Laporan Pl

70
LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN BLOK PUBLIC HEALTH AND COMMUNITY MEDICINE “IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN PENYAKIT ISPA” KELOMPOK : 7 Pembimbing: dr. Nur Signa Aini Gumilas, M. Biotech Intan Mawaridhatul Ulla G1A014007 Dian Nursyifa Rahmah G1A014019 Risma Orchita Agwisa Fitri G1A014031 Dairotul Khasanah G1A014043 Raynaldo Adnan Dinar G1A014055 Muhammad Sidiq G1A014067 Elvira Pratiwi G1A014079 Sutan Malik Ibrahim G1A014091 Caroline Astrid G1A014103 Wafika Andira G1A014115 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

description

LAPORAN

Transcript of Laporan Pl

LAPORAN PRAKTIK LAPANGANBLOK PUBLIC HEALTH AND COMMUNITY MEDICINEIDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN PENYAKIT ISPA

KELOMPOK : 7

Pembimbing:dr. Nur Signa Aini Gumilas, M. Biotech

Intan Mawaridhatul UllaG1A014007Dian Nursyifa RahmahG1A014019Risma Orchita Agwisa FitriG1A014031 Dairotul Khasanah G1A014043Raynaldo Adnan DinarG1A014055Muhammad SidiqG1A014067Elvira Pratiwi G1A014079Sutan Malik IbrahimG1A014091Caroline AstridG1A014103Wafika Andira G1A014115

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN UMUM2015

LEMBAR PENGESAHANLAPORAN KEGIATAN PRAKTEK LAPANGANBLOK PUBLIC HEALTH AND COMMUNITY MEDICINE IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN PENYAKIT ISPA PADA PUSKESMAS BATURADEN I

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari Proses Pembelajaran Blok PHBSJurusan KedokteranFakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh :Kelompok 7Intan Mawaridhatul UllaG1A014007Dian Nursyifa RahmahG1A014019Risma Orchita Agwisa FitriG1A014031 Dairotul Khasanah G1A014043Raynaldo Adnan DinarG1A014055Muhammad SidiqG1A014067Elvira Pratiwi G1A014079Sutan Malik IbrahimG1A014091Caroline AstridG1A014103Wafika Andira G1A014115

Disetujui untuk DipresentasikanTanggal, Juni 2015

Mengetahui,

Kepala Puskesmas Baturaden I

Kabul Harsono, S.KMNIP. 19641127 198703 1 006Dosen Pembimbing

dr. Nur Signa Aini Gumilas, M.BiotechNIP. 19780912.200604.2.001

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kecamatan Baturaden merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Puskesmas I merupakan salah satu wilayah Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas dengan luas wilayah 987.407 Ha. Puskesmas I Baturraden terdiri dari 6 desa yang ada di Kecamatan Baturraden yaitu desa Purwosari, Kutosari, Pamijen, Kebumen, Karang Tengah dan Ketenger. Puskesmas 1 Baturaden merupakan puskesmas yang paling pertama berdiri di kecamatan Baturaden terletak di desa Rempoah perbatasan dengan desa Kebumen. Terdapat beberapa penyakit yang menjadi demand tinggi di Wilayah Puskesmas 1 Baturaden, diantaranya ISPA selama beberapa bulan terakhir ini. (Laporan Bulanan Puskesmas 1 Baturaden)10 PENYAKIT TERBANYAK PASIEN RAWAT JALAN PUSKESMAS 1 BATURADEN

No

PenyakitBulan : Mei

1ISPA682

2Myalgia317

3Dispepsia191

4Dermatitis125

5Hipertensi124

6Demam yang tidak di ketahui sebabnya55

7Diare51

8Arthritis41

9Cephalgia34

10Anemia31

Jumlah total1651

Kelompok kami memilih penyakit ISPA sebagai penyakit yang akan kami teliti karena jumlah penderita penyakit ini cukup tinggi tiap bulannya dengan jumlah pasien 600 pada bulan Mei serta mengealmi penurunan dan peningkatan di bulan selanjutnya yang masih dalam jumlah cukup tinggi. Kami mengambil sampel di semua usia karena jumlah pasien ISPA hampir menyerang mulai dari balita hingga dewasa.LAPORAN BULANAN PROGRAM P2 ISPA PUSKESMA 1 BATURADENNo DESAJumlah Penduduk Jumlah penduduk usia Balita ( 10% penduduk )Sasaran ( 5% Balita )

1Purwosari5.31753227

2Kutasari5.79457929

3Pamijen2.74527514

4Kebumen5.07350725

5Kr. Tengah6.74867534

6Ketenger3.29132916

Jumlah28.9682.897145

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008). Kejadian ISPA dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti daya tahan tubuh, umur, jenis kelamin, status gizi, imunisasi, pencemaran lingkungan karena asap polusi udara, penggunaan tungku untuk memasak, asap obat nyamuk bakar, dan pembakaran sampah yang merupakan ancaman kesehatan bagi masyarakat. Faktor resiko ISPA tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor diatas tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku dan tingkat jangkauan ke pelayanan kesehatan.Karena itu, kami berupaya menelaah lebih lanjut untuk mengetahui mengapa ISPA dapat terjadi, faktor-faktor apa yang meningkatkan jumlah pasien karena ISPA, dan faktor resiko apa yang dapat menjadi penyebab timbulnya ISPA di daerah Kecamatan Baturaden.1. Tujuan1. Tujuan Umum :1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi faktor-faktor risiko1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi rute transmisi1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi pemajanan yang berhubungan dengan terjadinya penyakit (terutama infeksi) di wilayah pedesaan. 1. Mahasiswa mampu melakukan penilaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tataran rumah tangga.

1. Manfaat :1. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor risiko1. Mampu mengidentifikasi rute transmisi1. Mampu mengidentifikasi pemajanan yang berhubungan dengan terjadinya penyakit (terutama infeksi) di wilayah pedesaan. 1. mampu melakukan penilaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tataran rumah tangga.

II. GAMBARAN UMUM

A. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas Baturraden Ia) Keadaan GeografiPuskesmas I merupakan salah satu wilayah Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas dengan luas wilayah 987.407 Ha. Puskesmas I baturraden terdiri dari 6 desa yang ada di Kecamatan Baturraden. Desa Karangtengah merupakan desa yang paling luas yaitu sekitar 305.000 Ha. Sedangkan desa Pmaijem merupakan desa yang paling kecil yaitu sekitar: 85.650 Ha.Letak geografis Puskesmas I baturraden berbatasan dengan wilayah beberapa Puskesmas, yaitu: Di sebelah utara: PERHUTANI Di sebelah selatan: Puskesmas Purwokerto Utara Di sebelah barat: Puskesmas Kedungbanteng Di sebelah timur: Puskesmas II BaturradenLetak Puskesmas I Baturraden 65% merupakan daerah dataran tinggi (Pegunungan) sedangkan 35% merupakan daerah dataran rendah. Puskesmas I Baturraden sebagian besar berada 25-100 m dari permukaan laut. Luas penggunaan lahan di Puskesmas I Baturraden terdiri atas: Tanah sawah: 148.47 Ha (1,50%) Tanah pekarangan: 178.49 Ha (1,81%) Tanah tegalan: 198.36 Ha (2,01%) Tanah perkebunan: 267.86 Ha (2,71%) Tanah hutan: - Ha Tanah kolam: 98.87 Ha (1,00%) Tanah lain-lain: 207.355 Ha (20,99%)b) Keadaan Demografi

B. Pertumbuhan PendudukBerdasarkan data dari Statistik Kecamatan Baturraden hasil registrasi penduduk tahun 2014, jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas I Baturraden 28.968 jiwa, yang terdiri dari 13.735 jiwa dan perempuan 15.233 jiwa yang tergabung dalam 6.584 rumah dan 7.611 Kepala Keluarga (KK). Sedangkan jumlah penduduk tahun 2013 sebanyak 28.691 jiwa yang terdiri dari 13.623 jiwa laki-laki dan 15.068 jiwa perempuan. Laju pertumbuhan penduduk tahun 2013-2014 sebanyak 2,77%.C. Jumlah Penduduk Menurut Golongan UmurJumlah penduduk di Puskesmas I Baturraden tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel I di bawah ini. Kepadatan penduduk tahun 2014 meningkat 2 jiwa/km2 dibandingkan dengan tahun 2013.

Tabel 2.1 :Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Golongan Umur Di Wilayah Puskesmas I BaturradenNOUMUR (TAHUN)LAKI-LAKIPEREMPUANJUMLAH

12345

20-4277294571

35-9135614082764

410-14144814392887

515-19128113042585

620-24127112642535

725-39118512382423

830-34119613142510

935-39118412792463

1040-44100611822188

1145-4984111942035

1250-546869131599

1355-596779131590

1460-64416478894

1565-69316361677

1670-74298369667

1775+297283580

JUMLAH13,73515,23328,968

Jika dilihat jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur, penduduk berusia penduduk berumur 10-14 tahun yaitu kelompok umur tertinggi, yaitu 2.887 jiwa atau 10,04%. Maka penduduk dalam Wilayah Puskesmas I Baturraden tergolong pada usia muda atau usia produktif. Sedangkan jumlah penduduk berumur 0-4 tahun yaitu sebesar 571 jiwa atau 2.01%.

D. Kepadatan PendudukPenduduk di Wilayah Puskesmas I Baturraden untuk tahun 2014 belum menyeluruh secara merata, pada umumnya penduduk banyak menumpuk, rata-rata kepadatan penduduk Wilayah Puskesmas I Baturraden sebesar 2 jiwa/km2. Desa terpadat di wilayah Puskesmas I Baturraden yaitu Desa Purwosari dengan tingkat kepadatan 3,96 jiwa/km2. Sedangkan desa dengan kepadatan penduduk terendah yaitu Desa Kebumen dengan tingkat kepadatan 1,50 jiwa/km2.c) Keadaan Sosial EkonomiA. Tingkat PendidikanDari hasil Statistik desa tahun 2014 jumlah penduduk laki-laki dan perempuan usia 10 tahun keatas menurut Pendidikan tertinggi dapat dilihat pada gambar I yang tidak atau belum tamat sekolah 1.74(7,08%).Berikut disajikan grafik jumlah penduduk berusia 10 tahun keatas menurut tingkat pendidikan di wilayah Puskesmas I Baturraden.Tabel 2.2 :Jumlah penduduk berusia 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikandi wilayah Puskesmas I Baturraden.No.KeteranganLaki-lakiPerempuan

1.Tidak atau belum pernah sekolah5281413

2.Tidak atau belum tamat SD2.6757.701

3.SD/MI2.4555.075

4.SLTP/MTs2.9205.461

5.SLTA/MA2.2954.034

6.Akademi/Diploma4471.112

7.Universitas444882

Dari data Kecamatan Baturraden tahun 2014, jumlah penduduk laki-laki dan perempuan usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan yang tidak atau belum tamat sekolah sebesar 1.413 orang (28,41%), tamat SD/MI sebesar 12.076 orang (20,60%), tamat SLTP/MTs Sederajat sebesar 5.461 orang (22,10%), tamat SLTA/MA sebesar 4.034 orang (16,07%), tamat Akademi/Diploma sebesar 1.112 orang (4,03%), tamat universitas sebesar 882 orang (3,06%).

B. Mata Pencaharian PendudukDari data Kecamatan Baturraden tahun 2014, mata pencaharian atau jenis pekerjaan penduduk Puskesmas I Baturraden adalah sesuai situasi sebagai berikut: Petani sendiri 3.052 orang (13,56%), Buruh Tani 2.979 orang (13,24%), Pengusaha 52 orang (0,23%), Pengangkutan 206 orang (0,92%), Buruh Industri 356 orang (1,58%), Buruh Bangunan 1.032 orang (4,59%), Pedagang 1.607 orang (7,14%), PNS/ABRI 986 orang (4,38%), Pensiunan 342 orang (1,52%), Lain-lain 1.836 orang (8,16%).

B. Capaian Program Dasar Kesehatan Puskesmas Baturraden I1. Kesehatan LingkunganPembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar Puskesmas I Baturraden menurut Dinas Kesehatan Puskesmas I Baturraden a. Pelayanan Kesehatan Lingkungan Berdasarkan data 2014 jumlah institusi yang terdiri dari sarana kesehatan , sarana pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran di wilayah Puskesmas I Baturraden memenuhi standar yaitu dari 83 dari 90 sarana berada dalam pembinaan.b. Pelayanan Higiene Sanitasi Tempat-Tempat UmumJumlah tempat-tempat umum yang terdiri dari hotel, restoran, rumah makan, pasar dan TPUM yang diperiksa persyaratan kesehatannya sebanyak 73 dari 85 yang ada. TTU yang memnuhi syraat kesehatannya sebanyak 65 buah (89,4%) dari jumlah TTU yang diperiksa dibandingkan pada tahun 2013 TU yang memnuhi syara sebanayak 61 buah dari 71 buah TTU yang diperiksa. Secara kualitas, TTU yang diperiksa mengalami peningkatan sbeanyak 3,12%c. Rumah sehat Berdasarkan data 2014, dari 6502 rumah yang diperiksa, sebanyak 5566 rumah memenuhi syarat kesehatannya. Pada ahun 2013 sebanyak 5513 dari 6448 memenuhi persyaratan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah rumah sehat sebesar 0,1 %. Cakupan rumah sehat ini tidak bisa menggambarkan kondisi rumah sehat seluruh wilayah Puskesmas I Baturraden karena tidak seluruh rumah diperiksa kondisinyad. Akses air bersih Presentase keluarga menurut sarana air bersih yang terdiri dari kemasan ledeng, mata air, dan lainnya menunjukkan bahwa dari total 7611 KK, KK yang diperiksa sumber air bersihnya yaitu 5982 KK atau 76,6 %. Presentase keluarga menurut sumber air minum yang digunakan menunjukkan bahwa dari 5982 keluarga yang sumber airnya diperiksa sebanyak 2978 yang sumber air minumnya terlindungi.

2. Pelayanan KesehatanUpaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan pemberian kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagaian besar masalah sudah dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut berikut (Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Puskesmas I Baturraden, 2014) a. Perbaikan Gizi Masyarakat1. Pemantauan pertumbuhan balitaPada tahun 2014 pertumbuhanbalita adalah sebagi berikut :a. Jumlah seluruh balita laki-laki 865 balita, sedangkan perempuan 1295 balita b. Jumlah balita laki-laki yang ditimbang 553 balitaatau 63,39% dan balita perempuan yang ditimbang 885 balita atau 68,3%c. Jumlah balita yang naik berat badannya pada laki-laki 765 balita atau 86,4% sedangkan pada perempuan 765 atau 86,4%. Tingkat pastisipasi masyarakat tahun 2014 yaitu 75,83% dibandingkan tahun 2013 sebesar 85,73 % mengalami penurunan 9.9% BGM. Tingkat partsisipasi masyarakat dan efek penyuluhan bila dibandingkan dengan SPM masih dibawah standar.Hal ini disebabkan karena setelah mencapai usia > 3 tahun anak-anak sudah enggan ditimbang dan pada umumnya sudah masuk TK/play group. Upaya yang ditempuh oleh Puskesmas I Baturraden yaitu meningkatkan penyuluhan, meningkatkan fungsi kelompok kerja (Pokja) posyandu desa untuk informasi masyarakat sehingga meningkatkan peran serta masyarakat

2. Pelayanan Gizia. Pemberian kapsul vitamin A Upaya perbaikan gizi juga dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan banyak mengalami kekurangan vitamin A melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi. Berdasarkan data yang dihimpun dari petugas gizi puskesmas bahwa jumlah balita yang ada tahun 2014 sebanayk 1682 balita. Balita yang mendapat kapsul vitamin A dua kali terdiri dari laki-laki 675 anak dan perempuan 1007 anak Dibanding dengan tahun 2013 dari 1740 balita yang mendapat vitamin a dua kali setahun sebanyak 1740 balita sehingga terjaid penurunan 58 balita yang mendapatkan kapsul vitamin a

b. Pemberian tablet besiPemberian tablet besi (Fe) dimaksudkan untuk mengatasi kasus anemia serta meminimalisasi dampak buruk akibat kurang Fe (khusus yang dialami ibu hamil). Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas I Baturraden tahun 2014, sebanyak 509 orang mendapatkan tablet Fe 1 (30 tablet) dan 474 orang mendapatkan tablet Fe (90 tablet). Kondisi tersebut bila dibandingkan dengan SPM (90% sudah mencapai target)

3. Pelayanan pengobatan / perawatanBerdasarkan data tahun 2014, jumlah laki-laki 14.231 atau (49,13%), sedangkan perempuan 18,096 atau (62,47%). Pasien rawat jalan yang ada dalam Puskesmas I Baturaden tahun 2015 sebanyak 30.179 atau sebesar 105,18% dari jumlah penduduk. Target kunjungan rawat jalan berdasarkan Indonesia sehat sebesar 15% . Dengan demikian penggunaan fasilitas kesehatan Puskesmas I Baturraden tahun 2015 telah melampaui target.

4. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menulara) Pencegahan dan pemberantasan penyakit polioMenurut sumber dari petugas survalians Puskesmas I Baturraden tahun 2015 kasus Acute Flacid Paralisis (AFP) tidak ditemukan .Standar pelayanan minimal untuk AFP rate per 100.000 Penduduk.b) Pencegahan dan pemberantasan TB paruBerdasarkan data dari petugas TB Paru Puskesmas I Baturraden tahun 2015 kasus TB paru ( BTA + diabotil ) sebanyak 21 kasus terdiri dari laki-laki 11 kasus dan perempuan 10 kasus, pasien yang diobati sejumlah 21 kasus dengan pasien sembuh sebanyak 11 kasus atau 52,38 %. Dibandingkan tahun 2014 kasus TB paru yang sembuh 8 dari 17 atau 47,06 % sehingga mengalami peningkatan 5,32 %. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesadaran masyarakat untuk berobat dan menyadari pentingnya makan obat sudah meningkat. Namun demikian, pengawasan minum obat ditingkatkan untuk kebutuhan penderita TBC BTA positif ( > 85 % ). Oleh karena itu, kesembuhan penderita di Puskesmas I Baturraden dibandingkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) belum tercapai.c) Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Pnemonia BalitaBerdasarkan data dari petugas pneumonia puskesmas 2015, kasus pnemonia balita sebanyak 131 kasus dan terdiri dari 77 kasus pada laki-laki dan 54 kasus pada perempuan. Jumlah kasus yang ditangani sebanyak 107 kasus. Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk balita dengan pnemonia yang ditangani sebesar 100% dibanding dengan SPM belum tercapai. Hal ini disebabkan karena petugas yang ada masih merangkap tugas yang lain. Kondisi tersebut dapat diatasi melalui pertemuan pemantapan program dan pelatihan MTBS (Managemen Terpadu Balita Sakit) untuk dokter, perawat dan bidan.d) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV-AIDSKasus penyakit AIPAIDS pada tahun 2015 di Puskesmas I Baturraden tidak ditemukan.e) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBDKasus penyakit DBD tahun 2015 sebanyak 13 kasus yang terdiri dari 5 laki-laki dan 8 kasus perempuan telah mendapatkan penanganan 100 %. Kasus penyakit DBD tahun 2014 sebanyak 29 kasus. Bila dibandingkan dengan tahun 2015 terjadi terdapat penurunan kasus sebanyak 16. Hal ini disebabkan karena PSN dari masyarakat dan adanya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya DBD. Selain itu, kasus DBD dapat disebabkan karena impor yaitu tertular dari tempat lain karena mobilitas penduduk.Upaya pemberantasan DBD terdiri dari tiga hal yaitu peningkatan kegiatan survailance penyakit dan vektor, diagnosis dini dan pengobatan dini, serta peningkatan upaya pemberantasan vektor penular DBD. Dalam rangka pemberantasan penyakit DBD, puskesmas telah melakukan langkah kongkrit antara lain penyuluhan baik oeh petugas puskesmas maupun bidan di desa, penggerakan PSN, serta foging focus yang bila diperlukan pada tiap desa akan diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.

III. ANALISIS SITUASI DAN PEMILIHAN MASALAH

A. Daftar PermasalahanDaftar permasalahan kesehatan yang ada (berdasar data sekunder)Puskesmas : Baturraden 1Bulan : Mei 2015Tabel 3.1. Penyakit Terbanyak Rawat Jalan di Puskesmas 1 Baturraden

No

PenyakitBulan : Mei

1ISPA682

2Myalgia317

3Dispepsia191

4Dermatitis125

5Hipertensi124

6Demam yang tidak di ketahui sebabnya55

7Diare51

8Arthritis41

9Cephalgia34

10Anemia31

Jumlah total1651

B. Permasalahan Terpilih dan Dasar PemilihannyaPenyakit yang dipilih untuk diamati,diambil berdasarkan daftar 10 besar penyakit terbesar pada bulan tahun di wilayah kerja Puskesmas 1 Baturraden dan merupakan hasil diskusi dengan salah seorang dokter yang bertugas di Puskesmas adalah ISPA . Penyakit ISPA diamati pada responden berusia di atas 0 tahun hingga diatas 40 tahun penyakit ini cukup tinggi tiap bulannya dengan jumlah pasien 600 pada bulan Mei serta mengealmi penurunan dan peningkatan di bulan selanjutnya yang masih dalam jumlah cukup tinggi. Beberapa penyakit lain yang termasuk dalam daftar 10 besar penyakit di wilayah kerja Puskesmas 1 Baturraden ,seperti dispepsia dan diare sebenarnya dapat diamati,tetapi baik insidensi maupun prevalensi penyakit-penyakit tersebut lebih rendah dibandingkan kasus ISPA yang insidensinya kian meningkat berdasarkan data 2 bulan terakhir yaitu.(Laporan Bulanan Puskesmas 1 Baturraden).Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan. ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak di negara berkembang dan negara maju. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur anak, musim, kondisi tempat tinggal, dan masalah kesehatan yang ada (Muttaqin, 2008). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari salura pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli/gelembung paru termasuk jaringan di sekitarnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura/selaput paru . Penyakit ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya (Nelson, 2003).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. HASILPada bagian ini dilampirkan tabel hasil wawancara dengan 44 responden di Desa Karangtengah I dan Desa Karangtengah II, wilayah Puskesmas I Baturraden yang dilakukan pada tanggal 22-23 Juni 2015.Tabel 4.1. ISPA terkait mendengar tentang penyakit ISPA.ISPA terkait mendengar tentang penyakit ISPAYaTidak

17(38.63%)27(61.36%)

Tabel 4.2. ISPA terkait mengetahui gejala penyakit ISPA.ISPA tekait mengetahui gejala penyakit ISPAYaTidak

24(54.54%)20(45.45%)

Tabel 4.3. ISPA terkait asupan makanan sehari-hari.ISPA tekait asupan makanan sehari-hariYaTidak

38(86.36%)6(13.63%)

Tabel 4.4. ISPA terkait berat badan lahir 2.500-4.000 gram.ISPA tekait berat badan lahir 2.500-4.000 gramYaTidak

17(100.00%)0(0.00%)

Tabel 4.5. ISPA terkait mengonsumsi ASI usia 0-6 bulan.ISPA tekait mengonsumsi ASI usia 0-6 bulanYaTidak

17(100.00%)0(0.00%)

Tabel 4.6. ISPA terkait imunisasi lengkap.ISPA tekait imunisasi lengkapYaTidak

17(100.00%)0(0.00%)

Tabel 4.7. ISPA terkait tidak memiliki kebiasaan merokok.ISPA tekait titi memiliki kebiasaan merokokYaTidak

32(72.72%)12(27.27%)

Tabel 4.8. ISPA terkait tidak ada penghuni rumah yang merokok.ISPA tekait titi ada penghuni rumah yang merokokYaTidak

13(29.54%)31(70.45%)

Tabel 4.9. ISPA terkait tidak menggunakan obat nyamuk bakar.ISPA tekait tidak menggunakan obat nyamuk bakarYaTidak

39(88.63%)5(11.36%)

Tabel 4.10. ISPA terkait tidak membuang dahak di sembarang tempat.ISPA tekait tidak membuang dahak di sembarang tempatYaTidak

33(75.00%)11(25.00%)

Tabel 4.11. ISPA terkait kebiasaan batuk sesuai cara batuk yang benar.ISPA tekait kebiasaan batuk sesuai cara batuk yang benarYaTidak

30(68.18%)14(31.81%)

Tabel 4.12. ISPA terkait luas rumah yang ditempati 21m2.ISPA terkait luas rumah yang ditempati 21m2.YaTidak

38(86.36%)6(13.63%)

Tabel 4.13. ISPA terkait luas kamar 9m2.ISPA terkait luas kamar 9m2YaTidak

25(56,8%)19(43,2%)

Tabel 4.14. ISPA terkait kamar tidur yang ditempati tidak 1 orang.ISPA terkait kamar tidur yang ditempati tidak 1 orang YaTidak

21(47,7%)23(52,3%)

Tabel 4.15. ISPA terkait tinggi atap rumah > 2,75 m2 .ISPA terkait tinggi atap rumah > 2,75 m2YaTidak

27(61%)17(39%)

Tabel 4.16. ISPA terkait pencahayaan matahari di dalam rumah cukup.ISPA terkait pencahayaan matahari di dalam rumah cukupYaTidak

36(81%)8(19%)

Tabel 4.17. ISPA terkait ventilasi dalam rumah cukup (10% luas lantai).ISPA terkait ventilasi dalam rumah cukup (10% luas lantai)YaTidak

33(75%)11(25%)

Tabel 4.18. ISPA terkait jendela sering dibuka.ISPA terkait jendela sering dibukaYaTidak

32(72.70%)12(27.30%)

Tabel 4.19. ISPA terkait dinding rumah permanen.ISPA terkait dinding rumah permanenYaTidak

34(77.00%)10(23.00%)

Tabel 4.20. ISPA terkait kondisi lantai dalam rumah kedap air.ISPA terkait kondisi lantai dalam rumah kedap airYaTidak

30(68,20%)14(31,80%)

Tabel 4.21. ISPA terkait atap dari genteng dan terdapat langit-langit.ISPA terkait atap dari genteng dan terdapat langit-langitYaTidak

20(45,50%)24(54,50%)

Tabel 4.22. ISPA terkait atap rumah tidak bocor.ISPA terkait atap rumah tidak bocorYaTidak

22(50.00%)22(50.00%)

Tabel 4.23. ISPA terkait rumah tidak berdebu.ISPA terkait rumah tidak berdebuYaTidak

19(43,20%)25(56,80%)

Tabel 4.24. ISPA terkait tidak ada polusi asap kendaraan.ISPA terkait tidak ada polusi asap kendaraanYaTidak

29(65,90%)15(34,10%)

Tabel 4.25. ISPA terkait penggunaan air bersih untuk keperluan sehari-hari.ISPA terkait penggunaan air bersih YaTidak

43(97,7%)1(0,03%)

Tabel 4.26. ISPA terkait kebiasaan membuang sampahISPA terkait kebiasaan membuang limbah rumah tanggaYaTidak

24(54,5%)20(45,5%)

Tabel 4.27. ISPA terkait tidak menggunakan tungku untuk memasak.ISPA terkait tidak menggunakan tungku untuk memasakYaTidak

25(56,8%)19(43,2%)

Tabel 4.28. ISPA terkait tidak ada pembakaran sampah/jerami di dekat rumah.ISPA terkait tidak pembakaran sampah/jerami di dekat rumahYaTidak

18(40,9%)26(59,1%)

Tabel 4.29. ISPA terkait kepadatan penghuni dalam rumah 4 orang.ISPA terkait kepadatan penghuni dalam rumah 4 orangYaTidak

25(56,8%)19(43,2%)

Tabel 4.30. ISPA terkait tidak ada pengidap penyakit ISPA disekitar rumah.ISPA terkait tidak ada pengidap penyakit ISPA disekitar rumahYaTidak

17(39%)27(61%)

Tabel 4.31. ISPA terkait tidak sering berinteraksi dengan pengidap penyakit ISPAISPA terkait tidak sering berinteraksi dengan pengidap penyakit ISPAYaTidak

26(59,1%)18(40,9%)

B. Hasil PHBSPada aspek perilaku hidup bersih dan sehat ditanyakan lima belas pertanyaan yang relevan untuk penilaian PHBS. Skoring dilakukan dengan memberikan nilai nol jika jawaban tidak dan satu jika jawaban responden ya. Skor yang menggambarkan strata PHBS diklasifikasikan sebagai berikut.:1. 0 5: sehat pratama1. 6 10: sehat madya1. 11 15: sehat utama 1. 16: sehat paripurnaDari hasil diperoleh 0% responden masuk ke dalam strata PHBS sehat pratama, 23% responden masuk ke dalam strata PHBS sehat madya, 66% responden masuk ke dalam strata PHBS sehat utama, dan 11% responden masuk ke dalam strata PHBS sehat paripurna.Grafik 4.1 : Prilaku Hidup Bersih dan SehatC. PEMBAHASANBerikut adalah pembahasan berdasarkan faktor risiko menderita ISPA dari hasil pengumpulan data 44 responden di Desa Karangtengah I dan Desa Karangtengah II, wilayah Puskesmas I Baturraden yang dilakukan pada tanggal 22-23 Juni 2015.

1. Faktor Risiko Pengetahuan RespondenPengetahuan dan sikap mengenai kesehatan akan berpengaruh terhadap perilaku sebagai hasil jangka panjang dari pendidikan kesehatan hal itu dikarenakan dari pengetahuan dan sikap itulah akan tercipta upaya pencegahan kekambuhan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya (Notoatmodjo, 2003).Tingkat pengetahuan keluarga mengenai ISPA juga sangat berpengaruh dalam tingginya jumlah kasus ISPA. Dengan pengetahuan yang baik tentang ISPA, sebuah keluarga dapat mencegah penularan penyakit ISPA. Misalnya, dengan membiasakan penggunaan masker, baik untuk pasien maupun penderita yang merawat. Penggunaan masker ini berfungsi untuk meminimalisasi penularan melalui droplet (World Health Organization, 2007).Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcame) pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).Berdasarkan wawancara dengan 44 responden di Desa Karangtengah I dan Desa Karangtengah II, wilayah Puskesmas I Baturraden, didapatkan bahwa 17 responden (38.63%) pernah mendengar tentang penyakit ISPA, dan 27 responden (61.36%) tidak pernah mendengar tentang penyakit ISPA serta 24 responden (54.54%) mengetahui gejala penyakit ISPA dan 20 responden (45.45%) tidak mengetahui gejala penyakit ISPA. Hal ini menunjukkan bahwa banyak responden tidak mengetahui penyakit ISPA dan hanya sebagian yang mengetahui gejala penyakit ISPA berupa batuk, pilek, dan sesak napas. Kurangnya pengetahuan ini berdampak pada peningkatan kasus penyakit ISPA di Desa Karangtengah I dan Desa Karangtengah II, wilayah Puskesmas I Baturraden.

1. Faktor Risiko Kekebalan TubuhStatus gizi balita memengaruhi kekebalan tubuh balita terhadap penyakit, termasuk ISPA. Balita adalah kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling sering menderita penyakit akibat gizi dalam jumlah besar (Notoatmodjo, 2007).Pemberian ASI pada pasien anak-anak memiliki peran juga dalam munculnya penyakit ISPA pada anak-anak. Melalui pemberian ASI eksklusif, anak mendapatkan zat-zat imun, perlindungan, dan kehangatan dari kontak dengan ibunya. Anak juga mendapatkan nutrisi yang cukup untuk kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangannya sehingga tidak mudah terkena ISPA. ASI terbukti memberi manfaat bagi bayi, baik dari aspek gizi (kolostrum yang mengandung imunoglobulin A, wheicasein, decosahexanoic/DHA, dan arachidonic/AA dengan komposisi yang sesuai), aspek imunologik (IgA, laktoferin, lisosim, dan tiga jenis leukosit, yaitu bronchus-associated lymphoid tissue, gut-associated lymphoid tissue, mammary associated lymphoid tissue, serta faktor bifidus), aspek psikologik (interaksi dan kasih sayang antara anak dan ibu), aspek kecerdasan, aspek neurologik aspek ekonomik, serta aspek penundaan kehamilan. (Centers for Disease Control and Prevention, 2010).Selain status gizi dan pemberian ASI, imunisasi pada balita juga menentukan kekebalan tubuh balita terhadap penyakit. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan salah satu cara meningkatkan kekebalan tubuh seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga kelak bila ia terpajan pada antigen serupa tidak terjadi penyakit. Pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu atau imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh (Ranuh, 2005).Imunisasi lengkap perlu diupayakan untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA. Campak, pertusis, difteri dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan risiko ISPA, maka peningkatan cakupan imunisasi, seperti difteri, pertusis serta campak akan berperan besar dalam upaya pemberantasan penyakit tersebut. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila terserang penyakit diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat (Depkes RI, 2009).Riwayat BBLR juga memengaruhi kekebalan tubuh balita karena berat badan lahir menentukan pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental pada balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai faktor risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan pertama melahirkan karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terserang penyakit infeksi, terutama pneumonia dan penyakit saluran pernapasan. Apabila daya tahan terhadap tekanan menurun, maka sistem imun dan antibodi berkurang, sehingga mudah terserang infeksi. Pada anak hal ini dapat mengakibatkan kematian (Almatsier, 2004).Dari hasil wawancara dengan 17 responden anak yang pernah menderita ISPA di Desa Karangtengah I dan Desa Karangtengah II, diperoleh data bahwa seluruhnya (100%) memiliki status gizi baik, ASI eksklusif pada usia 0-6 bulan, dan mendapatkan imunisasi lengkap pada saat masih balita. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinannya kecil responden anak menderita ISPA di Desa Karangtengah I dan Desa Karangtengah II, wilayah Puskesmas I Baturraden yang diakibatkan faktor gizi dan imunitas tubuhnya karena faktor-faktor risiko penyakit ISPA bersifat multifaktorial, ada faktor-faktor lain yang turut berperan meningkatkan risiko penyakit ISPA, yaitu faktor risiko pengetahuan, perilaku, sanitasi lingkungan rumah, serta lingkungan dan sosial).

1. Faktor Risiko PerilakuPencemaran udara didalam rumah selain berasal dari luar ruangan dapat pula berasal dari sumber polutan di dalam rumah terutama aktivitas penghuninya antara lain penggunaan biomassa untuk memasak atau pemanas ruangan, asap dari sumber penerangan yang menggunakan bahan bakar, asap rokok, penggunaan obat nyamuk, pelarut organik yang mudah menguap (formaldehid) yang banyak dipakai pada peralatan perabotan rumah tangga (Mukono, 2000).Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan. Apabila sedang batuk, dianjurkan untuk mengenakan masker. Berikut adalah etika batuk yang baik (World Health Organization, 2007).

Gambar 4.1Etika batuk (World Health Organization, 2007).

Berdasarkan wawancara di lapangan didapatkan hasil mengenai perilaku 44 responden, yaitu 32 responden (72.72%) tidak memiliki kebiasaan merokok dan 12 responden (27.27%) memiliki kebiasaan merokok, 13 responden (29.54%) tidak ada penghuni rumah yang merokok dan 31 responden (70.45%) ada penghuni rumah yang merokok, 39 responden (88.63%) tidak menggunakan obat nyamuk bakar dan 5 responden (11.36%) menggunakan obat nyamuk bakar), 33 responden (75.00%) tidak membuang dahak di sembarang tempat dan 11 responden (25.00%) membuang dahak di sembarang tempat, 30 responden (68.18%) memiliki kebiasaan batuk sesuai cara batuk yang benar dan 14 responden (31.81%) belum memiliki kebiasaan batuk sesuai cara batuk yang benar.Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih ada sebagian kecil responden yang menggunakan obat nyamuk bakar, membuang dahak di sembarang tempat dan belum memiliki kebiasaan batuk sesuai cara batuk yang benar. Namun dari hasil tersebut diperoleh bahwa sebagian besar responden merokok yang kemungkinan menyebabkan polusi udara di dalam rumah dan memiliki penghuni yang merokok di rumah (terpapar sebagai perokok pasif). Oleh karena itu, faktor risiko kebiasaan merokok, baik aktif maupun pasif memiliki peran yang lebih signifikan dalam menimbulkan penyakit ISPA dibandingkan faktor risiko kebiasaan membuang dahak sembarangan, ataupun tertular dari orang sekitar yang batuk dengan cara yang tidak benar pada peningkatan banyak kasus penyakit ISPA di Desa Karangtengah I dan Desa Karangtengah II, wilayah Puskesmas I Baturraden.

1. Faktor Risiko Sanitasi Lingkungan RumahCara penularan utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet. Droplet keluar saat penderita batuk. Kemudian droplet terhirup oleh orang lain sehingga orang yang menghirup bisa menjadi sakit juga. Penularan melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan yang diikuti oleh inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius berbagai ukuran dan dalam jarak dekat bisa juga terjadi untuk sebagian patogen. Karena jarak sangat berpengaruh dalam penularan, adanya keluarga yang menderita ISPA sangat berpotensi untuk menularkannya kepada anggota keluarga lainnya (WHO, 2007).Menurutkeputusan Menteri permukiman dan prasarana wilayah nomor: 403/KPTS/m/2002 tentangpedoman teknis pembangunan rumah sederhana sehat (RS sehat), kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2.80 m (Depkes RI, 2002).Salah satu fungsi atap yaitu melindungi masuknya debu dalam rumah. Atap sebaiknya diberi plafon atau langit-langit, agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah. Atap genteng merupakan atap yang cocok di daerah tropis. Atap seng atau atap asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga dapat menimbulkan suhu panas dalam rumah (Notoatmodjo, 2007). Penerangan ada dua macam, yaitu penerangan alami dan buatan. Penerangan alami sangat penting dalam menerangi rumah untuk mengurangi kelembaban. Penerangan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah maupun bagian lain dari rumah yang terbuka, selain berguna untuk penerangan sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab penyakit tertentu, misalnya untuk membunuh bakteri adalah cahaya pada panjang gelombang 4000 A sinar ultra violet (Azwar, 1990).Cahaya matahari di samping berguna untuk menerangi ruangan, mengusir serangga (nyamuk) dan tikus, juga dapatmembunuh beberapa penyakit menular misalnya TBC, cacar,influenza, penyakit kulit atau mata, terutama matahari langsung. Selain itu sinar matahari yang mengandung sinar ultra violet baik untuk pertumbuhan tulang anak-anak (Suyono, 1985).Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan over crowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan (Gunawan et al.,1982).Rumah yang memenuhi syarat ventilasi baik akan mempertahankan kelembaban yang sesuai dengan temperatur kelembaban udara (Azwar, 1990).Standar luas ventilasi rumah, menurut Kepmenkes RI No. 829 tahun 1999, adalah minimal 10% luas lantai. Menurut Frinck (1993) setiap ruang yang dipakai sebagai ruang kediaman sekurang-kurangnya terdapat satu jendela lubang ventilasi yang langsung berhubungan dengan udara luar bebas rintangan dengan luas 10% luas lantai. Ruangan yang ventilasinya kurang baik akan membahayakan kesehatan khususnya saluran pernapasan. Terdapatnya bakteri di udara disebabkan adanya debu dan uap air. Jumlah bakteri udara akan bertambah jika penghuni ada yang menderita penyakit saluran pernapasan, seperti TBC, Influenza, dan ISPA.Secara teoritis, sebenarnya jenis dinding dan jenis lantai mempunyai kaitan erat dengan kejadian ISPA. Dinding rumah dan jenis lantai rumah yang tidak memenuhi syarat menyebabkan kondisi udara dalam ruang menjadi lembab. Kondisi lembab ini akan menjadi pra kondisi pertumbuhan kuman maupun bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit bagi penghuninya. Seperti telah diketahui secara teoritis bahwa penyebab ISPA sangat bervariasi, mulai dari bakteri patogen, Haemophilus influenza, virus, maupun fungi (jamur) (Syaiful 2012).Menurut Azwar, (1986: 170-171) polutan merupakan faktor-faktor yang mempunyai sifat mencemarkan. Dampak dari pergeseran atau perubahan kondisi lingkungan akibat erupsi merapi merupakan hubungan polutan yang berdampak langsung dengan timbulnya gangguan kesehatan manusia. Dampak polutan ini dapat ditemukan pada hal-hal yang oleh manusia dibutuhkan untuk kelangsungan hidupannya seperti udara dan air. Dari penggolongan pencemaran yang terjadi di alam, apabila ditinjau dari hal yang mencemarinya termasuk dalam pencemaran udara atau (air pollution). Pencemaran pada udara dibedakan menjadi: 1. Aerosol Aerosol merupakan suatu suspensi di udara yang bersifat padat (debu) ataupun bersifat cair (asap dan uap). Debu adalah hasil penghancuran dari benda-benda organik ataupun anorganik yang sifatnya tidak merekat, serta mempunyai garis tengah 20 mikron. Pada umumnya debu tidak melayang, kecuali diameter 5 mikron, karena dapat menimbulkan suspensi di udara. Debu bergerak karena tiupan angin, jika tidak debu tidak akan mengumpul di bawah mengikuti gaya gravitasi bumi. 1. Gas Gas merupakan uap yang dihasilkan oleh zat padat ataupun zat cair, baik karena dipanaskan ataupun karena proses penguapan sendiri. Pada saat ini gas yang mencemarkan berupa hidrogen sulfida, hidrogen florida, aldehida, dan karbonmonoksida (Azwar, 1990). Menurut Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL-PPM) DIY dampak kesehatan akibat letusan gunung Merapi pada tahun 2010 adalah meningkatnya partikulat yang bersifat allergen (memicu munculnya alergi) seperti silikat, fosfor, arsen dan ion-ion logam yang lain. Gas yang dikeluarkan akibat letusan gunung merapi adalah gas-gas yang berbahaya seperti sulfur dioksida (SO2), ozon (O3), karbonmonoksida (CO), nitrit (NO2), amonia (NH3), hidrogen sulfida (H2S), timbal (Pb), partikel debu, karbondioksida (CO2), nitrogen monoksida (NO2), dan asam klorida (HCl). Secara umum partikulat dan gas dari letusan gunung berapi di atas membahayakan kesehatan manusia karena dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan, iritasi mata, iritasi kulit dan jika mencapai paru-paru menyebabkan gangguan sistem paru. Keluhan akibat partikulat dan gas adalah pusing dan batuk. Air sangat vital bagi kehidupan manusia. Air yang bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari harus diperhatikan kualitas dan kuantitasnya. Kualitas air yang baik jika air memenuhi syarat kesehatan seperti syarat fisik, kimia, bakteriologi dan radioaktif. Jumlah air yang digunakan juga harus memenuhi keperluan untuk melakukan semua kegiatan seperti memasak, mencuci dan mandi. Menurut peraturan pemerintahan RI. No.24/LA-18/1981 tentang kriteria dan standar kualitas nasional menggolongkan air menurut penggunaannya, air dibagi menjadi 5 golongan: 1. Air golongan A yaitu air baku yang tanpa ada pengelolaan terlebih dahulu. 1. Air golongan B yaitu air baku untuk keperluan rumah tangga. 1. Air golongan C yaitu air baku untuk keperluan perikanan dan peternakan. 1. Air golongan D yaitu air baku yang baik untuk keperluan pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, listrik tenaga air. 1. Air golongan E yaitu air baku yang tidak termasuk kategori A, B, C, maupun D. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 416/ Menkes/ Per/ IX/ 1990, yang dimaksud air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah masak. Air bersih yang baik harus memenuhi syarat kualitas air bersih, yaitu: 1. Syarat fisik, yaitu tidak berwarna, tidak mempunyai rasa dan tidak berbau. 1. Syarat kimia, yaitu tidak mengandung zat kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan manusia. 1. Syarat bakteriologis, yaitu tidak mengandung bakteri E.Coli yang melampaui batas yang ditentukan. Untuk menunjang kesehatan dan kenyamanan bagi penghuninya, rumah sehat harus memiliki fasilitas antara lain penyediaan air bersih yang cukup, tempat pembuangan tinja, pembuangan air limbah, pembuangan sampah, gudang dan kandang ternak. Kandang ternak harus terpisah dengan rumah tinggal karena merupakan sumber penyakit. Polusi udara atau Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan- bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya (Wisnu Arya Wardhana, 2001).Pencemaran udara didalam rumah selain berasal dari luar ruangan dapat pula berasal dari sumber polutan di dalam rumah terutama aktivitas penghuninya antara lain penggunaan biomassa untuk memasak atau pemanas ruangan, asap dari sumber penerangan yang menggunakan bahan bakar, asap rokok, penggunaan obat nyamuk, pelarut organik yang mudah menguap (formaldehid) yang banyak dipakai pada peralatan perabotan rumah tangga (Mukono, 2000).Responden yang tinggal di rumah yang tidak ada saluran pembuangan asap dapur memiliki risiko terkena penyakit ISPA 9,462 kali lebih besar dibanding dengan balita yang tinggal di rumah yang ada saluran pembuangan asap dapur. Keberadaan saluran pembuangan asap dapur sangat penting ketika menggunakan bahan bakar masak terutama kayu dan kompor minyak saluran pembuangan asap dapur diperlukan untuk penyaluran asap keluar ruangan. Sebaiknya diletakan tepat diantara tungku atau dekat dengan tungku (Ditjen PPN & PL, 2003) agar asap dapur dapat langsung keluar rumah dan tidak terhirup oleh penghuni rumah terutama bayi dan balita. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian Lubis, dkk (1996) bahwa ada hubungan yang bermakna antara rumah yang banyak asap dapur dengan kejadian penyakit ISPA.Dari wawancara dengan 44 responden diperoleh bahwa masih banyak rumah responden yang luasnya kurang dari 21 m2, luas kamar kurang dari 9 m2, kamar tidur ditempati lebih dari satu orang, tinggi atap rumah kurang dari 2.75 m, kondisi lantai sebagian besar masih belum kedap air, atap terbuat dari asbes serta tidak terdapat langit-langit, masih banyak yang membakar sampah di dekat rumah, serta menggunakan tungku untuk memasak meskipun sudah memiliki kompor gas. Ada beberapa rumah dengan dinding rumah tidak permanen dan masih membuang sampah tidak pada tempatnya. Sebagian besar sudah menggunakan air bersih dari sumur ataupun mata air, memiliki cukup pencahayaan, cukup ventilasi, dan jendela yang sering dibuka.

1. Faktor Risiko Lingkungan dan Sosial

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal.Undang-undang perumahan di beberapa negara maju memberi wewenang kepada pemerintah untuk menanggulangi masalah yang seperti ini. Rumah tempat tinggal dikatakanover crowdingbila jumlah orang yang tidur dirumah tersebut menunjukan hal-hal antara lain yaitu: dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan berumur diatas 10 tahun dan bukan berstatus suami istri tidur didalam satu kamar dan jumlah orang didalam rumah dibandingkan dengan luas lantai telah melebihi ketentuan yang telah di tetapkan (Wahid & Chayatin, 2009).Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harys disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain (Soemirat, 2000).Keadaan sosial dan ekonomi berkaitan erat dengan keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena ISPA (Depkes RI, 2010).Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita ISPA yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya (Achmadi, 2005).Untuk pencegahan penyakit di dalam rumah diperlukan sarana air bersih, fasilitas pembuangan air kotor, fasilitas penyimpanan makanan, menghindari adanya intervensi dari serangga, hama atau hewan lain yang dapat menularkan penyakit. Agar dalam keadaan tidur tetap sehat diperlukan luas ruang sekitar 8m2 untuk dua orang.Berdasarkan hasil wawancara, sebagian penghuni rumah berjumlah kurang dari 4 orang, sebagian besar tidak ada pengidap penyakit ISPA di sekitar tempat tinggal, namun sebagian besar mengaku tidak sering berinteraksi dengan pengidap penyakit ISPA.

V. KESIMPULAN DAN SARAN1. Kesimpulan1. Puskesmas I baturraden terdiri dari 6 desa yang ada di Kecamatan Baturraden dengan kepadatan penduduk yang bervariasi ,tingkat kesehataan yang berbeda dan dengan masalah kesehatan terbanyak adalah ISPA.2. Puskesmas1 Baturraden memilikibeberapa program pokok yang telah memenuhi target3. Faktor risiko terjadinya ISPA di Desa Karangtengah pada balita adalah status gizi yang buruk,beratbadanllahir4000 gr,imunisasi tidak lengkap,konsumsi ASI < 6 bulan4. Faktor risiko terjadinya ISPA di Desa Karangtengah pada responden berusia diatas 5 tahun adalah ruang 1 orang, luas rumah Rp 3.000.0000. Desa:0. Alamat:0. Status menikah: Sudah/Belum0. Jumlah anak:0. Riwayat ISPA:0. Status berobat:0. Riwayat keluarga ISPA:0. Responden: Kasus / Bukan kasusPewawancara :

1. KUESIONER PHBS Petunjuk : berilah tanda contreng () pada kolom sesuai jawaban respondenNo.PERTANYAAN INDIKATORYA(1)TIDAK(0)

IKIA & GIZI

11. RT yang memilliki ibu hamil mempunyai akses pertolongan persalinan oleh petugas/tenaga kesehatan1. Bagi RT yang tidak atau belum pernah hamil, maka diganti dengan pertanyaan mengenai pengetahuan dan sikapnya tentang persalinan oleh tenaga kesehatan, misalnya: apabila ibu/istri anda hamil, anda lebih suka memeriksakan kehamilan kemana? Siapakah yang rencananya akan anda mintai tolong ketika bersalin/melahirkan? (Bila jawabannya bidan/dokter jawaban (+) ya)

21. RT yang memilliki bayi, apakah diberi ASI eksklusif sejak usia 0 6 bulan?1. Bagi RT yang tidak atau belum pernah memiliki bayi, maka diganti dengan pertanyaan mengenai pengetahuan dan sikapnya tentang ASI eksklusif. (Misal: apakah manfaat ASI Eksklusif bagi bayi? Apakah ibu merencanakan untuk memberikan ASI Eksklusif apabila nanti memiliki bayi? Pengetahuan & sikap (+)ya)

31. RT yang memiliki balita, menimbangkan balitanya secara teratur (minimal 8 kali setahun)1. Bagi RT yang tidak atau belum pernah memiliki balita, ditanyakan apakah anda tahu pentingnya menimbang balita tiap bulan di posyandu? Sebutkan? Apakah anda merencanakan untuk menimbang balita anda di posyandu tiap bulan? (Pengetahun & sikap (+)ya)

4Anggota rumah tangga mengkonsumsi beraneka ragam makanan dalam jumlah cukup untuk memenuhi gizi seimbang

IIKESEHATAN LINGKUNGAN

5Anggota RT menggunakan/memanfaatakan air bersih untuk keperluan sehari-hari

6Anggota RT menggunakan jamban sehat

7Anggota RT membuang sampah pada tempatnya

8Anggota RT menempati ruangan rumah minimal 9 m2

9Anggota RT menempati ruangan rumah yang berlantai kedap air (bukan tanah) dan dalam keadaan bersih

IIIGAYA HIDUP

10Anggota RT yang berumur > 10 tahun melakukan aktivitas fisik/olahraga secara terukur 30 menit/hari, 3 5 kali/minggu

11Anggota RT tidak ada yang merokok

12Anggota RT terbiasa mencuci tangan sebelum makan dan sesudah BAB

13Anggota RT menggosok gigi minimal 2 kali sehari

14Anggota RT tidak minum miras dan tidak menyalahgunakan narkoba

IVUPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

15Anggota RT menjadi peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

16Anggota RT melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) minimal seminggu sekali

TOTAL NILAI

Klasifikasi:Jawaban Ya diberi skor 1, sedangkan jawaban tidak diberi skor 0. Klasifikasi strata PHBS adalah sebagai berikut:Nilai 0 5 : Strata SEHAT PRATAMANilai 6 10 : Strata SEHAT MADYANilai 11 15 : Strata SEHAT UTAMANilai 16: Strata SEHAT PARIPURNA

II.PENGETAHUAN

NoPertanyaanJawaban

1.Apa Anda pernah mendengar tentang penyakit ISPA?Ya/ Tidak

2.Apakah Anda mengetahui gejala penyakit ISPA (sesak napas,demam, batuk,dll) ?Ya/ Tidak

1. KUESIONER FAKTOR RISIKO 2. Kekebalan TubuhNoPertanyaanYa(1)Tidak(0)

1.Apakah asupan makanan sehari-hari terdiri dari beraneka ragam makanan dengan jumlah cukup?

2. Jika responden anakNoPertanyaanYa(1)Tidak(0)

1.Berat Badan Lahir 2500-4000 gram

2.Mengkonsumsi ASI dari usia 0-6 bulan

3Pemberian imunisasi lengkap

2. Faktor PerilakuNoPertanyaanYa(1)Tidak(0)

1.Tidak memiliki kebiasaan merokok

2.Penghuni rumah tidak ada yang merokok

3.Tidak menggunakan obat nyamuk bakar

4.Tidak membuang dahak di sembarang tempat

5.Kebiasaan batuk sudah sesuai dengan cara batuk yang benar

2. Sanitasi Lingkungan RumahNoPertanyaanYa(1)Tidak(0)

1.Luas rumah yang ditempati 21m2

2.Luas kamar 9m2

3Kamar tidur ditempati tidak lebih dari 1 orang

4.Tinggi atap rumah 2,75 m2

5.Pencahayaan matahari di dalam rumah cukup

6.Ventilasi dalam rumah cukup (10% luas lantai)

7.Jendela sering dibuka

8.Dinding rumah permanen

9.Kondisi lantai dalam rumah kedap air

10.Atap dari genteng dan terdapat langit-langit

11.Atap rumah tidak bocor

12.Rumah tidak berdebu

13.Tidak ada polusi asap kendaraan

14.Menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari

15.Kebiasaan membuang kotoran atau limbah rumah tangga pada tempatnya

16.Tidak menggunakan tungku untuk memasak

17.Tidak ada pembakaran sampah/jerami di dekat rumah

2. Lingkungan dan SosialNoPertanyaanYa(1)Tidak(0)

1.Kepadatan penghuni dalam rumah 4 orang

2.Tidak ada yang mengidap penyakit ISPA di sekitar tempat tinggal

3Tidak sering berinteraksi dengan orang yang memiliki penyakit ISPA