Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN
-
Upload
muhlis-hatba -
Category
Documents
-
view
24 -
download
0
description
Transcript of Makalah Tafsi Maudu'i; MUKHLISIN
METODE TAFSIR MAUD{U<<‘I<
DALAM KAJIAN AYAT-AYAT AL-AHWA<L AL-SYAKHS{IYYAH
Makalah dipresentasikan dalam Seminar Kelas Mata Kuliah
Tafsir Maud{hu >‘i>; Kajian Ayat-Ayat al-Ahwa>l Al-Syakhs{iyyah
Semester I Program Studi HKI Pascasarjana STAIN Watampone
Tahun Akademik 2015/2016
Oleh :
Mukhlisin NIM 150101032
Dosen / Pemandu :
Dr. H. M. Amir HM., M.Ag.
Dr. Ruslan, M.Ag.
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
WATAMPONE
2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan sebagaimana
mestinya tepat pada waktunya.
Selanjutnya s}alawat dan tasli>m tak lupa pula dihaturkan kepada junjungan
Nabi Muhammad saw. yang telah menjadi figur teladan dalam segala aspek
kehidupan dan aktifitas keseharian kita.
Makalah ini berjudul “Metode Tafsir Maud{u < <‘i< dalam Kajian Ayat-Ayat al-
Ahwa<l al-Syakhs{iyyah“ merupakan tugas perorangan mata kuliah Tafsir
Maud{hu >‘i>; Kajian Ayat-Ayat al-Ahwa>l Al-Syakhs{iyyah Semester I Program Studi
HKI Pascasarjana STAIN WatamponeTahun Akademik 2015/2016. Harapan kami
semoga makalah ini bermanfaat adanya. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak atas segala saran, masukan dan kritikan yang sifatnya
penyempurnaan dalam penyajiannya nanti.
Demikian, makalah ini kami susun, atas segala kekurangannya mohon
dimaklumi.
Watampone, 24 September 2015
Penyusun,
Mukhlisin
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an sebagai kumpulan kala>m Allah yang diturunkan dalam bentuk wahyu
kepada Rasulullah saw. yang berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi ummat
manusia di dunia maupun di akhirat. 1
Kesemuannya itu dapat diwujudkan jika
kandungan ajaran Al-Qur’an dapat dipahami oleh manusia itu sendiri yang selanjutnya
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an juga sebagai aturan yang menjadi
penentu dasar sikap hidup manusia dan membutuhkan penjelasan-penjelasan yang lebih
mendetail, karena pada zaman sekarang banyak permasalahan-permasalahan yang
komplek dan tentunya tidak sama dengan permasalahan-permasalahan yang ada pada
zaman Rasulullah saw.
Al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Saw. melalui
malaikat Jibril untuk disampaikan kepada umat Islam merupakan pedoman aturan
kehidupan bagi umat Islam yang bersifat historis dan normatif.2 Ayat-ayat Al-Qur’an
yang bersifat historis dan normatif tidak semua dapat dipahami secara tekstual saja,
karena banyak dari ayat-ayat Al-Qur'an yang masih mempunyai makna yang luas
(abstrak) dan perlu untuk ditafsirkan lebih dalam, agar dapat diambil sebuah hukum
ataupun hikmah yang dapat dipahami dan diamalkan oleh seluruh manusia secara umum
dan umat Islam secara khusus.
Karenanya, untuk memahami Al-Qur’an upaya yang dilakukan adalah melalui
penafsiran-penafsiran. Cara ini diharapkan segala kandungan makna Al-Qur'an yang
1Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Cet.I; Yogyakarta: FKBA,
2001), h. 2.
2M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historitas? (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), h. 6.
2
masih terselubung dalam teks (lafaz ) dapat terbuka sehingga sesuatu yang jelas. Secara
teks Al-Qur'an memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teks selalu berubah-ubah
sesuai konteks ruang, waktu dan keadaan manusia. Untuk itu, Al-Qur'an selalu membuka
diri utuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan berbagai alat,
metode dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan tafsir diajukan
sebagai jalan untuk membedah makna terdalam dari Al-Qur'an tersebut untuk dapat
lebih mudah membumikan maksud-maksud wahyu Ilahi kepada manusia.3
Tafsir Al-Qur’an yang dianggap mampu menjadi solusi dari kondisi di atas
mengalami perkembangan yang luar biasa. Ahli tafsir dengan berbekalkan keilmuannya
mengembangkan metode tafsir Al-Qur’an secara berkesinambungan untuk melengkapi
kekurangan atau mengantisipasi penyelewengan ataupun menganalisa lebih mendalam
tafsir yang sudah ada (tentunya tanpa mengesampingkan asba>b al-nuzu>l, nasikh wa
mansu>kh, qira>’at, muhka >mat mutasha>bihat,‘am wa khash, makkiyah mada>niyah dan
lain-lain).
Terdapat banyak metode penafsiran Al-Qur’an, namun seluruh metode tersebut
belum dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan zaman, sehingga dibutuhkan metode
baru yang bersifat bersifat ilmiah dan dapat menjawab tantangan zaman dan
problematika manusia. Tipologi tafsir berkembang terus dari waktu ke waktu sesuai
dengan tuntutan dan kontek zaman, di mulai dari tafsir bi al-ma‘s\ur atau tafsir riwa>yat
berkembang ke arah tafsir bi al-ra‘yi. Tafsir bi al-ma‘s\ur menggunakan nash dalam
menafsirkan Al-Qur’an, sementara tafsir bi al-ra‘yi lebih mengandalkan ijtihad dengan
akal. 4
3Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik
(Jakarta: Paramadina, 1999), h. 13. Lihat juga, Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran
Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 33.
4Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran / Tafsir (Jakarta:Bulan
Bintang, 1980) hlm. 227.
3
Sedangkan bila ditinjau dari sudut pandang sejarah penafsiran Al-Qur'an
tentunya beraneka ragam metode serta bentuk dalam penafsirannya. Secara umum, para
ulama telah membagi metode penafsiran Al-Qur'an kepada empat metode,5 yaitu:
metode tahli>li (analitik), metode ijma>li (umum), metode muqa>rin (komparasi), dan
metode maud{u>‘i (tematik).
Berdasarkan hal tersebut maka dalam makalah ini penyusun mencoba untuk
menyajikan satu di antara empat metode tafsir tersebut, yaitu metode maud{u>‘i
(tematik). Makalah ini akan memfokuskan pembahasan pada masalah tafsir maud{u>‘i
dari segi maknanya dan historis perkembangan tafsir maud{u>‘i. Selain itu juga akan
menyinggung permasalahan seputar langkah-langkah yang ditempuh dalam metode
tafsir maud{u>‘i, analisis kelebihan dan kekurangannnya dan contoh penafsirannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis akan
membahas hal-hal berkaitan dengan topik tersebut, sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian dan sejarah perkembangan Tafsir Maud}u>’i> ?
2. Bagaimanakah karakteristik dan operasional kerja Metode Tafsir Maud}u>’i> ?
3. Bagaimanakah kelebihan, kekurangan dan kedudukan Metode Tafsir Maud}u>’i> ?
5Metode Penafsiran ditinjau dari sumber penafsirannya, terbagi menjadi tiga macam,
yakni metode bi al-ma’s \ur, bi al-riwa>yah, bi al-manqu>l, tafsir bi-ra’yi /bi al-dira>yah/ bi al ma’qu >l
dan tafsir bi al-izdiwa>j (campuran). Metode penafsiran ditinjau dari cara penjelasannya dapat ini
dibagi menjadi dua macam, yakni metode deskriptif ( al-baya>ni) dan metode tafsir perbandingan
(comparatif, al maqa>rin). Motede penafsiran ditinjau dari keleluasan penjelasan, dapat dibagi
menjadi dua macam, yakni metode global (al-ijma>li) dan metode detail (al-it}na>by). Metode
penafsiran ditinjau dari aspek sasaran dan sistematika ayat -ayat yang ditafsirkan, terbagi
menjadi dua macam, yakni metode analisis (al-tahli>ly) dan metode tematik (al-maud}u>’iy). Lihat,
Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maud}hu>i Pada Masa Kini (Jakarta : Kalam Mulia, 1990), h. 67-71.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Tafsir Maud{u>‘i >
Secara bahasa kata ‚maud{u >‘i>‛ berasal dari kata ‚maud{u‘‛ ( yang ( موضوع
merupakan isim maf‘u>l dari kata ‚wad}a’‛ ( وضع ) yang artinya masalah atau
pokok pembicaraan1 yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan manusia yang
dibentangkan ayat-ayat Al-Quran.2 Berdasarkan pengertian bahasa, secara
sederhana metode Tafsir Maud{u >‘i> ini adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Quran
berdasarkan tema atau topik pemasalahan.3
Adapun pengertian Tafsir Maud{u >‘i> (tematik) menurut istilah ulama tafsir
ialah mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang satu yang
bersama-sama membahas judul atau topik tertentu dan menertibkannya sedapat
mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya,
kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,
keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain,
kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.4
Baqir Al-Sadr memberikan pengertian, bahwa Tafsir Maud{u >‘i> adalah suatu
metode Tafsir yang berupaya menghimpun ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai surah
dan yang pula dengan persoalan atau tema yang ditetapkan sebelumnya, kemudian
membahas dan menganalisa kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi suatu
1Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progesif, 1987) h. 1565. Lihat juga, Luia Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugha>h wa al-A‘la >m (Dar al-
Masyriq, Beirut, 1987), h. 905.
2Must}afa Muslim, Maba>his fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’i (Damaskus: Dar al-Qalam, 1997) h.16.
3Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudhu’i pada Masa Kini (Kalam Mulia, Jakarta, 1990),
h. 83-84.
4Abd al-Hayy al-Farmawi, Mu’jam al-Alfaz wa al-A’la >m al-Qur’a >niyah (Dar al-
`Ulum, Kairo, 1968), h. 52.
5
kesatuan yang utuh. Istilah tematik digunakan untuk menerangkan ciri pertama
bentuk tafsir ini, yaitu mulai dari sebuah terma yang berasal dari kenyataan
eksternal dan kembali ke Al-Qur'an atau juga disebut sintesis karena merupakan
upaya menyatukan pengalaman manusia dengan Al-Qur'an.5
Menurut al-Farmawi, Tafsir Maud{u >‘i> adalah mengumpulkan ayat-ayat
Al-Qur'an yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti sama-sama membahas
satu topik masalah dan manyusunnya berdasarkan kronologis dan sebab turunnya
ayat-ayat tersebut, selanjutnya mufassir mulai memberikan keterangan dan
penjelasan serta mengambil kesimpulan bahwa dalam membahas suatu tema,
diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut tema tersebut.
Namun, jika hal tersebut sulit untuk dilakukan, maka dipandang memadai dengan
menyeleksi ayat-ayat yang mewakili (representatif).6
Dari beberapa gambaran di atas dapat dirumuskan bahwa Tafsir Maud{u >‘i>
ialah upaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an mengenai suatu tema tertentu,
dengan mengumpulkam semua ayat atau sejumlah ayat yang dapat mewakili dan
menjelaskannya sebagai suatu kesatuan untuk memperoleh jawaban atau
pandangan Al-Qur'an secara utuh tentang tema tertentu, dengan memperhatikan
tertib turunnya masing-masing ayat dan sesuai dengan asba>b al-nuzu>l kalau perlu.
Dasar-dasar Tafsir Maud{u >‘i> sebenarnya telah dimulai oleh Rasulullah Saw.
sendiri ketika menafsirkan ayat dengan ayat, yang kemudian dikenal dengan
nama tafsir bi al-ma‘s\ur. ‘ Seperti yang dikemukakan oleh al Farmawi bahwa
semua penafsiran ayat dengan ayat bisa dipandang sebagai Tafsir Maud{u >‘i> dalam
bentuk awal.7 Tafsir-tafsir buah karya para ulama yang diketahui sampai sekarang
ini kebanyakan masih menggunakan metode tafsir al-tahli>ly. yaitu menafsirkan
5Muhammad Baqir as-Sadr, ‚Pendekatan Tematik terhadap Tafsir Al-Qur’an‚, dalam
Ulumul Quran, Vol. I, No. 4, 1990, h. 34. 6Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’i (Maktabah al-Hada>rah al-
Arabiyah, Kairo, 1977), h. 52. 7Farmawi, al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’i, h.54.
6
ayat-ayat Al-Qur'an dalam kitab-kitab karangannya, ayat demi ayat, surah demi
surah secara tertib sesuai dengan urutan adanya ayat-ayat itu dalam mushaf, tanpa
memperhatikan judul atau tema ayat-ayat yang ditafsirkan.8
Menurut catatan Quraish, tafsir tematik berdasarkan surah digagas pertama
kali oleh seorang Guru Besar Jurusan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Universitas al-
Azhar, Syaikh Mahmud Syaltut, pada Januari 1960. Karya ini termuat dalam
kitabnya, Tafsir Al-Qur’an al-Kari>m. Sedangkan tafsir maud{u >‘i berdasarkan
subjek digagas pertama kali oleh Ahmad Sayyid al-Kumiy, seorang guru besar di
institusi yang sama dengan Syaikh Mahmud Syaltut, dan menjadi Ketua Jurusan
Tafsir sampai tahun 1981. Model tafsir ini digagas pada tahun 1960-an.9
Buah dari tafsir model ini, menurut Quraish Shihab di antaranya adalah
karya-karya Abbas Mahmud al-Aqqad, al-Insa>n fî al-Qur’a>n, al-Mar’ah fî al-
Qur’a>n, dan karya Abul A’la al-Maud}udi, al-Riba> fî al-Qur’a>n. Kemudian tafsir
model ini dikembangkan dan disempurnakan lebih sistematis oleh Abdul Hay al-
Farmawi, pada tahun 1977, dalam kitabnya al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>‘i:
Dira>sah Manha>jiyah Maud}u>‘iyah.10
Kaitannya dengan tafsir tematik berdasar surah Al-Qur’an, Zarkashi (745-
794/1344-1392), dengan karyanya al- Burha>n ,11 misalnya adalah salah satu contoh
yang paling awal yang menekankan pentingnya tafsir dengan bahasan surah demi
8Hal itu umumnya disebabkan, pertama, karena dahulu pada awal pertumbuhan tafsir,
mereka masih belum mengambil spesialisasi dalam ilmu-ilmu pengetahuan tertentu, yang
memungkinkan untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an secara tematik atau topikal. Kedua,
karena mereka belum terdesak untuk mengadakan Tafsir Maud{u>‘i> ini, kebanyakan dari mereka
adalah orang-orang yang hafal seluruh ayat Al-Qur'an, dan sangat menguasai segala segi ajaran
lslam sehingga mampu untuk menghubungkan ayat satu dengan ayat yang lain yang sama-sama
membicarakan judul atau topik yang satu. 9M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran: Tafsir Maud}u>’i atas Pelbagai Persoalan Ummat .
(Bandung: Mizan, 1996), h. 112. 10
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, h. 114. 11
Badr al-Dîn Muh}ammad al-Zarkashî, al-Burha>n fi> ‘Ulûm al-Qur`a>n (Beirût: Dâr al-Kutub
al-‘Ilmîyah, 1408/1988), 1:61-72.
7
surah. Demikian juga Suyûtî (w. 911/1505) dalam karyanya al-Itqân.12 Sementara
tematik berdasar subyek, di antaranya adalah karya Ibn Qayyim al-Jauzîyah
(1292- 1350H.), ulama besar dari mazhab Hambalî, yang berjudul al-Bayân fî
Aqsâm al-Qur`ân; Majâz al- Qur`ân oleh Abû ‘Ubaid ; Mufrada>t al-Qur`ân oleh al-
Râghib al-Isfahânî; Asba>b al-Nuzu>l oleh Abû al-Hasan al-Wahîdî al-Naisâbûrî
(w. 468/1076) dan sejumlah karya lainnya.
Karena itu, meskipun bukan fenomena umum, tafsir tematik sudah
diperkenalkan sejak sejarah awal tafsir. Lebih jauh, perumusan konsep ini secara
metodologis dan sistematis berkembang di masa kontemporer. Demikian juga
jumlahnya semakin bertambah di awal abad ke 20, baik tematik berdasarkan surah
Al-Qur’an maupun tematik berdasar subyek atau topik.
B. Metode Tafsir Maud{u>‘i > ; Karakteristik dan Operasional Kerjanya
Menurut al-Farmawi, Metode Tafsir Maud{u >‘i> merupakan metode yang
membahas ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah
ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara
mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asba>b al-
nuzu>l, kosakata, dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta
didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, baik argumen yang berasal dari Al-Qur'an, Hadis\, maupun pemikiran
rasional.13
Jadi, dalam metode ini, tafsir Al-Qur'an tidak dilakukan ayat demi ayat,
namun mencoba mengkaji Al-Qur'an dengan mengambil sebuah tema khusus dari
berbagai macam tema doktrinal, sosial, dan kosmologis yang dibahas oleh
Al-Qur'an. Misalnya, pengkajian dan pembahasan tentang doktrin tauhid di dalam
12
Jalâl al-Din> al-Suyût}î, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur`ân (Kairo: Dâr al-Turâth, 1405/1985),
2:159-161. 13
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an. (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998),
h. 151.
8
Al-Qur'an, konsep nubuwwah di dalam Al-Qur'an, pendekatan Al-Qur'an terhadap
ekonomi, dan sebagainya.
Quraish Shihab, mengatakan bahwa metode maud{u >‘i> mempunyai dua
pengertian. Pertama, penafsiran menyangkut satu surah dalam Al-Qur'an dengan
menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema ragam
dalam surah tersebut antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut,
sehingga satu surah tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Kedua, penafsiran yang bermula dari
menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang dibahas satu masalah tertentu dari
berbagai ayat atau surah Al-Qur’an dan sedapat mungkin diurut sesuai dengan
urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh ayat-ayat tersebut,
guna menarik petunjuk Al-Qur’an secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.14
Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa, dalam perkembangan
metode maud{u >‘i> ada dua bentuk penyajian, pertama, menyajikan kotak berisi
pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat pada ayat-ayat yang terangkum pada satu
surah saja. Biasanya kandungan pesan tersebut diisyaratkan oleh nama surah yang
dirangkum padanya selama nama tersebut bersumber dari informasi Rasulullah
saw. Kedua, metode maud{u >‘i> mulai berkembang tahun 60-an. Bentuk kedua ini
menghimpun pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat tidak hanya pada satu surah
saja.15
Ciri metode ini lebih menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan,
sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal.
Jadi, mufassir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat
atau berasal dari Al-Qur’an itu sendiri, atau dari lain-lain. Kemudian tema-tema
yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspeknya
14
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), h. 74.
15
M. Quraish Shihab,Wawasan al-Qur’an, h. 8.
9
sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang
ditafsirkan tersebut. Karenanya, penafsiran yang diberikan tidak boleh jauh dari
pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an agar tidak terkesan penafsiran tersebut berangkat
dari pemikiran atau terkaan belaka. Karena itu dalam pemakainnya, metode ini
tetap menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu
tafsir.16
Dalam perkembangannya, metode maud{u >‘i> memiliki dua bagian, pertama,
mengkaji sebuah surah dengan kajian universal (tidak parsial), yang di dalamnya
dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya, serta kaitan antara satu bagian
surah dan bagian lain, sehingga wajah surah itu mirip seperti bentuk yang
sempurna dan saling melengkapi. Contoh, QS. Saba’ (34) ayat 1 dan 2.
Terjemahnya :
‚(1) Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di
bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. dan Dia-lah yang Maha
Bijaksana lagi Maha mengetahui. (2) Dia mengetahui apa yang masuk ke
dalam bumi, apa yang keluar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa
yang naik kepadanya. dan Dia-lah yang Maha Penyayang lagi Maha
Pengampun‛.17
Pada Al-Qur'an Surah Saba’ (34) ayat 1 dan 2 tersebut, diawali pujian bagi Allah
dengan menyebutkan kekuasaan-Nya. Setelah itu, mengemukakan pengetahuan-
Nya yang universal, kekuasaan-Nya yang menyeluruh pada kehendak-Nya yang
bijak.
16
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, h. 152. 17
Lihat, Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Cet.1; Direktorat Urusan
Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Jakarta; PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 606.
10
Kedua, menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang tema
yang sama. Semuanya diletakkan di bawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan
metode maud{u >‘i> Contoh, dapat dilihat pada QS. al-Maidah (5) ayat 1 dan 3.
...
Terjemahnya :
‚Dihalalkan bagimu binatang ternak, yang akan dibacakan kepadamu‛.18
Untuk menjelaskan pengecualian yang terdapat pada ayat tersebut, nabi merujuk
firman Allah swt. QS. al-Maidah (5) ayat 3 :
...
Terjemahnya :
‚Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah dan daging babi ..,‛.19
Menurut al-Farmawi bahwa ada tujuh langkah dalam sistimatika tafsir
maud{u >‘i>.20 Kemudian tujuh langkah tersebut dikembangkan oleh M. Quraiah
Shihab yaitu:
1. menetapkan masalah yang akan dibahas
2. menghimpun seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan masalah
tersebut
3. menyusun urut-urutan ayat terpilih sesuai dengan perincian masalah dan atau
masa turunnya, sehingga terpisah antara ayat Makkiyah dan Madaniyah. Hal ini
untuk memahami unsur pentahapan dalam pelaksanaan petunjuk-petunjuk
Al-Qur'an.
18
Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 141. 19
Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 142. 20
al-Farmawi, al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’i, h. 61-62
11
4. mempelajari/memahami korelasi (muna>sabat) masing-masing ayat dengan
surah-surah di mana ayat tersebut tercantum (setiap ayat berkaitan dengan
terma sentral pada suatu surah).
5. melengkapi bahan-bahan dengan hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas.
6. menyusun outline pembahasan dalam kerangka yang sempurna sesuai dengan
hasil studi masa lalu, sehingga tidak diikutkan hal-hal yang tidak berkaitan
dengan pokok masalah
7. mempelajari semua ayat yang terpilih secara keseluruhan dan atau
mengkompromikan antara yang umum dengan yang khusus, yang mutlak dan
yang relatif, dan lain-lain sehingga kesemuanya bertemu dalam muara tanpa
perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran
8. menyusun kesimpulan penelitian yang dianggap sebagai jawaban Al-Qur'an
terhadap masalah yang dibahas.21
Sebagai contoh, masalah potensi manusia dalam Al-Qur'an (masalahnya apa
jawaban Al-Qur'an tentang potensi-potensi manusia, (2) mencari kata kunci yakni
kata aql, qalb, nafs, ru>h, jasad, dan lain-lain, (3) di antara sekian ayat dipilih yang
mewakilinya dan ditertibkan sesuai dengan Makkiyah dan Madaniyah,
(4) melengkapi bahan-bahan dari Hadis, (5) menyusun outline penelitian, (6)
mempelajari secara seksama, dengan ilmu-ilmu yang dikuasai dan dapat memakai
tafsir bi al-ma‘s \ur, tahli>li atau lainnya, (7) menyusun hasil penelitian sebagai
jawaban Al-Qur'an terhadap tema yang dibahas).
Dengan memperhatikan kompleksnya pembahasan proses kerja dalam
penerapan metode tafsir maud{u >‘i>, maka membutuhkan seorang mufassir yang
21Abdullah, Taufiq dan Karim, Rush (ed), Metodologi Penelitian Agama, (Tiara Wacana,
Yogyakarta, 1989), h. 141.
12
berwawasan luas terutama ketika meneliti berbagai ayat yang berhubungan dengan
tema dan memilihnya secara representatif. Seorang mufassir tidak boleh tabu
tentang perangkat ulu>m al-Qur'an terutama ilmu muna>sabah, asbab al-nuzul (kalau
ada), tafsir bi al-ma‘s \ur, ilmu Bahasa Arab, juga seorang mufassir harus bersikap
hati-hati dan tekun. Karena itu, dilihat dari kompleksnya operasionaliaasi kerja
metode tafsir ini akan dapat menjawab permasalahan umat. Sebab, metode ini di
samping membiarkan ayat-ayat Al-Qur'an berbicara dengan dirinya sendiri,
mencakup pendapat para sahabat, tetap memakai Hadis Nabi, juga
mengsintesakannya dengan pengalaman kemanusiaan.22
C. Kelebihan, Kekurangan dan Kedudukan Metode Tafsir Maud{u>‘i >
Kelebihan Metode Tafsir Maud{u >‘i> antara lain pertama, menjawab tantangan
zaman. Permasalahan dalam kehidupan selalu tumbuh dan berkembang sesuai
dengan perkembangan kehidupan itu sendiri. Karenanya, metode maud{u >‘i> sebagai
upaya metode penafsiran untuk menjawab tantangan tersebut. Untuk kajian
tematik ini diupayakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
masyarakat. Kedua, praktis dan sistematis. Tafsir dengan metode tematik disusun
secara praktis dan sistematis dalam usaha memecahkan permasalahan yang timbul.
Ketiga, dinamis. Metode tematik membuat tafsir Al-Qur’an selalu dinamis
sesuai dengan tuntutan zaman sehingga menimbulkan image di dalam pikiran
pembaca dan pendengarnya bahwa Al-Qur’an senantiasa mengayomi dan
membimbing kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan starata sosial.
Keempat, membuat pemahaman menjadi utuh. Artinya, dengan ditetapkannya
judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an dapat
diserap secara utuh yang sulit ditemukan dalam metode tafsir lainnya. 23
.
22Abdullah (ed), Metodologi Penelitian Agama, h. 142.
23Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, h. 165-167
13
Kekurangan metode tafsir maud{u >‘i> antara lain: Pertama, memenggal ayat
Al-Qur’an. Artinya, dalam memotong ayat Al-Qur’an terhadap suatu kasus yang
terdapat di dalam suatu ayat atau lebih mengandung banyak permasalahan yang
berbeda. Misalnya, petunjuk tentang shalat dan zakat. Biasanya kedua ibadah itu
diungkapkan bersama dalam satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang
zakat misalnya, maka mau tidak mau ayat tentang shalat harus ditinggalkan ketika
menukilkannya dari mushaf agar tidak mengganggu pada waktu melakukan
analisis.
Kedua, membatasi pemahaman ayat. Ketika diterapkannya judul penafsiran,
maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas
tersebut. Akibatnya mufassir terikat oleh judul itu, padahal tidak mustahil satu
ayat itu dapat ditinjau dari berbagai aspek, karena perumpamaan ayat Al-Qur’an
itu bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi, dengan
diterapkannya judul pembahasan, berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari
permata tersebut. 24
Sedangkan urgensi Metode Tafsir Maud{u >‘i>, Ali Hasan al-Aridl mengatakan
bahwa ada tujuh hal25
, urgensi metode maud{u >‘i> dalam era sekarang ini yaitu
pertama, metode maud{u >‘i> berarti menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang tersebar
pada bagian surah dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang suatu tema. Tafsir
dengan metode ini termasuk tafsir bi al-ma’s \ur dan metode ini lebih dapat
menghindarkan mufassir dari kesalahan. Kedua, dengan menghimpun ayat-ayat
tersebut seorang pengkaji dapat menemukan segi relevansi dan hubungan antara
ayat-ayat itu. Ketiga, dengan metode maud{u >‘i> seorang pengkaji mampu
memberikan suatu pemikiran dan jawaban yang utuh dan tuntas tentang suatu
24
Baidan, Metodologi, h. 168.
25Ali Hasan al-Aridl, ‚Tarikh Ilm al-Tafsi >r‛ dalam Muqowin, Metode Tafsir (Yogyakarta;
PPS IAIN Sunan Kalijaga, 1997), h. 22.
14
tema dengan cara mengetahui, menghubungkan dan menganalisis secara
komprehensif terhadap semua ayat yang berbicara tentang tema tersebut.
Urgensi keempat, dengan metode ini seorang pengkaji mampu menolak dan
menghindarkan diri dari kesamaran-kesamaran dan kontradiksi-kontradiksi yang
ditemukan dalam ayat. Kelima, metode maud{u >‘i> sesuai dengan perkembangan
zaman modern dimana terjadi diferensiasi pada tiap-tiap persoalan dan masing-
masing masalah tersebut perlu penyelesaian secara tuntas dan utuh seperti sebuah
sistematika buku yang membahas suatu tema tertentu. Keenam, dengan
metode maud{u >‘i> orang dapat mengetahui dengan sempurna muatan materi dan
segala segi dari suatu tema.
Ketujuh, metode maud{u >‘i> memungkinkan bagi seorang pengkaji untuk
sampai pada sasaran dari suatu tema dengan cara yang mudah tanpa harus bersusah
payah dan menemui kesulitan. Kedelapan, metode maud{u >‘i> mampu menghantarkan
kepada suatu maksud dan hakikat suatu masalah dengan cara yang paling mudah,
terlebih lagi pada saat ini telah banyak bertaburan ‛kotoran‛ terhadap hakikat
agama-agama sehingga tersebar doktrin-doktrin kemanusiaan dan isme-isme yang
lain sehingga sulit untuk dibedakan.26
Dari berbagai uraian tentang kelebihan dan kelemahan dari masing-masing
metode yang dikemukakan, menurut Hujair Sanaky kebutuhan ummat pada zaman
modern, metode maud{u >‘i> mempunyai peran yang sangat besar dalam penyelesaian
suatu tema dengan mendasarkan ayat-ayat Al-Qur'an, walaupun setiap metode
memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang tentu tergantung pada kepentingan dan
kebutuhan mufassir serta situasi dan kondisi yang ada.27
26Muqowin, Metode Tafsir (Yogyakarta; PPS IAIN Sunan Kalijaga, 1997), h. 24-25
27Hujair A.H. Sanaky, ‚Metode Tafsir; Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna
atau Corak Mufassirin‛, Al-Mawarid, Ed. XVIII Tahun 2008, h. 22.
15
Karenanya, metode maud{u >‘i> dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh ummat Islam dewasa ini, sebab
metode maud{u >‘i> mampu menghantarkan ummat ke suatu maksud dan hakekat
suatu persoalan dengan cara yang paling mudah, sebab tanpa harus bersusah payah
dan memenuhi kesulitan dalam memahami tafsir. Selain itu sisi lain yang dilihat
adalah dengan metode maud{u >‘i>, mufassir berusaha berdialog aktif dengan Al-
Qur’an untuk menjawab tema yang dikehendaki secara utuh, sementara kalau
diperhatikan penafsiran Al-Qur’an dengan metode tahli>li, mufassir justru bersikap
pasif sebab hanya mengikuti urutan ayat dan surah dalam Al-Qur'an.28
28
Hujair, ‚Metode Tafsir; Perkembangan Metode Tafsir, h. 23.
16
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa pengertian Tafsir Maud{u>‘i> adalah upaya menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur'an mengenai suatu tema tertentu, dengan mengumpulkam semua ayat
atau sejumlah ayat yang dapat mewakili dan menjelaskannya sebagai suatu kesatuan
untuk memperoleh jawaban atau pandangan Al-Qur'an secara utuh tentang tema tertentu,
dengan memperhatikan tertib turunnya masing-masing ayat dan sesuai dengan asba>b al-
nuzu>l kalau perlu.
Meskipun bukan fenomena umum, tafsir tematik sebenarnya sudah diperkenalkan
sejak sejarah awal tafsir, bahkan di era Rasulullah saw. ketika menafsirkan ayat dengan
ayat, yang kemudian dikenal dengan nama tafsir bi al-ma’sur. Lebih jauh, perumusan
konsep ini secara metodologis dan sistematis berkembang di masa kontemporer.
Demikian juga jumlahnya semakin bertambah di awal abad ke 20, baik tematik
berdasarkan surah Al-Qur’an maupun tematik berdasar subyek atau topik. Tokoh
penggagas Tafsir Maud{u>‘i>
Terhadap penyajian metode Tafsir Maud{u>‘i>, tafsir Al-Qur'an tidak dilakukan ayat
demi ayat, namun mencoba mengkaji Al-Qur'an dengan mengambil sebuah tema khusus
dari berbagai macam tema doktrinal, sosial, dan kosmologis yang dibahas oleh Al-Qur'an.
Misalnya, pengkajian dan pembahasan tentang doktrin tauhid di dalam Al-Qur'an, konsep
nubuwwah di dalam Al-Qur'an, pendekatan Al-Qur'an terhadap ekonomi, dan sebagainya.
Ciri metode ini lebih menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan, sehingga tidak
salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topical.
Kelebihan Metode Tafsir Maud{u>‘i> antara lain menjawab tantangan zaman, praktis
dan sistematis, dinamis serta membuat pemahaman menjadi utuh. Sedangkan
kekurangannya adalah terkesan memenggal ayat Al-Qur’an dan membatasi pemahaman
ayat. Adapun urgensi Metode Tafsir Maud{u>‘i> adalah dapat menghimpun ayat-ayat
Al-Qur’an yang tersebar pada bagian surah dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang
17
suatu tema, sehingga seorang pengkaji mampu memberikan suatu pemikiran dan jawaban
yang utuh dan tuntas tentang suatu tema dengan cara mengetahui, menghubungkan dan
menganalisis secara komprehensif terhadap semua ayat yang berbicara tentang tema
tersebut.
B. Saran-saran
Berdasarkan uraian penulisan makalah di atas, maka penulis dapat memberikan
saran sebagai berikut :
1. Sebagai insan akademis, tokoh agama dan praktisi hukum keislaman maupun pihak
birokrasi, termasuk Kementerian Agama RI bahwa telaah metode Tafsir Maud{u>‘i>,
perlu mendapat perhatian lebih, mengingat rekondisi dan reposisi tujuan syariat telah
mengalami pergeseran waktu dan tempat sesuai kebutuhan dan kondisi umat
sekarang ini. Sehingga, Islam tetap sebagai rahmatan lil alamin tetap eksis dan
semestinya eksis di tengah dinamika dan tantangan zaman di berbagai aspek
kehidupan.
2. Dalam rangka memaknai maksud syariat (Al-Qur'an dan Sunnah), sekarang ini
interpretasi dalil melalui metode Tafsir Maud{u>‘i>, sangat perlu digalakkan, mengingat
permasalahan hukum semakin kompleks, termasuk di Indonesia. Karenanya, untuk
mengidentifikasi maqa>s}id syari’ah tetap relevan dengan keadaan dan kebutuhan
masyarakat dewasa ini. Untuk itu, metode Tafsir Maud{u>‘i> sangat membantu
mengungkapkan makna hukum maupun tujuan ayat terhadap persoalan-persoalan
aspek kehidupan yang beredar di kalangan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin. Studi Agama Normativitas atau Historitas? Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002. al-Farmawi, Abd al-Hayy. Mu’jam al-Alfaz wa al-A’la>m al-Qur’a>niyah. Dar al-
`Ulum, Kairo, 1968. al-Suyût}î, Jalâl al-Din.> al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur`ân. Kairo: Dâr al-Turâth,
1405/1985. al-Zarkashî, Badr al-Dîn Muh}ammad. al-Burha>n fi> ‘Ulûm al-Qur`a>n. Beirût: Dâr
al-Kutub al-‘Ilmîyah, 1408/1988. Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an. Yogyakarta: FKBA, 2001. Ash-Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran / Tafsir, Jakarta:
Bulan Bintang, 1980. as-Sadr, Muhammad Baqir. ‚Pendekatan Tematik terhadap Tafsir Al-Qur’an‚,
dalam Ulumul Quran, Vol. I, No. 4, 1990. Baidan, Nashruddin. Metode Penafsiran Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002. Djalal, Abdul. Urgensi Tafsir Maud}hu>i pada Masa Kini, Jakarta : Kalam Mulia, 1990. Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik.
Jakarta: Paramadina, 1999. Kementerian Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya. Direktorat Urusan Agama
Islam dan Pembinaan Syariah, Jakarta; PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012. Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progesif, 1987. Must}afa, Muslim, Maba>his fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’i. Damaskus: Dar al-Qalam,
1997. Sanaky, Hujair A.H. ‚Metode Tafsir; Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti
Warna atau Corak Mufassirin‛, Al-Mawarid, Ed. XVIII Tahun 2008.
Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992. _______. Quraish. Wawasan al-Quran: Tafsir Maud}u>’i atas Pelbagai Persoalan
Ummat. Bandung: Mizan, 1996..
Taufiq, Abdullah. dan Karim, Rush (ed), Metodologi Penelitian Agama. Tiara Wacana, Yogyakarta, 1989.