LAPORAN PENDAHULUAN
description
Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR TROPOBLAST GESTASIONAL (TTG)
A. DEFINISI
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma
vilus korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal,
akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh
terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai sebuah gugus anggur. Jaringan
tropoblast pada vilus kadang-kadang berprofilerasi ringan dan kadang-
kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni human chorionic
gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan
biasa.
(Prawirohardjo & Wikjosastro, 2005).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir
seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofik(Mansjoer, 2005).
Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma
trofoblastik gestasional.
(Bobak dkk, 2005).
Penyakit trofoblas gestasional bisa berupa tumor atau keadaan yang
merupakan predisposisi untuk menjadi tumor. Sifat tumornya unik karena
merupakan allograft yang berasal dari conceptus yang kemudian menyerang
jaringan ibu.
PTG merupakan salah satu bentuk kegagalan kehamilan dan hanya
terdapat pada kaum wanita sedangkan PTNG merupakan salah satu bentuk
Teratoma yang juga bisa menyerang kaum pria. Jaringan trofoblas
merupakan satu bentuk diferensiasi paling dini dari jaringan embryo yang
dalam keadaan normal selanjutnya mengalami perubahan dan berkembang
menjadi bagian plasenta yang melekat pada dinding uterus.
Tumor trofoblas gestasional ( TTG ) yang berasal dari kehaminal
non mola adalah Koriokarsinoma atau yang lebih jarang lagi Placental Site
Trophoblastic Tumor ( PSTT ).
B. ETIOLOGI
Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri,
penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang
mungkin menjadi penyebab adalah:
1. Faktor ovum
Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau
dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau
gangguan dalam pembuahan.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka
untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga
mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan
janinnya.
3. Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa
karena trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik
yang dapat diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti
klomifen atau menotropiris (pergonal).
4. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah
dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat
meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan
bayi akan lahir lebih kecil dari normal.
5. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan
menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah
mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan
tubuh.
C. Stadium dan Skoring Prognosis
Pembagian staging FIGO 1982 bersifat sederhana, mengacu pada
hasil pemeriksaan klinis dan pencitraan, misalnya foto thorak. Tabel I :
Staging klinis menurut FIGO
Stadium 1 Tumor trofoblastik gestasional terbatas pad korpus uteri
Stadium II Tumor trofoblastik gestasional meluas ke adneksa atau vagina,
namun terbatas pada struktur genitalia.
Stadium III Tumor trofoblastik gestasional bermetastasis ke paru, dengan
atau tanpa metastasis di genitalia interna.
Stadium IV Bermetastasis ke tempat lain
Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan
penyakit trofoblas ganas. Semua sistem mengkorelasikan antar gejala klinik
pasien dan risiko kegagalan pada kemoterapi. Sistem Skoring FIGO tahun
2000 merupakan modifikasi sistem skoring WHO. Tabel II : Skoring
faktor risiko menurut FIGO (WHO) dengan staging FIGO
Skor faktor risiko menurut
FIGO (WHO) dengan staging
FIGO
0 1 2 4
Usia < 40 >=40 - -
Kehamilan sebelumnya Mola Abortus Aterm -
Interval dengan kehamilan
tersebut (bulan)
<4 4-6 7-12 >12
Kadar hCG sebelum terapi
(mIU/mL)
< 103 103-104 >104-105 >105
Ukuran tumor terbesar,
termasuk uterus
- 3-4 > 5 cm -
Lokasi metastasis, termasuk
uterus
Paru-paru Limpa,
ginjal
Traktus
gastrointestinal
Otak, hepar
Jumlah metastasis yang
diidentifikasi
- 1-4 5-8 >8
Kegagalan kemoterapi
sebelumnya
- - Agen tunggal Agen multipel
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium
pertumbuhan molla yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan
dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan
selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi
mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini
dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul
secara intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai
akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai.
Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang
sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat
pada wanita nullipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di
bawah abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai
konsistensi yang lebih lunak.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis,
secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan
test dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat
plasenta kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah
satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri
terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan
mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin
yang hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma
villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah
vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan
gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan
fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa
stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu
kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner
namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru.
Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi.
Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinoma
metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan
sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah
evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian.
Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan menimbulkan
kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan pengobatan yang
efektif.
5. Disfungsi thyroid
Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya
mengalami kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran
hipertiroidisme yang tampak secara klinik tidak begitu sering dijumpai.
Amir dkk (1984) dan Curry dkk (1975) menemukan hipertiroidisme
pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar tiroksin plasma, bisa merupakan
efek primer estrogen seperti halnya pada kehamilan normal dimana
tidak terjadi peningkatan kadar estrogen bebas dan presentasi
trioditironim yang terikat oleh resin mengalami peningkatan. Apakah
hormon tiroksin bebas dapat meninggi akibat efek mirip tirotropin yang
ditimbulkan oleh orionik gonadotropin atau apakah varian hormon
inikah yang menimbulkan semua efek tersebut masih merupakan
masalah yang controversial (Amir, dkk, 1984, Man dkk, 1986).
6. Ekspulsi spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar
sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam
uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya
pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.
- Faktor ovum- Akibat infeksi- Paritas tinggi- Keadaan social ekonomi
yang lemah- Defisiensi protein
Tropoblas ekstra embrionik Mola Hidatidosa
Curatage Tindakan pembedahan histerektomi
Pengaruh anestesi
Molalitas ususDistensi abdomen
Mual / muntah Perdarahan Bedrest total malas bergerak
Kekurangan volume cairan
Kelemahan
Takut akan lukanya
Intoleransi aktivitas
Deficit perawatan diri
Terputusnya jaringan saraf
Nyeri luka operasi
Adanya luka operasi, kurang pengetahuan
perawatan luka
Nyeri
Invasi microorganisme
Resiko infeksi
Nafsu makan menurun
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan. Pada tahap awal tanda dan gejala
tahap kehamilan mola tidak dapat dibedakan dari tanda dan gejala
kehamilan normal.
2. Pada waktu selanjutnya pendarahan pervaginam pada hampir di
temukan di semua kasus dan terjadi secara berulang. Cairan yang keluar
dari vagina bisa berwarna coklat tua atau merah terang, bisa sedikit atau
banyak. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. Keadaan
ini bisa berlangsung beberapa hari saja atau secara intermitten selama
beberapa minggu.
3. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar DJJ
sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
5. Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24
minggu.
6. Anemia akibat kehilangan darah, rasa mual dan muntah yang
berebihan(hiperemesisgravidarum), dan kram perut yang disebabkan
dispensi rahim.
7. Kadar β-hCG yang tinggi.
G. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14-16 dimana ukuran rahim
lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi
seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola
hidatidosa :
1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk
RS.
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih
besar).
3. Gejala–gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup,
penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan
berkeringat, kulit lembab.
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan
tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada
air seni).
H. KLASIFIKASI MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidosa terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet atau klasik
Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilsasi sebuah telur
yang intinya telah hilang atau tidak aktif. Mola menyerupai setangkai
buah anggur putih. Vesikel-vesikel hidrofik (berisi cairan) tumbuh
dengan cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar dari uisa
kehamilan seharusnya. Biasanya Mola tidak mengandung janin,
plasenta, membran amniotik atau air ketuban. Darah maternal tidak
memiliki plasenta oleh karena itu, terjadi perdarahan ke dalam rongga
rahim dan timbul perdarahan melalui vagina. Pada sekitar 3 %
kehamilan, Mola ini berkembang menjadi koriokarsinoma (suatu
neoplasma ganas yang tumbuh dengan cepat). Potensi untuk menjadi
ganas pada kehamilan Mola sebagian jauh lebih kecil dibanding
kehamilan Mola komplek (Bobak dkk, 2005).
WOC Mola hidatidosa komplit
Sel telur yang tidak ada kromosom
dibuahi 1 atau 2 selsperma
diploid ( hanya paternal )
embrio tidak terbentuk
proliferasi vilikorealis
vili mengandung banyak cairan
sel2 tropoblas yang patologis berkembang dan membengkak
gelembung2 berisicairan yang berbentuk anggur
mola hidatidosa komplit
2. Mola hidatidosa inkomplet atau parsia
Mola inkomplet atau parsia terjadi jika disertai janin atau
bagian janin (Bobak dkk,2005).
Degenerasi hidropik dari vili bersifat setempat, dan yang
mengalami hiperplasi hanya sinsitio trofoblas saja.Gambaran yang khas
adalah crinkling atau scalloping dari vili dan stromal trophoblastic
inclusions.
WOC Mola h idatidosa parsial
Seltelur normal
dibuahi 1 selsperma diploid atau 2 sel sperma haploid
kariotipe 69XXX, 69XXY (triploid )
Hidrofikvili
hiperplasia sel-sel tropoblas
mola hidatidosa parsial
I. KOMPLIKASI
Menurut Mansjoer dkk (2005) komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita Mola hidatidosa adalah :
1. Anemia
2. Syok
3. InfeksI
4. Eklampsia
5. Tirotoksikosis
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Mansjoer dkk (2005) pemeriksaan diagnostik pada Mola
hidatidosa antara lain:
1. Anamnesis diantaranya :
a. Perdarahan pervaginam/gambaran Mola
b. Gejala toksemia pada trimester I-II
c. Hiperemesis gravidarum
d. Gejala tirotoksikosis
e. Gejala emboli paru.
2. Pemeriksaan fisik diantaranya:
a. Uterus lebih besar dari usia kehamilan
b. Kista lutein
c. Balotemen negative
d. Denyut jantung janin negatif.
3. Pemeriksaan penunjang diantaranya :
a. Pada tes Acosta Sison dapat dikeluarkan jaringan Mola
b. Pada tes Hanifa Sonde dapat masuk tanpa tahanan dan diputar 3600
dengan deviasi sonde kurang dari 100
c. Peningkatan kadar beta Hcg darah atau urin
d. Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake
pattern)
e. Foto toraks pada gambaran emboli udara
f. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
K. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan yang biasa dilakukan pada Mola hidatidosa adalah:
1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan
di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik
dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan
tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan
serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran
urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya
diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi
uterus).
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari
penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang
dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan
evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung
berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan
kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus
secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari
kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan
peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian
hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani
komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama
dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas
Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG
diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat
trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX
dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2
minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy
apabila ingin menghentikan fertilisasi.
L. PROGNOSIS
Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa
meningkat karena perdarahan, perforasi uterus, pre-eklamsi berat,
tirotoksikosis atau infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena mola
hidatidosa sudah jarang sekali. Segera setelah jaringan mola dikeluarkan,
uterus akan mengecil, kadar hCG menurun dan akan mencapai kadar normal
sekitar 10-12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein juga akan mengecil lagi.
Pada beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan.
Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali
setelah kuretasi. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa
berulang dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari
penderita pasca mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan
menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif,
koriokarsinoma, maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).
Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama
pascaevakuasi,yang terbanyak enam bulan pertama. MHP lebih jarang
menjadi ganas. Faktor risiko terjadinya TTG pascamola hidatidosa adalah
umur 35 tahun, uterus diatas 20 minggu, kadar hCG preevakuasi diatas
100.000 IU/L, dan kista lutein bilateral.
M. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk
mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui
masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi;
nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
b. Keluhan utama: kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang.
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji adanya kehamilan molahidatidosa sebelumnya, apa tindakan
yang dilakukan, kondisi klien pada saat itu.
3) Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM,
jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin,
dan penyakit-penyakit lainnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.
f. Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat
darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.
g. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan
hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
h. Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluhan yang menyertainya.
i. Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis
dan jenis obat lainnya.
j. Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan
BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan
saat sakit.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya
terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran
dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
1) Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi,
lesi terhadap drainase
2) Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan
3) Bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas,
adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.
b. Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh
dengan jari.
1) Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu,
derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan
kontraksi uterus.
2) Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
3) Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal.
c. Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung
pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang
organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
1) Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi
yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
2) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
d. Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi
yang terdengar.
Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah,
dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau
denyut jantung janin(Johnson & Taylor, 2005 : 39).
3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
4) Gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi.
5) Kecemasan berhubungan denganperubahan status kesehatan.
4. Intervensi
1) Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan
Tujuan : Klien akanmeninjukkannyeriberkurang/hilang.
Kriteria h asil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
- Ekspresi wajah tenang
- TTV dalam batas normal.
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat
membantu menentukan intervensi yang tepat.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.
Rasional: perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi
merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami
oleh klien.
3. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional: teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit
nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap
nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang
dirasakan.
4. Beri posisi yang nyaman.
Rasional: posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan
pada area luka/nyeri.
5. Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri
sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.
2) Diagnosa II : i ntoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan .
Tujuan : klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri.
Kriteria h asil:
- Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
- Klien nampak rapi dan bersih.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.
Rasional: untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan
klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam
memenuhi kebutuhan hygienenya.
2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rasional: kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien
ketergantungan pada perawat.
3) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.
Rasional: pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk
mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah
kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.
4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan
membantu memenuhi kebutuhan klien.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak
terpenuhi secara mandiri.
3. Diagnosa III : g angguan pola tidur berhubungan dengan adanya
nyeri .
Tujuan : klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu.
Kriteria h asil :
- Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
- Konjungtiva tidak anemis.
Intervensi :
1) Kaji pola tidur.
Rasional: dengan mengetahui pola tidur klien, akanmemudahkan
dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
3) Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur.
Rasional: susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat
merangsang untuk tidur.
4) Batasi jumlah penjaga klien.
Rasional: dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka
kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat
beristirahat.
5) Memberlakukan jam besuk.
Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
6) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam.
Rasional: Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga
klien dapat tenang dan mudah tidur.
4. Diagnosa I V: g angguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi .
Tujuan : klien akan menunjukkan tidak terjadi panas.
Kriteria h asil :
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Klien tidak mengalami komplikasi.
Intervensi :
1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis.
Rasional: suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses
infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa.
2) Pantau suhu lingkungan.
Rasional: suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu
harus mendekati normal.
3) Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak.
Rasional: minum banyak dapat membantu menurunkan demam.
4) Berikan kompres hangat.
Rasional: kompres hangat dapat membantu penyerapan panas
sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.
5) Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada
hipothalamus.
5. Diagnosa V : kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
Tujuan : klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang.
Kriteria h asil :
- Ekspresi wajah tenang
- Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional: mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut
mengganggu klien.
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega
sehingga mengurangi kecemasan.
3) Mendengarkan keluhan klien dengan empati.
Rasional: dengan mendengarkan keluahan klien secara empati
maka klien akan merasa diperhatikan.
4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang
diberikan.
Rasional: menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan
mengerti tentang penyakitnya.
5) Beri dorongan spiritual/support.
Rasional: menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan
dapat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesbulapius Fakultas UI.
Wiknjosartro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yaysan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Underwood, J.CE. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2 Volume 2.
Jakarta: EGC