Kata Pengantar

34
KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb Pertama-tama kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar mengenai perdarahan postpartum. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai laporan dari tutor keperawatan maternitas dan sarana belajar mahasiswa dalam memahami perkembangan informasi kesehatan di masyarakat serta menerapkannya dalam keadaan yang sebenarnya. Penyusun banyak mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini tentunya masih terdapat kekurangan untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya. Wassalamualaikum wr.wb Yogyakarta,

Transcript of Kata Pengantar

Page 1: Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Pertama-tama kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan

makalah ini dengan lancar mengenai perdarahan postpartum.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai laporan dari tutor

keperawatan maternitas dan sarana belajar mahasiswa dalam memahami

perkembangan informasi kesehatan di masyarakat serta menerapkannya dalam

keadaan yang sebenarnya. Penyusun banyak mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini

dapat terselesaikan.

Penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini tentunya masih terdapat

kekurangan untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun guna

penyempurnaannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan

pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum wr.wb

Yogyakarta,

Penyusun

Page 2: Kata Pengantar

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Jika kita berbicara tentang persalinan sudah pasti berhubungan dengan

perdarahan, karena semua persalinan baik pervaginam ataupun perabdominal (sectio

cesarea ) selalu disertai perdarahan. Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat

terjadi sebelum, selama ataupun sesudah persalinan. Perdarahan bersama-sama infeksi

dan gestosis merupakan tiga besar penyebab utama langsung dari kematian maternal.(1,2)

Kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam42

hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya

kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab

kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh

komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti

penyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya.(1)

Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi

500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea.

Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan sebenarnya

hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya. Seringkali sectio cesarea

menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus diingat kalau narkotik akan

mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.(2,3)

Untuk selanjutnya penulis akan membahas lebih banyak tentang perdarahan

pasca persalinan pada persalinan perabdominal.

B. Rumusan masalah

Seorang peremua 35 tahun P4A0 post partum 2 jam yang lalu dengan riwayat

persalinan menggunakan forceps dan riwayat kala I fase laten lama, diberikan

oksitosin per infus. Klien mengalami perdarahan persalinan 600cc dan terdapat

laserasi jalan lahir, belum BAK sejak melahirkan, terdapat distensi kandung kemih.

Keadaan umum Ny. Neneng semakin lemah, kontraksi fundus lemah, TD : 90/70

Page 3: Kata Pengantar

mmHg, N:88x/menit, R:24/menit, HB : 8gr/dl. Kien daam pemantauan intensif dan

dalam perlindungan infuse asering 20 tetes/menit.

Masalah :

1. Apa itu perdarahan postpartum primer?

2. Apa saja tanda dan gejaa perdarahan postpartum?

3. Apa penyebab perdarahan postpartum beserta patofisiologinya?

4. Apa saja faktor resiko dari perdarahan postpartum?

5. Bagaimana pemeriksaan fisik dan diagnostik pada perdarahan postpartum?

6. Bagaimana penatalksanaan pada perdarahan postpartum?

7. Bagaimana cara mencegah terjadinya perdarahan postpartum?

8. Asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan perdarahan postpartum !!!

C. Tujuan

Setelah mahasiswa membaca makalah ini diharapkan :

1) Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan definisi serta perbedaan dari

perdarahan postpartum primer dan sekunder

2) Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tanda dan gejala dari

perdarahan postpartum

3) Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan patofisiolgi perdarahan

postpartum berdasarkan penyebab-penyebabnya

4) Mahasiswa mampu mengetahui faktor resiko dari perdarahan postpartum

5) Mahasiswa mampu memahami bagaimana pemeriksaan fisik dan penunjang

pada pasien perdarahan post partum primer dan sekunder

6) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalksnaan serta

pencegahan perdarahan postpartum

7) Mahasiswa mampu membuat Asuhan keperawatan pada pada ibu postpartum

dengan perdarahan postpartum primer

Page 4: Kata Pengantar

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Perdarahan postpartumadalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc

atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi

sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta

Definisi lain menyebutkan Perdarahan postpartum adalah perdarahan

500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.

Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :

a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang

terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.

b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang

terjadi antara 24 jam dan 6 minggu setelah anak lahir.

B. Tanda dan gejala

Page 5: Kata Pengantar

C. Penyebab dan patofisiologi

Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasa :

1. Atonia uteri

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk

berkontraksi

dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum

secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium

terutama yang berada disekitar pembuluh darah yangmensuplai darah

pada tempat perlengketan plasenta.Atonia uteri terjadi ketika

myometrium tidak dapat berkontraksi.Pada perdarahan karena atonia

uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi.Atonia uteri juga

dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan

memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan

plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus.Atonia uteri

merupakan penyebab utama perdarahan postpartum.

Page 6: Kata Pengantar

2. Laserasi Jalan lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari

perdarahan postpartum.Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia

uteri.Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik

biasanya disebabkan oleh robekan servik atau vagina.

- Robekan Serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik

seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan

pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan

Page 7: Kata Pengantar

dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan

yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus

sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,

khususnya robekan servik uteri.

- Robekan Vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum

tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,

tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,

terlebih apabila kepala janin harus diputar.

Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada

pemeriksaan speculum.

- Robekan Perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan

pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan

perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas

apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkuspubis lebih kecil

daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan

ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito

bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika

terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi

uterus yang kuat

3. Hematoma

Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang

traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina

atau perineum yang ekimotik.Hematoma yang kecil diatasi dengan es,

analgesic dan pemantauan yang terus menerus.Biasanya hematoma ini

dapat diserap kembali secara alami.Hematoma yang biasanya terdapat

pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan

perineum.

Page 8: Kata Pengantar

4. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir

selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :

Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan

tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :

a) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua

endometrium lebih dalam.

b) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan

menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.

c) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium

sampai ke serosa.

d) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau

peritoneum dinding rahim.

Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar

karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian

bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan

menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi

perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan

terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera

mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena

kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus

dikosongkan

5. Subinvolusi

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola

normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab

terumum perdarahan pascapartum.Biasanya tanda dan gejala

subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu

pascapartum.Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam

abdomen/pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali

gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu ke bentuk lokia

Page 9: Kata Pengantar

alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk

rubra dalam beberapa hari pacapartum.Lokia yang tetap bertahan

dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah

perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi.Jumlah lokia bisa lebih

banyak dari pada yang diperkirakan.Leukore, sakit punggung, dan

lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi.Ibu bisa juga

memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang

berlebihan setelah kelahiran.

6. Inversio Uteri

Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik

sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.Uterus

dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat

melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan

berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi

akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

Pembagian inversio uteri :

- Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam

kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.

- Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.

- Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan

sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversio uteri :

• Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,

tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).

• Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual

plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

D. Faktor resiko

Page 10: Kata Pengantar
Page 11: Kata Pengantar

E. Pemeriksaan fisik dan penunjang

Anamnesis

Riwayat obstetric : GPA

riwayat kehamilan : HPHT, tanggal perkiraan, kehamilan

sebelumnya, penyulit kehamilan dan persalinan sebelumnya.

Adakah riwayat hipertensi?

riwayat nutrisi

riwayat penyakit berat

riwayat penyakit darah terutama gangguan pembekuan

mulai kapan merasa mules

melahirkan dimana

sudah diberikan oksitosin belum

saat lahir ada tindakan pakai alat (forcep?)

Pemeriksaan Fisik

- Inspeksi dan palpasi

- cek kesadaran dan tanda – tanda vital

Page 12: Kata Pengantar

Suhu badan : Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap

normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C –

370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia

Nadi Denyut : nadi akan meningkat cepat karena nyeri,

biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.

Tekanan darah : tekanan darah biasanya stabil, memperingan

hipovolemia

Pernafasan : bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga

menjadi tidak normal.

- periksa in spekulo: apakah ada luka jalan lahir atau tidak, kemudian lihat

sumber perdarahannya apakah dari dalam corpus uteri atau dari jalan lahir

- akral dingin

- tinggi fundus

segera setelah placenta lahir, tinggi fundus setingi pusat, kemudian

berangsur mengecil. Kalau tinggi fundusnya masih sama seperti saat

melahirkan (di atas pusat) curigai atonia uteri. Kalau perutnya teraba keras

dan pasien sangat kesakitan berarti dicurigai ruptur uteri.

Pemeriksaan penunjang

Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang

Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan

peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-

16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat

hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3.saat

hamil 5.000-15.000)

. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum

Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih

Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk

split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa

tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial

(APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID

Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

Page 13: Kata Pengantar

F. Penatalaksanaan

Tataklaksana Umum

- Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)

- Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan

aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)

- Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan

(di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4

jam berikutnya (di ruang rawat gabung).

- Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat

- Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila

dihadapkan dengan masalah dan komplikasi

- Atasi syok

- Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah,

lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan

infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.

- Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi

kemungkinan robekan jalan lahir.

- Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.

- Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan

- Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik

Tatalaksana Khusus

a) Atonia uteri

Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri,

harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko

terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup:

1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal

seperti pada:

o Polihidramnion

o Kehamilan kembar

Page 14: Kata Pengantar

o Makrosomi

2. Persalinan lama

3. Persalinan terlalu cepat

4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin

5. Infeksi intrapartum

6. Paritas tinggi

Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang

berisiko ini, maka penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya atoni uteri postpartum.Meskipun demikian, 20%

atoni uteri postpartum dapat terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor risiko ini.

Adalah penting bagi semua penolong persalinan untuk mempersiapkan diri

dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang mungkin

terjadi selama proses persalinan.

Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan

penanganan kala tiga secara aktif, yaitu:

1) Menyuntikan Oksitosin

o Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan

tunggal.

o Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada

bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi

terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak

mengenai pembuluh darah.

2) Peregangan Tali Pusat Terkendali

- Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm

dari vulva atau menggulung tali pusat

- Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian

bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat

menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari

vulva

Page 15: Kata Pengantar

- Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan

kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati

ke arah dorso-kranial

3) Mengeluarkan plasenta

Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat

terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan

plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan

kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas

sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada

vulva.

Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir,

pindahkan kembali klem hingga berjarak ± 5-10 dari vulva.

Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut

selama 15 menit

Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m

Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh

Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta

manual

4) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta

dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan

selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput

ketuban.

5) Masase Uterus

Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus

uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian

palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba

keras)

6) Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan

- Kelengkapan plasenta dan ketuban

- Kontraksi uterus

- Perlukaan jalan lahir

Kompresi Bimanual Internal

Page 16: Kata Pengantar

- Letakan satu tangan pada dinding perut, dan usahakan untuk

menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan

tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina,

kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh

darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang

ditampung dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan

kompresi, pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau

hingga pasien sampai di tempat rujukan.Jika tidak berhasil,

cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan

kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan

tahapan selanjutnya untuk penatalaksaan atonia uteri.

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Page 17: Kata Pengantar

-

Kompresi Bimanual Eksternal

- Letakkan satu tangan pada dinding perut, dan usahakan

sedapat mungkin meraba bagian belakang uterus.Letakan

tangan yang lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan

korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan

pembuluh darah di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus

di antara kedua tangan tersebut

b) Perlukaan Jalan Lahir

Tatalaksana

1. Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva

Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.

Robekan perineum tingkat I

Page 18: Kata Pengantar

Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan

dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau

dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).

Robekan perineum tingkat II

Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum

tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang

tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut

harus diratakan terlebih dahulu.Pinggir robekan sebelah kiri

dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu,

kemudian digunting.Setelah pinggir robekan rata, baru

dilakukan penjahitan luka robekan.

Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian

selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-

putus atau delujur.Penjahitan mukosa vagina dimulai dari

puncak robekan.Sampai kulit perineum dijahit dengan benang

catgut secara jelujur.

Robekan perineum tingkat III

Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan

rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial

septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga

bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah

akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian

dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu

lagi.Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti

menjahit robekan perineum tingkat II.

Robekan perineum tingkat IV

Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat

kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko

terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan

keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila

memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana

tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.

Page 19: Kata Pengantar

2. Hematoma vulva

Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar

hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan

operatif, cukup dilakukan kompres.

Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia

dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma

tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma

yang paling terenggang.Seluruh bekuan dikeluarkan sampai

kantong hematoma kosong.Dicari sumber perdarahan,

perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber

perdarahan tersebut.Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam

perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa

steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut

diluar.

3. Robekan dinding vagina

Robekan dinding vagina harus dijahit.

. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke

rumah sakit

4. Robekan serviks

Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir

depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster.

Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan

ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik

dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan

Page 20: Kata Pengantar

c. Retensio Plasenta

Tatalaksana :

- Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam

narkosis, karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya

terutama bila retensi telah lama. Sebaiknya juga dipasang infus

NaCl 0,9% sebelum tindakan dilakukan. Setelah desinfektan

tangan dan vulva termasuk daerah seputarnya, labia

dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan

dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina

- Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah

kolporeksis. Tangan kanan dengan posisi obstetrik menuju ke

ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta; tangan dalam ini

menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan (false route).

- Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh

pembantu (asisten). Setelah tangan dalam sampai ke plasenta,

maka tangan tersebut dipindahkan ke pinggir plasenta dan

mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan

bidang pelepasan yang tepat.Kemudian dengan sisi tangan

kanan sebelah kelingking (ulner), plasenta dilepaskan pada

bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding

rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding

rahim.Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan

dengan perlahan-lahan ditarik keluar.

- Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan

plasenta secara manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang

hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan dalam secara

perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang dalam. Lokasi

plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar

Page 21: Kata Pengantar

dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya

plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya

pada plasenta akreta, dalam hal ini tindakan dihentikan.

Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap,

segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan disuntikkan

Ergometrin 0.2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik.Pada

kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus

segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum.

Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan

tindakan sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri.Plasenta akreta

ditangani dengan histerektomi.

d. sisa Plasenta

1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan

kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa

plasenta dapat dikeluarkan secara manual.Kuretase harus dilakukan

di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis

dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan

dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

Page 22: Kata Pengantar

3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

G. Pencegahan

Pencegahan masa kehamilan

a. Perawatan masa kehamilan

Mencegah atau sekurang – kurangnya bersiap siaga pada kasus

– kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting.

Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi

sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care

yang baik.

Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu – ibu

yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum

sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

b. Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum,

kadar Hb, golongan darah, dan bila memunkinkan sediakan donor

darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan kateter intravena

dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan

tranfusi.Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung

dilakukan tranfusi.

Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan

postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat

persalinan.

c. Persalinan

Setelah bayi lahir massase uterus dengan arah gerakan

circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan

berkontraksi dengan baik.massase yang berlebihan atau terlalu

Page 23: Kata Pengantar

keras terhadap uterus sebelum, selama, ataupun sesudah lahirnya

plasenta bisa mengganggu kontraksi akan menyebabkan

kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya

perdarahan postpartum.

d. Kala III dan IV

Uteronica dapat diberikan segera sesudah bahu depan

dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden

perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat

oksitosin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan

peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya

lebih baik berhati – hati pada pasien dengan kecurigaan

hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan.

Pemberian oksitosin selama kala III terbukti mengurangi

volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan

postpartum sebesar 40%.

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya

dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat

pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan

kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus

mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang

keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke

abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari

vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara

menarik tali pusat secara hati – hati.

Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap

atau tidak.Untuk ‘manual plasenta” ada perbedaan pendapat

waktu dilakukannya manual plasent.Apabila sekarang

didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk

menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual

plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi.Jika tidak

didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan

dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi

Page 24: Kata Pengantar

lahir.Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak

lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian –

bagian kecil dari sisa plasenta.

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan

jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan

yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomy segera dijahit sesudah

didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik

H. Asuhan Keperawatan