Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

32
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI FUNGSI PENGLIHATAN Kelompok 5 : 1. Sartika G1F009001 2. Resti Mahlifati A. G1F009012 3. Pramita Purbandari G1F009014 4. Primawati Kusumaningrum G1F009026 5. Shifaq Khairunnisa G1F009032 6. Irma Dwi Anggraeni G1F009051 7. Titah Nindya Putri G1F009058 8. Nadhifa Jafar A. G1F009060 9. Singgih Anggun S. G1F009063 10. Andrew Goldfrid G1F009064 11. Soffatul Azizah G1F009065 12. Tyas Putu Sasih G1F009070 Asisten : Tia Nuryani (G1A007053) KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Transcript of Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

Page 1: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

FUNGSI PENGLIHATAN

Kelompok 5 :

1. Sartika G1F009001

2. Resti Mahlifati A. G1F009012

3. Pramita Purbandari G1F009014

4. Primawati Kusumaningrum G1F009026

5. Shifaq Khairunnisa G1F009032

6. Irma Dwi Anggraeni G1F009051

7. Titah Nindya Putri G1F009058

8. Nadhifa Jafar A. G1F009060

9. Singgih Anggun S. G1F009063

10. Andrew Goldfrid G1F009064

11. Soffatul Azizah G1F009065

12. Tyas Putu Sasih G1F009070

Asisten :

Tia Nuryani (G1A007053)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2010

Page 2: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

I. Judul Praktikum

Fungsi Penglihatan

II. Tanggal Praktikum

Jumat, 9 April 2010

III. Tujuan

1. Mampu melakukan pemeriksaan refraksi pada seseorang.

2. Mengoreksi kelainan yang ditemukan.

3. Mengoreksi luas lapang pandang beberapa macam warna dengan menggunakan

perimetri.

4. Menetapkan visus seseorang dengan menggunakan optotype van snellen.

5. Mengetahui kelainan refraksi.

6. Mengoreksi kelainan refraksi yang ditemukan.

7. Memeriksa kemungkinan adanya astigmatis pada seseorang dengan menggunakan

gambar kipas lancaster regan dan keratoscop placida.

8. Mengetahui fungsi retina sebagai reseptor cahaya mempunyai kepekaan terhadap

warna tertentu.

9. Melakukan pemeriksaan tes buta warna.

IV. Dasar Teori

Mata adalah alat indra kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik peka sinar primitif

pada permukaan golongan invertebrata. Dalam bungkus pelindungnya, mata memiliki lapisan

reseptor sistem lensa yang membiaskan cahaya ke reseptor tersebut, dan sistem saraf yang

menghantarkan impuls dari reseptor ke otak.

Struktur-struktur utama pada mata terdiri dari lapisan pelindung luar bola mata, yaitu

sklera, dimodifikasi di bagian anterior untuk membentuk kornea yang tembus pandang dan

akan dilalui berkas sinar yang masuk ke mata. Di bagian dalam sklera terdapat kloroid,

lapisan yang mengadung banyak pembuluh darah yang memberi makan struktur-struktur

dalam bola mata. Lapisan-lapisan di 2/3 posterior kloroid adalah retina, jaringan saraf yang

mengandung sel-sel reseptor.

Sel-sel reseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Setiap sel batang dan kerucut

dibagi menjadi segmen luar, segmen dalam yang mangandung inti-inti reseptor, dan daerah

sinaps. Segmen luar adalah modifikasi silia dan merupakan tumpukan teratur sakulus atau

lempeng dari membaran. Segmen dalam mengandung banyak mitokondria. Sel batang diberi

nama demikian karena segmen luarnya tampak tipis dan seperti batang. Sel kerucut umumnya

memiliki segmen dalam yang tebal dan segmen luar seperti kerucut, walaupun bentuknya

2

Page 3: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

berfariasi dari satu bagian retina ke bagian lainnya. Bagian retina di luar fovea, jumlah sel-sel

batang lebih menonjol dan tingkat konvergensinya cukup besar.

Adapun mekanisme penglihatan secara singkat adalah sebagai berikut. Cahaya yang

masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Yang mengatur perubahan pupil tersebut adalah

iris. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara

aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot–otot siliaris melalui ligamentum

suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama

berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Bila cahaya sampai ke

retina, maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang merupakan sel–sel yang sensitif

terhadap cahaya akan meneruskan sinyal–sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik.

Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi

persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap

bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.

Terdapat beberapa aplikasi klinis yang berkaitan dengan gangguan pada penglihatan

yaitu: glaukoma, miopi, hipermetropi, buta warna, astigmatisma, infeksi kelopak mata,

ablasio retina, dan lain-lain.

V. Alat dan Bahan

1. Optotype van snellen

2. Gambar kipas Lancaster regan.

3. Sejumlah lensa sferis dan silindris dengan bermacam-macam kemampuan daya

bias.

4. Mistar.

5. Ruangan dengan pencahayaan cukup tapi tidak menyilaukan.

6. Buku pseudo isokhromatik dan isihara.

7. Perimetri

8. Senter kecil.

VI. Cara Kerja

A. Pemeriksaan Visus (Ketajaman Penglihatan)

1. Probandus berdiri/duduk pada jarak 6 meter dari Optotype van snellen.

2. Tinggi mata horizontal dengan Optotype van snellen.

3. Mata diperiksa satu persatu, dengan memasang bingkai kacamata khusus pada

orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus yang

tersedia dalam kotak lensa.

3

Page 4: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

4. Perikasa visus mata kanan mata orang percobaan dengan menyuruhnya

membaca huruf yang ditunjuk. Dimulai dari baris huruf yang terbesar (seluruh

huruf) sampai baris huruf yang terkecil (seluruh huruf) yang masih dapat dibaca

OP dengan lancar tanpa kesalahan.

5. Catat visus mata kanan orang percobaan.

6. Ulangi pemeriksaan ini pada mata kiri.

7. Catat hasil pemeriksaan.

B. Pemeriksaan Buta Warna

1. Pada ruangan dengan penerangan cukup, probandus disuruh membaca nomor

atau huruf dalam gambaran-gambaran buku isihara.

2. Tiap gambar harus dapat dibaca dalam waktu maksimal 10 detik.

3. Cata hasilnya dan tentukan kelainan yang ditemukan menurut petunjuk yang

terdapat dalam buku tersebut.

4. Bila tidak ada yang buta warna, maka keadaan itu dpat distimulasi dengan

memakai kaca mata merah, hijau atau biru dengan melihat langit selama satu

menit.

5. Kemudian segera disuruh membaca gambar-gambar dalam buku isihara.

C. Pemeriksaan Lapang Pandang

1. Letakkan dagu probandus pada kayu penumpu dagu

2. Tutup mata kiri probandus apabila mata kanan yang ingin diperiksa dan

sebaliknya

3. Gerakkan kapur dari semua garis secara bergantian dengan menggunakan warna

yang berbeda

4. Beri tanda titik jika probandus telah melihat kapur yang telah digerakkan

tersebut.

5. Buat garis sambung antar titik

6. Ukur garis yang memiliki jarak terpendek dengan pusat dan terpanjang dari

pusat

7. Jumlahkan kedua garis tersebut lalu di bagi dua.

D. Pemeriksaan Reflek Pupil

1. Siapkan ruangan dengan penerangan yang cukup, tidak terlalu terang, tapi juga

tidak terlalu gelap.

2. Probandus duduk santai dengan pandangan mata fokus ke satu tititk.

4

Page 5: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

3. Pemeriksa duduk berhadapan dengan probandus dan mengarahkan senter ke

mata probandus.

4. Pada pemeriksaan langsung, misalnya untuk memeriksa reflek pupil mata

sebelah kanan, maka senter diarahkan ke mata sebelah kanan dengan

mendatangkan cahaya dari samping.

5. Pada pemeriksaan tidak langsung, misalnya untuk memeriksa reflek mata

sebelah kanan, maka senter diarahakan ke mata sebelah kiri dengan

mendatangkan cahaya dari sebelah kiri. Jangan lupa pasang pembatas antara

mata kanan dan mata kiri.

6. Amati pupil pada mata probandus.

VII. Hasil

A. Pemeriksaan Visus (Ketajaman Penglihatan)

Mata probandus emetrop (normal)

B. Pemeriksaan Buta Warna

Hasil negatif yang menandakan bahwa mata probandus normal (tidak buta warna).

C. Pemeriksaan Lapang Pandang

Hasil pemeriksaan lapang pandang probandus ialah probandus memilik lapang

pandang yang luas.

D. Pemeriksaan Reflek Pupil

Pupil probandus miosis.

VIII.Pembahasan

LAPANG PANDANG

Lapangan pandang setiap mata adalah bagian dunia luar yang dapat dilihat oleh mata

tersebut. Secara teoritis, lapangan pandang tersebut seharusnya bundar, tetapi sebenarnya

terpotong di tengah oleh hidung dan di atas oleh atap orbita. Pemetaan lapangan pandang

penting dalam diagnosis penyakit neurologik. Bagian perifer lapangan pandang dipetakan

dengan suatu instrument yang disebut perimeter, dan prosesnya disebut perimetri. Salah

satu mata ditutup sedangkan yang lain diharapkan untuk melihat ke satu titik pusat. Sebuah

benda kecil digerakkan menuju titik pusat tersebut di sepanjang meridian tertentu dan di

setiap meridian, tempat benda pertama kali tampak dicatat dalam derajat busur yang

menjauhi titik pusat. Lapangan pandang sentral ditetapkan dengan layar tangent, layar hitam

yang di atasanya digerakkan benda putih. Dengan menandai tempat-tempat hilangnya dan

muncul kembali benda tadi, dapat ditentukan titik buta dan skotoma objektif (titik-titk buta

akibat penyakit).

5

Page 6: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

Bagian tengah lapangan pandang kedua mata menyatu. Dengan demikian, benda

yang terletak di bagian lapangan pandang ini dapat dilihat dengan penglihatan binocular.

Impuls yang terbentuk di dua retina oleh berkas-berkas cahaya dari benda tersebut disatukan

di tingkat korteks menjadi bayangan tunggal (fusi). Titik-titik di retina tempat bayangan

sebuah benda harus jatuh agar dapat dilihat secara binocular sebagai satu benda disebut titik-

titik identik. Bila satu mata ditekan secara perlahan agar keluar garis, sedangkan mata tetap

menatap ke sebuah benda yang berada di tengah lapangan pandang, timbul penglihatan ganda

(diplopia); bayangan di retina dari mata yang terdorong tersebut tidak lagi jatuh di titik

identik.

Penglihatan binocular sering dikatakan memegang peran penting dalam persepsi

kedalaman. Sebenarnya persepsi kedalaman juga memiliki komponen monokuler yang

didasarkan pada ukuran relative benda, bayangannya, dan untuk benda bergerak, gerakan

relative terhadap satu sama lain (paralaks gerak). Namun penglihatan binocular menambah

kesan kedalaman dan proporsi.

BUTA WARNA

Menurut Ganong(2003) buta warna merupakan penyakit keturunan yang terekspresi

pada para pria tetapi tidak pada wanita. Wanita secara genetis sebagai carrier. Istilah buta

warna atau colour blind sebetulnya salah pengertian karena seorang penderita buta warna

tidak buta terhadap seluruh warna. Akan lebih tepat bila disebut gejala defisiensi daya

melihat warna tertentu saja atau colour vision difiency. Orang yang mengalami buta warna

tidak hanya melihat warna hitgam putih saja, tetapi yang terjadi adalah penurunan pada

penglihatan warna-warna tertentu , misalnya kelemahan pasa warna merah, hijau, kuning ,dan

biru. Buta warna permanen biasanya terjadi karena faktor keturunan, sedangkan orang yang

tidak mengalami buta warna dapat mengalami buta warna apabila terjadi faktor-faktor

tertentu, seperti kecelakaan.

Tes buta warna adalah suatu tes yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang

mengalami buta warna atau tidak. Hasil dari tes buta warna ada 3 macam, yaitu buta warna

total (monokromat), buta warna sebagian /parsial ( dikromat) dan anomaly trikromat. Proses

tes buta warna dengan metode ishihara ini umumnya dilakukan secara manual, yaitu dengan

memperlihatkan lembar-lembar gambar oleh seorang petugas tes buta warna dan peserta tes

diminta menyebutkan angka-angka yang terlihat pada gamnar. Dari beberapa gambar yang

diperlihatkan dan jawaban yang diberikan oleh peserta tes buta warna, maka petugas akan

menyimpulkan apakah peserta tes mengalami buta total, parsial atau normal.

6

Page 7: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

Tes ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1917 di Jepang dan terus digunakan di

seluruh dunia, sampai sekarang. Tes buta warna ishihara terdiri dari lembaran yang di

dalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut

disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga

orng buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat oleh orang normal

(pseudo-isochromaticism). Pada gambar di bawah orang normal akan melihat angka “74”,

sedangkan penderita buta warna merah-hijau akan melihat angka “21”.

Dalam tes buta warna ishihara digunakan 38 plate atau lembar gambar. Dimana

gambar-gambar tersebut memiliki urutan 1 sampai 38. Tahapan dalam pemeriksaan tes buta

warna dengan metode ishihara yaitu :

1. Menggunakan buku ishihara 38 plate

2. Yang perlu diperhatikan :

a. Ruangan pemeriksaan harus cukup pencahayaannya

b. Lama pengamatan untuk membaca angka masing-masing lembar maksimum 10 detik

3. Pada tes pembacaan buku ishihara dapat disimpulkan :

a. Normal

b. Buta warna parsial

1) Bila plate no. 1 sampai dengan nomor 17 hanya terbaca 13 plate atau kurang.

2) Bila terbaca angka-angka pada plate no. 18, 19, 20, dan 21 lebih mudah atau lebih

jelas dibandingkan dengan plate nomor 14, 10, 13, dan 17.

3) Bila ragu-ragu kemungkinan buta warna parsial dapat dites dengan :

a) Membaca angka-angka pada plate nomor 22, 23, 24 dan 25. Pada orang normal,

akan terbaca dengan benar angka-angka pada plate-plate tersebut di atas secara

lengkap secara lengkap (dua rangkap). Pada penderita buta warna parsial hanya

terbaca satu angka pada tiap-tiap plate gtersebut di atas.

7

Page 8: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

b) Menunjuk arah alur pada plate nomor 26, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan

38. Untuk orang normal bias menunjuk alur secara benar, sedangkan untuk buta

warna parsial dapat menunjukkan adanya alur dari sisi yang lainnya.

c. Buta warna total

Pada plate nomor 28 dan 29 untuk orang normal tidak bias menunjukkan adanya alur,

sedangkan untuk penderita buta warna parsial dapt menunjukkn adanya alur dari satu

sisi ke sisi yang lainnya.

VISUS

Untuk dapat melihat benda stimulus berupa cahaya harus jatuh di reseptor (penerima)

yang selanjutnya diteruskan ke pusat penglihatan (fovea sentralis) & diperlukan ketajaman

(visus) penglihatan. Visus sangat dipengaruhi sifat fisis mata (aberasi mata = kegagalan sinar

untuk berkonvergensi/bertemu di titik identik), besarnya pupil, komposisi cahaya, mekanisme

akomodasi, elastisitas otot, faktor stimulus (warna yang kontras, besar kecilnya stimulus,

durasi, intensitas cahaya, serta faktor retina (semakin kecil & rapat sel kerucut), maka

semakin kecil minimum separabel (separable minimum).

Rumus visus: dengan menggunakan optotype snellen

V= dD

d = jarak antara alat dgn subyek yang diperiksa

V = visus (ketajaman penglihatan)

D = jarak skala huruf yang masih dapat dibaca oleh mata normal

Ketajaman penglihatan (visus) adalah nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil di

mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan. Tajam penglihatan adalah

kemampuan untuk membedakan antara dua titik yang berbeda pada jarak tertentu. Ketajaman

penglihatan seseorang dapat berkurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor

sebagai berikut:

1. Kuat Penerangan atau Pencahayaan

Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari beberapa lux di

dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah terik matahari. Kekuatan pencahayaan ini

aneka ragam yaitu berkisar 2000-100.000 di tempat terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux

pada malam hari dengan pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan cahaya berarti

menambah daya, tetapi kelelahan relative bertambah pula. Kelelahan ini diantaranya akan

mempertinggi kecelakaan. Namun meskipun pencahayaan cukup, harus dilihat pula aspek

8

Page 9: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

kualitas pencahayaan, antara lain faktor letak sumber cahaya. Sinar yang salah arah dan

pencahayaan yang sangat kuat menyebabkan kilauan pada obyek. Kilauan ini dapat

menimbulkan kerusakan mata. Begitu juga penyebaran cahaya di dalam ruangan harus merata

supaya mata tidak perlu lagi menyesuaikan terhadap berbagai kontras silau, sebab

keanekaragaman kontras silau menyebabkan kelelahan mata. Sedangkan kelelahan mata

dapat menyebabkan:

1) Irritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (konjungtivitis);

2) Penglihatan rangkap;

3) Sakit kepala;

4) Ketajaman penglihatan merosot, begitu pula kepekaan terhadap perbedaan (contrast

sensitivity) dan kecepatan pandangan;

5) Kekuatan menyesuaikan (accomodation) dan konvergensi menurun.

2. Waktu Papar

Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang jam

kerjanya melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja. Yang

dimaksud dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat. Meskipun

terjadi keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja informal bekerja lebih dari 7 jam/hari.

Hal ini menimbulkan adannya beban tambahan pada pekerja yang pada akhirnya

menyebabkan kelelahan.mental dan kelelahan mata.

3. Umur

Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja

berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Maka dari itu,

kontras dan ukuran benda perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman yang sama.

Makin banyak umur, lensa bertambah besar dan lebih pipih, berwarna kekuningan dan

menjadi lebih keras. Hal ini mengakibatkan lensa kehilangan kekenyalannya, dan karena itu,

kapasitasnya untuk melengkung juga berkurang. Akibatnya, titik-titik dekat menjauhi mata,

sedang titik jauh pada umumnya tetap saja.

4. Kelainan Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas

kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal

susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang

sehingga bayangan benda selalu melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula

lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan

benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat

9

Page 10: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

jauh. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum Proksimum

merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas.

Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan

jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila

mata istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum terletak di depan mata. Secara klinik

kelainan refraksi adalah akibat kerusakan ada akomodasi visuil, entah itu sebagai akibat

perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa. Kelainan refraksi yang sering dihadapi

sehari-hari adalah miopia, hipermetropia, presbiopia dan astigmatisma.

Ketajaman penglihatan (visus) dipergunakan untuk menentukan penggunaan

kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi

mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata

keseluruhan. Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan

penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang

mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata

yang memberikan keluhan mata. Pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat dilakukan dengan

menggunakan Optotype Snellen, kartu Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji

Sheridan/Gardiner.

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan dengan Optotype Snellen

Optotype Snellen terdiri atas sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan

bertingkat serta disusun dalam baris mendatar. Huruf yang teratas adalah yang besar, makin

ke bawah makin kecil. Penderita membaca Optotype Snellen dari jarak 6 m, karena pada jarak

ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pembacaan

mula-mula dilakukan oleh mata kanan dengan terlebih dahulu menutup mata kiri. Lalu

dilakukan secara bergantian. Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan. Pembilang

menunjukkan jarak pasien dengan kartu, sedangkan penyebut adalah jarak pasien yang

penglihatannya masih normal bisa membaca baris yang sama pada kartu.

Dengan Optotype Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan

melihat seseorang, seperti:

1) Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang

oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.

2) Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti

tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

3) Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti

tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

10

Page 11: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

4) Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang

oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.

5) Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji

hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.

6) Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada

jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan

hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1

meter.

7) Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih

buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada

jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat

lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat

melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal

adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total. Tajam

penglihatan dan penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori. Adapun penggolongannya

adalah sebagai berikut:

1) Penglihatan normal, pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat.

2) Penglihatan hampir normal, tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu

diketahui penyebabnya. Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki.

3) Low vision sedang, dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca

dengan cepat.

4) Low vision berat, masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat

kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa

pembesar kuat. Membaca menjadi lambat.

5) Low vision nyata, bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat

putih untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca

dengan kaca pembesar; umumnya memerlukan Braille, radio, pustaka kaset.

6) Hampir buta, penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak

bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.

7) Buta total, tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya tergantung pada alat

indera lainnya atau tidak mata.

Penggunaan Optotype Snellen kwalitasnya kadang-kadang meragukan oleh karena

huruf yang sama besarnya mempunyai derajat kesukaran yang berbeda, demikian pula huruf

11

Page 12: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

dengan ukuran berbeda kadang-kadang tidak sama bentuknya. Untuk menghindari

kelemahan-kelemahan itu telah diciptakan kartu Cincin Landolt. Kartu ini mempunyai

sejumlah cincin berlubang, diatur berderet yang sama besar, dengan lubang yang arahnya ke

atas, ke bawah, ke kiri dan ke kanan. Dari atas ke bawah cincin itu diatur agar lubangnya

mengecil secara berangsur-angsur.

PUPIL

Pupil merupakan suatu lubang tempat cahaya masuk ke dalam mata, dimana lebarnya

diatur oleh gerakan iris (Perdami, 2005:1). Bila cahaya lemah iris akan berkontraksi dan pupil

membesar sehingga cahaya yang masuk lebih banyak. Sedangkan bila cahaya kuat iris akan

berelaksasi dan pupil mengecil sehingga cahaya yang masuk tidak berlebihan. Ukuran pupil

tergantung beberapa faktor antara lain umur, tingkat kesadaran, kuatnya penyinaran, dan

tingkat akomodasi. Perubahan diameter pupil dipengaruhi oleh aktifitas jaras eferen serabut

simpatis dan parasimpatis.

Fungsi saraf simpatik adalah dilatasi pupil dengan efek yang kurang bermakna pada

otot siliaris sedangkan fungsi saraf parasimpatik untuk miosis pupil dengan efek terhadap

kontraksi M.siliaris serta efek akomodasi. Reaksi pupil terhadap cahaya kemungkinan berasal

dari jaras yang sama dengan jaras rangsang cahaya yang ditangkap oleh sel kerucut dan

batang, yang mengakibatkan sinyal visual ke korteks oksipital. Jaras eferen pupilomotor

ditransmisikan melalui N.Optikus dan melalui hemidekusatio di chiasma. Kemudian jaras

pupilomotor mengikuti jaras visuosensorik melalui traktus optikus dankeluar sebelum

mencapai korpus genikulatum lateral, kemudian masuk batang otak melalui brachium dari

colliculus superior. Jaras/neuron aferen tersebut kemudian membentuk sinaps dengan Nc.

Pretektal yang kemudian menuju Nc Edinger Westphal melalui neuron inter kalasi ipsilateral

(berjalan ke arah ventral di dalam substansia kelabu peri akuaduktus) dan kontralateral (di

bagian dorsal akuaduktus, didalam komissura posterior). Kemudian jaras pupilomotor

(neuron eferen parasimpatomimetik) masing-masing keluar dari Nc Edinger Westphal

menuju ganglion siliaris ipsilateral dan bersinaps di sini, kemudian neuron post-ganglioner

(N.silaris brevis) menuju M sfingter papillae

Jaras Parasimpatetik

Jaras eferen pupil keluar dari otak tengah bersama dengan N.III. Jaras eferen pupil di

basis otak terletak pada permukaan superior N.III yang dapat tertekan oleh aneurisma antara

A Komunikans posterior dan A Kartis interna atau pada kejadian herniasi unkus.

Jaras Simpatetik

Serabut ini memiliki:

12

Page 13: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

1. Neuron 1 atau preganglioner. Neuron ini berasal dari posterior hipotalamus kemudian

turun tanpa menyilang danbersinaps secara multiple di otak tengah dan pons, dan berakhir

di kolumna intermediolateral C8-T2 yang juga disebut ciliospinal centre of badge.

2. Neuron kedua berupa serabut-serabut preganglioner yang keluar dari medula spinalis.

3. Neuron ketiga merupakan serabut post ganglioner yang berjalan ke atas bersama-sama A

karotis komunis memasuki rongga kranium.

Pemeriksaan gangguan jaras aferen pupil

Penyinaran terhadap salah satu mata pada orang normal akan menyebabkan kedua

pupil berkonstriksi. Reaksi pupil pada mata yang disinari secara langsung disebut respon

direk/langsung sedangkan reaksi pupil pada mata sebelahnya disebut respon konsnsual. Hal

tersebut diatas terjadi karena adanya hemidekusatio pada jaras pupilomotor di chiasma dan

batang otak .

Penyinaran dengan sinar yang redup pada salah satu mata pada orang normal akan

menyebabkan kedua pupil berkontriksi. Sinar yang lebih terang akan menyebabkan kontraksi

yang lebih kuat. Bila setelah menyinari satu mata, sinar secara cepat dipindahkan ke mata

satunya, respon yang terjadi adalah kontriksi kedua pupil diikuti redilatasi. Bila sinar

dipindahkan ke sisi yang satu, reaksi yang sama juga terjadi.

Gangguan pada N.optikus dapat mengakibatkan gangguan relatif jaras eferen pupil

(pupil Marcus Gunn). Tes yang digunakan dinamakan tes penyinaran secara alternat

(swinging test), dimana bila mata yang sehat disinari cahaya kedua pupil akan berkontraksi,

kemudian re-dilatasi perlahan. Bila cahaya dipindahkan ke mata yang sakit, konstraksi kedua

pupil berkurang atau tidak ada re-dilatasi yang lebih lama dapat terjadi. Yang dapat

menyebabkan gangguan relatif jaras eferen pupil: penyakit N.optikus unilateral atau bilateral

dimana terkenanya kedua saraf tidak sama beratnya, penyakit retina, ambliopia, gangguan

traktus optikus bila menyebabkan gangguan lapang pandang yang satu lebih berat dari yang

lain.

IX. Aplikasi Klinis

GLAUKOMA

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebirauan, yang

memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma

ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya

lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata

meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan

fungsi penglihatan. Glaukoma secara umum dibedakan menjadi gloukoma sudut terbuka dan

13

Page 14: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

gloukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut tetutup merupakan peningkatan Tekanan Intara

Okuler (TIO) yang disebabkan tertutupnya sudut aliran keluar humor akuos.

Patofisologi

Humor akuos di produksi oleh badan siliaris dan mengalir kedalam Camera Oculi

Posterior (COP), yang mengalir di antara permukaan iris posterior dan lensa, di sekitar tepi

pupil, dan selanjutnya masuk ke Camera Oculi Anterior (COA). Humor akuos keluar dari

COA pada sudut COA yang dibentuk oleh dasar iris dan kornea perifer, selanjutnya mengalir

melalui trabekulum dan masuk ke kanal Schlemm. Melalui collector channels, humor akuos

masuk ke dalam vena episklera dan bercampur dengan darah.

Patofisiologi dari glaukoma sudut tertutup dengan block pupil meliputi faktor-faktor,

yaitu aposisi lensa dan iris yang mengakibatkan pencembungan iris perifer dan predisposisi

anatomi mata yang menyebabkan bagian anterior iris perifer menyumbat trabekulum.

Patofisiologi glaukoma sudut tertutup tanpa block pupil terjadi melalui dua

mekanisme yaitu mekanisme penarikan anterior dan posterior. Pada penarikan anterior, iris

perifer ditarik kearah depan menutup trabekulum karena kontraksi membrane eksudat

inflamasi atau serat fibrin. Pada mekanisme penarikan posterior iris perifer mencembung

kearah depan karena lensa vitreus atau badan siliaris.

Pada glaukoma akut tertutup, ditemukan mata merah dengan penglihatan turun

mendadak, tekanan intraokuler meningkat mendadak, nyeri yang hebat, melihat halo di

sekitar lampu yang dilihat, terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah. Mata

menunjukkan tanda-tanda peradangan dengan kelopak mata bengkak, kornea suram dan

edem, iris sembab meradang, pupil melembar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat, papil

saraf optic hiperemis. Riwayat penyakit yang akurat pada glaukoma dusut tertutup akut

terjadi selama beberapa minggu atau bulan sebelum serangan akut yang berat, yaitu episode

nyeri dan kabur yang sembuh sendiri, berlangsung selama beberapa jam tiap episode

serangan, frekuensi serangan makin meningkat sampai timbulnya serangan akut yang berat

Komplikasi

1. Sinekia Anterior Perifer, iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran

humour akueus.

2. Katarak, lensa kadang-kadang membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang

membengkak mendorong iris lebih jauh ke depan yang akan menambah hambatan pupil

dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.

14

Page 15: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

3. Atrofi Retina dan Saraf Optik, daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan

intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada papil optik dan atrofi

retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion.

4. Glaukoma Absolut, tahap akhir glaukoma sudut tertutup yang tidak terkendali adalah

glaukoma absolut. Mata terasa seperti batu, buta dan sering terasa sangat sakit. Keadaan

semacam ini memerlukan enukleasi atau suntikan alkohol retrobulbar.

INFEKSI KELOPAK MATA

Kelopak mata dapat terinfeksi, adapun macam-macam infeksi pada kelopak mata

adalah sebagai berikut :

1. Hordeolum, merupakan radang pada pinggiran pada kelopak mata, dimana bulu mata

harus di cabut, sementara lukanya dapat diobatai dengan cara memanaskanya.

2. Kisata Meibom, kista sebakeus pingiran kelopak mata, yang harus disingkirakan dan di

obati.

3. Blefaritis, peradangan kelopak mata, dimana dimana kelopak mata berwarna merah, perih

dan gatal. Dimana keruping harus dibuang, disusul dengan kompres panas, sebelum

pengobatan dimulai.

4. Ektropion, merupakan terlipat keluarnya kelopak mata yang mungkin disebabkan ulkus

atau luka .

5. Entropion, yaitu terlipat ke dalamnya kelopak mata, di sebabkan akibat adanya kontraksi

sesudah ulkus atau luka, dimana bulu mata menusuk mata yang menimbulkan rasa sakit .

6. Epifora, yaitu mengalir keluarnya cairan konjungtiva hingga pipi, yang terjadi karena

terhambatnya saluran lacrimal pada eversio kelopak mata dan konjungtivitis

7. Ptosis, adalah kelemahan kelopak mata sebelah atas .

8. Konjungtivitis, merupakan peradangan pada konjungtiva yang disebabkan berbagai jenis

organisme. Ciri-cirinya mata terasa panas dan seolah-olah mengandung pasir, kelopak

mata membengkak, konjungtiva berwarna merah, mata berair serta tidak tahan cahaya atau

fotofobia .

9. Trakom, adalah peradangan konjungtivitis sebagai akibat infeksi virus pada konjungtiva

bahkan dapat menyebabkan kebutaan .

SKLERITIS

Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen,

sebukan sel, dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis. Skleritis

disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik penyakit autoimun ataupun penyakit

sistemik. Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan baik

15

Page 16: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

berupa keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis,

katarak, dan hipermetropia. Insiden skleritis terutama terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia

rata-rata 52 tahun.

Etiologi

Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses

imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks

imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba

langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-

proses lokal, misalnya bedah katarak.

Patofosiologi

Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan

makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera

bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada

sklera dan perforasi dari bola mata. Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat

dengan penyakit imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada

penyakit auto imun secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses

inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular

(reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe

IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan

kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang

menyebabkan perforasi kapiler dan venula post kapiler dan respon imun sel perantara.

Prognosis

Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada

spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana termasuk

tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit

Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan buta permanen dimana termasuk

tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada mata.

Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus, nodular

atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit sistemik selalu

lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau autoimun. Pada kasus skleritis

idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan lebih respon terhadap tetes mata steroid.

Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe yang paling destruktif dan skleritis dengan penipisan

sklera yang luas atau yang telah mengalami perforasi mempunyai prognosis yang lebih

buruk.

16

Page 17: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

MIOPIA TINGGI

Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata

tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek

yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada

badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi

divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi

adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih.

Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negatif

terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -

3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya

diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah

dikoreksi.

Tipe Miopia

1. Miopia aksial, bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal.

Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior

bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.

2. Miopia kurfatura, kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada

keratokonus dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga

menyebabkan miopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan

kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6

dioptri.

3. Miopia indeks refraksi, peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada

penderita diabetes melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. Perubahan posisi

lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaukoma berhubungan dengan

terjadinya miopia.

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam :

1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri

2. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri

3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri

4. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri

5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri

Etiologi dan Patogenesis

Etiologi dan patogenesis pada miopia tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor

memegang peranan penting dari waktu kewaktu misalnya konvergen yang berlebihan,

17

Page 18: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

akomodasi yang berlebihan, lapisan okuler kongestif, kelainan pertumbuhan okuler,

avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia menurut sudut pandang biologi

menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik. Pengaruh faktor herediter telah diteliti

secara luas. Macam-macam faktor lingkungan prenatal, perinatal dan postnatal telah

didapatkan untuk operasi penyebab miopia.

HIPERMETROPI

Hipermetropi dikenal sebagai mata jauh, disebabkan oleh terlalu pendeknya bola mata

atau terlalu lemahnya sistem lensa bila muskulus cilliaris sama sekali berelaksasi. Berkas

cahaya sejajar tidak cukup dibengkokkan oleh sistem lensa untuk tiba pada suatu fokus di

saat mereka mencapai retina. Untuk mengatasi kelainan ini, muskulus cilliaris harus

berkontraksi untuk meningkatkan kekuatan lensa tersebut.

ASTIGMATISME

Adalah suatu kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasanya disebabkan oleh

kornea yang berbentuk bujur atau jarang-jarang, oleh lensa yang berbentuk bujur. Suatu

permukaan lensa seperti sisi sebutir telur yang terletak miring terhadap cahaya yang masuk

merupakan contoh lensa astigmatik. Derajat kelengkungan dalam suatu bidang melalui

sumbu panjang telur itu tidak sebesar seperti derajat kelengkungan dalam suatu bidang

melalui sumbu pendek. Hal yang sama terjadi pada sebuah lensa astigmatik mata, karena

kelengkungan lensa astigmatik sepanjang satu bidang lebih kecil daripada kelengkungan

sepanjang bidang lainnya, berkas cahaya yang mengenai bagian perifer lensa itu dalam satu

bidang tidak bengkok sedemikian besar seperti berkas yang mengenai bagian perifer bidang

lainnya.

KATARAK

Katarak merupakan area keruh atau suram pada lensa. Pada stadium dini

pembentukan katarak, protein di dalam serat lensa tepat dibawah kapsula terdenaturasi.

Kemudian protein yang sama berkoagulasi untuk membentuk area keruh di tempat serat

protein yang normalnya transparan. Akhirnya dalam stadium lebih lanjut sering kalsium

diendapkan di dalam protein yang terkoagulasi jadi meningkatkan kekeruhan lebih lanjut.

Bila katarak mempunyai hantaran cahaya yang kabur sedemikian hebat sehingga ia sangat

mengganggu penglihatan, maka keadaan ini dapat dikoreksi oleh pembuangan seluruh lensa

dengan pembedahan. Tetapi bila ini dilakukan, mata kehilangan sebagian besar kekuatan

refraksinya, yang harus diganti oleh lensa cembung (sekitar +15 dioptri) di depan mata.

Klasifikasi Katarak

Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam:

18

Page 19: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

1) Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun. Bila katarak

ditemukan pada anak-anak biasanya hal ini disebabkan kelainan bawaan atau dapat juga

disebabkan infeksi virus dan rubela pada ibu yang sedang hamil muda.

2) Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun. Termasuk dalam katarak

juvenile yaitu adalah katarak traumatik, yaitu katarak yang terjadi karena cedera pada

mata seperti pukulan keras, tembus, menyayat, panas tinggi atau bahan kimia yang

mengakibatkan kerusakan pada lensa. Selain katarak traumatik, yang termasuk dari

katarak juvenil adalah katarak komplikata. Katarak komplikata adalah katarak yang

terjadi karena infeksi dan penyakit tertentu seperti diabetes melitus yang dapat

menyebabkan lensa menjadi keruh.

3) Katarak senil, adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di

atas 50 tahun.

Gambaran Klinis

Penyakit katarak ditandai oleh warna putih pada lensa kristalin. Lensa kristalin adalah

lensa yang letaknya di belakang iris yang berfungsi memfokus objek yang dilihat. Lensa

kristalin tersusun dari serat-serat protein yang halus dan transparan yang dipadatkan menjadi

alat optik yang canggih, dimana struktur kimia protein tersebut dengan mudah sekali dapat

diubah. Selain disebabkan oleh luka tusuk, pukulan keras atas mata dan berbagai racun

kimiawi, katarak juga dapat disebabkan oleh pemajanan terhadap berbagai gelombang sinar.

Hal ini menyebabkan terjadinya koagulasi yaitu pemanasan intern pada lensa kristalin yang

yang ditimbulkan oleh tranmisi radar jarak pendek yang memancarkan gelombang mikro

yang sangat kuat pada lensa kristalin. Protein dalam lensa kristalin yang mengalami koagulasi

secara fisik tidak lagi transparan mengakibatkan cahaya tidak dapat lewat lensa dengan bebas

yang pada gilirannya mengakibatkan gangguan penglihatan.

19

Page 20: Laporan Praktikum Fisiologi Penglihatan

DAFTAR PUSTAKA

Adil,Ellyzar I.M.. Sistem Indera & Keseimbangan. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi

/11/ d16efe5431c4ad2dbbb641b2f6c28b0894eb4de9.ppt. Diakses 24 April 2010

Dwindra, Mayenru. 2009. Glaukoma. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/10/

glaukoma_files_of_drsmed.pdf. Diakses 13 April 2010

Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Guyton. 1990. Fasiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC

Irwana, Olva dkk. 2009. Miopia Tinggi. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/06/

miopia_tinggi_files_of_drsmed.pdf. Diakses 23 April 2010

Japardi, Iskandar. Tanpa tahun. Pupil dan Kelainannya. http://library.usu.ac.id/download/fk/

bedah-iskandar%20japardi42.pdf. Diakses tanggal 15 April 2010

Kartika Nur Wijayanti. 2005. Pengaruh Pemakaian Kacamata Las Terhadap Ketajaman

Penglihatan pada Pekerja Las Karbit di Wilayah Pinggir Jalan D. I. Panjaitan Kota

Semarang.http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHfd30/

a27bec9c.dir/doc.pdf. Diakses tanggal 24 April 2010

Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama

Sahreni,Rahmi dkk. 2009. Skleritis.http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/10/skleritis_

files_of_drsmed.pdf. Diakses 23 April 2010

20