keperawatan jiwa

31
Laporan Keperawatan Jiwa “Kehilangan dan Berduka” Kelompok 4 : 1. Devi Julian S 2. Firdiana Destiawati 3. Muhimmatul Khafidah 4. Nurcita Qomariah 5. Nur Indah Ritonga 6. Puji Pertiwi Ilahi 7. Puji Rahma Pratami 8. Sri Emilia 9. Himmatul Kaira 1

description

nursing care

Transcript of keperawatan jiwa

Laporan Keperawatan JiwaKehilangan dan Berduka

Kelompok 4 :1. Devi Julian S2. Firdiana Destiawati3. Muhimmatul Khafidah4. Nurcita Qomariah5. Nur Indah Ritonga6. Puji Pertiwi Ilahi7. Puji Rahma Pratami8. Sri Emilia9. Himmatul Kaira

Program Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatanUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaPendahuluanLahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan danberdukamerupakanistilahyangdalampandanganumumberartisesuatukurangenakdan tidak nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bantuan kepada orang lain.Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhankeperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yangmengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dandukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadiketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,penyembuhan ataukematian.Perasaanpribadi, nilaidan pengalamanpribadimempengaruhiseberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dankematian (Potter & Perry, 2005).

PemicuSudah 3 bulan yang lalu istrinya meninggal, Bpk.H (33th) masuk ke RSU karena 5 hari tidak pernah keluar kamar, menolak makan, & mengurung diri di kamar. Pada saat pengkajian Bpk. H mengatakan dia tidak bisa menerima kenyataan istrinya meninggal, dia merasa bersalah atas kematian istrinya karena dia tidak bisa menjaga istrinya, klien merasa percuma saja dia hidup kalau sudah kehilangan istrinya.Klien tampak menangis, sering menundukan pandangan, menolak berinteraksi dengan siapapun, tatapan mata kosong, sering terdiam di tengah pembicaraan.

Learning Objective1. Hal mengenai Kehilangan dan Berduka2. Mekanisme Koping3. Aspek Keislaman4. Asuhan keperawatan dan Strategi pelaksanaan

Daftar Isi

Kehilangan5a. Respon dan Gejala Klien yang Berduka5b. Faktor Resiko Individu6c. Tipe kehilangan menurut hirarki kebutuhan maslow7Berduka8a. Definisi Berduka8b. Jenis-jenis berduka8c. Fase berduka menurut teori Bowlby8d. John Harvey (1988)9e. Redebaugh et al (1999)9f. Kubler-Ross9Mekanisme Koping10a. Intervensi Tentang Perilaku Koping yang Adekuat11b. Tugas berkabung menurut Worden12Aspek Keislaman Tentang Berduka12Asuhan Keperawatan14a. Pengkajian14b. Diagnosa Keperawatan16c. Strategi Pelaksanaan18Daftar Pustaka22

KEHILANGANKehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui atau dialami. Tipe kehilangan mempengaruhi tingkat distress. Pada sumber lain juga disebutkan kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat diartikan juga sebagai suatu kondisi dimana seseorang mengalami kekurangan akan sesuatu yang sebelumnya ada, misalnya kematian orang yang dicintai, PHK. Sedangkan berduka merupakan respon individu terhadap kehilangan.Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan aktual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainnya pindah rumah. Kehilangan dirasakan kurang nyata dan dapat disalahartikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise. Sedangkan dari segi situasinya, kehilangan dapat berupa kehilangan maturasional yaitu kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya ataupun kehilangan situasional dimana kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespons kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak dari orang yang dicintai.Kehilangan dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:1. Kehilangan objek eksternalKehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi using, berpindah tepat, dicuri atau rusak karena bencana alam. Kedalamann berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.1. Kehilangan lingkungan yang telah dikenalKehilangan yang berkaitan dengan perpisahal dari lingkungan yang telah dikenal mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah ke rumah perawatan, atau situasional, misalnya kehilangan rumah akibat bencana alam.1. Kehilangan orang terdekatOrang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan kematian.1. Kehilangan aspek diriKehilangan aspek diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis atau psikologis. Kehilangan aspek diri dapat menurunkan kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.1. Kehilangan hidupSeseorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan, berfikir dan merespons terhadap kejadian dan orang sekitarnya sampai terjadinya kematian.

RESPON DAN GEJALA KLIEN YANG BERDUKA1. Respon kognitif1. Gangguan asumsi keyakinan.1. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan.1. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal.1. Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah pembimbing.1. Respon emosional1. Marah, sedih, cemas.1. Kebencian.1. Merasa bersalah.1. Perasaan mati rasa.1. Emosi yang berubah-ubah.1. Penderitaan dan kesepian yang berat.1. Keinginan kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang hilang.1. Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan.1. Saat fase reorganisasi, muncul rasa percaya diri dan mandiri.1. Respon spiritual1. Kecewa dan marah pada Tuhan.1. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa di tinggalkan.1. Tidak memiliki harapan, kehilangan makna.1. Respon perilaku1. Melakukan fungsi secara otomatis.1. Menangis terisak atau tidak terkontrol.1. Sangat gelisah, perilaku mencari.1. Iritabilitas dan sikap bermusuhan.1. Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang telah meninggal.1. Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin membuangnya.1. Kemungkiinan menyalahgunakan obat atau alcohol.1. Kemungkinan melakukan upaya bunuh diri atau pembunuhan.1. Mencari aktivitas dan refleks personal selama fase reorganisasi.1. Respon fisiologis1. Sakit kepala, insomnia.1. Gangguan nafsu makan, penurunan berat badan.1. Tidak bertenaga.1. Palpitasi, gangguan pencernaan.1. Perubahan sistem imun dan endokrin.

FAKTOR RESIKO INDIVIDU YANG MENGALAMI REAKSI DUKACITA YANG ABNORMAL1. Menerima dukungan atau pengertian yang minim dari orang lain setelah mengalami suatu kehilangan. Misalnya, abortus, bunuh diri, kamatian.1. Secara sosial terisolasi, yaitu mereka yang tergolong penyendiri psikologis atau mereka yang tidak memiliki keluarga atau teman dekat, kuatnya dukungan akan membantu mempersingkat proses berkabung.1. Tertutup. Kompulsif atau merasa tidak nyaman dengan bentuk emosi apapun.1. Banyak mengalami kehilangan dalam waktu yang berdekatan atau kehilangan yang tiba-tiba, berat, yang tidak terduga sama sekali.1. Mengalami kehilangan yang telah lalu. Tetapi belum sepenuhnya pulih.1. Memiliki perasaan ambivalen terhadap orang yang baru meninggal ketika masih hidup dan kemudian timbul rasa bersalah terhadap orang tersebut.Tipe kehilangan menurut hirarki kebutuhan maslowCara bermanfaat untuk memepelajari tipe kehilangan menggunakan hirarki kebutuhan manusia menrut Maslow. Menurut maslow (1954) tindakan mausia dimotivasi oleh hierarki kebutuhan, yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis, keselamatan, keamanan da memiliki.apabila kebutuhan tersebuttidak terpenuhi atau diabaikan karena suatu alasan, individu mengalami suatu kehilangan.1. Kehilangan fisiologisKehilangan pertukaran udara yang adekuat, kehilangan fungsi organ tubuh yang adekuat, dan gejala atau kondisi somatic lain yang menandakan kehilangan fisiologis.1. Kehilangan keselamatankehilangan lingkunagn yang aman, seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan public, dapat menjadi titik awal proses duka cita yang panjang- misalnya, sindrom stress pasca trauma. Terungkapna rahasia sebagai suatu kehilangan keselamatan psikologis sekunder akibat hilangnya rasa percaya antara klien dan pemberi perawatan1. Kehilangan harga diriKebutuhan harga diri terancam atau dianggap sebagai kehilangan setiap kali terjadi perubahan cara mengharga individu dalam pekerjaan dan perubahan hubungan. Rasa harga diri individu dapat tertantang atau dialami sebagai suatu kehilangan ketika persepsi dan harga diri karena keterikatannya dengan peran tertentu, dapat terjadi bersamaan dengan kematian seseorang yang dicintai1. Kehilangan yang berhubungan dengan aktualisasi diriTujuan pribadi dan potensi indivisu dapat terancam atau hilang ketika krisis internal atau eksternal menghalangi atau menghambat upaya pencapaian tujuan dan potensi tersebut (parkes,1998). Perubahan tujuan atau arah akan menimbulkan periode dukacita yang pasti ketika individu berhenti berpikir kreatif untuk memperoleh arah dan gagasan baru. Contoh kehilangan yang terkait dengan aktualisasi diri mencakup gagalnya rencana menyelesaikan pendidikyan, kehilangan harapan untuk menikah dan berkeluarga, atau seeseorang kehilangan penglihatan atau pendengeran ketika mengejar tujuan menjadi artis atau composer. (videbeck,2008)

Referensi:1. Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.1. Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.1. Tomb, David A. (2004). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: EGC.

Definisi berdukaBerduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respon emosional yang normal. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada setiap individu berdasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya dan keyakinan spiritual yang dianutnya. Intensitas dan durasi respon berduka bergantung kepada persepsi kehilangan, usia, keyakinan agama, perubahan kehilangan yang dibawa ke dalam kehidupannya, kemampuan personal untuk mengatasi kehilangan dan system pendukung yang ada (Sanders, 1998 dalam Bobak, 2005)

Jenis-jenis berdukaBerduka normalTerdiri dari perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan seperti kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktifitas untuk sementara.Berduka antisipatifyaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan yang sesungguhnya terjadi.Berduka yang rumitDialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berduka seolah - olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan individu tersebut dengan oranglain. (Elliana,2011)

Berduka dapat dikelompokan kedalam dua golongan:

Berduka ringan (uncomplicated bereavement), yaitu merasakan kesedihan tetapi masih dapat melakukan kegiatan sehari - hari yang biasa dilakukan meskipun tidak dengan antusiasme dan energi sebesar sebelum kehilangan. Seseorang yang mengalami berduka ringan tidak mengalami depresi dan merasa lebih baik seiring Waktu.

Berduka Berat (complicated bereavement), kesulitan yang dialami individu dalam berduka atau eksaserbasi masalah - masalah sebelumnya yang menjadi semakin berat selama proses berkabung, seperti:1. Mengalami gejala cemas dan depresi yang mempengaruhi fungsi sosial/keluarga, pekerjaan dan kesehatan fisik1. Memiliki pikiran bunuh diri terus - menerus, yang hampir menjadi konstan atau mengungkapkan keinginan yang serius untuk bunuh diri atau mengembangkan suatu rencana untuk bunuh diri1. Berhenti pada fase mencari dan merindukan yang terbukti oleh rasa marah yang persisten, rasa bersalah atau pemikiran obsesif tentang kehilangan (bobak,2005).Fase berduka menurut teori BowlbyBowlby mendeskripsikan proses berduka akibat suatu kehilangan memiliki empat fase:1. Mati rasa dan penyangkalan terhadap kehilangan1. Kerinduan emosional akibat kehilangan orang yang dicintai dan memprotes kehilangan yang tetap ada1. Kekacauan kognitif dan keputusasaan emosional, mendapatkan dirinva sulit melakukan fungsi dalam kehidupan sehari-hari1. Reorganisasi dan reintegrasi kesadaran diri sehingga dapat mengembalikan hidupnyaJohn Harvey (1988)1. Syok, menangis dengan keras dan menagkal1. Intrusi pikiran, distraksi, dan meninjau kembali kehilangan secara obsesif1. Menceritakan kepada orang lain sebagai cara meluapkan emosi dan secara kognitif menusun kembali peristiwa kehilanganRedebaugh et al (1999)Memandang proses berduka cita sebagai suatu proses melalui empat tahap:1. Reeling: klien mengalami syok, tidak percaya, atau menyangkal1. Feeling: klien mengekspresikan penderitaan yang berat, rasa bersalah, kesedihan yang mendalam, kemarahan, kurang konsentrasi, gangguan tidur, perubahan nafsu makan, kelelahan, dan ketidaknamanan fisik yang umum1. Dealing: kelien mulai beradaptasi terhadap kehilangan dengan melibatkan diri dalam kelompok pendukung, terapi dukacita, membaca, dan bimbingan spiritual1. Healing: klien mengintegrasikan kehilangan sebagai bagian kehidupan dan penderitaan yang akut berkurang. Pemulihan tidak berarti bahwa kehilangan tersebut dilupakan atau diterima. (videbeck,2008)Kubler-RossPengingkaranReaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, mengerti atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar - benar terjadi. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan seringkali individu tidak tahu harus berbuat apa.

MarahPada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau diri sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga dapat menunjukkan prilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh perawat atau dokter tidak kompeten. Respon fisik antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

Tawar menawarPada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba membuat kesepakatan secara halus atau terang - terangan seolah - olah kehilangan itu dapat dicegah.Reaksi sering dinyatakan dengan kata - kata "seandainya saya hati - hati."

Tahap depresiPada tahap ini individu menunjukkan sikap menarik diri, kadang - kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, turunya libido.

PenerimaanTahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan yang damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.(bobak,2005)

Referensi1. Videbeck,Sheila L (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC1. Bobak,M Irene (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas ed.4. Jakarta: EGC1. Elliana,M(2011). Tinjauan pustaka avail at http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24757/4/Chapter%20II.pdf accessed at 9 oct 2014 17.00 wib

Mekanisme Koping

Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial (Menyangkal), Represi (menekan kealam bawah sadar/melupakan), Intelektual (penggunaan logika), Regresi (bergantung pada orang lain/childish), Disosiasi, Supresi (menekan kecemasan), dan Proyeksi (menyalahkan orang lain) yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam.Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.Orang yang mengalami duka cita mencoba berbagai strategi untuk menghadapinya. Worden (1991) mengidentifikasi tugas berduka sebagai kemampuan untuk:1. Menerima kenyataan kehilangan 1. Mengalami sakitnya kehilangan1. Menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat kematian orang yang dialami1. Melanjutkan hidup Jika suatu kematian sudah diantisipasi dan keluarga sudah mengamati penurunan kesehatan terhadap orang yang tengah sekarat. Rasa sakit yang diperlukan untuk memfasilitasi pemulihan. Tahap tiga yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan tempat orang yang dicintai telah tiada. Pada akhirnya, orang yang berduka perlu melanjutkan hidupnya kembali (Brooker, Chris, 2009). Worden (1982) menggaris bawahi empat tugas duka cita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan, dan harper (1987) merancang tugas dalam akronim TEAR: 1. T- untuk menerima realitas dari kehilangan 1. E- mengalami kepedihan akibat kehilangan 1. A- menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri yang hilang1. R- memberdayakan kembali energy emosional ke dalam hubungan yang baru. Tugas ini tidak terjadi dalam urutan yang khusus. Pada kenyataanya, orang yang berduka mungkin melewati kempat tugas tersebut secara bersamaan, atau hanya satu atau dua yang menjadi prioritas. Perawatdapat membantu klien dan keluarganya dalam memahami dan berupaya melewati tugas ini ketika tugas tersebut sesuia dengan situasi unik mereka (Potter & Perry, 2005).Tugas dalam proses berduka diuraikan oleh Rando (1984) sebagai berikut: 1. Memutus ikatan psikososial terhadap orang yang dicintai dan pada akhirnya menciptakan ikatan baru. 1. Menambah peran, keterampilan, dan perilaku baru dan merevisi peran, keterampilan, dan perilaku yang lama menjadi suatu identitas dan kesadaran diri yang baru 1. Mengikuti gaya hidup yang sehar, yang mencakup individu dan aktivitas1. Mengintegrasikan kehilangan ke dalam kehidupan. Hal ini tidak berarti bahwa akhir proses berduka telah tercapai, tetapi akomodasi terjadi saat realitas kehilangan diintegrasikan ke dalam kehidupan (Videbeck, Sheila, 2008).

Intervensi Tentang Perilaku Koping yang AdekuatIntervensi mencakup memeberi klien kesempatan untuk membandingkan dan membedakan caranya melakukan koping terhadap kehilangan yang signifikan di masa lalu, membantunya meninjau kekuatan dan memperbarui kesadaran akan kemampuan personal. Mengingat dan mempraktikkan perilaku masa lalu dalam situasi yang baru dapat menimbulkan percobaan dengan metode yang baru dan memahami diri sendiri. Memiliki perspektif historis meringankan proses berduka individu dengan memungkinkan perubahan cara berpikiri tentang dirinya, kehilangan, dan mungkin makna kehilangan dalam hidupnya. Mendorong klien merawat dirinya sendiri adalah intervensi lain yang membantu klien melakukan koping. Perawat dapat menawarkan makanan tanpamemaksa klien untuk makan. Menjaga makan, tidur cukup, olahraga, dan meluangkan waktu unutk aktivitas yang menyenangkan adalah cara yang dapat klien lakukan untuk merawat dirinya. Seperti pejalan kaki yang lelah perlu berhenti, istirahat dan mengembalikan kekuatannya, demikian juga dengan individu yang berduka harus beristirahat sejenak dari proses berduka yang melelahkan. Kembali melakukan rutinitas pekerjaan atau memfokuskan pada anggota keluarga yang lain dapat memberikan waktu istirahat tersebut. Komunikasi dan keterampilan interpersonal adalah alat perawat yang efektif. Klien percaya bahwa perawat akan memiliki apa yang diperlukan untuk membantunya dalam proses yang sulit ini. Selain keterampilann tersebut, alat ini mencakup:1. Menggunakan pertanyaan yang sederhana dan tidak menghakimi untuk mengakui kehilangan: saya ingin anda tahu saya memikirkan anda.1. Menyebut nama orang atau benda yang dicintai dan telah hilang (jika diterima dalam budaya klien)1. Kata-kata tidak selalu diperlukan: sentuhan ringan pada siku, bahu , atau tangan atau sekedar berada disisi klien akan menunjukkan kepedulian1. Menghormati proses berduka klien yang unik1. Menghormati keyakinan personel klien1. Menunjukkan sikap dapat dipercaya klien: jujur, dapat diandalkan, dan konsisten. Senyum yang ramah dan kontak mata dari klien selama percakapan yang akrab menunjukkan sikap perawat yang dapat dipercaya.

Tugas Berkabung Menurut Worden1. Menerima kehilangan sebagai kenyataan1. Mengatasi rasa kesedihan: individu yang tidak mengakui kesedihannya akan mengalami rasa berduka yang panjang1. Menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana obyek yang hilang berada 3 bulan pertama individu tidak merasa kesepian, namun setelah itu orang tidak lagi mengunjungi dan menghubunginya sehingga ia merasa kesepian. Orang sekelilingnya sebaiknya mengisi peran-peran yang biasa dilakukan seseorang yang hilang (almarhum).1. Mengenang almarhum sebagai bagian dari hidupnya: tugas perkembangan yang terakhir adalah menjalin hubungan dengan orang lain, bukan berarti tidak mencintai almarhum lagi.

Referensi :1. Hidayat, Alimul A. (2007). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika1. Videbeck, Sheila L. (2008). Bukur Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC1. Ernawati dan Maftuhah. (2006). Modul Dasar Keperawatan. Jakarta: General Education1. Brooker, Crhis. (2009). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC

Aspek Keislaman tentang Kehilangan dan Berduka

Artinya : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa mushibah, mereka mengucapkan:` Innaalillaahi wa innaa ilaihi raajiuun `.(QS. 2:156)Di dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. supaya memberi kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Apabila mereka ditimpa sesuatu musibah mereka mengucapkan "innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun", yang artinya "sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali".Bacaan Tarji` "(Yaitu) orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh suatu kesusahan, mereka berkata: Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali." "Sesungguhnya kita ini milik Allah dan sungguh hanya kepada-Nya kita akan kembali. Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan berilah ganti yang lebih baik daripadanya."Bacaan tersebut dikenal dengan sebutan bacaantarji'.Tarji' merupakan frase umatIslamapabila seseorang tertimpa musibah dan biasanya diucapkan apabila menerima kabar duka cita seseorang. Frasa ini biasanya diterjemahkan "Sesungguhnya kita milikAllah, dan kepadaAllahjualah kita kembali."Umat Islam mempercayai bahwa Allah adalah Esa yang memberikan dan Dia jugalah yang mengambil, Dia menguji umat manusia.Oleh karenanya, umat Islam menyerahkan diri kepada Tuhan dan bersyukur kepada Tuhan atas segala yang mereka terima. Pada masa yang sama, mereka bersabar dan menyebut ungkapan ini saat menerima cobaan atau musibah.Sesungguhnya kematian merupakan misteri bagi manusia.Tak seorangpun yang tahu kapan datangnya.Namun satu kepastian bahwa ajal (waktu kematian) seseorang sudah tercatat jauh hari diLauhul Mahfudzsebelum manusia diciptakan.Dan ketika seseorang sudah tiba ajalnya, maka tidak bisa diajukan barang sesaat ataupun diundurkan. Allah Taala berfirman, Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.(QS. Al Araf: 34)Setelah kematian maka kesempatan beramal telah habis. Manusia akan mendapatkan balasan dari amal-amal perbuatannya di alam kubur, berupa nikmat atau adzab kubur. Dan ketika sudah terjadi kiamat, dia akan dibangkitkan dan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Allah.Maka barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS.Al-Araf:35)

AllahTaalaberfirman: (22) (23)Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (22) (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (23) (QS. Al Hadid: 22-23)Janganlah bersedih dengan nikmat dunia yang luput darimu. Janganlah pula berbangga dengan nikmat yang diberikan padamu. Karena nikmat tersebut dalam waktu dekat bisa sirna. Sesuatu yang dalam waktu dekat bisa sirna tidak perlu dibangga-banggakan. Jadi tidak perlu engkau berbangga dengan hasil yang diperoleh dan tidak perlu engkau bersedih dengan sesuatu yang luput darimu. Semua ini adalah ketetapan dan takdir Allah. Intinya, manusia tidaklah bisa lepas dari rasa sedih dan berbangga diri. Jadi tidak perlu berbangga diri dan bersedih hati atas nikmat Allah yang diperoleh dan luput darimu. Pahamilah bahwa itu semua adalah takdir Allah, tak perlu sedih. Itu semua adalah yang terbaik untuk kita, mengapa harus terus murung. Itu semua pun sewaktu-waktu bisa sirna, mengapa harus berbangga diriKematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindarkan resiko-resiko kematian."Katakanlah: Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154)

Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat"Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."(QS, Al-Munafiqun, 63:11) "Tiap-tiap (tubuh) yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan." (QS.29:57)

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (QS:4:78)

Referensi:1. http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kematian1.html (oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Wawasan AL-QURAN-Tafsir maudhu`I atas pelbagai persoalan umat. Bandung: Penerbit Mizan)1. http://rumaysho.com/belajar-islam/tafsir-al-quran/3169-jangan-berputus-asa-terhadap-sesuatu-yang-luput-darimu.html1. Al-Quran dan Hadist

ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajiana. Faktor predisposisiFaktor ini mempengaruhi rentang respon kehilangan, antara lain sebagai berikut: Faktor GenetikIndividu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan. Faktor Kesehatan JasmaniIndividu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik. Faktor Kesehatan MentalIndividu yang mengalami gaangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya atau pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasai kehilangan. Faktor PengalamanKehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa lalu (misalnya, pada masa kanak-kanak) akan mempengaruhi individu dalam mengatasi atau menghadapi kehilangan pada masa yang akan datang. Faktor Struktur Kepribadian Individu dengan konsep diri yang negative, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah dan tidak objektif terhadap stress yang akan dihadapi. (Keliat, 2009)

b. Faktor presipitasiFaktor pencetus perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata atau imajinasi individu seperti kehilangan kesehatan, fungsi seksualitas, harga diri dan kehilangan pekerjaan dan lain lain (Dalami, 2009).

c. Respon dan Prilaku Perasaan Berduka Ketakutan Marah Rasa bersalah / menyalahkan diri Ansietas Kesendirian Kelelahan Ketidakberdayaan / keputusasaaan Kerinduan Kebebasan Kesadaran (pola fikir) Ketidakpercayaan Kebingungan / masalah ingatan Masalah dengan pembuatan keputusan Ketidakmampuan berkonsentrasi Perasaan akan kehadiran orang yang sudah meninggal Sensasi Fisik Sakit kepala Mual dan gangguan selera makan Kesesakan pada derah dada dan tenggorokan Insomnia Terlalu sensitive terhadap suara Rasa depersonalisasi (Tidak ada yang nyata) Napas yang dangkal, perasaan tersedak Kelemahan otot Kurang energy Mulut Kering Perilaku Menangis dan sering mengeluh Menjaga jarak dengan orang Lingkungan Memimpikan orang yang sudah meninggal Menjaga Kamar orang yang sudah meninggal tetap utuh Kehilangan ketertarikan pada kejadian kehidupan sehari hari Menggunakan objek milik orang yang sudah meninggal (Potter & Perry, 2010)

Referensi: Keliat, Budi Anna. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC Dalami, Ermawati. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta: TIM Potter & Perry . ( 2010 ) . Fundamental Keperawatan ed.7 Vol.2. Jakarta : Salemba Medika

2. Diagnosa KeperawatanDiagnosa: Dukacita

Batasan Karakteristik: Menyalahkan Berpisah / menarik diri Putus asa Kepedihan Distres psikologis

Domain 9 : Koping / Toleransi Stres Kelas 2 : Respon Koping

Definisi:Proses kompleks normal yang meliputi respons dan perilaku emosional, fisik, spiritual, social, dan intelektual yakni individu, keluarga, dan komunitas memasukkan kehilangan yang actual, adaptif, atau dipersepsikan ke dalam kehidupan sehari hari mereka.

Faktor yang Berhubungan: Kematian orang terdekat

NOC1. Psychosocial Adjustment: Life ChangeIndikator: Pasien dapat menetapkan tujuan yang realistis Pasien dapat mempertahankan harga diri Pasien dapat mempertahankan produktivitas Pasien dapat melaporkan perasaan berguna Pasien dapat mengungkapkan rasa optimis tentang masa depan Pasien dapat mengidentifikasi beberapa strategi koping Pasien dapat menggunakan strategi koping yang efektif Pasien dapat mengekspresikan rasa puas dengan pencapaian dalam hidup Pasien melaporkan perasaan keterlibatan secara social

2. CopingIndikator: Pasien dapat mengidentifikasi pola koping Pasien dapat melaporkan berkurangnya stress Pasien dapat secara verbal mengungkapkan rasa penerimaan situasi Pasien dapat adaptasi terhadap perubahan hidup Pasien dapat menggunakan sikap kebiasaan yang baik untuk mengurangi stress Pasien dapat melaporkan perasaan negative Pasien dapat melaporkan berkurangnya tanda gejala stress Pasien dapat meningkatkan kenyamana psikologis NIC1. Coping Enhancement Aktivitas: Nilai dampak situasi hidup pasien dalam peran dan hubungan Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi sesuai kebutuhan. Ajarkan pasien untuk mengevaluasi perilakunya. Coba untuk memahami perspektif pasien mengenai situasi yang membuat stress Hindari mengambil keputusan ketika pasien dalam stress berat. Perkenalkan pasien kepada orang-orang atau kelompok-kelompok yang sukses melewati pengalaman yang sama. Diskusikan konsekuensi dari tidak mau berhadapan dengan perasaan bersalah dan malu. Nilai kebutuhan atau keinginan pasien untuk support social. Bantu pasien untuk mengidentifikasi keberadaan sistem support. Anjurkan untuk mengidentifikasi deskripsi realistic dari perubahan peran Nilai dan diskusikan respon alternative pasien terhadap situasi dirinya Gunakan ketenangan dengan pendekatan yang menenangkan Sediakan atmosfir atau lingkungan yang diterima Bantu pasien dalam pengembangan penilaian yang objektif dari kejadian Anjurkan prilaku harapan yang realistic sebagai jalan penerimaan perasaan ketidak berdayaan Evaluasi kemampuan pembuatan keputusan pasien Anjurkan sabar dalam perkembangan hubungan. Anjurkan berhubungan dengan seseorang yang memeliki ketertarikan dan tujuan yang sama. Berikan aktivitas social dan komunitas. Akui spiritual pasien / latar belakang budaya. Berikan kegunaan sumber spiritual, jika diinginkan. Konfrontasikan perasaan ambivalen (marah/depresi) pasien. Berikan identifikasi nilai-nilai kehidupan yang spesifik. Eksplorasi bersama pasien metode sebelumnya untuk menghadapi masalah hidup. Bantu penggunaan mekanisme pertahanan yang cocok. Berikan verbalisasi mengenai perasaan, persepsi, dan ketakutan Bantu pasien dalam mengidentifikasi kemampuan dan kekuatannya. Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan panjang yang tepat.

i. Spiritual SupportAktivitas: Gunakan komunikasi terapeutik untuk membangun kepercayaan dan rasa empati. Manfaatkan peralatan untuk memonitor dan mengevaluasi kesejahteraan spiritual, dengan tepat. Rawat individu dengan bermartabat dan rasa hormat. Sediakan privasi dan waktu sendiri untuk aktivitas spiritual. Berbagi kepercayaan mereka mengenai arti dan alasan dengan tepat. Berbagi perspektif spiritual mereka dengan tepat. Berdoa atau beribadah dengan individu. Beri musik literature program radio/TV religi. Rujuk kepada ahli agama mengenai pilihan individu. Selalu bersedia untuk mendengarkan perasaan individu. Nyatakan empati dengan perasaan individu. Dengarkan secara cermat komunikasi individu dan mengembangkan waktu bimbingan untuk ritual ibadah atau spiritual. Selalu terbuka untuk perasaan individu mengenai kehilangan atau kematian. Ajari metode relaksasi, meditasi, dan imajinasi terbimbing.

Referensi: Bulecher, Gloria M. (2004). Nursing Intervations Classifications. Mosby Elseiver: USA Johnson, Mario. (2006). NOC and NIC Linkages. Mosby Elseiver: USA Sue, Moorhead dkk. (2008). Nursing Outcomes Classifications. Mosby Elseiver: USA Wiley Blackwell. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses, Definitions and Clasifications. Mosby Elseiver: USA

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PERTEMUAN KE I KEHILANGAN ( BERDUKA CITA ) Hari/Tanggal: Senin, 13 Oktober 2014

Bapak H (33 tahun) masuk ke RSU karena 5 hari tidak pernah keluar kamar, menolak makan dan mengurung diri di kamar. Pada saat pengkajian, bapak H mengatakan dia tidak bisa menerima kenyataan istrinya meninggal, dia merasa bersalah atas kematian istrinya karena dia tidak bisa menjaga istrinya, klien merasa percuma saja kalau dia hidup kalau sudah kehilangan istrinya. Klien tampak menangis, sering menundukkan pandangan, menolak berinteraksi dengan siapa pun, tatapan mata kosong, sering terdiam di tengah pembicaraan.

1. Proses keperawatan1. Kondisi klien1. Data Subjektif 1. klien tidak bisa menerima kenyataan istrinya meninggal1. Klien merasa bersalah atas kematian istrinya karena dia tidak bisa menjaga istrinya1. klien merasa percuma saja kalau dia hidup kalau sudah kehilangan istrinya.1. Data Objektif1. Klien tampak menangis1. Klien sering menundukkan pandangan1. Klien menolak berinteraksi dengan siapa pun, tatapan mata kosong, sering terdiam di tengah pembicaraan.1. Diagnosa keperawatan : Berduka cita1. Tujuan tindakan :1. Tujuan Umum : klien dapat berhasil melewati tahap-tahap dalam proses kehilangan1. Tujuan Khusus: 1. Klien mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya1. Klien mampu berbagi rasa dengan orang disekitarnya1. Klien mampu menerima kenyataan kehilangan dengan damai1. Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda kesedihan1. Klien dapat berinteraksi dengan keluarga dan orang lain.1. Tindakan Keperawatan: 1. Berikan dorongan kepada klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya1. Dengarkan dengan penuh perhatian dan memberi respon1. Tingkatkan kesadaran klien akan kenyataan secara bertahap1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi support system1. Anjurkan klien untuk melakukan terapi spiritual1. Proses pelaksanaan tindakan1. Fase Orientasiassalamualaikum bapak, selamat pagi. (sambil tersenyum dan pandangan mata fokus) perkenalkan pak, saya perawat Cita yang hari ini akan merawat bapak mulai dari jam 7 hingga jam 2 siang nanti . benar dengan bapak H ? Bapak lebih senang dipanggil siapa ? bapak, bagaimana kabarnya hari ini ? Alhamdulillah, baik ya pak. Bagaimana tidurnya tadi malam pak, nyenyak ? Bapak, mengatakan jika tidur bapak tidak nyenyak, adakah yang sedang bapak pikirkan ? Apakah bapak bersedia untuk menceritakannya kepada saya sekarang ? Ok, karena bapak bersedia, bagaimana jika kita berbincang-bincang kurang lebih selama 20 menit ke depan pak ? baiklah, bapak ingin berbincang dimana? Di kamar bapak saja atau berbincangnya sambil berjalan mengelilingi taman pak? Ok, baiklah pak, kita berbicara di kamar bapak saja. 1. Fase Kerja jadi apa yang menjadi beban pikiran bapak, saat ini ? jadi bapak masih belum bisa menerima atas meninggalnya istri bapak ? lalu adakah hal lain yang membuat bapak semakin merasa bersedih ? jadi bapak merasa bersalah atas meninggalnya istri bapak karena bapak tidak bisa menjaga beliau ? Baik sekali bapak bisa mengungkapkan apa yang sedang bapak pikirkan. baiklah, menurut bapak, bagaimana respon keluarga dengan meninggalnya istri bapak? Apakah keluarga menyalahkan bapak atas kematian istri bapak ? Baiklah pak, keluarga tidak pernah menyalahkan bapak atas kematian ibu (istri), lah bapak mengapa bapak bisa berfikiran jika bapak bersalah atas kematian ibu ? baiklah pak, bapak sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan atas kematian ibu, karena kematian ini adalah suatu hal yang akan dialami oleh semua manusia. Kematian manusia itu sendiri sudah ada yang mengatur pak, yaitu Allah SWT, karena kita adalah makhluk yang diciptakanNya, maka kita pun nanti akan kembali kepadaNya. Bukan hanya ibu yang akan meninggal, kita semua pun nantinya akan menyusul ibu pak, . Bagaimana pak ? apa yang bapak lakukan ketika pikiran dan rasa bersalah itu muncul kembali ? Ok, bagus sekali ya pak, bapak mengatasinya dengan mengucapkan kalimat toyyibah yaitu lailaha illallah dan membaca al-quran. Wah, bagus sekali ya pak, lalu, karena kegiatan tersebut cukup banyak, bagaimana jika kita tetapkan 1 kegiatan terlebih dahulu pak yang ingin bapak lakukan ? nah pak, supaya kegiatan ini menjadi suatu kebiasaan yang baik, bagaimana jika kegiatan tersebut kita masukkan ke dalam list jadwal kegiatan bapak sehari-hari? nah, disini saya punya jadwal kegiatan pak, jadwal ini bisa bapak isi sesuai dengan keinginan bapak. bapak ingin melakukannya berapa kali dalam sehari? oh, sesering mungkin ya pak baik pak, silahkan tuliskan kapan saja waktunya bapak ingin melakukannya di kertas jadwal ini 1. Fase Terminasi Bagaimana perasaan yang bapak rasakan setelah kita berbincang-bincang selama 20 menit ini? Alhamdulillah, baik ya pak Pak, bisakah bapak menyebutkan satu kegiatan utama yang ingin bapak lakukan untuk mengurangi perasaan malu bapak ? wah, bagus sekali, bapak tampak bersemangat sekali ya, nah, bapak bisa mulai melakukan kegiatan ini sesuai dengan jadwal yang bapak tuliskan tadi ya pak, karena sekarang sudah 20 menit, pertemuan kita, dicukupkan dulu sampai disi ya pak, nanti, satu jam lagi saya akan datang lagi ke kamar bapak untuk melakukan pengukuran tekanan darah bapak dan menanyakan kembali apa yang bapak rasakan setelah melakukan hal tersebut. Saya permisi dulu ya pak, selamat beristirahat. Assalamualaikum pak. (Pergi meninggalkan ruangan klien sambil tersenyum)

Daftar Pustaka

1. Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.1. Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.1. Tomb, David A. (2004). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: EGC.1. Videbeck,Sheila L (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC1. Bobak,M Irene (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas ed.4. Jakarta: EGC1. Elliana,M(2011). Tinjauan pustaka avail at http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24757/4/Chapter%20II.pdf accessed at 9 oct 2014 17.00 wib1. Hidayat, Alimul A. (2007). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika1. Videbeck, Sheila L. (2008). Bukur Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC1. Ernawati dan Maftuhah. (2006). Modul Dasar Keperawatan. Jakarta: General Education1. Brooker, Crhis. (2009). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC1. http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kematian1.html (oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Wawasan AL-QURAN-Tafsir maudhu`I atas pelbagai persoalan umat. Bandung: Penerbit Mizan)1. http://rumaysho.com/belajar-islam/tafsir-al-quran/3169-jangan-berputus-asa-terhadap-sesuatu-yang-luput-darimu.html1. Al-Quran dan Hadist Bulecher, Gloria M. (2004). Nursing Intervations Classifications. Mosby Elseiver: USA Johnson, Mario. (2006). NOC and NIC Linkages. Mosby Elseiver: USA Sue, Moorhead dkk. (2008). Nursing Outcomes Classifications. Mosby Elseiver: USA Wiley Blackwell. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses, Definitions and Clasifications. Mosby Elseiver: USA

10