Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

77
PENGEMBANGAN KAHURA KOMODITI SENGON - JATI SUPER I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan hutan rakyat bertujuan untuk rehabilitasi lahan dan konservasi tanah serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan hutan rakyat pada awalnya dilakukan dengan proyek kegiatan penghijauan. Namun setelah masyarakat merasa mendapat keuntungan ekonomi, maka masyarakat mengembangkan sendiri sehingga terbentuklah sentra- sentra hutan rakyat. Masyarakat mengembangkan hutan rakyat dengan model yang berbeda-beda. Pemilihan model tersebut didasarkan pada pengalaman petani yang diduga berdasarkan kesesuaian jenis dengan lokasi tempat tumbuh, kebiasaan petani dan pasar kayu. Hutan rakyat telah memperbaiki kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi petani dan masyarakat. Namun demikian, pengembangan hutan rakyat sangat spesifik sehingga pengembangannya harus memperhatikan kondisi biofisik, sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan, dan preferensi petani terhadap pola hutan rakyat yang dikembangkan. Perkembangan hutan rakyat tidak terlepas dari perkembangan penanganan lahan kritis. Pada mulanya hutan rakyat diperkenalkan melalui program Karang Kitri. Hutan rakyat dibangun dan dikembangkan dengan tujuan untuk menghijaukan pekarangan, talun, dan lahan-lahan rakyat yang gundul untuk konservasi tanah dan air serta perbaikan lingkungan. Namun pada perkembangan selanjutnya, hutan rakyat ditujukan pula untuk perbaikan sosial ekonomi dan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. Program pembangunan hutan rakyat oleh pemerintah merupakan usaha untuk mengatasi masalah 1

Transcript of Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Page 1: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

PENGEMBANGAN KAHURA KOMODITI SENGON - JATI SUPER

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPembangunan hutan rakyat bertujuan untuk rehabilitasi lahan dan

konservasi tanah serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan hutan rakyat pada awalnya dilakukan dengan proyek kegiatan penghijauan. Namun setelah masyarakat merasa mendapat keuntungan ekonomi, maka masyarakat mengembangkan sendiri sehingga terbentuklah sentra-sentra hutan rakyat. Masyarakat mengembangkan hutan rakyat dengan model yang berbeda-beda. Pemilihan model tersebut didasarkan pada pengalaman petani yang diduga berdasarkan kesesuaian jenis dengan lokasi tempat tumbuh, kebiasaan petani dan pasar kayu. Hutan rakyat telah memperbaiki kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi petani dan masyarakat. Namun demikian, pengembangan hutan rakyat sangat spesifik sehingga pengembangannya harus memperhatikan kondisi biofisik, sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan, dan preferensi petani terhadap pola hutan rakyat yang dikembangkan.

Perkembangan hutan rakyat tidak terlepas dari perkembangan penanganan lahan kritis. Pada mulanya hutan rakyat diperkenalkan melalui program Karang Kitri. Hutan rakyat dibangun dan dikembangkan dengan tujuan untuk menghijaukan pekarangan, talun, dan lahan-lahan rakyat yang gundul untuk konservasi tanah dan air serta perbaikan lingkungan. Namun pada perkembangan selanjutnya, hutan rakyat ditujukan pula untuk perbaikan sosial ekonomi dan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri.

Program pembangunan hutan rakyat oleh pemerintah merupakan usaha untuk mengatasi masalah kerusakan hutan dan erosi yang telah dimulai sejak tahun 1961, dengan dilaksanakannya program Pekan Penghijauan Nasional untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Selanjutnya pada kurun waktu tahun 1970-an telah dilaksanakan proyek-proyek konservasi tanah secara vegetatif berupa pengembangan hutan pada lahan petani yang dikombinasilkan dengan tanaman pertanian (semusim). Pola ini berkembang sebagai usaha wanatani (agroforestry) dan pada akhirnya pola ini relatif dominan dalam pengembangan hutan rakyat selanjutnya. Dilihat dari fungsi dibangunnya hutan rakyat, maka hutan rakyat merupakan bentuk pengelolaan lahan yang sangat mempertimbangkan segi kelestarian hasil dan konservasi namun tetap memberi peluang untuk meningkatkan hasil tanaman, pendapatan, dan perbaikan kesejahteraan petani. Salah satu dampak dari kegiatan tersebut adalah berkembangnya sentra-sentra hutan rakyat di berbagai daerah.

1

Page 2: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Dalam perkembangannya, pembangunan hutan rakyat menghasilkan berbagai model yang tentunya didasarkan pada pengalaman petani tentang kesesuaian jenis dengan lingkungan fisik, sosial , budaya, dan ekonomi. Berbagai macam model-model hutan rakyat, peranan hutan rakyat dilihat dari aspek produksi, sosial, ekonomi dan lingkungan serta hasil analisis kesesuaian jenis tanaman hutan rakyat di Kabupaten Ponorogo yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan hutan rakyat di daerah ini dalam waktu yang akan datang.

Menurut jenis tanamannya, ada tiga macam hutan rakyat yang diusahakan oleh masyarakat di Kabupaten Ponorogo, yaitu:

(1) Hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur.

(2) Hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.

(3) Hutan rakyat wana tani (agroforestry), yaitu yang mempunyai bentuk usaha kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain-lain yang dikembangkan secara terpadu.

Pembangunan sentra hutan rakyat pada hakekatnya adalah kegiatan awal untuk memacu pembangunan ekonomi di Kabupaten Ponorogo. Secara bertahap berkembangnya kegiatan produksi pertanian diupayakan untuk dapat diikuti oleh muncul dan berkembangnya kegiatan-kegiatan ekonomi terkait, baik secara horizontal maupun vertikal, serta pengadaan jasa-jasa di sekitarnya sehingga menumbuhkan dinamika perekonomian wilayah.

Kalau kita menyimpan uang di bank sebesar Rp. 5 juta dengan bunga 10%/tahun maka dalam 7 tahun uang Anda menjadi Rp. 9,7 juta, karena bunga berbunga. Kalau uang yang Rp. 5 juta itu diinvestasikan dengan menanam tanaman sengon/albazia falcataria varietas Solomon maka uang itu akan menjadi Rp. 765 juta atau 2100%/tahun. Dengan modal Rp. 5 juta, dapat menanam tanaman sengon sebanyak 1.000 batang dengan jarak tanam 3 m x 3 m. Pada tahun ke-3 sudah dapat dipanen berupa kayu jenjing/sengon dengan melakukan penjarangan sebanyak 500 pohon (50%). Hasil penjarangan ini dapat dijual dengan harga Rp. 500.000/m3, sehingga kita peroleh Rp. 62.500.000. Baru tahun ke tiga modal sudah kembali berlipat-lipat sebanyak 12 kali lipat. Sisanya dibiarkan tumbuh sampai berumur 7 tahun. Setelah penjarangan jarak tanaman pohon albazia menjadi 6 m x 6 m, pertumbuhan tanaman albazia menjadi sangat cepat.

Agar pembangunan kawasan hutan rakyat dapat berhasil, kegiatan dan pendanaan yang tersebar secara parsial harus dapat dikoordinasikan dan dirangkai ke dalam suatu kegiatan yang saling bersambung, membentuk sistem hutan rakyat yang utuh. Untuk itu koordinasi perencanaan dan pengendalian sejak di tingkat propinsi hingga tingkat lokasi, yang menjamin

2

Page 3: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

terfokusnya berbagai sumberdaya dan dana untuk pengembangan sentra dimaksud merupakan aspek yang sangat penting. Sehubungan dengan hal itu peranan Pemerintah Daerah sebagai penguasa yang mengatur gerak pembangunan daerah sangat penting.

1.2. Tujuan

Pengembangan Kawasan Hutan Rakyat (KAHURA) Sengon - Jati Super di lahan masyarakat sekitar hutan ini ditujukan untuk menyusun rencana induk serta rencana operasional multi tahun atas pengembangan KAHURA, untuk memberi kekuatan awal, memfasilitasi dan memandu masyarakat dan kelembagaan tradisionalnya setempat dalam melaksanakan usaha hutan rakyatnya secara ekonomis dan lestari.

1.3. SasaranPenyusunan rencana menyeluruh atas lokasi pengembangan

KAHURA Sengon - Jati Super di wilayah Kabupaten Ponorogo ini diharapkan dapat disepakati oleh instansi terkait seperti PERHUTANI, PEMDA dan memuat hal-hal sebagai berikut :a. Rancangan Kawasan Hutan rakyat yang memuat output, target grup

(kelembagaan sosial-tradisional yang ada), manfaat yang dihasilkan, dilengkapi dengan disain bio-fisik yang relevan (sistem wanatani tiga strata :

Strata I = Jati Super, Sengon dan Petai, Strata II = Pohon Buah-buahan, Strata III = Jagung, ubikayu atau kacang-kacangan.

b. Rencana tahapan kegiatan hingga terwujudnya kawasan dimaksud, memuat rencana kegiatan sinergis lintas sektor, subsektor, program dan institusi, beserta volume fisik.

c. Rencana operasional rinci yang harus dilaksanakan oleh masing- masing pelaku (CLUSTER) terkait, terutama kelompok tani yang telah ada.

d. Mekanisme koordinasi penyelenggaraan dan pemberdayaan di tingkat lokasi desa.

1.4. Penetapan Lokasi dan Sasaran Jenis UsahaPemilihan lokasi KAHURA Sengon Kabupaten Ponorogo

didasarkan atas ketersediaan lahan, kesesuaian lahan serta agroklimatnya untuk budidaya tanaman tahunan kesiapan kelembagaan sosial penunjang , kesediaan masyarakat dan tersedianya tenaga kerja serta sumberdaya lain yang membentuk keunggulan komparatif wilayah untuk hutan rakyat.

Pemilihan komoditas utama Jati Super, Sengon dan buah-buahan & Petai serta komoditas penunjang tanaman pangan (jagung, ubikayu dan kacang-kacangan) serta jenis usahanya didasarkan atas:

3

Page 4: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

(1). Potensi menghasilkan keuntungan ekonomis, melestarikan hutan jati dan lahan kering milik masyarakat sekitar,

(2). Produksi pangan dan potensi pemasaran produk-produknya mudah, (3). Akses sosioteknologi: kesiapan dan penerimaan masyarakat atas usaha

hutan rakyat Jati Super – Petai - Sengon - Jagung, (4) Keunggulan Sengon , Jati Super, dan Petai dalam memanfaatkan dan

melestarikan sumberdaya lahan kering - kritis sekitar hutan. (5). Kesesuaian sumberdaya lahan dan agroklimat bagi tanaman Sengon,

Petai, Jati Super, Jagung, Ubikayu dan kacang-kacangan

II. KEUNGGULAN KAHURA SENGON- JATI SUPER

Tanaman sengon sudah tidak asing lagi bagi masyarakat pedesaan di wilayah Kabupaten Ponorogo. Tanaman ini  sekarang telah mampu menjadi penopang ekonomi masyarakat pedesaan karena kemampuan jual (nilai jual) kayunya cukup tinggi. Harga pasaran kayu sengon per m3 (kubik) yang telah dipotong berdasar ukuran untuk bahan bangunan dipasaran sudah berkisar 1-2 juta rupiah, sedangkan yang masih dari kebun atau berbentuk log per m3 masih di bawahnya, namun tetap saja dari tahun ketahun harganya naik mengikuti harga lainnya. Harga ini beragam antar tempat sesuai biaya tebang dan biaya angkut, serta jenis dan kualitas kayu sengonnya. Kayu log sengon dapat dijadikan bahan "pulp", ranting kayu untuk kayu bakar, dan daunnya untuk bahan pakan ternak (campuran pakan ternak), kompos (pupuk hijau daun) memiliki nilai ekonomis.

Seiring dengan laju pembangunan perumahan dan banyaknya rumah bangunan permanen/semi permanen yang mebutuhkan kayu dalam jumlah banyak, maka nilai kayu semakin mahal. Pada saat kayu-kayu kelas papan atas seperti kayu jati, kayu kalimantan, semakin mahal maka kayu sengon mulai diminati untuk digunakan sebagai bahan bangunan.

Sudah banyak teladan masyarakat pedesaan sukses menjadi jutawan karena sengon. Padahal sewaktu sengon belum menjadi salah satu kayu yang diminati masyarakat, kayu sengon masih sekelas kayu bakar, sedikit yang memanfaatkan untuk bangunan. Pemerintah melalui program penghijauan telah memasukkan sengon sebagai salah satu tanaman untuk konservasi. Departemen Kehutanan melalui Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah melaksanakan  pemberian bantuan bibit sengon dan bantuan pemeliharaan kepada petani, budidaya sengon dikembangkan secara meluas. Kemudian di era otonomi kebijakan ini dilanjutkan oleh Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Ponorogo.

Pada saat ini petani sengon sudah mulai merasakan manfaatnya hutan rakyat sengon. Nilai kayu sengon semakin tinggi sebagai kayu yang memiliki permintaan pasar tinggi dan permintaan cenderung stabil untuk jangka waktu lama. Masyarakat sudah tidak malu lagi memakai kayu

4

Page 5: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

sengon untuk bahan bangunan konstruksi ringan, bahkan para pengembang perumahan rakyat (KPR BTN) di daerah telah memakai sengon untuk bahan bangunannya.

Sambil menunggu dapat dipanen saat telah berumur 5 tahun s/d 9 tahun, petani dapat  menanam tanaman bawah tegakan selama belum siap panen. Dengan cara ini konservasi tanah tetap dapat terjaga dan ekonomi keluarga tetap terpenuhi.

2.1. Beberapa Permasalahan

Beberapa permasalahan hutan rakyat di wilayah lahan kering Kabupaten Ponorogo, yang dapat diidentifikasikan saat ini adalah:(a). Volume produksi dan perdagangan Sengon selama ini mengalami

fluktuasi yang sangat tajam dari waktu ke waktu. Beberapa faktor yang terkait dengan masalah ini adalah fluktuasi potensial-demand pasar luar daerah dan domestik ; kendala-kendala kualitas (terutama tentang jenis/varietas yang paling disukai konsumen); keadaan teknik penanganan budidaya tanaman dan pascapanen buah; serta kendala-kendala kontinyuitas dan peningkatan produksi.

(b). Sebagian besar tanaman ditanam penduduk di lahan pekarangan dan lahan tegalan di sela-sela tanaman lainnya, sehingga total populasi pohon sangat rapat. Sejumlah besar tanaman buah ditanam pada lokasi yang tingkat kesesuaian lahannya rendah, terutama dari sudut pandang agroklimat dan ketinggian tempat.

(c). Alternatif pengembangan kebun Sengon tiga strata pada lahan tegalan atau perkebunan masih belum meyakinkan masyarakat, apakah tanaman Sengon - yang diusahakan secara komersial cukup "layak" (feasible) baik ditinjau dari aspek finansial/ ekonomi, ekologi/lingkungan, maupun sosio-teknologi.

(d). Biaya investasi untuk pengusahaan Sengon apabila dilakukan secara komersial (kebun monokultur) cukup besar, sulit terjangkau oleh individual petani.

2.2. Prospek Pengembangan Hutan rakyat Sengon Jenis Sengon unggul yang saat ini dijumpai di wilayah Kabupaten

Ponorogo adalah Sengon Super. Sebagai salah satu tumbuhan yang dapat memperbaiki kesuburan lahan, sengon juga merupakan penghasil kayu yang produktif. Ketinggian pohon dapat mencapai 25-45 meter. Hingga berumur 5 tahun pertumbuhan tingginya mencapai  4 meter/tahun. Dapat ditebang setelah berumur 5-9 tahun. Potensi produksi kayunya sebesar 10-40 m3/hektar/tahun, atau 250m3 per hektar. Kayu sengon dapat dimanfatkan untuk kayu kontruksi/bangunan, peti kemas korek api, pulp, jointed board/wood working, sawmill, moulding, kerajinan tangan meubelair, kayu

5

Page 6: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

bakar dan arang. Daunnya digunakan sebagai pakan ternak. Di Ambon kulit batang digunakan untuk penyamak jaring, kadangkadang sebagai pengganti sabun. Ditanam sebagai pohon pelindung, tanaman hias, reboisasi dan penghijauan. Kayu sengon mudah pengerjaannya: Mudah digergaji, diserut, dipahat, dibor, diamplas, dan diplitur, serta tidak mudah pecah kalau dipaku.  Dari seluruh kegunaan tanaman sengon, batang kayunya inilah yang memiliki nilai kegunaan ekonomis tinggi.

Pohon sengon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV - V. Tajuk tanaman berbentuk perisai, jarang, selalu hijau. Daun majemuk, panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8 - 15 pasang anak tangkai daun yang berisi 15 - 25 helai daun. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 - 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga. Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur. Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, lurus dan tidak bersekat-sekat. Buah sengon waktu muda berwarna hijau, berubah kuning sampai coklat setelah masak, panjangnya sekitar 6 - 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 - 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin. Untuk benih sengon berbentuk pipih, lonjong, 3 - 4 x 6 - 7 mm, warna hijau, bagian tengah coklat. Jumlah benih sekitar 40.000 butir/kg dengan daya berkecambah rata-rata 80%. Berat 1.000 butir kurang lebih berkisar 16 ? 26 gram.

Keberhasilan pengembangan Sengon di wilayah Kabupaten Ponorogo menghadapi beberapa tantangan, yaitu:

(a). Penyediaan bahan pangan bergiziPengembangan tanaman Sengon haruslah diarahkan pada lahan kering

kritis (pekarangan, tegalan, kebun campuran, dan hutan rakyat ). Arah kebijakan ini dipertegas oleh Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa yang menggelarkan "gerakan Sengonisasi", yaitu menanam tanaman Sengon dan Jati Super pada setiap jengkal lahan kritis yang kosong dalam sistem wanatani.

(b). Pengelolaan lahan kritis Lahan-lahan kritis di wilayah Kabupaten Ponorogo Jawa Timur sampai

saat ini masih terus memerlukan penanganan yang lebih serius, terutama

6

Page 7: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

yang berada di kawasan lahan masyarakat dan kawasan hutan di sekitarnya. Kenyataan ini mendorong adanya kebijakan khusus untuk menggerakkan program penghijauan yang ekonomis. Jenis tanaman yang dianjurkan adalah Sengon berdampingan dengan Jati Super dan tanaman sela jagung/ubikayu/kacang-kacangan, karena tanaman ini disamping untuk tujuan penghijauan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat .

(c). Respons petani Respon petani untuk menanam Sengon dan Jati Super pada lahan kering (pekarangan, tegalan, kebun, dan lahan-lahan terlantar) cukup besar. Untuk lebih membantu respon penduduk ini diperlukan adanya Kawasan Pengembangan Hutan rakyat Sengon sebagai sentra untuk menampung dan menyalurkan hasil-hasil produksi kebun rakyat /hutan rakyat Sengon

(d). Intensifikasi penggunaan lahan Intensitas penggunaan lahan kering-kritis masih sangat rendah yakni satu kali setahun (tanam yang ke dua kadang-kadang berhasil dipanen dan kadang-kadang gagal dipanen karena mengalami kekeringan). Pada musim kemarau lahan-lahan seperti ini praktis tidak menghasilkan produk, sehingga lazimnya dikategorikan sebagai lahan "Sleeping Land". Dengan demikian penanaman Sengon pada lahan seperti ini diharapkan dapat meningkatkan intensitas produktivitasnya.

(e). Peningkatan pendapatan petani Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman Sengon memberikan sejumlah pendapatan keluarga. Kenyataan ini menunjukkan bahwa apabila pengembangan Sengon diarahkan pada lahan-lahan petani tersebut diharakan dapat meningkatkan pendapatan petani.

(f). Kesesuaian Sumberdaya Lahan dan Agroklimat bagi Sengon

1. Kondisi IklimTemperatur BERKISAR 15-40oC, dan kisaran optimumnya adalah 22 - 28oC; curah hujan berkisar antara 750 - 2500 mm/tahun dengan bulan kering mencapai 6 bulan.

2. TanahDapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, kedalaman (>50 cm), konsistensi gembur (lembab), permeabilitas sedang, drainase baik, tingkat kesuburan sedang, tekstur lempung dan lempung berdebu; pH tanah berkisar 4.5 - 8.2, dan kisaran optimum pH 5.5 - 7.8Penurunan hasil dapat terjadi karena salinitas dengan DHL > 1 dS/m. Penurunan hasil dapat mencapai 50% kalau DHL mencapai 6 dS/m atau ESP mencapai 20%; dan tidak mampu berproduksi apabila DHL

7

Page 8: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

mencapai 9dS/m. Tanaman memerlukan pupuk yang banyak terutama pupuk organik pada masa pertumbuhan.

Keberhasilan penanaman sengon sangat dipengaruhi oleh kondisi biofisik lokasi yang akan ditanami. Seberapa jauh tingkat kesesuaiannya tergantung dari kecocokan antara persyaratan tumbuh tanaman dengan kondisi biofisik lokasi penanaman. Kondisi biofisik yang tidak sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan mengakibatkan pertumbuhan tanaman akan terganggu, sehingga secara ekonomis tanaman tersebut tidak menguntungkan. Kabupaten Ponorogo dengan hutan rakyat sengon yang cukup luas, dikenal cukup berhasil dan mendukung ekonomi masyarakat. Namun demikian setelah dilakukan pengukuran tegakannya ternyata nilai bonitanya agak rendah yaitu 1,6. Selain itu daerah tersebut sebagian besar merupakan daerah perbukitan yang mempunyai lereng yang cukup curam dan curah hujan yang tinggi. Berdasar hasil pengamatan tersebut maka perlu dikaji secara lebih cermat tingkat kesesuaian lahannya untuk jenis tanaman sengon (Paraserianthes falcataria). Meskipun secara sosial ekonomi tanaman sengon ini dapat diterima masyarakat dan juga menguntungkan serta telah menjadi hutan rakyat sengon, namun informasi tentang kesesuaian ini penting diketahui. Dengan diketahuinya tingkat kesesuaian lahan, maka informasi ini dapat digunakan untuk dasar pertimbangan secara teknis bagi pengembangan hutan rakyat sengon di Ponorogo. Tingkat kesesuaian lahan ini juga akan ditunjukkan oleh produktivitas kayu (riap volume) dalam kurun waktu tertentu. Suatu jenis tanaman dapat dapat hidup meskipun produktivitasnya rendah, tetapi di sini dapat masuk pada kelas tidak sesuai, tergantung dari faktor-faktor dalam menentukan kelas kesesuaian lahan. Meskipun secara fisik tidak sesuai tetapi kenyataannya secara sosial dapat dianggap sesuai.

Sengon memiliki sebaran alami yang sangat luas, tanaman ini banyak ditanam di daerah tropis, merupakan species pionir, terutama terdapat di hutan hujan dataran rendah sekunder atau hutan pegunungan rendah.Tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7. Sengon dapat tumbuh mulai dari pantai hingga pada lahan berketinggian 1.800 mdpl (0 s/d 1.800 m diatas permukaan laut). Ketinggian lahan yang optimum untuk tumbuh sengon 0 s/d 800 mdpl. Tanaman ini dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah hujan 200-2700 mm/th dengan bulan kering sampai 4 bulan. Dapat ditanam pada lahan yang tidak subur tanpa dipupuk.

4. Persyaratan penggunaan lahan untuk Sengon :

Persyaratan penggunaan/ Kelas Kesesuaian Lahan:Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N

8

Page 9: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

TEMPERATUR (tc):

Temperatur rataan (oC) 22-28 18-22 28-34

15-18 34-40

<15 >40

KETERSEDIAAN AIR (wa)Curah hujan, mm/th 1250-1750 1750-2000

1000-1250 750-10002000-2500

<750>2500

KELEMBABAN UDARA (%) >42 36-42 30-36 <30Ketersediaan oksigen (oa):Drainase

Baik - Agak baik

Agak terhambat

Terhambat, agak cepat

Sangat terhambat -Cepat

MEDIA PERAKARAN (rc):Tekstur ah; s ak

h k

Bahan kasar (%) <15 15-35 35-55 >55Kedalaman tanah (cm) >100 75-100 50-75 <50Gambut:Ketebalan, cm <60 60-140 140-200 >200+ dgn sisipan/pengkayaan <140 140-200 200-400 >400Kematangan Saprik+ Saprik

Hemik+HemikFibrik+

Fibrik

RETENSI HARA (nr):KTK liat, cmol >16 <= 16

Kejenuhan Basa , % >35 20-35 <20pH H2O 5.5-7.8 5.0-5.5

7.8-8.0<5.0>8.0

C-organik, % >1.2 0.8-1.2 <0.8TOKSISITAS (xc):Salinitas (dS/m) < 4 4 - 6 6 - 8 > 8

SODOSITAS (xn)Alkalinitas (ESP) , %

<15 15-20 20-25 >25

BAHAYA SULFIDIK (xs):Kedalaman sulfidik, cm

>125 100-125 60-100 <60

BAHAYA EROSI (eh):Lereng, % < 8 8-16 16-30 >30

Bahaya Erosi sr r-sd b sbBAHAYA BANJIR(fh):Genangan F0 - - > F1

PENYIAPAN LAHAN (lp)Batuan di permukaan, % <5 5-15 15-40 >40

Singkapan batuan, % <5 5-15 15-25 >25Keterangan: Tekstur: h = halus; ah = agak halus; s = sedang; ak = agak kasar. + = gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral. Bahaya erosi: sr = sangat ringan; r = ringan; sd = sedang; b = berat; sb = sangat berat.

9

Page 10: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Tidak tumbuh subur pada lahan berdrainase jelek. Termasuk species yang memerlukan cahaya dan tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 ّ ? 27 ّC. Hal ini dikarenakan sengon merupakan jenis tanaman tropis. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50%-75%. Merupakan salah satu species paling cepat tumbuh di dunia, mampu tumbuh 8 m/tahun dalam tahun pertama penanaman.

2.3. Keragaan Sistem Hutan rakyat Sengon yang ada

Pengelolaan hutan rakyat sengon akan lestari apabila ada manfaat ekonomis yang dirasakan oleh petani. Manfaat hutan rakyat dapat dibagi menjadi dua yaitu manfaat finansial dan lingkungan. Manfaat finansial berupa peningkatan pendapatan, peningkatan kesejahteraan, penyerapan tenaga kerja, dan lain-lain. Adapun manfaat lingkungan antara lain berupa pengendalian erosi, perbaikan kualitas air, perbaikan lingkungan dan sebagainya. Selain penghasil kayu yang seringkali menjadi tujuan utama petani mengembangkan hutan rakyat, mereka dapat memperoleh pula hasil ikutannya. Manfaat jangka pendek dari hutan rakyat dapat dikembangkan menjadi manfaat jangka panjang seperti peningkatan hasil pertanian, perbaikan gizi dan kesehatan, perbaikan keadaan sosial ekonomi, tata guna lahan, serta perbaikan konservasi lingkungan. Semuanya tersebut merupakan manfaat yang secara ekonomi bersifat tangible dan intangible. Peningkatan pendapatan masyarakat dan retribusi baik dari hasil hutan kayu maupun non kayu akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan juga pembangunan daerah. Kontribusi terhadap pendapatan daerah pada hutan rakyat ini selain kayu dapat juga berupa jasa lainnya dalam kaitannya dengan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Secara ekonomi banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan dan pengembangan hutan rakyat sengon layak secara ekonomi untuk dikembangkan. Pengelolaan hutan rakyat di berbagai lokasi memiliki kelayakan finansial BCR = 12-15; IRR = 25-30, NPV = Rp. 75.000.000,-. Pengelolaan hutan rakyat layak untuk dikembangkan meskipun hanya memberikan kontribusi pada pendapatan petani sebesar 10% dari rata-rata pendapatan rumah tangga. Hasil analisis margin pasar petani menerima margin sebesar 45-50%. Hasil analisis finansial BCR = 3,50, NPV = 6.000.000, IRR = 50,00%. Hasil analisis finansial hutan rakyat sengon + jahe, memberikan keuntungan (Rp. 14.500.000. BCR 1,10, NPV = Rp 5.000.000, IRR = 30%.

Usaha tani dengan pola diversifikasi antara tanaman kehutanan dan perkebunan pada lahan kering memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa diversifikasi. Dengan asumsi rata-rata luas lahan untuk hutan rakyat adalah 1,00 ha dengan kerapatan pohon 400 pohon/ha. Sedang pohon yang ditebang rata-rata 75 pohon/ha/th dengan

10

Page 11: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

daur 6 tahun. Dari kondisi tersebut pendapatan bersih petani Rp. 950.000,-/KK/ha/th.

Hutan rakyat pola agroforestry lebih menguntungkan dibanding hutan rakyat murni. Hutan rakyat murni NPV Rp. 11.000.000/ha/daur (7 tahun) atau Rp.1.500.000/ha/tahun sedangkan pola agroforestry dengan campuran kapulaga, kopi, nilam, pisang, kelapa, jagung dan petai memberikan sumbangan pendapatan sebesar Rp 5.500.000/ha/tahun dimana Rp 850.000/ha/tahun disumbang dari hasil kayu. Pola hutan rakyat yang diterapkan di Kabupaten Ponorogo pada umumnya campuran antara tanaman kayu, buah dan semusim atau tanaman kayu dan buah. Kedua pola tersebut secara finansial layak dilakukan. Kedua pola tersebut memberikan peningkatan pendapatan yang hampir sama yaitu sekitar 1,5 juta rupiah, namun kontribusi hasil kayu terhadap peningkatan pendapatan lebih besar pada pola campuran kayu dan buah.

Pemanfaatan lahan bawah tegakan hutan rakyat di Kabupaten Ponorogo, secara ekonomi layak dilakukan, dan dapat meningkatkan pendapatan sampai 25 %. Di samping itu, juga mampu menyerap tenaga kerja yang ada seperti penggunaan lahan bawah tegakan dengan nanas dapat menyerap tenaga kerja sekitar 400 HOK saat pembangunan dan 100 HOK selama pemeliharaan.

Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan keluarga rata-rata 25 % dengan rata-rata pendapatan sekitar Rp. 750.000 /ha/tahun dimana pendapatan tertinggi ada pada lahan yang kombinasi tanamannya berstrata seperti pinus, uru, bambu, buangin, tasian, aren, cokelat, kopi, ubi jalar dan ubi kayu. Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga petani sekitar 25 % dari total pendapatan. Misalnya, pada lahan seluas 0,5 - 0.6 ha, kombinasi sengon, kapulaga dan cabe dapat memberikan keuntungan / pendapatan bersih sekitar Rp. 15.000.000/th.

Ada kebijakan daerah yang justru menimbulkan ekonomi biaya tinggi seperti retribusi dan Ijin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik (IPKTM). Permasalahan yang sering dihadapi dalam pemasaran kayu sengon antara lain: a). lemahnya posisi tawar petani. b). berfluktuasinya harga kayu sengon rakyat, dan c). kurangnya informasi pasar bagi petani.

(1). Sistem UsahataniTanaman Sengon pada umumnya diusahakan di lahan pekarangan

secara sambilan. Estimasi tentang persentase luas pengusahaan Sengon berdasarkan sistim pengusahaannya disajikan dalam Tabel 1.

11

Page 12: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Tabel 1. Estimasi Persentase Usahatani Tanaman Sengon Berdasarkan Sistem Pengusahaannya

Farming systems % luasan

1. Sengon diusahakan pada lahan pekarangan dan ruang publik

40 - 50

2. Sengon diusahakan pada lahan penghijauan, tegalan dan tumpangsari dengan tanaman pangan 30 - 40 3. Sengon diusahakan pada lahan tegalan secara monokultur ± 5

Tanaman Sengon di lahan tegalan dan pekarangan penduduk tidak mendapatkan perawatan secara memadai, pemupukan dilakukan ala kadarnya, pemangkasan tajuk tidak dilakukan.

(2). Usahatani Sengon rakyatDeskripsi ringkas sistem usahatani Sengon yang dilakukan oleh

petani sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.

(3). Sistem Pemasaran Tujuan akhir dari pemasaran hasil hutan rakyat adalah untuk

memperoleh efisiensi pasar dengan cara memperpendek rantai pasar, sehingga harga akan menjadi lebih baik terutama di tingkat petani. Untuk sampai ke tangan konsumen, suatu barang dapat dipasarkan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung , apabila barang yang dipasarkan tidak melalui saluran tata niaga, jadi tidak ada lembaga lain yang terlibat kecuali produsen awal dan konsumen akhir. Secara tidak langsung, apabila diantara produsen dan konsumen ada rantai pemasaran yang disebut saluran tata niaga. Kehadiran pedagang perantara sering diperlukan, karena selain membantu menyederhanakan pelaksanaan fungsi pemasaran yang seharusnya dibebankan kepada produsen juga memperlancar arus komoditas. Namun sering terjadi, justru kehadiran pedagang perantara merupakan kendala bagi lancarnya arus barang, jika saluaran tata niaga sudah sedemikian panjang, sehingga mengakibatkan tidak efisien dan tidak adil dalam pembagian keuntungan/ profit margin.

Kayu sengon pada umumnya dikonsumsikan dalam bentuk kayu mentah, kurang dari satu persen dari total produksi yang diproses menjadi bentuk kayu olahan. Kayu sengon sebagian besar dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

12

Page 13: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

a. Saluran Pemasaran. Kayu Sengon yang dihasilkan di Kabupaten Ponorogo dipasarkan

di dalam wilayah Kabupaten dan sebagian dikirim ke luar wilayah.

b. Cara PemasaranPenjualan kayu Sengon pada umumnya dilakukan melalui tiga

cara, yakni tebasan, ijon dan kontrak. Sebagian besar petani melakukan pemasaran kayu sengonnya dengan cara tebasan (80%), sisanya dengan cara ijon dan kontrak. Dalam hal ijon dan kontrak, penentuan harga sangat didominasi oleh pedagang.

Tabel 2. Deskripsi Sistem Usahatani Sengon Yang Dilakukan Petani

Kondisi aktual 1. Rata-rata jumlah pohon 15 -50 pohon2. Lahan yang digunakan Lahan pekarangan, tegalan,

HRKR3. Jarak tanam Tidak beraturan4. Sistim penanaman Sebagian besar berasal dari bibit

grafting dan okulasi 5. Jenis Sengon yang banyak diusahakan Suwaru dan Lokal6. Pemangkasan Umumnya dilakukan pada waktu tanaman umur 1-3 tahun7. Pemupukan Umumnya dilakukan pada waktu tanaman umur 1-2 tahun8.Pemberantasan hama dan penyakit Jarang dilakukan

c. Marjin pemasaran

Market Share petani dari harga beli konsumen hanya sebesar lebih kurang 45%.

(4). Aspek Sosio-teknologiPenguasaan agroteknologi Sengon oleh penduduk pada umumnya

sudah menguasai syarat minimal, akan tetapi untuk menuju kepada usahatani yang lebih intensif masih diperlukan tambahan informasi teknologi inovatif. Teknologi bibit dan pembibitan, penanaman bibit dan perawatan tanaman, serta fungsi pascapanen sederhana telah dikuasai penduduk.

(5). Ketersediaan sarana produksiKetersediaan sarana produksi untuk pengembangan Sengon yang

terpenting adalah bibit yang kualitasnya baik. Potensi bibit Sengon di

13

Page 14: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Jawa Timur masih dapat dikembangkan lagi sesuai dengan permintaan pasar. Dalam rangka penyediaan bibit Sengon, peranan masyarakat dalam usahatani pembibitan Sengon dipandang perlu dilibatkan, karena usahataninya cukup efisien dan meningkatkan pendapatan petani.

Tabel 3. Keadaan Sosio-Teknologi Budidaya Sengon di wilayah Kabupaten Ponorogo

Ponorogo: Pekarangan Kebun rakyatI. Bibit dan Pembibitan a. Asal bibit - Sendiri 75.0 % 35 % - Membeli 25.0 % 65 % b. Cara Pembibitan : Biji 75.0 % 65.0 - Sambungan 0.0 % 0.0 - Okulasi 0.0 % 0.0 - Cangkok 0 % 0 c. Jarak Tanam; m - Tak teratur 5 x 5 - - Teratur 10 x 10 12 x 12 d. Sistim Penanaman - Tumpangsari 100 % 75 % - Monokultur - 25 % II. Pemeliharaan a. Pemangkasan/ Benalu 60.00 % 40.75 % b. Pemupukan 11.00 % 55.00 % c. Pemberantasan hama penyakit 5.00 % 45.00 % d. Penyiangan 40.00 % 75.00% III. Jumlah rata-rata 15-50 pohon 500 pohon setiap orang

(8). Aspek Finansial

Berdasarkan estimasi cash flow selama 20 tahun diperoleh informasi bahwa tanaman Sengon baru mendatangkan keuntungan setelah umur 5-6 tahun. Sedangkan apabila modalnya berasal dari kredit akan dapat terlunasi pada tahun ke-8-10. Besarnya keuntungan Sengon pada "discount rate" 22 persen per tahun dengan "Net Present Value" (NPV) sekitar Rp.4.000.000,- sedangkan besarnya "Internal Rate of Return" (IRR) sekitar 32.5 persen.

14

Page 15: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Dengan informasi ini dapat disimpulkan bahwa secara finansial usahatani Sengon sangat menguntungkan.

III. PENGEMBANGAN KAHURA SENGON - PETAI - JATI SUPER

Pola pengembangan hutan rakyat hingga saat ini terdiri dari pola subsidi (inpres, padat karya), pola swadaya dan pola kemitraan. Kondisi tegakan hutan rakyat pada pola pengembangan swadaya tipe pemilik dekat dengan lokasi hutan rakyat kurang bagus, namun jenis dan jumlah pohonnya sangat bervariasi. Petani menjadikan hutan rakyat sebagai sumber mata pencaharian utama tetapi bibit yang ditanam berasal dari alamiah yang tidak selalu tersedia sepanjang tahun sehingga penanaman tidak bisa dilakukan secara serentak. Sedangkan pada pola pengembangan hutan rakyat swadaya tipe pemilik jauh dari lokasi hutan rakyat, pola kemitraan dengan pemerintah maupun Perhutani jenis tanamannya cenderung monokultur tetapi kondisi tegakannya bagus, karena pada pola ini sudah diterapkan sistem silvikultur yang baik, memperhatikan waktu penanaman dan dilakukan pemeliharaan. Sebaran kelas diameter dan sebaran kelas tinggi tegakan pada pola pengembangan swadaya lebih bervariasi dibandingkan pada pola kemitraan disebabkan jarak tanam pohon pada pola swadaya lebih lebar. Jenis pohon yang dominan ditanam pada hutan rakyat adalah sengon. Dari beberapa pola pengembangan yang ada, potensi sengon terbesar pada pola pengembangan hutan rakyat swadaya tipe pemilik jauh dari lokasi. Sedangkan pada pola kemitraan potensi kayu sengon baru dapat dihitung setelah umur tanaman lebih dari lima tahun.

3.1. Dasar Pertimbangan

1. Pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan, khususnya masyarakat sekitar kawasan hutan jati Kabupaten Ponorogo, melalui KAHURA Sengon - Jati Super – Petai - Jagung

2. Antisipasi KRISIS produk hutan, akibat melimpahnya produk impor3. Sistem Produksi dan Distribusi produk kayu Indonesia:

- lemahnya posisi tawar petani Sengon - Industri estate di Jawa sekala besar in-feasible- Produksi Sengon pada lahan-lahan subur mengalami tekanan

berat dari komoditi tanaman pangan- Sistem kemitraan petani Sengon - pedagang Sengon “kurang

adil”- Biaya produksi relatif tinggi, terutama biaya angkutan

4. Industri hilir masih terbatas pada industri olahan tertentu.

15

Page 16: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

5. Luasnya kawasan lahan kritis yang potensial untuk dikembangkan menjadi kebun-rakyat Sengon (Wanatani Tiga Strata: Sengon - Jati mas/Petai - Jagung)

3.2. Tujuan

1. Memberdayakan ekonomi masyarakat hutan rakyat melalui KAHURA Sengon - Jati Super+Petai - Jagung TERPADU guna peningkatan daya saing produk buah Sengon dari kawasan lahan kritis sekaligus memproduksi pangan bagi masyarakat setempat

2. Menginisiasi berkembangnya KAHURA Sengon - Jati Super+Petai - Jagung Terpadu yang didukung oleh adanya techno-industrial cluster yang relevan

3. Pengembangan teknologi pengolahan diversifikasi produk hutan rakyat: Jati Super (kayu, daun), Buah Sengon , olahan Sengon , pupuk organik, jagung/ubikayu/kacang-kacangan, hijauan pakan ternak

4. Pengembangan kelembagaan sosial-masyarakat pengelola KAHURA Sengon - Jati Super +Petai - Jagung secara terpadu.

3.3. Keterkaitan Sistem Kelembagaan

Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumberdaya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat, hutan rakyat di Kabupaten Ponorogo pada umumnya dikembangkan pada lahan masyarakat. Pembangunan hutan rakyat diarahkan untuk mengembalikan produktivitas lahan kritis, konservasi lahan, perlindungan hutan, dan pengentasan kemiskinan melalui upaya pemberdayaan masyarakat pengelola hutan rakyat.

Ada tiga pola pengembangan hutan rakyat hingga saat ini yaitu pola subsidi (inpres, padat karya), pola swadaya dan pola kemitraan. Pola subsidi bertujuan agar masyarakat mau terlibat dalam upaya rahabilitasi dan konservasi tanah sekaligus sebagai tambahan pendapatan. Pola swadaya yang merupakan tindak lanjut dari keberhasilan pola subsidi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mutu lingkungan dan menunjang pemenuhan bahan baku kayu industri. Sedangkan pola kemitraan bertujuan agar terciptanya unit-unit usaha perhutanan rakyat pada daerah sentra industri pengolahan kayu serta terbinanya partisipasi masyarakat dalam pelestarian sumberdaya hutan (Dirjen RRL, 1997).

Salah satu kendala yang dihadapi oleh petani dalam pengembangan dan pembangunan hutan rakyat adalah faktor modal. Pola kemitraan diyakini sebagai suatu cara untuk mengatasi permasalahan ini dengan mengembangkan kemitraan baik dengan pemerintah, swasta maupun dengan Perhutani (BUMN). Dengan adanya pola kemitraan paling tidak ada tiga hal yang akan dicapai yaitu kualitas dan kuantitas tegakan yang lebih

16

Page 17: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

baik, pasar yang telah terjamin dan minat serta kemampuan petani semakin meningkat. Kondisi dan potensi tegakan sangat penting diketahui untuk menilai keberhasilan pengelolaan hutan rakyat, di mana kondisi tegakan ini dipengaruhi oleh bentuk-bentuk pengembangan hutan rakyat.

Pada saat sekarang ini pembangunan hutan rakyat banyak dikembangkan dengan berbagai pola diantaranya yaitu pola kemitraan, pola swadaya dan bentuk bantuan murni seperti bantuan dari pemerintah dan pihak lainnya. Tegakan yang dihasilkan pada pola-pola uaha ini cukup bagus baik diamater maupun tinggi pohonnya. Dengan adanya pola kemitraan diharapkan akan menghasilkan kualitas dan kuantitas tegakan yang lebih baik lagi.

Kondisi dan potensi tegakan akan memberikan gambaran bagaimana pertumbuhan tegakan yang sesungguhnya pada pola pengembangan yang ada. Selain itu akan diketahui pula hal-hal lain yang menjadi sebab dari baik atau tidaknya pertumbuhan tegakan hutan rakyat tersebut, karena pertumbuhan tegakan kayu atau tanaman sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Selanjutnya dengan dihasilkannya tegakan yang berkualitas maka diharapkan akan meningkatkan daya jual kayu rakyat dan pada akhirnya akan menambah pendapatan petani sehingga kesejahteraannya akan meningkat. Dengan kondisi tersebut akan merangsang petani untuk terus mengembangkan hutan rakyatnya sehingga kelestarian kayu rakyat akan terjamin.

17

Page 18: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

MANAJEMEN PENDANAAN DAN TEKNOLOGI

DANA INVESTASI AWAL

POSYANTEK Teknol Koperasi KAHURA-Sengon dana

Kebun KSP Sengon Teknologi & 100-500 ha SIM-Pasar Kebun-Rakyat 3-S

Industri Pengolahan Jati Super, Jagung, SENGON

Industri Industri Pupuk Organik Jasa Transport Pangan Promosi Pakan Ternak Pemasaran

18

Page 19: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

KETERKAITAN ANTAR CLUSTER KAHURA SENGON - JATI SUPER

Cluster ALSINTAN

KSP INDUSTRI Olahan Cluster PASAR KEBUN olahan Sengon produk Regional Sengon Jati Super- Sengon Jati - Sengon 3-Strata Ampas olahan

- Pupuk - Pestisida Bahan - Herbisida penolong

Hijauan Cluster Cluster pakan Pemasaran & Agrokimia Transportasi

Pasar Industri Industri Cluster Nasional Silages Pupuk Kemas & Pakan Organik Packaging ternak

SISTEM PERBANKAN DAN ASURANSI

19

Page 20: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

3.4. EVALUASI KONDISI Hutan rakyat Sengon

1. KEKUATAN

a. Ketersediaan bahan baku yang didukung oleh keunggulan komparatif kualitas sumberdaya lahan dan agroklimat

b. Sifat unggul buah Sengon SS1 untuk pasar regional dan nasionalc. Ketersediaan SDM dan masyarakat dengan etos kerja pantang

menyerahd. Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya

tinggi terhadap pengembangan Kebun-Rakyat Sengon e. Potensi pasar yang sangat besar

2. KELEMAHAN

a. Kesenjangan hasil LITBANG ke aplikasi komersial b. Lembaga pemasaran bertindak juga sebagai “lembaga eksklusif”c. Belum terbentuknya keterkaitan-kemitraan yang adil antar pelaku (cluster) hutan rakyat Sengond. Produk hilir masih terbatas pada buah Sengon segar.e. Tingginya komponen biaya transportasi dalam struktur biaya produksi

3. PELUANG

a. Pasar domestik (lokal, regional dan nasional) sangat terbukab. Diversifikasi produk-produk perkebunan Sengon sangat potensialc. Kebutuhan pengembangan keterkaitan antara cluster /pelaku kegiatan

hutan rakyat Sengon (KAHURA Sengon - Jati Super - Jagung)d. Kebutuhan Pemberdayaan sistem kelembagaan produksi Sengon

5. ANCAMANa. Hambatan-hambatan sistem distribusi buah Sengon domestikb. Persaingan dengan produk buah imporc. Persaingan dengan komoditi non-Sengon dalam penggunaan lahand. Hambatan-hambatan sistem industri pengolahan buah Sengon

3.5. Program Pengembangan

1. Pemberdayaan Koperasi Pengelola KAHURA Sengon - Jati Super - Jagung secara Terpadu di wilayah Kabupaten Ponorogo bagian selatan, Jawa Timur

2. Pengembangan KAHURA Sengon - Jati Super - Jagung secara Terpadu dengan komponen utamanya:

20

Page 21: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

a. KSP (Kawasan Sentra Produksi) Kebun rakyat 3-Strata” Jati Super - Sengon- Jagung yang dikelola oleh Kelompok Tanib. Cluster Industri Olahan Sengon dan Jati Superc. Cluster Industri Pupuk Organik Limbah kebun Sengon d. Cluster Industri Hijauan Pakan Ternak e. Cluster ALSINTAN Pendukungf. Cluster Agrokimia: Pupuk dan pestisidag. Cluster LITBANG, Kebun Teknologi dan Sistem Informasi Pasarh. Cluster PengSuperan dan Pengepakang. Cluster Transportasi dan Pemasaran

3. Kajian Keunggulan Sengon dan produk-produk hilir kebun Sengon rakyat

4. Sosialisasi dan Komersialisasi hasil-hasil kajian5. Implementasi sistem Quality Assurance (QA)

3.6. OUTCOME1. Berkembangnya KAHURA Sengon - Jati Super - Jagung dengan

keterkaitan yang adil di antara cluster-cluster yang ada melalui pendekatan kawasan

2. Terbentuknya Kelompok Tani dan Koperasi pengelola KAHURA Sengon - Jati Super - Jagung yang mampu mengkoordinasikan sistem produksi dan sistem distribusi produk-produk Sengon

3. Berkembangnya industri pengolahan buah Sengon sekala mikro4. Meningkatnya citra Sengon dan produk olahan Sengon domestik

3.7. DAMPAK

1. Sinergi kelembagaan dan aktivitas hutan rakyat dalam “CLUSTER”2. Sinergi antar pelaku hutan rakyat dalam KAHURA Sengon - Jati Super

- Jagung3. Tumbuh-kembangnya semangat masyarakat untuk memproduksi

Sengon dan Jati Super4. Tumbuh-kembangnya pasar produk-produk olahan Sengon 5. Tumbuhnya semangat untuk melestarikan sumberdaya hutan dan lahan

kritis sekitarnya

IV. SASARAN Pengembangan KAHURA

Tujuan utama dari pengembangan Kawasan Hutan rakyat Sengon - Jati Super + Petai - Jagung ini khususnya adalah peningkatan pendapatan petani di wilayah lahan kering yang direncanakan menjadi sentra produksi komoditi Sengon dan Jati Super. Tujuan lainnya adalah meningkatkan

21

Page 22: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

kegiatan perekonomian pedesaan di sekitar sentra produksi Sengon tersebut yang pada akhirnya diharapkan membawa perbaikan pada taraf hidup masyarakat sekitarnya.

Sasaran pokok atau target yang ingin dicapai untuk menjadikan wilayah Jawa Timur bagian selatan sebagai sentra pengembangan agribis komoditas Sengon dan Jati Super adalah : 1. Pengembangan atau pembangunan kebun-rakyat komoditi utama

Sengon dan Jati Super di wilayah KAHURA dengan total areal sekitar 500-1000 ha.

2. Penumbuhan dan peningkatan peran kelembagaan dalam pembangunan pertanian meliputi : Kelompok Tani sebagai Kelompok Usaha Bersama Hutan rakyat (KUBA) Sengon , Koperasi Petani Sengon , perusahaan/swasta, Balai Penyuluhan Informasi Pertanian (BIPP) dan FORKA (Forum Komunikasi Hutan rakyat).

3. Pembangunan perluasan dan perbaikan sarana dan prasarana di wilayah KAHURA, khususnya pada lokasi-lokasi dimana sentra hutan rakyat akan dibangun. Sarana prasarana tersebut meliputi antara lain : sistem pengairan air hujan (PAH), Pengairan Air sumur (PAS), jalan desa/jalan kebun, pasar/kios desa dan pusat informasi agro-teknologi.

4. Perbaikan dan peningkatan fasilitas pengolahan dan sistem pemasaran tradisional.

5. Menjaga kelestarian kawasan hutan jati milik PERHUTANI yang berada di sekitarnya.

4.1. Pengembangan Komoditas Unggulan

4.1.1. Pembangunan Hutan rakyat Sengon - Jati Super +Petai - Jagung

Sengon dan Jati Super Super, serta jagung genjah dan ubikayu Ardira ditetapkan sebagai kultivar yang akan ditanam pada lokasi Kawasan Hutan rakyat (KAHURA) Sengon - Jati Super - Jagung di Kabupaten Ponorogo bagian selatan.

Target pembangunan sentra produksi pada tiga kecamatan terpilih adalah seluas 1000 Ha kebun rakyat; sebagian lahan ini merupakan kawasan hutan jati gundul milik PERHUTANI dan sebagian lainnya merupakan lahan masyarakat sekitar. Agar pembangunan kebun Sengon dapat dilaksanakan secara terpadu dan berada pada areal yang kompak (saling berdekatan), maka dasar pembangunan kebun-rakyat adalah satu KAHURA. Disamping pembangunan kebun-rakyat tiga strata sebagai inti, diharapkan pula akan tumbuh partisipasi petani untuk menanam di lahan pekarangannya dengan bantuan penyediaan bibit Sengon jenis unggul.

22

Page 23: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Teknologi Hutan rakyat Sengon - Jati Super +Petai - Jagung

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa pengembangan sistem hutan rakyat Sengon-Jati Super - Jagung ditempuh dengan mengintegrasikan (secara fungsional) aktivitas kebun wanatani Sengon - Jati Super - Jagung dengan pusat-pusat inovasi agroteknologi yang ada.

Lima hal yang masih dipandang sangat penting untuk menunjang pengembangan KAHURA ini, adalah : (1). Inovasi teknologi bibit dan pembibitan Sengon dan Jati Super; (2). Teknologi off-season tanaman Sengon; (3). Teknologi percepatan pertumbuhan kayu Sengon ; (4). Pengembangan pusat informasi Sengon ; (5). Teknologi pengolahan kayu Sengon.

Pengembangan hutan rakyat dipahami sebagai suatu proses untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan hutan agar tercapainya tujuan tertentu, dengan menggunakan cara yang disepakati bersama. Pengelolaan hutan rakyat dapat dilakukan untuk jangka waktu tertentu, untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dalam perencanaan ada hal-hal penting yang diperlukan yaitu:

Ada proses yang harus dijalaniAda tujuan yang ingin dicapaiAda cara (metode) untuk mencapai tujuanAda cara untuk mengukur hasil kerjaAda alat untuk menilai hasil kerjaAda pertimbangan sosial dan budaya.

Partisipasi secara harafiah berarti keikutsertaan seseorang dalam suatu tindakan. Partisipasi merupakan proses yang melibatkan para pihak yang terkait, dimana dalam proses tersebut terpenuhi:

Adanya kemitraan dan kesetaraan dalam berperan Terbangunnya suasana yang terbuka dan komunikatif sehingga

menimbulkan dialog yang sehat. Adanya keseimbangan kewenangan dan tidak ada pihak yang

dominan Adanya rasa memiliki tanggung jawab bersama Adanya peran aktif dalam setiap proses kegiatan, sehingga terjadi

proses saling belajar dan saling memberdayakan Adanya kerjasama berbagai pihak untuk saling berbagi kelebihan

guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada. Ada niat baik dari semua untuk membangun keadaan menjadi

lebih baik.

23

Page 24: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

HUTAN-RAKYAT SENGON: 1 RTPLK = 0.5 ha HUTAN Sengon (Lahan kawasan hutan dan / atau lahan masyarakat sekitar)

Tanm pagar : JATI MAS

10 m Phn Sengon

10 m

jalan kebun/teras kebun: Rumput gajah

tnm sela JAGUNG, KAC HIJAU

arah slope PAH/sumur batas lahan

Kandang ternak: Unit pengolah Kambing/ rabuk-kandang Sapi kereman

4.1.2. Pola Pengembangan Kawasan

24

Page 25: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pada setiap wilayah yang terpilih akan dikembangkan sentra produksi Sengon seluas 1000 ha (100 ha kebun inti dan 900 ha daerah dampak). Sekitar 5 Ha dari kebun inti tersebut dapat dikelola oleh Pendamping Lapangan (PL), merupakan kebun inti sekaligus berfungsi sebagai Kebun Teknologi Sengon - Jati Super. Sedangkan selebihnya merupakan kebun campuran yang dikelola kelompok Tani.

4.1.3. Tanaman Sela, dan Tanaman Pagar /PembatasPada areal KAHURA di antara pohon Sengon muda yang ditanam

dengan jarak 8 x 8 meter akan ditanam tanaman palawija ubikayu, jagung genjah, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, cabai/lombok yang dapat dipanen setelah 3 - 4 bulan. Tujuan dari pemberian tanaman sela ini antara lain agar petani dapat memperoleh hasil/ pendapatan dari lahan usahataninya sebelum tanaman Sengon berproduksi. Salah satu dari kedua palawija tersebut akan ditanam secara bergilir hingga pohon Sengon mencapai usia 5 tahun. Sedangkan tanaman pagar/pembatas dapat berupa Jati Super.

4.1.4. Kondisi FisikSetelah kurun waktu beberapa tahun, diharapkan tercipta sentra

produksi Sengon milik petani di wilayah KAHURA dengan kondisi sebagai berikut :

a. Terdapat kebun-rakyat inti dengan populasi tanaman sebanyak 100-200 pohon per hektar dengan jarak tanam 8 x 8 meter.

b. Setiap petani berhasil mengelola 0.5-1 ha kebun Sengon atau 50 - 75 pohon produktif.

c. Kebun dilengkapi dengan jalan (jalan kebun) sepanjang 100 meter/Ha.d. Terdapat sumur gali (PAS) atau PAH dua buah per/ha sebagai sumber air

bersih.

4.2. Kelembagaan

Kelembagaan yang ingin diwujudkan kurun waktu tersebut di atas adalah sebagai berikut.

4.2.1. Kelompok Usaha Bersama Hutan rakyat (KUBA) Sengon

Mengingat bahwa sasaran areal pengembangan hutan rakyat Sengon tersebar di wilayah Kabupaten Ponorogo bagian selatan dalam kurun waktu 5 tahun adalah seluas 1000 Ha, maka target penumbuhan kelompok tani sebagai lembaga inti pengembangan sentra hutan rakyat Sengon dalam kurun waktu tersebut mencapai jumlah 50 KUBA. Target penumbuhan

25

Page 26: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

kelompok tani sebanyak 50 KUBA ini berdasarkan pertimbangan bahwa dalam skala/luasan 20 Ha kebun/pekarangan dapat dibentuk satu kelompok tani dan dapat bekerja secara efektif.

Satu KUBA Sengon terdiri dari 20-30 RTPLK dengan setiap orang diharapkan menguasai lahan tegalan rataan seluas 0.5 Ha. Dalam 1 Ha lahan akan ditanami Sengon sebanyak 250 pohon. Dengan demikian satu KUBA Sengon mempunyai tanaman sebanyak 2500-3125 pohon Sengon .

Penumbuhan kelompok tani pada Sentra Hutan rakyat Sengon seyogyanya didasarkan pada kedekatan hamparan dengan maksud mempermudah menghadapi masa panen dan pemasaran hasil. Karena penumbuhan kelompok tani berdasarkan kedekatan hamparan usahata-ninya, maka melalui pelatihan-pelatihan (sekolah lapang) dan dengan bimbingan Petugas Penyuluh Lapangan (PL II) petani-petani yang tergabung dalam kelompok tani hamparan tersebut diharapkan mampu mandiri.

Pembentukan kelompok tani hutan rakyat umumnya merupakan bantuan dari proyek sehingga dengan adanya stimulus tersebut memudahkan untuk mempersatukan anggota kelompok dalam mencapai tujuan bersama yaitu pembangunan hutan rakyat yang mampu meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Stimulus tersebut tidak hanya berupa bantuan proyek saja tetapi juga dapat berupa lingkungan pemberi pengaruh seperti ketua kelompok, pembina, penyuluh atau lingkungan lain. Dengan adanya stimulus tersebut akan terjadi interaksi antar anggotanya, karena adanya suatu hal yang esensial bagi individu petani yang menjadi milik bersama, yaitu pelaksanaan pembangunan hutan rakyat untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Tujuan bersama yang ingin dicapai tersebut akan memunculkan suatu tingkat dinamika kelompok. Dinamika kelompok akan melahirkan pembentukan struktur, norma dan identitas kelompok. Kedinamikaan ini akan nampak pada kelompok dari tinggi rendahnya kerjasama. Makin tinggi dinamika maka makin tinggi kerjasama dan juga sebaliknya. Dengan demikian, dinamika kelompok merupakan analisis dari hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip bahwa perilaku dalam kelompok itu adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi sosial.

Selanjutnya kelompok tani yang dinamis ditandai oleh selalu adanya kegiatan ataupun interaksi baik di dalam maupun dengan pihak luar kelompok untuk secara efektif dan efisien mencapai tujuan-tujuannya, dimana tingkat kedinamisan kelompok tani tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka diperoleh gambaran kondisi dari kelompok apakah perlu mendapat stimulus lagi, serta faktor-faktor mana saja yang perlu mendapat perhatian untuk pembinaan. Selain itu dengan mengetahui kedinamisan dari kelompok maka diketahui seberapa jauh peran para anggotanya untuk mencapai tujuan yaitu pembangunan hutan rakyat.

26

Page 27: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Hutan-rakyat 3-strata Sengon seluas 200 ha

RTPLK-2 RTPLK-400 RTPLK-1 0.5 ha tegalan 0.5 ha tegalan 125 phn Sengon 0.5 ha tegalan 125 ph Sengon tnm sela 125 ph Sengon tnm sela tnm sela

PPL 5 ha Tegalan 1250 phn Sengon tnm sela

KUBA-1 KUBA- 2 KUBA-... 25 RTPLK 25 RTPLK ....... 25 RTPLK 12.5 ha kebun 12.5 ha kebun .... ha kebun 3125 ph Sengon .... ph Sengon

KOPERASI PETANI Sengon

Kebun Inti 200 ha, 50.000 pohon Sengon SS1 Tanaman sela jagung, kedelai, kac tanah 200 ha

SUASTA PASAR BRI/BPD

Industri Olahan Pedagang KKPA, KUT

27

Page 28: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

4.2.2. Pengembangan Koperasi Petani Sengon

28

Page 29: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Koperasi dan Kios/Waserda adalah prasarana pelayanan yang akan dikembangkan menjadi lembaga pemasaran. Pelayanan yang dimaksud berupa :

- Penyediaan saprodi - Membantu menyediakan modal - Sebagai lembaga pemasaran - Investasi armada pengangkutan

Koperasi diharapkan tumbuh dan keberadaannya dibutuhkan oleh para petani baik dalam fungsinya sebagai lembaga yang menyediakan kebutuhan para petani maupun sebagai lembaga pemasaran bersama yang dapat mSuperarkan hasil produksi milik petani. Karena itu pengurus koperasi sedapat mungkin berasal dari para kontak tani (Ketua KUBA) dalam kelompok-kelompok tani dalam di wilayah kecamatan yang sama.

Dalam fungsinya sebagai lembaga pemasaran bersama, Kontak Tani Andalan (Ketua KUBA) sebagai pengurus kelompok tani serta sebagai pengurus Koperasi diharapkan mampu mengadakan rintisan kemitraan dengan pengusaha/swasta agar bersedia menampung hasil panen petani. Dengan demikian petani memperoleh kepastian pasar bagi produksinya.

4.2.3. Perusahaan/swasta

Fungsi perusahaan/swasta adalah :1. Penyediaan saprodi2. Membantu penyuluhan3. Membantu pemasaran

Asperti di Jawa Timur diharapkan merupakan perusahaan swasta yang akan memelopori pola kemitraan usaha dengan petani dengan prinsip-prinsip saling menguntungkan dan saling membutuhkan dalam arti pengusaha membutuhkan pasokan bahan produk/baku dan petani memerlukan penampungan hasil. Selain Asperti sebagai penampung dan pembeli produk Sengon dalam bentuk buah segar, maka pada kurun waktu tertentu (± 15/20 tahun) diharapkan munculnya usaha agroindustri pengolahan Sengon yang bahan bakunya dapat dipasok dari kebun-kebun petani khususnya dari lima Kecamatan lokasi sentra hutan rakyat Sengon .

Dengan terjalinnya kemitraan antara pengusaha dan petani, pengusaha dapat menjadi alternatif penyedia modal bagi petani disamping lembaga keuangan/permodalan resmi. Pembayaran kembali pinjaman petani dapat diperhitungkan dari hasil penjualan produk petani kepada pengusaha tersebut.

4.2.4. Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian (BIPP)

29

Page 30: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

BIPP merupakan pusat penyuluhan yang diharapkan mampu mengakomodasikan seluruh permasalahan di bidang penyuluhan khususnya pada komoditi Sengon .

Setiap Kecamatan yang dialokasikan untuk tanaman Sengon diharapkan dapat dikembangkan 1 BIPP yang berfungsi sebagai pusat pelayanan penyuluhan dan merupakan Home Base bagi para penyuluh yang melakukan pembinaan khusus dalam komoditas Sengon .

Sebagai lembaga kepanjangan Pemerintah yang berada dan terdekat dengan petani maka diharapkan BIPP akan mampu menjadi pusat untuk :- Meningkatkan kemampuan manajerial kelompok tani antaranya

memantapkan/membudayakan usaha bersama antar petani dalam satu kelompok dan antar KUBA yang bergabung dalam satu wadah koperasi.

- Membina para kontak tani sebagai pengurus koperasi dalam kemampuan pengurus Koperasi mengelola usaha dalam hal perencanaan pengadaan saprodi yang dibutuhkan petani (anggota koperasi).

- Mendukung kebutuhan modal petani melalui menyediakan informasi fasilitas kredit yang layak.

- Mendukung tersebarnya informasi pasar harga dan permintaan kepada para petani sebagai jaminan petani memperoleh harga yang wajar bagi produknya.

- Mendukung peningkatan kerjasama/kemitraan antara petani dan pengusaha.

- Pusat disseminasi informasi teknologi spesifik lokasi sebagai kepanjangan dari BPTP.

- Pusat disseminasi informasi pasar dan pengembangan pasar.- Menjalin kerjasama dengan Lembaga Keuangan (BRI Unit Desa) dan

Koperasi Unit Desa untuk pelatihan penyusunan proposal pinjaman kredit usaha.

- Penyebaran informasi standard Pertanian Indonesia bagi produk Sengon

Petugas Pendamping Lapangan (PL II) PL II merupakan tenaga pendamping lapangan yang dalam tugasnya

sehari-hari berhubungan langsung/memberikan bimbingan langsung kepada kelompok-kelompok tani (KUBA). Dengan mempertimbangkan bahwa satu orang PL II mampu membina areal seluas ± 200-300 Ha atau ± 15 KUBA, maka pada lima Kecamatan lokasi sentra hutan rakyat Sengon harus terdapat minimal 5 orang petugas PL II yang profesional dalam hutan rakyat Sengon .

Diharapkan ke 5 orang PL II tersebut merupakan mediator antara Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai penyedia informasi yang dibutuhkan petani dengan kelompok-kelompok tani yang memanfaatkan

30

Page 31: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

informasi-informasi tersebut melalui program- program Sekolah Lapang (SL).

Pendamping Lapangan ini terdiri atas para Petugas Penyuluh Pertanian, Tokoh masyarakat, Sarjana/ Mahasiswa Pertanian yang berminat.

4.3. Sarana dan Prasarana yang dibutuhkan

4.3.1. PengairanKetersediaan air merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pada

saat proses produksi s/d proses pengolahan. Bantuan pembuatan sistem Pengairan Air Sumur (PAS) diharapkan dapat terlaksana, atau kalau tidak memungkinkan dapat dikembangkan sistem Pengairan Air Hujan (PAH) melalui pembangunan embung penampung air hujan. Idealnya, 2 buah sumur harus terdapat pada 1 ha kebun Sengon . Dengan standard tersebut maka selama 5 tahun pembangunan Kebun Sengon (KAHURA Sengon ) akan dibutuhkan sebanyak 2000 buah sumur gali atau 1000 buah embung air hujan untuk memenuhi kebutuhan air pada lokasi KAHURA Sengon seluas 1000 Ha.

4.3.2. Jasa Angkutan dan TransportasiPembangunan sarana/prasarana angkutan kondisi jalan di sekitar

sentra produksi Sengon maupun dari sentra produksi ke jalan Kabupaten menentukan kecepatan penyaluran saprodi dan pengangkutan/pemasaran hasil produksi. Kondisi jalan desa disekitar sentra produksi Sengon perlu ditingkatkan dari jalan tanah/makadam ke jalan aspal, sehingga mudah dilalui kendaraan roda empat walaupun pada musim hujan, yang lebih lanjut meningkatkan efisiensi pengangkutan hasil/saprodi. Dengan rencana pengembangan sentra produksi Sengon seluas 1000 Ha dan standard kebutuhan jalan kebun/jalan desa adalah 100 m/ha, maka dalam kurun waktu lima tahun dibutuhkan perbaikan/ pembangunan jalan kurang lebih sepanjang 100 km.

Dengan meningkatnya kondisi jalan di sekitar sentra, diharapkan akan meningkatkan frekwensi lalulintas angkutan umum termasuk angkutan barang disekitar sentra produksi Sengon yang pada akhirnya menumbuhkan dan meningkatkan kegiatan sektor sektor jasa yaitu jasa angkutan umum termasuk angkutan barang.

4.3.3. PasarPasar yang ada untuk tingkat wilayah desa/kecamatan telah cukup

memadai. Hal yang perlu ditingkatkan fasilitasnya adalah pasar di tingkat kabupaten. Untuk mengantisipasi melimpahnya Sengon yang akan dipasarkan dalam bentuk buah segar, maka lembaga pemasaran di tingkat kabupaten perlu dilengkapi armada angkutan untuk mendistribusikan hasil produksi dari desa dan kecamatan.

4.3.4. Agro-Teknologi

31

Page 32: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Petani Sengon di Kabupaten Ponorogo pada saat ini umumnya masih kurang menerapkan teknologi budidaya secara intensif maupun penanganan panen dan pasca panen. Dalam hal budidaya, tanaman belum mendapat perawatan dan pemupukan secara memadai. Dalam hal panen dan pasca panen tidak dilakukan perlakuan tertentu karena sebagian besar petani menjualnya dengan sistem tebasan.

Teknologi tepat guna yang diperlukan dan akan dilatihkan kepada para petani meliputi :

- Teknik penyiapan lahan- Pembibitan dan penanaman bibit- Budidaya- Panen- Pasca Panen (pengolahan skala kecil).

4.4. Pengolahan dan Pemasaran

4.4.1. PengolahanKayu sengon dapat dijual dalam bentuk kayu mentah atau hasil

olahannya. Upaya budidaya sengon untuk mendapatkan kayu yang berkualitas tinggi meliputi :a. Pemeraman untuk menyeragamkan kematangan kayu dengan

perlakuan fisiko-kimia.b. Penghambatan proses kerusakan kayu dengan perlakuan fisik.c. Gradingd. Packing/pengemasane. Kalender panen setelah tanam.f. Buku harian (untuk memonitor kualitas kayu).

Industri kerajinan dapat dilakukan sebagai home Industri dan bahan bakunya cukup dipenuhi dari Sengon yang bukan kualitas super.

4.4.2. Pemasaran: Pasar Sengon sangat cerah

Pengalaman menarik dari petani hutan rakyat sengon yang berhasil memanen (tahun 2008) 3 ha  sengon setelah menunggu 5 tahun. Populasi setiap hekar 600 pohon yang menjulang 16-20 m dan berdiameter 25 cm. Petani ini berhasil mengantongi hasil sekitar Rp 211.750.000 dari penjualan kayu sengon. Nilai itu berasal dari penjualan 270 m3 kayu gelondongan berdiameter minimal 19 cm. Harganya Rp 650.000 per m3. Pekebun ini juga menjual 50 m3 palet dengan harga Rp 725.000 per m3. Dengan biaya perawatan setiap tahun rata-rata Rp 1.200.000 per ha, petani ini menangguk laba bersih Rp 193.750.000. Itulah sebabnya menjelang musim hujan ini, ia mempersiapkan lahan yang lebih banyak untuk menanam sengon.

32

Page 33: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Petani sengon dapat memanen semua pohon sengon atau tebang habis, atau dapat pula memilih pohon untuk menjarangkan. Dengan luas tanaman sengon 4 ha masing-masing berpopulasi 600 pohon sengon, petani dapat menjarangkan 150 pohon per ha sehingga tersisa 450 pohon sengon/ha. Dengan cara ini dapat memanen 250 m3 dari rata-rata tinggi pohon 19-20 m dan berdiameter 25 cm. Dengan harga jual Rp 450.000 per m3, dapat mengantongi hasil Rp 112.500.000. Sisa pohon dapat dipanen 2 tahun mendatang. Dengan asumsi memanen 300 m3 dari 450 pohon berumur 7 tahun, jika harga jual tetap, maka dapat memperoleh Rp 135 juta atau Rp 540 juta dari lahan 4 ha.

Dua tahun terakhir popularitas sengon memang meningkat. Padahal, ia dikenal sebagai kayu kelas 3. Penyebabnya adalah karena adanya kerusakan hutan alam sangat parah. Laju degradasi areal hutan setiap tahun menyebabkan hutan tak mampu lagi menjadi pemasok kayu untuk bahan baku industri.

Kayu sengon tidak sekeras kayu jati, namun dengan perendaman dalam garam wolman, kayu sengon mampu bertahan 30-45 tahun. Garam wolman dapat dibuat berupa campuran 25% natrium fluorida, 25% dinatrium hidrogen arsenat, 37,5% natrium kromat, 12,5% dinitro fenol. Teknologi lain untuk memperkuat sengon adalah biokomposit. Sengon yang tak sekuat jati dicampur dengan kayu lain sesuai dengan peruntukan.

Masyarakat senang menanam sengon karena masa tebang relatif singkat 5-10 tahun. Selain itu, ‘Pengelolaan budidaya sengon mudah, kesesuaian tumbuh tak sulit, kayunya serbaguna, dan memperbaiki kualitas serta kesuburan tanah. Budidaya sengon sangat mudah, risikonya tak terlalu besar, dan pasarnya luas. Hutan rakyat sengon adalah tabungan untuk masa depan.

Di pasaran internasional harga barecore US $220 setara Rp 1,98-juta per m3. Barecore adalah papan berukuran 1,2 m x 2,4 m. Ketebalannya 10 mm dan 13 mm. Kebutuhan bahan baku untuk memproduksi 150 kontainer barecore mencapai 14.000 m3. Misalnya, Taiwan meminta 50.000 m3 sawntimber, tetapi baru terpasok 8.000 m3.

Sengon khualitas kayu super, masih memiliki potensi yang cukup besar untuk dijual dalam bentuk kayu. Alur pemasaran kayu Sengon ini dalam kurun waktu lima tahun yang akan datang adalah seperti pada bagan berikut ini.

Rantai/alur pemasaran A akan terus ditingkatkan dan dikembangkan, guna memperpendek rantai tata niaga dan sebagai hasilnya diharapkan meningkatkan market share petani lebih besar dari 45 % dari harga beli konsumen.

Rantai/alur pemasaran B adalah sistem pemasaran kayu Sengon yang telah terbentuk sejak lama. Pada pemasaran dengan sistem ini, upaya yang diperlukan adalah memberikan/ meningkatkan kesadaran petani untuk

33

Page 34: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

mengurangi penjualan dengan sistem tebasan kontan atau ijon, guna meningkatkan market share petani dari harga beli konsumen.

Produsen Sengon Super

A. Petani anggota KUBA Kemitraan Swasta

Exportir Expor

Sengon Lokal

Pedagang besar B. Petani non proyek Pasar Pedagang Regional pengumpul

Pasar Pedagang lokal eceran

34

Page 35: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

V. MANAJEMEN KAHURA SENGON-JATI SUPER

Dalam mengelola hutan miliknya, para petani yang mengelola hutan rakyatnya secara individual maupun secara komunal, memiliki kesamaan dalam aspek-aspek kegiatan yang dilakukan. Dalam perkembangannya direncanakan suatu arahan bagi para petani hutan rakyat yang ada agar mampu aktif sebagai anggota Kelompok Tani Hutan Rakyat. Hal ini dimaksudkan agar seluruh masyarakat dapat merasakan keuntungan dari kegiatan kelompok.

Aspek-aspek pengelolaan hutan rakyat di Ponorogo digambarkan sebagai berikut.

a. Penanaman

Aspek penanaman terdiri atas 3 kegiatan pokok, yaitu :

(1) Penyiapan lahan Kegiatan persiapan lahan merupakan usaha petani dalam

menyiapkan lokasi untuk kegiatan penanaman. Kegiatan persiapan lahan ini biasanya bersamaan waktunya dengan kegiatan persiapan lahan untuk tanaman pertanian. Kegiatan persiapan lahan biasanya dilakukan pada bulan Agustus dan September, karena pada bulan-bulan tersebut belum turun hujan. Lamanya kegiatan persiapan lahan tergantung pada kondisi masing-masing petani yaitu berdasarkan luas kepemilikan lahan, dan ada/ tidaknya tenaga kerja yang cukup.

35

Page 36: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Biasanya kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama dalam mekanisme kerja kelompok. Dengan menggunakan mekanisme kerja kelompok kegiatan persiapan lahan tersebut dapat dikerjakan dalam waktu 1-2 hari untuk tiap kepemilikan lahan. Kegiatan persiapan lahan terdiri atas kegiatan pengolahan tanah, pemasangan acir, pembuatan lubang tanaman, dan pemberian pupuk. Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul dan menggemburkan tanah dalam rangka mempersiapkan lahan garapan untuk penanaman tanaman semusim. Penggemburan tanah dilakukan dengan membalikkan tanah, pendangiran tanah dan pemberian pupuk. Biasanya pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang.

Jumlah pupuk kandang yang dicampurkan dengan tanah disesuaikan dengan kebutuhan. Pengolahan tanah dan pemberian pupuk kandang biasanya dilakukan sebelum turun hujan agar pekerjaan menjadi relatif lebih ringan karena kondisi pupuk kering sehingga mempermudah pengangkutan ke lokasi penanaman.

Untuk penyiapan lahan tanaman berkayu dilakukan pemasangan acir, pembuatan lubang tanaman dan pemberian pupuk kandang atau kompos. Pembuatan lubang tanaman dilakukan dengan jarak tanam (4mx4m) atau 2m x lebar bidang olah teras untuk bentuk tumpangsari, dan (2x2) m untuk lahan yang menggunakan bentuk hutan murni.

Pemasangan acir dilakukan dengan menggunakan acir yang terbuat dari bambu atau ranting cabang yang dapat diperoleh di sekitar lahan yang sedang disiapkan. Panjang acir 1,5 m dengan bagian yang ditanam sedalam 0,5 m. Untuk lubang tanaman dibuat dengan ukuran (20x20x30) cm. Setelah lubang tanaman siap kemudian diberi pupuk kandang ke dalam setiap lubang sebanyak 1-2 kg. Kegiatan ini juga membutuhkan waktu kurang lebih 1-3 hari jika dikerjakan secara kelompok. Setelah semua kegiatan selesai, lahan dibiarkan sampai turun hujan, baru lahan mulai ditanami.

(2) Persiapan bibit tanaman Bibit tanaman berasal dari dua sumber yaitu dari permudaan

generatif dengan menggunakan cabutan dan permudaan vegetatif dengan menggunakan trubusan. Dilihat dari asal permudaannya maka HR dapat diklasifikasikan sebagai Middle Forest karena berasal dari permudaan generatif atau vegetatif. Kedua bentuk hutan rakyat, baik bentuk murni maupun tumpangsari menggunakan kedua tipe permudaan tersebut. Untuk jenis Jati, Akasia, dan Mahoni permudaan generatif diperoleh dari anakan alami yang cukup melimpah, sedangkan permudaan vegetatif diperoleh dari trubusan pohon yang telah ditebang. Permudaan yang berasal dari anakan alami yang berupa cabutan biasanya digunakan untuk menambah jumlah tanaman yang ditanam sebagai kewajiban petani setelah menebang dan untuk menyulam tanaman yang gagal, sedangkan permudaan yang berasal dari trubusan biasanya digunakan untuk mengganti pohon yang telah ditebang pada hutan rakyat bentuk tumpangsari. Permudaan yang berasal

36

Page 37: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

dari cabutan tidak membutuhkan kriteria khusus, dengan demikian bibit diambil dari anakan alami dengan ukuran kurang lebih 30 cm, kemudian langsung ditanam pada lubang tanaman yang telah disiapkan.

Perlakuan yang biasa dilakukan hanya mengurangi jumlah daun dan pemangkasan akar serabut. Permudaan yang berasal dari trubusan, tidak mendapat perlakuan khusus, kecuali hanya menjarangi jumlah trubusan dalam satu tonggak. Biasanya dalam satu tonggak biasanya dapat tumbuh 2-4 trubusan yang saling bersaing dalam pertumbuhannya, sehingga seiring dengan berjalannya waktu perlu dilakukan penjarangan terhadap trubusan yang kondisinya tertekan ( inferior ) untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

37

Page 38: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Untuk tanaman jenis lain seperti jenis Turi, Gliriside, Nangka, Pete, dan Sengon Laut, bibit diperoleh dari areal KBD (Kebun Benih Desa) atau membeli. Pada kenyataannya pemanfaatan bibit yang berasal dari areal KBD kurang optimal karena bibit yang dikembangkan di areal KBD sebagian besar merupakan jenis yang kurang diminati oleh masyarakat atau jenis yang anakan alaminya melimpah. Hal ini menyebabkan masyarakat

38

Tanaman sengon muda yang terawat

bagus

Page 39: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

tidak perlu mengambil bibit dari areal KBD untuk menanami lahannya sehingga fungsi KBD belum optimal.

Petani umumnya lebih menyukai menggunakan permudaan yang berasal dari trubusan, terutama untuk hutan rakyat bentuk tumpangsari, karena memiliki pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang berasal dari cabutan. Hal ini dimungkinkan karena permudaan yang berasal dari trubusan tidak memerlukan adaptasi yang lama terhadap lingkungannya, sedangkan yang berasal cabutan perlu beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan. Kegiatan persiapan bibit tanaman yang berasal dari cabutan maupun trubusan tidak memerlukan waktu yang lama, karena biasanya bibit yang hasil cabutan langsung ditanam di lokasi penanaman, sedangkan untuk pembuatan bibit untuk areal KBD memerlukan waktu kurang lebih 1-2 bulan sampai bibit siap tanam.

Peran dari kelompok tani dalam penyediaan bibit tanaman dapat dilihat dari kegiatan penyiapan bibit tanaman, yaitu mulai dari pengumpulan benih, pengumpulan anakan alami, perlakuan terhadap bibit sampai bibit siap tanam dilakukan oleh seluruh anggota kelompok dalam bentuk mekanisme kerja kelompok. Di samping itu, kelompok tani juga merupakan lembaga yang mengelola kebun benih desa (KBD), dimana pada areal KBD tersebut dibudidayakan jenis-jenis tanaman kayu untuk memenuhi kebutuhan petani.

(3). Penanaman Kegiatan penanaman tanaman tahunan biasanya dilakukan

bersamaan dengan penanaman tanaman semusim, yaitu pada saat hujan turun pertama kali sekitar awal bulan Oktober. Lama kegiatan ini juga tergantung dari besarnya volume pekerjaan, akan tetapi biasanya kegiatan ini dilakkan dalam bentuk kerja kelompok sehingga hanya membutuhkan waktu 1-2 hari untuk menyelesaikannya. Kegiatan penanaman dilakukan pada awal musim penghujan dengan harapan tanaman tahunan dan tanaman semusim mendapatkan air yang cukup. Tanaman semusim yang ditanam adalah Padi (Gogo Rancah), Jagung, Kacang, Kedelai, Ketela Pohon, dan rumput-rumputan, sedangkan tanaman kayu yang ditanam adalah Jati, Akasia, Mahoni, dan jenis yang lain. Untuk memacu pertumbuhan baik tanaman pertanian maupun tanaman berkayu ditambah dengan pemberian pupuk TSP. Pemberian pupuk kimia tersebut hanya bersifat tambahan, yaitu jika pemberian pupuk kandang dan kompos dirasa masih kurang.

Penanaman pada lahan bekas panen harus memperhatikan lokasi bekas tonggak-tonggak tanaman sebelumnya. Penanaman bibit harus terpisah jauh dari lokasi tonggak tanaman sebelumnya.

39

Page 40: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

40

Page 41: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

b. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman tahunan tidak terlepas dari tata waktu

( pranoto mongso ) pengelolaan tanaman pertanian, karena kegiatan itu biasanya dilakukan bersamaan atau berurutan waktunya dengan kegiatan pengelolaan tanaman pertanian. Aspek pemeliharaan tanaman tahunan terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

(1) Rehabilitasi Teras dan Saluran Pembuangan Air (SPA/SPAT) Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan pemeliharaan tanaman tahunan, karena tanaman tahunan pada hutan rakyat biasanya berada pada tepi teras sehingga kesempurnaan dan kestabilan bangunan teras merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan tanaman.

Kegiatan perbaikan teras dan saluran pembuangan air (SPA/SPAT) dilaksanakan pada bulan Oktober-November di saat petani sudah selesai melakukan penanaman. Di sisi lain pada awal musim penghujan dimana curah hujan belum terlalu tinggi, sehingga kegiatan itu merupakan antisipasi terhadap datangnya curah hujan yang lebih tinggi. Pada waktu itu diperlukan bangunan teras yang kokoh dan saluran pembuangan air/air tanah yang baik. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh anggota kelompok tani., sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya menjadi lebih singkat dan lamanya disesuaikan dengan volume pekerjaannya. Menurut masyarakat setempat esensi dari kegiatan ini adalah untuk menyempurnakan bangunan teras sehingga dapat mengurangi degradasi lahan akibat terjadinya erosi sehingga kualitas lahan dapat terjaga.

(2) Pendangiran Tanah dan Penyulaman Tanaman Kegiatan ini biasanya dilakukan secara bersamaan, yaitu pada saat

petani tidak terlibat dalam kegiatan pengelolaan tanaman semusim. Lama waktu pelaksanaan kagiatan ini biasanya 1-2 hari untuk tiap kepemilikan lahan. Pendangiran tanah dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga tercipta kondisi aerasi dan drainase tanah yang baik, sedangkan penyulaman tanaman dimaksudkan untuk mengganti tanaman yang mati guna meningkatkan keberhasilan tanaman. Pendangiran tanah dan penyulaman tanaman dikerjakan sekitar bulan Desember-Januari, pada saat hujan masih turun sehingga tanaman hasil sulaman memiliki kesempatan untuk mendapatkan air. Bibit tanaman untuk penyulaman berasal dari cabutan anakan alami yang terdapat di sekitar areal hutan rakyat.

(3). Pemupukan Kegiatan pemupukan dilakukan pada bulan Maret, bersamaan

dengan kegiatan penanaman tanaman palawija berupa kacang tanah. Pada saat penanaman kacang tanah tersebut dilakukan pendangiran tanah yang dilanjutkan dengan pemupukan. Setelah pemupukan tanaman kacang selesai kemudian dilakukan pemupukan terhadap tanaman tahunan dengan menggunakan pupuk kandang atau dengan pupuk kompos yang berasal dari

41

Page 42: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

daun-daunan yang ada di lahan tersebut. Jumlah pupuk kandang yang diberikan disesuaikan juga dengan kebutuhan. Lama waktu yang digunakan untuk menyelesaikan kegiatan pemupukan ini biasanya 1-2 hari untuk tiap kepemilikan lahan, bila melalui mekanisme kerja kelompok.

(4). Penyiangan Kegiatan penyiangan dilakukan pada bulan Juni-Juli setelah kegiatan

panen kacang tanah dan ketela pohon. Penyiangan dilakukan dengan tujuan membersihkan lahan dari gulma, rumput dan tanaman penggangu lainnya.

Bersamaan dengan kegiatan itu, dilakukan pula pembersihan lahan dari sisa-sisa hasil panenan. Hasil kegiatan itu merupakan sumber tambahan untuk mendapatkan hijauan makanan ternak. Hasil kegiatan penyiangan berupa rumput-rumputan dan batang tanaman kacang dapat digunakan untuk hijauan makanan ternak apalagi pada bulan Juni-Juli adalah bulan-bulan kering dimana produksi rumput untuk pakan ternak sangat kurang. Bagi tanaman tahunan kegiatan penyiangan dimaksudkan untuk menghilangkan tanaman pengganggu yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengurangi kompetisi dengan tanaman pengganggu dalam memperoleh air, unsur hara, dan cahaya matahari.

Kegiatan penyiangan ini dilakukan secara perorangan (individual) setiap hari pada bulan Juni-Juli, karena pada saat itu petani tidak memiliki waktu yang relatif senggang. Kegiatan tersebut dapat juga dilakukan secara kelompok jika memang volume pekerjaannya relatif besar.

(5) Pemangkasan Cabang ( Prunning ) Kegiatan pemangkasan cabang biasanya bersifat kondisional karena

tanaman tahunan sudah cukup besar sehingga menaungi tanaman pertanian sehingga mengganggu produktivitas tanaman pertanian. Kegiatan prunning dilakukan secara periodik pada bulan Juni-Juli, setelah tanaman kayu berusia kurang lebih 5 tahun, sedangkan intensitasnya tergantung dari kebutuhan. Jika naungan dirasa berat maka intensitasnya tinggi demikian pula sebaliknya. Jika naungan tidak dapat dikurangi lagi dengan prunning maka perlu dilakukan penjarangan. Kegiatan prunning, biasanya dilakukan secara perorangan (individual) oleh petani dan bersamaan dengan kegiatan penyiangan. Jadi sambil mencari HMT petani juga mencari kayu bakar melalui kegiatan ini untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak dan kebutuhan energi rumah tangganya. Lama kegiatan ini tidak bisa ditentukan biasanya tiap hari pada saat petani memiliki waktu luang. Hasil dari kegiatan prunning yang berupa cabang dan ranting kayu digunakan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan energi berupa kayu bakar, sedangkan hasil kegiatan prunning yang berupa daun-daunan terutama untuk jenis Mahoni dan Sengon Laut juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hijauan makanan ternak.

Esensi dari kegiatan prunning ini adalah mengurangi gangguan tanaman pertanian berupa naungan dari tanaman tahunan, meningkatkan

42

Page 43: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

kualita batang dengan mengurangi cacat mata kayu, memenuhi kebutuhan energi berupa kayu bakar, serta untuk memenuhi kebutuhan akan hijauan makanan ternak.

(6) Penjarangan Kegiatan penjarangan juga bersifat kondisional karena penjarangan

baru dilakukan bila pemangkasan cabang ( Prunning ) dirasa tidak dapat mengatasi/mengurangi naungan. Di samping itu kegiatan penjarangan berguna untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih baik terhadap tegakan tinggal sehingga pertumbuhannya dapat optimal. Kegiatan penjarangan dilakukan setelah tanaman tahunan berumur 5-10 tahun, di mana pada saat itu tanaman kayu sudah menaungi tanaman pertanian. Kegiatan penjarangan dilakukan petani secara perorangan (individual) dengan sepengetahuan kelompok tani, karena setiap penebangan pohon baik untuk pemanenan maupun penjarangan harus sepengetahuan kelompok. Penjarangan yang dilakukan adalah penjarangan bawah karena pohon yang dijarangi adalah pohon-pohon yang pertumbuhannya jelek dan tertekan ( inferior ), sedangkan intensitas penjarangan disesuaikan dengan kebutuhan. Kayu hasil kegiatan penjarangan juga dapat digunakan sebagai sumber pendapatan antara bagi petani hutan rakyat.

43

Page 44: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Dari uraian mengenai aspek kegiatan penanaman dan pemeliharaan terlihat jelas besarnya peranan kelompok tani dalam membantu petani untuk mengelola lahan mereka terutama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan tenaga kerja.

44

Page 45: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

c. Pemanenan Kegiatan pemanenan/penebangan kayu pada hutan rakyat dilakukan

sesuai dengan kebutuhan petani pemilik hutan rakyat. Kayu yang dipanen/ditebang adalah kayu yang sudah cukup umur dan sudah laku di pasaran, sedangkan bentuk dan ukuran kayu dijadikan faktor penentu harga, sehingga makin baik kualita kayu maka harga kayu makin mahal. Kayu dijual oleh petani kepada pengumpul dalam keadaan kayu berdiri, sedangkan sistem penebangannya didasarkan atas peraturan dan tata tertib kelompok tani yakni sistem tebang pilih. Sistem tebang pilih tersebut didasarkan pada umur tanaman minimal yang boleh dipanen, sehingga diharapkan kayu yang ditebang adalah kayu yang sudah cukup umur dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Berdasarkan tata tertib kelompok tani, kegiatan penebangan umumnya ditetapkan dengan sistem tebang pilih dengan menggunakan batas minimal umur. Untuk jenis Jati umur tebang minimal 20 tahun, untuk Jenis Akasia umur tebang minimal 10 tahun, dan untuk jenis Mahoni umur tebang minimal 15 tahun. Pada prakteknya umur tebang rata-rata untuk jenis Jati adalah 15 tahun, untuk jenis Mahoni 20 tahun, dan untuk jenis Akasia 10 tahun.

Pada umumnya kegiatan penebangan dilakukan oleh pembeli yang merupakan pedagang pengumpul. Penebangan dilakukan secara manual dengan menggunakan gergaji tangan, dengan komponen-komponen kegiatan sebagai berikut : perebahan pohon ( felling ), pembersihan cabang ( limbing ) dan pembagian batang ( bucking ), serta kegiatan penyaradan ( skidding ) dan pengangkutan ( haulling ). Kegiatan penebangan dilakukan oleh 1 regu tebang yang beranggotakan 6 orang blandong, yang tugasnya

45

Page 46: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

melakukan penebangan, penyaradan dengan di pikul dan loading/reloading kayu ke atas truk. Dalam kegiatan penebangan semua biaya ditanggung oleh pembeli. Komponen biaya eksploatasi terdiri atas biaya upah blandong Rp 7000,-/hari/orang, biaya transportasi (truk) Rp 20.000,-/rit, dan biaya untuk pas angkutan kayu Rp 50.000,- untuk sekali angkut.

Dalam kegiatan penebangan ini peranan kelompok tani dan perangkat desa sangat besar dalam mengontrol pemanenan kayu karena setiap penebangan harus diketahui/ mendapat ijin dari perangkat desa dan kelompok tani. Dengan demikian lembaga-lembaga di atas dapat berfungsi sebagai pengawas dalam kegiatan penebangan agar asas kelestarian dapat terjamin.

Selesai kegiatan penebangan, kayu kemudian dibawa ke tempat penumpukan kayu (TPn). Tempat itu dapat terletak di pinggir jalan atau di area khusus seperti di halaman pekarangan milik pedagang kayu. Setelah melakukan penebangan petani diwajibkan untuk menanami lahan mereka dengan permudaan baru sebanyak 5-10 batang untuk tiap pohon yang ditebang. Jumlah tersebut diharapkan mampu mengganti jumlah pohon yang ditebang, dengan asumsi keberhasilan tanaman rata-rata 70% (berdasarkan pengalaman) ditambah permudaan hasil trubusan jumlah tersebut mampu menjamin kelestarian.

d. Pengaturan Hasil Pada dasarnya aspek pengaturan hasil hutan rakyat tidak

didefinisikan secara khusus oleh petani, karena petani biasanya melakukan pemanenan kayu berdasarkan kebutuhan, dan belum direncanakan secara baik. Dari hasil wawancara dengan pedagang kayu setempat diperoleh informasi bahwa petani rata-rata memanen/menebang pohon miliknya secara periodik dan kontinyu, yaitu rata-rata setahun 2 kali. Waktu penebangan biasanya menjelang hari raya dan pada tahun ajaran sekolah dimulai, karena kedua kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang agak besar.

Kedua kebutuhan itu memerlukan biaya lebih, sehingga mereka perlu untuk melakukan pemanenan kayu miliknya. Mengenai jenis, volume dan jumlahnya kurang diperhatikan, dalam hal ini disesuaikan dengan kebutuhan. Hal tersebut dikuatkan dengan besarnya volume perdagangan kayu pada waktu-waktu tersebut. Dari keterangan di atas dapat diasumsikan bahwa petani rata-rata menebang kayu miliknya dua kali pertahun dengan jumlah batang dan volume yang disesuaikan kebutuhan, yaitu jika kebutuhan kecil pohon yang ditebang jumlah dan volumenya relatif kecil, sedangkan bila kebutuhan besar pohon yang ditebang jumlah dan volumenya juga besar. Untuk menjamin kelestarian, petani yang menebang kayu diwajibkan menanami lahannya dengan 2-5 batang untuk setiap batang pohon yang ditebang. Di samping itu, kelestarian diperoleh dari hasil permudaan berupa trubusan tonggak sebanyak 2-4 batang. Metode pengaturan hasil hutan rakyat, seperti digambarkan di atas sangat spesifik

46

Page 47: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

dan berbeda dengan metode pengaturan hasil konvensional yang biasa diterapkan pada hutan negara, karena mereka lebih menekankan pada pengelolaan individu pohon per pohon dan bukan pengelolaan kawasan. Bagi masyarakat setempat yang penting adalah terjaminnya kelestarian baik kelestarian produksi maupun kelestarian sumber daya hutan, sehingga mereka dapat secara kontinu memanen produksi kayu miliknya.

Petani memiliki rutinitas dalam pemanenan kayu setiap tahunnya, dengan jumlah batang dan volumenya disesuaikan kebutuhan. Kegiatan penebangan ini diimbangi dengan kewajiban melakukan permudaan setiap kali mereka menebang pohon miliknya sehingga dapat tercipta kelestarian baik kelestarian produksi maupun kelestarian sumber daya hutan. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk metode pengaturan hasil yang dipraktekkan oleh petani walaupun metode tersebut belum merupakan model yang konseptual.

e. Aspek Pemasaran Pemasaran hasil hutan rakyat berupa hasil hutan kayu atau nonkayu

pada dasarnya tidak mengalami kesulitan yang berarti. Untuk pemasaran hasil hutan berupa kayu, kesulitan yang sering dihadapi oleh petani adalah posisi tawar mereka yang rendah dalam penentuan harga jual. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan petani tentang potensi volume kayu dan tentang kualita kayu. Di samping itu, penjualan kayu oleh petani hanya didasarkan pada kebutuhan yang mendesak menyebabkan petani selalu berada pada posisi tawar yang rendah, karena petani butuh segera mendapatkan uang, sehingga harga jual kayu yang menentukan biasanya tengkulak.

Pemasaran hasil hutan kayu baik dalam bentuk kayu gelondong maupun kayu gergajian setengah jadi tidak mengalami kesulitan, karena biasanya petani yang akan menjual kayu miliknya, akan didatangi oleh pedagang/tengkulak kayu.

Pemasaran hasil hutan kayu dibagi menjadi dua untuk kayu jenis komersial dijual dalam bentuk gelondongan, sedangkan untuk kayu rimba dari jenis nonkomersial dijual dalam bentuk bahan baku mebeler setengah jadi. Volume pemasaran kayu rata-rata untuk Dusun Kedung Keris juga bervariasi antara 4 m3-24 m3 untuk tiap bulannya.

Untuk pengolahan hasil tebangan berupa kayu nonkomersial dilakukan oleh pedagang. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keuntungan yang didapat dengan memberikan nilai tambah pada produk. Bentuk produk hasil olahan biasanya berupa bahan baku mebel dalam bentuk setengah jadi. Untuk pengolahan hasil produksi tersebut diperlukan tambahan biaya Rp 80.000,- per hari, untuk keperluan sewa circle saw dan upah tenaga kerja. Produk yang dihasilkan berupa kayu gergajian yang digunakan untuk bahan baku mebeler, dengan kapasitas produksi 50 set bahan mebeler per hari. Satu set kayu gergajian untuk bahan mebeler dijual dengan harga jual Rp 17.000, sehingga diperoleh pendapatan total Rp

47

Page 48: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

850.000,- tiap hari. Usaha untuk memberikan nilai tambah pada hasil produksi kayu non komersial, yang dilakukan oleh petani yang merangkap sebagai pedagang pengumpul merupakan salah satu bentuk usaha hutan rakyat ( Small Scale Forest-Based Enterprises ).

Dalam kegiatan pemasaran, jalur distribusi perdagangan kayu bulat dan kayu gergajian dalam bentuk bahan baku mebeler setengah jadi mengikuti saluran yang berbeda. Dari skema jalur distribusi kayu bulat maupun kayu gergajian petani menjual langsung kepada pengumpul kecil yang biasanya merupakan pedagang kayu lokal, selanjutnya pengumpul kecil menjual kepada pengumpul besar yang biasanya merupakan pedagang yang berasal dari luar daerah, dari pengumpul besar kemudian didistribusikan ke industri pengolahan baik industri penggegajian atau industri mebeler, akhirnya setelah keluar dari industri pengoalahan produk kayu olahan didistribusikan ke konsumen, baik lokal maupun ekspor.

Dalam kegiatan pemasaran terjadi proses jual beli. Pembeli yang akan membawa kayunya ke tempat ( kota ) lain memerlukan pas angkutan kayu. Untuk mendapatkan pas angkutan kayu, pembeli (pedagang kayu) dapat memperolehnya dari Cabang Dinas Kehutanan. Pas angkutan kayu yang diperoleh hanya dapat digunakan untuk sekali pakai untuk satu kota tujuan, sehingga untuk kota yang lain diperlukan pas angkutan kayu yang lain pula.

5. Kelembagaan Aspek kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan baik formal

maupun nonformal yang terlibat dalam pengelolaan hutan rakyat. Kelembagaan formal meliputi organisasi/lembaga yang berada di bawah struktur pemerintah, baik pemerintah Daerah Tingkat I maupun pemerintah Daerah Tingkat II, sedangkan kelembagaan nonformal berupa organisasi kelompok tani. Kelembagaan formal dalam prakteknya lebih berperan dalam memberikan penyuluhan dan bimbingan teknis kepada petani baik melalui kelompok tani maupun secara individual, sedangkan lembaga nonformal lebih berperan dalam operasional pengelolaan hutan rakyat.

Gambaran mengenai struktur kelembagaan formal pengelolaan hutan rakyat menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Kehutanan memiliki peranan penting dalam pengembangan hutan rakyat. Kontribusi kelembagaan formal adalah memberikan bimbingan dan penyuluhan teknis tentang pengelolaan hutan rakyat, serta membantu kelompok tani dalam menyusun Perencanaan Pengelolaan Hutan Rakyat (PPHR). Di samping itu, kelembagaan formal juga memberi bantuan berupa insentif dalam bentuk proyek yang membantu petani bila ingin melakukan penanaman tanaman berkayu di lahan miliknya. Lembaga formal juga dapat berperan sebagai mediator yang menghubungkan kelompok tani dengan instansi/lembaga lain yang dapat bekerja sama dalam pengembangan hutan rakyat.

48

Page 49: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

Target dan tujuan yang ingin dicapai oleh kelembagaan formal dalam pengembangan hutan rakyat adalah mengembangkan hutan terutama di luar kawasan hutan negara. Arahan pengembangan hutan rakayat tersebut diharapkan mampu menciptakan kawasan hutan seluas 30% dari total luas daratan di Kabupaten Ponorogo. Untuk kelembagaan nonformal kontribusi yang diberikan lebih besar karena lembaga nonformal yang berupa Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) merupakan alternatif solusi yang dapat membantu petani apabila mereka mengalami permasalahan di dalam mengelola hutan rakyat miliknya. KTHR dapat berperan secara langsung dalam membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan petani hutan rakyat dalam mengelola hutan rakyat milik mereka, diantaranya kebutuhan akan tenaga kerja, kebutuhan akan modal, dan kebutuhan akan peralatan pertanian. KTHR merupakan kelompok tani yang dibentuk oleh petani hutan rakyat. Tujuannya adalah mewujudkan tujuan bersama dalam mengelola hutan rakyat mereka secara bersama. Kelompok tani tersebut memiliki areal hutan rakyat seluas rata-rata 35 ha yang dikelola secara komunal. Umumnya struktur organisasi KTHR telah lengkap menurut kebutuhan petani. Kelompok itu juga memiliki administrasi yang baik dan kegiatan kelompok yang kontinu dan sudah direncanakan dengan baik untuk menunjang pengelolaan hutan rakyat maupun untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Struktur organisasi yang berlaku dalam kelompok tani itu adalah pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dari setipa pengurusnya, serta administrasi kegiatan misalnya pencatatan buku-buku administrasi untuk setiap kegiatan yang ada. Di samping itu telah dilakukan Perencanaan Pengelolaan Hutan Rakyat (PPHR) terhadap kegiatan-kegiatan pengelolaan tanaman tahunan seperti penanaman dan pemeliharaan, serta pencatatan realisasi kegiatan dan evaluasi hasil yang di capai untuk tiap-tiap kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh KTHR:

a. Pertemuan Rutin Pertemuan rutin kelompok tani dilakukan setiap malam tertentu

(Selapan). Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh seluruh anggota dan oleh Petugas Lapangan Penghijauan (PLP) kecamatan. Agenda pertemuan biasanya terdiri atas penyuluhan dan bimbingan teknis dari PLP, mendiskusikan permasalahan yang dihadapi beserta solusinya, serta arisan anggota kelompok tani. Kegiatan penyuluhan dan bimbingan teknis dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan teknis petani dalam mengelola hutan rakyat milik mereka, kegiatan diskusi dimaksudkan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam mengelola hutan rakyat dan mencari solusi pemecahannya, sedangkan kegiatan arisan merupakan kegiatan sosial guna mempererat hubungan sosial antar anggota kelompok di samping untuk melatih anggota untuk menabung.

49

Page 50: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

b. Kegiatan Kerja Kelompok Kegiatan kerja kelompok merupakan kegiatan yang besar

menfaatnya bagi anggota kelompok tani dalam mengelola lahan miliknya. Kegiatan kerja kelompok diikuti oleh seluruh anggota kelompok, yang dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota kurang lebih 10 orang. Salah seorang anggota kelompok tersebut dipilih menjadi ketua.

Masing-masing anggota kelompok kecil tersebut dapat menggunakan tenaga anggota kelompok yang lain secara bergiliran, dalam melakukan kegiatan pengelolaan lahan baik pengelolaan tanaman pertanian maupun tanaman tahunan. Kompensasi dari penggunaan tanaga itu adalah membayar biaya Rp 100,- per orang per hari yang disetorkan ke dalam kas kelompok. Giliran penggunaan tenaga anggota kelompok diatur secara musyawarah dengan prioritas pada anggota yang kebutuhan tenaganya paling mendesak.

Kegiatan ini sangat besar manfaatnya karena banyak petani yang kekurangan tenaga kerja dalam mengelola lahan miliknya sehingga adanya kegiatan kerja kelompok kesulitan untuk mencari tenaga kerja untuk mengelola lahan tidak dialami. Keuntungan yang diperoleh adalah petani dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja dengan biaya murah karena jika menggunakan tenaga kerja/buruh penggarap mereka harus mengeluarkan upah sebesar Rp 5000,- per orang per hari. Di samping itu, kegiatan kerja kelompok ini mengandung nilai sosial yang tinggi karena setiap pekerjaan dilakukan secara gotong royong.

c. Kegiatan Simpan Pinjam Kegiatan kelompok tani yang lain adalah kegiatan simpan pinjam

kepada anggota. Anggota memiliki hak untuk meminjam uang yang berasal dari kas kelompok tani dengan bunga rendah ( 1%) dan angsuran sebanyak 10 kali.

Jumlah pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan petani dan jumlah uang kas milik kelompok tani. Kegiatan simpan pinjam ini dilakukan agar anggota kelompok yang memiliki kebutuhan mendesak dapat memenuhi kebutuhannya tanpa harus menebang pohon milik mereka. Hal ini dimaksudkan agar petani tidak terburu-buru menjual kayu miliknya karena kebutuhan yang mendesak. Dengan demikian petani menjual kayu miliknya karena kayu tersebut memang telah cukup umur.

Kendala yang dihadapi dalam kegiatan simpan pinjam ini adalah jumlah modal/kas kelompok tani yang relatif masih kecil sehingga belum mampu mengakomodir semua kebutuhan anggota, tetapi dalam perkembangan selanjutnya kegiatan ini diharapkan dapat mengakomodir semua kebutuhan anggota.

50

Page 51: Kawasan Hutan Rakyat Sengon Jati-super Ponorogo

51