Penggunaan kotoran sapi di gunakan untuk Pupuk untuk mencegah penyakit PENGLING

download Penggunaan kotoran sapi di gunakan untuk Pupuk untuk mencegah penyakit  PENGLING

of 14

description

Penggunaan kotoran sapi di gunakan untuk Pupuk untuk mencegah penyakit

Transcript of Penggunaan kotoran sapi di gunakan untuk Pupuk untuk mencegah penyakit PENGLING

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDiare atau gastroenteritis merupakan keadaan abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering. Hal ini disebabkan adanya perubahan dalam transpor air dan elektrolit dalam usus. Hal ini terutama pada keadaan dengan gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorpsi dan sekresi (Harrison, 1995).Faktor yang turut menjadi penyebab adalah pembuangan limbah serta pengadaan air bersih yang tidak memadai, lingkungan yang penuh sesak serta kurangnya kebersihan perorangan, kemiskinan, kurangnya akses pada pelayanan kesehatan dan kurangnya pendidikan. Selain itu, faktor penyebab diare adalah tempat yang tercemar oleh kotoran hewan contohnya sapi sebagai akibat dari sistem pembuangan limbah yang jelek atau kebersihannya tidak memadai (Harrison, 1995).

Kotoran sapi mengandung bakteri dari golongan enterobakter yang mengganggu kesehatan masyarakat. Akibat bakteri yang terkandung dalam kotoran tersebut, menyebabkan timbulnya diare pada sistem digesti manusia. Dengan keadaan tersebut, kotoran yang semula mengganggu kesehatan dan tidak bermanfaat, dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman ramah lingkungan (Pramono. 1987).

Pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk dapat menurunkan peluang terjadinya kontaminasi mikroba di lingkungan, karena mikroba patogen (penyebab penyakit) dihancurkan (Engler et al, 2011). Proses pembuatan pupuk dapat menurunkan bakteri E. Coli (Tulayakul et al, 2011) atau menghilangkan bakteri Coliform (E. Coli) sampai 99% (Wahyuni, 2011), bahkan bisa menghilangkan bakteri tersebut sampai 100% setelah waktu 33 hari proses digesti di dalam digester (Kalloum et al, 2011). Oleh karena itu mengacu pada pendapat para peneliti tersebut maka di dalam limbah kotoran sapi tidak mengandung mikroba berbahaya karena sudah mati akibat di dalam proses pengolahan pupuk saat dipanaskan. Suhu yang terbentuk akibat proses digesti anaerobik tersebut bisa mencapai 55-700C, sehingga mikroorganisme yang tidak tahan panas akan mati (Zalizar, 2013). Oleh karena itu, untuk lebih mengetahui strategi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, pada makalah ini akan diteliti mengenai cara mengelola dan memanfaatkan limbah kotoran Bos taurus sebagai pupuk tanaman ramah lingkungan guna menekan penyebaran gastroenteritis di kota Batu. Penelitian dilakukan di kota Batu dikarenakan mayoritas masyarakat Batu bermata pencaharian sebagai petani dan peternak yang ikut mendukung dalam mengurangi penyebaran diare dengan memproduksi pupuk tanaman dari kotoran Bos taurus.1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah. 1. Apa saja faktor penyebab menyebarnya diare pada masyarakat kota Batu?2. Bagaimana solusi yang paling efektif untuk menekan penyebaran diare di kota Batu?3. Bagaimana cara mengelola limbah kotoran Bos taurus (sapi ternak) sehingga mengurangi penyebaran diare di kota Batu?4. Siapa saja pihak yang berperan penting dalam mensosialisaikan pengolahan pupuk tanaman yang ramah lingkungan pada masyarakat kota Batu sendiri yang umumnya bermatapencaharian sebagai petani?1.3 Tujuan PenulisanDari rumusan di atas masalah kita melakukan penelitian dengan tujuan sebagai berikut.1. Untuk mengenali faktor penyebab menyebarnya diare pada masyarakat kota Batu.2. Untuk mengetahui solusi yang paling efektif untuk menekan penyebaran diare di kota Batu.3. Untuk mengetahui cara mengelola limbah kotoran Bos taurus (sapi ternak) sehingga mengurangi penyebaran diare di kota Batu.4. Untuk mengetahui berbagai pihak yang berperan penting dalam mensosialisaikan pengolahan pupuk tanaman yang ramah lingkungan.1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini kami dapat memperoleh manfaat sebagai berikut.1. Dapat mengenali faktor penyebab merajalelanya diare pada masyarakat kota Batu.2. Dapat mengetahui solusi yang paling efektif untuk menekan penyebaran diare di kota Batu.3. Dapat mengetahui cara mengelola limbah kotoran Bos taurus (sapi ternak) sehingga mengurangi penyebaran diare di kota Batu.4. Dapat mengetahui berbagai pihak yang berperan penting dalam mensosialisaikan pengolahan pupuk tanaman yang ramah lingkungan.BAB IIKAJIAN TEORI2.1 Faktor penyebab merajalelanya diareDiare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus (to flow through), merupakan keadaan abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering. Hal ini disebabkan adanya perubahan-perubahan dalam transport air dan elektrolit dalam usus, terutama pada keadaan-keadaan dengan gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorpsi dan sekresi. Diare sering didefinisikan sebagai berak lembek cair sampai cair sebanyak 3 kali perhari. UKK Gasto-hepatologi IDAI (2009) mendefinisikan diare sebagai peningkatan frekuensi buang air besar dan berubah konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair. (Mansjoer.2000).Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembungan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Sinthamurniwaty, 2006).Pada kotoran sapi mengandung bakteri dari golongan enterobakter yang mengganggu kesehatan masyarakat. Akibat bakteri yang terkandung dalam kotoran tersebut, menyebabkan timbulnya diare pada sistem digesti manusia (Pramono, 1987).Secara umum bakteri yang terdapat di dalam kotoran sapi perah mempunyai sifat yang heterotrop, yaitu bakteri yang memerlukan sumber carbon dalam bentuk senyawa organic, Hal ini diduga karena di dalam kotoran sapi perah terdapat bahan organikyang cukup besar. Bahwa setengah bahan organik ditemukan kembali dalam kotoran yang dikeluarkan. Species bakteri yang ditemukan adalah Vibrio cholera ogawa dan tak lain adalah bakteri Escherichia coli, dimana kedua jenis bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia. Dapat diidentifikasi bahwa bateri-bakteri tersebut termasuk golongan Enterobacteriacea (Citrobacter, Enterobacter dan E. coli) beberapa species ini bersifat patogenik dan dapat menyebabkan penyakit gastroenteritis. (Zalizar, Lili, 2013) 2.2 Solusi efektif untuk menekan penyebaran diareDiare adalah suatu keadaan yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari tiga kali sehari yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi lebih cair, dengan/tanpa darah dan dengan/tanpa lender (Rosari, 2013).Diare salah satunya disebabkan oleh kondisi kebersihan lingkungan yang kurang memadai. Apalagi di kawasan dekat peternakan hewan-hewan ternak. Hewan ternak yang menghasilkan kotorannya setiap harinya membuat suasana lingkungan tidak sedap dipandang, bau yang menyengat dan menimbulkan sarang penyakit. Penyakit diare biasa menyerang kotoran hewan itu sendiri bahkan manusia di sekitarnya (Suraatmaja, 2007).Menurut Statistik Peternakan dalam Zalizar, Lili dkk (2013) Indonesia mempunyai potensi ternak yang cukup banyak antara lain hewan besar seperti sapi potong dan sapi perah pada tahun 2011 populasinya mencapai 15.421.586 ekor. Mengingat ternak tersebut per ekor setiap hari dapat menghasilkan kotoran ternak sampai lebih dari 10 kg. Menurut Statistik Peternakan dalam Zalizar, Lili dkk (2013) Di Indonesia pada tahun 2011 sudah mencapai 15.421.586 ekor Apabila rata-rata per ekor mengeluarkan kotoran sebanyak 10 kg /hari maka di negara kita dihasilkan 154215,860 ton kotoran sapi setiap hari. Jika kotoran sapi tersebut akan dibuang ke selokan-selokan di depan rumah, selain bau juga akan mencemari sungai-sungai (Zalizar, Lili 2013 ).Oleh karena itu hendaknya diolah kembali menjadi produk yang bernilai ekonomis yakni sebagai pupuk organik hasil pengolahan limbah kotoran sapi (Kasworo, 2013).Menurut Budiyanto dalam Kasworo (2013) Kotoran sapi merupakan salah satu bahan potensial untuk membuat pupuk organik. Kebutuhan pupuk organik akan meningkat seiring dengan permintaan akan produk organik. Menurut Prawoto dalam Kasworo (2013), hal ini disebabkan karena produk organik rasanya lebih enak, lebih sehat, dan baik bagi lingkungan. Lebih lanjut menurut Prawoto, pada tahun 1998, pangsa pasar dunia produk organik dalam 10 tahun mendatang akan mencapai sekitar US $ 100 milyar. Lanjutnya di Amerika Serikat, pada tahun 1997, pangsa pasar produk organik sekitar US $ 3.5 milyar per tahun dan dalam tahun 2000 meningkat sekitar dua kali lipatnya. Dalam 10 tahun terakhir, pasar organik naik 228 persen dan nilai perdagangannya menembus 59,1 miliar. Lebih lanjut dikatakan meski tahun 2012 Eropa masih akan terimbas ekonomi namun pasar produk organik yang mengutamakan kesehatan akan terus tumbuh dan juga pasar organik di AS, Brasil, Rusia, India dan China. Nilai perdagangan produk organik AS tahun 2011 mencapai 30 miliar dollar AS dan diperkirakan sampai tahun 2015 pertumbuhan ratarata pasar organik Amerika Utara sebesar 12 persen. Pertumbuhan permintaan produk pertanian organik di seluruh dunia mencapai rata-rata 20% per tahun. Lanjutnya, data WTO menunjukkan bahwa dalam tahun 2000-2004 perdagangan produk pertanian organik telah mencapai nilai rata-rata 17,5 miliar dolar AS (Kasworo, 2013).Satu ekor sapi setiap harinya menghasilkan kotoran berkisar 8 10 kg per hari atau 2,6 3,6 ton per tahun atau setara dengan 1,5-2 ton pupuk organik sehingga akan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan mempercepat proses perbaikan lahan. Potensi jumlah kotoran sapi dapat dilihat dari populasi sapi. Populasi sapi potong di Indonesia diperkirakan 10,8 juta ekor dan sapi perah 350.000-400.000 ekor dan apabila satu ekor sapi rata-rata setiap hari menghasilkan 7 kilogram kotoran kering maka kotoran kotoran sapi kering yang dihasilkan di Indonesia sebesar 78,4 juta kilogram kering per hari. Keadan potensial inilah yang menjadi alasan perlu adanya penanganan yang benar pada kotoran ternak (Kasworo, 2013).Limbah peternakan yang dihasilkan tidak lagi menjadi beban biaya usaha akan tetapi menjadi hasil ikutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan bila mungkin setara dengan nilai ekonomi produk utama (daging) Menurut Sudiarto dalam Kasworo (2013). Dengan begitu, usaha peternakan ke depan harus dapat dibangun secara berkesinambungan sehingga dapat memberikan kontribusi pendapatan yang besar dan berkelanjutan, lanjut Sudiarto (2008). Nastiti (2008) dalam Kasworo (2013) mengatakan penerapan teknologi budidaya ternak yang ramah lingkungan dapat dilakukan melalui pemanfaatan limbah pertanian yang diperkaya nutrisinya serta pemanfaatan kotoran ternak menjadi pupuk organik dan biogas dapat meningkatkan produktivitas ternak, peternak dan perbaikan lingkungan. (Kasworo, 2013)2.3 Cara mengelola limbah kotoran Bos taurus Menurut Harlia dalam Zalizar, Lili (2013) Di dalam kotoran ternak segar dapat di temukan mikroba berbahaya. Kotoran sapi perah apabila tidak ditangani dengan benar maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan terhadap manusia, oleh karena itu kotoran sapi perah sebaiknya tidak dibiarkan bertumpuk atau dibuang ke sungai tetapi harus melalui pengolahan agar bermanfaat bagi lingkungan. Kotoran sapi perah dapat diolah menjadi sumber energi alternatif yaitu biogas, diolah menjadi kompos, vermikompos dan pupuk organik cair untuk kepentingan .

Berikut adalah cara mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik bagi tumbuhan yang ramah lingkungan (Lolitsapo, 2008) :A. Bahan dan Peralatan1. Kotoran sapi yang bercampur dengan urine (berasal dari kandang kelompok)2. Sekam atau gerajen (limbah gergajian kayu)3. Kapur bubuk4. Skop dan saringan5. Karung plastic6. Timbangan B. Proses Pembuatan1. Permanenan kompos: Dilakukan setelah ketebalan kotoran spai dan urine di dalam kandang kelompok mencapai 25-30 cm. Permanenan dilaksanakan sesuai dengan tujuan jenis kompos organic yaitu kompos curah, kompos blok, kompos butiran dan bokhasi.2. Cara pembuatan kompos curah: kotoran yang dipanen dari kandang diangin-anginkan di tempat teduh selama kurang lebih 2 bulan, lalu kotoran sapi dihancurkan dan diayak dnegan ukuran lubang 0,4 x 0,5 cm, kemudian dikemas dala karung atau plastik.3. Cara pembuatan kompos blok: kotoran yang baru dipanen (kondisi masih basah), dicetak menggunakan alat pres manual sederhana atau dengan menggunakan mesin pres batako dengan ukuran P= 20 x 10 x 6 cm.4. Cara pembuatan kompos butiran.Bahan dan alat:

a. Kompos curah

b. Tepung tapioca 3-5% dari berat kering komposc. Air 8-10% dari berat kering kompos

d. Zat pewarna

e. Mesin butiran

Cara kerja:

a. Tepung tapioka yang telah dicampur dengan pewarna, ditaburkan pada mesin butiran.b. Kompos curah yang dihaluskan ditempatkan di atas lapisan tepung tapioka.

c. Air disemprotkan melalui saluran yang ada pada mesin butiran.d. Mesin dihidupkan dengan gerakan memutar sehingga akan terbentuk bulatan-bulatan butiran.e. Dikemas dalam plastik.5. Proses pembuatan bokhasiBahan :

a) Kotoran sapi yang telah ditiriskanb) Sekam (10% dari bobot kotoran sapi)c) Abu sekam (10% dari bobot kotoran sapi)d) Dedak padi (5% dari bobot kotoran sapi)e) Tetes + air (2 : 1000) atau 1 liter air + 2 cc tetes atau 1 liter air + 6 sendok makan gula pasirCara membuat :

a. Campur kotoran sapi + sekam + abu sekam + dedak padi sesuai takaran, kemudian diaduk hingga merata.b. Tuang campuran tetes dan air ke dalam campuran no 1 dan diaduk hingga merata sampai membentuk adonan dnegan kadar air kurang lebih 40%.

c. Ditutup dengan karung goni atau tikar. Dalam kondisi anaerob fermentasi akan berlangsung cepat sehingga suhu bokhasi meningkat 35-400C. Bila suhu mencapai 500C, maka bokhasi dilakukan pembalikan agar suhunya menurun. Lama fermentasi antara 4-5 hari dan bokhasi dianggap jadi.

Gambar 2.1: cara pengolahan kotoran sapi yang bermanfaat

(Sumber :

Beberapa alasan mengapa kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk organik tanaman antara lain adalah :1) Proses penguraian bahan segar dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.2) Penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsure hara ke dalam tanah.

3) Struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil.

4) Kotoran spaii tidak selalu tersedia pada saat diperlukan, oleh karena itu pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk.2.4 Pihak yang berperan dalam mensosialisaikan pengolahan pupuk tanamanDemi melancarkan suatu strategi yang mendukung lingkungan agar lebih baik, diperlukan beberapa pihak yang ikut andil dalam mensosialisasikan pengolahan pupuk tanaman ramah lingkungan, diantaranya adalah sebagai berikut (Kasworo, 2013) :1). Pemerintah

Sosialisasi penggunaan pupuk organik hasil pengolahan limbah kotoran sapi ikut dilaksanakan oleh pemerintah dengan maksud memberikan penjelasan mengenai konsep dasar, tujuan, sasaran, prinsip-prinsip, kebijakan serta proses dan mekanisme dalam pengerjaan dan pembuatan unit biogas.

Dalam hal ini pemerintah daerah memberikan penyuluhan sehingga para peternak mampu memanfaatkan limbah kotoran sapi yang tidak bernilai menjadi sumber ekonomis bagi masyarakat sekitar produksi. Pengolahan limbah kotoran sapi ini berdampak pada berkurangnya pencemaran lingkungan dan mampu menekan penyebaran diare pada masyarakt sekitar daerah peternakan. Dengan penggunaan pupuk tanaman yang ramah lingkungan, maka penyebaran diare akibat limbah kotoran sapi yang menumpuk semkain berkurang.2). Peternak/Masyarakt

Diharapkan peternak baik secara mandiri atau berkelompok mampu mengelola kotoran sapi untuk dijadikan sumber pupuk tanaman organik. Peternak mampu secara mandiri menularkan pengetahuan kepada peternak di kampung lain untuk melakukan kegiatan serupa. Tersedianya unit produksi pupuk tanaman mandiri di suatu daerah akan menjadikan mudah masyarakat daerah tersebut mendapatkan sumber penghasilan bagi masyarakat sekitar.

3). Petani

Diharapkan bagi para petani untuk ikut andil dalam mengkonsumsi pupuk organik yang ramah lingkungan. Karena hal itu mampu membantu mengurangi pencemaran tanah dan pencemaran air. Serta ikut dalam mengurangi penyebaran diare pada masyarakat akibat bakteri-bakteri yang ada pada limbah kotoran sapi.4). Mahasiswa

Mahasiswa dalam hal ini juga melakukan fungsi sebagai salah satu pihak yang berperan cukup aktif, dikarenakan mahasiswa melakukan berbagai penyuluhan dan transformasi ilmu pengetahuan mereka kepada masyarakat. Selain itu pelatihan pembuatan pupuk tanaman juga dilakukan oleh mahasiswa, pelatihan ini dilakukan bertahap selama 2 kali dalam satu bulan atau lebih. Mahasiswa dinilai aktif untuk ikut mensosialisaikan pengolahan limbah kotoran sapi sebagai pupuk organik yang mana mahasiswa turun langsung ke daerah yang akan mendapat sosialisasi.BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis PenelitianJenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian studi kasus tentang penyebaran kasus diare yang disebabkan oleh kotoran Bos Taurus pada masyarakat di kota Batu dan cara mengolah kotoran sebagai pupuk tanaman yang ramah lingkungan. 3.2 Tempat dan Waktu PenelitianKami mengamati dan wawancarai narasumber di Dusun Toyomerto Desa Pesanggrahan Kota Batu, Jawa timur. Kami pergi ke tempat penelitian sebanyak dua kali. Awalnya pada 13 September 2014, data dikumpulkan dengan mencari fenomena dan lingkungan. Kedua, 20 September 2014 kami mengadakan wawancara di sana sebagai pendukung hasil dari penelitian yang kami lakukan melalui beberapa pertanyaan.3.3 Subyek PenelitianKami fokus dalam mencari fenomena penyebaran diare akibat dari limbah kotoran Bos taurus yang menumpuk dan juga cara mengolah limbah kotoran Bos Taurus menjadi pupuk tanaman yang ramah lingkungan. Kami melakukan dengan mencari data penyebaran diare. Dan kami mewawancarai beberapa orang (lima orang perwakilan) sebagai narasumber kami disana. 3.4 Populasi, sampel dan teknik sampling

3.5 Metode pengumpulan dataMetode pengumpulan data dengan cara wawancara dan observasi di tempat penelitian. Wawancara yang kami lakukan adalah mengenai cara mengelola limbah kotoran Bos taurus (sapi ternak) dalam usaha mengurangi penyebaran diare di kota Batu. Sedangkan untuk data yang kami observasi adalah mengenai faktor penyebab menyebarnya diare pada masyarakat kota Batu, solusi efektif untuk menekan penyebaran diare di kota Batu dan berbagai pihak yang berperan penting dalam mensosialisasikan pengolahan pupuk tanaman ramah lingkungan. Dalam pengamatan, kami mengumpulkan data melalui wawancara dengan 5 orang di sekitar wilayah Desa Pesanggrahan Dusun Toyomerto Kota Batu, Jawa timur dan observasi yang kami lakukan satu kelompok terhadap kondisi wilayah tersebut.3.6 Analisis data

Data yang kami kumpulkan akan kami analisis dalam bentuk presentase.DAFTAR RUJUKANHarrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.Kasworo, Ananto. 2013. Daur Ulang Kotoran Ternak Sebagai Upaya Mendukung Peternakan Sapi Potong Yang Berkelanjutan Di Desa Jogonayan Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. ISBN 978-602-17001-1-2. Periode 2013Lolitsopo. 2008. Kompos Organik Kotoran sapi. Pasuruan : Agro Inovasi Sapi PotongMansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus FKUI JakartaRosari, Alania. 2013. Hubungan diare dengan status Gizi balita di kelurahan lubuk buaya kecamatan Koto Tengah Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 2013. Periode 2013Sinthamurniwaty.2006.Faktor-faktor Resiko Keadian Diare Akut Pada Balita. Semarang : UNDIPSoegiman. 1982. Ilmu tanah. Jakarta : Bhatara Karya Aksara.Statistik Peternakan. 2012. Populasiternak sapi potong dan sapi perah tahan 2011(online) (www.statistikpeternakan.com) Diakses pada tanggal 7 September 2014Suraatmaja S.2007. Kapita selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto.Utami S,Pramono. 1987. Diagnostika Penyakit Bacterial Pada Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. BogorZalizir, Lili. 2013. Potensi Produksi dan Ekonomi Biogas Serta Implikasinya Pada Kesehatan manusia, ternak dan lingkungan. J.Ilmu-ilmu Peternakan 23 (3) :32-40 Periode 2013