NA RUU Koperasi

131
NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KOPERASI

description

law legal

Transcript of NA RUU Koperasi

Page 1: NA RUU Koperasi

NASKAH AKADEMISRANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANGKOPERASI

Page 2: NA RUU Koperasi

2

Page 3: NA RUU Koperasi

BAB IPENDAHULUAN

Dalam rangka membangun dirinya, Koperasi dengan tak henti-hentinya berusaha mengembangkan dan memberdayakan dirinya agar tumbuh dan menjadi kuat dan mandiri sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Terdapat beberapa logika ekonomi yang memberikan peluang kepada Koperasi untuk mencapai kondisi tersebut, antara lain : (i) Koperasi sungguh memiliki potensi untuk berkembang, menjadi kuat dan mampu bertahan hidup menghadapi berbagai tantangan, hambatan dan ancaman ; (ii) Koperasi yang berkembang dan kuat akan memiliki kemampuan untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi serta memperlancar upaya perbaikan kondisi kerja dan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya ; (iii) Koperasi yang berkembang dan kuat akan mampu merangsang dan mendorong tumbuhnya kegiatan swadaya yang dinamis dan peran serta masyarakat dalam pembangunan dan penciptaan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan ; (iv) Koperasi yang berkembang dan kuat akan memiliki kemampuan untuk mengoreksi ketaksempurnaan pasar yang pada gilirannya akan dapat memberikan pengembalian yang cukup memadai kepada para anggota untuk mengimbangi biaya partisipasi.

Pembangunan Koperasi telah diselenggarakan sejak beberapa dekade yang lalu. Ditinjau dari segi kuantitas, hasil pembangunan itu sungguh membanggakan ; jumlah Koperasi dan jumlah orang yang tercatat sebagai anggota Koperasi di Indonesia telah meningkat dengan sangat pesat. Namun, jika ditinjau dari segi kualitas, kondisinya masih sangat memprihatinkan dan jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar Koperasi masih sangat lemah dan perannya dalam perekonomian nasional tidak berarti. Partisipasi sebagian besar anggota dalam kegiatan ekonomi Koperasi sungguh tidak memadai.

Banyak faktor yang menghambat kemajuan Koperasi , sehingga pengembangan dan pemberdayaan Koperasi menuju terwujudnya Koperasi yang kuat dan mandiri yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kerja sama, potensi dan kemampuan ekonomi anggota dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya sulit diwujudkan. Salah satu faktor penghambat adalah di bidang peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an, selanjutnya disingkat UU KOP No. 25/1992, ternyata tidak memadai untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan Koperasi , karena ketentuan-ketentuannya sebagai suatu sistem kurang memadai untuk dijadikan landasan hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan Koperasi , lebih-lebih tatkala dihadapkan kepada perkembangan ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan.

Beberapa alasan yang lebih spesifik berkaitan dengan perlunya pembaharuan undang-undang Koperasi antara lain adalah sebagai berikut :

1. Selama kurun waktu 14 tahun sejak berlakunya UU KOP No. 25/1992, ternyata Undang-Undang itu tidak mampu berperan sebagai alat untuk membangun Koperasi di Indonesia.Keadaan itu diantaranya disebabkan oleh lemahnya ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang tersebut serta kurang adanya sinkronisasi horisontal dengan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur perekonomian nasional.

2. Dalam UU KOP No. 25/1992, ketentuan tentang hak anggota, hak badan hukum Koperasi sebagai perusahaan, dan hak pihak ketiga dan masyarakat belum mendapat perlindungan secara memadai.

3. UU KOP No. 25/1992 tidak cukup memberikan perlindungan kepada Koperasi dalam menjalankan usahanya sehingga Koperasi tidak cukup terjamin keberadaan dan kesinambungannya, jika terjadi penyimpangan dalam Koperasi .

4. Kedudukan Koperasi sebagai lembaga otonom yang berbasis pada anggota perlu lebih diperkuat melalui pembaharuan undang-undang sehingga Koperasi dapat berkembang sesuai dengan jati dirinya. Undang-Undang yang baru perlu mengadopsi Pernyataan tentang Jati Diri Koperasi dari Aliansi Koperasi

Page 4: NA RUU Koperasi

Internasional (International Co-operative Alliance Statement on the Co-operative Identity) sebagaimana telah diputuskan dalam kongresnya di Manchester, Inggris, pada tahun 1995.

5. UU KOP No. 25/1992 tidak cukup memadai sebagai alat untuk mengembangkan permodalan dan kredibilitas badan hukum Koperasi .

6. Di dalam UU KOP No. 25/1992, peran Pemeruntah cukup menonjol dan dominan dalam menentukan arah perkembangan Koperasi . Hal itu menimbulkan persepsi bahwa Pemerintahlah yang memikul tanggung jawab utama dalam membangun Koperasi . Hal ini harus diluruskan.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka untuk mengadakan pembaharuan hukum di bidang perKoperasi an yang benar-benar sesuai dengan tuntutan pembangunan Koperasi serta menyelaraskan dengan perkembangan ekonomi nasioanl dan global perlu ditetapkan landasan hukum baru berupa undang-undang yang dapat berperan sebagai alat untuk mendorong dan memajukan Koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang sebagai badan usaha yang kuat dan mandiri.

2

Page 5: NA RUU Koperasi

BAB IIUNDANG-UNDANG TENTANG KOPERASI SERTA

PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI

A. PENGANTAR

Undang-Undang tentang Koperasi yang baik merupakan sarana yang sangat penting bagi pengembangan dan pemberdayaan Koperasi , sedangkan Undang-Undang tentang Koperasi yang kurang baik dapat menghadirkan hambatan dan rintangan bagi upaya tersebut. Perkembangan dan keberdayaan Koperasi adalah fenomena yang erat berkaitan dengan masyarakat. Undang-Undang tentang Koperasi yang merupakan salah satu sumber penting bagi penciptaan kondisi sosial-ekonomi masyarakat, khususnya mereka yang menjadi anggota Koperasi , dapat juga berperan sebagai instrumen perubahan yang sangat ampuh.

Undang-Undang tentang Koperasi merupakan suatu prasyarat, suatu perantara dan suatu instrumen pengembangan dan pemberdayaan Koperasi . Sebaliknya perkembangan dan keberdayaan Koperasi merupakan prasyarat penting bagi Undang-Undang tentang Koperasi . Kondisi sosial-ekonomi masyarakat, khususnya mereka yang menjadi anggota Koperasi , dan dinamikanya menentukan tugas Undang-Undang tentang Koperasi , prasyarat yang mendasari pembentukan undang-undang Koperasi , dan cara-cara dalam mana undang-undang tersebut bekerja.

Perkembangan dan keberdayaan Koperasi juga merupakan prasyarat penting bagi Undang-Undang tentang Koperasi karena tekad dan kehendak politik dari Pemerintah dan Gerakan Koperasi bagi terwujudnya perkembangan dan keberdayaan Koperasi memberikan kepada Undang-Undang tentang Koperasi makna yang sama sekali baru dan justifikasi yang sama sekali baru pula. Tekad dan kehendak politik tersebut dapat dilihat dengan jelas dengan adanya keinginan untuk mengadakan pembaharuan Undang-Undang tentang Koperasi . Keinginan Pemerintah telah dituangkan di dalam Surat Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 26/MENEG/IX/2000 tertanggal 15 September 2000 perihal “Permohonan Izin Prakarsa Penyusunan RUU tentang Perubahan UU No. 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an” yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia (lihat Lampiran I). Permohonan tersebut telah disetujui oleh Presiden sebagaimana dinyatakan dalam surat Sekretaris Kabinet RI Nomor B. 1034/Seskab/12/2000 tertanggal 21 Desember 2000 yang ditujukan kepada Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Lihat Lampiran II) . Dari pihak Gerakan Koperasi , keinginan untuk merubah atau mengganti UU KOP No. 25/1992 telah diungkapkan dalam berbagai kesempatan, antara lain dalam Rapat Anggota Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang diselenggarakan pada tanggal 22 – 24 April 1999 dan Musyawarah Nasional Koperasi yang diselenggarakan pada tanggal 18 September 1999.

Keinginan untuk merubah UU KOP No. 25/1992 dapat dimengerti. Landasan pikirannya adalah, jika Undang-Undang tentang Koperasi memiliki tujuan yang murni untuk mengubah realitas – yaitu dari Koperasi yang lemah dan tidak berdaya menjadi Koperasi yang berkembang, kuat, dan mandiri -- maka tekad dan keinginan untuk merubah realitas memaksa Undang-Undang tentang Koperasi untuk selalu mengikuti zaman.

Pengembangan dan pemberdayaan Koperasi tidak mungkin dapat diselenggarakan dengan berhasil tanpa Undang-Undang tentang Koperasi . Upaya harus diselenggarakan sesuai dengan Undang-Undang tentang Koperasi , melalui Undang-Undang, dan melalui saluran-saluran Undang-Undang tentang Koperasi . Undang-undang tentang Koperasi dan pengembangan dan pemberdayaan Koperasi secara produktif harus saling melengkapi, memperkuat, dan menyempurnakan.

3

Page 6: NA RUU Koperasi

B. PETUNJUK PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KOPERASI YANG BARU

Pemerintah dan Gerakan Koperasi telah bersepakat untuk memperjuangkan penggantian UUKOP No. 25/1992 dengan undang-undang yang baru. Untuk itu perlu disusun Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang baru.

Dalam subbab ini disajikan sejumlah petunjuk yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi . Petunjuk itu adalah sebagai berikut .

1. Urgen dan Mendasar

Pembaharuan hukum Koperasi – dalam pengertian mengganti UU KOP No. 25/1992 dengan Undang-Undang tentang Koperasi yang baru – memiliki urgensi yang tinggi, dalam arti “mendesak” dan “penting”. Di samping itu, ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang tentang Koperasi haruslah bersifat mendasar karena ketentuan-ketentuan tersebut sangat fundamental bagi pengembangan dan pemberdayaan Koperasi .

2. Sederhana dan Jelas

Rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus disusun secara sederhana sehingga mudah diikuti, dan dipatuhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Kesederhanaan rumusan ketentuan akan memudahkan aparat pelaksana dari lingkungan Pemerintah dan lembaga Gerakan Koperasi untuk memantau pelaksanaan undang-undang tersebut. Dalam penyusun ketentuan-ketentuan, penyusunan harus menghindarkan diri dari keinginan untuk mencantumkan rumusan-rumusan yang terlalu detail. Hal itu dimaksudkan agar para anggota Koperasi memiliki ruang yang cukup luas dan longgar untuk mengadaptasi ketentuan-ketentuan hukum itu terhadap kebutuhan mereka untuk kemudian dicantumkan di dalam anggaran dasar Koperasi .

Sehubungan dengan kriteria “mudah diikuti” ,rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus jelas, tegas, tidak memiliki dua arti atau lebih, serta disusun dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Apabila jelas maka “Penjelasan atas Undang-Undang tentang Koperasi ” harus benar-benar memberi penjelasan.

Selanjutnya perlu ditekankan bahwa ketidakjelasan dan kerumitan rumusan ketentuan atau pengaturan akan menimbulkan kesamaran-kesamaran, ketidakpastian, multitafsir, dan sebagainya yang pada gilirannya akan menimbulkan ketidakkonsistenan atau bahkan penyimpangan atau penyalahgunaan dalam penerapan undang-undang. Pengalaman menunjukkan bahwa rumusan yang tidak jelas seringkali diikuti oleh penjelasan yang tidak jelas atau bahkan tanpa penjelasan sama sekali di dalam “Penjelasan”.

3. Terstruktur secara Logis dan Sistematis

Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus terstruktur secara logis dan sistematis. Ini berarti bahwa ketentuan-ketentuan di dalam Undang-undang Koperasi itu disusun sesuai dengan penalaran yang runtut dan tepat dimana terdapat kesesuaian antara sebab dan akibat. Di samping itu ketentuan-ketentuan tersebut memiliki susunan kesatuan-kesatuan – dalam bentuk bab dan bagian – yang masing-masing tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi berfungsi membentuk kesatuan secara keseluruhan dan teratur.

4

Page 7: NA RUU Koperasi

4. Komprehensif

Rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus menyeluruh, dalam arti mencakup keseluruhan aspek penting yang perlu dicakup di dalamnya. Hal itu penting agar pelaksanaan ketentuan-ketentuan itu dapat diselenggarakan secara tuntas, dalam pengertian bahwa ketentuan-ketentuan itu diharapkan memiliki dampak langsung.

5. Luwes

Pengaturan Koperasi yang baik adalah pengaturan yang tidak terhalang oleh kebekuan rumusan apabila dihadapkan kepada perubahan-perubahan yang tidak fundamental dalam perkembangan kondisi dan situasi sosial, politik, dan ekonomi.

6. Lintas Sektoral

Hal-hal yang berkaitan dengan Koperasi melekat pada berbagai sektor yang tertentu dan jelas, seperti sektor-sektor pertanian, perdagangan, perindustrian, keuangan, hukum, dan sebagainya. Di samping itu, terdapat aspek-aspek tertentu yang berada di daerah kelabu (grey areas) , terutama yang berada dalam yurisdiksi dari dua lembaga atau lebih. Karenanya, ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus disusun secara cermat.

7. Seimbang

Rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi semestinya mengatur secara seimbang peranan, hak, dan kewajiban Gerakan Koperasi dan Pemerintah.

8. Terpantau dan Terevaluasi

Pemantauan dan evaluasi merupakan upaya untuk menjaga agar Undang-Undang Koperasi dapat dilaksanakan secara efektif.

9. Sanksi dan Insentif

Sanksi merupakan sarana penting bagi terselenggaranya pengaturan kehidupan Koperasi . Namun, tujuan pengaturan dapat pula dicapai melalui pemberian insentif dan disinsentif. Petunjuk tersebut harus benar-benar diperhatikan oleh para penyusun Rancangan Undang-Undang Koperasi

.C. BEBERAPA POKOK PERSOALAN YANG PERLU DICAKUP DALAM UNDANG-UNDANG TENTANG

KOPERASI

Dalam subbab 2. telah disajikan petunjuk penyusunan Undang-Undang Koperasi . Sedangkan dalam subbab ini disajikan beberapa pokok persoalan yang perlu dicakup dalam Undang-Undang tersebut.

International Labour Office (ILO) – Cooperative Branch memberi rekomendasi kepada pembuat Undang-Undang tentang Koperasi di seluruh dunia, khususnya tentang sejumlah pokok persoalan yang perlu dicakup dalam Undang-Undang tentang Koperasi . Rekomendasi tersebut dimuat dalam buku panduan berjudul "Participatory Cooperative Development Policy Making” halaman 29 – 31. Adapun terjemahannya disajikan di bawah ini.

Undang-Undang tentang Koperasi semestinya secara eksplisit didasarkan pada prinsip-prinsip Koperasi yang bersifat universal, dan memberi batasan yang jelas terhadap berbagai peranan dari sejumlah pelaku dalam sektor Koperasi . Sebaiknya hanya disusun satu Rancangan Undang-Undang

5

Page 8: NA RUU Koperasi

tenang Koperasi . Namun di dalam ketentuan-ketentuan khusus untuk Koperasi -Koperasi yang berbeda jenisnya. Ketentuan-ketentuan khusus untuk entiti-entiti kooperatif seperti praKoperasi , asosiasi percobaan (probationary societies) dan kelompok-kelompok terorganisasi lainnya, seyogyanya dicantumkan dalam Undang-Undang tentang Koperasi . Tetapi, organisasi-organisasi swadaya yang tidak menerapkan prinsip-prinsip Koperasi harus dicakup dalam peraturan perundang-undangan yang terpisah. Undang – Undang tentang Koperasi harus dirumuskan dengan menggunakan bahasa yang jelas, tidak samar-samar dan mudah dimengerti. Di dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus dihindarkan dimuatnya ketentuan-ketentuan yang sangat rinci. Hal itu dimaksudkan agar para anggota Koperasi memiliki cukup ruang untuk mengadaptasi ketentuan-ketentuan hukum sesuai dengan kebutuhannya di dalam anggaran dasar. Di samping itu, Undang-Undang tentang Koperasi harus disusun secara logis dan sistematis sehingga menjadi peraturan yang “user friendly”. Pembuatan Undang-Undang tentang Koperasi secara partisipatoris menghajatkan bahwa aspek-aspek pedagogis diperhatikan dalam penyusunan ketentuan-ketentuannya. Daftar berikut menunjukkan pokok-pokok persoalan yang semestinya diperhatikan dan atau dicakup di dalam Undang-Undang tentang Koperasi :

1 referensi terhadap prinsip-prinsip internasional dari pembentukan dan pengembangan Koperasi ;

2 otonomi untuk memutuskan tentang peraturan perundang-undangan pelengkap dalam bentuk anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang memadai ;

3 tanggung jawab Gerakan Koperasi untuk mengembangkan sumber daya manusianya di semua tingkatan ;

4 peraturan tentang penyelesaian perselisihan ;5 batasan tentang hubungan antara Pemerintah dengan sektor Koperasi ,

dan peranan Registrar ;6 ketentuan-ketentuan yang efektif mengenai proses registrasi ;7 penekanan pada aspek-aspek kewirausahaan, bisnis dan tanggung

jawab terhadap diri sendiri dari Koperasi ;8 peraturan tentang keuangan dan manajemen serta tentang audit internal

dan eksternal yang dilakukan oleh perusahaan swasta atau instansi Pemerintah yang membidangi urusan Koperasi ;

9 peraturan tentang pembentukan dan distribusi modal ;10 definisi Koperasi , termasuk organisasi-organisasi yang kurang formal ;11 ketentuan-ketentuan yang ditujukan untuk meningkatkan partisipasi

wanita di dalam keanggotaan dan kepemimpinan Koperasi ;12 penekanan pada pengelolaan, pengaturan, pengawasan dan

pengendalian diri sendiri;13 prinsip-prinsip pemberian subsidi dengan jalan mana Gerakan Koperasi

bertanggung jawab untuk memberikan layanan-layanan pendukung, dan bilamana Gerakan Koperasi gagal melaksanakan tanggung jawab tersebut lembaga-lembaga lain dapat diundang atau diminta untuk memberikan layanan-layanan tersebut ;

14 hak untuk membentuk Koperasi Sekunder dan organisasi puncak, dan menetapkan petunjuk untuk mewujudkan integrasi horisontal dan vertikal ;

15 peraturan-peraturan tentang pembagian, amalgamasi, pembubaran dan likuidasi Koperasi dengan menghormati kepentingan pihak ketiga ;

16 hak untuk menjadi anggota (atau tidak menjadi anggota) organisasi Koperasi ; keanggotaan terbuka harus menidakkan diskriminasi negatif dan positif terhadap anggota-anggota atau kelompok-kelompok potensial tertentu ;

17 hak dan kewajiban anggota dan karyawan-anggota (member-employees) Koperasi ;

18 ketentuan-ketentuan untuk Koperasi -Koperasi yang lebih besar (rapat delegasi dan wewenang delegasi ; penerapan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan untuk karyawan) ;

19 ketentuan-ketentuan penutup seperti pencabutan undang-undang dan peraturan perundang-undangan lain tentang Koperasi yang berlaku.

6

Page 9: NA RUU Koperasi

Menyimak rekomendasi ILO tersebut di atas terdapat dua hal yang perlu diberi komentar, yaitu : (i) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang akan disusun tidak perlu dicantumkan ketentuan tentang entiti-entiti kooperatif seperti praKoperasi , asosiasi percobaan (probationary societies), dan kelompok-kelompok terorganisasi lainnya karena Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi tersebut memang hanya dimaksudkan untuk memuat ketentuan-ketentuan tentang badan hukum Koperasi ; (ii) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi tidak perlu dimuat ketentuan-ketentuan yang ditujukan untuk meningkatkan partisipasi wanita di dalam keanggotaan dan kepemimpinan Koperasi karena dalam Koperasi Indonesia tidak dikenakan diskriminasi terhadap wanita dan hal-hal tersebut tidak menjadi masalah.

7

Page 10: NA RUU Koperasi

BAB IIIPROSES DAN HASIL PENYUSUNAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG KOPERASI

A. PROSES PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG KOPERASI

Dalam Huruf A telah dikemukakan beberapa alasan mengapa UU KOP No. 25/1992 (Lihat Lampiran III) perlu ditinjau kembali dan selanjutnya diganti dengan Undang-Undang tentang Koperasi yang baru. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, pada tahun 1999 – 2000, Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah, Departemean Koperasi dan PKM, menyusun Naskah Akademis dan konsep Rancangan Undang-Undang tentang PerKoperasi an yang ditujukan sebagai pengganti UU KOP No. 25/1992. Penyusunan konsep Rancangan Undang-Undang tentang PerKoperasi an itu dilakukan karena adanya dorongan dan keinginan dari berbagai pihak yang menghendaki agar dilakukan perubahan terhadap berbagai pasal dan ayat dari UU KOP No. 25/1992.

Pada akhir tahun 2000, Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mengirim surat Nomor 120/Meneg/XI/2000 tanggal 7 Desember 2000 kepada Presiden R.I. yang intinya adalah mengajukan permohonan izin prakarsa penyusunan tentang Perubahan Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang PerKoperasi an” (Lihat Lampiran I). Adapun dasar pemikiran penyusunan RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, sebagaimana tercantum dalam surat tersebut di atas, adalah sebagai berikut :

1. Latar belakang dan tujuan

a. International Cooperative Alliance (ICA) dalam kongresnya yang ke 100 di Manchester yang dihadiri oleh anggota-anggotanya dari seluruh dunia termasuk Indonesia, telah menerima dan mengesahkan definisi dan prinsip-prinsip Koperasi yang diakui dan berlaku secara internasional.

b. Dengan diterimanya dan disahkannya definisi dan prinsip-prinsip Koperasi oleh ICA dan hasil keputusan rapat Menteri-menteri Koperasi se Asia Pasifik, Negara Indonesia sebagai salah satu anggota ICA perlu memperbaharui peraturan perundang-undangan di bidang perKoperasi annya, guna menyerasikan diri dengan ketentuan-ketentuan perKoperasi an internasional tersebut, disamping guna menata kembali peraturan perKoperasi an dalam rangka reformasi peraturan perundang-undangan.

c. Sesuai dengan keputusan Pemerintah dan aspirasi masyarakat bahwa masalah Koperasi adalah urusan masyarakat sendiri, oleh karena itu dengan sendirinya mengharuskan kepada Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk memperbaharui persepsinya tentang Koperasi yang berlaku sampai saat ini berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, sehingga Koperasi mampu berkembang dengan bertumpu pada kekuatan masyarakat sendiri.

d. Dalam rangka memenuhi tuntutan reformasi di bidang peraturan perundang-undangan dan kebijakan khususnya di bidang perKoperasi an yang dianggap kurang sesuai dengan definisi dan prinsip-prinsip Koperasi dan perkembangan masyarakat, Bank Dunia akan membantu Pemerintah Indonesia untuk melakukan penguatan Koperasi dengan menyediakan pendanaan untuk kegiatan penelaahan dan penyempurnaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasian.

e. Merangsang Koperasi untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka pembangunan demokrasi ekonomi/ekonomi kerakyatan.

8

Page 11: NA RUU Koperasi

f. Mendorong terciptanya Koperasi yang berbasis keanggotaan dan berakar pada masyarakat, tumbuh dari bawah, demokratis, otonom dan berorientasi pada kesejahteraan ekonomi, sosial dan budaya anggota-anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.

2. Sasaran yang ingin dicapai

Adanya undang-undang perKoperasi an yang baru, yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum bagi fungsi pengaturan pemerintah yang melindungi, otonomi, kebebasan, definisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi .

3. Materi yang akan diatur

Pokok-pokok materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 antara lain sebagai berikut :

a. Pengaturan mengenai definisi dan prinsip-prinsip Koperasi Dengan adanya kesatuan pendapat mengenai definisi dan prinsip-prinsip Koperasi sesuai dengan rumusan ICA, maka diharapkan perkembangan Koperasi di Indonesia menjadi seragam dengan Koperasi di negara lain sesama anggota ICA, oleh karena masing-masing negara telah menetapkan definisi dan prinsip Koperasi yang sama. Dengan adanya persamaan definisi dan prinsip secara internasional tersebut maka pengertian Koperasi menjadi seragam dan diperoleh tolok ukur tunggal untuk mengukurnya.

b. Syarat pembentukan Koperasi dan status badan hukum Koperasi .Ketentuan yang mengatur mengenai pembentukan Koperasi harus dipertegas antara lain mengenai keharusan untuk membuat studi kelayakan, keharusan untuk menyelenggarakan pendidikan para anggota.

c. Syarat keanggotaanKetentuan mengenai persyaratan keanggotaan harus dipertegas terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk menjadi langganan dan dalam memberikan modal bagi kegiatan usaha Koperasi nya.

d. Pengembangan permodalanPermodalan Koperasi merupakan masalah utama di sebagian besar Koperasi yang ada, oleh karena sumber permodalan sendiri yang terbatas dan kurangnya insentif untuk memberi modal pada Koperasi .

e. Pengembangan usahaPerlunya pengaturan atau kebijakan pemerintah di sektor-sektor tertentu yang dapat memfasilitasi terjadinya integrasi horisontal bagi Koperasi -Koperasi dari berbagai sektor, sehingga dapat tercipta jaringan usaha antar Koperasi yang efektif dalam membangun kekuatan bersama.

9

Page 12: NA RUU Koperasi

f. Pembinaan dan pengembangan Koperasi oleh Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

Pembinaan dan pengembangan Koperasi adalah menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

g. Kedudukan hukumPerlu adanya pembedaan dalam pemberian status hukum antara Koperasi Primer yang beranggotakan orang-seorang dengan Koperasi Sekunder yang beranggotakan badan hukum Koperasi . Koperasi tidak hanya dapat diperlakukan sama, tetapi memperoleh status hukum seperti halnya badan hukum yang lain, baik secara administratif maupun faktual.

4. Jangkauan dan arah pengaturan

Undang-Undang tentang perubahan Undang-Undang tentang PerKoperasi an yang akan disusun nantinya diarahkan agar :a. Peran dan fungsi Koperasi yang strategis dalam masyarakat pada umumnya dan sistem

ekonomi negara pada khususnya tetap mengacu pada UUD 1945 dan perubahannya ;b. Koperasi sebagai lembaga otonom sesuai dengan definisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip

Koperasi agar dapat melakukan semua tindakan hukum.c. Koperasi diperlakukan secara adil dalam menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan ciri-

ciri Koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat yang otonom.

Permohonan izin prakarsa sebagaimana tercantum dalam surat Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM No. 120/Meneg/12/2000 itu dikabulkan oleh Presiden. Persetujuan tersebut disampaikan melalui surat Sekretaris Kabinet R.I. Nomor B.1034/Seskab/12/2000 yang intinya adalah “Presiden telah memberikan persetujuan atas permohonan Saudara tersebut, dan kiranya penyusunan Rancangan Undang-undang tersebut dikoordinasikan dengan Departemen/Instansi Pemerintah yang terkait sesuai keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang” (Lihat Lampiran II).

Setelah mendapat izin prakarsa dari Presiden, Kementerian Negara Urusan Koperasi dan UKM melanjutkan penyusunan konsep Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UU KOP No. 25/1992.

Dalam rangka pembaharuan Undang-Undang tentang PerKoperasi an untuk menggantikan UU KOP No. 25/1992, pada tanggal 30 Mei 2000 telah ditandatangani proyek kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia. Proyek tersebut di danai oleh Bank Dunia (IDF Grant No. 27332) dan harus selesai dilaksanakan dalam waktu 16 bulan. Sesuai dengan keputusan Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM No. 61.1/Kop/Meneg/VII/2000 tanggal 3 Juli 2000 dan Memorandum Keputusan Bersama antara Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM dengan Lembaga Studi Pengembangan PerKoperasi an Indonesia (LSP2I) No. 001/SKB/Setmeneg/VII/2000 001/LSP2I/SKB/VII/2000 tanggal 5 Juli 2000, Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM menunjuk LSP2I untuk melakukan penyempurnaan terhadap konsep Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UU KOP No. 25/1992 yang telah berhasil disusun. Hasil perubahan dan perumusan Tim Ahli yang dibentuk oleh LSP2I disampaikan kepada Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM pada tanggal 3 Januari 2002.

Secara terpisah, Dekopin juga melaksanakan pengkajian untuk menyusun konsep Rancangan Undang-Undang tentang PerKoperasi an dengan memanfaatkan hasil pengkajian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi dan UKM. Pada bulan Juni 2001, Dekopin menyampaikan konsep Rancangan Undang-Undang tentang PerKoperasi an kepada Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM yang merupakan hasil pembahasan dengan Dekopinwil dan Dekopinda seluruh Indonesia.

10

Page 13: NA RUU Koperasi

Untuk mengintegrasikan konsep Rancangan Undang-Undang tentang PerKoperasi an yang dihasilkan oleh Tim Ahli LSP2I dengan konsep yang dihasilkan oleh Dekopin, Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM menugasi Tim Pengkajian dan Pengembangan Koperasi dan UKM (TPP – KUKM) untuk melakukan pembahasan dan sinkronisasi terhadap kedua Rancangan Undang-Undang tersebut. Untuk melaksanakan tugas tersebut Ketua Pelaksana TPP – KUKM mengeluarkan Keputusan No. 03/SK/TPP – KUKM-1/I/2002 tanggal 29 Januari 2002 guna membentuk Kelompok Kerja Penyusunan Konsep Rancangan Undang-Undang tentang PerKoperasi an. Dalam hubungan itu, perlu dikemukakan bahwa salah seorang anggota TPP – KUKM, yaitu Ir. Asnawi Hassan, M.Sc. mengajukan konsep Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang ketiga. Konsep ini disusun dengan pertimbangan agar Undang-Undang Koperasi yang baru nanti benar-benar memuat perubahan-perubahan yang mendasar dan sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman, sehingga Undang-Undang tersebut mampu berperan sebagai instrumen dan landasan hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan Koperasi di masa depan. Melalui diskusi-diskusi yang intensif, akhirnya TPP – KUKM berhasil menyusun konsep Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang baru. Konsep tersebut telah pula diserahkan kepada Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM.

Agar diperoleh hasil yang benar-benar memadai, Kementerian Negara Urusan Koperasi dan UKM melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait. Konsep Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang berhasil disusun oleh TPP – KUKM di sampaikan kepada instansi-instansi tersebut untuk dipelajari. Dari mereka diharapkan kritik dan saran guna menyempurnakan konsep Rancangan Undang-Undang yang dikirimkan kepada mereka. Selanjutnya, Rancangan Undang-undang tentang Koperasi dibahas oleh Tim Interdep. Pertemuan pertama telah diselenggarakan pada tanggal 26 Juni 2002. Pertemuan tersebut dihadiri oleh utusan dari instansi Interdep dan lembaga-lembaga lain dengan maksud untuk mendapatkan masukan berupa saran penyempurnaan atas hasil rangkuman konsep Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang disusun oleh TPP – KUKM.

Kemudian, konsep Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang lebih disempurnakan itu dibahas dalam suatu lokakarya yang dinamakan “Pertemuan Interdep Putaran II Pembahasan RUU Koperasi :” Lokakarya diselenggarakan pada tanggal 17 – 18 Juli 2002 di Hotel Millenium, Jakarta Pusat. Dalam pelaksanaannya, lokakarya tersebut tidak hanya dihadiri oleh utusan-utusan Interdep, tetapi juga dihadiri oleh utusan dari Sekretariat Kabinet, Gerakan Koperasi , Perguruan Tinggi, Lembaga perbankan (Bank Bukopin, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Dunia), Asosiasi dan Ikatan Notaris Indonesia, danLSM. Jumlah peserta lebih dari 100 orang.Acara dimulai dengan sambutan oleh Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM (keynote speaker), dilanjutkan dengan penyajian konsep Rancangan Undang-undang tentang Koperasi oleh Ir. Asnawi Hassan, M.Sc. dan pembahasan oleh Ir. Ibnoe Soedjono dari LSP2I dan Moh. Yahya Suryanegara dari Dekopin. Selanjutnya ketiga tokoh tersebut berperan sebagai panelis.

Dalam rangka menyempurnakan konsep Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM R.I. mengeluarkan Surat keputusan Nomor : 58/Kop/M.KUKM/VI/2002 tanggal 20 Juni 2002 tentang Pembentukan Tim Penyusunan Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Perkoperasian dengan DPR RI. Inti penugasan Tim adalah :

1. merumuskan, menyusun dan menyelesaikan Rancangan Undang-Undang PerKoperasi an yang telah dibahas oleh Gerakan Koperasi , instansi terkait, Sekretariat Kabinet dan DPR RI ;

2. menghimpun dan menginventarisasi pandangan dari berbagai pihak serta ahli di bidang perKoperasi an ;

3. melaporkan dan mempertanggungjawabkan hasil perumusan penyempurnaan Rancangan Undang-Undang PerKoperasian kepada Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan menengah.

11

Page 14: NA RUU Koperasi

Tim beranggotakan 33 orang, yang terdiri atas 3 orang pengarah, seorang koordinator, 12 orang Nara Sumber, 12 orang Perumus, dan lima urang petugas Sekretariat. Dari 33 orang anggota Tim tersebut, yang sungguh-sungguh aktif dan secara terus menerus terlibat dalam upaya penyempurnaan konsep Rancangan Undang-undang tentang Koperasi hanyalah delapan orang, yaitu : (1) Bp. Drs. Guritno Kusumo, M.M. ; (2) Bp. Drs. Soelarso ; (3) Ir. Asnawi Hassan, M.Sc.; (4) Bp. Untung Tri basuki, S.H. ; (5) Ibu Retno Endang Prihantini, S.H. ; (6) Ibu Isna Situmorang, S.H. ; (7) Bp. Dwi Sumartono, S.H. ; (8) Bp. Drs. Rony Indrawan . Disamping delapan orang tersebut, terdapat tiga orang yang sangat berjasa dalam proses penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yaitu : (1) Bp. Drs. H.M. Iskandar Soesilo, M.M. ; (2) Ibu Ratnawati Prasodjo, S.H. ; dan (3) Ibu Ratih Nurdiati, S.H.,LLM.

Setelah melalui pembahasan yang intensif dan mendalam serta perjalanan yang panjang dan waktu yang lama, akhirnya tersusun Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang berjudul “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.............Tahun............tentang Koperasi sebagaimana disajikan dalam Lampiran V. Dalam perbincangan selanjutnya Rancangan Undang-Undang itu akan disebut “UU KOP BARU”.

B. ESENSI RANCANGAN UU KOP BARU

Dalam Naskah Akdemis ini disajikan Rancangan UU KOP BARU. Dalam Konsiderans Mengingat disebutkan hal-hal sebagai berikut :

a. bahwa Koperasi merupakan wadah ekonomi kerakyatan yang ditujukan untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi anggota serta berperan memberdayakan tata ekonomi nasional yang berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;

b. bahwa Koperasi perlu terus mengembangkan dan memberdayakan dirinya berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi agar tumbuh dan menjadi kuat dan mandiri serta tangguh dalam menghadapi perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan ;

c. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an mengandung ketentuan-ketentuan yang kurang sesuai dengan perkembangan Koperasi , nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi ;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, dipandang perlu meninjau kembali dan mengubah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an.

Konsiderans Menimbang melandasi penyusunan UU KOP BARU. Konsiderans tersebut dijabarkan dalam Penjelasan Umum yang dapat dinilai sebagai uraian singkat UU KOP BARU. Adapun Penjelasan Umum itu adalah sebagai berikut .

“Dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Ayat tersebut sangat sesuai dengan prinsip-prinsip Koperasi , karena itu Koperasi i mendapat misi untuk berperan nyata dalam penyusunan perekonomian yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran orang-seorang.

Dalam rangka mengemban misinya, Koperasi dengan tak henti-hentinya berusaha mengembangkan dan memberdayakan dirinya agar tumbuh dan menjadi kuat dan mandiri sehingga

12

Page 15: NA RUU Koperasi

mampu meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Disamping itu, Koperasi berusaha berperan nyata mengembangkan dan memberdayakan tata ekonomi nasional yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasii ekonomi dalam rangka mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur. Untuk mencapai cita-cita tersebut, keseluruhan kegiatan Koperasi harus diselenggarakan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi .

Pembangunan Koperasi telah diselenggarakan sejak beberapa dekade yang lalu. Ditinjau dari segi kuantitas, hasil pembangunan itu sungguh membanggakan dimana jumlah Koperasi di Indonesia telah meningkat pesat. Namun, jika ditinjau dari segi kualitas, kondisinya masih memprihatinkan dan jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar Koperasi sangat lemah perannya dalam perekonomian nasional dan tidak berarti.

Banyak faktor yang menghambat kemajuan Koperasi , sehingga pengembangan dan pemberdayaan Koperasi menuju terwujudnya Koperasi yang kuat dan mandiri yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kerja sama, potensi dan kemampuan ekonomi anggota dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya sulit diwujudkan. Salah satu faktor penghambat adalah di bidang peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian ternyata tidak memadai untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan Koperasi , karena ketentuan-ketentuannya sebagai suatu sistem kurang memadai untuk dijadikan landasan hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan Koperasi , lebih-lebih tatkala dihadapkan kepada perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan. Aspek-aspek tersebut dapat dilihat dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai definisi, nilai dan prinsip Koperasi , pemberian status badan hukum, permodalam, kepengurusan, kegiatan usaha simpan pinjam Koperasi dan peranan Pemerintah. Oleh karena itu, untuk mengadakan pembaharuan hukum di bidang perKoperasi an yang benar-benar sesuai dengan tuntutan pembangunan Koperasi serta menyelaraskan dengan perkembangan tata ekonomi nasional dan global perlu ditetapkan landasan hukum baru berupa Undang-Undang yang mampu, mendorong Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat dan mandiri.

Pembangunan Koperasi perlu diarahkan sehingga Koperasi mampu mengembangkan dan meningkatkan kerjasama, potensi dan kemampuan ekonomi anggota serta semakin berperan dalam perekonomian nasional.

Undang-Undang tentang Koperasi ini merupakan pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an. Dalam Undang-Undang yang baru ini diwujudkan pembangunan hukum yang memuat berbagai piranti hukum yang diharapkan mampu menghantarkan Koperasi ke arah perwujudan dirinya sebagai organisasi ekonomi yang kuat dan mandiri, yang berjati diri yaitu sebagai perkumpulan yang bersifat otonom dari orang perseorangan yang mempersatukan dirinya secara sukarela untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi dengan menjalankan perusahaan yang dimiliki bersama serta diawasi dan dikendalikan secara demokratis dengan mendasarkan kegiatannya pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi .

Undang-Undang ini menegaskan bahwa pemberian status badan hukum dan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan mengenai hal-hal tertentu merupakan wewenang dan tanggung jawab Pemerintah. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah melimpahkan wewenang dan tanggung jawab tersebut kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Koperasi . Disamping itu Pemerintah memiliki peranan menetapkan kebijakan serta mengambil langkah-langkah yang mendorong Koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam mengambil langkah-langkah tersebut, Pemerintah wajib menghormati jati diri, keswadayaan, otonomi, dan independensi Koperasi tanpa melakukan campur tangan dalam urusan internal Koperasi .

Di bidang keAnggotaan, Undang-Undang ini memuat ketentuan-ketentuan yang secara jelas mengimplementasikan prinsip-prinsip Koperasi di bidang keanggotaan, yaitu bahwa keanggotaan

13

Page 16: NA RUU Koperasi

Koperasi bersifat sukarela dan terbuka, satu orang satu suara, pengawasan Koperasi oleh anggota dan mereka berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi .

Ketentuan mengenai organisasi dan manajemen Koperasi mencantumkan adanya Pengurus dan Pengawas yang merupakan satu paket yang satu sama lain tak terpisahkan. Pengurus bertugas menyelenggarakan pengelolaan Koperasi , sedangkan Pengawas bertugas memberi nasehat kepada Pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus. Ketentuan-ketentuan tentang tugas dan wewenang Pengurus dan Pengawas diarahkan agar dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya mereka bekerja secara profesional dan sungguh-sungguh berusaha mewujudkan Koperasi secagai asosiasi anggota perusahaan yang maju, kuat, dan mandiri atas dasar nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi .

Undang-Undang ini mendorong diwujudkan prinsip partisipasi ekonomi anggota, khususnya kontribusi anggota dalam memperkuat modal Koperasi . Salah satu unsur penting dari modal yang wajib disediakan oleh anggota adalah saham Koperasi yang merupakan saham Koperasi biasa yang tidak memiliki kekuatan suara. Dengan diterapkannya konsep saham Koperasi ini, Koperasi tetap merupakan perkumpulan orang dan bukannya perkumpulan modal.

Undang-Undang ini juga memuat ketentuan tentang lembaga Gerakan Koperasi . Di dalamnya ditegaskan bahwa Gerakan Koperasi Indonesia mendirikan suatu lembaga yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi , yang selanjutnya disebut lembaga Gerakan Koperasi . Lembaga ini merupakan kelanjutan dari Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang didirikan pada tanggal 12 Juli 1947 oleh Kongres Koperasi Seluruh Indonesia yang pertama, yang diselenggarakan di Tasikmalaya.

Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi menyatakan bahwa pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan keputusan rapat anggota, jangka waktu berdirinya telah berakhir, keputusan pengadilan atau keputusan Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Koperasi . Ketentuan tentang keempat alternatif tersebut beserta penyelesaiannya diatur secara rinci dalam Undang-Undang ini.

Berdasarkan hal-hal tersebut, Undang-Undang ini disusun dengan maksud untuk mempertegas jati diri, tujuan, kedudukan, peranan, manajemen, usaha, dan permodalan Koperasi , serta peranan Gerakan Koperasi dan Pemerintah. Implementasi Undang-Undang ini secara konsekuen dan konsisten diharapkan akan mengatur Koperasi Indonesia menjadi Koperasi yang kuat dan mandiri yang bermanfaat bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya”.

14

Page 17: NA RUU Koperasi

Selanjutnya di bawah ini disajikan esensi UU KOP BARU

I. Pengertian KoperasiKoperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan perusahaan yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

II. Prinsip-Prinsip KoperasiMengatur nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang disesuaikan dengan keputusan kongres ICA tahun 1995 di Manchester. Yaitu :1. Kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggung jawab, demokrasi, persamaan,

keadilan 2. Kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab, kepedulian terhadap orang lain

III. Pembentukan Koperasi 1. Pendirian koperasi dilakukan dengan akte otentik oleh Notaris dan status Badan Hukumnya

disahkan oleh Menteri;2. Koperasi tidak boleh menggunakan nama yang telah digunakan koperasi lain yang telah

berbadan hukum;3. Nama Koperasi Primer harus didahului dengan kata “Koperasi” dan diakhiri dengan kata

”(Prim)”.4. Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan kata ”(Skd)”.5. Jangka waktu berdirinya koperasi wajib diatur dalam Anggaran Dasar;6. Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat koperasi dinyatakan pailit,

kecuali dengan persetujuan pengadilan.

IV. Keanggotaan Koperasi Syarat untuk menjadi anggota diperketat dengan satu ketentuan yaitu sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi

V. Perangkat Organisasi 1. Rapat Anggota diatur lebih teknis.2. Diperkenalkan istilah Pengawas yang diangkat dari anggota dan bertugas mengawasi

Pengurus. Mereka yang diangkat sebagai pengurus oleh Rapat Anggota Koperasi adalah orang profesional yang diusulkan oleh Pengawas.

VI. Modal1. Diperkenalkan istilah modal awal koperasi yang terdiri dari iuran masuk dan saham

anggota. Saham tersebut tidak dapat diambil kembali oleh anggota tetapi dapat dialihkan kepada anggota lain.

2. Hibah yang diberikan oleh pihak ketiga yang berasal dari sumber modal asing, baik langsung maupun tidak langsung dapat diterima oleh suatu Koperasi setelah mendapatkan izin terlebih dahulu dari Menteri.

15

Page 18: NA RUU Koperasi

VII. Jenis Koperasi & Lapangan Usaha 1. Mengatur mengenai penjenisan koperasi;2. Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah;3. Koperasi dapat didirikan khusus dalam kegiatan usaha simpan pinjam untuk menghimpun

dan menyalurkan dana dari dan untuk anggota. Selain itu koperasi dapat mendirikan unit simpan pinjam untuk menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk anggota;

4. Dalam ketentuan ini diatur juga tentang:a. Koperasi simpan pinjam wajib memperoleh izin usaha dari Menteri;b. KSP dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam terdiri : Kantor cabang, kantor

cabang pembantu, kantor kasc. Pembinaan, Pemeriksaan dan pengawas Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh

Menteri;

VIII. Sisa Hasil Usaha 1. Memperkenalkan istilah Surplus Hasil Usaha sebagai pengganti Sisa Hasil Usaha;2. Surplus Hasil Usaha yang berasal dari transaksi dengan bukan anggota tidak boleh

dibagikan kepada anggota.3. Dana cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian SHU

IX. Penggabungan dan Peleburan Mengatur mengenai pengabungan dan peleburan dan akibat hukum penggabungan dan peleburan koperasi secara lebih tegas.

X. Cara pembubaran, Penyelesaian dan hapusnya Badan Hukum1. Pembubaran Koperasi dilakukan berdasarkan keputusan rapat anggota, jangka waktu

berdirinya telah berakhir, Keputusan Menteri atau Keputusan Pejabat yang ditunjuk.2. Keputusan pembubaran koperasi disampaikan kepada semua kreditur, Menteri atau

pejabat yang ditunjuk.3. Istilah Pemerintah di ubah dengan Menteri

XI. Pemberdayaan Koperasi 1. Mengatur mengenai ”Peranan Pemerintah” untuk menetapkan kebijakan yang mendorong

pertumbuhan dan pengembangan koperasi;2. Dalam hal tertentu Menteri dapat melakukan pemeriksaan3. terhadap koperasi;4. Dalam hal tertentu laporan tahunan harus di audit oleh akuntan publik5. Diatur tentang dana pembangunan koperasi yang bersumber dari anggota dan pihak-pihak

lain.

XII. Sanksi Mengatur mengenai sanksi administratif atas pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang Koperasi.

XIII. Ketentuan PeralihanMengatur tambahan ketentuan khusus yang berkaitan dengan jangka waktu penyesuaian AD koperasi yang ada dan mekanisme pembubaran koperasi yang menyesuaikan AD-nya.

XIV. Ketentuan Penutup1. Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992

tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 3502) dinyatakan tidak berlaku lagi.

2. Peraturan –peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara

16

Page 19: NA RUU Koperasi

Tahun 1992 Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan undang-undang ini.

17

Page 20: NA RUU Koperasi

BAB IVPENJELASAN UNDANG-UNDANG TENTANG KOPERASI

A. BAB. I. KETENTUAN UMUM

1. PENJELASAN MENGENAI NAMA UNDANG-UNDANG KOPERASI YANG BARU

Nama Undang-Undang yang saat ini berlaku adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang disingkat dengan UU KOP No. 25/1992. Undang-Undang ini akan digantikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor ................Tahun...................tentang Koperasi , yang disebut dengan sebutan UU KOP BARU (Lihat Lampiran V). Mengapa kata “Perkoperasian” akan diganti dengan kata “Koperasi” ? menurut Pasal 1 angka 2 UU KOP No. 25/1992, Istilah “Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi”. Selanjutnya, istilah “Kehidupan Koperasi” dijelaskan sebagai di bawah ini :“Yang dimaksud dengan kehidupan Koperasi adalah aspek yang erat berkaitan dengan pembangunan Koperasi, seperti misalnya falsafah, ideologi, organisasi, manajemen, usaha, pendidikan, pembinaan, dan sebagainya”.

Jadi, dari kedua definisi itu dapat dirumuskan pengertian sebagai berikut :“Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan Koperasi”. Pertanyaan yang timbul adalah :” Benarkah bahwa UU KOP No. 25 /1992 mengatur segala sesuatu yang menyangkut aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan Koperasi ? “Jawabannya adalah “TIDAK” !, karena aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan Koperasi itu luas sekali, yang meliputi matra-matra politik, ekonomi, sosial, dan budaya, sedangkan hukum hanya merupakan bagian dari matra-matra tersebut.

Ditinjau dari segi bahasa, istilah “kehidupan” berarti “cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup”. Jadi istilah “kehidupan Koperasi” berarti “cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup Koperasi”. Pertanyaan kedua yang muncul adalah : Benarkah bahwa UU KOP No. 25/1992 mengatur segala sesuatu yang menyangkut cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup Koperasi ? “Jawabannya juga “TIDAK”, karena yang dimuat dalam UU KOP No. 25/1992 hanya ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur keberadaan dan pola pengelolaan Koperasi serta peranan lembaga Gerakan Koperasi dan Pemerintah.

Dari konsep ketentuan-ketentuan dalam Rancangan UU KOP BARU jelaslah bahwa konsep ketentuan-ketentuan tersebut tidak mengatur segala sesuatu yang menyangkut aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan Koperasi dan juga tidak mengatur segala sesuatu yang menyangkut cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup Koperasi. Konsep ketentuan-ketentuan tersebut hanya mengatur keberadaan dan pola pengelolaan Koperasi serta peranan lembaga Gerakan Koperasi Pemerintah. Karena itu, adalah tepat jika Undang-Undang Koperasi yang baru nanti dinamakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor..................Tahun...............tentang Koperasi . Tentang arti istilah “Koperasi” akan diberikan dalam subbab berikut.

2. PENJELASAN MENGENAI DEFINISI KOPERASI

Dalam subbab ini akan dievaluasi definisi “Koperasi” sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 angka 2 UU KOP No. 25/1992 yang berbunyi : “ Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”.Dalam definisi ini terdapat beberapa kelemahan sebagai berikut :1. tidak secara tegas dicantumkan adanya sekelompok orang yang menjalin hubungan antar

sesamanya atas dasar kepentingan untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi;

18

Page 21: NA RUU Koperasi

2. tidak adanya penegasan tentang adanya motivasi untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok guna memenuhi kebutuhan ekonomi (dan lain-lainnya) melalui usaha bersama atas dasar swadaya dan saling menolong (motivasi swadaya) ;

3. adanya pernyataan yang tidak pas untuk dijadikan sifat dasar Koperasi yang diatur dalam UU KOP No. 25/1992, yaitu bahwa : “Koperasi...............sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat ............”.Pernyataan ini tidak pas diterapkan pada Koperasi sebagai badan usaha yang diatur dalam Undang-Undang Koperasi tersebut, tetapi lebih sesuai untuk diterapkan pada Gerakan Koperasi.

Di lingkungan International Co-operative Alliance (ICA) dikenal suatu standar internasional berupa pedoman (rekomendasi) bagi penyusun rancangan Undang-Undang dari organisasi-organisasi Koperasi dari negara-negara anggotanya. Standar internasional yang saat ini dipegang oleh ICA beserta seluruh anggotanya adalah “Pernyataan tentang Jati Diri Koperasi “ (Statement on the Co-operative Identity). Pernyataan tersebut diputuskan dalam Kongres ICA yang diselenggarakan pada tahun 1995 di Manchaster, Inggris, dan terdiri atas “ (i) definisi Koperasi, (ii) nilai-nilai yang mendasari kegiatan Koperasi dan nilai-nilai etika yang diyakini oleh anggota Koperasi ; (iii) prinsip-prinsip Koperasi. Perlu dicatat bahwa Pernyataan itu merupakan saripati hasil kerja Tim yang diketuai oleh Sven Ake Book yang tergabung dalam ICA Basic Values Project yang dibentuk oleh Kongres ICA yang diselenggarakan di Stockholm pada tahun 1998.

Mengenai definisi Koperasi, Pernyataan tentang Jati Diri Koperasi menyebutkan bahwa : “Koperasi adalah perkumpulan yang bersifat otonom dari orang perseorangan yang mempersatukan dirinya secara sukarela untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial dan budaya dengan menjalankan perusahaan yang dimiliki bersama serta diawasi dan dikendalikan secara demokratis”.

Definisi ini jelas lebih lengkap dan tepat jika dibandingkan dengan definisi Koperasi sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 Angka 1 UU KOP No. 25/1997. Semula “Tim Penyusunan Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Perkoperasian dengan DPR RI” (:Lihat Lampiran IV) sepakat untuk mengambil definisi Koperasi dari ICA untuk ditetapkan sebagai definisi Koperasi dalam UU KOP BARU. Namun setelah melewati perdebatan yang panjang, akhirnya disepakati definisi berikut : “Koperasi adalah badan hukum yang merupakan perkumpulan orang perseorangan atau badan hukum Koperasi untuk menjalankan kegiatan usaha, guna memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi”. Definisi ini dicantumkan dalam Pasal 1 angka 1 UU KOP BARU.

Beberapa esensi dari definisi ini adalah :1. “Koperasi adalah badan hukum”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa dalam UU KOP BARU yang

dimaksud dengan Koperasi adalah Koperasi yang telah memperoleh status badan hukum. Badan usaha yang tidak memperoleh status badan hukum Koperasi bukanlah Koperasi. Hal ini lebih ditegaskan dalam Pasal 17 ayat (4) UU KOP BARU yang menyatakan “Kata Koperasi dilarang digunakan oleh badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-Undang ini”.

2. Secara tegas dicantumkan adanya sekelompok orang (dalam pembentukan Koperasi Primer) atau sekelompok badan hukum Koperasi (dalam pembentukan Koperasi Sekunder) yang menjalin hubungan antar sesamanya atas dasar kepentingan untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi ;

19

Page 22: NA RUU Koperasi

3. Adanya motivasi untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok guna memenuhi kebutuhan ekonomi melalui usaha bersama atas dasar nilai-nilai Koperasi (Lihat Pasal 2 ayat (1) dan (2), UU KOK BARU), seperti kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggung jawab, demokrasi, persamaan dan keadilan.

4. Adanya penegasan bahwa kegiatan Koperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Koperasi (Lihat Pasal 3 UU KOP BARU), yang antara lain ditegaskan bahwa : (a) keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka ; (b) Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis ; (c) anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi ; (d) Koperasi merupakan perusahaan swadaya, otonom, dan independen ; (e) Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan dan kemanfaatan koperasi’ (f) Koperasi melayani anggotanya sebaik mungkin dan memperkuat Gerakan Koperasi dengan bekerjasama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional; (g) Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota.

3. PENJELASAN MENGENAI NILAI-NILAI KOPERASI

Yang menonjol dari Gerakan Koperasi adalah bahwa Gerakan Koperasi itu bukan hanya merupakan gerakan ekonomi, tetapi juga merupakan gerakan pendidikan dan gerakan moral. Hal ini membuat sistem Koperasi menarik untuk dikaji oleh banyak pemikir sosial. Para pemikir sosial itu menekankan landasan sosial. Di samping itu, banyak pemuka Gerakan Koperasi yang melihat Koperasi bukan hanya sebagai pusat pelayanan ekonomi tetapi juga merupakan pusat pelayanan moral dan sosial. Sering juga dikatakan bahwa Koperasi adalah laboratorium moral dan wahana transformasi sosial – ekonomi.

Atas dasar pikiran tersebut di atas,Kongres ICA tahun 1995 di Manchaster menetapkan nilai-nilai Koperasi sebagai komponen jati diri Koperasi. Terdapat dua jenis nilai-nilai Koperasi, yaitu : (1) nilai-nilai yang mendasari kegiatan Koperasi ; dan (2) nilai-nilai etika yang diyakini oleh anggota Koperasi.

Ketentuan nilai-nilai tersebut tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/ 1992. Adapun nilai-nilai yang mendasari kegiatan Koperasi adalah :1) Kekeluargaan;2) menolong diri sendiri ;3) bertanggung jawab atas nasib sendiri ;4) demokrasi ;5) persamaan ;6) keadilan ;

Disamping keenam nilai tersebut, ”Tim Penyusunan Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Perkoperasian dengan DPR RI” menambahkan satu nilai yang khas Indonesia, yaitu “kekeluargaan “. Nilai-nilai tersebut dimuat dalam Pasal 2 ayat (1) UU KOP BARU. Nilai ini ditempatkan di urutan pertama.

Kemudian nilai-nilai etika yang diyakini oleh anggota Koperasi adalah :1) kejujuran ;2) keterbukaan ;3) tanggung jawab sosial ;4) kepedulian terhadap orang lain .

Nilai-nilai tersebut dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) UU KOP BARU.

Di bawah ini dijelaskan esensi dari nilai-nilai tersebut di atas :

20

Page 23: NA RUU Koperasi

a. Nilai Kekeluargaan Nilai kekeluargaan mengandung pengertian bahwa Koperasi dalam melaksanakan usahanya mengutamakan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran orang-perseorangan, nilai kesetiakawanan yaitu setiap Anggota saling menghargai, tolong menolong, dan saling memperkuat dengan Anggota lainnya.

.b. Nilai Menolong Diri Sendiri Nilai menolong diri sendiri mengandung pengertian bahwa semua Anggota Koperasi berkemauan dan sepakat secara bersama-sama menggunakan jasa Koperasi untuk mempromosikan Koperasi sehingga menjadi besar dan kuat..c. Nilai Bertanggung Jawab atas Nasib Sendiri

Nilai bertanggung jawab mengandung pengertian bahwa segala kegiatan usaha Koperasi harus dilaksanakan pada prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi Koperasi.

d. Nilai Demokrasi Nilai demokrasi mengandung pengertian bahwa setiap Anggota Koperasi secara otomatis memiliki satu suara yang berhak ikut dalam pengambilan keputusan yang berlangsung dalam Rapat Anggota, tidak tergantung kepada besar kecilnya modal yang diberikan.

e. Nilai Persamaan Nilai persamaan mengandung pengertian bahwa Anggota Koperasi memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam melakukan transaksi dengan Koperasinya dan mendapatkan keuntungan bersama dengan berkoperasi..f. Nilai Keadilan

Nilai keadilan, mengandung pengertian bahwa diberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada semua warga negara sesuai kemampuannya untuk menjadi Anggota Koperasi.

4. PENJELASAN MENGENAI PRINSIP-PRINSIP KOPERASI

Prinsip-prinsip Koperasi adalah seperangkat prinsip yang melandasi kerja Koperasi. Agar definisi ini dapat difahami dengan jelas, terlebih dahulu perlu diterangkan arti istilah “prinsip”. Sesuatu pernyataan dapat dianggap sebagai prinsip jika ia memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) ia harus menyatakan kenyataan-kenyataan yang bersifat mendasar atau hakiki ; (2) ia harus merupakan suatu pernyataan yang bersifat sistematis tentang fakta-fakta ; dan (3) ia harus bersifat universal sehingga dapat diterapkan di mana saja dan kapan saja.

Prinsip-prinsip Koperasi didasarkan pada nilai-nilai moral tertentu atau cita-cita tertensu. Mereka ditujukan pada perwujudan nilai-nilai moral tertentu. Namun, prinsip-prinsip itu sendiri bukanlah nilai-nilai atau cita-cita. Mereka juga bukan prinsip-prinsip moral (yaitu prinsip-prinsip yang merupakan pernyataan-pernyataan tentang nilai-nilai yang bersifat universal dan mendasar, yang merupakan pedoman yang bersifat normatif bagi perilaku manusia) atau prinsip-prinsip ilmiah (yaitu prinsip-prinsip yang merupakan pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan analisis yang bersifat logis atau observasi terhadap fakta-fakta sehingga tergambar hubungan sebab-akibat ; prinsip-prinsip ilmiah adalah pernyataan-pernyataan positif yang memiliki nilai prediktif).

Prinsip-prinsip Koperasi itu sekedar menjelaskan ciri-ciri khas dan hakiki dari suatu organisasi yang bernama Koperasi. Dengan perkataan lain, prinsip-prinsip Koperasi memberikan corak kooperatif pada organisasi yang mendasarkan perilakunya pada prinsip-prinsip itu atau memberikan ciri-ciri hakiki kepadanya.

21

Page 24: NA RUU Koperasi

Dalam Kongres ICA yang diselenggarakan pada tahun 1995 di Manchester, Inggris, diputuskan prinsip-prinsip Koperasi yang baru sebagai pengganti prinsip-prinsip Koperasi yang diputuskan dalam Kongres ICA yang diselenggarakan pada tahun 1966 di Viena, Austria. Prinsip-prinsip Koperasi yang baru itu ditetapkan sebagai prinsip-prinsip Koperasi dalam UU KOP BARU, yaitu dicantumkan dalam Pasal 3. Dinyatakan di dalam pasal itu bahwa prinsip-prinsip Koperasi merupakan pedoman pelaksanaan nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Adapun rumusan Pasal 3 tersebut adalah sebagai berikut :

Pasal 3

Prinsip-prinsip Koperasi merupakan pedoman pelaksanaan nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yang terdiri atas :a. keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka ;b. Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis ;c. anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi ;d. Koperasi merupakan perusahaan swadaya, otonom, dan independen ;e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota , Pengawas, Pengurus, dan

karyawannya serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi ;

f. Koperasi melayani anggotanya sebaik mungkin dan memperkuat Gerakan Koperasi dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional ; dan

g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota.

Sedangkan penjelasan terhadap Pasal 2 itu adalah sebagai berikut :

Pasal 3

Prinsip-prinsip Koperasi merupakan unsur-unsur penentu jati diri Koperasi disamping nilai dasar dan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Kesepuluh prinsip itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan dasar yang dipegang sebagai anutan utama dalam penyelenggaraan kegiatan Koperasi.

Huruf aKoperasi adalah organisasi sukarela, terbuka bagi semua orang yang mampu memanfaatkan

layanannya dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa diskriminasi atas dasar gender, sosial, ras, politik, atau agama.

Huruf bKoperasi adalah organisasi demokratis yang diawasi dan dikendalikan oleh anggotanya, yang

berpartisipasi aktif dalam menentukan kebijakan mereka dan membuat keputusan. Orang laki-laki dan perempuan yang bertugas sebagai wakil yang dipilih bertanggung jawab kepada anggota . Dalam Koperasi Primer setiap Anggota memiliki hak suara yang sama (satu anggota, satu suara). Koperasi Sekunder juga organisasi yang dikelola secara demokratis.

Huruf cAnggota menyediakan modal bagi Koperasinya secara adil dan mengawasinya secara

demokratis. Anggota menerima imbalan, jika ada, atas modal yang diserahkan sebagai syarat keanggotaan. Anggota mengalokasikan surplus hasil usaha untuk sebagian atau keseluruhan maksud sebagai berikut : mengembangkan Koperasinya, yang mungkin dilakukan dengan menyisihkan cadangan, yang sebagian daripadanya tidak dapat dibagi ; memberikan keuntungan atau kemanfaatan kepada Anggota sebanding dengan transaksinya dengan Koperasi ; menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan Koperasi ; dan mendukung kegiatan lain yang disetujui oleh Anggota.

22

Page 25: NA RUU Koperasi

Huruf dKoperasi adalah organisasi otonom dan swadaya yang diawasi dan dikendalikan oleh Anggota.

Jika mereka mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk Pemerintah atau menambah modal dari sumber-sumber lain, mereka melakukan hal itu atas dasar syarat-syarat yang menjamin tetap terselenggaranya Pengawasan dan pengendalian demokratis oleh Anggotanya dan tetap tegaknya otonomi Koperasi.

Huruf ePenyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawan

dimaksudkan agar mereka dapat memberikan sumbangan secara efektif bagi perkembangan Koperasinya. Pemberian informasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda dan pemuka masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi adalah sangat prinsipiil.

Huruf fYang dimaksud dengan Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi dan kegiatan

Perkoperasian yang bersifat terpadu untuk mencapai tujuan Koperasi.

Huruf gCukup jelas

Di bandingkan dengan prinsip-prinsip Koperasi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 UU KOP No. 25/1992, prinsip-prinsip Koperasi yang baru jauh lebih lengkap. Di samping itu, dalam prinsip-prinsip Koperasi yang baru tidak dimuat prinsip ketiga, keempat dan kelima karena dianggap tidak bersifat hakiki dan universal atau sudah dimuat di dalam nilai-nilai Koperasi. Prinsip-prinsip yang tidak dimuat kembali itu adalah : (1) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota ; (2) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal ; (3) kemandirian.

5. PENJELASAN MENGENAI TIDAK DICANTUMKANNYA LANDASAN DAN ASAS KOPERASI

Dalam Pasal 2 UU KOP No. 25/1992 ditetapkan landasan dan asas Koperasi, yaitu :Pasal 2

“Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan”.Ketentuan tentang landasan dan asas ini tidak kita temui lagi dalam UU KOP BARU Mengapa ?

23

Page 26: NA RUU Koperasi

Sebagaiman kita ketahui, Pancasila yang sila-silanya adalah : (1) Ketuhanan Yang Maha Esa ; (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab ; (3) Persatuan Indonesia ; (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan ; (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagi masyarakat dan negara RI Pancasila adalah kenyataan yang tidak dapat diganggu gugat. Maksudnya, Pancasila diterima sebagai dasar, falsafah dan ideologi negara.

Di lain pihak, Undang-Undang Dasar 1945 mengandung prinsip-prinsip dan norma-norma hukum yang mendasari kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia, agar dapat berlangsung dengan teratur dan efisien. Peranan pokok Undang-Undang Dasar 1945 antara lain, adalah : (1) menentukan hak-hak dasar serta kewajiban terhadap kekuasaan besar negara/pemerintah ; (2) mengatur dan menetapkan lembaga-lembaga tinggi negara, hubungan antar mereka dan tugas masing-masing ; (3) menentukan hal-hal tentang keadaan darurat dan perubahan Undang-Undang dasar.

Jika demikian halnya, tepatkah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan landasan badan usaha Koperasi ? Tim Penyusunan Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Perkoperasian dengan DPR RI berpendapat : tidak tepat ! Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak tepat dan terlalu besar” untuk dijadikan landasan badan usaha Koperasi (bukannya Gerakan Koperasi). Perlu dicacat bahwa selain Koperasi tidak ada badan usaha lain yang melandaskan dirinya pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Bagaimanakah halnya dengan asas “kekeluargaan” sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU KOP No. 25/1992 ? Sebagaimana telah diuraikan dalam subbab 4.3. bahwa nilai kekeluargaan sudah ditetapkan sebagai nilai pertama dari nilai-nilai dasar Koperasi. Jadi tidak ada masalah.

6. PENJELASAN MENGENAI TIDAK DICANTUMKANNYA TUJUAN KOPERASI

Ketentuan tentang tujuan Koperasi dimuat dalam Pasal 3 UU KOP No. 25/1992. Rumusan ketentuan itu terdiri atas dua unsur, yaitu :(i) “Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya ;(ii) “Koperasi ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan

masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Perkataan “Koperasi” dicantumkan oleh Panulis).

Rumusan (1) relevan untuk Koperasi pada tingkat mikro, yaitu Koperasi yang didefinisikan dalam “Pernyataan tentang Jati Diri Koperasi” yang memiliki dua sifat dasar, yaitu sebagai perkumpulan orang-perseorangan (perkumpulan anggota) dan sebagai perusahaan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang itu. Sedangkan rumusan (2) tidak relevan untuk Koperasi pada tingkat mikro, melainkan relevan untuk Koperasi pada tingkat makro, yang antara lain dikenal dengan konsep “Gerakan Koperasi”, “sektor Koperasi”, dan sebagainya.

Kalau kita baca dengan cermat substansi UU KOP No. 25/1992 maka ketentuan-ketentuannya hanya dimaksudkan untuk mengatur Koperasi pada tingkat mikro. Demikian juga UU KOP BARU yang baru yang akan menggantikan UU KOP No. 25/1992.

Tim Penyempurnaan Penyusunan RUU tentang Perkoperasian dengan DPR RI berpendapat bahwa : (1) Setiap Koperasi mempunyai tujuannya masing-masing, yang satu mungkin berbeda dengan yang lainnya ; (2) pengalaman dalam pelaksanaan UU KOP No. 25/1992 menunjukkan bahwa masing-masing Koperasi cenderung mencantumkan tujuannya persis seperti ketentuan tentang tujuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UU KOP No. 25/1992, sehingga tampak janggal bahwa sebuah Koperasi yang kecil dan lemah mencantumkan salah satu tujuannya, yaitu, “Ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.” ; (3) Berdasarkan pertimbangan (1) dan (2)

24

Page 27: NA RUU Koperasi

Tim berpendapat bahwa “tujuan Koperasi” tidak perlu dicantumkan dalam UU KOP BARU. Walaupun demikian, UU KOP BARU mencantumkan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, yaitu :“Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) memuat ............ :................................................................................;“tujuan dan kegiatan usaha untuk mencapai tujuan .

7. PENJELASAN MENGENAI TIDAK DICANTUMKANNYA FUNGSI DAN PERAN KOPERASI

Dalam Pasal 4 UU KOP No. 25/1992 dicantumkan ketentuan tentang “Fungsi dan Peran Koperasi” yang berbunyi :Fungsi dan peran Koperasi adalah :1) membantu dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya

dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya ;2) berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat ;3) memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian

nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya ;4) berusaha untuk mewujudfkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan

usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Terhadap rumusan ini Tim Penyempurnaan Penyusunan RUU tentang Perkoperasian dengan DPR RI berpendapat : (1) dari keempat rumusan tersebut, hanya rumusan a yang relevan bagi badan usaha Koperasi pada tingkat mikro. Rumusan b,c, dan d dinilai “terlalu besar”, sehingga tidak relevan ; (2) Masing-masing Koperasi memiliki fungsi dan perannya sendiri-sendiri. Karenanya adalah lebih baik kalau perumusan tentang fungsi dan peran Koperasi diserahkan sepenuhnya kepada Koperasi masing-masing ; (3) Berdasarkan kedua pertimbangan tersebut Tim bersepakat untuk tidak mencantumkan ketentuan tentang fungsi dan peran dalam UU KOP BARU.

B . BAB. II. PENDIRIAN, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PENGUMUMAN

1. PENJELASAN MENGENAI PENDIRIAN KOPERASI

a. Persyaratan Minimal

Definisi istilah “Koperasi” sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1 angka 1 UU KOP BARU adalah penting sekali untuk menetapkan organisasi mana yang dapat disajkan sebagai badan hukum Koperasi menurut UU KOP BARU. Dalam definisi itu ditegaskan bahwa dalam upaya untuk “memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi”, tindakan-tindakan Koperasi “ sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi”.

Dalam Pasal 9 UU KOP BARU yang baru ditetapkan persyaratan minimal sebagai berikut :(1) Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh ) orang perseorangan

dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal Koperasi.

(2) Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi dengan memisahkan sebagian kekayaan Koperasi pendiri atau anggota sebagai modal awal Koperasi.

(3) Dalam hal setelah Koperasi disahkan, anggotanya berkurang dari jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) maka dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut koperasi yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan.

25

Page 28: NA RUU Koperasi

(4) Setelah melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggota koperasi tetap kurang dari jumlah minimal keanggotaan, maka anggota Koperasi bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian yang terjadi dan Koperasi tersebut wajib dibubarkan oleh Pemerintah.

Ketentuan sebagaimana tercantum dalam ayat (1) dan (2) juga terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU KOP No. 25/ 1992, sedangkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam ayat (3) tersebut di atas merupakan ketentuan baru. Berkenaan dengan ayat (3) tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa sekurang-kurangnya tiga Koperasi Primer atau tiga Koperasi Sekunder, atau tiga Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder dapat mendirikan sebuah Koperasi Sekunder.

b. Prosedur Pendirian Koperasi

Dalam rangka pendirian Koperasi, biasanya para pendiri melakukan persiapan-persiapan tertentu, antara lain :(1) membentuk Panitia Pendirian Koperasi ;(2) Panitia mendapat tugas :

a) memikirkan jenis Koperasi yang akan didirikan dan menetapkan tujuannya ;b) memperkirakan jumlah anggota dan besarnya usaha yang diharapkan ;c) mengusahakan, melalui konsultasi dengan Pejabat Koperasi, suatu studi

kelayakan mengenai aspek-aspek praktis dan ekonomis dari kegiatan-kegiatan yang hendak dilaksanakan oleh Koperasi yang akan didirikan serta analisis kelangsungan hidup Koperasi tersebut ;

d) menyusun daftar calon anggota dan catatan mengenai kontribusi modal yang akan diperoleh ;

e) melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengajukan permohonan badan hukum bagi Koperasi yang bersangkutan .

Hal-hal tersebut di atas perlu dilakukan oleh para pendiri, namun tidak diatur dalam UU KOP BARU.

Syarat-syarat yang bisa ditetapkan bagi Koperasi untuk memperoleh status badan hukum antara lain : (1) jumlah minimum anggota pendiri (lihat Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU KOP BARU ; (2) disampaikannya surat permohonan tertulis untuk pengesahan akta pendirian kepada Menteri, yang dilampiri dengan dokumen-dokumen tertentu, seperti : berita acara rapat pembentukan, anggaran dasar yang diusulkan, dan keterangan lain yang dianggap perlu, antara lain daftar anggota pendiri dan nama-nama anggota Pengurus dan Pengawas yang pertama.

Pasal 10 UU KOP BARU yang baru menegaskan :(1) Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dibuat dengan akta

Notaris dalam bahasa Indonesia. (2) Besarnya biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan oleh Menteri.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ini berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) UU KOP No. 25/1992 yang berbunyi : “Pembetukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan Akte Pendirian yang memuat Anggaran Dasar”. Pendirian Koperasi dibuat dengan akta notaris dimaksudkan agar Koperasi memiliki akta otentik, mengingat bahwa para notaris secara khusus oleh negara ditunjuk untuk membuat akta otentik baik atas permintaan atau atas perintah. Yang dimaksud dengan akta otentik adalah akta atau surat yang dibuat oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum

26

Page 29: NA RUU Koperasi

Perdata. Ketentuan dalam ayat ini berarti bahwa tanpa adanya akta otentik yang dibuat oleh dan hadapan pejabat umum yang diangkat oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Koperasi, dalam pendirian suatu Koperasi, maka Koperasi itu tidak pernah ada.

Selanjutnya, Pasal 11 UU KOP BARU menyatakan :

(1) Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu, sekurang-kurangnya :a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan

pekerjaan pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasi pendiri; dan

b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan anggota Pengawas dan anggota Pengurus yang pertama kali diangkat.

(2) Dalam pembuatan akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang pendiri dapat diwakili oleh pendiri lain berdasarkan surat kuasa.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut di atas lebih lengkap jika dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) UU KOP No. 25/1992, karena di sana hanya dinyatakan bahwa “Pembentukan Koperasi..................dilakukan dengan Akte Pendirian yang memuat Anggaran Dasar”. Di samping itu, ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 ayat (2) UU KOP BARU tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.

Kapan suatu Koperasi memperoleh status badan hukum di tegaskan dalam Pasal 12 UU KOP BARU. Ketentuannya adalah sebagai berikut :

“Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) disahkan oleh Menteri”.Proses sejak diajukannya permohonan tertulis untuk mengesahkan akta pendirian Koperasi kepada Menteri sampai dengan disahkannya akta pendirian itu diatur dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15.

Untuk melindungi Koperasi,, dalam UU KOP BARU yang baru dicantumkan ketentuan mengenai perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri untuk kepentingan Koperasi sebelum Koperasi memperoleh status badan hukum. Ketentuan semacam itu tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992. Adapun ketentuan dalam Pasal 14 berbunyi :(1) Perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri untuk kepentingan Koperasi

sebelum memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pribadi para pendiri pribadi bersama-sama.

(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikat Koperasi setelah memperoleh status badan hukum, apabila rapat anggota menerima perbuatan hukum tersebut.

(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima oleh rapat anggota, maka Koperasi mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri.

Ketentuan dalam ayat (1) dan ayat (2) cukup jelas, sedangkan ketentuan dalam ayat (3) memerlukan penjelasan. Ketentuan itu mengatur pengalihan kepada Koperasi hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri setelah Koperasi didirikan tetapi belum disahkan menjadi badan

27

Page 30: NA RUU Koperasi

hukum melalui penerimaan secara tegas pengembilalihan hak serta kewajiban dan pengukuhan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan Koperasi untuk menerima dan pengukuhan perbuatan hukum itu ada pada rapat anggota.

2. PENJELASAN MENGENAI ANGGARAN DASAR KOPERASI

a. Pengantar

Anggaran dasar merupakan peraturan yang terutama yang mengatur tata kehidupan Koperasi dan hubungan antara Koperasi dengan anggotanya. Peraturan tersebut menjadi dasar dari peraturan-peraturan lain dalam Koperasi. Anggaran dasar disusun oleh orang-orang yang membentuk Koperasi, yaitu para pendiri Koperasi. Anggaran dasar yang dirancang oleh suatu Koperasi yang baru merupakan suatu persetujuan (bentuk khusus suatu perjanjian) antara para anggota pendiri, artinya sampai batas tertentu para anggota pendiri dapat menentukan sendiri isi anggaran dasar tersebut. Namun, segera sesudah akta pendirian Koperasi yang memuat anggaran dasar Koperasi disahkan oleh Menteri, selanjutnya anggaran dasar tersebut berubah sifat hukumnya. Anggaran dasar itu tidak dapat lagi dipengaruhi oleh para anggota pendiri melalui suatu persetujuan biasa. Setelah akta pendirian itu disahkan, maka anggaran dasar itu menjadi Koperasi yang mengikat seluruh anggota (baik anggota yang sekarang maupun mereka yang akan menjadi anggota), Pengurus, Pengawas, dan pihak lain di dalam Koperasi. Sekali anggaran dasar itu didaftarkan (untuk pertama kali melalui pengesahan akta pendirian), ia hanya dapat diubah menurut suatu prosedur tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Koperasi.

Anggaran dasar Koperasi merupakan penjabaran dari dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Koperasi dan peraturan-peraturan Pemerintah yang dibuat berdasarkan Undang-Undang itu.

b. Isi Anggaran Dasar Koperasi

Anggaran dasar Koperasi harus memuat semua hal penting mengenai tata kehidupan Koperasi dan hubungannya dengan para anggotanya. Di dalam Pasal 16 UU KOP BARU yang baru dicantumkan ketentuan sebagai berikut :(1) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) sekurang-

kurangnya memuat :a. nama dan tempat kedudukan ;b. tujuan dan kegiatan usaha untuk mencapai tujuan ;c. jangka waktu berdirinya Koperasi ;d. ketentuan mengenai sumber pendanaan ;e. tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota

Pengawas dan Pengurus ;f. hak dan kewajiban anggota Pengawas, dan Pengurus ;g. ketentuan mengenai keanggotaan ;h. ketentuan mengenai tempat dan tata cara penyelenggaraan rapat

anggota ;i. ketentuan mengenai penggunaan surplus hasil usaha ;j. ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar ;k. ketentuan mengenai pembubaran ;l. ketentuan mengenai sanksi ;m. ketentuan lain menurut Undang-Undang ini.

28

Page 31: NA RUU Koperasi

(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :

nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasi pendiri ;susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan anggota Pengawas, dan anggota Pengurus yang pertama kali diangkat.

(3) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh memuat ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.

Dibandingkan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 8 UU KOP No. 25/1992, jelaslah bahwa ketentuan yang tercantum dalam Pasal 15 UU KOP BARU jauh lebih lengkap.

Selanjutnya, di bawah ini disajikan penjelasan tentang butir-butir ketentuan yang tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) UU KOP BARU tersebut di atas.

1) Nama Koperasi

Nama Koperasi adalah penting sekali, baik nama lengkap maupun nama singkatan. Nama tersebut harus mampu menginformasikan usaha yang dilaksanakan oleh Koperasi yang bersangkutan. Nama tersebut juga harus mampu membedakan dengan nama Koperasi lainnya, agar tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Dalam hal nama yang digunakan telah menjadi nama Koperasi lainnya, maka pada nama Koperasi yang bersangkutan ditambah dengan perkataan yang membedakan.UU KOP NO. 25/1992 tidak mengatur mengenai penamaan Koperasi, sedangkan UU KOP BARU mengaturnya dalam Pasal 16. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :(1) Koperasi tidak boleh memakai nama yang :

a. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota;b. bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan ;c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau

lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan ;d. tidak sesuai dengan tujuan dan kegiatan usaha atau hanya menunjukkan

tujuan Koperasi saja tanpa nama diri ; ataue. terdiri dari angka atau rangkaian angka .

(2) Nama Koperasi Primer harus didahului dengan kata “Koperasi” dan diakhiri dengan kata ”(Prim)”.

(3) Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata “Koperasi” dan diakhiri dengan kata ”(Skd)”.

(4) Kata Koperasi dilarang digunakan oleh badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-Undang ini.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Koperasi diatur dengan Peraturan Pemerintah .

2) Tempat Kedudukan

Tempat kedudukan adalah lokasi di mana kantor utama Koperasi dengan segala manajemennya berada. Hal ini penting dicantumkan dalam anggaran dasar untuk menunjukkan domisili atau alamat resmi Koperasi yang bersangkutan, terutama dalam kaitannya jika koperai tersebut mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Tempat kedudukan harus disebutkan antara lain dalam surat menyurat dan melalui alamat tersebut Koperasi dapat dihubungi.

29

Page 32: NA RUU Koperasi

Pasal 7 ayat (2) UU KOP No. 25/1992 memuat ketentuan singkat tentang tempat kedudukan Koperasi sebagai berikut : “Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia”.UU KOP BARU memuat ketentuan tentang tempat kedudukan yang lebih rinci sebagaimana dimuat dalam Pasal 5. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :(1) Koperasi mempunyai nama dan tempat kedudukan di Daerah Kota atau

Kabupaten dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang dicantumkan dalam anggaran dasar.

(2) Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat Koperasi.

(3) Koperasi mempunyai alamat lengkap ditempat kedudukannya.(4) Dalam semua surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Koperasi,

barang cetakan, dan akta dalam hal Koperasi menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Koperasi.

3) Jangka Waktu Berdirinya Koperasi

UU KOP No. 25/1992 sama sekali tidak mengatur tentang jangka waktu berdirinya Koperasi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 7 UU KOP BARU , yang bunyinya :“ Koperasi didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar”.

4) Ketentuan mengenai sanksi

UU KOP No. 25/1992 tidak mengharuskan adanya ketentuan mengenai sanksi dalam anggaran dasar Koperasi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf l. Hal ini berkaitan dengan ketentuan tentang kewajiban anggota, Pengawas, dan Pengurus sehingga anggaran dasar perlu memuat ketentuan mengeani sanksi yang dapat dikenakan kepada anggota, Pengawas, dan Pengurus yang tidak melaksanakan kewajiban.

30

Page 33: NA RUU Koperasi

5) Ketentuan-ketentuan Lain

Ketentuan-ketentuan lain sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) akan dijelaskan dalam bab-bab yang berkaitan dengan masing-masing isu.Disamping penjelasan terhadap beberapan butir dari Pasal 15 ayat (1), perlu dijelaskan tentang rangkaian kata “pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain” sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (3). Yang dimaksud dengan rangkaian kata itu antara lain adalah pemberian hak kepada pendiri atau pihak lain mengenai perhubungannya dengan Pengawas, Pengurus, atau anggota, hak khusus untuk memberikan suara di luar ketentuan prinsip-prinsip Koperasi; hak khusus untuk mendapatkan imbalan pelayanan khusus melebihi pelayanan yang diberikan kepada anggota.

c. Perubahan Anggaran Dasar Koperasi

Anggaran dasar Koperasi dapat dirubah. Perubahan anggaran dasar berarti mengubah dasar di atas mana Koperasi didirikan dan karenanya perubahan itu merupakan hal yang sangat penting sehingga Undang-Undang tentang Koperasi menetapkan ketentuan-ketentuan yang sangat rinci mengenai hal ini .Pasal 19 UU KOP BARU menyatakan :(1) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dapat diubah

oleh Rapat Anggota apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah anggota Koperasi dan disetujui oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah anggota yang hadir.

(2) Usul perubahan Anggaran Dasar dilampirkan dalam surat undangan kepada anggota.

(3) Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali atas persetujuan pengadilan.

(4) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.

Dalam Pasal 12 ayat (1) UU KOP No. 25/1992 tercantum ketentuan yang serupa dengan ayat (1) tersebut di atas, namun dalam UU KOP No. 25/1992 tidak terdapat ketentuan seperti yang tercantum dalam ayat (2) dan ayat (5) itu. Selanjutnya, Pasal 20 UU KOP BARU menyatakan :(1) Perubahan tertentu terhadap Anggaran Dasar harus mendapat pengesahan

Menteri.(2) Perubahan tententu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. nama ;b. tempat kedudukan;c. tujuan;d. kegiatan usaha; dane. jangka waktu berdirinya Koperasi apabila Anggaran Dasar menetapkan

jangka waktu tertentu.(3) Perubahan Anggaran Dasar selain yang berkaitan dengan hal sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak akta perubahan Anggaran Dasar dibuat.

Ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 UU KOP BARU ini juga tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.

Permohonan persetujuan atas perubahan anggaran dasar dapat ditolak. Dalam hubungan ini, Pasal 22 UU KOP BARU menyatakan, apabila :a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan anggaran dasar ;

31

Page 34: NA RUU Koperasi

b. isi perubahan anggaran dasar bertentangan dengan peraturan perUndang-Undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan ; dan

c. ada keberatan dari kreditor yang kepentingannya dirugikan sebagai akibat diubahnya anggaran dasar mengenai pendanaan”.

Ketentuan semacam ini tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.

3. PENJELASAN MENGENAI PENGUMUMAN

Mengenai pengumuman Koperasi yang telah memperoleh status sebagai badan hukum, Pasal 24 UU KOP BARU menyatakan :“Pengumuman sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Menteri (dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia).

Selanjutnya Pasal 25 UU KOP BARU menegaskan :

Ketentuan mengenai Daftar Umum Koperasi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

C. BAB III. KEANGGOTAAN

1. PENJELASAN MENGENAI PERSYARATAN KEANGGOTAAN

Di dalam Koperasi yang merupakan perkumpulan orang – bukannya perkumpulan modal – peran anggota sangat penting. Koperasi dimiliki, dikelola, diawasi dan dikendalikan oleh anggota. Jasa yang dihasilkan atau disediakan oleh Koperasi dimanfaatkan dan dinikmati oleh anggota. Karena itu adalah tepat sekali ketentuan yang dicantumkan dalam Pasal 26 ayat (1) UU KOP BARU, yaitu :“Anggota Koperasi adalah pengguna jasa Koperasi”.Dari rumusan tersebut jelaslah bahwa yang dimaksud dengan “pengguna jasa Koperasi” adalah pengambil manfaat dari pelayanan yang disediakan oleh Koperasi.

Untuk dapat menjadi anggota Koperasi seseorang atau suatu badan hukum Koperasi harus memenuhi persyaratan tertentu . Pasal 27 UU KOP BARU menyatakan :(1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi Primer ialah orang perseorangan yang mampu

melakukan tindakan hukum, mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi, bersedia menggunakan jasa Koperasi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar.

(2) Yang dapat menjadi anggota Koperasi Sekunder ialah Koperasi yang mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar.

Sehubungan dengan ketentuan dalam Pasal 27 tersebut diatas perlu dikemukakan catatan berikut : (1) ketentuan dalam Pasal 28 UU KOP BARU yang baru lebih rinci dari pada ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) UU KOP No. 25/1992 ; (2) Pasal 67 UU KOP BARU tidak mempersyaratan kewarganegaraan Indonesia kepada seseorang yang ingin menjadi anggota Koperasi Indonesia.

32

Page 35: NA RUU Koperasi

2. PENJELASAN MENGENAI KEANGGOTAAN KOPERASI YANG BERSIFAT SUKARELA

Dalam Koperasi, keanggotaan bersifat sukarela sesuai dengan ciri Koperasi sebagai suatu organisasi swadaya. Keanggotaan sukarela berarti : (1) kebebasan untuk menjadi anggota bagi semua orang yang memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar ; (2) hak bagi setiap anggota untuk mengundurkan diri dari keanggotaan Koperasi.Pasal 28 ayat (1) UU KOP BARU menyatakan sebagai berikut :“Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah persyaratan sebagaimana diatur dalam anggaran dasar dipenuhi”.Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 ayat (2) UU KOP No. 25/1992.Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hanya orang-orang yang ingin memanfaatkan fasilitas bersama yang disediakan oleh Koperasi dan bersedia melaksanakan kewajiban dan hak keanggotaan saja yang seharusnya menjadi anggota. Setiap anggota Koperasi dapat mengakhiri keanggotaannya jika ia : (1) tidak lagi percaya kepada Koperasinya ; atau (2) merasa bahwa kepentingannya pada Koperasi itu terganggu ; atau (3) merasa bahwa kepentingannya tidak lagi diperhatikan oleh Koperasinya ; atau (4) tidak lagi memenuhi syarat-syarat keanggotaan.

Di samping ketentuan sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (2) UU KOP BARU menyatakan :“Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan”.Ketentuan tersebut menegaskan bahwa pada dasarnya keanggotaan Koperasi itu tidak dapat dipindahtangankan kepada siapapun dengan cara apapun, karena persyaratan untuk menjadi anggota Koperasi, antara lain adalah : (1) adanya kesamaan kepentingan ekonomi ; dan (2) adanya kesediaan untuk menggunakan jasa Koperasi. Kedua hal tersebut melekat pada diri seseorang anggota.

3. PENJELASAN MENGENAI HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA KOPERASI

Kewajiban dan hak anggota Koperasi baik untuk anggota yang ada maupun untuk mereka yang akan menjadi anggota ditetapkan dalam anggran dasar . Kewajiban dan hak tersebut sama bagi setiap anggota Koperasi . Pasal 29 UU KOP BARU menyatakan :(1) Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) mempunyai kewajiban :

a. mematuhi anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan ketentuan yang telah disepakati dalam rapat anggota ;

b. berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi;c. mengembangkan dan memelihara nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2.(2) Anggota mempunyai hak :

a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;

b. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta atau tidak.

c. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengawas dan Pengurus;d. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;e. memanfaatkan jasa yang disediakan oleh Koperasi;f. mendapat keterangan mengenai perkembangan Koperasi sesuai dengan ketentuan

dalam Anggaran Dasar; dang. mendapatkan surplus hasil usaha Koperasi dan kekayaan sisa hasil

penyelesaian Koperasi.

Sebagai konsekuensi seseorang menjadi anggota Koperasi, maka orang itu harus melaksanakan kewajiban keanggotaan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 29 ayat (1)

33

Page 36: NA RUU Koperasi

tersebut di atas. Berkenaan dengan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) ketentuan dalam huruf c perlu mendapat penjelasan. Yang dimaksud dengan “mengembangkan dan memelihara nilai-nilai adalah mengusahakan diamalkannya nilai-nilai etika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) oleh anggota dan diterapkannya nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dalam kegiatan Koperasi. Disamping itu, anggota berkewajiban menjaga agar tidak terjadi erosi nilai-nilai di dalam Koperasi serta mengusahakan dan menjaga agar nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi dipatuhi dan dijalankan di dalam Koperasi. Di samping itu anggota Koperasi juga mempunyai mempunyai hak keanggotaan, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk berbuat segala sesuatu sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 29 ayat (2). Pelaksanaan kewajiban dan hak oleh setiap anggota akan menumbuhkan rasa tanggung jawab pada diri masing-masing anggota.

4. PENJELASAN MENGENAI KEANGGOTAAN LUAR BIASA

Pada prinsipnya setiap anggota masyarakat yang ingin menjadi anggota Koperasi harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan anggaran dasar Koperasi. Namun demikian jika terdapat anggota masyarakat yang membutuhkan pelayanan Koperasi dan atau berkeinginan untuk mendukung pengembangan Koperasi tetapi tidak memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Koperasi, mereka dapat diterima sebagai anggota luar biasa. Undang-Undang memberikan peluang ini sesuai dengan prinsip Koperasi bahwa Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Menurut ketentuan didalam Pasal 18 ayat (2) UU KOP No. 25/1992, koperasi dapat memiliki anggota luar biasa. Ketentuannya adalah sebagai berikut :“Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak, dak kewajiban keanggotannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar”.Dalam hal terdapat orang yang ingin mendapat pelayanan dan menjadi anggota Koperasi, namun tidak sepenuhnya dapat memenuhi persyaratan sebagaiamana ditetapkan dalam Anggaran Dasar, mereka dapat diterima sebagai anggota luar biasa. Ketentuan ini memberi peluang bagi penduduk Indonesia bukan warga negara dapat menjadi anggota luar biasa dari suatu Koperasi sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Ketentuan tentang keanggotaan luar biasa tetap dipertahankan dalam UU KOP BARU, yaitu dimuat dalam Pasal 30 ayat (1) – ayat (5). Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :(1) Koperasi Primer dapat menerima anggota luar biasa.(2) Yang dapat menjadi Anggota Luar Biasa dalam Koperasi Primer sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan yang mampu melakukan tindakan hukum dan bersedia menggunakan jasa Koperasi tetapi tidak dapat memenuhi persyaratan keanggotaan sesuai Anggaran Dasar Koperasi.

(3) Anggota luar biasa mempunyai kewajiban menjaga nama baik Koperasinya.(4) Anggota luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya mempunyai hak:

a. menghadiri dan menyatakan pendapat dalam Rapat Anggota;b. memanfaatkan jasa yang disediakan oleh Koperasi; danc. mendapat keterangan mengenai perkembangan Koperasi sesuai dengan

ketentuan dalam Anggaran Dasar.(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, hak dan kewajiban anggota luar biasa

diatur dalam Anggaran Dasar.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 30 ayat (4), maka anggota luar biasa tidak mempunyai hak untuk memberikan suara dalam rapat anggota, tidak dapat memilih dan dipilih menjadi Pengurus atau Pengawas Koperasi, meminta diadakannya rapat anggota serta mendapatkan surplus hasil usaha Koperasi dan kekayaan sisa hasil likuidasi Koperasi.

34

Page 37: NA RUU Koperasi

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa ketentuan tentang keanggotaan luar biasa dalam UU KOP BARU lebih lengkap jika dibandingkan dengan ketentuan dalam UU KOP No. 25/1992.

D. BAB IV. RAPAT ANGGOTA KOPERASI

1. PENJELASAN MENGENAI KEDUDUKAN DAN WEWENANG RAPAT ANGGOTA KOPERASI

Rapat anggota dalam Koperasi merupakan suatu lembaga (institusi), bukan sekedar sebagai forum rapat. Rapat anggota adalah salah satu unsur perangkat organisasi Koperasi dan karenanya merupakan suatu lembaga struktural organisasi Koperasi. Kedudukan hukum rapat anggota dinyatakan dalam Pasal 22 UU KOP No. 25/1992, yaltu:(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.(2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.

Ketentuan yang sama dengan ayat (1) tersebut di atas juga dicantumkan dalam Pasal 31 UU KOP BARU, yang berbunyi:

“Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi”Rapat anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi mempunyai kedudukan yang sangat menentukan, berwibawa, dan menjadi sumber dan segala keputusan atau tindakan yang dilaksanakan oleh Pengurus, Pengawas dan karyawan Koperasi. Keputusan yang ditetapkan oleh rapat anggota harus ditaati dan mengikat semua anggota, Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi. Hal itu berarti bahwa kedudukan dan kekuatan hukum rapat anggota memberitukan segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh Koperasi beserta akibatnya dalam hubungan dengan anggota dan pihak lain yang terkait.

Dapat juga dikatakan bahwa rapat anggota merupakan perwujudan kehendak para anggota untuk membicarakan segala sesuatu yang menyangkut kehidupan dan pelaksanaan kegiatan Koperasi serta memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada Pengawas atau Pengurus dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang tentang Koperasi dan atau anggaran dasar.

Sebagai salah satu lembaga dalam Koperasi, rapat anggota memiliki wewenang yang sangat kuat dan menentukan. Lembaga ini dapat dianalogikan dengan lembaga legislatif. Adapun wewenang rapat anggota dinyatakan dalam Pasal 32 UU KOP BARU, yaitu:Rapat anggota mempunyai wewenang:a. menetapkan kebijakan umum Koperasi;b. mengubah anggaran dasar;c. memiliki, mengangkat dan memberhentikan Pengawas dan Pengurus;d. menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;e. menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh Koperasi;f. meminta keterangan dan mengesahkan pertangungjaweban Pengawas dan Pengurus

dalam pelaksanaan tugasnyag. menetapkan pembagian surplus hasil usaha,h. memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran Koperasi; dani. menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini .

Sehubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 32 tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa: yang dimaksud dengan kebijakan umum Koperasi adalah kebijakan umum di bidang kelembagaan dan usaha. Dalam hal rapat anggota menghendaki ditetapkannya kebijakan umum Koperasi, maka rancangan kebijakan dimaksud disiapkan oleh Pengurus. Sedangkan “meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban Pengawas dan Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya” adalah disampaikan nya laporan tahunan. Pengesahan pertanggungjawaban oleh rapat anggota dapat berupa menerima atau menolak

35

Page 38: NA RUU Koperasi

pertanggungjawaban tersebut.

Dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 23 UU KOP NO. 25/1992, ketentuan dalam Pasal 32 UU KOP BARU memiliki kelebihan, yaitu adanya wewenang sebagaimana yang tercantum dalam huruf e yang menyatakan bahwa :

“Rapat anggota mempunyai wewenang menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama Koperasi.

2. PENJELASAN MENGENAI PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA

Penyelenggaraan rapat anggota dilakukan oleh Pengurus dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan tertentu, seperti kuorum, pengiriman undangan, dsb. Pasal 33 UU KOP BARU menyatakan:(1) “Rapat anggota diselenggarakan oleh Pengurus.(2) Kuorum kehadiran rapat anggota diatur dalam anggaran dasar.(3) Undangan kepada anggota untuk menghadiri rapat anggota dikirim oleh Pengurus

selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum rapat anggota diselenggarakan.(4) Undangan dilakukan dengan surat yang mencantumkan antara lain tanggal, waktu, tempat,

dan acara rapat anggota disertai pembentahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam rapat anggota tersedia di kantor Koperasi.”

Yang perlu dijelaskan di sini adalah ketentuan yang tercantum dalam ayat (2). Ayat ini menegaskan bahwa kuorum kehadiran rapat anggota diatur dalam anggaran dasar, termasuk kuorum untuk membicarakan perubahan anggaran dasar. Yang dikecualikan dan ketentuan tersebut dan diatur dalam Undang-Undang tentang Koperasi adalah kuorum rapat anggota luar biasa yang diselenggarakan untuk memutuskan penggabungan, peleburan, dan pembubaran Koperasi sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 42 UU KOP BARU. Penyajian Pasal 42 ini akan dilakukan dalam penjelasan mengenai rapat anggota luar biasa.

Selanjutnya dijelaskan mengenai pengambilan keputusan dalam rapat anggota. Pasal 34 UU KOP BARU menegaskan sebagai berikut :(1) “Keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.(2) Apabila tidak diperoleh keputusan melalui cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.(3) Dalam pemungutan secara setiap anggota mempunyai hak satu suara.(4) Hak suara pada Koperasi Sekunder diatur secara demokratis dengan mempertimbangkan

jumlah anggota dan partisipasi usaha Koperasi anggota secara adil.

Beberapa hal dan ketentuan Pasal 34 tersebut perlu mendapat penjelasan, yaitu: (1) yang dimaksud dengan “suara terbanyak biasa” sebagaimana disebutkan dalam ayat (2) adalah jumlah suara yang Iebih besar dari setengah seluruh jumlah suara yang dikeluarkan. Persyaratan untuk disetujui oleh jumlah suara yang lebih besar dan suara terbanyak biasa, yaltu 2/3 (dua per tiga) jumlah suara yang dikeluarkan dengan sari, ditegaskan dalam Pasal 41 ayat (2) yang berkaitan dengan pengambilan keputusan penggabungan, peleburan, dan pembubaran Koperasi ; (2) Yang dimaksud dengan “memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan partisipasi usaha Koperasi anggota” adalah bahwa dalam penentuan jumlah hak suara, jumlah anggota Koperasi-anggcta dan besar kecilnya transaksi masing-masing Koperasi sebagai anggota Koperasi Sekunder harus dijadikan variabel utama. Koperasi Sekunder yang bersangkutan perlu menetapkan rumus mengenai jumlah hak suara yang diatur dalam anggaran dasarnya.

Berkenaan dengan penyelenggaraan rapat anggota ketentuan dalam Pasal 40, Pasal 44, Pasal 45 dan Pasal 46 dan UU KOP BARU perlu diperhatikan. Pasal 40 menyatakan:“Rapat anggota dianggap sah apabila diselenggarakan sesuai dengan persyaratan dan tata

36

Page 39: NA RUU Koperasi

cara rapat anggota yang ditetapkan dalam anggaran dasar”.Selanjutnya, Pasal 44 menyatakan“Koperasi Primer yang jumlah anggotanya melebihi jumlah tertentu dapat menyelenggarakan rapat anggota melalui delegasi atau utusan anggota”.Yang dimaksud dengan jumlah tertentu adalah jika jumlah anggota Koperasi sangat besar sehingga terjadi kesulitan untuk menghadirkan seluruh anggota pada tempat dan waktu tententu. Ketentuan ini memungkinkan pembentukan kelompok-kelompok anggota. Setiap kelompok mengirimkan wakilnya ke rapat anggota. Jumlah wakil dan masing-masing kelompok sebanding dengan jumlah anggota yang tergabung dalam kelompok-kelompok yang bersangkutan. Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara penyelengganaan rapat anggota melalui utusan anggota diatur dalam anggaran dasar.

Pasal 45 memuat ketentuan tentang pembuatan risalah rapat anggota. Ketentuannya berbunyi ‘Pada setiap penyelenggaraan rapat anggota wajib dibuat risalah rapat yang dibubuhi tanda tangan pimpinan rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang anggota yang ditunjuk oleh rapat anggota”. Pembicaraan dalam subbab ini diakhri dengan menyajikan ketentuan dalam Pasal 46, yaitu“Persyaratan, tata cara dan ketentuan lain mengenai penyelenggaraan rapat anggota dan rapat anggota luar biasa ditetapkan dalam anggaran dasar”.

3. PENJELASAN MENGENAI RAPAT ANGGOTA TAHUNAN

Rapat anggota Koperasi yang paling dikenal oleh anggota adalah rapat anggota tahunan (R.A.T.). R.A.T. adalah rapat yang diselenggarakan dengan acara pokok membahas dan mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas. Rapat tersebut diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku benakhir. Sehubungan dengan rapat anggota tahunan, Pasal 35 UU KOP BARU menyatakan:(1) Rapat Anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan

selambat-lambatnya 5 (lima) bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup.(3) Dalam hal Koperasi tidak menyelenggarakan Rapat Anggota dalam jangka waktu

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat memerintahkan Koperasi untuk menyelenggarakan Rapat Anggota,

Yang dimaksud dengan “pertanggungjawaban Pengurus” adalah laporan mengenai pelaksanaan tugas selama satu tahun buku, termasuk laporan keuangan yang terdiri atas neraca, perhitungan hasil usaha, beserta penjelasannya. Sedangkan laporan Pengawas berisi hasil pemeriksaan selama tahun buku yang bersangkutan. Penyelenggaraan R.A.T. penting sekali bagi kehidupan koperasi, karena itu Menteri berwenang memerintahkan Koperasi untuk

menyelenggarakan R.A.T. dalam hal Koperasi tidak menyelenggarakannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang tentang Koperasi. Ketentuan itu dimuat dalam Pasal 35 ayat (3) UU KOP BARU.

Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas Pengurus dan Pengawas selama satu tahun buku dicantumkan dalam Pasal 36 UU KOP BARU.(1) “Dalam rapat anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) diajukan Iaporan

tahunan yang berisi dokumen sebagai berikut:a. laporan mengenai keadaan dan jalannya Koperasi serta hasil yang telah dicapai;b. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan

Koperasi;c. perhitungan tahunan yang sekurang-kurangnya terdiri dari neraca akhir tahun buku

yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya serta laporan

37

Page 40: NA RUU Koperasi

hasil usaha tahun buku yang bersangkutan;d. laporan Pengawas;e. nama anggota Pengawas dan Pengurus;f. besar imbalan bagi anggota Pengawas serta gaji dan tunjangan lain bagi anggota

Pengurus.(2) Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dibuat berdasarkan

Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat dilaksanakan,

Pengurus wajib memberikan penjelasan dan alasannya.(4) Perhitungan tahunan dalam bentuk laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) huruf c ditandatangani oleh semua anggota.”

Satu hal dan ketentuan Pasal 36 yang perlu dijelaskan adalah istilah “Standar Akuntansi Keuangan”(S.A,K.). Standar tersebut merupakan dokumen anutan mengenai aspek peraturan akuntansi keuangan perusahaan yang disusun oleh lkatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan Koperasi yang merupakan bagian dani Standar Akuntansi Keuangan, perlu dianut oleh Koperasi. Hal ini perlu untuk meminimalkan perbedaan antana praktek akuntansi dan keselarasan akuntansi secara nasional.

Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) UU KOP BARU tersebut di alas harus ditandalangani oleh semua anggota Pengurus. Apabila salah seorang anggota pengurus tidak menandatangani Iaporan tahunan tersebut, anggota yang bersangkutan harus menjelaskan alasannya secara tertulis. Ketentuan-ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 38 UU KOP BARU.

Sebagai penutup subbab inii perlu ditegaskan tentang persetujuan terhadap laporan tahunan sebagaiman tercantum dalam Pasal 38 UU KOP BARU, yaitu:“Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan, merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh rapat anggota.Penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh rapat anggota berarti membebaskan Pengurus dan tanggungjawabnya pada tahun buku yang bersangkutan.

4. PENJELASAN MENGENAI RAPAT ANGGOTA LUAR BIASA

Rapat anggota Iuar biasa (R.A.L.B.) diselenggarakan untuk segera mengambil keputusan yang wewenangnya ada pada rapat anggota. Hal ini ditempuh apabila masalah yang segera harus diatasi dinilai sangat mendesak,sehingga tidak dapat menunggu sampai diselenggarakannya R.A.T. yang akan datang. Sebagai contoh, apabila Pengurus menyeleweng atau melakukan perbuatan yang berlawanan dengan kepentingan Koperasi sehingga menimbulkan kerugman yang cukup besar. Untuk menjaga jangan sampai kerugian itu berlangsung berlarut-larut maka perlu segera diambil keputusan melalul R.A.L.B. Rapat anggota semacam itu dapat di selenggarakan berdasarkan:(I) prakarsa pengurus;(2) permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah anggota.

Apabila pemiintaan anggota untuk mengadakan R.A.L.B. telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang tentang Koperasi dan anggaran dasar Koperasi, maka Pengurus wajib melaksanakannya.

Tentang R.A.L.B., Pasal 41 UU KOP BARU menyatakan:(1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Koperasi dapat

menyelenggarakan Rapat Anggota Luar biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenang pengambilannya ada pada Rapat Anggota.

(2) Penyelenggaraan Rapat Anggota Luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa Pengurus atau atas permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah anggota.

38

Page 41: NA RUU Koperasi

(3) Permintaan anggota kepada Pengurus untuk menyelenggarakan Rapat Anggota Luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis dengan disertai alasan dan daftar tanda tangan anggota.

(4) Rapat Anggota Luar biasa yang diselenggarakan atas permintaan anggota hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Rapat Anggota Luar biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

Penggabungan , peleburan, dan pembubaran Koperasi harus dibicarakan dan diputuskan dalam R.A.L.B. Persyaratan penyelenggaraan dan kesahan keputusan dalam R.A.L.B. ini sungguh benar. Pasal 42 UU KOP BARU menyatakan:(1) Rapat Anggota Luar biasa yang diselenggarakan untuk memutuskan penggabungan,

peleburan, dan pembubaran Koperasi dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat) jumlah anggota.

(2) Keputusan Rapat Anggota Luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua per tiga) jumlah suara yang dikeluarkan dengan sah.

(3) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, Pengurus dapat menyelenggarakan Rapat Anggota Luar biasa kedua pada waktu paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 30 (tiga puluh) hari dihitung dari tanggal rencana penyelenggaraan Rapat Anggota Luar biasa pertama yang gagal diselenggarakan.

(4) Ketentuan tentang kuorum dan kesahan keputusan dalam Rapat Anggota Luar biasa kedua sama dengan ketentuan dalam Rapat Anggota Luar biasa pertama sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2).

Dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 42 tersebut di atas jelaslah bahwa ketentuan tentang kuorum dan kesahan keputusan dalam rapat anggota luar biasa yang dimaksudkan untuk mengadakan penggabungan, peleburan, dan pembubaran Koperasi sungguh berat karena keputusan yang akan diambil bersifat sangat mendasar dan menentukan status kelembagaan dan usaha Koperasi yang bersangkutan di masa mendatang.

39

Page 42: NA RUU Koperasi

5. PENJELASAN MENGENAI KEWENANGAN KETUA PENGADILAN NEGERI UNTUK MEMBERIKAN IZIN KEPADA PEMOHON UNTUK MELAKUKAN PEMANGGILAN RAPAT ANGGOTA

Dalam Pasal 41 ayat (2) tersebut di atas ditentukan bahwa atas permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah anggota, R.A.L.B. dapat diselenggarakan oleh Pengurus. Bagaimanakah jika Pengurus tidak mampu atau tidak mau menyelenggarakan R.A.L.B. yang diminta oleh anggota ? Pasal 42 UU KOP BARU memberi jalan keluar dengan ketentuan-Ketentuannya sebagai berikut:

(1) “Ketua Pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Koperasi dapat memberikan izin kepada pemohon untuk:a. melakukan pemanggilan rapat anggota, atas permohonan sekurang-kurangnya 1/5

(satu per lima) dan jumlah anggota apabila Pengurus tidak menyelenggarakan rapat anggota pada waktu yang telah ditentukan ; atau

b. melakukan pemanggilan rapat anggota luar biasa, atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, apabila Pengurus setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan rapat anggota luar biasa.

(2) Dalam hal rapat anggota atau rapat anggota luar biasa diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan Pengurus dan atau Pengawas untuk hadir.

(3) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenal pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir.”

Perlu dicatat bahwa jalan keluar semacam ini tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.

6. PERBANDINGAN KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI RAPAT ANGGOTA DALAM UU KOP BARU DAN UU KOP No. 25/1992

Ketentuan-ketentuan mengenai rapat anggota dalam UU KOP BARU telah diuraikan dalam subbab a s/d e. Jika dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 23-28 UU KOP No. 25/1992 jelaslah bahwa ketentuan-ketentuan mengenai rapat anggota dalam UU KOP BARU jauh Iebih lengkap. Untuk jelasnya, di bawah ini disajikan Pasal 23 — 28 UU KOP No. 25/1992.

Pasal 23Rapat Anggota menetapkan:a. Anggaran Dasar;b. Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha Koperasi;c. pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;d. Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta pengesahan

Iaporan keuangan;e. pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya;f. Pembagian sisa hasil usaha;g. Penggabungan, peleburan, pembagian dan pembubaran Koperasi.

40

Page 43: NA RUU Koperasi

Pasal 24

(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.(2) Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawanah maka pengambilan

keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.(3) Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai hak satu suara.(4) HaK suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan

mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi anggota secara berimbang.

Pasal 25

Rapat anggota berhak meminta ketenangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas mengenai pengelolaan Koperasi.

Pasal 26

(1) Rapat Anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan

paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau.

Pasal 27

(1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Koperasi dapat melakukan Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada Rapat Anggota.

(2) Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota Koperasi atau atas keputusan pengurus yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.

(3) Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 23.

Pasal 28

Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.

E. BAB V. PENGAWAS DAN PENGURUS

1. PENJELASAN MENGENAI PERSYARATAN ANGGOTA PENGAWAS SERTA TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN PENGAWAS

Pengawas merupakan organ Koperasi yang mendapat kuasa dan rapat anggota untuk mengawasi pelaksanaan keputusan rapat anggota dan pengelolaan Koperasi. Pada hakikatnya tugas Pengawas bukan untuk mencari kesalahan malainkan untuk menjaga agar kegiatan yang meIakukan oleh Koperasi sesuai dengan apa yang diputuskan oleh rapat anggota. Apabila Pengawas memerlukan penyimpangan hal itu perlu dikensultasikan kepada Pengurus untuk diambil tindakan. Selanjutnya hasil pengawasan dilaporkan kepada rapat anggota. Pengawas dipilih dan dari oleh anggota Koperasi dalam rapat anggota. Pasal 46 ayat (I) UU KOP Baru menyatakan: (1) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota.

Apakah persyaratan bagi seseorang anggota Koperasi untuk dapat dipilih menjadi Pengawas? Secara singkat dalam Pasal 38 ayat (3) UU KOP No. 25/1992 dinyatakan sebagai

41

Page 44: NA RUU Koperasi

berikut: (3) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota Pengawas dltetapkan dalam Anggaran Dasar. Dalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3) UU KOP BARU persyaratannya lebih rinci, yaitu:(2) Yang dapat dipilih menjadi Pengawas adalah anggota yang:

a. tidak pernah dinyatakan pailit menjadi anggota Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perseroan yang dinyatakan pailit; atau

b. tidak pernah dihukum karena melakukan tindakan pidana korporasi dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.

(3) Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi anggota Pengawas dtetapkan dalam anggaran dasar’.

Dalam persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) aspek reputasi pribadi calon anggota Pengawas benar-benar ditekankan. Tentang ketentuan dalam ayat (2) huruf b perlu mendapat penjelasan, yaitu bahwa jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan bersalah menyebebkan Koperasi atau perseroan pailit atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani hukuman.

Tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas diatur dalam Pasal 48 UU KOP BARU sebagai berikut:(1) Untuk pertama kalinya susunan dan nama anggota Pengawas dicantumkan dalam Akta

pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.(2) Susunan Pengawas dicantumkan dalam Anggaran Dasar.(3) Pengawas diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.(4) anggota Pengawas tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus.Yang dirnaksud dengan ‘yang berkepentingan’ antara lain adalah anggota, pejabat, Pemerintah yang bertanggung jawab dalam bidang perkoperasian, kredltor, dan sebagainya.

2. PENJELASAN MENGENAI TUGAS DAN WEWENANG PENGAWAS

Dalam Pasal 39 UU KOP No. 25/1992, tugas dan wewenang Pengawas diatur secara singkat sebagai berikut:(1) Pengawas bertugas:

a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi;

b. membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.(2) Pengawas berwenang:

a. meneliti catatan yang ada pada Koperasi;b. mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.

(3) Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.Ketentuan tentang tugas dan wawenang Pengawas dalam UU KOP BARU lebih lengkap dan pada ketentuan tersebut di atas. Pasal 49 UU KOP BARU menyatakan:(1) ‘Pengawas bertugas:

a. mengusulkan calon anggota Pengurus;b. memberi nasihat dan pengawasan kepada pengurus c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelelaan Koperasi

yang dilakukan oleh Pengurus;d. melaporkan hasil pengawasan kepada rapat anggota;

42

Page 45: NA RUU Koperasi

(2) Pengawas berwenang:a. menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota

sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar;b. meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari Pengurus dan

pihak lain yang terkait;c. mendapatkan laporan berkala tentang pekembangan usaha dan kinerja Koperasi

dari Pengurus;d. memberikan persetujuan atau bantuan kepada Pengurus dalam melakukan

perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam anggaran dasar;e. dapat memberhentikan Pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan

alasannya;f. melakukan tindakan pengelolaan Koperasi dalam keadaan tertentu untuk jangka

waktu tertentu berdasarkan anggaran dasar atau keputusan rapat anggota.(3) Bagi Pengawas yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan

tindakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf f berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Pengurus terhadap Koperasi dan pihak ketiga.

(4) Pengawas wajib merahasiakan hasil pengawasan yang dllakukannya terhadap pihak yang tidak berkepentingan.

Ketentuan yang bersifat baru dalam UU KOP BARU adalah ketentuan yang tercantum dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a serta Pasal 49 ayat (2) huruf a, huruf d, huruf e, dan huruf f. Dua hal perlu mendapat penjelasan, yaitu tentang ketentuan dalam ayat (2) huruf d dan huruf f. Ketentuan dalam ayat (2) huruf d memberi wewenang kepada Pengawas untuk melakukan pengelolaan Koperasi yang sebenamya hanya dapat dilakukan oleh Pengtrus dalam hal Pengurus tidak ada. Apabila ada Pengurus, Pengawas hanya dapat melakukan tindakan yang secara tegas ditentukan dalam Undang-undang ini. Sedang arti istilah ‘keadaan tertentu’ dalam ayat (2) hurut f adalah dalam hal seluruh anggota Pengurus berhalangan tetap.

Dalam melaksanakan tugas, Pengawas dapat dibantu akuntan publik untuk melaksanakan jasa audit terhadap Koperasi. Mengenai hal ini Pasal 51 UU KOP BARU menegaskan:(1) ‘Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan

Pasal 50, Pengawas dapat dibantu akuntan publik untuk melakukan jasa audit terhadap Koperasi.

(2) Penunjukan akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dltetapkan oleh rapat anggota’.

3. PENJELASAN MENGENAI PEMBERHENTIAN ANGG0TA PENGAWAS DAN PENGISIAN JABATAN PENGAWAS YANG KOSONG

Anggota Pengawas harus bekerja dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Pasal 50 UU KOP BARU menegaskan sebagal berikut:(1) Pengawas wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk

kepentingan Koperasi.(2) Pengawas bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Anggota.

Ketentuan itu termaktub dalam Pasal 52 UU KOP BARU sebagai berikut:(1) Pengawas dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan

menyebutkan alasannya.(2) Keputusan untuk memberhentikan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

hanya dapat ditetapkan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota.

43

Page 46: NA RUU Koperasi

(3) Pemberian kesempatan membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan menerima baik keputusan pemberhentian tersebut.

(4) Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengawas atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Ketentuan dalam ayat (2) tersebut perlu diberi penjelasan. Pemberian kesempatan kapada anggota Pengawas yang diberhentikan untuk membela diri dalam rapat anggota merupakan ketentuan yang adil dan juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya fitnah. Apabila yang bersangkutan tidak hadir, maka rapat anggota dapal memberhentikan tanpa kehadirannya.

Selanjutnya tentang pengisian jabatan Pengawas yang kosong, dsb, di atur dalam anggaran dasar. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 53 UU KOP BARU sebagai berikut:‘Pengisian jabatan Pengawas yang kosong atau dalam hal Pengawas diberhentikan atau berhalangan tetap diatur dalam anggaran dasar’.

4. PENJELASAN MENGENAI PERSYARATAN DAN PENGANGKATAN PENGURUS

Pengurus Koperasi merupakan salah satu organ Koperasi dan karenanya merupakan tembaga struktural organisasi Koperasi di bawah kekuasaan rapat anggota. Para anggota Pengurus Koperasi mendapat tugas yang sangat berat untuk : (1) mengurus perkumpulan Koperasi sebagal kelompok orang ; dan (2) mengelela kegiatan perusahaan Koperasi sedemikian rupa sehingga kepentingan anggota dapat dipenuhi dari perusahaan Koperasinya mampu berusaha secara berhasil di atas landasan yang kokoh. Persyaratan umum yang diperlukan untuk mengembangkan tugas tersebut adalah : (1) memiliki ketrampilan kepemimpinan ; (2) memiliki ketrampilan manajerial ;dan (3) memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai pengusaha bagi kepentingan anggota.

Pasal 54 UU KOP BARU memuat ketentuan tentang persyaratan seseorang untuk dapat diangkat menjadi anggota Pengurus, yaitu:(1) Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan, baik anggota

maupun bukan anggota, yang:a. mampu melaksanakan perbuatan hukum; danb. tidak pernah dinyatakan pailit alau menjadi anggota Pengawas atau Pengurus suatu

Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perseroan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi atau perseroan itu dinyatakan pailit ; atau

c. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana korporasi dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan ; dan

d. memiliki kemampuan mengelola usaha Koperasi.(2) Persyaratan lain untuk dapat diangkat menjadi anggota Pengurus ditetapkan dalam

anggaran dasar.

Ketentuan tersebut Iebih luas daripada ketentuan dalam Pasal 29 ayat (5) UU KOP No. 25/1992 yang hanya menyatakan : (5) ‘Persyaratan untuk dapat dpilih dan dangkat menjadi anggota Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar. ‘Hal panting yang dicantumkan dalam Pasal 54 UU KOP BARU adalah yang berkaitan dengan reputasi calon anggota Pengurus.

Hal lain yang perlu dijelaskan adalah mengenai status keanggotaan calon anggota Pengurus. Pasal 29 ayat (1) UU KOP No. 25/1992 menyatakan : (1) ‘Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.’ Ketentuan ini menutup orang perseorangan bukan anggota yang cakap dan berseda berbakti kepada Koperasi untuk menjadi anggota

44

Page 47: NA RUU Koperasi

Pengurus.Pengalaman menunjukkan bahwa ketentuan tersebut sering menghambat dibentuknya komposisi Pengurus yang memiliki wawasan, profesionalitas, dan kompetensi yang memadai. Antara lain, atas dasar pertimbangan itu, UU KOP BARU menetapkan ketentuan yang berbeda sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 54 ayat (1), yaitu :‘yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan, balk anggota maupun bukan anggota

Selanjutnya tentang pemulihan dan pengangkatan anggota Pengurus, Pasal 55 UU KOP BARU menegaskan:(1) ‘Anggota Pengurus dipilih dan diangkat oleh rapat anggota atas usul Pengawas.(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Pengurus dilakukan dengan mencantumkan

susunan dan nama anggota Pengurus dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

(3) Anggota Pengurus diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.

(4) Tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam anggaran dasar’.

Ketentuan yang perlu dikomentari adalah sebagai berikut:

(1) Secara hirarkis Pengawas memiliki kedudukan yang Iebih tinggi daripada Pengurus. Hal itu tanpak dari ketentuan bahwa walaupun anggota Pengurus itu dipilih dan diangkat oleh rapat anggota, namun pengusulannya dilakukan oleh Pengawas. Disamping itu, ketentuan dalam Pasal 61 ayat (1) UU KOP BARU juga menegaskan superioritas Pengawas terhadap Pengurus dengan pernyataannya: (1) ‘Anggota Pengurus dapat diberhentikan untuk sementara oleh rapat anggota atau Pengawas dengan menyebutkan alasannya.’(2) Berbeda dengan UU KOP No. 25/1992, dalam konstruksi UU KOP BARU, Pengurus itu adalah profesional yang digaji oleh Koperasi. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (2) UU KOP BARU yang menyatakan : ‘Gaji dan tunjangan setiap anggota Pengurus ditetapkan oleh rapat anggota atas usul Pengawas’.(3) Pasal 55 ayat (3) UU KOP BARU menyatakan bahwa:(3) ‘Anggota Pengurus diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan dlangkat kembali’. Menurut ketentuan UU KOP BARU, maka jabatan Pengurus sepenuhnya diserahkan kepada Koperasi masing-masing. Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (4) UU KOP No. 25/1992 yang menyatakan bahwa : (4) ‘Masa jabatan Pengurus paling tame 5 (lima) tahun’.

5. PENJELASAN MENGENAI TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS

Susunan, tugas dan pembagian tugas, serta wewenang anggota Pengurus ditetapkan dalam anggaran dasar. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 56 ayat (1) UU KOP BARU sebagal berikut:(1) ‘Susunan, pembagian tugas, dan wewenang anggota Pengurus dttetapkan dalam anggaran

dasar’.

Adapun tugas dan wewenang Pengurus tercantum dalam Pasal 57 UU KOP BARU sebagai berikut.

(1) ‘Pengurus bertugas:a. mengelola Koperasi berdasar anggaran dasar;b. mendorong dan memajukan usaha anggota;c. menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan

belanja Koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota;d. menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk

diajukan kepada rapat anggota;

45

Page 48: NA RUU Koperasi

e. menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi Koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota;

f. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;g. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien;ti. memelihara buku Daftar Anggta, buku Daftar Pengawas, buku Daftar Pengurus,

buku Daftar Pemegang Saham Koperasi, dan risalah rapat anggota;i. melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan Koperasi

sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota. (2) Pengurus berwenang:

a. mewakili Koperasi, baik di dalam maupun dl luar Koperasi;b. mengangkat dan memberhentikan karyawan.’

Jika dibandingkan dengan ketentuan mengenal tugas dan wewenang Pengurus sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 UU KOP No. 25/1992 dapat diberi catatan sebagai berikut.1. Dalam Pasal 57 ayat (1) butir b UU KOP BARU terdapat ketentuan baru yang tidak

terdapat dalam UU KOP No. 25/1992, yaltu bahwa: ‘Pengurus bertugas mendorong dan memajukan usaha anggota. Ketentuan ini sangat penting karena dalam praktek sering diabaikan oleh Pengurus.

2. Dalam Pasal 57 ayat (1) huruf e UU KOP BARU terdapat ketentuan baru dan penting, yaltu bahwa : ‘Pengurus bertugas menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi Koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota.’

3. Dalam Pasal 57 ayat (1) butir 9 UU KOP BARU terdapat ketentuan baru, yaltu bahwa ‘Pengurus bertugas menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan evisien.’

4. Di samping adanya kelebihan-kelebihan tersebut, UU KOP BARU memiliki kekurangan jika dibandingkan dengan UU KOP No. 25/1992. Dalam Pasal 30 ayat (2) huruf b UU KOP No. 25/1992 terdapat ketentuan, yaitu bahwa : ‘Pengurus berwenang memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar.’ Di dalam UU KOP BARU kewenangan semacam ini ada di tangan Pengawas sebagaimana tercantum dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a yang berbunyi : (2) a. ‘Pengawas berwenang menetapkan penerimaan dan penolakan anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.’

Selanjutnya akan disajikan ketentuan tentang kewenangan Pengurus mewakili Koperasi. Dalam UU KOP BARU dianut sistem perwakilan kolegial, tetapi untuk kepentingan praktis masing-masing anggota Pengurus berwenang mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar Koperasi. Mengenal kewenangan mewakili Koperasi ini, Pasal 58 menegaskan:(1) Setiap Anggota Pengurus berwenang mewakili Koperasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 57 ayat (2) huruf a, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.(2) Anggaran Dasar dapat menetapkan pembatasan wewenang Anggota Pengurus

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

46

Page 49: NA RUU Koperasi

(3) Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Koperasi apabila :a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Koperasi dengan Anggota

Pengurus yang bersangkutan; ataub. Anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang

bertentangan dengan kepentingan Koperasi.(4) Dalam Anggaran Dasar ditetapkan siapa yang berhak mewakili Koperasi apabila

terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Untuk menjaga agar tidak terjadl konflik kepentingan antara Pengurus dan Koperasi yang dapat merugikan Koperasi, maka ditetapkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam ayat (3) dan ayat (4). Ketentuan semacam ini tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.

Sebagai penutup subbab ini, perlu dikemukakan beberapa ketentuan yang merupakan kaidah profesional yang harus diketahui dan ditaati oleh setiap anggota Pengurus . Dalam hubungan itu, Pasal 59 menegaskan:(1) Setiap Anggota Pengurus wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh

tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha Koperasi.(2) Pengurus bertanggung jawab atas pengurusan Koperasi untuk kepentingan dan

pencapaian tujuan Koperasi kepada Rapat Anggota.(3) Setiap Anggota Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang

bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Anggota Pengurus yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian pada Koperasi dapat digugat ke pengadilan negeri oleh Pengawas atau sekelompok Anggota yang mewakili sekurang-kurangnya 1/10 (satu per sepuluh) Anggota atas nama Koperasi.

(5) Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengurus atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kaidah semacam ini juga tidak terdapat dalam UU KOP No.25/1992.

6. PENJELASAN MENGENAI PEMBERHENTIAN PENGURUS

Anggota Pengurus sewaktu-waktu dapat diberhentikan sebagai akibat dan tindakan-tindakannya yang merugikan Koperasi. Dalam hubungan mi, Pasal 62 UU KOP BARU, menegaskan:(1) Anggota Pengurus sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat

anggota dengan menyebutkan alasannya.(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Pengurus sebagaimana dlmaksud dalam ayat

(1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam rapat anggota.

(3) Dengan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kedudukannya sebagai anggota Pengurus berakhir.

Selanjutnya, Pasal 63 UU KOP BARU menegaskan pula:(1) Anggota Pengurus dapat diberhentikan untuk sementara oleh rapat anggota atau

Pengawas dengan menyebutkan alasannya.(2) Ketentuan mengenai pemberhentian sementara anggota Pengawas sebagaimana

dlmaksud dalam Pasal 52 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berlaku pula bagi Pengurus.

47

Page 50: NA RUU Koperasi

Beberapa catatan dapat di kemukakan berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 62 dan Pasal 63 tersebut di atas.1) Ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pengurus tidak terdapat dalam UU KOP

No. 25/1992.2) Anggota Pengurus dapat diberhentikan secara tetap berdasarkan keputusan rapat

anggota dengan menyebutkan alasannya (lihat Pasal 62 ayat (1)). Di samping itu, Pengurus juga dapat diberhentikan untuk sementara oleh rapat anggota atau Pengawas dengan menyebutkan alasannya.

3) Untuk menjaga agar tindakan rapat anggota dan atau Pengawas dalam pemberhentian seorang anggota Pengurus tidak bersifat sewenang-wenang maka kepada anggota Pengurus yang diberhentikan diberi kesempatan untuk menbela diri dalam rapat anggota. Apabila yang bersangkutan tidak hadir maka rapat anggota dapat memberhentikan tanpa kehadirannya.

4) Mengingat bahwa pemberhentian hanya dapat dilakukan oleh rapat anggota yang memerlukan waktu untuk menyelenggarakannya maka untuk kepentingan Koperast kemungkinan pemberhentian anggota Pengurus itu tidak dapat ditunggu sampai diselenggarakan rapat anggota. Oleh karena itu, adalah wajar jika kepada Pengawas diberi kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara.

Sebagal penutup penjelasan dalam subbab mi perlu dikemukakan mengenai pengisian jabatan anggota Pengurus. Dalam hal ini, Pasal 64 UU KOP BARU menyatakan:Ketentuan mengenal pengisian sementara jabatan Pengurus yang kosong atau dalam hal Pengurus diberhentikan untuk sementara atau berhalangan tetap diatur dalam anggaran dasar.’

7. BEBERAPA HAL YANG HARUS MENDAPATKAN PERSETUJUAN RAPAT ANGGOTA

Pengurus dapat melakukan beberapa hal sepertl mengalihkan atau menjadikan jaminan utang atas seluruh atau sebagian besar kekayaan Koperasi, menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya, dsb. Untuk itu Pengurus harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan rapat anggota. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 60 UU KOP BARU sebagai berikut:‘Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan rapat anggota dalam hat Koperasi akan:a. mengalihkan atau menjadikan jaminan utang atas seluruh atau sebagian besar kekayaan

Koperasi;b. membebani kekayaan Koperasi untuk kepentingan pihak lain;c. menerbltkan obligasi atau surat utang lainnya;d. mendirikan atau menjadi anggota Koperasi Sekunder;e. meniliki dan mengelola perusahaan bukan Koperasi.’Ketentuan semacam ini tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.

Di samping ketentuan dalam Pasal 60 UU KOP BARU tersebut dl atas, Pengurus juga dapat mengajukan permohonan ke pengadilan niaga agar Koperasi dinyatakan pailit. Pengajuan permohonan tersebut harus di dasarkan pada keputusan rapat anggota. Mengenai hal ini Pasal 62 UU KOP BARU menegaskan:(1) Anggota Pengurus dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan

menyebutkan alasannya.(2) Keputusan untuk memberhentikan Anggota Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota.

(3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan kedudukan sebagai Anggota Pengurus berakhir.

48

Page 51: NA RUU Koperasi

Dalam Pasal 62 ayat (2) dan ayat (3) tersebut di atas juga dlcantumkan implikasi kepailitan terhadap anggota Pengurus.

F. BAB VI. SUMBER PENDANAAN KOPERASI

1. PENGANTAR

Koperasi adalah perkumpulan orang, bukannya perkumpulan modal. Walaupun demikian, di dalam Koperasi modal, balk dalam bentuk dana (uang) atau benda yang ditanamkan dalam suatu usaha produktif untuk investasi dan modal kerja, memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang kegiatan Koperasi. Tanpa modal, Koperasi sama sekali tidak akan dapat melaksanakan kegiatan usaha apapun. Besar kecilnya nilai modal yang ada pada suatu Koperasi menentukan besar kecillnya usaha yang dapat dijalankan oleh Koperasi tersebut.

Di dalam menentukan ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang tentang Koperasi mengenai permodalan atau pendanaan Koperasi perlu dijaga keseimbangan antara : (1) kebutuhan Koperasi, yang tentu saja tidak akan dapat bekerja dan berkembang tanpa modal ; dan (2) kehendak para anggota, yang di satu pihak menginginkan peningkatan kesejahteraan melalui Koperasi, namun di lain pihak mereka tidak mampu memberikan kontribusi modal yang besar.

Kedaan ini semakin rumit mengingat kenyataan bahwa: (1) sebagai peserta dan suatu organisasi swadaya, para anggota Koperasi harus bersedia dan berusaha memupuk dana dan sumber dana mereka sendiri, namun senngkali dipersepsikan bahwa kerja sama secara pribadi yang merefleksikan Koperasi sebagai perkumpulan orang dipandang Iebih penting daripada kontribusi modal; (2) para anggota Koperasi memberikan kontribusinya bukan sebagai investor yang mengharapkan keuntungan dan modal yang ditanamkan, melainkan mereka itu menyetorkan modalnya hanya untuk masa keanggotaannya dalam rangka membantu pembiayaan atau pendanaan usaha Koperasi, yang daripadanya diharapkan jasa pelayanan bagi aspirasi dan kebutuhan ekonominya ; (3) Koperasi sebagai badan usaha, secara ekonomis, harus mampu melangsungkan hidupnya agar dapat menyediakan jasa pelayanan yang diharapkan oleh anggota. Artinya Koperasi harus mampu meraih keuntungan melalul usaha-usahanya, baik usaha dengan anggota maupun bukan anggota (laba terbesar harus diperoleh dan transaksi dengan pihak ketiga). Koperasi yang berjalan dengan baik harus mampu melayani anggota dan mampu memberikan sebagian dan keuntungan itu kepada anggota serta mampu menahan sejumlah dana yang cukup dalam Koperasi untuk membangun landasan keuangan yang kokoh untuk menunjang kegiatan Koperasi di masa yang akan datang ; (4) dengan menetapkan pembagian surplus hasil usaha di antara para anggota sebanding dengan transaksi yang dhlakukannya dengan Koperasi, maka gagasan mengenai ‘jasa pelayanan yang menutup biaya’ akan dapat tercapai.

Terdapat kelemahan struktural dalam Koperasi mengenai aspek permodalan atau pendanaan. Biasanya, Koperasi menghadapi kelemahan atau kesulitan sebagai berikut : (1) kemampuan anggota untuk memberikan kontribusi modal sangat terbatas; (2) jumlah anggota dan calon anggota terbatas pada orang-orang yang memanfaatkan jasa pelayanan Koperasi ; (3) modal Koperasi berubah-ubah, karena anggota yang mengundurkan diri dari keanggotaan Koperasi dapat meminta pengembalian kontribusi modalnya ; (4) adanya kecenderungan untuk memberikan kontribusi modal sekecil mungkin, sekedar memenuhi syarat keanggotaan dan keputusan rapat anggota, karena kontribusi minimal juga memberikan hak keanggotaan yang sama secara penuh, sehingga penyertaan modal yang melebihi kontribusi minimal menjadi tidak menarik.

49

Page 52: NA RUU Koperasi

Kelemahan-kelemahan struktural tersebut di atas yang membatasi pemilihan bentuk badan hukum Koperasi. Bentuk badan hukum Koperasi dinilai tidak tepat untuk badan usaha yang membutuhkan modal yang besar dan stabil, lebih-lebih yang bersifat padat modal, serta memiliki risiko yang besar. Biasanya, badan hukum Koperasi cocok untuk perusahaan yang berkembang secara perlahan-lahan dan bertahap, dan kegiatan yang berskala kecil, kernudian berkembang ke skala menengah, sampai akhirnya menjadi perusahaan yang berskala besar.

2. PENJELASAN TENTANG SUMBER PENDANAAN KOPERASI

Pasal 65 UU KOP BARU menyatakan:‘Sumber pendanaan Koperasi terdiri dari:a. Iuran masuk dan Saham Koperasi sebagai modal awal.b. hibah;c. modal penyertaan; dan/ataud. sumber lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar

dan/atau peraturan perundang-undangan. Kalau butir-butir dalam Pasal 65 itu diklasifikasikan seperti di dalam Pasal 41 dan 42 UU KOP No. 25/1992, akan dlperoleh rincian sebagai berikut.

(1) Modal sendiri, yang berasal dan:a. iuran masuk;b. saham Koperasi;c. hibah.

(2) Modal pinjaman, yang berasal dari:a. simpanan dan anggota; b. pinjaman dan anggota;c. simpanan dari nonanggota;d. pinjaman dari nonanggotaPinjaman dari non anggota ini dapat meliputi : (1) pinjaman dan Koperasi iainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan penjanjian kerja sama antar Koperasi; (2) pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; (3) penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dhlakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku ; (4) pinjaman dari nonanggota yang dilakukan tidak melalui penawran secara umum.

(3) Modal penyertaan yang berasal dan yang berasal dan unit penyertaan.

Modal sendiri bersifat menanggung risiko. Modal ini harus bersifat permanen. Dan kornponen pembentuk modal sendiri, iuran masuk dan saham Koperasi merupakan kornponen-komponen yang terpenting karena komponen-komponen itu yang mernbentuk modal dasar yang seharusnya diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu stabilitas modal. Kedua komponen modal itu perlu dipupuk secara berkesinambungan.

50

Page 53: NA RUU Koperasi

Modal pinjaman dimasukkan ke dalam Koperasi jika modal sendiri tidak mencukupi. Modal semacam itu menimbulkan beban terhadap Koperasi yang pada gilirannya akan menimbulkan beban terhadap anggeta Koperasi. Sebaiknya modal pinjaman itu berasal dari lingkungan Koperasi sendiri.

Selain modal sendin dan modal pnnjaman, Koperasi dapat pula me)akukan pemupukan modal yang berasal dart modal penyertaan.

3. PENJELASAN MENGENAI IURAN MASUK

Berkenaan dengan penerimaan anggota baru UU KOP Baru memperkenalkan konsep luran masuk’. Pasal 66 UU KOP BARU menyatakan:(1) Iuran Masuk dibayarkan oleh Anggota pada saat yang bersangkutan mengajukan

permohonan sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan.(2) Persyaratan dan tata cara penetapan Iuran Masuk pada suatu Koperasi diatur dalam

Anggaran Dasar.

Konsep ‘iuran masuk’ ini serupa dengan konsep ‘uang pangkal’, yaitu uang yang dibayarkan ketika munid diterima di sebuah sekolah. Apabila seseorang diterima menjadi anggota sebuah Koperasi, maka luran masuk itu akan menjadi milik Koperasi, bukan milik anggota lagi, yang selanjutnya membentuk modal sendiri. Sedangkan apabila permohonan keanggotaan seseorang pada sebuah Koperasi yang bersangkutan ditolak, maka iuran msuk itu akan dikembalikan kepada pemohon.

Konsep ‘luran masuk’ sangat berbeda dengan konsep ‘simpanan pokok’. Simpanan pokok dapat didefinisikan sebagal berikut: ‘simpanan pokok’ adalah sejumlah uang yang harus diserahkan oleh seorang calon anggota sebagai simpanan kepada Koperasi pada saat orang itu masuk menjadi anggota Koperasi’. Besarnya simpanan pokok ditentukan dalam anggaran dasar. Simpanan itu tetap rnenjadi milik anggota dan tidak dapat diambil kembali selama orang yang bersangkutan masih menjadi anggota Koperasi. Dalam hal ini simpanan pokok menyerupai saham Koperasi. Namun, kata ‘simpanan’ mengandung arti bahwa seorang anggota yang menyimpan, hanya menabung uang yang tetap merupakan uangnya sendiri selama periode tertentu pada Koperasi, sehingga secara tegas, simpanan tersebut bukanlah komponen modal sendiri dari Koperasi tersebut.

Dari penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa konsep ‘luran masuk’ jauh lebih sederhana penerapannya karena begitu iuran itu di bayar oleh calon anggota maka ‘urusan’ dengan Koperasi selesal. Di lain pihak, simpanan pokok harus terus diadministrasi secara berkelanjutan oleh Koperasi sepanjang peniliknya masih menjadi anggota. Apabila, karena sesuatu hal, seorang anggota mengundurkan diri, maka simpanan pokok itu harus dikembalikan kepadanya dengan nilainya terlebih dahulu dievaluasi sehingga di dapat nilali Ill sesuai dengan perkembangan intern dan ekstern Koperasi.

4. PENJELASAN TENTANG SAHAM KOPERASI

a. Kewajiban Anggota Membeli Saham Koperasi dan Ciri-ciri Saham Koperasi.

Dalam UU KOP BARU diperkenalkan konsep baru, yaitu ‘saham Koperasi’ sebagai komponen sumber pendanaan Koperasi. Konsep tersebut tidak terdapat baik dalam Undang--Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok perkoperasian maupun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Setiap pendiri dan atau anggota Koperasi harus membeli saham Koperasi yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam anggaran dasar. Penetapan jumlah minimum saham Koperasi

51

Page 54: NA RUU Koperasi

yang harus disetor dijadikan sebagai dasar kelayakan usaha. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 67 UU KOP BARU, yaitu:

(1) ‘Setiap pendiri dan atau anggota Koperasi wajib membeli saham Koperasi yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam anggaran dasar.

(2) Pembelian saham Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tanda bukti penyertaan modal anggota terhadap Koperasi dan tanda pemenuhan salah satu syarat keanggotaan Koperasi.’

Dari ketentuan dalam Pasal 67 ayat (2) tersebut di atas jelaslah bahwa pembelian saham Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dlmaksud dalam ayat (1) memiliki dua fungsi, yaltu(1) sebagai tanda bukti penyertaan modal anggota terhadap Koperasi’ ; dan (2) sebagai tanda pemenuhan salah satu syarat keanggotaan Koperasi.Dengan demikian, seseorang calon anggota yang belum membayar penuh pernbelian sahamnya, orang itu belum memenuhi syarat sebagai anggota.

Selanjutnya, Pasal 68 UU KOP BARU menegaskan:(1) ‘Saham Koperasi tidak menuliki hak suara.(2) Saham Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dlkeluarkan atas nama.(3) Nilai nominal saham Koperasi harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia.(4) Penyetoran atas pembelian saham Koperasi dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau

dalam bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang.(5) Dalam hal penyetoran atas saham Koperasi dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud

dalam ayat (4) dllakukan penilaian berdasarkan harga pasar yang berlaku.(6) Koperasi wajib memelihara Daftar Anggota dan Pemegang Saham Koperasi serta daftar

Pemegang Unit Penyertaan, yang sekurang-kurangnya memuat:a. nama dan alamat pemegang saham Koperasi dan pemegang unit penyertaan;b. Jumlah, nomor dan tanggal perolehan saham Koperasi dan unit penyertaan;c. Jumlah dan nilai saham Koperasi dan nilai unit penyertaan;d. Perubahan kepemilikan saham Koperasi.’

Dari ketentuan dalam pasal 67 dan Pasal 68 UU KOP BARU dapat disajikan ciri-ciri saham Koperasi, yaltu antara lain : (1) Setiap pendiri dan alau anggota Koperasi wajib membeli saham Koperasi yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam anggaran dasar. Setiap anggota yang telah membayar penuh pembelian sahamnya dlberikan bukti kepemilikan saham Koperasi dan tiap anggota Koperasi punya hak satu suara, tanpa terpengaruh oleh jumlah saham yang dimilikinya;(2) Pembelian saham Koperasi tersebut merupakan tanda bukti penyertaan modal anggota terhadap Koperasi dan tanda pemenuhan salah satu syarat keanggotaan Koperasi ; (3) Saham Koperasi tidak memiliki hak suara. Setiap anggota Koperasi mempunyai hak satu suara tanpa terpengaruh oleh jumlah saham yang dimilikinya. Saham Koperasi dalam kaitan ini merupakan salah satu syarat untuk menyatakan sahnya keanggotaan seorang pada Koperasi ; (4) Saham Koperasi dikeluarkan atas nama ; (5) Nilai nominal saham Koperasi harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia ; (6) Penyetoran alas pembelian saham Koperasi dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang dimana penilaiannya didasarkan pada harga pasar yang berlaku dalam hal penyetoran saham Koperasi dalam bentuk lain yaltu misalnya dalam bentuk tanah, kendaraan, dan nilai-nilai yang dapat dinilai dengan uang dan berlaku sah apabila kepemiuikan tanah atau kendaraan tersebut telah dialihkan atas nama Koperasi yang bersagkutan ; (7) Pencatatan tentang pembelian dan penjualan saham Koperasi oleh anggota dlselenggarakan clalam daftar Pemegang Saham Koperasi.

b. Pemindahan Saham Koperasi

52

Page 55: NA RUU Koperasi

Pada dasarnya saham Koperasi dapat dipindahkan. Namun , pemindahannya tidak boleh kepada sembarang orang dan dilakukan sewaktu-waktu. Pasal 69 UU KOP BARU memberikan rambu-rambu pemindahan saham Koperasi sebagai berikut.

(1) ‘Pemindahan saham Koperasi seorang anggota tidak boleh menyimpang dart ketentuan tentang keharusan kepemilikan saham Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.

(2) Pemindahan saham Koperasi oleh seorang anggota dianggap sah jika:a. saham Koperasi telah dimilikm sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun;b. Pemindahan dilakukan kepada anggota lain atau calon anggota dari Koperasi yang

bersangkutan;c. pemindahan dilaporkan kepada Pengurus.

(3) Dalam hal keanggotaan diakhiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Anggota yang bersangkutan harus menjual Saham Koperasi yang dimilikinya kepada Anggota lain dari Koperasi yang bersangkutan berdasarkan harga saham yang ditentukan Rapat Anggota.

Bagaimanakah jika belum ada anggota lain atau calon anggota dari Koperasi yang bersangkutan yang barminat untuk membeli saham Koperasi yang dimiliki oleh seorang anggota Koperasi ? Pemecahannya adalah bahwa Koperasi untuk sementara dapat mernbeli lebih dahulu dengan menggunakan surplus hasil usaha tahun ber)alan sebagai dana talangan dengan jumlah maksumum 20 % dari surplus hasil usaha tahun buku tersebut.

Bagaimanakah pemindahan saham Koperasi dan seorang anggota yang meninggal atau karena sesuatu hal tidak mampu lagi melakukan tindakan hukum ? Sehubungan dengan itu, Pasal 71 ayat (1) menegaskan:

(1) ‘Saham Koperasi dart seorang anggota yang meninggal atau karena sesuatu hal tidak mampu lagi melakukan tindakan hukum dapat dipindahkan kepada ahIi waris yang memenuhi syarat dan bersedia menjadi anggota’.

Dalam Pasal 71 ayat (1) ini ‘ahli waris’ tidak mewarisi keanggotaan Koperasi orang yang meninggal, melainkan mewarisi saham Koperasi orang yang meninggal itu.

Sebagai penutup seksi ini disajikan ketentuan Pasal 71 ayat (2) tentang tata cara penjualan dan pemindahan saham Koperasi, yaltu: (2) ‘Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penjualan dan pemindahan saham Koperasi

diatur dalam anggaran dasar’.

c. Penjelasan tentang Perubahan Jumlah dan Nilal Saham Koperasi

Pasal 70 UU KOP BARU menegaskan:‘Perubahan nilai saham Koperasi ditetapkan oleh rapat anggota berdasarkan kesepakatan anggota.’

53

Page 56: NA RUU Koperasi

Sebagaimana kita ketahui pada tatiap awal berdirinya Koperasi penetapan nilai saham Koperasi sesuai dengan nilai nominalnya. Dalam perkembangan selanjutnya penetapan nilai saham Koperasi didasarkan pada jumlah nilai kekayaan bersih Koperasi yang bersangkutan dan harus mendapat persetujuan rapat anggota. Nilai kekayaan bersih dlmaksud adalah menurut neraca terbaru yang disahkan dalam rapat anggota tahunan (RAT.) dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir setelah tutup tahun buku. Apabila nilal saham Koperasi ditetapkan dl atas nilai nominalnya, maka kelebihan nilai tersebut diperlakukan sebagai modal penyertaan (di dalam perseroan terbatas disebut aglo). Modal penyertaan dlmaksud bukan milik anggota yang bersangkutan melainkan milik Koperasi.

5. PENJELASAN MENGENAI HIBAH

Sebagai unsur sumber pendanaan Koperasi, hibah mempunyai ciri sebagai modal sendiri. Pasal 65 UU KOP BARU menegaskan:‘Hibah dan pembenan yang diberikan oleh pihak ke tiga, kecuali hibah dan pemberian yang berasal dari sumber modal asing, baik yang langsung maupun tidak langsung, tidak boleh diterima oleh suatu Koperasi tanpa mendapatkan ijin terlebih dahulu dari Pejabat.’Persyaratan untuk mendapatkan izin terlebih dahulu dari Pejabat terhadap hibah dan pemberian yang berasal dari sumber modal asing antara lain adalah: (1) untuk menjaga agar dalam jangka panjang Koperasi dan anggotanya tidak dirugikan oleh hibah dan pembertan tersebut ; (2) untuk menjaga agar hibah dan pemberian tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. PENJELASAN MENGENAI MODAL PENYERTAAN

Koperasi dapat melakukan pemupukan modal yang berasal dari unit penyertaan, baik yang bersumber dari Pemerintah maupun dari masyarakat. Upaya itu dilakukan dalam rangka meningkatkan dan memperkuat kegiatan usaha Koperasi terutama yang berbentuk investasi. Unit penyertaan ikut menanggung risiko. Pemilik unit penyertaan tidak mempunyai hak suara dalam rapat anggota dan dalam menentukan kebijakan Koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, pemilik unit penyertaan dapat dhlkutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi yang didukung oleh unit penyertaannya sesuai dengan perjanjian.

Dalam hubungan itu, Pasal 73 UU KOP BARU menegaskan:(1) Koperasi dapat menerima modal penyertaan dari Pemerintah dan masyarakat berdasarkan

perjanjian.(2) Penanam modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib turut menanggung

risiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan sebatas nilai modal penyertaan yang ditanamkan dalam Koperasi.

(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga dalam hal penanam modal turut serta dalam pengelolaan usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan dan/atau turut menyebabkan terjadinya kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan.

(4) Penanam modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapat bagian keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan.

Selanjutnya, Pasal 74 UU KOP BARU menegaskan:Perjanjian penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) hanya dimungkinkan apabila Anggaran Dasar Koperasi mencantumkan ketentuan mengenai perjanjian penyertaan modal tersebut yang sekurang-kurangnya memuat: a. risiko dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha;b. pengelolaan usaha;c. keuntungan usaha; dan

54

Page 57: NA RUU Koperasi

d. besarnya modal penyertaan.

Sebagai penutup subbab ini disajikan Pasal 75 UU KOP BARU yang sebelumnya merupakan ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai sumber modal Koperasi. Ketentuan tersebut adalah: ‘Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber modal Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.’

G. BAB VII. JENIS, TINGKAT DAN LAPANGAN USAHA

1. PENJELASAN MENGENAI JENIS DAN TINGKAT KOPERASI

Dalam Pasal 76 UU KOP BARU ditegaskan bahwa :(1) “Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam anggaran dasar.(2) Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada kesamaan

kegiatan usaha dan atau kepentingan ekonomi anggota”Ketentuan tentang keharusan mencantumkan jenis Koperasi dalam anggaran dasar merupakan hal yang baru. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan usaha Koperasi benar-benar ditujukan untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan anggota.

Apakah yang dimaksud dengan “jenis Koperasi’? Dan apakah yang menjadi dasar penjenisan Koperasi ? Jenis Koperasi adalah kategori Koperasi yang mempunyai sifat-sifat atau keadaan yang sama. Adapun dasar penjenisan Koperasi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 76 ayat (2) tersebut di atas adalah kesamaan kegiatan usaha dan atau kepentingan ekonomi anggotanya. Selanjutnya, yang dimaksud dengan “kesamaan kegiatan usaha” adalah kesamaan pekerjaan (mata pencaharian) atau usaha di bidang perdagangan, industri, pertanian, angkutan, jasa dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan “kesamaan kepentingan ekonomi” adalah kesamaan kebutuhan, antara lain makanan, pakaian, rumah, pendidikan, pengobatan atau kebutuhan untuk menunjang usaha guna mendapatkan keuntungan yang lebih baik, antara lain dengan cara pengadaan bahan baku dan pemasaran bersama.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 76 ayat (2) UU KOP BARU tersebut di atas secara garis besar, Koperasi dapat dijeniskan sesuai ketentuan Pasal 77 UU KOP BARU, yaitu :

“Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) terdiri atas :a. Koperasi konsumen ;b. Koperasi produsen ;c. Koperasi simpan pinjam ;d. Koperasi jasa”.

Setiap Koperasi dapat dijeniskan ke dalam satu atau lebih jenis Koperasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 77 tersebut di atas.

55

Page 58: NA RUU Koperasi

Dalam hubungan dengan tingkat Koperasi, Pasal 78 UU KOP BARU menegaskan :(1) “Untuk meningkatkan usaha anggota dan menyatukan potensi usaha, Koperasi dapat

membentuk dan atau menjadi anggota Koperasi Sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

(2) Tingkatan dan penggunaan nama pada Koperasi Sekunder diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.”

Komentar terhadap ketentuan dalam Pasal 78 tersebut adalah sebagai berikut : (1) Untuk meningkatkan usaha anggota dan menyatukan potensi usaha, sekurang-kurangnya tiga Koperasi Primer atau tiga Koperasi Sekunder atau tiga Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder dapat membentuk sebuah Koperasi Sekunder ; (2) untuk maksud yang sama sesuatu Koperasi Primer atau Sekunder dapat menjadi anggota Koperasi Sekunder yang telah ada ; (3) sesuai dengan kondisinya, sesuatu Koperasi Sekunder dapat menyebutkan dirinya “Pusat Koperasi”, “Gabungan Koperasi,” atau “Induk Koperasi” sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi ; (4) dalam hal pemberian nama pada Koperasi Sekunder, Koperasi yang bersangkutan harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 16 UU KOP BARU.

2. PENJELASAN MENGENAI LAPANGAN USAHA

Penjelasan Mengenai Lapangan Usaha : Umum

Sebagai suatu perusahaan, Koperasi harus menjalankan usaha yang dapat mendatangkan keuntungan ekonomis, meskipun Koperasi bukan merupakan perkumpulan modal; dan tidak menganut falsafah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya (profit maximization). Agar dapat memperoleh keuntungan ekonomis secara berkesinambungan, Koperasi harus mampu menjalankan usahanya secara terus-menerus, terang-terangan, efektif, efisien, berhubungan dengan pihak ketiga, dan memperhitungkan rugi laba, serta mencatat semua kegiatan usahanya secara teratur ke dalam suatu pembukuan.

Secara umum lapangan usaha Koperasi diatur dalam Pasal 79 UU KOP BARU. Ketentuannya adalah sebagai berikut :(1) “Koperasi menjalankan kegiatan usaha yang secara langsung berkaitan dengan dan

bermanfaat bagi kegiatan usaha dan kepentingan ekonomi angota.(2) Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar kaidah syariah.(3) Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya dalam menjalankan

usahanya.(4) Koperasi dapat didirikan khusus dalam kegiatan usaha simpan pinjam (5) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sesuai dengan tujuannya

serta tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi, peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.”

Terhadap ketentuan-ketentuan dalam Pasal 79 ini dapat diberikan penjelasan sebagai berikut.1. Pada dasarnya Koperasi dapat bergerak di segala bidang usaha yang secara langsung

berkaitan dengan dan bermanfaat bagi kegiatan usaha dan kepentingan ekonomi anggota, baik mereka sebagai konsumen maupun produsen, guna menunjang usahanya dan meningkatkan kesejahteraannya.

56

Page 59: NA RUU Koperasi

2. Kegiatan usaha Koperasi harus sesuai dengan dan tidak boleh menyimpang dari tujuannya sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar. Di samping itu, kegiatan harus sesuai dengan dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi, peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.

3. Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar kaidah syariah. Ketentuan ini untuk pertama kalinya dicantumkan dalam Undang-Undang tentang Koperasi. Ketentuan ini membolehkan Koperasi untuk menerapkan kaidah-kaidah fikih atau syariah dalam pelaksanaan kegiatan usahanya, seperti simpan-pinjam, perdagangan, dan sebagainya. Penerapan kaidah-kaidah tersebut sangat sesuai bagi pihak-pihak yang menganggap bunga sebagai riba.Dengan demikian, Koperasi tersebut dapat melaksanakan praktek-praktek tijarah (perniagaan) sebagaimana diajarkan dalam kitab-kitab fiqih, seperti : mudharabah atau qiradh (profit and loss sharing), murabahah (suatu bentuk jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur), musyarakah (persekutuan ; perkongsian ; kerja sama patungan), al-bai baithaman ajil (defered payment sale), dan sebagainya.

4. Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya dalam menjalankan usahanya.

H. BAB VIII. SIMPAN PINJAM

1. PENJELASAN MENGENAI SIMPAN PINJAM

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Koperasi dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya atau salah satu kegiatan usaha yang dilakukannya. UU KOP No. 25/1992 mencantumkan secara singkat ketentuan tentang kegiatan usaha simpan pinjam dalam Pasal 44, yaitu :

(1) “Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk :anggota Koperasi yang bersangkutan ;Koperasi lain dan/atau anggotanya .

(2) Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.

(3) Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”

Dalam hubungan ini Pasal 80 dan Pasal 81 UU KOP BARU menegaskan :(1) “Koperasi simpan pinjam melaksanakan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya

kegiatan usaha.(2) Koperasi simpan pinjam dapat menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada

masyarkat.

Adapun cakupan kegiatan usahanya dicantumkan dalam Pasal 80 UU KOP BARU, yaitu :Kegiatan usaha yang dilakukan Usaha simpan pinjam meliputi : a. penghimpunan dana dalam bentuk simpanan anggota ;b. memberikan pinjaman ;c. menempatkan dana pada Koperasi lain; dan/ataud. melakukan usaha jasa keuangan lain, yang tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan.

Penjelasan terhadap Pasal 80 dan Pasal 81 UU KOP BARU tersebut di atas adalah :1. Koperasi yang bergerak dalam lapangan usaha simpan pinjam dan didirikan khusus untuk

maksud tersebut dinamakan Koperasi simpan pinjam.

57

Page 60: NA RUU Koperasi

2. Koperasi simpan pinjam merupakan Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha hanya di bidang simpan pinjam dan dilarang melakukan usaha lain di luar kegiatan simpan pinjam. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa Koperasi simpan pinjam tidak boleh memiliki unit-unit usaha lain di luar simpan pinjam.

3. Kegiatan usaha simpan pinjam merupakan kegiatan khas Koperasi di bidang keuangan yang diharapkan dapat memberikan manfaat dan kesejahteraan kepada anggota dan anggota masyarakat di lingkungannya. Oleh karena itu, Koperasi simpan pinjam dapat menghimpun dan menyalurkan dana dari anggota dan Koperasi lain dan/atau anggotanya serta anggota masyarakat, yang pada umumnya belum dapat memanfaatkan jasa perbankan atau karena bank tidak dapat menyentuh grass root, sementara Koperasi Simpan Pinjam sudah mampu menjangkaunya. Oleh karena itu, perlu kompromi dengan syarat, wilayah dan jumlah dana jika koperasi mempunyai dana lebih dari Rp. 1 milyar, maka perlu ijin Menteri Keuangan atau Menjadi BPR. Koperasi pada hakekatnya tunduk pada kaidah-kaidah hukum yang berlaku umum dalam masyarakat atau dunia bisnis. Mengingat bahwa kekuasaan tertinggi pada organisasi Koperasi berada pada rapat anggota, maka apabila suatu Koperasi simpan pinjam akan menyalurkan dana yang dimilikinya kepada Koperasi lain dan /atau anggotanya serta anggota masyarakat, maka tindakan itu harus berdasarkan kepada keputusan rapat anggota Koperasi simpan pinjam yang bersangkutan.

4. Koperasi selain Koperasi simpan pinjam dapat mendirikan unit simpan pinjam yang kegiatan usahanya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk anggota Koperasi.

5. Butir-butir a, b, c, dan d dari jenis-jenis kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Koperasi simpan pinjam sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 80 UU KOP BARU cukup dapat dimengerti. Sedangkan kegiatan usaha yang tercantum dalam butir e perlu mendapat penjelasan. Apakah yang dimaksud dengan “kegiatan penerimaan pembayaran berdasarkan perjanjian itu “ ? Yang dimaksud dengan “kegiatan penerimaan pembayaran berdasarkan perjanjian “ misalnya pembayaran rekening telepon, pembayaran rekening listrik dan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan

2. PENJELASAN MENGENAI PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN KOPERASI SIMPAN PINJAM

Dalam pengelolaan Koperasi simpan pinjam dianut prinsip-prinsip sebagaimana tercantum dalam Pasal 87 UU KOP BARU, yaitu :

(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan kerahasiaan.

(2) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan peminjam untuk melunasi hutang sesuai dengan yang dijanjikan.

(3) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi wajib menempuh cara yang tidak merugikan Koperasi dan kepentingan penyimpan.

(4) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian terhadap transaksi penyimpan.

(5) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Usaha Simpan Pinjam Koperasi dilarang melakukan investasi usaha pada sektor riil.

Penjelasan terhadap ketentuan sebagaimana termaktub dalam Pasal 87 tersebut di atas adalah sebagai berikut .

1. Pinjaman yang diberikan oleh Koperasi simpan pinjam mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya Koperasi simpan pinjam harus memperhatikan asas-asas pinjaman yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian pinjaman dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan peminjam untuk melunasi utangnya sesuai dengan

58

Page 61: NA RUU Koperasi

yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh Koperasi simpan pinjam.Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan pinjaman, Koperasi simpan pinjam harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha dari peminjam . Selain itu perlu pula diupayakan semacam jaminan dan asuransi pinjaman.

2. Dalam menjalankan usahanya Koperasi simpan pinjam wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan Koperasi simpan pinjam yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian.Mengingat Koperasi simpan pinjam terutama bekerja dengan dana dari anggota dan anggota masyarakat yang disimpan pada Koperasi simpan pinjam, maka setiap Koperasi simpan pinjam perlu terus menjaga kesehatannya dan kepercayaan anggotanya dan anggota masyarakat.

3. Koperasi simpan pinjam wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian terhadap transaksi penyimpan. Penyediaan informasi mengenai timbulnya risiko kerugian penyimpan dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi berkaitan dengan kegiatan usaha dan kondisi Koperasi simpan pinjam menjadi lebih terbuka dan sekaligus menjamin adanya transparansi dalam pengelolaan Koperasi simpan pinjam.

3. PENJELASAN MENGENAI IZIN USAHA , PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN KOPERASI SIMPAN PINJAM

Koperasi Simpan Pinjam yang dalam kegiatan usahanya, hanya menyalurkan dan menghimpun dana dari dan untuk anggota, tidak memerlukan izin Menteri. Sedangkan Koperasi Simpan Pinjam yang menghimpun dana dari anggota dan atau nonanggota serta menyalurkan dana kepada nonanggota wajib memperoleh izin usaha dari Menteri.Ketentuan mengenai perizinan Koperasi simpan pinjam tercantum dalam Pasal 83 UU KOP BARU, yaitu :(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib memperoleh izin usaha dari Menteri. (2) Untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Koperasi Simpan

Pinjam wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki organisasi dan kepengurusan yang

standarnya ditetapkan oleh Menteri;b. memiliki modal yang besarnya ditetapkan oleh

Menteri;c. memiliki pengelola yang mempunyai keahlian di

bidang simpan pinjam;d. memiliki kelayakan rencana kerja atau kelayakan

usaha;e. memiliki administrasi keuangan dan pembukuan;

danf. memiliki sarana kerja yang memadai.

(3) Koperasi Simpan Pinjam yang belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib mendaftarkan dan melaporkan keberadaannya kepada Menteri.

(4) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha simpan pinjam apabila diperoleh data penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi.

Adapun ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 90 UU KOP BARU, yaitu :

59

Page 62: NA RUU Koperasi

(1) Pembinaan, pemeriksaan, dan pengawasan terhadap Usaha Simpan Pinjam Koperasi dilakukan oleh Menteri.

(2) Menteri melakukan pemeriksaan secara berkala atau setiap waktu apabila diperlukan.

(3) Menteri menetapkan ketentuan tentang kesehatan usaha simpan pinjam Koperasi dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas serta aspek lain yang berhubungan dengan simpan pinjam koperasi.

Penjelasan terhadap ketentuan-ketentuan dalam Pasal 90 tersebut di atas adalah sebagai berikut :Yang dimaksud dengan “pembinaan” dalam Pasal 90 ayat (1) adalah upaya-upaya yang

dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, kepengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional Koperasi simpan pinjam. Yang dimaksud dengan “pengawasan” dalam ayat (1) meliputi pengawasan tidak langsung yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan Koperasi simpan pinjam, dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.

Menteri diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Koperasi simpan pinjam dengan menempuh upaya-upaya yang bersifat preventif maupun represif.

Menteri menetapkan ketentuan tentang kesehatan Koperasi simpan pinjam.

KETENTUAN LAIN-LAIN

Terdapat satu pasal, yaitu Pasal 92 yang perlu dicantumkan di akhir bab ini. Pasal 92 menegaskan :Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 sampai dengan Pasal 91 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

I. BAB IX SURPLUS HASIL USAHA DAN DANA CADANGAN

1. PENJELASAN MENGENAI SURPLUS HASIL USAHA

Di dalam menjalankan kegiatan usahanya Koperasi harus mampu mendapatkan keuntungan, walaupun keuntungan itu bukan merupakan tujuan Koperasi. Di dalam Koperasi, keuntungan tersebut dinamakan “surplus hasil usaha.” Jika Koperasi dapat memperoleh surplus hasil usaha yang cukup besar, maka dari surplus itu dapat dialokasikan untuk dana cadangan, yang selanjutnya dapat digunakan untuk menambah modal Koperasi. Apabila modal Koperasi bertambah besar, maka dengan sendirinya usaha Koperasi akan bertambah besar pula. Di samping itu, dari surplus hasil usaha Koperasi dapat dialokasikan untuk keperluan yang lain, seperti pembagian keuntungan kepada pemilik modal dari usaha yang dibiayai dengan unit penyertaan Koperasi, pembayaran keuntungan kepada anggota sebanding dengan saham Koperasi yang dimiliki, dan sebagainya.

Ketentuan tentang “sisa hasil usaha” di dalam UU KOP No. 25/1992 dimuat dalam Pasal 45, yaitu :(1) “Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu

tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

60

Page 63: NA RUU Koperasi

(2) Sisa Hasil Usaha setelah dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.

(3) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.”

Sedangkan ketentuan tentang “surplus hasil usaha” sebagai pengganti dari istilah “sisa hasil usaha di dalam UU KOP BARU dimuat dalam Pasal 93 sebagai berikut :Surplus hasil usaha merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku

dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha, dan pajak setelah ditambah pendapatan luar biasa atau dikurangi kerugian luar biasa.

Sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan Rapat Anggota, surplus hasil usaha disisihkan terlebih dahulu untuk dana cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk :

a. Anggota sebanding dengan transaksi usaha yang dilakukan oleh masing-masing Anggota dengan Koperasi;

b. pembagian keuntungan kepada Anggota sebanding dengan Saham Koperasi yang dimiliki;

c. pembayaran bonus kepada Anggota Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi;

d. pembayaran iuran kepada dana pembangunan Koperasi dan iuran wajib lainnya; dan

e. penggunaan lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan bukan Anggota tidak boleh dibagikan kepada Anggota, dan wajib digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada Anggota

Ketentuan dalam Pasal 93 UU KOP BARU tersebut di atas perlu mendapat penjelasan sebagai berikut .1. Istilah “sisa hasil usaha” yang digunakan dalam UU KOP No. 25/1992 diganti dengan

istilah “surplus hasil usaha.” Secara konseptual istilah yang baru ini lebih tepat. Definisi “surplus hasil usaha”, pada dasarnya sama saja dengan definisi “sisa hasil usaha”, namun definisi “surplus hasil usaha” lebih komprehensif dan memuat unsur-unsur yang lebih luas.

2. Dalam definisi “surplus hasil usaha” sebagaimana dimuat dalam Pasal 92 ayat (1) UU KOP BARU terdapat istilah “pendapatan Koperasi” dan “pengeluaran.” Kedua istilah tersebut memerlukan penjelasan. Yang dimaksud dengan “pendapatan Koperasi” adalah pendapatan yang diperoleh dari partisipasi ekonomi anggota ditambah dengan pendapatan transaksi dengan bukan anggota. Yang dimaksud dengan “ pengeluaran” adalah beban sehubungan dengan gerakan perkoperasian dan tidak berhubungan dengan kegiatan usaha, seperti misalnya biaya pendidikan anggota, pendidikan Pengurus, pendidikan Pengawas, biaya rapat anggota tahunan (RAT), iuran Hari Koperasi dan lain-lain.

61

Page 64: NA RUU Koperasi

3. Yang dimaksud dengan “keuntungan dalam Pasal 93 ayat (2) huruf b adalah pemberian keuntungan kepada anggota atau pemegang saham Koperasi yang besarnya perlu mempertimbangkan kebutuhan modal Koperasi dan tingkat keuntungan yang wajar pada jenis usaha yang bersangkutan yang dilaksanakan oleh Koperasi.

4. Yang dimaksud dengan “bonus” dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c adalah tambahan imbalan atau gaji yang diberikan sebagai bagian dari surplus hasil usaha untuk meningkatkan gairah kerja anggota Pengawas, Pengurus dan karyawan Koperasi.

5. Yang dimaksud dengan “dana pembangunan Koperasi” dalam Pasal 93 ayat (2) huruf d adalah dana yang dipupuk oleh Gerakan Koperasi yang digunakan untuk memajukan sistem perkoperasian.

6. Adanya ketentuan bahwa surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan bukan anggota tidak boleh dibagikan kepada anggota adalah adil dan sama sekali tidak merugikan anggota, karena surplus tersebut wajib digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada anggota.

2. PENJELASAN MENGENAI DANA CADANGAN

Mengingat kelemahan pada modal yang berasal dari saham Koperasi, maka dana cadangan merupakan unsur penting dalam pemupukan modal Koperasi. Dana cadangan sebagai modal kolektif, yang stabil dan tidak dapat dibagi-bagi, sangat diperlukan sebagai imbangan terhadap modal anggota yang bersifat variabel. Dana cadangan dibentuk dari penyisihan surplus hasil usaha merupakan prasyarat bagi pembentukan cadangan. Setiap tahun, melalui rapat anggota, para anggota harus memutuskan :(1) Untuk memperkuat usahanya, apakah Koperasi perlu mengalokasikan surplus hasil usaha

bersih yang tidak dibagikan ke dalam dana cadangan, agar Koperasi lebih mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada anggota di kemudian hari ? atau

(2) Apakah Koperasi harus membagikan surplus hasil usaha bersih itu segera dan langsung kepada anggota ?

Besarnya modal yang dibutuhkan oleh Koperasi berbeda satu dari yang lain tergantung pada besar kecilnya Koperasi serta jenis Koperasi dan usahanya.Karena itu, tidaklah mudah untuk menetapkan suatu aturan baku dalam Undang-Undang Koperasi mengenai besarnya alokasi dari surplus hasil usaha bersih tahunan untuk dana cadangan, seperti misalnya 25 % dari surplus hasil usaha bersih tahunan harus dialihkan ke dana cadangan. Keputusan tentang besarnya alokasi tersebut harus diserahkan kepada masing-masing Koperasi, yaitu kepada para anggota dalam rapat anggota tahunan untuk memutuskan jumlah surplus hasil usaha yang harus ditahan di dalam Koperasi dan jumlah yang harus dibagikan kepada anggota.

Dalam Undang-Undang tentang Koperasi seharusnya memuat ketentuan tentang dana cadangan sebagai berikut : (1) setiap Koperasi harus membentuk dana cadangan ; (2) cara bagaimana dana cadangan itu diciptakan ; (3) sampai batas tertinggi yang mana dana cadangan itu harus dipertahankan.

Selanjutnya, Undang-Undang tentang Koperasi harus menetapkan pula bahwa dana cadangan itu tidak dapat dibagikan kepada anggota selama masa hidup Koperasi itu, artinya anggota yang keluar tidak dapat menuntut suatu bagian dari dana cadangan itu.

62

Page 65: NA RUU Koperasi

Sehubungan dengan dana cadangan, Pasal 94 UU KOP BARU menegaskan :(1) Dana cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian surplus hasil usaha.(2) Koperasi harus menyisihkan untuk dana cadangan sehingga menjadi sekurang-

kurangnya 20 %(dua puluh) persen dari nilai Saham Koperasi.(3) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian Koperasi.

Penjelasan terhadap Pasal 88 adalah sebagai berikut :1. Koperasi harus membentuk dana cadangan. Dana cadangan dikumpulkan dari penyisihan

sebagian surplus hasil usaha. Sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan keputusan rapat anggota, surplus hasil usaha disisihkan terlebih dahulu untuk dana cadangan.

2. Pasal 94 ayat (2) menegaskan bahwa Koperasi harus menyisihkan untuk dana cadangan sehingga menjadi sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) persen dari nilai saham Koperasi. Nilai 20 (dua puluh) persen ini harus benar-benar dipegang teguh. Dana cadangan yang belum mencapai jumlah 20 (dua puluh) persen dari nilai saham Koperasi tidak boleh dipergunakan untuk keperluan apapun, kecuali untuk menutup kerugian Koperasi.

3. Dana cadangan harus disimpan dalam bentuk harta lancar agar dapat digunakan jika sewaktu-waktu diperlukan oleh Koperasi. Dana cadangan harus disimpan dalam bentuk tunai atau aset yang dapat diubah secara cepat menjadi tunai agar Koperasi dapat secara cepat mengumpulkan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan dana yang bersifat segera.

J. BAB X . PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN

Sebagai badan usaha, Koperasi diharapkan mampu berkembang serta pengelolaan organisasi dan usahanya dapat berjalan secara efisian. Namun kenyataannya, karena adanya berbagai keterbatasan di bidang manajemen, sumber daya manusia, permodalan, akses terhadap pasar, teknologi, dan sebagainya, banyak Koperasi yang tidak mampu berkembang dan mewujudkan efisiensi dalam pengelolaannya. Untuk mengatasi masalah tersebut, dimungkinkan untuk melakukan penggabungan atau peleburan Koperasi.

Apakah penggabungan dan peleburan Koperasi itu ? Dalam konteks Undang-Undang tentang Koperasi, penggabungan atau yang lebih dikenal dengan istilah merger adalah penyatuan diri dua atau lebih Koperasi, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Koperasi dan membubarkan Koperasi - Koperasi lainnya dengan atau tanpa melikuidasi. Sedangkan peleburan atau yang lebih dikenal dengan istilah amalgamasi adalah penyatuan diri dua atau lebih Koperasi menjadi satu Koperasi yang baru untuk mencapai posisi dan skala ekonomi yang lebih baik.

Tentang penggabungan dan peleburan, Pasal 14 UU KOP No. 25/1992 menyatakan :(1) “Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi usaha, satu Koperasi atau lebih dapat :

a. menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain atau ;b. bersama Koperasi lain meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru.”

(2) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing Koperasi.”

63

Page 66: NA RUU Koperasi

UU KOP BARU juga mengatur tentang penggabungan dan peleburan, yaitu dalam Pasal 94 Pasal itu menegaskan :

(1) Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi :a. satu Koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain; ataub. beberapa Koperasi dapat melebur diri untuk membentuk suatu Koperasi baru.

(2) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing Koperasi.

(3) Sebelum dilakukan penggabungan atau peleburan, Pengawas dan Pengurus masing-masing Koperasi wajib memperhatikan :a. kepentingan Anggota yang harus mendapat prioritas utama;b. kepentingan karyawan; c. kepentingan kreditor; dand. pihak ketiga lainnya.

(4) Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penggabungan atau peleburan meliputi: a. hak dan kewajiban Koperasi yang digabungkan atau dilebur beralih kepada Koperasi hasil

penggabungan atau peleburan;b. anggota Koperasi yang digabung atau dilebur menjadi anggota Koperasi hasil penggabungan

atau peleburan; (5) Koperasi yang menggabungkan diri pada Koperasi lain atau yang melebur diri, secara hukum bubar. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan, pemberian persetujuan dan

penolakan terhadap penggabungan atau peleburan Koperasi serta perubahan status badan hukumnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Terhadap ketentuan dalam Pasal 95 itu perlu diberikan penjelasan sebagai berikut.1. Penggabungan dan peleburan Koperasi merupakan tindakan yang sangat mendasar dan rumit.

Pelaksanaan penggabungan dan peleburan Koperasi mempunyai beberapa konsekuensi hukum, baik pada tahap persiapan maupun pada tahap pelaksanaannya.

2. Pada tahap persiapan perlu diperhatikan sejumlah hal, antara lain :a. Penentuan Koperasi yang menerima penggabungan atau nama Koperasi yang akan

didirikan sebagai hasil peleburan.b. Adanya pernyataan kesepakatan dari semua Koperasi yang bersangkutan, mengenai

pengalihan/penyatuan keanggotaan, kekayaan (aset), modal, utang-piutang, dan sebagainya.c. Adanya persetujuan dari anggota masing-masing Koperasi yang dinyatakan dengan

keputusan rapat anggota Koperasi-Koperasi yang bersangkutan.d. Sebelum dilakukan penggabungan atau peleburan, Pengawas dan Pengurus masing-

masing Koperasi wajib memperhatikan : (1) kepentingan anggota harus mendapat prioritas utama ; (2) kepentingan karyawan ; (3) kepentingan kreditor ; (4) pihak ketiga lainnya ; dan (5) kepentingan masyarakat pada umumnya.

e. Pengawas dan Pengurus masing-masing Koperasi perlu menyusun rencana penggabungan atau peleburan Koperasi secara bersama-sama. Rencana penggabungan atau peleburan tersebut paling sedikit harus memuat alasan dan penjelasan masing-masing Pengurus Koperasi berkenaan dengan penggabungan atau peleburan serta persyaratan penggabungan atau peleburan yang akan dilakukan.

f. Adanya perubahan status badan hukum, yaitu berupa pengesahan anggaran dasar dalam hal penggabungan Koperasi atau pengesahan akte pendirian Koperasi baru dalam hal peleburan Koperasi. Karena itu perlu disusun rancangan perubahan anggaran dasar Koperasi hasil penggabungan atau rancangan akta pendirian dan anggaran dasar Koperasi baru hasil peleburan.

g. Disusunnya neraca dan perhitungan laba-rugi yang mencakup 3 (tiga) tahun buku terakhir dari semua Koperasi yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.

h. Disusunnya tata cara konversi saham Koperasi dari masing-masing Koperasi yang akan melakukan penggabungan atau peleburan terhadap saham Koperasi dari Koperasi hasil penggabungan atau peleburan.

64

Page 67: NA RUU Koperasi

i. Hal-hal lain yang perlu diketahui oleh anggota dan kreditor Koperasi.

3. Sedangkan dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :a. Pelaksanaan mengenai pelimpahan hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-

masing organ Koperasi lama kepada organ Koperasi baru.b. Pengaturan mengenai administrasi umum.c. Pengaturan mengenai administrasi keanggotaan, kepengawasan, dan kepengurusan.d. Pengaturan mengenai administrasi usaha dan keuangan.e. Penyesuaian/pengaturan kembali kerja sama dengan pihak lain.

4. Selanjutnya, Pasal 95 ayat (6) menegaskan bahwa ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan, pemberian persetujuan dan penolakan terhadap penggabungan atau peleburan Koperasi serta perubahan status badan hukumnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

K. BAB XI. PEMBUBARAN, PENYELESAIAN DAN HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM

1. PENGANTAR

Koperasi adalah perkumpulan sukarela di bawah badan hukum perdata yang dibentuk untuk memajukan kepentingan ekonomi bersama para anggotanya dengan melakukan usaha swadaya yang terorganisasi. Kesukarelaan dalam pembentukan perkumpulan tersebut membawa implikasi adanya hak untuk membubarkannya jika para anggota merasa bahwa kelangsungan usaha bersama itu tidak mungkin akan berhasil atau jika berdasarkan alasan-alasan obyektif Koperasi itu tidak mungkin mampu mencapai tujuan bersama.

Karena itu, perlu ditetapkan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi yang mengatur mengenai pembubaran Koperasi secara sukarela, yang memberikan hak kepada anggotanya untuk tidak melanjutkan Koperasi tersebut, jika mereka berpendapat bahwa organisasi itu tidak lagi berguna baginya.

Jika ketentuan-ketentuan itu hendak dibuat, maka perhatian harus dipusatkan pada hal-hal yang menjamin perlindungan terhadap kepentingan para kreditor, kepentingan Gerakan Koperasi, dan kepentingan masyarakat umum.

Keputusan untuk membubarkan suatu Koperasi merupakan keputusan yang sangat penting, yang memiliki konsekuensi yang sangat luas, khususnya kepada anggotanya. Karena itu, keputusan tersebut harus dipertimbangkan secara matang oleh mayoritas anggota Koperasi yang bersangkutan.

Kepentingan Pemerintah dapat terpengaruh oleh pembubaran suatu Koperasi, apabila Koperasi itu ditunjang oleh bantuan dana Pemerintah dan atau apabila Koperasi itu ditetapkan untuk melaksanakan tugas-tugas dari Pemerintah, namun tidak dapat melakukannya karena Koperasi itu menghentikan kegiatannya.

Akhirnya, keruntuhan suatu Koperasi selalu menimbulkan dampak negatif terhadap Gerakan Koperasi secara keseluruhan dan merugikan citra Koperasi di mata masyarakat. Karena itu, seharusnya diadakan upaya dan disediakan fasilitas, seperti misalnya diusahakan pembentukan dana pembangunan Koperasi, untuk mencegah sejauh mungkin keruntuhan Koperasi-Koperasi yang lemah dengan memberikan dukungan yang memadai agar Koperasi-Koperasi itu dapat bertahan hidup atau dengan menggabungkannya pada Koperasi lain.

2. BEBERAPA ALASAN PEMBUBARAN KOPERASI

65

Page 68: NA RUU Koperasi

Koperasi dapat dibubarkan atas dasar alasan sebagai berikut :(1) karena keputusan rapat anggota ;(2) karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir ;(3) karena tujuan Koperasi telah tercapai atau karena tujuan tersebut tidak akan pernah

tercapai ; atau(4) karena bangkrut.

Alasan tebih lanjut dari pembubaran Koperasi secara ex officio (ambtshalve) – yaitu karena jabatan ; rechtswege ; menurut hukum tanpa ketentuan atau permohonan dari para pihak - adalah :(1) karena Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang tentang

Koperasi ;(2) karena kegiatan Koperasi yang bersangkutan bertentangan dengan ketertiban umum dan

atau kesusilaan ; atau(3) berada dalam keadaan tidak aktif selama jangka waktu yang lama atau kelangsungan

hidupnya tidak dapat diharapkan lagi.

3. PENJELASAN MENGENAI DASAR PEMBUBARAN KOPERASI MENURUT UNDANG-UNDANG KOPERASI

UU KOP No. 25/1992 memuat ketentuan tentang dasar pembubaran Koperasi dalam Pasal 46, yaitu :“Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan :a. keputusan Rapat Anggota ; ataub. keputusan Pemerintah”.

Sedangkan ketentuan dalam Pasal 97 UU KOP BARU adalah sebagai berikut :“ Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan :a. keputusan Rapat Anggota;b. jangka waktu berdirinya telah berakhir; atauc. Keputusan Menteri atau Keputusan pejabat yang ditunjuk.

4. PENJELASAN MENGENAI PEMBUBARAN KOPERASI BERDASARKAN KEPUTUSAN RAPAT ANGGOTA

Ketentuan tentang pembubaran Koperasi berdasarkab keputusan rapat anggota dalam UU KOP BARU dimuat dalam Pasal 98, yaitu :(1) Usul pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota dapat diajukan oleh Pengawas atau

Anggota yang mewakili sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah Anggota, apabila Koperasi tidak mungkin lagi dapat melaksanakan nilai dan prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

(2) Keputusan pembubaran Koperasi ditetapkan oleh Rapat Anggota setelah Pengurus memberitahukan rencana pembubaran kepada Pemerintah dan kreditor.

(3) Keputusan pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila diambil berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.

(4) Pengurus bertindak sebagai kuasa Rapat Anggota pembubaran Koperasi, apabila Rapat Anggota tidak menunjuk pihak yang lain.

(5) Koperasi dinyatakan bubar pada saat yang telah ditetapkan dalam keputusan Rapat Anggota.

Penjelasan terhadap Pasal 98 tersebut di atas adalah sebagai berikut :1. Karena satu dan lain hal sebagaimana dikemukakan dalam subbab 15.1, Pengawas atau

anggota yang mewakili sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah anggota dapat mengajukan usul kepada rapat anggota untuk membubarkan Koperasinya.

66

Page 69: NA RUU Koperasi

2. Keputusan pembubaran dianggap sah apabila diambil berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, yaitu :a. keputusan pembubaran diambil dalam rapat anggota luar biasa ;b. rapat anggota luar biasa dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾

(tiga perempat) jumlah anggota ;c. keputusan rapat anggota luar biasa dianggap sah apabila disetujui oleh lebih dari 2/3

(dua per tiga) jumlah suara yang dikeluarkan dengan sah ;d. apabila kuorum sebagaiamana dimaksud dalam huruf b tidak tercapai, Pengurus dapat

menyelenggarakan rapat anggota luar biasa kedua pada waktu secepat-cepatnya 14 (empat belas) hari dan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari dihitung dari tanggal rencana penyelenggaraan rapat anggota luar biasa pertama yang gagal diselenggarakan ;

e. ketentuan tentang kuorum dan kesahan dalam rapat anggota luar biasa kedua sama dengan ketentuan dalam rapat anggota luar biasa pertama sebagaimana diatur dalam huruf b dan huruf c ;

f. dalam hal kuorum rapat anggota luar biasa kedua tidak tercapai, atas permohonan Pengurus kuorum ditetapkan oleh pengadilan negeri.

3. Pengurus diberi wewenang dan tanggung jawab oleh rapat anggota untuk mewakili Koperasi dan melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk membubarkan Koperasi sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan pembubaran Koperasi oleh rapat anggota diberitahukan secara tertulis oleh Pengurus kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Koperasi dan kepada kreditor.

4. Koperasi dinyatakan bubar pada saat yang telah ditetapkan dalam keputusan rapat anggota.

5. PENJELASAN MENGENAI PEMBUBARAN KOPERASI BERDASARKAN ALASAN KARENA JANGKA WAKTU BERDIRINYA BERAKHIR

Dalam Pasal 7 UU KOP BARU ditegaskan :“Koperasi didirikan untuk jangka waktu tertentu atau tidak tertentu sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.”

Jika anggaran dasar suatu Koperasi memuat ketentuan bahwa kegiatan usaha Koperasi itu hanya akan berlangsung selama jangka waktu tertentu, maka tidak perlu ada keputusan khusus untuk membubarkan Koperasi tersebut setelah jangka waktu yang ditentukan oleh anggaran dasar itu berakhir.

Kelangsungan hidup Koperasi setelah jangka waktu yang ditetapkan semula dapat dilanjutkan dengan cara merubah anggaran dasar.

67

Page 70: NA RUU Koperasi

Pembubaran Koperasi berdasarkan alasan karena jangka waktu berdirinya berakhir tidak diatur dalam UU KOP No. 25/1992. Sedangkan dalam UU KOP BARU diatur dalam Pasal 103, yaitu :(1) “Koperasi bubar karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ketentuan dalam anggaran

dasar telah berakhir .(2) Atas permohonan Pengurus dan keputusan rapat anggota, Menteri dapat memperpanjang

jangka waktu tersebut.(3) Permohonan perpanjangan waktu dilakukan dengan mengadakan rapat anggota untuk

mengubah anggaran dasar.(4) Permohonan perpanjangan waktu dan pengesahan perubahan anggaran dasar dilakukan

selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Koperasi berakhir.

(5) Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan selambat – lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima.”

6. PENCATATAN PEMBUBARAN KOPERASI

Ketentuan tentang pencatatan pembubaran Koperasi tercantum dalam Pasal 102 UU KOP BARU, yaitu :“ Menteri secara administratif mencatat pembubaran Koperasi dalam Daftar Umum Koperasi setelah :a. menerima laporan mengenai keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota

Koperasi yang bersangkutan;b. menerima laporan keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota karena jangka

waktu berdirinya Koperasi telah berakhir ; atauc. ditetapkannya keputusan pembubaran Koperasi oleh Pemerintah.

7. PENJELASAN MENGENAI PENYELESAIAN PEMBUBARAN KOPERASI

Di dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 55 UU KOP No. 25/1992 diatur ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian pembubaran suatu Koperasi. Sedangkan dalam UU KOP BARU, ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian pembubaran suatu Koperasi diatur dalam Pasal 97 sampai dengan Pasal 102.Setelah dikeluarkannya keputusan pembubaran Koperasi, maka segera dilaksanakan penyelesaian pembubaran. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 104 ayat (1) UU KOP BARU, yaitu :(1) Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan pembubaran

Koperasi.(2) Penyelesai bertanggung jawab kepada kuasa Rapat Anggota dalam hal Penyelesai

ditunjuk oleh kuasa Rapat Anggota

Hal-hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 103 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), yaitu :(1) Untuk kepentingan kreditor dan para Anggota terhadap pembubaran Koperasi, dilakukan

penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesaian.(2) Penyelesaian dilakukan oleh Penyelesai pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesai.(3) Untuk Penyelesaian berdasarkan Rapat Anggota, Penyelesai ditunjuk oleh kuasa Rapat

Anggota.(4) Untuk Penyelesaian berdasarkan keputusan Pemerintah, Penyelesai ditunjuk oleh

Pemerintah

68

Page 71: NA RUU Koperasi

Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi yang berada dalam proses pembubaran itu tetap ada dengan sebutan “Koperasi dalam Penyelesaian”. Koperasi tersebut tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum kecuali yang diperlukan untuk memperlancar proses penyelesaian. Hal-hal tersebut diatur dalam Pasal 103 ayat (4) dan ayat (5), yaitu :(5) “Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan

“Koperasi dalam Penyelesaian”.(6) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi tidak diperbolehkan melakukan perbuatan

hukum kecuali yang diperlukan untuk memperlancar proses penyelesaian.”

Berkenaan dengan ketentuan dalam ayat (5) perlu dijelaskan bahwa ketentuan ini menegaskan bahwa hak dan kewajiban “Koperasi dalam Penyelesaikan” masih tetap ada untuk menyelesaikan seluruh urusannya. Agar masyarakat mengetahuinya, di depan kantor Koperasi dipasang papan yang memuat kata-kata “Koperasi dalam Penyelesaian.”

Segera setelah ditunjuk penyelesai pembubaran Koperasi, penyelesai tersebut secara sah dapat melakukan tugasnya, yang dalam garis besarnya terbatas hanya menyelesaiakan pencairan atau pemberesan harta kekayaan yang masih ada pada Koperasi tersebut .

Meskipun penyelesai itu menggantikan Pengurus setelah Koperasi dibubarkan, namun tidak berarti bahwa hak, wewenang dan kewajiban penyelesai sama dengan atau seluas hak, wewenang dan kewajiban yang dimiliki oleh pengurus. Menurut ketentuan Pasal 105 UU KOP BARU, penyelesai pembubaran Koperasi mempunyai hak, wewenang dan kewajiban sebagai berikut :a. “melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan dan kewajiban

Koperasi ;b. memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan, anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik

sendiri-sendiri maupun bersama-sama ;c. mencairkan harta dan atau menagih piutang kepada debitor, diikuti dengan pembayaran

kewajiban Koperasi kepada para kreditor, setelah terlebih dahulu dikurangi dengan pembayaran biaya penyelesaian, gaji pegawai yang terhutang, pajak yang terhutang dan biaya kantor ;

d. menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi ;e. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota ;f. melaksanakan tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pemberesan kekayaan ;g. membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada Menteri ;h. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.”

Mengenai pertanggungjawaban penyelesai, Pasal 104 ayat (2) menegaskan :

(1) “Penyelesai bertanggung jawab kepada kuasa rapat anggota dalam hal penyelesai ditunjuk oleh kuasa rapat anggota”

Bagaimanakah pemecahannya jika penyelesai tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya ? Pasal 106 UU KOP BARU memberikan pemecahan sebagai berikut :

“Dalam hal penyelesai tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, maka atas permohonan Anggota atau kreditor atau pihak yang berkepentingan lainnya, kuasa Rapat Anggota dapat memutuskan untuk mengganti Penyelesai.

69

Page 72: NA RUU Koperasi

8. PENJELASAN MENGENAI HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM KOPERASI

Koperasi yang dibubarkan berdasarkan keputusan rapat anggota, setelah pertanggungjawaban Tim Penyelesai diterima oleh kuasa rapat anggota masih memerlukan satu langkah penyelesaian lagi. Dalam hal ini kuasa rapat anggota melaporkan dan menyerahkan berita acara penyelesaian pembubaran Koperasi kepada Menteri. Demikian juga dengan pembubaran yang dilakukan oleh pengadilan negeri. Selanjutnya, Menteri mengumumkan pembubaran Koperasi - baik yang didasarkan pada keputusan rapat anggota maupun keputusan pengadilan negeri – dalam Berita Negara Republik Indonesia. Sejak itu status badan hukum Koperasi yang bersangkutan dinyatakan hapus.Ketentuan sebagaimana dijelaskan itu dimuat dalam Pasal 107 UU KOP BARU, yaitu :

(1) “Menteri mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.(2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi

tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia.”

Sebagai penutup subbab ini di bawah ini disajikan Pasal 109 UU KOP BARU yang memuat ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran Koperasi, yaitu :“Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran Koperasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”

L. BAB XII. PEMBERDAYAAN KOPERASI

1. PENJELASAN MENGENAI PERANAN PEMERINTAH

Lembaga Gerakan Koperasi memiliki peranan yang penting dalam memajukan Koperasi. Demikian juga Pemerintah. Lembaga Gerakan Koperasi, yang berperan sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan Koperasi dan bertindak sebagai pembawa aspirasi organisasi tersebut mempunyai tujuan yang sama dengan Pemerintah yang berkewajiban menciptakan iklim dan kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan, perkembangan dan pemasyarakatan Koperasi. Tujuan tersebut adalah mewujudkan Koperasi yang benar-benar kuat dan mandiri dalam upaya memajukan kesejahteraan anggota Koperasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian yang demokratis dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sehubungan dengan hal tersebut, antara lembaga Gerakan Koperasi dan Pemerintah harus selalu terjalin kerja sama, koordinasi, dan konsultasi yang erat dalam pengembangan dan pemberdayaan Koperasi, baik pada tingkat penyusunan dan pengambilan kebijakan maupun pada tingkat pelaksanaan kebijakan. Dalam upaya mencapai tujuan bersama,keduanya harus saling menunjang dengan dasar saling mempercayai dan saling menghargai.

Koperasi adalah lembaga swadaya yang bersifat otonom dan independen. Karena itu, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Pemerintah tidak boleh mendominasi dan melakukan campur tangan terhadap urusan internal Koperasi sehingga memperlemah keswadayaan, otonomi, dan independensi Koperasi.

70

Page 73: NA RUU Koperasi

Berkenaan dengan peranan Pemerintah, Pasal 110 dan Pasal 111 UU KOP BARU memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

Pasal 110(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi

sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.(2) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dan

Pemerintah Daerah mengambil langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan Anggotanya.

(3) Langkah sebagaimana dimaksud ayat (2) pemerintah dapat memberikan bimbingan dan kemudahan dalam bentuk : a bimbingan Usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya;b. pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian

Koperasi;c. pemberian kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta pengembangan lembaga

keuangan Koperasi;d. bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antar

Koperasi dan badan usaha lain;e. pemberian bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapai oleh

Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi.

Pasal 111(1) Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah

dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai peranan Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta

persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan kepada Koperasi diatur dengan Peraturan Pemerintah

Beberapa komentar dapat dikemukakan sebagai berikut :a. Pemerintah berkewajiban mendukung pertumbuhan dan perkembangan Koperasi. Untuk itu

Pemerintah mempunyai wewenang untuk menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam penetapan kebijakan tersebut Pemerintah perlu melibatkan Gerakan Koperasi. Berdasarkan ketentuan ini, Pemerintah memiliki landasan yang jelas dan kuat untuk melaksanakan peranannya dalam menetapkan kebijakan yang ditujukan untuk memajukan Koperasi.

b. Dalam menerapkan kebijakan tersebut di atas Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan anggotanya. Ini berarti bahwa “anggota Koperasi” harus dijadikan fokus perhatian dalam pembangunan Koperasi. Di samping itu, perlu ditegaskan bahwa dalam mengambil langkah-langkah penumbuhan, pengembangan, dan pemberdayaan Koperasi, Pemerintah tidak boleh mencampuri urusan internal organisasi Koperasi. Pembatasan ini didasarkan atas nilai menolong diri sendiri dan bertanggung jawab atas nasib sendiri serta prinsip Koperasi bahwa Koperasi merupakan perusahaan swadaya, otonom, dan independen.

c. Dalam Pasal 110 UU KOP BARU ditegaskan bahwa “Pemerintah mendorong, mengembangkan, dan membantu pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyuluhan , dan penelitian Koperasi. Ketentuan ini menegaskan betapa pentingnya pengembangan dan pemberdayaan sumber daya Koperasi, khususnya sumber daya manusia Koperasi. Di samping itu, Pemerintah secara serius perlu :1) mengusahakan terciptanya lingkungan yang kondusif bagi Koperasi untuk dapat memainkan

peranannya ;2) memberikan dukungan kepada Koperasi dalam mengembangkan tenaga manajemen yang

profesional serta mendorong pengembangan kepemimpinan Koperasi yang berdedikasi dari dalam organisasi Koperasi sendiri ;

3) mendorong penguatan Koperasi sebagai sistem dengan membentuk jaringan antar – Koperasi secara terpadu ;

71

Page 74: NA RUU Koperasi

4) mendorong peningkatan partisipasi demokratis para anggota dalam pengambilan keputusan ;5) mendorong pemahaman dan pengamalan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi di dalam gerak

langkah Koperasi sehari-hari.d. Pasal 111 UU KOP BARU memuat ketentuan tentang pemberian perlindungan oleh Pemerintah

kepada Koperasi. Ketentuan ini dengan tegas mencerminkan komitmen Pemerintah dalam upaya memperkuat pertumbuhan dan perkembangan Koperasi di Indonesia. Dalam rangka komitmen ini Pemerintah dapat menetapkan bidang ekonomi tertentu, terutama yang sangat erat hubungannya dengan kegiatan ekonomi rakyat, yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi. Pelaksanaan ketentuan ini bersifat dinamis dengan memperhatikan aspek keseimbangan terhadap keadaan dan kepentingan ekonomi nasional serta aspek pemerataan berusaha. Ketentuan mengenai peranan Pemerintah serta persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan kepada Koperasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

2. PENJELASAN MENGENAI GERAKAN KOPERASI

Menurut UU KOP No. 25/1992, Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. Dari definisi tersebut jelaslah bahwa Gerakan Koperasi menyelenggarakan upaya-upaya terorganisasi untuk mencapai tujuan atau cita-cita tertentu. Tujuan atau cita-cita Gerakan Koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota Koperasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional yang demokratis dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam penyelenggaraan upaya-upaya tersebut di atas, Gerakan Koperasi memiliki organisasi formal yang disebut “lembaga Gerakan Koperasi.”

Mengenai lembaga Gerakan Koperasi tersebut, Pasal 113, Pasal 114, dan Pasal 115 UU KOP BARU menegaskan sebagai berikut :

Pasal 113(1) Gerakan Koperasi Indonesia mendirikan satu wadah yang berfungsi sebagai wadah

untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka pemberdayaan Koperasi.

(2) Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja lembaga Gerakan Koperasi diatur dalam Anggaran Dasar lembaga yang bersangkutan.

(3) Anggaran Dasar lembaga Gerakan Koperasi disahkan oleh Pemerintah.

Pasal 114Lembaga Gerakan Koperasi menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3

Pasal 115Lembaga Gerakan Koperasi berfungsi :a. mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi Indonesia;b. memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;c. memberikan pertimbangan dan rekomendasi kebijakan tentang pengembangan dan pemberdayaan

Koperasi kepada Pemerintah, lembaga legislatif, dunia usaha, dan pihak lain yang terkait;d. menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan serta penelitian dan pengembangan

perkoperasian;e. menyelenggarakan komunikasi, konsultasi, koordinasi, forum, dan jaringan kerja di bidang

perkoperasian;f. memberdayakan dan memajukan organisasi Anggotanya;

72

Page 75: NA RUU Koperasi

g. mendorong dan meningkatkan kerja sama antar Koperasi dan antara Koperasi dan pihak lain, baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional;

h. meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;i. mendorong dan memantau Koperasi untuk menerapkan nilai dan prinsip Koperasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Beberapa penjelasan perlu diberikan, yaitu :1. Yang dimaksud dengan “suatu lembaga” dalam Pasal 113 ayat (1) adalah Dewan Koperasi

Indonesia, disingkat Dekopin, yang merupakan kelanjutan dari Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia disingkat SOKRI, yang didirikan pada tanggal 12 Juli 1947 oleh Kongres Koperasi Seluruh Indonesia yang pertama, yang diselenggarakan di Tasikmalaya.

2. Tidak seperti ketentuan dalam Pasal 59 UU KOP No. 25/1992, UU KOP BARU tidak memuat ketentuan tentang pensahan Dekopin oleh Pemerintah. Karena itu, Dekopin tidak perlu disahkan oleh Pemerintah.

3. Yang dimaksud dengan “menjunjung tinggi “ dalam Pasal 114 adalah bahwa lembaga Gerakan Koperasi menghargai, memuliakan, menaati, dan menjalankan dengan sungguh-sungguh nilai - nilai Koperasi dan nilai-nilai yang terkandung dalam prinsip-prinsip Koperasi yang relevan dengan lembaga tersebut.

Untuk melaksanakan kegiatannya, lembaga Gerakan Koperasi memerlukan dana. Pasal 116 UU KOP BARU memuat ketentuan tentang sumber dana dan pola mengelolaan kekayaan lembaga Gerakan Koperasi. Ketentuannya adalah sebagai berikut :

(1) Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 berasal dari :a. iuran Anggota;b. sumbangan dan bantuan yang tidak mengikat;

c. hibah;dan/ataud. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau peraturan perundang-

undangan.(2) Pengelolaan kekayaan lembaga Gerakan Koperasi dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian,

transparansi, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.

Di samping beberapa sumber dana tersebut di atas, lembaga Gerakan Koperasi juga memupuk dana yang disebut dana pembangunan Koperasi. Dana itu digunakan untuk mendorong pengembangan dan pemberdayaan Koperasi, termasuk untuk pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan Koperasi. Tentang dana pembangunan Koperasi tersebut, Pasal 117 memuat ketentuan sebagai berikut :(1) “Untuk mendorong pengembangan dan pemberdayaan Koperasi, lembaga Gerakan Koperasi

memupuk dana yang disebut dana pembangunan Koperasi .(2) Dana pembangunan Koperasi bersumber dari anggota lembaga Gerakan Koperasi, Pemerintah

Pusat dan Daerah serta pihak-pihak lain.(3) Dana pembangunan Koperasi harus diaudit oleh akuntan publik.”

73

Page 76: NA RUU Koperasi

M. BAB XIII . SANKSI ADMINISTRATIF

Dalam UU KOP BARU terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh anggota, Pengurus, dan Pengawas Koperasi. Sanksi administratif berupa ancaman diberlakukan bila anggota, Pengurus, dan atau Pengawas melanggar atau tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tersebut. Pasal 118 UU KOP BARU memuat sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh Koperasi terhadap anggotanya, sedangkan Pasal 119 UU KOP BARU memuat sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh Menteri terhadap Pengurus dan atau Pengawas Koperasi.

Ketentuan-ketentuan kedua pasal tersebut adalah sebagai berikut :

Pasal 118

“Koperasi dapat menjatuhkan sanksi kepada anggota yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dalam bentuk :a. teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali ;b. pencabutan status keanggotaan.”

Pasal 119(1) “Menteri dapat menjatuhkan sanksi terhadap Pengurus dan atau Pengawas Koperasi yang :

a. tidak melaksanakan rapat anggota tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 setelah 2 (dua) tahun buku terlampaui ;

b. tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf f ;

c. tidak memelihara buku Daftar Anggota, buku Daftar Pengawas, buku Daftar Pengurus, buku Daftar Pemegang Saham Koperasi, dan risalah rapat anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf h ;

d. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 85 ayat (1) dan ayat (4) ;e. tidak melakukan audit atas laporan tahunannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ;f. menolak atau tidak bersedia diadakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ;

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :a. penyampaian teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali ;b. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus dan Pengawas Koperasi ;

(3) Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk membubarkan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 huruf c.”

Agar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 118 dan Pasal 119 tersebut di atas jelas, di bawah ini disajikan uraian sebagai berikut :

1. Penjelasan terhadap Pasal 118Koperasi dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada anggota dalam bentuk : (a) teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali ; (b) pencabutan status keanggotaan, apabila anggota tersebut :(1) tidak mematuhi anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan ketentuan yang telah disepakati

dalam rapat anggota ;(2) berulang kali tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh

Koperasi ;(3) tidak mau berperan dalam pengembangan dan pemeliharaan nilai-nilai kejujuran, keterbukaan,

tanggung jawab, dan kepedulian terhadap orang lain .

74

Page 77: NA RUU Koperasi

2. Menteri dapat menjatuhkan sanksi kepada Pengurus dan atau Pengawas dalam bentuk :(a) penyampaian teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali ; (b) larangan untuk

menjalankan fungsi sebagai Pengurus dan Pengawas Koperasi, apabila Pengurus dan atau Pengawas tersebut :(1) tidak melaksanakan rapat anggota tahunan – yang dimaksudkan untuk mengesahkan

pertanggungjawaban Pengurus dan harus diselenggarakan selambat - lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau – setelah 2 (dua) tahun buku lampau ;

(2) tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;(3) tidak memelihara buku Daftar Anggota, buku Daftar Pengawas, buku Daftar Pengurus,

buku Daftar Pemegang Saham Koperasi, dan risalah rapat anggota ;(4) melakukan kegiatan usaha yang tidak berkaitan dengan dan bermanfaat bagi kegiatan

usaha dan kepentingan ekonomi anggota ;(5) melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan tujuan Koperasi serta bertentangan

dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi, peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan ;

(6) laporan tahunannya tidak diaudit oleh akuntan publik sesuai dengan permintaan Menteri dan atau keputusan rapat anggota tahunan ;

(7) menolak atau tidak bersedia diadakan pemeriksaan oleh Menteri dalam hal:a. Koperasi membatasi keanggotaan atau melakukan penolakan permohonan

untuk menjadi anggota atas orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar ;

b. Koperasi tidak melaksanakan rapat anggota tahunan dalam waktu 2 (dua) tahun berturut-turut ;

c. kelangsungan usaha Koperasi sudah tidak dapat diharapkan ;d. terdapat dugaan kuat bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak mengelola

administrasi keuangan secara benar.

3. Selain mengenakan sanksi administratif dalam bentuk : (a) penyampaian teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali ; (b) larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus dan Pengawas Koperasi, Menteri dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk membubarkan Koperasi setelah Menteri melakukan pemeriksaan yang saksama terhadap Koperasi .

Sebagai penutup bab ini, di bawah ini disajikan Pasal 120 UU KOP BARU, yaitu :Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota, Pengawas, atau Pengurus serta bentuk pemberian sanksinya diatur dalam Anggaran Dasar.

N. BAB XIV. KETENTUAN PERALIHAN

Ketentuan peralihan dimuat dalam Pasal 121 UU KOP BARU. Rumusan ketentuan-ketentuan di dalam pasal itu cukup jelas sehingga tidak membutuhkan penjelasan. Adapun ketentuan-ketentuan di dalam Pasal 121 itu adalah sebagai berikut :Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:a. Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui

sebagai Koperasi berdasarkan Undang Undang ini.b. Koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya

paling lambat 5 ( lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.c. Koperasi yang tidak melakukan penyesuaian Anggaran Dasar dalam jangka waktu sebagaimana

dimaksud pada huruf b dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan langsung dengan Koperasi tersebut.

Pasal 122Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

75

Page 78: NA RUU Koperasi

a. Koperasi yang belum disahkan atau perubahan Anggaran Dasarnya belum disetujui oleh Menteri pada saat berlakunya Undang-Undang ini wajib menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

b. Penyesuaian Anggaran Dasar Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disetujui oleh Menteri.

O. BAB XV. KETENTUAN PENUTUP

Ketentuan-ketentuan tentang pemberlakuan Undang-Undang ini dimuat dalam Pasal 123, Pasal 124 dan Pasal 125 . Rumusan ketentuan-ketentuan di dalam kedua pasal itu cukup jelas sehingga tidak membutuhkan penjelasan. Adapun ketentuan-ketentuannya adalah sebagai berikut :

Pasal 123(1) Dengan berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 3502) dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

(2) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 124Peraturan perundang-undangan sebagai tindak lanjut Undang-Undang ini sudah selesai paling lambat 2 ( dua ) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 125Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

76