PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

91
i TESIS PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI WATAMPONE ANDI AMRULLAH PO 904204551 MAGISTER ILMU HUKUM KONSENTRASI TATA NEGARA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN 2007

Transcript of PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

Page 1: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

i

TESIS

PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU PERKARA PERDATA

DI PENGADILAN NEGERI WATAMPONE

ANDI AMRULLAH

PO 904204551

MAGISTER ILMU HUKUM KONSENTRASI TATA NEGARA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

2007

Page 2: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

ii

ABSTRAK

Andi Amrullah, PO : 904204551, Penemuan Hukum OIeh Hakim Dalam Memutuskan Suatu Perkara Perdata Di Pen gadilan Negeri Watampone, dibimbing Prof. Dr. Sukarno Aburaera, SH dan Prof. Dr. Musakkir, SH. MN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data/informasi dan mengetahui tentang pelaksanaan penemuan hukum serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi hakim dalam pelaksanaannya di Pengadilan Negeri Watampone.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan normatif dan empiris.Pendekatan normatif ditujukan untuk mengkaji substansi hukum yang berkenaan dengan metode penemuan hukum, sedangkan pendekatan empiris ditujukan untuk mengkaji pelaksanaan metode penemuan hukum pada perkara perdata dan faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam pelaksanaannya di Pengadilan Negeri Watampone.

Populasi penelitian ini adalah seluruh perkara perdata sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 dan penegak hukum bersama dengan akademisi. Sampel ditetapkan 25 buah perkara perdata, dan 80 responden yang mewakili unsur-unsur populasi.Adapun sumber datanya adalah data primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim di Pengadilan Negeri Watampone belum optimal melakukan penemuan hukum dalam perkara perdata sejak tahun 2002-2006 sebanyak 25 buah perkara.Adapun faktor yang mempengaruhi pelaksanaan metode tersebut adalah hukum tertulis, pengetahuan hakim, pendidikan formal dan responsive/kemauan hakim sehingga belum optimal.

Disarankan agar dapat diadakan pertemuan ilmiah tentang penemuan hukum dan para hakim ditingkatkan pengetahuan, pendidikan formalnya serta meningkatkan responsifnya terhadap metode penemuan hukum.

Page 3: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

iii

ABSTRACT Andi Amrullah, P O: 904204551. Law Made by Judge in Decide a Cases in Watampone Court. Advised ByProf. Dr. Sukarno Aburaera, SH and Prof. Dr. Musakkir, SH. MH.

The purposes of this research is to get a file or information and to know about the implementation of low made method and also what factors influence the judge in making that method in Watampone Court.

This research use normative and empiris approaches, which are use to analyze the law substantion which has relation with the method of law made and also to find out what factors influence the law in the Watampone Court.

The population of this research is all cases which found in that court within 2002 until 2006 and alsi all employee in that court who has relationship with this research. This research using purposive sampling, which is the researcher get 25 cases from that court and 80 respondents who are representative for this research. However the data resource come from main data and secondary data and data collection using observation, interview, and quessionaires.

The result of the research show that judge in Watampone Court is not maximum yet in doing law made in cases within 2002 until 2006 which has 25 cases. And the factors which are influence the judge can not maximum in doing law made are written law, knowledge of the judge, education of the judge and also the good will of the judge to be seriously in made law.

That is why, the researcher suggested to make any meeting to discuss this metter with all reseource such as judge, society, and also police.

Page 4: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

iv

DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL ………………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHARI ……………………………………………… ii

ABSTRAK …………………………………………………………………. iii

ABSTRACT ………………………………………………………………… iv

DAFTARISI ………………………………………………………………… v

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……………………………….. 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………. 7

C. Tujuan Penelitian ……………………………………….. 7

D. Kegunaan Penelitian ……………………………………. 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 9

A. Pengertian Penemuan Hukum oleh Hakim …………. 9

B. Kewenangan Hakim Menemukan Hukum ………….. 14

C. Metode Penemuan Hukum …………………………….. 17

D. Aliran Penemuan Hukum ………………………………. 32

E. Tahap Penemuan Hukum ……………………………… 37

F. Penerapan Metode Penemuan Hukum ……………….. 39

G. Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Metode

Penemuan Hukum ……………………………………… 42

H. KerangkaPemikiran …………………………………… 45

I. Definisi Operasional Variabel …………………………. 50

Page 5: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

v

BAB III. METODE PENELITIAN ……………………………………. 52

A. Lokasi Penelitian ………………………………………. 52

B. Pendekatan Sifat dan Tipe Penelitian ………………… 52

C. Populasi dan Sampel …………………………………… 53

D. Jenis dan Sumber Data ………………………………… 54

E. Teknik Pengumpulan Data ……………………………. 55

F. Teknik Analisis Data …………………………………… 55

BAB IV. PEMBAF-IASAN HASIL PENELITIAN ……………………. 57

A. Gambaran Umum Perkara Perdata Yang Telah

Diperiksa Hakim Pengadilan Negeri Watampone …. 57

B. Penemuan Hukum Oleh Hakim Di Pengadilan

NegeriWatampone ……………………………………………..

60

BAB V PENUTUP …………………………………………………… 82

A. Kesimpulan …………………………………………….. 82

B. Saran ……………………………………………………. 82

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 84

Page 6: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

1

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem penegakan hukum melalui proses pengadilan di Indonesia,

menempatkan hukum sebagai benteng terakhir, sehingga peran hakim

dalam menjalankan fungsi yudisialnya sangat menentukan citra wibawa

hukum dalam suatu negara yang menganut paham negara hukum,

sebagaimana halnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Indonesia sebagai Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila

dan berhukum dasar Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia Tahun 1945, sejak diharigunnya telah mempunyai cita-cita

luhur, antara lain mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Dalam mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang adil

dalam suasana hidup bermasyarakat, berbangsa, berpemerintahan dan

bernegara, maka cita-cita luhur keadilan harus dilaksanakan secara

tegas oleh negara, agar dapat menjamin penerapan dan

pelaksanaannya pada segala aspek dalam tatanan kehidupan

masyarakat dalam arti yang luas.

Sejak Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia bangsa

Indonesia, telah mengikrarkan untuk mewujudkan kemanusiaan yang

adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Hal

ini dengan tegas dimuat dalam Pancasila sebagai dasar negara, ideologi

dan filosofi bangsa Indonesia pada sila kedua dan sila kelima.

Page 7: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

2

Salah satu jaminan perwujudan pelaksanaan peradilan di

Indonesia, adalah dibentuknya satu badan kekuasaan kehakiman yang

mandiri terlepas dan adanya pengaruh dan campur tangan badan-badan

kekuasaan pemerintahan yang lainnya.

Kekuasaan kehakiman yang independen diharapkan dapat

terwujud melalui peranan hakim pada peradilan negara yang adil, jujur,

dan merdeka Hal ini sesuai dengan Pasal.1 Undang-Undang Nomor.4

Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman bahwa kekuasaan

kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna penegakan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik

Indonesia.

Kebebasan kekuasaan kehakiman, yang penyelenggaraannya

diserahkan kepada badan-badan peradilan, merupakan salah satu cini

khas dan para negara hukum.Pada hakikatnya kebebasan ini

merupakan sifat pembawaan pada setiap peradilan.Kebebasan

kekuasaan kehakiman merupakan tugas hakim untuk menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan

hukum dengan mencari dasar hukum serta asas-asas yang jadi

Iandasannya, melalui perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga

keputusannya mencerininican perasaan keadilan bangsa dan rakyat

(SudiknoMertokusumo, 1985:18).

Page 8: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

3

Kekuasaan yang diemhari oleh hakim adalah kekuasaan negara di

bidang kehakiman, dalam rangka pelayanan negara kepada rakyat

pencari keadilan, perlindungan hukum berdasarkan sendi-sendi keadilan

yang sesuai perasaan hukum yang hidup dan diyakini kebenarannya

oleh masyarakat.

Abdul Kadir Muhammad, (1985:35), menegaskan bahwa dalam

negara yang berdasar atas hukum atau negara hukum, kebebasan

hakim dalam melakukan peradilan merupakan ciri yang esensial.Dalam

memeriksa dan memutuskan perkara, hakim harus bebas tidak boleh

berada di bawah pengaruh kekuasaan siapapun.

Jaminan tentang kebebasan hakim dalam menjalankan tugas dan

fungsi yudisialnya, dengan tegas disebutkan dalam Undang-Undang

Nomor.14 Tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman

Juncto Undang-Undang Nomor.35 Tahun 1999 tentang perubahan

beberapa Pasal Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 1970 dan Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004, mempertegas bahwa kekuasaan

kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik

Indonesia.

Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada

badan-badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima,

memeriksadan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang

Page 9: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

4

diajukan kepadanya (Pasal. 2 ayat. (1) Undang-Undang Nomor. 14

Tahun 1970).

Salah satu tugas hakim dalam menjalankan fungsi yudisialnya

adalah memutuskan perkara yang telah diajukan kepadanya.Hakim tidak

boleh menolak memeriksa dan mengadili serta memutuskan perkara

yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada atau tidak jelas

aturannya.

Pasal.14 ayat (1) Undang-Undang Nomor.14 Tahun 1970

menyatakan bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa

dan mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih

bahwa hukum tidak jelas atau kurang jelas, melainkan wajib untuk

memeriksa dan mengadilinya.

Konsekuensi Pasal.14 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 14 Tahun

1970, yang tidak membenarkan bagi pengadilan dalam arti hakim untuk

menolak memeriksa suatu perkara dan memutuskannyahanya dengan

alasan tidak jelas atau kurang jelas hukumnya, maka Undang-undang

telah memberikan kewajiban kepada hakim untuk menjalankan

fungsinya sebagai penegak hukum dan keadilan agar mengikuti dan

memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor.14 Tahun 1970

menyatakan bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib

menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat. Abdul Kadir Muhammad (1985: 162-163), menyatakan

Page 10: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

5

bahwa hakim setelah mendapat kepastian telah terjadi peristiwa, lalu

hakim menilai apakah peristiwa yang telah terjadi itu merupakan

pelanggaran hukum atau bukan, kemudian hakim menentukan peraturan

hukum manakah yang menguasai peristiwa yang telah terjadi itu, dalam

keadaan demikian berarti terjadi penemuan hukum oleh hakim.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, (1985:163),tugas menemukan

hukum yang tepat, yang menguasai perkara atau kedua belah pihak,

merupakan tugas yang tidak mudah bagi hakim. Walaupun dikatakan

hakim dianggap mengetahui hukum, namun pada hakekatnya hakim

tidak mengetahui semua hukum, oleh karena hukum itu terdiri dan

peraturan yang tertulis dan yang tidak tertulis.

Selanjutnya Abdul Kadir Muhammad, (1985:164), mengemukakan

mungkin saja hakim mengetahui semua peraturan hukum yang tertulis

akan tetapi tidak mengetahui semua peraturan hukum yang tidak tertulis,

yang berlaku di suatu tempat atau pada semua tempat.

Terbatasnya ruang lingkup yang dapat diakomodir aturan hukum

tertulis terhadap setiap peristiwa konkrit yang dihadapi oleh warga

masyarakat yang kemudian diperhadapkan kepada hakim untuk

memeriksanya, mengadili dan memutuskan, telah melahirkan

konsekwensi bagi hakim untuk melakukan penemuan hukum dalam arti

luas. Maksudnya penemuan hukum yang harus dilakukan oleh

hakimtidak terbatas hanya pada aturan hukum yang tertulis saja, akan

tetapi lebih luas pada hukum yang tidak tertulis.

Page 11: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

6

Tuntutan bahwa hakim melakukan penemuan hukum, adalah

untuk menjawab setiap permasalahari hukum yang dihadapi oleh

masyarakat yang diperhadapkan kepada hakim guna mendapatkan

penyelesaian yang adil melalui putusan hakim, terutama peristiwa

hukum konkrit yang belum diatur secara tegas dalam suatu peraturan

perundang-undangan.

Terbatasnya ilmu pengetahuan hukum dalam arti yang luas bagi

seorang hakim akan turut berpengaruh terhadap kemampuan hakim

melakukan penemuan hukum, sementara dinamika masyarakat sangat

cepat dan kompleks seiring dengan berjalannya waktu dan zaman, serta

permasalahari yang dihadapinya, yang harus diputuskan oleh hakim bila

diajukan kepadanya.

Selain itu, hakim dalam memutuskan suatu perkara perdata yang

diajukan kepadanya memungkinkan cenderung pasif memutus dengan

tidak melakukan penemuan hukum diluar perundang-undangan dan

hanya bertujuan kepada kepastian hukum tanpa melenturkan nilai-nilai

keadilan dan kebenaran.

Oleh karena itu bagi hakim yang bertugas pada peradilan yang

kuantitas dan intensitas perkaranya cukup besar, tanpa kecuali di

pengadilan manapun seorang hakim bertugas sebagaimana halnya di

Pengadilan Negeri Watampone, hakim pada tempatnya bila melakukan

penemuan hukum, mengingat komplek permasalahari yang dihadapi

Page 12: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

7

masyarakat Kota Watampone sangat variatif dan bila dihadapkan pada

hakim, tidak ada alasan untuk menolaknya.

Dengan itu dilakukan penelitian tentang penemuan hukum oleh

hakim Pengadilan Negeri Watampone dan faktor4aktor yang

mempengaruhi belum optimalnya dilakukan penemuan hukum dalam

memutus suatu perkara perdata di Pengadilan Negeri Watampone.

B. Rumusan Masalah

1. Sejauhmana hakim Pengadilan Negeri Watampone melakukan

penemuan hukum di luar perundang-undangan dalam memutus

suatu perkara perdata?

2. Faktor4aktor apakah yang mempengaruhi hakim Pengadilan Negeri

Watampone melakukan penemuan hukum di luar

perundangundangan dalam memutuskan suatu perkara perdata?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejauhmana hakim Pengadilan Negeri

Watampone melakukan penemuan hukum di luar perundang-

undangan dalam memutus suatu peristiwa hukum konkrit pada suatu

perkara perdata yang diajukan kepadanya.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hakim

Pengadilan Negeri Watampone melakukan penemuan hukum di luar

Page 13: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

8

perundang-undangan dalam memutuskan suatu perkara perdata

yang dihadapinya.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan hukum peneliti

dalam korelasinya antara teori dan praktek pelaksanaan penemuan

hukum oleh hakim khususnya pada Pengadilan Negeri Watampone

dan faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi guna

disumharigkan kepada civitas akademika program Pasca Sarjana

Universitas Hasanuddin, dalam rangka menambah perbendaharaan

kepustakaannya di bidang objek yang dikaji.

2. Kegunaan Praktis

Dapat menjadi sumharigan pemikiran yang konstruktif bagi

hakim-hakim di Indonesia dalam upaya meningkatkan integritas

kualitas ilmu pengetahuan dan wawasan ilmu hukumnya guna dapat

memenuhi tuntutan keprofesionalan dalam menjalankan fungsinya

memenuhi perasaan keadilan masyarakat dalam produk-produk

putusannya melalui suatu metode-metode penemuan hukum yang

tepat.

Page 14: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

9

BAB II

TIN.JAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penemuan Hukum oleh Hakim

Sebelum pengertian tentang penemuan hukum (rechtsvinding)

dikemukakan, maka terlebih dahulu perlu diketahui adanya silang

pendapat di antara kalangan ahli hukum tentang penggunaan istilah

penemuan hukum. Sebahagian ahli hukum diantaranya cenderung

menggunakan istilah pembentukan hukum dihariding menggunakan

istilah penemuan hukum, dengan alasan bahwa hakim bukan hanya

menemukan hukum semata, akan tetapi juga membentuk hukum melalui

putusannya, sehingga dinamai judge made law.

Achmad All, et al (1991:56) mengemukakan bahwa penggunaan

istilah penemuan hukum (rechtsvinding) tidak disepakati oleh semua

ahli. Ada juga ahli hukum yang lebih memilih penggunaan istilah

pembentukan hukum, dengan alasan hakim bukan hanya menemukan

hukum, tetapi membentuk hukum dan hukum yang dibentuk hakim itu

melalui putusan dinamakan judge made law.

Kecenderungan mempergunakan istilah penemuan

hukum.dimaksud, seiring dengan Achmad All, et al yang

mengemukakan bahwa kami lebih setuju penggunaan istilah penemuan

hukum, karena mengandung arti yang lebih luas selain pembentukan

Page 15: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

10

hukum, yangmenemukan hukum yang sebenarnya sudah ada dan sisa

ditemukan(1991:56).

Hasil dan penemuan hukum hakim adalah melahirkan

pembentukan hukum melalui putusannya. Oleh karenanya penggunaan

istilah penemuan hukum lebih, menunjukkan pada proses yang

dilakukan hakim sebelum menjatuhkan putusannya, sehingga putusan

yang dijatuhkan hakim adalah merupakan pembentukan hukum.

SudiknoMertokusumo (1985:3), mengartikan penemuan hukum

sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas

hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap

peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit. Hal ini merupakan konkritisasi

dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan

mengingat peristiwa hukum yang konkrit.

Setelah selesai memeriksa perkara, hakim mengumpulkan semua

hasil pemeriksaan untuk disaring mana yang penting dan mana yang

tidak penting.Berdasarkan hasil pemeriksaan itu, hakim berusaha

menemukan peristiwanya (felt vinden, fact finding). Setelah hakim

mendapat kepastian bahwa telah terjadi peristiwa, lalu Ia menentukan

apakah peristiwa yang telah terjadi itu merupakan pelanggaran hukum

atau tidak. Kemudian ia menentukan, peraturan hukum apakah yang

menguasai peristiwa yang telah terjadi itu. lnilah yang disebut

menemukan hukum (rechtsvinden, law finding) (Abdul Kadir

Muhammad, 1985:163).

Page 16: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

11

Beberapa pandangan yang dikemukakan di atas, dapat diketahui

bahwa penemuan hukum oleh hakim adalah merupakan proses yang

ditempuh oleh seorang hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu

perkara, setelah mengetahui fakta tentang peristiwa yang

disengketakan, kemudian menentukan peraturan hukum mana yang

harus ditetapkannya. Dengan kata lain hakim melakukan proses

konkritisasi dan individualisasi dan ketentuan umum terhadap suatu

peristiwa konkrit atau khusus.

Penemuan hukum oleh hakim, dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Penemuan hukum oleh hakim terhadap perundang-undangan

2. Penemuan hukum oleh hakim di luar perundang-undangan

Hakim dalam melakukan penemuan hukum, dapat berasal

danbeberapa sumber menurut RiduanSyahrani (1999:35) sebagai

berikut:

1. Perundang-undangan dalam arti hukum yang tertulis

2. Hukum yang tidak tertulis

3. Putusan desa

4. Yurisprudensi

5. Ilmu pengetahuan dan doktrin

Penemuan hukum oleh hakim terhadap perundang-undangan,

diartikan hukum tertulis yang sudah ada merupakan suatu proses

analisis yang dilakukan oleh seorang hakim untuk menetapkan hukum

mana yang tepat sesuai dengan peristiwa hukum yang disengketakan

Page 17: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

12

harus diterapkan pada peristiwanya, dengan mengacu pada sumber

hukumyang tertulis. Sebaliknya, penemuan hukum oleh hakim di luar

peraturan perundang-undangan yang sudah ada, dalam arti hukum tidak

tertulis, proses analisis yang ditempuh oleh seorang hakim setelah

memahami dengan jelas suatu peristiwa konkrit yang dihadapkannya,

untuk menentukan hukum mana yang diluar perundang-undangan yang

tertulis yang mesti diterapkan.

Proses analisis yang dilakukan hakim dalam mencari dan

menggali hukum yang harus ditetapkan dan diterapkannya untuk suatu

masalah yang tertentu, lalu hakim menentukan sikap berdasarkan

kacamata atau optik yang objektif menerapkan sesuatu, maka hakim

telah menemukan hukum. Hukum yang telah ditemukan hakim,

kemudian diterapkannya ke dalam suatu putusan, maka putusan yang

ditetapkannya adalah merupakan hukum produk hakim, sehingga hakim

telah membentuk suatu hukum.

Jika penemuan hukum oleh hakim merupakan suatu proses

analisis, maka sudah barang tentu hakim harus dituntut memiliki ilmu

pengetahuan dan wawasan yang luas, oleh karena hanya dengan

metode Itu seorang hakim dapat melakukan analisis secara mendalam

dalam rangka menemukan sesuatu yang tepat, dalam hal ini hukum

yang tepat.

Achmad Au, et al (1 991:56) mengatakan bahwa penemuan

hukum adalah salah satu keahlian yang seyogyanya dimiliki oleh

Page 18: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

13

seseorang jenis atau hakim yang balk, setelah mengetahui tentang

kaidah-kaidah hukum dan sistem hukum yang ada.Penemuan hukum

tidak hanya dilakukan oleh hakim tetapi penemuan hukum juga

dilakukan oleh kalangan ahli hukum lainnya, oleh karena itu sifat dan

penemuan hukum tersebut terbagi ke dalam tiga macam, yaitu:

1. Penemuan hukum yang bersifat konfliktif, yaitu penemuan hukum

yang dilakukan oleh hakim, karena penemuan hukum tersebut

dilakukan dalam rangka menghadapi adanya peristiwa konkret atau

karena adanya konflik untuk diselesaikan. 1-lasil daripada penemuan

hukum oleh hakim yang dituangkan dalam bentuk putusan

pengadilan adalah hukum yang secara langsung berfungsi sebagai

penyelesaian suatu persengketaan perdatanya ataupun memutuskan

pidana dan yang mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak

sesuai dengan ketentuan Pasal 1917 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata ‘Kekuatan sesuatu putusan hakim yang memperoleh

kekuatan mutlak tidaklah lebih luas dan pada sekedar mengenai

soalnya putusan”. Di samping itu penemuan hukum oleh hakim juga

merupakan sumber hukum.

2. Penemuan hukum yang bersifat perskriptif, yaitu penemuan hukum

yang dilakukan oleh pembentuk atau pembuat undang-undang. Hasil

penemuan hukum oleh pembentuk undang-undang adalah

merupakan hukum karena mempunyai kekuatan mengikat sebagai

Page 19: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

14

hukum yangdituangkan dalam bentuk undang-undang dan sekaligus

juga merupakan sumber hukum.

3. Penemuan hukum yang bersifat teoritis, yaitu penemuan hukum yang

dilakukan oleh dosen serta peneliti hukum. Hasil penemuan hukum

yang dilakukan oleh dosen atau peneliti hukum ini tidak berupa

hukum karena tidak mempunyai kekuatan mengikat, akan tetapi

dapat dijadikan sebagai sumber hukum atau doktrin

(SudiknoMertokusumo, 1996:38).

Dengan demikian, maka penemuan hukum adalah suatu proses

pembentukan hukum oleh hakim, atau aparat hukum Iainnya yang

ditugaskan untuk menerapkan peraturan hukum umum terhadap

peristiwa hukum konkret (SudiknoMertokusumo, 1996:37). Dapat

dikatakan pula bahwa penemuan hukum adalah suatu proses

konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum

dengan mengingat peristiwa konkret tertentu.

B. Kewenangan Hakim Menemukan Hukum

Hakim dalam mengadili suatu perkara menentukan hukumnya in

konkreto terhadap peristiwa tertentu, dengan demikian putusan hakim

adalah hukum.Putusan hakim mempunyai kekuatan mengikat sejak

diucapkan dan baru mempunyai kekuatan berlaku setelah putusan

tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan setelah

dilaksanakan putusan itu, dapat merupakan sumber hukum.

Page 20: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

15

Adanya penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim terhadap

peristiwa konkret, maka berarti sekaligus hakim juga pembentuk hukum,

hanya saja pembentukan hukum oleh hakim adalah hukum yang

konkret.Hal ini berbeda dengan pembentukan hukum yang dilakukan

oleh pembentuk undang-undang karena pembentuk undang-undang

membentuk hukum yang objektif abstrak.

Pembentuk undang-undang memang bebas dalam memilih

materinya membentuk hukum, akan tetapi walaupun mempunyai

kebebasan, Ia tidak mungkin mencakup dan menuangkan segala ragam

bentuk kehidupan masyarakat dalam suatu undang-undang, sehingga

tidak mungkin mengatur segala-galanya dalam bentuk terperinci, oleh

karena itu perlu kiranya menyerahkan sebagian tugasnya kepada hakim,

sedangkan hakim dalam pembentukan hukum dibatasi oleh undang-

undang, Ia terikat pada apa yang telah ditentukan oleh undang-undang

dan pada asasnya hakim tidak berwenang untuk mengabaikan atau

menganggap tidak berlaku suatu undang-undang

(SudiknoMertokusumo, 1985:89).

Seharusnya dalam prakteknya istilah-istilah umum dalam undang-

undang lebih dahulu ditetapkan artinya oleh hakim.Setelah itu barulah

ditentukan apakah persoalan/kasus yang diajukan kepadanya untuk

diputuskan termasuk dalam pengertian yang diberikan kepada istilah-

istilah tersebut jadi disini hakim menciptakan sesuatu yang baru,

Page 21: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

16

danpembuat undang-undang dengan sadar menyerahkan penciptaan

hukum kepada hakim (RiduanSyahrani, 1991:53).

Apabila undang-undang tidak dapat dijalankan menurut susunan

kata-katanya, maka haruslah ditafsirkan oleh hakim, sehingga hakim

dapat memberikan putusan yang betul-betul mencerminkan rasa

keadilan serta dapat menciptakan kepastian hukum dalam masyarakat,

jadi menafsirkan undang-undang adalah kewajiban hukum bagi

hakim.(RiduanSyahrani, 1991:53). Makna yang dimiliki oleh undang-

undang terdiri dan dua macam, yaitu:

1. LituraLegis, yaitu makna yang secara tegas tercantum dalam bunyi

undang-undang.

2. Sententialegis, yaitu makna yang tersirat atau tersembunyi yang

merupakan maksud yang sesungguhnya dan pembuat undang-

undang yang masih harus ditemukan, maka tidak semua pasal dalam

peraturan perundang-undangan. Perlu dikonstruksikan ataupun

ditafsirkan, kalimat-kalimat yang sudah jelas dan tegas serta dapat

langsung diterapkan pada kasus yang dihadapi oleh hakim tersebut,

tidak perlu lagi dikonstruksikan atau ditafsirkan sesuai dengan

maksud hukum yang berbunyi”ExpressurnFacitCessare Taciturn”

(kata-kata yang disebutkan secara tegas mengakhiri pencarian

mengenai maksud dan suatu undang-undang).

C. Metode Penemuan Hukum

Page 22: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

17

Ada dua metode dalam penemuan hukum, yaitu metode penafsiran

interpretasi dan metode konstruksi hukum. Adapun perbedaan antara

kedua metode tersebut adalah sebagai berikut::

1. Penafsiran adalah metode penemuan hukum yang menafsirkan teks

undang-undang, dimana hakim masih tetap berpegang pada bunyi

teks tersebut.

2. Konstruksi hukum adalah metode penemuan hukum dimana hakim

menggunakan penalaran logisnya untuk mengembangkanlebih lanjut

suatu teks undang-undang, hakim tidak lagi berpegang pada bunyi

teks itu dengan syarat hakim tidak mengabaikan hukum sebagai

suatu sistem (Achmad All, 1996:16’7).

Interpretasi sebagai salah satu pendekatan penemuan hukum terdiri

dan beberapa macam interpretasi sebagai berikut:

1. Penafsiran Tatabahasa(Grammatikal)

Penafsiran ini yaitu cara penafsiran berdasarkan pada bunyi

ketentuan undang-undang, dengan berpedoman pada arti perkataan-

perkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat

yang dipakai oleh undang-undang; yang dianut ialah semata-mata

arti perkataan menurut tatabahasa atau menurut kebiasaan, yakni

arti dalam pemakaian sehari-hari. Sebagai contoh dapat

dikemukakan hal yang berikut: Suatu peraturan

perundanganmelarang orang memparkirkendaraannya pada suatu

tempat tertentu. Peraturan tersebut tidak menjelaskan apakah yang

Page 23: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

18

dimaksudkan dengan istilah “kendaraan” itu. Orang lalu bertanya-

tanya, apakah yang dimaksudkan dengan perkataan “kendaraan” itu,

hanyalah kendaraan bermotorkab ataukah termasuk juga sepeda

dan bendi (Kansil, CST, 1979 ; 65).

Di samping arti kata-kata itu sendiri dalam penafsiran kata-

kata itu harus dihubungkan pula dengan susunan kalimat-kalimat dan

dengan peraturan-peraturan lain. Pada hakikatnya penafsiran

mengenai arti kata hanya merupakan penafsiran yang pertama saja

dan harus dilanjutkan dengan cara penafsiran yang lain. Sebagai

contoh dapat dipergunakan pasal 1140 KUH Perdata yang

menyebutkan bahwa apabila penyewa tidak membayar uang sewa,

maka yang menyewakan rumah mempunyai hak pertama (hak

privilege atau voorrecht) untuk menjual barang yang ada di dalam

rumah tersebut agar rumah itu dapat didiami orang lain (stoffering)

dengan tidak mempedulikan apakah barang itu kepunyaan si

penyewa atau bukan. Dan hasil penjualan tensebut uangnya

dipergunakan untuk membayar uang sewa. Dengan adanya kata-

kata “dengan tidak mempedulikan ... dan seterusnya”, maka

HogeRaad di Negeri Belanda beranggapan bahwa yang

menyewakan tetap dapat mempergunakan hak privilegenya untuk

menjual barangyang ada di dalam rumah yang bersangkutan,

meskipun sebelumnya yang menyewakanini tahu bahwa barang-

Page 24: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

19

barang tersebut bukan miliki yang menyewa (Soeroso, R. 2004 ;

100).

Page 25: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

20

2. Penafsiran Sahih

Penafsirarisahth, (autentik, resmi) ialah penafsiran yang pasti

terhadap arti kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh

Pernbentuk Undang-Undang, misalnya Pasal 98 KUHP: “malam

berarti waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit; Pasal

101 KUHP: “ternak” berarti hewan yang berkuku satu, hewan

memamah biak dan babi (Periksa KUHP Buku I Titel IX) (Kansil,

C.S.T, 1979 ;65).

Penafsiran otentik atau penafsiran secara resmi

(authentiekeinterpretatie atau officieeleinterpretatie) ialah penafsiran

secara resmi.Penafsiran ini dilakukan oleh pembuat undang-undang

itu sendiri atau oleh instansi yang ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan dan tidak boleh oleh siapapun dan pihak

manapun.Penafsiran ini sifatnya subyektif.Penafsiran yang dilakukan

oleh Pembuat Undang-Undang sendiri dapat diikuti dalam penjelasan

Undang-Undang sebagai lampiran dan tambahan Lembaran Negara

dan Undang-Undang yang bersangkutan. Mengenai instansi tertentu

yang secara resmi berhak mengadakan penafsiran terhadap

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

(EkaPrasetyaPanca Karsa) seperti apa yang tersebut dalam

Ketetapan MPR No. Il/MPR/1978 yang menyebutkan bahwa P4 tidak

boleh ditafsirkan oleh siapapun baik oleh badan Judikatif, Eksekutif

maupun Legislatif kecuali MPR.Maksud dan ketetapan ini ialah untuk

Page 26: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

21

mencegah adanya penafsiran yang berbeda-beda dan tidak sesuai

dengan kehendak Pembuat undang-undang.

Kadang-kadang Pembuat Undang-Undang itu sendiri

membuat tafsiran atas berbagai kata-kata yang digunakan dalam UU

yang bersangkutan.Tafsiran ini namanya tafsiran resmi atau tafsiran

otentik.Maksud dan tafsiran otentik ini ialah agar berlaku untuk

umum.Maka tafsiran otentik hanya dapat dilaksanakan oleh pembuat

UU sendiri.Hakimpun tidak boleh, karena pada asasnya tafsiran yang

dibuat oleh hakim hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara

saja.

Contoh:

Penafsiran otentik pasal 512 - 518 KUH Perdata.

Dalam pasal ini Pembuat Undang-Undang menjelaskan apa

yang dimaksud dengan “barang yang bergerak”. Barang-barang

rumah tangga (inboedel), perkakas rumah (meubels en huisraad),

barangbarang yang gunanya agar rumah dapat didiami orang

(stoffering) dan suatu rumah dengan segala sesuatu yang ada di

dalamnya (eenhuis metal hetgeenzichdaarinbevindt)” (Soeroso, R,

2004 ;107)

3. Penafsiran historis, yaitu:

a. Sejarah hukumnya, yang diselidiki maksudnya berdasarkan

sejarah terjadinya hukum tersebut. Sejarah terjadinya hukum

dapat diselidiki dan memori penjelasan, laporan-laporan

Page 27: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

22

perdebatan dalam DPR dan surat menyurat antara Menteri

dengan Koinisi DPR yang bersangkutan.

b. Sejarah Undang-undangnya, yang diselidiki maksud pembentuk

undang-undang pada waktu membuat undang-undang itu,

misalnyadidenda f 25,-, sekarang ditafsirkan dengan uang

Republik Indonesia, sebab harga barang lebih mendekati pada

waktu KUHP itu dibuat.

4. Penafsiran sistimatis (dogmatis).

Penafsiran sistimatis yaitu penafsiran menilik susunan yang

berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-

undang itu maupun dengan undang-undang yang lain misalnya “asas

monogami” tersebut di pasal 27 KUHS menjadi dasar pasal-pasal 34,

60, 64, 86, KUHS dan 279 KUI-IS (Kansil, C.S.T, 1979 ; 66)

Bahwa selanjutnya contoh penafsiran sistimatis yaitu:

a. Pasal 1330 KUH Perdata mengemukakan tidak cakap untuk

membuat perjanjian antara lain orang-orang yang belum

dewasa.Bunyi lengkapnya Pasal 1330 KUH Perdata ialah “Tidak

cakap membuat perjanjian adalah

a. Orang yang belum dewasa.

b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan.

c. Orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang

undang dan pada umumnya orang kepada siapa

undangundang telah melarang membuat persetujuan tertentu

Page 28: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

23

Apakah yang dimaksud orang yang belum dewasa? Dalam hal

ini kita melakukan penafsiran sistematis dengan melihat Pasal

330 KUH Perdata yang memberikan batas belum berumur2l

tahun.

Bunyi pasal 330 KUH Perdata ialah

‘Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur

genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah

kawin”,

- Di dalam pasal 1 UU No. 14 Tahun 1967 (undang-undang

Pokok Perharikan) yang mengemukakan tentang usaha pokok

harik memberikan kredit.

Bunyi pasal 1 UU No.l4Tahun 1967 sebagai berikut:

“Harik ialah suatu pengertian tentang lembaga-lembaga keuangan

yang usaha pokoknya ialah memberikan kredit dan jasa-jasa .dalam

lalu lintas pembayaran dan peredaran uang”.

Apakah yang dimaksud pengertian kredit?

Kita melakukan penafsiran sistematis.Kata “kredit” berasal dan

“credere’ dalam bahasa Romawi berarti kepercayaan, dalam arti luas

dan modern maksudnya pinjam-meminjam.Pinjam meminjam adalah

suatu perjanjian, memerlukanjaminan dan orang yang meminjamkan

ini mengharapkan keuntungan berupa bunga.Hal ini diatur dalam

buku II tentang perikatan (verbintenissenrecht), Bab XIII tentang

Page 29: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

24

perjanjian pinjam meminjam mengganti yang maksudnya pinjam

meminjam barang-barang yang sifatnya habis dipakai.

Bunyi pasal 1754 KUH Perdata sebagai berikut

“Pinjam-mengganti ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-

barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat-syarat

bahwa pihak belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang

sama dan macam dan sifat yang sama pula “.(Soeroso, R. 2004

;102-104).

5. Penafsiran Nasional, ialah penafsiran menilik sesuai tidaknya dengan

sistem hukum yang berlaku misalnya hak-miliki pasal 570 KUHS

sekarang harus ditafsirkan menurut hak miliki sistem hukum

Indonesia (PancasiIa).

6. Penafsiran teleologis, (Sosiologis) yaitu penafsiran dengan

mengingat maksud dan tujuan undang-undang itu. ini penting

disebabkan kebutuhan-kebutuhan berubah menurut masa

sedangkan bunyi undang-undang tetap sama saja.

Kita ambil sebagai contoh, hakim melakukan penafsiran sosiologis

Dalam pasal 362 KUH Pidana, ditegaskan larangan

untukmencuri barang kepunyaan orang lain.

Bunyi pasal 362 KUH Pidana sebagai berikut “Barangsiapa

mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian

termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki

Page 30: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

25

barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan

hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-

banyaknya Rp. 900,-“.

Apakah yang dimaksud dengan barang itu 7 Mula-mula

pengertian barang ialah segala yang bisa dilihat, diraba dan

dirasakan secara nil.Waktu itu listrik tidak termasuk sebagai barang

dan pencuni listrik tidak dapat dihukum berdasarkan pasal 362 KUH

Pidana.Kemudian penafsiran sosiologis berlaku terhadap listrik yang

dianggap sebagai barang, karena listrik itu mempunyai nilai.Untuk

mengadakan proyek perlistrikan diperlukan penafsiran sosiologis

atas listrik, maka siapa yang mengkaitkabel listrik PLN di jalan, dapat

dikatakan melakukan pencurian dan berlaku pasal 362 KUH

Pidana.“.(Soeroso, R. 2004 ;106)

7. Penafsiran ekstensif; memberi tafsiran dengan memperluas arti kata-

kata dalam peraturan itu sehingga sesuatu peristiwa dapat

dimasukkannya seperti “aliran listrik” termasuk juga “benda”. (Kansil,

C.S.T, 1979 ;66)

Penggunaan jenis-jenis interpretasi di atas, tidak ada urutan

tertentu tergantung kebutuhan secara kasuitas, yang dalam

penerapannya hakim tidak diharuskan menggunakan interpretasi A

dan B, sebab dalam setiap proses berpikir senantiasa berwujud

gabungan. Tidak mungkin mengharuskan seorang hakim untuk terus

menerus berpikir secara gramatikal atau historis misalnya.Demikian

Page 31: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

26

pula tidak mungkin seseorang berpikir terus menerus secara

analogis dan sebaliknya tidak mungkin juga seorang menolak cara

berpikir analogis dalam seluruh kasus konkret. Permasalahari disini

adalah terletak pada perbedaan penekanan saja (Achmad Au,

1996:188).

8. Penafsiran restriktif, ialah penafsiran dengan membatasi

(mempersempit) arti kata-kata dalam peraturan itu, misalnya

“kerugian” tidak termasuk kerugian yang “tak berwujud” seperti sakit,

cacat dan sebagainya.

9. Penafsiran analogis, memberi tafsiran pada sesuatu peraturan

hukum dengan memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebutsesuai

dengan asas hukumnya, sehingga sesuatu peristiwa yang

sebenarnya tidak dapat dimasukkan, lalu dianggap sesuai dengan

bunyi peraturan tersebut, misalnya “menyambung” aliran listrik

dianggap sama dengan “mengambil” aliran listrik.

10. Penafsiran a contrario (menurut peringkaran), ialah suatu cara

menafsirkan undang-undang yang-didasarkan pada perlawanan

pengertian antara soal yang dihadapi dan soal yang diatur dalam

suatu pasal undang-undang. Dengan berdasarkan perlawanan

pengertian (peringkaran) itu ditarik kesimpulan, bahwa soal yang

dihadapi itu tidak diliputi oleh pasal yang termaksud atau dengan

kata lain berada di luar pasal tersebut. Contoh : Pasal 34 KUHS

menentukan bahwa seorang perempuan tidak diperkenankan

Page 32: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

27

menikah lagi sebelum lewat 300 hari setelah perkawinannya

terdahulu diputuskan. Timbullah kini pertanyaan, bagaimanakah

halnya dengan seorang laki-laki? Apakah seorang laki-laki juga harus

menunggu lampaunya waktu 300 hari? Jawaban atas pertanyaan ini

ialah “tidak”, karena pasal 34 KUIHS tidak menyebutkan apa-apa

tentang orang laki-laki dan khusus ditujukan kepada orang

perempuan.

Maksud “waktu menunggu” dalam pasal 34 KUHS ialah untuk

mencegah adanya keragu-raguan mengenai kedudukan sang anak,

berhubung dengan kemungkinan bahwa seorang perempuan

sedangmengandung setelah perkawinannya diputuskan. Jika

dilahirkan anak setelah perkawinan yang berikutnya, maka menurut

undang-undang anak itu adalah anaknya suaminya yang terdahulu

(jika anak itu lahir sebelum lewat 300 hari setelah putusannya

perkawinan terdahulu).Ditetapkan waktu 300 hari ialah karena waktu

itu dianggap sebagai waktu kandungan yang paling lama.(Kansil,

C.S.T. 1979 67).

Penafsiran a contrario : Pasal 34 KUH Perdata menyatakan

bahwa seorang wanita tidak diperbolehkan kawin lagi sebelum lewat

waktu 300 hari sejak saat perceraian.

Dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah No.9/1975 sebagai

pelaksana UU No. 1/1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa

waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam pasal 11

Page 33: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

28

ayat (2) UU Perkawinan karena kematian, 3 kali suci dengan

sekurang-kurangnya 90 hari apabila putus karena perceraian.

Apakah seorang laki-laki juga harus menunggu waktu 300

hari?Tidak.

Berdasarkan argumentum a contrario (kebalikan) maka dapat

dikatakan bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi seorang laki-laki,

karena soal yang dihadapi tidak diliputi oleh pasal yang dalam

Undang-Undang Pasal 34 KUH Perdata tidak menyebutkan apa-apa

tentang orang laki-laki tetapi khusus ditujukan pada orang-orang

perempuan (Soeroso, R, 2004 ;1 16).

Konstruksi sebagai metode penemuan hukum dikenal

kedalam beberapa jenis sebagai berikut:

1. Metode Argumentum Per Analogiam (Analogi)

Metode analogi adalah merupakan metode penemuan hukum

dimana hakim mencari esensi yang lebih umum pada suatu

perbuatan yang diatur oleh undang-undang pada suatu perbuatan

atau peristiwa yang secara konkrert dihadapi hakim.Contohnya

adalah ketentuan dalam Pasal 1576 KUH Perdata yang hanya

mengatur bahwa jual-bell tidak memutuskan hubungan sewa-

menyewa.Lalu bagaimana kalau hakim menghadapi peristiwa

konkret tentang hibah, yang mempersoalkan apakah hibah

memutuskan hubungan sewa-menyewa atau tidak?Peraturannya

tidak ada, karena itu hakim mencari esensi dan perbuatan jual

Page 34: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

29

bell.Ternyata esensi adalah peralihan hak, dan hibahnya pun

esensinya peralihan hak.Dengan demikian, jual-beli dan hibah

merupakan species, sedangkan peralihan hak merupakan

genus.Karena itu kemudian hakim menganalogikan bahwa bukan

hanya jual bell yang tidak memutuskan hubungan sewa-

menyewa.Berarti metode ini menggunakan penalaran induksi,

berpikir dan khusus ke yang umum (Achmad All, 1996:194).

2. Metode Argumentum A’Contrario

Metode ini menggunakan penalaran bahwa jika suatu undang-

undang menerapkan hal-hal tertentu, berarti peraturan itu

terbataspada peristiwa tertentu itu dan bagi peristiwa di luarnya

berlaku kebalikannya (Achmad Au, 1996: 197).

Menurut SudiknoMertokusumo (1999:165) bahwa argumentum

a’contrario adalah salah satu cara untuk menemukan hukum bagi

suatu peristiwa yang tidak diatur secara khusus, yaitu dengan suatu

pertimbangan bahwa apabila undang-undang menetapkan hal-hal

tertentu untuk peristiwa tertentu, maka peraturan itu terbatas pada

peristiwa tertentu itu dan untuk peristiwa itu diluarnya berlaku

kebalikannya. Dengan perkataan lain, menjelaskan undang-undang

yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara peristiwa

konkrit yang dihadapi dan peristiwa yang diatur dalam undang-

undang. Dengan mengatur suatu peristiwa tetapi peristiwa yang mirip

lainnya tidak, maka untuk yang terakhir ini berlaku hal yang

Page 35: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

30

kebalikannya.Pada argumentum a’contrario titik berat diletakkan

pada ketidaksamaan peristiwa.Disini diperlakukan segi negatifnya

dan undang-undang.

Contoh dan argumentum a’contrario adalah masalah waktu

tunggu atau masa iddah.Dalam Pasal 39 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 telah dirumuskan bahwa: waktu

tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam Pasal 11 ayat

(2) undang-undang ditentukan sebagai berikut:

a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu

ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari.

b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi

yang masih berdatangan bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan

sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak

berdatangan bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari.

c. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan

hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

Ketentuan tersebut di atas hanya menentukan waktu tunggu

untuk seorang janda yang sudah diceraikan, yaitu selama 130 hari,

sedangkan untuk seorang suami tidak diatur waktu tunggunya, maka

digunakanlah metode argumentum a’contrario, yaitu memperlakukan

kebalikan dan Pasal 39 ayat (1) tersebut di atas, sehingga seorang

duda tidak perlu menunggu waktu tertentu (karena memang tidak

Page 36: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

31

ada yang harus ditunggu) apabila hendak kawin lagi (Achmad Au,

1996:198)

3. Rechtsveruijning (Pengkonkretan Hukum)

Metode ini adalah metode yang mengkonkretkan suatu aturan

hukum yang terlalu abstrak. Contohnya adalah ketentuan dalam

Pasal 1365 KUH Perdata yang berisi rumusan (perbuatan melawan

hukum) “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian

pada pihak lain mewajibkan si pelaku yang karena salahnya

menimbulkankerugian itu, untuk mengganti kerugian itu”. Rumusan

ini terlalu luas karena hanya dikatakan setiap tindakan melawan

hukum yang mengakibatkan orang lain menderita kerugian,

mewajibkan sipelaku yang karena kesalahannya menimbulkan

kerugian tersebut untuk memberi ganti kerugiannya.

Hogeraad dalam putusannya tanggal 19 Januari 1919

melakukan “rechtsverfijning”, yaitu mengkonkritkan arti perbuatan

melawan hukum “onrechtmatigedaad’ menjadi:

a. Melanggar hak subjek hukum lain

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum dan si pelaku

bertentangan dengan kepatutan yang seyogyanya diindahkan

dalam kehidupan bersama terhadap integnitas subjek hukum

maupun bendanya.

Jadi jelas bahwa rechtsverfijningini adalah metode yang

mengkonkretkan aturan yang abstrak (Achmad All, 1996:199)

Page 37: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

32

4. Fiksi Hukum

Fiksi adalah menciptakan sesuatu yang bukan kenyataan,

tetapi untuk kepentingan hukum, diadakan.Metode tiksi sebagai

penemuan hukum ini sebenarnya berlandaskan asas in dublo pro

reo, yaitu asas bahwa setiap orang dianggap mengetahui undang-

undang (Achmad Ali, 1996:1999).

Menurut SatjiptoRahardjo (1988:135) fiksi adalah metode

penemuan hukum yang mengemukakan fakta4akta baru kepada

kita,sehingga tampil suatu personifikasi baru dihadapan

kita.Bagaimanapun fiksi adalah sesuatu yang bukan kenyataan. Oleh

karena itu cara yang sebaik-baiknya untuk menerimanya sebagai

sarana pengembangan hukum adalah tetap memberlakukannya.

Fiksi memang bermanfaat untuk memajukan hukum, yaitu untuk

mengatasi benturan antara tuntutan-tuntutan yang baru dengan

sistem yang ada.

Fungsi dan fiksi hukum di samping untuk memenuhi hasrat

untuk menciptakan stabilitas hukum, juga utamanya untuk mengisi

kekosongan undang-undang.Fiksi bermaksud untuk mengatasi

konflik antara tuntunan-tuntunan baru dengan sistem hukum yang

ada (Achmad Ali, 1996:200).

Page 38: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

33

D. Aliran Penemuan Hukum

Perkembangan pertumbuhan ilmu hukum dan teori-teori hukum

telah melahirkan berbagai aliran pemikiran tentang penemuan hukum

yang dapat diinvetarisasi ke dalam beberapa aliran. Beberapa

aliranpemikiran tentang penemuan hukum dimaksud, adalah sebagai

berikut:

1. Aliran Legis

Aliranlegisini beranjak dan perbedaan hukum pada:

a. Hukum tertulis (iusscniptum)

b. Hukum tidak tertulis

Dan perbedaan ini aliran legishanya mengakui hukum tertulis

atau undang-undang saja, diluar undang-undang tidak ada

hukum,sehingga dalam pandangan legismeini hakim hanya sekedar

terompet undang-undang.

Aliran legisme bertolak dari ajaran “TriasPolitica” Montesquieu

yang mengadakan peinisahari secara tegas antara kekuasaan

eksekutif, legislatif dan judikatif. Kekuasaan membentuk hukum

hanya terdapat pada legislatif, dengan demikian hukum semata-mata

hasil produk legislatif, diluar produk legislatif, tidak ada hukum, sebab

setiap undang-undang sudah sangat lengkap dan jelas,

berisijawaban terhadap semua persoalan hukum, sehingga hakim

hanyaberkewajiban menerapkan peraturan hukum pada

peristiwakonkretnya.

Page 39: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

34

Page 40: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

35

2. Mazhab Historis

Pada abad ke-20 orang sudah mulai menyadari bahwa

undang-undang tidaklah lengkap.Nilai-nilai yang sudah dituangkan

dalam undang-undang tidak lagi sesuai dengan perkembangan

kehidupan bersama sehingga mulai terdapat kekosongan-

kekosongan dan ketidakjelasan dalam undang-undang dan untuk

melengkapi undang-undang yang ada orang sudah mulai

menggunakan hukum kebiasaan dan yurisprudensi.

Mazhab historis ini dipelopori oleh Von

Savigny.Mazhabhistoris berpendapat bahwa hukum itu ditentukan

secara historis, hukum tumbuh dan kesadaran hukum bangsa di

suatu tempat daripada waktu tertentu (das rechtwirdnichtgemach es

it und mitdemvolke)

Selanjutnya dikatakan bahwa kesadaran hukum yang paling

murni adalah terdapat dalam kebiasaan.Peraturan hukum terutama

merupakan pencerminan keyakinan hukum dan praktek-praktek yang

terdapat dalam kehidupan bersama dan tidak ditetapkan dan

atas.Para ahli hukum harus dapat mengembangkan dan

mensistematisasikan keyakinan dan praktek-praktek ini

(SudiknoMertokusumo, 1996:92).

Von Savigny berpendapat bahwa hukum adalah hukum

kebiasaan yang tidak cocok untuk kehidupan modern.Sebelum

mengkodifikasikan hukum harus mengadakan penelitian yang

Page 41: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

36

mendalam lebih dahulu terhadap hukum yang ada dalam

masyarakat.

3. AliranBegriffsjurisprudenz

Aliran ni berpendapat bahwa suatu undang-undang memang

tidak lengkap akan tetapi tidak berarti hakim boleh membentuk

hukum, sebab tugas hakim menurut aliran inihanya bersifat

geometris juridis, artinya hakim hanya membuka tabir-tabir pikiran

yang terletak dalam undang-undang tersebut, jadi aliran ini tetap

berpendapat bahwa hukum merupakan suatu sistem tertutup.

Aliran ini dipelopori oleh Rudolf Von Jhering yang

menekankan kepada sistematik hukum, artinya setiap putusan

barudan hakim harus sesuai dengan sistem hukum.Berdasarkan

kesatuan yang dibentuk oleh sistem hukum, maka setiap ketentuan

undang-undang harus diperjelaskan dalam hubungannya dengan

ketentuan undang-undang yang lain, sehingga ketentuan-ketentuan

undang-undang itu merupakan satu kesatuan yang utuh.

Ciri khas dari aliran ini adalah bahwa hukum dilihat sebagai

suatu sistem tertutup yang mencakup segala-galanya yang mengatur

semua perbuatan sosial.Walaupun demikian dalam aliran ini hakim

tidak terikat pada bunyi undang-undang, tetapi dalam mengambil

argumentasinya dan peraturan-peraturan hukum yang tersirat dalam

undang-undang.Dengan demikian peradilan lebih berstandar pada

ilmu hukum, maka kegiatan hakim terdiri dan sistematisasi,

Page 42: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

37

penghalusan hukum dan pengolahan hukum dalam sistem itu melalui

penjabaran logis peraturan undang-undang menjadi berbagai asas

hukum.Para hakim makin berkiblat pada ilmu dogmatik, kalau

undang-undang ternyata tidak memberi jawaban terhadap suatu

masalah, maka hakim mencari objektivitas yang diisyaratkan oleh

ilmu hukum (SudiknoMertokusumo, 1996:93).

4. Aliran Freirechtsschule

Aliran ini lahir sebagai reaksi atas aliran

Begriffsjurisprudenz.Aliran ini lebih mengutamakan kebebasan hakim

dalam menemukan hukum melalui putusannya, bahkan hakim

dimungkinkan untukmenyimpang dari undang-undang demi

mencapai keadilan, sebab aliran ini berpendapat bahwa hakim

memiliki kebebasan untuk menimbang dan menilai

(FrelesFrmessen).

Aliran ini dipelopori oleh Eudolf Von Jhering di Jerman. Aliran

ini berpendapat bahwa peraturan hukum tidak boleh dilihat oleh

hakim sebagai formal logis belaka, akan tetapi harus dinilai menurut

tujuannya. Dan tujuan hukum adalah untuk melindungi, memuaskan

dan memenuhi kepentingan atau kebutuhan hidup yang nyata.

Philip Heck, salah seorang penganut aliran ini menyatakan

bahwa tanpa pengetahuan tentang kepentingan sosial, moral,

ekonomi, kultural dan kepentingan lainnya dalam peristiwa tertentu

yang berhubungan dengan peraturan tertentu, maka pelaksanaan

Page 43: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

38

atau penerapan hukum yang tepat dan berarti tidak akan mungkin

terjadi (SudiknoMertokusumo, 1996.95).

5. Aliran SozioloqischeRechtsschule

Aliran ini berpendapat bahwa hakim memiliki kebebasan

dalam membentuk hukum, akan tetapi kebebasan tersebut tetap

terbatas dalam rangka pelaksanaan undang-undang, artinya dalam

membuat keputusan hakim tetap mendasarkannya pada undang-

undang yang ada yang sesuai dengan asas-asas keadilan,

kesadaran hukum dan perasaan hukum yang hidup dalam

masyarakat, oleh karena itu hakim tidak hanya menguasai ilmu

hukum, akan tetapi dituntut pulauntuk menguasai ilmu ekonomi,

sosiologi, psikologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya.

6. Ajaran Paul Scholten

Aliran ini dipelopori oleh Paul Scholten yang memandang

hukum sebagai salah satu sistem, yakni bahwa seluruh peraturan itu

saling berhubungan satu sama lain dan kesemuanya itu dapat

disusun secara mantik (logis) dan untuk yang bersifat khusus dapat

dibicarakan aturan-aturan umumnya sehingga tiba pada asas-

asasnya.

Inti dari ajaran ini adalah putusan hakim didasarkan pada

pekerjaan intelek (rasio dan logika) dan penilaian dan

hakim.Penilaian itu menuntut para hakim untuk melakukan

penemuan hukum melalui konstruksi-konstruksi hukum ataupun

Page 44: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

39

penafsiran.Hukum itu tidak tertutup, sebab hukum membutuhkan

putusan-putusan yang selalu berhubungan dengan pelaksanaan

hukum yang kasuistis (Achmad All, 1996: 152).

E. Tahap Penemuan Hukum

Tugas hakim adalah menerima, memeriksa, mengadili dan

menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya.Dalam

memeriksa dan mengadili suatu perkara (khususnya perdata). Maka

adatiga tahap tindakan hakim yang harus dilalui, ketiga tahap tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Mengkonstatir, yaitu melihat, mengakui atau membenarkan telah

terjadinya peristiwa yang telah diajukan di muka persidangan. Untuk

mencapai tahap konstateringini, maka diharuskan adanya kepastian,

yaitu harus pasti akan kebenaran peristiwa yang di konstatir tersebut,

sehingga peristiwa yang dikonstatir tersebut tidak sekedar dugaan

atau kesimpulan yang dangkal atau gegabah saja tentang adanya

peristiwa yang bersangkutan. Oleh karena itu hakim harus

menggunakan sarana-sarana atau alat-alat untuk memastikan

dirinya tentang kebenaran peristiwa yang bersangkutan. Hakim

harus melakukan pembuktian dengan alat-alat tersebut untuk

mendapatkan kepastian tentang peristiwa yang diajukan kepadanya.

Jadi mengkonstatir peristiwa berarti sekaligus juga membuktikan

atau menganggap telah terbuktinya suatu peristiwa.

Page 45: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

40

2. Mengkualifisir, yaitu menilai peristiwa yang telah dianggap benar

terjadi termasuk masalah hubungan hukumnya. Mengkualifisir berarti

juga menemukan hukum terhadap suatu peristiwa yang telah

dikonstatir. Untuk menemukan hukum tersebut dicari dan peraturan

hukum yang ada, ketentuan-ketentuan yang dapat diterapkan pada

peristiwa yang bersangkutan. Mengkualifisir pada umumnya berarti

menemukan hukumnya dengan jalan menerapkan peraturan

hukumterhadap peristiwa, suatu kegiatan yang umumnya bersifat

logis, akan tetapi dalam kenyataannya menemukan hukum tidak

sekedar menerapkan peraturan hukum terhadap peristiwanya saja,

lebih-lebih kalau peraturan hukumnya tidak tegas dan jelas, maka

dalam hal ini hakim bukan lagi harus menemukan hukumnya,

melainkan menciptakannya sendiri.

3. Mengkonstituir, yaitu hakim menetapkan hukumnya kepada

bersangkutan, memberi keadilan (SudiknoMertokusumo, 1988: 87-

89).

Salah satu dan ketiga tahap tersebut, adalah tahap penemuan

hukum. Hal ini menunjukkan bahwa penemuan hukum adalah

merupakan suatu proses yang harus dilakukan oleh hakim dalam

memeriksa dan mengadili suatu perkara.

Hakim dapat menemukan hukum melalui sumber-sumber hukum

undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi, putusan desa,

Page 46: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

41

doktrin, hukum agama dan bahkan keyakinan hukum yang dianut oleh

masyarakat (Achmad Au, 1996: 165).

F. Penerapan Metode Penemuan Hukum

Adapun teori-teori tentang penerapan hukum yang dilakukan

olehhakim terhadap peristiwa konkret adalah sebagai berikut:

1. Teori Legisme atau Positivisme Undang-undang

Menurut pandangan klasik yang dikemukakan oleh

Montiesquieu dan Kant (SudiknoMertokusumo, 1996 : 39), bahwa

hakim dalam menerapkan undang-undang terhadap peristiwa hukum

sesungguhnya tidak menjalankan peranannya secara mandiri. Hakim

hanya sekedar penyambung Iidah atau corong undang-undang

(bouche de íaloo) sehingga hakim tidak dapat mengubah kekuatan

hukum undang-undang, tidak dapat menambah dan tidak pula dapat

menguranginya.Hal ini menurut Monteisquieu disebabkan karena

undang-undang adalah satu-satunya sumber hukum positif, oleh

karena itu demi kepastian hukum, kesatuan hukum serta kebebasan

warga negara yang terancam oleh kebebasan hakim, hakim harus

ada di bawah undang-undang.

Menurut pandangan klasik, semua hukum terdapat secara

lengkap dan sistematis dalam undang-undang dan tugas hakim

adalah mengadili sesuai atau menurut bunyi undang-undang.

Penemuan hukum menurut teori ini dianggap sebagai kejadian

yang teknis dan kognitif, yang mengutamakan undang-undang yang

Page 47: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

42

tidak diberi tempat pada pengakuan subjektif atau penilaian.Hakim

tidak beri kesempatan untuk berkreasi. Teori positivisme undang-

undang ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa apa yang

mempunyai bentuk lahir sebagai hukum adalah legitim sebagai

hukum, tidak peduli nilai isinya (SudiknoMertokusumo, 1996: 41).

2. Teori Materiil Yuridis atau Otonom

Menurut teori materiil yuridis ini, hakim adalah sebagai

pembentuk hukum yang secara mandiri memberi bentuk kepada isi

undang-undang dan menyesuaikannya dengan kebutuhan-

kebutuhan, jadi disini, hakim tidak hanya sekedar corong undang-

undang.

Teori ini berpendapat bahwa pelaksanaan hukum oleh hakim

bukanlah semata-mata hanya masalah logika murni dan penggunaan

rasio yang tepat, akan tetapi lebih merupakan masalah pemberian

bentuk yuridis pada asas-asas hukum materiil yang menurut sifatnya

tidak logis dan tidak mendasarkan pada pikiran yang abstrak, namun

lebih-lebih pada pengalaman dan penilaian yuridis.

Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu undang-undang tidak

mungkin lengkap. Undang-undang hanya merupakan suatu tahap

tertentu dalam proses pembentukan hukum dan bahwa undang-

undang wajib mencari pelengkapnya dalam praktek hukum yang

teratur oleh hakim, dimana asas-asas yang merupakan dasar

Page 48: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

43

undang-undang dijabarkan lebih lanjut dan dikonkretisasi, diisi dan

diperluas dengan asas-asas baru (SudiknoMertokusumo, 1996:42).

Bilamana terdapat kekosongan hukum atau ketidakjelasan undang-

undang maka hakim mempunyai tugas sendiri, yaitu memberi

pemecahan dengan menafsirkan undang-undang. Hal ini menunjukkan

bahwa penemuan hukum bukan semata-mata hanya penerapan

peraturan-peraturan hukum terhadap peristiwa konkret, akan tetapi

sekaligus juga merupakan penciptaan dan pembentukan hukum oleh

hakim.

G. Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Metode Penemuan Hukum

Hakim adalah suatu figur manusia yang “sempurna”.hakim

sebagai organ dan pemeran utama di Iingkungan peradilan dianggap

sebagai orang yang serba tahu dan serba memahami bidang hukum,

oleh karena itu para pencari keadilan datang kepadanya untuk

memohon keadilan. Andaikata hakim tidak menemukan hukum tertulis,

maka hakim wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat untuk

memutus suatu perkara berdasarkan hukum sebagai seorang yang

bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada Tuhan Yang Maha

Esa, din sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.

Berhubung gambaran hakim sedemikian rupa, maka suatu yang

wajar apabila peraturan perundang-undangan menetapkan bahwa

seseorang yang akan diangkat atau menjadi hakim harus memenuhi

syarat-syarat tertentu.

Page 49: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

44

Peranan utama dan seorang hakim adalah menegakkan

kebenaran dan keadilan. Menegakkan kebenaran dan keadilan tidak

berarti menegakkan peraturan perundang-undangan dalam arti sempit,

karena menegakkan kebenaran dan keadilan itu seorang hakim:

1. Tidak sekedar berperan menjadi mulut undang-undang

2. Tidak sekedar berperan sebagai makhluk tak bernyawa

(antreanemimes)

3. Tidak sekedar berperan mengidentikkan kebenaran dan keadilan

sama dengan rumusan peraturan perundang-undangan, sebab tidak

selamanya yang wetmatig adalah rechtvaardig atau tidak semua

yang legal itu justice dan begitu juga tidak selamanya yang lawfull itu

justice.

Untuk merealisasikan peranan hakim sebagaimana tersebut di

atas maka para hakim dituntut untuk:

1. Mempunyai kemampuan untuk menafsirkan undang-undang secara

aktual

Para hakim dituntut untuk menerapkan hukum secara lentur

(tidak kaku), yaitu penerapan hukum yang disesuaikan dengan

kebutuhanperkembangan situasi, kondisi dan domisili.Hukum

diterapkan sesuai dengan tuntutan kepentingan umum dan

kemaslahatan masyarakat kontemporer dengan tetap berpijak pada

landasan cita-cita umum yang terdapat dalam falsafah bangsa dan

tujuan dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Page 50: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

45

2. Mempunyai keberanian untuk menciptakan hukum baru

Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan tidak

mengatur sesuatu permasalahan tentang suatu kasus konkreto,

maka hakim dituntut untuk menciptakan hukum baru yang

disesuaikandengan kesadaran perkembangan dan kebutuhan

masyarakat dengan caramenyelami kesadaran kehidupan

masyarakat sehingga hakim dapat menemukan suatu asas atau

dasar hukum yang baru.

3. Mempunyai keberanian untuk melakukan contralegem

Dalam situasi dan kondisi tertentu hakim harus berani

menyingkirkan ketentuan pasal undang-undang tertentu apabila

setelah hakim menguji dan mengkaji bahwa ketentuan pasal tersebut

bertentangan dengan ketentuan, kepentingan dan kemaslahatan

umum. Berbarengan dengan menyingkirkan ketentuan pasal undang-

undang tersebut, maka hakim boleh menciptakan hukum baru atau

mempertahankan yurisprudensi yang sudah bersifat tetap

4. Mempunyai kemampuan untuk mengadili setiap perkara yang

dihadapinya secara kasuitas

Pada prinsipnya setiap kasus mengandung keadaan khusus

oleh karena itu dalam kenyataannya tidak ada perkara yang persis

mirip, sehingga dengan demikian hakim harus mampu berperan

mengadili suatu perkara secara kasuitas dan hakim tidak dibenarkan

sekedar membabi buta mengikuti atau mencontoh putusan yang

Page 51: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

46

telah ada tanpa menilai keadaan khusus yang terkandung dalam

perkara tersebut (M. YahyaHarahap, 1993:63).H. Kerangka

Pemikiran

H. Kerangka Pemikiran

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum

demokrasi (Democratic Rechtsstaat) yang berdasar pada ideologi

Pancasila sebagai hukum dasar dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Indonesia sebagai negara hukum harus menjamin adanya

kebebasan hakim sebagai salah satu ciri atribut yang melekat pada

setiap negara hukum yang terjelma antara lain sebagai berikut:

1. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak

dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuatan manapun dan

siapapun.

2. Legalitas dalam arti hukum pada segala aspek dan hal (Abdulkadir

Muhammad, 1985: 35).

Perwujudan Indonesia sebagai negara hukum dibuktikan dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor.14 Tahun 1970 Juncto

perubahan beberapa pasalnya dengan Undang-undang Nomor.35

Tahun 1999, yang menegaskan kekuasaan kehakiman sebagai

kekuasaan yang merdeka.Pasal.1 Undang-Undang Nomon.14 Tahun

1970, dengan tegas menetapkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah

kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan

Page 52: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

47

guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi

terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.Penyelenggaraan

kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan-badan peradilan yang

dilakukan dan dilaksanakan oleh hakim dengan tugas utamanya

menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap

perkara yang diajukan kepadanya.

Tugas yang diembankan kepada pundak seorang hakim dalam

menjalankan fungsi yudisialnya melalui lembaga peradilan adalah cukup

berat oleh karena hakim melalui peradilan tidak boleh menolak untuk

memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya

hanya dengan alasan hukumnya tidak ada atau kurang jelas.Tugas ini

merupakan kewajiban bagi seorang hakim di Iingkungan peradilan

(Pasal. 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 1970).

Hakim yang dapat menjalankan fungsinya yang diamanatkan oleh

negara sebagai penegak hukum dan keadilan, harus mampu menggali,

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat.Hal ini dipertegas sebagai suatu kewajiban bagi hakim pada

Pasal.27 ayat (1) Undang-Undang Nomor.14 Tahun 1970 sebagai

berikut “hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat”.

Kewajiban menggali dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup

dalam masyarakat yang diembankan kepadanya, merupakan suatu

Page 53: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

48

penegakan bahwa hakim harus mempunyai ilmu pengetahuan dan

wawasan yang luas agar dalam memeriksa dan mengadili suatu

perkaradapat melakukan penemuan hukum dalam arti yang luas tidak

terbatas hanya pada ketentuan hukum yang tertulis saja akan tetapi juga

yang belum tertulis yang bertebaran hidup di tengah-tengah masyarakat,

dalam rangka memutuskan suatu perkara secara adil sehingga dapat

mendatangkan manfaat dan kepastian hukum.

Penemuan hukum oleh hakim bukan hal yang mudah semuda

diucapkan secara teoritis, akan tetapi merupakan tugas yang berat bagi

seorang hakim. Hal ini dipertegas oleh Abdul Kadir Muhammad (1

985:163) bahwa “tugas menemukan hukum yang tepat, yang menguasai

perkara antara kedua belah pihak, merupakan tugas yang tidak mudah

bagi hakim perdata. Walaupun hakim dikatakan dianggap mengetahui

hukum pada hakekatnya tidaklah Ia mengetahui semua hukum, karena

hukum terdiri yang tertulis dan tidak tertulis. Mungkin mengetahui semua

yang tertulis, tetapi tidak dengan yang tidak tertulis.

Berpihak dan pemikiran di atas, maka dapat dikatakan bahwa

idealnya bagi seorang hakim adalah mampu melakukan penemuan

hukum secara tepat, terutama terhadap hukum yang belum tertulis.

Untuk mengetahui apakah hakim khususnya pada Pengadilan Negeri

Watampone, telah melakukan penemuan hukum di luar perundang-

undangan yang tertulis dan faktor yang mempengaruhi optimalisasinya,

Page 54: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

49

maka perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan

sosio yuridis atau pendekatan hukum empiris sebagai berikut:

1. Pendekatan Yuridis-Normatif

Pada pendekatan iniakan dilakukan analisis yang mendalam

tentang Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 1970 dan teori-teori

hukum serta doktrin yang berkenaan dengan penemuan hukum.

2. Pendekatan Empiris-Sosiologias

Pada pendekatan ini dilakukan penelusuran secara langsung

di Pengadilan Negeri Watampone untuk menginventarisasikan dan

menganalisis putusan hakim dalam perkara perdata selama kurun

waktu lima tahun (2002-2006) guna melihat terjadinya penemuan

hukum oleh hakim di luar perundang-undangan yang tertulis, faktor-

faktor yang mempengaruhi hakim belum optimalnya melakukan

penemuan hukum di luar perundang-undangan dimaksud, yang

disebabkan oleh faktor yang diprediksi sebagai berikut:

a. Hukum tertulis sudah jelas

b. Pengetahuan hakim relatif kurang terhadap hukum yang hidup

dalam masyarakat (hukum tidak tertulis)

c. Responsitif kemauan hakim melakukan penemuan hukum di luar

perundang-undangan relatif kurang.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat digambarkan

kerangka pemikiran sebagai berikut:

Page 55: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

50

DIAGRAM KERANGKA PEMIKIRAN

Page 56: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

51

I. Definisi Operasional Variabel

Untuk memahami alur pikir penelitian ini dengan berbagai aspek

elemennya dan pendekatan yang digunakan maka perlu dikemukakan

definisi operasional variabel, agar dapat diperoleh persepsi yang sama

tentang beberapa hal sebagai berikut:

1. Penemuan hukum, diartikan sebagai proses pendekatan yang

dilakukan oleh hakim dalam memilih dan menetapkan hukum pada

suatu peristiwa konkrit yang diajarkan kepadanya untuk

mendapatkan suatu putusan.

2. Peristiwa hukum dalam perkara perdata, diartikan sebagai peristiwa

konkrit yang telah menjadi sengketa dan diperiksa oleh hakim

Pengadilan Negeri Watampone.

3. Penemuan hukum di luar perundang-undangan tertulis, diartikan

sebagai penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim Pengadilan

Negeri Watampone untuk memutuskan suatu perkara perdata, yang

sumber penemuannya di luar dan peraturan perundang-undangan

yang tertulis. Hal ini merupakan variabel dependen atau variabel

terikat yang dapat terpengaruh.

4. Faktor pengaruh, diartikan sebagai variabel independen atau variabel

bebas yang dapat berpengaruh terhadap variabel dependen.

5. Optimalisasi penemuan hukum oleh hakim, diartikan sebagai

optimalisasi penemuan hukum yang telah dilakukan oleh hakim.

Page 57: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

52

Peradilan Negeri Watampone di luar perundang-undangan yang

tertulis dalam memutuskan suatu perkara perdata.

6. Optimal, diartikan bilamana hakim selama ini sudah senantiasa

melakukan penemuan hukum dimaksud.

7. Kurang optimal, diartikan bilamana hakim selama ini belum optimal

melakukan penemuan hukum diluar perundang-undangan.

8. Tidak optimal, diartikan bilamana hakim dalam menjatuhkan

putusannya sama sekali mengesampingkan penemuan hukum diluar

perundang-undangan.

Page 58: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

53

BAB Ill

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Watampone

dengan pertimbangan bahwa Pengadilan Negeri Watampone memenuhi

karakteristik yang representatif untuk mendapatkan gambaran mengenai

masalah yang diteliti.Di samping itu topik ini belum ada yang menelitinya

di daerah tersebut.

Pertimbangan lain bahwa faktor utama yang berpengaruh

terhadap penemuan hukum oleh hakim dalam memutuskan suatu

perkara perdata di Pengadilan Negeri Watampone adalah hukum

tertulis, pengetahuan hakim, pendidikan hakim, responsive/kemauan

hakim dan keterbatasan jumlah hakim/hakim tunggal, karena pada

umumnya putusan-putusan hakim dibidang perkara perdata di

Pengadilan Negeri Watampone belum mencerminkan rasa keadilan,

sehingga perlu dilakukan antisipasi terhadap semua faktor tersebut, agar

dalam penegakkan hukum dapat tercipta suatu tujuan hukum

sebagaimana diharapkan masyarakat, khususnya pencari keadilan.

B. Pendekatan Sifat dan Tipe Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam

penulisan, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah

pendekatan sosiologi yuridis dengan tipe normative dan empiris.

Page 59: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

54

Sifat penelitian adalah: Deskriptif dan Preskriptif perpaduan kedua

tipe ini dimaksudkan untuk saling mendukung dan bersinergi

mengungkapkan secara empiris dalam penemuan hukum oleh hakim

dalam memutuskan suatu perkara perdata di Pengadilan Negeri

Watampone, sedangkan normative menentukan hukum yang ideal yang

harus diberlakukan. Dengan demikian pendekatan sosiologis yuridis

seperti i Menurut Soekanto (1986:96) adalah berbentuk deskriptif yang

bertujuan menggabungkan realitas objek yang diteliti dalam rangka

menemukan hubungan diantara dua gejala dengan memberikan

gambaran secara sistematis mengenai pemberlakuan hukum yang ideal

dan fakta sebagai bentuk penemuan hukum oleh hakim dalam

memutuskan suatu perkara perdata di Pengadilan Negeri Watampone,

bahwa apakah optimal pelaksanaan metode penemuan hokum atau

belum optimal.

C. Populasi dan Sampel

Sebagai populasi pada penelitian ini adalah warga masyarakat Kota

Watampone yang berperkara perdata dalam kurun waktu tahun 2002

sampai dengan tahun 2006 di Pengadilan Negeri Watampone, khusus

pada bidang perkara perdata

Adapun sampel dalam penelitian ini ditetapkan menggunakan teknik

purposive sampling atau sampel bertujuan, dengan memilih 10(sepuluh)

pihak yang berperkara yang terdiri 5 (lima) penggugat dan 5 (lima)

tergugat di Pengadilan Negeri Watampone di bidang perkara perdata

Page 60: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

55

untuk tiap-tiap tahunnya dan tahun 2002-2006, sehingga berjumlah 50

(lima puluh) orang dan kedua belah pihak. Disamping itu ditetapkan

sebanyak 30 (tiga puluh) orang sampel yang terdiri dan 3 kelompok

bidang profesi yakni hakim sebanyak 10 orang, advokat/pengacara

sebanyak 10 orang dan akademisi hukum sebanyak 10 orang.

Pertimbangannya ditetapkan demikian karena sampel ditetapkan

dengan caramemilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga

sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya. Hal ini ditempuh guna pertimbanganobjektivitas penelitian

terutama dan segi pendekatan empiris sosiologis.

D. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini jenis dan sumber data yang digunakan adalah

sebagai berikut:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui hasil penelitian secara

langsung terhadap objek yang diteliti. Data primer ini diperoleh

melalui wawancara maupun dan hasil angket yang diberikan kepada

responden berdasarkan daftar pertanyaan yang berkaitan dengan

topik penelitian ini.

2. Data sekunder, yaitu data dan berbagai sumber literature,

dokumentasi dan atau berkas perkara perdata yang telah putus di

Pengadilan Negeri Watampone.

Page 61: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

56

E. Teknik Pengumpulan Data

Keseluruhari data yang diperoleh dalam penelitian ini, baik data

primer maupun data sekunder menggunakan tehnik pengumpulan data

sebagai berikut:

1. Kuesioner yaitu berisikan daftar pertanyaan yang telah disusun dan

dipersiapkan sebelumnya secara tertulis dan dimintakan jawaban

dan responden.

2. Wawancara yaitu dilakukan melalui tatap muka secara langsung

dengan cara tanya jawab kepada responden yang dipandang

kompeten dengan penelitian yang dilakukan.

3. Dokumentasi yaitu mengumpulkan data dengan mempelajari

dokumen yang penting atau berkas perkara perdata yang telah

diputus oleh Pengadilan Negeri Watampone.

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini, kemudian dianalisis

secara kualitatif dan kuantitatif.

1. Analisis Kualitatif

Analisis ini dimaksudkan untuk menganalisis data yang sukar

dikualifikasikan seperti bahan pustaka, dokumen, Undang-undang

dan lain-lain yang menyangkut topik yang diteliti.

Page 62: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

57

2. Analisis Kuantitatif

Analisis ini dipergunakan sebagai pendukung data analisis kualitatif

atas penelitian empiris berdasarkan jawaban-jawaban responden

hasil pembagian angket kepada responden. Analisis ini

menggunakankontribusi frekuensi dengan rumus:

P =F

�x 100%

Dimana:

P : Persentase

F : Nilai yang diperoleh (Frekuensi)

N : Jumlah seluruh nilai (Responden)

% : Persentase seluruh nilai

Page 63: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

58

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Perkara Perdata Yang Telah Diperiksa Hakim

Pengadilan Negeri Watampone

Untuk mengetahui volume perkara perdata di Pengadilan Negeri

Watampone selama rentang waktu lima tahun (2002-2006) maka telah

dilakukan inventarisasi perkara yang lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1.

Perkara Perdata pada Pengadilan Negeri

Watampone Tahun 2002-2006

Sumber Data: Bagian Panitera Muda Pet-data PN Watampone, Tahun 2007

Page 64: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

59

Tabel 2.

Jenis Perkara Perdata yang Terdapat pada Pengadilan Negeri

Watampone Tahun 2002-2006

Sumber Data : Bagian Kepaniteraan Pengadilan Negeri Watampone,

Tahun 2007

Memperhatikan tabel. 2 di atas, maka dengan jelas melihat bahwa

terdapat sebelas jenis perkara perdata yang terdaftar dan ditangani oleh

hakim Pengadilan Negeri Watampone selama rentang waktu lima tahun

(2002-2006).

Untuk mengetahui apakah keseluruhan perkara perdata yang

berjumlah 317 perkara perdata dalam kurun waktu 2002-2006

diPengadilan Negeri Watampone tersebut telah berkekuatan hukum

Page 65: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

60

tetap (inkracht) dan telah dilaksanakan maka lebih lanjut dapat dilihat

pada tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3

Perkara Perdata Yang Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht) Pada

Pengadilan Negeri Watampone Tahun 2002-2006

Sumber Data : Bagian Kepaniteraan Pengadilan Negeri Watampone,

Tahun 2007

Berdasarkan tabel 3. di atas maka di klasifikasi bahwa dan 317

perkara perdata yang telah diproses di Pengadilan Negeri Watampone

selama kurun waktu 2002-2006, baru 27 perkara diantaranya yang telah

berkekuatan hukum tetap (inkracht), selebihnya 290 yang belum

berkekuatan hukum tetap. Untuk jelasnya dapat dilihat persentase pada

tabel 4 sebagai berikut:

Page 66: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

61

Tabel 4.

Persentase Perkara Perdata Yang Berkekuatan Hukum Tetap

(Inkrachfl Pada Pengadilan Negeri Watampone Tahun 2002-2006

Sumber Data : Bagian Kepaniteraan Pengadilan Negeri Watampone,

Tahun 2007

B. Penemuan Hukum Oleh Hakim di Pengadilan Negeri Watampone

Dari 25 putusan yang telah diteliti dapat diketahui bahwa proses

menemukan fakta yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri

Watampone dalam membuat suatu putusan. Hal ini terbukti dengan

tabel di bawah ini dimana dalam upaya menemukan fakta 84% para

hakim menggunakan alat-alat bukti yang diajukan oleh kedua belah

pihak yang berperkara dan 16% lainnya tidak melakukan penemuan

fakta disebabkan karena perkara yang diperiksa dicabut atau perkara

yang diperiksa dandiadili itu adalah perkara verstek. Untuk jelasnya

dapat dilihat tabelsebagai berikut:

Page 67: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

62

Tabel 5.

Proses Penemuan Fakta

Sumber Data : Olahan Data Primer, 2007

Pada dasarnya setiap perkara verstek (tergugatnya tidak hadir

dipersidangan) pihak penggugat tidak perlu lagi dibebani pembuktian,

akan tetapi khusus dalam perkara perceraian penggugat tetap

diwajibkan untuk mengajukan alat-alat bukti dan hal ini telah ditetapkan

di Pengadilan Negeri Watampone. Akan tetapi dalam beberapa putusan

Pengadilan Negeri Watampone tentang perkara verstek yang telah

diteliti, telah ditemukan bahwa pihak penggugat telah mengajukan alat

bukti baik surat maupun saksi, akan tetapi di dalam penemuan faktanya,

hakim tidak mempertimbangkan lagi alat-alat bukti tersebut, tidak ada

dalam pertimbangan hukum yang mempertimbangkan alat bukti surat

maupun alat bukti saksi yang diajukan oleh penggugat, hanya dalam

pertimbangan hukum itu disimpulkan secara umum dengan kalimat

“gugatan penggugat beralasan dan tidak melawan hukum sehingga

dikabulkan….”.

Secara yuridis formal putusan verstek yang demikian itu adalah

benar, karena dalam Pasal 149 ayat (1)

Page 68: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

63

ReglementBuitenGewesten(RBg) telah ditegaskan bahwa “apabila pada

hari sidang ditentukan, si tergugat walaupun telah dipanggil dengan

sepatutnya, tidak hadir atau tidak menyuruh hadir orang lain sebagai

wakil atau kuasanya, maka gugatan dikabulkan dengan verstek.

Dari ketentuan Pasal tersebut dapat dipahami bahwa dalam hal

perkara verstek, seharusnya penggugat tidak perlu lagi ada

pembebanan pembuktian. Kalau pengadilan menilai gugatan penggugat

tidak bertentangan dengan hukum dan mempunyai alasan yang cukup

kuat maka gugatan penggugat langsung dikabulkan, karena dengan

tidak hadirnya tergugat dianggap tergugat telah membenarkan seluruh

isi gugatan si penggugat, dan kalau tergugat merasa dirugikan oleh

gugatan penggugat, maka pasti tergugat datang ke pengadilan untuk

membela kepentingan atau haknya.

Khusus dalam perkara perceraian ketentuan dalam Pasal 149

ayat(1) RBg tersebut tidak murni diterapkan, artinya khusus dalam

perkara perceraian walaupun tergugatnya tidak hadir, penggugat tetap

dibebani untuk pengajuan alat-alat bukti untuk menguatkan dalil-dalil

gugatannya, karena perkara perceraian yang note benenya adalah

perkara yang berhubungan dengan status seseorang, bukan perkara

yang menyangkut harta benda, di samping pengadilan perlu mencari

kebenaran meteriiljuga pengadilan perlu menghindari adanya tindakan

penyelundupan hukum atau rekayasa hukum dan pihak-pihak yang

sengaja merekayasa agar terjadi perceraian dengan demikian

Page 69: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

64

seharusnya Pengadilan Negeri Watampone dalam putusan verstek

dalam mempertimbangkan hukumnya tetap mempertimbangkan alat-

alat bukti yang telah diajukan oleh penggugat sebagai dasar dalam

menemukan fakta.

Dalam kondisi tertentu demi tercapainya keadilan, kemanfaatan

dan kepastian hukum, para hakim harus mampu melakukan penemuan

hukum yang tidak hanya terbatas pada penggunaan metode-metode

penemuan hukum dalam ilmu hukum yang ada akan tetapi dapat pula

menggunakan metode-metode penemuan hukum yang ada dalam

literatun-literatur fiqih, seperti ijma yang metodenya berbeda dengan

metode penemuan hukum yang dikenal dalam ilmu hukum selama ini.

Perbedaan itu adalah dalam ilmu fiqihijma merupakan sumber metode

penemuan hukum, sedangkan dalam ilmu hukum seperti ijma itu tidak

dikenal. Yang ada dalam ilmu hukum adalah pendapat para pakar

hukum, dimana pendapat para pakar tersebut tidak ditempatkan sebagai

metode penemuan hukum; melainkan sebagai sumber hukum yang

akan mempunyai kekuatan sebagai hukum apabila dijadikan sandaran

oleh hakim dalam memutuskan suatu perkara.

Setelah selesai menemukan fakta hukum tahap berikutnya adalah

melakukan penemuan hukum. Dari 25 putusan yang telah diteliti telah

diperoleh data sebagai berikut:

Page 70: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

65

Tabel 6.

Proses Penemuan Hukum

Sumber Data: Olahan Data Primer, 2007

Sesuai dengan tahap-tahap penemuan hukum sebagaimana yang

telah dikemukakan dalam bab terdahulu bahwa salah satu tahap dalam

tahap mengkualifisir, yaitu menilai peristiwa yang telah dianggap benar

terjadi, termasuk masalah hubungan hukumnya. Mengkualifisir berarti

juga menemukan hukum terhadap suatu peristiwa yang telah dikonstatir

bersangkutan.Mengkualifisir pada umumnya berarti menemukan

hukumnya dengan jalan menerapkan peraturan hukum terhadap

peristiwa, suatu kegiatan yang umumnya bersifat logis, akan tetapi

dalam kenyataannya menemukan hukum tidak sekedar menerapkan

peraturan hukum terhadap peristiwa saja, lebih-lebih kalau peraturan

hukumnya tidak tegas dan jelas, maka dalam hal ini hakim bukan lagi

harus menemukan hukumnya, melainkan menciptakannya-sendiri.

Darihasil penelitian yang dilakukan (tabel. 6) dapat diketahui

bahwa dalam upaya menemukan hukum tersebut 84% putusan di

Pengadilan Negeri Watampone sudah menemukan peraturan hukum

yang ada; dan menerapkannya pada peristiwa yang bersangkutan.

Page 71: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

66

Tidak ada satupun putusan yang diteliti yang berisi tentang penafsiran

atau konstruksi terhadap peraturan hukum.Hal ini dapat dipahami

bahwa perkara yang diselesaikan melalui putusan tersebut hanya

perkara yang sederhana dan tidak terlalu rumit, sehingga ada rumusan

pasal yang sesuai dengan peristiwanya, langsung diterapkan saja,

tanpa ada penafsiran lebih jauh dan tanpa ada konstruksi. Kalaupun

cara yang seperti itu tetap dikatakan telah melakukan penafsiran, maka

paling tinggi hanya penggunaan penafsiran gramatikal saja.

Dari tabel.6 tersebut di atas, telah ditemukan pula 4% dan putusan

yang diteliti tanpa menyebutkan sumber hukum atau pasal-pasal dan

undang-undang yang berhubungan dengan fakta yang telah ditemukan

dalam perkara tersebut.Hakim didalam menjatuhkan putusan

didasarkan pertimbangan hukum yang berasaskan keadilan, karena

dinilai hukum tertulis tidak lagi mencerminkan rasa keadilan dalam

masyarakat.Pertimbangan hukum dalam perkara perdata tersebut,

menunjukkan bahwa hakim telah melakukan penemuan hukum diluar

perundang-undangan.Hal ini dapat dilihat dalam perkara perdata

Nomor64/Pdt.g/2005/PN.Wtp. yang mengabulkan gugatan penggugat

diluar permintaan didalam gugatan primer.Sedangkan dalil gugatan

penggugat menyatakan “Bahwa tanah perumahan sengketa bersama

bangunan rumah diatasnya adalah miliki penggugat yang diperoleh beli

dan tergugat.” Namun setelah dikonstatir dan dikualifisir terungkap fakta

hukum bahwa objek sengketa telah dijual kembali kepada tergugat

Page 72: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

67

seharga Rp 450.000.000,- (empat ratus lima puluh juta rupiah), dengan

pembayaran panjar sebanyak Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah)

selebihnya diangsur selama 12 bulan dengan klausul jika tergugat tidak

melunasi selama tenggang waktu tersebut, maka transaksi dinyatakan

batal dan tidak mengikat serta pembayaran panjar sebanyak Rp 1

5.000.000- (lima belas juta rupiah) secara otomatis hangus.

Dengan mengacu peristiwa hukum tersebut, hakim memutuskan

“Menyatakan menurut hukum bahwa jual beli antara penggugat dengan

tergugat terhadap objek sengketa adalah sah dan mengikat.”

Selanjutnya didalam diktum menyatakan jual beli objek sengketa antara

penggugat dan tergugat adalah wanprestasi dan di hukum tergugat

membayar sisa harga tanah dan bangunan yang menjadi objek

sengketa kepada penggugat sebanyak Rp 435.000.000,-(empat ratus

tiga puluh lima juta rupiah) dan di hukum pulamembayar bunga 2%

terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Pertimbangan hukum

tersebut bertentangan 1engan hukum acara perdata yang berlaku

karena telah disyaratkan bahwa apa yang di dalilkan penggugat maka

harus dibuktikan, sedangkan kenyataan didalilkan yang menjadi objek

sengketa berupa tanahperumahan, justru yang dikabulkan adalah

hutang piutang. Hal ini didasarkan dengan pertimbangan karena

penggugat didalam gugatan subsidairmeminta suatu keputusan yang

dipandang adil menurut hukum, sehingga hakim memutuskan suatu

Page 73: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

68

perkara diluar perundang-undangan dengan mengacu pada asas

keadilan.

Dari tabel.6 tersebut di atas dapat diketahui pula bahwa terdapat

12% putusan yang diteliti tanpa ada proses penemuan fakta; dan

terhadap perkara tersebut langsung diterapkan hukumnya.Putusan

seperti ini adalah putusan terhadap perkara verstek, yakni tanpa

menemukan fakta perkaranya langsung dikabulkan apabila majelis

hakim berpendapat bahwa gugatan penggugat beralasan dan tidak

melawan hukum. Berdasarkan data seperti ini; maka peneliti

berpendapat bahwa proses penemuan hukum tidak harus dilakukan

pada tahap kualifisir sebagaimana yang dikemukakan oleh

SudiknoMertokusumo pada uraian terdahulu; akan tetapi dalam kondisi

tertentu hakim dapat langsung melakukan penemuan hukum pada

tahap konstatir.

Dari proses penemuan hukum yang ada dalam beberapa putusan

yang telah diteliti tersebut, dapat diketahui bahwa ada kecenderungan

dan para hakim untuk mengarahkan peristiwa atau mencocokkan

peristiwa dengan peraturan -hukum yang ada, artinya peristiwa itu

kadang-kadang diarahkan sedemikian rupa agar sesuai dengan

peraturan hukum yang ada. Contohnya adalah masalah percekcokan

antara suami isteri sebagaialasan untuk melakukan perceraian. apabila

telah ditemukan suatu fakta bahwa antara suami isteri telah terjadi

suatu keadaan dimana selama berbulan-bulan antara keduanya tidak

Page 74: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

69

bertegur sapa, tidak makan bersama dan tidak tidur satu ranjang, maka

seharusnya fakta seperti itu tetap diakui atau dinyatakan sebagai suatu

fakta dan fakta itu tidak perlu ditafsirkan atau disimpulkan dengan

menyatakan bahwa antara suami isteri tersebut telah terjadi suatu

percekcokan.

Adapun yang perlu ditafsirkan adalah ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan, dalam hal ini isi Pasal.19 huruf (f) Peraturan

Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975, yaitu menafsirkan kata “perselisihan

dan pertengkaran” dengan perselisihan dan pertengkaran yang tidak

berbentuk percekcokan yang nampak dilihat atau didengar oleh orang

lain, seperti pertengkaran mulut dan sebagainya karena konotasi

selama ini dinamakan perselisihan dan pertengkaran adalah

percekcokan yang nampak dilihat orang, yang mengandung suara

keras dan bahkan bisa berbentuk perkelahian fisik, jadi “perselisihan

dan pertengkaran” yang dimaksud oleh pasal tersebut adalah

mencakup juga hal-hal yang tidak nampak oleh orang dalam bentuk

pertengkaran mulut.

Dengan menafsirkan Pasal.19 huruf (f) Peraturan Pemerintah

Nomor. 9 Tahun 1975 seperti itu; maka fakta atau peristiwa yang telah

ditemukan di atas telah pula ditemukan hukumnya, yaitu dengan

carapenafsiran seperti itu dan dengan demikian berarti hakim telah

menemukan hukum untuk peristiwa konkrit tersebut.

Page 75: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

70

Darihasil penelitian dan pembahasan di atas menunjukkan bahwa

para hakim di Pengadilan Negeri Watampone dalam menemukan

hukum hanya sebatas menerapkan peraturan perundang-undangan

yang ada saja, tanpa banyak melakukan penafsiran terhadap peraturan

perundang-undangan tersebut dengan demikian dapat dinyatakan

bahwa metode penemuan hukum belum diterapkan secara maksimal di

lingkungan Pengadilan Negeri Watampone dalam rangka pembuatan

suatu putusan.

Dalam melakukan penemuan hukum diantaranya yaitu :

1. Dalam mengadili suatu perkara hakim aktif untuk mengarahkan suatu

fakta agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan kalau

suatu perkara akan dikabulkan. Fakta itu diambil dan kesimpulan

para hakim dengan suatu keyakinan bahwa fakta itu telah sesuai

dengan sumber yang ada.

2. Apabila suatu ketika ada suatu fakta atau peristiwa yang sudah

sangat sulit untuk diarahkan agar sesuai dengan sumber hukum

yang ada, maka kemungkinan besar fakta itu (perkara tersebut) akan

dinyatakan diterima karena tidak berdasarkan hukum.

Walaupun dan beberapa putusan yang diteliti tidak ditemukan

adanya putusan yang menyatakan gugatan penggugat tidak dapat

diterima karena tidak berdasarkan hukum, akan tetapi dan sikap

hakimyang ada, maka tidak menutup kemungkinan adanya beberapa

Page 76: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

71

perkara yang dinyatakan tidak dapat diterima lantaran adanya fakta

yang tidak sesuai dengan peraturan hukum yang ada.

Demikianlah gambaran peranan hakim yang sangat besar

danberat dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Untuk melihat

secaranyata kemampuan hakim dalam melakukan penemuan hukum

dalamrangka penegakan kebenaran dan keadilan dan faktor-faktor

yangmempengaruhi dalam penerapan metode penemuan hukum

dalamrangka pembuatan suatu putusan khusus di lingkungan

PengadilanNegeri Watampone sebagai berikut:

1. Hukum tertulis

2. Pengetahuan hakim

3. Pendidikan hakim

4. Responsif/kemauan hakim

Sejauhmana keempat faktor tersebut dapat mempengaruhi

pelaksanaan penemuan hukum atas perkara-perkara perdata di

Pengadilan Negeri Watampone dapat dilihat jawaban responden pada

tabel-tabel di bawah ini:

Page 77: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

72

Tabel 7.

Jawaban Responden Tentang Keharusan Hakim Melakukan

Proses Penemuan Hukum dalam Memeriksa dan Memutuskan

Perkara Perdata yang Tidak Jelas Hukumnya

Sumber Data Olahan Data Primer, 2007

Tabel. 7 di atas menunjukkan bahwa keharusan seorang hakim

melakukan proses penemuan hukum dalam memeriksa dan

memutuskan perkara perdata yang tidak jelas hukumnya, dimana

semua responden mengatakan bahwa hal tersebut merupakan

keharusan.

Tabel 8. Jawaban Responden Tentang Faktor Yang Mempengaruhi Proses

Penemuan Hukum Dalam Perkara Perdata Yang Tidak Jelas Hukumnya

Sumber Data Olahan Data Primer, 2007

Page 78: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

73

Jawaban responden pada tabel. 8 di atas menyatakan bahwa

yang menyatakan bahwajawaban responden sebanyak 87,5% yang

menyatakan bahwa metode penemuan hukum dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Faktor tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut:

Tabel 9. Jawaban Responden Tentang Pengaruh Hukum Tertulis Terhadap

Hakim Dalam Rangka Penemuan Hukum

Sumber Data: Olahan Data Primer, 2007

Jawaban responden pada tabel.9 di atas menyatakan bahwa

hukum tertulis sangat berpengaruh terhadap hakim dalam rangka

penemuan hukum pada suatu perkara perdata (100%). Bahkan

substansinya sangat berpengaruh sebagaimana jawaban responden

dalam tabel sebagai berikut:

Page 79: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

74

Tabel 10. Jawaban Responden Tentang Hukum Tertulis Dalam Arti

Substansi Kaidah Hukum Mempengaruhi Hakim dalam Melakukan Penemuan Hukum Oleh Hakim

Sumber Data :Olahan Data Primer, 2007

Jawaban responden pada tabel.10 di atas menyatakan bahwa

hukum tertulis dalam arti substansi kaidah hukum mempengaruhi hakim

dalam melakukan penemuan hukum oleh hakim (100%).Misalnya

perkara perdata Nomor 34/Pdt.g/2005/PN.Wtp. Yang mengabulkan

gugatan penggugat dengan pertimbangan hukumnya menyatakan

bahwa objek sengketa adalah status gadai sudah melebihi 7(tujuh)

tahun lamanya maka tergugat harus dihukum mengembalikan objek

sengketa kepada penggugat tanpa tebusan, hal ini sesuai Pasal 7

PerpuNomor :56 tahun 1960. Pertimbangan hukum tersebut sangat

dipengaruhi hukum tertulis yang hanya mengarah kepada kepastian

hukum padahal bertentangan dengan asas keadilan, karena

berdasarkan Hukum Adat Sulawesi Selatan khususnya masyarakat

Watampone bahwa gadai tanah sawah harus ditebus walaupun telah

melebihi 7(tujuh) tahun lamanya, dengan pertimbangan bahwa pemberi

gadai dengan uang gadai yang diterimanya dapat dijadikan modal

usaha, sedangkan penerima gadai dapat memperoleh hasil sawah,

Page 80: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

75

sehingga keduanya sama-sama memperoleh keuntungan. Selain itu

pengetahuan hakim dalam pelaksanaan penemuan hukum juga

mempengaruhi. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini dengan

indikatornya meliputipengalaman atau keyunioran hakim (masa kerja

dibawah 8 tahun) sebagai berikut:

Tabel 11.

Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Hakim Berpengaruh

Terhadap Penemuan Hukum oleh Hakim

Sumber Data :Olahan Data Primer, 2007

Jawaban responden pada tabel.11 di atas menyatakan bahwa

pengetahuan hakim pun berpengaruh terhadap metode penemuan

hukum (100%).Di samping itu pendidikan hakim yang berijasah Strata

Satu (S1) pun berpengaruh terhadap metode tersebut. Oleh karena dan

25 putusan perkara perdata yang diteliti, pada umumnya diperiksa,

diadili dan diputuskan oleh hakim yunior yang pengalamannya relatif

kurang (masa kerja dibawah 8 tahun) dan pendidikan formalnya masih

Strata Satu (S1), sehingga dalam pertimbangan hukumnya

memutuskan suatu perkara cenderung menggunakan metode

Page 81: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

76

penafsiran dan menganut aliran legis, padahalterdapat beberapa

perkara yang memungkinkan diterapkan metode konstruksi hukum.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 12. Jawaban Responden Tentang Pendidikan Formal Hakim Berpengaruh Terhadap Penemuan Hukum oleh Hakim

Sumber Data :Olahan Data Primer, 2007

Jawaban responden pada tabel. 12 di atas menyatakan bahwa

pendidikan formal hakim pun berpengaruh terhadap pelaksanaan

metode penemuan hukum, dimana jawaban responden menyatakan

bahwa berpengaruh sebanyak 80 %.Misalnya, Perkara Perdata Nomor

31/Pdt.g/2005/PNmtp. Yang menolak gugatan penggugat mengenai

ganti kerugian in materiil dengan pertimbangan hukumnya bahwa

kerugian yang diakibatkan dengan pencemaran nama balk penggugat

karena dituduh menyalahgunakan dana sekolah tidak dapat diukur

kerugian secara nyata, sehingga sulit ditentukan besarnya

kerugianyang dialami secara realistis dan rasional. Pertimbangan

hukum tersebut, sangat bertentangan dengan asas keadilan karena

sebagaiakibat adanya pencemaran nama baik dapat mempengaruhi

Page 82: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

77

kredibilitas penggugat khususnya mengenai kurangnya kepercayaan

dalam masyarakat.

Contoh lain, Perkara Perdata Nomor 24/Pdt.g/2006/PN/Wtp. yang

juga menolak gugatan penggugat mengenai ganti kerugian sebanyak

Rp. 40.000.000,-(empat puluh juta rupiah) untuk biaya pengurusan

menjadi calon pegawai negeri sipil dilingkungan Departemen

Pendidikan Nasional, dengan pertimbangan hukumnya bahwa

penggugat sendiri yang membawakan atau menyerahkan uang tersebut

dirumah tergugat sehingga Majelis Hakim menilai kerugian tersebut

diakibatkan oleh penggugat sendiri. Padahal fakta yang terungkap di

persidangan pada awalnya tergugat yang menawarkan dan

menyanggupi untuk mengurus dan meluluskan penggugat untuk

menjadi calon pegawai negeri sipil.

Selanjutnya responsif/kemauan hakim berpengaruh terhadap

penemuan hukum diluar peraturan perundang-undangan yang

indikatornya yaitu adanya kecenderungan hakim pasif memutuskan

suatu perkara hanya bertujuan kepada kepastian hukum dan tunjangan

hakim relatif rendah.Hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Page 83: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

78

Tabel 13.

Jawaban Responden Tentang Responsif/Kemauan Hakim

Berpengaruh Terhadap Penemuan Hukum Oleh Hakim

Sumber Data: Olahan Data Primer, 2007

Jawaban responden pada tabel.13 di atas menyatakan bahwa

responsif/kemauan hakim pun berpengaruh (85%) terhadap metode

penemuan hukum di Pengadilan Negeri Watampone.

Berdasarkan tabel terdahulu dan 25 putusan perkara perdata yang

diteliti dapat diketahui bahwa hanya 4% responsif/kemauan hakim

dalam melakukan penemuan hukum diluar perundang-undangan dalam

memutus suatu perkara perdata yang diajukan kepadanya, sedangkan

96% hakim cenderung pasif memutus dengan tidak melakukan

penemuan hukum diluar perundang-undangan dan hanya bertujuan

kepada kepastian hukum tanpa melenturkan nilai-nilai keadilan dan

kebenaran. Misalnya perkara perdata Nomor 42/Pdt.g/2004/PN.Wtp.

yang mengabulkan gugatan penggugat berupa ganti kerugian materil,

sedangkan ganti kerugian in materil yangmenyebabkan orang cacat

akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan tidak

Page 84: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

79

dikabulkan.Pertimbangan hukum dalam putusan tersebut, hakim menilai

bahwa kerugian in materil tidak dapat di ukur atau ditentukan karena

bukan merupakan kerugian nyata yang sulit di hitung secara rasional

dan realistis.Padahal jika dilakukan konstruksi hukum maka dapat

dijadikan pertimbangan keadaan atau kondisi penggugat sebelum cacat

akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan yang dilakukan oleh

terdakwa/tergugat karena kealpaannya mengakibatkan kerugian

penggugat baik secara materil maupun in materil.Kerugian materil

berupa biaya pengobatan dan perawatan, sedangkan kerugian in

materil yaitu semasa kondisi penggugat sebelum mengalami cacat

hidup dapat berpenghasilan setiap hari sesuai upah minimum propinsi

sebagai buruh bangunan untuk menghidupi din dan keluarganya,

seandainya penggugat tidak mengalami cacat hidup maka

penghasilannya dapat di hitung sampai umur produktif.Sehingga dasar

ini dapat dijadikan tolak ukur untuk menentukan kerugian in materil.

Dari 25 putusan perkara perdata yang diteliti dapat diketahui

bahwa hanya 1 (satu) perkara perdata yang diputus oleh hakim senior

dan berpendidikan Strata Dua (S2) melakukan penemuan hukum diluar

peraturan perundang-undangan dalam memutuskan suatu perkara

perdata yang diajukan kepadanya menggunakan metode konstruksi

hukum. Sedangkan putusan perkara perdata lainnya,diputus oleh hakim

yunior yang berpendidikan Strata Satu (Si) dengan menggunakan

metode penafsiran dan menganut aliran legis. Padahal perkara perdata

Page 85: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

80

tersebut memungkinkan dilakukan metode konstruksi hukum.Dengan

demikian, Hakim Pengadilan Negeri Watampone belum optimal

melaksanakan penemuan hukum diluar peraturan perundang-undangan

dalam memutuskan suatu perkara perdata yang diajukan kepadanya.

Sedangkan pemeriksaan perkara perdata dengan hakim tunggal

mempengaruhi hakim dalam melakukan penemuan hukum berhubung

karena minimnya hakim di Pengadilan Negeri Watampone dengan tidak

seimbangjumlah perkara yang masuk relatif besar, sehingga penetapan

penunjukan Majelis Hakim dalam memeriksa suatu perkara perdata,

maka terkadang dalam prakteknya Ketua Majelis menunjuk atau

menyerahkan kewenangan penuh kepada salah satu anggota Majelis

Hakim dengan persetujuan kedua belah pihak berperkara untuk

memeriksa perkara tersebut demi kelancaran persidangan. Adapun

indikatornya yaitu adanya keterbatasan kemampuan hakim memeriksa

perkara yang dilakukan hanya seorang hakim dan batas waktu 6

(enam) bulan perkara harus putus. Untuk jelasnya dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut:

Page 86: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

81

Tabel 14. Jawaban Responden Tentang Pemeriksaan Perkara Perdata Dengan Hakim Tunggal Berpengaruh Terhadap Penemuan

Hukum Oleh Hakim

Sumber Data: Olahan Data Primer, 2007

Terlepas dan pengaruh hukum tertulis, pengetahuan hakim,

pendidikan formal dan kemauan hakim dalam melakukan penemuan

hukum diluar perundang-undangan dalam memutus suatu perkara

perdata, juga sangat dipengaruhi dalam pemeriksaan perkara perdata

yang dilakukan oleh hakim tunggal karena tidak seimbang keadaan

hakim dengan jumlah perkara yang diajukan kepadanya, sehingga

hanya memutuskan perkara perdata apa adanya atau tidak melakukan

pemeriksaan secara optimal dan bahkan terjadi kesalahanmengkualifisir

peristiwa perkara yang menyebabkan terjadi kesalahan penerapan

hukumnya. Misalnya perkara perdata Nomor 20/Pdt.g/2004/PN.Wtp.

yang menolak gugatan penggugat dengan pertimbangan bahwa

penggugat mengajukan bukti surat berupasertifikat tidak relevan

dengan objek sengketa karena objek sengketa terletak di Desa

Mulamenre’e, sedangkan sertifikat tertulis di Desa Sarikaja’e, padahal di

Desa Mulamenre’e terjadi pemekaran, sebelum pemekaran tanah

Page 87: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

82

sengketa terletak di Desa Sarikaja’e. Maka seandainya perkara tersebut

diperiksa dengan hakim majelis maka memungkinkan terungkap fakta

hukum yang sebenarnya dan hakim tidak salah menerapkan hukum

pembuktian.Selain itu, didalam pertimbangan hukumnya dapat

mencerminkan rasa keadilan.

Page 88: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

83

BABV

PEN UTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisa hasil penelitian ini, maka

dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:

1. Hakim di Pengadilan Negeri Watampone belum optimal

melaksanakan penemuan Hukum di luar perundang-undangan dalam

memutus suatu perkara perdata yang diajukan kepadanya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi belum optimalnya pelaksanaan

metode penemuan Hukum di Pengadilan Negeri Watampone karena

dipengaruhi oleh faktor keterikatan pada hukum tertulis, faktor

pengetahuan dan pengalaman hakim, faktor pendidikan formal hakim

dan faktor responsif/kemauan hakim.

B. Saran

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan metode penemuan hukum di

Pengadilan Negeri Watampone, maka disarankan sebagai berikut:

1. Perlu adanya forum ilmiah antara praktisi hukum atau penegak

hukum bersama akademisi untuk mengkaji lebih dalam tentang

metodepenemuan hukum, sehingga dimasa datang pelaksanaannya

optimal dalam rangka supremasi hukum demi keadilan dan

Page 89: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

84

kebenaran sebagai pilar Negara Republik Indonesia sebagai Negara

Hukum.

2. Secara berencana dan diprioritaskan agar hakim dapat

meningkatkan pengetahuan dan pendidikan formal di bidang hukum.

baik melalui diklat maupun pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Sehingga responsif/kemauan hakim pada penemuan hukum dapat

meningkat

Page 90: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

85

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir, Muhammad. 1985. Hukum Acara Perdata, Alumni Bandung.

Achmad Ali. 1997. Menang Dalam Perkara Perdata. Umitoha. Ujung Pandang

__________.1990.Mengembara Di Belantara Hukum. Hasanuddin University Press. Ujung Pandang

__________..1996. Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama. Jakarta

__________.1998.Menielajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yusril Watampone, Jakarta

__________.1999.Pengadilan Dan Masyarakat. Hasanuddin Press. Ujung Pandang.

__________.1991.TeoriHukum. Unhas University Press. Ujung Pandang.

Abdul Manan. 2000. Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama. Yayasan Al-Hikmah, Jakarta

BambangSunggono. 1997. Metodologi Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum. 1984. Dokumentasi Situasi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Dan Daerah Hukum Pengadilan Negeri, Departemen Kehakiman, Jakarta.

Djazuli, H.A Dan I NurolAen.2000. UshulFiqh Metodologi Hukum Islam. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Harun Utuh, 1998. Ilmu Hukum, Usaha Nasional, Surabaya.

Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Soeroso, R, 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grafika. Jakarta.

Moh, Nasir. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Paul Scholten. 1993. Mr. C. Asser’s Haridleiding Tot De Beoefening Van Het NederlandschBurgerlijkRechtAlgemonDeel, Diterjemahkan Oleh SitiSumarti Hartono, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Page 91: PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SUATU …

86

Ronny HariitijoSoemitro. 1994. Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurmetri. Ghalia Indonesia. Jakarta

Satjipto Rahardjo.1991. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Haridung.

Sudikno Mertokusomo.1985. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty, Yogyakarta

__________.1993.Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum. Citra Aditya Bhakti, Bandung.

___________.1996.Penemuan Hukum Sebuah Pengaritar. Liberty. Yogyakarta

__________.1999.Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty, Yogyakarta

SuharsiiniArikunto. 1993. Prosedur Penelitian :Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta

Soerojo Wignyodipoero.1989. Pengantar Ilmu Hukum, Haji Masagung. Jakarta