lap survey geolistrik

16
1. PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Survey geolistrik ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum sebaran tahanan jenis lapisan batuan secara vertical di lokasi pengamatan, terutama sebaran lapisan batuan yang diduga dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa air tanah. Tujuan dari survey ini diharapkan dapat memberikan data dan masukan bagi pengguna, tentang kemungkinan letak keberadaan air tanah dilokasi survey. 1.2. Lokasi Survey Lokasi survey terletak di Dusun Kali Glonggong, Desa Gayam, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro. Gambar 1. Peta Lokasi Survey Geolistrik Lokasi 1

Transcript of lap survey geolistrik

1. PENDAHULUAN

1.1 Maksud dan Tujuan

Survey geolistrik ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum sebaran tahanan

jenis lapisan batuan secara vertical di lokasi pengamatan, terutama sebaran lapisan batuan yang

diduga dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa air tanah.

Tujuan dari survey ini diharapkan dapat memberikan data dan masukan bagi pengguna, tentang

kemungkinan letak keberadaan air tanah dilokasi survey.

1.2. Lokasi Survey

Lokasi survey terletak di Dusun Kali Glonggong, Desa Gayam, Kecamatan Ngasem,

Bojonegoro.

1.3. Metode Survey

Pekerjaan survey geolistrik meliputi :

1. Orientasi lapangan serta pengamatan geologi

2. Perencanaan lokasi pengamatan

3. Pengukuran geolistrik metode VES (Vertical Electrical Sounding)

Gambar 1. Peta Lokasi Survey Geolistrik

Lokasi Survey

1

Data Geologi

Data Lapangan

Pengolahan DataSoftware Ipi2winSofware Progress

Interpretasi Data

Laporan

4. Pengolahan data dan interpretasi

5. Penyusunan laporan

1.4. Peralatan

Peralatan yang digunakan selama survey geolistrik meliputi :

1. Resistivity meter model Oyo – McOhm EL

2. Kabel arus dan potensial masing-masing 2 unit

3. Elektoda 2 unit, porous pot 2 unit

4. Palu Geologi 3 unit

5. Kompas Geologi

6. Alat komunikasi Handie Talkie 3 unit

7. Global Positioning System (GPS) Garmen 12XL

8. Peta Topografi daerah survey

9. Peralatan standard lainnya.

1.5. Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan survey dan pembuatan laporan dikerjakan selama ± 3 hari kerja. Akuisisi

data lapangan dilakukan pada tanggal 7 April 2012 dengan panjang lintasan berkisar 250 meter.

Gambar 2. Diagram alir metode survey geolistrik

2

2. METODE SURVEY GEOLISTRIK

2.1 Teori Dasar

Tahun 1827 George Ohm menyatakan suatu hubungan empirik antara arus yang mengalir

melalui suatu kabel/ penghantar dan potensial tegangan yang diperlukan untuk menimbulkan

arus tersebut.

dimana arus (I) selalu proporsional terhadap tegangan (V) sedangkan parameter yang selalu

konstan terhadap proporsionalitas tadi adalah tahanan/ resistance (R) dari suatu material yang

dilalui arus tersebut.

Pengukuran tahanan melibatkan faktor panjang (L) dan luasan (A) material. Sedangkan

dalam prakteknya hanya membutuhkan parameter yang lebih menggambarkan sifat material itu

sendiri tanpa terpengaruh geometri.

Dalam hal ini digunakan tahanan jenis dibanding tahanan. Nilai tahanan jenis yang tinggi

menggambarkan resistensi yang tinggi dalam menghantarkan aliran arus.

Pada umumnya mineral pembentuk batuan bersifat isolator kecuali beberapa logam dan

grafit yang lebih bersifat konduktif terhadap listrik. Tahanan jenis yang terukur pada material

bumi secara primer dikontrol oleh pergerakan ion-ion bermuatan listrik pada cairan yang mengisi

pori batuan. Dapat dikatakan bahwa sifat fisik batuan yang berpengaruh terhadap pengukuran

tahanan jenis adalah porositas dan saturasi fluida.

Gambar 3. Tahanan dan Tahanan Jenis.

V = I.R (1)

3

2.2. Metode Geolistrik Tahanan Jenis

Metode geolistrik yang biasa digunakan dalam eksplorasi bahan tambang adalah metode

tahanan jenis. Metode tahanan jenis menggunakan skema pengukuran sebagaimana terlihat pada

gambar 2.2.

Pengukuran tahanan jenis menggunakan 4 (empat) buah elektroda masing-masing 2 (dua) buah

elektroda arus C1 C2 dan 2 (dua) buah elektroda potensial P1 dan P2 yang ditanamkan pada

tanah. Skema ini identik dengan rangkaian listrik pada gambar 1 dimana lapisan bawah

permukaan (lapisan tanah/ batuan) berperan sebagai hambatan (resistor). Arus listrik dihantarkan

ke dalam tanah melalui sepasang elektroda arus C1 C2. Beda potensial yang terjadi di antara

elektroda arus diukur menggunakan voltmeter yang dihubungkan dengan sepasang elektroda

potensial P1 P2. Nilai potensial ini merupakan target pengukuran geolistrik dimana berhubungan

dengan kerapatan arus listrik yang mengalir pada lapisan batuan. Dari harga arus yang

diinjeksikan kedalam lapisan batuan (I) dan harga potensial yang diperoleh (V), maka dapat

dihitung nilai tahanan jenis semu dari lapisan batuan.

dimana k adalah faktor geometri yang tergantung dari jarak antar elektroda.

2.3. Tahanan Jenis Semu

Tahanan jenis hasil pengukuran geolistrik bersifat semu atau tidak mencerminkan nilai

tahanan jenis sesungguhnya dari batuan/ lapisan/ material bawah permukaan yang akan

diselidiki. Ini dikarenakan oleh 2 (dua) hal yaitu asumsi media homogen-isotropi dan faktor

geometri dari bentangan.

ρa = k.(V/I)

Gambar 4. Skema pengukuran geolistrik tahanan jenis

(2)

4

Asumsi media homogen-isotropi adalah batuan / material bawah permukaan yang akan

diselidiki / diukur dipandang sebagai lapisan atau selapis material yang memiliki nilai tahanan

jenis yang seragam / sama besarnya di seluruh bagian lapisan dan arus ketika mengalir ke dalam

lapisan tersebut memiliki nilai yang sama besar dalam setiap sudut arah perambatannya.

Sedangkan dalam kenyataannya batuan/ material bawah permukaan bersifat heterogen dalam

komposisinya dan besar arus akan berbeda nilainya pada setiap sudut/ arah perambatan atau

dikenal dengan sifat anisotropi.

Nilai tahanan jenis yang didapat dari pengukuran geolistrik akan berbeda nilainya apabila

menggunakan konfigurasi atau susunan jarak antar elektroda yang berbeda meskipun pada titik

investigasi yang sama di bawah permukaan. Sehingga dengan kondisi-kondisi tersebut

dibutuhkan adanya tahapan konversi dari tahanan jenis semu ke tahanan jenis sebenarnya melalui

pendekatan / formula tertentu menurut susunan konfigurasi jarak elektroda yang dipakai.

Walaupun dalam pengolahan data asumsi homogen-isotropi masih digunakan tetapi dengan

melakukan pengolahan/ interpretasi lapisan tersebut akan didapat nilai tahanan jenis yang

mendekati sebenarnya pada tiap perlapisan batuan/ material bawah permukaan dengan kondisi

pengukuran lapangan tertentu.

Berdasarkan prinsip di atas dan konsep faktor geometri sebagaimana tersebut, teknik

pengukuran berkaitan erat dengan susunan konfigurasi jarak antar elektroda arus dan potensial.

Pengukuran geolistrik tahanan jenis dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam

konfigurasi bentangan, antara lain :

a. konfigurasi Wenner

b. konfigurasi Schlumberger

c. konfigurasi Dipole-dipole

d. konfigurasi Lee

e. konfigurasi Mise ala Masse

f. dan lain-lain

2.4. Akuisisi Data Lapangan

Pemilihan konfigurasi yang akan digunakan disesuaikan dengan tujuan dari survey

geolistrik tersebut. Konfigurasi Schlumberger merupakan konfigurasi yang paling sering

digunakan dalam metode geolistrik tipe sounding dan disebut juga sebagai konfigurasi klasik.

Panjang lintasan AB yang digunakan berkisar 250 meter disesuaikan dengan keadaan lapangan

dengan target lapisan batuan yang mengandung air yang diduga sebagai akuifer.

5

Dari hasil pengukuran di lapangan kemudian dihitung nilai tahanan jenisnya dan diplot di kurva

bi-log untuk mengetahui pola sebaran tahanan jenis semu batuan, proses perhitungan manual ini

langsung dilakukan di lapangan untuk menghindari terjadinya kesalahan pada saat pengukuran

sehingga langsung dapat dikoreksi.

6

3. HASIL ANALISA

3.1. Pengolahan Data

Pengolahan data meliputi input data lapangan kemudian diolah dengan menggunakan

software geolistrik Ipi2win dan progress. Dari data lapangan akan diolah oleh software dengan

memperhatikan kondisi geologi setempat sehingga akan didapatkan gambaran vertikal sebaran

tahanan jenis batuan lokasi titik pengamatan dan dari nilai tahanan jenis masing-masing lapisan

(data pengolahan terlampir) dilakukan kita interpretasi.

3.2. Interpretasi Data

Dari hasil pengolahan kemudian kita interpretasikan dan dikaji berdasarkan data kondisi

geologi daerah survey. Data geologi berguna sebagai data penunjang untuk mengetahui kondisi

geologi regional daerah tersebut sehingga dapat kita tentukan pola sebaran batuan dan target

yang akan dicapai.. Hasil akhir yang diharapkan adalah penampang tahanan jenis batuan secara

vertikal dari masing-masing lokasi pengukuran sehingga dapat dijadikan acuan untuk pendugaan

lapisan batuan pembawa air tanah (akuifer).

3.3. Hasil Interpretasi

Hasil interpretasi geolistrik metode VES di dasarkan pada kontras tahanan jenis semu

batuan (apparent resistivity) dimana lapisan batuan dengan tahanan jenis batuan tinggi diduga

sebagai lapisan pembawa air tanah (akuifer) dan lapisan batuan dengan tahanan jenis rendah

sebagai lapisan impermiabel.

3.3.1. Lokasi : M-1

Koordinat : S = 07⁰ 11’ 21.6” E = 111⁰ 21’ 17.0”

Arah Lintasan : N 285˚ E

Hasil pengolahan data dan interpretasi hasil prosessing data geolistrik di lokasi M-1 dapat

disimpulkan bahwa keberadaan air tanah dimungkinkan pada lapisan dengan nilai tahanan jenis

(ρ) = 10.69 Ω m dan 4.13 Ω m yang diapit oleh nilai ρ 0.81 Ω m dan 0.50 Ω m pada kedalaman

antara 3 - 8 meter. Berdasarkan nilai tahanan jenis batuannya yang relative kecil sangat mungkin

akuifer ini disusun oleh material lempung dengan butiran yang lebih kasar dan karena

keberadaannya yang tidak terlalu dalam maka akuifer ini sangat dimungkinkan terpengaruh oleh

kondisi cuaca.

7

Selebihnya pada kedalaman lebih dari 22 m dijumpai nilai tahanan jenis semu batuan

yang relatif besar (83.51 Ω m) hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan pada kedalaman

tersebut mempunyai litologi yang lebih kasar dan berpotensi sebagai akuifer. Disarankan

untuk melakukan pemboran pada kedalaman tersebut (± 35 m) untuk melihat apakah

benar pada kedalaman 25 meter dijumpai akuifer.

3.3.2. Lokasi : M-2

Koordinat : S = 07⁰ 11’ 23.0” E = 111⁰ 42’ 18.5”

Arah Lintasan : N 293˚ E.

Berdasarkan distribusi nilai tahanan jenis semu batuannya Lokasi M-2 hampir

menyerupai dengan kondisi M-1, sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan air tanah

dimungkinkan pada lapisan dengan nilai tahanan jenis (ρ) = 80.72 Ω m mulai kedalaman 2.5

meter sampai dengan 6 meter kemudian lapisan batuan dengan nilai ρ 18.38 Ω m sampai dengan

kedalaman 8 meter. Berdasarkan nilai tahanan jenis batuannya tersebut sangat dimungkinkan

terdapat akuifer yang disusun oleh material pasiran yang merupan lensa-lensa dari lempung

Formasi Lidah, dengan ketebalan lapisan hampir 6 meter hal ini sangat memungkinkan

dipergunakan sebagai sumber air bersih, permasalahan utama adalah karena kedalaman yang

relative dangkal hal ini sangat dimungkinkan terpengaruh kondisi cuaca

Gambar 5. Kurva hasil pengolahan data Lokasi M-1

8

Pada kedalaman lebih dari 21.5 meter nilai tahanan jenis batuannya dari bernilai kecil

berubah menjadi 105.12 Ω m hal ini menunjukkan bahwa pada mulai kedalaman tersebut sangat

dimungkinkan terdapat akuifer yang relative lebih bebas dari pengaruh cuaca sehingga sangat

disarankan untuk mencoba melakukan pengeboran pada kedalaman lebih dari 30 meter

kemudian dilihat pada kedalaman 25an meter apakah terdapat air tanah atau tidak..

3.3.3. Lokasi : M-3

Koordinat : S = 07⁰ 11’ 20.8” E = 111⁰ 42’ 18.4”

Arah Lintasan : N 276˚ E

Dari hasil analisa geolistrik di lokasi ini dapat disimpulkan bahwa keberadaan air tanah

sangat dimungkinkan berada pada kedalaman 10 - 34 meter dengan nilai tahanan jenis semu

batuan (ρ) = 40.03 dan 19.80 Ω m, dengan ketebalan lapisan mencapai 24 meter akuifer ini

sangat potensial digunakan sebagai sarana sumber air bersih di sekitar lokasi survey. Untuk

mengetahui secara pasti keadaan tersebut sangat disarankan untuk dilakukan pengeboran sampai

dengan kedalaman 40an meter dan dilakukan tes logging untuk mengetahui secara pasti posisi

akuifernya. Pada lokasi M-3 ini untuk kedalaman lebih dari 35 meter sangat kecil kemungkinan

Gambar 6. Kurva hasil pengolahan data Lokasi M-2

9

untuk mendapatkan air hal ini ditunjukkan oleh kondisi tahanan jenis semu batuan yang terus

mengecil sampai kedalaman lebih dari 90 meter.

Gambar 7. Kurva hasil pengolahan data Lokasi M-3

10

4. KESIMPULAN dan SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil survey yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kemungkinan lapisan

akuifer yang ditunjukkan oleh lapisan-lapisan resistivity (resistivity layer) yang terukur untuk

masing-masing area pengukuran, adalah sebagai berikut :

No LokasiPotensi Akuifer

KeteranganNilai ρ (Ω m) Kedalaman (m)

1 M-1

10.69 dan 4.13 2.5 - 8Litologi Lempung Pasiran

Terpengaruh factor eksternal

83.51 > 22 Litologi pasiran

Berpotensi

2 M-2

80.72 dan 18.38 2.5 - 8Litologi Pasiran

Berpotensi, tetapi porositas kecil

105.12 > 21.5Litologi pasiran

Berpotensi

3 M-3 40.03 dan 19.80 10 - 34Litologi pasiran

Berpotensi

4.2. Saran

Berdasarkan kajian geologi dan hasil survey geolistrik pada lokasi Dusun Kali Glonggong,

Desa Gayam Kecamatan Ngasem dapat disarankan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui secara pasti keberadaan, kualitas dan kuantitas air tanah perlu dilakukan

pemboran dan logging untuk memastikan kedalaman / ketebalan lapisan akuifer dimasing-

masing titik pengukuran. Pengukuran Logging minimal dilakukan untuk mengetahui

besarnya nilai SP (Self Potensial), Resistivity dan Gamma Ray. Selain itu juga harus

dilakukan uji sumur untuk menentukan kapasitas aman dari debit air yang akan diproduksi.

2. Dilokasi M-1 dan M-2 disarankan dilakukan pemboran dengan kedalaman ± 40 meter,

berdasarkan data kemungkinan keberadaan akuifer ada 2 yaitu pada kedalaman 3 – 8 meter

yang karena dangkal sangat mungkin terpengaruh factor cuaca dan pada kedalaman lebih dari

22 meter.

3. Pada lokasi M-3 disarankan untuk dilakukan pemboran sampai dengan kedalaman 40 meter

dengan kemungkinan akuifer berada pada kedalaman 10 – 34 meter. Pengukuran Logging

dan uji sumur tetap harus dilakukan sebagaimana saran diatas.

11

4. Berdasarkan data diatas dimungkinkan sumur yang paling baik adalah dilokasi M-3.

12