[REVIEW] USAHA PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU …
Transcript of [REVIEW] USAHA PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU …
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
1
[REVIEW] USAHA PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI ZAT
AKTIF FARMASI SUKAR LARUT AIR
Revika Rachmaniar1, Taofik Rusdiana
2, Camellia Panatarani
3,4, I Made Joni
3,4
1 Departemen Farmasetika, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia
2 Departemen Farmasetika dan Teknologi Formulasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran,
3Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Padjadjaran 4Pusat Riset Institut Nanoteknologi dan Graphene (PRINT-G), Universitas Padjadjaran
_________________________________________________________________________
Abstrak
Kelarutan dan laju disolusi obat pada saluran gastrointestinal merupakan parameter dalam
mengendalikan absorpsi dan bioavaibilitas obat. Obat yang sulit larut air dan disolusi rendah
dalam cairan gastrointestinal akan menghasilkan bioavaibilitas oral rendah sehingga
peningkatan kelarutan dan laju disolusi menjadi tantangan. Salah satu upaya mengatasinya
adalah dengan menurunkan ukuran partikel, tapi partikel kecil yang terbentuk berpotensi
membentuk aglomerasi dan agregasi. Karya tulis ini merupakan kajian pustaka bertujuan untuk
mengetahui teknologi rekayasa partikel dalam rangka mengatasi permasalahan kelarutan dan
laju disolusi yang rendah. Upaya meningkatkan kelarutan dan laju disolusi, yaitu modifikasi
ukuran partikel, kristalinitas, modifikasi permukaan, dan teknologi preparasi partikel. Penurunan
ukuran partikel obat dapat meningkatkan luas permukaan kontak obat dan media disolusi
sehingga laju absorpsi meningkat. Namun, semakin kecil ukuran partikel dikhawatirkan terjadi
aglomerasi dan agregasi karena efek elektrostatik. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
aglomerasi dan agregasi perlu ditambahkan stabilizer. Gugus fungsi pada stabilizer berfungsi
untuk membantu meningkatkan obat yang sulit larut air, seperti polimer dan surfaktan. Partikel
yang memiliki kristalinitas rendah (amorf) dapat memperbaiki kelarutan dan laju disolusi
dengan luas permukaannya yang lebih besar dibandingkan partikel yang memiliki kristalinitas
tinggi. Salah satu teknologi yang sering digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan disolusi
obat yang sukar larut air adalah spray drying.
Kata kunci: spray drying, kelarutan, disolusi
Abstract
Solubility and dissolution rate of drug in gastrointestinal tract is an important in controlling
absorption and bioavailability. Water insoluble and low dissolution drug will result low oral
bioavailability. An effort to solve it is by reducing particle size, but fine particles have potential
to form aggregation. This paper is a review which is aimed to determine the particle
engineering technology in order to solve problems of solubility and dissolution rate. Several
efforts of modification to increase solubility and dissolution rate, which is modification of
particle size, crystallinity, surface, and preparation of particle technology. Decreasing size of
drug particles can increas contact surface area of drug and dissolution medium so that the rate
of drug absorption increases. However, agglomeration and aggregation occur in fine particle
because of electrostatic effects. Therefore, stabilizer is needed to prevent aggregation. The
functional groups on stabilizer has another function which improve the water insoluble drugs,
such as polymers and surfactants. Particles which have a low crystallinity (amorphous) can
improve the solubility and dissolution rate with a surface area larger than the particles which
have high crystallinity. A technology which is often used in order to improve solubility and
dissolution of water insoluble drugs is spray drying.
Keywords: spray drying, solubility,dissolution
_________________________________________________________________________
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
2
PENDAHULUAN
Kelarutan, disolusi, dan
permeabilitas obat (zat aktif farmasi) pada
saluran gastrointestinal merupakan
parameter penting yang mengendalikan
absorpsi dan bioavaibilitas obat. Kelarutan
obat dalam air merupakan hal penting untuk
penghantaran oral dan juga parenteral. Hal
ini terkait dengan desain dan proses
pengembangan sediaan obat. Kelarutan obat
selaras dengan laju disolusi dimana sediaan
obat padat perlu mengalami pelepasan dari
sediaannya dan larut dalam larutan
gastrointestinal. Oleh karena itu, laju
disolusi pun menjadi suatu hal kritis. Obat
yang sukar larut air merupakan sebuah
tantangan dalam studi mengenai strukutur
kimia obat dalam pengembangan desain
formulasi. Hanya obat yang larut air yang
dapat diabsorpsi oleh membran sel untuk
mencapai target aksi obat. Obat yang akan
diabsorpsi harus berada dalam bentuk
larutan air pada sisi absorpsi. Obat yang
sukar larut air dan disolusi rendah dalam
larutan gastrointestinal akan menghasilkan
bioavaibilitas oral yang rendah sehingga
peningkatan kelarutan dan laju disolusi
menjadi suatu tantangan dalam
pengembangan sediaan farmasi
(Stegemann, et al, 2007; Shargel dan Yu,
2012; Khadka, et al., 2014).
Penurunan ukuran partikel obat
dapat meningkatkan luas permukaan kontak
obat dan media disolusi sehingga laju
absorpsi obat meningkat. Namun demikian,
semakin kecil ukuran partikel
dikhawatirkan terjadi aglomerasi dan
agregasi karena efek elektrostatik sehingga
penurunan ukuran partikel pun dapat
menjadi masalah baru dalam peningkatan
kelarutan dan laju disolusi (Liu, P. 2013.).
Berdasarkan hal tersebut, karya
tulis ini membahas tentang usaha-usaha
yang dilakukan untuk meningkatkan
kelarutan dan disolusi dengan memodifikasi
berbagai faktor yang mempengaruhinya
serta teknologi yang digunakannya.
PENGARUH KARAKTERISASI
PARTIKEL TERHADAP KELARUTAN
DAN LAJU DISOLUSI
Beberapa upaya modifikasi untuk
meningkatkan kelarutan obat, yaitu
modifikasi ukuran partikel, kristalinitas,
modifikasi permukaan, dan teknologi
preparasi partikel.
1. Ukuran Partikel
Untuk mendapatkan aktivitas
farmakologi, molekul harus menunjukkan
kelarutan dalam cairan intestinal agar dapat
melalui tahap pelarutan sehingga siap
diabsorpsi. Uji disolusi merupakan uji yang
sangat sensitif dan merupakan alat untuk
memprediksi bioavaibilitas obat secara in
vivo (Lakshmi dan Badarinath, 2013). Jika
proses disolusi untuk suatu partikel obat
cepat maka laju obat yang terabsorpsi
terutama akan tergantung pada
kesanggupannya menembus pembatas
membran. Jika laju disolusi untuk suatu
partikel obat lambat maka proses
disolusinya sendiri akan merupakan tahap
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
3
yang menentukan laju dalam proses
absorpsi (Sinko, 2011).
Persamaan Noyes dan Withney
merupakan suatu persamaan yang
menunjukkan hubungan bahwa zat aktif
segera terlarut dalam lapisan pelarut yang
sangat tipis di sekitar zat aktif hingga
diperoleh suatu larutan yang jenuh (Aiache
dan Devissaquet, 1993). Persamaan Noyes
dan Withney dimuat dalam Persamaan 1.
.............(1)
Keterangan:
= laju pelarutan
A = luas kontak permukaan senyawa
yang tidak terlarut
Cs = konsentrasi zat aktif dalam pelarut di
sekitar zat aktif yang relatif sama
dengan konsentrasi jenuh atau
“kelarutan” zat aktif dalam cairan
yang merendamnya
C = jumlah zat aktif yang larut dalam
waktu t dalam pelarut yang tersedia
K = tetapan laju pelarutan
Persamaan Noyes dan Withney
menunjukkan bahwa laju pelarutan
berbanding lurus dengan luas permukaan
zat aktif yang kontak dengan pelarut. Bila
luas permukaan zat aktif ditingkatkan maka
proses penyerapan akan meningkat. Dengan
demikian, agar kelarutan dan disolusi
menjadi lebih baik maka luas permukaan
zat aktif perlu ditingkatkan (mengurangi
ukuran partikel zat aktif) (Aiache dan
Devissaquet, 1993).
Sifat fisikokimia zat aktif seperti
bentuk fisika berupa ukuran partikel
memerankan peran penting dalam disolusi.
Pengurangan ukuran partikel zat aktif dapat
meningkatkan luas permukaan kontak zat
aktif dan media disolusi sehingga
berpengaruh terhadap laju penyerapan suatu
zat aktif (Aiache dan Devissaquet, 1993).
Beberapa penelitian mengenai
pengaruh ukuran partikel terhadap kelarutan
dan laju disolusi tercantum dalam tabel 1.
2. Penstabil (Stabilizer)
Salah satu cara meningkatkan
kelarutan dan laju disolusi adalah
modifikasi permukaan. Modifikasi
permukaan ini terdiri dari penggunaan
penstabil (stabilizer) dan penggunaan gugus
pada stabilizer sebagai peningkat kelarutan
dalam air.
Semakin kecil ukuran partikel
semakin luas permukaan zat aktif yang
kontak dengan cairan gastrointestinal
sehingga proses absorpsi akan meningkat.
Namun demikian, semakin kecil ukuran
suatu partikel dikhawatirkan terjadi masalah
dalam hal stabilitas, seperti terjadi
aglomerasi dan agregasi. Oleh karena itu,
dalam usaha menurunkan ukuran partikel
perlu ditambahkan stabilizer. Gugus fungsi
pada stabilizer memiliki fungsi lain yaitu
dapat juga digunakan untuk membantu
meningkatkan zat aktif yang sukar larut air,
seperti polimer dan surfaktan (Liu, 2013.).
Stabilizer secara spontan diadsorpsi
dan melapisi permukaan partikel yang
terbentuk dengan tujuan: (a) untuk
menurunkan energi bebas sistem dan
tegangan permukaan partikel, (b)
membentuk lapisan hidrofilik sekeliling
partikel hidrofobik untuk membentuk
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
4
Tabel 1. Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Kelarutan dan Laju Disolusi
No Zat Aktif Ukuran
Partikel Kelarutan Disolusi Sumber
1 Ibuprofen 6,34 µm Peningkatan 2 kali
lipat (286,3 µg/ml)
Peningkatan lima
kali lipat (85%)
(Li, et al.,
2008)
2 Ibuprofen 5-9 µm Peningkatan 534 kali
(24,07 µg/ml)
Peningkatan 3 kali
lipat (95%)
(Mudit, et
al., 2011)
3 Ibuprofen 50 µm - Peningkatan 2,5
kali (100%)
(Elkordy
dan Essa,
2010)
4 Albendazole 1-30 μm - Peningkatan 5 kali
lipat (100%)
(Alanazi,
et al.,
2007.)
5 Hesperidin 370 nm Peningkatan 3,5 kali
(87,2 μg/ml)
Peningkatan 2 kali
lipat (100%)
(Mauludin
dan
Müller,
2013)
6 Cyclosporin A
(CsA)
2,53 -3,22
µm
- Peningkatan 2 kali
(100%)
(Lee, et
al., 2001)
7 Cyclosporin A
(CsA)
2,5 µm Peningkatan 5 kali
(500 μg/ml)
Peningkatan 2 kali
(88,46%)
(Woo, et
al., 2007)
8 Ketoprofen 7 - 11 µm Peningkatan delapan
kali (0,837 μg/ml)
Peningkatan 1,5
kali (75%)
(Dixit, et
al., 2011)
9 Fenofibrat 4 - 13 µm Peningkatan tiga kali
(15,4 μg/ml)
Peningkatan 3,3
kali (99%)
(Dixit, et
al., 2015)
10 Celecoxib 6 - 11 µm Peningkatan lima kali
(35,103±0,01μg/ml)
Peningkatan 3,3
kali (98%)
(Dixit, et
al., 2011)
11 Tinidazole 2 - 10μm HPMC meningkatkan
kelarutan 3,3 kali lipat
44,47 μg/ml.
PEG 4000
meningkatkan
kelarutan 2,8 kali lipat
38,03 μg/ml.
β-cyclodextrin
peningkatankan
kelarutan 3,2 kali
43,15 μg/ml
Peningkatan 2 kali
lipat. HPMC
99,06%; PEG 4000
98,37%; β-
cyclodextrin 96,25
%
(Chhaprel,
et al.,
2012)
12 Olanzapine 7 - 16 µm Peningkatan 5,7 kali
(0,188 μg/ml)
Peningkatan 10 kali
(99%)
(Dixit, et
al., 2014)
13 Itraconazole
Hydrochloride
500 nm Peningkatan 387 kali
lipat (4490,83 μg/ml)
Peningkatan 9 kali
lipat (94%)
(Tao, et
al., 2012)
14 Glipizide 29,4 nm Peningkatan 1367
(45,12 mg/ml)
Peningkatan 5,4
kali lipat (100%)
(Dash, et
al., 2015)
15 All-Trans Retinoic
Acid (ATRA)
89,3 -328,8
nm
Peningkatan 13,3
kali lipat (40%)
(Hu, et al.,
2004)
penolakan antara partikel (stabilisasi sterik),
(c) jika stabilizer memiliki gugus terionkan
maka muatan permukaan partikel akan
meningkat sehingga meningkatkan energi
penolakan (stabilisasi elektrostatik), (d)
mengkombinasi stabilisasi sterik dan
elektrostatik. Stabilizer meliputi polimer,
surfaktan, dan kombinasi keduanya.
Pemilihan tipe stabilizer dan konsentrasinya
merupakan hal yang penting untuk
penurunan ukuran partikel dan stabilisasi
formulasi. Setiap komponen obat memiliki
stabilizer optimal masing-masing (Liu,
2013).
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
5
Tabel 2. Pengaruh Stabilizer terhadap Kelarutan dan Disolusi
No Zat Aktif Stabilizer
Kelarutan Disolusi Sumber Polimer Surfaktan
1 Ibuprofen Gelatin Sodium
lauryl sulfate
Peningkatan 2 kali
lipat (286,3 µg/ml)
Peningkatan 5
kali lipat (85%)
(Li, et al.,
2008)
2 Ibuprofen mesopori
silika SBA-
15
- - Peningkatan 19
kali lipat (95%)
(Shen, et
al., 2011)
3 Ibuprofen mesopori
silika MCM
41
- - Peningkatan 17
kali (88%)
(Shen et
al., 2011)
4 Ibuprofen mesopori
silika SBA-
15- LP
- - Peningkatan 15
kali (76%).
(Shen, et
al., 2011)
5 Ibuprofen Pluronic
F127
- Peningkatan 534
kali (24,07 µg/ml)
Peningkatan 3
kali lipat (95%)
(Mudit, et
al., 2011)
6 Ibuprofen - Poloxamer
127
- Peningkatan 2,5
kali (100%)
(Elkordy,
et al.,
2010)
7 Albendazole HPMC - - Peningkatan 5
kali lipat (100%)
(Alanazi,
et al.,
2007)
8 Albendazole PVA - - Peningkatan 5
kali lipat (90%)
(Alanazi,
et al.,
2007)
9 Albendazole PVP - - Peningkatan 5
kali lipat (95%)
(Alanazi,
et al.,
2007.)
10 Cyclosporin
A (CsA)
Dekstrin Sodium
lauryl sulfate
- Peningkatan 2
kali (100%)
(Lee, et
al., 2001)
11 Cyclosporin
A (CsA)
Sodium
hyaluronate
(HA)
Sodium
lauryl sulfate
Peningkatan 5 kali
(500 μg/ml)
Peningkatan 2
kali (88,46%)
(Woo, et
al.,v2007)
12 Albendazole Kollicoat IR,
PVP
- Peningkatan 5
kali (100%)
(Ibrahim,
et al.,
2014)
13 Fenofibrat pluronic F-
127
- Peningkatan tiga
kali (15,4 μg/ml)
Peningkatan 3,3
kali (99%)
(Dixit, et
al., 2015)
14 Celecoxib pluronic F
127
- Peningkatan lima
kali (35,103μg/ml)
Peningkatan 3,3
kali (98%)
(Dixit, et
al., 2011)
15 Tinidazole PEG 4000 - PEG 4000
meningkatkan
kelarutan 2,8 kali
lipat 38,03 μg/ml.
Peningkatan 2
kali lipat
(98,37%)
(Chhaprel,
et al.,
2012)
16 Tinidazole HPMC 5 cps - HPMC
meningkatkan
kelarutan 3,3 kali
lipat 44,47 μg/ml.
Peningkatan 2
kali lipat
(99,06%)
(Chhaprel,
et al.,
2012)
17 Tinidazole β-
cyclodextrin
- Β-cyclodextrin
meningkatkan
kelarutan 3,2 kali
43,15 μg/ml
Peningkatan 2
kali lipat (96,25
%)
(Chhaprel,
et al.,
2012)
18 Olazapine β-
cyclodextrin
- Peningkatan 5,7
kali (0,188 μg/ml)
Peningkatan 10
kali (99%)
(Dixit, et
al., 2014)
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
6
3. Kristalinitas
Sifat fisikokimia zat aktif seperti
bentuk fisika berupa amorf atau polimorf
memerankan peran penting juga dalam
kelarutan dan disolusi (Aiache dan
Devissaquet, 1993). Semakin banyaknya
obat yang sukar larut air mendorong untuk
mengembangkan berbagai metode untuk
memperbaiki karakteristik tersebut. Salah
satu metode yang digunakan adalah proses
pembentukan partikel amorf. Partikel
berbentuk amorf dibandingkan bentuk
kristal dapat memperbaiki sifat fisik seperti
kelarutan dan laju disolusi dengan tetap
mempertahankan struktur dan sifat
farmakologinya. Bentuk amorf membantu
peningkatan kelarutan karena energi dalam
yang besar dan stabilitas termodinamik
yang rendah serta luas permukaannya yang
lebih besar dibandingkan bentuk kristal
(Wlodarski, et al., 2014).
Beberapa penelitian mengenai
pengaruh bentuk partikel terhadap kelarutan
dan laju disolusi tercantum dalam tabel 3.
4. Teknologi Preparasi Partikel dengan
Teknik Spray Drying
Teknologi partikel melibatkan
beberapa pendekatan proses penurunan
ukuran partikel dan perubahan kristalinitas
dalam usahanya memperbaiki kelarutan dan
laju disolusi obat (Khadka, et al., 2014.).
Salah satu teknologi tersebut adalah teknik
spray drying.
Sifat fisikokimia partikel hasil
spray drying dipengaruhi pemilihan pelarut,
viskositas larutan, konsentrasi zat terlarut
dalam larutan, laju alir, dan tegangan
permukaan (Patel, et al., 2014.). Sifat
fisikokimia produk spray drying, seperti
ukuran partikel, bentuk amorf, bisa
dikontrol dengan menyesuaikan komposisi
larutan Umumnya partikel berbentuk amorf
dihasilkan ketika zat dapat terlarut dalam
pelarut sebelum dilakukan spray drying
(Harjunen, 2004.).
Tahapan teknik spray drying adalah
sebagai berikut:
a. Atomisasi
Larutan pecah menjadi droplet yang
sangat kecil. Proses atomisasi ini
menggunakan atomizer. Atomizer yang
digunakan biasanya rotary atomizer,
pressure nozzle, two fluid nozzle, atau
ultrasonic atomizer (Aundhia, et al.,
2011; Nandiyanto dan Okuyama,
2011).
b. Pengeringan
Droplet dengan cepat mengalami
evaporasi kemudian partikel padat
terbentuk dan ditampung dalam wadah.
Proses evaporasi pelarut bisa
menggunakan aliran gas panas, tungku
pemanas atau reaktor, atau pengering
difusi (Aundhia, et al., 2011;
Nandiyanto dan Okuyama, 2011).
Temperatur udara inlet semakin
tinggi untuk pengeringan sehingga
proses evaporasi pelarut akan semakin
cepat, tapi temperatur tinggi
memungkinkan terjadinya kerusakan
secara fisik maupun kimia pada bahan
tidak tahan panas (Patel et al, 2009).
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
7
Tabel 3. Pengaruh Bentuk Partikel terhadap Kelarutan dan Laju Disolusi
No Zat Aktif
Struktur
Partikel Kelarutan Disolusi Sumber
1 Ibuprofen Amorf Peningkatan 2 kali lipat
(286,3 µg/ml)
Peningkatan lima kali
lipat (85%)
(Li, et
al.,
2008)
2 Ibuprofen Amorf - Peningkatan 19 kali
lipat (95%)
(Shen, et
al., 2011)
3 Ibuprofen Kristalinitas
menurun
- Peningkatan 15 kali
(76%).
(Shen, et
al., 2011)
4 Ibuprofen Amorf Peningkatan 534 kali
(24,07 µg/ml)
Peningkatan 3 kali
lipat (95%)
(Mudit,
et al.,
2011)
5 Ibuprofen Kristalinitas
menurun
- Peningkatan 2,5 kali
(100%)
(Elkordy
dan Essa,
2010)
6 Albendazole Kristalinitas
menurun
- Peningkatan 5 kali
lipat (100%)
(Alanazi,
et al.,
2007)
7 Hesperidin Kristal Peningkatan 3,5 kali
(87,2 μg/ml)
Peningkatan 2 kali
lipat (100%)
(Mauludi
n dan
Müller,
2013)
8 Albendazole Kristalinitas
menurun
Peningkatan 5 kali
(100%)
(Ibrahim,
et al.,
2014)
9 Ketoprofen Kristalinitas
menurun
Peningkatan delapan kali
(0,837 μg/ml)
Peningkatan 1,5 kali
(75%)
(Dixit, et
al.,
2011)
10 Fenofibrat Kristalinitas
menurun
Peningkatan tiga kali
(15,4 μg/ml)
Peningkatan 3,3 kali
(99%)
(Dixit, et
al., 2015)
11 Celecoxib Kristalinitas
menurun
Peningkatan lima kali
(35,103±0,01μg/ml)
Peningkatan 3,3 kali
(98%)
(Dixit, et
al., 2011)
12 Tinidazole Kristalinitas
menurun
HPMC meningkatkan
kelarutan 3,3 kali lipat
44,47 μg/ml.
PEG 4000 meningkatkan
kelarutan 2,8 kali lipat
38,03 μg/ml.
Β-cyclodextrin
peningkatankan
kelarutan 3,2 kali 43,15
μg/ml
Peningkatan 2 kali
lipat. HPMC 99,06%;
PEG 4000 98,37%; β-
cyclodextrin 96,25 %
(Chhapre
l, et al.,
2012)
13 Olazapine Amorf Peningkatan 5,7 kali
(0,188 μg/ml)
Peningkatan 10 kali
lipat (99%)
(Dixit, et
al., 2014)
14 Itraconazole
hydrochloride
Amorf Peningkatan 387 kali
lipat (4490,83 μg/ml)
Peningkatan 9 kali
lipat (94%)
(Tao, et
al., 2012)
15 Glipizide Amorf Peningkatan 1367 kali
lipat (45,12 mg/ml)
Peningkatan 5,4 kali
lipat (100%)
(Dash, et
al.,
2015.)
16 All-trans
retinoic acid
Amorf Peningkatan 13,3 kali
lipat (40%)
(Hu, et
al., 2004)
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
8
Tabel 4. Pengaruh Teknik Spray Drying dalam Peningkatan Kelarutan dan Disolusi Obat
Sukar Larut Air
No Zat aktif Ukuran
Partikel
Struktur
Partikel Stabilizer Kelarutan Disolusi Sumber
1 Ibuprofen 6,34 µm Amorf Gelatin Peningkatan 2
kali lipat (286,3
µg/ml)
Peningkatan 5
kali lipat (85%)
(Li, et
al., 2008)
2 Ibuprofen 5-9 µm Amorf Pluronic
F127
Peningkatan 534
kali (24,07
µg/ml)
Peningkatan 3
kali lipat (95%)
(Mudit,
et al.,
2011)
3 Ibuprofen 50 µm Kristalinitas
menurun
Poloxamer
127
- Peningkatan 2,5
kali (100%)
(Elkordy
dan Essa,
2010)
4 Albendazole 1-30 μm Kristalinitas
menurun
HPMC - Peningkatan 5
kali lipat
(100%)
(Alanazi,
et al.,
2007)
5 Albendazole 1-30 μm Kristalinitas
menurun
PVA - Peningkatan 5
kali lipat (90%)
(Alanazi,
et al.,
2007)
6 Albendazole 1-30 μm Kristalinitas
menurun
PVP - Peningkatan 5
kali lipat (95%)
(Alanazi,
et al.,
2007)
7 Ketoprofen 7 - 11 µm Kristalinitas
menurun
- Peningkatan 8
kali (0,837
μg/ml)
Peningkatan 1,5
kali (75%)
(Dixit, et
al., 2011)
8 Tinidazole 2 - 10μm Kristalinitas
menurun
PEG 4000 Peningkatan 2,8
kali lipat 38,03
μg/ml.
Peningkatan 2
kali lipat
(98,37%)
(Chhapre
l, et al.,
2012.)
9 Tinidazole 2 - 10μm Kristalinitas
menurun
HPMC 5 cps Peningkatan 3,3
kali lipat 44,47
μg/ml.
Peningkatan 2
kali lipat
(99,06%)
(Chhapre
l, et al.,
2012.)
10 Tinidazole 2 - 10μm Kristalinitas
menurun
β-
cyclodextrin
Peningkatan 3,2
kali 43,15 μg/ml
Peningkatan 2
kali lipat (96,25
%)
(Chhapre
l, et al.,
2012)
11 Olanzapine 7 - 16 µm Amorf β-
cyclodextrin
Peningkatan 5,7
kali (0,188
μg/ml)
Peningkatan 10
kali (99%)
(Dixit, et
al., 2014)
12 Celecoxib 6 - 11 µm Kristalinitas
menurun
pluronic F
127
Peningkatan 5
kali
(35,103±0,01μg/
ml)
Peningkatan 3,3
kali (98%)
(Dixit, et
al., 2011)
13 Fenofibrat 4 - 13 µm Kristalinitas
menurun
pluronic F-
127
Peningkatan 3
kali (15,4 μg/ml)
Peningkatan 3,3
kali (99%)
(Dixit, et
al., 2015)
14 Cyclosporin
A (CsA)
2,5 µm - Sodium
hyaluronate
(HA) dan
Sodium
Lauryl
Sulfate
Peningkatan 5
kali (500 μg/ml)
Peningkatan 2
kali (88,46%)
(Woo, et
al., 2007)
Aliran gas yang masuk ke dalam
wadah pengeringan terdiri atas tiga
jenis aliran, yaitu co-current, di mana
aliran gas searah dengan arah masuk
droplet; counter-current, aliran gas
tidak searah dengan arah masuk
droplet; mixed flow, gabungan kedua
aliran (Aundhia, et al., 2011).
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
9
c. Recovery
Partikel yang telah diperoleh dalam
wadah pengeringan kemudian
dikeringkan kembali dan ditampung
dalam wadah (Aundhia, et al., 2011).
Temperatur udara outlet adalah
parameter kritis yang mempengaruhi
morfologi produk seperti ukuran
partikel, kekasaran permukaan,
kerapatan jenis, kelengketan partikel,
residu pelarut atau kelembaban, dan
lain-lain. Setelah proses spray drying,
pengeringan kedua terhadap produk
diperlukan untuk menghilangkan residu
pelarut karena keberadaan pelarut dapat
menyebabkan kekenyalan pada produk
dan dapat menyebabkan pertumbuhan
kristal (Patel, et al., 2014).
Beberapa penelitian mengenai
teknik spray drying yang digunakan untuk
meningkatkan kelarutan dan laju disolusi
tercantum dalam tabel 4.
SIMPULAN
Berdasarkan kajian pustaka,
diketahui bahwa penurunan ukuran partikel,
pembentukan partikel amorf, dan
penggunaan stabilizer dapat meningkatkan
kelarutan dan laju disolusi obat yang sukar
larut air. Ketiga karakteristik yang
diperlukan tersebut dapat diperoleh
sekaligus dengan menggunakan teknologi
preparasi partikel teknik spray drying
DAFTAR PUSTAKA
Aiache, J.M., dan Devissaquet, J. 1993.
Biofarmasetika. Penerjemah: Widji
Soeratri. Edisi kedua. Jakarta:
Universitas Airlangga Press.
Alanazi, F.K., El-Badry, M., Ahmed, M.O.,
dan Alsarra, I.A. 2007.
“Improvement of Albendazole
Dissolution by Preparing
Microparticles Using Spray-Drying
Technique.” Sci Pharm. 75:63-79.
Aundhia, C.J., Raval, J.A., Patel, M.M.,
Shah, N.V., Chauhan, S.P., Sailor,
G.U., Javia, A.R., dan Mahashwari,
R.A. 2011. “Spray Drying in the
Pharmaceutical Industry.” Indo
American Journal of
Pharmaceutical Research.
2(1):125-138.
Chhaprel, P., Talesara, A., dan Jain, A.K.
2012. “Solubility Enhancement of
Poorly Water Soluble Drug Using
Spray Drying Technique.” Int J
Pharm Stud Res. 3(2):1-5.
Dash, R.N., Habibuddin, M., Humaira, T.,
dan Ramesh, D. 2015. “Design,
Optimization and Evaluation of
Glipizide Solid Self-
Nanoemulsifying Drug Delivery for
Enhanced Solubility and
Dissolution.” Saudi Pharm J.
23:528–540.
Dixit, M., Rasheed, A., Rahman, N.C.F.,
dan Daniel, S. 2015. “Enhancing
Solubility and Dissolution of
Fenofibrate by Spray Drying
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
10
Technique.” Int J Pharm Pharm
Sci. 7(1):173-177.
Dixit, M., Charyulu, R.N., Shetty, A., Rao,
M., Bengre, P., dan Thomas, S.
2014. “Enhancing Solubility and
Dissolution of Olanzapine by Spray
Drying Using β-Cyclodextrin
Polymer.” J App Pharm Sci.
4(11):81-86.
Dixit, M., Kini, A.G., dan Kulkarni, P.K.
2011. “Enhancing Solubility and
Dissolution of Celecoxib by Spray
Drying using Pluronic F 127.”
Indian Journal of Pharmaceutical
Education and Research.
45(4):346-352
Dixit, M., Kulkarni, P.K., Gowtham, V.,
dan Shivakumar, H.G. 2011.
“Preparation And Characterization
of Spray Dried Microparticle and
Chilled Spray Dried Particle of
Ketoprofen by Spray Drying
Method.” Asian J Pharm Clin Res.
4(1):138-142
Elkordy, A.A., dan Essa, E.A. 2010.
“Effects of Spray Drying and Spray
Chilling on Ibuprofen Dissolution.”
Iran J Pharm Res. 6(1):3-12.
Harjunen, P. 2004. “Modification by Spray
Drying of The Physicochemical
Properties of Lactose Particles
Used As Carriers in A Dry Powder
Inhaler.” Dissertation. Finlandia:
University of Kuopio. P. 30-35.
Hu, L., Tang, X., dan Cui, F. 2004. “Solid
Lipid Nanoparticles (SLNs) to
Improve Oral Bioavailability of
Poorly Soluble Drugs.” J Pharm
Pharmacol. 56:1527-1535.
Ibrahim, M.A., Shazly, G.A., dan El-Badry,
M. 2014. “Albendazole
Microparticles Prepared by Spray
Drying Technique: Improvement of
Drug Dissolution.” Trop J Pharm
Res. 13(12):1963-1970.
Khadka, P., Ro, J., Kim, H., Kim, I., Kim,
J., Kim, H., Cho, J.M., Yun, G.,
dan Lee, J. 2014. “Pharmaceutical
Particle Technologies: An
Approach to Improve Drug
Solubility, Dissolution and
Bioavailability.” Asian J Pharm
Sci. 9(6):304–316
Lakshmi, C.S., dan Badarinath, A.V. 2013.
“An Updated Review of
Dissolution Apparatus for
Conventional and Novel Dosage
Forms.” International Journal of
Pharma Research and Review.
2(7):42-53.
Lee, E.J., Lee, S.W., Choi, H.G., dan Kim,
C.K. 2001. “Bioavailability of
Cyclosporin A Dispersed in
Sodium Lauryl Sulfate–Dextrin
Based Solid Microspheres.” Int J
Pharm. 218:125–131.
Li, D.X., Oh, Y.K., Lim, S.J., Kim, J.O.,
Yang, H.J., Sung, J.H., Yong, C.S.,
dan Choi, H.G. 2008. “Novel
Gelatin Microcapsule with
Bioavailability Enhancement of
Ibuprofen Using Spray-Drying
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
11
Technique.” Int J Pharm.
355:277–284.
Liu, P. 2013. “Nanocrystal Formulation for
Poorly Soluble Drugs.”
Dissertation. Finland: University
of Helsinki.
Mauludin, R., dan Müller, R.H. 2013.
“Physicochemical Properties of
Hesperidin Nanocrystal.” Int J
Pharm Pharm Sci. 5(3):954-960.
Mudit, D., Keshavarao, K.P., dan Selvam,
P. 2011. “Enhancing Solubility and
Dissolution of Ibuprofen by Spray
Drying Using Pluronic F127.” Int
Res J Pharm. 2(5):250-256.
Nandiyanto, A.B.D., dan Okuyama, K.
2011. “Progress in Developing
Spray-Drying Methods for The
Production of Controlled
Morphology Particles: From The
Nanometer to Submicrometer Size
Ranges.” Adv Powder. Technol.
22:1-19.
Patel, A.D., Agrawal, A., dan Dave, R.H.
2014. “Investigation of The Effects
of Process Variables on Derived
Properties of Spray Dried Solid-
Dispersions Using Polymer Based
Response Surface Model and
Ensemble Artificial Neural
Network Models.” Eur J Pharm
Biopharm. 86:404–417.
Patel, R., Patel, M., dan Suthar, A. 2009.
“Spray Drying Technology: an
Overview.” Indian J Sci Technol.
2(10):44-47.
Shargel, L., dan Yu, A.B.C. 2012.
Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan.
Penerjemah: Fasich, dan Siti
Sjamsiah. Edisi II. Surabaya:
Universitas Airlangga Press; 2012.
Hal. 154-155.
Shen, S.C., Nga, W.K., Chia, L., Hu, J.,
dan Tan, R.B.H. 2011. “Physical
State and Dissolution of Ibuprofen
Formulated by Co-Spray Drying
with Mesoporous Silica: Effect of
Pore and Particle Size.” Int J
Pharm. 410:188–195.
Sinko, P.J. 2011. Farmasi Fisik dan Ilmu
Farmasetika Martin. Edisi 5.
Jakarta: EGC. Hal. 100-110.
Stegemann, S., Leveiller, F., Franchi, D.,
De Jong, H., dan Linden, H. 2007.
“When Poor Solubility Becomes an
Issue: From Early Stage to Proof of
Concept.” Eur J Pharm Sci.
31:249-261.
Tao, T., Zhao, Y., Wua, J., dan Zhoub, B.
2012. “Preparation And Evaluation
of Itraconazole Dihydrochloride for
The Solubility and Dissolution Rate
Enhancement.” Int J Pharm.
422:24– 32.
Wlodarski, K., Sawicki, W., Paluch, K.J.,
Tajber, L., Grembecka, M.,
Hawelek, L., Wojnarowska, Z.,
Grzybowska, K., Talik, E., dan
Paluch, M. 2014. “The Influence of
Amorphization Methods on The
Apparent Solubility and
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
12
Dissolution Rate of Tadalafil.” Eur
J Pharm Sci. 62:132-40
Woo, J.S., Piao, M.G., Li, D.X., Ryu, D.S.,
Choi, J.Y., Kim, J.A., Kim, J.H.,
Jin, S.G., Kim, D.D., Lyoo, W.S.,
Yong, C.S., dan Choi, H.G. 2007.
“Development of Cyclosporin A
Loaded Hyaluronic Microsphere
with Enhanced Oral
Bioavailability.” Int J Pharm.
345:134–141.