LAPORAN PENDAHULUAN JIWA

58
LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronik atau kambuhan ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang terkena.Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi.Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autism, dan ambivalensi.Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi (Kaplan & Saddock, 2004). Gangguan yang terjadi dalam durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih) yang diikuti munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku yang katatonik serta adanya gejala negative (APA, 2000). B. Etiologi (Kaplan, 2010) A. Faktor Biologis 1) Neuropatologi

description

lp jiwa

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronik atau kambuhan ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang terkena.Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi.Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autism, dan ambivalensi.Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi (Kaplan & Saddock, 2004). Gangguan yang terjadi dalam durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih) yang diikuti munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku yang katatonik serta adanya gejala negative (APA, 2000).

B. Etiologi (Kaplan, 2010)

A. Faktor Biologis

1) Neuropatologi

Daerah otak utama yang terlibat adalah struktur limbik, lobus frontalis, ganglia basalis, otah tengah, talamus, dan batang otak.

a. Sistem limbik

Sistem limbik yang berperan dalam pengendalian emosi.Pada sampel otak skizofrenia postmortem telah ditemukan suatu penurunan ukuran daerah termasuk amigdala, hipokampus, dan girus para hipokampus.Karena penurunan ukuran tersebut, emosi yang timbul sulit untuk di kendalikan.

b. Ganglia basalis

Ganglia basalis terlibat dalam mengendalikan pergerakan. Pasien skizofrenia mempunyai pergerakan yang aneh (gaya berjalan kaku, menyeringaikan wajah dan sterotipik) bahkan tanpa adanya gangguan pergerakan akibat medikasi. Hal ini dapat terjadi karena sedikitnya neuron-neuron akibat berkurangnya volume otak terutama didaerah globus pallidus dan substansia nigra.Selain itu, reseptor dopamine tipe 2 (D2) meningkat jumlahnya di daerah caudatus, putamen, dan nucleus accumbens.

c. Lobus frontalis

Ganglia basalis berhubungan timbal balik dengan lobus frontalis, dengan demikian meningkatkan kemungkinan bahwa kelainan pada fungsi lobus frontalis yang terlihat pada beberapa pemeriksaan pencitraan otak mungkin disebabkan oleh patologi di dalam ganglia basalis, bukan di dalam lobus frontalis itu sendiri.Peningkatan aliran darah yang lebih kecil ke korteks frontalis dorsolateral saat melakukan prosedur aktivasi psikologis.Penurunan metabolisme glukosa di lobus frontal.Atropi lobus frontalis, berhubungan dengan gejala negatif skizofrenia.Penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral, sehingga menyebabkan deficit fungsi yang menimbulkan gejala mimik.

d. Atropi lobus temporal medial bilateral, yaitu girus parahipokampus, girus hipokampus, dan amigdala

e. Pelebaran ventrikel ketiga dan ventrikel lateral yang stabil dan kadang terlihat sebelum onset penyakit, sehingga mengurangi volume otak.

f. Gangguan transmisi neuronal (sirkuit) akibat aliran darah yang sedikit atau disfungsi traktus thalamocortical, dan penurunan ukuran corpus callosum yang menimbukan gejala positif dan negatif, serta gangguan kognitif.

2) Herediter

Seseorang kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia dan kemungkinan seseorang menderita skizofrenia adalah berhubungan dengan dekatnya hubungan persaudaraan tersebut.Beberapa gen yang dijumpai pada penderita skizofrenia, antara lain 1q, 5q, 6p, 6q, 8p, 10p, 13q, 15q, dan 22q. Adanya mutasi gen dystrobrevin DTNBP 1 dan Neureglin 1 berhubungan dengan munculnya gejala negatif pada penderita skizofrenia. Selain itu, kepribadian schizoid, skizotipal, dan paranoid memiliki kemungkinan besar dalam timbulnya skizofrenia.

3) Gangguan anatomik

Dicurigai ada beberapa bangunan anatomis di otak berperan terhadap kejadian skizofren yaitu lobus temporal, sistem limbik dan reticular activating sistem.Ventrikel penderita skizofrenia juga lebih besar daripada populasi normal.

4) Teori Biokimia

a. Hipotesis dopamin

Rumusan paling sederhana dari hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan dari terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik, sehingga menimbulkan gejala positif. Teori ini timbul dari pengamatan:

1) Aktivitas antipsikotik dari obat-obat neuroleptik misalnya fenotiazin bekerja dengan memblokade reseptor dopamin pasca sinaps (tipe D2).

2) Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik misalnya amfetamin akan memperburuk skizofrenia karena amfetamin melepaskan dopamin sentral.

Namun teori ini tidak memperinci apakah hiperaktivitas dopaminergik disebabkan oleh terlalu banyak pelepasan dopamine, terlalu banyak reseptor dopamine atau kombinasi kedua hal di atas.Keterlibatan jalur dopamin di otak yaitu jalur mesokortikal, jalur tubuloinfundibular, jalur mesolimbik.

b. Hipotesis serotonin

Serotonin telah mendapat banyak perhatian dalam penelitian skizofrenia sejak pengamatan bahwa antipsikotik atipikal mempunyai aktifitas berhubungan dengan serotonin yang kuat (misalnya clozapine, risperidone, ritanserin).Secara spesifik, antagonis pada reseptor serotonin (5-HT2) telah disadari penting untuk menurunkan gejala psikotik dalam menurunkan perkembangan gangguan pergerakan berhubungan dengan antagonisme-D2.Seperti yang telah dinyatakan dalam penelitian mengenai gangguan mood, aktifitas serotonin telah berperan dalam perilaku bunuh diri dan impulsif yang juga dapat ditemukan pada pasien skizofrenia.

c. Hipotesis norepinefrin

Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pemberian antipsikotik jangka panjang menurunkan aktifitas neuron noradrenergik di lokus cereleus dan bahwa efek terapeutik dari beberapa antipsikotik mungkin melibatkan aktifitas pada reseptor adrenergik-1 dan adrenergik-2. Walaupun hubungan antara aktifitas dopaminergik dan noradrenergik masih belum jelas, semakin banyak data yang menyatakan bahwa sistem noradrenergik memodulasi sistem dopaminergik dalam cara tertentu sehingga kelainan sistem noradrenegik mempredisposisikan pasien untuk sering relaps.

d. Hipotesis asam amino

Neurotransmiter asam amino inhibitor gamma-aminobutyric acid (GABA) juga telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia.Data yang tersedia adalah konsisten dengan hipotesis bahwa beberapa pasien dengan skizofrenia mengalami kehilangan neuron GABA-ergik di dalam hipokampus.Hilangnya neuron inhibitor GABA-ergik secara teoritik dapat menyebabkan hiperaktifitas neuron dopaminergik dan noradrenergik.Neurotransmiter asam amino eksitasi glutamat telah juga dilaporkan terlibat dalam dasar biologis untuk skizofrenia.

e. Teori Neuropeptide

Dua zat neuropeptide, cholecystokinin dan neurotensin ditemukan di berbagai daerah otak penderita skizofrenia.Konsentrasi zat ini berubah pada keadaan psikosis.

f. Teori Glutamat

Pada pasien skizofrenia terdapat inhibisi pelepasan neurotransmitter glutamate, hal ini penting perannya dalam menimbulkan gejala akut skizofrenia.

g. Asetilkolin dan Nikotin

Penurunan jumlah reseptor muskarinik dan nikotinik di daerah caudatus-putamen, hipokampus, korteks prefrontal menyebabkan kekacauan regulasi sistem neurotransmitter, sehingga timbul disfungsi kognitif pada pasien skizofrenia.

5) Psikoneuroendokrinologi

Beberapa data menunjukkan penurunan konsentrasi luteinizing hormone-follicle stimulating hormone (LH/ FSH), kemungkinan dihubungkan dengan onset usia dan lamanya penyakit. Dua kelainan tambahan yang dilaporkan adalah penumpulan pelepasan prolaktin dan hormon pertumbuhan terhadap stimulasi gonadotropin releasing hormone (GnRH) atau thyrotropin-releasing hormone (TRH) dan suatu penumpulan pelepasan hormon pertumbuhan terhadap stimulasi apomorphine yang mungkin dikorelasikan dengan adanya gejala negatif.

B. Faktor Psikososial

1. Teori Psikoanalitik

Skizofrenia disebabkan oleh fiksasi dalam perkembangan yang terjadi lebih awal yang menyebabkan perkembangan neurosis.Freud mendalilkan bahwa adanya defek ego juga berperan dalam gejala skizofrenia.Jadi, konflik intrapsikis yang disebabkan dari fiksasi awal dan defek ego, yang mungkin disebabkan oleh hubungan objek awal yang buruk, merupakan awal mula timbulnya gejala psikotik.

2. Teori Psikodinamika

Penelitian pada kembar monozigotik secara berulang menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan psikologis mempunyai kepentingan dalam perkembangan skizofrenia.

3. Teori Belajar

Menurut ahli teori belajar, anak-anak yang kemudian menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang irasional dengan meniru orangtuanya yang mungkin memiliki masalah emosionalnya sendiri yang bermakna. Hubungan interpersonal yang buruk dari orang skizofrenia, menurut teori belajar, juga berkembang karena dipelajarinya model yang buruk selama masa anak-anak.

C. Faktor Risiko (Kaplan, 2010)

1. Faktor genetik

2. Faktor psikososial

a. Teori tentang pasien individual : adanya defek ego dan regresi dalam respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain menyebabkan seseorang rentan terhadap stres (teori psikoanalisis).

b. Teori Psikodinamika : defek stimulus lingkungan mempengaruhi hubungan interpersonal sehingga menimbulkan stres.

c. Teori Belajar : Reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang mempunyai masalah emosional bermakna juga dapat ditiru oleh anak-anak mereka

d. Teori tentang keluarga : keluarga patologis memberikan stres emosional sehingga rentan menderita skizofrenia. Kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan sosial pada penderita skizofrenia.

e. Teori-teori sosial : Pengaruh industrialisasi dan urbanisasi menyebabkan stres.

3. Status sosial ekonomi

4. Stress

D. Penegakan Diagnosa (Kaplan, 2010)

a. Menurut PPDGJ III

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :

(a) gangguan isi pikir:

Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau

Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan

Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;

(b) Delusi

delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dati luar; atau

delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;(tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);

delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

(c) Halusinasi auditorik :

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau

Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), ataau

Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

d) Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

b. Menurut DSM IV

Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil):

1. waham

2. halusinasi

3. bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)

4. perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas

5. gejala negatif, yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition)

Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.

Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak ata remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).

Durasi : tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).

Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: gangguan skizoaefktif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: 1. Tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif; 2. Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.

Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum

Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: jika terdapat riwayat adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).

E. Patogenesis dan Patofisiologi Skizofrenia

Makna patofisologis khusus dikaitkan dengan dopamin. Availabilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan dapat menimbulkan gejala skizofrenia. Penghambatan pada reseptor dopamin-D2 telak sukses digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia.. Di sisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan pada korteks prefrontalis dan penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan gejala negatif skizofrenia., seperti kurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan dopamin yang meningkat dan ini tidak memiliki efek patogenetik. Dopamin berperan sebagai transmiter melalui beberapa jalur (Silbernagl , 2007):

a. Jalur dopaminergik ke sistem limbik (mesolimbik)

b. Jalur dopaminergik ke korteks (sistem mesokorteks) mungkin penting dalam perkembangan skizofrenia

c. Pada sistem tubuloinfundibular, dopamin mengatur pelepasan hormon hipofisis (terutama pelepasan prolaktin)

d. Dopamin mengatur aktivitas motorik pada sitem nigrostriatum

Serotonin mungkin juga berperan dalam menimbulkan gejala skizofrenia. Kerja serotonis yang berlebihan dapat menimbulkan halusinasi dan banyak obat antipsikotik akan menghambat reseptor 5-HT2.

F. Tipe tipe skizofrenia berdasarkan PPDGJ III (Kaplan, 2010)

Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :

Skizofrenia Paranoid

Halusinasi dan atau waham harus menonjol :

(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.

(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.

Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social.Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.

Skizofrenia Hebefrenik

Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).

Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.

Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :

a. Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;

b. Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);

c. Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.

d. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

Skizofrenia Katatonik

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :

(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):

(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);

(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);

(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya);

(f) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan

(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)

Suatu tipe yang seringkali dijumpai pada skizofrenia. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam salah satu tipe dimasukkan dalam tipe ini.

PPDGJ III mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu (Maslim, 2003):

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau

katatonik.

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

Kriteria diagnostic menurut DSM-IV yaitu (Saddock, 2007):

Suatu tipe skizofrenia di mana ditemukan gejala yang memenuhi kriteria A tetapi tidak memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi atau katatonik. Kriteria Diagnostik A:

Gejala karakteristik: dua atau lebih berikut, masing masing ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil):

1) Waham

2) Halusinasi

3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)

4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas

5) Gejala negative yaitu, pendataran afektif, alogia atau tidak ada kemauan(avolition)

Catatan: hanya satu gejala criteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.

Pengobatan

Terdapat dua kaedah pengobatan skizofrenia yaitu (Saddock, 2007):

a. Medikasi antipsikotik

Tiga kelas obat yang utama, yaitu antagonis reseptor dopamine, risperidone dan clozapine.

1) Antagonis reseptor dopamine

Merupakan obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia. Obat ini memiliki dua kekurangan; pertama,hanya sejumlah kecil pasien kemungkinan 25% cukup tertolong. Kedua,obat ini disertai dengan efek yang merugikan yang menggangu dan serius (paling utama ataksia dan gejala mirip parkinsonisme berupa tremor dan rigitas). Contoh antagonis reseptor dopamine adalah remoxipiride.

2) Risperidone

Obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5 HT2) dan pada reseptor dopamine tipe 2 (D2). Obat ini menjadi lini pertama dalam pengobatan skizofrenia.

3) Clozapine

Obat antipsikotik yang efektif dan suatu antagonis lemah terhadap reseptor D2 tetapi antagonis kuat terhadap reseptor D4. Obat ini pengobatan lini kedua.

b. Intervensi psikososial

1. Terapi perilaku

Menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan social untuk meningkatkan kemampuan social, kemampuan memenuhi diri social, latihan praktis dan komunikasi interpersonal.

2. Terapi berorientasi-keluarga

Terapi keluarga dapat diarahkan kepada berbagai macam penerapan strategi menurukan stress dan mengatasi masalah dan penglibatan kembali pasien ke dalam aktivitas.

3. Terapi kelompok

Biasanya memusatkan pada rencana, masalah dan hubungan dalam kehidupan nyata. Efektif dalam menurunkan isolasi social, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas.

4. Psikoterapi individual

Terapi adalah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Terbagi kepada psikoterapi suportif dan psikoterapi berorientasi-tilikan.

Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis.

Prognosis

Prognosis baik

Prognosis buruk

Onset lambat

Onset muda

Faktor pencetus yang jelas

Tidak ada faktor pencetus

Onset akut

Onset jelas

Riwayat social, seksual dan pekerjaan pramorbid yang baik

Riwayat social, seksual dan pekerjaan pramorbid yang buruk

Gejala gangguan mood(terutama gangguan depresi)

Perilaku menarik diri, autistic

Menikah

Tidak menikah, bercerai atau janda/duda

Riwayat keluarga gangguan mood

Riwayat keluarga skizofrenia

System pendukung yang baik

System pendukung yang buruk

Gejala positif

Gejala negative

Tanda dan gejala neurologis

Riwayat trauma perinatal

Tidak ada remisi dalam tiga tahun

Banyak relaps

Riwayat penyerangan

Depresi Pasca-Skizofrenia

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :

a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan

c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

Skizofrenia Residual

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :

a. Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;

d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.

Skizofrenia Simpleks

Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :

gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

G. Komplikasi (Kaplan, 2010)

1. Pikiran dan perilaku bunuh diri

2. Perilaku yang merusak diri

3. Malnutrisi

4. Kebersihan yang buruk

5. Depresi

6. Penyalahgunaan alkohol, obat-obatan atau resep obat

7. Kemiskinan

8. Gelandangan

9. Penahanan

10. Konflik keluarga

11. Ketidakmampuan untuk bekerja atau bersekolah

12. Menjadi korban atau pelaku kejahatan kekerasan

H. Penatalaksanaan

Non farmakologis

1. Terapi Psikososial

Terapi psikososial pada umumnya lebih efektif diberikan pada saat penderita berada dalam fase perbaikan dibandingkan pada fase akut.Terapi ini meliputi terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, dan psikoterapi individual (Kaplan, 2010).

a. Terapi perilaku

Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa di rumah sakit, dengan demikian frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan (Kaplan, 2010).Terapi perilaku memiliki tiga model pelatihan keterampilan sosial pada penderita skizofrenia, yaitu :

1) Model keterampilan dasar

Model keterampilan dasar sering juga disebut dengan istilah keterampilan motorik, merupakan model pendekatan yang mengidentifikasi disfungsi perilaku sosial, kemudian dipilah menjadi tugas-tugas yang lebih sederhana, dipelajari melalui pengulangan, dan elemen-elemen terasebut dikombinasikan menjadi perbendaharaan fungsional yang lebih lengkap.

2) Model pemecahan masalah sosial

Model pemecahan masalah sosial dilaksanakan melalui modul-modul pembelajaran seperti manajemen medikasi, manajemen gejala, rekreasi, percakapan dasar, dan pemeliharaan diri.

3) Cognitive remediation

Penatalaksaanaan gangguan kognitif pada penderita skizofrenia bertujuan meningkatkan kapasitas individu untuk mempelajari berbagai variasi dari keterampilan sosial dan dapat hidup mandiri.Strategi penatalaksanaan meliputi langsung pada defisit kognitif yang mendasari dan terapi kognitif perilaku terhadap gejala psikotik.Penatalaksanaan langsung terhadap defisit kognitif yang mendasari meliputi pengulangan latihan, modifikasi instruksi berupa instruksi lengkap dengan isyarat dan umpan balik segera selama latihan.Sedangkan terapi kognitif perilaku terhadap gejala psikotik bertujuan mengidentifikasikan gejala spesifik dan menggunakan strategi coping kognitif untuk mengatasinya. Contohnya seperti strategi distraksi, reframing, self reinforcement, test realita, atau tantangan secara verbal. Penderita skizofrenia menggunakan strategi ini untuk menemukan dan menguji kualitas disfungsi dari keyakinan yang irasional.

b. Terapi berorintasi keluarga

Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Keluarga tempat pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya (Kaplan, 2010).

Terapi keluarga bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai skizofrenia.Materi yang diberikan berupa pengenalan tanda-tanda kekambuhan secara dini, peranan dari pengobatan, dan antisipasi dari efek samping pengobatan, dan peran keluarga terhadap penderita skizofrenia.

Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5-10 % dengan terapi keluarga (Kaplan, 2010).

c. Terapi kelompok

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan perhatian pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika, tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia (Kaplan, 2010).

Terapi kelompok meliputi terapi suportif, terstruktur, dan anggotanya terbatas, umumnya 3-15 orang.Kelebihan terapi kelompok adalah kesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dari teman kelompok, dan dapat mengamati respon psikologis, emosional, dan perilaku penderita skizofrenia terhadap berbagai sifat orang dan masalah yang timbul.

d. Psikoterapi individual

Psikoterapi individual yang diberikan pada penderita skizofrenia bertujuan sebagai promosi terhadap kesembuhan penderita atau mengurangi penderitaan pasien. Psikoterapi ini terdiri dari fase awal yang difokuskan pada hubungan antara stres dengan gejala, fase menengah difokuskan pada relaksasi dan kesadaran untuk mengatasi stres kemudian fase lanjut difokuskan pada inisiatif umum dan keterampilan di masyarakat dengan mempraktekkan apa yang telah dipelajari

Farmakologis

Antipsikosis atau neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut dan kronik.Kegunaannya pada psikoneuresis dan penyakit psikosomatik belum jelas.

Prinsip-prinsip Terapetik

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada pengobatan adalah sebagai berikut (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010):

1) Klinisi menentukan gejala sasaran yang akan diobati

2) Antipsikotik yang telah bekerja dengan baik (pada pengobatan sebelumnya) harus digunakan lagi

3) Lama percobaan 4-6 minggu pada dosis yang adekuat

4) Antipsikotik lebih dari 1 dalam satu waktu jarang dilakukan

5) Pasien diberikan dosis efektif serendah mungkin

Obat antipsikotik yang paling lama penggunaannya disebut antipsikotik konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain:

1. Haldol (Haloperidol)

2. Mellaril (Thioridazine)

3. Navane (Thiothixene)

4. Prolixin (Fluphenazine)

5. Stelazine (Trifluoperazine)

6. Thorazine (Chlorpromazine)

7. Trilafon (Perphenazine)

I. Prognosis

Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk dalam skizofrenia (Kaplan dan Saddock, 2010) digambarkan di bawah ini.

a. Skizofrenia prognosis baik

Berkaitan dengan onset lambat, faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang baik, gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif), menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung yang baik dan gejala positif.

b. Skizofrenia prognosis buruk

Berkaitan dengan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang buruk, perilaku menarik diri, austistik, tidak menikah, bercerai, atau janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung yang buruk, gejala negatif, tanda dan gejala neurologist, riwayat trauma prenatal, tidak ada remisi dalam tiga tahun, sering relaps dan riwayat penyerangan.

Pedoman Diagnosis Depresi berat dengan gejala psikotik

Pedoman Diagnostik

Gejala Pada Pasien

Kriteria

Memenuhi semua kriteria gejala utama:

Afek Depresif

Kehilangan minat & kegembiraan

Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas

Pasien memiliki afek datar, mondar mandir, tidak merasa cepat lelah

Tidak memenuhi

Sekurang-kurangnya 4 gejala penyerta:

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekalipun)

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik

Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

Tidur terganggu

Nafsu makan berkurang

Tidak ada perasaan bersalah atau pandangan masa depan suram karena masih berpikir ia seorang lulusan universitas. Pasien masih makan teratur. Pasien masih kuat keluyuran tengah malam

Pasien menarik diri yang bisa mengindikasikan harga diri dan kepercayaan diri berkurang. Pasien susah konsentrasi. Pasien pernah berkata ingin mati saja.

Tidak memenuhi

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak bisa melaporkan banyak gejalanya secara rinci

Pasien lebih banyak diam dan melamun

Memenuhi

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2 minggu akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu

Pasien mulai mengalami perubahan sikap sejak 3 bulan terakhir

Memenuhi

Sangat tidak mungkin pasien akan mempu meneruskan kegiatan social, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas

Pasien lebih sering mengurung diri dikamar dan berhenti bekerja

Memenuhi

Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktori biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging yang membusuk. Retardasi yang berat dapat menuju pada stupor.

Jika diperlukan waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent)

Pasien mengatakan pasien seorang lulusan tekhnik elektro dari Cina dan mengatakan pada keluarga bahwa ia adalah Tuhan

Tidak memenuhi

KESAN : Pasien tidak memenuhi kriteria diagnosis

Pedoman Diagnosis Skizofrenia

Pedoman Diagnostik

Gejala Pada Pasien

Kriteria

Kriteria Mayor

1. Harus ada sedikitnya satu gejala yang amat jelas :

a. Thought echo, thougt insertion or

withdrawal, thought broadcasting.

b. Delution of control, delution of

influence, passivity, delution of perception

c. Halusinasi auditorik, suara yang

berkomentar terus- menerus terhadap

perilaku pasien diantara mereka sendiri,

jenis suara halusinasi lain berasal dari

salah satu bagian tubuh

d. Waham- waham menetap lainnya yang

menurut budaya setempat dianggap tidak

wajar atau mustahil

2. Atau paling sedikit dua dari gejala dibawah ini harus ada secara jelas:

a. Halusinasi menetap dari panca indera

saja apabila disertai waham yang

mengembang maupun setengah berbentuk

tanpa kandungan afektif yang jelas,

ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

yang menetap apabila setiap hari selama

berbulan-bulan secara terus menerus

b. Arus pikiran yang terputus atau

mengalami sisipan yang bersifat

inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan atau neologisme

Neologisme (-) Tidak memenuhi

c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh

gelisah, posisi tubuh tertentu atau

fleksibilitas serea, negativisme, mutisme

dan stupor

d. Gejala-gejala negatif, seperti sikap yang

sangat apatis, bicara yang jarang serta

respon emosional yang menumpul atau

yang tidak wajar biasanya mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial tetapi

harus jelas hal tersebut tidak disebabkan

oleh depresi atau neuroleptik.

KRITERIA MINOR

Suatu perubahan yang konsisten dan

bermakna dalam mutu keseluruhan dari

beberapa aspek perilaku perorangan,

bermanifestasi sebagai hilangnya minat,

tak bertujuan, sikap berdiam diri (self

absorbed attitude) dan penarikan secara sosial

WAKTU

Adanya gejala-gejala tersebut diatas telah

berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap

fase non psikotik prodromal)

Waham kebesaran

Waham kendali pikir (-)

Halusinasi auditorikdisangkal

Waham mistik (+)

Halusinasi auditori, halusinasi visual disangkal

Neologisme (-)

Perilaku negativisme (+)

Bicara yang jarang serta

respon emosional yang menumpul atau

yang tidak wajar biasanya mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial (+)

Ada sikap berdiam

diri dan penarikan

sosial (+)

Gejala tersebut

sudah berlangsung

3 minggu (kurun waktu 1 bulan)

Memenuhi

Tidak Memenuhi

Tidak Memenuhi

Memenuhi

Tidak Memenuhi

Tidak memenuhi

Memenuhi

Memenuhi

Memenuhi

Memenuhi

KESAN: Pasien memenuhi kriteria diagnosis F.20.-

Dalam PPDGJ III, terdapat beberapa jenis skizofrenia (F20), di antaranya adalah skizofrenia tak terinci (F 20.3) yang pedoman diagnostiknya terdapat pada tabel di bawah.

Tabel Pedoman Diagnostik : Skizofrenia Tak Terinci (F.20.3)

Pedoman diagnostik

Gejala pada Pasien

Kriteria

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi Kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik

Tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia

Pada tabel 1 pasien memenuhi kriteria skizofrenia

Pasien tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik atau katatonik

Pasien tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia residual atau depresi pasca skizofren

Memenuhi

Memenuhi

Memenuhi

Kesimpulan : Pasien memenuhi kriteria Diagnosa F20.3

Dari tabel di atas, maka pasien didiagnosis sebagai skizofrenia tak terinci.

Diagnosis diferensialnya terdapat pada tabel berikut:

F20.5 (Skizofrenia Residual)

Kriteria Diagnosis

Kriteria pada Pasien

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:

a) Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk, seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk

b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia

c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia

d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusional yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut

Memenuhi

Tidak Memenuhi

Tidak Memenuhi

Memenuhi

KESAN: Pasien tidak mememenuhi kriteria diagnosis F. 20.5

Berdasarkan anamnesa yang diperoleh secara autoanamnesa dan heteroanamnesa, gejala yang dialami pasien mencakup sebagian besar gejala-gejala skizofrenia.Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa gejala utama dari skizofrenia yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat waham atau perilaku kacau/aneh.Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu kebingungan atau disorientasi, dan perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, bicara dan tertawa serta marah-marah atau menyerang orang tanpa alasan.

Pasien masuk kedalam diagnosis skizofrenia tidak terinci dikarenakan dari jenis skizofrenia yang lain, tidak ada yang gejalanya benar-benar sama dengan apa yang dialami oleh pasien. Pasien tidak memiliki perasaan curiga terhadap orang lain. Pasien juga tidak masuk kedalam kriteria diagnosis skizofrenia herbefrenik, dikarenakan pasien lebih banyak diam dan melamun.Pasien juga tidak dapat dimasukkan dalam tipe skizofrenia katatonik karena pada keadaan tersebut, harus ada satu atau lebih perilaku yaitu stupor, gaduh gelisah, menampilkan posisi tubuh tertentu yang aneh, negativisme, rigiditas, fleksibilitas cerea, pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.Sedangkan pada pasien ini, perilaku tersebut tidak ditemukan.

Diagnose paling mendekati adalah Skizofrenia residual. Dikarenakan pada skizofrenia residual masih ditemukan bukti adanya gangguan skizofrenia tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi kriteria tipe lain skizofrenia. Gejala utamanya adalah gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan spsikomotor, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja social yang buruk. Bisa saja masih ditemukan waham dan halusinasi, namun bukan merupakan gejala utama yang menonjol.

Melihat riwayat penyakit dahulu pasien yang pernah diterapi oleh seorang dokter jiwa, dan obat-obatan yang diminum juga sama dengan yang diminum saat ini, menimbulkan kecurigaan bahwa pasien pernah terdiagnosa skizofrenia. Namun tidak ada keterangan pasti dari pihak keluarga.Selain itu pasien pada saat datang ke IGD, memiliki keluhan utama mengamuk dan memiliki waham kebesaran yang sangat kuat.Hal ini tidak bisa dikategorikan sebagai skizofrenia residual.Oleh karenanya, pasien dimasukan kedalam diagnosa skizofrenia yang tidak terinci.

DIAGNOSIS PSIKIATRI

AKSIS I: F 20.3 (skizofrenia tak terinci)

DD: F 20.5 (skizofrenia residual)

AKSIS II: Tidak ada diagnosa pada axis ini

AKSIS III : tidak ada diagnosis

AKSIS IV : Masalah pekerjaan

AKSIS V : GAF 70-61

Pengobatan yang diberikan pada pasien skizofrenia pada dasarnya sama terlepas dari jenis skizofrenianya. Pada pasien ini diberikan Haldol 2 x 2,5 mg untuk mengatasi gejala positif yang masih dialaminya seperti waham kebesaran dan halusinasi. Kemudian diberikan Clozapine 25 mg 0-0-1 agar pasien dapat istrirahat pada malam hari, mengingat pasien memiliki kesulitan tidur pada malam hari.Karena pasien lebih banyak keluyuran pada malam hari.Selain itu clozapine memiliki efek ekstrapiramidal yang lebih kecil dibandingkan obat tipikal biasa.Selain itu dikarenakan efek sedasinya yang sangat besar, yang memungkinkan pasien untuk beristirahat.THD diberikan jika gejala ekstrapiramidal muncul, yang dikarenakan penggunaan dari haloperidol.Dosis THD yang diberikan adalah 2 x 2 mg.

Tujuan psikoterapi adalah untuk menguatkan daya tahan mental yang ada, mempertahankan kontrol diri, mengembalikan keseimbangan adaptif supaya dapat menyesuaikan diri.Psikoterapi suportif antara lain psikoventilasi dimana pasien dibimbing untuk menceritakan segala permasalahan, apa yang terjadi kekhawatiran pasien kepada terapis, sehingga terapis dapat memberikan problem solving yang baik dan mengetahui cara antisipasi pasien dari faktor-faktor pencetus. Persuasi dengan membujuk pasien agar kooperatif dalam terapi-terapi lainnya.Mensugesti atau membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat sembuh (penyakit terkontrol) apabila kontrol secara rutin dan rajin minum obat. Dilakukan desensitisasi dimana pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada didalam lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki mekanisme pembelaan diri terhadap dunia kerja

Edukasi dan Modifikasi Keluarga dengan mengarahkan kepada keluarga untuk berusaha menggali lebih dalam dan mengamati masalah-masalah yang dihadapi oleh pasien dan membantu menyelesaikannya dengan jalan diskusi.Terapi spiritual dapat dilakukan dengan mengikutsertakan pasien pada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti shalat berjamaah atau mendengarkan ceramah. Terapi ini dimaksudkan agar pasien tetap mengingat dan menjalankan perintah dari ajaran/kepercayaannya sehingga dapat membuatnya lebih merasa tenang, aman dan nyaman dalam hati dan batin.Terapi rehabilitative dilakukan untuk mempersiapkan pasien dapat kembali pada masyarakat dengan fungsi pekerjaan dan sosial.Latihan kerja dilakukan untuk memberikan bekal keterampilan yang disesuaikan dengan kemampuan pasien.Terapi sosial dapat berupa permainan atau latihan bersama misalnya bermain badminton, senam bersama dan sebagainya.Sedangkan apabila pasien sudah kembali berada di lingkungan rumahnya dapat berupa mengikuti pengajian, kerja bakti di kampung dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ).Edisi ke III. Jakarta.

Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Edisi 10. Alih bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa Aksara.

Saddock B.J., Saddock V.A. Schizophrenia. In: Kaplan & Saddocks Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins Publishers, 2007.

Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya: Jakarta. 2003.

Maslim, R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi ketiga.Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.2007.