Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

46
LAPORAN PERAMALAN HAMA DAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TANAMAN LAPORAN PERAMALAN HAMA DAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TANAMAN Oleh: NAMA :MUHAMAD KINDI NIM :105040200111063 KELOMPOK :RABU, 07.30 ASSISTEN :ANUGERAH FIRMANSYAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena

description

jkiu

Transcript of Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Page 1: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

LAPORAN PERAMALAN HAMA DAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TANAMAN

LAPORAN

PERAMALAN HAMA DAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT

TANAMAN

Oleh:

NAMA :MUHAMAD KINDI

NIM :105040200111063

KELOMPOK :RABU, 07.30

ASSISTEN :ANUGERAH FIRMANSYAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya

dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

dimasa depan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya tergantung pada beberapa

faktor yang tidak dapat kita lihat pada waktu keputusan itu diambil.

Page 2: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Peramalan merupakan komponem penting dalam strategi pengelolaan hama dan penyakit

tanaman sebab dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini mengenai tingkat

dan luasnya serangan.

Dalam peramalan juga di butuhkan data untuk membuat suatu model peramalan, untuk

mendapatkan data tersebut maka di perlukan adanya pengamatan terlebih dahulu, data

pengamatan yang baik dapat digunakan untuk mengetahui hama dan penyakit utama di suatu

daerah, dan yang lebih penting dapat digunakan untuk merevisi program pengendalian yang telah

ada. Makin lengkap data yang tersedia mengenai hubungan antara intensitas penyakit dengan

bermacam-macam faktor, cara prakiraan akan semakin tepat. Prakiraan penyakit tanaman

memungkinkan untuk memprediksi peluang terjadinya peledakan (out-break) atau peningkatan

intensitas penyakit dan kemudian bagi kita untuk menentukan apa, kapan dan dimana tindakan

pengendalian akan dilakukan. Itu semua akan bermanfaat sekali karena dalam pengelolaan

penyakit tumbuhan, faktanya dilapangan petani harus selalu menghitung resiko, biaya dan

keuntungan pada setiap keputusan yang di ambil.

Pengamatan yang dilakukan oleh kelompok praktikum kami dilaksanakan di kebun

percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, di Ngijo, Karangploso pada tanggal 16

november 2011.

1.2  Tujuan

1.2.1        Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi

1.2.2        Peranan pengamatan dalam Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu

1.2.3        Macam-macam pengamatan

1.2.4        Pengamatan dan penilaian serangga hama dan penyakit

1.2.5        Bentuk-bentuk penyebaran daan ciri-cirinya

1.2.6        Tehnik pengambilan contoh

1.2.7        Macam-macam perangkap

1.2.8        Hama dan Penyakit penting pada tanaman Jagung

1.2.9        Faktor yang mempengaruhi penyebaran Hama dan Epidomologi Penyakit

Page 3: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi

o   Pengamatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan data atau leterangan dengan

jalan mengamati, melakukan perhitungan atau pengukuran terhadap obyek yang di teliti.

o   Ambang Ekonomi adalah suatu tingkat kepadatan populasi hama atau tingkat intensitas kerusakan

tanaman yang mulai mengakibatkan terjadinya kerugian ekonomik.

(Tim Dosen, 2011)

2.2 Peran Pengamatan dalam Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu

Dengan melakukan pengamatan kita dapat mengetahui tingkat kepadatan populasi hama

maupun tingkat kerusakan tanaman sebagai akibat serangan hama, yaitu apakah masih ada di

bawah ambang ekonomi yang berarti usaha pengendalian masih perlu dilakukan, atau sudah

mendekati atau bahkan sudah melewati ambang ekonomi yang berarti usaha pengendalian harus

di lakukan untuk dapat menekan kepadatan populasi hama agar kembali berada pada posisi di

bawah ambang ekonomi.

(Tim Dosen, 2011)

2.3 Macam – macam Pengamatan

2.3.1 Berdasarkan Sifatnya

a. Pengamatan kualitatif

Kegiatan pengamatan yang bermaksud untuk mengetahui macam hama atau penyakit,

lokasinya dan bagaimana keadaannya.

b. Pengamatan kuantitatif

Kegiatan pengamatan yang bermaksud untuk mengetahui lebih rinci tentang hama atau

penyakiut , yaitu berapa luas serangan dan intensitasnya.

(Tim Dosen, 2011)

2.3.2 Berdasarkan Kekerapan Frekuensinya

a. Pengamatan tetap / Pengamatan kontinyu / Pengamatan reguler

Page 4: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Pengamatan ini dilakukan secara terus menerus secara berkala atau dengan skala

(interval) waktu tertentu pada suatu wilayah pengamatan tertentu. Pengamatan tetap

menghasilkan data keadaan hama dan penyakit dari waktu ke waktu sehingga dapat memberi

gambaran tentang dinamika penyakit dan populasi hama di wilayah pengamatan tersebut.

b. Pengamatan keliling / insidental

Pengamatan ini dilakukan sekali-sekali bila keadaan memerlukan. Pengamatan keliling

ini bertujuan untuk menutupi kekurangan yang terdapat pada pengamatan tetap, karena pada

pengamatan tetap jumlah petak contoh sangat terbatas. Pada prinsipnya pengamatan keliling

adalah pengamatan untuk mengetahui terjadinya serangam hama atau timbulnya penyakit pada

tempat-tempat tertentu yang dapat menjadi ssumber hama atau penyakit. Dasar dilakukannya

pengamata ini adalah bila secara visual tanaman atau bagian tanaman menunjukan gejala yang

patut di curigai , atau adanya informasi dari sumber yang dapat di percaya.

(Tim Dosen, 2011)

2.3.3 Berdasarkan Jumlah Sampel Yang di Amati

a. Pengamatan global

Pengamatan yang cukup dilakukan pada skala wilayah pengamatan yang cukup luas,

tetapi dengan jumlah sampel yang relatif sedikit. Data atau informasi yang di peroleh biasanya

masih sangat kasar atau masih kurang teliti. Pengamata ini minimal 10% dari luasan lahan.

b. Pengamatan halus

Merupakan kelanjutan dari kegiatan pengamatan global yaitu apabila pengamatan global

di peroleh data atau informasi yang menunjukan adanya penyakit atau serangan hama yang

cukup menghawatirkan, perlu dilakukan penambahan jumlah sampel yang diamati untuk

meningkatkan ketelitian dari data atau informasi yang di peroleh. Pengamatan ini lebih dari 10%

dari luas lahan , serta ketelitiannya pun lebih intens.

(Tim Dosen, 2011)

2.4 Pengamatan dan Penilaian Serangan Hama

Seringkali diperlukan penilaian terhadap tingkat serangan hama, baik berdasarkan tingkat

kepadatan populasi hama maupun tingkat intensitas kerusakannya. Biasanya pertanaman

berdasarakan penilaian tersebut dikategorikan menjadi :

Page 5: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

a.       Pertanaman sehat

Pertanaman dikatakan sehat bila pertanaman mengalami serangan hama mulai tidak ada sama

sekali sampai batas ambang ekonomi.

b.      Pertanaman dengan serangan / kerusakan ringan

Pertanaman dikatakan serangan / kerusakan ringan, bila pertanaman mengalami serangan hama

mulai batas ambang ekonomi sampai di bawah kerusakan 25%.

c.       Pertanaman dengan serangan / kerusakan berat

Pertanaman dikatakan serangan / kerusakan berat , bila pertanaman mengalami serangan hama

mulai batas 50% sampai di bawah 85%.

d.      Pertanaman dengan serangan / kerusakan puso

Pertanaman dikatakan serangan / kerusakan puso, bila pertanaman mengalami kerusakan sama

dengan atau lebih besar dari 85%.

(Tim Dosen, 2011)

2.5 Pengamatan Penilaian Serangan Penyakit

Tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh penyakit tanaman disebut intensitas

penyakit. Berbeda pada hama tanaman gejala kerusakan merupakan satu-satunya sarana yang

dapat dipergunakan untuk menentukan intensitas penyakit.

Untuk menentukan tingkat serangan umumnya ditekankan pada berapa persen bagian

jaringan tanaman yang rusak akibat penyakit. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa bagian

tersebut secara otomatis tidak mampu melakukan fungsi fisiologis (fotosintesis). Secara normal

agar memudahkan dalam mendapatkan cara pengukuran, maka dibuat grading dalam bentuk

kategori atau klas grading, hendaknya dilakukan dengan cermat. Jumleh kelas jangan terlalu

kecil karena bisa tak ada perbedaan kapasitasnya, dan jangan terlalu banyak karena

membingungkan pengamat untuk memasukkan kelas tertentu.

Ada beberapa cara untuk menentukan grading, yakni :

1.      Skala penyakit, yaitu memberikan uraian verbal dan angka tentang kelas-kelas serangan yang

berbeda.

2.      Diagram standart, merupakan penjelasan secara rinci dari masing-masing kelas serangan dalam

bentuk gambar. Oleh karena itu, sering pula disebut skala penyakit bergambar.

Page 6: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

3.      Kunci lapang, digunakan untuk mengamati bagian daun yang sakit secara cepat pada seluruh

tanaman di lapangan.

Setelah didapat hasil grading, maka perlu dimasukkan dalam rumus umum, untuk mendapatkan

besarnya tingkat serangan, sebagai berikut :

P = ∑ n. v / N. Z x 100 %

P = tingkat serangan

n = jumlah tanaman/ bagian tanaman dari tiap kategori serangan

v = nilai skala tiap kategori serangan

N = jumlah tanaman/ bagian tanaman yang diamati

Z = harga numerik dari kategori serangan

(Sastrahidayat, 1997)

2.6 Bentuk-bentuk Penyebaran dan Ciri-ciri nya

Secara garis besar penyebaran serangga hama dalam ruang dibedakan menjadi tiga bentuk

penyebaran yaitu :

1.      Penyebaran Acak

Pada bentuk ini kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang tidak

dipengaruhi ataupun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik

yang lain. Dengan perkataan lain kedudukan individu serangga hama dalam satu titik di dalam

ruang, bebas tidak terpengaruh oleh individu serangga hama yang lain.

2.      Penyebaran Teratur

Pada bentuk penyebaran teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir merata. Oleh

sebab itu hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap unit sampel relatif akan sama. Bentuk

penyebaran populasi demikian jarang dijumpai terjadi pada serangga yang mempunyai sifat

kanibal, sehingga satu individu yang lain kedudukannya akan terpisah antara satu dengan yang

lain.

Page 7: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Bentuk penyebaran teratur secara matematik akan dicirikan dengan besarnya nilai keragaman

akan lebih kecil daripada rata-ratanya. Hal ini disebabkan kepadatan populasi yang relatif

homogen tersebut.

3.      Penyebaran Mengelompok

Bentuk penyebaran ini seakan-akan merupakan kebalikan dari bentuk penyebaran acak, dimana

kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang akan dipengaruhi oleh

atau pun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain.

Dengan perkataan lain kedudukan individu serangga hama yang lain akan saling mempengaruhi.

(Tim Dosen,

2011)

2.7 Teknik Pengambilan Contoh

Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random

sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability

sampling.

a.       Tehnik Sampling secara Acak

Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang

memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi.

Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling,

stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling.

Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah

memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang

dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang

bisa diambil sebagai sampel. Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat

yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa

dipilih menjadi sampel? Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random,

kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika

elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa

mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.

1.      Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana

Page 8: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat

umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak

merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Dengan demikian setiap unsur populasi

harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel

2.      Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan

Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti

yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel

dengan cara ini. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak.

3.      Cluster Sampling atau Sampel Gugus

Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus.

Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur

dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen, maka dalam sampel gugus, setiap

gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.

4.      Systematic Sampling atau Sampel Sistematis

Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil

data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut

kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa

dijadikan sampel adalah yang “keberapa”.

5. Area Sampling atau Sampel Wilayah

Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar

di berbagai wilayah.

(Mustofa, 2000)

b.      Teknik Sampling Terpilih

Yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap

elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel.

Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience

sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling.

1.      Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.

Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan

kemudahan saja. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling

Page 9: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

– tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik

jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan

yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan

jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.

2.      Purposive Sampling

Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau

sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa sesuatu tersebut memiliki

informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama

judgement dan quota sampling.

3.        Judgment Sampling

Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk

dijadikan sampel penelitiannya. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau

seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.

4.        Quota Sampling

Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak

dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.

(Mustofa, 2000)

2.8 Bentuk Penafsiran Tingkat Populasi Hama

Secara garis besar terdapat dua teknik pendugaan kepadatan populasi serangga di

penyimpanan, yaitu pendugaan kepadatan absolut dan pendugaan kepadatan relatif. Selain itu,

kepadatan populasi juga dapat diduga dengan mengukur tingkat kerusakannya.

a.       Pendugaan Kepadatan Absolut

Pendugaan kepadatan absolut berdasar pada jumlah absolut serangga yang ikut tertangkap

dalam contoh bahan simpan yang diambil. Alat sampling yang digunakan antara lain berupa

spear untuk bahan simpan dalam kemasan/karung, pneumatic sampler untuk bahan simpan

curahan dan pelican sampler untuk bahan simpan curahan yang sedang bergerak.

Page 10: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Pendugaan kepadatan absolut juga dapat dilakukan secara tidak langsung dengan teknik

penangkapan kembali serangga yang ditandai secara radioaktif atau fluoresen. Dengan

melepaskan sejumlah tertentu serangga yang telah ditandai, kepadatan populasi dapat dihitung

menurut rumus:

                

Dengan Q melambangkan kepadatan populasi, m adalah jumlah serangga ditandai

yang dilepaskan, n adalah jumlah total serangga yang tertangkap dan r adalah jumlah serangga

ditandai yang ikut tertangkap. Teknik lain menggunakan alat ayakan/saringan dan corong

Berlese.

b.      Pendugaan Kepadatan Relatif

Berbeda dengan pendugaan kepadatan populasi absolut, pendugaan kepadatan relatif

menggunakan perangkap yang tidak bisa memberikan data jumlah serangga per satuan berat

bahan simpan, luas area sampling dsb. Pendugaan ini lebih tergantung pada keefektifan alat,

misalnya data dari perangkap berperekat tidak bisa dibandingkan dengan pitfall trap. Perangkap

berumpan akan berbeda hasilnya dengan perangkap berferomon. Perangkap sebenarnya adalah

alat yang efektif untuk deteksi dan monitoring serangga pascapanen, namun data hasil

pendugaan kepadatan relatif harus dapat dikonversi menjadi data kepadatan absolut dengan

pendekatan regresi yang tepat. Pendugaan kepadatan relatif memang lebih mudah dilakukan,

tapi tanpa adanya korelasi dengan data kepadatan absolut, data yang diperoleh tidak berarti apa-

apa bagi pengendalian.

c.       Pendugaan berdasar Tingkat Kerusakan yang Teramati

Selain pendugaan kepadatan populasi absolut dan relatif, kepadatan populasi serangga juga

dapat diperkirakan dari tingkat kerusakan yang dapat diamati pada bahan simpan. Banyaknya

biji yang terserang, jejak serangga pada tepung simpanan, dan keberadaan sutera yang dihasilkan

larva ngengat dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan populasi serangga pascapanen

yang menyebabkannya.

Adakalanya universe suatu sampling sangat besar sehingga diperlukan waktu yang lama dan

biaya tinggi. Dalam kondisi seperti ini, pekerjaan sampling menjadi tidak praktis sehingga

Page 11: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

diperlukan teknik sampling alternatif yang lebih ekonomis namun masih dapat

dipertanggungjawabkan kesahihannya. Sejumlah teknik alternatif itu diantaranya adalah:

         Sampling berjenjang (Hierachial sampling), unit contoh dibagi menjadi sub-sub unit contoh dan

satu sub unit contoh dipilih untuk mewakili setiap unit contoh.

         Sampling berganda (Double sampling), dilakukan sampling pendahuluan sebelum dilakukan

sampling yang sebenarnya.

         Sampling dengan intensitas berubah-ubah (Variable-intensity sampling), sampling dilakukan

lebih intensif bila hasilnya (misalnya rata-rata jumlah serangga) mendekati nilai kritis.

(Pracaya, 1999)

2.9 Macam-macam Perangkap

Penggunaan perangkap dapat mempermudah deteksi secara visual.  Ada beragam jenis

perangkap, secara umum terbagi menjadi:

         Flight trap, serangga tertarik dan terbang ke arahnya.

         Refuge trap, serangga datang untuk berlindung

         Pitfall trap, serangga jatuh ke dalamnya.

Efisiensi perangkap dapat ditingkatkan dengan penggunaan umpan berupa makanan maupun

zat atraktan.  Perangkap seperti ini dapat digunakan memonitor populasi hama bahkan dalam

tingkat kepadatan rendah.

(Tjahjadi, 1991)

2.10 Hama Penting Tanaman Cabe

1.      Nama : Thrips (Thrips parvispinus)

Warna tubuh nimfa kuning pucat, dewasa berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Terdapat

105 jenis tanaman yang dapat menjadi inangnya antara lain tembakau, kopi, ubi jalar, klotalaria

dan kacang-kacangan. Thrips menyerang tanaman cabai sepanjang tahun, serangan hebat

umumnya terjadi pada musim kemarau

Gejala:

Permukaan bawah daun yang terserang berwarna keperak-perakan dan daun mengeriting atau

berkerut. Intensitas serangan dapat mencapai 87%.

Page 12: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Pengendalian:

Pemantauan dilakukan pada 10-20 tanaman cabai secara berkala (5 hari sekali) Bila ditemukan

populasi 5-10 Thrips/daun muda perlu dikendalikan dengan pestisida seperti pegasus, mesural

sesuai dosis anjuran. Memasang perangkap kuning di pertanaman cabai sebanyak 40 buah/ha

2.      Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)

Tanaman yang seringkali diserang oleh larva lalat buah diantaranya adalah belimbing, mangga,

nangka, rambutan, melon, dan semangka, cabai, jeruk, jambu, pisang susu dan pisang raja sere.

Gejala Serangan:

Gejala serangan pada buah yang terinfestasi lalat buah ditandai dengan adanya noda-noda kecil

bekas tusukan ovipositornya. Rata-rata tingkat serangan lalat buah pada cabai berkisar antara 20-

25%.

Pengendalian:

Memasang perangkap methil eugenol (ME) sebanyak 50-100 buah/ha, pada saat tanaman

berbunga. Lalat buah yang tertangkap kemudian dimusnahkan.

(BBPPTP)

3.      Ulat G rayak ( Spodoptera lituraF)

Gejala Serangan:

larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok. dengan

meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dantinggal tulang-tulang daun saja.

Biasanya larva berada di permukaan bawah daun,umumnya terjadi pada musim kemarau.

(AnonymousA, 2011)

4.      Nama : Kutu Daun (Myzus persicae)

Hama ini memiliki warna tubuh kuning kehijauan dan memiliki antena yang relatif panjang, kira-

kira sepanjang tubuhnya. Lamanya daur hidup : 7-10hari.

Gejala serangan :

Secara langsung, kutu daun ini mengisap cairan tanaman. Akibatnya, daun yang terserang

keriput, berwarna kekuningan, terpuntir dan pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil), sehingga

tanaman menjadi layu dan mati.

Page 13: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Pengendalian : Gunakan Curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l air atau Pegasus 500 SC

dengan konsentrasi 1.5 ml/l air. Keduanya digunakan secara bergantian.

(AnonymousB, 2011)

5.      Tungau (Mite)

Hama mite selain menyerang jeruk, dan apel menyerang tanaman cabe juga. Tungau

bersifat parasit dimana dia merusak daun, batang maupun buah yang mengakibatkan

perubahan warna dan bentuk.

Gejala Serangan:

Dengan menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagioan bawah

menjadi berwarna kuning kemerahan , bentuk daun menjadi menggulung ke bawah dan

akibatnya pucuk bisa mengering yang akhirnya menyebabkan daun rontok. Dalam

klasifikasi tungau termasuk dalam Ordo Acarina, Kelas Arachnidae bukan termasuk

golongan serangga. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang badan sekitar 0.5 mm,

berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya thrips, hama ini juga berpotensi

sebagai pembawa virus.

Pengendalian hama mite secara kimia dapat kita lakukan penyemprotan menggunakan

akarisida Samite 135EC. Konsentrasi yang dianjurkan adalah 0.25 – 0.5 ml/L.

(AnonymousB, 2011)

2.11 Penyakit Penting Tanaman Cabe

a.    Penyakit virus kuning

Penyebab:

virus gemini yang juga banyak menyerang tanaman tembakau, tomat.

Gejala:

Dari jauh hamparan pertanaman cabai berubah dari warna hijau menjadi menguning. Warna

kuning hampir mirip penyakit bulai pada jagung sehingga sebagian petani menyebutnya penyakit

”Bulai Amerika”.

Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100% terserang tidak

menghasilkan buah sama sekali.

Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sbb:

Page 14: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk mengkerut cekung berwarna mosaik hijau pucat,

pertumbuhan terhambat, daun mengkerut dan menebal disertai tonjolan berwarna hijau tua.

Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda, gejala berlanjut pada

hampir seluruh daun menjadi bulai.

Tipe-3. Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning sehingga

tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang kuning, sedangkan bentuk daun tidak banyak

berubah.

Tipe-4. Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan,

gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah,bentuk daun berkerut dan cekung

dengan ukuran lebih kecil, serta pertumbuhan terhambat.

Pengendalian:

      Mengolah lahan dengan baik serta memberikan pupuk berimbang untuk cabai yaitu pupuk

kandang 20-30 ton /ha, Urea 100-150 kg, 300-400 kg ZA, 150-200 kg TSP dan KCl 150-200

kg/ha, serta pemakaian plastik mulsa putih perak.

      Pembibitan dengan cara penyungkupan tempat semaian dengan kain kasa atau plastik yang telah

dilubangi. Dan membuat rak pembibitan setinggi lebih kurang 1 m

      Untuk daerah yang baru terkena serangan penyakit virus kuning tanaman muda (sampai 30 hari)

yang terserang segera dimusnahkan, dan disulam/diganti dengan tanaman yang sehat.

      Pada daerah-daerah yang telah terserang berat, tanaman muda yang terserang tidak

dimusnahkan, tetapi dibuang bagian daun yang menunjukkan gejala kuning keriting dan

kemudian disemprotkan pupuk daun.

b.    Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp)

Penyebab:

Penyebab penyakit ini adalah cendawan Colletotrichum capsici atau Colletotrichum

gloeoporioides.

Gejala:

      Gejala pada buah membuat buah busuk. Penyakit dapat menginfeksi buah matang maupun buah

muda.

Page 15: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

      Gejala awal adalah bercak kecil seperti tersiram air, luka ini berkembang dengan cepat sampai

ada yang bergaris tengah 3-4 cm. Perluasan bercak yang maksimal membentuk lekukan dengan

warna merah tua coklat muda, dengan berbagai bentuk konsentrik dari jaringan stromatik

cendawan yang berwarna gelap.

      Pada bagian tengah bercak pada buah terdapat kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok

spora.

Pengendalian:

      Pemantauan dilakukan secara berkala

      Bila terdapat daun/buah tanaman sakit, bagian tanaman yang sakit dimusnahkan.

      Pertanaman disemprot dengan fungisida seperti Antrakol dengan dosis sesuai anjuran.

c.    Penyakit bercak daun/ penyakit mata katak atau totol.

Penyebab:

penyakit ini adalah cendawan Cercospora capsici.

Gejala:

         Pada daun terdapat bercak-bercak kecil berbentuk bulat. Bercak ini dapat meluas hingga

mencapai garis tengah lebih dari 0,5 cm. Pusat bercak berwarna pucat sampai putih, dengan tepi

berwarna lebih tua.

         Pada serangan berat, daun-daun menjadi gugur. Selain menyerang daun, bercak juga sering

ditemukan pada batang, juga tangkai buah.

         Serangan pada tangkai buah dapat meluas ke bagian buah dan menyebabkan gugur buah.

Pengendalian:

Dilakukan dengan penyemprotan fungisida Difenoconazole dengan konsentrasi 0,5 ml/l. Interval

penyemprotan 7 hari.

d.   Layu bakteri

Penyebab:

Penyebab layu bakteri ini adalah Pseudomonas solanacearum.

gejala :

      Bakteri ini biasanya ditularkan melalui tanah, benih, bibit, sisa-sisa tanaman , pengairan,

nematoda atau alat-alat pertanian.

Page 16: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

      Tanaman yang sehat tiba –tiba saja layu yang dalam waktu tidak sampai 3 hari besoknya

langsung mati.

      Untuk memastikan penyebab layu tersebut kita bisa mengambil tanaman yang terserang ,

kemudian pangkal batangnya dibelah untuk direndam pada gelas yang berisi air bening. Apabila

bakteri maka akan ditandai dengan keluarnya cairan berwarna coklat susu berlendir semacam

asap yang keluar pembuluh batangnya di dalam air.

Pengendalian:

      Menyingkirkan tanaman yang terserang, dan tetap menjaga agar bedengan tanam selalu dalam

kondisi kering di luar.

      Melakukan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak sefamili bisa mengurangi resiko serangan

penyakit tersebut.

      Secara kimiawi, penyakit ini dapat dicegah dengan menyiram larutan Kocide 77WP konsentrasi

5 – 10 gr/liter pada lubang tanam sebanyak 200 ml/tanaman interval 10 – 14 hari dan dimulai

saat tanaman mulai berbunga.

e.    Busuk Batang dan Busuk Daun

Penyebab:

Penyebab penyakit ini adalah cendawan Phytophthora capsici.

Gejala:

      Infeksi pertama terjadi pada titik tumbuh, bunga dan pucuk daun, kemudian menyebar ke bagian

bawah tanaman.

      Pucuk daun berubah warna dari hijau muda menjadi warna coklat, lalu hitam dan akhirnya

membusuk.

      Busuk ini merata menuju ke bagian bawah tanaman dan menyerang kuncup bunga yang lain,

sehingga seluruh bagian atas tanaman terkulai.

      Batang yang terserang menjadi busuk kering, kulitnya mudah terkelupas, akhirnya tanaman

mati.

      Dalam kondisi kelembaban tinggi terbentuk bulu-bulu berwarna hitam yang muncul dari

jaringan yang terinfeksi cendawan.

Pengendalian:

Page 17: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

      Sanitasi lapangan dengan cara memusnahkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan gulma yang

bersifat inang.

      Rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, seperti dari padi-padian dan palawija

Pengendalian serangga inang yang dapat menularkan dari satu tanaman ke tanaman lain.

      Mengatur waktu tanam yaitu dengan tidak menanam cabai

      merah pada musim hujan dengan curah hujan tinggi.

      Mengurangi kerapatan tanaman dengan cara mengatur jarak tanam.

      Memperbaiki drainase lahan.

Menggunakan fungisida yang cocok untuk cendawan antara lain fungisida sistemik Acelalamine,

Dimethomorp, Propamocarb, Oxadisil, dan pemakaian fungisida kontak Klorotalonil.

Pemberian fungisida dilakukan secara bergilir (BBPPTP, 2008).

2.12Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Hama

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi

menjadi dua (Little, 1971) yaitu:

1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan

keadaan fisiologisnya.

2. Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya

langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan.

Kedua kelompok tersebut bekerjasama membentuk corak lingkungan hidup yang berbeda

yang bersifat menekan atau merangsang perkembangan OPT. kelompok factor luar dapat

dibedakan lagi menjadi factor fisik, biotic dan factor makanan.

Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan

faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini

disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan

secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.

Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam

keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi

dan resistensi tanaman.Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan

OPT. tersedianya inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor

pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT.

Page 18: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Faktor cuaca mempunyai peranan penting dalam siklus kehidupan serangga. Dalam batas

yang luas, cuaca mempengaruhi penyebarannya, kelimpahanya, dan sebagai salah satu faktor

utama penyebab timbulnya serangan hama.

Kelimpahan serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan kematian

pada suatu waktu tertentu. Kelahiran dipengaruhi antara lain oleh cuaca, makanan dan taraf

kepadatannya. Kematian terutama dipengaruhi oleh cuaca dan musuh alami. Kepadatan dapat

mengakibatkan emigrasi yang dapat berarti sebagai kurangnya individu di suatu lokasi yang

dianggap suatu kematian. Cuaca berpengaruh langsung terhadap tingkat kelahiran dan kematian,

secara tidak langsung cuaca mempengaruhi hama melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan

organisme lain termasuk musuh alaminya.

Organisme, khususnya serangga mempunyai daya menahan pengaruh faktor lingkungan

fisik sehingga menjadi kebal. Organisme serangga dapat mengatasi keadaan yang ekstrem berupa

adaptasi yang berhubungan dengan faktor genetis atau penyesuain yang sifatnya fisiologis.

Serangga sesuai dengan sifatnya mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dengan lingkungan

tetapi karena serangga juga mempunyai sayap, serangga dapat pindah menghindari tempat yang

ekstrim mencari tempat yang lebih sesuai.

Faktor cuaca dapat mempengaruhi segala sesuatu dalam sistem komunitas serangga anatara

lain fisiologi, perilaku, dan ciri-ciri biologis lainnya baik langsung maupun tidak langsung.

Faktor cuaca dapat dipisahkan menjadi unsur-unsur cuaca: suhu, kelembaban, cahaya dan

pergerakan udara/angin.

1.      Suhu

Pengaruh suhu terhadap kehidupan serangga banyak dipelajari di negara beriklim

dingin/sedang, dimana suhu selalu berubah menurut musim. Di negara tropika seperti Indonesia

keadaanya berbeda, iklimnya hampir sama sehingga variasi suhu relatif kecil. Perbedaan suhu

yang nyata adalah karena ketinggian. Serangga adalah organisme yang sifatnya poikilotermal

sehingga suhu badan serangga banyak dipengaruhi dan mengikuti perubahan suhu udara.

Beberapa aktifitas serangga dipengaruhi oleh suhu dan kisaran suhu optimal bagi serangga

bervariasi menurut spesiesnya. Secara garis besar suhu berpengaruh pada kesuburan/produksi

telur, laju pertumbuhan dan migrasi atau penyebarannya.

Mengukur kecepatan pertumbuhan serangga dalam hubungannya dengan suhu dapat

dilakukan sengan thermal constant. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan

Page 19: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

antara perkembangan serangga dengan jumlah thermal constant biasanya dinyatakan dengan hari

derajat (day degree accumulation). Walaupun kurang tepat namun sering digunakan untuk

perkiraan perkembangan serangga.

Kematian serangga dalam hubungannya dengan suhu terutama berkaitan dengan pengaruh

batas-batas ekstrim dan kisaran yang masih dapat ditahanserangga (suhu cardinal). Suhu yang

sangat tinggi mempunyai pengaruh langsung terhadap denaturasi/ merusak sifat protein yang

mengakibatkan serangga mati. Pada suhu rendah kematian serangga terjadi karena terbentukknya

kristal es dalam sel.

2.      Kelembaban

Serangga seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan kandungan air dalam tubuhnya,

akan mati bila kandungan airnya turun melewati batas toleransinya. Berkurangnya kandungan air

tersebut berakibat kerdilnya pertumbuhan dan rendahnya laju metabolisme. Kandungan air

dalam tubuh serangga bervariasi dengan jenis serangga, pada umumnya berkisar antara 50-90%

dari berat tubuhnya. Pada serangga berkulit tubuh tebal kandungan airnya lebih rendah.

Agar dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selaluu berusaha agar terdapat

keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga harus dilingkungan udara yang jenuh dengan

uap air sedang yang lainnya mampu menyesuaikan diri pada keadaan kering bahkan mampu

menahan lapar untuk beberapa hari.

Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat, kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga.

3.      Cahaya

Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan, perkembangannya dan tahan

kehidupannya serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya mempengaruhi

aktifitas serangga, cahaya membantu untuk mendapatkan makanan, tempat yang lebih sesuai.

Setiap jenis serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktifitasnya.

Berdasarkan hasl di atas serangga dapat digolongkan menjadi :

o Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi aktif pada siang

hari

o Serangga krepskular adala serangga yang membutuhkan intensitas cahaya sedang aktif pada

senja hari.

o Serangga nokturnal adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya rendah aktif pada

malam hari.

Page 20: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

4. pergerakan udara

Pergerakan udara merupakan salah satu faktor yang penting dalam penyebaran kehidupan

serangga. Penyebaran arah serangga kadang mengikuti arah angin.

Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan

faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini

disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan

secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.

(Semangun, 1979)

2.13 Faktor yang Mempengaruhi Epidemiologi Tumbuhan

Penyakit tumbuhan adalah kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh jamur, bakteri,

virus, mikoplasma, dan yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang tidak cocok.

Sebagai penyebab penyakit, jamur dan cendawan memegang peranan paling

penting. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri disebut penyakit parasiter.

Penyakit yang disebabkan oleh faktor luar seperti kekurangan hara, suhu yang tidak sesuai

disebut penyakit fisiologis, penyakit fisiogenis atau penyakit abiotis.

Jamur penyebab penyakit tumbuhan kebanyakan disebarkan dengan beberapa macam

bentuk spora, atau dengan potongan-potongan benang jamur. Alat-alat penular ini disebarkan

oleh angin, air, hewan, dan manusia maupun oleh kontak antara bagian tanaman yang sehat

dengan yang sakit, dan dapat juga terbawa bahan tanaman seperti biji dan umbi.

Virus dan mikoplasma disebarkan oleh serangga, oleh manusia sendiri maupun terbawa

oleh bahan tanaman.

Spora jamur jika jatuh pada jaringan tumbuhan yang peka, dan faktor luar sesuai, akan

berkecambah dengan membentuk pembuluh kecambah, yang untuk sementara waktu tumbuh

pada permukaan tumbuhan. Spora dan pembuluh kecambah ini sangat peka terhadap perubahan

faktor luar. Disamping itu juga peka terhadap lapisan pestisida yang mungkin ada dipermukaan

badan tanaman.

Di alam, agar terjadi sesuatu penyakit harus ada tiga komponen, yaitu : pathogen, faktor

luar, dan tumbuhan atau hospos (“host”). Komponen ini membentuk “segitiga penyakit”

(“disease triangle”). Untuk pertanaman (crop), faktor manusia sangat menentukan bagi terjadinya

penyakit. Manusia mempengaruhi pathogen, faktor lingkungan maupun tanamannya. Dengan

Page 21: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

demikian maka pada penyakit pertanaman terdapat “segiempat penyakit” (“disease square”)

(Robinson, 1976).

Mengingat penyebab-penyebab penyakit sangat halus, maka faktor lingkungan sangat

besar pengaruhnya terhadap terjadinya penyakit.

(Maheswari, 1970)

Page 22: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Pengamatan

o   Tempat : Lahan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya – Ngijo

o   Waktu : 16 November 2011

3.2  Alat Bahan dan Fungsi

o   Alat

         Spore trap, untuk menangkap spora dan penyakit di udara

1.      Objek Glass : Sebagai media tempat meletakan minyak twin

2.      Petridish : Sebagai tempat untuk menyimpan spora di lab

3.      Plastik Wraping : Sebagai alat untuk membungkus petridish

4.      Selotip : Sebagai alat untuk menempelkan objek glass ke tanaman

         Yellow trap, untuk menangkap serangga terbang

1.      Kayu : Sebagai alat untuk meletakkan yellow trap

2.      Botol air mineral : Sebagai alat untuk melingkarkan yellow trap

         Pit fall, untuk menangkap serangga di tanah

1.      Plastik : Untuk penyimpanan semantara serangga

2.      Gelas air mineral : Untuk tempat perangkap

3.      Cetok : Untuk menggali tanah

4.      Pengaduk : Untuk menghomogenkan larutkan

o   Bahan

         Spore trap

Page 23: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

1.      Minyak twin : Bahan supaya spora bisa melekat

         Yellow trap

1.      Kertas + feromon : Untuk menangkap serangga

         Pit fall

1.      Detergen : Untuk menarik serangga agar masuk ke perangkap

2.      Air : Sebagai pelarut detergen

3.3  Cara Kerja

a.     Spore trap

Siapkan 3 buah gelas preparat

 

Gelas preparat diolesi minyak twin secara merata pada satu sisi nya

Satu sisi lagi di tempeli double tip/ selotip

Tempelkan pada tanaman cabai, pada 3 bagian yaitu: bagian atas (daun bagian atas), bagian

tengah (daun bagian tengah), dan bagian bawah

(batang bagian bawah)

Biarkan selam 24 jam

Setelah 24 jam gelas preparat diambil, ditaruh dalam petridish dan di wrapping

Diamati dalam mikroskop (hitung jumlah dan dokumentasikan spora)

b.      Yellow trap

Menyiapkan alat dan bahan

Lingkarkan yellow trap pada botol air mineral, yang ada feromon di luar

Page 24: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Lekatkan kedua ujung nya dengan menggunakan double tip atau secara langsung antar ujung

yellow trap

Masukkan botol kedalam kayu yang sudah ditempelkan kedalam lahan pengamatan dengan

tinggi tidak melebihi tinggi tanaman.

Ambl yellow trap setelah satu hari

Masukkan dalam kantong plastik

Amati dan identifikasi hewan/serangga yang tertangkap (dokumentasikan)

c.     Pit fall

Siapkan 10 gelas air mineral

Larutan detergen ( isi gelas aqua dengan larutan sabun sebanyak kurang lebih dengan tebal 2 cm)

Lubang untuk meletakkan pit fall, letak disesuaikan dengan keadaan lahan dan metode

penggambilan sempel

Benamkan gelas air mineral tadi ke dalam tanah, sampai ujung gelas rata dengan permukaan

tanah

Letakan 10 gelas air mineral tersebut di setiap sudut dan secara acak sisanya

Diamkan selama 24 jam

Page 25: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

Ambil Serangga hama yang terkumpul

masukkan dalam kantong plastic setelah 1 hari pitfall dipasang

Melakukan identifikasi terhadap serangga hama

Hasil

3.4  Fungsi Perlakuan

Untuk perlakuan pertama yaitu pemasangan spore trap, hal pertama yang harus di lakukan

adalah objek glass/gelas preparat di lumuri dengan minyak twin, tujuan nya agar spora

menempel pada objek glass. Oblek glass diletakkan pada tiga bagian ajir, yaitu bagian atas,

tengah dan bawah. Dibiarkan selama 1x 24 jam. Ambil dan lakukan pengamatan pada

laboratorium dengan memindahkan ke petri dish terlebuh dahulu lalu diamati dengan

menggunakan mikroskop. Spore trap ini digunakan untuk menjebak spora dan penyakit yang

terbawa angin dan berterbangan di udara.

Untuk perlakuan kedua yaitu pemasangan yellow trap, yang pertama adalah melingkarkan kertas

yellow trap pada botol air mineral dan bagian yang ada feromon nya di luar, hal ini bertujuan

agar serangga nya dapat tertangkap, setelah selesai di lingkarkan pada botol air mineral,

tancapkan pada bambu/kayu botol air mineral tadi, selanjutnya tancapkan di lahan, untuk

penancapannya jangan terlalu tinggi , jangan lebih tinggi dari tanaman yang ada di lahan

tersebut, minimal harus sama agar serangga – serangga yang ada di lahan tersebut dapat

tertangkap dengan optimum. Yellow trap digunakan untuk menarik hama yang tertarik akan

warna kuning.

Untuk perlakuan ketiga yaitu pemasangan pitfall, dengan menyiapkan gelas aqua yang diisi

air sabun atau detergen, maksudnya agar serangga yang ada di permukaan tanah dapat tertarik

dengan bau nya, untuk airnya jangan terlalu penuh agar serangga yang telah terjebak masuk tidak

dapat kembali keluar dari gelas air mineral. Biarkan selama 1 x 24 jam. Lalu ambil dan

masukkan serangga yang tertangkap dalam plastik. Pit fall digunakan untuk menjebak hama /

serangga yang hidupnya di permukaan tanah.

Page 26: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penangkapan Spora

a. Jumlah Spora

Jumlah spora berdasarkan peletakan posisi objek glass pada tanaman

Bagian Atas

Tanaman

Bagian Tengah

Tanaman

Bagian Bawah

Tanaman

1 Spora 1 Spora 0 Spora

c.       Gambar

Gambar Spora

c. Analisa Hasil Pengamatan

Dari spore trap yang telah di letakan di lahan kemudian di lakukan pengamatan dengan

menggunakan mikroskop di laboratorium , spora yang diamati kurang dapat terlihat jelas, namun

dari ketiga objek glass tadi setelah diamati dengan seksama ternyata terlihat, walaupun agak

kurang jelas, yaitu pada objek glass yang di letakan di bagian atas tanaman di temukan 1 spora ,

di bagian tengah 1 spora dan pada objek glass yang di letakan di bagian bawah tanaman di

temukan 0 spora.

Hal itu karena spora itu mudah tertiup angin maka sebaranya lebih banyak d bagian atas

tanaman. Selain itu spora juga terdapat pada buah cabai yang terkena antraknosa dimana salah

satu ciri terkena antraknosa itu pada bagian tengahnya terdapat bercak hitam itu nerupakan

sekumpulan dari spora, pemasangan perangkap yang dekat dengan buah yaitu bagian tengah dan

atas ada spora yang tertangkap. Sedangkan untuk yang paling bawah tidak ada spora, karena

selain jauh dari buah dan juga spora yang mendarat ditanah tidak akan aktif dan persebaran spora

adalah melalui angin jadi peluang spora mendarat lebih besar pada bagian atas dan tengah.

4.2 Pit Fall

Gambar arthropoda pada pitfall

Page 27: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

a. Hama

Nama Arthropoda Jumlah

Jangkrik 4

Kutu Daun (chrysomitidae) 1

Kumbang (meloidae) 12

Kumbang (palacridae) 1

b. Musuh Alami

c. Hewan Lain

d. Analisa Hasil Pengamatan

Dari hasil pengamatan di laboratorium di dapat hewan-hewan yang terperangkap

pada pit fall ialah laba-laba ada 16 ekor, jangkrik serta semut ada 1 ekor, yang mana kedua

hewan tersebut berperan sebagai musuh alami karena memakan serangga hama yang ada di lahan

cabai , kemudian ada jangkrik yang jumlah nya ada 4 ekor, kutu daun 1 ekor, serta kumbang

(meloidae) dan kumbang (palacridae) yang jumlah nya masing-masing ada 12 dan 1 ekor,

hewan-hewan tersebut berperan sebagai hama pada lahan cabai yang diamati. Kutu daun sendiri

merupakan serangga hama yang juga andil merusak tanaman cabe, serangan nya berakiat pada

daun-daun yang di hisap nya melengkung ke atas , keriting dan belang-belang, hingga akhirnya

dapat terjadi kerontokan.

Sedangkan di dapat pula dalam pitfaal hewan lain yaitu kepiting 2 ekor, kepiting ini

sebenarnya merupakan predator laut, karena lahan cabe yang diamati berdekatan dengan sawah

dan selokan , yang mana merupakan habitat hidup kepiting sehingga kepitingpun ikut

terperangkap pada pit fall yang di tanam di lahan cabe.

4.3 Yellow Trap

Gambar arthropoda pada yellow trap

Nama Arthropoda Jumlah

Laba-laba 16

Semut 1

Nama Jumlah

Kepiting 2

Page 28: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

a. Hama, Predator , Serangga

NoNama

ArthropodaJumlah

Peran

Hama Predator Serangga/Polinator

1 Lalat 5

2 Nyamuk 15

3 Lalat Hijau 2

4Lebah 1 (Dip.

Mydidae)1

5Lebah 2 (Dip.

Conopidae)1

b. Hewan Lain

c. Analisa Hasil

Pengamatan

Dalam pengamatan di laboratorium di dapatkan dari yellow trap yang telah di pasang di

lahan selama 24 jam yaitu lalat berjumlah 5 ekor, nyamuk 15 ekor dan lalat hijau 2 ekor, ke tiga

ekor hewan tersebut berperan sebagai hama dalam lahan cabe. Lalat di katakan hama karena

pada buah cabe yang menunggu panen bisa habis dalam sekejap karen lalat dan menjadi

santapannya, dengan cara menusuk pada buah dan meletakkan sel telur nya, mentas menjadi

larva kemudian merusak buah cabe dari dalam, buah yang rusak tentu tidak akan laku bila di jual

, tentu saja hal ini sangat merugikan sekali. Kemudian ada nyamuk, bisa saja nyamuk itu di

katakan sebagai serangga lain, namun karena lahan yang di amati sangat dekat dengan

sawah jadi nyamuk yang ada di lahan dan tertangkap oleh pitfall itu merupakan nyamuk

sawah, yang mana menyerap sari-sari makanan lewat batang tanaman dengan menusukan

jarum suntik di mulutnya, jika keadaan nya seperti demikian maka dikatakan sebagai hama

karena sifatnya yang merugikan tanaman.

Kemudian dalam yelow trap juga di temukan lebah yang jumlah nya ada 2, lebah disini

berperan sebagai serangga penyerbuk atau yang lebih di kenal dengan nama polinator,

hewan ini membantu penyerbukan tanaman cabe .

Di temukan juga 68 ekor, cukup banyak hewan malam yang tertangkap oleh yellow

Nama Jumlah

Hewan Malam 68

Page 29: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

trap , karena saat pemasangan yellow trap di lakukan pada sore hari kemudian di biarkan

selama 24 jam, yaitu dimulai dari sore ke malam kemudian sampai ke sore lagi, sehingga

tidak heran jika banyak hewan malam yang terperangkap dalam yellow trap.

Page 30: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam praltikum yang telah di laksanakan digunakan tiga perangkap yaitu, spore trap,

pitfall dan yellow trap, dapat disimpulkan dari hasil praktikum yaitu :

         Spore trap

Spore trap di pasang dengan cara memasang minyak twin pada objek glass yang di tempelkan

pada ketiga bagian tanaman, spore trap ini efektif untuk menangkap spora dan penyakit yang

berterbangan di udara. Dari praktikum di lahan di temukan 1 spora pada objek glass yang di

pasang di bagian atas tanaman, 1 spora yang di pasang di bagian tengah tanaman, dan 0 spora

pada bagian bawah spora.

         Yellow trap

Yellow trap di pasang dengan cara menggunbakan kertas yang telah di lumuri feromon , agar

serangga tertarik dan kertas ini juga berwarna kuning agar dapat menarik serangga yang tertarik

dengan warna kuning, selain itu juga yellow trap ini dapat menangkap / memerangkap serangga

yang terbang di atas lahan. Di dapat dari perangkap yang telah di pasang adalah lalat 5 ekor,

nyamuk 15 ekor, lalat hijau 2 ekor, lebah 2 ekor.

         Pit fall di pasang dengan cara menggunakan larutan detergen yang berfungsi untuk menarik

serangga, kemudian di masukan ke dalam gelas air mineral dan di benamkan rata dengan

permukaan tanah, sehingga serangga yang berada di permukaan tanah dapat masuk ke dalam

pitfall. Di dapat dari pitfall yang di pasang adalah laba-laba 16 ekor , jangkrik 4 ekor, semut 1

ekor, kumbang 13 ekor, kutu daun 1.

         Dari perangkap yang dipasang juga di temukan hewan lain yang tertangkap, hal ini karena lahan

cabe yang berbatasan langsung dengan hewan lain tersebut dan waktu pemasangan perangkap

yang melewati masa hidup hewan lain yang tertangkap

5.2 Saran

Dalam praktikum peramalan hama dan epidomolgi telah berjalan dengan cukup lancar, hanya

saja saya pribadi sebagai praktikan yang telah melaksanakan praktikum phep belum paham

Page 31: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

mengenai cara penggunaan data yang telah di pakai kemudian dibuat menjadi suatu model

peramalan, dan juga dilakukan praktikum untuk membaca atau memahami suatu model

peramalan.

Page 32: Laporan Peramalan Hama Dan Epidemiologi Penyakit Tanaman

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia). Gadjah Mada University

Press.

AnonymousA.2011. Hama Penting Tanaman Cabai. http://buletinagraris.blogspot.com/2007/12/thrips-

parvisipinus-hrips-parvisipinus.html

AnonymousB. Hama Penting Tanaman Cabai. http://buletinagraris.blogspot.com/2007/12/thrips-

parvisipinus-hrips-parvisipinus.html

BBPPTP. 2008. Teknologi Budidaya Cabai. Badan Penelitian dan Pengembangan. Lampung

lampung.litbang.deptan.go.id/ind/.../teknologibudidayacabai.pdf

Daryanto. 2005. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian OPT pada Tanaman Tomat. Direktorat

Perlindungan Hortikultura. Jakarta.

Maheswari, R. 1970. The physiology of penetration and infection by urediospores of rust fungi. Dalam:

Plant Disease Problems, Proceedings of the First International Symposium on Plant Pathology,

Indian Phytopathological Society 1966/1967 : 824-829.

Mustafa, H. 2000. TEKNIK SAMPLING. Niaga Swadaya. Jakarta.

Oka, I.N. 1998. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. UGM Press.

Yogyakarta.

Pracaya, 1992. Hama Penyakit Tanaman, Penebar Swadaya, Jakarta.

Robinson, R.A. 1976. Plant Pathosystems. Springer-Verlag, Berlin, 184 p.

Sastrahidayat, I.R. 1997. Fitopatometri Suatu Cara Menghitung Besarnya Tingkat Kerusakan Oleh

Penyakit Tanaman. Universitas Brawijaya. Fakultas Pertanian. Jurusan Hama dan Penyakit

Tumbuhan. Malang.

Semangun, H. 1979. PENYAKIT TUMBUHAN, HUBUNGANNYA DENGAN IKLIM DAN CUACA.

UGM Press. Yogyakarta.

Tim Dosen jurusan Hama Penyakit Tumbuhan. 2011. Modul Praktikum Peramalan Hama dan

Epidomologi Penyakit Tumbuhan. Universitas Brawijaya. Fakultas Pertanian. Jurusan Hama dan

Penyakit Tumbuhan. Malang.

Tjahjadi N., 1991. Hama dan Penyakit Tanaman, Kanisius, Yogyakarta.

http://muhamadkindi.blogspot.com/2011/12/laporan-peramalan-hama-dan-epidemiologi.html