Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan
-
Upload
resti-mahlifati-a -
Category
Documents
-
view
1.864 -
download
84
Transcript of Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
FUNGSI PENGLIHATAN
Kelompok 5 :
1. Sartika G1F009001
2. Resti Mahlifati A. G1F009012
3. Pramita Purbandari G1F009014
4. Primawati Kusumaningrum G1F009026
5. Shifaq Khairunnisa G1F009032
6. Irma Dwi Anggraeni G1F009051
7. Titah Nindya Putri G1F009058
8. Nadhifa Jafar A. G1F009060
9. Singgih Anggun S. G1F009063
10. Andrew Goldfrid G1F009064
11. Soffatul Azizah G1F009065
12. Tyas Putu Sasih G1F009070
Asisten :
Tia Nuryani (G1A007053)
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2010
I. Judul Praktikum
Fungsi Penglihatan
II. Tanggal Praktikum
Jumat, 9 April 2010
III. Tujuan
1. Mampu melakukan pemeriksaan refraksi pada seseorang.
2. Mengoreksi kelainan yang ditemukan.
3. Mengoreksi luas lapang pandang beberapa macam warna dengan menggunakan
perimetri.
4. Menetapkan visus seseorang dengan menggunakan optotype van snellen.
5. Mengetahui kelainan refraksi.
6. Mengoreksi kelainan refraksi yang ditemukan.
7. Memeriksa kemungkinan adanya astigmatis pada seseorang dengan menggunakan
gambar kipas lancaster regan dan keratoscop placida.
8. Mengetahui fungsi retina sebagai reseptor cahaya mempunyai kepekaan terhadap
warna tertentu.
9. Melakukan pemeriksaan tes buta warna.
IV. Dasar Teori
Mata adalah alat indra kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik peka sinar primitif
pada permukaan golongan invertebrata. Dalam bungkus pelindungnya, mata memiliki lapisan
reseptor sistem lensa yang membiaskan cahaya ke reseptor tersebut, dan sistem saraf yang
menghantarkan impuls dari reseptor ke otak.
Struktur-struktur utama pada mata terdiri dari lapisan pelindung luar bola mata, yaitu
sklera, dimodifikasi di bagian anterior untuk membentuk kornea yang tembus pandang dan
akan dilalui berkas sinar yang masuk ke mata. Di bagian dalam sklera terdapat kloroid,
lapisan yang mengadung banyak pembuluh darah yang memberi makan struktur-struktur
dalam bola mata. Lapisan-lapisan di 2/3 posterior kloroid adalah retina, jaringan saraf yang
mengandung sel-sel reseptor.
Sel-sel reseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Setiap sel batang dan kerucut
dibagi menjadi segmen luar, segmen dalam yang mangandung inti-inti reseptor, dan daerah
sinaps. Segmen luar adalah modifikasi silia dan merupakan tumpukan teratur sakulus atau
lempeng dari membaran. Segmen dalam mengandung banyak mitokondria. Sel batang diberi
nama demikian karena segmen luarnya tampak tipis dan seperti batang. Sel kerucut umumnya
memiliki segmen dalam yang tebal dan segmen luar seperti kerucut, walaupun bentuknya
2
berfariasi dari satu bagian retina ke bagian lainnya. Bagian retina di luar fovea, jumlah sel-sel
batang lebih menonjol dan tingkat konvergensinya cukup besar.
Adapun mekanisme penglihatan secara singkat adalah sebagai berikut. Cahaya yang
masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Yang mengatur perubahan pupil tersebut adalah
iris. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara
aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot–otot siliaris melalui ligamentum
suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama
berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Bila cahaya sampai ke
retina, maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang merupakan sel–sel yang sensitif
terhadap cahaya akan meneruskan sinyal–sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik.
Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi
persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap
bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.
Terdapat beberapa aplikasi klinis yang berkaitan dengan gangguan pada penglihatan
yaitu: glaukoma, miopi, hipermetropi, buta warna, astigmatisma, infeksi kelopak mata,
ablasio retina, dan lain-lain.
V. Alat dan Bahan
1. Optotype van snellen
2. Gambar kipas Lancaster regan.
3. Sejumlah lensa sferis dan silindris dengan bermacam-macam kemampuan daya
bias.
4. Mistar.
5. Ruangan dengan pencahayaan cukup tapi tidak menyilaukan.
6. Buku pseudo isokhromatik dan isihara.
7. Perimetri
8. Senter kecil.
VI. Cara Kerja
A. Pemeriksaan Visus (Ketajaman Penglihatan)
1. Probandus berdiri/duduk pada jarak 6 meter dari Optotype van snellen.
2. Tinggi mata horizontal dengan Optotype van snellen.
3. Mata diperiksa satu persatu, dengan memasang bingkai kacamata khusus pada
orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus yang
tersedia dalam kotak lensa.
3
4. Perikasa visus mata kanan mata orang percobaan dengan menyuruhnya
membaca huruf yang ditunjuk. Dimulai dari baris huruf yang terbesar (seluruh
huruf) sampai baris huruf yang terkecil (seluruh huruf) yang masih dapat dibaca
OP dengan lancar tanpa kesalahan.
5. Catat visus mata kanan orang percobaan.
6. Ulangi pemeriksaan ini pada mata kiri.
7. Catat hasil pemeriksaan.
B. Pemeriksaan Buta Warna
1. Pada ruangan dengan penerangan cukup, probandus disuruh membaca nomor
atau huruf dalam gambaran-gambaran buku isihara.
2. Tiap gambar harus dapat dibaca dalam waktu maksimal 10 detik.
3. Cata hasilnya dan tentukan kelainan yang ditemukan menurut petunjuk yang
terdapat dalam buku tersebut.
4. Bila tidak ada yang buta warna, maka keadaan itu dpat distimulasi dengan
memakai kaca mata merah, hijau atau biru dengan melihat langit selama satu
menit.
5. Kemudian segera disuruh membaca gambar-gambar dalam buku isihara.
C. Pemeriksaan Lapang Pandang
1. Letakkan dagu probandus pada kayu penumpu dagu
2. Tutup mata kiri probandus apabila mata kanan yang ingin diperiksa dan
sebaliknya
3. Gerakkan kapur dari semua garis secara bergantian dengan menggunakan warna
yang berbeda
4. Beri tanda titik jika probandus telah melihat kapur yang telah digerakkan
tersebut.
5. Buat garis sambung antar titik
6. Ukur garis yang memiliki jarak terpendek dengan pusat dan terpanjang dari
pusat
7. Jumlahkan kedua garis tersebut lalu di bagi dua.
D. Pemeriksaan Reflek Pupil
1. Siapkan ruangan dengan penerangan yang cukup, tidak terlalu terang, tapi juga
tidak terlalu gelap.
2. Probandus duduk santai dengan pandangan mata fokus ke satu tititk.
4
3. Pemeriksa duduk berhadapan dengan probandus dan mengarahkan senter ke
mata probandus.
4. Pada pemeriksaan langsung, misalnya untuk memeriksa reflek pupil mata
sebelah kanan, maka senter diarahkan ke mata sebelah kanan dengan
mendatangkan cahaya dari samping.
5. Pada pemeriksaan tidak langsung, misalnya untuk memeriksa reflek mata
sebelah kanan, maka senter diarahakan ke mata sebelah kiri dengan
mendatangkan cahaya dari sebelah kiri. Jangan lupa pasang pembatas antara
mata kanan dan mata kiri.
6. Amati pupil pada mata probandus.
VII. Hasil
A. Pemeriksaan Visus (Ketajaman Penglihatan)
Mata probandus emetrop (normal)
B. Pemeriksaan Buta Warna
Hasil negatif yang menandakan bahwa mata probandus normal (tidak buta warna).
C. Pemeriksaan Lapang Pandang
Hasil pemeriksaan lapang pandang probandus ialah probandus memilik lapang
pandang yang luas.
D. Pemeriksaan Reflek Pupil
Pupil probandus miosis.
VIII.Pembahasan
LAPANG PANDANG
Lapangan pandang setiap mata adalah bagian dunia luar yang dapat dilihat oleh mata
tersebut. Secara teoritis, lapangan pandang tersebut seharusnya bundar, tetapi sebenarnya
terpotong di tengah oleh hidung dan di atas oleh atap orbita. Pemetaan lapangan pandang
penting dalam diagnosis penyakit neurologik. Bagian perifer lapangan pandang dipetakan
dengan suatu instrument yang disebut perimeter, dan prosesnya disebut perimetri. Salah
satu mata ditutup sedangkan yang lain diharapkan untuk melihat ke satu titik pusat. Sebuah
benda kecil digerakkan menuju titik pusat tersebut di sepanjang meridian tertentu dan di
setiap meridian, tempat benda pertama kali tampak dicatat dalam derajat busur yang
menjauhi titik pusat. Lapangan pandang sentral ditetapkan dengan layar tangent, layar hitam
yang di atasanya digerakkan benda putih. Dengan menandai tempat-tempat hilangnya dan
muncul kembali benda tadi, dapat ditentukan titik buta dan skotoma objektif (titik-titk buta
akibat penyakit).
5
Bagian tengah lapangan pandang kedua mata menyatu. Dengan demikian, benda
yang terletak di bagian lapangan pandang ini dapat dilihat dengan penglihatan binocular.
Impuls yang terbentuk di dua retina oleh berkas-berkas cahaya dari benda tersebut disatukan
di tingkat korteks menjadi bayangan tunggal (fusi). Titik-titik di retina tempat bayangan
sebuah benda harus jatuh agar dapat dilihat secara binocular sebagai satu benda disebut titik-
titik identik. Bila satu mata ditekan secara perlahan agar keluar garis, sedangkan mata tetap
menatap ke sebuah benda yang berada di tengah lapangan pandang, timbul penglihatan ganda
(diplopia); bayangan di retina dari mata yang terdorong tersebut tidak lagi jatuh di titik
identik.
Penglihatan binocular sering dikatakan memegang peran penting dalam persepsi
kedalaman. Sebenarnya persepsi kedalaman juga memiliki komponen monokuler yang
didasarkan pada ukuran relative benda, bayangannya, dan untuk benda bergerak, gerakan
relative terhadap satu sama lain (paralaks gerak). Namun penglihatan binocular menambah
kesan kedalaman dan proporsi.
BUTA WARNA
Menurut Ganong(2003) buta warna merupakan penyakit keturunan yang terekspresi
pada para pria tetapi tidak pada wanita. Wanita secara genetis sebagai carrier. Istilah buta
warna atau colour blind sebetulnya salah pengertian karena seorang penderita buta warna
tidak buta terhadap seluruh warna. Akan lebih tepat bila disebut gejala defisiensi daya
melihat warna tertentu saja atau colour vision difiency. Orang yang mengalami buta warna
tidak hanya melihat warna hitgam putih saja, tetapi yang terjadi adalah penurunan pada
penglihatan warna-warna tertentu , misalnya kelemahan pasa warna merah, hijau, kuning ,dan
biru. Buta warna permanen biasanya terjadi karena faktor keturunan, sedangkan orang yang
tidak mengalami buta warna dapat mengalami buta warna apabila terjadi faktor-faktor
tertentu, seperti kecelakaan.
Tes buta warna adalah suatu tes yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang
mengalami buta warna atau tidak. Hasil dari tes buta warna ada 3 macam, yaitu buta warna
total (monokromat), buta warna sebagian /parsial ( dikromat) dan anomaly trikromat. Proses
tes buta warna dengan metode ishihara ini umumnya dilakukan secara manual, yaitu dengan
memperlihatkan lembar-lembar gambar oleh seorang petugas tes buta warna dan peserta tes
diminta menyebutkan angka-angka yang terlihat pada gamnar. Dari beberapa gambar yang
diperlihatkan dan jawaban yang diberikan oleh peserta tes buta warna, maka petugas akan
menyimpulkan apakah peserta tes mengalami buta total, parsial atau normal.
6
Tes ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1917 di Jepang dan terus digunakan di
seluruh dunia, sampai sekarang. Tes buta warna ishihara terdiri dari lembaran yang di
dalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut
disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga
orng buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat oleh orang normal
(pseudo-isochromaticism). Pada gambar di bawah orang normal akan melihat angka “74”,
sedangkan penderita buta warna merah-hijau akan melihat angka “21”.
Dalam tes buta warna ishihara digunakan 38 plate atau lembar gambar. Dimana
gambar-gambar tersebut memiliki urutan 1 sampai 38. Tahapan dalam pemeriksaan tes buta
warna dengan metode ishihara yaitu :
1. Menggunakan buku ishihara 38 plate
2. Yang perlu diperhatikan :
a. Ruangan pemeriksaan harus cukup pencahayaannya
b. Lama pengamatan untuk membaca angka masing-masing lembar maksimum 10 detik
3. Pada tes pembacaan buku ishihara dapat disimpulkan :
a. Normal
b. Buta warna parsial
1) Bila plate no. 1 sampai dengan nomor 17 hanya terbaca 13 plate atau kurang.
2) Bila terbaca angka-angka pada plate no. 18, 19, 20, dan 21 lebih mudah atau lebih
jelas dibandingkan dengan plate nomor 14, 10, 13, dan 17.
3) Bila ragu-ragu kemungkinan buta warna parsial dapat dites dengan :
a) Membaca angka-angka pada plate nomor 22, 23, 24 dan 25. Pada orang normal,
akan terbaca dengan benar angka-angka pada plate-plate tersebut di atas secara
lengkap secara lengkap (dua rangkap). Pada penderita buta warna parsial hanya
terbaca satu angka pada tiap-tiap plate gtersebut di atas.
7
b) Menunjuk arah alur pada plate nomor 26, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan
38. Untuk orang normal bias menunjuk alur secara benar, sedangkan untuk buta
warna parsial dapat menunjukkan adanya alur dari sisi yang lainnya.
c. Buta warna total
Pada plate nomor 28 dan 29 untuk orang normal tidak bias menunjukkan adanya alur,
sedangkan untuk penderita buta warna parsial dapt menunjukkn adanya alur dari satu
sisi ke sisi yang lainnya.
VISUS
Untuk dapat melihat benda stimulus berupa cahaya harus jatuh di reseptor (penerima)
yang selanjutnya diteruskan ke pusat penglihatan (fovea sentralis) & diperlukan ketajaman
(visus) penglihatan. Visus sangat dipengaruhi sifat fisis mata (aberasi mata = kegagalan sinar
untuk berkonvergensi/bertemu di titik identik), besarnya pupil, komposisi cahaya, mekanisme
akomodasi, elastisitas otot, faktor stimulus (warna yang kontras, besar kecilnya stimulus,
durasi, intensitas cahaya, serta faktor retina (semakin kecil & rapat sel kerucut), maka
semakin kecil minimum separabel (separable minimum).
Rumus visus: dengan menggunakan optotype snellen
V= dD
d = jarak antara alat dgn subyek yang diperiksa
V = visus (ketajaman penglihatan)
D = jarak skala huruf yang masih dapat dibaca oleh mata normal
Ketajaman penglihatan (visus) adalah nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil di
mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan. Tajam penglihatan adalah
kemampuan untuk membedakan antara dua titik yang berbeda pada jarak tertentu. Ketajaman
penglihatan seseorang dapat berkurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Kuat Penerangan atau Pencahayaan
Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari beberapa lux di
dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah terik matahari. Kekuatan pencahayaan ini
aneka ragam yaitu berkisar 2000-100.000 di tempat terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux
pada malam hari dengan pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan cahaya berarti
menambah daya, tetapi kelelahan relative bertambah pula. Kelelahan ini diantaranya akan
mempertinggi kecelakaan. Namun meskipun pencahayaan cukup, harus dilihat pula aspek
8
kualitas pencahayaan, antara lain faktor letak sumber cahaya. Sinar yang salah arah dan
pencahayaan yang sangat kuat menyebabkan kilauan pada obyek. Kilauan ini dapat
menimbulkan kerusakan mata. Begitu juga penyebaran cahaya di dalam ruangan harus merata
supaya mata tidak perlu lagi menyesuaikan terhadap berbagai kontras silau, sebab
keanekaragaman kontras silau menyebabkan kelelahan mata. Sedangkan kelelahan mata
dapat menyebabkan:
1) Irritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (konjungtivitis);
2) Penglihatan rangkap;
3) Sakit kepala;
4) Ketajaman penglihatan merosot, begitu pula kepekaan terhadap perbedaan (contrast
sensitivity) dan kecepatan pandangan;
5) Kekuatan menyesuaikan (accomodation) dan konvergensi menurun.
2. Waktu Papar
Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang jam
kerjanya melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja. Yang
dimaksud dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat. Meskipun
terjadi keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja informal bekerja lebih dari 7 jam/hari.
Hal ini menimbulkan adannya beban tambahan pada pekerja yang pada akhirnya
menyebabkan kelelahan.mental dan kelelahan mata.
3. Umur
Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja
berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Maka dari itu,
kontras dan ukuran benda perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman yang sama.
Makin banyak umur, lensa bertambah besar dan lebih pipih, berwarna kekuningan dan
menjadi lebih keras. Hal ini mengakibatkan lensa kehilangan kekenyalannya, dan karena itu,
kapasitasnya untuk melengkung juga berkurang. Akibatnya, titik-titik dekat menjauhi mata,
sedang titik jauh pada umumnya tetap saja.
4. Kelainan Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang
sehingga bayangan benda selalu melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula
lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
9
jauh. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum Proksimum
merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas.
Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan
jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila
mata istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum terletak di depan mata. Secara klinik
kelainan refraksi adalah akibat kerusakan ada akomodasi visuil, entah itu sebagai akibat
perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa. Kelainan refraksi yang sering dihadapi
sehari-hari adalah miopia, hipermetropia, presbiopia dan astigmatisma.
Ketajaman penglihatan (visus) dipergunakan untuk menentukan penggunaan
kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi
mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata
keseluruhan. Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan
penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata
yang memberikan keluhan mata. Pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat dilakukan dengan
menggunakan Optotype Snellen, kartu Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji
Sheridan/Gardiner.
Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan dengan Optotype Snellen
Optotype Snellen terdiri atas sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan
bertingkat serta disusun dalam baris mendatar. Huruf yang teratas adalah yang besar, makin
ke bawah makin kecil. Penderita membaca Optotype Snellen dari jarak 6 m, karena pada jarak
ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pembacaan
mula-mula dilakukan oleh mata kanan dengan terlebih dahulu menutup mata kiri. Lalu
dilakukan secara bergantian. Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan. Pembilang
menunjukkan jarak pasien dengan kartu, sedangkan penyebut adalah jarak pasien yang
penglihatannya masih normal bisa membaca baris yang sama pada kartu.
Dengan Optotype Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan
melihat seseorang, seperti:
1) Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang
oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
2) Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti
tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
3) Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti
tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
10
4) Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang
oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
5) Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji
hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
6) Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada
jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan
hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1
meter.
7) Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih
buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada
jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.
Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat
lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat
melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal
adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total. Tajam
penglihatan dan penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori. Adapun penggolongannya
adalah sebagai berikut:
1) Penglihatan normal, pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat.
2) Penglihatan hampir normal, tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu
diketahui penyebabnya. Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki.
3) Low vision sedang, dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca
dengan cepat.
4) Low vision berat, masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat
kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa
pembesar kuat. Membaca menjadi lambat.
5) Low vision nyata, bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat
putih untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca
dengan kaca pembesar; umumnya memerlukan Braille, radio, pustaka kaset.
6) Hampir buta, penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak
bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.
7) Buta total, tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya tergantung pada alat
indera lainnya atau tidak mata.
Penggunaan Optotype Snellen kwalitasnya kadang-kadang meragukan oleh karena
huruf yang sama besarnya mempunyai derajat kesukaran yang berbeda, demikian pula huruf
11
dengan ukuran berbeda kadang-kadang tidak sama bentuknya. Untuk menghindari
kelemahan-kelemahan itu telah diciptakan kartu Cincin Landolt. Kartu ini mempunyai
sejumlah cincin berlubang, diatur berderet yang sama besar, dengan lubang yang arahnya ke
atas, ke bawah, ke kiri dan ke kanan. Dari atas ke bawah cincin itu diatur agar lubangnya
mengecil secara berangsur-angsur.
PUPIL
Pupil merupakan suatu lubang tempat cahaya masuk ke dalam mata, dimana lebarnya
diatur oleh gerakan iris (Perdami, 2005:1). Bila cahaya lemah iris akan berkontraksi dan pupil
membesar sehingga cahaya yang masuk lebih banyak. Sedangkan bila cahaya kuat iris akan
berelaksasi dan pupil mengecil sehingga cahaya yang masuk tidak berlebihan. Ukuran pupil
tergantung beberapa faktor antara lain umur, tingkat kesadaran, kuatnya penyinaran, dan
tingkat akomodasi. Perubahan diameter pupil dipengaruhi oleh aktifitas jaras eferen serabut
simpatis dan parasimpatis.
Fungsi saraf simpatik adalah dilatasi pupil dengan efek yang kurang bermakna pada
otot siliaris sedangkan fungsi saraf parasimpatik untuk miosis pupil dengan efek terhadap
kontraksi M.siliaris serta efek akomodasi. Reaksi pupil terhadap cahaya kemungkinan berasal
dari jaras yang sama dengan jaras rangsang cahaya yang ditangkap oleh sel kerucut dan
batang, yang mengakibatkan sinyal visual ke korteks oksipital. Jaras eferen pupilomotor
ditransmisikan melalui N.Optikus dan melalui hemidekusatio di chiasma. Kemudian jaras
pupilomotor mengikuti jaras visuosensorik melalui traktus optikus dankeluar sebelum
mencapai korpus genikulatum lateral, kemudian masuk batang otak melalui brachium dari
colliculus superior. Jaras/neuron aferen tersebut kemudian membentuk sinaps dengan Nc.
Pretektal yang kemudian menuju Nc Edinger Westphal melalui neuron inter kalasi ipsilateral
(berjalan ke arah ventral di dalam substansia kelabu peri akuaduktus) dan kontralateral (di
bagian dorsal akuaduktus, didalam komissura posterior). Kemudian jaras pupilomotor
(neuron eferen parasimpatomimetik) masing-masing keluar dari Nc Edinger Westphal
menuju ganglion siliaris ipsilateral dan bersinaps di sini, kemudian neuron post-ganglioner
(N.silaris brevis) menuju M sfingter papillae
Jaras Parasimpatetik
Jaras eferen pupil keluar dari otak tengah bersama dengan N.III. Jaras eferen pupil di
basis otak terletak pada permukaan superior N.III yang dapat tertekan oleh aneurisma antara
A Komunikans posterior dan A Kartis interna atau pada kejadian herniasi unkus.
Jaras Simpatetik
Serabut ini memiliki:
12
1. Neuron 1 atau preganglioner. Neuron ini berasal dari posterior hipotalamus kemudian
turun tanpa menyilang danbersinaps secara multiple di otak tengah dan pons, dan berakhir
di kolumna intermediolateral C8-T2 yang juga disebut ciliospinal centre of badge.
2. Neuron kedua berupa serabut-serabut preganglioner yang keluar dari medula spinalis.
3. Neuron ketiga merupakan serabut post ganglioner yang berjalan ke atas bersama-sama A
karotis komunis memasuki rongga kranium.
Pemeriksaan gangguan jaras aferen pupil
Penyinaran terhadap salah satu mata pada orang normal akan menyebabkan kedua
pupil berkonstriksi. Reaksi pupil pada mata yang disinari secara langsung disebut respon
direk/langsung sedangkan reaksi pupil pada mata sebelahnya disebut respon konsnsual. Hal
tersebut diatas terjadi karena adanya hemidekusatio pada jaras pupilomotor di chiasma dan
batang otak .
Penyinaran dengan sinar yang redup pada salah satu mata pada orang normal akan
menyebabkan kedua pupil berkontriksi. Sinar yang lebih terang akan menyebabkan kontraksi
yang lebih kuat. Bila setelah menyinari satu mata, sinar secara cepat dipindahkan ke mata
satunya, respon yang terjadi adalah kontriksi kedua pupil diikuti redilatasi. Bila sinar
dipindahkan ke sisi yang satu, reaksi yang sama juga terjadi.
Gangguan pada N.optikus dapat mengakibatkan gangguan relatif jaras eferen pupil
(pupil Marcus Gunn). Tes yang digunakan dinamakan tes penyinaran secara alternat
(swinging test), dimana bila mata yang sehat disinari cahaya kedua pupil akan berkontraksi,
kemudian re-dilatasi perlahan. Bila cahaya dipindahkan ke mata yang sakit, konstraksi kedua
pupil berkurang atau tidak ada re-dilatasi yang lebih lama dapat terjadi. Yang dapat
menyebabkan gangguan relatif jaras eferen pupil: penyakit N.optikus unilateral atau bilateral
dimana terkenanya kedua saraf tidak sama beratnya, penyakit retina, ambliopia, gangguan
traktus optikus bila menyebabkan gangguan lapang pandang yang satu lebih berat dari yang
lain.
IX. Aplikasi Klinis
GLAUKOMA
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebirauan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya
lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan
fungsi penglihatan. Glaukoma secara umum dibedakan menjadi gloukoma sudut terbuka dan
13
gloukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut tetutup merupakan peningkatan Tekanan Intara
Okuler (TIO) yang disebabkan tertutupnya sudut aliran keluar humor akuos.
Patofisologi
Humor akuos di produksi oleh badan siliaris dan mengalir kedalam Camera Oculi
Posterior (COP), yang mengalir di antara permukaan iris posterior dan lensa, di sekitar tepi
pupil, dan selanjutnya masuk ke Camera Oculi Anterior (COA). Humor akuos keluar dari
COA pada sudut COA yang dibentuk oleh dasar iris dan kornea perifer, selanjutnya mengalir
melalui trabekulum dan masuk ke kanal Schlemm. Melalui collector channels, humor akuos
masuk ke dalam vena episklera dan bercampur dengan darah.
Patofisiologi dari glaukoma sudut tertutup dengan block pupil meliputi faktor-faktor,
yaitu aposisi lensa dan iris yang mengakibatkan pencembungan iris perifer dan predisposisi
anatomi mata yang menyebabkan bagian anterior iris perifer menyumbat trabekulum.
Patofisiologi glaukoma sudut tertutup tanpa block pupil terjadi melalui dua
mekanisme yaitu mekanisme penarikan anterior dan posterior. Pada penarikan anterior, iris
perifer ditarik kearah depan menutup trabekulum karena kontraksi membrane eksudat
inflamasi atau serat fibrin. Pada mekanisme penarikan posterior iris perifer mencembung
kearah depan karena lensa vitreus atau badan siliaris.
Pada glaukoma akut tertutup, ditemukan mata merah dengan penglihatan turun
mendadak, tekanan intraokuler meningkat mendadak, nyeri yang hebat, melihat halo di
sekitar lampu yang dilihat, terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah. Mata
menunjukkan tanda-tanda peradangan dengan kelopak mata bengkak, kornea suram dan
edem, iris sembab meradang, pupil melembar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat, papil
saraf optic hiperemis. Riwayat penyakit yang akurat pada glaukoma dusut tertutup akut
terjadi selama beberapa minggu atau bulan sebelum serangan akut yang berat, yaitu episode
nyeri dan kabur yang sembuh sendiri, berlangsung selama beberapa jam tiap episode
serangan, frekuensi serangan makin meningkat sampai timbulnya serangan akut yang berat
Komplikasi
1. Sinekia Anterior Perifer, iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran
humour akueus.
2. Katarak, lensa kadang-kadang membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang
membengkak mendorong iris lebih jauh ke depan yang akan menambah hambatan pupil
dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.
14
3. Atrofi Retina dan Saraf Optik, daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan
intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada papil optik dan atrofi
retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion.
4. Glaukoma Absolut, tahap akhir glaukoma sudut tertutup yang tidak terkendali adalah
glaukoma absolut. Mata terasa seperti batu, buta dan sering terasa sangat sakit. Keadaan
semacam ini memerlukan enukleasi atau suntikan alkohol retrobulbar.
INFEKSI KELOPAK MATA
Kelopak mata dapat terinfeksi, adapun macam-macam infeksi pada kelopak mata
adalah sebagai berikut :
1. Hordeolum, merupakan radang pada pinggiran pada kelopak mata, dimana bulu mata
harus di cabut, sementara lukanya dapat diobatai dengan cara memanaskanya.
2. Kisata Meibom, kista sebakeus pingiran kelopak mata, yang harus disingkirakan dan di
obati.
3. Blefaritis, peradangan kelopak mata, dimana dimana kelopak mata berwarna merah, perih
dan gatal. Dimana keruping harus dibuang, disusul dengan kompres panas, sebelum
pengobatan dimulai.
4. Ektropion, merupakan terlipat keluarnya kelopak mata yang mungkin disebabkan ulkus
atau luka .
5. Entropion, yaitu terlipat ke dalamnya kelopak mata, di sebabkan akibat adanya kontraksi
sesudah ulkus atau luka, dimana bulu mata menusuk mata yang menimbulkan rasa sakit .
6. Epifora, yaitu mengalir keluarnya cairan konjungtiva hingga pipi, yang terjadi karena
terhambatnya saluran lacrimal pada eversio kelopak mata dan konjungtivitis
7. Ptosis, adalah kelemahan kelopak mata sebelah atas .
8. Konjungtivitis, merupakan peradangan pada konjungtiva yang disebabkan berbagai jenis
organisme. Ciri-cirinya mata terasa panas dan seolah-olah mengandung pasir, kelopak
mata membengkak, konjungtiva berwarna merah, mata berair serta tidak tahan cahaya atau
fotofobia .
9. Trakom, adalah peradangan konjungtivitis sebagai akibat infeksi virus pada konjungtiva
bahkan dapat menyebabkan kebutaan .
SKLERITIS
Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen,
sebukan sel, dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis. Skleritis
disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik penyakit autoimun ataupun penyakit
sistemik. Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan baik
15
berupa keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis,
katarak, dan hipermetropia. Insiden skleritis terutama terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia
rata-rata 52 tahun.
Etiologi
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses
imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks
imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba
langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-
proses lokal, misalnya bedah katarak.
Patofosiologi
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan
makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera
bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada
sklera dan perforasi dari bola mata. Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat
dengan penyakit imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada
penyakit auto imun secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses
inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular
(reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe
IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan
kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang
menyebabkan perforasi kapiler dan venula post kapiler dan respon imun sel perantara.
Prognosis
Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana termasuk
tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit
Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan buta permanen dimana termasuk
tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada mata.
Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus, nodular
atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit sistemik selalu
lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau autoimun. Pada kasus skleritis
idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan lebih respon terhadap tetes mata steroid.
Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe yang paling destruktif dan skleritis dengan penipisan
sklera yang luas atau yang telah mengalami perforasi mempunyai prognosis yang lebih
buruk.
16
MIOPIA TINGGI
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata
tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek
yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada
badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi
divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi
adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih.
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negatif
terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -
3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya
diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah
dikoreksi.
Tipe Miopia
1. Miopia aksial, bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal.
Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior
bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.
2. Miopia kurfatura, kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada
keratokonus dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga
menyebabkan miopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan
kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6
dioptri.
3. Miopia indeks refraksi, peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada
penderita diabetes melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. Perubahan posisi
lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaukoma berhubungan dengan
terjadinya miopia.
Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam :
1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri
2. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri
3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri
4. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri
5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri
Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan patogenesis pada miopia tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor
memegang peranan penting dari waktu kewaktu misalnya konvergen yang berlebihan,
17
akomodasi yang berlebihan, lapisan okuler kongestif, kelainan pertumbuhan okuler,
avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia menurut sudut pandang biologi
menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik. Pengaruh faktor herediter telah diteliti
secara luas. Macam-macam faktor lingkungan prenatal, perinatal dan postnatal telah
didapatkan untuk operasi penyebab miopia.
HIPERMETROPI
Hipermetropi dikenal sebagai mata jauh, disebabkan oleh terlalu pendeknya bola mata
atau terlalu lemahnya sistem lensa bila muskulus cilliaris sama sekali berelaksasi. Berkas
cahaya sejajar tidak cukup dibengkokkan oleh sistem lensa untuk tiba pada suatu fokus di
saat mereka mencapai retina. Untuk mengatasi kelainan ini, muskulus cilliaris harus
berkontraksi untuk meningkatkan kekuatan lensa tersebut.
ASTIGMATISME
Adalah suatu kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasanya disebabkan oleh
kornea yang berbentuk bujur atau jarang-jarang, oleh lensa yang berbentuk bujur. Suatu
permukaan lensa seperti sisi sebutir telur yang terletak miring terhadap cahaya yang masuk
merupakan contoh lensa astigmatik. Derajat kelengkungan dalam suatu bidang melalui
sumbu panjang telur itu tidak sebesar seperti derajat kelengkungan dalam suatu bidang
melalui sumbu pendek. Hal yang sama terjadi pada sebuah lensa astigmatik mata, karena
kelengkungan lensa astigmatik sepanjang satu bidang lebih kecil daripada kelengkungan
sepanjang bidang lainnya, berkas cahaya yang mengenai bagian perifer lensa itu dalam satu
bidang tidak bengkok sedemikian besar seperti berkas yang mengenai bagian perifer bidang
lainnya.
KATARAK
Katarak merupakan area keruh atau suram pada lensa. Pada stadium dini
pembentukan katarak, protein di dalam serat lensa tepat dibawah kapsula terdenaturasi.
Kemudian protein yang sama berkoagulasi untuk membentuk area keruh di tempat serat
protein yang normalnya transparan. Akhirnya dalam stadium lebih lanjut sering kalsium
diendapkan di dalam protein yang terkoagulasi jadi meningkatkan kekeruhan lebih lanjut.
Bila katarak mempunyai hantaran cahaya yang kabur sedemikian hebat sehingga ia sangat
mengganggu penglihatan, maka keadaan ini dapat dikoreksi oleh pembuangan seluruh lensa
dengan pembedahan. Tetapi bila ini dilakukan, mata kehilangan sebagian besar kekuatan
refraksinya, yang harus diganti oleh lensa cembung (sekitar +15 dioptri) di depan mata.
Klasifikasi Katarak
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam:
18
1) Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun. Bila katarak
ditemukan pada anak-anak biasanya hal ini disebabkan kelainan bawaan atau dapat juga
disebabkan infeksi virus dan rubela pada ibu yang sedang hamil muda.
2) Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun. Termasuk dalam katarak
juvenile yaitu adalah katarak traumatik, yaitu katarak yang terjadi karena cedera pada
mata seperti pukulan keras, tembus, menyayat, panas tinggi atau bahan kimia yang
mengakibatkan kerusakan pada lensa. Selain katarak traumatik, yang termasuk dari
katarak juvenil adalah katarak komplikata. Katarak komplikata adalah katarak yang
terjadi karena infeksi dan penyakit tertentu seperti diabetes melitus yang dapat
menyebabkan lensa menjadi keruh.
3) Katarak senil, adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di
atas 50 tahun.
Gambaran Klinis
Penyakit katarak ditandai oleh warna putih pada lensa kristalin. Lensa kristalin adalah
lensa yang letaknya di belakang iris yang berfungsi memfokus objek yang dilihat. Lensa
kristalin tersusun dari serat-serat protein yang halus dan transparan yang dipadatkan menjadi
alat optik yang canggih, dimana struktur kimia protein tersebut dengan mudah sekali dapat
diubah. Selain disebabkan oleh luka tusuk, pukulan keras atas mata dan berbagai racun
kimiawi, katarak juga dapat disebabkan oleh pemajanan terhadap berbagai gelombang sinar.
Hal ini menyebabkan terjadinya koagulasi yaitu pemanasan intern pada lensa kristalin yang
yang ditimbulkan oleh tranmisi radar jarak pendek yang memancarkan gelombang mikro
yang sangat kuat pada lensa kristalin. Protein dalam lensa kristalin yang mengalami koagulasi
secara fisik tidak lagi transparan mengakibatkan cahaya tidak dapat lewat lensa dengan bebas
yang pada gilirannya mengakibatkan gangguan penglihatan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adil,Ellyzar I.M.. Sistem Indera & Keseimbangan. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi
/11/ d16efe5431c4ad2dbbb641b2f6c28b0894eb4de9.ppt. Diakses 24 April 2010
Dwindra, Mayenru. 2009. Glaukoma. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/10/
glaukoma_files_of_drsmed.pdf. Diakses 13 April 2010
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Guyton. 1990. Fasiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC
Irwana, Olva dkk. 2009. Miopia Tinggi. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/06/
miopia_tinggi_files_of_drsmed.pdf. Diakses 23 April 2010
Japardi, Iskandar. Tanpa tahun. Pupil dan Kelainannya. http://library.usu.ac.id/download/fk/
bedah-iskandar%20japardi42.pdf. Diakses tanggal 15 April 2010
Kartika Nur Wijayanti. 2005. Pengaruh Pemakaian Kacamata Las Terhadap Ketajaman
Penglihatan pada Pekerja Las Karbit di Wilayah Pinggir Jalan D. I. Panjaitan Kota
Semarang.http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHfd30/
a27bec9c.dir/doc.pdf. Diakses tanggal 24 April 2010
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Sahreni,Rahmi dkk. 2009. Skleritis.http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/10/skleritis_
files_of_drsmed.pdf. Diakses 23 April 2010
20