Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

21
METODE TAFSIR MAUD{ U<<‘I< DALAM KAJIAN AYAT-AYAT AL-AHWA<L AL-SYAKHS{IYYAH Makalah dipresentasikan dalam Seminar Kelas Mata Kuliah Tafsir Maud{hu>‘i> ; Kajian Ayat-Ayat al-Ahwa>l Al-Syakhs{iyyah Semester I Program Studi HKI Pascasarjana STAIN Watampone Tahun Akademik 2015/2016 Oleh : Mukhlisin NIM 150101032 Dosen / Pemandu : Dr. H. M. Amir HM., M.Ag. Dr. Ruslan, M.Ag. PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) WATAMPONE 2015

description

Pengertian, Ruang Lingkup Tafsir Maudhui

Transcript of Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

Page 1: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

METODE TAFSIR MAUD{U<<‘I<

DALAM KAJIAN AYAT-AYAT AL-AHWA<L AL-SYAKHS{IYYAH

Makalah dipresentasikan dalam Seminar Kelas Mata Kuliah

Tafsir Maud{hu >‘i>; Kajian Ayat-Ayat al-Ahwa>l Al-Syakhs{iyyah

Semester I Program Studi HKI Pascasarjana STAIN Watampone

Tahun Akademik 2015/2016

Oleh :

Mukhlisin NIM 150101032

Dosen / Pemandu :

Dr. H. M. Amir HM., M.Ag.

Dr. Ruslan, M.Ag.

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

WATAMPONE

2015

Page 2: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan sebagaimana

mestinya tepat pada waktunya.

Selanjutnya s}alawat dan tasli>m tak lupa pula dihaturkan kepada junjungan

Nabi Muhammad saw. yang telah menjadi figur teladan dalam segala aspek

kehidupan dan aktifitas keseharian kita.

Makalah ini berjudul “Metode Tafsir Maud{u < <‘i< dalam Kajian Ayat-Ayat al-

Ahwa<l al-Syakhs{iyyah“ merupakan tugas perorangan mata kuliah Tafsir

Maud{hu >‘i>; Kajian Ayat-Ayat al-Ahwa>l Al-Syakhs{iyyah Semester I Program Studi

HKI Pascasarjana STAIN WatamponeTahun Akademik 2015/2016. Harapan kami

semoga makalah ini bermanfaat adanya. Kami juga mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak atas segala saran, masukan dan kritikan yang sifatnya

penyempurnaan dalam penyajiannya nanti.

Demikian, makalah ini kami susun, atas segala kekurangannya mohon

dimaklumi.

Watampone, 24 September 2015

Penyusun,

Mukhlisin

Page 3: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an sebagai kumpulan kala>m Allah yang diturunkan dalam bentuk wahyu

kepada Rasulullah saw. yang berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi ummat

manusia di dunia maupun di akhirat. 1

Kesemuannya itu dapat diwujudkan jika

kandungan ajaran Al-Qur’an dapat dipahami oleh manusia itu sendiri yang selanjutnya

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an juga sebagai aturan yang menjadi

penentu dasar sikap hidup manusia dan membutuhkan penjelasan-penjelasan yang lebih

mendetail, karena pada zaman sekarang banyak permasalahan-permasalahan yang

komplek dan tentunya tidak sama dengan permasalahan-permasalahan yang ada pada

zaman Rasulullah saw.

Al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Saw. melalui

malaikat Jibril untuk disampaikan kepada umat Islam merupakan pedoman aturan

kehidupan bagi umat Islam yang bersifat historis dan normatif.2 Ayat-ayat Al-Qur’an

yang bersifat historis dan normatif tidak semua dapat dipahami secara tekstual saja,

karena banyak dari ayat-ayat Al-Qur'an yang masih mempunyai makna yang luas

(abstrak) dan perlu untuk ditafsirkan lebih dalam, agar dapat diambil sebuah hukum

ataupun hikmah yang dapat dipahami dan diamalkan oleh seluruh manusia secara umum

dan umat Islam secara khusus.

Karenanya, untuk memahami Al-Qur’an upaya yang dilakukan adalah melalui

penafsiran-penafsiran. Cara ini diharapkan segala kandungan makna Al-Qur'an yang

1Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Cet.I; Yogyakarta: FKBA,

2001), h. 2.

2M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historitas? (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002), h. 6.

Page 4: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

2

masih terselubung dalam teks (lafaz ) dapat terbuka sehingga sesuatu yang jelas. Secara

teks Al-Qur'an memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teks selalu berubah-ubah

sesuai konteks ruang, waktu dan keadaan manusia. Untuk itu, Al-Qur'an selalu membuka

diri utuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan berbagai alat,

metode dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan tafsir diajukan

sebagai jalan untuk membedah makna terdalam dari Al-Qur'an tersebut untuk dapat

lebih mudah membumikan maksud-maksud wahyu Ilahi kepada manusia.3

Tafsir Al-Qur’an yang dianggap mampu menjadi solusi dari kondisi di atas

mengalami perkembangan yang luar biasa. Ahli tafsir dengan berbekalkan keilmuannya

mengembangkan metode tafsir Al-Qur’an secara berkesinambungan untuk melengkapi

kekurangan atau mengantisipasi penyelewengan ataupun menganalisa lebih mendalam

tafsir yang sudah ada (tentunya tanpa mengesampingkan asba>b al-nuzu>l, nasikh wa

mansu>kh, qira>’at, muhka >mat mutasha>bihat,‘am wa khash, makkiyah mada>niyah dan

lain-lain).

Terdapat banyak metode penafsiran Al-Qur’an, namun seluruh metode tersebut

belum dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan zaman, sehingga dibutuhkan metode

baru yang bersifat bersifat ilmiah dan dapat menjawab tantangan zaman dan

problematika manusia. Tipologi tafsir berkembang terus dari waktu ke waktu sesuai

dengan tuntutan dan kontek zaman, di mulai dari tafsir bi al-ma‘s\ur atau tafsir riwa>yat

berkembang ke arah tafsir bi al-ra‘yi. Tafsir bi al-ma‘s\ur menggunakan nash dalam

menafsirkan Al-Qur’an, sementara tafsir bi al-ra‘yi lebih mengandalkan ijtihad dengan

akal. 4

3Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik

(Jakarta: Paramadina, 1999), h. 13. Lihat juga, Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran

Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 33.

4Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran / Tafsir (Jakarta:Bulan

Bintang, 1980) hlm. 227.

Page 5: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

3

Sedangkan bila ditinjau dari sudut pandang sejarah penafsiran Al-Qur'an

tentunya beraneka ragam metode serta bentuk dalam penafsirannya. Secara umum, para

ulama telah membagi metode penafsiran Al-Qur'an kepada empat metode,5 yaitu:

metode tahli>li (analitik), metode ijma>li (umum), metode muqa>rin (komparasi), dan

metode maud{u>‘i (tematik).

Berdasarkan hal tersebut maka dalam makalah ini penyusun mencoba untuk

menyajikan satu di antara empat metode tafsir tersebut, yaitu metode maud{u>‘i

(tematik). Makalah ini akan memfokuskan pembahasan pada masalah tafsir maud{u>‘i

dari segi maknanya dan historis perkembangan tafsir maud{u>‘i. Selain itu juga akan

menyinggung permasalahan seputar langkah-langkah yang ditempuh dalam metode

tafsir maud{u>‘i, analisis kelebihan dan kekurangannnya dan contoh penafsirannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis akan

membahas hal-hal berkaitan dengan topik tersebut, sebagai berikut :

1. Bagaimana pengertian dan sejarah perkembangan Tafsir Maud}u>’i> ?

2. Bagaimanakah karakteristik dan operasional kerja Metode Tafsir Maud}u>’i> ?

3. Bagaimanakah kelebihan, kekurangan dan kedudukan Metode Tafsir Maud}u>’i> ?

5Metode Penafsiran ditinjau dari sumber penafsirannya, terbagi menjadi tiga macam,

yakni metode bi al-ma’s \ur, bi al-riwa>yah, bi al-manqu>l, tafsir bi-ra’yi /bi al-dira>yah/ bi al ma’qu >l

dan tafsir bi al-izdiwa>j (campuran). Metode penafsiran ditinjau dari cara penjelasannya dapat ini

dibagi menjadi dua macam, yakni metode deskriptif ( al-baya>ni) dan metode tafsir perbandingan

(comparatif, al maqa>rin). Motede penafsiran ditinjau dari keleluasan penjelasan, dapat dibagi

menjadi dua macam, yakni metode global (al-ijma>li) dan metode detail (al-it}na>by). Metode

penafsiran ditinjau dari aspek sasaran dan sistematika ayat -ayat yang ditafsirkan, terbagi

menjadi dua macam, yakni metode analisis (al-tahli>ly) dan metode tematik (al-maud}u>’iy). Lihat,

Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maud}hu>i Pada Masa Kini (Jakarta : Kalam Mulia, 1990), h. 67-71.

Page 6: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Tafsir Maud{u>‘i >

Secara bahasa kata ‚maud{u >‘i>‛ berasal dari kata ‚maud{u‘‛ ( yang ( موضوع

merupakan isim maf‘u>l dari kata ‚wad}a’‛ ( وضع ) yang artinya masalah atau

pokok pembicaraan1 yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan manusia yang

dibentangkan ayat-ayat Al-Quran.2 Berdasarkan pengertian bahasa, secara

sederhana metode Tafsir Maud{u >‘i> ini adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Quran

berdasarkan tema atau topik pemasalahan.3

Adapun pengertian Tafsir Maud{u >‘i> (tematik) menurut istilah ulama tafsir

ialah mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang satu yang

bersama-sama membahas judul atau topik tertentu dan menertibkannya sedapat

mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya,

kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,

keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain,

kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.4

Baqir Al-Sadr memberikan pengertian, bahwa Tafsir Maud{u >‘i> adalah suatu

metode Tafsir yang berupaya menghimpun ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai surah

dan yang pula dengan persoalan atau tema yang ditetapkan sebelumnya, kemudian

membahas dan menganalisa kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi suatu

1Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka

Progesif, 1987) h. 1565. Lihat juga, Luia Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugha>h wa al-A‘la >m (Dar al-

Masyriq, Beirut, 1987), h. 905.

2Must}afa Muslim, Maba>his fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’i (Damaskus: Dar al-Qalam, 1997) h.16.

3Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudhu’i pada Masa Kini (Kalam Mulia, Jakarta, 1990),

h. 83-84.

4Abd al-Hayy al-Farmawi, Mu’jam al-Alfaz wa al-A’la >m al-Qur’a >niyah (Dar al-

`Ulum, Kairo, 1968), h. 52.

Page 7: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

5

kesatuan yang utuh. Istilah tematik digunakan untuk menerangkan ciri pertama

bentuk tafsir ini, yaitu mulai dari sebuah terma yang berasal dari kenyataan

eksternal dan kembali ke Al-Qur'an atau juga disebut sintesis karena merupakan

upaya menyatukan pengalaman manusia dengan Al-Qur'an.5

Menurut al-Farmawi, Tafsir Maud{u >‘i> adalah mengumpulkan ayat-ayat

Al-Qur'an yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti sama-sama membahas

satu topik masalah dan manyusunnya berdasarkan kronologis dan sebab turunnya

ayat-ayat tersebut, selanjutnya mufassir mulai memberikan keterangan dan

penjelasan serta mengambil kesimpulan bahwa dalam membahas suatu tema,

diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut tema tersebut.

Namun, jika hal tersebut sulit untuk dilakukan, maka dipandang memadai dengan

menyeleksi ayat-ayat yang mewakili (representatif).6

Dari beberapa gambaran di atas dapat dirumuskan bahwa Tafsir Maud{u >‘i>

ialah upaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an mengenai suatu tema tertentu,

dengan mengumpulkam semua ayat atau sejumlah ayat yang dapat mewakili dan

menjelaskannya sebagai suatu kesatuan untuk memperoleh jawaban atau

pandangan Al-Qur'an secara utuh tentang tema tertentu, dengan memperhatikan

tertib turunnya masing-masing ayat dan sesuai dengan asba>b al-nuzu>l kalau perlu.

Dasar-dasar Tafsir Maud{u >‘i> sebenarnya telah dimulai oleh Rasulullah Saw.

sendiri ketika menafsirkan ayat dengan ayat, yang kemudian dikenal dengan

nama tafsir bi al-ma‘s\ur. ‘ Seperti yang dikemukakan oleh al Farmawi bahwa

semua penafsiran ayat dengan ayat bisa dipandang sebagai Tafsir Maud{u >‘i> dalam

bentuk awal.7 Tafsir-tafsir buah karya para ulama yang diketahui sampai sekarang

ini kebanyakan masih menggunakan metode tafsir al-tahli>ly. yaitu menafsirkan

5Muhammad Baqir as-Sadr, ‚Pendekatan Tematik terhadap Tafsir Al-Qur’an‚, dalam

Ulumul Quran, Vol. I, No. 4, 1990, h. 34. 6Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’i (Maktabah al-Hada>rah al-

Arabiyah, Kairo, 1977), h. 52. 7Farmawi, al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’i, h.54.

Page 8: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

6

ayat-ayat Al-Qur'an dalam kitab-kitab karangannya, ayat demi ayat, surah demi

surah secara tertib sesuai dengan urutan adanya ayat-ayat itu dalam mushaf, tanpa

memperhatikan judul atau tema ayat-ayat yang ditafsirkan.8

Menurut catatan Quraish, tafsir tematik berdasarkan surah digagas pertama

kali oleh seorang Guru Besar Jurusan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Universitas al-

Azhar, Syaikh Mahmud Syaltut, pada Januari 1960. Karya ini termuat dalam

kitabnya, Tafsir Al-Qur’an al-Kari>m. Sedangkan tafsir maud{u >‘i berdasarkan

subjek digagas pertama kali oleh Ahmad Sayyid al-Kumiy, seorang guru besar di

institusi yang sama dengan Syaikh Mahmud Syaltut, dan menjadi Ketua Jurusan

Tafsir sampai tahun 1981. Model tafsir ini digagas pada tahun 1960-an.9

Buah dari tafsir model ini, menurut Quraish Shihab di antaranya adalah

karya-karya Abbas Mahmud al-Aqqad, al-Insa>n fî al-Qur’a>n, al-Mar’ah fî al-

Qur’a>n, dan karya Abul A’la al-Maud}udi, al-Riba> fî al-Qur’a>n. Kemudian tafsir

model ini dikembangkan dan disempurnakan lebih sistematis oleh Abdul Hay al-

Farmawi, pada tahun 1977, dalam kitabnya al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>‘i:

Dira>sah Manha>jiyah Maud}u>‘iyah.10

Kaitannya dengan tafsir tematik berdasar surah Al-Qur’an, Zarkashi (745-

794/1344-1392), dengan karyanya al- Burha>n ,11 misalnya adalah salah satu contoh

yang paling awal yang menekankan pentingnya tafsir dengan bahasan surah demi

8Hal itu umumnya disebabkan, pertama, karena dahulu pada awal pertumbuhan tafsir,

mereka masih belum mengambil spesialisasi dalam ilmu-ilmu pengetahuan tertentu, yang

memungkinkan untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an secara tematik atau topikal. Kedua,

karena mereka belum terdesak untuk mengadakan Tafsir Maud{u>‘i> ini, kebanyakan dari mereka

adalah orang-orang yang hafal seluruh ayat Al-Qur'an, dan sangat menguasai segala segi ajaran

lslam sehingga mampu untuk menghubungkan ayat satu dengan ayat yang lain yang sama-sama

membicarakan judul atau topik yang satu. 9M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran: Tafsir Maud}u>’i atas Pelbagai Persoalan Ummat .

(Bandung: Mizan, 1996), h. 112. 10

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, h. 114. 11

Badr al-Dîn Muh}ammad al-Zarkashî, al-Burha>n fi> ‘Ulûm al-Qur`a>n (Beirût: Dâr al-Kutub

al-‘Ilmîyah, 1408/1988), 1:61-72.

Page 9: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

7

surah. Demikian juga Suyûtî (w. 911/1505) dalam karyanya al-Itqân.12 Sementara

tematik berdasar subyek, di antaranya adalah karya Ibn Qayyim al-Jauzîyah

(1292- 1350H.), ulama besar dari mazhab Hambalî, yang berjudul al-Bayân fî

Aqsâm al-Qur`ân; Majâz al- Qur`ân oleh Abû ‘Ubaid ; Mufrada>t al-Qur`ân oleh al-

Râghib al-Isfahânî; Asba>b al-Nuzu>l oleh Abû al-Hasan al-Wahîdî al-Naisâbûrî

(w. 468/1076) dan sejumlah karya lainnya.

Karena itu, meskipun bukan fenomena umum, tafsir tematik sudah

diperkenalkan sejak sejarah awal tafsir. Lebih jauh, perumusan konsep ini secara

metodologis dan sistematis berkembang di masa kontemporer. Demikian juga

jumlahnya semakin bertambah di awal abad ke 20, baik tematik berdasarkan surah

Al-Qur’an maupun tematik berdasar subyek atau topik.

B. Metode Tafsir Maud{u>‘i > ; Karakteristik dan Operasional Kerjanya

Menurut al-Farmawi, Metode Tafsir Maud{u >‘i> merupakan metode yang

membahas ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah

ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara

mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asba>b al-

nuzu>l, kosakata, dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta

didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah, baik argumen yang berasal dari Al-Qur'an, Hadis\, maupun pemikiran

rasional.13

Jadi, dalam metode ini, tafsir Al-Qur'an tidak dilakukan ayat demi ayat,

namun mencoba mengkaji Al-Qur'an dengan mengambil sebuah tema khusus dari

berbagai macam tema doktrinal, sosial, dan kosmologis yang dibahas oleh

Al-Qur'an. Misalnya, pengkajian dan pembahasan tentang doktrin tauhid di dalam

12

Jalâl al-Din> al-Suyût}î, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur`ân (Kairo: Dâr al-Turâth, 1405/1985),

2:159-161. 13

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an. (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998),

h. 151.

Page 10: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

8

Al-Qur'an, konsep nubuwwah di dalam Al-Qur'an, pendekatan Al-Qur'an terhadap

ekonomi, dan sebagainya.

Quraish Shihab, mengatakan bahwa metode maud{u >‘i> mempunyai dua

pengertian. Pertama, penafsiran menyangkut satu surah dalam Al-Qur'an dengan

menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema ragam

dalam surah tersebut antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut,

sehingga satu surah tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan. Kedua, penafsiran yang bermula dari

menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang dibahas satu masalah tertentu dari

berbagai ayat atau surah Al-Qur’an dan sedapat mungkin diurut sesuai dengan

urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh ayat-ayat tersebut,

guna menarik petunjuk Al-Qur’an secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.14

Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa, dalam perkembangan

metode maud{u >‘i> ada dua bentuk penyajian, pertama, menyajikan kotak berisi

pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat pada ayat-ayat yang terangkum pada satu

surah saja. Biasanya kandungan pesan tersebut diisyaratkan oleh nama surah yang

dirangkum padanya selama nama tersebut bersumber dari informasi Rasulullah

saw. Kedua, metode maud{u >‘i> mulai berkembang tahun 60-an. Bentuk kedua ini

menghimpun pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat tidak hanya pada satu surah

saja.15

Ciri metode ini lebih menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan,

sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal.

Jadi, mufassir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat

atau berasal dari Al-Qur’an itu sendiri, atau dari lain-lain. Kemudian tema-tema

yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspeknya

14

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), h. 74.

15

M. Quraish Shihab,Wawasan al-Qur’an, h. 8.

Page 11: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

9

sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang

ditafsirkan tersebut. Karenanya, penafsiran yang diberikan tidak boleh jauh dari

pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an agar tidak terkesan penafsiran tersebut berangkat

dari pemikiran atau terkaan belaka. Karena itu dalam pemakainnya, metode ini

tetap menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu

tafsir.16

Dalam perkembangannya, metode maud{u >‘i> memiliki dua bagian, pertama,

mengkaji sebuah surah dengan kajian universal (tidak parsial), yang di dalamnya

dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya, serta kaitan antara satu bagian

surah dan bagian lain, sehingga wajah surah itu mirip seperti bentuk yang

sempurna dan saling melengkapi. Contoh, QS. Saba’ (34) ayat 1 dan 2.

Terjemahnya :

‚(1) Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di

bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. dan Dia-lah yang Maha

Bijaksana lagi Maha mengetahui. (2) Dia mengetahui apa yang masuk ke

dalam bumi, apa yang keluar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa

yang naik kepadanya. dan Dia-lah yang Maha Penyayang lagi Maha

Pengampun‛.17

Pada Al-Qur'an Surah Saba’ (34) ayat 1 dan 2 tersebut, diawali pujian bagi Allah

dengan menyebutkan kekuasaan-Nya. Setelah itu, mengemukakan pengetahuan-

Nya yang universal, kekuasaan-Nya yang menyeluruh pada kehendak-Nya yang

bijak.

16

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, h. 152. 17

Lihat, Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Cet.1; Direktorat Urusan

Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Jakarta; PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 606.

Page 12: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

10

Kedua, menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang tema

yang sama. Semuanya diletakkan di bawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan

metode maud{u >‘i> Contoh, dapat dilihat pada QS. al-Maidah (5) ayat 1 dan 3.

...

Terjemahnya :

‚Dihalalkan bagimu binatang ternak, yang akan dibacakan kepadamu‛.18

Untuk menjelaskan pengecualian yang terdapat pada ayat tersebut, nabi merujuk

firman Allah swt. QS. al-Maidah (5) ayat 3 :

...

Terjemahnya :

‚Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah dan daging babi ..,‛.19

Menurut al-Farmawi bahwa ada tujuh langkah dalam sistimatika tafsir

maud{u >‘i>.20 Kemudian tujuh langkah tersebut dikembangkan oleh M. Quraiah

Shihab yaitu:

1. menetapkan masalah yang akan dibahas

2. menghimpun seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan masalah

tersebut

3. menyusun urut-urutan ayat terpilih sesuai dengan perincian masalah dan atau

masa turunnya, sehingga terpisah antara ayat Makkiyah dan Madaniyah. Hal ini

untuk memahami unsur pentahapan dalam pelaksanaan petunjuk-petunjuk

Al-Qur'an.

18

Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 141. 19

Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 142. 20

al-Farmawi, al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’i, h. 61-62

Page 13: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

11

4. mempelajari/memahami korelasi (muna>sabat) masing-masing ayat dengan

surah-surah di mana ayat tersebut tercantum (setiap ayat berkaitan dengan

terma sentral pada suatu surah).

5. melengkapi bahan-bahan dengan hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah

yang dibahas.

6. menyusun outline pembahasan dalam kerangka yang sempurna sesuai dengan

hasil studi masa lalu, sehingga tidak diikutkan hal-hal yang tidak berkaitan

dengan pokok masalah

7. mempelajari semua ayat yang terpilih secara keseluruhan dan atau

mengkompromikan antara yang umum dengan yang khusus, yang mutlak dan

yang relatif, dan lain-lain sehingga kesemuanya bertemu dalam muara tanpa

perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran

8. menyusun kesimpulan penelitian yang dianggap sebagai jawaban Al-Qur'an

terhadap masalah yang dibahas.21

Sebagai contoh, masalah potensi manusia dalam Al-Qur'an (masalahnya apa

jawaban Al-Qur'an tentang potensi-potensi manusia, (2) mencari kata kunci yakni

kata aql, qalb, nafs, ru>h, jasad, dan lain-lain, (3) di antara sekian ayat dipilih yang

mewakilinya dan ditertibkan sesuai dengan Makkiyah dan Madaniyah,

(4) melengkapi bahan-bahan dari Hadis, (5) menyusun outline penelitian, (6)

mempelajari secara seksama, dengan ilmu-ilmu yang dikuasai dan dapat memakai

tafsir bi al-ma‘s \ur, tahli>li atau lainnya, (7) menyusun hasil penelitian sebagai

jawaban Al-Qur'an terhadap tema yang dibahas).

Dengan memperhatikan kompleksnya pembahasan proses kerja dalam

penerapan metode tafsir maud{u >‘i>, maka membutuhkan seorang mufassir yang

21Abdullah, Taufiq dan Karim, Rush (ed), Metodologi Penelitian Agama, (Tiara Wacana,

Yogyakarta, 1989), h. 141.

Page 14: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

12

berwawasan luas terutama ketika meneliti berbagai ayat yang berhubungan dengan

tema dan memilihnya secara representatif. Seorang mufassir tidak boleh tabu

tentang perangkat ulu>m al-Qur'an terutama ilmu muna>sabah, asbab al-nuzul (kalau

ada), tafsir bi al-ma‘s \ur, ilmu Bahasa Arab, juga seorang mufassir harus bersikap

hati-hati dan tekun. Karena itu, dilihat dari kompleksnya operasionaliaasi kerja

metode tafsir ini akan dapat menjawab permasalahan umat. Sebab, metode ini di

samping membiarkan ayat-ayat Al-Qur'an berbicara dengan dirinya sendiri,

mencakup pendapat para sahabat, tetap memakai Hadis Nabi, juga

mengsintesakannya dengan pengalaman kemanusiaan.22

C. Kelebihan, Kekurangan dan Kedudukan Metode Tafsir Maud{u>‘i >

Kelebihan Metode Tafsir Maud{u >‘i> antara lain pertama, menjawab tantangan

zaman. Permasalahan dalam kehidupan selalu tumbuh dan berkembang sesuai

dengan perkembangan kehidupan itu sendiri. Karenanya, metode maud{u >‘i> sebagai

upaya metode penafsiran untuk menjawab tantangan tersebut. Untuk kajian

tematik ini diupayakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi

masyarakat. Kedua, praktis dan sistematis. Tafsir dengan metode tematik disusun

secara praktis dan sistematis dalam usaha memecahkan permasalahan yang timbul.

Ketiga, dinamis. Metode tematik membuat tafsir Al-Qur’an selalu dinamis

sesuai dengan tuntutan zaman sehingga menimbulkan image di dalam pikiran

pembaca dan pendengarnya bahwa Al-Qur’an senantiasa mengayomi dan

membimbing kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan starata sosial.

Keempat, membuat pemahaman menjadi utuh. Artinya, dengan ditetapkannya

judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an dapat

diserap secara utuh yang sulit ditemukan dalam metode tafsir lainnya. 23

.

22Abdullah (ed), Metodologi Penelitian Agama, h. 142.

23Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, h. 165-167

Page 15: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

13

Kekurangan metode tafsir maud{u >‘i> antara lain: Pertama, memenggal ayat

Al-Qur’an. Artinya, dalam memotong ayat Al-Qur’an terhadap suatu kasus yang

terdapat di dalam suatu ayat atau lebih mengandung banyak permasalahan yang

berbeda. Misalnya, petunjuk tentang shalat dan zakat. Biasanya kedua ibadah itu

diungkapkan bersama dalam satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang

zakat misalnya, maka mau tidak mau ayat tentang shalat harus ditinggalkan ketika

menukilkannya dari mushaf agar tidak mengganggu pada waktu melakukan

analisis.

Kedua, membatasi pemahaman ayat. Ketika diterapkannya judul penafsiran,

maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas

tersebut. Akibatnya mufassir terikat oleh judul itu, padahal tidak mustahil satu

ayat itu dapat ditinjau dari berbagai aspek, karena perumpamaan ayat Al-Qur’an

itu bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi, dengan

diterapkannya judul pembahasan, berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari

permata tersebut. 24

Sedangkan urgensi Metode Tafsir Maud{u >‘i>, Ali Hasan al-Aridl mengatakan

bahwa ada tujuh hal25

, urgensi metode maud{u >‘i> dalam era sekarang ini yaitu

pertama, metode maud{u >‘i> berarti menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang tersebar

pada bagian surah dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang suatu tema. Tafsir

dengan metode ini termasuk tafsir bi al-ma’s \ur dan metode ini lebih dapat

menghindarkan mufassir dari kesalahan. Kedua, dengan menghimpun ayat-ayat

tersebut seorang pengkaji dapat menemukan segi relevansi dan hubungan antara

ayat-ayat itu. Ketiga, dengan metode maud{u >‘i> seorang pengkaji mampu

memberikan suatu pemikiran dan jawaban yang utuh dan tuntas tentang suatu

24

Baidan, Metodologi, h. 168.

25Ali Hasan al-Aridl, ‚Tarikh Ilm al-Tafsi >r‛ dalam Muqowin, Metode Tafsir (Yogyakarta;

PPS IAIN Sunan Kalijaga, 1997), h. 22.

Page 16: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

14

tema dengan cara mengetahui, menghubungkan dan menganalisis secara

komprehensif terhadap semua ayat yang berbicara tentang tema tersebut.

Urgensi keempat, dengan metode ini seorang pengkaji mampu menolak dan

menghindarkan diri dari kesamaran-kesamaran dan kontradiksi-kontradiksi yang

ditemukan dalam ayat. Kelima, metode maud{u >‘i> sesuai dengan perkembangan

zaman modern dimana terjadi diferensiasi pada tiap-tiap persoalan dan masing-

masing masalah tersebut perlu penyelesaian secara tuntas dan utuh seperti sebuah

sistematika buku yang membahas suatu tema tertentu. Keenam, dengan

metode maud{u >‘i> orang dapat mengetahui dengan sempurna muatan materi dan

segala segi dari suatu tema.

Ketujuh, metode maud{u >‘i> memungkinkan bagi seorang pengkaji untuk

sampai pada sasaran dari suatu tema dengan cara yang mudah tanpa harus bersusah

payah dan menemui kesulitan. Kedelapan, metode maud{u >‘i> mampu menghantarkan

kepada suatu maksud dan hakikat suatu masalah dengan cara yang paling mudah,

terlebih lagi pada saat ini telah banyak bertaburan ‛kotoran‛ terhadap hakikat

agama-agama sehingga tersebar doktrin-doktrin kemanusiaan dan isme-isme yang

lain sehingga sulit untuk dibedakan.26

Dari berbagai uraian tentang kelebihan dan kelemahan dari masing-masing

metode yang dikemukakan, menurut Hujair Sanaky kebutuhan ummat pada zaman

modern, metode maud{u >‘i> mempunyai peran yang sangat besar dalam penyelesaian

suatu tema dengan mendasarkan ayat-ayat Al-Qur'an, walaupun setiap metode

memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang tentu tergantung pada kepentingan dan

kebutuhan mufassir serta situasi dan kondisi yang ada.27

26Muqowin, Metode Tafsir (Yogyakarta; PPS IAIN Sunan Kalijaga, 1997), h. 24-25

27Hujair A.H. Sanaky, ‚Metode Tafsir; Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna

atau Corak Mufassirin‛, Al-Mawarid, Ed. XVIII Tahun 2008, h. 22.

Page 17: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

15

Karenanya, metode maud{u >‘i> dapat digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi oleh ummat Islam dewasa ini, sebab

metode maud{u >‘i> mampu menghantarkan ummat ke suatu maksud dan hakekat

suatu persoalan dengan cara yang paling mudah, sebab tanpa harus bersusah payah

dan memenuhi kesulitan dalam memahami tafsir. Selain itu sisi lain yang dilihat

adalah dengan metode maud{u >‘i>, mufassir berusaha berdialog aktif dengan Al-

Qur’an untuk menjawab tema yang dikehendaki secara utuh, sementara kalau

diperhatikan penafsiran Al-Qur’an dengan metode tahli>li, mufassir justru bersikap

pasif sebab hanya mengikuti urutan ayat dan surah dalam Al-Qur'an.28

28

Hujair, ‚Metode Tafsir; Perkembangan Metode Tafsir, h. 23.

Page 18: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

16

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Dapat disimpulkan bahwa pengertian Tafsir Maud{u>‘i> adalah upaya menafsirkan

ayat-ayat Al-Qur'an mengenai suatu tema tertentu, dengan mengumpulkam semua ayat

atau sejumlah ayat yang dapat mewakili dan menjelaskannya sebagai suatu kesatuan

untuk memperoleh jawaban atau pandangan Al-Qur'an secara utuh tentang tema tertentu,

dengan memperhatikan tertib turunnya masing-masing ayat dan sesuai dengan asba>b al-

nuzu>l kalau perlu.

Meskipun bukan fenomena umum, tafsir tematik sebenarnya sudah diperkenalkan

sejak sejarah awal tafsir, bahkan di era Rasulullah saw. ketika menafsirkan ayat dengan

ayat, yang kemudian dikenal dengan nama tafsir bi al-ma’sur. Lebih jauh, perumusan

konsep ini secara metodologis dan sistematis berkembang di masa kontemporer.

Demikian juga jumlahnya semakin bertambah di awal abad ke 20, baik tematik

berdasarkan surah Al-Qur’an maupun tematik berdasar subyek atau topik. Tokoh

penggagas Tafsir Maud{u>‘i>

Terhadap penyajian metode Tafsir Maud{u>‘i>, tafsir Al-Qur'an tidak dilakukan ayat

demi ayat, namun mencoba mengkaji Al-Qur'an dengan mengambil sebuah tema khusus

dari berbagai macam tema doktrinal, sosial, dan kosmologis yang dibahas oleh Al-Qur'an.

Misalnya, pengkajian dan pembahasan tentang doktrin tauhid di dalam Al-Qur'an, konsep

nubuwwah di dalam Al-Qur'an, pendekatan Al-Qur'an terhadap ekonomi, dan sebagainya.

Ciri metode ini lebih menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan, sehingga tidak

salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topical.

Kelebihan Metode Tafsir Maud{u>‘i> antara lain menjawab tantangan zaman, praktis

dan sistematis, dinamis serta membuat pemahaman menjadi utuh. Sedangkan

kekurangannya adalah terkesan memenggal ayat Al-Qur’an dan membatasi pemahaman

ayat. Adapun urgensi Metode Tafsir Maud{u>‘i> adalah dapat menghimpun ayat-ayat

Al-Qur’an yang tersebar pada bagian surah dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang

Page 19: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

17

suatu tema, sehingga seorang pengkaji mampu memberikan suatu pemikiran dan jawaban

yang utuh dan tuntas tentang suatu tema dengan cara mengetahui, menghubungkan dan

menganalisis secara komprehensif terhadap semua ayat yang berbicara tentang tema

tersebut.

B. Saran-saran

Berdasarkan uraian penulisan makalah di atas, maka penulis dapat memberikan

saran sebagai berikut :

1. Sebagai insan akademis, tokoh agama dan praktisi hukum keislaman maupun pihak

birokrasi, termasuk Kementerian Agama RI bahwa telaah metode Tafsir Maud{u>‘i>,

perlu mendapat perhatian lebih, mengingat rekondisi dan reposisi tujuan syariat telah

mengalami pergeseran waktu dan tempat sesuai kebutuhan dan kondisi umat

sekarang ini. Sehingga, Islam tetap sebagai rahmatan lil alamin tetap eksis dan

semestinya eksis di tengah dinamika dan tantangan zaman di berbagai aspek

kehidupan.

2. Dalam rangka memaknai maksud syariat (Al-Qur'an dan Sunnah), sekarang ini

interpretasi dalil melalui metode Tafsir Maud{u>‘i>, sangat perlu digalakkan, mengingat

permasalahan hukum semakin kompleks, termasuk di Indonesia. Karenanya, untuk

mengidentifikasi maqa>s}id syari’ah tetap relevan dengan keadaan dan kebutuhan

masyarakat dewasa ini. Untuk itu, metode Tafsir Maud{u>‘i> sangat membantu

mengungkapkan makna hukum maupun tujuan ayat terhadap persoalan-persoalan

aspek kehidupan yang beredar di kalangan kita.

Page 20: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin. Studi Agama Normativitas atau Historitas? Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2002. al-Farmawi, Abd al-Hayy. Mu’jam al-Alfaz wa al-A’la>m al-Qur’a>niyah. Dar al-

`Ulum, Kairo, 1968. al-Suyût}î, Jalâl al-Din.> al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur`ân. Kairo: Dâr al-Turâth,

1405/1985. al-Zarkashî, Badr al-Dîn Muh}ammad. al-Burha>n fi> ‘Ulûm al-Qur`a>n. Beirût: Dâr

al-Kutub al-‘Ilmîyah, 1408/1988. Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an. Yogyakarta: FKBA, 2001. Ash-Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran / Tafsir, Jakarta:

Bulan Bintang, 1980. as-Sadr, Muhammad Baqir. ‚Pendekatan Tematik terhadap Tafsir Al-Qur’an‚,

dalam Ulumul Quran, Vol. I, No. 4, 1990. Baidan, Nashruddin. Metode Penafsiran Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2002. Djalal, Abdul. Urgensi Tafsir Maud}hu>i pada Masa Kini, Jakarta : Kalam Mulia, 1990. Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik.

Jakarta: Paramadina, 1999. Kementerian Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya. Direktorat Urusan Agama

Islam dan Pembinaan Syariah, Jakarta; PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012. Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progesif, 1987. Must}afa, Muslim, Maba>his fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’i. Damaskus: Dar al-Qalam,

1997. Sanaky, Hujair A.H. ‚Metode Tafsir; Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti

Warna atau Corak Mufassirin‛, Al-Mawarid, Ed. XVIII Tahun 2008.

Page 21: Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992. _______. Quraish. Wawasan al-Quran: Tafsir Maud}u>’i atas Pelbagai Persoalan

Ummat. Bandung: Mizan, 1996..

Taufiq, Abdullah. dan Karim, Rush (ed), Metodologi Penelitian Agama. Tiara Wacana, Yogyakarta, 1989.