Revisi Makalah Pancasila
Transcript of Revisi Makalah Pancasila
PERBANDINGAN LEMBAGA KEHAKIMAN SEBELUM DAN SETELAH AMANDEMEN
DAN URGENSINYA
Disusun oleh:
Robingatul Ngadawiyah 12/331208/PA/14503Muhammad Fernadi Lukman 12/331209/PA/14504Wahyu Ratnaningsih 12/331223/PA/14513Nur Aqila 12/331226/PA/14515Inas Cintya Pamurtya 12/331230/PA/14516Desi Rahma Prihandini 12/331238/PA/14522Winda Kesuma Mahardika 12/331243/PA/14526Made Gendis Putri Pertiwi 12/331252/PA/14534
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2013
PERBANDINGAN LEMBAGA KEHAKIMAN SEBELUM DAN SETELAH AMANDEMEN DAN URGENSINYA
I. Latar Belakang amandemen lembaga kehakiman
Kekuasan kehakiman menurut UUD 1945 sebelum amandemen dilakukan oleh
Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman (Pasal 24 (1)). Kekuasaan kehakiman
hanya terdiri atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada mahkamah agung. Lembaga
ini dalam tugasnya diakui bersifat mandiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau
dipengaruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lainnya, terutama eksekutif.
Namun didalam perjalanannya, mahkamah agung ternyata banyak dipengaruhi oleh
pemerintah. Mahkamah agung tidak dapat bergerak dengan bebas dan independent. Intervensi
itu berjalan ketika ada kepentingan nyata pemerintah terhadap objek putusan yang nantinya
akan mempengaruhi dinamika dan kestabilan politik dalam negeri. Misalnya kasus oknum
yang dipenjara karena pidato politiknya yang mengkritik pemerintah, dalam kasus itu putusan
pengadilan sudah diketahui, sehingga prosedur pengadilan tinggal-lah sandiwara belaka.
Perlawanan yang dilakukan untuk mengatasi keterpurukan sistem hukum itu, tidak-lah
terlalu berarti sebab saluran-saluran perlawanan itu telah disumbat dengan berbagai cara dan
pendekatan pemerintah orde baru. Peran mahasiswa dan pers sebagai salah satu pilar
demokrasi disumbat independensinya, yang apabila ada kekritisan dari mereka, maka harus
berhadapan dengan penguasa dalam hal ini pengadilan yang didesain menghancurkan
perlawanan musuh-musuh politik orde baru.
Keterpurukan keadaan itu, akhirnya mencapai puncaknya dengan kemarahan rakyat
yang memaksa Presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya pada tahun 1998. Selanjutnya
pada tahun 1999 dimulai amandemen pertama UUD yang terus berlanjut sampai amandemen
keempat tahun 2002. Setelah amandemen, kekuasaan kehakiman ini selain dilakukan oleh
Mahkamah Agung juga dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
Dengan diamandemennya UUD 1945, maka posisi hakim agung menjadi kuat karena
mekanisme pengangkatan hakim agung diatur sedemikian rupa dengan melibatkan tiga
lembaga, yaitu DPR,, Presiden dan Komisi Yudisial. Komisi Yudisial ini memang merupakan
lembaga baru yang sengaja dibentuk untuk menangani urusan terkait pengangkatan hakim
agung serta penegakan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim (Pasal 24B ayat
(1) perubahan ketiga UUD 1945). Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24B ayat (3) perubahan ketiga UUD 1945).
Berdasarkan hal tersebut diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa UUD 1945
dan perubahan-perubahannya itu telah mengatur mekanisme penyelenggaraan
ketatanegaraan, yang terkait dengan hubungan kekuasaan legislatif, yudikatif dan eksekutif
secara seimbang. Atau dengan kata lain, terdapat hubungan atau keterikatan antara ketiga
lembaga tersebut.
II. Tujuan Amandemen UUD 1945 tentang Lembaga Kehakiman
Tujuan utama dari amandemen pasal UUD 1945 yang berhubungan dengan lembaga
kekuasaan lembaga kehakiman yaitu untuk mempertegas posisi kekuasaan kehakiman
sebagai kekuasaan yang merdeka dan pengaturan yang lebih lengkap tentang wewenang dari
masing-masing lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman serta mekanisme pengisian
anggota dari badan-badan kekuasaan kehakiman itu. Hal ini penting karena kekuasaan
kehakiman yang bebas harus dijamin dan diatur secara tegas dalam undang-undang dasar
agar tidak disalahgunakan.
III. Hasil Amandemen UUD 1945 tentang Lembaga Kehakiman
Sistem ketatanegaraan Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat mendasar
terutama sejak adanya amandemen UUD 1945 yang dilakukan MPR pasca Orde Baru. Sejak
lengsernya Orde Baru, telah terjadi empat kali amandemen UUD 1945. Sebelum perubahan
UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara dalam UUD 1945 adalah Lembaga Kepresidenan,
MPR, DPA, DPR, BPK, dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah amandemen keseluruhan
terhadap UUD 1945, alat kelengkapan negara yang disebut dengan lembaga tinggi negara
menjadi delapan lembaga, yakni MPR, DPR, DPD, dan Presiden, MA, MK, KY, dan BPK.
Kekuasaan kehakiman dalam konteks negara Republik Indonesia, adalah kekuasaan
negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Amandemen UUD 1945 telah membawa perubahan kehidupan ketatanegaraan dalam
pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Kekuasaan lembaga kehakiman sebelum amandemen tercantum dalam pasal 24 ayat 1
dan ayat 2 UUD 1945 yang kemudian diamandemen menjadi pasal 24 ayat 1, 2 dan 3, pasal
24A ayat 1,2,3,4, dan 5, pasal 24B ayat 1,2,3, dan 4, pasal 24C ayat 1,2,3,4,5, dan 6 UUD
1945. Berikut pasal 24 UUD 1945 tentang kekuasaan lembaga kehakiman sebelum
amandemen.
Pasal 24
(1) Kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan
kehakiman menurut undang-undang.
(2) Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.
Rumusan perubahan / amandemen.
Pasal 24
(1) Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.*** )
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi.***)
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
undang-undang.** **)
Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.*** )
(2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.***)
(3) Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden.*** )
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.***)
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan
peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.***)
Pasal 24 B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.***)
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang
hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.*** )
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.*** )
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-
undang.*** )
Pasal 24C***
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.*** )
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian
Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
Undang-Undang Dasar.*** )
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang
ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah
Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.***
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai
pejabat negara.*** )
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya
tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.***)
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu
dimaksudkan untuk mempertegas bahwa tugas kekuasaan kehakiman dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yakni untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari
intervensi pihak mana pun, guna menegakkan hukum dan keadilan. Pada Pasal 24 ayat (2)
dibentuk satu lembaga peradilan baru yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), selain badan
kekuasaan kehakiman yang telah ada, yaitu Mahkamah Agung, dan badan peradilan yang
berada di bawahnya. Wewenang dan hal lain yang terkait dengan MK diatur dalam Pasal
24C. Ketentuan Pasal 24 ayat (3) menjadi dasar hukum keberadaan berbagai badan lain yang
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, antara lain lembaga penyidik dan lembaga penuntut.
Pencantuman Pasal 24 ayat (3) di atas juga untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi
pada masa yang akan datang, misalnya, kalau ada perkembangan badan-badan peradilan lain
yang tidak termasuk dalam kategori keempat lingkungan peradilan yang sudah ada itu diatur
dalam undang-undang.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merumuskan kewenangan Mahkamah Agung (MA) sebagaimana tercantum dalam Pasal 24A
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5). Perubahan ketentuan mengenai MA
dilakukan atas pertimbangan untuk memberikan jaminan konstitusional yang lebih kuat
terhadap kewenangan dan kinerja MA.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merumuskan kewenangan Komisi Yudisial (KY) sebagaimana tercantum dalam Pasal 24B
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). Ketentuan ini didasari pemikiran bahwa hakim agung
yang duduk di MA dan para hakim merupakan figur yang sangat menentukan dalam
perjuangan menegakkan hukum dan keadilan. Hakim Agung duduk pada tingkat peradilan
tertinggi dalam susunan peradilan di Indonesia sehingga ia menjadi tumpuan harapan bagi
pencari keadilan. Sebagai negara hukum, masalah kehormatan dan keluhuran martabat, serta
perilaku hakim merupakan hal yang sangat strategis untuk mendukung upaya menegakkan
peradilan yang handal dan realisasi paham Indonesia adalah negara hukum. Untuk itu,
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat ketentuan
mengenai pembentukan lembaga di bidang kekuasaan kehakiman bernama Komisi Yudisial
(KY).
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merumuskan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana tercantum dalam Pasal
24C ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6). Pembentukan Mahkamah
Konstitusi adalah sejalan dengan dianutnya paham negara hukum dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham
konstitusional. Artinya, tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundang-undangan
lainnya yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Hal itu sesuai dengan penegasan
bahwa Undang-Undang Dasar sebagai puncak dalam tata urutan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 membutuhkan sebuah mahkamah dalam rangka menjaga
prinsip konstitusionalitas hukum. MK-lah yang bertugas menjaga konstitusionalitas hukum
tersebut.
IV. Perbandingan lembaga kehakiman sebelum dan sesudah amandemen
Dalam sistem Trias Politika dikenal istilah pembagian kekuasaan yaitu Eksekutif,
Legislatif dan Yudikatif dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan tugas dan wewenang di
masing – masing lembaga. Dalam perkembangannya, ketiga lembaga tersebut memiliki
catatan tersendiri. Hal ini juga dikarenakan adanya perubahan sistem pemerintahan yang
terjadi dalam kurun waktu 64 tahun sejak Indonesia merdeka. Masing – masing lembaga
tersebut pernah mengalami perubahan, baik dalam hal kedudukan maupun tugas dan
kewenangan.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah adanya perubahan
dalam konstitusi atau UUD yang digunakan. Perubahan tersebut sangat mempengaruhi sistem
pemerintahan. Perubahan yang sangat signifikan terjadi setelah lengsernya era orde baru dan
dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sistem
ketatanegaraan kita, terutama yang menyangkut kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi
negara. Lembaga yudikatif menjadi lembaga yang mengalami perubahan cukup signifikan
dari segi kelembagaan, terutama karena dibentuknya lembaga – lembaga baru yang memiliki
kewenangan tersendiri.
a. Sebelum Amandemen
Sebelum diamandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga tertinggi dan
lembaga tinggi negara, serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut. Undang-Undang
Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya
kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of
power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung
(MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Mahkamah Agung (MA) merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
kehakiman. Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman dan bebas dari pengaruh
cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Sebagai lembaga tinggi negara, tugas dan kewenangan Mahkamah Agung sebagai
lembaga yudikatif sebelum amandemen UUD 1945 diatur dalam Pasal 24 UUD 1945.
Mahkamah Agung berwenang dalam kekuasaan kehakiman secara utuh karena lembaga
ini merupakan lembaga kehakiman satu-satunya di Indonesia pada saat itu.
b. Setelah Amandemen
Amandemen UUD 1945 telah membawa perubahan kehidupan ketatanegaraan
dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan
bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan pertama oleh mahkamah agung dan badan
peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, dan
tata usaha negara. Kedua oleh mahakamah konstitusi.
Disamping perubahan mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, UUD
1945 juga mengintroduksi suatu lembaga baru yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman, yaitu Komisi Yudisial (KY), lembaga ini bersifat mandiri, dan
mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, dan juga mempunyai
wewenang lain dalam rangka menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku
hakim.
Mahkamah Agung (MA)
MA merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman
disamping itu sebuah mahkamah konstitusi diindonesia (pasal 24 (2) UUD 1945 hasil
amandemen ). Dalam melaksanakan kekusaan kehakiman, MA membawahi beberapa
macam lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan
militer, dan peradilan tata usaha negara( Pasal 24 (2) UUD 1945 hasil amandemen).
Tugas Mahkamah Agung adalah mengawasi jalannya undang-undang dan member
sanksi terhadap segala pelanggaran terhadap undang-undang. Ketua dan wakil ketua
MA dipilih dari dan oleh hakim agung. Menurut UUD 1945 kewajiban dan wewenang
Mahkamah Agung (MA) adalah sebagai berikut :
o Fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang
seperti Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
o Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang
diberikan oleh Undang-Undang
o Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
o Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
Mahkamah Konstutusi (MK)
Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga baru yang diperkenalkan
oleh perubahan ketiga UUD 1945 atau setelah amandemen. Salah satu yang
menyebabkan lahirnya lembaga ini adalah, karena tidak ada lagi lembaga tertinggi
negara. Maka apabila terjadi persengketaan antar lembaga tinggi negara, diperlukan
sebuah lembaga khusus yang menangani sengketa tersebut yaitu Mahkamah
Konstitusi (MK). Mahkamah Konstitusi berkedudukan di ibu kota negara.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi dimaksudkan untuk menjaga kemurnian
konstitusi (the guardian of the constitution). Inilah salah satu ciri dari sistem
penyelenggaraan kekuasaan negara yang berdasarkan konstitusi. Setiap tindakan
lembaga-lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara harus dilandasi dan
berdasarkan konstitusi. Tindakan yang bertentangan dengan konstitusi dapat diuji dan
diluruskan oleh Mahkamah konstitusi melalui proses peradilan yang diselenggarakan
oleh Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim kontitusi
yang ditetapkan dengan keputusan presiden. Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri
atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota dan
tujuh orang anggota hakim konstitusi. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh
hakim konstitusi untuk masa jabatan selama tiga tahun. Hakim konstitusi adalah
pejabat negara. Sesuai dengan Pasal 24 C UUD 1945 maka wewenang dan kewajiban
Mahkamah Konstitusi, antara lain sebagai berikut:
o Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap UUD;
o Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD;
o Memutuskan pembubaran partai politik;
o Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
o Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran
oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut UUD.
Komisi Yudisial (KY)
Pembentukan Komisi Yudisial oleh UUD 1945 dilatarbelakangi oleh
pemikiran bahwa kekuasan kehakiman yang merdeka tidak bisa dibiarkan menjadi
sangat bebas tanpa dapat dikontrol dan diawasi, walaupun pengawasan itu sendiri
dalam batas-batas tertentu. Itulah sebabnya dibentuk Komisi Yudisial dimaksudkan
untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta perilaku
hakim serta mengusulkan pengangkatan hakim agung. Komisi Yudisial (KY) adalah
lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas
dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnnya. Dibentuknya komisi yudisial
dalam struktur kehakiman di Indonesia, adalah agar warga masyarakat diluar lembaga
struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan,
penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga dan menegakkan kehormatan , keluhuran martabat, serta prilaku hakim
dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di
bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota
Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR.
Anggota Komisi Yudisial terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang
wakil ketua merangkap anggota, dan tujuh orang anggota. Masa jabatan anggota
Komisi Yudisial lima tahun. Wewenang dari Komisi Yudisial ( KY ):
o Mengusulkan pengangkatan hakim agung;
o Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
o Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-
sama dengan Mahkamah Agung;
o Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH).
Dalam menjalankan tugasnya komisi yudisial melakukan pengawasan terhadap :
Hakim Agung dan Mahkamah Agung.
Hakim pada badan peradilan disemua lingkungan peradilan yang berada dibawah
mahkamah agung, seperti peradilan umum,agama, militer, dan badan peradilan
lainnya.
Hakim Mahkamah Konstitusi.
Tabel Perbandingan Lembaga Kehakiman Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD
1945.
Sebelum Amandemen UUD 1945 Sesudah Amandemen UUD 1945
Kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan lain-lain badan
kehakiman menurut undang-undang.
Susunan dan kekuasaan badan-badan
kehakiman itu diatur dengan undang-undang.
Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi
Lahir dua Lembaga baru dalam rangka
mempertegas posisi kekuasaan kehakiman
sebagai kekuasaan yang merdeka yaitu
Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial
yang Penjelasan,Tugas dan kewenangannya
termaktub dalam pasal 24 B dan pasal 24 C