Layout Edisi 9 (Col)p2d.org/home/wp-content/uploads/Analisis Final/Analisis Mingguan No... · Siapa...

8
ANALISIS MINGGUAN PERHIMPUNAN PENDIDIKAN DEMOKRASI Vol.1 No.9 Minggu IV - Mei 2007 B ERITA di berbagai media massa dua minggu terakhir mengenai kasus sengeketa tanah di Meruya, Jakarta Barat, terus memicu kontroversi. Siapa pemilik sah dari tanah sengketa itu semakin menimbulkan tanda tanya. Sebenarnya Mahkamah Agung (MA) No.2863.K/PDT/1999 telah memutuskan PT. Portanigra sebagai pemilik sah tanah sengketa seluas lebih kurang 49,810/M 2 tersebut. Namun persoalan tak berhenti sampai di situ, ribuan kepala keluarga yang sudah puluhan tahun tinggal di sana juga memiliki sertifikat hak milik sama seperti PT. Portanigra. Pertanyaannya adalah siapa yang betul-betul sah sebagai pemilik tanah tersebut? Sekiranya MA yang benar lewat keputusannya, maka bagaimana nasib ribuan KK tersebut? Kronologis Kasus Sengketa Tanah Meruya Setelah 20 tahun lebih mendiami tanah yang dimilikinya secara sah secara hukum, sekitar 21.760 warga (5.563 Kepala Keluarga) Meruya Selatan, Jakarta Barat, bak tersambar petir. Karena melayang berita, tanah yang mereka tinggali sekarang ini dimiliki pihak lain, yakni PT Portanigra. Hal ini terjadi karena PT Portanigra memenangkan tanah seluas lebih kurang 49 hektar di Meruya Selatan berdasarkan putusan MA No.2863.K/ PDT/1999 tanggal 26 Juni 2001. Atas putusan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Barat menetapkan jadwal eksekusi pada 21 Mei 2007. Hak-Hak Atas Tanah ...Bersambung ke Halaman 4 ... Bersambung ke Halaman 6 M ENURUT Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Hak menguasai oleh negara tersebut memberi wewenang kepada negara untuk (i) mengatur dan menye- lenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; (ii) menen- tukan dan mengatur hubungan-hubu- ngan hukum antara orang-orang den- gan bumi, air dan ruang angkasa; (iii) menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa (Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria No.5/1960 atau UUPA). Khusus mengenai tanah, dalam UUPA telah disebutkan macam-macam hak atas tanah, antara lain: (i) hak milik, (ii) hak guna-usaha, (iii) hak guna-bangunan, (iv) hak pakai, (v) hak sewa, (vi) hak membuka tanah, (vii) hak memungut-hasil hutan, (viii) hak- hak lainnya — yang ditetapkan oleh UU tersendiri — serta hak-hak yang sifatnya sementara (Pasal 16 UUPA). Dalam Pasal 53 UUPA disebutkan hak- hak yang sifatnya sementara itu antara lain: hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian). Di antara berbagai hak Dok. P2D (Robby Kurniawan) Dok. P2D (Robby Kurniawan) Kontroversi Sengketa Tanah di Meruya Kasus Puluhan Tahun Yang Belum Menemui Titik Terang Penyelesaian

Transcript of Layout Edisi 9 (Col)p2d.org/home/wp-content/uploads/Analisis Final/Analisis Mingguan No... · Siapa...

ANALISIS MINGGUANP E R H I M P U N A N P E N D I D I K A N D E M O K R A S I

Vol.1 No.9 Minggu IV - Mei 2007

BERITA di berbagai media massa dua minggu terakhir mengenai kasussengeketa tanah di Meruya, Jakarta Barat, terus memicu kontroversi.

Siapa pemilik sah dari tanah sengketa itu semakin menimbulkan tandatanya. Sebenarnya Mahkamah Agung (MA) No.2863.K/PDT/1999 telahmemutuskan PT. Portanigra sebagai pemilik sah tanah sengketa seluas lebihkurang 49,810/M2 tersebut. Namun persoalan tak berhenti sampai di situ,ribuan kepala keluarga yang sudah puluhan tahun tinggal di sana jugamemiliki sertifikat hak milik sama seperti PT. Portanigra.

Pertanyaannya adalah siapa yang betul-betul sah sebagai pemilik tanahtersebut? Sekiranya MA yang benar lewat keputusannya, maka bagaimananasib ribuan KK tersebut?

Kronologis Kasus Sengketa Tanah Meruya

Setelah 20 tahun lebih mendiami tanah yang dimilikinya secara sah secarahukum, sekitar 21.760 warga (5.563 Kepala Keluarga) Meruya Selatan,Jakarta Barat, bak tersambar petir. Karena melayang berita, tanah yangmereka tinggali sekarang ini dimiliki pihak lain, yakni PT Portanigra.

Hal ini terjadi karena PT Portanigra memenangkan tanah seluas lebihkurang 49 hektar di Meruya Selatan berdasarkan putusan MA No.2863.K/PDT/1999 tanggal 26 Juni 2001. Atas putusan tersebut Pengadilan NegeriJakarta Barat menetapkan jadwal eksekusi pada 21 Mei 2007.

Hak-Hak Atas Tanah

...Bersambung ke Halaman 4

... Bersambung ke Halaman 6

MENURUT Pasal 33 Ayat (3)UUD 1945, bumi, air dan ruang

angkasa, termasuk kekayaan alam yangterkandung di dalamnya dikuasai olehnegara. Hak menguasai oleh negaratersebut memberi wewenang kepadanegara untuk (i) mengatur dan menye-lenggarakan peruntukan, penggunaan,persediaan dan pemeliharaan bumi, airdan ruang angkasa tersebut; (ii) menen-tukan dan mengatur hubungan-hubu-ngan hukum antara orang-orang den-gan bumi, air dan ruang angkasa; (iii)menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orangdan perbuatan-perbuatan hukum yangmengenai bumi, air dan ruang angkasa(Pasal 2 Ayat (2) Undang-UndangPokok Agraria No.5/1960 atau UUPA).

Khusus mengenai tanah, dalamUUPA telah disebutkan macam-macamhak atas tanah, antara lain: (i) hakmilik, (ii) hak guna-usaha, (iii) hakguna-bangunan, (iv) hak pakai, (v) haksewa, (vi) hak membuka tanah, (vii)hak memungut-hasil hutan, (viii) hak-hak lainnya — yang ditetapkan olehUU tersendiri — serta hak-hak yangsifatnya sementara (Pasal 16 UUPA).Dalam Pasal 53 UUPA disebutkan hak-hak yang sifatnya sementara itu antaralain: hak gadai, hak usaha bagi hasil,hak menumpang dan hak sewa tanahpertanian). Di antara berbagai hak

Dok. P2D (Robby Kurniawan)

Dok. P2D (Robby Kurniawan)

Kontroversi Sengketa Tanah di MeruyaKasus Puluhan Tahun Yang Belum Menemui Titik Terang Penyelesaian

PUTUSAN MA No.2863 K/PDT/1999, Jo. No.364/PDT.G/1996/

PN.JKT.BAR., telah mengabulkansebagian gugatan Penggugat (PT.Portanigra), yang salah satunyaadalah, “Menghukum Tergugat I, II,III dan semua orang yang mendapathak dari padanya untuk men-gosongkan tanah-tanah milik adattersebut dan menyerahkan dalamkeadaan kosong kepada Penggugat”.

Selain menimbulkan konsekuen-si hukum, yaitu hapus dan beralihnyahak atas tanah yang dipegang sejum-lah besar subyek hukum kepada PT.Portanigra, putusan MA itu sekaligusmenimbulkan dampak sosial serius.Lebih dari 20 ribu jiwa penghunitanah dan bangunan di lokasi seng-keta terancam menjadi korbaneksekusi, akan terusir dari tempattinggalnya, dan sebagian besar darimereka sangat mungkin menjadituna wisma.

Proses Persidangan

Salinan Putusan MA memuat fakta-fakta sebagai berikut: pada tahun

1972 dan 1973, PT. Portanigra telahmembeli tanah milik adat dari ParaTergugat (H. Djuhri bin H. Geni, M.Yatim Tugono, dan Yahya bin H.Geni).

Setelah jual-beli terjadi, ParaTergugat kemudian menjual untukkedua kalinya tanah obyek jual beliitu dengan surat-surat palsu kepadapihak ketiga, antara lain: PT.Labrata, PT. Intercom, Pemda DKI,dan BRI. Penggugat kemudian men-gadukan 3 orang tersebut yangakhirnya oleh pengadilan diputuskanbersalah dan dipidana karena mem-berikan keterangan palsu danpenggelapan.

PT. Portanigra juga telah menga-jukan gugatannya di PN Jakarta Ba-rat. Terhadap gugatan tersebut, PNJakarta Barat dalam putusannyatanggal 24 April 1997 No.364/Pdt.G/1996/PN.Jkt.Brt menyatakan bahwagugatan penggugat tidak dapat dite-rima (Niet Onvankelijkverklaardatau N/O). Dalam pengadilan tingkatbanding, putusan tersebut dikuatkanoleh Pengadilan Tinggi Jakarta, de-ngan putusan tanggal 29 Oktober

1997 No.598/Pdt/1997/PT.DKI. Setelah itu, Penggugat kemudian

mengajukan permohonan kasasi.MA menerima permohonan kasasiitu dan menimbang bahwa putusanPN dan Pengadilan Tinggi (judexfacti) tidak cermat dan tidak teliti,salah menerapkan peraturan-peratu-ran yang berlaku, melanggar hukumyang berlaku, lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peratu-ran perundang-undangan, sertakurang memberikan pertimbanganhukum dalam memutus perkarasehingga bertentangan denganYurisprudensi MA.

Berdasarkan pertimbangan-per-timbangan tersebut, MA membatal-kan Putusan PN dan PutusanPengadilan Tinggi yang menguatkan,dan MA memutuskan untuk men-gadili sendiri perkara itu. PutusanMA, sebagaimana telah kita ketahui,akhirnya memenangkan Penggugat.

Proses peradilan yang padaakhirnya menghukum semua orangyang mendapatkan hak dari ParaTergugat patut disayangkan. Betapatidak, mereka diabaikan dalam pro-

2 Analisis Mingguan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Vol.1/No.9/2007

Cegah Agar Kasus Meruya Tidak Merunyam!Mendamaikan Kepastian Hukum dengan Keadilan

Dok. P2D (Robby Kurniawan)

3Analisis Mingguan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Vol.1/No.9/2007

ses persidangan sejak dari PN, dimana mereka semestinya diberikesempatan untuk membuktikan danmempertahankan hak-haknya. Pada-hal, Buku I, Titel I bagian ke limadari Reglemen Hukum AcaraPerdata (Pasal 70-76) memungkin-kan untuk menarik pihak lain masukdalam perkara (vrijwaring).

Proses peradilan tanpavrijwaring merugikan pihak ketiga.Mengapa demikian? Karena putusanMA merupakan putusan akhir danmempunyai kekuatan hukum tetap

sehingga eksekusi dapat dijalankanlangsung, bahkan tanpa perlu adaamar yang menyatakan putusandapat dijalankan terlebih dahulu(uitverbaar bij voorraad). Artinya,meskipun Pihak Ketiga mengajukanperlawanan (derden verzet) terhadapeksekusi, hal tersebut tidak dapatmenghambat pelaksanaan eksekusi.

Kepastian Hukum?

Menurut Suparjo Sujadi, pengajarhukum agraria FHUI, PT. Portanigradan warga Meruya adalah korbansistem. Lebih lanjut diungkapkannya

bahwa sistem pendaftaran tanah kitamemang tidak menjamin adanyakepastian hukum.

Stelsel pendaftaran hak atastanah yang berlaku di pelbagainegara dapat digolongkan menjadi 2(dua) macam, yaitu sistem positif dansistem negatif.

Dalam sistem positif, subyekyang namanya sudah terdaftar dalamBuku Tanah, haknya mempunyaikekuatan positif dan sah menuruthukum, sehingga tidak bisa diganggugugat. Sebaliknya, dalam sistemnegatif hak yang dimiliki olehpemegang hak masih memungkinkandibantah sepanjang bantahan-banta-han itu dapat dibuktikan denganmemberikan alat-alat bukti yangcukup kuat (Y.W. Sunindhia danNinik Widiyanti: 1988).

Dengan kata lain, dalam sistemnegatif pemerintah tidak menjaminkebenaran data yang terdapat dalamdaftar-daftar umum pendaftaranhak. Dengan melihat aturan dalamPP No.10/1961 yang telah disempur-nakan dengan PP No.24/1997 ten-tang Pendaftaran Tanah, Indonesiadapat dikatakan menganut sistemnegatif yang mengandung unsur posi-tif (quasi positif) (U. Indriyanto:2006).

Jadi, meskipun sertifikat meru-pakan surat tanda bukti hak yangberlaku sebagai alat pembuktianyang kuat, namun tetap belum mem-berikan suatu jaminan pasti.

Jaminan Keadilan

Saat ini, lahan sengketa di KelurahanMeruya Selatan telah ditempatiribuan bangunan dan ditinggalipuluhan ribu warga. Mereka telahmembeli tanah dan mengurus segalapersyaratan sesuai dengan peraturansehingga memperoleh tanda buktihak yang berupa sertifikat. Merekajuga secara rutin memenuhi kewa-jiban membayar Pajak Bumi danBangunan (PBB). Namun demikian,putusan MA telah mengabaikan fak-ta tersebut dan sekonyong-konyong

merampas hak mereka. Jika eksekusi dilaksanakan,

maka lahan yang di atasnya telahdibangun ribuan rumah harus di-kosongkan untuk kemudian dise-rahkan pada PT. Portanigra. Sung-guh, apabila hal itu terjadi maka rasakeadilan kita terusik! Bagaimanatidak, meskipun PT. Portanigra yangmenjadi korban telah mendapatkankepastian hukum untuk memperolehkembali haknya, namun para wargayang sama-sama menjadi korban,semestinya juga mendapat porsikeadilan.

Hukum harus mampu meng-hadirkan keadilan, tidak hanyakepastian. Terlebih, keadilan bagipihak yang paling tidak di-untungkan. (**)

Jika eksekusi

dilaksanakan, maka

lahan yang di atasnya

telah dibangun ribuan

rumah harus

dikosongkan untuk

kemudian diserahkan

pada PT. Portanigra.

Sungguh, apabila hal itu

terjadi maka rasa

keadilan kita terusik!

Peraturan PemerintahNo.24/1997

Tentang Pendaftaran Tanah

Pasal 32

(1) Sertipikat merupakan surat tandabukti hak yang berlaku sebagai alatpembuktian yang kuat mengenaidata fisik dan data yuridis yang ter-muat di dalamnya, sepanjang datafisik dan data yuridis tersebutsesuai dengan data yang adadalam surat ukur dan buku tanahhak yang bersangkutan.

(2) Dalam hal atas suatu bidang tanahsudah diterbitkan sertipikat secarasah atas nama orang atau badanhukum yang memperoleh tanahtersebut dengan itikad baik dansecara nyata menguasainya, makapihak lain yang merasa mempunyaihak atas tanah itu tidak dapat lagimenuntut pelaksanaan hak terse-but apabila dalam waktu 5 (lima)tahun sejak diterbitkannya ser-tipikat itu tidak mengajukan kebe-ratan secara tertulis kepadapemegang sertipikat dan KepalaKantor Pertanahan yang ber-sangkutan ataupun tidak menga-jukan gugatan ke Pengadilan me-ngenai penguasaan tanah ataupenerbitan sertipikat tersebut.

tersebut, hak milik merupakan hakyang paling tinggi dibandingkanhak-hak lainnya.

Hubungan hukum antara orangdan tanah akan mempunyai jaminandan kepastian hukum ketika peme-gang hak mempunyai tanda buktihak yang diakui oleh negara. Untukmendapatkan tanda bukti ini peme-gang hak musti mendaftarkan hak-nya kepada instansi yang ditunjuk

untuk mengeluarkan tanda buktitersebut. Inilah salah satu fungsiBPN yang ditunjuk untuk mengurusimasalah pertanahan di Indonesia.

Tanda bukti hak yang diakuioleh hukum Indonesia adalah tandabukti berupa surat, yaitu sertifikat.Sertifikat inilah sebagai penandabahwa suatu bidang tanah telahdidaftarkan haknya. Sedangkan alatbukti surat lainnya, seperti Girik,atau Letter C, Letter D atau Petuk,atau alat bukti pembayaran PBBlainnya, tidak dianggap sebagai

bukti hak atas tanah, melainkanhanya dianggap sebagai hakmenguasai saja. Oleh karena itu,kedudukannya sebagai bukti hakatas tanah masih sangat lemahdibandingkan sertifikat. Di sinilahpentingnya pendaftaran tanah untukmemperoleh jaminan dan kepastianhukum hak atas tanah.

Pengaturan mengenai tata carapendaftaran tanah dan persyaratan-persyaratannya diatur dalam PPNo.24 tahun 1997 tentangPendaftaran Tanah.(*)

4 Analisis Mingguan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Vol.1/No.9/2007

Pengertian

Yang DapatMemegang (Subyek)

Tanah yang DapatDikenai (Obyek)

Luas

Jangka Waktu

Pembebanan

Peralihan

Hapusnya

HAK MILIK

Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan ter-penuh yang dapat dipunyaiorang atas tanah.

Hanya WNI yang dapatmempunyai hak milikBadan hukum yangdidirikan menurut hukumIndonesia dan berke-dudukan di Indonesia.

-

-

-

Dapat dijadikan jaminanutang dengan dibebani HakTanggungan

Hak milik dapat beralih dandialihkan kepada pihak lain.

Pencabutan hak untukkepentingan umumPenyerahan dengan suka-rela oleh pemiliknya;Karena diterlantarkan;Karena tanahnya musnah

HAK GUNA USAHA

Hak untuk mengusahakan tanahyang dikuasai langsung olehnegara, guna perusahaan perta-nian, perikanan atau peternakan.

WNIBadan hukum yang didirikanmenurut hukum Indonesia danberkedudukan di Indonesia.

Tanah Negara.

Minimum 5 hektar.Maksimum kepada perorangan25 hektar.Kepada badan hukum (tidak adaketentuan)

Paling lama 35 tahun Dapat diperpanjang lagi palinglama 25 tahun.Pemegang hak dapat diberikanpembaharuan HGU di atas tanahyang sama.

Dapat dijadikan jaminan utangdengan dibebani Hak Tanggungan

Peralihan terjadi dengan cara: jualbeli; tukar menukar; penyertaandalam modal; hibah; pewarisan

Tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hakKarena putusan pengadilan Dilepaskan secara sukarela Dicabut berdasarkan UU No.20/1961;Diterlantarkan;Tanahnya musnah;

HAK GUNA BANGUNAN

Hak Guna Bangunan adalah hakuntuk mendirikan dan mempunyaibangunan-bangunan atas tanahyang bukan miliknya sendiri.

WNIBadan hukum yang didirikanmenurut hukum Indonesia danberkedudukan di Indonesia.

Tanah Negara;Tanah Hak Pengelolaan;Tanah Hak Milik.

-

Paling lama 30 tahun Dapat diperpanjang lagi palinglama 20 tahun.HGB atas tanah negara dapatdiperpanjang atau diperbaharui

Dapat dijadikan jaminan utang de-ngan dibebani Hak Tanggungan

Peralihan terjadi dengan cara: jualbeli; tukar menukar; penyertaandalam modal; hibah; pewarisan

Tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hakKarena putusan pengadilan Dilepaskan secara sukarela Dicabut berdasarkan UU No.20/1961;Diterlantarkan;Tanahnya musnah;

HAK PAKAI

Hak pakai adalah hak untuk menggu-nakan dan/atau memungut hasil daritanah yang dikuasai langsung olehnegara atau tanah milik orang lain.

WNIBadan hukum yang didirikan menuruthukum Indonesia dan berkedudukan diIndonesia;Departemen, Lembaga Pemerintah NonDepartemen, dan Pemerintah Daerah;Badan-badan keagamaan dan sosial;Orang asing yang berkedudukan diIndonesia;Badan hukum asing yang mempunyaiperwakilan di Indonesia;Perwakilan negara asing dan perwa-kilan badan Intemasional.

Tanah Negara;Tanah Hak Pengelolaan;Tanah Hak Milik.

-

Paling lama 25 tahun Dapat diperpanjang lagi paling lama20 tahun Atau diberikan untuk jangka waktuyang tidak ditentukan selama tanah-nya dipergunakan untuk keperluan ter-tentu

Dapat dijadikan jaminan utang dengandibebani Hak Tanggungan

Peralihan terjadi dengan cara: jual beli;tukar menukar; penyertaan dalammodal; hibah; pewarisan

Tidak terpenuhinya kewajiban-kewa-jiban pemegang hakKarena putusan pengadilan Dilepaskan secara sukarela Dicabut berdasarkan UU No. 20/1961;Diterlantarkan;Tanahnya musnah;

Sambungan dari Halaman 1Hak-hak Atas Tanah

Sumber: Diolah dari UUPA No.5/1960 dan PP No.40/1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai Atas Tanah

SALAH satu hal yang pelik dalamsengketa pertanahan adalah kon-

sep tanah negara. Tidak sedikit orangyang dibuat bingung dengan konsepini. Secara umum di bawah ini akandideskripsikan mengenai konseptanah negara.

Tanah dan hutan adalah milikraja. Demikian pemahaman banyakorang di wilayah nusantara ketikaRepublik Indonesia belum berdiri.Konsep ini kemudian diadopsi olehpemerintah kolonial Belanda, melaluiGubernur Jenderal Daendels, yangmemerintah Pulau Jawa pada tahun1808-1811.

Hak menguasai tersebut mem-beri otoritas kepada Deandels untukmenjual atau menyewakan bidang-bidang tanah di Pulau Jawa kepadapara pemodal. Di sinilah awal mulakemunculan tanah partikelir.

Konsep tersebut sangat men-dukung kelancaran pelaksanaan cul-tuurstelsel yang diterapkan GubernurJenderal Van den Bosch tahun 1830,dengan anggapan bahwa penguasasebagai pemilik tanah dapat denganleluasa mengatur peruntukan tanah.

Pada tahun 1870 konsep tanahmilik negara diformalkan melalui

Agrarische Wet 1870 dan aturanpelaksanaannya Agrarische Besluittahun 1870, yang pada prinsipnyamenyatakan bahwa semua tanahadalah milik negara, kecuali tanah-tanah yang dapat dibuktikan sebagaihak milik seseorang.

Selanjutnya, konsep tersebut le-bih dikenal sebagai domeinverklaring(pernyataan tanah negara). Konsepini kemudian dianut pula olehBoschordonantie van Java enMadoera 1927 yang mengaturmengenai kehutanan. Tentu saja, aki-bat aturan-aturan ini, tanah atauhutan yang tidak dapat dibuktikansecara hukum oleh pemiliknya men-jadi milik negara, termasuk di situtanah-tanah dan hutan adat, atautanah milik perseorangan yang tidakmemiliki bukti kepemilikan yang sahmenurut hukum.

Meskipun Indonesia telah mer-deka, aturan ini masih terus diterap-kan sampai akhirnya terbentuk UUNo.5/1960 tentang Undang-UndangPokok Agraria (UUPA). UUPA men-cabut Agrarische Wet 1870 besertasegala aturan pelaksanaannya.

Sayangnya, UUPA tidak men-cabut Boschordonantie 1927 dan

peraturan-peraturan kehutanan lain-nya, sehingga terjadi kontradiksihukum antara hukum tanah di luarkawasan hutan dan hukum tanahdalam kawasan hutan.

UU No.5/1967 tentang Kehuta-nan — yang lahir di masa Soeharto— juga tidak mencabut Boschordo-nantie itu, sehingga sampai sekarangterjadi perbedaan pengaturan antaratanah dalam kawasan hutan dantanah di luar kawasan hutan,walaupun UU No.5/1967 telahdiganti dengan UU No.41/1999 danmencabut Boschordonantie 1927.

Meskipun UUPA secara tegasmenyatakan bahwa konsep domein-velkraling bertentangan dengankesadaran hukum masyarakatIndonesia, tetapi konsep ini masihkerap diterapkan. Sehingga tanahatau hutan yang tidak dapat dibuk-tikan sebagai milik, kerap diklaimsebagai tanah atau hutan negara —yang kemudian diserahkan negarakepada pemodal. Berikutnya terjadi-lah konflik, baik secara vertikalmaupun horisontal.(***)

5Analisis Mingguan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Vol.1/No.9/2007

Menelisik Konsep Tanah Negara

Analisis Mingguan ini diterbitkanPerhimpunan Pendidikan

Demokrasi (P2D)

Redaksi Abdul Qodir, Daniel Hutagalung,

Donny Ardyanto, Elisabet R.Kuswijayanti, Fajrimei A. Gofar,Isfahani, Otto Pratama, Rachland

Nashidik, Robby Kurniawan,Robertus Robet, RonnyAgustinus, Santi Nuri

Dharmawan

Alamat RedaksiJl. Sawo No.11, Jakarta 10310

Tel/Fax: (021) 31925734http://www.p2d.org

E-mail: [email protected]

Tempophoto (Robin Ong)

Berawal di tahun 1972, di manaHaji Djuhri bin Haji Geni, Yahya binHaji Geni, dan Muhammad YatimTugono melakukan transaksi jual-beli tanah dengan PT. Portanigradalam bentuk surat kepemilikantanah berupa girik.

Ketiga orang tersebut kembalimelakukan transaksi dengan pihaklain dengan memalsukan girik yangsebelumnya telah dijual ke PT. Porta-nigra. Di antaranya telah terjualkepada PT. Intercone 2 hektar danPT. Copylas 2,5 hektar pada 1975,kepada BRI 3,5 hektar pada 1977,dan 15 hektar dijual ke PemerintahDKI Jakarta pada 1974 (Tempo,Edisi XII/2007).

Pada tahun 1978, OperasiPemulihan Keamanan dan Keterti-ban Pusat pimpinan PangkopkamtibLaksamana Sudomo menemukansindikasi mafia tanah tersebut. Kasustersebut pun akhirnya dimeja-hijaukan pada tahun 1986 denganputusan hukuman satu tahun penjaradijatuhkan kepada ketiga orangtersebut. Tetapi putusan itu tidak

mengembalikan kepemilikan tanahPT. Portanigra. Lalu PT. Portanigramenempuh peradilan perdata denganmenggugat tiga orang itu pada 1996.Ketika itu, Pengadilan Negeri JakartaBarat meletakkan sita jaminan ter-hadap tanah seluas lebih-kurang 49hektar yang diklaim milikPortanigra.

Namun, karena warga di tanahsengketa tak turut digugat, gugatanPT. Portanigra kandas di pengadilan.Sita jaminan pun dicabut. Karenakekurangan pihak ini pula gugatanPorta kandas lagi di tingkat banding.MA mengabulkan permohonan PT.Portanigra pada 2001. Salah satudasar putusannya adalah sita jami-nan ditetapkan pengadilan atas 44hektar lahan tersebut.

Akhirnya putusan MA meme-nangkan PT. Portanigra pada tahun2001 dengan penetapan eksekusibaru yang keluar 9 April 2007 den-gan ketetapan pada tanggal 21 Mei2007 akan dilakukan eksekusi.

Sampai tulisan ini dibuat, wargamasih terus melakukan pembelaan.Mulai dari gugatan perlawanan kePengadilan Negeri Jakarta Baratsampai dengan pengajuan fatwa ke

MA atas keputusan eksekusi MAtersebut. Pembelaan tersebut mem-peroleh hasil di Pengadilan NegeriJakarta Barat, yang dinyatakan olehKetua PN Hariyanto dengan kepas-tian bahwa pada 21 Mei mendatang,eksekusi tanah di Meruya Selatantidak akan dilakukan. Selain itu,dukungan kepada warga pun banyakberdatangan. Mulai dari Pemda DKIJakarta, DPRD Jakarta, BadanPertanahan Nasional (BPN), DPRRI, dan Komisi Yudisial (KY).

Kalau didasarkan pada normahukum, maka putusan MA memilikikekuatan hukum untuk menentukanpemilik sah tanah itu yakni PT.Portanigra, hanya saja nasib wargayang kemudian menjadi soal.Kesimpulan awal yang bisa diambiladalah: baik warga maupun PT.Portanigra menjadi korban penipuanjual beli tanah.

Sekarang menjadi tugasPemerintah, DPR dan lembaga-lem-baga negara lainnya untuk menyele-saikan kasus ini dengan baik dandamai, tanpa harus membuatmasalahnya menjadi semakin ru-nyam. (*****)

6 Analisis Mingguan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Vol.1/No.9/2007

Sambungan dari Halaman 1Kontroversi Sengketa Tanah di Meruya

Dok. P2D (Robby Kurniawan)

7Analisis Mingguan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Vol.1/No.9/2007

KASUS-KASUS yang disajikanberikut ini, mungkin tidak bisa

menggambarkan seluruh pola kon-flik tanah di kota besar sepertiJakarta, Surabaya dan Makassar.Menurut BPN, jumlah kasus konflikpertanahan di seluruh Indonesiamencapai 2865 kasus (MedanBisnis, 5 /11/ 2006).

Contoh konflik atau sengketatanah yang diambil, sangat khaskota besar. Sangat terbatasnya lahanatau tanah di perkotaan menim-bulkan benturan antara pemerintah,pengusaha dan penduduk, sehinggamuncul pola-pola konflik atau seng-keta yang boleh dikatakan jarangterjadi di pedesaan.

Duduki Dulu Perkara Belakangan

Pola ini terbentuk, ketika para pen-datang tidak mempunyai tempatuntuk tinggal. Sementara merekatidak mempunyai uang untukmenyewa tempat, maka pilihannyaadalah tanah atau lahan kosong.Apakah itu di kolong jembatan,pinggir kali, atau tanah kosong yangtidak berpenghuni. Makin lamajumlahnya makin banyak, tidakjarang kemudian menjadi perkam-pungan sendiri.

Sekitar 150 ribu warga dikawasan Jakarta Utara ternyata be-lum memiliki status kependudukanyang jelas, padahal sudah menetappuluhan tahun.

Mereka tersebar di lima kelura-han di tiga kecamatan, yakniKelurahan Kampung Sawah, Cilin-cing, dan Semper Timur di Ke-camatan Cilincing; Kelurahan Peja-galan di Penjaringan dan KelurahanKoja di Kecamatan Koja.

Supardi Setiabudi, Kepala Ba-gian Administrasi Wilayah KantorKota Madya Jakarta Utara menyata-kan, “Mereka umumnya menempatilahan sengketa, lahan fasilitasumum, bantaran sungai, dan pinggi-

ran rel kereta api, sehingga statuskependudukannya sulit dipenuhi”,(Koran Tempo, 20/3/2007).

Kasus ini terkuak ketika peme-rintah DKI Jakarta hendak memba-yar ganti rugi, atas tanah yang akandijadikan jalan tol.

Di Medan, sengketa tanah de-ngan pola yang sama juga terjadi.Dalam hal ini pihak yang meng-klaim sebidang tanah Grand SultanNo.525, menggunakan jasa “pre-man” untuk mengintimidasi pen-duduk dan pemilik tanah.

Tanah Grand Sultan No.525itu, kini telah dikuasai oleh pihakketiga, yakni mafia tanah berinisialNg, Bd dan oknum anggota DPRDMedan berinisial HM dan oknumpengusaha PT. BI. Datuk Ahmadsebagai pemilik tanah, terkejut keti-ka PT. Anjur Nauli mempunyaiHGB atas tanahnya.

Pada tingkat pengadilan negeri,PT. Anjur Nauli dan tergugat lainyadinyatakan menang. Namun padatingkat banding, Datuk Ahmad dite-tapkan sebagai pemilik yang sah.Bahkan, dari temuan di lapangan, ditanah sengketa itu telah dibanguntembok pagar keliling setinggi tigameter dan puluhan bangunan rumahPerumahan Sinar Mas tanpa ada izindari Dinas TKTB Pemkot Medan.

Kasus yang mirip juga terjadi diMakassar, ketikaYayasan RS Faisaldiketahui meminjam tanah untukmengurus HGB. Sertifikat itu kinimasih dipegang BPN. Tapi setelahsekian lama, tanah seluas 5.209meter milik Ahmad Laga DaengNipi tersebut, diklaim milik YayasanRS Faisal.

Buat Sertifikat, Lalu Jual Atau PerkarakanDi Pengadilan

Pola berikutnya adalah denganmembuat sertifikat tanah “aspal”(asli tapi palsu).

Dengan berbekal sertifikat

aspal tersebut tanah dapat direbutatau kemudian menjadi sengketa.

Misalnya, pada kasus sengketatanah antara pemerintah KotaMedan dengan masyarakat. IlhamNasution, SE, yang mengaku kuasadari ahli waris H. Ridwan Daulayyang mengklaim pemilik tanah selu-as 6.500/M2 di Jalan Karya Jasa,mengadu ke DPRD Medanberdasarkan sertifikat No.8 tahun1969. Namun atas tanah yang samaPT. Griya Riatur Indah Medan(GRI) juga mempunyai sertifikatHGB No.479 tahun 1996.

Ceritanya, pada awal Februari2005, PT. GRI Medan menjualtanah itu kepada Pemkot Medanseharga Rp500.000/M2 ditambahdengan tukar guling eks Terminal SeiWampu di Jalan K.H. WahidHasyim. Kemudian, hasil penjualantanah itu digunakan untuk memba-yar utang EHS di Bank Sumut.

Transaksi ini diperkuat pulaoleh Kepala BPN Medan dengansuratnya No.500.846 tanggal 21 Juli2005. Sekarang, di atas tanah terse-but berdiri kantor Dinas PendapatanDaerah (Dispenda)Medan (SinarIndonesia Baru, 20/6/2006).

Penggusuran warga di JalanAndi Petarani, Makassar, SulawesiSelatan, juga berawal dari sertifikat“aspal”. Menurut korban gusuran,mereka menempati tanah tersebutkarena diwariskan oleh seseorangyang bernama Bacolo. Tapi merekadikalahkan oleh adanya sertifikatyang dimiliki oleh seorang pengusa-ha bernama Adaming.

Untuk membuktikan bahwasertifikat tersebut sah atau tidak,maka dilakukan dengan pemeriksa-an laboratorium di KepolisianMakassar.

Hasil tes laboratorium mem-buktikan bahwa sertifikat tersebutpalsu. Walaupun terbukti sertifikattersebut palsu, warga tetap sajadigusur. (Detik.com, 25/11/2005).

Beberapa Pola Sengketa Pertanahan di Kota Besar

8 Analisis Mingguan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Vol.1/No.9/2007

Bekerjasama Dengan Aparat Pemerintah

Pola terakhir adalah memanfaatkanPemerintah Daerah untuk mengua-sai tanah. Biasanya dimulai denganpenyebaran isu dan opini. Misalnyakeindahan, keamanan atau meng-atasnamakan pembangunan.

Contoh kasus yang menarikadalah, pelurusan aliran Sungai Delidi Medan. Sebelum digusur, sepan-jang sungai dulunya perkampunganpadat dan banyak terdapat pemuki-man kumuh. Dengan alasanpemukiman kumuh tidak layaksecara estetika dan citra KotaMedan, Beni Basri, melalui PT.Alfinky Binamitra Sejahtera milik-nya, mengajukan permohonan padapemerintah kota untuk member-sihkan pinggir kali tersebut.

Ternyata tidak hanya member-sihkan pinggiran sungai yangdilakukan, tapi juga memotong ali-ran sungai dengan meluruskan ali-rannya. Akibatnya masyarakat seki-tar hulu sungai selalu kebanjiran.Frekuensinya bisa enam sampaisepuluh kali dalam setahun.

Dari hasil pelurusan sungaitersebut, PT. Alfinky BinamitraSejahtera memperoleh lahan tamba-han 4,8 hektar, setelah memperoleh1,2 hektar hasil penggusuran warga.Sekarang, di atas tanah terebut telah

berdiri kompleks pertokoan(Seputar Indonesia, 1/10/2006).

Di Surabaya, sebuah perkum-pulan olah raga yang berada di JalanEmbong Sawo, Surabaya harus kehi-langan lapangan tenis mereka.Menurut Ketua Perkumpulan OlahRaga Embong Sawo (PORES) Dr.Lie Khaij Sing, keluarga merekasudah menempati tanah seluas16.957 meter persegi tersebut sejaktahun 1905.

Sampai sekarang tanah tersebutdigunakan untuk fasilitas lapangantenis. Awalnya, tanah dan bangunanitu dikelola NV. SoerabaiaschSporterrein lalu dilanjutkan olehSurabaja Cricket en Lawn TennisClub (SCFTC) yang didirikan sejak14 Agustus 1897. Kemudian tanahdan bangunan itu dikelola POREShingga sekarang. PORES tak pernahmemindahan hak atau menjamin-kan, dengan cara apapun baik kepa-da perorangan maupun bank.

Tapi entah bagaimana, terbitlahsertipikat HGB atas nama PT. InterSurabaya Intiland, yang dikeluarkanoleh BPN Surabaya tahun 1989.Dan rencananya lahan tersebut akandijadikan salah satu pusat bisnisSurabaya, kerjasama antara PT.Inter Surabaya Intiland denganPemerintah Kota (Pemkot) Surabaya(Surabaya Pos, 4/12/2006).

Dari kasus di atas, selain pihakyang bertikai, konflik itu juga meli-batkan pihak lain. Salah satunyaBPN. Keterlibatan BPN sangat kuatdalam setiap kasus. Terdapatnya ser-tifikat ganda atau munculnya serti-fikat atas nama seseorang atau lem-baga, yang sebenarnya tidak mem-punyai hak atas tanah tersebut. Inibisa menjadi tanda bahwa ada yangtidak beres di BPN. Apakah aparat-aparatnya yang menyalahgunakanjabatan dan kekuasaan, atau sistemkeamanan dokumentasi dan datayang bocor.

Pihak lain yang juga memain-kan peran di sini adalah PemerintahDaerah (Pemda). Dalam banyakkasus Pemerintah Daerah lebihmengedepankan kepentingan ekono-mi yang mengorbankan penduduk.

Salah satu kelompok yang me-nuai rejeki dari konflik tersebutadalah mafia tanah dan organisasiatau orang yang disewa salah satupihak yang bertikai. Bahkan tidakjarang konflik terjadi karena ulahmafia tanah ini, melalui praktek jualbeli dan penggandaan sertifikat,Sedangkan kelompok sewaan disu-ruh untuk mengintimidasi danmenteror pihak lawan yang memba-yar mereka. Selain itu mereka jugadipakai untuk menjaga dan melaku-kan eksekusi. (***)

No

1

2

3

4

5

Alat Bukti

Sertipikat

Letter C Desa

Letter D

Surat PemberitahuanPajak Terhutang (SPPT)

Surat bukti lain yang me-nerangkan peralihan hak

Keterangan

Alat bukti hak atas tanah paling kuatSebagai bukti bahwa tanah telah didaftarkanDikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Akta Tanah (BPN, Notarisatau Camat).

Daftar riwayat penguasaan bidang tanah dalam buku desa, biasanyadipegang oleh Sekretaris DesaDisebut juga Petuk D atau Girik, alat bukti kepemilikan sebelumada desa. Menggantikan sertipikat Cap Singa.

Bukti girik ini musti dikuatkan pula dengan surat keterangan yangdikeluarkan Desa/Lurah. Girik bukanlah bukti kepemilikan tetapi bukti penguasaanDikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Misalnya: akta jual-beli, wakaf, warisan, hibah

Alat Bukti Yang Sering Digunakan Dalam Sengketa Tanah