam urine (yaitu limfosit, monosit, eosinofil), namun sel yang paling umum adalah PMN. PMN memiliki fungsi fagositosis motil secara aktif, dan

Page 26: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

20

bergerak secara amuboid dengan pseudopodia. PMN dalam urine dapat segera di ketahui inti multi segmennya dan sitoplasma granular.[13]

Sel epitel urine normal berisi tiga varietas utama sel epitel: tubular ginjal, transisi (urothelial), dan squamos. Sel- sel ini melapisi saluran kemih, tubulus dan nefron. Sel epitel renal tubular jarang ada dalam sedimen urine yang normal (0-1/LPB). Bila ada, biasanya dalam bentuk tunggal tetapi juga di temukan berpasangan. Sel transisi merupakan lapisan epitel pada sebagian besar saluran kemih dan sering tampak di sedimen (0-1/LPB). Bentuknya bertingkat-tingkat dan biasanya dengan lapisan sel tebal dengan tiga bentuk utama yaitu bulat, polyhedral, dan kecebong. Sel epitel squamos adalah yang termudah dari semua sel epitel, dan mudah di kenali dan sering di jumpai dalam urine karena bentuknya yang besar dan datar, Spesimen urine porsi tengah paling baik di gunakan.[13]

Silinder terbentuk dari kumpulan zat- zat atau sel-sel yang terbentuk padat memanjang dengan ujung bulat. Adanya silinder dalam urine mengindikasikan gejala kerusakan ginjal baik akut maupun kronis. Tidak ada tipe silinder tertentu bagi gangguan penyakit ginjal yang khusus, walaupun terdapat silinder eritrosit dan silinder leukosit.[14]

Kristal terbentuk berkaitan dengan konsentrasi berbagai garam di urine yang berhubungan dengan metabolisme makanan pasien dan asupan cairan serta dampak dari perubahan yang terjadi dalam urine setelah koleksi sampel (yaitu perubahan pH dan suhu yang mengubah kelarutan garam dalam urine dan menghasilkan pembentukan kristal). Kristal kalsium oksalat paling sering ditemukan pada urine asam dan netral. Bentuk yang umum adalah bentuk dihidrat, Kristal berwarna mirip bentuk amplop. Kristal jenis ini di temukan dalam urine normal, yaitu terutama setelah mengkonsumsi asam askorbat dalam dosis besar atau makanan yang kaya akan asam oksalat.[15]

Kristal asam urat ada di urine dalam konsentrasi yang tinggi dan umumnya menghasilkan berbagai macam struktur kristal, kristal asam urat ada dalam berbagai bentuk seperti batang, kubus, piring, dan seperti batu asahan. Kristal asam urat larut dalam larutan alkalis dan tidak larut dalam asam. Biasanya berwarna kuning pucat, kristal asam urat sering di kaitkan dengan batu ginjal, tetapi keberadaanya di urine orang normal adalah sanngat umum.[15]

Sistin jarang di jumpai (tidak umum), berwarna kuning jeruk dan berkilau. Sedangkan kristal sistin di urine tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air. Bersifat radioopak karena mengandung sulfur, kristal sistin berasal dari zat yang seharusnya tidak ada dalam urine,maka dapat mengindikasikan masalah metabolisme. Obat-obatan dan pewarna kontras sinar-x- juga dapat mengkristal di dalam urine.[16]

Urine seharusnya steril sehingga tidak akan ada mikroorganisme di urine yang mengindikasikan adanya infeksi. Bakteri dapat memasuki saluran kemih melalui uretra dan naik ke kandung kemih seperti dalam penggunaan air yang terkontaminasi. Bakteri yang terdapat dalam sedimen urine juga dapat merupakan kontaminan, terutama pada wanita, atau wadah sampel yang tidak steril.[13]

Untuk memaksimalkan pada pembacaan sedimen urine hendaknya alat yang digunakan harus dalam keadaan baik seperti kaca objek dan mikroskop. Kaca objek yang kotor tidak bisa di gunakan untuk pembacaan sedimen urine dikarenakan adanya kotoran atau jamur yang menyerupai sel darah. Mikroskop merupakan alat yang utama dalam penelitian sedimen urine ini. Mikroskop yang digunakan harus dengan lensa yang bersih bebas dari debu maupun jamur karena dapat mempengaruhi lapangan pandang pada saat pemeriksaan sedimen urine di bawah mikroskop.[15]

Page 27: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

21

Hasil penelitian menunjukkan sedimen urine pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan di Kelurahan Sodohoa Kecamatan Kendari Barat jumlah Leukosit normal 28 (93,3%) dan abnormal 2 (6,7%), jumlah Eritrosit normal 28 (93,3%) abnormal 2 (93,3%). Jumlah Epitel normal 17 (56,6%) abnormal 7 (23,3%), Silinder normal 29 (96,7) abnormal 1 (3,3), Jumlah kalsium oksalat normal 29 (96,7) abnormal 1 (3,3%), jumlah Asam urat normal 29 (96,7%) abnormal 1 (3,3%), jumlah sistin normal 30 (100%), jumlah bakteri normal 29 (96,7%) abnormal 1 (3,3%).

Pada penelitian ini didapatkan responden yang urinnya mengandung kalsium oksalat sebanyak 3,3 %. Air minum yang mengandung kalsium berhubungan dengan kondisi geografis.[17] Didaerah yang airnya mengandung kapur, insiden penderita batu saluran kencing relatif tinggi. Keterbatasan penelitian adalah tidak dilakukannya observasi mengenai responden yang menderita infeksi saluran kencing.

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang di lakukan oleh Obiet [18] yang meneliti perbedaan sedimen urine pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan RRI Lama dan Jalan Lasolo, dimana temukan adanya sedimen urin yang abnormal pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan. 4. Kesimpulan dan Saran

Hasil penelitian menunjukkan adanya gambaran sedimen organik pada urin masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan di Kecamatan Kendari Barat, Kota kendari, yang meliputi: leukosit, eritrosit, silinder, epitel, dan bakteri.

Daftar Pustaka

[1] U. Suriawiria, Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan Secara

Biologis. Bandung: Penerbit Alumni, 2008. [2] P. M. K. N. 492/menkes/PER/IV/2010 tentang P. kualitas air Minum, “No Title.” [3] K. . Buckle, E. R.A, Fleet, and W. M, Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press, 2009. [4] C. Sutrisno and Totok, Teknologi Penyediaan Air Bersih. 2004. [5] Sandra, Shristyana, and L. Sulistyorini, Hubungan Pengetahuan dan Kebiasaan

Konsumen air minum isi ulang dengan penyakit diare. Surabaya: Artikel Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga, 2007.

[6] K. Theo, Pengawasan Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Banyumas Terhadap Kualitas air minum Isi Ulang (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Jendral Sudirman, 2013.

[7] R. Siener, A. Jahnen, and A. Hesse, “Influence of a Mineral Water Rich in Calcium, Magnesium and Bicarbonater on urine Compostion and The Risk of calcium Oxalate crystallization,” Eur K.Clin.Nutr, vol. 58, pp. 270–276, 2004.

[8] H. Effendi, Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius, 2010.

[9] Y. Warman, “Pengawasan Kualitas Air minum Isi Ulang oleh Dinkes Kota Pekanbaru Tahun 2008,” www.wordpress.com, 2008.

[10] R. Yunus and T. Yuniarti, “Gambaran Hasil Pemeriksaan Kristal Urin Orang Yang meminum Air Minum Kemasan isi Ulang (air Galon) dan orang meminum air minum dari sumur gali,” Meditoty J., vol. 4, no. 1, pp. 1–6, 2016.

[11] S. Arikunto, Metode Penelitian: Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

[12] H. Hardjooeno and Fitriani, Substansi dan Cairan Tubuh. Makassar: Lembaga Penerbit Unhas, 2007.

[13] R. Gandasoebrata, Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat, 2006.

Page 28: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

22

[14] E. . Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik Edisi Kedua. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2008.

[15] R. Gandasoebrata, Kalsium dalam Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat, 2004.

[16] A. . Sutedjo, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books, 2007.

[17] A. Ahmadi, “Gambaran sedimen urin pada masyarakat yang minum dari air sumur setempat di desa Jetis RT 02/III Blora,” Universitas Muhammadiah Semarang, 2010.

[18] Obiet, “Perbedaan sedimen urine pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunangan RRI lama dan Jalan Lasolo, Kota Kendari,” Bina Husada, 2014.

Page 29: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM (www.teknolabjournal.com) Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 23 ~ 27 ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN: 2580-0191 (online)

Received : 13-03-2017; Revised : 29-03-2017 ; Accepted : 25-04-2017

Uji Antibakteri Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (garcinia mangostana l.) Terhadap Staphyllococcus

aureus dan Escherechia coli

Sujono1*

, Anik Nuryati2

1,2 Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Jln. Ngadinegaran MJ III/62 Yogyakarta Corresponding author email: [email protected]

ABSTRACT

Alfa mangostin, gamma-mangostin and xanthone group compounds are secondary metabolites contained in mangosteen (G. mangostana L.) which can be isolated from the fruit, bark, leaves and rind of mangosteen. All three compounds were shown to inhibit stronger against Mycobacterium tuberculosis. Alfa mangostin also active against Staphylococcus aureus and Enterococcus bacteria that are resistant to vancomisin and methicillin. Objective of this study to determine the antibacterial activity of methanol extract of mangosteen rind against Staphyllococcus aureus and Escherechia coli in vitro.

Antibacterial activity test used is the diffusion wells and paper disc diffusion method. The test results obtained antibacterial activity of methanol extract of mangosteen rind can inhibit the growth of Staphyllococcus aureus at a concentration of 16%, but below its resistance zone diameter Cyprofloxacin. As against Escherichia coli, the methanol extract of mangosteen rind could not inhibit the growth of bacteria. Keywords: Antibacterial; Escherichia coli; Mangosteen; Staphylococcus aureus

© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium

1. PENDAHULUAN Sejak jaman dahulu masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menggunakan tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi. Hal ini telah dilakukan jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern menyentuh masyarakat. Pengetahuan tentang tumbuhan obat merupakan warisan budaya bangsa secara turun temurun.[1]

Kulit buah manggis mengandung senyawa xanton terprenilasi, alfa mangostin, gamma-mangostin dan garsinon B. Senyawa xanton terprenilasi yang diisolasi dari kulit buah manggis, telah dibuktikan sebagai anti mikroorganisme yaitu sebagai antituberkulosa. Alfa mangostin, gamma-mangostin dan garsinon B juga menunjukkan mampu menghambat terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis.[2]

Kandungan alfa mangostin juga aktif terhadap bakteri Enterococci dan Staphylococcus aureus yang masing–masing resisten terhadap vancomisin dan metisilin. Ini diperkuat dengan aktivitas sinergisme dengan beberapa antibiotika

Page 30: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

24

Uji Antibakteri Ekstrak Metanol … (Sujono)

(gentamisin dan vancomisin) terhadap kedua bakteri tersebut. Alfa mangostin juga mempunyai efek antiplasmodial level menengah, sedangkan xanton terprenilasi yang mempunyai gugus alkilamino menghambat sangat poten.[3]

Banyaknya produk obat dari kulit buah manggis yang beredar di pasaran menyebabkan konsumen semakin sulit untuk memilih produk mana yang akan dibeli. Berbagai macam kandungan zat berkhasiat dalam kulit menunjukkan perbedaan pula dalam antivitasnya sebagai antioksidan, anti inflamasi, antibakteria dan anti kanker.

Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas. Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien. Tidak ada peranan antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.[4]

EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli) telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat menjadi penyebab utama diare infeksius. Awal penyakit ditandai dengan gejala diare sedang hingga berat (10-12 kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi EHEC.[4]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri kulit buah manggis terhadap Staphyllococcus aureus dan Escherechia coli. Penelitian menggunakan ekstrak kulit manggis menggunakan metanol sebagai pelarut, merupakan senyawa alkohol yang paling sederhana, mudah menguap, mudah terbakar dan bersifat polar. 2. METODE PENELITIAN

Sampel berupa simplisia serbuk kulit buah manggis yang diperoleh dengan mengumpulkan serbuk kulit buah manggis dalam kemasan bermerk yang dijual di apotik. Ekstrasi menggunakan metode meserasi, karena bahan yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam larutan pengekstrak sampai meresap dan

melunakkan susunan sel, sehingga zat – zat yang mudah larut akan terlarut [5]. Simplisia serbuk kulit buah manggis ditambah pelarut Metanol 70%. Larutan

diaduk selama 30 menit, didiamkan 24 jam, kemudian disaring dan diulang sebanyak 2 kali. Filtrat diuapkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 70 ºC sehingga menjadi ekstrak kental kulit buah manggis, kemudian ekstrak kental dituang dalam cawan porselin dan dipanaskan dengan waterbath suhu 70 ºC sambil terus diaduk sampai diperoleh ekstrak yang lebih kering dan beratnya tetap. Selanjutnya ekstrak metanol kulit buah manggis dibuat konsentrasi 0,5% b/v, 1% b/v, 2% b/v, 4% b/v, 8% b/v, 16% b/v, 32% b/v dan 64% b/v dengan pelarut Poly Ethylen Glikol (PEG) 5%.

Bakteri penguji yang digunakan adalah Staphyllococcus aureus dan Escherechia coli yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Yogyakarta. Uji antibakteri secara invitro dilakukan di BLK Yogyakarta dengan dua metode, yaitu metode difusi sumuran dan metode difusi kertas cakram. 2.1. Metode Difusi Sumuran [6] Inokulum bakteri diinkubasi pada Mueller Hinton broth pada suhu 37°C selama 18 jam setelah itu diencerkan dengan 0.85% larutan NaCl steril sehingga mencapai kekeruhan setara dengan standar McFarland no. 0.5 (106-8 CFU/ml). Setiap inokulum bakteri disebarkan perlahan-lahan pada cawan petri yang berisi media Mueller Hinton agar

Page 31: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

25

Uji Antibakteri Ekstrak Metanol … (Sujono)

padat dan dibuat sumuran dengan diameter 5 mm. Sebanyak 500 mikroliter ekstrak metanol kulit buah manggis dari masing-masing konsentrasi diisikan pada tiap sumuran, dengan ulangan sebanyak empat kali. Media tersebut diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam, selanjutnya diukur zona penghambatan pertumbuhan bakteri disekitar sumuran. Pembanding yang digunakan adalah pelarut PEG 5% dan disk Cyprofloxacin 10µg. 2.2. Metode Difusi Kertas Cakram [6]. Inokulum bakteri diinkubasi pada Mueller Hinton broth pada suhu 37°C selama 18 jam setelah itu diencerkan dengan 0.85% larutan NaCl steril sehingga mencapai kekeruhan setara dengan standar McFarland no. 0.5 (106-8 CFU/ml). Setiap inokulum bakteri disebarkan perlahan-lahan pada cawan petri yang berisi media Mueller Hinton agar padat. Sebanyak 15 mikroliter ekstrak metanol kulit buah manggis dari masing-masing konsentrasi tersebut diatas diteteskan pada kertas cakram steril. Kertas cakram steril yang telah ditetesi dengan ekstrak etanol kulit buah manggis diletakkan pada permukaan media Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah diinokulasi dengan isolat bakteri, menggunakan pinset steril. Masing-masing konsentrasi dilakukan empat kali pengulangan, media tersebut diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam, kemudian diukur zona penghambatan pertumbuhan bakteri disekitar sumuran. Pembanding yang dgunakan adalah pelarut PEG 5% dan disk Cyprofloxacin 10µg. 2.3. Analisis Data Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik zona hambatan untuk menentukan kadar hambatan minimal. Data diameter zona hambatan terhadap pertumbuhan Staphyllococcus aureus atau Escherechia coli, apabila berdistribusi normal diuji dengan Independent Sample t Test atau Anova One Way dan apabila berdistribusi tidak normal diuji dengan Mann Whitney U atau Kruskal Wallis Test. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran diameter zona hambatan ekstrak metanol kulit buah manggis terhadap Staphyllococcus aureus dan Escherechia coli didapatkan data seperti pada grafik sebagai berikut:

Gambar 1. Grafik Rerata diameter zona hambatan pertumbuhan Staphyllococcus aureus dan Escherechia coli dengan ekstraks metanol kulit buah manggis.

Konsentrasi minimal ekstrak metanol kulit buah manggis yang dapat

menghambat pertumbuhan Staphyllococcus aureus pada metode difusi sumuran adalah 32% dengan rerata zona hambatan 9 mm, sedangkan pada metode difusi

Page 32: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

26

Uji Antibakteri Ekstrak Metanol … (Sujono)

kertas cakram adalah 16% dengan rerata zona hambatan 6,7 mm. Ekstrak metanol kulit buah manggis tidak menunjukkan hambatan pertumbuhan Escherechia coli sampai dengan konsentrasi 64%.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstraks metanol kulit buah manggis mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphyllococcus aureus, tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherechia coli. Dibanding obat standar Cyprofloxacin dengan diameter zona hambatan 23 mm, kemampuan ekstraks metanol kulit buah manggis kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan Staphyllococcus aureus.

Semakin bertambah konsentrasi metanol kulit buah manggis semakin bertambah diameter zona hambatan (z = -2,494 dan p = 0,013), dan pada metode difusi kertas cakram (ᵡ2 = 9,415 dan p = 0,009).

Ekstraks metanol kulit buah manggis mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphyllococcus aureus, tetapi tidak dapat menghambat pertumbuhan Escherechia coli. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian menggunakan ektrasks etanol.[7] Dinding sel bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri gram positif lainnya, mempunyai peptidoglikan dan asam teikhoat yang sederhana. Sedangkan pada Escherichia coli memiliki lapisan peptidoglikan, lipoprotein, dan polisakarida yang komples. Pembungkus luar atau selaput dari Escherichia coli memiliki fungsi menolak molekul hidrofobik sekaligus hidrofilik dengan baik, dan jika dari molekul zat yang besar tidak akan dapat masuk ke dalam bakteri ini, sedangkan zat yang memiliki molekul kecil dapat masuk kedalam bakteri Escherichia coli. Perbedaan antara zona radikal menyebabkan Escherichia coli lebih resisten.[6]

Xanton merupakan senyawa kimia dengan manfaat antibakteri yang cukup kuat dan memiliki kemampuan memperlambat replikasi sel pada bakteri serta sebagai antioksidan yang tinggi di kulit buah manggis.[8] Saponin berfungsi sebagai antibakteri dengan jalan menghambat stabilitas dari membran sel tubuh bakteri sehingga menyebabkan sel bakteri hancur. Mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang berfungsi meningkatkan tegangan permukaan pada dinding sel bakteri. Dinding sel akan mengalami peregangan yang sangat kuat dan kemudian mengakibatkan kerusakan membran sel yang pada akhirnya menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting untuk pertahanan hidup bakteri yaitu protein, asam nukleat, dan nukleotida.[9]

Flavonoid merupakan sebuah senyawa polar yang mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol dan aseton. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol yang mempunyai sifat sangat aktif memperlambat pertumbuhan dari virus, bakteri, dan jamur. Senyawa kimia flavonoid pada umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah dimanfaatkan sebagai salah satu komponen bahan baku dalam pembuatan obat-obatan.[10]

Konsentrasi ekstraks metanol kulit buah manggis yang mampu menghambat pertumbuhan Staphyllococcus aureus adalah 16% dan kurang sensitif dibanding obat standar Cyprofloxacin. Hal ini membuktikan bahwa ekstraks metanol kulit buah manggis tidak dapat digunakan sebagai antibakteri atau untuk pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Dengan bukti ini diharapkan masyarakat tidak menggunakan ekstraks kulit buah manggis sebagai obat alternatif untuk penyakit infeksi yang disebabkan bakteri.

Pemilihan uji antibakteri untuk membuktikan konsentrasi daya hambat obat herbal perlu memperhatikan kepekaan metode yang dipakai. Pada penelitian ini terbukti bahwa metode difusi kertas cakram lebih peka dibanding metode difusi sumuran. Sehingga metode yang dipilih untuk uji antibakteri sebaiknya menggunakan metode difusi kertas cakram.

Page 33: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

27

Uji Antibakteri Ekstrak Metanol … (Sujono)

4. KESIMPULAN DAN SARAN Ekstraks metanol kulit buah manggis mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphyllococcus aureus, tetapi tidak terhadap Escherechia coli, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan sebagai antibakteri. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Poltekkes Kemenkes Yogyakarta atas dukungan dana BOPTN pada DIPA Tahun 2016. DAFTAR PUSTAKA [1]. Muhlisah, F., 2002, “Tanaman Obat Keluarga”, Jakarta, Penebar Swadaya. [2]. Suksamrarn, S., Komutiban, O., Ratananukul, P., Chimnoi, N., Lartpornmatulee, N.

& Suksamrarn, A. 2006, “Cytotoxic prenylated xanthones from the young fruit of Garcinia mangostana”. Chemical & Pharmaceutical Bulletin. 54: 301-305

[3]. Mahabusarakam W., Kuaha K., Wilairat P., & Taylor W.C.., 2006, “Prenylated anthones as potential antiplasmodial substances”, Planta Med., 72(10):912-916.

[4]. Procop, G.W., & Cockerill, F.. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 584 - 66.

[5]. Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press

[6]. Brooks, G.F., Janet, S.B., Sthephen A.M. Jawetz, Melnick and Adelbergs, 2007. “Mikrobiologi Kedokteran.” Edisi 23, Alih Bahasa Oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Penerbit Buku Kedikteran EGC. Jakarta.

[7]. Romas, A., Rosyidah, D.U., & Aziz, M.A., 2015. “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana l) Terhadap Bakteri Escherechia coli ATCC 11229 dan Staphyllococcus aureus ATCC 6538 Secara In Vitro”. University Research Colloquium 2015. 127-131

[8]. Joffrion, D.E. 2007. Mangosteen the Xfactor. Cross Oaks Chiropractic Health and Pain Relief Center. USA.

[9]. Noorhamdani, A.S., Endang, A., irwanto, A.R. 2013. “Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana l) Sebagai Antibakteri Terhadap Acinetobacter baumannii Secara In Vitro”. Jurnal Kedokteran Brawijaya. pp. 29(11): 1-13.

[10]. Naim, R.2005. Senyawa Antimikroba dari Tanaman. Bogor : IPB.

Page 34: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM (www.teknolabjournal.com) Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 28 ~ 33 ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN: 2580-0191 (online) Received : 23-03-2017; Revised : 25-04-2017 ; Accepted : 23-05-2017

Kajian Aktivitas Antikanker

Ekstrak Daun Gude (cajanus cajan) Terhadap Sel Kanker Kolon Secara in Vitro

Muji Rahayu *1, Roosmarinto2

1,2 Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Jln. Ngadinegaran MJ III/62 Yogyakarta *Corresponding author email: [email protected]

ABSTRACT

Colorectal cancer is one of the five type of highest insiden in Indonesia. One of

development cancer therapeutics directed to combination of chemotherapeutic agent and chemopreventive compounds. One approach to finding a chemopreventive compounds is through the exploration of natural ingredient especialy herbs. Flavonoids is group of compounds from plants that have been widely studied as anti-cancer activity. Leave of pigeonpea (Cajanus cajan) is, kind of Legumes plants rich in flavonoids among others cajanol, quercetin, luteolin, apigenin formonentin, vitexin, orientin, biochanin A, pinostrobin, dan isorhamnetin. This study aims to determine the content of chemical compounds in the methanol extract of leave pigeon pea that has anticancer activity using WiDr colorectal cancer cells with MTT (3-(4, 5-dimethylthiazolyl-2)-2, 5-diphenyltetrazolium bromide) method, followed by flowcytometry test. The result of the cytotoxicity test of methanol extract of pigeonpea leaves have IC50 of 307 ug/ml and with flowcytometry method showed necrosis WiDr cell.

Keywords: anticancer; pigeonpea leaves; WiDr cells; MTT

© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium

Abstrak

Kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima jenis kanker yang terbanyak di

Indonesia. Salah satu pengembangan terapi kanker diarahkan pada terapi kombinasi antara suatu agen kemoterapi dengan senyawa kemopreventif. Salah satu pendekatan untuk

menemukan senyawa kemopreventif adalah melalui eksplorasi bahan alam terutama tumbuh‐tumbuhan. Flavonoid merupakan sekelompok senyawa dari tanaman yang telah banyak diteliti aktivitasnya sebagai antikanker. Daun gude adalah salah satu tanaman Legume yang kaya akan flavonoid antara lain, cajanol, quercetin, luteolin, apigenin formonentin, vitexin, orientin, biochanin A, pinostrobin, dan isorhamnetin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya aktivitas antikanker ekstrak metanol daun gude. Ekstrak methanol diperoleh dengan etode maserasi. Penelitian ini menggunakan sel kanker kolorektal WiDr, dengan metode MTT dilanjutkan dengan uji flowcytometry.

Hasil uji sitotoksisitas didapatkan IC50 ekstrak methanol daun gude sebesar 307 µg/mL. Hasil flowcytometry menunjukkan kematian sel WiDr terjadi secara nekrosis.

Kata kunci: antikanker; daun gude (Cajanus cajan); sel WiDr; MTT

Page 35: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

29

Kajian Aktivitas Antikanker … (Muji Rahayu)

1. PENDAHULUAN Flavonoid merupakan sekelompok senyawa dari tanaman yang telah banyak

diteliti aktivitasnya sebagai antikanker. Screening pengaruh flavonoid terhadap proliferasi sel dan potensi sitotoksisitas telah dilakukan pada lebih dari 30 senyawa terhadap sel kanker kolon jenis Caco-2 dan HT-29. Hampir semua senyawa menunjukkan aktivitas antiproliferatif tanpa efek sitotoksisitas. Hubungan antara struktur kimia dengan aktivitas antiproliferatif (SAR= structure–activity relationship) juga telah dibuktikan berdasar subkelas flavonoid yaitu isoflavon, flavon, flavonol, dan flavonon.[1] Hampir 1,4 juta kasus baru didiagnosis pada tahun 2012, tingkat kematian 50%, dengan sebaran 54% di negara maju, tertinggi di Eropa dan terendah di Asia dan Afrika.[2] Kacang polong-polongan (Legume) merupakan tanaman yang kaya kandungan senyawa flavonoid. Kacang gude adalah satu jenis kacang-kacangan yang mengandung berbagai senyawa polifenol, antara lain antosianin, dan flavonoid. [3] Flavonoid pada tanaman gude meliputi sub kelas flavon, isoflavon, isoflavanon, flavanon, flavonol, antocyanidin, dan chalcon.[4] Kandungan senyawa flavonoid pada daun gude lebih tinggi daripada bijinya.[5]

2. METODE PENELITIAN

2.1. Bahan Daun gude diperoleh dari desa Girimulyo, Gunungkidul

Phosphat buffer aline (PBS), Tripsin-EDTA, Media kultur (MK) (RPMI), dimethylsufoxide (DMSO), MTT (3-(4, 5-dimethylthiazolyl-2)-2, 5-diphenyltetrazolium bromide) 5mg/mL Phosphat Buffer Saline (PBS) (50 mg MTT dan 10 mL PBS), SDS 10% dalam 0,01 N HCl, Tripsin-EDTA 0,25%, RNase, reagen kit Anexin V (Bio Legend), kultur sel WiDr diperoleh dari koleksi laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta.

2.2. Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Gude Daun Cajanus cajan yang dikeringkan di udara (100 g) dihaluskan, dicampur

dengan 70% metanol (metanol dan air dengan perbandingan 70 : 30) sebanyak 500 mL dan dimasukkan dalam shaker semalam (12 jam, 37 °C, 160 rpm). Campuran disentrifugasi pada 2850 g selama 20 menit. Supernatan dikumpulkan dan endapan dicampur dengan 500 mL 70% methanol dan diekstraksi ulang. Supernatan dikumpulkan dari kedua fase dicampur dan disaring. Filtrat dipekatkan dalam rotary evaporator di bawah tekanan rendah. Ekstrak pekat diliofilisasi dan disimpan pada suhu -20 °C sampai digunakan lebih lanjut. Penetapan Kadar Flavonoid Total dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta dengan metode spektrofotometri.

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai September 2016. Rancangan penelitian ini post test with control group design. Pengujian Sitotoksisitas dengan metode MTT, dilakukan di laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Flowcytometry dilakukan di laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta dengan pereaksi Annexin V.

Uji aktivitas antikanker secara uji sitotoksik dengan metode MTT menggunakan sel kanker WiDr dengan variasi konsentrasi ekstrak methanol daun gude: 500, 400, 300, 200 dan 100 µg/ml. Sebagai pembanding digunakan 5 Fluorouracil (5-FU), dengan variasi konsentrasi yang sama.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar flavonoid total ekstrak metanol daun gude (Cajanus cajan) ditetapkan dengan metode spektrofotometri, dihitung sebagai eqivalen quercetin dalam penelitian ini ditemukan sebesar 1,84% (1840 mg/100 gram), angka ini jauh lebih besar bila dibandingkan penelitian yang telah dilakukan oleh Aja dkk (2015) yaitu sebesar 423,75mg/100 gram.[5] Dari hasil pengujian sitotoksisitas diperoleh IC50 masing-masing 307 µg/ml dan 708 µg/ml.

Page 36: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

30

Kajian Aktivitas Antikanker … (Muji Rahayu)

Tabel 1. Persentase Sel WiDr Hidup setelah Perlakuan dengan Ekstrak Metanol Daun Gude

Konsentrasi % sel hidup

Ekstrak Metanol Daun Gude

5-Fluoro uracil

500 ug/ml 400 ug/ml 300 ug/ml 200 ug/ml 100 ug/ml

6,7 32,7 78,6 96,5 97,5

63,4 81,7 82,8 84,1 93,0

Sumber: Data Primer

Dari data tersebut kemudian dihitung IC50 dengan cara interpolasi regresi linier, didapatkan hasil sebagai berikut:

Sumber: Data Primer

Gambar 1. Hubungan Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Gude dengan % Sel WiDr Hidup

Dari grafik tersebut didapatkan nilai IC50 ekstrak metanol daun gude terhadap sel kanker kolon type WiDr sebesar 307 µg/ml

y = -0.2454x + 136.03 R² = 0.9067

0

20

40

60

80

100

120

0 100 200 300 400 500 600

% S

el H

idu

p

Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Gude ug/mL

Grafik Korelasi Dosis vs % Sel Hidup

Series1 Linear (Series1)

y = -0.1839x + 98.562 R² = 0.9725

0.010.020.030.040.050.060.070.080.090.0

100.0

0 100 200 300 400 500

% S

el h

idu

p

Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Gude (ug/ml)

Grafik Hubungan Konsentrasi Ekstrak Metanol dengan % sel WiDR hidup

Series1 Linear (Series1)

Page 37: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

31

Kajian Aktivitas Antikanker … (Muji Rahayu)

Gambaran mikroskopis sel WiDr ditunjukkan dalam gambar berikut:

Control sel

EG500

EG300

EG100

Control sel

5-FU500

5-FU300

5-FU100

Sumber: Data Primer Gambar 2. Gambaran Mikroskopis Sel WiDr setelah Perlakuan dengan Ekstrak Metanol

Daun Gude

Keterangan:

EG500; EG300; EG100 = Sel dengan perlakuan ekstrak metanol daun gude 500 g/ml,

300 g/ml dan 100 g/ml ; 5FU500; 5FU300; 5FU100 = Sel dengan perlakuan 5

Fluorouracil 500 g/ml, 300 g/ml dan 100 g/ml

Flavonoid yang terkandung dalam daun gude antara lain sub golongan flavon

terdiri dari apigenin, vitenxin, isovitexin, luteolin dan orientin. Flavonoid sub golongan isoflavon terdiri dari biochanin A dan formononentin. Sub golongan flavanol terdiri dari quercetin dan isorhamnetin. Sub golongan flavanon terdiri dari naringenin dan pinostrobin. Sub golongan isoflavanon adalah cajanol sedangkan sub golongan chalcon adalah pinostrobin–chalcon.[4]

Mekanisme flavonoid menghambat atau mematikan sel kanker dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu: 1) sebagai antioksidan dengan cara menginaktivasi radikal oksigen, 2) berikatan dengan senyawa elektrofilik, 3) menginduksi enzim protektif aktivitas konjugasi, 4) meningkatkan kecepatan apoptosis, 5) menghambat proliferasi sel, 6) menghambat peroksidasi lipid, 7) menghambat angiogenesis, 8) donasi hydrogen, dan 9) menghambat oksidasi DNA.[6]

Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain oleh Wenzel et al. (2005) telah menemukan bahwa flavon meningkatkan up take piruvat atau laktat oleh mitokondria akibatnya meningkatkan produksi radikal superoksida dan memicu apoptosis sel kanker kolon HT-29. Flavonoid sub golongan flavon lain yang terkandung dalam daun gude seperti luteolin dan apigenin teridentifikasi menghambat efek enzim sitokrom CYP1A akibatnya menginduksi apoptosis.[7] Sedangkan dari sub golongan flavonol yaitu quercetin, selain teridentifikasi menghambat efek enzim sitokrom CYP1A juga meningkatkan kadar p53 yang akibatnya terjadi induksi apoptosis. Selain itu quercetin juga menginduksi conjugating enzyme fase II sehingga mencegah deplesi glutathione tereduksi (GSH) yang diduga kuat sebagai mekanisme potensial mencegah perkembangan tumor [7]. Aktivasi apoptosis merupakan karakteristik quercetin.[8] Lim et al. (2007) juga melaporkan bahwa luteolin menyebabkan siklus sel terhenti pada fase G2/M melalui penurunan ekspresi cyclin B1 dan pembelahan sel dan apoptosis pada sel kanker kolon HT-29.[9]

Pengujian dilanjutkan dengan uji flowcytometry untuk mengetahui kematian sel kanker WiDr yang diberi perlakuan ekstrak methanol daun gude melalui proses

Page 38: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

32

Kajian Aktivitas Antikanker … (Muji Rahayu)

apoptosis atau nekrosis. Uji flowcytometry dengan konsentrasi 1/2 x IC50 diperoleh hasil sebagai berikut:

Gambar 3. Hasil Uji Flocytometry 1/2 x IC50 Ekstrak Metanol Daun Gude

Uji flowcytometry dapat membedakan sel yang apoptosis atau nekrosis,

didasarkan pada kemampuan Annexin V suatu anggota annexin intraseluler yang berikatan dengan phosphatydilserin yang tergantung ion Ca2+. Pada kondisi normal fosfatidilserin hanya terdapat pada lapisan intraseluler pada membran plasma sel sehat. Jika terjadi awal apoptosis membrane asimetri hilang dan fosfatidilserin mengalami translokasi ke lapisan eksternal membrane sel. Annexin V yang dilabel fluorochrom digunakan mendeteksi target ini. Annexin V tidak bisa membedakan antara sel yang apoptosis dan nekrosis, untuk membantu membedakannya digunakan Propidium Iodide (PI). Fase awal apoptosis sel tidak bereaksi dengan PI, sedangkan pada apoptosis fase akhir sel akan terwarnai oleh PI, karena pewarna ini akan menembus nucleus dan berikatan dengan DNA. Propidium iodide adalah pewarna fluoresen yang berikatan dengan DNA, jika tereksitasi pada panjang gelombang 488 nm sinar laser, akan dapat terdeteksi yang digunakan untuk mengevaluasi sel yang masih hidup atau sel yang masih mengandung DNA dalam siklus sel yang dianalisis secara flowcytometry.

Hasil uji flowcytometry sel WiDr dengan perlakuan ekstrak methanol daun gude dosis ½ IC50 menunjukkan 49,98-54,33% sel berada pada R4 hal ini menunjukkan sel sudah mengalami apoptosis akhir atau sudah nekrosis. Hanya 6% terdeteksi sel tahap awal apoptosis, 6% sudah masuk fase apoptosis. Sedangkan dengan dosis ekstrak methanol daun gude 1x IC50 menunjukkan 74% sel sudah mengalami nekrosis, 13,7% mengalami apoptosis, dan 4,3% memasuki awal apoptosis dan tinggal 7,6% sel yang hidup. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak methanol daun gude menyebabkan nekrosis sel kenker kolon type WiDr. Nekrosis tersebut dapat diakibatkan juga oleh masa inkubasi yang lama (24 jam) sehingga fase apoptosis sudah terlewati. Hasil

File: 1/2 IC 50 APOP.003

Gate: No Gate

Total Ev ents: 20000

Quad % Gated % Total

UL 49.89 49.89

UR 5.81 5.81

LL 38.30 38.30

LR 6.01 6.01

File: 1/2 IC 50 APOP.003

Gate: No Gate

Total Ev ents: 20000

Region % Gated % Total

R1 34.64 34.64

R2 6.00 6.00

R3 5.97 5.97

R4 54.33 54.33

R2

R4

R1

Page 39: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

33

Kajian Aktivitas Antikanker … (Muji Rahayu)

penelitian ini menggambarkan bahwa efek flavonoid yang terkandung dalam ekstrak methanol daun gude adalah melalui mekanisme mempercepat apoptosis.

4. KESIMPULAN Dan SARAN

Ekstrak methanol daun gude mempunyai aktivitas antikanker terhadap sel kanker kolon type WiDr dengan pengujian secara in vitro, didapatkan IC50 sebesar 307 ug/ml dengan mekanisme nekrosis. Mengingat kandungan fenol total yang tinggi pada daun gude, maka penelitian dapat dilanjutkan menggunakan ekstrak dengan sub fraksi pelarut untuk menelusuri zat aktif yang mempunyai efek antikanker khususnya kanker kolorectal. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kami ucapkan kepada Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, selaku penyandang dana, Kepala Laboratorium FKU UGM Yogyakarta beserta teknisi. DAFTAR PUSTAKA [1] C. Kanadaswami, L. T. Lee, P. P. H. Lee, J. J. Hwang, F. C. Ke, Y. T. Huang,

and M. T. Lee, “The antitumor activities of flavonoids,” In Vivo (Brooklyn)., vol. 19, no. 5, pp. 895–910, 2005.

[2] J. Ferlay, I. Soerjomataram, R. Dikshit, S. Eser, C. Mathers, M. Rebelo, D. M. Parkin, D. Forman, and F. Bray, “Cancer incidence and mortality worldwide : Sources , methods and major patterns in GLOBOCAN 2012,” Int. J. Cancer, vol. 386, no. 136, pp. E358–E386, 2015.

[3] N. Loganayaki, P. Siddhuraju, and S. Manian, “A comparative study on in vitro antioxidant activity of the legumes Acacia auriculiformis and Acacia ferruginea with a conventional legume Cajanus cajan Estudio comparativo de la actividad antioxidante in vitro de las legumbres Acacia auriculiformis y Aca,” CyTA J. Food, vol. 9 No. 1, no. December 2014, pp. 37–41, 2011.

[4] A. Nix, C. A. Paull, and M. Colgrave, “The flavonoid profile of pigeonpea, Cajanus cajan: a review,” Springerplus, vol. 4, no. 1, p. 125, 2015.

[5] Aja, P.M., Alum, E.U., Ezeani, N. and N. Nwali, B.U., Edwin, “Comparative Phytochemical Composition of Cajanus cajan Leaf and Seed,” Intl. J. Microbiol. Res., vol. 6, no. 1, pp. 42–46, 2015.

[6] J. Y. Chahar MK, Sharma N, Dobhal MP, “Flavonoids: A versatile source of anticancer drugs.,” Pharmacogn. Rev., vol. 5, no. 9, pp. 1–12, 2011.

[7] S. Ramos, “Review Cancer chemoprevention and chemotherapy : Dietary polyphenols and signalling pathways,” Mol Nutr Food Res, vol. 52, pp. 507–526, 2008.

[8] D. I. Hertzog and O. S. Tica, “Review Molecular mechanisms underlying the anti- cancerous action of flavonoids,” Curr. Heal. Sci. J., vol. 38, no. 4, pp. 145–149, 2012.

[9] S. Lim, J. Xu, J. Kim, T. Chen, X. Su, J. Standard, and W. Wang, “Role of Anthocyanin-enriched Purple-fleshed Sweet Pottao P40 in Colorectal Cancer Prevention,” Mol Nutr Food Res, vol. 57, no. 11, pp. 1908–1917, 2013.

[10] International Agency for Research in Cancer, 2012. GLOBOCAN: Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012, WHO.

Page 40: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM (www.teknolabjournal.com) Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 34 ~ 40 ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN: 2580-0191 (online)

Received : 19-02-2017; Revised : 21-03-2017 ; Accepted : 07-07-2017

Potensi Enzim Bromelin Sari Buah Nanas (ananas

comosus l.) Dalam Meningkatkan Kadar Protein Pada Tahu

Indah Purwaningsih*

Poltekkes Kemenkes Pontianak Jurusan Analis Kesehatan Jl. Dr. Soedarso, Kampus Analis Kesehatan, Telp. (0561) 737639

*corresponding author, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tahu merupakan salah satu produk olahan kedelai yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kadar protein pada tahu dapat ditingkatkan dengan cara enzimatis. Salah satu jenis enzim protease yang sering digunakan dalam industri makanan adalah enzim bromelin. Enzim bromelin banyak terdapat dalam buah nenas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas terhadap kadar protein tahu dengan mengkaji konsentrasi enzim dan lama inkubasi yang tepat untuk mendapatkan tahu dengan kadar protein terbaik.

Penelitian ini berbentuk penelitian eksperimental semu (Quation experiment). Metode penelitian yang digunakan adalah metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor 1 adalah tingkat konsentrasi enzim (35%, 40%, 45% dan 50%) dan faktor 2 adalah lama inkubasi (6 jam dan 12 jam). Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan uji regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan kadar protein tahu terbaik diperoleh dari pembuatan tahu dengan perlakuan penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas konsentrasi 50% dengan lama inkubasi selama 12 jam, yaitu sebesar 16,6195%. Hasil uji statistik diperoleh p<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh konsentrasi enzim dan lama inkubasi enzim terhadap kadar protein tahu. Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa enzim bromelin dari sari buah nenas dapat digunakan untuk meningkatkan kadar protein pada tahu. Kata kunci : enzim bromelin, buah nenas, kadar protein, makanan tahu

© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium

ABSTRACT

Tofu is one of processed soybeans that have a high nutritional value and low price. Levels of protein in tofu can be enhanced by enzymatically. One of the protease enzyme which is commonly used in the food industry is bromelain enzyme. The bromelain enzyme in pineapple is widely available. The purpose of this study was to determine the effect of the bromelain enzyme from pineapple juice to protein content by examining the enzyme concentration and incubation time to get the best protein content.

This research was quation experiment. The experimental design for this research was randomized block design with 2 factors. Factor I consist of 4 levels (enzyme concentration 35%, 40%, 45% and 50%) and factor II consist of 2 levels (incubation period with enzyme of 6 and 12 hours). The data obtained were then analyzed statistically by multiple linear regression test.

The results showed that the best protein content was obtained from the preparation of tofu with the addition of bromelin enzyme from pineapple juice with concentration of 50% and

Page 41: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

35

Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)

with the incubation time for 12 hours, that is 16,6195%. Statistical test results obtained value of p <0.05, so it can be concluded that there were a relationship/correlation between the enzyme concentration and incubation time to the protein content.

Based on the results of research can be suggested that bromelin enzyme from pineapple juice can be used to increase protein content in tofu. Keywords : bromelain enzyme, pineapple, protein content, tofu

1. PENDAHULUAN Tahu merupakan salah satu produk olahan kedelai yang memiliki nilai gizi yang

tinggi dan harga yang relatif murah. Tahu mengandung beberapa nilai gizi, seperti protein, lemak, karbohidrat, kalori, mineral, fosfor, dan vitamin B-kompleks. Berdasarkan data yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional, tingkat konsumsi tahu di Indonesia pada tahun 2012 yaitu 6,9871 kg/kapita/tahun dan terjadi peningkatan konsumsi tahu pada tahun 2013 yaitu sebesar 7,0393 kg/kapita/tahun. [1,2]

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3142-1998, syarat mutu tahu yang baik yaitu memiliki kadar protein minimal 9,0% (b/b), namun berdasarkan data Rahmawati (2013) diketahui bahwa kandungan protein pada tahu hanya 7,8% (b/b), lebih rendah dari yang disyaratkan oleh SNI. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kadar protein pada tahu, salah satunya yaitu dengan cara menambahkan enzim protease pada proses pembuatan tahu. Salah satu jenis enzim protease yang sering digunakan dalam industri makanan adalah enzim bromelin yang banyak terkandung dalam buah nenas.[2,3]

Enzim bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease yang mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino sehingga mudah di cerna tubuh. Enzim bromelin terdapat dalam semua jaringan tanaman nenas. Sekitar setengah dari protein dalam nenasmengandung protease bromelin. Di antara berbagai jenis buah, nenas merupakan sumber protease dengan konsentrasi tinggi dalam buah yang masak.[3,4]

Permasalahan dalam pembuatan tahu dengan penambahan enzim bromelin ini adalah belum diketahui lama inkubasi serta konsentrasi enzim bromelin yang tepat untuk mendapatkan tahu dengan kadar protein terbaik. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan studi pengaruh penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas (ananas comosus l.) terhadap kadar protein tahu. 2. METODE PENELITIAN

2.1. Desain Penelitian

Penelitian ini berbentuk penelitian eksperimental semu (Quation experiment), yaitu suatu kegiatan percobaan (experiment) yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat adanya perlakuan tertentu. Namun peneliti tidak mungkin mengontrol semua variabel luar, sehingga perubahan yang terjadi pada efek tidak sepenuhnya oleh pengaruh perlakuan [5]. 2.2. Besar Sampel

Penelitian ini dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor 1 adalah tingkat konsentrasi enzim (35%, 40%, 45% dan 50%) dan faktor 2 adalah lama inkubasi (6 jam dan 12 jam).

Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus : (t – 1) (r – 1) ≥ 15

Dari rumus diatas, dapat diketahui jumlah replikasi pada penelitian ini adalah 3, dengan perlakuan yang diberikan sebanyak 8 kali, sehingga total sampel yang diperiksa adalah 24 sampel.

Page 42: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

36

Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)

2.2.3. Prosedur Pemeriksaan :

2.2.3.1. Pembuatan sari buah nenas Menyiapkan buah nenas masak yang masih segar/baru dipetik. Kulit

nenas dikupas dengan pisau sampai bersih. Nenas dicuci dengan aquadest sampai bersih. Nenas kemudian dihaluskan dengan cara diparut dan disaring dengan kain kasa. 2.2.3.2. Pembuatan tahu tanpa penambahan sari buah nenas (kontrol)

Kedelai kering dibersihkan dengan air, kemudian dijemur sampai kulit kedelai pecah-pecah. Lalu lakukan pemecahan kulit dan dipisahkan dari biji kedelai, didapatkan biji kedelai tanpa kulit (kering). Biji kedelai ditimbang 300gr kemudian direndam dalam 900ml air selama 6 jam. Setelah itu dicuci dan ditiriskan dan didapatkan kedelai lunak siap pakai. Kedelai kemudian diblender sampai terbentuk bubur kedelai. Bubur kedelai kemudian disaring dan didapatkan sari kedelai. Sari kedelai kemudian direbus dan ditambahkan satu sendok makan garam dapur. Selanjutnya sari kedelai di tambahkan cuka sebanyak 4 sendok hingga menggumpal, kemudian dicetak dengan pencetak tahu.

2.2.3.3. Pembuatan tahu dengan penambahan sari buah nenas Kedelai kering dibersihkan dengan air, kemudian dijemur sampai kulit kedelai

pecah-pecah. Lalu lakukan pemecahan kulit dan dipisahkan dari biji kedelai, didapatkan biji kedelai tanpa kulit (kering). Biji kedelai ditimbang 300gr kemudian direndam selama 6 jam dan 12 jam dengan perlakuan penambahan sari buah nenas konsentrasi 35%, 40%, 45% dan 50%. Setelah itu kedelai dicuci dan ditiriskan dan didapatkan kedelai lunak siap pakai. Kedelai kemudian diblender sampai terbentuk bubur kedelai. Bubur kedelai kemudian disaring dan didapatkan sari kedelai. Sari kedelai kemudian direbus dan ditambahkan satu sendok makan garam dapur. Selanjutnya sari kedelai di tambahkan cuka sebanyak 4 sendok hingga menggumpal, kemudian dicetak dengan pencetak tahu.

2.2.3.4. Pemeriksaan Kadar Protein Pada Tahu Metode yang digunakan pada penetapan kadar protein pada tahu adalah

metode kjeldahl. Prinsip pemeriksaan ini adalah senyawa Nitrogen (N) dalam bahan direduksi dengan H2SO4 pekat membentuk (NH4)2SO4 yang kemudian diuraikan menjadi NH3 dengan penambahan NaOH sampai suasana alkalis. NH3 bebas yang terbentuk ditampung dalam H3BO3 kemudian dititrasi dengan larutan standar HCl. Protein dihitung dari N-total dan mengalikannya dengan faktor konversi N. Rumus Perhitungan Kadar Protein (%) = % N x faktor konversi (6,25).

2.2.4. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan Uji Regresi

Linear berganda yang diolah secara komputerisasi menggunakan Program SPSS.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang uji kadar protein pada tahu dengan penambahan sari buah nanas dapat disajikan data sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kadar Protein Tahu

Sampel Replikasi Berat

Sampel (gr)

Volume Titrasi (ml)

Kadar Protein

(%)

Rata-rata

(%)

Tanpa Enzim Bromelin

1 2.0433 2.50 10.6040

10.6803 2 2.0521 2.52 10.7825 3 2.0460 2.54 10.6545

Enzim Bromelin

35%, 6 Jam

1 2.0622 2.74 11.6530 11.5652

2 2.0795 2.73 11.5087 3 2.0664 2.72 11.5340

Page 43: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

37

Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)

Sumber: Data Primer

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata kadar protein pada tahu yang dibuat tanpa penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas yaitu 10,6803%. Rata-rata kadar protein tahu yang dibuat dengan penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas konsentrasi 35%, 40%, 45% dan 50% dengan lama inkubasi 6 jam secara berturut-turut yaitu 11,5652%, 12,0133%, 12,3175% dan 12,7971%. Rata-rata kadar protein tahu yang dibuat dengan penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas konsentrasi 35%, 40%, 45% dan 50% dengan lama inkubasi 12 jam secara berturut-turut yaitu 14,4045%, 15,0614%, 15,7984% dan 16,6195%.

Gambar 1. Grafik Rata-Rata Kadar Protein Tahu Akibat Perlakuan Konsentrasi Enzim Bromelin

dan Lama Inkubasi dengan Enzim

Enzim Bromelin

40%, 6 Jam

1 2.0520 2.80 11.9989 12.0133

2 2.0702 2.83 12.0361 3 2.0674 2.82 12.0048

Enzim Bromelin

45%, 6 Jam

1 2.0683 2.87 12.3987 12.3175 2 2.0711 2.89 12.3162

3 2.0732 2.91 12.2376

Enzim Bromelin

50%, 6 Jam

1 2.0402 2.95 12.7924 12.7971 2 2.0372 2.96 12.7393

3 2.0255 2.92 12.8596

Enzim Bromelin

35%, 12 Jam

1 2.0011 3.23 14.4204 14.4045 2 2.0011 3.24 14.4696

3 2.0009 3.21 14.3234

Enzim Bromelin

40%, 12 Jam

1 2.0007 3.34 14.9647 15.0614 2 2.0010 3.38 15.1594

3 2.0011 3.36 15.0602

Enzim Bromelin45%,

12 Jam

1 2.0009 3.48 15.6523 15.7984 2 2.0013 3.51 15.7969

3 2.0011 3.54 15.9461

Enzim Bromelin

50%, 12 Jam

1 2.0010 3.71 16.7836 16.6195 2 2.0009 3.65 16.4891

3 2.0011 3.67 16.5859

Page 44: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

38

Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)

Hasil penelitian kemudian dianalisis secara statistik dengan uji regresi linear berganda, diperoleh p< 0,05, sehingga Ha diterima, yang berarti ada pengaruh konsentrasi enzim dan lama inkubasi enzim terhadap kadar protein tahu. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa kadar protein pada tahu yang dibuat dengan penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas lebih tinggi dibandingkan tahu yang dibuat tanpa penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas, dimana semakin tinggi konsentrasi enzim bromelin dari sari buah nenas yang ditambahkan pada pembuatan tahu maka semakin meningkat pula kadar protein tahu.

Terjadinya peningkatan kadar protein tahu disebabkan oleh pengaruh dari sari buah nenas yang ditambahkan ke dalam air rendaman kedelai pada proses pembuatan tahu. Di dalam buah nenas terkandung suatu enzim protease yaitu enzim bromelin. Enzim bromelin merupakan suatu enzim protease yang mampu memecah protein melalui reaksi hidrolisis, oleh karena itu dapat meningkatkan kadar protein.[6] Enzim bromelin dapat menghidrolisis ikatan peptida dari suatu rantai polipeptida pada protein menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu asam amino sehingga lebih mudah dicerna tubuh.[7] Dalam hal ini, enzim bromelin berperan sebagai biokatalisator yang mempercepat reaksi pemecahan protein menjadi asam amino. Oleh karena itu, semakin tinggi konsentrasi enzim yang ditambahkan, maka kecepatan reaksi akan semakin tinggi [8] sehingga semakin banyak ikatan peptida yang terhidrolisis, akibatnya semakin banyak pula protein yang terhidrolisis menjadi asam amino.

Dari hasil penelitian juga tampak bahwa, semakin lama waktu perendaman kedelai menggunakan sari buah nenas, semakin tinggi pula kadar protein tahu yang dihasilkan. Hal ini karena semakin lama waktu inkubasi atau semakin lama kedelai direndam dalam sari buah nenas, akan menyebabkan daya kerja enzim bromelin untuk melakukan hidrolisis protein menjadi asam amino semakin panjang.[9] Semakin lama waktu inkubasi akan memberikan kesempatan enzim melakukan hidrolisis protein semakin lama sehingga akan semakin banyak protein yang terhidrolisis menjadi asam amino sehingga kadar protein tahu semakin meningkat.

Hasil tersebut ternyata serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhian Aryani (2004), tentang pengaruh lama perendaman dan konsentrasi bromelin pada sari buah nanas terhadap kadar protein dan organoleptik daging kambing dimana semakin lama perendaman dan semakin tinggi konsentrasi sari buah nanas maka semakin tinggi pula kadar proteinnya.[10]

Selain itu hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya oleh Wijaya (2015), tentang pengaruh penambahan enzim bromelin terhadap sifat tempe gembus dimana semakin lama perendaman dan semakin tinggi enzim bromelin yang ditambahkan maka semakin meningkat pula jumlah protein terlarut dan N-amino dari tempe gembus serta akan meningkatkan pula pH tempe gembus.

Pada penelitian ini, terjadinya peningkatan kadar protein pada tahu yang ditambah enzim bromelin dari sari buah nenas tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena enzim bromelin merupakan enzim yang bekerja optimal pada pH 5-6 dan suhu 50ºC, dimana suhu dibawah atau diatas 50ºC akan mengakibatkan keaktifan enzim lebih rendah sedangkan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan yaitu denaturasi protein dengan kecepatan katalisa yang menurun.[11] Pada penelitian ini, pH dan suhu tidak dikendalikan.

Enzim bromelin dapat diekstrak dari bagian batang atau buah nenas.[12] Kandungan enzim lebih banyak di bagian daging buahnya, hal ini ditunjukkan dengan aktivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas pada bagian

Page 45: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

39

Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)

batangnya [6]. Bromelin diisolasi dari buah nenas dengan menghancurkan daging buah untuk mendapatkan ekstrak kasar enzim bromelin.[13]

Enzim bromelin tergolong dalam kelompok enzim protease sulfhidril yang dapat menghidrolisa protein menghasilkan asam amino sederhana yang larut dalam air. Sisi aktif enzim bromelin ini mengandung gugus sistein dan histidina yang penting untuk aktivitas enzim tersebut,sehingga enzim ini secara khusus memotong ikatan peptida pada gugus karbonil seperti yang ditemukan dalam arginin atau asam amino aromatik yaitu fenilalanin atau tirosin.[14] Enzim bromelin ini menghidrolisis ikatan peptida di bagian tengah rantai peptida, sehingga digolongkan endopeptidase.[15]

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa semakin banyak sari buah nanas yang ditambahkan maka semakin tinggi pula kadar proteinnya. Dengan meningkatnya kadar protein pada tahu maka akan meningkatkan pula nilai gizi pada tahu, karena protein berfungsi pada pertumbuhan dan perkembangan tubuh, perbaikan dan pergantian sel-sel jaringan tubuh yang rusak, produksi enzim pencernaan dan enzim metabolisme dan protein merupakan bagian yang terpenting dari hormon-hormon tertentu seperti tiroksin dan insulin.[16]

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Semakin tinggi konsentrasi enzim bromelin dan lama inkubasi dengan enzim bromelin, semakin meningkat pula kadar proteinnya. Kadar protein tahu terbaik diperoleh dari pembuatan tahu dengan perlakuan penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas konsentrasi 50% dengan lama inkubasi selama 12 jam, yaitu sebesar 16,6195%.

DAFTAR PUSTAKA [1].

Branda, Hasiholan. 2012. “Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan Jeruk Nipis Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Tahu Segar,” Skripsi, Medan: Universitas Sumatra Utara.

[2].

Rahmawati, Fitri. 2013. Teknologi Proses Pengolahan Tahu dan Pemanfaatan Limbahnya. Yogyakarta: PT. Bukit Asam

[3].

Wijaya, J & Yunianta., “Pengaruh Penambahan Enzim Bromelin Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Tempe Gembus (Kajian Konsentrasi dan Lama Inkubasi Dengan Enzim),” Jurnal Pangan dan Agroindustri, vol. 3 (1), pp. 96-106, 2015.

[4].

Wuryanti., “Isolasi dan Penentuan Aktivitas Spesifik Enzim Bromelin Dari Buah Nanas (Ananas comosus L.),” JKSA, vol. VII (3), pp. 83-87, 2004.

[5]. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Cetakan ke-17. Bandung : Alfabeta.

[6]. Maryam, Siti. 2009. “Ekstrak Enzim Bromelin Dari Buah Nanas ( Ananas sativus Schult.) Dan Pemanfaatannya Pada Isolasi DNA,” Skripsi, Semarang: Universitas Negeri Semarang.

[7]. Rusnakova M and Jaroslav Z., “Enzymatic Hydrolysis of Defatted Soy Flour by Three Different Proteases and Their Effect on The Functional Properties of Resulting Protein Hydrolysates,” Czech Journal Food Science, 20 (1), pp. 7-14, 2004.

[8]. Reed, G. 1975. Enzymes in Food Processing. Dalam Florence., 2004, “Efektifitas Deproteinisasi Cangkang Udang Putih Menggunakan Enzim Bromelin untuk Preparasi Kitin,” Skripsi, Universitas Brawijaya. Malang

[9]. Wirahadikusuma, M. 1985. Biokimia Protein, Enzim dan Asam Nukleat.

Page 46: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

40

Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)

Dalam Farikhah, W. 2006. “Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) Secara Enzimatis Menggunakan Papain dan Bromelin.” Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

[10]. Ariyani, Dhian. 2004. “Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Bromelin Terhadap Kadar Protein dan Organoleptik Daging Kambing,” Skripsi, Surakarta : FKIP Biologi UMS.

[11]. Susanti, Dewi. 2012. “Kajian Pemanfaatan Enzim Bromelin Dari Limbah Kulit Nanas (Ananas comosus (L) Merr) Untuk Melunakkan Daging”. Skripsi. Medan: Universitas Negeri Medan

[12]. Said, M.I., “Isolasi Enzim Bromelin Dari Buah Nanas Serta Pengaruhnya Terhadap Perubahan Struktur Jaringan Daging Sapi,” Jurnal Agriplus, vol. 22 (1), pp. 20-25, 2012.

[13]. Masri, M., “Isolasi dan Pengukuran Aktivitas Enzim Bromelin dari Ekstrak Kasar Bonggol Nanas (Ananas comosus) pada Variasi Suhu dan pH,” Jurnal Ilmiah Biologi Biogenesis, vol. 2 (2), pp. 119-125, 2014.

[14]. Gautam, S.S., Mishra, S., Dash, V., Amit, K dan Rath, G., “Cooperative Study of Extraction, Purification and Estimation of Bromelain From Stem and Fruit of Pineapple Plant,” Thai J. Pharm., Sci., vol 34, pp. 67-76, 2010.

[15]. Nurhidayah., Masriany dan Mashuri Masri., “Isolasi dan Pengukuran Aktivitas Enzim Bromelin Dari Ekstrak Kasar Batang Nanas (Ananas comosus) Berdasarkan Variasi pH,” Jurnal Ilmiah Biologi Genesis., vol. 1(2), pp. 116-122, 2013.

[16]. Winarno, F.G. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Page 47: JU R N A L TEKNOLOGI LABORA TORIUM

ATURAN PENULISAN NASKAH PUBLIKASI

1. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Naskah diketik dengan bentuk Arial ukuran (font) 11 berspasi 1, panjang naskah maksimum 10 halaman dan diketik kertas berukuran A4. Intisari tidak melebihi 250 kata, spasi 1 (rapat) huruf tebal, dengan disertai 3-5 kata kunci (atau tidak melebihi 3/4 halaman / tidak penuh). Dalam bentuk Word.

2. Nama (nama-nama) penulis, tanpa gelar dan nama/lembaga tempat penelitian ditulis lengkap dan jelas dibawah nama penulis. Alamat kerja/kantor penulis di cantumkan pada tempat tersendiri.

3. Sistematika penulisan :

a. Halaman Judul : Judul, nama penulis, lembaga

b. Halaman Intisari dan abstrack (judul, nama peneliti, alamat lembaga, isi dan kata kunci. Isi Intisari : latar belakang (yang penting), tujuan, metode, hasil, kesimpulan.

4. Batang tubuh naskah, yang umumnya terdiri dari : pendahuluan mencakup latar belakang, tinjauan teori dan tujuan, metode dan cara penelitian, hasil, pembahasan, kesimpulan dan saran serta daftar pustaka; lampiran (jika ada).

5. Tabel dan gambar harus diberi nomor (sesuai dengan urutan pengacuan/penyebutnya dalam naskah)

6. Sitasi kepustakaan (acuan) dilakukan dengan sistem; nama penulis utama, tahun

7. Daftar pustaka di tulis sesuai nomor “kemunculannya”

Untuk buku : nama pokok dan inisial pengarang, tahun terbit : judul buku, jilid, edisi, nama penerbit, tempat penerbit.

Untuk karangan dalam buku : nama pokok dan inisial pengarang, tahun : judul karangan, inisial dan nama editor judul buku, halaman permulaan dan akhir (karangan), nama penerbit, tempat penerbit.

Untuk karangan dalam naskah/jurnal : nama pokok dan inisial semua penulis (jika jumlah melebihi 4 orang, cuku nama penulis pertama diikuti dengan dkk. atau et al), tahun : judul karangan, singkatan nama majalah, jilid, nomor serta halaman permulaan dan akhir.

Untuk karangan dalam pertemuan : nama pokok dan inisial pengarang, tahun : judul karangan, singkatan nama/penyelenggara serta tempat pertemuan.

8. Pengguna tata-nama (nomenklatur), tata-istilah, lambang dan satuan : sedapat mungkin penulis mengikuti cara penulisan yang baku untuk masing-masing bidang keilmuan (misalnya Sistem Internasional (SI) untuk lambang/satuan besaran-besaran sika)

9. Ucapan terimakasih, jika diperlukan, supaya ditulis di bagian akhir naskah (setelah kesimpulan dan saran, sebelum pustaka) dengan menyebutkan secara lengkap : nama, gelar dan lembaga penerima ucapan.