LAPORAN PENDAHULUAN

31
LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR TROPOBLAST GESTASIONAL (TTG) A. DEFINISI Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma vilus korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai sebuah gugus anggur. Jaringan tropoblast pada vilus kadang-kadang berprofilerasi ringan dan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni human chorionic gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. (Prawirohardjo & Wikjosastro, 2005). Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofik(Mansjoer, 2005). Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik gestasional. (Bobak dkk, 2005). Penyakit trofoblas gestasional bisa berupa tumor atau keadaan yang merupakan predisposisi untuk menjadi tumor. Sifat tumornya unik karena merupakan allograft yang berasal dari conceptus yang kemudian menyerang jaringan ibu.

description

maternitas

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR TROPOBLAST GESTASIONAL (TTG)

A. DEFINISI

Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma

vilus korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal,

akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh

terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai sebuah gugus anggur. Jaringan

tropoblast pada vilus kadang-kadang berprofilerasi ringan dan kadang-

kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni human chorionic

gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan

biasa.

(Prawirohardjo & Wikjosastro, 2005).

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir

seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofik(Mansjoer, 2005).

Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma

trofoblastik gestasional.

(Bobak dkk, 2005).

Penyakit trofoblas gestasional bisa berupa tumor atau keadaan yang

merupakan predisposisi untuk menjadi tumor. Sifat tumornya unik karena

merupakan allograft yang berasal dari conceptus yang kemudian menyerang

jaringan ibu.

PTG merupakan salah satu bentuk kegagalan kehamilan dan hanya

terdapat pada kaum wanita sedangkan PTNG merupakan salah satu bentuk

Teratoma yang juga bisa menyerang kaum pria. Jaringan trofoblas

merupakan  satu bentuk diferensiasi paling dini dari jaringan embryo yang

dalam keadaan normal selanjutnya mengalami perubahan dan berkembang

menjadi bagian plasenta yang melekat pada dinding uterus.

Tumor trofoblas gestasional ( TTG ) yang berasal dari kehaminal

non mola adalah Koriokarsinoma atau yang lebih jarang lagi Placental Site

Trophoblastic Tumor ( PSTT ).

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN

B. ETIOLOGI

Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri,

penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang

mungkin menjadi penyebab adalah:

1. Faktor ovum

Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau

dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau

gangguan dalam pembuahan.

2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah

Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan

perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka

untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga

mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan

janinnya.

3. Paritas tinggi

Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa

karena trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik

yang dapat diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti

klomifen atau menotropiris (pergonal).

4. Kekurangan protein

Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh

sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah

dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat

meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan

bayi akan lahir lebih kecil dari normal.

5. Infeksi virus

Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.

Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan

menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah

mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan

tubuh.

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN

C. Stadium dan Skoring Prognosis

Pembagian staging FIGO 1982 bersifat sederhana, mengacu pada

hasil pemeriksaan klinis dan pencitraan, misalnya foto thorak. Tabel I :

Staging klinis menurut FIGO

Stadium 1 Tumor trofoblastik gestasional terbatas pad korpus uteri

Stadium II Tumor trofoblastik gestasional meluas ke adneksa atau vagina,

namun terbatas pada struktur genitalia.

Stadium III Tumor trofoblastik gestasional bermetastasis ke paru, dengan

atau tanpa metastasis di genitalia interna.

Stadium IV Bermetastasis ke tempat lain

Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan

penyakit trofoblas ganas. Semua sistem mengkorelasikan antar gejala klinik

pasien dan risiko kegagalan pada kemoterapi. Sistem Skoring FIGO tahun

2000 merupakan modifikasi  sistem skoring WHO.    Tabel II : Skoring 

faktor risiko menurut FIGO (WHO) dengan staging FIGO 

Skor faktor risiko menurut

FIGO (WHO) dengan staging

FIGO

 0  1  2  4

Usia     < 40       >=40 - -

Kehamilan sebelumnya     Mola Abortus Aterm -

Interval dengan kehamilan

tersebut (bulan)

            <4            4-6                 7-12               >12

Kadar hCG sebelum terapi

(mIU/mL)

   < 103     103-104     >104-105       >105

Ukuran tumor terbesar,

termasuk uterus

- 3-4 > 5 cm -

Lokasi metastasis, termasuk

uterus

Paru-paru Limpa,

ginjal

Traktus

gastrointestinal

Otak, hepar

Jumlah metastasis yang

diidentifikasi

- 1-4 5-8 >8

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN

Kegagalan kemoterapi

sebelumnya

- - Agen tunggal Agen multipel

D. PATOFISIOLOGI

Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium

pertumbuhan molla yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan

dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan

selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:

1. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi

mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini

dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul

secara intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai

akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai.

Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.

2. Ukuran uterus

Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang

sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat

pada wanita nullipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di

bawah abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai

konsistensi yang lebih lunak.

3. Aktivitas janin

Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis,

secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan

test dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat

plasenta kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah

satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri

terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan

mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin

yang hidup.

4. Embolisasi

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN

Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma

villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah

vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan

gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan

fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa

stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu

kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner

namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru.

Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi.

Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinoma

metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa

metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan

sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah

evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian.

Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan menimbulkan

kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan pengobatan yang

efektif.

5. Disfungsi thyroid

Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya

mengalami kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran

hipertiroidisme yang tampak secara klinik tidak begitu sering dijumpai.

Amir dkk (1984) dan Curry dkk (1975) menemukan hipertiroidisme

pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar tiroksin plasma, bisa merupakan

efek primer estrogen seperti halnya pada kehamilan normal dimana

tidak terjadi peningkatan kadar estrogen bebas dan presentasi

trioditironim yang terikat oleh resin mengalami peningkatan. Apakah

hormon tiroksin bebas dapat meninggi akibat efek mirip tirotropin yang

ditimbulkan oleh orionik gonadotropin atau apakah varian hormon

inikah yang menimbulkan semua efek tersebut masih merupakan

masalah yang controversial (Amir, dkk, 1984, Man dkk, 1986).

6. Ekspulsi spontan

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN

Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar

sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam

uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya

pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN

- Faktor ovum- Akibat infeksi- Paritas tinggi- Keadaan social ekonomi

yang lemah- Defisiensi protein

Tropoblas ekstra embrionik Mola Hidatidosa

Curatage Tindakan pembedahan histerektomi

Pengaruh anestesi

Molalitas ususDistensi abdomen

Mual / muntah Perdarahan Bedrest total malas bergerak

Kekurangan volume cairan

Kelemahan

Takut akan lukanya

Intoleransi aktivitas

Deficit perawatan diri

Terputusnya jaringan saraf

Nyeri luka operasi

Adanya luka operasi, kurang pengetahuan

perawatan luka

Nyeri

Invasi microorganisme

Resiko infeksi

Nafsu makan menurun

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

E. PATHWAY

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan. Pada tahap awal tanda dan gejala

tahap kehamilan mola tidak dapat dibedakan dari tanda dan gejala

kehamilan normal.

2. Pada waktu selanjutnya pendarahan pervaginam pada hampir di

temukan di semua kasus dan terjadi secara berulang. Cairan yang keluar

dari vagina bisa berwarna coklat tua atau merah terang, bisa sedikit atau

banyak. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. Keadaan

ini bisa berlangsung beberapa hari saja atau secara intermitten selama

beberapa minggu.

3. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

4. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar DJJ

sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih.

5. Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24

minggu.

6. Anemia akibat kehilangan darah, rasa mual dan muntah yang

berebihan(hiperemesisgravidarum), dan kram perut yang disebabkan

dispensi rahim.

7. Kadar β-hCG yang tinggi.

G. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.

Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14-16 dimana ukuran rahim

lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti

perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi

seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola

hidatidosa :

1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk

RS.

2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih

besar).

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN

3. Gejala–gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup,

penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan

berkeringat, kulit lembab.

4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan

tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada

air seni).

H. KLASIFIKASI MOLA HIDATIDOSA

Mola hidatidosa terbagi menjadi :

1. Mola hidatidosa komplet atau klasik

Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilsasi sebuah telur

yang intinya telah hilang atau tidak aktif. Mola menyerupai setangkai

buah anggur putih. Vesikel-vesikel hidrofik (berisi cairan) tumbuh

dengan cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar dari uisa

kehamilan seharusnya. Biasanya Mola tidak mengandung janin,

plasenta, membran amniotik atau air ketuban. Darah maternal tidak

memiliki plasenta oleh karena itu, terjadi perdarahan ke dalam rongga

rahim dan timbul perdarahan melalui vagina. Pada sekitar 3 %

kehamilan, Mola ini berkembang menjadi koriokarsinoma (suatu

neoplasma ganas yang tumbuh dengan cepat). Potensi untuk menjadi

ganas pada kehamilan Mola sebagian jauh lebih kecil dibanding

kehamilan Mola komplek (Bobak dkk, 2005).

WOC Mola hidatidosa komplit

Sel telur yang tidak ada kromosom

dibuahi 1 atau 2 selsperma

diploid ( hanya paternal )

embrio tidak terbentuk

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN

proliferasi vilikorealis

vili mengandung banyak cairan

sel2 tropoblas yang patologis berkembang dan membengkak

gelembung2 berisicairan yang berbentuk anggur

mola hidatidosa komplit

2. Mola hidatidosa inkomplet atau parsia

Mola inkomplet atau parsia terjadi jika disertai janin atau

bagian janin (Bobak dkk,2005).

Degenerasi hidropik dari vili bersifat setempat, dan yang

mengalami hiperplasi hanya sinsitio trofoblas saja.Gambaran yang khas

adalah crinkling atau scalloping dari vili dan stromal trophoblastic

inclusions.

WOC Mola h idatidosa parsial

Seltelur normal

dibuahi 1 selsperma diploid atau 2 sel sperma haploid

kariotipe 69XXX, 69XXY (triploid )

Hidrofikvili

hiperplasia sel-sel tropoblas

mola hidatidosa parsial

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN

I. KOMPLIKASI

Menurut Mansjoer dkk (2005) komplikasi yang dapat terjadi pada

penderita Mola hidatidosa adalah :

1. Anemia

2. Syok

3. InfeksI

4. Eklampsia

5. Tirotoksikosis

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Mansjoer dkk (2005) pemeriksaan diagnostik pada Mola

hidatidosa antara lain:

1. Anamnesis diantaranya :

a. Perdarahan pervaginam/gambaran Mola

b. Gejala toksemia pada trimester I-II

c. Hiperemesis gravidarum

d. Gejala tirotoksikosis

e. Gejala emboli paru.

2. Pemeriksaan fisik diantaranya:

a. Uterus lebih besar dari usia kehamilan

b. Kista lutein

c. Balotemen negative

d. Denyut jantung janin negatif.

3. Pemeriksaan penunjang diantaranya :

a. Pada tes Acosta Sison dapat dikeluarkan jaringan Mola

b. Pada tes Hanifa Sonde dapat masuk tanpa tahanan dan diputar 3600

dengan deviasi sonde kurang dari 100

c. Peningkatan kadar beta Hcg darah atau urin

d. Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake

pattern)

e. Foto toraks pada gambaran emboli udara

f. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN

K. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penanganan yang biasa dilakukan pada Mola hidatidosa adalah:

1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.

2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan

di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik

dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan

tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan

serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran

urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya

diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.

3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.

4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi

uterus).

5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari

penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang

dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan

evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung

berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan

kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap

perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus

secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari

kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan

peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian

hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani

komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama

dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas

Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG

diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat

trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX

dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2

minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN

kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy

apabila ingin menghentikan fertilisasi.

L. PROGNOSIS

Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa

meningkat karena perdarahan, perforasi uterus, pre-eklamsi berat,

tirotoksikosis atau infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena mola

hidatidosa sudah jarang sekali. Segera setelah jaringan mola dikeluarkan,

uterus akan mengecil, kadar hCG menurun dan akan mencapai kadar normal

sekitar 10-12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein juga akan mengecil lagi.

Pada beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan.

Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali

setelah kuretasi. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa

berulang dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari

penderita pasca mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan

menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif,

koriokarsinoma, maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).

Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama

pascaevakuasi,yang terbanyak enam bulan pertama. MHP lebih jarang

menjadi ganas. Faktor risiko terjadinya TTG pascamola hidatidosa adalah

umur 35 tahun, uterus diatas 20 minggu, kadar hCG preevakuasi diatas

100.000 IU/L, dan kista lutein bilateral.

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN

M. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk

mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui

masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.

Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

a. Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi;

nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.

b. Keluhan utama: kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya

perdarahan pervaginam berulang.

c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:

1) Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat

pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,

pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

2) Riwayat kesehatan masa lalu

Kaji adanya kehamilan molahidatidosa sebelumnya, apa tindakan

yang dilakukan, kondisi klien pada saat itu.

3) Riwayat pembedahan

Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis

pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut

berlangsung.

d. Riwayat penyakit yang pernah dialami

Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM,

jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin,

dan penyakit-penyakit lainnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat

diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang

terdapat dalam keluarga.

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN

f. Riwayat kesehatan reproduksi

Kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat

darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan

menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.

g. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas

Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan

hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.

h. Riwayat seksual

Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang

digunakan serta keluhan yang menyertainya.

i. Riwayat pemakaian obat

Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis

dan jenis obat lainnya.

j. Pola aktivitas sehari-hari

Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan

BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan

saat sakit.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya

terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran

dan penghidung.

Hal yang diinspeksi antara lain :

1) Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi,

lesi terhadap drainase

2) Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan

3) Bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas,

adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.

b. Palpasi

Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh

dengan jari.

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN

1) Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu,

derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan

kontraksi uterus.

2) Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,

memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati

turgor.

3) Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon

nyeri yang abnormal.

c. Perkusi

Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung

pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang

organ atau jaringan yang ada dibawahnya.

1) Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi

yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.

2) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya

refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut

apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.

d. Auskultasi

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan

stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi

yang terdengar.

Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah,

dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau

denyut jantung janin(Johnson & Taylor, 2005 : 39).

3. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.

4) Gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan dengan proses

infeksi.

5) Kecemasan berhubungan denganperubahan status kesehatan.

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN

4. Intervensi

1) Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas

jaringan

Tujuan : Klien akanmeninjukkannyeriberkurang/hilang.

Kriteria h asil :

- Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang

- Ekspresi wajah tenang

- TTV dalam batas normal.

Intervensi:

1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.

Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat

membantu menentukan intervensi yang tepat.

2. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.

Rasional: perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi

merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami

oleh klien.

3. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.

Rasional: teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit

nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap

nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang

dirasakan.

4. Beri posisi yang nyaman.

Rasional: posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan

pada area luka/nyeri.

5. Kolaborasi pemberian analgetik.

Rasional: obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri

sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.

2) Diagnosa II : i ntoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan .

Tujuan : klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri.

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN

Kriteria h asil:

- Kebutuhan personal hygiene terpenuhi

- Klien nampak rapi dan bersih.

Intervensi:

1) Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.

Rasional: untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan

klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam

memenuhi kebutuhan hygienenya.

2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Rasional: kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien

ketergantungan pada perawat.

3) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.

Rasional: pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk

mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah

kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.

4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan

membantu memenuhi kebutuhan klien.

Rasional: membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak

terpenuhi secara mandiri.

3. Diagnosa III : g angguan pola tidur berhubungan dengan adanya

nyeri .

Tujuan : klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu.

Kriteria h asil :

- Klien dapat tidur 7-8 jam per hari

- Konjungtiva tidak anemis.

Intervensi :

1) Kaji pola tidur.

Rasional: dengan mengetahui pola tidur klien, akanmemudahkan

dalam menentukan intervensi selanjutnya.

2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN

3) Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur.

Rasional: susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat

merangsang untuk tidur.

4) Batasi jumlah penjaga klien.

Rasional: dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka

kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat

beristirahat.

5) Memberlakukan jam besuk.

Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

6) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam.

Rasional: Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga

klien dapat tenang dan mudah tidur.

4. Diagnosa I V: g angguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan

dengan proses infeksi .

Tujuan : klien akan menunjukkan tidak terjadi panas.

Kriteria h asil :

- Tanda-tanda vital dalam batas normal

- Klien tidak mengalami komplikasi.

Intervensi :

1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis.

Rasional: suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses

infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa.

2) Pantau suhu lingkungan.

Rasional: suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu

harus mendekati normal.

3) Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak.

Rasional: minum banyak dapat membantu menurunkan demam.

4) Berikan kompres hangat.

Rasional: kompres hangat dapat membantu penyerapan panas

sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.

5) Kolaborasi pemberian obat antipiretik.

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN

Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada

hipothalamus.

5. Diagnosa V : kecemasan berhubungan dengan perubahan status

kesehatan.

Tujuan : klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang.

Kriteria h asil :

- Ekspresi wajah tenang

- Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.

Intervensi :

1) Kaji tingkat kecemasan klien.

Rasional: mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut

mengganggu klien.

2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.

Rasional: ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega

sehingga mengurangi kecemasan.

3) Mendengarkan keluhan klien dengan empati.

Rasional: dengan mendengarkan keluahan klien secara empati

maka klien akan merasa diperhatikan.

4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang

diberikan.

Rasional: menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan

mengerti tentang penyakitnya.

5) Beri dorongan spiritual/support.

Rasional: menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan

dapat berkurang.

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media

Aesbulapius Fakultas UI.

Wiknjosartro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yaysan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta : EGC.

Underwood, J.CE. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2 Volume 2.

Jakarta: EGC