Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

10
1 MODEL MATEMATIKA UNTUK DINAMIKA PENYAKIT TUBERKULOSIS YANG BERGANTUNG PADA KEPADATAN PENDUDUK Yuningsih 1 dan Salmah 2 1 Mts Negeri 20, Jakarta 2 Jurusan Matematika FMIPA UGM, Yogyakarta E-mail : [email protected] ABSTRAK Di dalam tesis ini dibahas mengenai model matematika untuk dinamika penyakit Tuberkulosis yang bergantung pada kepadatan penduduk. Pembahasan dimulai dari konsep model SEIRE kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai titik kesetimbangan bebas penyakit. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memprediksi berpengaruh tidaknya penyakit Tuberkulosis dalam populasi. Sehingga perlu dilakukan analisis nilai Bilangan Reproduksi Dasar ( 0 ) dengan menggunakan metode next generation matrix, 0 didefinisikan sebagai Spectral Radius (nilai eigen dominan dari matriks generasi selanjutnya). Hasil analisis menunjukkan eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dipenuhi jika daerah karakteristik lebih besar dari hasil kali kemungkinan bertahannya tingkat laten menjadi tingkat infeksi dengan banyaknya infeksi laten yang dihasilkan oleh individu yang terinfeksi selama masa infeksi dan juga menunjukkan pengaruh yang signifikan dari kepadatan penduduk terhadap nilai bilangan reproduksi dasar. Kata-kata kunci : Titik kesetimbangan bebas penyakit, bilangan reproduksi dasar, matriks generasi selanjutnya. ABSTRACT In this thesis we discuss about mathematical models for the dynamics of Tuberculosis disease which depends on population density. The discussion starts from the concept model SEIRE and then continues with a discussion about disease-free equilibrium point. This is an important thing to do to predict the influence of Tuberculosis disease in the population. Therefore the value of Basic Reproduction Number ( 0 ) needs to be analyzed with next generation matrix method, 0 is defined as the spectral radius (dominant eigenvalue of next generation matrix). The analysis results show that there exists a stable disease-free equilibrium point provided if the characteristic area is greater than the product of the probability of survival from the latent stage to the infectious stage and the number of latent infections produced by a typical infectious individual during his/her mean infectious period and also show significant influence of density dependent population to Basic Reproduction Number. Keywords : Disease free equilibrium point, basic reproduction number, next generation matrix. I. PENDAHULUAN Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium Tuberculosis) yang menular dari orang ke orang lainnya melalui udara bukan melalui serangga, transfusi darah atau air minum. Infeksi TB terbagi menjadi dua macam yaitu, terinfeksi secara laten dan secara aktif. Penderita laten TB tidak menularkan bakteri TB kepada orang yang rentan terhadap penyakit TB, sedangkan penderita aktif TB dapat menularkan penyakit. Bilangan reproduksi dasar (basic reproduction number) dinyatakan dengan 0 didefinisikan sebagai angka rata-rata dari infeksi sekunder yang disebabkan oleh individu yang terinfeksi selama masa periode menularnya (Diekmann dan Heesterbeek, 2000). Salah satu alternatif metode untuk menentukan nilai 0 adalah dengan menggunakan metode next generation matrix.

description

Mathematics models for Tuberculosis Disease

Transcript of Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

Page 1: Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

1

MODEL MATEMATIKA UNTUK DINAMIKA PENYAKIT TUBERKULOSIS YANG BERGANTUNG PADA KEPADATAN PENDUDUK

Yuningsih1 dan Salmah2

1Mts Negeri 20, Jakarta 2Jurusan Matematika FMIPA UGM, Yogyakarta

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Di dalam tesis ini dibahas mengenai model matematika untuk dinamika penyakit Tuberkulosis yang bergantung pada kepadatan penduduk. Pembahasan dimulai dari konsep model SEIRE kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai titik kesetimbangan bebas penyakit. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memprediksi berpengaruh tidaknya penyakit Tuberkulosis dalam populasi. Sehingga perlu dilakukan analisis nilai Bilangan Reproduksi Dasar (๐‘…0) dengan menggunakan metode next generation matrix, ๐‘…0 didefinisikan sebagai Spectral Radius (nilai eigen dominan dari matriks generasi selanjutnya). Hasil analisis menunjukkan eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dipenuhi jika daerah karakteristik lebih besar dari hasil kali kemungkinan bertahannya tingkat laten menjadi tingkat infeksi dengan banyaknya infeksi laten yang dihasilkan oleh individu yang terinfeksi selama masa infeksi dan juga menunjukkan pengaruh yang signifikan dari kepadatan penduduk terhadap nilai bilangan reproduksi dasar.

Kata-kata kunci : Titik kesetimbangan bebas penyakit, bilangan reproduksi dasar, matriks generasi selanjutnya.

ABSTRACT

In this thesis we discuss about mathematical models for the dynamics of Tuberculosis disease which depends on population density. The discussion starts from the concept model SEIRE and then continues with a discussion about disease-free equilibrium point. This is an important thing to do to predict the influence of Tuberculosis disease in the population. Therefore the value of Basic Reproduction Number (๐‘…0) needs to be analyzed with next generation matrix method, ๐‘…0 is defined as the spectral radius (dominant eigenvalue of next generation matrix). The analysis results show that there exists a stable disease-free equilibrium point provided if the characteristic area is greater than the product of the probability of survival from the latent stage to the infectious stage and the number of latent infections produced by a typical infectious individual during his/her mean infectious period and also show significant influence of density dependent population to Basic Reproduction Number.

Keywords : Disease free equilibrium point, basic reproduction number, next generation matrix.

I. PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium Tuberculosis) yang menular dari orang ke orang lainnya melalui udara bukan melalui serangga, transfusi darah atau air minum. Infeksi TB terbagi menjadi dua macam yaitu, terinfeksi secara laten dan secara aktif. Penderita laten TB tidak menularkan bakteri TB kepada orang yang rentan terhadap penyakit TB,

sedangkan penderita aktif TB dapat menularkan penyakit.

Bilangan reproduksi dasar (basic reproduction number) dinyatakan dengan ๐‘…0 didefinisikan sebagai angka rata-rata dari infeksi sekunder yang disebabkan oleh individu yang terinfeksi selama masa periode menularnya (Diekmann dan Heesterbeek, 2000). Salah satu alternatif metode untuk menentukan nilai ๐‘…0 adalah dengan menggunakan metode next generation matrix.

Page 2: Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

2

R0 yang didefinisikan sebagai Spectral Radius (nilai eigen dominan dari next generation matrix) akan dibahas di dalam tesis ini.

Model epidemik dalam tesis ini dibentuk dengan memasukkan parameter ukuran luas wilayah yang ditempati oleh suatu populasi dalam masa penularan penyakit (transmisi) sehingga dapat membantu menganalisa ketergantungan kepadatan penduduk dari dinamika penyakit tuberkulosis. Diasumsikan bahwa terdapat pencampuran homogen dari populasi dimana semua orang mempunyai peluang yang sama untuk terinfeksi melalui suatu kontak dengan individu penginfeksi. Populasi tersebar ke seluruh wilayah dengan luas yang sangat kecil. Diasumsikan juga bahwa semua imigran dan kelahiran tidak terinfeksi sehingga masuk ke dalam kelas susceptible (individu yang rentan).

II. LANDASAN TEORI

2.1 Teori Sistem

Berikut disajikan beberapa materi dasar teori sistem, yaitu mengenai sistem nonlinear, pengertian matriks Jacobian, titik ekuilibrium dan linearisasi, serta teorema kestabilan sistem nonlinear.

Diberikan sistem persamaan diferensial nonlinear :

๐‘ฅ 1 = ๐‘“1(๐‘ฅ1 , ๐‘ฅ2 , โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›)

๐‘ฅ 2 = ๐‘“2(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2 , โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›)

โ‹ฎ

๐‘ฅ ๐‘› = ๐‘“๐‘›(๐‘ฅ1 , ๐‘ฅ2 , โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›) (2.1)

dengan ๐‘“๐‘– : ๐ธ โŠ† โ„๐‘› โ†’ โ„, i = 1, 2, ..., n dan (๐‘ฅ1 , ๐‘ฅ2,โ€ฆ.,๐‘ฅ๐‘›) โˆˆ ๐ธ โŠ† โ„๐‘› . Dengan syarat awal ๐‘ฅ๐‘– ๐‘ก๐‘œ = ๐‘ฅ๐‘–0 , untuk ๐‘– = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘›. Sistem persamaan (2.1) dapat ditulis sebagai berikut ๐’™ = ๐’‡(๐’™) (2.2)

dengan ๐’™ = (๐‘ฅ1 , ๐‘ฅ2,โ€ฆ, ๐‘ฅ๐‘›)๐‘‡ โˆˆ ๐ธ โŠ† โ„๐‘› ,

๐’‡(๐’™) = ๐‘“1(๐‘ฅ), ๐‘“2(๐‘ฅ), โ€ฆ , ๐‘“๐‘›(๐‘ฅ) ๐‘‡ dan syarat

awal ๐’™ ๐‘ก0 = ๐’™0 = ๐‘ฅ10 , ๐‘ฅ20,โ€ฆ.,๐‘ฅ๐‘›0 ๐‘‡

โˆˆ ๐ธ.

Selanjutnya, notasi ๐’™ ๐‘ก = ๐’™(๐’™๐ŸŽ, ๐‘ก) menyatakan solusi sistem (2.1) pada saat t yang melalui ๐’™๐ŸŽ.

Solusi suatu sistem persamaan diferensial pada suatu titik tertentu dapat konstan

sepanjang waktu, titik itu disebut sebagai titik ekuilibrium. Berikut diberikan definisi dari titik ekuilibrium sistem (2.2).

Definisi 2.1 Diberikan sistem (2.2). Titik ๐’™ โˆˆ โ„๐‘› disebut titik ekuilibrium (titik kesetimbangan) sistem (2.2) jika f(๐’™ ) = 0.

Berikut diberikan pengertian matriks Jacobian.

Definisi 2.2 Diberikan fungsi ๐’‡ = ๐‘“1 , ๐‘“2, โ€ฆ , ๐‘“๐‘› pada sistem (2.2) dengan ๐‘“๐‘– โˆˆ ๐ถ1 ๐ธ , ๐‘– =1, 2, โ€ฆ , ๐‘›. Matriks

๐ฝ ๐’‡ ๐’™ =

๐œ•๐‘“1

๐œ•๐‘ฅ1

๐‘ฅ ๐œ•๐‘“1

๐œ•๐‘ฅ2

๐‘ฅ โ‹ฏ๐œ•๐‘“1

๐œ•๐‘ฅ๐‘›

๐‘ฅ

๐œ•๐‘“2

๐œ•๐‘ฅ1

๐‘ฅ ๐œ•๐‘“1

๐œ•๐‘ฅ2

๐‘ฅ โ‹ฏ๐œ•๐‘“2

๐œ•๐‘ฅ๐‘›

๐‘ฅ

โ‹ฎ๐œ•๐‘“๐‘›๐œ•๐‘ฅ1

๐‘ฅ

โ‹ฎ๐œ•๐‘“๐‘›๐œ•๐‘ฅ2

๐‘ฅ โ‹ฏ

โ‹ฎ๐œ•๐‘“๐‘›๐œ•๐‘ฅ๐‘›

๐‘ฅ

dinamakan matriks Jacobian dari f di titik x.

Selanjutnya, untuk mengetahui perilaku sistem di sekitar titik ekuilibrium digunakan konsep kestabilan. Berikut definisi dari kestabilan titik ekuilibrium sistem (2.2).

Definisi 2.3 Titik ekuilibrium ๐’™ โˆˆ โ„๐‘› pada sistem (2.2) dikatakan :

1. Stabil lokal jika untuk setiap ํœ€ > 0 terdapat ๐›ฟ > 0 sehingga untuk setiap solusi sistem (2.2) yang memenuhi ๐’™ ๐‘ก0 โˆ’ ๐’™ < ๐›ฟ maka berakibat ๐’™ ๐‘ก โˆ’ ๐’™ < ํœ€ untuk setiap ๐‘ก โ‰ฅ ๐‘ก0 .

2. Tidak stabil jika titik ekuilibrium ๐’™ โˆˆ โ„๐‘› tidak memenuhi 1.

3. Stabil asimtotik lokal jika titik ekuilibrium ๐’™ โˆˆ โ„๐‘› stabil lokal dan terdapat bilangan ๐›ฟ0 > 0 sehingga untuk setiap solusi sistem (2.2) x(t) yang memenuhi ๐’™ ๐‘ก0 โˆ’ ๐’™ < ๐›ฟ0 maka berakibat lim๐‘กโ†’โˆž ๐‘ฅ ๐‘ก = ๐‘ฅ .

Di bawah ini diberikan definisi dari sistem linear dan nonlinear. Diberikan sistem (2.2), dengan ๐ธ โŠ† โ„๐‘› dan ๐’‡ โˆถ ๐ธ โŸถ โ„๐‘› fungsi kontinu pada E. Sistem (2.2) dikatakan linear jika ๐‘“1, ๐‘“2, โ€ฆ , ๐‘“๐‘› masing-masing linear terhadap ๐‘ฅ1 , ๐‘ฅ2 , โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘› . Jadi sistem (2.2) dapat ditulis sebagai berikut :

Page 3: Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

3

๐‘ฅ 1 = ๐‘Ž11๐‘ฅ1 + ๐‘Ž12๐‘ฅ2 + โ€ฆ + ๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘›

๐‘ฅ 2 = ๐‘Ž21๐‘ฅ1 + ๐‘Ž22๐‘ฅ2 + โ€ฆ + ๐‘Ž2๐‘›๐‘ฅ๐‘› (2.3)

โ‹ฎ

๐‘ฅ ๐‘› = ๐‘Ž๐‘›1๐‘ฅ1 + ๐‘Ž๐‘›2๐‘ฅ2 + โ€ฆ + ๐‘Ž๐‘›๐‘› ๐‘ฅ๐‘›

dengan ๐‘ฅ ๐‘– =๐‘‘๐‘ฅ๐‘–

๐‘‘๐‘ก, ๐‘– = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘›, ๐‘“๐‘–(๐’™) kontinu

pada ๐‘Ž โ‰ค ๐‘ก โ‰ค ๐‘, ๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ โ„. Selanjutnya sistem (2.3) dapat dinyatakan dalam bentuk

๐’™ = ๐ด๐’™ (2.4)

dengan ๐’™ โˆˆ ๐ธ dan A adalah matriks berukuran ๐‘› ร— ๐‘› dan

๐’™ =๐‘‘๐’™

๐‘‘๐‘ก=

๐‘‘๐‘ฅ1

๐‘‘๐‘กโ‹ฎ

๐‘‘๐‘ฅ๐‘›

๐‘‘๐‘ก

Menunjukkan bahwa solusi dari sistem linear (2.4) dengan kondisi awal ๐’™ 0 = ๐’™0 diberikan oleh

๐‘ฅ ๐‘ก = ๐‘’๐ด๐‘ก๐‘ฅ0

dengan ๐‘’๐ด๐‘ก = (๐ด๐‘ก)๐‘›

๐‘› !โˆž๐‘›=0 = ๐ผ + ๐ด๐‘ก +

1

2!(๐ด๐‘ก)2 +

1

3!(๐ด๐‘ก)3 + โ€ฆ

Berikut diberikan definisi nilai eigen dari suatu matriks.

Definisi 2.4 Diberikan A matriks n x n. Sebuah vektor tak nol ๐’™ โˆˆ โ„๐‘› disebut vektor eigen dari A jika Ax = ๐œ†๐’™ untuk skalar sebarang ๐œ†. Skalar ๐œ† disebut nilai eigen dari A dan x disebut vektor eigen dari A yang bersesuaian dengan ๐œ†.

Selanjutnya sistem (2.2) disebut sistem nonlinear jika sistem (2.2) tidak dapat dinyatakan ke dalam bentuk sistem (2.4). Berikut ini diberikan definisi pelinearan suatu sistem persamaan diferensial nonlinear.

Definisi 2.5 Sistem linear ๐’™ = ๐ฝ(๐’‡ ๐’™ )(๐’™ โˆ’ ๐’™ ) disebut linearisasi sistem nonlinear (2.2) di sekitar titik ๐’™ dengan ๐ฝ(๐’‡ ๐’™ ) merupakan matriks Jacobian dari f di titik ๐’™ .

Dengan menggunakan matriks Jacobian ๐ฝ(๐’‡ ๐’™ ), sifat kestabilan titik ekuilibrium ๐’™ dari sistem (2.2) dapat diketahui asalkan titik tersebut

hiperbolik. Berikut diberikan definisi tentang titik ekuilibrium hiperbolik.

Definisi 2.6 Titik ekuilibrium ๐’™ disebut titik ekuilibrium hiperbolik sistem (2.2) jika semua nilai eigen dari ๐ฝ(๐’‡ ๐’™ ) mempunyai bagian real tak nol. Teorema berikut digunakan untuk menentukan sifat kestabilan lokal dari sistem nonlinear (2.2) yang ditinjau dari nilai eigen matriks Jacobian ๐ฝ(๐’‡ ๐’™ ).

Teorema 2.7 Diberikan matriks Jacobian ๐ฝ(๐’‡ ๐’™ ) dari sistem nonlinear (2.2) dengan nilai eigen ๐œ†, maka :

a. Jika semua bagian real nilai eigen dari matriks ๐ฝ(๐’‡ ๐’™ ) bernilai negatif maka titik ekuilibrium ๐’™ dari sistem nonlinear (2.2) stabil asimtotik lokal.

b. Jika terdapat paling sedikit satu nilai eigen ๐ฝ(๐’‡ ๐’™ ) yang bagian realnya positif maka titik ekuilibrium ๐’™ dari sistem (2.2) tidak stabil.

Selanjutnya akan dibahas definisi yang dapat digunakan untuk menentukan kestabilan dari macam-macam potret fase yang memenuhi sistem (2.4) dengan ๐‘ฅ โˆˆ โ„2 dan A adalah matriks berukuran 2 x 2. Solusi tunggal sistem (2.4) untuk setiap ๐‘ก โˆˆ โ„ adalah ๐‘ฅ ๐‘ก = ๐‘’๐ด๐‘ก๐‘ฅ0. Dimulai dengan menguraikan potret fase pada sistem linear

๐‘ฅ = ๐ต๐‘ฅ (2.5)

dimana matriks ๐ต = ๐‘ƒโˆ’1๐ด๐‘ƒ. Potret fase sistem (2.4) diperoleh dari potret fase sistem (2.5) dengan transformasi linier pada koordinat ๐’™ = ๐‘ƒ๐’š.

Diberikan bentuk matriks B sebagai berikut

(i) ๐ต = ๐œ† 00 ๐œ‡

Solusi dari sistem (2.5) dengan ๐‘ฅ 0 = ๐‘ฅ0

adalah ๐‘ฅ ๐‘ก = ๐‘’๐œ†๐‘ก 00 ๐‘’๐œ‡๐‘ก ๐‘ฅ0 .

(ii) ๐ต = ๐œ† 10 ๐œ†

Solusi dari sistem (2.5) dengan ๐‘ฅ 0 = ๐‘ฅ0

adalah ๐‘ฅ ๐‘ก = ๐‘’๐œ†๐‘ก 1 ๐‘ก0 1

๐‘ฅ0 .

Page 4: Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

4

(iii) ๐ต = ๐‘Ž โˆ’๐‘๐‘ ๐‘Ž

Solusi dari sistem (2.5) dengan ๐‘ฅ 0 = ๐‘ฅ0

adalah ๐‘ฅ ๐‘ก = ๐‘’๐‘Ž๐‘ก cos ๐‘๐‘ก โˆ’ sin ๐‘๐‘กsin ๐‘๐‘ก cos ๐‘๐‘ก

๐‘ฅ0 .

Akan ditunjukkan macam-macam potret fase sebagai hasil dari solusi sistem (2.5) untuk beberapa kasus berikut :

(i) ๐ต = ๐œ† 00 ๐œ‡

, dengan ๐œ† < 0 < ๐œ‡.

Sistem (2.5) sadel pada titik asal jika A mempunyai dua nilai eigen yang real dan berlawanan tanda. Potret fase pada sistem (2.4) ekuivalen dengan potret fase pada kasus ini. Potret fase disajikan pada gambar 2.1 berikut

Gambar 2.1 Potret Fase kasus i

(ii) ๐ต = ๐œ† 00 ๐œ‡

, dengan ๐œ† โ‰ค ๐œ‡ < 0.

Sistem (2.5) titik stabil pada titik asal untuk setiap B pada kasus ini. Jika A mempunyai dua nilai eigen yang real, dengan tanda sama, potret fase pada sistem (2.4) ekuivalen dengan salah satu Potret fase sistem (2.5). Jika ๐œ† โ‰ค ๐œ‡ < 0 maka stabil. Jika ๐œ† โ‰ฅ ๐œ‡ > 0 maka tidak stabil. Potret fase disajikan pada gambar 2.2 berikut

Gambar 2.2.a Potret Fase kasus ii

atau ๐ต = ๐œ† 10 ๐œ†

, dengan ๐œ† < 0.

Potret fase disajikan pada gambar 2.3 berikut

Gambar 2.2.b Potret Fase kasus ii dengan

๐œ† < 0

(iii) ๐ต = ๐‘Ž โˆ’๐‘๐‘ ๐‘Ž

, dengan ๐‘Ž < 0.

Sistem (2.5) fokus stabil pada titik asal. Jika A mempunyai nilai eigen kompleks konjugat dengan bagian real tak nol, maka potret fase pada sistem (2.4) ekuivalen dengan sistem (2.5) pada kasus ini. Potret fase disajikan pada gambar 2.4 berikut

Gambar 2.3 Potret Fase kasus iii

(iv) ๐ต = 0 โˆ’๐‘๐‘ 0

Potret fase pada sistem (2.5) center pada titik asal. Jika A mempunyai nilai eigen kompleks konjugat murni imajiner, potret fase sistem (2.4) ekuivalen dengan potret fase sistem (2.5) pada kasus ini. Potret fase disajikan pada gambar 2.5 berikut

Gambar 2.4 Potret Fase kasus iv

Definisi 2.8 Sistem linear (2.3) dikatakan mempunyai saddle, node, focus atau center pada titik asal jika potret fase sistem tersebut linear ekuivalen pada salah satu potret fase dalam gambar 2.1, 2.2, 2.2.a, 2.2.b atau 2.4. Yaitu jika matriks A similar pada salah satu matriks B pada kasus i, ii, iii atau iv.

Tanda dari nilai eigen suatu matriks dapat ditentukan oleh tanda determinan dan trace matriks tersebut. Untuk itu teorema berikut dapat digunakan untuk menentukan kestabilan sistem (2.2).

Teorema 2.9 Diberikan ๐›ฟ = det ๐ด , ๐œ =๐‘ก๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘๐‘’ ๐ด ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ฅ = 0

i. Jika ๐›ฟ < 0 maka sistem (2.2) sadel pada titik asal.

ii. Jika ๐›ฟ > 0 dan ๐œ2 โˆ’ 4๐›ฟ โ‰ฅ 0 maka sistem (2.2) node/titik pada titik asal. Stabil jika ๐œ < 0 dan tidak stabil jika ๐œ > 0.

Page 5: Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

5

iii. Jika ๐›ฟ > 0, ๐œ2 โˆ’ 4๐›ฟ < 0 dan ๐œ โ‰  0 maka sistem (2.2) fokus pada titik asal. Stabil jika ๐œ < 0 dan tidak stabil jika ๐œ > 0.

iv. Jika ๐›ฟ > 0 dan ๐œ = 0 maka sistem (2.2) center pada titik asal.

2.2 Spektral Radius

Diekmann mendefinisikan R0 sebagai Spectral Radius (nilai eigen dominan dari next generation matrix atau matriks generasi selanjutnya). Berikut adalah Lemma dan Teorema yang menyatakan tentang Spectral Radius.

Lemma 2.10 Diberikan sebuah matriks real H dengan elemen selain diagonal positif (yaitu ๐‘•๐‘–๐‘— โ‰ฅ 0, ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘– โ‰  ๐‘—) maka ๐‘’๐œ๐ป merupakan

matriks positif. Lebih lanjut, batas spektral s(H) didefinisikan oleh

S(H) = sup ๐œ† ๐‘Ÿ๐‘’๐‘Ž๐‘™ ๐œ† ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘• ๐‘›๐‘–๐‘™๐‘Ž๐‘– ๐‘’๐‘–๐‘”๐‘’๐‘› ๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐ป

ekuivalen dengan

S(H) < 0 โŸบ det ๐ป โ‰  0 ๐‘‘๐‘Ž๐‘› โˆ’๐ปโˆ’1 โ‰ฅ 0 .

Teorema 2.11 Diberikan T sebuah matriks positif, ฮฃ matriks yang bukan diagonal positif dan D adalah sebuah matriks diagonal positif. Diasumsikan batas spektral s(ฮฃ โˆ’ D) negatif. Diberikan r menyatakan batas spektral s(T + ฮฃ โˆ’ D) dan ๐‘…0 menyatakan nilai eigen dominan dari matriks positif K = โˆ’๐‘‡ ฮฃ โˆ’ ๐ท โˆ’1. Maka :

๐‘Ÿ < 0 โŸบ ๐‘…0 < 1.

III. HASIL PENELITIAN

3.1 Formulasi Model

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model adalah sebagai berikut :

1. Dalam populasi terjadi kelahiran dan migrasi. 2. Terjadi proses kematian alami. 3. Kematian alami dapat terjadi pada kelas S, L,

I dan T. 4. Penyakit dapat disembuhkan. 5. Individu yang telah sembuh dapat kembali

ke kelas laten. 6. Penyakit menular melalui kontak langsung

antara individu yang terinfeksi TB laten dengan individu yang terinfeksi TB aktif.

7. Terdapat pencampuran penduduk yang homogen dimana semua orang mempunyai peluang yang sama untuk terinfeksi karena adanya kontak dengan individu yang terinfeksi.

8. Populasi didistribusikan ke seluruh wilayah dengan luas wilayah yang sangat kecil.

Secara ringkas model untuk dinamika penyakit Tuberkulosis yang bergantung pada kepadatan penduduk populasi disajikan dalam diagram transfer berikut.

dengan :

S(t) : Jumlah individu yang rentan pada waktu t. L(t) : Jumlah individu yang terinfeksi laten atau

terjangkit pada waktu t. I(t) : Jumlah individu yang terinfeksi pada waktu

t. T(t) : Jumlah individu yang sembuh atau dalam

perawatan pada saat waktu t. A : Luas total wilayah yang didiami oleh suatu

populasi. ฮ› : Tingkat rekrutmen. ๐œ‡ : Tingkat kematian alami per kapita. ๐‘‘ : Tingkat kematian karena peningkatan TB. ๐›ฝ1 : Peluang individu yang rentan menjadi

terjangkit oleh satu individu yang terinfeksi per kontak per satuan waktu.

๐›ฝ2 : Peluang individu yang dirawat menjadi terjangkit oleh satu individu yang terinfeksi per kontak per satuan waktu.

k : Tingkat perubahan menjadi TB aktif. ๐‘Ÿ1 : Tingkat kesembuhan dari kelas laten. ๐‘Ÿ2 : Tingkat kesembuhan dari kelas infeksi. ๐‘ : Tingkat kontak per kapita. 3.2 Model Matematika

Berdasarkan asumsi dan hubungan antara variabel dan parameter yang disajikan dalam diagram transfer model, situasi di atas dapat disajikan dalam persamaan berikut :

๐›ฝ2

S ฮ›

L I T

๐œ‡ ๐œ‡ ๐œ‡ ฮผ + d

๐›ฝ1 k ๐‘Ÿ2

๐‘Ÿ1

๐›ฝ2

S ฮ›

L I T

๐œ‡ ๐œ‡ ๐œ‡ ฮผ + d

๐›ฝ1 k ๐‘Ÿ2

๐‘Ÿ1

Page 6: Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

6

๐‘‘๐‘†

๐‘‘๐‘ก= ฮ› โˆ’ ๐œ‡๐‘† โˆ’ ๐›ฝ1๐‘๐‘†

๐ผ

๐ด (3.1. ๐‘Ž)

๐‘‘๐ฟ

๐‘‘๐‘ก= ๐›ฝ1๐‘๐‘†

๐ผ

๐ดโˆ’ ๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1 ๐ฟ + ๐›ฝ2๐‘๐‘‡

๐ผ

๐ด (3.1. ๐‘)

๐‘‘๐ผ

๐‘‘๐‘ก= ๐‘˜๐ฟ โˆ’ ๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2 ๐ผ (3.1. ๐‘)

๐‘‘๐‘‡

๐‘‘๐‘ก= ๐‘Ÿ1๐ฟ + ๐‘Ÿ2๐ผ โˆ’ ๐œ‡๐‘‡ โˆ’ ๐›ฝ2๐‘๐‘‡

๐ผ

๐ด (3.1. ๐‘‘)

dengan N = S + L + I + T adalah ukuran total populasi. 3.3 Eksistensi Titik ekuilibrium dan kestabilannya

Ekuilibrium pada Sistem (3.1) terjadi pada

saat ๐‘‘๐‘†

๐‘‘๐‘ก,

๐‘‘๐ฟ

๐‘‘๐‘ก,

๐‘‘๐ผ

๐‘‘๐‘ก,

๐‘‘๐‘‡

๐‘‘๐‘ก = (0, 0, 0, 0). Berdasarkan

persamaan (3.1.a), (3.1.b), (3.1.c) dan (3.1.d) dapat ditentukan titik ekuilibrium melalui persamaan berikut :

๐›ฌ โˆ’ ๐œ‡๐‘† โˆ’ ๐›ฝ1๐‘๐‘†๐ผ

๐ด= 0 (3.2. a)

๐›ฝ1๐‘๐‘†๐ผ

๐ดโˆ’ ๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1 ๐ฟ + ๐›ฝ2๐‘๐‘‡

๐ผ

๐ด= 0 (3.2. b)

๐‘˜๐ฟ โˆ’ ๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2 ๐ผ = 0 (3.2. c)

๐‘Ÿ1๐ฟ + ๐‘Ÿ2๐ผ โˆ’ ๐œ‡๐‘‡ โˆ’ ๐›ฝ2๐‘๐‘‡๐ผ

๐ด= 0. (3.2. d)

Sehingga diperoleh titik ekuilibrium bebas

penyakit dari sistem (3.2) yaitu ๐ธ0 = ๐›ฌ

๐œ‡, 0, 0,0 .

Nilai I = 0 berarti tidak ada individu pada kelas terinfeksi yang dapat menyebarkan penyakit.

Populasi dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : X = (S, T), Y = L dan Z = I. Kelas X menunjukkan kelas dari jumlah individu yang rentan, individu yang sembuh (dalam perawatan) dan kelas lain dari individu yang tidak terinfeksi. Kelas Y merupakan kelas individu yang terinfeksi tetapi tidak menularkan penyakit dan kelas Z merupakan kelas individu yang terinfeksi dan mempunyai kemampuan untuk menularkan penyakit (misalnya, individu terinfeksi dan individu yang tidak masuk karantina). Dengan ๐‘‹ โˆˆ โ„2 , ๐‘Œ โˆˆโ„1 , ๐‘ โˆˆ โ„1 , ๐‘Ÿ, ๐‘ , ๐‘› โ‰ฅ 0 dan h(X, 0, 0) = 0 dan

๐‘ˆ0 = ฮ›

๐œ‡, 0, 0,0 โˆˆ ๐‘…4 menyatakan titik

kesetimbangan bebas penyakit, dengan

๐‘“ ๐‘‹โˆ—, 0, 0 = ๐‘” ๐‘‹โˆ—, 0, 0 = ๐‘• ๐‘‹โˆ—, 0, 0 = 0.

Dari persamaan Sistem (2.2), dibentuk persamaan baru, yaitu : ๐‘“ ๐‘‹, ๐‘Œ, ๐‘ , ๐‘” ๐‘‹, ๐‘Œ, ๐‘ dan

๐‘• ๐‘‹, ๐‘Œ, ๐‘ .

Persamaan (3.1.a) dinyatakan ke dalam bentuk X = (S, T), sehingga didapat

๐‘‘๐‘‹

๐‘‘๐‘ก= ฮ› โˆ’ 2๐œ‡๐‘‹ โˆ’ ๐›ฝ1๐‘๐‘‹

๐‘

๐ด + ๐‘Ÿ1๐‘Œ + ๐‘Ÿ2๐‘ โˆ’ ๐›ฝ2๐‘๐‘‹

๐‘

๐ด = ๐‘“ ๐‘‹, ๐‘Œ, ๐‘ (3.5)

Persamaan (3.1.b) dinyatakan ke dalam bentuk L = Y, sehingga didapat

๐‘‘๐‘Œ

๐‘‘๐‘ก= ๐›ฝ1๐‘๐‘‹

๐‘

๐ด โˆ’ ๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1 ๐‘Œ + ๐›ฝ2๐‘๐‘‹

๐‘

๐ด = ๐‘” ๐‘‹, ๐‘Œ, ๐‘ . (3.6)

Persamaan (3.1.c) dinyatakan ke dalam bentuk I = Z, sehingga didapat

๐‘‘๐‘

๐‘‘๐‘ก= ๐‘˜๐‘Œ โˆ’ ๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2 ๐‘ = ๐‘• ๐‘‹, ๐‘Œ, ๐‘ . (3.7)

Selanjutnya, nilai ๐‘‹โˆ— =๐›ฌ

๐œ‡ disubstitusi ke

persamaan (3.1.b) sehingga didapat

๐‘” ๐‘‹โˆ—, ๐‘Œ, ๐‘ = ๐›ฝ1๐‘ ๐›ฌ

๐œ‡

๐‘

๐ด โˆ’ ๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1 ๐‘Œ + ๐›ฝ2๐‘

๐›ฌ

๐œ‡

๐‘

๐ด = 0.

๐‘Œ = ๐›ฝ1 + ๐›ฝ2 ๐‘

๐›ฌ๐œ‡

๐‘๐ด

๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1 . (3.8)

Persamaan (3.7) disubstitusi ke dalam persamaan (3.6) sehingga menghasilkan

๐‘• ๐‘‹โˆ—, ๐‘” ๐‘‹โˆ—, ๐‘Œ , ๐‘ =๐‘˜ ๐›ฝ1 + ๐›ฝ2 ๐‘

๐›ฌ๐œ‡

๐‘๐ด

(๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1)โˆ’ ๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2 ๐‘. (3.9)

Selanjutnya menentukan derivatif parsial untuk Z terhadap ๐‘• ๐‘‹โˆ—, ๐‘” ๐‘‹โˆ—, 0 , 0 . Misalkan

matriks ๐ป =๐œ•๐‘•

๐œ•๐‘ sehingga didapat

๐ป =

๐‘˜ ๐›ฝ1 + ๐›ฝ2 ๐‘ ๐›ฌ

๐œ‡

๐ด

(๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1)โˆ’ ๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2 . (3.10)

Persamaan (3.9) dinyatakan ke dalam bentuk H = M โ€“ D. Sehingga diperoleh

๐‘€ =๐‘˜ ๐›ฝ1+๐›ฝ2 ๐‘

๐›ฌ๐œ‡

๐ด

(๐œ‡+๐‘˜+๐‘Ÿ1) dan D = ๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2 .

Didefinisikan Basic Reproductive Number ๐‘…0 sebagai spektral radius (nilai eigen dominan) dari matriks generasi selanjutnya ๐‘€๐ทโˆ’1 sehingga ๐‘…0 = ๐œŒ๐‘€๐ทโˆ’1, dengan M merupakan kasus terinfeksi baru, dinamakan matriks infeksi dan M โ‰ฅ 0. Sedangkan D merupakan matriks transisi, yaitu perpindahan dari satu kelas ke kelas lainnya. Dengan D > 0, merupakan matriks diagonal.

Page 7: Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

7

๐‘…0 = ๐›ฌ

๐œ‡

๐ด

๐›ฝ1 + ๐›ฝ2 ๐‘

๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2

๐‘˜

๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1 . (3.11)

3.3 Kestabilan Titik Ekuilibrium Bebas Penyakit

Untuk melihat kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit ditentukan dengan melakukan linearisasi terhadap persamaan non linear (3.1). Untuk titik ekuilibrium bebas penyakit (disease

free) dengan ๐ธ0 = ๐›ฌ

๐œ‡, 0, 0, 0 diperoleh matriks

Jacobian

๐ฝ0 =

โˆ’๐œ‡ 0 โˆ’๐›ฝ1๐‘

๐›ฌ๐œ‡

๐ด 0

0 โˆ’(๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1) ๐›ฝ1๐‘ ๐›ฌ

๐œ‡

๐ด 0

0 ๐‘˜ โˆ’(๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2) 00 ๐‘Ÿ1 ๐‘Ÿ2 โˆ’๐œ‡

.

Nilai eigen dari matriks Jacobian untuk titik ekuilibrium bebas penyakit di atas ditentukan dengan

๐ฝ0 โˆ’ ๐œ†๐ผ = 0 sehingga didapat

โˆ’(๐œ† + ๐œ‡) 0 โˆ’๐›ฝ1๐‘

๐›ฌ๐œ‡

๐ด 0

0 โˆ’(๐œ† + ๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1) ๐›ฝ1๐‘ ๐›ฌ

๐œ‡

๐ด 0

0 ๐‘˜ โˆ’(๐œ† + ๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2) 0

0 ๐‘Ÿ1 ๐‘Ÿ2 โˆ’(๐œ† + ๐œ‡)

= 0.

Karena ๐‘Ž๐‘–1 = 0, โˆ€๐‘– = 2, 3, 4 dengan i menyatakan baris ke-i maka dengan ekspansi kofaktor diperoleh

(๐œ† + ๐œ‡) โˆ’(๐œ† + ๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1) ๐›ฝ1๐‘

๐›ฌ๐œ‡

๐ด 0

๐‘˜ โˆ’(๐œ† + ๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2) 0๐‘Ÿ1 ๐‘Ÿ2 โˆ’(๐œ† + ๐œ‡)

= 0.

Karena ๐‘Ž๐‘–3 = 0, โˆ€๐‘– = 1, 2 dengan i menyatakan baris ke-i maka dengan ekspansi kofaktor diperoleh

(๐œ† + ๐œ‡)2 โˆ’(๐œ† + ๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1) ๐›ฝ1๐‘

๐›ฌ๐œ‡

๐ด

๐‘˜ โˆ’(๐œ† + ๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2)

= 0.

Dapat dinyatakan ke dalam bentuk ๐œ† + ๐œ‡ ๐œ† +๐œ‡๐œ†2+๐‘Ž1๐œ†+๐‘Ž2=0. Sehingga nilai ๐‘Ž1 = 2๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ1 + ๐‘Ÿ2 dan

๐‘Ž2 = ๐œ‡2 + ๐œ‡๐‘‘ + ๐œ‡๐‘Ÿ1 + ๐œ‡๐‘Ÿ2 + ๐œ‡๐‘˜ + ๐‘Ÿ1๐‘‘ + ๐‘Ÿ2๐‘˜ +

๐‘‘๐‘˜+๐‘Ÿ1๐‘Ÿ2โˆ’๐‘˜๐‘๐›ฝ1+๐›ฝ2๐›ฌ๐œ‡๐ด.

Dari persamaan di atas diperoleh nilai eigen ๐œ† + ๐œ‡ = 0 berarti ๐œ†1 = ๐œ†2 = โˆ’๐œ‡. Dan dari persamaan ๐œ†2 + ๐‘Ž1๐œ† + ๐‘Ž2 = 0 menghasilkan dua nilai eigen, yaitu ๐œ†3 dan ๐œ†4, dengan :

๐œ†3 = โˆ’1

2 ๐‘Ž1 + ๐‘Ž1

2 โˆ’ 4๐‘Ž2 dan ๐œ†4 =

โˆ’1

2 ๐‘Ž1 โˆ’ ๐‘Ž1

2 โˆ’ 4๐‘Ž2 .

Nilai eigen ๐œ†3 =1

2{โˆ’ 2๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ1 + ๐‘Ÿ2

+

2๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ1 + ๐‘Ÿ2 2 โˆ’ 4

๐œ‡2 + ๐œ‡๐‘‘ + ๐œ‡๐‘Ÿ1 + ๐œ‡๐‘Ÿ2 + ๐œ‡๐‘˜ + ๐‘Ÿ1๐‘‘

+๐‘Ÿ2๐‘˜ + ๐‘‘๐‘˜ + ๐‘Ÿ1๐‘Ÿ2 โˆ’ ๐‘˜๐‘ ๐›ฝ1 + ๐›ฝ2 ๐›ฌ

๐œ‡

๐ด

.

Dan nilai eigen ๐œ†4 =1

2{โˆ’ 2๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ1 + ๐‘Ÿ2

โˆ’ 2๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ1 + ๐‘Ÿ2 2 โˆ’ 4

๐œ‡2 + ๐œ‡๐‘‘ + ๐œ‡๐‘Ÿ1 + ๐œ‡๐‘Ÿ2 + ๐œ‡๐‘˜ + ๐‘Ÿ1๐‘‘

+๐‘Ÿ2๐‘˜ + ๐‘‘๐‘˜ + ๐‘Ÿ1๐‘Ÿ2 โˆ’ ๐‘˜๐‘ ๐›ฝ1 + ๐›ฝ2 ๐›ฌ

๐œ‡

๐ด

Dari matriks A = โˆ’(๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1) ๐›ฝ1๐‘

๐›ฌ๐œ‡

๐ด

๐‘˜ โˆ’(๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2) .

Tanda dari nilai-nilai eigen ditentukan oleh tanda

dari trace (๐‘€๐ด) dan tanda dari det (๐‘€๐ด). Maka

dari matriks A didapat det (A) = ๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1 ๐œ‡ +

๐‘‘+๐‘Ÿ2โˆ’๐‘˜๐›ฝ1๐‘๐›ฌ๐œ‡๐ด dan trace (A) =

โˆ’ ๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1 โˆ’ ๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2 . Karena nilai

semua parameter bernilai positif maka jelas nilai

trace (A) < 0. Titik ekuilibrium bebas penyakit

akan stabil jika dipenuhi nilai determinan (A) > 0.

Sehingga diperoleh

๐ด

๐›ฌ๐œ‡ >

๐‘˜

๐œ‡ + ๐‘˜ + ๐‘Ÿ1

๐›ฝ1๐‘

๐œ‡ + ๐‘‘ + ๐‘Ÿ2 .

3.4 Simulasi Numerik

Pada sub bab ini, dibahas simulasi numerik epidemi untuk memberikan gambaran lebih jelas dari model penyebaran penyakit TB yang bergantung pada kepadatan penduduk dengan menggunakan parameter-parameter dan nilai awal tertentu. Diberikan nilai-nilai parameter yaitu ๐œ‡ = 0.022, ฮ› = 1500 ๐‘Ÿ1 = ๐‘Ÿ2 = 1.5, ๐›ฝ1 =๐›ฝ2 = 2.0, ๐‘ = 2.0, ๐‘‘ = 0.365, ๐‘˜ =0.00396, ๐‘†โˆ— = 5000, ๐ฟโˆ— = 1000 dan ๐ผโˆ— = 90, ๐‘‡โˆ— = 3000.

Berikut ini merupakan hasil simulasi numerik yang dipengaruhi oleh variasi ukuran luas wilayah

Page 8: Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

8

yang ditempati oleh satu populasi. Untuk melihat pengaruh ukuran luas wilayah yang ditempati (A) pada kelas epidemiologi yang berbeda-beda, ukuran luas wilayah yang disimulasikan bervariasi dari luas wilayah (A) = 20 km2, 200 km2 dan 2000 km2.

Gambar 3.2 menunjukkan bahwa populasi individu yang rentan akan terus bertambah sejalan dengan waktu. Hal ini sebagai akibat dari tingkat rekrutmen melalui kelahiran dan imigrasi. Begitu juga dengan bertambah besarnya ukuran luas wilayah yang ditempati maka banyaknya populasi individu yang rentan juga akan bertambah karena berkurangnya kemungkinan timbulnya penyakit.

Gambar 3.3 menunjukkan bahwa ketika luas wilayah yang ditempati oleh populasi individu laten meningkat seiring dengan waktu menyebabkan berkurangnya banyaknya populasi individu laten. Hal ini sebagai akibat dari ketika ukuran luas wilayah bertambah besar maka tingkat kontak antara individu yang rentan dengan individu yang terinfeksi menjadi kecil. Lebih lanjut lagi diamati bahwa dengan kepadatan populasi yang rendah menyebabkan banyaknya individu laten bertambah.

Dari gambar 3.4 menunjukkan bahwa banyaknya populasi individu yang terinfeksi berkurang dalam interval waktu yang singkat terlepas dari ukuran luas wilayah. Juga terlihat bahwa individu-individu yang terinfeksi berkurang terlepas dari ukuran luas wilayah. Hal ini sebagai akibat dari padatnya masyarakat yang dapat menyebabkan tingkat infeksi yang lebih tinggi dan banyaknya individu yang rentan terinfeksi dan berkembang ke tahap infeksi.

Gambar 3.5 menunjukkan bahwa adanya penurunan populasi yang sembuh ketika ukuran luas wilayahnya meningkat.

Gambar 3.2 Pengaruh variasi dari ukuran luas wilayah yang ditempati pada populasi individu

yang rentan

Gambar 3.3 Pengaruh variasi dari ukuran luas wilayah yang ditempati pada populasi laten

Gambar 3.4 Pengaruh variasi dari ukuran luas wilayah yang ditempati pada populasi individu

yang terinfeksi

Gambar 3.5 Pengaruh variasi dari ukuran luas wilayah yang ditempati pada populasi individu

yang sembuh

Sedangkan berikut ini merupakan hasil simulasi numerik yang dipengaruhi oleh variasi tingkat rekrutmen (ฮ›). Untuk melihat pengaruh tingkat rekrutmen (ฮ›) pada kelas epidemiologi yang berbeda-beda, tingkat rekrutmen yang disimulasikan bervariasi dari tingkat rekrutmen (ฮ›) = 0, 1500 dan 5000.

Gambar 3.6 menunjukkan berkurangnya individu yang rentan ketika tidak ada sama sekali rekrutmen yang masuk ke dalam sistem, yaitu ketika nilai ฮ› = 0. Rekrutmen meliputi kelahiran dan imigrasi, tanpa adanya rekrutmen yang masuk banyaknya individu yang rentan akan konstan. Tetapi karena adanya kematian alami (๐œ‡) dan adanya individu yang terinfeksi maka populasi individu yang rentan akan menjadi punah.

Gambar 3.7 menunjukkan banyaknya populasi individu laten pada awalnya bertambah terus menerus secara tetap lalu kemudian meningkat perlahan-lahan. Populasi akan meledak atau berkembang secara pesatnya

Page 9: Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

9

bervariasi berdasarkan tingkat rekrutmennya. Dengan tingkat rekrutmen 5000 individu, populasi akan berkembang sangat cepat dibandingkan dengan tingkat rekrutmen awal yaitu 1500. Hal ini dikarenakan dengan tingkat rekrutmen yang sangat tinggi individu yang rentan akan bertambah banyak dan padat sehingga menyebabkan tingkat kontak yang sangat tinggi dan meningkatnya jumlah infeksi.

Gambar 3.8 menunjukkan banyaknya populasi dari individu yang terinfeksi berkurang pada tahap awal untuk semua nilai rekrutmen tetapi akhirnya meningkat secara bertahap. Sedangkan gambar 3.9 menunjukkan banyaknya populasi dari individu yang sembuh berkurang pada tahap awal untuk semua nilai rekrutmen tetapi akhirnya meningkat secara bertahap.

Gambar 3.6 Pengaruh variasi dari laju rekrutmen

(ฮ›) pada populasi individu yang rentan

Gambar 3.7 Pengaruh variasi dari laju rekrutmen

(ฮ›) pada populasi individu yang laten

Gambar 3.8 Pengaruh variasi dari laju rekrutmen

(ฮ›) pada populasi individu yang terinfeksi

Gambar 3.9 Pengaruh variasi dari laju rekrutmen

(ฮ›) pada populasi individu yang sembuh

1V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan di Bab III, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

4.1 Kesimpulan

Dengan persamaan model dinamika penyakit Tuberkulosis diperoleh titik ekuilibrium bebas

penyakit ๐ธ0 = ๐›ฌ

๐œ‡, 0, 0,0 , dengan ๐›ฌ adalah

tingkat rekrutmen dan ๐œ‡ adalah tingkat kematian alami. Dari analisa kestabilan didapat bahwa titik ekuilibrium bebas penyakit akan stabil jika

๐ด

๐›ฌ๐œ‡ >

๐‘˜

๐œ‡+๐‘˜+๐‘Ÿ1

๐›ฝ1๐‘

๐œ‡+๐‘‘+๐‘Ÿ2 . Artinya, untuk

mendapatkan populasi bebas TB yang stabil daerah karakteristik per satuan individu harus selalu lebih besar dari hasil kali peluang kelangsungan hidup dari tingkat laten ke tingkat infeksi dengan banyaknya infeksi laten yang dihasilkan oleh individu penginfeksi selama masa infeksinya.

Dengan menggunakan metode next generation matrix didefinisikan ๐‘…0 =

๐›ฌ

๐œ‡

๐ด

๐›ฝ1+๐›ฝ2 ๐‘

๐œ‡+๐‘‘+๐‘Ÿ2

๐‘˜

๐œ‡+๐‘˜+๐‘Ÿ1 .

a. Jika ๐‘…0 < 1, didapat

๐ด

๐›ฌ๐œ‡ >

๐›ฝ1+๐›ฝ2 ๐‘

๐œ‡+๐‘‘+๐‘Ÿ2

๐‘˜

๐œ‡+๐‘˜+๐‘Ÿ1

b. Jika ๐‘…0 > 1, didapat

๐›ฌ

๐œ‡

๐ด >

๐œ‡+๐‘‘+๐‘Ÿ2

๐›ฝ1+๐›ฝ2 ๐‘

๐œ‡+๐‘˜+๐‘Ÿ1

๐‘˜

Kepadatan individu yang rentan ฮ›

๐œ‡

๐ด

menekankan pada ukuran luas wilayah. Jika luas wilayah cukup besar, kepadatan akan berkurang

Page 10: Model Matematika Untuk Dinamika Penyakit Tuberkulosis Yang Bergantung Pada Kepadatan Penduduk

10

dengan cara memperkecil nilai bilangan reproduksi dasar. Dan jika ukuran luas wilayah kecil, kepadatannya akan bertambah sehingga berakibat nilai bilangan reproduksi dasar atau nilai infeksi sekunder menjadi lebih besar.

4.2 Saran

Melalui penulisan dan pembahasan Tesis ini perlu dikembangkan pembahasan dan penelitian lebih lanjut untuk model matematika untuk dinamika penyakit Tuberkulosis yang bergantung pada kepadatan penduduk dengan menganalisa kestabilan pada titik kesetimbangan endemik.

DAFTAR PUSTAKA

[1] A. Ssematimba, J.Y.T. Mugisha dan L.S. Luboobi, 2005. Mathematical Models for the Dynamics of Tuberculosis in Density-dependent Populations. Journal of Mathematics and Statistics 1, 3 : 217-224.

[2] Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

[3] Diekmann, O. dan Heesterbeek, J.A.P., 2000.

Mathematical Epidemiology of Infectious Diseases : Model Building, Analysis and Interpretation, John Wiley and Sons, Chichester.

[4] Kocak, H dan Hole, J.K., 1991. Dynamic and

bifurcation, Springer-Verlag, New York, USA.

[5] Olsder, G. J., 1994. Mathematical System

Theory, Delftse Uitgevers Maatschappij, Netherlands.

[6] Perko, S., 1991. Differential Equations and

Dynamical Systems. Texts in Applied Mathematics Vol 7, Springer-Verlag, New-York, USA.