Kata Pengantar
-
Upload
resna-listyarima -
Category
Documents
-
view
81 -
download
0
Transcript of Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Pertama-tama kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini dengan lancar mengenai perdarahan postpartum.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai laporan dari tutor
keperawatan maternitas dan sarana belajar mahasiswa dalam memahami
perkembangan informasi kesehatan di masyarakat serta menerapkannya dalam
keadaan yang sebenarnya. Penyusun banyak mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini tentunya masih terdapat
kekurangan untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum wr.wb
Yogyakarta,
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jika kita berbicara tentang persalinan sudah pasti berhubungan dengan
perdarahan, karena semua persalinan baik pervaginam ataupun perabdominal (sectio
cesarea ) selalu disertai perdarahan. Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat
terjadi sebelum, selama ataupun sesudah persalinan. Perdarahan bersama-sama infeksi
dan gestosis merupakan tiga besar penyebab utama langsung dari kematian maternal.(1,2)
Kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam42
hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya
kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab
kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh
komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti
penyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya.(1)
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi
500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea.
Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan sebenarnya
hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya. Seringkali sectio cesarea
menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus diingat kalau narkotik akan
mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.(2,3)
Untuk selanjutnya penulis akan membahas lebih banyak tentang perdarahan
pasca persalinan pada persalinan perabdominal.
B. Rumusan masalah
Seorang peremua 35 tahun P4A0 post partum 2 jam yang lalu dengan riwayat
persalinan menggunakan forceps dan riwayat kala I fase laten lama, diberikan
oksitosin per infus. Klien mengalami perdarahan persalinan 600cc dan terdapat
laserasi jalan lahir, belum BAK sejak melahirkan, terdapat distensi kandung kemih.
Keadaan umum Ny. Neneng semakin lemah, kontraksi fundus lemah, TD : 90/70
mmHg, N:88x/menit, R:24/menit, HB : 8gr/dl. Kien daam pemantauan intensif dan
dalam perlindungan infuse asering 20 tetes/menit.
Masalah :
1. Apa itu perdarahan postpartum primer?
2. Apa saja tanda dan gejaa perdarahan postpartum?
3. Apa penyebab perdarahan postpartum beserta patofisiologinya?
4. Apa saja faktor resiko dari perdarahan postpartum?
5. Bagaimana pemeriksaan fisik dan diagnostik pada perdarahan postpartum?
6. Bagaimana penatalksanaan pada perdarahan postpartum?
7. Bagaimana cara mencegah terjadinya perdarahan postpartum?
8. Asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan perdarahan postpartum !!!
C. Tujuan
Setelah mahasiswa membaca makalah ini diharapkan :
1) Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan definisi serta perbedaan dari
perdarahan postpartum primer dan sekunder
2) Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tanda dan gejala dari
perdarahan postpartum
3) Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan patofisiolgi perdarahan
postpartum berdasarkan penyebab-penyebabnya
4) Mahasiswa mampu mengetahui faktor resiko dari perdarahan postpartum
5) Mahasiswa mampu memahami bagaimana pemeriksaan fisik dan penunjang
pada pasien perdarahan post partum primer dan sekunder
6) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalksnaan serta
pencegahan perdarahan postpartum
7) Mahasiswa mampu membuat Asuhan keperawatan pada pada ibu postpartum
dengan perdarahan postpartum primer
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Perdarahan postpartumadalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc
atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi
sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta
Definisi lain menyebutkan Perdarahan postpartum adalah perdarahan
500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang
terjadi antara 24 jam dan 6 minggu setelah anak lahir.
B. Tanda dan gejala
C. Penyebab dan patofisiologi
Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasa :
1. Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk
berkontraksi
dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum
secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium
terutama yang berada disekitar pembuluh darah yangmensuplai darah
pada tempat perlengketan plasenta.Atonia uteri terjadi ketika
myometrium tidak dapat berkontraksi.Pada perdarahan karena atonia
uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi.Atonia uteri juga
dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan
memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan
plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus.Atonia uteri
merupakan penyebab utama perdarahan postpartum.
2. Laserasi Jalan lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan postpartum.Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia
uteri.Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik
biasanya disebabkan oleh robekan servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan
yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus
sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan servik uteri.
- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,
tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaan speculum.
- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkuspubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan
ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito
bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika
terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi
uterus yang kuat
3. Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang
traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina
atau perineum yang ekimotik.Hematoma yang kecil diatasi dengan es,
analgesic dan pemantauan yang terus menerus.Biasanya hematoma ini
dapat diserap kembali secara alami.Hematoma yang biasanya terdapat
pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan
perineum.
4. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir
selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan
tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
b) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan
menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium
sampai ke serosa.
d) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar
karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian
bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan
terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena
kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus
dikosongkan
5. Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola
normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab
terumum perdarahan pascapartum.Biasanya tanda dan gejala
subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu
pascapartum.Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam
abdomen/pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali
gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu ke bentuk lokia
alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk
rubra dalam beberapa hari pacapartum.Lokia yang tetap bertahan
dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah
perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi.Jumlah lokia bisa lebih
banyak dari pada yang diperkirakan.Leukore, sakit punggung, dan
lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi.Ibu bisa juga
memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang
berlebihan setelah kelahiran.
6. Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.Uterus
dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat
melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan
berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi
akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
- Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam
kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
- Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
- Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan
sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
• Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,
tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
• Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual
plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
D. Faktor resiko
E. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Anamnesis
Riwayat obstetric : GPA
riwayat kehamilan : HPHT, tanggal perkiraan, kehamilan
sebelumnya, penyulit kehamilan dan persalinan sebelumnya.
Adakah riwayat hipertensi?
riwayat nutrisi
riwayat penyakit berat
riwayat penyakit darah terutama gangguan pembekuan
mulai kapan merasa mules
melahirkan dimana
sudah diberikan oksitosin belum
saat lahir ada tindakan pakai alat (forcep?)
Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi dan palpasi
- cek kesadaran dan tanda – tanda vital
Suhu badan : Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap
normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C –
370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
Nadi Denyut : nadi akan meningkat cepat karena nyeri,
biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
Tekanan darah : tekanan darah biasanya stabil, memperingan
hipovolemia
Pernafasan : bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga
menjadi tidak normal.
- periksa in spekulo: apakah ada luka jalan lahir atau tidak, kemudian lihat
sumber perdarahannya apakah dari dalam corpus uteri atau dari jalan lahir
- akral dingin
- tinggi fundus
segera setelah placenta lahir, tinggi fundus setingi pusat, kemudian
berangsur mengecil. Kalau tinggi fundusnya masih sama seperti saat
melahirkan (di atas pusat) curigai atonia uteri. Kalau perutnya teraba keras
dan pasien sangat kesakitan berarti dicurigai ruptur uteri.
Pemeriksaan penunjang
Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan
peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-
16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat
hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3.saat
hamil 5.000-15.000)
. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk
split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa
tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial
(APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
F. Penatalaksanaan
Tataklaksana Umum
- Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
- Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan
aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
- Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan
(di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4
jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
- Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
- Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
- Atasi syok
- Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah,
lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan
infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
- Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi
kemungkinan robekan jalan lahir.
- Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
- Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
- Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik
Tatalaksana Khusus
a) Atonia uteri
Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri,
harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko
terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup:
1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal
seperti pada:
o Polihidramnion
o Kehamilan kembar
o Makrosomi
2. Persalinan lama
3. Persalinan terlalu cepat
4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Paritas tinggi
Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang
berisiko ini, maka penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya atoni uteri postpartum.Meskipun demikian, 20%
atoni uteri postpartum dapat terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor risiko ini.
Adalah penting bagi semua penolong persalinan untuk mempersiapkan diri
dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang mungkin
terjadi selama proses persalinan.
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan
penanganan kala tiga secara aktif, yaitu:
1) Menyuntikan Oksitosin
o Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan
tunggal.
o Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada
bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi
terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak
mengenai pembuluh darah.
2) Peregangan Tali Pusat Terkendali
- Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm
dari vulva atau menggulung tali pusat
- Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian
bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat
menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari
vulva
- Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan
kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati
ke arah dorso-kranial
3) Mengeluarkan plasenta
Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat
terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan
plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan
kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas
sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada
vulva.
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir,
pindahkan kembali klem hingga berjarak ± 5-10 dari vulva.
Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut
selama 15 menit
Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m
Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh
Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta
manual
4) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta
dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan
selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput
ketuban.
5) Masase Uterus
Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus
uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian
palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba
keras)
6) Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
- Kelengkapan plasenta dan ketuban
- Kontraksi uterus
- Perlukaan jalan lahir
Kompresi Bimanual Internal
- Letakan satu tangan pada dinding perut, dan usahakan untuk
menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan
tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina,
kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh
darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang
ditampung dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan
kompresi, pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau
hingga pasien sampai di tempat rujukan.Jika tidak berhasil,
cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan
tahapan selanjutnya untuk penatalaksaan atonia uteri.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kompresi Bimanual Eksternal
- Letakkan satu tangan pada dinding perut, dan usahakan
sedapat mungkin meraba bagian belakang uterus.Letakan
tangan yang lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan
korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan
pembuluh darah di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus
di antara kedua tangan tersebut
b) Perlukaan Jalan Lahir
Tatalaksana
1. Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva
Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.
Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan
dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau
dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).
Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum
tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang
tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut
harus diratakan terlebih dahulu.Pinggir robekan sebelah kiri
dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu,
kemudian digunting.Setelah pinggir robekan rata, baru
dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian
selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-
putus atau delujur.Penjahitan mukosa vagina dimulai dari
puncak robekan.Sampai kulit perineum dijahit dengan benang
catgut secara jelujur.
Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan
rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial
septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga
bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian
dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu
lagi.Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti
menjahit robekan perineum tingkat II.
Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat
kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko
terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan
keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila
memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana
tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.
2. Hematoma vulva
Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar
hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan
operatif, cukup dilakukan kompres.
Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia
dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma
tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma
yang paling terenggang.Seluruh bekuan dikeluarkan sampai
kantong hematoma kosong.Dicari sumber perdarahan,
perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber
perdarahan tersebut.Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam
perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa
steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut
diluar.
3. Robekan dinding vagina
Robekan dinding vagina harus dijahit.
. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke
rumah sakit
4. Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir
depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster.
Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan
ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik
dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan
c. Retensio Plasenta
Tatalaksana :
- Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam
narkosis, karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya
terutama bila retensi telah lama. Sebaiknya juga dipasang infus
NaCl 0,9% sebelum tindakan dilakukan. Setelah desinfektan
tangan dan vulva termasuk daerah seputarnya, labia
dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan
dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina
- Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah
kolporeksis. Tangan kanan dengan posisi obstetrik menuju ke
ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta; tangan dalam ini
menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan (false route).
- Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh
pembantu (asisten). Setelah tangan dalam sampai ke plasenta,
maka tangan tersebut dipindahkan ke pinggir plasenta dan
mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan
bidang pelepasan yang tepat.Kemudian dengan sisi tangan
kanan sebelah kelingking (ulner), plasenta dilepaskan pada
bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding
rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding
rahim.Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan
dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
- Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan
plasenta secara manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang
hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan dalam secara
perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang dalam. Lokasi
plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar
dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya
plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya
pada plasenta akreta, dalam hal ini tindakan dihentikan.
Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap,
segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan disuntikkan
Ergometrin 0.2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik.Pada
kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus
segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum.
Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan
tindakan sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri.Plasenta akreta
ditangani dengan histerektomi.
d. sisa Plasenta
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa
plasenta dapat dikeluarkan secara manual.Kuretase harus dilakukan
di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis
dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
G. Pencegahan
Pencegahan masa kehamilan
a. Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang – kurangnya bersiap siaga pada kasus
– kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting.
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi
sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care
yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu – ibu
yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum
sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
b. Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum,
kadar Hb, golongan darah, dan bila memunkinkan sediakan donor
darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan kateter intravena
dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan
tranfusi.Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung
dilakukan tranfusi.
Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan
postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat
persalinan.
c. Persalinan
Setelah bayi lahir massase uterus dengan arah gerakan
circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan
berkontraksi dengan baik.massase yang berlebihan atau terlalu
keras terhadap uterus sebelum, selama, ataupun sesudah lahirnya
plasenta bisa mengganggu kontraksi akan menyebabkan
kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya
perdarahan postpartum.
d. Kala III dan IV
Uteronica dapat diberikan segera sesudah bahu depan
dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden
perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat
oksitosin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan
peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya
lebih baik berhati – hati pada pasien dengan kecurigaan
hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan.
Pemberian oksitosin selama kala III terbukti mengurangi
volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan
postpartum sebesar 40%.
Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya
dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat
pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan
kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus
mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang
keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke
abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari
vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara
menarik tali pusat secara hati – hati.
Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap
atau tidak.Untuk ‘manual plasenta” ada perbedaan pendapat
waktu dilakukannya manual plasent.Apabila sekarang
didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk
menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual
plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi.Jika tidak
didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan
dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi
lahir.Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak
lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian –
bagian kecil dari sisa plasenta.
Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan
jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan
yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomy segera dijahit sesudah
didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik
H. Asuhan Keperawatan