laporan kelolaan jiwa
-
Upload
riana-azna -
Category
Documents
-
view
61 -
download
0
Transcript of laporan kelolaan jiwa
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB IPENDAHULUAN 1
A.Latar Belakang1
B.Tujuan 2
1.Tujuan Umum 2
2.Tujuan Khusus 2
C. Metode Penulisan 2
D. Sistematika Penulisan 3
BAB II TINJAUAN TEORI 5
A. Konsep Dasar ( Maslah Utama)5
1.Pengertian Perilaku Kekerasan5
2.Etiologi 7
3.Tanda dan gejala 8
4.Pohon Maslah 10
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan10
1.Pengkajian 10
2.Diagnosa Keperawatan 12
3.Rencana Tindakan Dan Implementasi 12
5.Evalusai 20
BAB III TINJAUAN KASUS 22
BAB IV PEMBAHASAN 51
A. Pengkajian 51
B. Diagnosa 51
C. Perencanaan 51
D. Pelaksanaan 52
d. evaluasi 52
BAB V PENUTUP 53
A. kesimpula 53
B. Saran 53
Daftar Pustaka 54
Lampiran 54
1. SP klien dan Keluarga 54
BAB IPENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Perilaku kekerasan (PK)
adalah suatu keadaan di mana
seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara
fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai
dengan gaduh gelisah yang tak
terkontrol.
Umumnya klien dengan perilaku
kekerasan dibawa dengan paksa ke
rumah sakit jiwa. Sering tampak
klien diikat secara tidak
manusiawi disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah
anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti
memukul anggota keluarga/ orang
lain, merusak alat rumah tangga
dan marah-marah merupakan alasan
utama yang paling banyak
dikemukakan oleh keluarga.
Penanganan yang dilakukan oleh
keluarga belum memadai sehingga
selama perawatan klien
seyogyanya sekeluarga mendapat
pemdidikan kesehatan tentang
cara merawat klien (manajemen
perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang
diberikan di rumah sakit jiwa
terhadap perilaku kekerasan
perlu ditingkatkan serta dengan
perawatan intensif di rumah
sakit umum. Asuhan keperawatan
perilaku kekerasan (MPK) yaitu
asuhan keperawatan yang
bertujuan melatih klien
mengontrol perilaku kekerasannya
dan pendidikan kesehatan tentang
MPK pada keluarga. Seluruh
asuhan keperawatan ini dapat iv
1
dituangkan menjadi pendekatan
proses keperawatan.
Dari beberapa Klien yang
dirawat, kebanyakan diagnosa
yang muncul adalah halusinasi,
dimana halusinasi merupakan awal
terjadinya perilaku kekerasan.
Berdasarkan hasil pengkajian
klien masih mengalami perilaku
kekerasan seperti marah-marah,
klien mudah tersinggung dan
sering berbicara dengan Nada
suara yang tinggi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan
Asuhan Keperawatan pada klien
dengan masalah perilaku
kekerasan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Pengertian
Perilaku Kekerasan
b. Mengidentifikasi faktor-
faktor penyebab perilaku
kekerasan
c. Mengidentifikasi tanda-
tanda penyebab perilaku
kekerasan
d. Mengidentifikasi masalah
keperawatan yang mungkin
muncul
e. Menetapkan diagnosa
keperawatan
f. Menetapkan rencana
keperawatan yang akan di
berikan
g. Melaksanakan tindakan
keperawatan sesuai rencana
h. Melaksananakan evaluasi.
C. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang
digunakan adalah :
1. Metode deskriptif
2. Metode studi kepustakaan
3. Metode studi kasus
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Maslah
B. Tujuan penulisan
C. Metode penulisan
D. Sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar ( Masalah Utama)
1. Pengertian
2. Penyebab
3. Penatalaksanaan Medis
B. Konsep Dasar asuhan
Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawtan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
2
C. Perencanaan
D. Pelaksanaan
E. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Perencanaan
D. Pelaksanaan
E. Evaluasi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Laporan Pendahuluan
2. SP Klien dan Keluarga
BAB IITINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar ( Masalah Utama)
1. Pengertian Perilaku Kekerasan
Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai
respon terhadap kecemasan/
kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan
sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen, 1996). Perilaku
kekerasan dianggap sebagai
suatu akibat yang ekstrem
dari marah atau
ketakutan/panik.
Perilaku kekerasan (PK)
adalah suatu keadaan di mana
seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan
secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan gaduh
gelisah yang tak terkontrol.
Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan sering
dipandang sebagai rentang di
mana agresif verbal di suatu
sisi dan perilaku kekerasan
(violence) di sisi yang lain.
Suatu keadaan yang menimbulkan
emosi, perasaan frustasi,
benci atau marah. Hal ini akan
memengaruhi perilaku
seseorang. Berdasarkan
keadaan emosi secara
mendalam tersebut terkadang
perilaku menjadi agresif atau
melukai karena penggunaan
koping yang kurang bagus.
3
a. Rentang Respons
Marah
Adaptif
Maladaptif
Asertif frustasi pasif
agresif amuk/PK
1.Respon marah yang
adaptif meliputi :
a)Pernyataan (Assertif)
Respon marah dimana
individu mampu
menyatakan atau
mengungkapkan rasa
marah, rasa tidak
setuju, tanpa
menyalahkan atau
menyakiti orang lain.
Hal ini biasanya akan
memberikan kelegaan.
b)Frustasi
Respons yang terjadi
akibat individu gagal
dalam mencapai tujuan,
kepuasan, atau rasa
aman yang tidak
biasanya dalam keadaan
tersebut individu
tidak menemukan
alternatif lain.
2.Respon marah yang
maladaptif meliputi :
a) Pasif
Suatu keadaan dimana
individu tidak dapat
mampu untuk
mengungkapkan perasaan
yang sedang di alami
untuk menghindari
suatu tuntutan nyata.
b) Agresif
Perilaku yang
menyertai marah dan
merupakan dorongan
individu untuk
menuntut suatu yang
dianggapnya benar
dalam bentuk
destruktif tapi masih
terkontrol.
c)Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat
disertai hilang
kontrol, dimana
individu dapat merusak
diri sendiri, orang
lain maupun
lingkungan.
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1.Faktor psikologis.
4
a)Terdapat asumsi bahwa
seseorang untuk
mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan
akan timbul dorongan
agresif yang
memotivasi PK.
b)Berdasarkan
penggunaan mekanisme
koping individu dan
masa kecil yang tidak
menyenangkan.
c)Frustasi.
d)Kekerasan dalam rumah
atau keluarga.
2.Faktor sosial budaya.
Seseorang akan
berespons terhadap
peningkatan
emosionalnya secara
agresif sesuai dengan
respons yang
dipelajarinya. Sesuai
dengan teori menurut
Bandura bahwa agresi
tidak berbeda dengan
respons-respons yang
lain. Faktor ini dapat
dipelajari melalui
observasi atau imitasi,
dan semakin sering
mendapatkan penguatan
maka semakin besar
kemungkinan terjadi.
Budaya juga dapat
memengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma
dapat membantu
mendefinisikan ekspresi
marah yang dapat
diterima dan yang tidak
dapat diterima.
3.Faktor biologis.
Berdasarkan basil
penelitian pada hewan,
adanya pemberian
stimulus elektris ringan
pada hipotalamus (pada
sistem limbik) ternyata
menimbulkan perilaku
agresif, di mana jika
terjadi kerusakan fungsi
limbik (untuk emosi dan
perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran
rasional), dan lobus
temporal (untuk
interpretasi indra
penciuman dan memori)
akan menimbulkan mata
terbuka lebar, pupil
berdilatasi, dan hendak
menyerang objek yang ada
di sekitarnya.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang
akan marah jika dirinya
merasa terancam. baik
berupa injury secara
fisik, psikis, atau
5
ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut.
1. Klien: kelemahan fisik,
keputusasaan
ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh
dengan agresif, dan
masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2. lnteraksi: penghinaan,
kekerasan, kehilangan
orang yang berarti,
konflik, merasa terancam
baik internal dari
permasalahau diri klien
sendiri maupun eksternal
danlingkungan.
3.Lingkungan: panas,
padat, dan bising.
3. Tanda dan gejala
Pada pengkajian awal dapat
diketahui alasan utama klien
ke rumah sakit adalah
perilaku kekerasan di rumah.
Kemudian perawat dapat
melakukan pengkajian dengan
cara:
a. Wawancara: diarahkan pada
penyebab marah, perasaan
marah, tanda-tanda marah
yang dirasakan klien.
b. Observasi: Muka merah,
pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi,
berdebat. Sering pula
tampak klien memaksakan
kehendak: merampas
makanan, memukul jika
tidak senang.
c. Perilaku yang berkaitan
dengan marah antara lain
1.Menyerang atau
Menghindar ( fight or
flight)
Pada keadaan ini respons
psikologi timbul karena
kegiatan sistem saraf
otonom bereaksi terhadap
sekresi ephineprin yg
menyebabkan tekanan
darah meningkat,
takhikardi, wajah merah,
Pupil melebar,mual,
sekresi HCL meningkat,
peristaltik gaster
menurun, pengeluaran
urin dan saliva
meningkat,
konstipasi,kewaspadaan
jg meningkat disertai
ketegangan otot, seperti
rahang terkatup,tangan
dikepal,tubuh menjadi
kaku dan disertai reflek
yg cepat.
2.Menyatakan secara
asertif (assertiveness)
Perilaku yg sering
ditampilkan individu
6
dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif,
agresif dan asertif.
Perilaku asertif adalah
cara yg terbaik untuk
mengekspresikan marah
krn individu dapat
mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik
maupun psikologis.
Disamping itu perilaku
ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
3.Memberontak (acting out)
Perilaku yg muncul
biasanya disertai
kekerasan akibat konflik
perilaku memberontak utk
menarik perhatian orang
lain.
4.Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau
amuk yg ditujukan kepada
diri sendiri,orang lain
maupun lingkungan
4. Pohon Maslah
Resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan
Gangguan Harga Diri : Harga Diri
Rendah
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.Pengkajian
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul
karena kegiatan system saraf
otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga
tekanan darah meningkat,
tachikardi, muka merah,
pupil melebar, pengeluaran
urine meningkat. Ada gejala
yang sama dengan kecemasan
seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku,
dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah
bertambah.
b.Aspek emosional
Individu yang marah merasa
tidak nyaman, merasa tidak
berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang
lain, mengamuk, bermusuhan
dan sakit hati, menyalahkan
dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Perilaku kekerasan/ amuk
7
Sebagian besar pengalaman
hidup individu didapatkan
melalui proses intelektual,
peran panca indra sangat
penting untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai
suatu pengalaman. Perawat
perlu mengkaji cara klien
marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan,
bagaimana informasi
diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
d. Aspek Sosial
Meliputi interaksi sosial,
budaya, konsep rasa percaya
dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang
kemarahan orang lain. Klien
seringkali menyalurkan
kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain
sehingga orang lain merasa
sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar
yang berlebihan disertai
suara keras. Proses tersebut
dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri
dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
e.Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral
mempengaruhi hubungan
individu dengan lingkungan.
Hal yang bertentangan dengan
norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan
amoral dan rasa tidak
berdosa
2.Diagnosa Keperawatan
Masalah utama : Perilaku
kekerasan
3. Rencana Tindakan Dan
Implementasi
PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA HASIL
TUM:
Klien dapat
mengontrol perilaku
kekerasan
TUK:
1.Klien Dapat
Membina Hubungan
Saling Percaya
Setelah 1 X pertemuan
klien menunjukkan
tanda-tanda percaya
kepada perawat:
Wajah cerah,
tersenyum
Mau berkenalan
Ada kontak mata
Bersedia
mengungkapkan
perasaannya
8
2. Klien dapat
mengidentifikasi
Penyebab perilaku
kekerasan yang
dilakukan
Setelah 2 X pertemuan
Klien menceritakan
penyebab perilaku
kekersan yang
dilakukannya :
Menceritakan
penyebab perasaan
jengkel/kesal baik
dari diri sendiri
maupun lingkungan
3. Klien dapat
mengidentifikasi
Tanda-tanda
perilaku
kekerasan yang
dilakukan
Sertelah 2 X pertemuan
Klien menceritakan
tanda-tanada saat
terjadi perilaku
kekerasan
Tanda fisik : mata
merah,tangan
mengepal, ekspresi
tegang
Tanda emosional :
Perasaan marah,
jengkel,bicara
kasar.
2. Klien dapat
mengindentifikasi
perilaku
kekerasan yang
pernah di
lakukannya
Setelah 2 x
pertemuan klien
menjelaskan:
Jenis-jenis
ekspresi kemarahan
selama ini telah
dilakukannya
Perasaannya saat
melakukan kekerasan
Efektifitasnya cara
yang di pakai dalam
menyelesaikan
masalah
5. Klien dapat
mengidentifikasi
akibat perilaku
kekerasan
Setelah 2 x pertemuan
Klien menjelaskan
akibat kekerasan yang
9
dilakukannya :
Dengan diri sendiri
Orang
lain/keluarga:
Luka, tersinggung,
ketakutan
Lingkungan
barang/benda rusak
2. klien dapat
mengidentifikasi
cara konstruktif
dalam
mengungkapkan
kemarahan
Setelah 3 x pertemuan
klien :
menjelaskan cara-
cara sehat
mengungkapkan marah
3. Klien dapat
mendemonstrasikan
cara mengontrol
perilaku
kekerasan
Setelah 4 x pertemuan
Klien memperagakan
cara mengontrol
perilaku kekerasan :
Fisik : tarik nafas
dalam,memukul
bantal/kasur
Verbal :
mengungkapkan
perasaan
kesal/jengkel pada
orang lain tanpa
menyakiti
Spiritual :
Zikir, doa,meditasi
sesuai dengan
agamanya
4.Klien mendapat
dukungan keluarga
untuk mengontrol
Setelah 3 x pertemuan
Keluarga :
Menjelaskan cara
10
perilaku
kekerasan
merawat klien
dengan perilaku
kekerasan
Mengungkapkan rasa
puas dalam merawat
klien
5. Klien menggunakan
obat sesuai
program yang
telah di tetapkan
Setelah 4 x pertemuan
Klien menjelaskan :
Manfaat minum
obat
Kerugian tidak
minum obat
Nama obat
Bentuk dan warna
obat
Dosis yang
diberikan
Waktu pemakaian
Cara pemakaian
Efek yang di
rasakan
Setelah 4 x
Pertemuan klien
menggunakan obat
sesuai program
Setelah rencana keperawatan
tersusun, selanjutnya
diterapkan tindakan yang nyata
untuk mencapai hasil yang
diharapkan berupa berkurangnya
atau hilangnya masalah . Pada
tahap implementasi ini terdiri
atas beberapa kegiatan, yaitu
validasi rencana keperawatan,
menuliskan atau
mendokumentasikan rencana
keperawatan, serta melanjutkan
pengumpulan data.
11
Dalam implementasi
keperawatan, tindakah harus
cukup mendetail dan jelas
supaya semua tenaga
keperawatan dapat
menjalankannya dengan baik
dalam waktu yang telah
ditentukan. Perawat dapat
melaksanakan langsung atau
bekerja sama dengan para
tenaga pelaksana lainnya.
5.Evalusai
Evaluasi keperawatan
merupakan kegiatan akhir dari
proses keperawatan, di mana
perawat menilai hasil yang
diharapkan terhadap perubahan
diri pasien dan menilai sejauh
mana masalah dapat diatasi. Di
samping itu, perawat juga
memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang, seandainya
tujuan yang ditetapkan belum
tercapai, maka dalam hal ini
proses keperawatan dapat
dimodifikasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESESATAN JIWA
Tanggal pen
12
gkajian 9/2/2015 RUANG RAWAT : Flamboyan RSJ
MUTIARA SUKMA
TGL. DIRAWAT : 5/02/2015
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. “R” (P)
Jenis kelamin: Perempuan
Agama : Islam
Umur : 45 Thn
Pekrjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Alamat : Paranae barat, Bima
kota.
RM.N0 : 040625
Informan :klien dan keluarga
II.ALASAN MASUK
MRS 1 X dengan keluhan gelisah,
bicara sendiri, bicara kacau, sulit
tidur, sering melakukan kegiatan
berulang-ulang sejak 5,6 bulan yang
lalu, Keadaan memburuk pada 1
Minggu terakhir.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1.Pemah mengalami gangguanjiwa di
masa lalu? Ya Tidak
2.Pengobatan sebelumnya
Berhasil Kurang Berhasil
Tidak Berhasil
3.Aniaya fisik
pelaku/usia korban/usia
saksi/usia
Aniaya seksual
Penolakan
Kekerasan dalam keluarga
Tindakan kriminal
Jelaskan nomor: 1,2,3: Keluarga
klien
mengataka
n ini
merupakan
yang
pertama
kalinya
klien di
bawa ke
RSJ dan
sebelumny
a tidak
pernah
melakukan
pengobata
n, klien
mengataka
n
bertengka
r
merupakan
hal yang
biasa
dalam
rumah
tangga,
dan
keluarga
klien
mengataka
n klien
pernag
mengalami
kekerasan
13
dalam
rumah
tangga
walaupun
hanya
sekali.
Masalah Keperawatan : Resiko
perilaku kekerasan.
IV.FISIK
1. Tanda vital : TD:110/70
N:84X/m S:36,7 P:20X/m
2. UKUR : TB: 164
BB: 57 Turun
Naik
Tidak
3. Keluhan fisik : Ya
Jelaskan: TTV klien dalam batas
normal, keluarga
klien mengatakn waktu
dirumah klien
mengalami penurunan
berat badan, tapi
setelah disini berat
badannya seperti
biasa, klien
mengatakan ada luka
dikaki yang membuat
klien tidak nyaman.
Masalah Keperawatan: gangguan
rasa nyaman nyeri
V. PSIKOSIAL
1.Genogram
Keterangan: = laki=laki
= cerai/putus hubungan
= perempuan
= orang terdekat
= Meninggal
= klien
= Klien tinggal
sendiri
2.Konsep diri :
a.Citra tubuh: Klien mengatakan
penampilannya
selalu rapi, dan klien
menyukai penampilannya
b.Identitas diri: klien
mengatakan dia adalah seorang
ibu rumah tangga,tapi klien
sekarang seorang janda, klien
tinggal di paranae barat, bima
kota.
c.Peran: sebagai ibu rumah
tangga, klien selalu
melaksanakan perannya sebagai
ibu rumah tangga, walaupun
klien tinggal sendiri di
rumah. Dan sebagai anggota
masyarakat klien tidak terlalu
aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan, karena
14
kegiatan dalam lingkungan
masyarakatnya memang kurang.
d.Ideal diri: Klien mengatakan
menyukai semua tentang
tubuhnya, tugasnya dan juga
fungsinya.
e.Harga diri: Hubungan klien
dengan saudara, warga dan
lingkungan sekitarnya baik,
perasaan pasien juga baik,
dan pandangan orang lain
tentang dirinya klien tidak
terlalu memperdulikan, karena
klien jarang berinteraksi
dengan lingkungan.
Masalah keperawatan: Isolasi
sosial.
3.Hubungan Sosial:
a. Orang yang berarti :bagi
klien orang yang paling
berarti adalah anaknya, klien
selalu membicarakan
keinginannya dan kebutuhannya
dengan anaknya, klien juga
mengatakan dekat dengan
seorang tetangganya yang
memiliki pengetahuan lebih
tentang agama, dan rajin
beribadah, Klien mengatakan
menyukai semua anggota
tubuhnya, semuanya slalu
bersih dan harum, tidak ada
bagian yang kurang disukai.
b. Peran serta dalam kegiatan
kelompok masyarakat : peran
serta dalam kegiatan kelompok
masyarkat, kurang bahkan
tidak berperan, karena
kegiatan kelompok masyarakat
memang kurang.
c. Hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain :klien
mengatakan tidak suka
berkumpul dengan tetangganya,
jika memang tidak ada hal
yang penting yang akan
dilakukan atau dibicarakan,
memang dari kecil klien lebih
sering di dalam rumah dan
jarang untuk keluar.
Masalah Keperawatan:isolasi
sosial.
4.Spiritual:
a. Nilai dan Keyakinan :
klien adalah seorang muslim,
klien menagatkan agama itu
sangat penting.
b. Kegiatan ibadah :
klien mengatakan sebagai
seorang muslim sudah
kewajiban kita untuk
beribadah, klien mengatakan
rajin sholat wajib, dan klien
selalu berdo’a, tapi keluarga
klien mengatakan klien
sekarang susah diajak untuk
beribadah.
Masalah Keperawatan: -
VI.STATUS MENTAL
1.Penampilan:
Tidak rapi Penggunaan
pakaian tidak sesuai
15
Cara berpakaian tidak
seperti biasanya
Jelaskan :klien selalu
berpenampilan rapi,
berpakaian sesuai,
walaupun rambut klien
tidak di ikat, karena
klien setiap hari
selalu keramas.
Masalah Keperatan: -
2.Pembicaraan:
Cepat Keras Gagap
Inkoheren
Apatis Lambat Membisu
Tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan :Pembicaraan klien
sangat cepat, klien
mudah tersinggung,
emosi labil,tegang dan
emosi nada suara
terkadang tinggi dan
keras, dan pembicaraan
klien agak sulit
dipahami karena
berpindah-pindah, dan
sering mengulang
pembicaraan yang sama.
Masalah Keperatan : Gangguan
Komunikasi Verbal
3. Aktivitas Motorik :
Lesu Tegang Gelisah
Agitasi
Apitas Lambat Membisu Tidak mampu memulai
pembicaraan
Jelaskan: klien berbicara agak
tegang, kemudian
terlihat gelisah
dengan apa yang
dibicarakannya.
Masalah Keperawatan : Resiko
perilaku kekerasan.
4. AIam Perasaan
Sedih ketakutan putus asa
khawatir gembira berlebihan
Jelaskan : klien tampak
khawatir, dengan apa
yang di pikirkan dan
dibicarakannya.
Masalah Keperawatan : -
5. Efek
Dasar Tumpul Labil
Tidak sesuai
Jelaskan: efek yang timbul pada
pasien yaitu labil dan
tidak sesuai, klien
mudah berubah-ubah,
mudah tersinggung tapi
mudah untuk kembali
seperti semula.
Masalah Keperatan : Gangguan
prose pikir.
6. Interaksi selama Wawancara
Bermusuhan Tidak
Kooperatif Mudah
Tersinggung
Kontak Mata Kurang
Defensi Curiga
Jelaskan:interaksi selama
wawancara klien tampak
bermusuhan dengan
16
perawat, pembicaraan
tidak sesuai dengan
emosi, ssklien mudah
tersinggung.
Masalah Keperatan: Resiko
perilaku kekerasan
7. Persepsi : tidak ada halusinasi.
Halusinasi
Pendengaran
Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan : klien mengatakan
pernah mendengar
suara bisikan ,
kemudian klien juga
mengatakan pernah
melihat tumpahan
darah diatas atapnya,
dan klien juga
mencium bau darah,
terkadang klien
mencium bau parfum
arab, dan klien juga
melihat bayangan
hitam atau putih
sekilas. Tapi
sekarang klien
mengatakan sudah
tidak mendengar
bisikan, bau parfum,
atau melihat
bayangan.
Masalah Keperatan : Halusinasi
penglihatan,
halusinasi
pendengaran
dan
halusinasi
penghidu
8. Proses Pikir:
Sirkumstansial
Tangensial Kehilangan
asosiasi
Flight of ideas
Blocking Persevasi
Jelaskan:ketika diajak
berbicara, terkadang
klien menjawab tidak
sesuai dengan
pertanyaan, kemudian
berpindah dari topik
yang satu ke topik yang
lain, sering mengulang
pembicaraan yang sama,
dan klien mudah
tersinggung.
Masalah Keperatan: Gangguan
Proses Pikir
9. Isi Pikir
Obsesi Fobia
Hipokrondri
Depersonalisasi Ide
yang terkait Pikiran magis
Jelaskan:klien tidak terobsesi
terhadap suatu hal,
tidak takut pada
keramaian, tapi klien
memang tidak suka di
luar.
Masalah Keperatan: -
10.Tingkat Kesadaran : Conpos
mentis.
17
Bingung Sedasi
Stupor
Disorientasi
Waktu Tempat
Orang
Jelaskan :klien terkadang
terlihat bingung,
ketika bercerita
tentang apa yang
didengarkannya, klien
mengetahui dimana dia
sekarang, mengingat
waktu dan dengan siapa
klien kesini.
Masalah Keperawatan :-
11. Memori.
Gangguan daya ingat jangka
panjang
Gangguan daya ngat jangka
pendek
Gangguan daya ingat saat
ini
Konfabulasi
Jelaskan : Daya ingat klien
tidak ada masalah,
klien masih
mengingat ingatan
kejadian masa
lalunya, yang sudah
lama dan ingatan
minggu-minggu ini
Maslah Keperawatan :-
12. Tingkat Konsentrasi dan
Berhitung
√ Mudah beralih Tidak
mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung
sederhana
Jelaskan :Ketika klien
berbicara klien
mudah beralih,
begitupun dengan
berhitungnya, klien
mudah beralih.
Masalah Keperawatan : -
Kemampuan Penilaian
Gangguan ringan
Gangguan bermakna
Jelaskan : klien ketika
mengambil keputusan
selalu mengambil
keputusannya
sendiri, tanpa
bantuan orang lain,
klien sangat tidak
suka dipaksa.
Masalah Keperawatan : -
13.Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang
diderita
18
Menyalahkan hal-hal diluar
dirinya
Jelaskan :klien tidak pernah
menyadari dan tidak
mau mengakui mengenai
masalah dan
penyakitnya saat ini
di deritanya, klien
mengatakan bahwa klien
tidak ada masalah
kesehatan.
Maslah Keperawatan : koping
individu in efektif
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Bantuan minimal
Bantuan total
2. BAB/BAK
Bantuan minimal
Bantuan total
3. Mandi
Bantuan minimal
Bantuan total
4. Berpakaian/Berhias
Bantuan minimal Bantuan
total
5. Istirahat dan Tidur
Tidur siang lama : jam 1
s/d jam 3
Tidur malam lama : jam 9
s/d 6
Aktivitas sebelum/sesudah
tidur : tidak ada
aktifitas, duduk-duduk
saja s/d mandi pada saat
bangun pagi.
6. Peengunaan obat : perlu
bantuan minimal
Bantuan minimal
Bantuan total
7. Pemeliharaan kesehatan :
Ya
Tidak
Perawatan Lanjut
Sistem pendukung
8. Aktivitas di dalam rumah
Ya
Tidak
Mempersiapkan makanan
Menjaga kerapian rumah
Mencuci pakaian
Pengaturan keuangan
9. Aktivitas di luar rumah :
berbelanja, tranportasi,
bantuan minimal
Ya
Tidak
Belanja
Tranportasi
19
Lain-lain
Jelaskan :selam dirumah klien
selalu belanja
sendiri tanpa ada
bantuan,
menggunakan
transfortasi, tapi
setelah di rumah
sakit, ketika klien
menginginkan
sesuatu, klien
meminta pada
anaknya untuk
dibelikan.
Maslah Keperawatan : isolasi
sosial
VIII. MEKANISME KOPING
Adaftif
Meladatif
Berbicara dengan orang
lain Minum alkohol
Mampumenyelesaikan
masalah
Reakslamban/berlebihan
Teknik relokasi
Bekerja Berlebihan
Aktivitas kontruksi
Menghindar
Olah raga
Mencederai diri
Lainnya
Lainnya
Jelaskan:Klien mengatakan
ketika ada masalah
klien selalu
menyimpannya sendiri,
klien tidak mau
bercerita dengan orang
lain, keluarga klien
mengatakan klien seing
melakukan pekerjaan
berlebihan, mengulang-
ulang pekerjaan yang
sama
Masalah Keperawatan :
Mekanisme koping tidak efektif.
IX. MASALAH PSIKOSIAL DAN LINGKUNGAN
Masalah dengan dukungan
kelompok, uraikan
Dukungan kelompok pada
klien cukup baik, tapi
klien memang jarang
berinteraksi dengan
kelompok, jika tidak ada
hal yang penting.
Masalah berhubungan
dengan lingkungan,
uraikan
Klien mengatakan tidak
suka untuk berkumpul
dengan warga di sekitar
tempat tinggalnya, kalau
tiak ada hal yang penting
untuk di bicarakan.
20
Masalah dengan
pendidikan, uraikan
Pendidikan terakhir klien
adalah SMP, Tapi klien
mengatakan puas dengan
pendidikannya.
Masalah dengan pekerjaan,
uraikan
Klien adalah ibu rumah
tangga, klien juga
sehari-harinya menjaga
kios de depan rumahnya,
klien mengatakan tidak
ada masalah dengan
pekerjaannya, dan merasa
senang dan puas dengan
pekerjaannya.
Masalah dengan ekonomi,
uraikan
Klien hidup sendiri di
rumahnya, klien setiap
hari berjualan di depan
rumahnya, kebutuhan klien
selalu terpenuhi, karena
anak klien yang sudah
menikah, juga orang yang
berada.
Masalah dengan pelayanan
kesehatan, uraikan
Klien sudah beberapa kali
dirawat di rumah sakit,
karena kecelakaan, dan
klien tida ada masalah
dengan pelayanan
kesehatan sebelumnya,
tapi sekarang klien
tampak tidak percaya
dengan perawat.
Masalah lainnya, uraikan
Tidak ada.
Masalah Keperawatan :- koping
individu in efektif
- Isolasi
sosial
X. KURANG PENGETAHUAN TENTANG
Penyakit jiwa
Sistem pendukung
Faktor predisposisi
Penyakit fisik
Koping
Obat-obatan
Lainnya
Maslah Keperawatan : kurang
pengetahuan
XI. ASPEK MEDIA
Diagnosa Medik: Skizo paranoid
Therapi Medik :
Senin : Risperidone 2x2 mg
9/2/15 Alprazolam 2x0,5 mg
Trihexyphenidyl 2X2
mg
Selasa : Risperidone 2x2 mg
21
10/2/15 Alprazolam 2x0,5 mg
Trihexyphenidyl 2X2
mg
Rabu : Risperidone 2x2 mg
11/2/15 Alprazolam 2x0,5 mg
Trihexyphenidyl 2X2
mg
ANALISA DATA
NO Data Masalah
Keperawatan
1. Subjectif :
- Klien
mengatakan
tidak suka di
paksa
- Klien
mengatakan
ingin marah
ketika diminta
melakukan
sesuatu
terlalu sering
dan akan
mengancam
- Klien
mengatakan
ingin marah
ketika diajak
bicara yang
tidak penting
Objectif :
- Pandangan
Perilaku
kekerasan
tajam
- Nada suara
tinggi
- Berdebat
- Emosinya labil
- Mudah
tersinggung
- Klien tampak
Curiga
XII. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan
XIII.
Gangguan Harga Diri :
Harga Diri Rendah
Koping individu in
efektif
XIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS
1. Perilaku kekerasan ( Masalah
Utama )
2. Isolasi sosial
3. Koping individu inefektif
4. Gangguan proses pikir
5. Gangguan rasa nyaman nyeri
6. Halusinasi ( penglihatan,
Pendengaran, Penghidu )
Perilaku kekerasan/ amuk
22
XIV. Perencanaan
PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA HASIL
TUM:
Klien dapat
mengontrol perilaku
kekerasan
TUK:
1.Klien Dapat
Membina Hubungan
Saling Percaya
Setelah 1 X pertemuan
klien menunjukkan
tanda-tanda percaya
kepada perawat:
Wajah cerah,
tersenyum
Mau berkenalan
Ada kontak mata
Bersedia
mengungkapkan
perasaannya
2. Klien dapat
mengidentifikasi
Penyebab perilaku
kekerasan yang
dilakukan
Setelah 2 X pertemuan
Klien menceritakan
penyebab perilaku
kekersan yang
dilakukannya :
Menceritakan
penyebab perasaan
jengkel/kesal baik
dari diri sendiri
maupun lingkungan
3. Klien dapat
mengidentifikasi
Tanda-tanda
perilaku
kekerasan yang
dilakukan
Sertelah 2 X pertemuan
Klien menceritakan
tanda-tanada saat
terjadi perilaku
kekerasan
Tanda fisik : mata
merah,tangan
mengepal, ekspresi
tegang
Tanda emosional :
Perasaan marah,
jengkel,bicara
kasar.
4. Klien dapat
mengindentifikasi
Setelah 2 x
pertemuan klien
23
perilaku
kekerasan yang
pernah di
lakukannya
menjelaskan:
Jenis-jenis
ekspresi kemarahan
selama ini telah
dilakukannya
Perasaannya saat
melakukan kekerasan
Efektifitasnya cara
yang di pakai dalam
menyelesaikan
masalah
5. Klien dapat
mengidentifikasi
akibat perilaku
kekerasan
Setelah 2 x pertemuan
Klien menjelaskan
akibat kekerasan yang
dilakukannya :
Dengan diri sendiri
Orang
lain/keluarga:
Luka, tersinggung,
ketakutan
Lingkungan
barang/benda rusak
6. klien dapat
mengidentifika
si cara
konstruktif
dalam
Setelah 3 x pertemuan
klien :
menjelaskan cara-
cara sehat
mengungkapkan marah
mengungkapkan
kemarahan
7. Klien dapat
mendemonstrasi
kan cara
mengontrol
perilaku
kekerasan
Setelah 4 x pertemuan
Klien memperagakan
cara mengontrol
perilaku kekerasan :
Fisik : tarik nafas
dalam,memukul
bantal/kasur
Verbal :
24
mengungkapkan
perasaan
kesal/jengkel pada
orang lain tanpa
menyakiti
Spiritual :
Zikir, doa,meditasi
sesuai dengan
agamanya
8. Klien mendapat
dukungan
keluarga untuk
mengontrol
perilaku
kekerasan
Setelah 3 x pertemuan
Keluarga :
Menjelaskan cara
merawat klien
dengan perilaku
kekerasan
Mengungkapkan rasa
puas dalam merawat
klien
9. Klien
menggunakan
obat sesuai
program yang
telah di
tetapkan
Setelah 4 x pertemuan
Klien menjelaskan :
Manfaat minum
obat
Kerugian tidak
minum obat
Nama obat
Bentuk dan warna
obat
Dosis yang
diberikan
Waktu pemakaian
Cara pemakaian
Efek yang di
rasakan
Setelah 4 x
Pertemuan klien
menggunakan obat
sesuai program
25
VII. Pelaksanaan
Tgl Jam Tindakan Evaluasi
1. Bina hubungan saling
percaya
Beri salam setiap
interaksi
Perkenalkan nama,
nama panggilan
perwat dan tujuan
Perawat
berinteraksi
Tanyakan panggilan
kesukaan klien
Tunjukkan sikap
empati, jujur dan
menempati janji
setiap kali
berinteraksi
Tanyakan perasaan
klien dan masalah
yang di hadapi
klien
Buat kontraksi
interaksi yang
jelas
Dengarkan dengan
penuh perhatian
ungkapkan perasaan
1. Klien mau
berinteraski dengan
perawat
o Klien mau
menyebutkan
namanya
o Klien tidak mau
bercerita tentang
masalahnya.
klien
2.Bantu klien
mengungkapkan
perasaan marahnya
Motivasi klien
untuk
menceritakan
penyebab rasa
kesal dan
jengkelnya
Dengarkan tanpa
menyela atau
memberi penilaian
setiap ungkapan
perasaan klien
Klien masih susah
untuk mengungkapkan
perasaan marahnya.
Klien mengatakan
tidak suka di
paksa
3.Diskusikan dengan
klien perilaku
kekerasan yang
dilakukan selama ini
:
Diskusikan dengan
klien tentang
perilaku kekerasan
yang dilakukan
selama ini.
Motivasi klien
menceritakan
perasaan setelah
tindak kekerasan
tersebut terjadi
Diskusikan apakah
dengan tindakan
kekerasan tersebut
yang dilakukannya
masalah yang
dialaminya
Klien tidak mau
mendiskusikan
perilaku kekerasan
yang dilakukannya,
klien tidak mampu
menjawab sesuai
pertanyaan yang
perawat ajukan
Klien biasanya
marah karena di
paksa untuk
melakukan sesuatu
Dengan tindakannya
klien merasa lebih
baik.
26
teratasi
4. Diskusikan dengan
klien perilaku
kekerasan yang
dilakukan selama
ini:
Diskusikan dengan
klien tentang
perilaku kekerasan
yang dilakukan
selama ini.
Motivasi klien
menceritakan
perasaan setelah
tindak kekerasan
tersebut terjadi
Diskusikan apakah
dengan tindakan
kekerasan tersebut
yang dilakukannya
masalah yang
dialaminya
teratasi
Klien tidak mengakui
perilaku kekerasan
yang dilakukannya
Klien tidak merasa
melakukan perilaku
kekerasan
Klien merasa lega
setelah, tindakan
kekerasannya.
VII. EVALUASINo
Jam/
tanggal
Diagnosa
keperawat
an
Evaluasi
1 10/2/15 Perilaku
kekerasan
S:
- Klien
mengataka
n tidak
suka di
paksa
- Klien
mengataka
n akan
marah
jika di
paksa
O:
- Klien
tampak
tenang
dan mudah
berubah
menjadi
tegang
- Terkadang
nada
suara
klien
tinggi
- Klien
belum
mampu
mendiskus
ikan
perasaan
marahnya
A: Masalah
belum
Teratasi
P:
Intervensi
Dilanjutkan
(Intervensi
27
2-18)
2 11/2/15 Perilaku
kekerasan
S:
- Klien
mengataka
n masi
tidak
suka di
paksa
- Klien
mengataka
n akan
marah
jika di
paksa
O:
- Klien
tampak
tenang
dan mudah
berubah
menjadi
tegang
- Terkadang
nada
suara
klien
masih
tinggi
- Klien
belum
mampu
mendiskus
ikan
perasaan
marahnya
dan
penyeba
marahnya.
- Klien
belum
mampu
mendiskus
ikan
akibat
marahnya
A: Masalah
belum
Teratasi
P:
Intervensi
Dilanjutkan
(Intervensi
2-18)
3 12/02/15 Perilaku
kekerasan
S =
- Klien
mengat
ak
penyeb
ab
marahn
ya
dalah
karena
di
paksa
melaku
kan
28
sesuat
u
- Klien
mengat
akan
tidak
melaku
kan
perila
ku
kekera
san
- Klien
mengat
akan
nada
suara
tinggi
dan
memben
tak
hal
yang
biasa
O =
- Klien
tampak
tenang
- Klien
tampak
tidak
perdul
i
dengan
lingku
ngan
- Nada
suara
terkad
ang
tinggi
- Emosi
klien
masih
labil
A = Masalah
terata
si
sebagi
an
P =
interv
ensi
di
lanjut
kan
( inte
rvensi
3-18)
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pada tahap pengkajian di
dapatkan data bahwa klien
memiliki banyak sekali masalah
dari paktor predisposisi, dari
konsep diri klien tidak ada
29
masalah, klien lebih dekat
dengan anaknya, klien mengatakan
agama adalah hal yang paling
penting bagi umay muslim,
penampilan klien cukup rapai,
pembicaraan klien cepat dan
keras,untuk interaksi dengan
lingkungan sekitar klien jarang,
sosisalisasi klien dengan
lingkungannya kurang, dan dalam
menyelesaikan maslahnya klien
lebih suka mnyimpan masalhnya
sendiri. Klien juga tidak
mengakui bahwa dia sekarang
sedang sakit.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang
muncul pada klien sangat banyak
sekali tampak ada perilaku
kekerasan. yang paling banyak
dikeluhkan klien adalah
halusinasinya. Karena klien
sering mendengar suara-suara dan
juga melihat bayangan hitam
putih, mencium bau-bau yang
aneh, klien juga sering
berbicara keras,membentak dan
marah-marah, tapi halusinasi
saat ini sudah berkurang, yang
masih adalah perilaku kekerasan,
klien sering marah-marah, nada
suara tinggi, dan membentak.
C. Perencanaan
Perencanaan yang di buata sesuai dengan tinjauan teorinya
D. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaanya, tidak
semua perencanaan dapat
dilaksanakan, karena klien yang
tidak bisa di arahkan, susah
untuk diajak berkomunikasi yang
baik, dan ditambah lagi waktu
pelaksanaan yang sanagat
singkat. Tidak cukup untuk
melaksanakan semua perencanaan.
d. evaluasi
Evaluasi sesuai dengan hasil
dari perencanaan. Klien masih
susah untuk diajak membicarakan
permasalahannya, klien sudah mau
bercerita penyebab kemarahnnya,
Tapi karena waktu yang terlalu
singkat menyebabkan sebagian
besar perencanaan belum
dilakukan
30
BAB V PENUTUP
A. kesimpula
kesimpulannya dari laporan
diatas adalah dalam proses
keperawtan, tidak semua yang ada
di teori bisa dilaksanakan,
karena pasien yang susah
diarahkan dan waktu yang tidak
cukup. Perilaku kekerasan pasien
tidak selalu sama dari awal
sampai akhir.
B. Saran
Untuk klien dengan perilaku
kekerasan sebaiknya harus lebih
banyak komunikasi dari awal
pertama masuk, sampai saat
dirawat. Kareana untuk
menentukan cara mengatasi
perilaku kekerasan, harus
diidentifikasi penyebab dan
tanda-tanda perilaku kekerasan,
supaya lebih cepat diatasi,
kemudian menetukan diagnosa
keperawtan yang tepat sangat
penting, supaya perencanaan
sesuai dengan kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita. 2009. Prinsip dasar
dan aplikasi
penulisan
laporan
pendahuluan
dan strategi
pelaksanaan
tindakan
keperawatan
( LP dan
SP)jakarta:
salemba medika
Keliat, Budi Anna. 2009. Model
Praktik
keperaw
atan
Kesehat
an
Profesi
onal
Jiwa.
Jakarta
: EGC
Keliat, Budi Anna. 2011.
Keperawa
tan
31
Kesehata
n Jiwa
Komunita
s.
Jakarta
: EGC
LAMPIRAN
1. Sp Klien Dan Keluarga
Risiko
Perilaku
kekerasan
Pasien
SP Ip
1. Mengidentifikasi penyebab PK
2. Mengidentifikasi tanda dan
gejala PK
3. Mengidentifikasi PK yang
dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK
6. Membantu pasien mempraktekkan
latihan cara mengontrol fisik
7. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian
SP IIP
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara fisik
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IIIp
1. Mengevaluasi jadwal keegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IVp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP Vp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU
KEKERASAN
Masalah Utama : Perilaku
kekerasan/Amuk/Marah
32
Tindakan keperawatan untuk pasien
A. Tujuan
1.Pasien dapat mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan
2.Pasien dapat mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku kekerasan
3.Pasien dapat menyebutkan jenis
perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4.Pasien dapat menyebutkan
akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukannya
5.Pasien dapat menyebutkan cara
mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
6.Pasien dapat
mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan
terapi psikofarmaka.
B. Tindakan
1.Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling
percaya perlu dipertimbangkan
agar pasien merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi
dengan saudara. Tindakan yang
harus saudara lakukan dalam
rangka membina hubungan saling
percaya adalah:
a. Mengucapkan salam
terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan
interaksi
d. Membuat kontrak topik,
waktu dan tempat setiap
kali bertemu pasien
2.Diskusikan bersama pasien
penyebab perilaku kekerasan
saat ini dan yang lalu
3.Diskusikan perasaan pasien
jika terjadi penyebab perilaku
kekerasan
a. Diskusikan tanda dan gejala
perilaku kekerasan secara
fisik
b. Diskusikan tanda dan gejala
perilaku kekerasan secara
psikologis
c. Diskusikan tanda dan gejala
perilaku kekerasan secara
sosial
d. Diskusikan tanda dan gejala
perilaku kekerasan secara
spiritual
e. Diskusikan tanda dan gejala
perilaku kekerasan secara
intelektual
4.Diskusikan bersama pasien
perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah
secara:
a. verbal
b. terhadap orang lain
c. terhadap diri sendiri
d. terhadap lingkungan
5.Diskusikan bersama pasien
akibat perilakunya
33
6.Diskusikan bersama pasien cara
mengontrol perilaku kekerasan
secara:
a. Fisik: pukul kasur dan
batal, tarik nafas dalam
b. Obat
c. Social/verbal: menyatakan
secara asertif rasa
marahnya
d. Spiritual: sholat/berdoa
sesuai keyakinan pasien
7.Latih pasien mengontrol
perilaku kekerasan secara
fisik:
a. Latihan nafas dalam dan
pukul kasur – bantal
b. Susun jadwal latihan dalam
dan pukul kasur – bantal
8.Latih pasien mengontrol
perilaku kekerasan secara
sosial/verbal
a. Latih mengungkapkan rasa
marah secara verbal:
menolak dengan baik,
meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan
dengan baik
b. Susun jadwal latihan
mengungkapkan mafrah secara
verbal.
9.Latih mengontrol perilaku
kekerasan secara spiritual:
a. Latih mengontrol marah
secara spiritual: sholat,
berdoa
b. Buat jadwal latihan sholat,
berdoa
10.Latih mengontrol perilaku
kekerasan dengan patuh minum
obat:
a. Latih pasien minum obat
secara teratur dengan
prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama
obat, benar cara minum
obat, benar waktu minum
obat, dan benar dosis obat)
disertai penjelasan guna
obat dan akibat berhenti
minum obat
b. Susun jadwal minum obat
secara teratur
11.Ikut sertakan pasien dalam
Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi mengontrol
Perilaku Kekerasan
SP 1 Pasien : Membina hubungan
saling percaya, identifikasi
penyebab perasaan marah, tanda
dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibatnya serta
cara mengontrol secara fisik I
ORIENTASI:
“Selamat pagi ibu,
perkenalkan nama saya perawat
“p”, panggil saya p, saya
34
perawat yang dinas di ruangan
9 ini, Nama ibuk siapa,
senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan ibu saat
ini?, Masih ada perasaan kesal
atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-
bincang sekarang tentang
perasaan marah ibuk”
“Berapa lama ibuk mau kita
berbincang-bincang?” Bagaimana
kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk
untuk berbincang-bincang, buk?
Bagaimana kalau di ruang
tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan ibu
marah?, Apakah sebelumnya
ibu pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah
dengan yang sekarang?.
O..iya, apakah ada penyebab
lain yang membuat ibu
marah”
“Pada saat penyebab marah
itu ada, seperti ibu stress
karena pekerjaan atau
masalah uang(misalnya ini
penyebab marah pasien), apa
yang ibu rasakan?” (tunggu
respons pasien)
“Apakah ibu merasakan kesal
kemudian dada ibu berdebar-
debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan
mengepal?”
“Setelah itu apa yang ibu
lakukan? O..iya, jadi ibu
marah-marah, membanting
pintu dan memecahkan barang-
barang, apakah dengan cara
ini stress ibu hilang? Iya,
tentu tidak. Apa kerugian
cara yang ibu lakukan?
Betul, keluarga jadi takut
barang-barang pecah. Menurut
ibu adakah cara lain yang
lebih baik? Maukah ibu
belajar cara mengungkapkan
kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk
mengontrol kemarahan, ibu.
Salah satunya adalahlah
dengan cara fisik. Jadi
melalui kegiatan fisik
disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara,
bagaimana kalau kita belajar
satu cara dulu?”
”Begini ibu, kalau tanda-tanda
marah tadi sudah ibu rasakan
maka ibu berdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan
sebentar, lalu keluarkan/tiup
perlahan –lahan melalui mulut
35
seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi,
tarik dari hidung, bagus..,
tahan, dan tiup melalui mulut.
Nah, lakukan 5 kali. Bagus
sekali, ibu sudah bisa
melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini
ibu lakukan secara rutin,
sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul ibu
sudah terbiasa melakukannya”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu
setelah berbincang-bincang
tentang kemarahan ibu?”
”Iya jadi ada 2 penyebab ibu
marah ........ (sebutkan) dan
yang ibu rasakan ........
(sebutkan) dan yang ibu
lakukan ....... (sebutkan)
serta akibatnya .........
(sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada,
ingat-ingat lagi penyebab
marah ibu yang lalu, apa yang
ibu lakukan kalau marah yang
belum kita bahas dan jangan
lupa latihan napas dalamnya ya
ibu. ‘Sekarang kita buat
jadual latihannya ya ibu,
berapa kali sehari ibu mau
latihan napas dalam?, jam
berapa saja ibu?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam
lagi saya datang dan kita
latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah.
Tempatnya disini saja ya ibu,
Selamat pagi”
SP 2 Pasien: Latihan
mengontrol perilaku kekerasan
secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas
dalam
c. Latih cara fisik ke-2:
pukul kasur dan bantal
d. Susun jadwal kegiatan
harian cara kedua
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai
dengan janji saya tiga jam
yang lalu sekarang saya datang
lagi”
“Bagaimana perasaan ibu saat
ini, adakah hal yang
menyebabkan ibu marah?”
“Baik, sekarang kita akan
belajar cara mengontrol
perasaan marah dengan kegiatan
fisik untuk cara yang kedua”
“sesuai janji kita tadi kita
akan berbincang-bincang
sekitar 20 menit dan tempatnya
disini di ruang tamu,bagaimana
ibu setuju?”
KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan
ibu marah dan muncul perasaan
36
kesal, berdebar-debar, mata
melotot, selain napas dalam
ibu dapat melakukan pukul
kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan
memukul kasur dan bantal. Mana
kamar ibu? Jadi kalau nanti
ibu kesal dan ingin marah,
langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut
dengan memukul kasur dan
bantal. Nah, coba ibu lakukan,
pukul kasur dan bantal. Ya,
bagus sekali ibu
melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur
atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat
dilakukan secara rutin jika
ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat
tidurnya
TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu
setelah latihan cara
menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah
kita latih, coba ibu sebutkan
lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam
jadual kegiatan sehari-hari
ibu. Pukul kasur bantal mau
jam berapa? Bagaimana kalau
setiap bangun tidur? Baik,
jadi jam 05.00 pagi. dan jam
jam 15.00 sore. Lalu kalau ada
keinginan marah sewaktu-waktu
gunakan kedua cara tadi ya
pak. Sekarang kita buat
jadwalnya ya pak, mau berapa
kali sehari ibu latihan
memukul kasur dan bantal serta
tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi
kita akan latihan cara
mengontrol marah dengan
belajar bicara yang baik. Mau
jam berapa buk? Baik, jam 10
pagi ya. Sampai
jumpa&istirahat ya buk”
SP 3 Pasien : Latihan
mengontrol perilaku kekerasan
secara sosial/verbal:
a. Evaluasi jadwal harian
untuk dua cara fisik
c. Latihan mengungkapkan rasa
marah secara verbal:
menolak dengan baik,
meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan
dengan baik.
d. Susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara
verbal
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai
dengan janji saya kemarin
sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah
dilakukan latihan tarik napas
dalam dan pukul kasur bantal?,
37
apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara
teratur?”
“Coba saya lihat jadwal
kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas
dalamnya dilakukan sendiri
tulis M, artinya mandiri;
kalau diingatkan suster baru
dilakukan tulis B, artinya
dibantu atau diingatkan. Nah
kalau tidak dilakukan tulis T,
artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita
latihan cara bicara untuk
mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita
berbincang-bincang?Bagaimana
kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama ibu mau kita
berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit?”
KERJA
“Sekarang kita latihan cara
bicara yang baik untuk
mencegah marah. Kalau marah
sudah dusalurkan melalui tarik
nafas dalam atau pukul kasur
dan bantal, dan sudah lega,
maka kita perlu bicara dengan
orang yang membuat kita marah.
Ada tiga caranya buk:
1. Meminta dengan baik tanpa
marah dengan nada suara
yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata
kasar. Kemarin ibu bilang
penyebab marahnya karena
minta uang sama suami tidak
diberi. Coba Ibu minta uang
dengan baik:”pak, saya
perlu uang untuk membeli
sayur.” Nanti bisa dicoba
di sini untuk meminta baju,
minta obat dan lain-lain.
Coba ibu praktekkan. Bagus
buk.”
2. Menolak dengan baik, jika
ada yang menyuruh dan ibu
tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak
bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba
ibu praktekkan. Bagus ibu”
3. Mengungkapkan perasaan
kesal, jika ada perlakuan
orang lain yang membuat
kesal ibu dapat
mengatakan:’ Saya jadi
ingin marah karena
perkataanmu itu’. Coba
praktekkan. Bagus”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu
setelah kita bercakap-cakap
tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?”
“Coba ibu sebutkan lagi cara
bicara yang baik yang telah
kita pelajari”
38
“Bagus sekali, sekarang mari
kita masukkan dalam jadual.
Berapa kali sehari ibu mau
latihan bicara yang baik?,
bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual
latihan sehari-hari, misalnya
meminta obat, uang, dll. Bagus
nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi
kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan
cara lain untuk mengatasi rasa
marah bapak yaitu dengan cara
ibadah, bapak setuju? Mau di
mana Pak? Di sini lagi? Baik
sampai nanti ya”
SP 4 Pasien : Latihan mengontrol
perilaku kekerasan secara
spiritual
a. Diskusikan hasil latihan
mengontrol perilaku
kekerasan secara fisikdan
sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan
sholat/berdoa
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai
dengan janji saya dua jam
yang lalu sekarang saya datang
lagi” Baik, yang mana yang mau
dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa
yang sudah dilakukan?Apa yang
dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Bagus
sekali, bagaimana rasa
marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita
latihan cara lain untuk
mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita
berbincang-bincang?Bagaimana
kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama ibu mau kita
berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit?
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan
ibadah yang biasa ibu lakukan!
Bagus. Baik, yang mana mau
dicoba?
“Nah, kalau ibu sedang marah
coba ibu langsung duduk dan
tarik napas dalam. Jika tidak
reda juga marahnya rebahkan
badan agar rileks. Jika tidak
reda juga, ambil air wudhu
kemudian sholat”.
“ibu bisa melakukan sholat
secara teratur untuk meredakan
kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5
waktu? Bagus. Mau coba yang
mana?Coba sebutkan caranya
(untuk yang muslim).”
39
TERMINASI
Bagaimana perasaan ibu setelah
kita bercakap-cakap tentang
cara yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara
mengontrol marah yang kita
pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan
ibadah pada jadual kegiatan
ibu. Mau berapa kali ibu
sholat. Baik kita masukkan
sholat ....... dan ........
(sesuai kesepakatan pasien)
“Coba ibu sebutkan lagi cara
ibadah yang dapat ibu lakukan
bila ibu merasa marah”
“Setelah ini coba ibu lakukan
jadual sholat sesuai jadual
yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya
pak, nanti kita bicarakan cara
keempat mengontrol rasa marah,
yaitu dengan patuh minum
obat.. Mau jam berapa pak?
Seperti sekarang saja, jam 10
ya?”
“Nanti kita akan membicarakan
cara penggunaan obat yang
benar untuk mengontrol rasa
marah ibu, setuju pak?”
SP 5 Pasien : Latihan
mengontrol perilaku kekerasan
dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan
harian pasien untuk cara
mencegah marah yang sudah
dilatih.
b. Latih pasien minum obat
secara teratur dengan
prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama
obat, benar cara minum
obat, benar waktu minum
obat, dan benar dosis obat)
disertai penjelasan guna
obat dan akibat berhenti
minum obat.
c. Susun jadual minum obat
secara teratur
ORIENTASI
“Selamat pagi ibu, sesuai
dengan janji saya kemarin hari
ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana ibu, sudah
dilakukan latihan tarik napas
dalam, pukul kasur bantal,
bicara yang baik serta
sholat?, apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan
secara teratur?. Coba kita
lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita
bicara dan latihan tentang
cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita
berbincang-bincang? Bagaimana
kalau di tempat kemarin?”
40
“Berapa lama ibu mau kita
berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit”
FASE KERJA (perawat membawa
obat pasien)
“ibu sudah dapat obat dari
dokter?”
Berapa macam obat yang ibu
minum? Warnanya apa saja?
Bagus! Jam berapa ibu minum?
Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak,
yang warnanya oranye namanya
CPZ gunanya agar pikiran
tenang, yang putih ini
namanya THP agar rileks, dan
yang merah jambu ini namanya
HLP agar
pikiran teratur dan rasa marah
berkurang. Semuanya ini harus
ibu minum 3 kali sehari jam
7 pagi, jam 1 sian g, dan jam
7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat
mulut ibu terasa kering,
untuk membantu mengatasinya
ibu bisa minum air putih yang
tersedia di ruangan”.
“Bila terasa mata berkunang-
kunang, ibu sebaiknya
istirahat dan jangan
beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum
obat ini ibu lihat dulu label
di kotak obat apakah benar
nama ibu tertulis disitu,
berapa dosis yang harus
diminum, jam berapa saja harus
diminum. Baca juga apakah nama
obatnya sudah benar? Di sini
minta obatnya pada suster
kemudian cek lagi apakah benar
obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan
minum obat sebelum
berkonsultasi dengan dokter ya
pak, karena dapat terjadi
kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu
minum obatnya kedalam jadual
ya pak.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu
setelah kita bercakap-cakap
tentang cara minum obat yang
benar?”
“Coba ibu sebutkan lagijenis
obat yang ibu minum! Bagaimana
cara minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara
mengontrol perasaan marah yang
kita pelajari?. Sekarang kita
tambahkan jadual kegiatannya
dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan
teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu
kembali untuk melihat sejauhma
ana ibu melaksanakan kegiatan
dan sejauhmana dapat mencegah
rasa marah. Sampai jumpa”
41
1. Tindakan keperawatan untuk
keluarga
a.Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien
di rumah
b.Tindakan
1)Diskusikan masalah yang
dihadapi keluarga dalam
merawat pasien
2)Diskusikan bersama keluarga
tentang perilaku kekerasan
(penyebab, tanda dan gejala,
perilaku yang muncul dan
akibat dari perilaku
tersebut)
3)Diskusikan bersama keluarga
kondisi-kondisi pasien yang
perlu segera dilaporkan
kepada perawat, seperti
melempar atau memukul
benda/orang lain
4)Latih keluarga merawat
pasien dengan perilaku
kekerasan
a)Anjurkan keluarga untuk
memotivasi pasien
melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh
perawat
b)Ajarkan keluarga untuk
memberikan pujian kepada
pasien bila pasien dapt
melakukan kegiatan
tersebut secara tepat
c)Diskusikan bersama
keluarga tindakan yang
harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-
gejala perilaku kekerasan
5)Buat perencanaan pulang
bersama keluarga
SP 1 Keluarga: Memberikan
penyuluhan kepada keluarga
tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan di rumah
1) Diskusikan masalah yang
dihadapi keluarga dalam
merawat pasien
2) Diskusikan bersama keluarga
tentang perilaku kekerasan
(penyebab, tanda dan
gejala, perilaku yang
muncul dan akibat dari
perilaku tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga
kondisi-kondisi pasien yang
perlu segera dilaporkan
kepada perawat, seperti
melempar atau memukul
benda/orang lain
ORIENTASI
“Selamat pagi bu, perkenalkan
nama saya A K, saya perawat
dari ruang Soka ini, saya yang
akan merawat ibu (pasien).
Nama ibu siapa, senangnya
dipanggil apa?”
42
“Bisa kita berbincang-bincang
sekarang tentang masalah yang
Ibu hadapi?”
“Berapa lama ibu kita
berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 30 menit?”
“Di mana enaknya kita
berbincang-bincang, Bu?
Bagaimana kalau di ruang
tamu?”
KERJA
“Bu, apa masalah yang Ibu
hadapi/ dalam merawat ibu? Apa
yang Ibu lakukan? Baik Bu,
Saya akan coba jelaskantentang
marah ibu dan hal-hal yang
perlu diperhatikan.”
“Bu, marah adalah suatu
perasaan yang wajar tapi bisa
tidak disalurkan dengan benar
akan membahayakan dirinya
sendiri, orang lain dan
lingkungan.
Yang menyebabkan suami ibu
marah dan ngamuk adalah kalau
dia merasa direndahkan,
keinginan tidak terpenuhi.
Kalau ibu apa penyebabnya Bu?”
“Kalau nanti wajah suami ibu
tampak tegang dan merah, lalu
kelihatan gelisah, itu artinya
suami ibu sedang marah, dan
biasanya setelah itu ia akan
melampiaskannya dengan
membanting-banting perabot
rumah tangga atau memukul atau
bicara kasar? Kalau apa
perubahan terjadi? Lalu apa
yang biasa dia lakukan?””
“Nah bu, ibu sudah lihat khan
apa yang saya ajarkan kepada
ibu bila tanda-tanda kemarahan
itu muncul. Ibu bisa bantu ibu
dengan cara mengingatkan
jadual latihan cara mengontrol
marah yang sudah dibuat yaitu
secara fisik, verbal,
spiritual dan obat teratur”.
Kalau ibu bisa melakukanya
jangan lupa di puji ya bu”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu
setelah kita bercakap-cakap
tentang cara merawat ibu?”
“Coba ibu sebutkan lagi cara
merawat ibu”
“Setelah ini coba ibu ingatkan
jadual yang telah dibuat untuk
ibu ya bu”
“Bagaimana kalau kita ketemu 2
hari lagi untuk latihan cara-
cara yang telah kita bicarakan
tadi langsung kepada ibu?”
“Tempatnya disini saja lagi ya bu?”
SP 2 Keluarga: Melatih
keluarga melakukan cara-cara
mengontrol Kemarahan
43
b) Evaluasi pengetahuan
keluarga tentang marah
c) Anjurkan keluarga untuk
memotivasi pasien melakukan
tindakan yang telah
diajarkan oleh perawat
d) Ajarkan keluarga untuk
memberikan pujian kepada
pasien bila pasien dapat
melakukan kegiatan tersebut
secara tepat
e) Diskusikan bersama keluarga
tindakan yang harus
dilakukan bila pasien
menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan
ORIENTASI
“Selamat pagi bu, sesuai
dengan janji kita 2 hari yang
lalu sekarang kita ketemu lagi
untuk latihan cara-cara
mengontrol rasa marah bapak.”
“Bagaimana Bu? Masih ingat
diskusi kita yang lalu? Ada
yang mau Ibu tanyakan?”
“Berapa lama ibu mau kita
latihan?“Bagaimana kalau kita
latihan disini saja?, sebentar
saya panggilkan bapak supaya
bisa berlatih bersama”
KERJA
”Nah pak, coba ceritakan
kepada Ibu, latihan yang sudah
Bapak lakukan. Bagus sekali.
Coba perlihatkan kepada Ibu
jadwal harian Bapak! Bagus!”
”Nanti di rumah ibu bisa
membantu bapak latihan
mengontrol kemarahan Bapak.”
”Sekarang kita akan coba
latihan bersama-sama ya pak?”
”Masih ingat pak, bu kalau
tanda-tanda marah sudah bapak
rasakan maka yang harus
dilakukan bapak
adalah.......?”
44
”Ya.. betul, bapak berdiri,
lalu tarik napas dari hidung,
tahan sebentar
lalu keluarkan/tiup perlahan –
lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo
coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5
kali, coba ibu temani dan
bantu bapak menghitung latihan
ini sampai 5 kali”.
“Bagus sekali, bapak dan ibu
sudah bisa melakukannya dengan
baik”.
“Cara yang kedua masih ingat
pak, bu?”
“ Ya..benar, kalau ada yang
menyebabkan bapak marah dan
muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot,
selain napas dalam bapak dapat
melakukan pukul kasur dan
bantal”.
“Sekarang coba kita latihan
memukul kasur dan bantal. Mana
kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah,
langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut
dengan memukul kasur dan
bantal. Nah, coba bapak
lakukan sambil didampingi ibu,
berikan bapak semangat ya bu.
Ya, bagus sekali bapak
melakukannya”. “Cara yang
ketiga adalah bicara yang baik
bila sedang marah. Ada tiga
caranya pak, coba praktekkan
langsung kepada ibu cara
bicara ini :
1) Meminta dengan baik tanpa
marah dengan nada suara
yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata
kasar, misalnya: ‘Bu, Saya
perlu uang untuk beli
rokok! Coba ibu praktekkan.
Bagus pak”.
2) Menolak dengan baik, jika
ada yang menyuruh dan ibu
tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak
bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba
ibu praktekkan. Bagus pak”
3) Mengungkapkan perasaan
kesal, jika ada perlakuan
orang lain yang membuat
45
kesal ibu dapat
mengatakan:’ Saya jadi
ingin marah karena
perkataanmu itu’. Coba
praktekkan. Bagus”
“Cara berikutnya adalah kalau
ibu sedang marah apa yang
harus dilakukan?”
“Baik sekali, ibu coba
langsung duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga
marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian
sholat”.
“ibu bisa melakukan sholat
secara teratur dengan
didampingi ibu untuk meredakan
kemarahan”.
“Cara terakhir adalah minum
obat teratur ya pak, bu agar
pikiran ibu jadi tenang,
tidurnya juga tenang, tidak
ada rasa marah”
“ibu coba jelaskan berapa
macam obatnya! Bagus. Jam
berapa minum obat? Bagus. Apa
guna obat? Bagus. Apakah boleh
mengurangi atau menghentikan
obat? Wah bagus sekali!”
“Dua hari yang lalu sudah saya
jelaskan terapi pengobatan
yang ibu dapatkan, ibu tolong
selama di rumah ingatkan ibu
untuk meminumnya secara
teratur dan jangan dihentikan
tanpa sepengetahuan dokter”
TERMINASI
“Baiklah bu, latihan kita
sudah selesai. Bagaimana
perasaan ibu setelah kita
latihan cara-cara mengontrol
marah langsung kepada ibu?”
“Bisa ibu sebutkan lagi ada
berapa cara mengontrol marah?”
“Selanjutnya tolong pantau dan
motivasi ibu melaksanakan
jadwal latihan yang telah
dibuat selama di rumah nanti.
Jangan lupa berikan pujian
untuk ibu bila dapat melakukan
dengan benar ya Bu!”
“ Karena ibu sebentar lagi
sudah mau pulang bagaimana
kalau 2 hari lagi Ibu bertemu
saya untuk membicarakan jadwal
aktivitas ibu selama di rumah
nanti.”
“Jam 10 seperti hari ini ya Bu.
Di ruang ini juga.”
Sp 3 Keluarga: menjelaskan
perawatan lanjutan bersama
keluarga
Buat perencanaan pulang
bersama
keluarga
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, karena
ibu dan keluarga sudah
menetahui cara-cara yang
46
sebelumnya telah kita
bicarakanya. Sekarang
Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang tentang
perawatan lanjutan untuk
keluarga ibu /Ibu. Apakah
sudah dipuji keberhasilannya?”
“Nah sekarang bagaimana kalau
bicarakan jadual kegiatan dan
perawatan lanjutan di rumah,
disini saja?”
“Berapa lama ibu dan ibu mau
kita berbicara? Bagaimana
kalau 30 menit?”
KERJA
“Pak, bu, jadual yang telah
dibuat tolong dilanjutkan,
baik jadual aktivitas maupun
jadual minum obatnya. Mari
kita lihat jadwal ibu!”
“Hal-hal yang perlu
diperhatikan lebih lanjut
adalah perilaku yang
ditampilkan oleh ibu selama di
rumah. Kalau misalnya ibu
menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain, maka
ibu konsul kan ke dokter atau
di bawa kerumah sakit ini
untuk dilakukan pemeriksaan
ulang pada ibu.”
TERMINASI
“ Bagaimana Bu? Ada yang ingin
ditanyakan? Coba Ibu sebutkan
apa saja yang perlu
diperhatikan (jadwal kegiatan,
tanda atau gejala, kontrol; ke
rumah sakit). Saya rasa
mungkin cukup sampai disini
dan untuk persiapan pulang
pasien lainya akan segera saya
siapkan”
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
A. DEFINISI
Marah merupakan perasaan jengkel yang
timbul sebagai respon terhadap kecemasan/
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen, 1996). Perilaku kekerasan
47
dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem
dari marah atau ketakutan/panik.
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu
keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik, baik pada dirinya sendiri maupun
orang lain, disertai dengan gaduh gelisah
yang tak terkontrol.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
sering dipandang sebagai rentang di mana
agresif verbal di suatu sisi dan perilaku
kekerasan (violence) di sisi yang lain. Suatu
keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan
frustasi, benci atau marah. Hal ini akan
memengaruhi perilaku seseorang.
Berdasarkan keadaan emosi secara
mendalam tersebut terkadang perilaku
menjadi agresif atau melukai karena
penggunaan koping yang kurang bagus.
1. Rentang Respons Marah
Adaptif
Maladaptif
Asertif frustasi pasif
agresif amuk/PK
a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1) Pernyataan (Assertif)
Respon marah dimana individu
mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa
tidak setuju, tanpa menyalahkan
atau menyakiti orang lain. Hal ini
biasanya akan memberikan
kelegaan.
2) Frustasi
Respons yang terjadi akibat
individu gagal dalam mencapai
tujuan, kepuasan, atau rasa aman
yang tidak biasanya dalam keadaan
tersebut individu tidak menemukan
alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif
meliputi :
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu
tidak dapat mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang
sedang di alami untuk menghindari
suatu tuntutan nyata.
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan individu
untuk menuntut suatu yang
dianggapnya benar dalam bentuk
destruktif tapi masih terkontrol.
3) Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan
yang kuat disertai hilang kontrol,
dimana individu dapat merusak diri
sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis.
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang
untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul
dorongan agresif yang memotivasi
PK.
2) Berdasarkan penggunaan
mekanisme koping individu dan
masa kecil
yang tidak menyenangkan.
3) Frustasi.
4) Kekerasan dalam rumah atau
keluarga.
b. Faktor sosial budaya.
Seseorang akan berespons
terhadap peningkatan emosionalnya
48
secara agresif sesuai dengan respons
yang dipelajarinya. Sesuai dengan
teori menurut Bandura bahwa agresi
tidak berbeda dengan respons-respons
yang lain. Faktor ini dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar
kemungkinan terjadi. Budaya juga
dapat memengaruhi perilaku kekerasan.
Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang
dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima.
c. Faktor biologis.
Berdasarkan basil penelitian pada
hewan, adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (pada
sistem limbik) ternyata menimbulkan
perilaku agresif, di mana jika terjadi
kerusakan fungsi limbik (untuk emosi
dan perilaku), lobus frontal (untuk
pemikiran rasional), dan lobus temporal
(untuk interpretasi indra penciuman
dan memori) akan menimbulkan mata
terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan
hendak menyerang objek yang ada di
sekitarnya.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah
jika dirinya merasa terancam. baik berupa
injury secara fisik, psikis, atau ancaman
konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut.
3. Klien: kelemahan fisik,
keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan
agresif, dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
4. lnteraksi: penghinaan, kekerasan,
kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik
internal dari permasalahau diri klien
sendiri maupun eksternal
danlingkungan.
5. Lingkungan: panas, padat, dan bising.
C. TANDA GEJALA
Pada pengkajian awal dapat diketahui
alasan utama klien ke rumah sakit adalah
perilaku kekerasan di rumah. Kemudian
perawat dapat melakukan pengkajian
dengan cara:
d. Wawancara: diarahkan pada penyebab
marah, perasaan marah, tanda-tanda
marah yang dirasakan klien.
e. Observasi: Muka merah, pandangan
tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat. Sering pula tampak klien
memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
f.perilaku yang berkaitan dengan marah
antara lain
a. Menyerang atau Menghindar ( fight
or flight)
Pada keadaan ini respons psikologi
timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom bereaksi terhadap sekresi
ephineprin yg menyebabkan tekanan
darah meningkat, takhikardi, wajah
merah, Pupil melebar,mual, sekresi
HCL meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urin dan saliva
meningkat, konstipasi,kewaspadaan
jg meningkat disertai ketegangan
otot, seperti rahang terkatup,tangan
dikepal,tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yg cepat.
b. Menyatakan secara asertif
(assertiveness)
Perilaku yg sering ditampilkan
individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku
pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yg terbaik untuk
49
mengekspresikan marah krn individu
dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain
secara fisik maupun psikologis.
Disamping itu perilaku ini dapat juga
untuk pengembangan diri klien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yg muncul biasanya disertai
kekerasan akibat konflik perilaku
memberontak utk menarik perhatian
orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yg
ditujukan kepada diri sendiri,orang
lain maupun lingkungan.
D. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
E. MACAM PERILAKU KEKERASAN
1. Ancaman verbal
2. Merusak lingkungan
3. Menciderai diri sendiri
4. Menciderai orang lain
F. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang
diharapkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelasaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (tuart dan
sundeen, 1998 hal : 33)
1. Perawat perlu mengidentifikasi
mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien mengembangkan
mekanisme koping yg konstruktif dalam
mengekspresikan marahnya.
2. Mekanisme koping yg umum digunakan
adalah mekanisme pertahanan ego seperti
Displacement, Sublimasi, Proyeksi,
Represi, dan Reaksi Formasi.
a. Sublimasi : menerima suatu sasaran
pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang
mengalami hambatan penyaluranya
secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas remas adona kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuanya
adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa marah.
b. Proyeksi : menyalahkan orang lain
kesukaranya atau keinginanya yang
tidak baik, misalnya seorang wanita
muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap
rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temanya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya
c. Represi : mencegah pikiran yang
menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya seorang
anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh
tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya.
6. Reaksi formasi : mencegah keinginan
yang berbahaya bila di ekspresikan.
Dengan melebih lebihkan sikap dan
perilaku yang berlawanan dan
menggunakanya sebagai rintangan.
Perilaku Kekerasan/amuk
50
Misalnya seseorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut
dengan kuat.
7. Deplacement : melepaskan perasaan
yang tertekan biasanya bermusuhan.
Pada obyek yang tidak begitu
berbahaya seperti yang pada mulanya
yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya : timmy berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja
mendapatkan hukuman dari ibunya
karena menggambar didinding
kamarnya. Dia mulai bermai perang-
perangan dengan temanya.
G. PENATALAKSAAN
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu
perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika
yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya Clorpromazine HCL yang
berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat
digunakan dosis efektif rendah,
contohnya Trifluoperasine estelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan
Transquilizer bukan obat anti psikotik
seperti neuroleptika, tetapi meskipun
demikian keduanya mempunyai efek anti
tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan
terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media
untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi
ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi
segala bentuk kegiatan seperti membaca
Koran, main catur dapat pula dijadikan
media yang penting setelah mereka
melakukan kegiatan itu diajak berdialog
atau berdiskusi tentang pengalaman dan
arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini
merupakan langkah awal yangb harus
dilakukan oleh petugas terhadap
rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi
dan ditentukan program kegiatannya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung
utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan(sehat-
sakit) klien. Perawat membantu keluarga
agar dapat melakukan lima tugas
kesehatan, yaitu mengenal masalah
kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan, memberi perawatan pada
anggota keluarga, menciptakan
lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai
kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptive
(pencegahan primer), menanggulangi
perilaku maladaptive (pencegahan
skunder) dan memulihkan perilaku
maladaptive ke perilaku adaptif
(pencegahan tersier) sehingga derajat
kesehatan klien dan keluarga dapat
ditingkatkan secara opti9mal. (Budi
Anna Keliat,1992).
4. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230
menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada klien
dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang mal adaftif
menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindankan yang ditunjukkan
pada kondisi fisik klien, tetapi target
terapi adalah perilaku klien
5. Terapi kejang listrik
51
Terapi kejang listrik atau elektronik
convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan
kejang grand mall dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang
ditempatkan pada pelipis klien. Terapi
ini ada awalnya untukmenangani
skizofrenia membutuhkan 20-30 kali
terapi biasanya dilaksanakan adalah
setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU
KEKERASAN
A. PENGKAJIAN
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan
system saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil
melebar, pengeluaran urine meningkat.
Ada gejala yang sama dengan kecemasan
seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks
cepat. Hal ini disebabkan oleh energi
yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak
nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang
lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit
hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup
individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat
penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah
dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara
klien marah, mengidentifikasi penyebab
kemarahan, bagaimana informasi
diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep
rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan
orang lain. Klien seringkali menyalurkan
kemarahan dengan mengkritik tingkah
laku yang lain sehingga orang lain merasa
sakit hati dengan mengucapkan kata-kata
kasar yang berlebihan disertai suara
keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral
mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki
dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa.
52
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
C. RENCANA TINDAKAN DAN IMPLEMENTASI
PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA HASIL
TUM:
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
TUK:
2. Klien Dapat Membina Hubungan Saling Percaya Setelah.....X pertemuan klien
menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat:
Wajah cerah, tersenyum Mau berkenalan Ada kontak mata Bersedia mengungkapkan
perasaannya
5. Klien dapat mengidentifikasiTanda-tanda perilaku kekerasan yang dilakukan
Setelah....X pertemuanKlien menceritakan penyebab perilaku kekersan yang dilakukannya : Menceritakan penyebab
perasaan jengkel/kesal baik dari diri sendiri maupun lingkungan
4. Sertelah.....X pertemuan
Klien menceritakan tanda-tanada saat terjadi perilaku kekerasan
Tanda fisik : mata merah,tangan mengepal, ekspresi tegang
Tanda emosional :Perasaan marah, jengkel,bicara kasar.
8. Klien dapat mengindentifikasi perilaku kekerasan yang pernah di lakukannya
Setelah...x pertemuan klien menjelaskan:
Jenis-jenis ekspresi kemarahan selama ini telah dilakukannya
Perasaannya saat melakukan kekerasan
Efektifitasnya cara yang di
pakai dalam menyelesaikan masalah
7. Klien dapat mengidentifikasiakibat perilaku kekerasan
Setelah....x pertemuan
Klien menjelaskan akibat kekerasan yang dilakukannya :
Dengan diri sendiri Orang lain/keluarga:
Luka,tersinggung,ketakutan Lingkungan barang/benda
rusak7. klien dapat
mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan
Setelah....x pertemuan klien :
menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah
8. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Setelah....x pertemuan
Klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan :
Fisik : tarik nafas dalam,memukul bantal/kasur
Verbal : mengungkapkan perasaan kesal/jengkel pada orang lain tanpa menyakiti
Spiritual :Zikir, doa,meditasi sesuai dengan agamanya
9. Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan
Setelah....x peretmuan
Keluarga :
53
Menjelaskan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan
Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien
10. Klien menggunakan obat sesuai program yang telah di tetapkan
1. Setelah ....x pertemuan Klien menjelaskan :
Manfaat minu obat Kerugian tidak minum
obat Nama obat Bentuk dan warna obat Dosis yang diberikan Waktu pemakaian Cara pemakaian Efek yang di rasakan
2. Setelah.....xPertemuan klien menggunakan obat sesuai program
D. PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Risiko Perilaku kekerasan
Pasien
SP Ip
1. Mengidentifikasi penyebab PK
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK
6. Membantu pasien
Keluarga
SP 1 K
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala serta proses terjadinya PK
3. Menjelaskan cara
mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP IIP1. Mengevaluas
i jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IIIp4. Mengevalua
si jadwal keegiatan harian pasien
5. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IVp
4. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
5. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
merawat pasien dengan PK
SP II K
3. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan PK
4. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK
SP III K
3. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat (discharge planning)
4. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
54
harian
SP Vp
4. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
5. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC
Keliat, Budi Anna. 2009. Model Praktik
Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
http://keperawatanprofesionalislami.blogspot.com/2013/02/askep-jiwa-dengan-perilaku-kekerasan.html
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
B. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala
gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori, seperti
merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, penegcapan, perabaan, atau
penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada.
Halusinasi adalah salah satu gejala
gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan
sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan
tanpa stimulus nyata.
55
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara.
C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko
yang mempengaruhi jenis dan jumlah
yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stres. Diperoleh baik
dari klien maupun keluarganya. Faktor
predisposisi dapat meliputi faktor
perkembangan, sosiokultural, biokimia,
psikologis, dan genetik.
a. Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami
hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan
mengalami stres dan kecemasan.
b. Faktor sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat
menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut
merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya gangguan jiwa.
Jikaseseorang mengalami stres yang
berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia
seperti buffofenon dan
dimethytranferase DMP)
d. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak
harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima
oleh seseorang akan mengakibatkan
stres dan kecemasan yang tinggi dan
berakhir pada gangguan orientasi
realitas.
e. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam
skizofrenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang
dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari
lingkungan, seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak
berkomunikasi, objek yang ada di
lingkungan, dan juga suasana sepi atau
terisolasi sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat
meningkatkan stres dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
D. Pohon Maslah
Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Isolasi sosial
Harga diri Rendah
56
E. Jenis-Jenis Halusinai
Jenis
Halusinasi
Dta Objektif Data
Subjektif
Halus
inasi
Deng
ar
(Klien
mendengar
suara/ bunyi
yang tidak
ada
hubungannya
dengan
stimulus
yang nyata/
lingkungan)
Bicara atau
tertawa
sendiri
tanpa lawan
bicara
Marah-
marah
tanpa sebab
Mencondon
gkan
telinga ke
arah
tertentu
Menutup
telinga
Mendeng
ar suara-
suara atau
kegaduha
n
Mendeng
ar suara
yang
mengajak
bercakap-
cakap
Mendeng
ar suara
men
yrruh
mela
kuka
n
sesuatu
yang
berbahaya
Halus
inasi
pengl
ihatan
(Klie
n
melih
at
gamb
aran
yang
jelas/
samar
terha
Menunj uk-
nunjuk ke
arah
tertentu
Ketakutan
pada objek
yang tidak
jelas
Melihat
bayangan
, sinar,
bentuk
geometris
,
bentuk
kartun,
melihat
hantu
atau
monstet
dap
adany
a
stimu
lus
yang
nyata
dari
lingk
ungan
dan
orang
lain
tidak
melih
atnya
)
Halus
inasi
pengh
idu
(klien
menci
um
suatu
bau
yang
munc
ul
dari
sumb
er
terten
tu
tanpa
stimu
lus
yang
nyata
)
Menghidu
seperti
sedang
membaui
bau-baua
tertentu
Menutup
hidung
Membaui
bau-
bauan
seperti
bau
darah,
urine,
feses,
kadang-
kadang
bau itu
menyena
ngkan.
Halus
inasi
Sering
meludah
Merasaka
n rasa
57
penge
capan
(klien
meras
akan
sesuat
u
yang
tidak
nyata,
biasa
nya
meras
akan
rasa
maka
nan
yang
tidak
enak)
.
Muntah seperti
darah,
urine,
atau feses
Halus
inasi
perab
aan
(klien
meras
akan
sesuat
u
pada
kulitn
ya
tanpa
ada
stimu
lus
yang
nyata
)
Meng
garuk
-
garuk
permu
kaan
kulit
Mengatak
an ada
serangga
di
permukaa
n kulit
Merasa
seperti
tersengat
Listrik
F. Tanda Dan Gejala
Respons klien terhadap halusinasi dapat
berupa rasa curiga, takut, tidak aman,
gelisah dan bingung, berperilaku yang
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata,
Menarik diri, tersenyum sendiri, duduk
terpaku, bicara sendiri, memandang satu
arah, menyerang, tiba-tiba marah, dan
gelisah.
G. Tahapan Halusinasi
1. Tahap I (Non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu
memberikan rasa nyaman pada klien,
tingkat orientasi sedang. Secara umum
pada tahap ini halusinasi merupakan hal
yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa
bersalah, dan ketakutan.
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang
dapat menghilangkan kecemasan.
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih
ada dalam kontrol kesadaran.
Perilaku yang muncul:
a. Tersenyum atau tertawa sendiri.
b. Menggerakkan bibir tanpa suara.
c. Pergerakan mata yang cepat.
d. Respons verbal lambat, diam, dan
berkonsentrasi.
2. Tahap II (Non-psiktotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap
menyalahkan dan mengalami tingkat
kecemasan berat. Secara umum halusinasi
yang adadapat menyebabkan antipati.
Karakteristik:
a. Pengalaman sensori menakutkan atau
merasa dilecehkan oleh pengalaman
tersebut.
b. Mulai merasa kehilangan kontrol.
58
c. Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yangmuncul:
a. Terjadi peningkatan denyut jantung,
pernapasan, dan tekanan darah.
b. Perhatian terhadap lingkungan
menurun.
c. Konsentrasi terhadap pengalaman
sensoripun menurun.
d. Kehilangan kemampuan dalam
membedakan antara halusinasi dan
realita.
3. Tahap III (Psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol
dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat,
dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik:
a. Klien menyerah dan menerima
pengalaman sensorinya.
b. Isi halusinasi menjadi atraktif'
c. Klien menjadi kesepian bila
pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul:
a. Klien menuruti perintah halusinasi.
b. Sulit berhubungan dengan orang lain.
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit
atau sesaat.
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang
nyata.
e. Klien tampak tremor dan berkeringat.
4. Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh
halusinasi dan biasanya klien terlihat
panik.
Perilaku yang muncul:
a. Risiko tinggi mencederai.
b. Agitasi/kataton.
c. Tidak mampu merespons rangsangan
yang ada.
H. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi
terhadap pilihan koping dan strategi
seseorang. Individu dapat mengatasi stres
dan ansietas dengan menggunakan sumber
koping yang ada di lingkungannya. Sumber
koping tersebut dijadikan sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah. Dukungan
sosial dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stres dan
mengadopsi strategi koping yang efektif
I. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya
yang diarahkan pada pengendalian stres,
termasuk upaya penyelesaian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan lain
yang digunakan untuk melindungi diri.
3. Perawat perlu mengidentifikasi
mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien mengembangkan
mekanisme koping yg konstruktif dalam
mengekspresikan marahnya.
4. Mekanisme koping yg umum digunakan
adalah mekanisme pertahanan ego seperti
Displacement, Sublimasi, Proyeksi,
Represi, dan Reaksi Formasi.
a. Sublimasi : menerima suatu sasaran
pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang
mengalami hambatan penyaluranya
secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas remas adona kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuanya
adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa marah.
b. Proyeksi : menyalahkan orang lain
kesukaranya atau keinginanya yang
tidak baik, misalnya seorang wanita
muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap
rekan sekerjanya, berbalik menuduh
59
bahwa temanya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya
c. Represi : mencegah pikiran yang
menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya seorang
anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh
tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya.
d. Reaksi formasi : mencegah keinginan
yang berbahaya bila di ekspresikan.
Dengan melebih lebihkan sikap dan
perilaku yang berlawanan dan
menggunakanya sebagai rintangan.
Misalnya seseorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kuat.
e. Deplacement : melepaskan perasaan
yang tertekan biasanya bermusuhan.
Pada obyek yang tidak begitu
berbahaya seperti yang pada mulanya
yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya : timmy berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja
mendapatkan hukuman dari ibunya
karena menggambar didinding
kamarnya. Dia mulai bermai perang-
perangan dengan temanya.
J. Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi
Tindahan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1. Pasien mengenali halusinasi yang
dialaminya.
2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
3. Pasien mengikuti program pengobatan
secara optimal.
Tindakan Keperawatan:
1. Membantu pasien mengenali halusinasi.
Untuk membantu pasien mengenali
halusinasi, Anda dapat melakukannya
dengan cara berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apayang
didengar/dilihat) waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi
yang menyebabkan halusinasi muncul
dan respons pasien saat halusinasi
muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi.
Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi Anda dapat
melatih pasien empat carayang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi.
Keempat cara tersebut meliputi:
a. Menghardik halusinasi. Menghardik
halusinasi adalah upaya
mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Pasien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul atau tidak memedulikan
halusinasinya' Kalau ini dapat
dilakukan, pasien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada namun
dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang
ada dalam halusinasinya. Thhapan
tindakan meliputi:
2) Menjelaskan cara menghardik
halusinasi
3) Memperagakan cara menghardik
4) Meminta pasien memperagakan
ulang
5) Memantau penerapan cara ini,
menguatkan perilaku pasien
b. Bercakap-cakap dengan orang lain.
Untuk mengontrol halusinasi dapat
juga dengan bercakap-cakap dengan
60
orang lain. Ketika pasien
bercakapcakap dengan orang lain
maka terjadi distraksi, fokus perhatian
pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan
orang lain tersebut. Sehingga salah
satu cara yang efektif untuk
mengontrol halusinasi adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain.
c. Melakukan aktivitas yang terjadwal.
Untuk mengurangi risiko munculnya
kembali halusinasi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas
yang teratur. Dengan beraktivitas
secara terjadwal, pasien tidak akan
mengalami banyak waktu luang
sendiri yang seringkali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu pasien yang
mengalami halusinasi dapat dibantu
untuk mengatasi halusinasinya dengan
cara beraktivitas secara teratur dari
bangun pagi sampai tidur malam, tujuh
hari dalam seminggu. Setiap kegiatan
yang dilatih dimasukkan ke dalam
jadwal kegiatan pasien sampai tidak
ditemukan waktu luang. Thhapan
intervensinya adalah sebagai berikut:
1) Menjelaskan pentingnya aktivitas
yang reratur untuk mengatasi
halusinasi.
2) Mendiskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh pasien
3) Melatih pasien melakukan
aktivitas
4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-
hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih. Upayakan pasien
mempunyai aktivitas dari bangun
pagi sampai tidur malam ,7 hari
dalam seminggu.
5) Memantau pelaksanaan jadwal
kegiaran dan memberikan
penguaran terhadap perilaku
pasien yang positif.
d. Menggunakan obat secara teratur.
Untuk mampu mengontrol halusinasi
pasien.iuga harus dilatih untuk
mengguqakan obat secara reratur
sesuai dengan program. Pasien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah
seringkali mengalami putus obat
sehingga akibatnya pasien mengalami
kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi
maka untuk mencapai kondisi seperti
semula akan lebih sulit. Untuk itu
pasien perlu dilatih menggunakan obat
sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar
pasien patuh menggunakan obat:
1) Jelaskan kegunaan obat
2) Jelaskan akibat putus obat
3) Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
4) Jelaskan cara menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara,
benar waktu, benar dosis)
61
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data yang perlu Dikaji
Subjektif:
a. Klien mengatakan mendengar sesuatu.
b. Ktien mengatakan melihat bayangan
putih.
c. Klien mengatakan dirinya seperti
disengat listrik.
d. Klien mencium bau-bauan yang tidak
sedap, seperti feses.
e. Klien mengatakan kepalanya melayang
di udara.
f. Klien mengatakan dirinya merasakan
ada sesuatu yang berbeda pada dirinya.
Objektif:
a. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri
saat dikaji.
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu.
c. Berhenti bicara di tengah-tengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
d. Disorientasi.
e. Konsentrasi rendah.
f. Pikiran cepat berubah-ubah.
g. Kekacauan atur pikiran.
2. Diagnosa Keperawatan
Halusinasi
3. Perencanaan
PERENCNAAN
TGL DX KEP TUJUAN KRITERIA EVALUASI
Halusinasi TUM :Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminyaTUK :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Setelah….x interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat
Eksperesi wajah bersahabat
Menunjukkan rasa senang
Ada kontak mata Mau berjabat
tangan Mau
menyebutkan nama
Mau menjawab salam
Mau duduk bedampingan dengan perawat
Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
1. Setelah...xInterksi klien mampu menyebutkan
Isi Waktu Frekwensi Situsai dan
kondisi yang menimbulkan halusinasi
62
2. Setelah…….x interaksi klien menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi
Marah Takut Sedih Senang Cemas Jengkel
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
1. setelah ....X interaksi
menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi
4. meminta dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
1. keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat
2. setelah ....x interaksi keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi
5. klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
1. setelah ...x interaksi
Klien menyebutkan:
Manfaat minum obat
Kerugian tidak minum obat
Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat
2. Setelah...x interaksi klien mendemostrasikan penggunaan obat dengan benar
3. Setelah ...x interaksi Klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
63
4. Pelaksanaan
Masalah
Keperawatan
Tindakan
Keperawatan
Untuk Pasien
Tindakan
Keperawatan Untuk
Keluarga
Halusinasi
SP I P
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi Isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi Waktu halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi Frekuenis halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi Situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi Respons pasien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik
SP I K
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara-cara merawat paisen halusinasiSP II K
1. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan halusina
halusinasi dalam jadwal kegiatan harianSP II P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harianSP III P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan ( kegiatan yang bisa dilakukan pasien)
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harianSp IV P
si2. Melatih
keluarga melakukan cara merawatan alngsung kepada pasien HalusianasiSP III K
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah trrmasuk minum obat (diseharge plunning)
2. Menjelaskan falllow up pasien setelah pulang
64
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Setelah rencana keperawatan
tersusun, selanjutnya diterapkan tindakan
yang nyata untuk mencapai hasil yang
diharapkan berupa berkurangnya atau
hilangnya masalah . Pada tahap
implementasi ini terdiri atas beberapa
kegiatan, yaitu validasi rencana
keperawatan, menuliskan atau
mendokumentasikan rencana keperawatan,
serta melanjutkan pengumpulan data.
Dalam implementasi keperawatan,
tindakah harus cukup mendetail dan jelas
supaya semua tenaga keperawatan dapat
menjalankannya dengan baik dalam waktu
yang telah ditentukan. Perawat dapat
melaksanakan langsung atau bekerja sama
dengan para tenaga pelaksana lainnya.
5. EvalusaiEvaluasi keperawatan merupakan
kegiatan akhir dari proses keperawatan, di
mana perawat menilai hasil yang diharapkan
terhadap perubahan diri pasien dan menilai
sejauh mana masalah dapat diatasi. Di
samping itu, perawat juga memberikan
umpan balik atau pengkajian ulang,
seandainya tujuan yang ditetapkan belum
tercapai, maka dalam hal ini proses
keperawatan dapat dimodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Yudi. Kusumawati, Farida. 2012. Buku Ajar Keperawatan jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Jiwa Komunitas. Jakrta: EGC
Nurjannah, Instansari. 2008. Penanganan klien dengan masalah psikiatri: halusinasi. Yogyakarta : MocoMedika
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplkasi Penulisan Laporan Penahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
65
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
A. Masalah Utama: ISOLASI SOSIAL
B. Proses terjadinya Masalah
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana
seseoarang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain
sekitarnya.
Kesejahteraan manusia berorientasi
secara sosial, dan untuk meningkatkan
kepuasan hidup. Individu harus mampu
menciptakan hubungan interpersonal
yang sehat / positif. Hubungan
interpersonal dikatakan sehat apabila
individu dapat terlibat dalam suatu
hubungan intim dengan orang lain,
sementara ia tetap dapat
mempertahankan identitasnya.
Untuk membina hubungan yang sehat
adakalanya individu harus dapat
menangguhkan kebutuhannya sendiri
untuk memenuhi kebutuhan orang
ataupun kebutuhan hubungan itu sendiri.
2. Psikopatologi
Menurut Stuart and Sundeen, salah satu
gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi yang disebabkan oleh perasaan
tidak berharga, yang biasanya dialami
pasien dengan latar belakang lingkungan
yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan
klien makin sulit dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain, akibatnya
klien menjadi regresi, mengalami
penurunan dalam aktivitas dan
kurangnya perhatian terhadap
penampilan dan kebersihan diri.pasien
semakin tenggelam dalam pengalaman
dan pola tingkah laku masa lalu dan
tingkah laku primitif antara lain
pembicaran yang autistik dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan
sehingga dapat berakibat lanjut
terjadinya halusinasi.
3. Tanda dan gejala isolasi sosial
a. Tanda dan gejala yang didapat dari
wawancara :
1. Pasien menceritakan perasaan
kesepian atau ditolak orang lain.
2. Pasien merasa tidak mampu aman
beradadengan orang lain.
3. Pasien mengatakan hubungan
yang tidak berarati dengan orang
lain.
4. Pasien merasa bosan dan lambat
menghabiskan waktu.
66
5. Pasien mengatakan tidak mampu
berkonsentrasi dan membuat
keputusan.
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat
melangsungakan hidup.
b. Tanda dan gejala isilasi social yang
dapat diobsevasi :
1. Tidak memiliki teman
2. Menarik diri
3. Tidak komunikatif
4. Tindakan berulang dan tidak
bermakna
5. Asyik dengan pikirannya sendiri
6. Tak ada kontak mata
7. Tampak sedih, apek tumpul
4. Etiologi
a. Factor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang
memeliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena
apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat di penuhi akan
menghambat masa perkembangan
selanjutnya.
Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu / pengasuh kepada bayi
akan memberikan rasa tidak aman
yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya.
2) Faktor keluarga
Masalah komunikasi dalam
keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan
tingkah laku.Sikap bermusuhan /
hostilitas Sikap mengancam dan
menjelek – jelekkan anak.
Ekspresi emosi yang tinggi Orang
tua atau anggota keluarga sering
berteriak, marah untuk persoalan
kecil / spele, sering menggunakan
kekerasan fisik untuk mengatasi
masalah, selalu mengkritik,
mengkhayalkan, anak tidak diberi
kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya
tidak memberi pujian atas
keberhasilan anak .
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan
diri lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan
berhubungan.
Contoh : Individu yang
berpenyakit kronis, terminal,
menyandang cacat atau lanjut
usia.
Demikianlah kebudayaan yang
mengizinkan seseorang untuk
tidak keluar ruman (pingit) dapat
menyebabkan isolasi sosial.
4) Faktor biologis
Merupakan salah satu faktor
pendukung gangguan jiwa,
insiden tertinggi skizofrenia di
temukan pada keluarganya yang
anggota keluarga menderita
skizofrenia.
Genetik
b. Factor Presipitasi
1) Stressor social budaya
Stressor sosial budaya dapat
memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga
seperti : perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai
kehilangan pasangan pada usia
tua, kesepian karena ditinggal
jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara .
2) Stressor Giokimic
Teori dopamin
67
Kelebihan dopamin pada
mesokortikal dan mesolimbik
serta traktus saraf dapat
merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia
3) Stressor biologic dan lingkungan
social
Beberapa penelitian
membuktikan bahwa kasus
skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu,
lingkungan, maupun biologis.
4) Stressor psikologik
Kecemasan yang tertinggi akan
menyebabkan menurunya
kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain.
Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas
untuk mengatasi stres. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah
serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase sinibiotik
sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.
a) Hubungan Ibu dan Anak
Ibu dengan kecemasan
tinggi akan
mengkomunikasikan
kecemasannya pada anak,
misalnya dengan tekanan
suara yang tinggi, hal ini
membuat anak bingung,
karena belum dapat
mengklasifikasikan dan
mengartikan pasien tersebut.
b) Dependen versus
Interdependen
Ibu yang sering membatasi
kemandirian anak, dapat
menimbulkan konflik, di
satu sisi anak ingin
mengembangkan
kemandiriannya.
C. Pohon Masalah
Resiko perubahan sensori-
persepsi :
Halusinasi
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : Harga Diri
Rendah
D. Masalah Keperawatan dan data yang
perlu dikaji
1. Masalah Keperawatan
a. Isolasi social: Menarik Diri
b. Gangguan Konsep Diri: Harga Diri
Rendah
c. Perubahan sensori persepsi :
Halusinasi
1. Data yang perlu di kaji
a. Tanda dan gejala
b. Isolasi sosial, meliputi:
1) Tanda dan gejala yang didapat
dari wawancara :
a) Pasien menceritakan perasaan
kesepian atau ditolak orang lain.
b) Pasien merasa tidak mampu
aman beradadengan orang lain.
c) Pasien mengatakan hubungan
yang tidak berarati dengan orang
lain.
d) Pasien merasa bosan dan
lambat menghabiskan waktu.
68
e) Pasien mengatakan tidak
mampu berkonsentrasi dan
membuat keputusan.
f) Pasien merasa tidak berguna
g) Pasien tidak yakin dapat
melangsungakan hidup.
2) Tanda dan gejala isilasi social
yang dapat diobsevasi :
a) Tidak memiliki teman
b) Menarik diri
c) Tidak komunikatif
d) Tindakan berulang dan tidak
bermakna
e) Asyik dengan pikirannya
sendiri
f) Tak ada kontak mata
g) Tampak sedih, apek tumpul
3) Gejala klinis
a) Perasaan malu terhadap diri
sendiri akibat penyakit dan
tindakan terhadap penyakit
(rambut botak karena terapi)
b) Rasa bersalah terhadap diri
sendiri (mengritik/
menyalahkan diri sendiri)
c) Gangguan hubungan social
(menarik diri)
d) Percaya diri kurang (sukar
megambil keputusan)
e) Mencedrai diri (akibat dari
harga diri yang rendah
disertai harapn yang suram,
mungkin klien akan
mengakhiri kehidupannya)
f) Apatis, ekspresi sedih, afek
tumpul
g) Menghindar dari orang lain
(menyendiri)
h) Komunikasi kurang/tidak ada.
Klien tidak tampak bercakap-
cakap dengan orang
lain/perawat.
i) Tidak ada kontak mata
j) Berdiam diri di kamar
k) Menolak berhubungan dengan
orang lain, klien
mmemutuskan percakapan
atau pergi jika diajak
bercakap-cakap
l) Tidak melakukan kegiatan
sehari-hari
E. Diagnosa Keperawatan
Pada pasien dengan isolasi sosial : menarik
diri, akan muncul beberapa diagnosa
keperawatan, antara lain :
1. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri
2. Harga diri rendah
3. Perubahan sensori perseptual :
halusinasi pendengaran
4. Defisit perawatan diri
F. Diagnosa prioritas:
Isolasi sosial : Menarik diri
G. Rencana Tindakan Keperawatan
TGL Diagnosa
keperawatan
PERENCANAAN
Tujuan
Isolasi soial TUM:
Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain
TUK:
1. Klien dapat membina
hubungan saling
percaya
Setelah...x pertemuan
interaksi klien
menunjukkan tanda-
tanda percaya
terhadap parawat:
Wajah cerah
tersenyum
Mau berkenalan
Ada kontak mata
Menerima
69
2. Klien mampu
menyebutkan
penyebab manarik
diri
Setelah...x interaksi
klien dapat
menyebutkan
minimal satu
penyebab menarik
diri
2. Klien mampu
menyebutkan
keuntungan
berhubungan
sosial dan
kerugian
menarik diri
Setelah...x interksi
dengan klien dapat
menyebabkan
keuntungan
berhubungan sosial
misalnya:
kerugian menarik diri
misalnya:
3. Klien dapat
melaksananakan
Setelah ...x interaksi
klien dapat
70
hubungan sosial
secara bertahap
melaksanakan
hubungan sosial
secara bertahap
dengan:
4. Klien mampu
menyebut
perasaannya
setelah
berhubungan sosial
Setelah ...x interaksi
klien dapat
menjelaskan setelah
berhubungan sosial
dengan:
Orang lain dan
kelompok
5. Klien mendapat
dukungan keluarga
dalam memperluas
hubungan sosial
2.
6. Klien dapat
memanfaatkan
obat dengan baik
1.
71
H. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Masalah
keperawat
an
Tindakan
keperawatan
untuk pasien
Tindakan
keperawatan untuk
keluarga
Isolasi
sosial
SP I pasien:
1. Mengidentifik
asi penyebab
isolasi sosial
pasien
2. Berdiskusi
dengan pasien
tentang ke
untungan
berinteraksi
dengan
oarang lain
3. Berdiskusi
dengan pasien
tentang
kerugian tidak
berinteraksi
dengan orang
lain
4. Mengajarkan
pasien
berkenalan
SP I keluarga:
1. Mendiskusika
n masalah
yang
dirasakan
keluarga
dalam
merawat
pasien
2. Menjelaskan
pengertian,
tanda dan
gejala isolasi
sosial yang di
alami pasien
beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan
cara-cara
merawat
pasien isolasi
dengan satu
orang
5. Menganjurka
n pasien
memasukkan
kegiatan
latihan
berbincang-
bincang
dengan oarng
lain dalam
kegiatan
harian
SP II Pasien:
1. Mengevalua
si jadwal
kegiatan
harian
pasien
2. Memberikan
kesempatan
kepada
pasien
mempraktik
kan cara
berkenalan
dengan satu
orang
3. Membantu
pasien
memasukka
n kegiatan
berbincang-
berbincang
dengan
orang lain
sebagai
salah satu
satu
kegiatan
harian
soasial
SP II keluarga:
1. Melatihkeluar
ga
mempraktikka
n cara
merawat
pasien dengan
isolasi sosial
2. Melatik
keluarga
melakukan
cara merawat
langsung
kepada pasien
isolasi sosial
SP III keluarga:
1. Membantu
keluarga
membuat
jadwal
aktifitas di
rumah
termasuk
minum obat
(discharge
planning)
2. Menjelaskan
tollow up
pasien setelah
pulang
72
SP III pasien:
1. Mengevalua
si jadwal
kegiatan
harian
2. Memberikan
kesempatan
kepada
pasien
bekenalan
dua orang
atau lebih
3. Menganjurk
an pasien
memasukkan
dalam
jadwal
kegiatan
harian
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu
kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna
memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit
perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan,
toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005),
Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya
( Tarwoto dan Wartonah 2000).
Tanda dan Gejala :
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai
dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang
dan kotor
2. Ketidakmampuan
berhias/berpakaian, ditandai dengan
rambut acak-acakan, pakain kotor
73
dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai,
pada pasien laki-laki bercukur, pada
pasien perempuan tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara
mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil makan
sendiri, makan berceceran, dan
makana tidak pada tempatnya
4. Ketidakmampuan eliminasi sevara
mandiri, ditandai dengan buang air
besar atau buang air kecil tidak pada
tempatnya, dan tidak membersihakan
diri dengan baik setelah BAB/BAK
b. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000)
Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut : kelelahan fisik dan
penurunan kesadaran.
Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan
gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
1. Fisik
a) Badan bau, pakaian kotor.
b) Rambut dan kulit kotor.
c) Kuku panjang dan kotor
d) Gigi kotor disertai mulut bau
e) Penampilan tidak rapi
1) Psikologis
(a) Malas, tidak ada
inisiatif.
(b) Menarik diri, isolasi
diri.
(c) Merasa tak berdaya,
rendah diri dan merasa
hina.
2) Sosial
(a) Interaksi kurang
(b) Kegiatan kurang
(c) Tidak mampu
berperilaku sesuai
norma.
(d) Cara makan tidak
teratur
(e) BAK dan BAB di
sembarang tempat
c. Pohon masalah
3. Masalah keperawatan dan data yang
perlu dikaji
a. Penurunan kemampuan dan motivasi
merawat diri
Data subyektif
1. Klien mengatakan saya tidak
mampu mandi, tidak bisa
melakukan apa-apa,
Data obyektif
1. Klien terlihat lebih kurang
memperhatikan kebersihan, halitosis,
badan bau, kulit kotor
b. Isolasi Sosial
Data subyektif
1. Klien mengatakan saya tidak mampu,
tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif
2. Klien terlihat lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai
diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis,
Defisit perawatan diri
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan
Isolasi sosial
74
Ekspresi sedih, Komunikasi verbal
kurang, Aktivitas menurun, Posisi
janin pada saat tidur, Menolak
berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan
c. Defisit Perawatan Diri
Data subyektif
1. Pasien merasa lemah
2. Malas untuk beraktivitas
3. Merasa tidak berdaya.
Data obyektif
1. Rambut kotor, acak – acakan
2. Badan dan pakaian kotor dan bau
3. Mulut dan gigi bau.
4. Kulit kusam dan kotor
5. Kuku panjang dan tidak terawat
4. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan kemampuan dan motivasi
merawat diri
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri,
berdandan, makan,
BAB/BAK
5. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan
motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan
minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan
diri
Tujuan Khusus:
TUK I : Klien dapat membina hubungan
saling percaya dengan perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan
perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan
klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji
setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang
dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien
dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang
pentingnya kebersihan diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya
kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang arti bersih dan tanda-
tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5
tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan
menggali pengetahuan klien terhadap hal
yang berhubungan dengan kebersihan
diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti
kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien
mampu mengungkapkan arti kebersihan
diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara
kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi
dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari
(sesudah makan dan sebelum tidur),
keramas dan menyisir rambut, gunting
kuku jika panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan
diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
75
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri
kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara
kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju
setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong
kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan
untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan
kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk
mengadakan fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi, shampoo,
pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan
perawatan diri secara mandiri.
Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan
kebersihan diri secara teratur, ingatkan
untuk mencuci rambut, menyisir, gosok
gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan
kebersihan diri secara mandiri.
Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil
melakukan kebersihan diri.
TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga
dalam meningkatkan kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab
kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang
tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga kebersihan
dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan
memberi stimulasi terhadap kemajuan
yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat
sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan
sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara
membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai
hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat
gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
Diagnosa 2 : Isolasi sosial
Tujuan Umum : klien tidak terjadi
perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus:
TUK I : Klien dapat membina
hubungan saling percaya
Intervensi
a. Bina hubungan saling
percaya: salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan
penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
c. Dengarkan dengan empati:
beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat
mengikuti pembicaraan klien.
TUK II : Klien dapat menyebutkan
penyebab menarik diri
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku
menarik diri dan tanda-tandanya
76
b. Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang
perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan
klien mengungkapkan perasaannya
TUK III : Klien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain.
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat
dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
b. Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang
lain
c. Diskusikan bersama klien tentang
manfaat berhubungan dengan orang lain
d. Beri reinforcement positif terhadap
kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan
orang lain
e. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian
bila tidak berhubungan dengan orang lain
f. Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
g. Diskusikan bersama klien tentang
kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
h. Beri reinforcement positif terhadap
kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
TUK IV : Klien dapat melaksanakan
hubungan sosial
Intervensi
a. Kaji kemampuan klien membina
hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk
berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap
keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat
berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan
bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan
ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan
klien dalam kegiatan ruangan
TUK IV : Klien dapat mengungkapkan
perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Intervensi
a. Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya bila berhubungan dengan orang
lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan
masnfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas
kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan
oranglain
Daftar Pustaka
77
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan
jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis
Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI .
Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
A. MASALAH UTAMA
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
B. PROSES TERJADI MASALAH
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah penilaian
pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan
Sundeen, 1998 : 227).
Menurut Townsend (1998 : 189)
harga diri rendah merupakan evaluasi diri
dari perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif baik
langsung maupuan tidak langsung.
Pendapat senada diungkapkan oleh
Carpenito, L.J (1998 : 352) bahwa harga
diri rendah merupakan keadan dimana
individu mengalami evaluasi diri yang
negatif mengenai diri atau kemampuan
diri.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat
dibuat kesimpulan, harga diri rendah
adalah suatu perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri
dan gagal mencapai tujuan yang
diekspresikan secara langsung maupun
tidak langsung, penurunan diri ini dapat
bersifat situasional maupun kronis atau
menahun.
2. Tanda dan Gejala
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352);
Keliat, B.A (1994 : 200; perilaku yang
berhubungan dengan harga diri rendah
antara lain :
a. Mengkritik diri sendiri atau orang
lain.
b. Perasaan dirinya sangat penting yang
berlebih-lebihan.
c. Perasaan tidak mampu.
d. Rasa bersalah.
e. Sikap negatif pada diri sendiri.
f. Sikap pesimis pada kehidupan.
g. Keluhan sakit fisik.
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi.
i. Menolak kemampuan diri sendiri.
78
j. Pengurangan diri/mengejek diri
sendiri.
k. Perasaan cemas dan takut.
l. Merasionalisasi penolakan/menjauh
dari umpan balik positif.
m. Ketidakmampuan menentukan
tujuan.
Data Obyektif :
a. Produktifitas menurun.
b. Perilaku distruktif pada diri sendiri.
c. Perilaku distruktif pada orang lain.
d. Penyalahgunaan zat.
e. Menarik diri dari hubungan sosial.
f. Ekspresi wajah malu dan rasa
bersalah.
g. Menunjukkan tanda depresi (sukar
tidur dan sukar makan).
h. Tampak mudah tersinggung/mudah
marah.
3. Penyebab
Harga diri rendah sering disebabkan
karena adanya koping individu yang tidak
efektif akibat adanya kurang umpan balik
positif, kurangnya system pendukung
kemunduran perkembangan ego,
pengulangan umpan balik yang negatif,
difungsi system keluarga serta terfiksasi
pada tahap perkembangan awal
(Townsend, M.C. 1998 : 366). Menurut
Carpenito, L.J (1998 : 82) koping
individu tidak efektif adalah keadaan
dimana seorang individu mengalami atau
beresiko mengalami suatu
ketidakmampuan dalam mengalami
stessor internal atau lingkungan dengan
adekuat karena ketidakkuatan sumber-
sumber (fisik, psikologi, perilaku atau
kognitif). Sedangkan menurut Townsend,
M.C (1998 : 312) koping individu tidak
efektif merupakan kelainan perilaku
adaptif dan kemampuan memecahkan
masalah seseorang dalam memenuhi
tuntutan kehidupan dan peran.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat
dibuat kesimpulan, individu yang
mempunyai koping individu tidak efektif
akan menunjukkan ketidakmampuan
dalam menyesuaikan diri atau tidak dapat
memecahkan masalah tuntutan hidup
serta peran yang dihadapi. Adanya koping
individu tidak efektif sering ditujukan
dengan perilaku (Carpenito, L.J, 1998 :
83); Townsend, M.C, 1998 : 313) sebagai
berikut :
a. Mengungkapkan ketidakmampuan
untuk mengatasi masalah atau
menerima bantuan.
b. Mengungkapkan perasaan khawatir
dan cemas yang berkepanjangan.
c. Mengungkapkan ketidakmampuan
menjalankan peran.
Obyektif :
a. Perubahan partisipasi dalam
masyarakat.
b. Peningkatan ketergantungan.
c. Memanipulasi orang lain
disekitarnya untuk tujuan-tujuan
memenuhi keinginan sendiri.
d. Menolak mengikuti aturan-aturan
yang berlaku.
e. Perilaku distruktif yang diarahkan
pada diri sendiri dan orang lain.
f. Memanipulasi verbal/perubahan
dalam pola komunikasi.
g. Ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar.
h. Penyalahgunaan obat terlarang.
4. Akibat
Harga diri rendah dapat beresiko
terjadinya isolasi sosial : menarik diri,
isolasi sosial menarik diri adalah
79
gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang
maladaptif, mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial (DepKes RI, 1998
: 336). Isolasi sosial menarik diri sering
ditujukan dengan perilaku antara lain:
Data Subyektif
1. Mengungkapkan enggan untuk
memulai hubungan/pembicaraan.
2. Mengungkapkan perasaan malu
untuk berhubungan dengan orang
lain.
3. Mengungkapkan kekhawatiran
terhadap penolakan oleh orang lain.
Data Obyektif
1. Kurang spontan ketika diajak bicara.
2. Apatis
3. Ekspresi wajah kosong
4. Menurun/tidak adanya komunikasi
verbal.
5. Bicara dengan suara pelan dan tidak
ada kontak mata saat bicara.
C. MASALAH YANG PERLU DIKAJI
N
o
Masala
h
Kepera
watan
Data
Subyektif
Data
Obyektif
1 Masala
h utama
:
ganggu
an
konsep
diri :
harga
diri
rendah
Mengungkapk
an ingin
diakui jati
dirinya.Meng
ungkapkan
tidak ada lagi
yang
peduli.Mengu
ngkapkan
tidak bisa
apa-
apa.Mengung
Merusak
diri
sendiriMeru
sak orang
lainEkspresi
maluMenari
k diri dari
hubungan
sosialTampa
k mudah
tersinggung
Tidak mau
kapkan
dirinya tidak
berguna.Men
gkritik diri
sendiri.Perasa
an tidak
mampu.
makan dan
tidak tidur
2
Mk :
Penyeb
ab tidak
efektifn
ya
koping
individu
Mengungkapk
an
ketidakmamp
uan dan
meminta
bantuan orang
lain.Mengung
kapkan malu
dan tidak bisa
ketika diajak
melakukan
sesuatu.Meng
ungkapkan
tidak berdaya
dan tidak
ingin hidup
lagi.
Tampak
ketergantun
gan
terhadap
orang
lainTampak
sedih dan
tidak
melakukan
aktivitas
yang
seharusnya
dapat
dilakukanW
ajah tampak
murung
3 Mk :
Akibat
isolasi
sosial
menarik
diri
Mengungkapk
an enggan
bicara dengan
orang
lainKlien
mengatakan
malu bertemu
dan
berhadapan
dengan orang
lain.
Ekspresi
wajah
kosong
tidak ada
kontak mata
ketika
diajak
bicaraSuara
pelan dan
tidak
jelasHanya
memberi
jawaban
singkat
(ya/tidak)M
80
enghindar
ketika
didekati
D. POHON MASALAH
Isolasi social menarik diri
↑
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
↑
Tidak efektifnya koping individu
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi social menarik diri berhubungan
dengan harga diri rendah.
2. Gangguan harga diri rendah berhubungan
dengan tidak efektifnya koping individu.
F. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa keperawatan
Isolasi social menarik diri dengan harga diri
rendah.
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain
secara optimal.
Tujuan khusus dan intervensi
TUK I : Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Ekspresi wajah klien bersahabat.
b) Menunjukkan rasa tenang dan ada
kontak mata.
c) Mau berjabat tangan dan mau
menyebutkan nama.
d) Mau menjawan salam dan mau duduk
berdampingan dengan perawat.
e) Mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
2) Bina hubungan saling percaya dengan
mengungkapkan prinsip komunikasi
therapeutic :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik
secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dna
perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar
untuk kelancaran hubungan interaksi
selanjutnya.
TUK II : Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
1) Kriteria evaluasi : Klien mampu
mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki klien :
a) Kemampuan yang dimiliki klien.
b) Aspek positif keluarga.
c) Aspek positif lingkungan yang dimiliki
klien.
81
2) Intervensi
a) Diskusikan kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki klien.
Rasional :
Mendiskusikan tingkat kemampuan klien
seperti menilai realitas, control diri atau
integritas ego diperlukan sebagai dasar
asuhan keperawatannya.
b) Setiap bertemu hindarkan dari memberi
nilai negatif.
Rasional :
Reinforcement positif akan meningkatkan
harga diri klien.
c) Usahakan memberin pujian yang
realistic.
Rasional :
Pujian yang realistic tidak menyebabkan
klien melakukan kegiatan hanya karena
ingin mendapatkan pujian.
TUK III : Klien dapat menilai kemampuan
yang digunakan.
1) Kriteria evaluasi
Klien menilai kriteria yang dapat digunakan.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien kemampuan
yang masih dapat dilakukan dalam sakit.
Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang
kemampuan yang dimiliki adalah prasarat
untuk berubah.
b) Diskusikan kemampuan yang masih
dapat dilanjutkan penggunaannya.
Rasional :
Pengertian tentang kemampuan yang masih
dimiliki klien memotivasi untuk tetap
mempertahankan penggunaannya.
TUK IV : Klien dapat merencanakan
kegiatan dengan kemampuan yang dimiliki
1) Kriteria evaluasi
Klien membuat rencana kegiatan harian.
2) Intervensi
a) Rencanakan bersama klien aktifitas
yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
dengan kemampuan : kegiatan mandiri,
kegiatan dengan bantuan sebagaian, kegiatan
yang membutuhkan bantuan total.
Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi klien.
Rasional :
Klien perlu bertindak secara realistic dalam
kehidupannya.
c) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang
boleh dilakukan klien.
Rasional :
Contoh perilaku yang dilihat klien akan
memotivasi klien untuk melaksanakan
kegiatan.
TUK V : Klien dapat melaksanakan kegiatan
yang boleh dilakukan.
82
1) Kriteria evaluasi
Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi
skit dan kemampuannya.
2) Intervensi
a) Beri kesempatan pada klien untuk
mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien
mandiri dapat meningkatkan motivasi dan
harga diri klien.
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
Rasional :
Reinforcement positif dapat meningkatkan
harga diri klien.
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan
di rumah.
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien untuk
tetap melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan.
TUK VI : Klien dapat memanfaatkan system
pendukung yang ada di keluarga.
1) Kriteria evaluasi
Klien memanfaatkan system pendukung
yang ada di keluarga.
2) Intervensi
a) Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat klien dengan
harga diri rendah.
Rasional :
Mendorong keluarga untuk mampu merawat
klien mandiri di rumah.
b) Bantu keluarga memberikan dukungan
selama klien dirawat.
Rasional :
Support system keluarga akan sangat
mempengaruhi dalam mempercepat proses
penyembuhan klien.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan
rumah.
Rasional :
Meningkatkan peran serta keluarga dalam
merawat klien di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
83
Carpenito, L.J (1998). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Depkes Ri, (1989). Petunjuk Tehnik Asuhan
Keperawatan Pasien Gangguan Skizofrenia,
Direktorat Kesehatan Jiwa, Jakarta.
Keliat, B.A, (1994). Seri Keperawatan Gangguan
Konsep Diri, Cetakan Ii, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku
Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Edisi 3,
EGC, Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN
4. Masalah Utama
Perubahan isi pikir : waham
5. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang
yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten
dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien.
Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi
dengan adanya waham. Waham atau
delusi adalah ide yang salah dan
bertentangan atau berlawanan dengan
semua kenyataan dan tidak ada kaitannya
degan latar belakang budaya (Keliat,
2009)
Tanda dan gejala :
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya (tentang agama, kebesaran,
curiga, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
2. Klien tampak tidak mempercayai orang
lain, curiga, bermusuhan
3. Takut, kadang panik
4. Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
5. Ekspresi tegang, mudah tersinggung
b. Penyebab
Penyebab secara umum dari waham
adalah gannguan konsep diri : harga diri
rendah. Harga diri rendah. Waham
dipengaruhi oleh factor pertumbuhan dan
perkembangan seperti adanya penolakan,
kekerasan, tidak ada kasih sayang,
pertengkaran orang tua dan aniaya.
Waham dapat dicetuskan oleh tekanan,
isolasi, pengangguran yang disertai
perasaan tidak berguna, putus asa, tidak
berdaya.
Tanda dan gejala :
84
1. Perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya
diri dan harga diri.
2. Merasa gagal mencapai keinginan
3. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
4. Merendahkan martabat
5. Gangguan hubungan sosial
6. Percaya diri kurang
7. Mencederai diri
.
c. Akibat
Akibat dari waham klien dapat
mengalami kerusakan komunikasi verbal.
Tanda dan gejala: Pikiran tidak realistik,
flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang didengar dan
kontak mata yang kurang.
Akibat yang lain yang
ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Tanda dan gejala:
1. Klien mengatakan benci atau kesal
pada seseorang.
2. Klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3. Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya.
4. Mata merah, wajah agak merah.
5. Nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
6. Ekspresi marah saat membicarakan
orang, pandangan tajam.
7. Merusak dan melempar
barang-barang.
6. Pohon Masalah
7. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu
Dikaji
a. Masalah keperawatan :
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan
2. Kerusakan komunikasi : verbal
3. Perubahan isi pikir : waham
4. Gangguan konsep diri : harga diri
rendah.
b. Data yang perlu dikaji :
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan
i. Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman,
mengatakan benci dan kesal pada
seseorang, klien suka membentak
dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal,
atau marah, melukai / merusak
barang-barang dan tidak mampu
mengendalikan diri
ii. Data objektif
Mata merah, wajah agak merah,
nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah,
pandangan tajam, merusak dan
melempar barang-barang.
2. Kerusakan komunikasi : verbal
i. Data subjektifKerusakan komunikasiKerusakan komunikasi verbalverbal
Resiko tinggi mencederai diri, orangResiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkunganlain dan lingkungan
Perubahan isi pikir:Perubahan isi pikir: wahamwaham
Gangguan konsepGangguan konsep diri: harga diridiri: harga diri rendah rendah
Core problemCore problem
85
Klien mengungkapkan sesuatu yang
tidak realistik
ii. Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata kurang
3. Perubahan isi pikir : waham
( ………….)
i. Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
ii. Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai
orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain,
lingkungan), takut, kadang panik,
sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan / realitas, ekspresi
wajah klien tegang, mudah
tersinggung.
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
a) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak
mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
b) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin
mencedaerai diri/ ingin mengakhiri
hidup
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Perubahan isi pikir : waham
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi
kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan
saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan. saling percaya:
salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu,
tempat).
2. Jangan membantah dan
mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan
klien "saya menerima keyakinan
anda" disertai ekspresi menerima,
katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati,
tidak membicarakan isi waham
klien.
3. Yakinkan klien berada dalam
keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani
klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan
dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya
mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri
b. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1. Beri pujian pada penampilan dan
kemampuan klien yang realistis.
2. Diskusikan bersama klien
kemampuan yang dimiliki pada
86
waktu lalu dan saat ini yang
realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa
dilakukan kemudian anjurkan
untuk melakukannya saat ini
(kaitkan dengan aktivitas sehari -
hari dan perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang
wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada.
Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan
kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
1. Observasi kebutuhan klien sehari-
hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang
tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit
(rasa sakit, cemas, marah).
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan timbulnya waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat
memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga
(buat jadwal jika mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak
mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
d. Klien dapat berhubungan dengan
realitas
Tindakan :
1. Berbicara dengan klien dalam
konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi
aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan
positif yang dilakukan klien
e. Klien dapat menggunakan obat
dengan benar
Tindakan :
1. Diskusikan dengan kiten tentang
nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat
dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan
waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan
efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien
minum obat yang benar.
f. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
1. Diskusikan dengan keluarga
melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara
merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up obat.
2. Beri reinforcement atas
keterlibatan keluarga
Diagnosa II : Gangguan Konsep Diri :
Harga Diri Rendah
Tujuan umum : Klien dapat
mengendalikan waham.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya
dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
1. Sapa klien dengan ramah secara
verbal dan nonverbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai
klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
87
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
c. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
1. Diskusikan kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki klien.
2. Hindarkan memberi penilaian
negatif setiap bertemu klien.
3. Utamakan memberi pujian yang
realistik.
d. Klien dapat menilai kemampuan
yang digunakan.
1. Diskusikan kemampuan yang
masih dapat dilakukan.
2. Diskusikan kemampuan yang
dapat dilanjutkan
penggunaannya.
e. Klien dapat merencanakan kegiatan
sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
1. Rencanakan bersama klien
aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
2. Tingkatkan kegiatan sesuai
dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang dapat klien
lakukan.
f. Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kemampuannya.
1. Beri kesempatan pada klien untuk
mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2. Diskusikan pelaksanaan kegiatan
dirumah
g. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.
1. Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat
klien dengan harag diri rendah.
2. Bantu keluarga memberiakn
dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan rumah.
Diagnosa III : Harga Diri Rendah.
Tujuan umum : Klien dapat
berhubungan
dengan orang lain
secara optimal.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya
dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
1. Sapa klien dengan ramah secara
verbal dan nonverbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
88
c. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
1. Diskusikan kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki klien.
2. Hindarkan memberi penilaian
negatif setiap bertemu klien.
3. Utamakan memberi pujian yang
realistik.
d. Klien dapat menilai kemampuan
yang digunakan.
1. Diskusikan kemampuan yang
masih dapat dilakukan.
2. Diskusikan kemampuan yang
dapat dilanjutkan
penggunaannya.
e. Klien dapat merencanakn kegiatan
sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
1. Rencanakan bersama klien
aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
2. Tingkatkan kegiatan sesuai
dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang dapat klien
lakukan.
f. Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kemampuannya.
1. Beri kesempatan pada klien
untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
2. Diskusikan pelaksanaan kegiatan
dirumah
3. Klien dapat memanfaatkan
sistem pendukung yang ada.
4. Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harag diri rendah.
5. Bantu keluarga memberiakn
dukungan selama klien dirawat.
6. Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan
Professional Jiwa. EGC : Jakarta
89
LAPORAN PENDAHULUAN
8. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
9. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu
kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna
memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit
perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan,
toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005),
Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya
( Tarwoto dan Wartonah 2000).
Tanda dan Gejala :
Gangguan kebersihan diri,
ditandai dengan rambut
kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku
panjang dan kotor
Ketidakmampuan
berhias/berpakaian, ditandai
dengan rambut acak-acakan,
pakain kotor dan tidak rapi,
pakaian tidak sesuai, pada
pasien laki-laki bercukur,
pada pasien perempuan tidak
berdandan.
Ketidakmampuan makan
secara mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan
berceceran, dan makana tidak
pada tempatnya
Ketidakmampuan eliminasi
sevara mandiri, ditandai
dengan buang air besar atau
buang air kecil tidak pada
tempatnya, dan tidak
membersihakan diri dengan
baik setelah BAB/BAK
b. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah,
(2000) Penyebab kurang perawatan
diri adalah sebagai berikut :
kelelahan fisik dan penurunan
kesadaran.
Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda
dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a) Fisik
Badan bau, pakaian kotor.
Rambut dan kulit kotor.
Kuku panjang dan kotor
Gigi kotor disertai mulut
bau
Penampilan tidak rapi
b) Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif.
Menarik diri, isolasi diri.
Merasa tak berdaya,
rendah diri dan merasa
hina.
90
c) Sosial
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku
sesuai norma.
Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di
sembarang tempat
10. Pohon masala
11. Masalah keperawatan dan data yang
perlu dikaji
a) Penurunan kemampuan dan motivasi
merawat diri
Data subyektif
a. Klien mengatakan saya tidak mampu
mandi, tidak bisa melakukan apa-
apa,
Data obyektif
2. Klien terlihat lebih kurang
memperhatikan kebersihan, halitosis,
badan bau, kulit kotor
b) Isolasi Sosial
Data subyektif
a. Klien mengatakan saya tidak
mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif
3. Klien terlihat lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai
diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis,
Ekspresi sedih, Komunikasi verbal
kurang, Aktivitas menurun, Posisi
janin pada saat tidur, Menolak
berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan
c) Defisit Perawatan Diri
Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat
12. Diagnosa Keperawatan
d. Penurunan kemampuan dan motivasi
merawat diri
e. Isolasi Sosial
f. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri,
berdandan, makan,
BAB/BAK
13. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : Penurunan
kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat
meningkatkan
minat dan
motivasinya untuk
memperhatikan
kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan
saling percaya dengan perawat.
Intervensi
i. Berikan salam setiap berinteraksi.
Defisit perawatan diri
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan
Isolasi sosial
91
j. Perkenalkan nama, nama panggilan
perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
k. Tanyakan nama dan panggilan
kesukaan klien.
l. Tunjukan sikap jujur dan menepati
janji setiap kali berinteraksi.
m. Tanyakan perasaan dan masalah
yang dihadapi klien.
n. Buat kontrak interaksi yang jelas.
o. Dengarkan ungkapan perasaan klien
dengan empati.
p. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang
pentingnya kebersihan diri.
Intervensi
h. Bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
i. Diskusikan bersama klien pentingnya
kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti
bersih dan tanda- tanda bersih.
j. Dorong klien untuk menyebutkan 3
dari 5 tanda kebersihan diri.
k. Diskusikan fungsi kebersihan diri
dengan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang berhubungan
dengan kebersihan diri.
l. Bantu klien mengungkapkan arti
kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
m. Beri reinforcement positif setelah
klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri.
n. Ingatkan klien untuk memelihara
kebersihan diri seperti: mandi 2 kali
pagi dan sore, sikat gigi minimal 2
kali sehari (sesudah makan dan
sebelum tidur), keramas dan
menyisir rambut, gunting kuku jika
panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan
kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
g. Motivasi klien untuk mandi.
h. Beri kesempatan untuk mandi, beri
kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara
kebersihan diri yang benar.
i. Anjurkan klien untuk mengganti baju
setiap hari.
j. Kaji keinginan klien untuk
memotong kuku dan merapikan
rambut.
k. Kolaborasi dengan perawat ruangan
untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti
mandi dan kebersihan kamar mandi.
l. Bekerjasama dengan keluarga untuk
mengadakan fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi, shampoo,
pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan
kebersihan perawatan diri secara
mandiri.
Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan
kebersihan diri secara teratur,
ingatkan untuk mencuci rambut,
menyisir, gosok gigi, ganti baju dan
pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan
kebersihan diri secara mandiri.
Intervensi
a. Beri reinforcement positif
jika berhasil melakukan
kebersihan diri.
TUK VI : Klien dapat dukungan
keluarga dalam meningkatkan
kebersihan diri.
92
Intervensi
h. Jelaskan pada keluarga tentang
penyebab kurang minatnya klien
menjaga kebersihan diri.
i. Diskusikan bersama keluarga tentang
tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga
kebersihan dan kemajuan yang telah
dialami di RS.
j. Anjurkan keluarga untuk
memutuskan memberi stimulasi
terhadap kemajuan yang telah
dialami di RS.
k. Jelaskan pada keluarga tentang
manfaat sarana yang lengkap dalam
menjaga kebersihan diri klien.
l. Anjurkan keluarga untuk
menyiapkan sarana dalam menjaga
kebersihan diri.
m.Diskusikan bersama keluarga cara
membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
n. Diskusikan dengan keluarga
mengenai hal yang dilakukan
misalnya: mengingatkan pada waktu
mandi, sikat gigi, mandi, keramas,
dan lain-lain.
Diagnosa 2 : Isolasi sosial
Tujuan Umum : klien tidak terjadi
perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat
membina hubungan saling percaya
Intervensi
d. Bina hubungan saling percaya: salam
terapeutik, memperkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang
topik, tempat dan waktu.
e. Beri perhatian dan penghaargaan:
temani klien walau tidak menjawab.
f. Dengarkan dengan empati: beri
kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat
mengikuti pembicaraan klien.
TUK II : Klien dapat
menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi
e. Kaji pengetahuan klien tentang
perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
f. Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang
perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan
klien mengungkapkan perasaannya
TUK III : Klien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
Intervensi
A. Kaji pengetahuan klien tentang
manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
i. Beri kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan
dengan prang lain
j. Diskusikan bersama klien tentang
manfaat berhubungan dengan orang
lain
k. Beri reinforcement positif
terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan
orang lain
B. Kaji pengetahuan klien tentang
kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
93
a. Beri kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif
terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
TUK IV : Klien dapat melaksanakan
hubungan sosial
Intervensi
h. Kaji kemampuan klien membina
hubungan dengan orang lain
i. Dorong dan bantu kien untuk
berhubungan dengan orang lain
j. Beri reinforcement positif terhadap
keberhasilan yang telah dicapai
k. Bantu klien untuk mengevaluasi
manfaat berhubungan
l. Diskusikan jadwal harian yang
dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
m. Motivasi klien untuk mengikuti
kegiatan ruangan
n. Beri reinforcement positif atas
kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
TUK IV : Klien dapat mengungkapkan
perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain
Intervensi
d. Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
e. Diskusikan dengan klien tentang
perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
f. Beri reinforcement positif atas
kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan
dengan oranglain
Diagnosa 3 : Defisit Perawatan
Diri : kebersihan diri,
berdandan, makan,
BAB/BAK
Tujuan Umum :
Pasien tidak mengalami defisit
perawatan diri
Tujuan Khusus :
Pasien mampu melakukan
kebersihan diri secara mandiri
Pasien mampu melakukan
berhias/berdandan secara baik
Pasien mampu melakukan makan
dengan baik
Pasien mampu melakukan
BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan
kebersihan diri
a) Menjelasan pentingnya menjaga
kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk
menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara
melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan
cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan
meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya
meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
94
3) Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara
mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang
tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan
peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan
tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan
BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK
yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan
diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan
tempat BAB dan BAK
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan
jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis
Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI .
Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan
Jiwa. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara
sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris,
Berman, Silverman, dan Bongar (2000),
bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara
lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri
sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri
kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak
langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif), misalnya dengan tidak
meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja
berada di rel kereta api.
Tanda dan gejala :
a. Sedih
95
b. Marah
c. Putus asa
d. Tidak berdaya
e. Memeberikan isyarat verbal maupun non
verbal
2. Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan
individu untuk menyelesaikan masalah. Terbagi
menjadi:
a. Faktor Genetik
b. Faktor Biologis lain
c. Faktor Psikososial & Lingkungan
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
a. 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri
terjadi pada individu yang menjadi kerabat
tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/ yang pernah
melakukan upaya bunuh diri.
b. Lebih sering terjadi pada kembar monozigot
dari pada kembar dizigot.
Faktor Biologis lain:
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis
tertentu, misalnya:
a. Stroke
b. Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
c. DiabetesPenyakit arteri koronaria
d. Kanker
e. HIV / AIDS
Faktor Psikososial & Lingkungan:
a. Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori
Freud, yaitu bahwa kehilangan objek
berkaitan dengan agresi & kemarahan,
perasaan negatif thd diri, dan terakhir
depresi.
b. Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola
kognitif negatif yang berkembang,
memandang rendah diri sendiri
c. Stressor Lingkungan: kehilangan anggota
keluarga, penipuan, kurangnya sistem
pendukung sosial
3. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai
berikut :
a. Keputusasaan
b. Menyalahkan diri sendiri
c. Perasaan gagal dan tidak berharga
d. Perasaan tertekan
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan berat badan
g. Berbicara lamban, keletihan
h. Menarik diri dari lingkungan social
i. Pikiran dan rencana bunuh diri
j. Percobaan atau ancaman verbal
POHON MASALAH
Resiko bunuh diri
Harga diri rendah
MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG
PERLU DIKAJI
1. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku
bunuh Diri
a. Jenis kelamin: resiko meningkat pada
pria
b. Usia: lebih tua, masalah semakin
banyak
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
96
c. Status perkawinan: menikah dapat
menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
d. Riwayat keluarga: meningkat apabila
ada keluarga dengan percobaan bunuh
diri / penyalahgunaan zat.
e. Pencetus ( peristiwa hidup yang baru
terjadi): Kehilangan orang yang dicintai,
pengangguran, mendapat malu di
lingkungan social.
f. Faktor kepribadian: lebih sering pada
kepribadian introvert/menutup diri.
g. Lain – lain: Penelitian membuktikan
bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.
2. Masalah keperawatan
a. Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin
mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide
bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
b. Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak
berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah,
gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1
: Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak
melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling
percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan
sabar dan tidak menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan
mencederai diri meningkat.
b. Klien dapat terlindung dari perilaku
bunuh diri
Tindakan :
1) Jauhkan klien dari benda benda
yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain
lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang
tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap
saat.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
1) Dengarkan keluhan yang
dirasakan.
2) Bersikap empati untuk
meningkatkan ungkapan
keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3) Beri dorongan untuk
mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya.
4) Beri waktu dan kesempatan untuk
menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
5) Beri dukungan pada tindakan atau
ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
d. Klien dapat meningkatkan harga diriTindakan:
1) Bantu untuk memahami bahwa klien
dapat mengatasi keputusasaannya.
2) Kaji dan kerahkan sumber sumber
internal individu.
3) Bantu mengidentifikasi sumber
sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal hal
untuk diselesaikan).
97
e. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
1) Ajarkan untuk mengidentifikasi
pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal :
berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
2) Bantu untuk mengenali hal hal
yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap
kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
3) Beri dorongan untuk berbagi
keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan
atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif
dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
2. Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri:
harga diri rendah
Tujuan umum : Klien tidak melakukan
kekerasan
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya :
salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan
interaksi.
2) Panggil klien dengan nama
panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks
dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
2) Hindari penilaian negatif detiap
pertemuan klien
3) Utamakan pemberian pujian yang
realitas
c. Klien mampu menilai kemampuan yang
dapat digunakan untuk diri sendiri dan
keluarga
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
2) Diskusikan pula kemampuan yang
dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
d. Klien dapat merencanakan kegiatan
yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas
yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
2) Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang klien lakukan.
3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi klien
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi dan kemampuan
Tindakan :
1) Beri klien kesempatan mencoba
kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat
klien
2) Bantu keluarga memberi dukungan
selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan di rumah
98
4) Beri reinforcement positif atas
keterlibatan keluarga
3. Diagnosa : Resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
a. Tujuan umum:
1) Pasien tidak mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
b. Tujuan khusus:
1) Pasien mendapatkan perlindungan
dari lingkungannya
2) Pasien mampu mengungkapkan
perasaannya
3) Pasien mampu meningkatkan harga
dirinya
4) Pasien mampu menggunakan cara
penyelesaiaan masalah yang baik
c. Tindakan :
1) Mendikusikan cara mengatasi keinginan
mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
2) Meningkatkan harga diri pasien dengan
cara :
a) Memberikan kesempatan pasien
mengungkapkan perasaannya
b) Memberikan pujian jika pasien
dapat mengatakan perasaan yang
positif
c) Meyakinkan pasien bahawa dirinya
penting
d) Mendiskusikan tentang keadaan
yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
e) Merencanakan yang dapat pasien
lakukan
3) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan
masalah dengan cara :
a) Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien
efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalah yang lebih
baik
4. RENCANA TINDAKAN KPERAWATAN
a. Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
a) Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
b) Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan cara:
1) Temani pasien terus-
menerus sampai pasein
dapat dipindahkan ke
tempat yang aman
2) Jauhkan semua benda yang
berbahaya (misalnya: pisau,
silet, gelas, dan tali
pinggang)
3) Periksa apakah pasien
benar-benar telah
meminum obatnya jika
pasien mendapatkan
obatnya.
4) Dengan lembut, jelaskan
pada pasien bahwa anda
akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan
bunuh diri.
Daftar Pustaka
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik
Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
99
LAPORAN PENDAHULUAN
14. Masalah Utama
Perubahan isi pikir : waham
15. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang
yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten
dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien.
Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi
dengan adanya waham. Waham atau
delusi adalah ide yang salah dan
bertentangan atau berlawanan dengan
semua kenyataan dan tidak ada kaitannya
degan latar belakang budaya (Keliat,
2009)
Tanda dan gejala :
6. Klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya (tentang agama, kebesaran,
curiga, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
7. Klien tampak tidak mempercayai orang
lain, curiga, bermusuhan
8. Takut, kadang panik
9. Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
10. Ekspresi tegang, mudah tersinggung
b. Penyebab
Penyebab secara umum dari waham
adalah gannguan konsep diri : harga diri
rendah. Harga diri rendah. Waham
dipengaruhi oleh factor pertumbuhan dan
perkembangan seperti adanya penolakan,
kekerasan, tidak ada kasih sayang,
pertengkaran orang tua dan aniaya.
Waham dapat dicetuskan oleh tekanan,
isolasi, pengangguran yang disertai
perasaan tidak berguna, putus asa, tidak
berdaya.
Tanda dan gejala :
8. Perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya
diri dan harga diri.
9. Merasa gagal mencapai keinginan
10. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
11. Merendahkan martabat
12. Gangguan hubungan sosial
13. Percaya diri kurang
14. Mencederai diri
.
c. Akibat
Akibat dari waham klien dapat
mengalami kerusakan komunikasi verbal.
100
Tanda dan gejala: Pikiran tidak realistik,
flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang didengar dan
kontak mata yang kurang.
Akibat yang lain yang
ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Tanda dan gejala:
8. Klien mengatakan benci atau kesal
pada seseorang.
9. Klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
10. Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya.
11. Mata merah, wajah agak merah.
12. Nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
13. Ekspresi marah saat membicarakan
orang, pandangan tajam.
14. Merusak dan melempar
barang-barang.
16. Pohon Masalah
17. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu
Dikaji
a. Masalah keperawatan :
4. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan
5. Kerusakan komunikasi : verbal
6. Perubahan isi pikir : waham
7. Gangguan konsep diri : harga diri
rendah.
b. Data yang perlu dikaji :
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan
i. Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman,
mengatakan benci dan kesal pada
seseorang, klien suka membentak
dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal,
atau marah, melukai / merusak
barang-barang dan tidak mampu
mengendalikan diri
ii. Data objektif
Mata merah, wajah agak merah,
nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah,
pandangan tajam, merusak dan
melempar barang-barang.
2. Kerusakan komunikasi : verbal
i. Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang
tidak realistik
ii. Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata kurang
Kerusakan komunikasiKerusakan komunikasi verbalverbal
Resiko tinggi mencederai diri, orangResiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkunganlain dan lingkungan
Perubahan isi pikir:Perubahan isi pikir: wahamwaham
Gangguan konsepGangguan konsep diri: harga diridiri: harga diri rendah rendah
Core problemCore problem
101
3. Perubahan isi pikir : waham
( ………….)
i. Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
ii. Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai
orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain,
lingkungan), takut, kadang panik,
sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan / realitas, ekspresi
wajah klien tegang, mudah
tersinggung.
5. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
a) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak
mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
b) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin
mencedaerai diri/ ingin mengakhiri
hidup
4. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Perubahan isi pikir : waham
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
5. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi
kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan
saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan. saling percaya:
salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu,
tempat).
2. Jangan membantah dan
mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan
klien "saya menerima keyakinan
anda" disertai ekspresi menerima,
katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati,
tidak membicarakan isi waham
klien.
3. Yakinkan klien berada dalam
keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani
klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan
dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya
mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri
b. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1. Beri pujian pada penampilan dan
kemampuan klien yang realistis.
2. Diskusikan bersama klien
kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang
realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa
dilakukan kemudian anjurkan
untuk melakukannya saat ini
(kaitkan dengan aktivitas sehari -
hari dan perawatan diri).
102
4. Jika klien selalu bicara tentang
wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada.
Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan
kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
1. Observasi kebutuhan klien sehari-
hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang
tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit
(rasa sakit, cemas, marah).
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan timbulnya waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat
memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga
(buat jadwal jika mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak
mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
d. Klien dapat berhubungan dengan
realitas
Tindakan :
1. Berbicara dengan klien dalam
konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi
aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan
positif yang dilakukan klien
e. Klien dapat menggunakan obat
dengan benar
Tindakan :
1. Diskusikan dengan kiten tentang
nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat
dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan
waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan
efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien
minum obat yang benar.
f. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
1. Diskusikan dengan keluarga
melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara
merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up obat.
2. Beri reinforcement atas
keterlibatan keluarga
Diagnosa II : Gangguan Konsep Diri :
Harga Diri Rendah
Tujuan umum : Klien dapat
mengendalikan waham.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya
dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
8. Sapa klien dengan ramah secara
verbal dan nonverbal
9. Perkenalkan diri dengan sopan
10. Tanyakan nama lengkap klien
dan nama panggilan yang disukai
klien
11. Jelaskan tujuan pertemuan
12. Jujur dan menepati janji
13. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
14. Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
103
c. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
4. Diskusikan kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki klien.
5. Hindarkan memberi penilaian
negatif setiap bertemu klien.
6. Utamakan memberi pujian yang
realistik.
d. Klien dapat menilai kemampuan
yang digunakan.
3. Diskusikan kemampuan yang
masih dapat dilakukan.
4. Diskusikan kemampuan yang
dapat dilanjutkan
penggunaannya.
e. Klien dapat merencanakan kegiatan
sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
4. Rencanakan bersama klien
aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
5. Tingkatkan kegiatan sesuai
dengan toleransi kondisi klien.
6. Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang dapat klien
lakukan.
f. Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kemampuannya.
3. Beri kesempatan pada klien untuk
mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
4. Diskusikan pelaksanaan kegiatan
dirumah
g. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.
1. Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat
klien dengan harag diri rendah.
2. Bantu keluarga memberiakn
dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan rumah.
Diagnosa III : Harga Diri Rendah.
Tujuan umum : Klien dapat
berhubungan
dengan orang lain
secara optimal.
Tujuan khusus :
g. Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
h. Bina hubungan saling percaya
dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
8. Sapa klien dengan ramah secara
verbal dan nonverbal
9. Perkenalkan diri dengan sopan
10. Tanyakan nama lengkap klien
dan nama panggilan yang disukai
klien
11. Jelaskan tujuan pertemuan
12. Jujur dan menepati janji
13. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
14. Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
i. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
4. Diskusikan kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki klien.
104
5. Hindarkan memberi penilaian
negatif setiap bertemu klien.
6. Utamakan memberi pujian yang
realistik.
j. Klien dapat menilai kemampuan
yang digunakan.
3. Diskusikan kemampuan yang
masih dapat dilakukan.
4. Diskusikan kemampuan yang
dapat dilanjutkan
penggunaannya.
k. Klien dapat merencanakn kegiatan
sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
4. Rencanakan bersama klien
aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
5. Tingkatkan kegiatan sesuai
dengan toleransi kondisi klien.
6. Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang dapat klien
lakukan.
l. Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kemampuannya.
7. Beri kesempatan pada klien
untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
8. Diskusikan pelaksanaan kegiatan
dirumah
9. Klien dapat memanfaatkan
sistem pendukung yang ada.
10. Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harag diri rendah.
11. Bantu keluarga memberiakn
dukungan selama klien dirawat.
12. Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan
Professional Jiwa. EGC : Jakarta