Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk
-
Upload
yuningsih-maulana -
Category
Documents
-
view
636 -
download
4
description
Transcript of Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk
1
MODEL MATEMATIKA UNTUK DINAMIKA PENYAKIT TUBERKULOSIS YANG BERGANTUNG PADA KEPADATAN PENDUDUK
Yuningsih1 dan Salmah2
1Mts Negeri 20, Jakarta 2Jurusan Matematika FMIPA UGM, Yogyakarta
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Di dalam tesis ini dibahas mengenai model matematika untuk dinamika penyakit Tuberkulosis yang bergantung pada kepadatan penduduk. Pembahasan dimulai dari konsep model SEIRE kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai titik kesetimbangan bebas penyakit. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memprediksi berpengaruh tidaknya penyakit Tuberkulosis dalam populasi. Sehingga perlu dilakukan analisis nilai Bilangan Reproduksi Dasar (๐ 0) dengan menggunakan metode next generation matrix, ๐ 0 didefinisikan sebagai Spectral Radius (nilai eigen dominan dari matriks generasi selanjutnya). Hasil analisis menunjukkan eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dipenuhi jika daerah karakteristik lebih besar dari hasil kali kemungkinan bertahannya tingkat laten menjadi tingkat infeksi dengan banyaknya infeksi laten yang dihasilkan oleh individu yang terinfeksi selama masa infeksi dan juga menunjukkan pengaruh yang signifikan dari kepadatan penduduk terhadap nilai bilangan reproduksi dasar.
Kata-kata kunci : Titik kesetimbangan bebas penyakit, bilangan reproduksi dasar, matriks generasi selanjutnya.
ABSTRACT
In this thesis we discuss about mathematical models for the dynamics of Tuberculosis disease which depends on population density. The discussion starts from the concept model SEIRE and then continues with a discussion about disease-free equilibrium point. This is an important thing to do to predict the influence of Tuberculosis disease in the population. Therefore the value of Basic Reproduction Number (๐ 0) needs to be analyzed with next generation matrix method, ๐ 0 is defined as the spectral radius (dominant eigenvalue of next generation matrix). The analysis results show that there exists a stable disease-free equilibrium point provided if the characteristic area is greater than the product of the probability of survival from the latent stage to the infectious stage and the number of latent infections produced by a typical infectious individual during his/her mean infectious period and also show significant influence of density dependent population to Basic Reproduction Number.
Keywords : Disease free equilibrium point, basic reproduction number, next generation matrix.
I. PENDAHULUAN
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium Tuberculosis) yang menular dari orang ke orang lainnya melalui udara bukan melalui serangga, transfusi darah atau air minum. Infeksi TB terbagi menjadi dua macam yaitu, terinfeksi secara laten dan secara aktif. Penderita laten TB tidak menularkan bakteri TB kepada orang yang rentan terhadap penyakit TB,
sedangkan penderita aktif TB dapat menularkan penyakit.
Bilangan reproduksi dasar (basic reproduction number) dinyatakan dengan ๐ 0 didefinisikan sebagai angka rata-rata dari infeksi sekunder yang disebabkan oleh individu yang terinfeksi selama masa periode menularnya (Diekmann dan Heesterbeek, 2000). Salah satu alternatif metode untuk menentukan nilai ๐ 0 adalah dengan menggunakan metode next generation matrix.
2
R0 yang didefinisikan sebagai Spectral Radius (nilai eigen dominan dari next generation matrix) akan dibahas di dalam tesis ini.
Model epidemik dalam tesis ini dibentuk dengan memasukkan parameter ukuran luas wilayah yang ditempati oleh suatu populasi dalam masa penularan penyakit (transmisi) sehingga dapat membantu menganalisa ketergantungan kepadatan penduduk dari dinamika penyakit tuberkulosis. Diasumsikan bahwa terdapat pencampuran homogen dari populasi dimana semua orang mempunyai peluang yang sama untuk terinfeksi melalui suatu kontak dengan individu penginfeksi. Populasi tersebar ke seluruh wilayah dengan luas yang sangat kecil. Diasumsikan juga bahwa semua imigran dan kelahiran tidak terinfeksi sehingga masuk ke dalam kelas susceptible (individu yang rentan).
II. LANDASAN TEORI
2.1 Teori Sistem
Berikut disajikan beberapa materi dasar teori sistem, yaitu mengenai sistem nonlinear, pengertian matriks Jacobian, titik ekuilibrium dan linearisasi, serta teorema kestabilan sistem nonlinear.
Diberikan sistem persamaan diferensial nonlinear :
๐ฅ 1 = ๐1(๐ฅ1 , ๐ฅ2 , โฆ , ๐ฅ๐)
๐ฅ 2 = ๐2(๐ฅ1, ๐ฅ2 , โฆ , ๐ฅ๐)
โฎ
๐ฅ ๐ = ๐๐(๐ฅ1 , ๐ฅ2 , โฆ , ๐ฅ๐) (2.1)
dengan ๐๐ : ๐ธ โ โ๐ โ โ, i = 1, 2, ..., n dan (๐ฅ1 , ๐ฅ2,โฆ.,๐ฅ๐) โ ๐ธ โ โ๐ . Dengan syarat awal ๐ฅ๐ ๐ก๐ = ๐ฅ๐0 , untuk ๐ = 1, 2, โฆ , ๐. Sistem persamaan (2.1) dapat ditulis sebagai berikut ๐ = ๐(๐) (2.2)
dengan ๐ = (๐ฅ1 , ๐ฅ2,โฆ, ๐ฅ๐)๐ โ ๐ธ โ โ๐ ,
๐(๐) = ๐1(๐ฅ), ๐2(๐ฅ), โฆ , ๐๐(๐ฅ) ๐ dan syarat
awal ๐ ๐ก0 = ๐0 = ๐ฅ10 , ๐ฅ20,โฆ.,๐ฅ๐0 ๐
โ ๐ธ.
Selanjutnya, notasi ๐ ๐ก = ๐(๐๐, ๐ก) menyatakan solusi sistem (2.1) pada saat t yang melalui ๐๐.
Solusi suatu sistem persamaan diferensial pada suatu titik tertentu dapat konstan
sepanjang waktu, titik itu disebut sebagai titik ekuilibrium. Berikut diberikan definisi dari titik ekuilibrium sistem (2.2).
Definisi 2.1 Diberikan sistem (2.2). Titik ๐ โ โ๐ disebut titik ekuilibrium (titik kesetimbangan) sistem (2.2) jika f(๐ ) = 0.
Berikut diberikan pengertian matriks Jacobian.
Definisi 2.2 Diberikan fungsi ๐ = ๐1 , ๐2, โฆ , ๐๐ pada sistem (2.2) dengan ๐๐ โ ๐ถ1 ๐ธ , ๐ =1, 2, โฆ , ๐. Matriks
๐ฝ ๐ ๐ =
๐๐1
๐๐ฅ1
๐ฅ ๐๐1
๐๐ฅ2
๐ฅ โฏ๐๐1
๐๐ฅ๐
๐ฅ
๐๐2
๐๐ฅ1
๐ฅ ๐๐1
๐๐ฅ2
๐ฅ โฏ๐๐2
๐๐ฅ๐
๐ฅ
โฎ๐๐๐๐๐ฅ1
๐ฅ
โฎ๐๐๐๐๐ฅ2
๐ฅ โฏ
โฎ๐๐๐๐๐ฅ๐
๐ฅ
dinamakan matriks Jacobian dari f di titik x.
Selanjutnya, untuk mengetahui perilaku sistem di sekitar titik ekuilibrium digunakan konsep kestabilan. Berikut definisi dari kestabilan titik ekuilibrium sistem (2.2).
Definisi 2.3 Titik ekuilibrium ๐ โ โ๐ pada sistem (2.2) dikatakan :
1. Stabil lokal jika untuk setiap ํ > 0 terdapat ๐ฟ > 0 sehingga untuk setiap solusi sistem (2.2) yang memenuhi ๐ ๐ก0 โ ๐ < ๐ฟ maka berakibat ๐ ๐ก โ ๐ < ํ untuk setiap ๐ก โฅ ๐ก0 .
2. Tidak stabil jika titik ekuilibrium ๐ โ โ๐ tidak memenuhi 1.
3. Stabil asimtotik lokal jika titik ekuilibrium ๐ โ โ๐ stabil lokal dan terdapat bilangan ๐ฟ0 > 0 sehingga untuk setiap solusi sistem (2.2) x(t) yang memenuhi ๐ ๐ก0 โ ๐ < ๐ฟ0 maka berakibat lim๐กโโ ๐ฅ ๐ก = ๐ฅ .
Di bawah ini diberikan definisi dari sistem linear dan nonlinear. Diberikan sistem (2.2), dengan ๐ธ โ โ๐ dan ๐ โถ ๐ธ โถ โ๐ fungsi kontinu pada E. Sistem (2.2) dikatakan linear jika ๐1, ๐2, โฆ , ๐๐ masing-masing linear terhadap ๐ฅ1 , ๐ฅ2 , โฆ , ๐ฅ๐ . Jadi sistem (2.2) dapat ditulis sebagai berikut :
3
๐ฅ 1 = ๐11๐ฅ1 + ๐12๐ฅ2 + โฆ + ๐1๐๐ฅ๐
๐ฅ 2 = ๐21๐ฅ1 + ๐22๐ฅ2 + โฆ + ๐2๐๐ฅ๐ (2.3)
โฎ
๐ฅ ๐ = ๐๐1๐ฅ1 + ๐๐2๐ฅ2 + โฆ + ๐๐๐ ๐ฅ๐
dengan ๐ฅ ๐ =๐๐ฅ๐
๐๐ก, ๐ = 1, 2, โฆ , ๐, ๐๐(๐) kontinu
pada ๐ โค ๐ก โค ๐, ๐, ๐ โ โ. Selanjutnya sistem (2.3) dapat dinyatakan dalam bentuk
๐ = ๐ด๐ (2.4)
dengan ๐ โ ๐ธ dan A adalah matriks berukuran ๐ ร ๐ dan
๐ =๐๐
๐๐ก=
๐๐ฅ1
๐๐กโฎ
๐๐ฅ๐
๐๐ก
Menunjukkan bahwa solusi dari sistem linear (2.4) dengan kondisi awal ๐ 0 = ๐0 diberikan oleh
๐ฅ ๐ก = ๐๐ด๐ก๐ฅ0
dengan ๐๐ด๐ก = (๐ด๐ก)๐
๐ !โ๐=0 = ๐ผ + ๐ด๐ก +
1
2!(๐ด๐ก)2 +
1
3!(๐ด๐ก)3 + โฆ
Berikut diberikan definisi nilai eigen dari suatu matriks.
Definisi 2.4 Diberikan A matriks n x n. Sebuah vektor tak nol ๐ โ โ๐ disebut vektor eigen dari A jika Ax = ๐๐ untuk skalar sebarang ๐. Skalar ๐ disebut nilai eigen dari A dan x disebut vektor eigen dari A yang bersesuaian dengan ๐.
Selanjutnya sistem (2.2) disebut sistem nonlinear jika sistem (2.2) tidak dapat dinyatakan ke dalam bentuk sistem (2.4). Berikut ini diberikan definisi pelinearan suatu sistem persamaan diferensial nonlinear.
Definisi 2.5 Sistem linear ๐ = ๐ฝ(๐ ๐ )(๐ โ ๐ ) disebut linearisasi sistem nonlinear (2.2) di sekitar titik ๐ dengan ๐ฝ(๐ ๐ ) merupakan matriks Jacobian dari f di titik ๐ .
Dengan menggunakan matriks Jacobian ๐ฝ(๐ ๐ ), sifat kestabilan titik ekuilibrium ๐ dari sistem (2.2) dapat diketahui asalkan titik tersebut
hiperbolik. Berikut diberikan definisi tentang titik ekuilibrium hiperbolik.
Definisi 2.6 Titik ekuilibrium ๐ disebut titik ekuilibrium hiperbolik sistem (2.2) jika semua nilai eigen dari ๐ฝ(๐ ๐ ) mempunyai bagian real tak nol. Teorema berikut digunakan untuk menentukan sifat kestabilan lokal dari sistem nonlinear (2.2) yang ditinjau dari nilai eigen matriks Jacobian ๐ฝ(๐ ๐ ).
Teorema 2.7 Diberikan matriks Jacobian ๐ฝ(๐ ๐ ) dari sistem nonlinear (2.2) dengan nilai eigen ๐, maka :
a. Jika semua bagian real nilai eigen dari matriks ๐ฝ(๐ ๐ ) bernilai negatif maka titik ekuilibrium ๐ dari sistem nonlinear (2.2) stabil asimtotik lokal.
b. Jika terdapat paling sedikit satu nilai eigen ๐ฝ(๐ ๐ ) yang bagian realnya positif maka titik ekuilibrium ๐ dari sistem (2.2) tidak stabil.
Selanjutnya akan dibahas definisi yang dapat digunakan untuk menentukan kestabilan dari macam-macam potret fase yang memenuhi sistem (2.4) dengan ๐ฅ โ โ2 dan A adalah matriks berukuran 2 x 2. Solusi tunggal sistem (2.4) untuk setiap ๐ก โ โ adalah ๐ฅ ๐ก = ๐๐ด๐ก๐ฅ0. Dimulai dengan menguraikan potret fase pada sistem linear
๐ฅ = ๐ต๐ฅ (2.5)
dimana matriks ๐ต = ๐โ1๐ด๐. Potret fase sistem (2.4) diperoleh dari potret fase sistem (2.5) dengan transformasi linier pada koordinat ๐ = ๐๐.
Diberikan bentuk matriks B sebagai berikut
(i) ๐ต = ๐ 00 ๐
Solusi dari sistem (2.5) dengan ๐ฅ 0 = ๐ฅ0
adalah ๐ฅ ๐ก = ๐๐๐ก 00 ๐๐๐ก ๐ฅ0 .
(ii) ๐ต = ๐ 10 ๐
Solusi dari sistem (2.5) dengan ๐ฅ 0 = ๐ฅ0
adalah ๐ฅ ๐ก = ๐๐๐ก 1 ๐ก0 1
๐ฅ0 .
4
(iii) ๐ต = ๐ โ๐๐ ๐
Solusi dari sistem (2.5) dengan ๐ฅ 0 = ๐ฅ0
adalah ๐ฅ ๐ก = ๐๐๐ก cos ๐๐ก โ sin ๐๐กsin ๐๐ก cos ๐๐ก
๐ฅ0 .
Akan ditunjukkan macam-macam potret fase sebagai hasil dari solusi sistem (2.5) untuk beberapa kasus berikut :
(i) ๐ต = ๐ 00 ๐
, dengan ๐ < 0 < ๐.
Sistem (2.5) sadel pada titik asal jika A mempunyai dua nilai eigen yang real dan berlawanan tanda. Potret fase pada sistem (2.4) ekuivalen dengan potret fase pada kasus ini. Potret fase disajikan pada gambar 2.1 berikut
Gambar 2.1 Potret Fase kasus i
(ii) ๐ต = ๐ 00 ๐
, dengan ๐ โค ๐ < 0.
Sistem (2.5) titik stabil pada titik asal untuk setiap B pada kasus ini. Jika A mempunyai dua nilai eigen yang real, dengan tanda sama, potret fase pada sistem (2.4) ekuivalen dengan salah satu Potret fase sistem (2.5). Jika ๐ โค ๐ < 0 maka stabil. Jika ๐ โฅ ๐ > 0 maka tidak stabil. Potret fase disajikan pada gambar 2.2 berikut
Gambar 2.2.a Potret Fase kasus ii
atau ๐ต = ๐ 10 ๐
, dengan ๐ < 0.
Potret fase disajikan pada gambar 2.3 berikut
Gambar 2.2.b Potret Fase kasus ii dengan
๐ < 0
(iii) ๐ต = ๐ โ๐๐ ๐
, dengan ๐ < 0.
Sistem (2.5) fokus stabil pada titik asal. Jika A mempunyai nilai eigen kompleks konjugat dengan bagian real tak nol, maka potret fase pada sistem (2.4) ekuivalen dengan sistem (2.5) pada kasus ini. Potret fase disajikan pada gambar 2.4 berikut
Gambar 2.3 Potret Fase kasus iii
(iv) ๐ต = 0 โ๐๐ 0
Potret fase pada sistem (2.5) center pada titik asal. Jika A mempunyai nilai eigen kompleks konjugat murni imajiner, potret fase sistem (2.4) ekuivalen dengan potret fase sistem (2.5) pada kasus ini. Potret fase disajikan pada gambar 2.5 berikut
Gambar 2.4 Potret Fase kasus iv
Definisi 2.8 Sistem linear (2.3) dikatakan mempunyai saddle, node, focus atau center pada titik asal jika potret fase sistem tersebut linear ekuivalen pada salah satu potret fase dalam gambar 2.1, 2.2, 2.2.a, 2.2.b atau 2.4. Yaitu jika matriks A similar pada salah satu matriks B pada kasus i, ii, iii atau iv.
Tanda dari nilai eigen suatu matriks dapat ditentukan oleh tanda determinan dan trace matriks tersebut. Untuk itu teorema berikut dapat digunakan untuk menentukan kestabilan sistem (2.2).
Teorema 2.9 Diberikan ๐ฟ = det ๐ด , ๐ =๐ก๐๐๐๐ ๐ด ๐๐๐ ๐ฅ = 0
i. Jika ๐ฟ < 0 maka sistem (2.2) sadel pada titik asal.
ii. Jika ๐ฟ > 0 dan ๐2 โ 4๐ฟ โฅ 0 maka sistem (2.2) node/titik pada titik asal. Stabil jika ๐ < 0 dan tidak stabil jika ๐ > 0.
5
iii. Jika ๐ฟ > 0, ๐2 โ 4๐ฟ < 0 dan ๐ โ 0 maka sistem (2.2) fokus pada titik asal. Stabil jika ๐ < 0 dan tidak stabil jika ๐ > 0.
iv. Jika ๐ฟ > 0 dan ๐ = 0 maka sistem (2.2) center pada titik asal.
2.2 Spektral Radius
Diekmann mendefinisikan R0 sebagai Spectral Radius (nilai eigen dominan dari next generation matrix atau matriks generasi selanjutnya). Berikut adalah Lemma dan Teorema yang menyatakan tentang Spectral Radius.
Lemma 2.10 Diberikan sebuah matriks real H dengan elemen selain diagonal positif (yaitu ๐๐๐ โฅ 0, ๐ข๐๐ก๐ข๐ ๐ โ ๐) maka ๐๐๐ป merupakan
matriks positif. Lebih lanjut, batas spektral s(H) didefinisikan oleh
S(H) = sup ๐ ๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐ป
ekuivalen dengan
S(H) < 0 โบ det ๐ป โ 0 ๐๐๐ โ๐ปโ1 โฅ 0 .
Teorema 2.11 Diberikan T sebuah matriks positif, ฮฃ matriks yang bukan diagonal positif dan D adalah sebuah matriks diagonal positif. Diasumsikan batas spektral s(ฮฃ โ D) negatif. Diberikan r menyatakan batas spektral s(T + ฮฃ โ D) dan ๐ 0 menyatakan nilai eigen dominan dari matriks positif K = โ๐ ฮฃ โ ๐ท โ1. Maka :
๐ < 0 โบ ๐ 0 < 1.
III. HASIL PENELITIAN
3.1 Formulasi Model
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model adalah sebagai berikut :
1. Dalam populasi terjadi kelahiran dan migrasi. 2. Terjadi proses kematian alami. 3. Kematian alami dapat terjadi pada kelas S, L,
I dan T. 4. Penyakit dapat disembuhkan. 5. Individu yang telah sembuh dapat kembali
ke kelas laten. 6. Penyakit menular melalui kontak langsung
antara individu yang terinfeksi TB laten dengan individu yang terinfeksi TB aktif.
7. Terdapat pencampuran penduduk yang homogen dimana semua orang mempunyai peluang yang sama untuk terinfeksi karena adanya kontak dengan individu yang terinfeksi.
8. Populasi didistribusikan ke seluruh wilayah dengan luas wilayah yang sangat kecil.
Secara ringkas model untuk dinamika penyakit Tuberkulosis yang bergantung pada kepadatan penduduk populasi disajikan dalam diagram transfer berikut.
dengan :
S(t) : Jumlah individu yang rentan pada waktu t. L(t) : Jumlah individu yang terinfeksi laten atau
terjangkit pada waktu t. I(t) : Jumlah individu yang terinfeksi pada waktu
t. T(t) : Jumlah individu yang sembuh atau dalam
perawatan pada saat waktu t. A : Luas total wilayah yang didiami oleh suatu
populasi. ฮ : Tingkat rekrutmen. ๐ : Tingkat kematian alami per kapita. ๐ : Tingkat kematian karena peningkatan TB. ๐ฝ1 : Peluang individu yang rentan menjadi
terjangkit oleh satu individu yang terinfeksi per kontak per satuan waktu.
๐ฝ2 : Peluang individu yang dirawat menjadi terjangkit oleh satu individu yang terinfeksi per kontak per satuan waktu.
k : Tingkat perubahan menjadi TB aktif. ๐1 : Tingkat kesembuhan dari kelas laten. ๐2 : Tingkat kesembuhan dari kelas infeksi. ๐ : Tingkat kontak per kapita. 3.2 Model Matematika
Berdasarkan asumsi dan hubungan antara variabel dan parameter yang disajikan dalam diagram transfer model, situasi di atas dapat disajikan dalam persamaan berikut :
๐ฝ2
S ฮ
L I T
๐ ๐ ๐ ฮผ + d
๐ฝ1 k ๐2
๐1
๐ฝ2
S ฮ
L I T
๐ ๐ ๐ ฮผ + d
๐ฝ1 k ๐2
๐1
6
๐๐
๐๐ก= ฮ โ ๐๐ โ ๐ฝ1๐๐
๐ผ
๐ด (3.1. ๐)
๐๐ฟ
๐๐ก= ๐ฝ1๐๐
๐ผ
๐ดโ ๐ + ๐ + ๐1 ๐ฟ + ๐ฝ2๐๐
๐ผ
๐ด (3.1. ๐)
๐๐ผ
๐๐ก= ๐๐ฟ โ ๐ + ๐ + ๐2 ๐ผ (3.1. ๐)
๐๐
๐๐ก= ๐1๐ฟ + ๐2๐ผ โ ๐๐ โ ๐ฝ2๐๐
๐ผ
๐ด (3.1. ๐)
dengan N = S + L + I + T adalah ukuran total populasi. 3.3 Eksistensi Titik ekuilibrium dan kestabilannya
Ekuilibrium pada Sistem (3.1) terjadi pada
saat ๐๐
๐๐ก,
๐๐ฟ
๐๐ก,
๐๐ผ
๐๐ก,
๐๐
๐๐ก = (0, 0, 0, 0). Berdasarkan
persamaan (3.1.a), (3.1.b), (3.1.c) dan (3.1.d) dapat ditentukan titik ekuilibrium melalui persamaan berikut :
๐ฌ โ ๐๐ โ ๐ฝ1๐๐๐ผ
๐ด= 0 (3.2. a)
๐ฝ1๐๐๐ผ
๐ดโ ๐ + ๐ + ๐1 ๐ฟ + ๐ฝ2๐๐
๐ผ
๐ด= 0 (3.2. b)
๐๐ฟ โ ๐ + ๐ + ๐2 ๐ผ = 0 (3.2. c)
๐1๐ฟ + ๐2๐ผ โ ๐๐ โ ๐ฝ2๐๐๐ผ
๐ด= 0. (3.2. d)
Sehingga diperoleh titik ekuilibrium bebas
penyakit dari sistem (3.2) yaitu ๐ธ0 = ๐ฌ
๐, 0, 0,0 .
Nilai I = 0 berarti tidak ada individu pada kelas terinfeksi yang dapat menyebarkan penyakit.
Populasi dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : X = (S, T), Y = L dan Z = I. Kelas X menunjukkan kelas dari jumlah individu yang rentan, individu yang sembuh (dalam perawatan) dan kelas lain dari individu yang tidak terinfeksi. Kelas Y merupakan kelas individu yang terinfeksi tetapi tidak menularkan penyakit dan kelas Z merupakan kelas individu yang terinfeksi dan mempunyai kemampuan untuk menularkan penyakit (misalnya, individu terinfeksi dan individu yang tidak masuk karantina). Dengan ๐ โ โ2 , ๐ โโ1 , ๐ โ โ1 , ๐, ๐ , ๐ โฅ 0 dan h(X, 0, 0) = 0 dan
๐0 = ฮ
๐, 0, 0,0 โ ๐ 4 menyatakan titik
kesetimbangan bebas penyakit, dengan
๐ ๐โ, 0, 0 = ๐ ๐โ, 0, 0 = ๐ ๐โ, 0, 0 = 0.
Dari persamaan Sistem (2.2), dibentuk persamaan baru, yaitu : ๐ ๐, ๐, ๐ , ๐ ๐, ๐, ๐ dan
๐ ๐, ๐, ๐ .
Persamaan (3.1.a) dinyatakan ke dalam bentuk X = (S, T), sehingga didapat
๐๐
๐๐ก= ฮ โ 2๐๐ โ ๐ฝ1๐๐
๐
๐ด + ๐1๐ + ๐2๐ โ ๐ฝ2๐๐
๐
๐ด = ๐ ๐, ๐, ๐ (3.5)
Persamaan (3.1.b) dinyatakan ke dalam bentuk L = Y, sehingga didapat
๐๐
๐๐ก= ๐ฝ1๐๐
๐
๐ด โ ๐ + ๐ + ๐1 ๐ + ๐ฝ2๐๐
๐
๐ด = ๐ ๐, ๐, ๐ . (3.6)
Persamaan (3.1.c) dinyatakan ke dalam bentuk I = Z, sehingga didapat
๐๐
๐๐ก= ๐๐ โ ๐ + ๐ + ๐2 ๐ = ๐ ๐, ๐, ๐ . (3.7)
Selanjutnya, nilai ๐โ =๐ฌ
๐ disubstitusi ke
persamaan (3.1.b) sehingga didapat
๐ ๐โ, ๐, ๐ = ๐ฝ1๐ ๐ฌ
๐
๐
๐ด โ ๐ + ๐ + ๐1 ๐ + ๐ฝ2๐
๐ฌ
๐
๐
๐ด = 0.
๐ = ๐ฝ1 + ๐ฝ2 ๐
๐ฌ๐
๐๐ด
๐ + ๐ + ๐1 . (3.8)
Persamaan (3.7) disubstitusi ke dalam persamaan (3.6) sehingga menghasilkan
๐ ๐โ, ๐ ๐โ, ๐ , ๐ =๐ ๐ฝ1 + ๐ฝ2 ๐
๐ฌ๐
๐๐ด
(๐ + ๐ + ๐1)โ ๐ + ๐ + ๐2 ๐. (3.9)
Selanjutnya menentukan derivatif parsial untuk Z terhadap ๐ ๐โ, ๐ ๐โ, 0 , 0 . Misalkan
matriks ๐ป =๐๐
๐๐ sehingga didapat
๐ป =
๐ ๐ฝ1 + ๐ฝ2 ๐ ๐ฌ
๐
๐ด
(๐ + ๐ + ๐1)โ ๐ + ๐ + ๐2 . (3.10)
Persamaan (3.9) dinyatakan ke dalam bentuk H = M โ D. Sehingga diperoleh
๐ =๐ ๐ฝ1+๐ฝ2 ๐
๐ฌ๐
๐ด
(๐+๐+๐1) dan D = ๐ + ๐ + ๐2 .
Didefinisikan Basic Reproductive Number ๐ 0 sebagai spektral radius (nilai eigen dominan) dari matriks generasi selanjutnya ๐๐ทโ1 sehingga ๐ 0 = ๐๐๐ทโ1, dengan M merupakan kasus terinfeksi baru, dinamakan matriks infeksi dan M โฅ 0. Sedangkan D merupakan matriks transisi, yaitu perpindahan dari satu kelas ke kelas lainnya. Dengan D > 0, merupakan matriks diagonal.
7
๐ 0 = ๐ฌ
๐
๐ด
๐ฝ1 + ๐ฝ2 ๐
๐ + ๐ + ๐2
๐
๐ + ๐ + ๐1 . (3.11)
3.3 Kestabilan Titik Ekuilibrium Bebas Penyakit
Untuk melihat kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit ditentukan dengan melakukan linearisasi terhadap persamaan non linear (3.1). Untuk titik ekuilibrium bebas penyakit (disease
free) dengan ๐ธ0 = ๐ฌ
๐, 0, 0, 0 diperoleh matriks
Jacobian
๐ฝ0 =
โ๐ 0 โ๐ฝ1๐
๐ฌ๐
๐ด 0
0 โ(๐ + ๐ + ๐1) ๐ฝ1๐ ๐ฌ
๐
๐ด 0
0 ๐ โ(๐ + ๐ + ๐2) 00 ๐1 ๐2 โ๐
.
Nilai eigen dari matriks Jacobian untuk titik ekuilibrium bebas penyakit di atas ditentukan dengan
๐ฝ0 โ ๐๐ผ = 0 sehingga didapat
โ(๐ + ๐) 0 โ๐ฝ1๐
๐ฌ๐
๐ด 0
0 โ(๐ + ๐ + ๐ + ๐1) ๐ฝ1๐ ๐ฌ
๐
๐ด 0
0 ๐ โ(๐ + ๐ + ๐ + ๐2) 0
0 ๐1 ๐2 โ(๐ + ๐)
= 0.
Karena ๐๐1 = 0, โ๐ = 2, 3, 4 dengan i menyatakan baris ke-i maka dengan ekspansi kofaktor diperoleh
(๐ + ๐) โ(๐ + ๐ + ๐ + ๐1) ๐ฝ1๐
๐ฌ๐
๐ด 0
๐ โ(๐ + ๐ + ๐ + ๐2) 0๐1 ๐2 โ(๐ + ๐)
= 0.
Karena ๐๐3 = 0, โ๐ = 1, 2 dengan i menyatakan baris ke-i maka dengan ekspansi kofaktor diperoleh
(๐ + ๐)2 โ(๐ + ๐ + ๐ + ๐1) ๐ฝ1๐
๐ฌ๐
๐ด
๐ โ(๐ + ๐ + ๐ + ๐2)
= 0.
Dapat dinyatakan ke dalam bentuk ๐ + ๐ ๐ +๐๐2+๐1๐+๐2=0. Sehingga nilai ๐1 = 2๐ + ๐ + ๐ + ๐1 + ๐2 dan
๐2 = ๐2 + ๐๐ + ๐๐1 + ๐๐2 + ๐๐ + ๐1๐ + ๐2๐ +
๐๐+๐1๐2โ๐๐๐ฝ1+๐ฝ2๐ฌ๐๐ด.
Dari persamaan di atas diperoleh nilai eigen ๐ + ๐ = 0 berarti ๐1 = ๐2 = โ๐. Dan dari persamaan ๐2 + ๐1๐ + ๐2 = 0 menghasilkan dua nilai eigen, yaitu ๐3 dan ๐4, dengan :
๐3 = โ1
2 ๐1 + ๐1
2 โ 4๐2 dan ๐4 =
โ1
2 ๐1 โ ๐1
2 โ 4๐2 .
Nilai eigen ๐3 =1
2{โ 2๐ + ๐ + ๐ + ๐1 + ๐2
+
2๐ + ๐ + ๐ + ๐1 + ๐2 2 โ 4
๐2 + ๐๐ + ๐๐1 + ๐๐2 + ๐๐ + ๐1๐
+๐2๐ + ๐๐ + ๐1๐2 โ ๐๐ ๐ฝ1 + ๐ฝ2 ๐ฌ
๐
๐ด
.
Dan nilai eigen ๐4 =1
2{โ 2๐ + ๐ + ๐ + ๐1 + ๐2
โ 2๐ + ๐ + ๐ + ๐1 + ๐2 2 โ 4
๐2 + ๐๐ + ๐๐1 + ๐๐2 + ๐๐ + ๐1๐
+๐2๐ + ๐๐ + ๐1๐2 โ ๐๐ ๐ฝ1 + ๐ฝ2 ๐ฌ
๐
๐ด
Dari matriks A = โ(๐ + ๐ + ๐1) ๐ฝ1๐
๐ฌ๐
๐ด
๐ โ(๐ + ๐ + ๐2) .
Tanda dari nilai-nilai eigen ditentukan oleh tanda
dari trace (๐๐ด) dan tanda dari det (๐๐ด). Maka
dari matriks A didapat det (A) = ๐ + ๐ + ๐1 ๐ +
๐+๐2โ๐๐ฝ1๐๐ฌ๐๐ด dan trace (A) =
โ ๐ + ๐ + ๐1 โ ๐ + ๐ + ๐2 . Karena nilai
semua parameter bernilai positif maka jelas nilai
trace (A) < 0. Titik ekuilibrium bebas penyakit
akan stabil jika dipenuhi nilai determinan (A) > 0.
Sehingga diperoleh
๐ด
๐ฌ๐ >
๐
๐ + ๐ + ๐1
๐ฝ1๐
๐ + ๐ + ๐2 .
3.4 Simulasi Numerik
Pada sub bab ini, dibahas simulasi numerik epidemi untuk memberikan gambaran lebih jelas dari model penyebaran penyakit TB yang bergantung pada kepadatan penduduk dengan menggunakan parameter-parameter dan nilai awal tertentu. Diberikan nilai-nilai parameter yaitu ๐ = 0.022, ฮ = 1500 ๐1 = ๐2 = 1.5, ๐ฝ1 =๐ฝ2 = 2.0, ๐ = 2.0, ๐ = 0.365, ๐ =0.00396, ๐โ = 5000, ๐ฟโ = 1000 dan ๐ผโ = 90, ๐โ = 3000.
Berikut ini merupakan hasil simulasi numerik yang dipengaruhi oleh variasi ukuran luas wilayah
8
yang ditempati oleh satu populasi. Untuk melihat pengaruh ukuran luas wilayah yang ditempati (A) pada kelas epidemiologi yang berbeda-beda, ukuran luas wilayah yang disimulasikan bervariasi dari luas wilayah (A) = 20 km2, 200 km2 dan 2000 km2.
Gambar 3.2 menunjukkan bahwa populasi individu yang rentan akan terus bertambah sejalan dengan waktu. Hal ini sebagai akibat dari tingkat rekrutmen melalui kelahiran dan imigrasi. Begitu juga dengan bertambah besarnya ukuran luas wilayah yang ditempati maka banyaknya populasi individu yang rentan juga akan bertambah karena berkurangnya kemungkinan timbulnya penyakit.
Gambar 3.3 menunjukkan bahwa ketika luas wilayah yang ditempati oleh populasi individu laten meningkat seiring dengan waktu menyebabkan berkurangnya banyaknya populasi individu laten. Hal ini sebagai akibat dari ketika ukuran luas wilayah bertambah besar maka tingkat kontak antara individu yang rentan dengan individu yang terinfeksi menjadi kecil. Lebih lanjut lagi diamati bahwa dengan kepadatan populasi yang rendah menyebabkan banyaknya individu laten bertambah.
Dari gambar 3.4 menunjukkan bahwa banyaknya populasi individu yang terinfeksi berkurang dalam interval waktu yang singkat terlepas dari ukuran luas wilayah. Juga terlihat bahwa individu-individu yang terinfeksi berkurang terlepas dari ukuran luas wilayah. Hal ini sebagai akibat dari padatnya masyarakat yang dapat menyebabkan tingkat infeksi yang lebih tinggi dan banyaknya individu yang rentan terinfeksi dan berkembang ke tahap infeksi.
Gambar 3.5 menunjukkan bahwa adanya penurunan populasi yang sembuh ketika ukuran luas wilayahnya meningkat.
Gambar 3.2 Pengaruh variasi dari ukuran luas wilayah yang ditempati pada populasi individu
yang rentan
Gambar 3.3 Pengaruh variasi dari ukuran luas wilayah yang ditempati pada populasi laten
Gambar 3.4 Pengaruh variasi dari ukuran luas wilayah yang ditempati pada populasi individu
yang terinfeksi
Gambar 3.5 Pengaruh variasi dari ukuran luas wilayah yang ditempati pada populasi individu
yang sembuh
Sedangkan berikut ini merupakan hasil simulasi numerik yang dipengaruhi oleh variasi tingkat rekrutmen (ฮ). Untuk melihat pengaruh tingkat rekrutmen (ฮ) pada kelas epidemiologi yang berbeda-beda, tingkat rekrutmen yang disimulasikan bervariasi dari tingkat rekrutmen (ฮ) = 0, 1500 dan 5000.
Gambar 3.6 menunjukkan berkurangnya individu yang rentan ketika tidak ada sama sekali rekrutmen yang masuk ke dalam sistem, yaitu ketika nilai ฮ = 0. Rekrutmen meliputi kelahiran dan imigrasi, tanpa adanya rekrutmen yang masuk banyaknya individu yang rentan akan konstan. Tetapi karena adanya kematian alami (๐) dan adanya individu yang terinfeksi maka populasi individu yang rentan akan menjadi punah.
Gambar 3.7 menunjukkan banyaknya populasi individu laten pada awalnya bertambah terus menerus secara tetap lalu kemudian meningkat perlahan-lahan. Populasi akan meledak atau berkembang secara pesatnya
9
bervariasi berdasarkan tingkat rekrutmennya. Dengan tingkat rekrutmen 5000 individu, populasi akan berkembang sangat cepat dibandingkan dengan tingkat rekrutmen awal yaitu 1500. Hal ini dikarenakan dengan tingkat rekrutmen yang sangat tinggi individu yang rentan akan bertambah banyak dan padat sehingga menyebabkan tingkat kontak yang sangat tinggi dan meningkatnya jumlah infeksi.
Gambar 3.8 menunjukkan banyaknya populasi dari individu yang terinfeksi berkurang pada tahap awal untuk semua nilai rekrutmen tetapi akhirnya meningkat secara bertahap. Sedangkan gambar 3.9 menunjukkan banyaknya populasi dari individu yang sembuh berkurang pada tahap awal untuk semua nilai rekrutmen tetapi akhirnya meningkat secara bertahap.
Gambar 3.6 Pengaruh variasi dari laju rekrutmen
(ฮ) pada populasi individu yang rentan
Gambar 3.7 Pengaruh variasi dari laju rekrutmen
(ฮ) pada populasi individu yang laten
Gambar 3.8 Pengaruh variasi dari laju rekrutmen
(ฮ) pada populasi individu yang terinfeksi
Gambar 3.9 Pengaruh variasi dari laju rekrutmen
(ฮ) pada populasi individu yang sembuh
1V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan di Bab III, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
4.1 Kesimpulan
Dengan persamaan model dinamika penyakit Tuberkulosis diperoleh titik ekuilibrium bebas
penyakit ๐ธ0 = ๐ฌ
๐, 0, 0,0 , dengan ๐ฌ adalah
tingkat rekrutmen dan ๐ adalah tingkat kematian alami. Dari analisa kestabilan didapat bahwa titik ekuilibrium bebas penyakit akan stabil jika
๐ด
๐ฌ๐ >
๐
๐+๐+๐1
๐ฝ1๐
๐+๐+๐2 . Artinya, untuk
mendapatkan populasi bebas TB yang stabil daerah karakteristik per satuan individu harus selalu lebih besar dari hasil kali peluang kelangsungan hidup dari tingkat laten ke tingkat infeksi dengan banyaknya infeksi laten yang dihasilkan oleh individu penginfeksi selama masa infeksinya.
Dengan menggunakan metode next generation matrix didefinisikan ๐ 0 =
๐ฌ
๐
๐ด
๐ฝ1+๐ฝ2 ๐
๐+๐+๐2
๐
๐+๐+๐1 .
a. Jika ๐ 0 < 1, didapat
๐ด
๐ฌ๐ >
๐ฝ1+๐ฝ2 ๐
๐+๐+๐2
๐
๐+๐+๐1
b. Jika ๐ 0 > 1, didapat
๐ฌ
๐
๐ด >
๐+๐+๐2
๐ฝ1+๐ฝ2 ๐
๐+๐+๐1
๐
Kepadatan individu yang rentan ฮ
๐
๐ด
menekankan pada ukuran luas wilayah. Jika luas wilayah cukup besar, kepadatan akan berkurang
10
dengan cara memperkecil nilai bilangan reproduksi dasar. Dan jika ukuran luas wilayah kecil, kepadatannya akan bertambah sehingga berakibat nilai bilangan reproduksi dasar atau nilai infeksi sekunder menjadi lebih besar.
4.2 Saran
Melalui penulisan dan pembahasan Tesis ini perlu dikembangkan pembahasan dan penelitian lebih lanjut untuk model matematika untuk dinamika penyakit Tuberkulosis yang bergantung pada kepadatan penduduk dengan menganalisa kestabilan pada titik kesetimbangan endemik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Ssematimba, J.Y.T. Mugisha dan L.S. Luboobi, 2005. Mathematical Models for the Dynamics of Tuberculosis in Density-dependent Populations. Journal of Mathematics and Statistics 1, 3 : 217-224.
[2] Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
[3] Diekmann, O. dan Heesterbeek, J.A.P., 2000.
Mathematical Epidemiology of Infectious Diseases : Model Building, Analysis and Interpretation, John Wiley and Sons, Chichester.
[4] Kocak, H dan Hole, J.K., 1991. Dynamic and
bifurcation, Springer-Verlag, New York, USA.
[5] Olsder, G. J., 1994. Mathematical System
Theory, Delftse Uitgevers Maatschappij, Netherlands.
[6] Perko, S., 1991. Differential Equations and
Dynamical Systems. Texts in Applied Mathematics Vol 7, Springer-Verlag, New-York, USA.