Laporan Ka 4

download Laporan Ka 4

of 27

Transcript of Laporan Ka 4

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    1/27

    LAPORAN AKHIR KIMIA ANALISIS

    PRAKTIKUM 4

    YODO YODIMETRI

    Disusun Oleh:

    NAMA KELOMPOK:

    AYU WIKHA NOVIYANA G1F011026

    RIRI FAUZIYYA G1F011028

    GARNISHA UTAMAS N. G1F011030

    ERNA TUGIARTI BUDIASIH G1F011034

    GOLONGAN : II B

    KELOMPOK : 4

    ASISTEN : MAYANG

    LIA NADIA

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

    JURUSAN FARMASI

    PURWOKERTO

    2012

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    2/27

    A. JUDUL PERCOBAANYODO-YODIMETRI

    B. TUJUAN PERCOBAANMenetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi

    oksidasi dan reduksi

    C. ALAT DAN BAHANa. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain: labu ukur 500ml, labu

    ukur 100ml, statif, gelas ukur, buret , corong gelas, pipet tetes, erlenmeyer 100ml,

    erlenmeyer 250ml, beaker glass, filler, pipet ukur , hot plate, klem, batang

    pengaduk, dan timbangan.

    b. Bahan-bahan yang digunakan antara lain:

    Larutan baku Iodium 0,1 N Akuades Kalium Iodida Indikator amilum / kanji Vitamin C Larutan asam klorida encer Larutan baku Natrium Tiosulfat 0,1 N Metampiron ( Antalgin )

    D. DATA PENGAMATAN dan PERHITUNGANa. PembakuanNatriumTiosulfat (Na2S2O3)

    Replikasi 1 = 4,8 ml

    Replikasi 2 = 4,9 ml

    Replikasi 3 = 4,9 ml

    N Na2S2O3 =

    =

    = 0,104 N

    N Na2S2O3 =

    =

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    3/27

    = 0,102 N

    N Na2S2O3 =

    =

    = 0,102 N

    N =

    N = 0,103 N

    a. Penetapan Kadar Metampiron/Antalgin (metode Yodimetri)Rep Volume I2

    1 0,8 mL

    2 0,9 mL

    3 0,6 Ml

    BE metampiron =

    = = 175,685N Na2S2O3 = 0,103 N

    Penetapan Kadar Metampiron/Antalgin (metode Yodimetri)

    Kadar =

    Kadar = = = 72,382 %

    Kadar = =

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    4/27

    = 81,429 %

    Kadar = = = 54,287 %

    kadar = =

    = 68,366 %

    ( ) 72,382 68,366 4,016 16,128

    81,429 13,063 170,642

    54,287 14,079 198,218

    Harga ditolak jika =

    *

    +

    2,5

    Replikasi 1 =* + 2,5=0,387 2,5 (diterima)

    Replikasi 2 =* + 2,5=1,258 2,5 (diterima)

    Replikasi 3 =* + 2,5=1,356

    2,5 (diterima)

    Jadi kadar metampiron =

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    5/27

    = 68,366%

    =68,366% 8,010

    b. Penetapan Kadar vitamin C (metode Yodimetri)Rep Volume I2

    1 0,5 mL

    2 0,5 mL

    3 0,5 mL

    BE vit. C =

    = = 178

    N yodium = 0,1 N

    Mg sampel (vit. C) = 20 mg

    Kadar =

    1. Kadar 1 = * += 44,5

    2. Kadar 2 = * += 44,5

    3. Kadar 3 =*

    +

    = 44,5

    kadar vit. C = =

    = 44,5 %

    ( )

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    6/27

    44,5

    44,5

    0 0

    44,5 0 0

    44,5 0 0

    d= 0 d = 0

    = 0

    Harga ditolak jika =* + 2,5Replikasi 1 =* + 2,5

    =0 2,5 (diterima)Replikasi 2 =* + 2,5

    =0 2,5 (diterima)Replikasi 3 =* + 2,5=0 2,5 (diterima)

    Kadar vit. C = = 44,5%

    = 44,5%

    Jadi kadar vitamin C adalah 44,5%

    c. Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (metode Yodometri)Rep Volume I2

    1 1,2 mL

    2 1 mL

    3 1,2 mL

    BE CuSO4 =

    =

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    7/27

    = 31,75

    ml CuSO4 = 1 ml

    N tiosulfat (Na2S2O3) = 0,103 N

    Kadar =

    Kadar1 = * += 3,81%

    Kadar2 = * += 31,75%%

    Kadar3 =* += 3,81%

    ( ) 0,387

    0,366

    0,021 0,000441

    0,324 0,042 0,001764

    0,387 0,021 0,00041

    =0,084 =0,002646

    = 1,871 xHargaditolakjika|

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    8/27

    Kadar 1 = | = | = 2,2

    (diterima)

    Kadar 2 = | = 0,0043 (diterima)

    Kadar 3 = | = | = 2,2

    (diterima)

    Jadi kadar Cu dalam CuSO4 adalah

    Kadar = t. = 0,366%

    = 67,3459 % 1.0802 x

    E.PEMBAHASAN

    Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada

    reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan

    dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang

    sederhana pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah (Rivai,1995).

    Titrasi IodoIodimetri termasuk reaksi titrasi redoks. Titrasi redoks didasarkan pada

    reaksi oksidasi reduksi yang berjalan secara kuantitatif. Istilah oksidasi mengacu pada setiap

    perubahan kimia yang terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan

    untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Artinya, proses oksidasi disertai dengan hilangnya

    elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom

    yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi reduksi harus selalu

    berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Berbagai macam titrasi

    redoks dapat berlangsung dengan cepat, dan diperlukan juga adanya indikator yang mampu

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    9/27

    menunjukkan titik ekivalen stoikiometri dengan akurasi yang tinggi. Banyak titrasi redoks

    dilakukan dengan indikator warna ( Khopkar, 1990 ).

    Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa garam-

    garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan KI

    dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium tiosulfat

    baku. Iodometri adalah titrasi tidak langsung untuk menetapkan kadar senyawa senyawa

    yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari sistem iodium iodida, atau senyawa

    senyawa yang bersifat oksidator, seperti CuSO4 (Vogel, 1994).

    Oksidator + KI I2 + 2e

    I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6

    Iodimetri merupakan titrasi langsung dengan menggunakan larutan standar yodium (

    I2 ) sebagai titran untuk analisis kuantitatif senyawa senyawa yang mempunyai potensial

    oksidasi lebih kecil dari sistem iodium iodida, atau senyawa senyawa yang bersifat

    reduktor, seperti: Vit. C, tiosulfat, arsenit, sulfida, sulfit, Sb ( III ), Sn ( II ), dan ferrosianida

    (Basset, 1994).

    Metode titrasi ini dalam bidang farmasi digunakan untuk menentukan kadar zat-zat

    yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II) dan sebagainya, sehingga

    mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya (Basset,1994).

    Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium tiosulfat,

    arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung. Iodometri adalah analisa

    titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan dengan penambahan larutan iodin baku

    berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku. Pada titrasi

    iodimetri titrasi oksidasi reduksinya menggunakan larutan iodum. Artinya titrasi iodometri

    suatu larutan oksidator ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan iodium yang

    dilepaskan (setara dengan jumlah oksidator) ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat

    (Rivai,1995)PRINSIP

    Metode iodometri

    Penetuan kadar dari sampel yang bersifat oksidator dengan melarutkannya dengan pelarut

    yang sesuai kemudian diasamkan dengan Asam sulfat/asam asetat/asam klorida, kemudian

    ditambahkan KI, didiamkan selama beberapa menit ditempat gelap, iodida yang dibebaskan

    kemudian dititrasi dengan Natrium tiosulfat yang bersifat reduktor setelah larutan encer

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    10/27

    (berwarna kuning) ditambahkan indikator amylum dan titrasi dilajutkan hingga terjadi

    perubahan warna menjadi bening (Skogg,1965).

    Metode iodimetri

    Penetuan kadar dari sampel yang bersifat reduktor dengan melarutkannya dengan pelarut

    yang sesuai kemudian diasamkan dengan Asam sulfat/asam asetat/asam klorida, kemudian

    dititrasi dengan Iodida yang bersifat oksidator hingga terjadi perubahan warna dari bening

    menjadi biru (Skogg,1965).

    Iodium merupakan oksidator yang relatif lemah.

    I2 + 2 e 2I-E

    o= + 0,535 Volt

    Meskipun demikian Iodium masih mampu mengoksidasi reduktor-reduktor kuat, yaitu

    yang oksidasi potensialnya lebih rendah. Dengan demikian yodium bereaksi sempurna

    dengan

    reduktor kuat seperti SnCl2, H2SO3,H2S,Na2S2O3 dan yang laian-lain. Sedangkan dengan

    reduktor lemah misalnya senyawasenyawa arsen dan antimon trivalen dan besi (II) sianida

    dapat berlangsung sempurna bila larutan netral atau sedikit asam. Dalam keadaan demikian,

    oksidasi potensial dari reduktor tersebut menjadi minimal sedangkan kekuatan mereduksinya

    menjadi maksimal (Sudjadi, 2004).

    Karena oksidasi potensialnya rendah, maka justru sistem ini lebih menguntungkan

    karena dapat mereduksi oksidator-oksidator kuat, sehingga iodida dapat mereduksi oksidator

    tersebut dan kemudian dibebaskan Iodium. Iodium yang dibebaskan dapat ditetapkan dengan

    larutan baku natrium tiosulfat (Vogel,1994).

    Dari kenyataan tersebut, maka penggunaan metode titrasi dengan Iodida-Iodium

    dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

    1. Titrasi yang dilakukan untuk zat-zat dengan oksidasi potensial yang lebih rendah dari

    sistem Iodium-Iodida. Disini digunakan larutan baku Iodium. Metode ini dinamakan

    metode titrasi langsung atau Iodimetri (zat uji reduktor)

    2. Titrasi yang dilakukan untuk zat-zat dengan oksidasi potensial yang lebih besar dari

    sistem iodium-iodida, zat-zat ini akan mengoksidasi iodida dan membebaskan iodium.

    Iodium yang bebas dititrasi dengan larutan baku Natrium tiosulfat . metode ini

    dinamakan metode titrasi tidak langsung atau iodometri (zat uji oksidator)

    (Skogg, 1965).

    pH dari Kedua metode tersebut harus benar-benar diperhatikan. Larutan harus dijaga

    agar supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis ini iodium

    bereaksi dengan hidroksida, membentuk iodida dan hipoyodit dan selanjutnya terurai menjadi

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    11/27

    iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi ini tak

    berjalan kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial

    anion yang mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh ion

    iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi

    dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa tersebut (Vogel, 1994).

    Pada Penggunaan iodium untuk titrasi,ada dua sumber kesalahan yang perlu

    diperhatikan yaitu :

    1. Hilangnya yodium karena mudahnya menguap, dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu

    tinggi karena dapat mengoksidasi ion iodida menjadi I2 dengan reaksi sebagai berikut:

    O2 + 4 I-+ 4 H

    + ------>2 I2 + 2H2O

    2. Pada pH tinggi muncul bahaya lainnya yaitu bereaksinya I2 yang terbentuk dengan air

    (hidrolisa) dan hasil reaksinya bereaksi lanjut:

    I2 + H2O -----> HOI + I-+H

    +

    4 HOI + S2O32-

    + H2O ------> 2 SO42-

    + 4 I-+ 6 H

    +

    3. Pemberian amilum terlalu awal. Penambahan amilum harus menunggu sampai

    mendekati titik akhir titrasi, maksudnya agar amilum tidak membungkus iod dan

    menyebabkan sukar lepas kembali. Hal itu akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap

    sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali bahkan dapat

    menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir.

    4. Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan lambat. Karena itu seringkali harus

    ditunggu sebelum titrasi, sebaliknya menunggu terlalu lama tidak baik karena kemungkinan

    iod menguap. I2 merupakan zat padat yang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam KI,

    membentuk ion I3-yang merupakan suatu kompleks lemah (Day &

    Underwood,1993).

    Penguapan dari iodida dapat dikurangi dengan adanya kelebihan iodida, kerena

    terbetuk ion iodida. Dengan 4% KI, maka penguapan iodium dapat diabaikan, asal titrasinya

    tidak terlalu lama. Selain itu KI juga dapat menambah kelarutan dari iod (Sudjadi,2004).

    INDIKATOR

    Keuntungan penggunaan indikator kanji/amylum yaitu harganya murah sedangkan

    kerugiannya ialah :

    Tidak mudah larut dalam air tak stabil pada suspensi dengan air Membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga

    tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi, harus ditunggu hingga warna kuning pucat

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    12/27

    Dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba (Sudjadi,2004).Karena banyaknya kerugian ini dianjurkan pemakaian kanji natrium glukolat dengan

    keuntungan : tidak higroskopik, cepat larut dan stabil dalam penyimpanan, dan tidak

    membentuk kompleks tak lerut dengan iodium sehingga boleh ditambahkan pada awal titrasi

    dan titik akhir titrasi jelas dan tidak tiba-tiba. Kekurangannya indikator ini relatif mahal

    dipasaran sehingga jarang digunakan (Sudjadi,2004).

    Indikator kanji bersifat reversibel, artinya biru yang timbul akan hilang lagi apabila

    yodium direduksi oleh natrium tiosulfat atau reduktor lainnya. Selain itu indikator tersebut,

    maka untuk menetapkan titik akhir titrasi dapat jiga dipergunakan pelarut-pelarut organik,

    seperti kloroform, karbontetraklorida dengan terbentuknya warna violet karena melarutan

    iodium. Penggunaan pelarut-pelarut organik penting terutama bila :

    Susunan sangat asam sehingga kanji terhidrolisa Titrasinya berjalan lambat Larutannya sangat encer

    Kekurangan pemakaian pelarut organik, antara lain ;

    Harus dipakai labu bertutup gelas Harus digojok kuat-kuat untuk memisahkan iodium dari air Kadang-kadang harus menunggu pemindahannya (Vogel, 1994).

    Monografi Bahan

    1. Kanji

    Amilosa

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    13/27

    Amilopektin

    Amilum atau kanji merupakan kombinasi amilosa yang memberikan warna biru jika

    bereaksi dengan yodium dan amilopektin yang memberikan merah violet jika bereaksi

    dengan yodium. Titrasi yodimetri, amilum sebaiknya ditambahkan saat mendekati titik

    ekivalen untuk mencegah kompleks berwarna biru antara amilum dengan yodium yang sukar

    larut dalam air dingin. Iodida pada konsentrasi < 10-5

    M dapat dengan mudah ditekan oleh

    amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-

    amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir

    reaksi (Khopkar, 1990).

    Kanji atau amilum lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks

    yodium kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk yodium. Mekanisme

    pembentukan kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa

    molekulmolekul yodium tertahan di permukaan amylose, suatu konstituen dari amilum.

    Larutan larutan amilum dengan mudah didekomposisi oleh bakteri, dan biasanya sebuah

    substansi, seperti asam borat ditambahkan sebagai bahan pengawet (Day & Underwood,

    1981).

    2. Asam Sulfat

    Asam sulfat (H2SO4) memiliki bobot molekul 98,07 gram/mol. Asam sulfat

    mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 98,0% b/b H2SO4. Perhatian bila

    asam sulfat akan dicampur dengan cairan lain, selalu tambahkan asam ke dalam cairanpengencer dan lakukan dengan sangat hati-hati. Pemerian asam sulfat yaitu cairan jernih,

    seperti minyak, tidak berwarna, bau sangat tajam dan koresif. Bobot jenis lebih kurang 1,84.

    Kelarutan bercampur dengan air dan dengan etanol, dengan menimbulkan panas (Anonim,

    1995).

    3. Metampiron

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    14/27

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    15/27

    6. Natrium tiosulfat (Na2S2O3)Merupakan hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar lebih biasa disebut

    sebagai pentahidrat, Na2S2O35H2O, merupakan satu bahan berhablur monoklinik, efloresen

    yang juga disebut sebagai natrium hiposulfit atau "hipo". Natrium Tiosulfat. Mengkilap

    dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33C. Larutannya

    netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam

    etanol (Anonim, 1995).

    7. Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki perananpenting dalam menangkal berbagai penyakit.Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari

    bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan

    yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraselular. Beberapa karakteristiknya

    antara lain sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam. Vitamin C berbentuk

    bubuk kristal kuning keputihan yang larut dalam air dan memiliki sifat-sifat antioksidan

    (Anonim, 1995).

    Cara Kerja

    1. Larutan Yodium 0,1 NWarna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai

    indikatornya sendiri. Iodium juga dapat memberikan warna ungu atau merah lembayung yang

    kuat kepada pelarut-pe;arut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal

    ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi, lebih umum digunakan suatu

    larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai

    untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit

    asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day &

    Underwood, 1986).

    Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus

    disimpan pada tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium dan akibat penguapan

    dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan dalam analisis. Biasanya indikator yang

    digunakan adalah kanji atau amilum. Iodida pada konsentrasi ,10-5 M dapat dengan mudah

    ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan.

    Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya

    ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002).

    Pembuatan Larutan Yodium 0,1 N

    http://id.wikipedia.org/wiki/Vitaminhttp://id.wikipedia.org/wiki/Airhttp://id.wikipedia.org/wiki/Penyakithttp://id.wikipedia.org/wiki/Kimiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Radikal_bebashttp://id.wikipedia.org/wiki/Oksidasihttp://id.wikipedia.org/wiki/Panashttp://id.wikipedia.org/wiki/Cahayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Logamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Logamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Cahayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Panashttp://id.wikipedia.org/wiki/Oksidasihttp://id.wikipedia.org/wiki/Radikal_bebashttp://id.wikipedia.org/wiki/Kimiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Penyakithttp://id.wikipedia.org/wiki/Airhttp://id.wikipedia.org/wiki/Vitamin
  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    16/27

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    17/27

    pengawet. Tiosulfat mudah diuraikan dalam larutan asam dengan membentuk belerang

    sebagai endapan susu. Reaksi:

    S2O32-

    + 2H+ +

    H2S2O3 H2SO3 + S(s)

    (Day &Underwood,1986)

    Tetapi reaksi pembentukan itu lambat dan tak terjadi bila tiosulfat dititrasikan

    kedalam larutan iod yang asam, asal larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara iod dan

    tiosulfat jauh lebih cepat dari pada reaksi penguraian. Berkurangnya normallitas juga

    dikarenakan :

    a. Oksidasi oleh oksigen di udara2Na2S2O3 + O2 2NaSO4 + S (Vogel,1985)

    b. Dekomposisi dalam pelarut airS2O3

    2-+ H

    +S + HSO3

    (Vogel,1985)

    Pada standarisasi Na2S2O3 ini digunakan larutan standar primer berupa K2Cr2O7 karena

    K2Cr2O7 merupakan oksidator kuat yang mempunyai berat ekuivalen yang cukup tinggi, tidak

    higroskopis dan padatan atau larutan yang amat stabil. K2Cr2O7 ini mula-mula diencerka

    nuntuk membuatnya lebih encer dan menciptakan larutan yang berair. Kemudian

    ditambahkan HCl sebagai pencipta suasana asam. HCl dalam larutannya akan terdisosiasi

    membebaskan proton H+

    HCl H+

    + Cl-

    Kemudian dalam larutan tersebut ditambah KI. KI menyumbangkan ion iodide sebagai

    agen pereduksi, yang kemudian ion iodide ini bereaksi dengan K2Cr2O7 menghasilkan iod

    bebas. Reaksi ini berlangsung dalam suasana asam

    Cr2O7 + 6I-

    + 14H+

    2Cr3+

    + 3I2 + 7H2O

    (Day &Underwood, 1986)

    Iod bebas hasil reaksi tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 dengan

    menggunakan indicator amilum. Indikator amilum ditambahkan ditengah-tengah titrasi untuk

    mendeteksi adanya iod bebas. Dan ketika ditambahkan amilum terbentuk warna biru berarti

    terbentuk kompleks iod dengan amilosa. Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna

    biru karena iodine bereaksi dengan tiosulfat. Reaksi :

    I2 + 2S2O32-

    2I-

    + S4O62-

    (Day &Underwood,1986)

    Pembuatan Larutan Natrium Tiosulfar 0,1 N

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    18/27

    Pembuatan larutan natrium tiosulfat dalam praktikum dilakukan dengan langkah,

    sejumlah larutan natrium tiosulfat dilarutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000 mL

    larutan mengandung 24,82 gr Na2S2O3. 5H2O.

    Pembakuan Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 NPembakuan larutan natrium tiosulfat yang dilakukan dalam praktikum dilakukan

    dengan langkah, pindahkan kurang lebih 5 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N yang ditimbang

    saksama ke dalam erlenmeyer bertutup kaca, encerkan dengan 50 mL aquades. Tambahkan 2

    gr KI dan 5 mL HCl encer, tutup, biarkan 10 menit. Encerkan dengan 100 mL air dan titrasi

    yodium yang dibebaskan dengan larutan Na2S2O3 0,1 N menggunakan indikator kanji.

    Reaksi yang terjadi:

    6I-+ Cr2O7

    2- + 14 H

    +3I2 + 2Cr2+ + 7H2O

    3I2 + 6S2O32-

    3S4O62-

    + 6I-

    Perhitungan dilakukan dengan:

    Normalitas natrium tiosulfat =

    3. Penetapan Kadar Cu dalam CuSo4 (Metode Yodometri)Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium tiosulfat dan

    bila tiosulfat harus digunakan untuk menetapkan tembaga. Larutan yang digunakan adalah

    CuSO4 yang kemudian ditambah KI yang bertujuan untuk menghasilkan iod bebas. Reaksi :

    2Cu2+

    + 4I-

    2CuI(S) + I2

    (Day &Underwood, 1986 )

    Agar reaksi berjalan kekanan penambahan ion iodide harus berlebihdan pH larutan

    harus dijaga dengan system larutan buffer, untuk itu ditambahkan NH4OH. Karena pada pH

    yang lebih tinggi hidrolisis parsial dari ion Cu (II) akan terjadi, dan reaksi dengan ion iodide

    akan berjalan lambat. Dan dalam larutan yang asam terjadi oksidasi (oleh udara) ion iodide

    yang dikatalisis oleh tembaga pada laju yang berarti. Selanjutnya iod bebas dititrasi dengan

    Na2S2O3. Pada titrasi ini larutan menjadi berwarna kuning. Iod mengoksidasi tiosulfat

    menjadi ion tetrationat. Reaksi :

    I2 + 2S2O32-

    2I-

    + S4O62-

    (Day &Underwood, 1986 )

    Pemberian indicator amilum diberikan saat mendekati titik akhir titrasi atau pada

    pertengahan titrasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada iod bebas yang

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    19/27

    terbentuk. Warna biru yang terjadi adalah warna dari komplek iod-kanji yaitu ikatan antara

    iod dengan -amilosa. Titik akhir reaksi ditandai berubahnya warna biru menjadi jernih, ini

    berarti semua iod bebas yang terbentuk bereaksi dengan ion S2O32-

    .

    Prosedur penetapan kadar Cu dalam CuSO4Prosedur yang dilakukan dalam praktikum untuk menentukan kadar Cu dalam CuSO4

    menggunakan prinsip Yodometri adalah dengan menyiapkan lebih kurang 3 mL larutan

    tembaga sulfat (CuSO4.5H2O; BM= 249, 685), tambahkan 0,4 mL asam asetat dan 0,3 g KI.

    Titrasi yodium yang dibebaskan dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan

    indikatos kanji. Reaksi yang akan terjadi adalah:

    2CuSO4 + 4 KI 2CuI2 + 2K2SO4

    2CuI2 2Cu2I2 + I2

    I2 + 2S2O32-

    2I- + S4O62-

    4. Penetapan Kadar Vitamin C (Metode Yodimetri)Penetapan kadar ini dapat dilakukan tanpa menggunakan indikator dari luar, karena

    larutan I2 sendiri berwarna sehingga akan memberikan titik akhir berupa hilangnya endapan

    biru.

    Pada percobaan ini digunakan air bebas CO2, karena CO2 dapat mengoksidasi

    Vitamin C sehingga titik akhir titrasi menjadi lebih dekat (volume I2 yang digunakan semakin

    sedikit). Pada percobaan ini juga digunakan asam sulfat dan asam asetat, sebagai katalisator

    agar reaksi oksidasi reduksi dapat berjalan lebih cepat.Pada titrasi iodometri titrasi harus

    dalam keadaan asam lemah atau nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat

    yang terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion

    hidroksida, sesuai dengan reaksi :

    I2 + O2 HI + IO-

    3 IO-

    IO3-+ 2 I

    -(Vogel, 1985).

    Dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat menjadi ion

    sulfat sehingga titik kesetaraannya tidak tepat lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu

    dihindari konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan

    mengendap dengan pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut :

    S2O3=

    + 2 H+

    H2S2O3

    8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2 + 8 S (Vogel,

    1985).

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    20/27

    Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator

    kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah

    terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya

    dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet.

    Asam askorbat adalah oksidator lemah yang jika direduksi dengan iodida berjalan

    lambat. Maka agar reaksi berjalan sempurba dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu

    memperbesar konsentrasi ion iodida atau memperbesar konsentrasi hidrogen. Penambahan

    HCl di sini untuk memberikan suasana asam sehingga konsentrasi hidrogen bertambah besar.

    Penggunaan indikator kanji untuk mendeteksi kelebihan iodium pada saat titrasi yang

    ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi biru tua selama 1-2 menit. Pengocokan

    bertujuan untuk mempercepat bercampurnya antara titran, titrat, dan indikator (Day &

    Underwood, 1986).

    Prosedur Penetapan Kadar Vitamin CPenetapan kadar vitamin C dilakukan dengan menimbang saksama lebih kurang 20

    mg . sampel, larutkan dalam 5 mL air, tambahkan 0,1 mL HCL 0,1 N. Segera titrasi dengan

    iodium 0,1 N menggunakan indikator kanji, dengan sekali-kali dikocok hingga terjadi warna

    biru mantap selama 2 menit. Reaksi yang terjadi :

    C6H8O6 + I2 C6H6O6

    5. Penetapan Kadar Metampiron (Metode Yodimetri)Sebelum dititrasi, terlebih dahulu metampiron yang telah dilarutkan dengan air,

    ditetesi dengan asam sulfat encer sebanyak. Hal tersebut dilakukan agar larutan metampiron

    dapat dinaikkan keasamannya sehingga dapat dititrasi. Telah diketahui bahwa dalam metode

    titrasi, larutan yang diuji akan ditetesi dengan menggunakan larutan yang merupakan

    kebalikan dari asam-basanya. Untuk itulah perlu dinaikkan keasaman dari larutan

    metampiron tersebut. Metampiron digunakan sebagai titrat, sementara iodin digunakan

    sebagai titran. Penetapan metampiron dilakukan dengan analisis iodometri yang merupakan

    reaksi oksidasi reduksi. Iodometri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksinya paling

    rendah dari sistem larutan iodium. Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens

    sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan

    warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan

    kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-

    titrasi. Namun, pada percobaan iodimetri kali ini kita menggunakan larutan kanji sebagai

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    21/27

    indikator. Kelarutan dari iodin meningkat lewat kompleksasi oleh iodida kemudian

    mengoksidasi metampiron (NaHSO) menjadi suatu senyawa, yakni NaHSO4.Titik akhir dari

    reaksi ini diindikasikan oleh reaksi dari iodin dengan larutan pati yang akan membentuk

    warna biru gelap. Selama metampiron masih terdapat dalam larutan, triiodida secara cepat

    dikonversi menjadi ion iodida sehingga tidak ada warna biru gelap yang terbentuk dari reaksi

    antara iodin - pati. Namun ketika metampiron telah dioksidasi, maka triiodida berlebih dalam

    kesetimbangan dengan iodin akan membentuk warna biru gelap akibat reaksi dengan pati.

    Penambahan pati berfungsi sebagai indikator, di mana pati akan membentuk kompleks

    berwarna biru dengan I3-

    . Bila I3-

    sudah habis bereaksi menjadi I- maka warna biru yang

    terbentuk akan hilang (Rohman, 2007).

    Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa harganya murah, namun terdapat

    kelemahan-kelemahan yaitu sebagai berikut : (i) bersifat tidak dapat larut dalam air dingin;

    (ii) ketidak stabilan suspensinya dalam air; (iii) dengan iod memberi suatu kompleks yang

    tak dapat larut dalam air, sehinggakanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam

    titrasi. Setelah terjadi perubahan warna, maka titrasi dihentikan. Perubahan warna tersebutlah

    yang menunjukkan adanya titik akhir titrasi. Pada percobaan ini, larutan iod yang digunakan

    hingga titrasi dilakukan sebanyak 9 ml. Volume larutan iod yang digunakan ini, akan

    diperlukan dalam perhitungan kadar metampiron (Rohman, 2007).

    Prosedur Penetapan Kadar MetampironPenetapan kadar metampiron dilakukan dengan menimbang sampel dengan saksama

    lebih kurang 20 mg, dilarutkan dalam larutan berisi 10 mL air bebas CO2 dan 2 mL asam

    sulfat encer. Titrasi dengan yodium 0,1 N menggunakan indikator kanji 1 mL hingga terjadi

    warna biru mantap selama 1 menit.

    Hasil vs literatur

    1. Pembuatan Larutan Baku

    a. Larutan NatriumTiosulfat 0,1 NSejumlah substansi yang dapat dipergunakan sebagai standard-standard primer untuk

    larutan-larutan tiosulfat. Iodin murni adalah standard yang paling jelas namun jarang

    dipergunakan karena kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan yang lebih sering

    dipergunakan adalah standard yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan

    membebaskan iodin dari iodida, sebab merupakan proses iodometrik (Day & Underwood,

    1992)

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    22/27

    Pada proses iodometri banyak zat pengoksid kuat yang dapat dianalisis dengan

    menambahkan kalium iodida berlebihan dan menititrasi iod yang dibebaskan. Karena banyak

    zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium tiosulfat

    lazim digunakan sebagai titran.Beberapa tindakan pencegahan diperlukan dalam menangani

    larutan kalium iodida untuk menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidasi oleh oksigen

    dari udara:

    4H+

    + 4I-+ O22I2 + 2 H2O

    Reaksi ini lambat dalam larutan netral dan lebih cepat dalam asam dan dipercepat oleh

    cahaya matahari. Nitrit tidak boleh ada karena garam ini akan direduksi oleh ion iodida

    menjadi nitrogen monoksida, yang kemudian dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen

    dari udara:

    2HNO2 + 2H+

    + 2I-2NO + I2 + 2H2O

    4NO + O2 + 2H2O4HNO2

    Kalium iodida harus bebas dari iodat karena dalam suasana asam kedua zat itu

    bereaksi membebaskan iod:

    IO3-+ 5I

    -+ 6H

    + 3I2 + 3H2O

    Larutan standard yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium

    tiosulfat (Na2S2O3). Larutan ini tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan

    belerang akan masuk kedalam larutan itu dan proses metaboliknya akan mengakibatkan

    pembentukan SO32-

    , SO42-

    dan belerang koloidal. Belerang ini mengakibatkan kekeruhan.

    Biasanya air yang digunakan untuk menyiapkan larutan tiosulfat dididihkan agar steril.

    Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam dengan membentuk belerang sebagai endapan

    mirip susu:

    S2O32-

    + 2H+

    H2S2O3 H2SO3 + S

    Tetapi reaksi ini lambat dan tak terjadi bila tiosulfat dititrasikan ke dalam larutan iod

    yang asam, asal larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara iod dan tiosulfat jauh lebih cepat

    dari pada reaksi penguraian. Iod mengoksidasi tiosulfat menjadi tetrationat:

    I2 + 2S2O32- 2I

    -+ S4O6

    2-

    Reaksi ini berlangsung cepat dan tidak ada reaksi samping. Jika pH larutan diatas 9,

    tiosulfat dioksidasi sebagian menjadi sulfat:

    4I2 + S2O32-

    + 5H2O 8I-+ 2SO4

    2-+ 10H

    +

    Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa, oksidasi ke sulfat itu tidak terjadi,

    terutama jika digunakan iod sebagai titran (Day & Underwood, 1992). Iodium cenderung

    terhidrolisa dalam air, dengan membentuk asam-asam hidroiodat dan hipoiodit.

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    23/27

    I2 + H2OHIO + H+

    + I-

    Persyaratan yang meningkatkan derajat hidrolisis haruslah dihindari. Titrasi tidak

    dapat dilakukan dalam larutan yang sangat basa, dan larutan standar iod haruslah disimpan

    dalam botol gelap untuk mencegah penguraian HIO oleh cahaya matahari.

    2HIO2H+

    + 2I-+ O2(g)

    Asam hipoiodit dapat juga diubah menjadi iodat dalam larutan basa dengan reaksi

    sebagai berikut:

    3HIO 2I-+ IO3

    -+ 3H2O

    (Day & Underwood, 1992)

    Sumber kesalahan titrasi antara lain :

    a. Kesalahan oksigen yaitu oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalutinggi karena dapat mengoksidasi ion iodida menjadi I2 dengan reaksi sebagai berikut:

    O2 + 4 I-+ 4 H

    +2I2 + 2H2O

    b. Pada pH tinggi muncul bahaya lainnya yaitu bereaksinya I2 yang terbentuk dengan air(hidrolisa) dan hasil reaksinya bereaksi lanjut:

    I2 + H2OHOI + I-+H

    +

    4 HOI + S2O32-

    + H2O2 SO42-

    + 4 I-+ 6 H

    +

    c. Pemberian amilum terlalu awal. Penambahan amilum harus menunggu sampai

    mendekati titik akhir titrasi, maksudnya agar amilum tidak membungkus iod dan

    menyebabkan sukar lepas kembali. Hal itu akan berakibat warna biru sulit sekali

    lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali

    bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan

    warna pada titik akhir.

    d. Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan lambat. Karena itu seringkali harus

    ditunggu sebelum titrasi, sebaliknya menunggu terlalu lama tidak baik karena

    kemungkinan iod menguap. I2 merupakan zat padat yang sukar larut dalam air, tetapi

    mudah larut dalam KI, membentuk ion I3-yang merupakan suatu kompleks lemah.

    Normalitas Na2S2O3 adalah 0,1 N akan tetapi dalam percobaan diperoleh

    normalitas Na2S2O3 sebesar 0,103 N. Hal ini dikarenakan:

    Kestabilan larutan yang mudah dipengaruhi oleh pH rendah. Sinar matahari. Adanya bakteri. Kesalahan pembacaan pada buret.

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    24/27

    Pengocokan yang kurang homogen.(Day & Underwood, 1992)

    2. Penetapan Kadar

    a. Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4

    (metode Yodometri)

    Hasil percobaan didapat dari titrasi ini adalah jumlah larutan titran yang dipakai

    sampai titik akhir titrasi pada setiap replikasi adalah sebesar 1,2 mL, 1mL, 1,2 mL. Setelah

    didapatkan besar titran yang digunakan pada masing-masing replikasi, selanjutnya dilakukan

    perhitungan kadar Cu berdasarkan rumus :

    Data hasil perhitungan sesuai data adalah, 67,3459 % 1.0802 x . Menurutliteratur, kadar Cu dalam CuSO4 itu tidak kurang dari XXX% dan tidak lebih dari XXX%.

    Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa kadar Cu kurang dari XXX%, berarti kadar Cu

    dalam CuSO4 tidak sesuai dengan literatur.

    b. Penetapan kadar metampiron (metode yodimetri)Hasil percobaan didapat dari titrasi ini adalah jumlah larutan titran iodium ( I2 ) yang

    dipakai sampai titik akhir titrasi pada setiap replikasi adalah sebesar 0,8nmL, 0,9 mL, 0,6 mL.

    Setelah didapatkan besar volume I2 yang digunakan pada masing-masing replikasi,

    selanjutnya dilakukan perhitungan kadar vitamin B berdasarkan rumus :

    Data hasil perhitungan sesuai data adalah, 67,3459% 6,3249. Menurut literatur,

    kadar metampiron itu tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0%. Hasil daripercobaan menunjukkan bahwa kadar metampiron kurang dari 95,0%, berarti kadar

    metampiron tidak sesuai dengan literatur (Anonim, 1995).

    Perbedaan hasil kadar dari percobaan yang dilakukan dengan literatur disebabkan oleh

    beberapa faktor, antara lain timbangan analitik kurang teliti, kekurangtelitian praktikan dalam

    menentuan titik akhir, waktu penambahan indikator yang tidak sesuai, indikator yang telah

    rusak,dll.

    c. Penetapan kadar vitamin C

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    25/27

    Hasil percobaan didapat dari titrasi ini adalah jumlah larutan titran iodium ( I2 ) yang

    dipakai sampai titik akhir titrasi pada setiap replikasi adalah sebesar 0,5 mL, 0,5 mL, 0,5 mL.

    Setelah didapatkan besar volume I2 yang digunakan pada masing-masing replikasi,

    selanjutnya dilakukan perhitungan kadar vitamin C berdasarkan rumus :

    Data hasil perhitungan sesuai data adalah, 44,5%.Menurut literatur, kadar vitamin C

    itu tidak kurang dari 90% - 110% dari kadar yang tertera dalam kemasan dan dikemasan

    tertera keterangan kadar vitamin C adalah 50 mg (Anonim, 1995). Ini berarti hasil dari

    percobaan tidak sesuai dengan literatur.

    Perbedaan hasil kadar dari percobaan yang dilakukan dengan literatur disebabkan oleh

    beberapa faktor, antara lain timbangan analitik kurang teliti, kekurangtelitian praktikan dalam

    menentuan titik akhir, waktu penambahan indikator yang tidak sesuai, indikator yang telah

    rusak,dll.

    Berarti hasil percobaan tidak sesuai teoritis. Hal ini disebabkan oleh:

    Pengocokkan yang kurang sempurna sehingga menyebabkan tidak semua I2 bereaksidengan vitamin C.

    Pengamatan titik akhir titrasi yang kurang tepat. Sifat I2 yang mudah menguap dan sinar matahari dapat mempercepat reaksi oksidasi I2

    oleh udara.

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    26/27

    F.KESIMPULAN Titrasi berdasarkan reaksi oksidasi reduksi dapat dibedakan menjadi yodometri dan

    yodimetri. Yodometri adalah titrasi tidak langsung dimana sampel di oksidator terlebih

    dahulu oleh kalium iodida sedangkan yodimetri adalah titrasi langsung dengan

    menggunakan pereaksi iodium

    Prinsip titrasi reaksi reduksi oksidasi adalah banyaknya perpindahan elektron antara titrandengan analit

    Kadar metampiron yang di dapat yaitu =68,366% 8,010 Kadar Cu di dalam CuSO4 yang didapat yaitu= 67,3459 % 1.0802 x Kadar vitamin C yang didapat yaitu 44,55%

  • 7/30/2019 Laporan Ka 4

    27/27

    G. DAFTAR PUSTAKAAnonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan : Jakarta.

    Bassett, J. dkk.,1991, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

    Jakarta.

    Day, R.A., dan Underwood, 1986, Analisis Kimia Kuanitatif, Erlangga, Jakarta.

    Day, R.A. Jr, dan Underwood, 1992, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima, Erlangga,

    Jakarta.

    Khopkhar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.

    Khopkar, S. M., 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

    Rivai, H., 1995,Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta,

    Rohman, Abdul, 2007, Kimia Analisis Farmasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.Skogg, 1965,Analytical Chemistry Edisi keenam, Florida, Sounders College Publishing

    Sudjadi, Rohman, 2004,Analisis Obat dan Makanan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

    Vogel, 1994, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi 4, Penerbit Buku

    Kedokteran EGC, Jakarta.