S K R I P S I - core.ac.uk filei UPAYA PENINGKATAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK DI PAROKI SANTO...
Transcript of S K R I P S I - core.ac.uk filei UPAYA PENINGKATAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK DI PAROKI SANTO...
i
UPAYA PENINGKATAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK
DI PAROKI SANTO PETRUS PEKALONGAN TERHADAP
PENDIDIKAN IMAN ANAK
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Agnes Garlosi Kusumaningrum
NIM: 111124023
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
UPAYA PEIYINGKATAI\i TAITGGTJNGJAWAB KELUARGA KATOLIKDI PIROKI SAI\iTO PETRUS PEKALONGATT TERIIADAP
PENDIDIKAN IMAN ANAK
Oleh:
Agnes Garlosi Kusumaningrum:
NIM: 111124A23
Telah disetujui oleh:
I
DosenPembimbin!
,,,J-l.ww,sr,M'd
1l
Tanggal 8 Maret 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
T]PAYA PEI\TINGKATAI\{ TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIKDI PAROKI SANTTO PETRUS PEKALONGAN TERHADAP
T PEI\IDIDIKAN IMAN ANAK
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Agnes Garlosi Kusumaningrum
NIMi 111124023
Telah.dip;rtahankan di depan Panitia Penguji
Yogyakarta, 29 I!darct2016
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
rll
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Kedua orang tuaku Agus Sundoro dan Clara Harnati
Adikku Cornelia Sundari Kusumaningtyas
Seluruh umat Paroki Santo Petrus Pekalongan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Jika kita yang hina dan tidak layak ini, memohon bantuan Tuhan siang dan
malam, kiranya perlu juga kita bersedia mendengarkan dan mengabulkan
permintaan sesama saudara kita”
(Santa Agnes)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERI\TTATAAI\I KEASLIAN KARYA
Saya menyaakt dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang telah saya tulis ini
tidak memuat karya atau r':bagian karya orumg lain, kecuali yang telah disebu&an
dalam kutipan dan daftar pustaka layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 29 Maret 201 6
Penulis,
Agnes Garlosi Kusumaningrum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PEF,I\TYATAAI\I PERSETUJUAI\T
PUBLIKASI KARYA ILMIAH T}NTT]K KEPENTINGAN AKAI}ENilIS
tYang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dhanna:
Nama : Agnes Gadosi Kusumaningnrm
NomorMahasiswa :111124023
Demi pengembangan ihnu pengetatruarq saya menoberikan kepada perpustakaan
universitas sanata Dhtrma karya ilmiah saya yang berjudul UPAYA
PENINGKATAN TANGGUNGJA1YAB KELUARGA KATOLIK DI
PARCKI SAFTTO PETRUS PEKALCNGAI\I TERILEDAP PEFil}IBIKAN
IMAN ANAK beserta perangkat yang diperlukan, Dengan demikian saya
raemberikaa kepada perpustakaaa Universitas Sanata Dhanna hak uofift
menyimpan, mangalihkan rlalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalm data, mendistribusikan secare terbatas, dan mennpr$likasikao di
internet atau media lain untuk kepntingan akademis tanpa perlu minta izin dari
saya maupurt memberikan rr:yalti selama tetap mencantumkaa naru saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarf,a
Pada tanggal 29 Maret 201 6
Yangmenyatakan
/WAgnes Garl osi Kusumaningrun
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Judul skripsi UPAYA PENINGKATAN TANGGUNGJAWAB
KELUARGA KATOLIK DI PAROKI SANTO PETRUS PEKALONGAN
TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK dipilih berdasarkan kesan pribadi
penulis bahwa pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik di Paroki Santo
Petrus Pekalongan dalam mendidik iman anak masih kurang. Padahal keluarga
merupakan sekolah pertama dan utama dalam mendidik iman anak. Maka
keluarga-keluarga Katolik Santo Petrus Pekalongan perlu meningkatkan
pelaksanaan tanggungjawab dalam mendidik iman anak-anak mereka.
Keprihatinan lain yang masih dialami oleh keluarga-keluarga Katolik dalam
melaksanakan tanggungjawab mereka yakni kurangnya waktu bersama anak oleh
karena tuntutan pekerjaan, perubahan teknologi komunikasi yang begitu cepat
mempengaruhi anak terhadap sikap dan tindakannya. Anak asyik dengan
dunianya sendiri. Kebanyakan orang tua masih menyerahkan pendidikan iman
anak kepada pihak lain, seperti guru agama atau sekolah Minggu.
Persoalan pokok pada skripsi ini bagaimana keluarga Katolik dapat
meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab mereka dalam mendidik iman anak-
anaknya. Dalam rangka menanggapi permasalahan pokok tersebut, penulis
melakukan studi pustaka yang bersumber dari Kitab Suci, dokumen-dokumen
Gereja, dan juga pandangan para ahli mengenai tanggungjawab keluarga Katolik
terhadap pendidikan iman anak. Di samping itu, untuk memperoleh gambaran
pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak
penulis melakukan penelitian dengan cara pengamatan, penyebaran kuesioner, dan
wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tanggungjawab keluarga
Katolik terhadap pendidikan iman anak di paroki Santo Petrus Pekalongan masih
kurang. Hal ini terlihat dari keempat unsur koinonia, kerygma, leiturgia, dan
diakonia yang kurang nampak dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian,
umat paroki Santo Petrus Pekalongan memiliki harapan melalui pendampingan
rekoleksi keluarga guna meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab keluarga
Katolik dalam mendidik iman anak. Maka dari itu, penulis mengusulkan program
pendampingan rekoleksi keluarga sebagai upaya untuk meningkatkan
tanggungjawab keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan terhadap
pendidikan iman anak-anak mereka sehingga anak-anak dapat tumbuh dan
berkembang menjadi manusia yang berguna bagi sesama dan semakin mencintai
Sang Pencipta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Thesis title IMPROVEMENT EFFORT OF CATHOLIC FAMILY
RESPONSIBILITY AT SAINT PETER PARISH PEKALONGAN
TOWARDS CHILDREN FAITH EDUCATION is chosen based on the
personal impression that the implementation of the responsibilities of Catholic
families in the parish of Saint Peter Pekalongan in education children is still
lacking faith. Whereas the family is the first and primary schools to educate
children of faith. Then Catholic families Saint Peter Pekalongan need to improve
the implementation of the responsibility to educate their children faith. Another
concern that is still experienced by Catholic families in carrying out their
responsibilities namely the lack of time with children because of work demands,
nassive changing of communication technology affects both the attitude and
actions of children. Child absorbed in his own world. Most of parents are still
handing children faith education to others, such as religious teachers or Sunday
schools.
The main problem in this thesis how Catholic Family can improve the
implementation of their responsibilities in educating their children faith. In order
to respond these main problems, the authors conducted a literature that comes
from Scripture, Church documents, and also the experts views on Catholic
families responsibilities toward to children faith education. Besides that, to gain
an overview of the implementation of Catholic families responsibilities toward to
children faith education, the authors conducted a research by observation,
questionnaires, and interviews.
The research results showed the implementation of the responsibilities of
Catholic family against faith education of children in the parish of Saint Peter
Pekalongan are still lacking. This can be seen from the four elements of koinonia,
kerygma, liturgy, and diakonia are less visible in everyday life. However, the
parishioners of Saint Peter Pekalongan have hope through recollection assistance
for the improvement of Catholic families responsibilities toward to children faith
education. Therefore, the authors proposes family recollection assistance program
as an effort to increase the Catholic families responsibilities toward to children
faith education at the Saint Peter Pekalongan parish so that children can grow and
develop as an useful people for others and more loving God as The Creator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah Yang Maha Esa, sebab melalui kasihNyalah
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UPAYA PENINGKATAN
TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK DI PAROKI SANTO
PETRUS PEKALONGAN TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK.
Skripsi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan penulis terhadap
tanggungjawab keluarga Katolik dalam mendidik iman anak-anak yang ada di
paroki Santo Petrus Pekalongan. Menurut hasil pengamatan penulis, orang tua
masih cenderung menyerahkan pendidikan iman anak-anak kepada pihak lain,
seperti guru agama ataupun sekolah Minggu. Mereka kurang mampu
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak dengan baik. Oleh karena itu,
penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu keluarga Katolik semakin
meningkatkan tanggungjawabnya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik
iman anak yang utama dan pertama dalam keluarga.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini melibatkan
banyak pihak. Oleh karena itu, pantaslah pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., selaku dosen pembimbing
skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik yang dengan setia dan penuh
kesabaran membimbing, memberikan motivasi dan masukan kepada penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
2. Bapak Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd., selaku dosen penguji II dan sekretaris
panitia penguji yang telah memberikan dukungan, semangat, meluangkan
waktu untuk mempelajari dan memberi masukan sehubungan dengan skripsi
ini.
3. Bapak P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si selaku dosen penguji III yang telah
memberikan semangat, meluangkan waktu untuk mempelajari dan
memberikan masukan demi semakin baiknya skripsi ini.
4. Para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah setia membagikan cinta kasih, pengetahuan serta
pengorbanan selama penulis menjalani masa studi.
5. Staf dan karyawan Prodi IPPAK yang turut memberi perhatian dan dukungan
bagi penulis.
6. Romo MB. Sheko Swandi M., Pr selaku Pastor Kepala Paroki Santo Petrus
Pekalongan yang telah menerima dan memberikan izin kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian.
7. Bapak Bonifasius Denny Yuswanto, bapak Ignatius Sunarno Hadi, ibu Clara
Harnati yang telah bersedia memberikan informasi berkaitan dengan situasi
umat Paroki Santo Petrus Pekalongan.
8. Umat Paroki Santo Petrus Pekalongan yang telah meluangkan waktu
memberikan jawaban dan mencurahkan perasaan sewaktu penulis melakukan
penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
9. Bapak, ibu, adik, dan segenap keluarga yang dengan setia menemani, selalu
mendukung, mendoakan dan berkorban bagi penulis selama menjalani masa
studi.
10. Sahabat terdekat Didimus Matheus Nurak Lakawolo, S.Pd yang dengan setia
menemani dan menyemangati penulis serta memberikan dukungan spiritual,
gagasan serta ide selama studi dan proses penyelesaian skripsi ini.
12. Sahabat terbaik Kartika Putri Dinanti, S.Pd, Priska Veria Kusuma dan
Margaretha Desy Christikaratna yang selalu setia menemani dan memberikan
semangat serta motivasi selama penulis studi dan menyelesaikan skripsi.
13. Teman-teman angkatan 2011 yang selalu memberikan semangat, motivasi
dan turut membentuk pribadi serta menjadi bagian dalam hidup penulis.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang selama ini
dengan ketulusan hati memberikan motivasi, doa maupun bantuan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi para orang tua sehingga dapat meningkatkan
tanggungjawabnya terhadap pendidikan iman anak bagi keluarga Katolik di
Paroki Santo Petrus Pekalongan.
Yogyakarta, 29 Maret 2016
Penulis
Agnes Garlosi Kusumaningrum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9. Bryak, ibu, adilq dan segenap keluarga yang dengan setia menemani, selalu
mendukung, mendoakan dan berkorban bagi penulis selama menjalani masa
shdi. t
10. Sahabat terdekat Didimus Matheus Nurak Lakawolo, S.Pd yang dengan setia
renemani dan menyemangati penulis serta memberikan spiritual,
gagasnn serta ide selama studi dan proses penyelesaian skripsi ini.
t2 sahabat terbaik Ifurtika Puti Dinanti, S.Pd, Priska veria Kusuma dan
Margaretha Desy Christikaratna yang selalu setia menemani dan memberikan
stmangat serta motivasi selamapenulis studi dan menyelesaikan slcripsi.
13- Teman-teman angkatan 20ll yang selalu memberikan semanga! motivasi
,lan turut membentuk pribadi serta menjadi bagran dalam hidup penuLis.
I{- Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang selama ini
dengan kehrlusan hati memberikan motivasi, doa mauprm bautuan sehinga
penulis dapat menyelesaikan slaipsi ini dengan baik.
Penulis menyadari keterbatasan pngetatruan dan pengalaman dalam
mlisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kdtik dari
p pembca demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dTil bermaofaat bagi para oftmg tua sehingga dapat meningkatkan
Qmgiawabnya terhadap pendidikan iman anak bagi keluarga Katolik di
nroki Santo Petus Pekalongan.
Yogyakart4 Z9Ma:et}Aft
Penulis
//tffi\firap-'-
Agaes Garlosi Kusumaningrum
xll
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
MOTTO ......................................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................... vii
ABSTRAK .................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xviii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 5
D. Manfaat Penulisan ........................................................................... 6
E. Metode Penulisan ............................................................................ 6
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 7
BAB II. TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK TERHADAP
PENDIDIKAN IMAN ANAK ....................................................... 9
A. Tanggungjawab Keluarga Katolik ................................................... 10
1. Tanggungjawab ........................................................................... 10
a. Pengertian Tanggungjawab .................................................... 10
b. Jenis-jenis Tanggungjawab .................................................... 13
2. Keluarga Katolik ......................................................................... 15
a. Pengertian Keluarga Katolik .................................................. 17
b. Ciri-ciri Keluarga Katolik ...................................................... 20
c. Tugas Keluarga Katolik .......................................................... 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
3. Tanggungjawab Keluarga Katolik .............................................. 30
a. Koinonia (Persekutuan Pribadi) ............................................. 33
b. Kerygma (Pewartaan) ............................................................ 34
c. Leiturgia (Perayaan Iman) ...................................................... 35
d. Diakonia (Pelayanan) ............................................................. 36
B. Pendidikan Iman Anak ..................................................................... 37
1. Pengertian Pendidikan Iman Anak ............................................ 37
2. Tujuan Pendidikan Iman Anak ................................................... 39
3. Bentuk-bentuk Pendidikan Iman Anak ....................................... 41
a. Teladan Tokoh-tokoh Identifikasi........................................... 41
b. Suasana ................................................................................... 42
c. Pengajaran ............................................................................ 43
d. Komunikasi ........................................................................... 44
C. Urgensi Tanggungjawab Keluarga Katolik terhadap
Pendidikan Iman Anak ................................................................... 45
BAB III. GAMBARAN PELAKSANAAN TANGGUNGJAWAB
KELUARGA KATOLIK DI PAROKI SANTO PETRUS
PEKALONGAN TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK ... 49
A. Gambaran Situasi Umum Paroki Santo Petrus Pekalongan ............ 50
1. Situasi Geografis Paroki Santo Petrus Pekalongan ..................... 50
2. Sejarah Singkat Paroki Santo Petrus Pekalongan ....................... 50
3. Situasi Umat Paroki Santo Petrus Pekalongan ............................ 55
a. Mata Pencaharian Umat .......................................................... 56
b. Segi-segi Kehidupan Umat ..................................................... 56
4. Karya-karya Pastoral Paroki Santo Petrus Pekalongan ............... 58
a. Bidang Persekutuan (Koinonia) ............................................. 58
b. Bidang Pewartaan (Kerygma) ................................................ 59
c. Bidang Liturgi (Leiturgia) ..................................................... 60
d. Bidang Pelayanan (Diakonia) ................................................ 60
5. Visi, Misi dan Strategi Paroki Santo Petrus Pekalongan ............ 61
a. Visi .......................................................................................... 61
b. Tantangan-tantangan yang Harus Dihadapi ............................ 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
c. Misi ........................................................................................ 63
d. Strategi .................................................................................... 64
B. Penelitian tentang Tanggungjawab Keluarga Katolik terhadap
Pendidikan Iman Anak di Paroki Santo Petrus Pekalongan ........... 65
1. Persiapan Penelitian .................................................................... 65
a. Latar Belakang Penelitian ..................................................... 65
b. Tujuan Penelitian ................................................................... 67
c. Jenis Penelitian ...................................................................... 68
d. Instrumen Pengumpulan Data ............................................... 68
e. Responden Penelitian ............................................................. 69
f. Tempat Penelitian dan Alokasi Waktu .................................. 71
g. Variabel yang Diteliti dan Kisi-kisi ....................................... 71
h. Definsi Konseptual ................................................................. 71
i. Definisi Operasional .............................................................. 72
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian ................................. 74
a. Identitas Responden ............................................................... 75
b. Pemahaman Tanggungjawab Keluarga Katolik ..................... 76
c. Pelaksanaan Tanggungjawab Keluarga Katolik .................... 82
d. Kesulitan Keluarga Katolik dalam Menjalankan
Tanggungjawabnya ............................................................... 88
e. Harapan Keluarga Katolik dalam Upaya Peningkatan
Tanggungjawab terhadap Pendidikan Iman Anak ................. 92
3. Pendalaman Lebih Lanjut Hasil Penelitian Menurut
Masing-masing Variabel ............................................................ 95
a. Identitas Responden ............................................................... 96
b. Tingkat Pemahaman Tanggungjawab Keluarga Katolik ........ 97
c. Pelaksanaan Tanggungjawab Keluarga Katolik ..................... 98
d. Kesulitan-kesulitan Keluarga Katolik dalam Menjalankan
Tanggungjawabnya ................................................................ 101
e. Harapan Keluarga Katolik dalam Upaya Peningkatan
Tanggungjawab terhadap Pendidikan Iman Anak ............... .. 103
4. Kesimpulan Hasil Penelitian ...................................................... 104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
BAB IV. UPAYA PENINGKATAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA
KATOLIK DI PAROKI SANTO PETRUS PEKALONGAN
TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK ................................ 106 A. Pentingnya Tanggungjawab Keluarga Katolik Paroki Santo Petrus
Pekalongan Terhadap Pendidikan Iman Anak ................................ 107
B. Upaya Peningkatan Tanggungjawab Keluarga Katolik Paroki
Santo Petrus Pekalongan Terhadap Pendidikan Iman Anak ........... 110
1. Alasan Pemilihan Program Rekoleksi Keluarga ........................ 110
2. Rekoleksi Keluarga .................................................................... 111
a. Tujuan Kegiatan Rekoleksi ................................................... 111
b. Waktu, Tempat dan Peserta ................................................... 111
C. Usulan Program Rekoleksi untuk Meningkatkan Tanggungjawab
Keluarga Katolik Paroki Santo Petrus Pekalongan ........................ 112 1. Latar Belakang Program ............................................................. 112
2. Tema dan Tujuan Rekoleksi Keluarga ....................................... 113
3. Matriks Usulan Rekoleksi Keluarga ........................................... 115
4. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi Keluarga ........................... 117
BAB V. PENUTUP ....................................................................................... 124
A. Kesimpulan ...................................................................................... 124
B. Saran ................................................................................................ 126
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 128
LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian (1)
Lampiran 2: Surat Keterangan Selesai Penelitian (2)
Lampiran 3: Kuesioner Tertutup dan Semi Terbuka (3)
Lampiran 4: Contoh Jawaban Responden (12)
Lampiran 5: Transkip Hasil Wawancara 1 (21)
Lampiran 6: Transkip Hasil Wawancara 2 (23)
Lampiran 7: Daftar Lagu (26)
Lampiran 8: Kisah Keluarga Albert (27)
Lampiran 9: Teks Kitab Suci (28)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab
Indonesia.
Ef : Efesus
Kej : Kejadian
Kis : Kisah Para Rasul
Luk : Lukas
Mat : Matius
Rm : Roma
1 Yoh : 1 Yohanes
B. Singkatan Dokumen Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam. Tanggal 18
November 1965.
CT : Catechesi Tradendae
Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup,
klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini.
Tanggal 16 Oktober 1979.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
FC : Familiaris Consortio
Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern: Anjuran
Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Imam-
imam dan Umat beriman seluruh Gereja Katolik, tanggal 22
November 1981.
GE : Gravissium Educationis
Dokumen Konsili Vatikan II yang membahas mengenai
Pendidikan Kristen. Dicetuskan oleh Paus Paulus VI pada tanggal
28 Oktober 1965.
KGK : Katekismus Gereja Katolik
Terjemahan Indonesia dikerjakan berdasarkan edisi Jerman oleh
P. Herman Embuiri, SVD. Tahun 2007.
LG : Lumen Gentium
Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja. Tanggal
21 November 1964.
KHK : Kitab Hukum Kanonik
Dikeluarkan pada tanggal 25 Januari 1983 oleh Paus Yohanes
Paulus II.
C. Singkatan Lain
ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
ay : ayat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
D III : Diploma III
fl : Gulden Belanda (bahasa Belanda: gulden, IPA: [ˈɣʏldən]; mata
uang: ƒ atau fl.) adalah mata uang Belanda sejak abad ke-17
hingga 2002 ketika digantikan oleh euro.
G 30 S : Gerakan 30 September
KAS : Keuskupan Agung Semarang
KBG : Komunitas Basis Gereja
KBM : Komunitas Basis Masyarakat
KDRT : Kekerasan Dalam Rumah Tangga
KK : Kepala Keluarga
KKMK : Kelompok Karyawan Muda Katolik
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
Mgr : Monseignor
MSC : Missionariorum Sacratissimi Cordis Iesu
OMK : Orang Muda Katolik
PD : Persekutuan Doa
PIA : Pembinaan Iman Anak
PIR : Pendampingan Iman Remaja
PKI : Partai Komunis Indonesia
PLN : Perusahaan Listrik Negara
Pr : Praja
RI : Republik Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
SAGKI : Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia
SD : Sekolah Dasar
SJ : Serikat Jesuit
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SND : Suster Notre Dame
S1 : Sarjana
WKRI : Wanita Katolik Republik Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tugas mendidik pertama-tama merupakan tanggungjawab keluarga,
karena keluarga merupakan tempat di mana untuk pertama kalinya anak
memperoleh pengajaran mengenai keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan
dalam kehidupan bermasyarakat, tempat anak hidup dan berkembang (GE, a. 3).
Di dalam keluarga, anak pertama kali menemukan pengalaman pertama
masyarakat manusia yang sehat. Lambat laun, melalui keluargalah anak dibawa
masuk ke dalam pergaulan warga dan dalam umat Allah.
Peranan keluarga Katolik dalam mendidik iman anak mempunyai tempat
yang sangat penting dalam karya pastoral (FC, a. 40). Maka dari itu, para orang
tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan Katolik dalam keluarga karena
itu adalah tugas orang tua untuk memberikan pendidikan Katolik di dalam
keluarga. Orang tua merupakan tokoh penting dalam kehidupan dan
perkembangan seorang anak, karena orang tua banyak memberi pengaruh
terhadap perkembangan diri anak. Di dalam sebuah keluarga, orang tua wajib
menciptakan suasana lingkungan keluarga yang dijiwai oleh cinta kasih Allah dan
manusiawi sehingga membantu pendidikan pribadi dan sosial anak-anak. Tugas
orang tua untuk mendidik segala hal tentang pendidikan Katolik anak tidak dapat
digantikan oleh siapa pun, karena ini merupakan tanggungjawab orang tua.
Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio
(FC, a. 36) mengatakan bahwa:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Hak maupun kewajiban orang tua untuk mendidik bersifat hakiki karena berkaitan dengan penyaluran hidup manusiawi. Selain itu bersifat asali dan utama terhadap peran serta orang-orang lain dalam pendidikan, karena keistimewaan hubungan cinta kasih antara orang tua dan anak.
Karya manusia dalam penciptaan manusia baru melahirkan suatu tugas
baru, yaitu tugas mendidik dan memelihara hasil prokreasi tersebut. Dalam hal ini,
kedua manusia yang telah menjadi kelurga Katolik mempunyai tanggungjawab
untuk mendidik secara Katolik anak-anak yang telah dikaruniakan kepada mereka.
Bagi orang tua Katolik, tugas mendidik yang berakar dalam panggilan
utama mereka untuk berperan serta di dalam karya penciptaan Allah mendapat
sumber baru yang khas dalam sakramen perkawinan, yang menguduskan mereka
untuk mendidik secara Katolik anak-anak mereka: artinya perutusan itu meminta
mereka untuk mengambil bagian dalam wewenang dan cinta kasih Allah Bapa
dan Kristus Sang Gembala (FC, a. 38). Konsili Vatikan II (GE, a. 3)
mengingatkan bahwa:
Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik anak mereka. Maka, orang tua lah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga apabila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orang tua menciptakan lingkungan keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka, keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Pernyataan di atas ingin menegaskan bahwa ketika anak dilahirkan, orang
tua memiliki tugas dan kewajiban baru dalam kehidupan keluarga, yakni
mendidik anak-anak mereka. Dalam hal ini, orang tua merupakan pendidik iman
yang pertama dan utama dalam keluarga Katolik. Sebagai pendidik iman anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
yang pertama dan utama dalam keluarga Katolik, hak dan kewajiban yang dimiliki
orang tua untuk mendidik anak-anak mereka tidak dapat diganggu gugat. Orang
tua harus dapat mendidik hidup rohani anak di dalam keluarga mereka. Dengan
begitu anak memperoleh bekal untuk hidup dalam lingkungan, Gereja, dan
masyarakat.
Konsili Vatikan II menyatakan bahwa anak-anak dan kaum remaja berhak
didukung untuk belajar menghargai nilai-nilai moral dengan suara hati yang lurus,
serta dengan tulus menghayatinya secara pribadi, dan juga untuk semakin
sempurna dalam mengenal serta mengasihi Allah (GE, a. 1). Oleh karena itu anak
perlu dan berhak untuk mendapatkan pendidikan Katolik di dalam keluarga,
sekolah maupun di masyarakat.
Anak merupakan buah cinta dari pasangan suami-istri yang perlu
dilindungi, dibesarkan dengan kasih sayang dan juga pendidikan, terutama
pendidikan Katolik. Orang tua harus dapat mendidik anak-anak dengan diberi
nasehat-nasehat atau teladan-teladan. Para orang tua harus bisa mengarahkan
anak-anaknya untuk terlibat di dalam hidup menggereja. Namun kesan penulis
sekarang ini banyak orang tua yang lalai akan hal itu. Orang tua sekarang lebih
mementingkan kesibukan mereka dengan pekerjaan-pekerjaan, sehingga para
orang tua lupa akan tanggungjawabnya mendidik anak dengan pendidikan iman
Katolik.
Berangkat dari pengalaman pribadi, penulis mendapatkan kesan bahwa
keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan masih kurang
bertanggungjawab dalam mengembangkan iman anak-anaknya. Seperti yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
penulis alami dalam keluarga sendiri kurang mendapat perhatian, keteladanan
serta pendampingan dari orang tua berkaitan dengan pokok-pokok iman Katolik.
Penulis merasa bahwa para keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan
kurang memahami sepenuhnya tanggungjawab mereka sebagai pendidik iman
anak yang utama dan pertama. Keluarga Katolik cenderung menyerahkan
pendidikan iman anaknya kepada suatu lembaga terkait, seperti sekolah, tetapi
sebenarnya itu tidaklah cukup.
Karena yang paling penting dan utama adalah orang tualah yang
memberikan pendampingan kepada anaknya supaya iman mereka dapat tumbuh
dan berkembang serta mampu menghasilkan buah yang melimpah bagi Gereja dan
masyarakat.
Hasil pengamatan yang penulis lakukan pada beberapa keluarga di paroki
Santo Petrus Pekalongan menunjukkan bahwa mereka kurang memperhatikan
pendidikan iman anaknya karena terbentur oleh pekerjaan. Padahal
tanggungjawab keluarga Katolik dalam pendidikan iman anak bertujuan agar anak
dapat memahami ajaran Gereja Katolik seperti berdoa, mengikuti perayaan
Ekaristi, mau terlibat dalam hidup menggereja dan lain-lain. Dengan begitu anak
semakin tahu dan dapat mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari
sampai mereka dewasa. Keluarga Katolik harus menyadari tanggungjawabnya
tersebut dalam memberikan keteladanan serta pendampingan bagi anak-anaknya,
misalnya dengan berdoa rutin dalam keluarga sebelum dan sesudah makan,
mengawali hari baru dengan merenungkan Kitab Suci, doa malam, mengikuti
latihan koor, menjadi misdinar, lektor/lektris, pemazmur atau di lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
dengan mengikuti ibadat mingguan atau doa-doa yang lainnya. Inilah wujud
tanggungjawab orang tua yang harus disadari oleh keluarga-keluarga Katolik.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin memberikan
sumbangan pemikiran melalui penulisan skripsi dengan judul UPAYA
PENINGKATAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK DI
PAROKI SANTO PETRUS PEKALONGAN TERHADAP PENDIDIKAN
IMAN ANAK. Keluarga Katolik diharapkan dapat bertanggungjawab terhadap
pendidikan iman anak-anak mereka. Dengan demikian anak-anak mereka akan
tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang unggul dan siap ambil bagian dalam
mengembangkan Gereja dan masyarakat.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan, penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud tanggungjawab keluarga Katolik bagi pendidikan iman
anak-anak?
2. Sejauh mana pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik di paroki Santo
Petrus Pekalongan berpengaruh positif terhadap pendidikan iman anak-anak?
3. Apa yang perlu dilakukan oleh keluarga Katolik untuk meningkatkan
tanggungjawab bagi pendidikan iman anak-anak mereka?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis memberikan
penjelasan tujuan penulisan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1. Menggambarkan tanggungjawab keluarga Katolik bagi pendidikan iman anak.
2. Mengetahui sejauh mana pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik di
paroki Santo Petrus Pekalongan berpengaruh positif terhadap pendidikan iman
anak-anak.
3. Memberikan sumbangan berupa program terhadap keluarga Katolik dalam
rangka meningkatkan tanggungjawab bagi pendidikan iman anak-anak mereka.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah:
1. Keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan mengetahui
tanggungjawab dalam mendidik iman anak.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis sejauh mana peningkatan
tanggungjawab keluarga Katolik berpengaruh positif terhadap pendidikan iman
anak di paroki Santo Petrus Pekalongan.
3. Penulis dapat memberikan sumbangan berupa program terhadap keluarga
Katolik dalam rangka meningkatkan tanggungjawab bagi pendidikan iman
anak di paroki Santo Petrus Pekalongan.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis yaitu
metode yang menggambarkan dan menganilisis data yang diperoleh baik melalui
pengalaman maupun studi pustaka. Penulis juga akan mengungkapkan
tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak di paroki Santo
Petrus Pekalongan. Guna mengetahuinya, penulis akan melaksanakan penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
di paroki Santo Petrus Pekalongan. Melalui data yang diperoleh tersebut, penulis
mencoba menganalisa dan merumuskan sumbangan mengenai program
pendampingan keluarga Katolik guna meningkatkan tanggungjawab orang tua
Katolik terhadap pendidikan iman anak mereka.
F. Sistematika Penulisan
Pada bab I, penulis menguraikan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II membahas tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan
iman anak. Bab ini berisi tiga bagian pokok bahasan. Pertama, tanggungjawab,
keluarga Katolik, meliputi tanggungjawab, keluarga Katolik, dan tanggungjawab
keluarga Katolik. Kedua menguraikan pendidikan iman anak,meliputi pengertian
pendidikan iman anak, tujuan pendidikan iman anak, dan bentuk-bentuk
pendidikan iman. Dan yang ketiga membahas urgensi tanggungjawab keluarga
Katolik terhadap pendidikan iman anak.
Bab III memberikan gambaran umum paroki Santo Petrus Pekalongan
yang berisi situasi geografis paroki, sejarah berdirinya paroki, situasi umat paroki,
karya-karya pastoral paroki Santo Petrus Pekalongan, visi, misi, dan strategi
paroki. Dalam bab ini juga dikemukakan penelitian mengenai upaya peningkatan
tanggungjawab keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan terhadap
pendidikan iman anak di dalamnya memuat persiapan penelitian, laporan dan
pembahasan hasil penelitian, pendalaman lebih lanjut hasil penelitian menurut
masing-masing variabel dan kesimpulan hasil penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Bab IV berisi uraian mengenai upaya peningkatan tanggungjawab keluarga
Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan terhadap pendidikan iman anak yang
dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama menguraikan pentingnya
tanggungjawab keluarga Katolik paroki Santo Petrus Pekalongan terhadap
pendidikan iman anak. Bagian kedua mendalami upaya peningkatan
tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak meliputi, alasan
pemilihan program rekoleksi keluarga dan rekoleksi keluarga. Bagian ketiga berisi
usulan program rekoleksi untuk meningkatkan tanggungjawab keluarga Katolik,
paroki Santo Petrus Pekalongan yang di dalamnya terdapat latar belakang
program, tema, tujuan, matriks usulan rekoleksi keluarga dan contoh satuan
persiapan rekoleksi.
Bab V berisikan penutup yang mencakup dua bagian. Bagian pertama
membahas kesimpulan untuk menjawab rumusan permasalahan, tujuan penulisan
skripsi serta didukung oleh data hasil penelitian. Bagian kedua berisikan saran
yang ditujukan kepada pihak paroki Santo Petrus Pekalongan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK
Bab II ini secara khusus menguraikan topik-topik tentang tanggungjawab
keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak menurut bahan-bahan
kepustakaan untuk memberikan gambaran bagaimana tanggungjawab keluarga
Katolik terhadap pendidikan iman anak. Tanggungjawab keluarga Katolik adalah
suatu kewajiban orang tua Katolik untuk memperhatikan pendidikan iman
anaknya. Peran orang tua sangatlah besar di dalam keluarga terutama dalam
memperhatikan pendidikan iman anaknya.
Bab II ini terdiri dari tiga bagian yaitu tanggungjawab keluarga Katolik,
pendidikan iman anak, dan urgensi tanggungjawab keluarga Katolik terhadap
pendidikan iman anak. Dalam setiap bagian akan diuraikan beberapa topik
menurut bahan-bahan kepustakaan. Bagian pertama meliputi tanggungjawab dan
keluarga Katolik. Bagian ini mencakup pengertian tanggungjawab, jenis-jenis
tanggungjawab, pengertian keluarga Katolik, ciri-ciri keluarga Katolik, dan tugas
keluarga Katolik. Bagian kedua membahas pendidikan iman anak. Bagian ini
meliputi tiga pokok bahasan yaitu pengertian pendidikan iman anak, tujuan
pendidikan iman anak, dan bentuk-bentuk pendidikan iman anak. Kemudian
bagian ketiga menjelaskan tentang urgensi tanggungjawab keluarga Katolik
terhadap pendidikan iman anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
A. Tanggungjawab Keluarga Katolik
1. Tanggungjawab
Tanggungjawab merupakan salah satu nilai moral yang utama yang ada di
dalam hukum moral. Sebab tanggungjawab tersebut memiliki tujuan dan
mengandung nilai-nilai baik bagi semua orang, baik sebagai individu maupun
sebagai bagian dari masyarakat. Tanggungjawab sangat diperlukan untuk
mengembangkan jiwa yang sehat, membentuk kepribadian yang memiliki
kepedulian akan hubungan interpersonal dan menjadi warga masyarakat yang
humanis.
a. Pengertian Tanggungjawab
Berbicara mengenai tanggungjawab tentu tidak lepas dari kebebasan sebab
kebebasan adalah syarat tanggungjawab (Suparno, 2003: 114). Semakin orang
tersebut bebas maka ia semakin bertanggungjawab atau “kebebasan yang
bertanggungjawab.” Artinya apabila manusia dalam mengambil keputusan dan
menentukan jenis tindakan itu manusia tidak memiliki kebebasan, maka dengan
sendirinya ia tidak mungkin memiliki tanggungjawab. Bebas di sini bukan berarti
bebas semaunya. Kebebasan tidak sama dengan keliaran dan tanpa aturan
(Rukiyanto dan Esti Sumarah, 2014: 22). Dan tentu keputusan maupun tindakan
tersebut diambil dengan penuh kesadaran. Sebab orang tidak mungkin
mengembangkan tanggungjawab apabila ia tidak menyadari keputusan atau
perbuatannya. Sadar artinya mengetahui dan merasakan proses-proses emosi dan
pikiran yang sedang berjalan sewaktu individu mengambil keputusan atau
melakukan suatu tindakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Menurut Suparno (2003: 114) tanggungjawab adalah keberanian, kesiapan,
dan keteguhan hati untuk menerima konsekuensi-konsekuensi atas putusan dan
tindakan yang dipilih. Artinya seorang individu dikatakan bertanggungjawab
apabila dirinya dengan sadar mengambil sebuah keputusan, menjalankannya, dan
mau menghadapi serta menerima konsekuensi apa pun yang ada. Menerima
konsekuensi juga berarti mau menerima kegagalan dan tidak menyalahkan orang
lain.
Dapiyanta mengemukakan pendapatnya dalam buku “Teologi Moral Masa
Kini” bahwa tanggungjawab adalah kemampuan seseorang untuk memberikan
respon atas tindakannya (Rukiyanto dan Esti Sumarah, 2014: 22). Respon tersebut
berupa jawaban atas pertanyaan mengapa aku melakukan hal tertentu dan
kesiapan menanggung resiko atas apa yang telah aku lakukan. Tuntutan kesiapan
menjawab dan menanggung itulah disebut tanggungjawab. Contohnya: seorang
pemuda ditangkap polisi karena dituduh telah membunuh sebuah keluarga.
Pemuda itu harus mempertanggungjawabkan di pengadilan tindakan membunuh
yang telah ia lakukan.
Mikhael Dua (2011: 31) berpendapat bahwa tanggungjawab sering
dimengerti dalam arti kausalitas. Artinya segala tindakan yang dilakukan oleh
manusia menuntut sebab-akibat atas tindakannya tersebut. Karena itu sebagai
pelaku tindakan ia harus siap menerima akibat-akibat dari tindakan tersebut.
Berdasarkan ketiga uraian pengertian di atas dapat dikatakan bahwa
tanggungjawab adalah segala keputusan dan tindakan yang diambil oleh manusia
dengan penuh kebebasan, konsekuensi, dan kesadaran. Misalnya dalam sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
permainan volley. Saat persiapan, pemain dibimbing untuk melihat dirinya
dengan sungguh-sungguh dalam mempersiapkan lapangan dan peralatan ataukah
hanya enak-enak saja membiarkan teman lain mengadakan persiapan. Kemudian
pada saat permainan berlangsung peserta diajak menyadari jalannya permainan
bola volley. Dimana peserta mengambil bagian atau perannya masing-masing,
apakah sebagai toser, smasher, kapten, dan sebagainya. Lalu sesudah permainan,
apakah peserta dapat membereskan perlengkapan, peralatan, dan keadaan
lapangan yang digunakan. Dari keseluruhan ini dapat dilihat sikap tanggungjawab
yang tercermin dalam permainan bola volley (Suparno, 2003: 116).
Berkaitan dengan tanggungjawab maka Gilarso (1996: 14) mengatakan
bahwa tanggungjawab dalam membangun keluarga Kristiani dilakukan dengan
penuh cinta kasih. Melalui pernikahan, suami-istri membangun suatu persekutuan
cinta yang kita sebut keluarga Kristiani. Cinta itu pertama-tama harus diusahakan
antara mereka berdua sendiri, kemudian kepada anak-anak, juga kepada sanak-
saudara, tetangga, lingkungan, dan akhirnya kepada semua orang lain, terutama
orang-orang kecil dan miskin. Karena itu, segenap anggota keluarga terutama
suami-istri harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk menumbuhkembangkan
cinta kasih di dalam kehidupan mereka. Bila cinta kasih ada dalam keluarga, maka
sikap keterbukaan, saling pengertian, saling mengampuni, serta saling mendukung
satu sama lain dalam hal-hal yang baik akan muncul dalam keluarga.
Tanggungjawab yang diemban oleh keluarga sangatlah penting dan besar.
Orang tua tidak hanya sekedar mengetahui tanggungjawabnya kepada setiap
anggota keluarga, tetapi sungguh-sungguh melaksanakan tanggungjawab tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Keluarga harus dapat bertanggungjawab terhadap pendidikan iman anak-anaknya.
Di dalam keluarga mendidik anak adalah tugas yang utama dan pertama, tidak
dapat digantikan oleh siapapun itu (FC, a. 36). Ini juga dapat berarti bahwa arah
kehidupan dan iman anak ditentukan oleh bagaimana cara keluarga itu mendidik
secara bertanggungjawab. Oleh sebab itu, tanggungjawab untuk mendidik anak
perlu ditanamkan sejak dini mungkin bahkan dalam kandungan oleh orang tua
(Warta Iman, 16-17 Mei 2015: 24).
b. Jenis-jenis Tanggungjawab
Tanggungjawab seorang manusia tidak hanya berhenti pada dirinya
sendiri, melainkan juga untuk hal lainnya. Wujud tanggungjawab ada bermacam-
macam, misalnya tanggungjawab terhadap diri sendiri, keluarga, sekolah,
masyarakat dan kepada Tuhan. Jenis-jenis tanggungjawab itu sendiri antara lain:
1) Tanggungjawab terhadap Diri Sendiri
Tanggungjawab terhadap diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata
hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang mendalam. Tanggungjawab
terhadap diri sendiri merupakan hal dasar dalam melakukan kewajiban-kewajiban
lainnya sebagai tuntutan dalam mengembangkan kepribadian sebagai pribadi.
Pada dasarnya manusia adalah makhluk bermoral, tetapi manusia juga seorang
pribadi yang memiliki pendapat sendiri dalam berbuat dan bertindak. Apabila
manusia bertanggungjawab pada dirinya sendiri maka ia mampu
bertanggungjawab pada hal-hal lainnya pula. Dengan berani bertanggungjawab
berarti kita sudah mampu melaksanakan tugas dan kewajiban untuk kepentingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
diri sendiri sehari-hari secara rutin. Misalnya, Pak Waru selalu
mempertimbangkan baik-buruknya dari setiap tindakan yang akan dilakukannya.
Pertimbangan itu dimaksudkan agar ia dapat memilih tindakan yang baik sesuai
dengan komitmennya. Ketika ditawari sejumlah uang sebagai bantuan untuk
lembaganya dengan menandatangani kuitansi kosong, Pak Waru menolaknya.
Bahkan ia bertanya dari mana asal-usul uang tersebut. Ternyata asal-usul uang itu
tidak jelas. Maka penolakan Pak Waru semakin dikuatkan, meskipun
perusahaannya sangat butuh bantuan (Rukiyanto dan Esti Sumarah, 2014: 23).
2) Tanggungjawab sebagai Anggota Keluarga
Setiap anggota keluarga saling membutuhkan dalam melaksanakan tugas
dan peran dengan baik agar keharmonisan keluarga tetap terjalin dengan baik.
Segala tugas yang dilakukan dengan ikhlas akan menunjukkan kepedulian akan
apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh anggota keluarga lainnya. Sebagai
contoh: seorang anak harus belajar dengan baik dan membantu meringankan tugas
orang tua ketika berada di rumah. Dengan melaksanakan tanggungjawab sebagai
anak, maka hal tersebut tentunya menjadi suatu kebanggaan bagi kedua orang tua.
Apabila dalam hal-hal kecil diabaikan, maka semakin sulit untuk membangun
rasa tanggungjawab dalam diri maupun untuk orang lain (Rintyastini, 2006: 53).
3) Tanggungjawab sebagai Anggota Masyarakat
Pada dasarnya seorang manusia adalah makhluk sosial, yakni tidak bisa
hidup tanpa bantuan dari orang lain. Seorang manusia dituntut untuk dapat
berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai anggota masyarakat tentu harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
memiliki tanggungjawab sehingga dapat melangsungkan hidup yang baik di
tengah-tengah masyarakat dan mempertanggungjawabkan perbuatannya pada
masyarakat. Bertanggungjawab terhadap masyarakat berarti menanggung tuntutan
norma-norma sosial, bisa berupa sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan
masyarakat, hukuman penjara, dan lain-lain. Bertanggungjawab sebagai anggota
masyarakat akan melatih seseorang menjadi pribadi yang lebih matang, di mana ia
akan memiliki wawasan yang lebih luas (Rintyastini, 2006: 57).
4) Tanggungjawab sebagai Umat Beragama
Tanggungjawab umat beragama diwujudkan antara lain dengan berusaha
memahami aturan agama dan kemudian mengamalkannya (Rintyastini, 2006: 58).
Seseorang yang memiliki pemahaman dan ketaatan terhadap agama diharapkan
memiliki tanggungjawab pada agamanya yang dianut. Bertanggungjawab kepada
agama berarti menanggung tuntutan norma-norma agama, misalnya perasaan
berdosa. Bagi kaum muda tanggungjawab dalam beragama masih mudah
terpengaruh oleh aneka tawaran duniawi. Namun kesadaran diri mereka untuk
terlibat dalam kegiatan keagamaan sudah mengalami peningkatan yang baik.
Misalnya aktif dalam kegiatan Gereja dan lingkungan seperti menjadi misdinar,
lektor, mengikuti komunitas doa, Rosario, doa lingkungan atau katekese di
lingkungan, bakti sosial, dan lain sebagainya (Rintyastini, 2006: 60).
2. Keluarga Katolik
“Dalam abad atom ini, keluarga modern dapat dikategorikan sebagai
‘nuclear’ (inti), yang berarti bagian yang paling dasar. Itu berarti bahwa keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
seperti atom, mudah terbelah dan disertai dengan penghancuran dan perubahan
besar” (Eminyan, 2001: 7). Artinya keluarga merupakan dasar
tumbuhkembangnya suatu peradaban manusia serta mempunyai peran penting
dalam membawa perubahan hidup dalam masyarakat.
“Gereja sadar akan luar biasa pentingnya keluarga bagi masyarakat pada
umumnya serta bagi kesejahteraan komunitas Kristiani” (Eminyan, 2001: 9).
Sebab di dalam keluarga ada ikatan kasih paling unggul, tempat lahir manusia
baru dan berkembang dalam kemanusiaan serta iman. Keluarga adalah komunitas
pertama dan utama yang bertanggungjawab atas pendidikan anak-anak, karena di
dalam keluargalah anak-anak lahir, hidup dan bertumbuh dewasa (GE, a. 3).
Dalam keluarga, anak menemukan pengalaman pertama mengenai masyarakat
manusia yang sehat dan Gereja. Melalui keluarga itu pula, secara perlahan anak
dihantar masuk ke dalam pergaulan masyarakat dan Gereja.
Dalam rangka pembukaan Konvensi Tahunan Gerejani Keuskupan Roma,
Paus Fransiskus, mengatakan “hendaknya suami dan istri saling melengkapi
dalam keluarga sehingga anak tumbuh dewasa dalam jati diri mereka sendiri
ketika membandingkan berbagai cara berbeda ayah dan ibu mereka mengasihi”
(Warta Iman, 27-28 Juni 2015: 28). Kutipan di atas mengartikan bahwa di dalam
keluarga anak dapat meniru dan meneladani segala sikap dan tindakan baik dan
buruk dari orang tua. Terlebih khusus segala sikap baiknya dan anak mampu
merealisasikan panggilan hidupnya sebagai manusia dan orang beriman Kristiani
dalam keluarga. Dengan demikian, peranan keluarga dalam kehidupan Gereja dan
masyarakat semakin diakui dan dirasakan oleh semua pihak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
a. Pengertian Keluarga Katolik
Syamsu Yusuf (2010: 35-36) mengemukakan pendapat M.I. Soelaeman
mengenai pengertian keluarga. Ditinjau dari sudut pandang sosiologis, keluarga
dapat diartikan dua macam, yaitu dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak
yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan “clan”
atau marga; dalam arti sempit keluarga meliputi orang tua dan anak. Dari
pengertian keluarga di atas dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan
keluarga adalah meliputi orang tua serta anak-anak yang telah dipersatukan oleh
ikatan perkawinan.
Konsili Vatikan II mengatakan: “karena Pencipta alam semesta telah
menetapkan persekutuan suami-istri menjadi asal-mula dan dasar masyarakat
manusia, maka keluarga merupakan sel terkecil dan sangat penting bagi
masyarakat” (AA, a. 11). Sebagai sel terkecil dalam masyarakat, keluarga
mempunyai hubungan-hubungan yang amat penting dan organik dengan
masyarakat, karena di dalam keluarga seluruh jaringan hubungan sosial dibangun
(Paus Yohanes Paulus II, 1994: 8). Melalui kehadiran dan peran anggota-
anggotanya, keluarga menjadi tempat asal dan upaya efektif untuk membangun
masyarakat yang manusiawi dan rukun (FC, a. 43).
Sebagai suatu satuan kekerabatan, keluarga memiliki hubungan kedekatan
atau relasi antar anggota-anggotanya. Kata kekerabatan sendiri memiliki arti
perihal berkerabat. Sedangkan berkerabat artinya mempunyai hubungan keluarga.
Dalam perkawinan dan keluarga terjalin serangkaian hubungan antar pribadi (FC,
a. 15). Setiap anggota keluarga dijalin oleh relasi yang bersifat personal dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
fungsional. Yang dimaksud dengan relasi personal adalah relasi antar pribadi,
yang tidak didasarkan pada kedudukan atau fungsi seseorang. Dalam relasi
personal ini, anggota-anggota yang ada di dalam keluarga memiliki martabat yang
sama, tidak ada hubungan orang tua dan anak, melainkan hubungan antar pribadi
yang ada di dalam keluarga. Sedangkan, relasi fungsional adalah relasi yang
muncul dari kedudukan atau fungsi seseorang dalam keluarga. Contoh dari relasi
fungsional seperti relasi antara orang tua dan anak. Dalam keluarga, kedua relasi
ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena hubungan fungsional dalam
keluarga harus selalu personal juga, artinya harus selalu dalam semangat
menerima yang lain sebagai pribadi yang bermartabat sama karena memiliki hak
yang sama pula.
Pandangan mengenai keluarga di atas sejalan dengan padangan Gereja
dalam Katekismus Gereja Katolik yang mengartikan keluarga Katolik sebagai
persekutuan kodrati, di mana pria dan wanita dipanggil untuk menyerahkan diri
dalam cinta kasih dan melanjutkan kehidupan (KGK No. 2207). Artinya
persekutuan pribadi-pribadi ini terjadi atas dasar pilihan dan keputusan sadar dan
bebas antara seorang pria dan seorang wanita, serta diungkapkan dalam
kesepakatan nikah. Mereka bersedia meninggalkan segalanya, termasuk orang tua
dan sanak saudaranya untuk membangun persekutuan hidup dengan pasangannya.
Pria dan wanita dipanggil untuk senantiasa menumbuhkembangkan
persatuan mereka dengan selalu setia pada janji perkawinan. Berkat janji
perkawinan yang diucapkan, mereka tidak lagi dua melainkan satu daging. Dalam
Mat 19:6 dikatakan “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Sabda
Yesus ini mengatakan bahwa suami-istri merupakan dua pribadi yang telah
disatukan oleh Allah. Surat Santo Paulus kepada jemaat di Efesus (5:22-33)
mengatakan suatu perkawinan dapat dikatakan sebagai sakramen, sebagai tanda
dan rahmat hubungan antara Allah dan jemaat-Nya, bila perkawinan tersebut
dilakukan secara sah oleh dua pribadi yang telah dibaptis dalam nama Yesus.
Sejak dibaptis, suami bersatu dengan Kristus. Tuhan hadir dalam dirinya.
Demikian pula istri, sejak dibaptis ia pun bersatu dengan Kristus. Tuhan hadir
dalam dirinya. Oleh karena itu, ketika kedua orang Katolik menikah, Kristus
semakin hadir dalam diri mereka. Menurut keyakinan Gereja, kehadiran Kristus
membawa rahmat, yang semakin menyatukan mereka berdua. Sebab kasih ilahi-
Nya menyempurnakan kasih manusiawi mereka berdua lewat kekuatan dan
bantuan rahmat sehingga dapat melaksanakan segala tugas yang berkaitan dengan
status mereka sebagai suami-istri dan sebagai orang tua bagi anak-anak mereka
(Gilarso, 1996: 158).
Konsili Vatikan II menegaskan sakramentalitas perkawinan tersebut dalam
Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini dengan menyatakan
bahwa cinta kasih suami-istri dengan segala dimensinya dilimpahi anugerah-
anugerah yang mengalir dari sumber kasih ilahi dan dibangun oleh Kristus
menurut teladan persatuan cinta kasih-Nya dengan Gereja (GS, a. 48). Melalui
sakramen, suami-istri mengambil bagian dalam karya keselamatan. Sebagai
perwujudan, Sakramen Perkawinan memberi mereka rahmat dan tugas untuk
melaksanakan atau mewujudnyatakan tuntutan-tuntutan kasih yang mengampuni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
dan menebus pada masa sekarang ini. Sebagai nubuat, Sakramen Perkawinan
memberi mereka rahmat dan tugas untuk hidup dan menjadi saksi tentang
pengharapan perjumpaan dengan Kristus pada masa yang akan datang (FC, a. 13).
Kehadiran Kristus membawa rahmat yang membantu suami-istri dalam mengasuh
dan mendidik anak-anak. Karena rahmat ilahi itu, mereka tidak hanya mengasihi
anak-anak dengan kasih manusiawi yang serba terbatas, tetapi juga dengan kasih
ilahi. Sebagai sakramen, perkawinan memiliki berbagai tujuan, yakni
kesejahteraan suami-istri dan kesejahteraan anak-anak (GS, a. 48). Menurut sifat
kodratinya, perkawinan dan cinta kasih suami-istri tertuju kepada lahirnya
keturunan serta pendidikannya (KHK, kan. 1055 § 1).
b. Ciri-ciri Keluarga Katolik
Selain merupakan sel terkecil dalam masyarakat luas, keluarga Katolik
juga merupakan bagian utuh dari Gereja. Sebagai bagian dari Gereja, keluarga
ikut ambil bagian dalam tugas perutusan Gereja, yakni mewartakan dan
menyebarluaskan Injil. Maka dari itu, keluarga juga sering disebut Gereja kecil
(FC, a. 21).
Paus Yohanes Paulus II, yang mendapat gelar sebagai Paus Keluarga,
melalui Anjuran Apostolik Familiaris Consortio (22 November 1981),
menegaskan keyakinannya bahwa keluarga Kristiani sebagai Gereja rumah tangga
atau Gereja kecil (LG, a. 11; FC, a. 21, 86; KGK). Menurut Kristianto dalam buku
“Teologi Moral Masa Kini” sebagai Gereja kecil, keluarga Katolik memiliki ciri-
ciri yang khas, yakni kesatuan iman yang dimiliki oleh anggota-anggotanya;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
monogam dan tak terceraikan, keluarga adalah Gereja mini (Rukiyanto dan Esti
Sumarah, 2014: 63-65).
1) Kesatuan Iman yang Dimiliki oleh Anggota-anggotanya.
Hidup keluarga didasarkan pada kesatuan iman antar anggotanya. Sebagai
suatu komunitas iman, antar anggota keluarga diharapkan dapat saling membantu
dalam memperkembangkan iman yang dimiliki. Sharing atau dialog mengenai
pengalaman akan Allah merupakan sarana yang dapat dilakukan untuk saling
memperkembangkan iman yang telah dimiliki masing-masing anggota keluarga.
Misalnya sharing pengalaman iman bagaimana menerapkan cara hidup beriman
Katolik dalam masyarakat atau bagaimana membangun komunikasi yang baik
dalam keluarga. Pesan Paus Fransiskus untuk hari komunikasi sedunia ke-49
mengajak keluarga untuk menimba ilham sederhana dari Injil Lukas 1:39-56
berkaitan dengan membangun komunikasi yang baik dalam keluarga. (Warta
Iman, 16-17 Mei 2015: 23) “dan ketika Elisabet mendengar salam Maria,
melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh
Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “diberkatilah engkau di antara semua
perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (ay. 41-42). Kisah dari perikop ini
memperlihatkan bagaimana komunikasi tersebut pada dasarnya juga melibatkan
bahasa tubuh. Ada perasaan gembira dan sukacita ketika berjumpa dengan sesama
dan ini merupakan pengalaman personal yang sering dialami oleh setiap orang
(Warta Iman, 16-17 Mei 2015: 24).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Pengalaman tentang relasi yang “mendahului” kita memungkinkan
keluarga untuk menjadi latar di mana bentuk komunikasi yang paling dasar, yaitu
doa, diwariskan (Warta Iman, 16-17 Mei 2015: 24). Artinya bahwa melalui doa
yang sering diucapkan orang tua pada saat menidurkan anak-anaknya itulah letak
dimensi rohani komunikasi, yang di dalam orang Kristiani diresapi sebagai kasih,
yaitu kasih yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia dan kemudian
ditawarkan kepada orang lain. Di dalam keluarga itulah setiap anggota belajar
untuk saling berbagi dan mendukung, belajar mengartikan dengan tepat ekspresi
wajah orang dan membaca isi hatinya sekalipun diam tanpa kata-kata. Realitas ini
tentu saja sangat membantu setiap anggotanya untuk memahami makna
komunikasi sebagai kedekatan pertalian batin yang saling meneguhkan dan
mempertautkan (Warta Iman, 16-17 Mei 2015: 26).
Lewat cara-cara sederhana ini, hubungan antar anggotanya menjadi lebih
harmonis. Cara-cara sederhana ini diperlukan agar kehidupan iman anak dan
orang tua dapat berjalan bersama-sama dengan demikian komunikasi iman dapat
mengakibatkan suatu persekutuan rohani antara orang beriman sebagai anggota
satu Tubuh Kristus dan membuat mereka menjadi sahati-sejiwa (1 Yoh 1:7).
2) Monogam dan Tak Terceraikan
“Pernikahan adalah persekutuan hidup yang dibangun oleh seorang pria
dan seorang wanita (monogami). Terbentuknya persekutuan itu pertama kali
dijalin dan berkembang oleh persekutuan suami-istri melalui janji perkawinan.
Mereka ini ‘bukan lagi dua melainkan satu’ (Mat 19:6)”, lihat pula pendapat
Kristianto dalam buku “Teologi Moral Masa Kini” (Rukiyanto dan Esti Sumarah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2014: 64). Kutipan ini memberi gambaran bahwa pasangan suami-istri senantiasa
menjaga keutuhan hubungan mereka berdua. Kesatuan cinta yang mereka bina
sepenuhnya hanya dapat terwujud dalam ikatan satu pria dan satu wanita dan
berlangsung sepanjang hidup (kekal tak terceraikan). Maka sifat poligami
(memiliki istri lebih dari satu), dengan berbagai alasan apapun sangat
bertentangan dengan kehendak Allah (GS, a. 49).
Persekutuan suami-istri menjadikan mereka dipanggil oleh Allah untuk
tumbuh dan berkembang dalam persekutuan yang mereka bina lewat kesetiaan
dalam janji pernikahan untuk saling menyerahkan diri seutuhnya (FC, a. 19).
Persekutan suami-istri ini tidak hanya ada ciri kesatuan melainkan tak terceraikan.
Kesatuan yang tak terceraikan ini sekaligus menuntut kesetiaan yang utuh dari
kedua belah pihak baik dari suami maupun dari istri dan demi kepentingan anak-
anak (GS, a. 48).
Demi kepenuhan cinta menuju kesempurnaannya, dan demi kesejahteraan
anak serta tuntutan sakramental, bahwa cinta suami-istri merupakan lambang cinta
Allah dan Kristus kepada jemaat-Nya yang bersifat kekal, maka perceraian secara
tegas ditolak oleh Kristus sendiri (Kristianto dalam Rukiyanto dan Esti Sumarah,
2014: 65). Sebuah pernikahan tentu membawa sebuah konsekuensi atasnya. Janji
nikah yang diikrarkan oleh kedua mempelai membuktikan bahwa cinta mereka
pun dituntut menuju pada kesempurnaan serta kesejahteraan anak. Hubungan
cinta keduanya juga merupakan gambaran hubungan cinta Allah dan Kristus
kepada Gereja yang mana Kristus sebagai kepalanya dan manusia menjadi
anggota-anggotanya. Oleh karena itu sebuah pernikahan yang telah dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
secara sah dan diikat oleh rahmat sakramen perkawinan tidak dapat diceraikan
atau dipisahkan lagi.
Demikian juga segala bentuk perbedaan maupun perpecahan yang
menyangkut apapun itu merupakan sebuah penyimpangan dari makna kesatuan
yang sesungguhnya. Walaupun suami-istri memiliki berbagai perbedaan,
hendaknya jangan sampai hal tersebut menjadi sumber perceraian tetapi justru
didayagunakan secara sinergis, agar tercipta kesejahteraan bersama (Kristianto
dalam Rukiyanto dan Esti Sumarah, 2014: 65).
3) Keluarga adalah “Gereja Mini”
“Identitas kekristenan keluarga Kristiani mengandung makna bahwa
keluarga tersebut terpanggil untuk turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja.
Keluarga Kristiani wajib mewujudkan dirinya menjadi ‘Gereja Mini” (Rukiyanto
dan Esti Sumarah, 2014: 65). Dalam arti terpanggil untuk turut serta dalam tugas
perutusan Gereja maka keluarga Kristiani dituntut untuk senantiasa menampilkan
kehidupan keluarganya dengan meneladani cara hidup Jemaat Perdana dalam
persatuan dengan Yesus Kristus (Kis 2:41-47).
Konsekuensi keluarga Kristiani untuk hidup supaya dapat diteladani
masyarakat yang diteladani bukan hanya bentuk kerukunan dalam hidup
berkeluarga, melainkan sekaligus membentuk kerukunan dalam hal iman.
Dimensi iman inilah yang justru harus mewarnai seluruh aspek hidup keluarga
Kristiani sebab kata “Kristiani” itu sendiri sudah menunjukkan ciri khas iman
Katolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
“Sebagaimana cara hidup Jemaat Perdana, keluarga Kristiani perlu
memiliki komitmen yang tinggi terhadap segi iman itu” (Rukiyanto dan Esti
Sumarah, 2014: 66). Artinya dalam membangun keluarga Kristiani dimensi iman
tersebut hendaknya betul-betul dipraktekkan dan dihayati dalam tindakan konkret
melalui hubungan kasih persaudaraan, pewartaan yang menggembirakan kepada
siapa saja, dirayakan dalam doa, diwujudnyatakan dalam bentuk pelayanan bagi
sesama sebagai bentuk kesaksian akan iman tersebut sehingga mendatangkan suka
cita yang luar biasa bagi segala ciptaan di muka bumi. Bentuk penghayatan iman
seperti inilah merupakan gambaran yang cocok dengan tugas perutusan Gereja
yang harus terus menerus dihidupi oleh keluarga-keluarga Kristiani di manapun
berada.
c. Tugas Keluarga Katolik
Wignyasumarta (2000: 13-17) mengungkapkan kembali isi dari Anjuran
Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia
Modern (Familiaris Consortio) bahwa sesuai dengan rencana Allah, keluarga
Katolik mengemban empat tugas penting, yakni:
1) Membentuk Komunitas antarpribadi
“Cinta merupakan dasar kehidupan keluarga Kristiani” (Wignyasumarta,
2000: 13). Artinya keluarga Kristiani harus memperkembangkan cinta itu agar
tumbuh menjadi komunitas antarpribadi. Sebab cinta yang mempersatukan
suami-istri adalah cinta yang eksklusif. Roh Kudus mencurahkan cinta sejati
kepada mereka lewat sakramen perkawinan, sebagaimana cinta Yesus Kristus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
kepada Gereja-Nya (Kristianto dalam Rukiyanto dan Esti Sumarah, 2014: 65).
Cinta suami-istri juga bersifat tak terceraikan, karena dilandaskan pada cinta
yang total, dituntut demi kesejahteraan anak, serta dikehendaki Allah yang
menjadi lambang cinta Allah dan Kristus bagi umat-Nya (Kristianto dalam
Rukiyanto dan Esti Sumarah, 2014: 65). Perempuan dan laki-laki berperan
sebagai suami dan istri dan juga sebagai ayah dan ibu terhadap anak-anak
mereka. Kehadiran anak dalam keluarga mereka memang patut dilindungi,
dihargai, dan dicintai. Martabat pribadi anak-anak mereka diakui, dijadikan pusat
perhatian orang tuanya. Sedangkan para orang tua perlu tetap dihargai
perannya dalam keluarga, dalam Gereja dan dalam masyarakat karena
pengalaman dan kebijaksanaannya.
2) Mengabdi Kehidupan
Rukiyanto dan Esti Sumarah (2014: 66) mengungkapkan pendapat
Kristianto bahwa “peranan keluarga Kristiani yang juga sangat penting adalah
mengabdi kehidupan. Ini pertama-tama demi penyaluran kehidupan melalui
keturunan.” Tentu pengadaan keturunan didasari oleh cinta suami-istri yang
bersifat subur, baik dalam arti menurunkan anak maupun dalam membuahkan
kekayaan moral dan spiritual. Hubungan seks dan hidup berkeluarga terarah
kepada penerusan penciptaan manusia (Kej 1) dan pendidikan anak-anak.
Prokreasi juga meliputi pendidikan anak-anak. Tugas dan kewajiban orang tua
untuk mendidik anak ini merupakan hak esensial, orisinil dan primer, tak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
tergantikan dan tak terpindahkan oleh siapapun. Semua itu didasarkan atas dasar
cinta sebagai prinsipnya. Anak-anak perlu dididik dalam nilai-nilai dasar: tidak
lekat pada harta, adil karena cinta meluap, dan murni dalam seksualitas. Dan
masih banyak hal lain, seperti pendidikan iman, pendidikan mengenal arah hidup
atau panggilan, dan sebagainya, karena orang tua adalah ibu dan guru, seperti
Gereja, dalam bidang iman.
3) Ikut Serta Membangun Masyarakat
Keluarga Katolik bukanlah suatu pulau yang terpisah dari pulau yang satu
dengan yang lainnya, tetapi mereka saling berkaitan antar keluarga yang ada
dalam masyarakat (Wignyasumarta, 2000: 15). Sebagaimana keluarga-keluarga
lainnya, keluarga juga merupakan sel masyarakat yang pertama, yang menjadi
dasar dan faktor penumbuh masyarakat, terutama lewat pelayanan yang
berdasarkan cinta kepada sesama. “Keluarga merupakan sekolah hidup
bermasyarakat” (Wignyasumarta, 2000: 15). Artinya di situ ditumbuhkan
semangat berkorban dan dialog di mana manusia dimanusiawikan.
Hubungan erat antara keluarga dan masyarakat menuntut sikap terbuka
dari keluarga dan masyarakat untuk bekerjasama membela dan mengembangkan
kesejahteraan setiap orang. Suasana kesatuan yang akrab keluarga sebagai sekolah
hidup bermasyarakat dapat menumbuhkan semangat berkorban dan dialog untuk
dapat membina dan mengembangkan sikap sosial dan rasa tanggungjawab. Maka
orang tua mampu mengajak anak belajar memperhatikan orang lain (Kristianto
dalam Rukiyanto dan Esti Sumarah, 2014: 68).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
4) Ikut Serta dalam Hidup dan Perutusan Gereja
“Keluarga Katolik harus menjadi “Gereja mini”, yang mengambil bagian
dalam tugas perutusan Gereja dalam mewartakan Injil” (FC, a. 49). Artinya
Keluarga sebagai komunitas kecil dan paling mendasar dalam masyarakat
senantiasa menjadi pelopor utama untuk menjalankan tugas perutusan Gereja.
“Melalui kegiatan merayakan sakramen-sakramen Gereja diharapkan dapat
semakin memperkaya dan memperkuat keluarga Kristiani dengan rahmat Kristus,
supaya keluarga dikuduskan demi kemuliaan Bapa” (Kristianto dalam Rukiyanto
dan Esti Sumarah, 2014: 68). Ini berarti kehadiran Gereja juga ikut memberi
warna akan cinta kasih terus menerus kepada keluarga Kristiani dengan demikian
akan semakin mendorong dan membina keluarga Kristiani untuk melaksanakan
pelayanannya dalam cinta kasih. Di mana pelayanan cinta kasih tersebut berpola
pada Kristus yang penuh pengorbanan. Maka dari itu, keluarga juga diharapkan
dapat menyalurkan cinta kasih Kristus kepada saudara-saudari mereka.
“Yesus Kristus menjadi teladan dan sumber hidup keluarga Kristiani maka
keluarga Kristiani juga mempunyai tugas pokok dalam mengembangkan misi
Gereja yang mengacu pada hidup Yesus sebagai Nabi, Imam, dan Raja”
(Kristianto dalam Rukiyanto dan Esti Sumarah, 2014: 69). Bentuk kenabiannya
adalah menyambut dan mewartakan sabda, menjalankan fungsi kritis di dalam
masyarakat serta membela kebenaran (Wignyasumarta, 2000: 16). Dengan
sakramen baptis, penguatan, dan perkawinan, keluarga Katolik mempunyai tugas
misioner, yakni mewartakan Injil kepada keluarga-keluarga yang kurang beriman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
dan kepada dunia, baik secara eksplisit maupun implisit melalui tingkah laku,
kesetiaan dalam perkawinan, dan contoh hidup berkeluarga yang baik
(Wignyasumarta, 2000: 16).
Berdasarkan tugas imamatnya, keluarga Katolik bersatu dengan Allah
lewat sakramen-sakramen, ibadat, dan doa. Keluarga dipanggil menuju kepada
kesucian dan ikut membantu menyucikan Gereja dan dunia seluruhnya
(Wignyasumarta, 2000: 16). Tugas imamat keluarga Kristiani juga dilaksanakan
lewat pertobatan dan saling mengampuni, yang memuncak dalam penyambutan
sakramen Tobat. Tugas pengudusan itu juga dilaksanakan dalam doa, yang berciri
kebersamaan. Dalam doa diungkapkan suka duka hidup keluarga sehingga terjadi
sharing. Orang tua wajib mendidik anak-anak mereka untuk berdoa, tahap demi
tahap membangun jalinan hati dengan Allah secara pribadi. Itu harus dilakukan
lewat teladan, dan doa bersama. Doa keluarga menyiapkan anggota keluarga
untuk ibadat Gereja. Keluarga perlu pergi bersama-sama ke Gereja pada Minggu,
mempersiapkan penerimaan sakramen-sakramen secara memadai,
merenungkan sabda Allah, dan berdoa rosario secara bersama
(Wignyasumarta, 2000: 17).
“Keluarga juga mepunyai tugas rajawi, yakni memberi arah dan
kepemimpinan dengan melayani sesama manusia seperti Kristus Raja (Rm 6:12)”
(Kristianto dalam Rukiyanto dan Esti Sumarah, 2014: 70). Dalam tugas rajawi ini
keluarga harus mampu melihat setiap orang khususnya anak-anak sebagai citra
Allah dan terutama pada mereka yang menderita, yang mana semuanya itu harus
dilaksanakan dan didasarkan dengan cinta kasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
3. Tanggungjawab Keluarga Katolik
Berdasarkan uraian mengenai pengertian tanggungjawab dan keluarga
Katolik di atas, maka dapat dikatakan bahwa tanggungjawab keluarga Katolik
merupakan segala keputusan maupun tindakan yang dilakukan secara bebas dan
penuh kesadaran. Hal ini berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh ayah, ibu
maupun anak dalam membangun sebuah keluarga dengan dasar cinta kasih
Kristus.
Tanggungjawab keluarga Katolik yang diberikan oleh Gereja dan negara
menurut Gilarso (1996: 14-15) ada empat yaitu: pertama, tanggungjawab keluarga
Katolik untuk membangun keluarga penuh cinta kasih terutama dalam
keluarganya sendiri. Kedua, keluarga Katolik memiliki tanggungjawab mendidik
generasi muda terutama anak-anak mereka sendiri. Ketiga, keluarga Katolik ikut
membangun masyarakat dengan membentuk pribadi-pribadi yang baik, bertindak
jujur, adil, berke-Tuhanan dan berkeprimanusiaan. Keempat, keluarga Katolik
ikut membangun Gereja dengan membina hidup rohani keluarganya sendiri (doa
bersama, mengikuti ibadah di gereja, dan sebagainya), serta mendidik anak-anak
mereka dalam sikap dan cara-cara beriman yang benar. Keluarga Katolik juga
menjadi saksi Kristus, dengan aktif ikut ambil bagian dalam kegiatan umat
beriman, khususnya di lingkungan dan paroki. Inilah merupakan wujud keputusan
maupun tindakan yang dilakukan oleh keluarga dengan penuh tanggungjawab.
Wejangan Paus Fransiskus dalam pembukaan Konvensi Tahunan Gerejani
Keuskupan Roma mengatakan demikian “para orang tua adalah orang-orang
pertama yang bertanggungjawab untuk pendidikan anak-anak mereka, dan harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
memperbaiki gagasan-gagasan aneh anak-anak yang sering dialami dalam setiap
pengalaman hidupnya.” (Warta Iman, 27-28 Juni 2015: 26). Artinya orang tua
memiliki tugas penting dalam tumbuh kembangnya kepribadian serta jatidiri
anaknya. Mereka perlu merubah dan mencari cara-cara baru yang lebih efektif
dalam mendidik anak-anak mereka. Tentunya, cara-cara tersebut dilandaskan rasa
saling mencintai serta mengasihi satu dengan yang lainnya. Kasih yang dialami
dalam keluarga akan menjadi sumber kekuatan luar biasa untuk turut serta dalam
perutusan Gereja.
Kehidupan dalam keluarga menjadi penentu tingkah laku setiap
anggotanya dalam hidup bermasyarakat dan menggereja karena apa yang
diajarkan dalam keluarga, itulah yang akan diterapkan dalam tindakan nyata. Agar
dapat melaksanakan tugas perutusannya, keluarga perlu mempersiapkan anggota-
anggotanya, terutama anak-anak, melalui pendidikan, baik mengenai iman Katolik
maupun nilai-nilai kemanusiaan, karena keluarga adalah sekolah yang pertama
dan utama bagi mereka (GE, a. 3). Mereka perlu dibimbing menjadi pribadi
Katolik yang dewasa dan memiliki kepedulian serta kesediaan mengambil bagian
dalam pembangunan kehidupan bersama.
Identitas kekristenan keluarga Kristiani mengandung makna bahwa
keluarga tersebut terpanggil untuk turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja.
Keluarga Kristiani wajib mewujudkan dirinya menjadi “Gereja Mini” (FC, a. 49).
Hal ini juga disinggung oleh Heryatno Wono Wulung (2012: 1) yang
mengungkapkan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
“sebagai Ecclesia Domestica (LG, a. 11) keluarga-keluarga Kristiani, berdasar belas kasih Kristus yang telah mempersatukan mereka secara istimewa melalui sakramen perkawinan, menghayati panggilannya melalui beberapa kegiatan inti keluarga, yaitu persekutuan pribadi (koinonia), perayaan iman (leiturgia), pelayanan (diakonia), dan pewartaan (kerygma) yang amat berdekatan dengan pengajaran.” Arti keluarga sebagai Gereja rumah tangga atau Gereja kecil tentu
memiliki kesamaan tugas dengan Gereja pada umumnya. Hanya saja beda
konteksnya. Yang satu dalam lingkup kecil dan satunya lagi dalam lingkup yang
besar. Kesamaan tugas tersebut terletak pada empat tugas Gereja yakni koinonia,
kerygma, leiturgia, dan diakonia. Maka Heryatno Wono Wulung membahas
mengenai hakikat keluarga Kristiani dengan mengungkapkan pendapat Groome
bahwa keluarga Kristiani menghayati hakikatnya sebagai persekutuan antar
pribadi (koinonia), merayakan iman mereka (leiturgia).
Di samping itu, Heryatno Wono Wulung mengungkapkan pendapat
Groome bahwa kegiatan keluarga dalam pelayanan (diakonia) dan pewartaan
sabda (kerygma) merupakan jalan yang penting untuk mewujudkan panggilan
dasar sebagai Gereja rumah tangga. Groome mau mengingatkan bahwa meskipun
banyak keluarga Kristiani sedang mengalami krisis, tetapi peran mereka sebagai
Gereja rumah tangga tetap dapat dijalankan. Keluarga yang sedang mengalami
kesulitan tetap dapat mewujudkan panggilannya menjadi pewarta Injil melalui
jalan kesaksian dan pelayanan. Mereka boleh percaya bahwa Allah dapat berkarya
melalui keluarga-keluarga yang sedang terluka.
Berikut ini akan diuraikan secara singkat masing-masing kegiatan inti
keluarga Kristiani sebagai wujud tugas dan tanggungjawabnya akan pertumbuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dan perkembangan iman dalam keluarga, beserta beberapa langkah konkret untuk
mewujudkan hakikat keluarga sebagai Gereja rumah tangga.
a. Koinonia (Persekutuan Pribadi)
Sebagai persekutuan pribadi yang paling kecil, keluarga Kristiani
diharapkan memiliki keramahtamahan yang terbuka terhadap komunitas lainnya
atau yang lebih besar. Gambaran hidup keluarga Kristiani yang ramah tamah tentu
sangat relevan dengan makna Katolik yang berarti terbuka. Sikap hidup terbuka
dapat diartikan dengan memperlakukan siapa saja tanpa pandang suku, ras,
budaya, kedudukan, warna kulit, dan lain-lain sebagai saudara atau saudaraku
(FC, a. 64). Sikap ini tentunya sangat penting dikenakan, karena akan menjauhkan
orang dari sikap diskriminatif.
Heryatno Wono Wulung menyampaikan pendapat Groome mengenai lima
strategi yang dapat digunakan untuk membina keluarga Kristiani yang ramah dan
terbuka. Pertama, keluarga mengusahakan supaya setiap anggota keluarga
diterima, dihormati, dan dicintai. Kedua, keluarga menemukan cara untuk
bersikap terbuka kepada tetangga, sesama, dan setiap orang yang datang. Ketiga,
keluarga menunjukkan sikap peduli dan bela rasa kepada mereka yang
membutuhkan. Cara ini sebetulnya dapat dipakai untuk kegiatan diakonia.
Kelompok atau pribadi yang paling membutuhkan adalah orang miskin, kecil,
tersingkir, dan berkebutuhan khusus. Sebab mereka sering kali berada dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
rumah sendiri. Dalam keadaan yang demikian, keluarga justru dengan mudah
dapat menemukan wajah Allah yang penuh belas kasih. Keempat, keluarga
Kristiani hendaknya bergabung dengan perkumpulan keluarga yang ada di sekitar
lingkungan Gereja atau masyarakat seperti KBG, KBM, dan lain-lain. Kelima,
keluarga senantiasa mengadakan acara rekonsiliasi dalam keluarga agar semakin
mudah saling mengasihi dan mengampuni.
b. Kerygma (Pewartaan)
Heryatno Wono Wulung, dalam “Hakikat Keluarga Kristiani” kembali
mengemukakan pendapat Groome tentang perlunya meyakinkan orang tua bahwa
mereka memiliki kemampuan untuk berbagi pengalaman iman kepada seluruh
anggota keluarga, terutama kepada anak-anaknya. Groome juga menyatakan
bahwa katekese yang diselenggarakan di dalam keluarga sangatlah penting. Hal
ini demi terwujudnya Gereja rumah tangga yang hidup dan berkembang. Maka
dari itu, kekhasan katekese umat dapat pula diterapkan dalam katekese keluarga
dengan semboyan katekese dari, oleh, dan untuk keluarga. Hakikat keluarga
sebagai Ecclesia domestica perlu diwujudkan dalam kegiatan pelayanan dan
kesaksian oleh keluarga. Sebab kegiatan pelayanan dan kesaksian merupakan
wujud dari pewartaan sabda. Kegiatan katekese yang dilaksanakan dalam keluarga
secara rutin, dapat memberi pengaruh kepada semua anggota keluarga. Di mana
mereka semakin akrab dengan Sabda Allah serta mampu menjadikannya sebagai
kekuatan rohani dalam keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
c. Leiturgia (Perayaan Iman)
Seperti biasanya ibadat atau liturgi dirayakan di gereja paroki maupun di
lingkungan atau di basis-basis. Namun hal ini menjadi jarang dilakukan di dalam
keluarga untuk zaman sekarang, sebab aneka kebutuhan menuntut keluarga untuk
memenuhinya. Dengan demikian keluarga menjadi tidak memiliki waktu untuk
berkumpul bersama merayakan ibadat atau liturgi. Padahal ibadat atau liturgi
dapat menciptakan suasana religius di dalam keluarga. Ibadat keluarga itu sendiri
merupakan kegiatan yang penting untuk menumbuhkembangkan serta membina
iman seluruh anggotanya, baik orang tua, anak-anak, maupun anggota keluarga
lainnya.
Heryatno Wono Wulung juga mengemukakan pendapat Groome mengenai
lima strategi yang perlu dilakukan dalam keluarga. Pertama, keluarga dapat
mengadakan ibadat keluarga pada hari-hari istimewa seperti ulang tahun anggota
keluarga atau ulang tahun perkawinan keluarga. Ibadat yang berbentuk doa
bersama dapat pula dilakukan secara rutin di hari Minggu malam atau menjelang
makan bersama. Kedua, keluarga dapat menyusun ibadat keluarga sendiri sesuai
dengan kebutuhan agar lebih relevan dengan keadaan keluarga. Ibadat keluarga
semacam ini tentu akan semakin meyakinkan anak-anak akan kesetiaan dan
kemurahan hati Allah. Ketiga, keluarga juga dapat menyusun bahan ibadat
keluarga dari teladan kesalehan umat dan nilai budaya setempat. Keempat,
keluarga juga perlu memasang simbol-simbol religius yang bernilai estetis di
kamar utama atau di kamar-kamar pribadi seperti gambar, patung, salib dan lain-
lain. Kelima, keluarga perlu memberikan warna baru untuk memupuk dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
mengembangkan spiritualitas dalam keluarga dengan menikmati karya seni seperti
film, lagu, puisi, kisah rohani, dan lain-lain.
d. Diakonia (Pelayanan)
Dewasa ini, telah berkembang dengan pesat paham materialisme,
konsumerisme, dan individualisme di tengah-tengah masyarakat. Perkembangan
paham-paham tersebut tentu memberi dampak yang luar biasa bagi
tumbuhkembangnya iman anak-anak dalam setiap keluarga Kristiani. Terhadap
hal demikian, keluarga Kristiani sebagai Gereja rumah tangga diharapkan
memiliki hati dan kepeduliannya pada mereka yang paling membutuhkan.
Beberapa keluarga Kristiani melakukan tindakan cinta kasih sebagai perwujudan
syukur mereka atas kemurahan hati Allah. Dengan tulus mereka berbagi
kemurahan ilahi kepada sesama yang sangat membutuhkan. Kegiatan ini akan
sangat memperkembangkan keluarga dan meningkatkan kebahagiaan mereka.
Heryatno Wono Wulung mengemukakan pendapat Groome mengenai
beberapa strategi yang perlu ditanamkan serta dipraktekkan dalam hidup konkret.
Pertama, keluarga perlu membiasakan berbagi dan berbela rasa antara lain dengan
bersikap dan bertindak adil kepada semua anggota. Keluarga juga hendaknya
memperhatikan secara lebih istimewa anggota keluarga yang paling lemah
sehingga mereka merasa dihargai dan dicintai. Kedua, keluarga Kristiani perlu
menjauhkan diri dari segala bentuk KDRT baik yang bersifat fisik ataupun verbal.
Ketiga, keluarga senantiasa terlibat secara aktif dalam kegiatan cinta kasih yang
dilakukan oleh lingkungan Gereja atau masyarakat. Dalam hal ini, keteladanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
orang tua dalam sikap dan tindakan konkret sangat perlu sehingga anak dapat
menirunya. Apabila hendak melakukan kegiatan lingkungan Gereja maupun
masyarakat hendaknya secara bersama-sama. Keempat, keluarga Kristiani perlu
menyisihkan sebagian pendapatan demi mendukung gerakan penegakan keadilan
dan perdamaian serta pelestarian lingkungan hidup. Keluarga Kristani juga dapat
menyisihkan sebagian pendapatannya untuk beasiswa kepada anak-anak yang
tidak mampu. Kelima, tindakan amal cinta kasih yang dilakukan oleh keluarga
Kristani hendaknya didasari sikap tanpa memandang latar belakang agama, suku,
atau ras.
B. Pendidikan Iman Anak
1. Pengertian Pendidikan Iman Anak
Perlu diketahui bahwa pendidikan yang paling mendasar dalam keluarga
adalah pendidikan iman. Sebab ia menjadi dasar bagi seluruh proses pendidikan
seterusnya. Pendidikan dalam keluarga Katolik harus memperhatikan pendidikan
iman dan moral Katolik, karena keluarga adalah sekolah nilai-nilai kemanusiaan
dan iman Katolik (KWI, 2011: 29). Artinya pendidikan iman adalah tugas dan
tanggungjawab keluarga Katolik, namun kenyataannya banyak keluarga tak cukup
melakukannya, entah karena kurang mampu atau kurang memiliki perhatian akan
hal ini. Oleh sebab itu keluarga dituntut untuk dapat mengarahkan pendidikan
iman anak-anaknya agar berkembang menjadi manusia utuh, beriman, bermoral,
bertakwa, dan mampu menjalani kehidupan bersama secara harmonis dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
masyarakat Indonesia yang beragam. Sikap batin dan hati nurani anak
ditumbuhkembangkan agar bisa melihat kehadiran dan kebaikan Tuhan dalam
dirinya sendiri, di tengah-tengah keluarga, dan dalam lingkungan hidupnya.
Adisusanto (2000: 28) mengemukakan bahwa memberikan pendidikan
iman berarti mengusahakan perkembangan iman seseorang menuju kedewasaan.
Pendidikan iman tidak hanya menyampaikan pengetahuan iman tetapi lebih dari
itu yakni membentuk sikap iman dalam hidup sehari-hari yang nyata. Hal ini lebih
tertuju pada pendidikan iman anak yang memang perlu perhatian yang khusus dari
orang tua. Maka yang dimaksud dengan pendidikan iman anak adalah proses dan
usaha orang-orang dewasa untuk membantu anak-anak muda agar mereka mampu
menghormati dan mengasihi Allah, sebagai Pencipta dan Penyelamat. Pendidikan
iman anak merupakan segala kegiatan apapun, dalam lingkup manapun yang
dilakukan demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup keluarga maupun
dalam lingkup paroki (Suhardiyanto, 2008: 1). Pendidikan iman anak dalam
keluarga sebagai salah satu usaha untuk membantu dan mempermudah
perkembangan iman anak yang bertujuan membimbing anak secara sadar
berdasarkan kehidupan konkret menuju kedewasaan imannya. Oleh karena itu
pendidikan iman anak harus dimulai sedini mungkin sejak lahir dan terus-menerus
sampai anak menjadi dewasa (Wignyasumarta, 2000: 151). Pendidikan iman
dimulai sejak lahir bila memungkinkan anak dibawa ke Gereja untuk dibaptis.
Pembaptisan bagaikan benih yang ditanam dan kemudian akan tumbuh
menghasilkan buah di kemudian hari. Pertumbuhan iman anak tergantung pada
bimbingan iman dari keluarga, yakni orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
iman anak yang diberikan sejak dini akan menjadi dasar atau pondasi serta bekal
bagi anak dalam mempersiapkan diri menghadapi kehidupan bermasyakarat.
Pendidikan iman harus dilakukan secara terus menerus agar anak semakin
mengenal Bapa, Putera, dan Roh Kudus, menghayati iman yang sudah ia terima
dan memberi arti hidup serta tujuan manusia diciptakan untuk ikut ambil bagian
dalam hidup bermasyarakat dan hidup harmonis dengan sesama dan seluruh
ciptaan-Nya. Pendidikan iman anak harus mengkondisikan dan mengantarkan
anak untuk tidak mempunyai sifat fanatik yang sempit, tetapi mempunyai sifat
terbuka, artinya tidak menganggap imannya yang paling benar tetapi mengakui
juga kebenaran iman yang dimiliki oleh orang lain. Keluarga harus memberi
pemahaman dan memberi teladan kepada anak-anaknya untuk menghargai agama
orang lain itu seperti agamanya sendiri. Keluarga harus mengarahkan anak kepada
persaudaraan yang sejati demi tercapainya nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia.
2. Tujuan Pendidikan Iman Anak
Iman tidak dapat berkembang dan akan mengalami keburaman jika tidak
ada suatu pendampingan dan pengajaran sejak dini. Melalui pendidikan Kristiani,
sejak baptis anak dihantar pada pengenalan dan perjumpaan dengan Yesus
Kristus. Pendidikan iman anak tertuju pada pemahaman anak akan Allah yang
penuh belas kasih dan pengampun. Anak diajarkan mengenai Allah yang
senantiasa mengasihi setiap orang tanpa memandang banyak atau sedikit dosanya
asalkan mereka mau datang kepada-Nya.
Suhardiyanto (2008: 4) mengemukakan bahwa tujuan utama pendidikan
iman anak adalah agar anak-anak peserta PIA memiliki sikap dan wawasan iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Kristiani serta bangga atasnya, serta mampu pula mengungkapkan dan
mewujudkan imannya sesuai usia mereka. Selain menanamkan pemahaman
mengenai Allah yang penuh kasih, anak juga diajarkan mengenai sikap penuh
cinta kasih terhadap sesama dan orang lain yang mencerminkan sikap orang
Kristiani. Selain itu anak juga dibekali dengan pengetahuan tentang ajaran dan
peraturan dalam lingkup agama yang nantinya anak diharapkan bangga bahwa ia
dicintai dan mencintai orang lain serta dapat mengungkapkan dalam wujud nyata
dalam hidup sehari-hari sesuai usia mereka. Anak-anak diperkenalkan dengan
Allah sebagai Sang Pencipta atas segala bumi dan isinya sehingga ia dapat belajar
untuk selalu bersyukur atas segala sesuatu yang ia dapatkan dari Tuhan. Dan
anak-anak juga diberi pemahaman bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang
paling sempurna dan memiliki martabat dan derajat yang sama sehingga melalui
pemahaman tersebut anak-anak dapat belajar menghargai orang lain sebagai
wujud cinta kasih kepada Tuhan.
Melalui uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan iman anak
bertujuan demi terwujudnya aspek persekutuan, pewartaan, perayaan, pelayanan,
dan kesaksian dalam diri anak hingga ia dewasa. Dalam hal ini, Goretti (1999: 82-
83) mengemukakan beberapa tujuan pendidikan iman anak sebagai berikut:
a. Menyiapkan situasi lingkungan yang baik bagi anak-anak yang sedang berkembang.
b. Meningkatkan serta memperdalam pengetahuan agama yang diarahkan ke penghayatan iman yang nyata sesuai dengan perkembangannya dalam usia tertentu (5-13 tahun).
c. Mempersiapkan anak untuk menerima komuni pertama. d. Meningkatkan serta memperdalam penghayatan anak terhadap liturgi
Gereja. e. Meningkatkan sifat satria, harga-menghargai pribadi orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
f. Memupuk harga diri yang sehat dan wajar. Kritis dan menanggapi sesuatu serta menilai tinggi hak hidup setiap makhluk.
g. Mencari dan meningkatkan bakat/ keterampilan dari anak-anak sendiri.
Ketujuh tujuan yang dikemukakan oleh Goretti mengarahkan anak pada
perkembangan pribadinya baik untuk diri sendiri, Gereja dan masyarakat. Dengan
demikian anak semakin siap menjadi pribadi yang tumbuh dengan iman yang
matang dan dewasa serta mampu menjadi saksi Kristus di tengah-tengah
masyarakat.
3. Bentuk-bentuk Pendidikan Iman Anak
Pendidikan iman anak merupakan sebuah proses dan usaha-usaha orang-
orang dewasa untuk membantu anak-anak muda agar mereka mampu
menghormati dan mengasihi Allah, Pencipta, dan Penyelamatnya (Soerjanto dan
Widiastoeti, 2007: 10). Sikap hormat dan kasih manusia terhadap Allah biasanya
berkembang bersamaan dengan perkembangan seluruh kepribadiannya. Artinya
bila seorang semakin dewasa secara menyeluruh, maka biasanya ia juga semakin
dewasa dalam iman.
Segala proses dan usaha orang dewasa tentunya harus memperhatikan
bentuk-bentuk pendekatan yang perlu diterapkan dalam menuntun serta
membimbing anak-anak tersebut sesuai dengan konteks perkembangannya.
Soerjanto dan Widiastoeti (2007: 14) berpendapat bahwa ada empat bentuk
pendidikan iman anak.
a. Teladan Tokoh-tokoh Identifikasi :
Iman biasanya tumbuh pada anak saat ia mengamati dan mengikuti tokoh-
tokoh identifikasinya, secara spontan dan belum terlalu disadari. Tokoh-tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
identifikasi tersebut adalah orang-orang dewasa yang terpenting dan terdekat
baginya, yakni orang tuanya. Sikap dan perilakunya mengacu pada sikap atau
perilaku dari orang-orang dewasa yang dihormatinya atau tokoh-tokoh
panutannya.
Kemampuan seorang anak untuk memahami sesuatu secara abstrak
biasanya masih sangat terbatas. Ia lebih mampu memahami sesuatu dengan
melihat contoh-contoh yang konkret dan cenderung mengikuti contoh-contoh
tersebut. Karena itulah, pemimpin Gereja Katolik berharap bahwa anak-anak
menemukan teladan hidup beriman pertama-tama dalam diri orang tua dan
anggota-anggota keluarganya sendiri. Dalam anjuran Apostolik tentang
Penyelenggaraan Katekese: Catechesi Tradendae, ditegaskan bahwa sejak usia
dini para anggota keluarga perlu saling membantu agar bertumbuh dalam iman
(CT, a. 68).
b. Suasana :
Yang dimaksud dengan suasana adalah keadaan dari suatu tempat. Suasana
itu sulit dirumuskan, tetapi mudah dirasakan atau dialami. Bagi seorang anak,
suasana merupakan keadaan yang menyenangkan atau tidak, membuatnya kerasan
atau tidak. Pengaruh suasana rumah terhadapnya sangatlah besar, apalagi bila hal
itu dialaminya selama bertahun-tahun. Karena itulah pimpinan Gereja Katolik
menegaskan bahwa suasana keluarga yang diresapi kasih dan hormat
mempengaruhi anak seumur hidupnya (CT, a. 68).
Suasana memang dapat terjadi karena kebetulan saja. Namun, mengingat
pengaruhnya yang besar dalam perkembangan iman anak, suasana di rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
sebaiknya tidak terjadi karena kebetulan, melainkan karena diusahakan
sedemikian rupa sehingga ia memungkinkan perkembangan iman. Suasana seperti
itu dapat diciptakan antara lain dengan sikap dan perilaku semua anggota keluarga
yang penuh kasih sayang dan keakraban. Kemudian, acara dan irama hidup yang
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan semua anggota keluarga dan sekaligus
memungkinkan terciptanya selingan yang menyegarkan. Begitu juga dengan
ruang-ruang rumah dan kebun yang ditata sedemikian rupa sehingga menciptakan
suasana yang manusiawi dan Kristiani. Dan yang terpenting adalah tersedianya
fasilitas yang memadai, terutama bagi anak (Soerjanto dan Widiastoeti, 2007: 16).
c. Pengajaran :
“Keteladanan kadang-kadang bersifat agak tersembunyi” (Soerjanto dan
Widiastoeti, 2007: 16). Artinya keteladanan tersebut muncul dengan melihat apa
yang dilakukan oleh orang tua. Maka keteladanan itu sebaiknya juga diperkuat
dengan pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan daya tangkap anak,
sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan kepribadiannya.
Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan
iman anak yaitu pengajaran harus sesuai dengan keadaan anak, kepekaan
emosionalnya, aneka kesulitan dan masalahnya (Soerjanto dan Widiastoeti, 2007:
16). Ini berarti bahwa dalam pengajaran hendaknya perlu melihat situasi dan
kondisi yang melatarbelakangi hidup anak sehingga apa yang diajarkan betul-
betul mengena pada konteks hidup anak tersebut dan berdayaguna. Pengajaran
harus membantu anak mengolah pengalaman dan perasaannya. Dalam pengajaran
seringkali dilupakan bahwa pengalaman dan perasaan anak perlu juga disentuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
agar anak dapat belajar dari setiap pengalaman hidupnya demi perkembangan
hidup selanjutnya. Pengajaran juga hendaknya harus bersifat komunikatif, tidak
indoktriner, dan merangsang anak untuk berpikir secara aktif. Maksudnya dalam
pengajaran tidak melulu si pengajar yang lebih aktif daripada yang diajar. Perlu
adanya komunikasi dua arah antar yang mengajar dan yang diajar. Hal ini juga
berguna untuk merangsang cara berpikir anak dalam menanggapi setiap situasi
yang dialami.
d. Komunikasi :
“Komunikasi antara semua anggota keluarga merupakan faktor pendukung
perkembangan iman anak yang tak tergantikan” (Soerjanto dan Widiastoeti, 2007:
16). Komunikasi yang dibangun dengan baik antara orang tua dengan anak
bahkan dengan masyarakat menjadi bentuk pendidikan iman yang sangat baik
bagi anak-anak. Hal-hal yang dikomunikasikan tidak perlu selalu langsung
mengenai iman. Meskipun demikian, isi komunikasi itu sebaiknya dapat
memperluas wawasan iman dan menjadi sumber inspirasi iman. Sementara itu,
bentuk-bentuk komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, misalnya:
kebiasaan berterus-terang atau sembunyi-sembunyi, kebebasan berpikir atau
ketaatan buta. Dengan adanya proses globalisasi sekarang ini tentunya
semakin membuka kemungkinan munculnya bentuk-bentuk komunikasi yang
baru. Bentuk-bentuk tersebut hendaknya dapat digunakan oleh para orang tua
sebagai sarana yang baik dalam menumbuhkembangkan iman anak dalam
keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
C. Urgensi Tanggungjawab Keluarga Katolik terhadap Pendidikan Iman Anak
Perlu diakui bersama bahwa bangunan hidup serta jati diri seseorang
sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Dalam keluarga, seseorang
mengalami pendasaran hidup serta proses pembentukan dalam segala segi.
Melalui kebiasaan dan pembiasaan yang baik, anak akan bertumbuh dan
berkembang menjadi orang yang sehat dalam badan, matang dalam iman, kuat
dalam kepribadian, dan luas dalam wawasan dan sebaliknya (Komisi Kitab Suci
KAS, 2014: 1). Atas dasar itu maka menjadi tanggungjawab keluarga Katolik dan
semua pihak secara bersama-sama untuk membangun tekad dan berjuang agar
keluarga-keluarga Katolik semakin menampakkan jati diri sebagai keluarga
Kristiani yang baik.
Menjadi persoalan bahwa dalam zaman yang terus berkembang, persoalan
dan tantangan juga terus berkembang. Nilai-nilai baik dalam keluarga bisa
tergerus oleh perkembangan zaman. Iman dapat luntur dengan aneka tawaran
yang menggiurkan dan merusak keseluruhan kepribadian anak-anak zaman
sekarang. Mereka mengalami pengaruh dan keadaan yang melingkupinya. Entah
di lingkup kota, desa, mereka dikelilingi oleh berbagai pengaruh dari orang tua,
saudara-saudari, nenek, kakek, teman-teman, dan oleh siapa saja yang
mempengaruhi mereka (Gorreti, 1999: 7). Anak-anak mengalami pengaruh-
pengaruh dari orang tua, saudara-saudari, nenek, kakek, teman-teman, dan lain-
lain. Anak-anak juga dipengaruhi oleh pandangan-pandangan serta sikap hidup
mereka, seperti dalam cara hidup mereka, hubungan dengan masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
sekeliling, hubungan dengan Tuhan, dalam menghadapi diri sendiri dan dunia
lingkungannya. Semuanya membawa dampak dan pengaruh yang berbeda-beda.
Menurut Soerjanto dan Widiastoeti (2007: 18) kemajuan zaman membawa
beberapa dampak negatif seperti individualisme. Orang zaman ini cenderung
bersikap acuh dengan keadaan orang lain. Karena itu orang tua bertanggungjawab
membantu anak-anaknya agar mampu mengatasi sifat egois serta persaingan dan
sifat-sifat negatif lainnya. Orang tua hendaknya mengingatkan anak-anak bahwa
mereka dipanggil Tuhan untuk hidup dalam semangat kesetiakawanan bukan
dengan mental yang lembek. Dengan mental yang lembek orang cenderung
kehilangan daya juang, maka dari itu orang tua hendaknya melatih anak-anaknya
agar tahan banting dan punya daya juang yang tinggi.
Paham negatif lainnya yakni sekularisme. Sikap ini membuat orang
cenderung melupakan Tuhan dalam hidupnya. Karena itu orang tua hendaknya
menyadarkan anak-anak bahwa Tuhan selalu hadir dan penuh perhatian kepada
manusia dan sebagai balasan manusia hendaknya menyertakan Tuhan dalam
hidupnya.
Maka sudah semestinya bahwa keluarga Katolik dapat melaksanakan
tanggungjawabnya dengan menjadi tempat yang dapat melindungi anak-anaknya
yang mendambakan kehangatan dan kedamaian. Di dalam keluarga, setiap
anggotanya dapat merasakan betapa senangnya makan bersama, bercakap-cakap,
gembira, bersenda gurau di dalam perjumpaan satu dengan lainnya.
Kebanyakan orang Katolik percaya bahwa keluarga merupakan tempat
pendidikan iman yang pertama dan utama bagi semua anak, terutama mereka yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
mempunyai orang tua sendiri (Pudjiono dan Oetomo: 2007: 1). Sayang,
kepercayaan tersebut sering kali tidak diimbangi dan ditindaklanjuti dengan usaha
mereka dalam mendidik anak-anak mereka di rumah. Tidak sedikitlah kiranya
orang tua yang hanya mampu memberikan pendidikan jasmani dan intelektual
kepada anak-anak. Mereka tidak mampu memberikan pendidikan rohani maupun
moral dan sosial kepada anak-anak mereka sendiri.
Alasan yang barangkali mendorong mereka berbuat demikian ialah kurang
tahu tentang cara yang tepat untuk mewariskan iman kepada anak-anak
disebabkan pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri tentang iman juga
kurang memadai (Pudjiono dan Oetomo: 2007: 6). Beberapa orang tua terlalu
memberi kepercayaan kepada para guru di sekolah dan kepada para pemimpin
Gereja di paroki. Mereka mengira anak-anak mereka akan menjadi lebih baik asal
saja anak-anak itu belajar di sekolah Katolik dan cukup aktif di lingkungan
Katolik, entah di tingkat wilayah maupun di paroki.
Tanggungjawab yang diemban oleh keluarga terutama orang tua
sangatlah besar. Mereka harus membantu perkembangan anak-anaknya.
Perkembangan psikis, mental serta iman anak perlu diperhatikan dengan baik.
Karena bagaimana pun juga, perkembangan psikis, mental serta iman anak tidak
akan tumbuh dengan baik tanpa adanya peran serta tanggungjawab dari kedua
orang tuanya. Oleh sebab itu, orang tua dituntut supaya bertanggungjawab atas
perkembangan anak. Orang tua harus memberikan pendidikan iman anak sejak
mereka masih berusia dini. Pendidikan iman tidak hanya dilakukan di sekolah,
namun di dalam keluarga sangat diperlukan. Justru tugas orang tualah yang utama
dan pertama bertanggungjawab dalam memberikan pendidikan iman kepada anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Maka dari itu, keluarga Katolik diharapkan sadar akan tanggungjawabnya dalam
mengasuh anak terutama dalam mengajarkan nilai-nilai keutamaan hidup. Jika
mereka sudah tidak memiliki kesadaran akan tanggungjawabnya sebagai orang
tua, maka nasib keluarga pun akan menjadi tidak jelas. Karena kehidupan anak
masih tergantung pada orang tua mendidik dan memberikan contoh yang baik
kepada anak-anaknya. Maka dari itu keluarga Katolik harus memperhatikan
pendidikan iman anak-anak mereka.
Melihat kenyataan yang terjadi dengan pendidikan iman anak zaman
sekarang yang semakin memprihatinkan maka Gereja tidak tinggal diam begitu
saja. Gereja terus mengingatkan (KWI, 2011: 29) bahwa:
a. Orang tua tetap bertanggungjawab dan berkewajiban untuk memberikan pendidikan iman dan moral kepada anak-anaknya.
b. Mengingat keterbatasan mereka, perlulah keluarga Katolik membangun kerjasama dengan lembaga pendidikan lainnya seperti sekolah, Gereja, dan masyarakat, demi perkembangan kemampuan anak.
c. Gereja mengharapkan keluarga Katolik memilih Lembaga Pendidikan Katolik sebagai lembaga yang dipercaya untuk pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak. Karena di dalam lembaga pendidikan itu, pendewasaan pribadi dan penghayatan hidup sebagai manusia baru yang dibangun atas nilai-nilai Katolik diupayakan dengan sungguh-sungguh.
Kutipan di atas memberikan gambaran bahwa pendidikan iman anak yang
dilaksanakan dalam keluarga merupakan tanggungjawab utama orang tua dan tak
tergantikan. Namun melihat perubahan zaman yang begitu cepat dengan berbagai
macam aktifitasnya maka pentinglah orang tua mulai menjalin relasi dengan
sekolah-sekolah Katolik yang memang menjamin kedewasaan pribadi anak akan
nilai-nilai Katolik sangat dijunjung tinggi. Ini artinya orang tua/keluarga, sekolah,
Gereja, dan masyarakat ikut ambil bagian dalam membentuk perkembangan iman
anak tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
BAB III
GAMBARAN PELAKSANAAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK DI PAROKI SANTO PETRUS PEKALONGAN TERHADAP
PENDIDIKAN IMAN ANAK
Pada bab III ini, penulis akan menguraikan gambaran umum situasi paroki
Santo Petrus Pekalongan. Situasi yang penulis paparkan mengacu pada buku “
Katolik Sakpore” mengenai kumpulan tulisan yang menampilkan Gereja Katolik
Santo Petrus di usia 80 tahun. Pokok permasalahan yang akan diangkat dalam bab
ini adalah sejauh mana pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik di paroki
Santo Petrus Pekalongan berpengaruh positif terhadap pendidikan iman anak-
anak.
Bab III ini dibagi menjadi dua pokok bahasan. Pada pokok bahasan
pertama penulis memaparkan situasi umum paroki Santo Petrus Pekalongan.
Kemudian pokok bahasan kedua membahas penelitian mengenai tanggungjawab
keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak di paroki Santo Petrus
Pekalongan.
Pokok bahasan pertama berisi gambaran umum situasi geografis, sejarah,
situasi umat, visi, misi serta strategi paroki Santo Petrus Pekalongan. Kemudian,
pokok bahasan kedua berisi mengenai persiapan penelitian, laporan dan
pembahasan hasil penelitian, pendalaman lebih lanjut hasil penelitian menurut
masing-masing variabel, dan kesimpulan penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
A. Gambaran Umum Paroki Santo Petrus Pekalongan
1. Situasi Geografis Paroki Santo Petrus Pekalongan
Penulisan situasi geografis Paroki Santo Petrus Pekalongan ini adalah hasil
pengamatan sendiri serta wawancara dengan Bapak Ignatius Sunarno Hadi
sebagai pengurus dewan paroki bagian pewartaan tanggal 1 Desember 2015
melalui email. Paroki Santo Petrus Pekalongan terletak di pusat kota Pekalongan
dan sangat strategis sebab wilayahnya mencakup pusat kota, pusat perbelanjaan
(pasar dan pertokoan) dan juga pesisir pantai utara. Batas-batas geografisnya
sebagai berikut:
a. Barat : Stasi Wiradesa
b. Utara : Pantai Pasir Kencana
c. Timur : Kabupaten Batang
d. Selatan : Stasi Karanganyar
2. Sejarah Singkat Paroki Santo Petrus Pekalongan
Penulisan sejarah singkat Paroki Santo Petrus Pekalongan mengacu pada
buku Katolik Sakpore sebagai buku refleksi 80 tahun paroki Santo Petrus
Pekalongan. Pada tahun 1927, “Gereja Misi Kristus Raja di Purwokerto” termasuk
Vikariat Apostolik Batavia (Jakarta) berada di bawah pelayanan Tarekat Jesuit.
Tahun 1927 Tarekat Jesuit menyerahkan kawasan ini kepada Tarekat Misionaris
Hati Kudus (MSC). Dalam rangka serah terima penguasaan daerah karya misi dari
Jesuit kepada MSC, Romo B. Thien MSC bersama dengan Romo BJJ. Visser
MSC dan Romo De Lange MSC, mendapat tugas membuka paroki Tegal (Mardi
Usmanto, 2011: 19). Namun, untuk tugas penggembalaan Romo De Lange MSC
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
menjangkau seluruh daerah karisidenan Pekalongan, termasuk wilayah
Pekalongan itu sendiri. Sesekali para romo MSC tersebut melakukan kunjungan
ke Pekalongan.
Pada tahun-tahun pertama dalam tugas penggembalaan tersebut, jumlah
umat di Pekalongan masih sangat sedikit dan dirasa kurang menarik untuk
pengembangan misi. Namun di Pekalongan sudah ada keluarga Katolik yang
bernama P. Fischer. Beliau inilah yang memegang kas umat atau stasi
Pekalongan. Pada tanggal 18 April 1928 dikeluarkan surat keputusan dari
Gubernur Jendral tentang ijin perjalanan dinas pastor paroki setahun 12 kali
dengan biaya ditanggung pemerintah. Dari sinilih, bisa diketahui bahwa
Pekalongan pada waktu itu merupakan stasi dari Paroki Tegal (Mardi Usmanto,
2011: 21).
Bersamaan dengan dikeluarkannya surat keputusan itu, Romo B. Thien
MSC pergi ke Purworejo untuk bertemu Superior, yaitu Romo BJJ. Visser MSC
dan melaporkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengembangan Gereja
Pekalongan. Berdasarkan informasi yang telah dihimpun oleh Romo B. Thien
MSC, kemungkinan besar di Pekalongan akan mendapatkan tanah dari Kotapraja
Pekalongan. Berdasarkan laporan ini, maka Romo BJJ. Visser MSC membuat
surat permohonan kepada Kotapraja Pekalongan yang langsung dibawa sendiri
oleh Romo B. Thien MSC (Mardi Usmanto, 2011: 22).
Pada tanggal 30 April 1928, Romo B. Thien MSC berangkat ke Purworejo
dan memberitahukan kepada Romo BJJ. Visser MSC bahwa di Pekalongan ada
sebuah kuburan lama yang menurut salah seorang Dewan Walikota Pekalongan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
mungkin dapat diserahkan kepada Gereja Katolik untuk membangun sebuah
gereja. Maka pada tanggal 28 Juni 1928 Romo B. Thien MSC membuat surat
permohonan kepada Kotapraja Pekalongan untuk memperoleh tanah bekas
kuburan lama tersebut yang letaknya di “Booweng” guna membangun gereja
Katolik. Namun sayangnya surat permohonan ini ditolak oleh Kotapraja
Pekalongan. Pihak Kotaparaja Pekalongan hanya bersedia memberikan sebidang
tanah yang letaknya di “Bugisan” sebelah Tenggara penjara lama.
Dalam tugasnya Romo B. Thien MSC diganti oleh Romo W. J. Zeegers
MSC dari Belanda yang tiba di daerah misi baru (Jawa) pada tanggal 12 Oktober
1929. Romo W. J. Zeegers MSC cukup banyak menaruh perhatian pada umatnya
di Pekalongan yang sedang sibuk mengadakan persiapan akan terbentuknya
paroki baru. Berdirinya paroki baru sudah disiapkan tenaga Misioner baru yaitu
Romo Nico Van Oers MSC. Pada tanggal 27 September 1930, Romo Nico Van
Oers MSC tiba dan masih bertempat tinggal di Tegal (Mardi Usmanto, 2011: 24).
Pada tanggal 1 November 1930, Romo Nico Van Oers MSC mulai
menetap di Pekalongan dan menempati rumah di sebelah utara jalan raya depan
Stasiun. Mulailah dicatat dalam buku baptis Pekalongan yaitu Leonardus Fredy
Maramis sebagai yang pertama. Maria Kustilah Lebdati, sebagai yang kedua, dan
seterusnya. Tanggal inilah yang dijadikan sebagai momen peresmian dan
berdirinya paroki Pekalongan. Sejak saat itu paroki Pekalongan sudah tidak
menjadi bagian dari wilayah paroki Tegal. Sementara itu pula datang juga Tarekat
para Suster Notre Dame (SND) dan para suster Ursulin masuk ke Pekalongan dan
terlibat dalam karya pendidikan dan kesehatan (Mardi Usmanto, 2011: 25).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Perjalanan selanjutnya diwarnai dengan perjuangan untuk mendapatkan
tanah guna mendirikan bangunan gereja. Dibidik sebidang tanah yang berbatasan
dengan klinik gula (sekarang untuk Kodim 0710) di Jalan Imam Bonjol (sekarang
jadi ruko) tetapi pihak masyarakat keberatan. Mgr. BJJ. Visser MSC yang menjadi
prefektur Apostolik melobi Bupati Pekalongan (11 Januari 1933) dan mendapat
kebebasan untuk memilih tanah. Akhirnya dipilih sebidang tanah yang terletak di
sebelah Barat Daya Kaliloji dengan harga fl 1.788,25 yang dibayarkan ke
Kotapraja Pekalongan.
Pada tanggal 6 Juni 1936 kontraktor Fermon-Kuypers percaya untuk
membangun gedung gereja dengan biaya fl 25.800,- dan Gereja tersebut dapat
menampung 250 umat. Peletakan batu pertama oleh Romo J. Van Rooyen MSC
pada tanggal 4 Agustus 1935. Sedangkan pemberkatan gedung gereja oleh Mgr.
BJJ. Visser MSC pada tanggal 15 Desember 1935 dengan ditandai pemindahan
sakramen Mahakudus dari kapel susteran ke gereja (Mardi Usmanto, 2011: 38).
Memasuki tahun 1942, bulan April ditandai dengan masuknya tentara Dai
Nippon ke kota Pekalongan dan menguasai keadaan kota. Dalam masa penjajahan
Jepang, pelayanan kepada umat Katolik terganggu karena hanya mengandalkan
Romo Padmowidjojo MSC, Romo Lengkong Pr, dan Romo Danoewijojo Pr.
Pelayanan ini tidak tentu dan tergantung waktu kunjungan karena imam-imam
inilah yang bebas dari interniran dan melayani seluruh Vikariat Apostolik
Purwokerto (Mardi Usmanto, 2011: 74).
Setelah kemerdekaan RI, pada bulan Februari 1949 ada serahterima
pimpinan Gereja yaitu Mgr. BJJ. Visser MSC ke Romo W. Schomakers MSC.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Kepemimpinan beliau menekankan pentingnya partisipasi aktif dari umat dalam
pembangunan Gereja. Pada masa itu terbentuk berbagai organisasi seperti WKRI,
Pemuda Katolik dan Partai Katolik. Umat Katolik pun semakin berkembang,
terutama peningkatan jumlah umat dari golongan pribumi dan Tionghoa.
Sementara golongan Eropa menurun seperti pada tahun 1950 sejumlah 102
menjadi 45 pada tahun 1960 (Mardi Usmanto, 2011: 93).
Pada bulan Agustus 1961, Romo JH. Van de Pas MSC datang ke
Pekalongan menggantikan Romo Tangelder MSC. Pelayanan yang selanjutnya
tidak dikhususkan pada golongan Eropa, China maupun pribumi, melainkan
ditujukan kepada seluruh umat beriman. Apalagi pada masa pasca G 30
September, banyak golongan ingin dipermandikan. Sejak April 1965 paroki
Pekalongan digembalakan oleh pastor Welling MSC (Mardi Usmanto, 2011: 94).
Sebagai tindak lanjut Konsili Vatikan II di paroki dibentuk Dewan Paroki
yang bertugas menampung dan menciptakan partisipasi umat dalam kehidupan
menggereja. Akibat gerakan G 30 S PKI kerukunan umat juga makin bertambah.
Muncul pula kerukunan antar agama. Kegiatan yang dilakukan seperti Natalan
bersama. Muncul pula pengelompokan umat berdasarkan kring dan stasi. Paroki
makin berkembang berkat pelayanan para imam dan kedewasaan umat. Bahkan
ada yayasan pangkruktilaya yang berdiri dengan akta tertanggal 1 April 1973.
Tanggal 6 Maret 1974 terjadi pergantian Uskup dari Mgr. W. Schoemaker MSC
ke Mgr. PS. Hardjosoemarto MSC. Pada periode ini juga berkembang karya
pendidikan yaitu sekolah SMU Bernardus, pengelolaan radio Bernardus maupun
ARO (Alas Roban) (Mardi Usmanto, 2011: 113).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Selanjutnya peristiwa penting yang terjadi adalah renovasi pastoran dan
aula yang dimulai dengan pembentukan panitia pada bulan Oktober 1992.
Pastoran dengan 2 lantai dan aula seluas 218 m² yang digunakan untuk kantor
paroki, rapat dan pertemuan umat. Gedung ini diberkati oleh Mgr. PS.
Hardjosoemarto MSC pada tanggal 27 Februari 1994 (Mardi Usmanto, 2011:
114). Sampai tahun 2002 dalam masa penggembalaan Mgr. Julianus Kema
Sunarka, SJ, di paroki Pekalongan semakin melebarkan sayapnya menjangkau
wilayah kabupaten Batang, seperti Limpung, Subah, Kedawung, Bawang, Plelen,
Kuripan, Bandar, dan sebagainya. Juga munculnya pemekaran wilayah kring dan
stasi seperti kring Kristiana dari Thomas, kring Agustinus dan Emanuel dari kring
Magdalena, kring Fransiskus dari Andreas, stasi Kajen dari bagian Karanganyar.
Sekarang memasuki tahun 2015 paroki Pekalongan telah berusia 85 tahun.
Banyak hal telah terjadi di paroki ini khususnya perkembangan iman umat dan
tentu perkembangan ini semakin mendewasakan dan semakin menampakkan
nilai-nilai Kerajaan Allah dalam setiap karya dan pelayanan umat. Begitu juga
dengan wilayah penggembalaan makin meluas. Banyak kring telah berubah
menjadi lingkungan-lingkungan, stasi-stasi berubah menjadi paroki sendiri, dan
sebagainya.
3. Situasi Umat Paroki Santo Petrus Pekalongan
Jumlah penduduk paroki Santo Petrus Pekalongan berdasarkan sensus
tahun 2005 dan 2007 laki-laki sebanyak 1.290 jiwa dan perempuan sebanyak
1.670 jiwa maka total umat 2.973 jiwa (Mardi Usmanto, 2011: 142). Jikalau
dihitung per kepala keluarga sebanyak 1.037 KK yang tersebar di 20 lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
dan 4 stasi. Adapun 20 lingkungan sebagai berikut: lingkungan Paulus,
lingkungan Matheus, lingkungan Martha, lingkungan Yakobus, lingkungan
Andreas, lingkungan Petrus, lingkungan Yosef, lingkungan Lukas, lingkungan
Maria, lingkungan Maria Magdalena, lingkungan Fransiskus Xaverius,
lingkungan Kristiana, lingkungan Matheas, lingkungan Yohanes, lingkungan
Stefanus, lingkungan Markus, lingkungan Agustinus, lingkungan Keluarga Kudus
Nazaret, lingkungan Gregorius Agung, lingkungan Thomas. Dan 4 stasi sebagai
berikut: stasi Santo Mikael Wiradesa, stasi Santo Monica Sragi, stasi Santo
Yohanes Maria Vianney Kedungwuni, dan stasi Santo Yohanes Karanganyar
(Mardi Usmanto, 2011: 150-151).
a. Mata Pencaharian Umat
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ignatius Sunarno Hadi
sebagai pengurus dewan paroki bagian pewartaan tanggal 1 Desember 2015
melalui email. Beliau mengatakan bahwa mata pencarian umat paroki Santo
Petrus Pekalongan bervariasi. Mereka bekerja sebagai guru, pengusaha,
wiraswasta, Pegawai Negri, ABRI, dokter, perawat, karyawan swasta, pedagang,
buruh dan nelayan. Umat yang bekerja sebagai nelayan adalah umat yang tinggal
di sekitar pantai.
b. Segi-segi Kondisi Umat
Segi-segi kondisi umat paroki Santo Petrus Pekalongan yang penulis
paparkan di bawah ini merupakan hasil wawancara dengan Bapak Ignatius
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Sunarno Hadi sebagai pengurus dewan paroki bagian pewartaan tanggal 1
Desember 2015 melalui email. Segi-segi kondisi umat tersebut sebagai berikut:
1) Segi Ekonomi
Kehidupan ekonomi umat paroki Santo Petrus Pekalongan terdiri dari
golongan atas, menengah dan bawah. Hal ini terlihat dari pekerjaan mereka yang
bervariasi. Yang termasuk dari golongan atas biasanya mereka yang menjadi
pengusaha dan dokter. Lalu yang termasuk dari golongan menengah adalah
Pegawai Negri, perawat, karyawan swasta, pedagang dan wiraswasta. Sedangkan
untuk golongan bawah adalah buruh dan nelayan. Perbedaan sosial kehidupan
dalam bidang sosial ekonomi itu bukan menjadi penghalang dalam kebersamaan
untuk membangun Gereja.
2) Segi Pendidikan
Tingkat sosial ekonomi umat mempunyai pengaruh pada tingkat
pendidikan. Ada yang mendapat pendidikan tinggi, adapula yang hanya sampai
pendidikan SMA atau sederajatnya saja. Pengaruh itu disebabkan karena
perbedaan pendapatan ekonomi rumah tangga. Yang memiliki pendapatan lebih
tinggi dapat memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sampai ke jenjang
perguruan tinggi. Sementara rumah tangga yang berpenghasilan rendah merasa
berat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
3) Segi Kebudayaan
Umat paroki Santo Petrus Pekalongan sebagian besar suku Jawa dan
Thionghoa. Namun adapula dari mereka yang bersuku Flores dan Batak. Sebagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
besar dari mereka adalah perantauan dari berbagai kota bahkan pulau. Bahasa
yang digunakan di Pekalongan adalah bahasa Jawa dan Thionghoa. Kebanyakan
umat paroki Santo Petrus Pekalongan berasal dari wilayah Solo, Klaten dan
Yogyakarta. Umat yang asli dari Pekalongan tidaklah banyak.
4. Karya-karya Pastoral Paroki Santo Petrus Pekalongan
Karya-karya pastoral Gereja yang diselenggarakan paroki Santo Petrus
Pekalongan sangat beragam. Pada umumnya karya pastoral itu diselenggarakan
dalam rangka mengembangkan keempat fungsi Gereja. Keempat fungsi Gereja
yang dimaksud adalah bidang persekutuan (koinonia), bidang pewartaan
(kerygma), bidang liturgi (leiturgia), dan bidang pelayanan (diakonia). Karya-
karya pastoral yang akan penulis paparkan di sini merupakan karya-karya yang
termuat dalam buku Katolik Sakpore (Mardi Usmanto, 2011: 144-153).
a. Bidang Persekutuan (Koinonia)
Bagi umat Kristiani, koinonia merupakan fungsi dasariah yang amat
penting. Koinonia merupakan pangkal dan tujuan Gereja karena umat Kristiani
merupakan persekutuan orang-orang yang percaya akan Allah dalam diri Kristus.
Sebagai pangkal dan tujuan Gereja koinonia bukan hanya untuk dirinya sendiri
tetapi juga bagi dunia demi kepentingan semua orang. Keterlibatan umat dalam
usaha mewujudkan diri sebagai persekutuan para murid di tengah masyarakat
menjadi tugas semua orang beriman.
Segi koinonia pertama-tama lahir dalam keluarga-keluarga Katolik
khususnya di Paroki Santo Petrus Pekalongan sebagai persekutuan terkecil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Mereka menghayati keluarga sebagai Gereja mini (FC, a. 49) yakni Gereja rumah
tangga yang menjadi tempat Yesus Kristus hadir dan berkarya untuk keselamatan
manusia dan berkembangnya Kerajaan Allah. Sebagai Gereja mini, keluarga
Katolik juga senantiasa memberikan bekal iman yang mendalam bagi setiap
anggotanya, seperti membangun persekutuan cinta di antara pribadi-pribadi dalam
keluarga, memberikan pendidikan iman yang baik kepada anak-anak,
mempersiapkan, memelihara dan melindungi berbagai panggilan yang
ditumbuhkan Allah, dan berperan serta dalam kehidupan dan misi Gereja
universal. Berangkat dari keluarga, kini paroki Santo Petrus Pekalongan terus
mengembangkan ke persekutuan yang lebih besar yang secara khusus
mengupayakan persekutuan dalam Gereja dan masyarakat, seperti OMK, ibu-ibu
WKRI, PD Karismatik, Komunitas Tritunggal Mahakudus, PIA, PIR, kelompok
KKMK, dan kelompok Devosi Kerahiman Ilahi. Dan diharapkan akan terus
berkembang hingga tercapainya visi Gereja universal.
b. Bidang Pewartaan (Kerygma)
Tugas mewartakan Kabar Gembira kepada seluruh ciptaan merupakan
tugas seluruh umat Kristiani. Panggilan tersebut diemban sejak penerimaan
sakramen baptis sebagai pintu gerbang seorang masuk dan menjadi orang Katolik.
Pewartaan di sini bukan dimengerti sebagai bentuk kegiatan mempertobatkan
orang lain menjadi Katolik tetapi pewartaan sebagai usaha yang terus
menerus memperbaharui dan memperdalam hubungan umat beriman akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Kristus. Jadi maksud pewartaan di sini lebih pada memperdalam
penghayatan iman setiap anggota keluarga antara ayah, ibu serta anak-anak.
Adapun bentuk kegiatan pewartaan di dalam keluarga antara lain: mengajak
anggota keluarga untuk membaca Kitab Suci lalu merenungkannya dan
kemudian menafsirkan Sabda Allah dengan bersharing dari setiap anggota
keluarga, mengajarkan anak mengenai pelajaran agama dan membantu untuk
menemukan makna hidupnya dalam terang Kitab Suci dan ajaran Gereja.
c. Bidang Liturgi (Leiturgia)
Fungsi Gereja dalam bidang liturgi adalah merayakan karya penyelamatan
Allah terhadap manusia yang terwujud dalam diri Yesus Kristus. Dalam liturgi
umat mengungkapkan imannya akan karya Allah sekaligus bersyukur atas segala
rahmat yang diterimanya. Bagi umat Kristiani liturgi mempunyai tujuan untuk
mengungkapkan dan memperkembangkan iman akan Yesus Kristus.
Adapun bentuk kegiatan antara lain: mengajak keluarga doa malam
bersama, doa sebelum dan sesudah makan, doa pagi sebelum melakukan aktifitas,
melaksanakan ibadat saat anggota keluarga merayakan ulang tahun atau syukuran,
mengajak anggota keluarga untuk pergi ziarah.
d. Bidang Pelayanan (Diakonia)
Keluarga Kristiani adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak
yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi serta
meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
juga dituntut untuk mengikuti sikap dan semangat hidup Kristus. Kristus datang
ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Demikian juga,
keluarga dituntut untuk dapat saling melayani satu dengan yang lainnya. Adapun
contohnya: tidak membeda-bedakan setiap anggota keluarga dalam memberikan
kasih sayang, merawat anggota keluarga yang sakit, anak-anak membantu ibu
menyiapkan makanan, istri membantu suami menyiapkan kebutuhannya sebelum
bekerja, ayah bekerja mencari nafkah, anak-anak membantu ibu membersihkan
rumah, orang tua membantu anak-anak dalam mengerjakan tugas sekolahnya,
setiap anggota keluarga menyisihkan uang sakunya untuk keperluan keluarga
pada saat tertentu (memberi hadiah bagi salah satu anggota keluarga yang ulang
tahun, dapat juara, naik kelas, dan adik atau kakak menyisihkan uang sakunya
untuk membantu salah satu dari mereka yang membutuhkan).
5. Visi, Misi dan Strategi Paroki Santo Petrus Pekalongan
a. Visi
Rumusan visi dan misi yang akan penulis uraikan di bawah ini menurut
buku Katolik Sakpore (Mardi Usmanto, 2011: 140) bahwa “Paroki Pekalongan
adalah persekutuan umat beriman Katolik yang mensyukuri karunia iman dan
terpanggil untuk memelopori berdirinya Kerajaan Allah dengan memperjuangkan
tegaknya nilai-nilai kemanusiaan melalui komunikasi, kebersamaan dan
kerendahan hati serta bekerja sama dengan yang berkeyakinan lain”.
Rumusan visi di atas mengandung arti bahwa seluruh umat Katolik paroki
Santo Petrus Pekalongan tanpa terkecuali mengambil peran dalam membangun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Gereja sebagai Umat Allah sesuai dengan fungsinya masing-masing. Semuanya
tanpa terkecuali melalui komunitas-komunitas yang ada di paroki baik kategorial
maupun teritorial ikut ambil bagian dalam memperkembangkan Gereja
Pekalongan.
Umat Katolik paroki Santo Petrus Pekalongan sebagai persekutuan umat
beriman dipanggil untuk memelopori berdirinya Kerajaan Allah. Maksud dari
Kerajaan Allah adalah kejujuran, komunikasi yang baik, kesucian, kerendahan
hati, cinta kasih, keadilan, perdamaian, mengutamakan kepentingan orang lain,
hilangnya egoisme dan tumbuh sikap terbuka pada siapapun serta penghargaan
terhadap orang lain. Tentunya semuanya didasari oleh sikap dan semangat Yesus
Kristus sebagai pola hidup sehari-hari. Selain itu juga Gereja paroki Pekalongan
diharapkan dalam memelopori berdirinya Kerajaan Allah sungguh-sungguh
berakar pada nilai-nilai injili serta kebudayaan setempat mulai dari komunitas
kecil yakni keluarga. Menyadari bahwa Gereja bagian dari hidup masyarakat,
maka Gereja dipanggil untuk terlibat dalam hidup masyarakat. Gereja ikut peduli
terhadap persoalan-persoalan yang ada di masyarakat.
Dengan menghidupi apa yang dikehendaki Allah maka Kerajaan
keselamatan-Nya dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian
Gereja Katolik paroki Pekalongan mampu berperan lebih banyak dalam menjaga
dan memperbaiki kehidupan alam ciptaan. Gereja tidak lagi berdiam diri dan
sakit-sakitan di dalam tetapi berani keluar dan berperan secara nyata dalam segala
aspek kehidupan umat manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
b. Tantangan-tantangan yang Harus Dihadapi
Paroki Santo Petrus Pekalongan dituntut untuk mewujudkan Kerajaan
Allah dengan memperjuangkan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan. Hasil
wawancara dengan Bapak Ignatius Sunarno Hadi sebagai pengurus dewan paroki
bagian pewartaan tanggal 1 Desember 2015 melalui email dan didukung oleh data
dari buku Katolik Sakpore (Mardi Usmanto, 2011: 132) mengungkapkan bahwa
umat Gereja paroki Santo Petrus Pekalongan kurang memiliki kesadaran akan
tanggungjawab pendidikan iman bagi anak-anak mereka serta kurangnya
kesadaran akan pengungkapan iman. Tantangan lainya adalah kurangnya
pemahaman umat tentang iman kekatolikannya, lemahnya pengarsipan data
kegiatan serta arah menggereja yang tidak tertata dengan baik, perkembangan
zaman yang begitu cepat masuk ke berbagai aspek kehidupan umat, dan lemahnya
dinamika hidup menggereja.
Tantangan yang telah diungkapkan di atas tentu menjadi perhatian seluruh
umat paroki Pekalongan mencari cara yang tepat guna mengatasinya. Melalui
kemunitas-komunitas kecil seperti dalam keluarga pun dapat ditanamkan nilai-
nilai kemanusiaan, begitu juga komunitas-komunitas lainnya bersama-sama ikut
ambil bagian demi terwujudnya Kerajaan Allah.
c. Misi
Berdasarkan buku Katolik Sakpore (Mardi Usmanto, 2011: 141) misi
Paroki Pekalongan yaitu:
1) Memperkuat iman umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
2) Mengembangkan komunitas basis, khususnya melalui kring dan stasi.
3) Memperhatikan kaum muda dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan.
4) Memperhatikan kelompok lemah, miskin dan tersingkir.
5) Memberdayakan budaya lokal.
6) Menata kinerja dewan pastoral paroki.
Penentuan misi ini tidak hanya berakhir dalam rumusan saja namun perlu
tindak lanjut yang tepat. Dari uraian misi di atas terlihat bahwa semuanya
mengarah pada pelayanan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok kecil dan
umat yang jarang mendapatkan pelayanan. Artinya bahwa kelompok-kelompok
kecil ini merupakan kekuatan tumbuhkembangnya iman. Sebab dari sanalah umat
belajar bagaimana iman dihayati, dimaknai dan diwujudnyatakan dan akhirnya
perwujudan iman mereka semakin dirasakan oleh banyak orang.
d. Strategi
Maksud dari strategi di sini adalah pengutamaan langkah kinerja.
Pengutamaan langkah diambil dengan perhitungan adanya kekuatan pengaruh.
Strategi yang diambil dalam mewujudkan misi untuk mencapai visi Gereja Paroki
Santo Petrus Pekalongan mengacu pada buku Katolik Sakpore (Mardi Usmanto,
2011: 141) sebagai berikut:
1) Melakukan pendalaman iman umat di setiap lingkungan-lingkungan.
2) Mengajak umat khususnya kaum muda untuk ikut serta dalam organisasi
Orang Muda Katolik.
3) Mengadakan pengobatan murah di gereja.
4) Mengajak umat untuk terlibat dalam Devosi Kerahiman Ilahi di gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
B. Penelitian tentang Pelaksanaan Tanggungjawab Keluarga Katolik terhadap Pendidikan Iman Anak di Paroki Santo Petrus Pekalongan
Gambaran umum paroki Santo Petrus Pekalongan yang telah diuraikan
pada pokok bahasan pertama akan dilengkapi dalam pokok bahasan yang kedua
ini. Pokok bahasan kedua ini mengungkapkan penelitian mengenai
tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak di paroki Santo
Petrus Pekalongan. Dan secara khusus akan dipaparkan mengenai persiapan
penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian, pendalaman lebih lanjut hasil
penelitian menurut masing-masing variabel, dan kesimpulan penelitian.
1. Persiapan Penelitian
Berikut ini penulis akan menguraikan gambaran penelitian yang akan
penulis lakukan. Gambaran tersebut meliputi latar belakang penelitian, tujuan,
jenis, instrumen pengumpulan data, responden, tempat dan alokasi waktu,
kemudian variabel yang diteliti, dan kisi-kisi.
a. Latar Belakang Penelitian
Pengamatan penulis selama berdomisili di paroki Santo Petrus Pekalongan
bahwa keluarga-keluarga Katolik masih kurang mengemban tanggungjawabnya
dalam mengembangkan iman anak-anaknya. Seperti pengalaman dalam keluarga
penulis kurang mendapat perhatian, keteladanan serta pendampingan dari orang
tua berkaitan dengan pokok-pokok iman Katolik. Penulis mendapatkan kesan
bahwa para kelurga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan masih kurang
memahami sepenuhnya tanggungjawab mereka sebagai pendidik iman anak yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
utama dan pertama dalam keluarga. Banyak orang tua yang cenderung
menyerahkan pendidikan iman anaknya kepada suatu lembaga terkait, seperti
sekolah, tetapi sebenarnya itu tidaklah cukup. Karena yang paling penting dan
utama adalah orang tualah yang memberikan pendampingan kepada anaknya
supaya iman mereka dapat tumbuh dan berkembang serta menghasilkan buah
yang melimpah. Seharusnya keluarga dapat mengarahkan anak-anak mereka
untuk terlibat dalam hidup menggereja, seperti menjadi misdinar, lektor,
mengikuti OMK, mengikuti doa atau ibadat, Ekaristi di gereja maupun di
lingkungan.
Jika ada pendalaman iman atau ibadat di lingkungan, kebanyakan yang
mengikuti adalah kalangan orang tua, sedangkan anak-anak dan kaum mudanya
tidak terlihat. Ini juga merupakan salah satu bentuk keprihatinan. Orang tua
harusnya mendorong serta mendukung anaknya untuk terlibat aktif dalam hidup
menggereja. Sebab hal ini menjadi bekal anak dalam memupuk iman mereka demi
perkembangan Gereja. Bagaimana nasib Gereja jika generasi penerus (anak-anak)
tidak diajarkan sejak dini untuk terlibat aktif dalam hidup menggereja. Iman perlu
diwujudnyatakan dengan perbuatan yang konkret, seperti rajin mengikuti doa di
lingkungan, pendalaman iman, latihan koor, menjadi putera-puteri altar, lektor,
dan OMK.
Sebagai bagian dari umat paroki Santo Petrus Pekalongan, penulis merasa
prihatin dengan permasalahan yang ada di paroki tersebut. Apakah karena
tanggungjawab yang dipahami oleh keluarga Katolik masih kurang ataukah ada
alasan lain yang ikut mempengaruhinya. Oleh karena itu, untuk mengetahui faktor
tersebut penulis perlu melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
memperoleh data mengenai tingkat pemahaman tanggungjawab keluarga Katolik,
pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik, kesulitan-kesulitan yang dialami
dalam menjalankan tanggungjawab mereka sebagai keluarga Katolik serta
harapan keluarga Katolik dalam meningkatkan tanggungjawab mereka terhadap
pendidikan iman anak. Kemudian melalui hasil penelitian tersebut penulis
mencoba memahami dan menjawab persoalan-persoalan yang dialami berkaitan
dengan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak. Dengan
demikian keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan, semakin
memahami dan meningkatkan tanggungjawabnya sebagai keluarga Katolik.
b. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang diangkat di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Mendapat gambaran pemahaman tanggungjawab keluarga Katolik terhadap
pendidikan iman anak.
2) Mendapat gambaran pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap
pendidikan iman anak.
3) Menemukan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam menjalankan
tanggungjawab sebagai keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan.
4) Mendapat gambaran harapan keluarga Katolik guna meningkatkan
tanggungjawabnya bagi pendidikan iman anak mereka.
Keempat tujuan di atas perlu diletakkan dalam konteks tanggungjawab
keluarga Katolik. Sebab pendidikan iman yang utama dan pertama adalah
dilakukan di dalam keluarga. Orang tua di dalam keluarga memiliki tugas penting
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
dalam mendidik iman anak-anak mereka sehingga iman anak semakin tumbuh dan
berkembang sesuai dengan harapan Gereja.
c. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian kualitatif
diskriptif yang didukung oleh data-data kuantitatif. Sebab bukan data statistik atau
sebagainya tetapi dalam penelitian ini penulis ingin mendapatkan gambaran data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati (Moleong, 2007: 6), yang benar-benar terjadi dan dialami oleh umat
Paroki Santo Petrus Pekalongan. Dari hasil penelitian nantinya akan didapat data
berupa angka dalam bentuk presentase, tetapi hal ini bukan berarti jenis penelitian
ini termasuk dalam kategori penelitian kuantitatif.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Moleong melalui bukunya Metodologi
Penelitian Kualitatif bahwa pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat pula
digunakan secara bersama apabila desainnya adalah memanfaatkan satu
paradigma sedangkan paradigma lainnya hanya sebagai pelengkap saja (Moleong,
1991: 22).
d. Instrumen Pengumpulan Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan kuesioner sebagai metode
pengumpulan data. Kuesioner dipergunakan karena pertimbangan banyaknya
responden yang tersebar di beberapa tempat. Berdasarkan cara menjawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
kuesioner dibedakan menjadi kuesioner terbuka, tertutup dan semi terbuka
(Dapiyanta, 2011: 23).
Bentuk kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini ada dua
bentuk yaitu pertama bentuk tertutup dengan daftar pertanyaannya diajukan
kepada responden dalam bentuk pilihan. Kedua bentuk semi terbuka yaitu
pertanyaannya atau daftar isiannya sebagian sudah disediakan jawaban dan
sebagian lain diserahkan kepada responden. Alasan menggunakan kedua
kuesioner ini adalah untuk membatasi persoalan serta mengarahkan pandangan
dan keyakinan responden ke arah persoalan yang dikehendaki peneliti.
e. Responden Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah
purposive sampel. Teknik ini dipilih guna mengambil beberapa dari keseluruhan
responden obyek penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu di dalam
pengambilan sampelnya (Riduwan, 2011: 63) sehingga dapat menghemat waktu
dan tidak memerlukan biaya yang besar. Melalui purposive sampling ini, penulis
memilih responden berdasarkan perwakilan dari setiap lingkungan dan stasi
sebanyak 6 KK. Maka total responden dari 20 lingkungan dan 4 stasi adalah 144
KK.
Selain itu, penulis menggunakan teknik ini dengan alasan bahwa setiap
perwakilan responden baik bapak atau ibu yang terpilih dari masing-masing
lingkungan dan stasi merupakan orang-orang yang dianggap mampu memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
informasi yang akurat mengenai data-data yang diperlukan dan juga dalam
keluarganya memiliki anak kecil usia SD hingga SMP.
Penentuan ukuran sampel menurut Surakhmad (dalam Riduwan, 2004: 65)
apabila ukuran populasi kurang lebih dari 100, maka pengambilan sampel sekitar
50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan atau lebih dari
1000, ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari populasi.
Penentuan sampel dirumuskan sebagai berikut:
S= 15%+1000 – n. (50%-15%) 1000-100
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 144 KK umat paroki Santo Petrus
Pekalongan, maka
S= 15%+ 1000-144 (50%-15%) 1000-100 S= 15%+856 (35%) 900
S = 15% + 0,951. (35%)
S = 15% + 33,28%
S = 48,28%
Jadi, sampel sebesar 144 x 48,28% = 69,52 (dibulatkan) menjadi 70
responden. Sampel sebanyak 70 responden dipilih secara acak melalui program
SPSS. Adapun responden yang dipilih secara acak adalah umat yang tinggal di
paroki Santo Petrus Pekalongan dari 20 lingkungan dan 4 stasi. Dengan demikian
jumlah responden seluruhnya adalah 70 KK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
f. Tempat Penelitian dan Alokasi Waktu
Mengacu pada judul skripsi yang penulis ambil maka penelitian akan
dilaksanakan di paroki Santo Petrus Pekalongan. Waktu penelitian akan dimulai
awal bulan Desember 2015 dan berakhir 3 minggu.
g. Variabel yang Diteliti dan Kisi-kisi
Variabel merupakan segala sesuatu atau faktor-faktor yang menunjukkan
variasi, baik dalam jenis maupun tingkatannya terhadap peristiwa atau gejala yang
menjadi sasaran penelitian (Sutrisno Hadi, 1982: 224). Variabel yang akan
diungkap dalam penelitian mengenai tanggungjawab keluarga Katolik adalah:
1) Identitas responden
2) Tingkat pemahaman tanggungjawab keluarga Katolik
3) Pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik
4) Kesulitan-kesulitan yang dialami keluarga Katolik dalam menjalankan
tanggungjawabnya
5) Harapan keluarga Katolik dalam upaya peningkatan tanggungjawab terhadap
pendidikan iman anak.
h. Definisi Konseptual
1) Tanggungjawab keluarga Katolik adalah segala keputusan maupun tindakan
yang dilakukan secara bebas, penuh konsekuensi, dan kesadaran yang
dilakukan oleh ayah, ibu maupun anak dalam membangun sebuah keluarga
dengan dasar cinta kasih Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
2) Pendidikan iman anak yang dimaksudkan di sini adalah proses dan usaha-
usaha orang-orang dewasa untuk membantu anak-anak agar mereka mampu
menghormati dan mengasihi Allah, Pencipta, dan Penyelamatnya yang
mencakup empat unsur yaitu koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia.
i. Definisi Operasional
1) Tanggungjawab keluarga Katolik dilakukan dengan memberikan pendidikan
iman kepada anak sejak usia dini, mengajarkan nilai-nilai Kristiani,
membimbing anak mengandalkan hidupnya kepada Yesus Kristus, dan
menuntun anak kepada pencapaian tujuan hidupnya.
2) Pendidikan iman anak yang dilakukan dalam keluarga Katolik mencakup
empat unsur:
a) Unsur koinonia terungkap ketika keluarga berkumpul bersama merayakan
peristiwa-peristiwa penting seperti ulang tahun anggota keluarga, ulang tahun
perkawinan, rekreasi bersama, kumpul bersama keluarga saat hari-hari besar
(Natal, Paskah, dan tahun baru), dan makan bersama anggota keluarga.
b) Unsur kerygma nampak ketika mengajak anggota keluarga untuk membaca
Kitab Suci lalu merenungkannya dan kemudian menafsirkan Sabda Allah
dengan bersharing dari setiap anggota keluarga, mengajarkan anak mengenai
pelajaran agama dan membantu untuk menemukan makna hidupnya dalam
terang Kitab Suci dan ajaran Gereja.
c) Unsur leiturgia nampak ketika mengajak keluarga doa malam bersama, doa
sebelum dan sesudah makan, doa pagi sebelum melakukan aktifitas,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
melaksanakan ibadat saat anggota keluarga merayakan ulang tahun atau
syukuran, mengajak anggota keluarga untuk pergi ziarah.
d) Unsur diakonia terungkap ketika tidak membeda-bedakan setiap anggota
keluarga dalam memberikan kasih sayang, merawat anggota keluarga yang
sakit, anak-anak membantu ibu menyiapkan makanan, istri membantu suami
menyiapkan kebutuhannya sebelum bekerja, ayah bekerja mencari nafkah,
anak-anak membantu ibu membersihkan rumah, orang tua membantu anak-
anak dalam mengerjakan tugas sekolahnya, setiap anggota keluarga
menyisihkan uang sakunya untuk keperluan keluarga pada saat tertentu
(memberi hadiah bagi salah satu anggota keluarga yang ulang tahun, dapat
juara, naik kelas, dan adik atau kakak menyisihkan uang sakunya untuk
membantu salah satu dari mereka yang membutuhkan).
Kisi-kisi dalam penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1. Kisi-kisi
No Variabel No item Jumlah
1. Identitas responden 1 s/d 3 3
2. Tingkat pemahaman tanggungjawab
keluarga Katolik
4 s/d 10 7
3. Pelaksanaan tanggungjawab keluarga
Katolik
11 s/d 20 10
4. Kesulitan-kesulitan keluarga Katolik dalam
menjalankan tanggungjawabnya
21 s/d 25 5
5. Harapan keluarga Katolik 26 s/d 30 5
Jumlah 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bagian ini penulis akan menyajikan hasil penelitian dan
pembahasannya berkaitan dengan upaya peningkatan tanggungjawab keluarga
Katolik terhadap pendidikan iman anak di paroki Santo Petrus Pekalongan
berdasarkan data-data yang diperoleh melalui kuesioner. Data penelitian diolah
penulis dengan cara membuat tabel distribusi frekwensi relatif dengan maksud
menghitung jumlah jawaban yang dipilih responden dibagi jumlah total responden
yang diteliti, dan dikalikan seratus (Sutrisno Hadi, 1986: 229).
Rumus yang digunakan dalam penghitungan kuesioner semi terbuka dan
tertutup adalah:
f X 100% N
f= Frekwensi atau banyaknya responden yang memilih alternatif jawaban
tertentu pada setiap item.
N= Jumlah Responden
100= Bilangan Konstanta
Berikut akan penulis sajikan data frekwensi jawaban yang diberikan para
responden terhadap setiap pertanyaan yang ada pada kuesioner. Dari tabel data
yang ada, penulis mencoba menafsirkan dalam bentuk deskripsi untuk
mengungkapkan fakta yang diperoleh di lapangan.
Namun terlebih dahulu penulis ingin menyampaikan beberapa hal,
khususnya pada kuesioner nomor 4, 5, 6, 7, 8, 12, 13, 14, 15, 18, 21, 24, 25, 27,
dan 28. Pada item nomor-nomor tersebut, setiap responden boleh memilih lebih
dari satu jawaban yang disediakan dalam kuesioner. Nomor 4, 5, 6, 7, 8, 12, 13,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
14, 15, dan 18 digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman tanggungjawab
keluarga Katolik dan pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik, sesuai dengan
aspek yang telah diungkapkan pada pokok bahasan sebelumnya seperti koinonia,
leiturgia, kerygma, dan diakonia. Artinya, selain keluarga Katolik memahami dan
terlibat dalam satu aspek seperti koinonia juga memahami dan terlibat pada aspek
lainnya seperti leiturgia, kerygma, dan diakonia. Kemudian untuk nomor 21, 24,
25, 27, dan 28 digunakan untuk mengukur tingkat kesulitan apa saja yang
membuat keluarga Katolik sulit dalam pelaksanaan tanggungjawabnya terhadap
keluarga. Artinya, di sisi lain keluarga Katolik tidak hanya mengalami satu
kesulitan saja tetapi ada juga kesulitan lain yang memang ikut mempengaruhi
pelaksanaannya. Maka dari itu, jumlah jawaban pada nomor yang telah disebutkan
di atas akan lebih dari jumlah responden sebenarnya yakni 70 dan persentasenya
lebih dari 100%.
a. Identitas Responden
Tabel 1. Identitas Responden
N=70 No.
Item Pernyataan Jumlah Prosentase (%)
1. Usia sekarang a. Di bawah 30 tahun b. 30 tahun – 35 tahun c. 36 tahun – 40 tahun d. Di atas 40 tahun
1 10 18 41
1,43 14,29 25,72 58,58
2. Pendidikan terakhir a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan Tinggi
1 8 27 34
1,43 11,43 38,58 48,58
3. Jenis pekerjaan a. Pegawai Negeri
10
14,29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
b. Pengusaha c. Pedagang d. Buruh e. Jawaban lain
- Ibu Rumah Tangga - PLN - Notaris - Guru - Karyawan Swasta - Pensiunan BUMN
4 7 6 15 1 1 4 21 1
5,72 10 8,58 21,43 1,43 1,43 5,72 30 1,43
Item 1 mengungkap usia responden. Berdasarkan tabel di atas, mayoritas
responden 58,58 % berusia di atas 40 tahun. 25,73 % berusia 36 sampai 40 tahun.
Dan sisanya mereka yang berusia 30 sampai 35 tahun. Melihat data di atas,
penulis berpendapat bahwa lebih banyak umat yang berusia di atas 40 tahun
(mereka yang berusia 41, 42 tahun, dan seterusnya).
Item 2 adalah tingkat pendidikan responden. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar dari responden 48,58 % perguruan tinggi (DIII dan S1).
38,58 % responden tamat SLTA. Sisanya adalah tamat SD dan SLTP.
Berdasarkan data yang terungkap, penulis berpendapat bahwa banyak umat yang
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.
Item 3 adalah jenis pekerjaan responden. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas 30 % responden bekerja sebagai karyawan swasta. Responden
lainnya bekerja sebagai notaris, karyawan PLN, guru dan pensiunan BUMN.
b. Pemahaman tanggungjawab keluarga Katolik
Tabel 2. Pemahaman tanggungjawab keluarga Katolik
N=70 No.
Item Pernyataan Jumlah Prosentase (%)
4. Arti tanggungjawab dalam keluarga Katolik menurut anda?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
a. Membangun keluarga dengan penuh cinta kasih
b. Segala keputusan maupun tindakan yang dilakukan secara bebas, penuh konsekuensi, dan kesadaran
c. Ikut membangun Gereja dengan membina hidup rohani dalam keluarganya
d. Ikut membangun masyarakat dengan membentuk pribadi-pribadi keluarga yang baik, adil, jujur berke-Tuhanan, dan berkeprikemanusiaan
46 12 34 36
65,72 17,15 48,58 51,43
5. Tanggungjawab dalam keluarga Katolik dihayati sebagai......... a. Panggilan khusus dari Allah kepada orang
tua untuk membimbing anak agar semakin dekat dengan Allah
b. Perwujudan iman Kristiani untuk mengasihi segenap anggota keluarga
c. Perwujudan pendidikan yang layak kepada anak-anak
d. Perwujudan teladan baik kepada anak
47 40 16 20
67,15 57,15 22,86 28,58
6. Arti pendidikan iman anak menurut anda? a. Proses dan usaha-usaha orang dewasa
untuk membantu anak-anak muda agar mereka mampu menghormati dan mengasihi Allah sebagai Pencipta dan Penyelamat
b. Segala kegiatan apapun, dalam lingkup manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkup paroki
c. Segala kegiatan yang mengajarkan tentang iman sebagai orang Katolik
d. Jawaban lain - Memberikan pondasi yang kuat
kepada anak agar tumbuh sebagai pribadi yang beriman untuk bekal hidup selanjutnya
43 37 23 1
61,43 52,86 32,86 1,43
7. Pendidikan iman Katolik kepada anak dihayati sebagai......... a. Tugas dan tanggungjawab orang tua
kepada anak sebagai karunia Allah b. Wujud kasih sayang orang tua kepada
anaknya c. Hal mendasar dalam keluarga Katolik
yang harus dilakukan sedini mungkin,
35 22 51
50 31,43 72,86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
sejak lahir dan terus menerus sampai anak menjadi dewasa
8. Tanggungjawab orang tua dalam memberikan pendidikan iman kepada anak dalam keluarga mencakup..... a. Memberikan teladan hidup baik b. Ziarah bersama keluarga c. Pendalaman Kitab Suci d. Berdoa bersama
67 15 20 27
95,72 21,43 28,58 38,58
9. Bahwa pendidikan iman anak dalam keluarga sungguh membantu anak semakin bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bertanggungjawab serta mampu mewujudkan imannya dalam hidup sehari-hari. a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju
49 21 - -
70 30
10. Untuk mendukung tercapainya pendidikan iman anak dalam keluarga, apakah orang tua perlu menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik? a. Sangat perlu b. Perlu c. Tidak perlu d. Jawaban lain
- Perlu, namun sekolah Katolik jauh dari stasi
26 39 3 2
37,15 55,72 4,286 2,86
Item 4 membicarakan arti tanggungjawab yang dipahami dalam keluarga
Katolik. Tabel di atas menunjukkan bahwa 65,72 % responden memahami bahwa
arti tanggungjawab dalam keluarga Katolik adalah membangun keluarga dengan
penuh cinta kasih. 51,43 % memahami bahwa arti tanggungjawab dalam keluarga
Katolik adalah ikut membangun masyarakat dengan membentuk pribadi-pribadi
keluarga yang baik, adil, jujur berke-Tuhanan, dan berkeprikemanusiaan.
Sedangkan yang lainnya memahami arti tanggungjawab dalam keluarga Katolik
adalah ikut membangun Gereja dengan membina hidup rohani dalam keluarganya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
serta segala keputusan maupun tindakan yang dilakukan secara bebas, penuh
konsekuensi, dan kesadaran. Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas,
penulis berpendapat bahwa umat lebih memahami arti tanggungjawab keluarga
Katolik sebagai bentuk membangun keluarga dengan penuh cinta kasih.
Item 5 berbicara tentang penghayatan tanggungjawab dalam keluarga
Katolik. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa 67,15 % responden
menghayati tanggungjawabnya dalam keluarga Katolik sebagai panggilan khusus
dari Allah kepada orang tua untuk membimbing anak agar semakin dekat dengan
Allah. 57,15 % telah menghayati tanggungjawab dalam keluarga Katolik sebagai
perwujudan iman Kristiani untuk mengasihi segenap anggota keluarga.
Sedangkan yang lainnya menghayati tanggungjawab dalam keluarga Katolik
sebagai perwujudan teladan yang baik kepada anak-anak serta perwujudan
pendidikan yang layak kepada anak-anak. Berdasarkan aspek yang terungkap
dalam penelitian dapat dikatakan bahwa penghayatan tanggungjawab dalam
keluarga Katolik sebagai bentuk panggilan khusus dari Allah kepada umat di
paroki Santo Petrus Pekalongan terlebih orang tua untuk membimbing anak-anak
mereka agar semakin dekat dengan Allah serta perwujudan iman Kristiani untuk
dapat mengasihi segenap anggota keluarga. Namun bentuk penghayatan itu perlu
ditingkatkan lagi agar secara umum umat sungguh-sungguh menghayati
tanggungjawabnya sebagai keluarga Katolik sehingga dapat bertanggungjawab
terhadap keluarganya terlebih pada pendidikan iman anak-anak mereka.
Item 6 ini membicarakan mengenai arti pendidikan iman anak. Hasil
penelitian menunjukkan 61,43 % responden menjawab arti pendidikan iman anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
adalah proses dan usaha-usaha orang dewasa untuk membantu anak-anak muda
agar mereka mampu menghormati dan mengasihi Allah sebagai Pencipta dan
Penyelamat. 52,86 % responden menjawab segala kegiatan apapun, dalam lingkup
manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, dalam lingkup keluarga
maupun dalam lingkup paroki. Sedangkan yang lain menjawab segala kegiatan
yang mengajarkan tentang iman sebagai orang Katolik serta adapula yang
menjawab sesuai dengan pengertian umat sendiri yakni memberikan pondasi yang
kuat kepada anak agar tumbuh sebagai pribadi yang beriman untuk bekal hidup
selanjutnya. Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas, penulis berpendapat
bahwa responden lebih banyak memahami arti pendidikan iman sebagai proses
dan usaha-usaha untuk membantu anak-anak mereka agar mampu menghormati
dan mengasihi Allah.
Item 7 berbicara tentang penghayatan pendidikan iman Katolik kepada
anak-anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 72,86 % responden menghayati
pendidikan iman Katolik kepada anak sebagai hal mendasar dalam keluarga
Katolik yang harus dilakukan sedini mungkin, sejak lahir dan terus menerus
sampai anak menjadi dewasa. 31,43 % menghayati pendidikan iman Katolik
kepada anak sebagai wujud kasih sayang orang tua kepada anaknya. Sedangkan
yang lainnya menghayatinya sebagai tugas dan tanggungjawab orang tua kepada
anak sebagai karunia Allah. Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas,
penulis berpendapat bahwa hampir seluruh responden menghayati pendidikan
iman Katolik kepada anak-anak mereka sebagai hal yang mendasar dalam
keluarga Katolik yang harus dilakukan sedini mungkin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Item 8 mengungkapkan bentuk pemahaman orang tua akan tanggungjawab
dalam memberikan pendidikan iman kepada anak dalam keluarga. 95,72 %
responden menjawab dengan bentuk memberikan teladan hidup baik. 38,58 %
mengungkapkan dengan bentuk mengajak berdoa bersama. Sedangkan yang
lainnya mengungkapkan dengan bentuk pendalaman Kitab Suci serta ziarah
bersama. Berdasarkan data di atas, hampir seluruh responden memahami bentuk
tanggungjawab dalam memberikan pendidikan iman kepada anak mereka dengan
memberikan teladan hidup baik. Namun alangkah baiknya jika umat juga dapat
mengajak anak-anak mereka untuk berdoa bersama dan ziarah bersama keluarga.
Item 9 berbicara mengenai pernyataan bahwa pendidikan iman anak dalam
keluarga sungguh membantu anak semakin bertumbuh dan berkembang menjadi
pribadi yang lebih dewasa dan bertanggungjawab serta mampu mewujudkan
imannya dalam hidup sehari-hari. 70 % responden sangat setuju dengan
peryantaan tersebut. Sedangkan yang lainnya menjawab setuju. Berdasakan data
tersebut, dapat dikatakan bahwa umat sangat setuju jika pendidikan iman anak
dalam keluarga sungguh membantu anak untuk semakin tumbuh dan berkembang
menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bertanggungjawab serta mampu
mewujudkan imannya dalam hidup sehari-hari.
Item 10 berbicara mengenai pemahaman orang tua akan perlunya
menyekolahkan anak mereka di sekolah Katolik. Responden sebanyak 55,72 %
mengatakan perlu. 37,15 % mengatakan sangat perlu. Sedangkan yang lainnya
berpendapat bahwa itu tidak perlu. Kemudian jawaban responden lain yang berada
di stasi mengatakan perlu, namun di tempat mereka tinggal tidak terdapat sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Katolik dan apabila akan menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik jarak yang
begitu jauh. Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan bahwa kebanyakan
responden memahami bahwa dengan menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik,
tanggungjawab keluarga dalam memberikan pendidikan iman anak akan sangat
terbantu.
c. Pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik
Tabel 3. Pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik
N=70 No.
Item Pernyataan Jumlah Prosentase (%)
11. Suami istri terlibat dalam melaksanakan tanggungjawabnya atas pendidikan iman anak? a. Selalu terlibat b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
60 9 1
85,72 12,86 1,43
12. Bentuk kegiatan koinonia (persekutuan) apa saja yang dapat dilakukan dalam keluarga? a. Merayakan ulang tahun anggota keluarga b. Merayakan ulang tahun perkawinan c. Rekreasi keluarga d. Kumpul keluarga pada hari besar
keagamaan e. Makan bersama anggota keluarga
26 11 27 38 38
37,15 15,72 38,58 54,29 54,29
13. Bentuk kegiatan kerygma (pewartaan) apa saja yang dapat dilakukan dalam keluarga? a. Mengajak anggota keluarga untuk
membaca Kitab Suci lalu merenungkannya dan kemudian menafsirkan Sabda Allah dengan bersharing
b. Mengajarkan anak mengenai pelajaran agama berkaitan dengan iman Katolik
c. Memperkenalkan kepada anak tokoh-tokoh dalam Kitab Suci dan meneladani sikap hidup mereka
d. Jawaban lain
31 41 20
44,29 58,58 28,58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
- Mengajak anak untuk melakukan perbuatan baik dengan dasar cinta kasih kepada semua orang
1 1,43
14. Bentuk kegiatan leiturgia (liturgi) apa saja yang dapat dilakukan dalam keluarga? a. Mengajak keluarga doa malam bersama b. Mengajak keluarga doa sebelum dan
sesudah makan c. Mengajak keluarga doa pagi sebelum
melakukan aktifitas d. Melaksanakan ibadat saat anggota
keluarga merayakan ulang tahun atau syukuran
e. Mengajak anggota keluarga untuk pergi ziarah
41 30 22 20 21
58,58 42,86 31,43 28,58 30
15. Bentuk kegiatan diakonia (pelayanan) apa saja yang dapat dilakukan dalam keluarga? a. Tidak membeda-bedakan setiap anggota
keluarga dalam memberikan kasih sayang
b. Merawat anggota keluarga yang sakit c. Orang tua membantu anak-anak dalam
mengerjakan tugas sekolahnya d. Setiap anggota keluarga menyisihkan
uang sakunya untuk keperluan keluarga pada saat tertentu
e. Jawaban lain - Saling membantu dengan sesama
anggota keluarga yang sedang membutuhkan pertolongan
59 36 21 8 1
84,29 51,43 30 11,43 1,43
16. Seberapa sering anda memberikan pendidikan iman kepada anak di dalam keluarga? a. Setiap hari b. Seminggu sekali c. Sebulan sekali d. Jawaban lain
- Seminggu dua kali - Dua minggu sekali - Tiga minggu sekali - Tidak tentu kadang jika ada peristiwa
tertentu memberikan masukan kepada anak
51 11 2 1 3 1 1
72,86 15,72 2,86 1,43 4,29 1,43 1,43
17. Sikap seperti apa yang mendukung terlaksananya tangggungjawab keluarga Katolik dalam mendidik iman anak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
a. Melaksanakan dengan setia b. Melaksanakan dengan semampunya c. Melaksanakan dengan setengah-setengahd. Melaksanakan dengan keterpaksaan
55 24 - -
78,58 34,29 - -
18. Sebagai orang tua, apa yang anda rasakan dalam memberikan pendidikan iman anak di keluarga? a. Merasa semakin bertanggungjawab
karena memberikan pendidikan iman anak adalah suatu tugas keluarga Katolik
b. Semakin peduli akan pendidikan iman anak
c. Senang karena lebih bisa dekat dengan anak-anak
d. Bangga karena telah memberikan pendidikan iman anak dengan baik
56 25 21 9
80 35,72 30 12,86
19. Jika salah satu dari anda bapak/ibu yang lalai dalam tanggungjawab mendidik anak dalam iman Katolik, apa yang akan anda lakukan terhadap pasangan anda? a. Mengingatkan bahwa tanggungjawab
terhadap pendidikan iman anak adalah tugas yang utama dan pertama bagi orang tua
b. Mengajak untuk bersama-sama mendidik anak dalam ajaran iman Katolik
c. Berusaha untuk memberikan pendidikan iman anak secara pribadi
55 20 11
78,58 28,58 15,72
20. Memberikan pendidikan iman Katolik kepada anak...................dilakukan dengan kerjasama dari orang tua. a. Selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
60 9 1
85,72 12,86 1,43
Melihat kembali uraian pada bab sebelumnya, telah dikatakan bahwa
tanggungjawab keluarga Katolik dilakukan dengan memberikan pendidikan iman
kepada anak. Pendidikan iman anak mencakup 4 unsur yakni koinonia, kerygma,
leiturgia, dan diakonia. Item 11 mengungkapkan keterlibatan suami istri dalam
melaksanakan tanggungjawabnya atas pendidikan iman anak mereka. 85,72 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
responden mengatakan bahwa mereka selalu terlibat. 12,86 % mengatakan bahwa
kadang-kadang mereka terlibat. Dan 1,43 % mengatakan bahwa tidak pernah
terlibat. Berdasarkan data tersebut, penulis berpendapat bahwa para suami istri di
paroki Santo Petrus Pekalongan lebih banyak terlibat dalam melaksanakan
tanggungjawabnya atas pendidikan iman anak mereka.
Item 12 berbicara mengenai kegiatan koinonia (persekutuan) yang dapat
dilakukan dalam keluarga. 54,29 % responden melakukannya dengan kumpul
keluarga pada hari besar keagamaan dan makan bersama anggota keluarga. 38,58
% responden melakukannya dengan rekreasi keluarga. Sedangkan yang lainnya
melakukannya dengan merayakan ulang tahun anggota keluarga serta merayakan
ulang tahun perkawinan. Semata-mata berdasarkan data yang dipaparkan di atas,
penulis berpendapat bahwa keluarga Katolik di paroki Santo Petrus lebih banyak
melakukan kegiatan koinonia dengan kumpul keluarga pada hari besar keagamaan
serta makan bersama anggota keluarga.
Item 13 berbicara mengenai bentuk kegiatan kerygma (pewartaan) yang
dapat dilakukan dalam keluarga. 58,58 % responden melakukannya dengan
mengajarkan anak mengenai pelajaran agama berkaitan dengan iman Katolik.
44,29 % responden melakukannya dengan mengajak anggota keluarga untuk
membaca Kitab Suci lalu merenungkannya dan kemudian menafsirkan Sabda
Allah dengan bersharing. Sedangkan yang lainnya melakukannya dengan
memperkenalkan kepada anak tokoh-tokoh dalam Kitab Suci dan meneladani
sikap hidup mereka serta adapula yang mengajak anak untuk melakukan
perbuatan baik dengan dasar cinta kasih kepada semua orang. Berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
prosentase angka di atas, penulis berpendapat bahwa umat melakukan kegiatan
kerygma dengan baik.
Item 14 berbicara mengenai bentuk kegiatan leiturgia yang dapat
dilakukan dalam keluarga. 58,58 % responden melakukannya dengan mengajak
keluarga untuk doa malam bersama. 42,86 % responden melakukannya dengan
mengajak keluarga untuk doa sebelum dan sesudah makan. Sedangkan yang
lainnya melakukannya dengan mengajak keluarga doa pagi sebelum melakukan
aktifitas, melaksanakan ibadat saat anggota keluarga merayakan ulang tahun atau
syukuran, dan mengajak anggota keluarga untuk pergi ziarah. Berdasarkan data
yang terungkap, penulis dapat mengatakan bahwa keluarga di paroki Santo Petrus
Pekalongan melakukan semua kegiatan leiturgia dengan baik.
Item 15 berbicara mengenai kegiatan diakonia (pelayanan) yang dapat
dilakukan dalam keluarga. 84,29 % responden melakukannya dengan tidak
membeda-bedakan setiap anggota keluarga dalam memberikan kasih sayang.
51,43 % responden melakukannya dengan merawat anggota keluarga yang sakit.
Sedangkan yang lainnya melakukannya dengan membantu anak-anak dalam
mengerjakan tugas sekolahnya, setiap anggota keluarga menyisihkan uang
sakunya untuk keperluan keluarga pada saat tertentu, saling membantu dengan
sesama anggota keluarga yang sedang membutuhkan pertolongan. Berdasarkan
data yang terungkap, dapat dikatakan bahwa kegiatan diakonia dilakukan oleh
keluarga di paroki Santo Petrus Pekalongan dengan baik.
Item 16 berbicara mengenai seberapa sering umat paroki Santo Petrus
memberikan pendidikan iman kepada anak di dalam keluarga. 72,86 % responden
menjawab setiap hari. 15,72 % responden menjawab seminggu sekali. Sedangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
yang lainnya menjawab sebulan sekali serta seminggu dua kali, dua minggu
sekali, tiga minggu sekali, dan tidak tentu kadang jika ada peristiwa tertentu
memberikan masukan kepada anak. Berdasarkan data yang ada di atas, penulis
berpendapat bahwa umat memberikan pendidikan iman kepada anak dengan baik.
Item 17 berbicara mengenai sikap yang mendukung terlaksananya
tanggungjawab keluarga Katolik dalam mendidik iman anak. 78,58 % responden
menjawab melaksanakan dengan setia. 34,29 % responden menjawab
melaksanakan dengan semampunya. Dari data di atas, dapat dikatakan bahwa
sikap umat dalam melaksanakan tanggungjawab mendidik iman anak bukan
hanya sekedar menjalankan tanggungjawab sebagai keluarga Katolik tetapi benar-
benar dilaksanakan dengan setia. Hal ini sangat menggembirakan dan perlu
dipertahankan.
Item 18 berbicara mengenai perasaan orang tua dalam memberikan
pendidikan iman anak di keluarga. 80 % responden menjawab merasa semakin
bertanggungjawab karena memberikan pendidikan iman anak adalah suatu tugas
keluarga Katolik. 35,72 % responden menjawab semakin peduli akan pendidikan
iman anak. Sedangkan yang lainnya menjawab senang karena lebih bisa dekat
dengan anak-anak, serta bangga karena telah memberikan pendidikan iman anak
dengan baik. Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas, dapat dikatakan
bahwa orang tua merasa semakin bertanggungjawab dalam memberikan
pendidikan iman anak.
Item 19 berbicara mengenai kelalaian yang terjadi antara suami/istri dalam
menjalankan tanggungjawab mendidik anak. 78,58 % responden menjawab
mengingatkan bahwa tanggungjawab terhadap pendidikan iman anak adalah tugas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
yang utama dan pertama bagi orang tua. 28,58 % responden menjawab mengajak
untuk bersama-sama mendidik anak dalam ajaran iman Katolik. Sedangkan yang
lainnya menjawab berusaha untuk memberikan pendidikan iman anak secara
pribadi. Berdasarkan data yang dipaparkan di atas, dapat dikatakan bahwa antara
suami/istri sudah saling mengingatkan dalam menjalankan tanggungjawabnya
sebagai orang tua dengan demikian kelalaian pun dapat diminimalisir.
Item 20 berbicara mengenai kerjasama dari orang tua dalam memberikan
pendidikan iman Katolik kepada anak. 85,72 % responden menjawab selalu. 12,86
% responden menjawab kadang-kadang. Sedangkan yang lainnya menjawab tidak
pernah. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa orang tua sudah
bekerjasama dengan baik dalam memberikan pendidikan iman kepada anak. Hal
ini menjadi kekuatan tersendiri bagi keluarga-keluarga Katolik demi tercapainya
perkembangan iman anak mereka.
d. Kesulitan keluarga Katolik dalam menjalankan tanggungjawabnya
Tabel 4. Kesulitan keluarga Katolik dalam menjalankan tanggungjawabnya
N=70 No.
Item Pernyataan Jumlah Prosentase (%)
21. Kesulitan internal apa yang bapak/ibu alami dalam menjalankan tanggungjawab memberikan pendidikan iman Katolik kepada anak? a. Kurangnya pemahaman akan
tanggungjawab sebagai keluarga Katolik b. Kurangnya waktu bersama anak c. Terlalu sibuk bekerja d. Kurangnya kesadaran akan tugas dan
kewajiban sebagai keluarga Katolik e. Jawaban lain
22 30 16 16
31,43 42,86 22,86 22,86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
- Karena anak-anak sekolah sampai sore dan banyak kegiatan, dan antara rumah dengan sekolah lumayan jauh, sering muncul rasa capek
1 1,43
22. Tantangan eksternal apa saja yang dihadapi bapak/ibu dalam memberikan pendidikan iman Katolik kepada anak? a. Lingkungan yang kurang mendukung b. Perkembangan teknologi yang begitu
cepat c. Anak sibuk dengan dunianya sendiri
25 31 26
35,72 44,29 37,15
23. Apakah orang tua menyerahkan tanggungjawabnya dalam mendidik iman anak sepenuhnya kepada lembaga-lembaga terkait seperti sekolahan atau sekolah minggu. a. Selalu b. Tidak selalu c. Tidak pernah
46 22 2
65,72 31,43 2,86
24. Apakah anda berupaya mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut? a. Ya b. Tidak c. Masih dalam rencana
60 5 5
85,72 7,15 7,15
25. Berikanlah penjelasan singkat atas jawaban anda pada nomor 24! a. Ya, berupaya mengatasi kesulitan:
- Belajar dari buku-buku atau sumber-sumber yang mendukung
- Mengatur waktu sehingga punya banyak kesempatan bersama anak
- Membangun komitmen dalam diri dengan memberi prioritas utama bagi pendidikan iman anak
- Jawaban lain - Belajar dari internet
b. Tidak ada upaya: - Bukan urusan orang tua - Bisa diserahkan ke guru
agama/katekis - Sudah tidak punya waktu lagi
c. Ada rencana: - Membagi waktu - Bergantian suami dan istri
22 44 29 1 - 2 1 5 3
31,43 62,86 41,43 1,43 - 2,86 1,43 7,15 4,29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Item 21 berbicara mengenai kesulitan internal yang dialami bapak/ibu
dalam menjalankan tanggungjawab memberikan pendidikan iman Katolik kepada
anak. 42,86 % responden menjawab kurangnya waktu bersama anak. 31,43 %
responden menjawab kurangnya pemahaman akan tanggungjawab sebagai
keluarga Katolik. Sedangkan yang lainnya menjawab terlalu sibuk bekerja,
kurangnya kesadaran akan tugas dan kewajiban sebagai keluarga Katolik serta
karena anak-anak sekolah sampai sore dan banyak kegiatan, dan antara rumah
dengan sekolah lumayan jauh, sering muncul rasa capek. Berdasarkan data
tersebut, penulis berpendapat bahwa kesulitan internal umat adalah kurangnya
waktu bersama anak. Namun adapula yang masih kurangnya pemahaman akan
tanggungjawab sebagai keluarga Katolik serta kurangnya kesadaran akan tugas
dan kewajiban sebagai keluarga Katolik.
Item 22 berbicara mengenai tantangan eksternal yang dihadapi bapak/ibu
dalam memberikan pendidikan iman Katolik kepada anak. 44,29 % responden
menjawab perkembangan teknologi yang begitu cepat. 37,15 % responden
menjawab anak sibuk dengan dunianya sendiri. Sedangkan yang lainnya
menjawab lingkungan yang kurang mendukung. Berdasarkan data tersebut,
penulis berpendapat bahwa tantangan yang dihadapi bapak/ibu adalah
perkembangan teknologi yang begitu cepat. Sehingga orang tua susah untuk
memberikan pendidikan iman kepada anak terlebih anak juga telah sibuk dengan
dunianya sendiri.
Item 23 berbicara mengenai apakah orang tua menyerahkan
tanggungjawabnya dalam mendidik iman anak sepenuhnya kepada sekolah atau
sekolah minggu. 65,72 % responden menjawab selalu. Sedangkan yang lainnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
menajwab tidak selalu serta tidak pernah. Berdasarkan data tersebut, dapat
dikatakan bahwa para orang tua hampir sepenuhnya menyerahkan pendidikan
iman kepada sekolahan atau sekolah minggu.
Item 24 berkaitan dengan upaya mengatasi kesulitan yang dialami. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya responden sudah ada upaya untuk
mengatasi kesulitan tersebut. Lainnya memilih masih dalam rencana dan tidak
berupaya. Dari data di atas penulis berpendapat bahwa umat telah memiliki etikat
baik untuk berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan. Namun hendaknya lebih
ditekankan pada bentuk tindakan konkretnya.
Item 25 berbicara mengenai usaha konkret mengatasi kesulitan. 62,86 %
responden telah mengatur waktu sehingga punya banyak kesempatan bersama
anak. 41,43 % responden telah membangun komitmen dalam diri dengan memberi
prioritas utama bagi pendidikan iman anak. Sedangkan yang lainnya ada yang
belajar dari buku-buku atau sumber-sumber yang mendukung serta belajar dari
internet. Ada juga sebagian kecil umat yang tidak lagi berusaha mengatasi
kesulitan dengan alasan bisa diserahkan ke guru agama atau katekis serta sudah
tidak punya waktu lagi. Namun umat lainnya memilih masih dalam rencana untuk
mengatasi kesulitan dengan membagi waktu atau bergantian antara suami dan
istri. Berdasarkan data yang diungkapkan di atas, dapat pula dikatakan bahwa
umat paroki Santo Petrus Pekalongan hampir seluruhnya sudah memiliki usaha
konkret guna melaksanakan tanggungjawab sebagai keluarga Katolik dengan
mendidik iman anak mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
e. Harapan keluarga Katolik
Tabel 5. Harapan keluarga Katolik
N=70 No.
Item Pernyataan Jumlah Prosentase (%)
26. Apa harapan anda demi meningkatkan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak? a. Perlu adanya kerjasama antara orang tua
dan anak sebagai satu keluarga b. Perlu menjalin relasi dan kerjasama
antara orang tua dan guru agama/katekis c. Perlu adanya pendampingan khusus
kepada keluarga-keluarga Katolik d. Jawaban lain
- Pendampingan khusus kepada keluarga Katolik dengan kasus khusus
46 29 15 1
65,72 41,43 21,43 1,43
27. Keluarga seperti apakah yang anda harapkan dapat terwujud dalam setiap keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan? a. Saling mendukung antar anggota
keluarga b. Hidup rukun, harmonis, dan bertaqwa
kepada Tuhan c. Menerima keterbatasan dan kelebihan
anggota keluarga
40 39 28
57,15 55,72 40
28. Sarana dan prasarana apa yang anda harapkan ada di setiap keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan demi menunjang pendidikan iman anak? a. Kitab Suci dan Madah Bakti b. Dokumen-dokumen Gereja c. Buku-buku penunjang tentang iman
Katolik d. Jawaban lain
- Bina iman untuk anak - Perpustakaan yang menyediakan
buku-buku tentang pendidikan iman untuk anak
- Film kisah Tuhan Yesus untuk memperkuat iman Katolik
21 9 60 1 1 1
30 12,86 85,72 1,43 1,43 1,43
29. Program pembinaan seperti apa yang bapak/ibu harapkan guna meningkatkan tanggungjawab orang tua terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
pendidikan iman anak dalam keluarga? a. Retret Keluarga b. Rekoleksi Keluarga c. Weekend Keluarga d. Pendalaman iman khusus orang tua
11 30 24 5
15,72 42,86 34,29 7,15
30. Anda mengharapkan sebaiknya kegiatan tersebut (kaitannya dengan soal nomor 29) dilaksanakan? a. Retret Keluarga setahun sekali b. Rekoleksi Keluarga dua kali setahun c. Weekend Keluarga tiga bulan sekali d. Pendalaman Iman khusus orang tua
sebulan sekali
11 30 24 5
15,72 42,86 34,29 7,15
Item 26 berbicara mengenai harapan orang tua demi meningkatkan
tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak. 65,72 %
responden menjawab perlu adanya kerjasama antara orang tua dan anak sebagai
satu keluarga. 41,43 % responden menjawab perlu menjalin relasi dan kerjasama
antara orang tua dan guru agama atau katekis. Sedangkan yang lainnya menjawab
perlu adanya pendampingan khusus kepada keluarga-keluarga Katolik.
Berdasarkan data tersebut, penulis berpendapat bahwa orang tua di paroki Santo
Petrus Pekalongan berharap adanya kerjasama antara orang tua dan anak sebagai
dan juga kepada guru agama atau katekis. Responden juga mengharapkan adanya
pendampingan khusus kepada keluarga-keluarga Katolik.
Item 27 berbicara mengenai keluarga yang diharapkan oleh bapak/ibu
yang ada di paroki Santo Petrus Pekalongan supaya dapat terwujud. 57,15 %
responden berharap saling mendukung antar anggota keluarga. 55,72 % responden
berharap dapat hidup rukun, harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan. Serta yang
lainnya berharap dapat menerima keterbatasan dan kelebihan anggota keluarga.
Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa umat paroki Santo Petrus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Pekalongan mengharapkan akan adanya dukungan antar anggota keluarga, dapat
hidup rukun, harmonis serta dapat menerima keterbatasan dan kelebihan anggota
keluarga.
Item 28 berbicara mengenai sarana dan prasarana yang diharapkan ada di
setiap keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan demi menunjang
pendidikan iman anak. 85,72 % responden berharap adanya buku-buku penunjang
tentang iman Katolik. 30 % responden berharap adanya Kitab Suci dan Madah
Bakti. Sedangkan yang lainnya berharap adanya dokumen-dokumen Gereja, bina
iman untuk anak, perpustakaan yang menyediakan buku-buku tentang pendidikan
iman untuk anak, film kisah Tuhan Yesus untuk memperkuat iman Katolik.
Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa umat sangat mengharapkan
adanya sarana dan prasana yang dapat menunjang mereka dalam mendidik iman
anak-anak.
Item 29 berbicara mengenai program pembinaan yang diharapkan
bapak/ibu guna meningkatkan tanggungjawab orang tua terhadap pendidikan iman
anak dalam keluarga. 42,86 % responden memilih program rekoleksi keluarga.
34,29 % responden memilih program weekend keluarga. Sedangkan yang lainnya
memilih program retret keluarga dan pendalaman iman khusus orang tua. Dari
data tersebut, dapat dikatakan bahwa umat paroki Santo Petrus Pekalongan
mengharapkan adanya program rekoleksi keluarga guna meningkatkan
tanggungjawab orang tua terhadap pendidikan iman anak dalam keluarga.
Item 30 berbicara mengenai usul dilaksanakannya program pembinaan
tersebut. 42,86 % responden memilih rekoleksi keluarga dua kali setahun. 34,29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
% responden memilih weekend keluarga tiga bulan sekali. Sedangkan yang
lainnya memilih retret keluarga setahun sekali dan pendalaman iman khusus orang
tua sebulan sekali. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa responden
lebih memilih program dilaksanakan rekoleksi keluarga dua kali setahun.
3. Pendalaman Lebih Lanjut Terhadap Hasil Penelitian Menurut masing-masing Variabel
Kerangka pendalaman terhadap hasil penelitian ini pertama-tama mengacu
pada tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak yang telah
dibahas pada bab II. Kerangka pendalaman meliputi orang tua Katolik yang
memperhatikan pendidikan iman anaknya, tujuan pendidikan iman anak, hingga
keluarga Katolik berupaya untuk meningkatkan tanggungjawabnya kepada anak-
anak mereka, terutama terhadap pendidikan iman anak. Kerangka pendalaman di
atas mengartikan bahwa tanggungjawab pendidikan iman anak yang pertama dan
utama berasal dari keluarga. Iman anak dibina di dalam keluarga supaya mereka
dapat menjadi pribadi yang mengenal dan meneladani hidup Yesus Kristus Sang
pencipta dan penyelamat.
Berkaitan dengan penjelasan di atas maka hasil penelitian yang telah
disajikan sebelumnya akan dibahas lebih lanjut agar semakin memperjelas sejauh
mana tanggungjawab keluarga Katolik berpengaruh positif terhadap pendidikan
iman anak di paroki Santo Petrus Pekalongan. Pembahasan berikut akan
mengungkapkan pendapat penulis terhadap tiap-tiap variabel yang telah
disebutkan yang meliputi identitas responden, pemahaman tanggungjawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
keluarga Katolik, pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik, kesulitan-
kesulitan yang dialami dalam menjalankan tanggungjawab sebagai keluarga
Katolik, dan harapan keluarga Katolik dalam upaya peningkatan tanggungjawab
terhadap pendidikan iman anak.
a. Identitas Responden
Responden penelitian tanggungjawab keluarga Katolik berjumlah 70
kepala keluarga. Sebagian besar responden berusia di atas 40 tahun dan sisanya
berusia di bawah 40 tahun. Melihat dari tingkat usia yang ada, dapat dikatakan
bahwa usia umat paroki Santo Petrus Pekalongan tergolong sudah berumur,
namun mereka masih semangat bekerja.
Hasil jawaban dalam penelitian mengungkapkan bahwa jumlah terbesar
pendidikan umat adalah di tingkat perguruan tinggi. Karena sebagian besar
mereka hidupnya di kota. Namun tidak menutup kemungkinan adapula yang
hanya sampai tingkat SLTP dan SLTA. Dan ada juga hanya tamatan SD. Dilihat
dari jenis pendidikan terakhir ini sangat mempengaruhi pengetahuan serta
wawasan umat.
Dilihat dari jenis pekerjaan umat, hasil penelitian mengungkapkan bahwa
jumlah umat yang berprofesi sebagai karyawan swasta dan ibu rumah tangga lebih
besar. Kemudian disusul dengan beberapa umat yang bekerja sebagai pegawai
negeri. Sementara sebagian kecil umat mencari nafkah dengan menjadi buruh,
pengusaha, guru, perawat, karyawan dan pensiunan BUMN. Dengan melihat jenis
pekerjaan umat, mereka hampir sebagian besar sibuk bekerja. Seperti yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
dialami oleh penulis saat menyebarkan kuesioner, umat susah untuk ditemui dari
pagi hingga sore hari. Yang bisa ditemui hanya ibu rumah tangga, pedagang atau
pengusaha toko. Yang lainnya penulis menemuinya saat jam pulang kerja atau
malam hari.
b. Tingkat Pemahaman Tanggungjawab Keluarga Katolik
Data yang penulis peroleh dari penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar kepala keluarga memahami arti tanggungjawab keluarga Katolik yakni ikut
membangun keluarga dengan penuh cinta kasih. Responden lainnya memahami
arti tanggungjawab sebagai usaha membangun masyarakat dengan membentuk
pribadi-pribadi keluarga yang baik, adil, jujur, berke-Tuhanan, dan
berkeprikemanusiaan.
Sehubungan dengan pemahaman tanggungjawab keluarga Katolik, hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar umat telah memahami tanggungjawab
keluarga Katolik sebagai suatu panggilan khusus dari Allah kepada orang tua
untuk membimbing anak agar semakin dekat dengan Allah. Melihat hasil
penelitian ini, penulis berpendapat bahwa pemahaman umat akan tanggungjawab
sebagai keluarga Katolik sudah baik.
Berkaitan dengan pemahaman arti pendidikan iman anak, hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga Katolik telah memahami arti
pendidikan iman anak sebagai proses dan usaha orang dewasa untuk membantu
anak-anak agar anak-anak mereka mampu menghormati dan mengasihi Allah.
Responden lainnya memahami pendidikan iman anak sebagai segala kegiatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
apapun dalam lingkup apapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak,
dalam lingkup keluarga maupun lingkup paroki.
Kemudian berkaitan dengan pemahaman pendidikan iman anak, sebagian
besar keluarga Katolik memahami sebagai suatu hal yang mendasar dalam
keluarga Katolik yang harus dilakukan sedini mungkin, sejak lahir, dan terus-
menerus sampai anak menjadi dewasa. Menurut penulis, umat telah sadar akan
pentingnya pendidikan iman anak supaya anak beriman menjadi pribadi-pribadi
yang taqwa akan Allah Sang Pencipta dan Penyelamat.
Melihat aspek pemahaman akan tanggungjawab keluarga Katolik dan
pendidikan iman anak yang diteliti, penulis dapat mengatakan bahwa tingkat
kedalaman pemahaman umat paroki Santo Petrus Pekalongan akan
tanggungjawab keluarga Katolik dan pendidikan iman anak sudah cukup
mendalam. Hal ini merupakan kekuatan tersendiri bagi keluarga-keluarga Katolik
yang ada di Paroki Santo Petrus Pekalongan dan perlu dikembangkan lagi agar
tidak hanya sekedar memahami saja tetapi lebih pada tindakan konkretnya.
c. Pelaksanaan Tanggungjawab Keluarga Katolik
Jawaban umat mengenai pelaksanaan tanggungjawabnya sebagai keluarga
Katolik mengungkapkan bahwa mereka telah melaksanakan tanggungjawab
sebagai keluarga Katolik. Namun ada juga sebagian keluarga Katolik yang hanya
kadang-kadang saja terlibat dalam melaksanakan tanggungjawabnya dalam
mendidik iman anak.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa bentuk kegiatan koinonia
(persekutuan) yang dilakukan di dalam keluarga adalah sebagian besar umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
kumpul keluarga pada hari besar keagamaan dan makan bersama anggota
keluarga. Bentuk kerygma (pewartaan) yang dilakukan dalam keluarga adalah
sebagian besar 41 umat mengajarkan anak mengenai pelajaran agama berkaitan
dengan iman Katolik dan 31 umat menjawab mengajak anggota keluarga untuk
membaca Kitab Suci lalu merenungkannya dan kemudian menafsirkan Sabda
Allah dengan bersharing. Bentuk kegiatan leiturgia (liturgi) yang dilakukan di
dalam keluarga adalah sebagian besar umat mengajak keluarga doa malam
bersama. Dan bentuk kegiatan diakonia (pelayanan) yang dilakukan di dalam
keluarga adalah sebagian besar umat tidak membeda-bedakan setiap anggota
keluarga dalam memberikan kasih sayang. Dilihat dari hasil penelitian tersebut,
penulis berpendapat bahwa umat paroki Santo Petrus Pekalongan telah berusaha
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan pendidikan iman
bagi anak-anak mereka.
Hasil penelitian mengenai sikap pendukung akan pelaksanaan
tanggungjawab sebagai keluarga Katolik dalam mendidik iman anak menyebutkan
bahwa 55 umat menjawab melaksanakan dengan senang hati dan hanya 24 umat
yang melaksanakan karena sudah menjadi tanggungjawab. Melihat hasil
penelitian ini, penulis berpendapat bahwa umat melaksanakan tanggungjawabnya
sebagai keluarga Katolik dalam mendidik iman anak dengan senang hati dan tidak
hanya sekedar memenuhi tanggungjawabnya. Artinya umat sadar betul bahwa
mendidik dan menumbuhkembangkan iman anak adalah tugas pertama dan utama
sebagai orang tua yang harus dilakukan dengan senang hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Berkaitan dengan segi keterlibatan antara suami maupun istri dalam
melaksanakan tanggungjawab sebagai keluarga Katolik, hasil penelitian
menyebutkan bahwa apabila di antara mereka ada yang lalai akan tanggungjawab
mendidik anak dalam iman Katolik maka suami maupun istri harus saling
mengingatkan. Melihat hasil penelitian ini, menurut penulis para orang tua telah
berusaha saling bekerjasama untuk mendidik iman anak-anak mereka dan jika dari
mereka ada yang lalai, mereka berusaha untuk saling mengingatkan.
Melihat jawaban responden mengenai pelaksanaan tanggungjawabnya
sebagai keluarga Katolik, penulis merasa kurang yakin akan kebenaran jawaban
responden tersebut. Mereka kurang terbuka dan takut dianggap sebagai umat yang
kurang bertanggungjawab sebagai keluarga Katolik. Berdasarkan pengalaman
penulis selama berdomisili, pengamatan, serta pengalaman pada saat membagikan
kuesioner di salah satu lingkungan, ada beberapa keluarga yang sempat
memberikan dukungannya bahwa judul skripsi yang diangkat ini sangat bagus dan
sesuai dengan keadaan keluarga-keluarga Katolik di lingkungan tersebut. Hal ini
tentu menguatkan kesan personal penulis dan fakta sebenarnya yang terjadi di
Paroki Santo Petrus Pekalongan bahwa keluarga Katolik masih kurang sepenuh
hati dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai keluarga Katolik untuk
mendidik dan menumbuhkembangkan iman anak mereka.
Menanggapi permasalahan di atas, maka penulis mengadakan wawancara
guna mempertemukan hasil penelitian melalui kuesioner dengan wawancara,
apakah benar adanya atau sebaliknya. Wawancara ditujukan kepada salah satu
perwakilan umat yaitu Ibu Clara Harnati, pengurus lingkungan yaitu Bapak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Bonifasius Denny Yuswanto, dan pengurus dewan paroki yaitu Bapak Ignatius
Sunarno Hadi secara langsung (face to face), tanggal 15 Januari 2016. Hasil
wawancara nomor 1 poin 7 menunjukkan bahwa tidak lebih dari 30 % orang tua
yang secara sungguh-sungguh melaksanakan pendidikan iman Katolik kepada
anak-anaknya. Artinya 70 % keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan
belum sungguh-sungguh menjalankan tanggungjawabnya dalam mendidik iman
anak.
Bertitik tolak dari apa yang telah diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa
pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak
khususnya di paroki Santo Petrus Perkalongan masih kurang. Oleh karena itu,
penyadaran kembali dan usaha untuk meningkatkan tanggungjawab sebagai
keluarga Katolik dalam mendidik iman anak-anak perlu mendapat perhatian
khusus sehingga iman anak-anak dapat tumbuh dan berkembang serta mampu
menjadi terang dan garam bagi sesamanya.
d. Kesulitan-kesulitan yang Dialami Keluarga Katolik dalam Menjalankan Tanggungjawabnya
Hasil penelitian mengungkapkan kesulitan yang dilihat dari segi internal
dalam menjalankan tanggungjawab memberikan pendidikan iman anak dalam
keluarga yakni 30 responden menjawab kurangnya waktu bersama anak dan 22
responden menjawab kurangnya pemahaman akan tanggungjawab sebagai
keluarga Katolik. Dan adapula yang menjawab kurangnya kesadaran akan tugas
dan kewajiban sebagai keluarga Katolik. Kemudian kesulitan dari segi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
eksternalnya yakni 31 responden menjawab perkembangan teknologi yang begitu
cepat, 26 responden menjawab anak sibuk dengan dunianya sendiri, dan 25
responden menjawab lingkungan yang kurang mendukung.
Melihat hasil penelitian tersebut, penulis berpendapat bahwa kesulitan
internal yang dialami oleh umat adalah kurangnya waktu bersama anak. Begitu
juga dengan yang eksternal yakni perkembangan teknologi yang begitu cepat
membuat anak mudah terpengaruh dan akhirnya asyik dengan dunianya sendiri.
Keadaan ini menjadi semakin sulit karena pekerjaan orang tua yang begitu sibuk,
sehingga waktu dan kesempatan orang tua bersama dengan anak menjadi kurang.
Hasil penelitian mengenai tanggungjawab keluarga Katolik menunjukkan
sebagian besar umat menyerahkan pendidikan iman anak kepada pihak sekolah
atau sekolah minggu. Hal ini sungguh memprihatinkan. Sebab pendidik iman
yang utama bukan sekolah, melalui guru agama atau sekolah minggu tetapi lebih-
lebih dari dan dalam keluarga.
Adapun usaha konkret keluarga-keluarga Katolik paroki Santo Petrus
Pekalongan dalam upaya mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut yaitu dengan
mengatur waktu sehingga mempunyai kesempatan bersama anak dan membangun
komitmen dalam diri dengan memberi prioritas utama bagi pendidikan iman anak.
Dari hasil penelitian ini, penulis berpendapat bahwa umat mempunyai niat baik
sebagai bentuk usaha konkret untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Kesadaran mereka merupakan sesuatu yang menggembirakan sebab umat
mempunyai perhatian yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
anak-anak mereka. Maka kesadaran tersebut perlu ditindaklanjuti dengan
dukungan dari pihak paroki akan peran utama keluarga dalam mendidik iman
anak.
e. Harapan Keluarga Katolik dalam Upaya Peningkatan Tanggungjawab terhadap Pendidikan Iman Anak
Hasil penelitian menyebutkan bahwa umat mengharapkan adanya
kerjasama antara orang tua dan anak sebagai satu keluarga serta saling
mendukung antar anggota keluarga supaya menjadi keluarga yang harmonis,
hidup rukun dan bertaqwa kepada Tuhan. Tidak hanya itu, umat juga ingin
menjalin kerjasama dengan guru agama maupun katekis. Adapula umat yang
mengharapkan adanya pendampingan khusus kepada keluarga-keluarga Katolik.
Hasil penelitian mengenai sarana dan prasarana yang diharapkan ada di
setiap keluarga Katolik sebagian besar mengharapkan buku-buku penunjang
tentang iman Katolik. Menurut penulis, buku-buku tersebut juga dapat membantu
umat untuk memberikan pendidikan iman kepada anak mengenai pengetahuan-
pengetahuan iman Katolik.
Berkaitan dengan harapan untuk meningkatkan tanggungjawab keluarga
Katolik terhadap pendidikan iman anak, hasil penelitian menunjukkan 30
responden memilih rekoleksi keluarga dilaksanakan dua kali setahun dan 24
responden memilih weekend keluarga. Sedangkan yang lainnya memilih
pendalaman iman khusus orang tua dan retret keluarga. Itu artinya umat
menginginkan diadakannya rekoleksi keluarga supaya mereka semakin
diperdalam tanggungjawab sebagai keluarga Katolik dan semakin memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
kesadaran akan tanggungajwabnya untuk dapat mendidik iman anak-anak mereka.
Keluarga Katolik juga tidak hanya memahaminya saja, namun harus dapat
menerapkan tanggungjawab tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kesimpulan Hasil Penelitian
Pada bagian ini penulis akan menyampaikan beberapa kesimpulan
berdasarkan pembahasan hasil penelitian. Pertama, pemahaman dan penghayatan
tanggungjawab keluarga Katolik di paroki Santo Petrus Pekalongan sudah baik.
Hanya saja pada pelaksanaannya harus ditingkatkan lagi terutama pada tindakan
konkretnya supaya tanggungjawab tersebut tidak hanya sebatas dipahami saja,
melainkan juga harus dilaksanakan. Karena sebagai keluarga Katolik tidak cukup
hanya sebatas membesarkan anak-anak mereka, namun perlu juga melaksanakan
tanggungjawabnya terutama para orang tua dalam memberikan pendidikan iman
kepada anak dengan penuh rasa tanggungjawab dan kesadaran bahwa pendidikan
iman anak yang utama dan pertama adalah dari keluarga.
Kedua, pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan
iman anak di paroki Santo Petrus Pekalongan masih kurang. Keluarga Katolik
belum sepenuhnya melaksanakan tanggungjawabnya dengan sungguh-sungguh.
Hanya sebatas kata-kata yang diucapkan pada saat janji nikah. Tentu hal ini sangat
memprihatinkan bagi tumbuhkembangnya iman anak-anak Katolik di paroki
Santo Petrus Pekalongan.
Ketiga, keluarga Katolik paroki Santo Petrus Pekalongan mengalami
kesulitan dalam melaksanakan tanggungjawabnya. Kesulitan yang datang dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
dalam diri sendiri yakni kurangnya waktu bersama anak karena sebagian besar
dari mereka sibuk dengan pekerjaan, sehingga waktu bersama anak sangatlah
minim. Kesulitan lain datang dari anak itu sendiri yakni perkembangan teknologi
yang begitu cepat mampu mempengaruhi pola pikir dan tindakan anak-anak. Ini
menjadi suatu keprihatinan bagi orang tua dan juga bagi pihak pengurus Gereja
paroki agar dapat menemukan cara-cara baru dalam memberikan pendidikan iman
anak.
Keempat, umat paroki Santo Petrus Pekalongan memiliki harapan untuk
meningkatkan tanggungjawabnya sebagai keluarga Katolik. Harapan itu di
antaranya perlu adanya kerjasama antara orang tua dan anak sebagai satu keluarga
serta saling mendukung antar anggota keluarga. Tidak hanya itu, umat juga
mengharapkan adanya sarana dan prasarana demi menunjang pendidikan iman
anak yakni buku-buku penunjang iman Katolik. Dan yang terakhir umat
mengusulkan untuk diadakan program rekoleksi keluarga yang diadakan dua kali
dalam setahun guna meningkatkan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap
pendidikan iman anak. Umat mengharapkan program tersebut dapat menjadi
kekuatan bagi para orang tua di paroki Santo Petrus Pekalongan untuk semakin
memperdalam kesadaran serta tanggungjawabnya sebagai orang tua dalam
memberikan pendidikan iman anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
BAB IV
UPAYA PENINGKATAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK DI PAROKI SANTO PETRUS PEKALONGAN TERHADAP
PENDIDIKAN IMAN ANAK MELALUI REKOLEKSI KELUARGA
Pada bab III penulis telah memaparkan hasil penelitian mengenai
tanggungjawab keluarga Katolik di Paroki Santo Petrus Pekalongan terhadap
pendidikan iman anak. Berdasarkan penelitian dapat dilihat bahwa: pertama,
tingkat kedalaman pemahaman akan penghayatan tanggungjawab keluarga
Katolik sudah baik. Hanya saja pada tindakan konkretnya belum maksimal.
Kedua, pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman
anak di paroki Santo Petrus Pekalongan masih kurang. Ketiga, umat paroki Santo
Petrus Pekalongan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tanggungjawab di
dalam keluarganya. Keempat, umat Paroki Santo Petrus Pekalongan memiliki
harapan besar berkaitan usaha untuk meningkatkan tanggungjawabnya sebagai
keluarga Katolik dalam mendidik iman anak dan juga sarana dan prasarana untuk
mendukung tercapainya pendidikan iman anak di dalam keluarga.
Pada bab IV ini, penulis memaparkan upaya yang diharapkan umat untuk
meningkatkan tanggungjawab keluarga Katolik paroki Santo Petrus Pekalongan
berdasarkan kajian pustaka pada bab II dan hasil penelitian bab III. Upaya yang
penulis ajukan pada bab ini mengarah pada empat unsur tanggungjawab keluarga
Katolik terhadap pendidikan iman anak yakni koinonia, leiturgia, kerygma, dan
diakonia. Sebab berdasarkan hasil penelitian, empat unsur tersebut sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
diperlukan guna meningkatkan tanggungjawab keluarga Katolik di paroki Santo
Petrus Pekalongan. Penulis akan membagi bab IV ini dalam tiga bagian: pertama,
pentingnya tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak bagi
umat paroki Santo Petrus Pekalongan. Kedua, penulis menyampaikan contoh
program yang dapat mendukung upaya tersebut. Ketiga, penjelasan lebih rinci
mengenai usulan program dalam bentuk rekoleksi keluarga.
A. Pentingnya Tanggungjawab Keluarga Katolik Paroki Santo Petrus Pekalongan Terhadap Pendidikan Iman Anak
Dalam berbagai kesempatan baik dalam wejangan, homili, maupun
kunjungan Paus Fransiskus terus menyuarakan pentingnya keluarga sebagai dasar
untuk menanamkan nilai-nilai kekatolikan pada anak-anak mereka. Pesan ini pun
ditanggapi serius oleh Gereja Katolik Indonesia dengan mengadakan acara Sidang
Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2015 di kawasan Cimacan, Jawa Barat
yang berlangsung dari tanggal 2 sampai 7 November 2015 dan dihadiri juga oleh
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (dilansir dari
http://indonesia.ucanews.com/20154/11/03). Acara ini menyoroti fungsi dan
keberadaan keluarga dalam mewujudkan nilai-nilai Injili dalam kehidupan. Dalam
kesempatan ini Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Filippazi
menyampaikan bahwa Gereja adalah keluarga. Gereja merupakan rumah tangga
dan keluarga, keduanya saling memberi dan menerima satu sama lain, yang satu
berkembang maka yang lain berkembang pula“ (Warta Iman, 7-8 November 2015:
24). Artinya keluarga adalah sekolah pertama dan tempat pembentukan mendasar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
bagi anak-anak agar menjadi pribadi beriman dan berkarakter sesuai dengan
imannya. Keluarga menjadi pondasi penting dalam menumbuhkembangkan iman
anak-anak mereka sehingga anak-anak dapat menjadi pribadi-pribadi yang
berdayaguna bagi perkembangan Gereja dan masyarakat.
Perkawinan Katolik itu sendiri mempunyai tujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan suami-isteri serta terarah pada kelahiran dan pendidikan anak,
seperti yang dirumuskan dalam Kitab Hukum Kanonik, kanon 1055 § 1, “... yang
menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-isteri (bonum
coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak”. Artinya orang tua harus
mendidik anak dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggungjawab, meski tidak
mudah, apalagi di zaman sekarang ini. Mereka sebaiknya memikirkan dan
mengupayakan pendidikan yang utuh dan menyuluruh bagi anak-anak mereka.
Sebagai pendidik pertama dan utama, orang tua harus mendidik sendiri anak-
anaknya. Mereka harus sungguh-sungguh bertanggungjawab terhadap pendidikan
anaknya, bukan malah melimpahkan tanggungjawab tersebut kepada kakek-
neneknya, apalagi pembantu rumah tangga, sebab tanggungjawab pendidikan
anak tidak dapat digantikan dan diambil alih oleh pihak lain (FC, a. 36). Mereka
melakukan tanggungjawabnya sampai anak menginjak usia dewasa dan dapat
menentukan jalan hidupnya secara bertanggungjawab, baik untuk hidup membiara
maupun berkeluarga (Prasetya, 2014: 23)
Seperti sudah dikatakan di muka, walaupun tugas dan tanggungjawab
membaptis anak dapat, atau bahkan harus ditunda karena alasan-alasan berat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
namun pendidikan iman Katolik pada anak tidak boleh ditunda atau malahan
dihentikan. Dalam situasi apa pun, orang tua Katolik tetap berkewajiban dan
bertanggungjawab memberikan pendidikan iman katolik kepada anak-anaknya,
karena pada hakikatnya orang tua adalah pewarta iman yang pertama bagi anak-
anaknya. Melalui kata-kata dan tindakan, orang tua membimbing anak-anaknya
untuk bertumbuh menjadi pribadi dewasa yang menghayati kehidupan dan
panggilan kristianinya (Prihartana, 2008: 51)
Dalam pertemuan sidang pleno Dewan Penasihat Kepausan untuk
Keluarga yang membahas tema pewartaan iman dalam keluarga, Paus Yohanes
Paulus II mengingatkan kembali keterlibatan orang tua dalam misi dan kerasulan
Gereja dalam evangelisasi melalui pendidikan iman anak-anak (Prihartana, 2008:
51). Dengan memberikan pendidikan iman kepada anak-anak, orang tua juga
melaksanakan fungsinya sebagai rekan kerja Allah dalam misi evangelisasi,
penyelamatan, dan pengudusan yang diemban oleh Gereja dalam rangka
memperteguh martabat Gereja Rumah Tangga.
Sebagai Gereja mini atau Gereja rumah tangga keluarga juga dipanggil
untuk turut serta dalam tugas perutusan Gereja melalui 4 (empat) kegiatan inti
keluarga yaitu persekutuan pribadi (koinonia), pewartaan (kerygma), perayaan
iman (leiturgia), dan pelayanan (diakonia). Berdasarkan hasil penelitian (dari data
wawancara) keempat fungsi ini menunjukkan hasil yang kurang maksimal.
Buktinya dapat dilihat pada hasil wawancara khususnya pertanyaan nomor 3.
Keempat fungsi tersebut di atas yang seharusnya dapat dilakukan dan
dikembangkan dalam keluarga tetapi kini belum berjalan dengan baik. Maka dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
itu, guna mengusahakan berkembangnya keempat fungsi tersebut dalam keluarga
diperlukan suatu bentuk kegiatan pendampingan sebagai upaya untuk
meningkatkan tanggungjawab keluarga Katolik dalam mendidik iman anak.
Pada bagian ini, penulis lebih memfokuskan pada sebuah kegiatan
pendampingan yang mampu menanamkan nilai-nilai Kristiani akan
tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak. Hal ini sesuai
dengan visi dan misi Gereja paroki Santo Petrus Pekalongan. Di mana Gereja
paroki Santo Petrus Pekalongan terpanggil untuk memelopori berdirinya Kerajaan
Allah di tengah-tengah masyarakat.
B. Upaya Peningkatan Tanggungjawab Keluarga Katolik di Paroki Santo Petrus Pekalongan terhadap Pendidikan Iman Anak
Setelah menyadari pentingnya tanggungjawab keluarga Katolik dalam
mendidik iman anak-anak mereka, kini penulis akan memaparkan suatu upaya
untuk menanggapi hal tersebut. Untuk itu penulis mengajukan suatu kegiatan
pembinaan yaitu rekoleksi keluarga.
1. Alasan Pemilihan Program Rekoleksi Keluarga
Upaya yang penulis ajukan yaitu program Rekoleksi Keluarga. Kegiatan
ini diusulkan oleh umat paroki Santo Petrus Pekalongan. Selain itu, kegiatan
rekoleksi ini juga mulai dicanangkan oleh paroki dalam menyambut tahun
Kerasulan Keluarga. Maka dari itu, kegiatan rekoleksi perlu dilaksanakan sebagai
upaya membantu orang tua untuk meningkatkan tanggungjawabnya sebagai
keluarga Katolik dalam mendidik iman anak-anak mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
2. Rekoleksi Keluarga
a. Tujuan Kegiatan Rekoleksi
Tujuan dari rekoleksi dapat dilihat dari arti kata rekoleksi itu sendiri.
Menurut Mangunhardjana (1985: 7) istilah rekoleksi berasal dari bahasa Inggris
recollectio yang berarti usaha untuk mengumpulkan kembali. Dalam hal ini yang
dikumpulkan adalah pengalaman peserta rekoleksi dalam kesehariannya. Maka
tujuan umum dari rekoleksi adalah agar peserta mampu menyadari peran Kristus
dalam hidup mereka melalui pengalaman sehari-hari dalam berkarya.
Yang dilakukan dalam rekoleksi sama dengan apa yang dilakukan dalam
retret. Peserta meninjau karya Allah dalam dirinya, cara kerja serta bimbingan-
Nya dan tanggapan terhadap karya Allah itu. Seperti dalam retret, bahan yang
diolah dalam rekoleksi diambil dari pengalaman hidup yang sudah dijalani
(Mangunhardjana, 1985: 18).
b. Waktu, Tempat, dan Peserta
Rekoleksi ini, pertama-tama bertujuan untuk mengembangkan iman serta
nilai-nilai Kristiani dalam keluarga. Kegiatan ini diharapkan dapat
memperkembangkan iman pribadi maupun keluarga sebagai satu komunitas iman
sehingga mereka mampu menjadi saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat.
Maka, setiap keluarga Katolik paroki Santo Petrus Pekalongan diharapkan untuk
ikut terlibat di dalamnya.
Rekoleksi ini dilaksanakan satu tahun dua kali. Rekoleksi yang pertama
akan dilaksanakan pada saat libur sekolah bulan Juli dan yang kedua pada bulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Desember. Rekoleksi yang pertama diambil bulan Juli karena bertepatan pada
libur anak sekolah, sehingga para orang tua masih memiliki waktu senggang
untuk mengikuti rekoleksi. Kemudian rekoleksi yang kedua dilaksanakan pada
bulan Desember bertepatan dengan pesta Keluarga Kudus, dengan alasan agar
dapat meneladani semangat hidup Keluarga Kudus Nazaret.
Berkaitan dengan tempat pelaksanaannya dapat ditentukan secara bersama
dengan pengurus kegiatan rekoleksi keluarga dan dapat mencari tempat yang
nyaman untuk melaksanakannya.
C. Usulan Program Rekoleksi Keluarga
1. Latar Belakang Program
Keluarga Katolik merupakan Gereja kecil yang sangat baik bagi
tumbuhkembangnya iman anak sebab dari sanalah anak mulai belajar dan
menemukan nilai-nilai hidup untuk membangun kehidupannya di masa
mendatang. Hal tersebut sesuai dengan GE, a. 3, “agar dapat melaksanakan tugas
perutusannya, keluarga perlu mempersiapkan anggota-anggotanya, terutama anak-
anak, melalui pendidikan, baik mengenai iman Katolik maupun nilai-nilai
kemanusiaan, karena keluarga adalah sekolah yang pertama dan utama bagi
mereka”. Hal ini mengisyaratkan bahwa keluargalah tempat mendasar pendidikan
iman anak. Tugas dan tanggungjawab tersebut bukan berarti sesuatu yang mudah
dilakukan oleh orang tua. Karena itu orang tua perlu memiliki komitmen, niat
yang kuat, persiapan dan perencanaan yang matang. Dan tentunya hal ini tidak
boleh begitu saja diserahkan kepada orang tua semata sebagai keluarga Katolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
tetapi juga perlu bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak seperti guru agama,
katekis, pembimbing rohani dan lain-lainnya sehingga tugas dan tanggungjawab
keluarga Katolik tersebut dapat terlaksana dengan baik.
Keluarga Katolik paroki Santo Petrus Pekalongan pun diharapkan benar-
benar memiliki komitmen, niat yang kuat, dan perencanaan yang matang untuk
melaksanakan tanggungjawabnya dalam mendidik iman anak-anak mereka.
Namun, pada kenyataannya harapan tersebut cenderung terhambat oleh berbagai
macam rutinitas serta pekerjaan yang benar-benar menyita banyak waktu.
Rekoleksi keluarga ini diharapkan membantu para keluarga Katolik untuk
semakin menyadari tanggungjawabnya sekaligus menjadi pelaksana sekolah iman
bagi anak-anak mereka sebab tugas mendidik anak itu “berakar pada panggilan
utama suami/istri dalam karya penciptaan Allah” (FC, a. 36).
2. Tema dan Tujuan Rekoleksi Keluarga
Penulis mengusulkan tema rekoleksi keluarga yakni “Keluarga Menjadi
Sekolah Iman yang Pertama”. Artinya, keluarga merupakan komunitas pertama
dan utama yang bertanggungjawab atas pendidikan anak-anak, karena dalam
keluargalah anak-anak lahir, hidup dan bertumbuh dewasa (GE, a. 3). Dalam
keluarga, anak menemukan pengalaman pertama masyarakat manusia yang sehat
serta Gereja, terutama dalam hal iman. Pendidikan iman anak yang dilakukan
dalam keluarga Katolik mencakup 4 unsur, yakni koinonia, kerygma, leiturgia,
dan diakonia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Tujuan yang hendak dicapai melalui rekoleksi keluarga adalah membantu
peserta meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap
pendidikan iman anak dalam keluarga dengan meneladani cara hidup Keluarga
Kudus Nazaret dengan demikian mereka semakin tergerak hatinya dan semakin
setia menjadi pelaku utama melaksanakan tanggungjawab tersebut dalam keluarga
Katolik.
Tema dan tujuan umum tersebut akan diuraikan lebih rinci menjadi 2 tema
dan tujuan khusus yang akan digunakan dalam 2 pertemuan, sebagai berikut:
a. Tema : Membangun Komunitas Iman dan Hidup Doa dalam Keluarga.
Tujuan : Membantu keluarga membangun sebuah komunitas iman dan
hidup doa dalam keluarganya melalui pengalamannya sehingga
mereka semakin mampu melaksanakan perannya untuk
memberikan pendidikan iman pada anak dengan demikian anak
dapat tumbuh menjadi pribadi yang beriman tangguh.
b. Tema : Keluargaku Menjadi Saksi Kristus dengan saling Cinta dan Peduli
Satu sama lain.
Tujuan : Membantu keluarga menjadi saksi Kristus yang saling cinta dan
melayani satu sama lain dalam keluarga dengan demikian mereka
semakin mampu untuk melaksanakannya dalam hidup sehari-hari
baik di dalam keluarga maupun di tengah masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
3. Matriks Usulan Rekoleksi Keluarga
Tema Umum : Keluarga Menjadi Sekolah Iman yang Pertama
Tujuan Umum : Membantu peserta meningkatkan tanggungjawab terhadap pendidikan iman anak dalam keluarga dengan
meneladani cara hidup Keluarga Kudus Nazaret dengan demikian mereka semakin tergerak hatinya dan semakin
setia menjadi pelaku utama melaksanakan tanggungjawab tersebut dalam keluarga Katolik.
No Tema Tujuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Membangun
Komunitas Iman dan Hidup Doa dalam Keluarga
Membantu keluarga membangun sebuah komunitas iman dan hidup doa dalam keluarganya melalui pengalamannya sehingga mereka semakin mampu melaksanakan perannya untuk memberikan pendidikan iman pada anak dengan demikian anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang beriman tangguh.
- Pengalaman hidup peserta/Cerita Pengalaman
- Memahami cara hidup Keluarga Kudus Nazaret: o Keluarga
sebagai komunitas iman
o Doa sebagai kekuatan keluarga
- Pendidikan dan impian orang tua terhadap anaknya
- Sharing pengalaman
- Tanya jawab
- Informasi - Renungan - Refleksi - Peneguhan
- Teks Kitab Suci Luk 2:21-23; 41-52
- Teks dan video lagu “Harta yang Paling Berharga adalah Keluarga”
- Cerita Pengalaman “Keluarga Albert”
- Speaker - Laptop - LCD
- Luk 2:21-23; 41-52 - https://www.youtube.c
om/watch?v=oojOZjhA3iU
- Wignyasumarta, Ign., MSF, dkk. (2000). Panduan Rekoleksi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius. Hal 36
- Dianne Bergant, CSA. Dan Robert J. Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 120-121 115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2. Keluargaku
Menjadi Saksi Kristus dengan saling Cinta dan Peduli Satu sama lain
Membantu keluarga menjadi saksi Kristus yang saling cinta dan melayani satu sama lain dalam keluarga dengan demikian mereka semakin mampu untuk melaksanakannya dalam hidup sehari-hari baik di dalam keluarga maupun di tengah masyarakat
- Pengalaman hidup peserta o Menjadi Saksi
Kristus dengan saling Cinta dan Peduli Satu sama lain
- Sikap dasar untuk melayani bukan dilayani
- Gereja dan masyarakat
- Gereja dan kaum miskin
- Keluarga Katolik sejati harus peduli dan berbagi
- Sharing pengalaman
- Refleksi - Tanya
jawab - Informasi - Peneguhan
- Teks Kitab Suci Kis 2:41-47; 4: 32-37
- Video “Keluarga Itu Saling Melayani”
- Speaker - Laptop - LCD
- Kis 2:41-47; 4: 32-37 - https://www.youtube.c
om/watch?v=nkEH_5kyuFQ
- Edi Mulyono, Y., SJ, dkk. (2011). Bunga Rampai XXI Mari Berbagi Menuju Perwujudan Diri Sejati. Jakarta: Konsorsium Pengembangan Pemberdayaan Pastoral Sosial Ekonomi. Hal 63
- Dianne Bergant, CSA. Dan Robert J. Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 218-221
- KWI. 1996. Iman Katolik Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 444-460
116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
4. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi Keluarga
a. Tema : Membangun Komunitas Iman dan Hidup Doa dalam Keluarga.
b. Tujuan : Membantu keluarga membangun sebuah komunitas iman dan
hidup doa dalam keluarganya melalui pengalamannya sehingga
mereka semakin mampu melaksanakan perannya untuk
memberikan pendidikan iman pada anak dengan demikian anak
dapat tumbuh menjadi pribadi yang beriman tangguh.
c. Susunan Acara
No Waktu Acara 1) 08.00-08.15 Snack dan Absen peserta 2) 08.15-08.30 Salam dan kata pembukaan 3) 08.30-08.45 Nyanyian dan doa pembukaan 4) 08.45-09.00 Pengarahan dari pembimbing rekoleksi
tentang tema 5) 09.00-09.15 Ice Breaking 6) 09.15-10.15 Sesi I: Pengalaman Hidup Peserta/Cerita
Pengalaman 7) 10.15-10.45 Refleksi Pribadi 8) 10.45-11.45 Sesi II : Memahami Cara Hidup Keluarga
Kudus Nazaret 9) 11.45-12.15 Refleksi Pribadi 10) 12.15-12.45 Pleno hasil Refleksi 11) 12.45-13.45 Makan siang 12) 13.45-14.00 Ice Breaking13) 14.00-15.00 Sesi III : Pendidikan Iman yang Menjadi
Impian Orang Tua Terhadap Anaknya 14) 15.00-15.15 Snack15) 15.15-16.30 Misa 16) 16.30-17.00 Foto bersama dan sayonara
d. Pelaksanaan
Waktu Rincian Kegiatan 08.00-08.15 Snack dan Absen peserta 08.15-08.30 Salam dan kata pembukaan (± 15) Ketua panitia mengucapkan selamat datang kepada semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
peserta dan terima kasih atas kedatangan mereka, serta kepada pembimbing atas kesediaan mendampingi rekoleksi keluarga ini. Kemudian menyampaikan harapan agar rekoleksi ini memampukan peserta untuk semakin menyadari karya Allah, cara kerja serta bimbingan-Nya dan tanggapan terhadap karya Allah itu; terutama sebagai keluarga Katolik dalam mendidik anak-anak mereka.
08.30-08.45 Nyanyian dan doa pembukaan Peserta diajak bersama-sama mengawali rekoleksi dengan
bernyanyi “Harta yang paling berharga adalah Keluarga”. Klip video ini ditayangkan menggunakan LCD. Setelah itu, peserta masuk dalam doa pembuka sebagai langkah awal membuka rangkaian kegiatan rekoleksi keluarga. Doa pembuka: Bapa yang penuh kasih, kami mnenghadap-Mu secara bersama-sama dalam satu hati untuk memaknai dan belajar dari Engkau bagaimana menjadi keluarga Katolik yang baik yang mampu memberikan pendidikan iman yang layak bagi anak-anak kami. Kami mohon, dengan meneladani pola hidup Keluarga Kudus Nazaret kami sebagai orang tua semakin menyadari dan mau melaksanakan tanggungjawab kami dalam mendidik anak-anak kami khususnya pertumbuhan iman mereka. Ajarilah kami untuk selalu terbuka dan menyediakan waktu bagi anak-anak kami, sehingga dalam relasi dengan anak-anak semakin menjadi akrab dan dekat. Semoga Roh-Mu sendiri yang menggerakkan hidup kami dalam membina dan mengembangkan sikap mengasihi antar anggota keluarga seturut hati-Mu. Demi Kristus Tuhan dan Juruselamat kami. Amin.
08.45-09.00 Pengarahan dari pembimbing rekoleksi tentang tema Dalam rekoleksi keluarga ini kita akan masuk dalam suasana
kehidupan Keluarga Kudus di Nazaret. Kita akan melihat dan belajar bagaimana Yesus, Maria dan Yosef menghayati hidup berkeluarga sebagai anak, ibu dan bapak. Teladan hidup berkeluarga, khususnya dalam hal membangun komunitas iman dan hidup doa, ingin kita angkat menjadi contoh atau model bagi hidup keluarga kita. Karena Keluarga Kudus Nazaret oleh Santo Bapa Leo XIII secara resmi telah dinyatakan menjadi pelindung dan suri teladan bagi keluarga-keluarga Kristiani di seluruh dunia. Lalu, dari mana kita dapat mengenal kehidupan Keluarga Kudus Nazaret ini? Tentu saja kita akan menggali sumbernya dari Kitab Suci, khususnya Injil Lukas. Marilah sekarang kita dengarkan bacaan Kitab Suci dari Injil Lukas tersebut.
09.00-09.15 Snack dan Ice Breaking Untuk mencairkan suasana dan membangkitkan semangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
peserta, permainan dilaksanakan dalam kelompok besar dan diikuti oleh seluruh peserta. Permainan yang diusulkan adalah gerak dan lagu “Marina Menari di Menara” dan “Dengar Dia Panggil Nama Saya”.
09.15-10.15 Sesi I : Penggalian Pengalaman Hidup Peserta dan Cerita Pengalaman “Keluarga Albert” (terlampir)
Pendamping mengajak peserta untuk mendengarkan cerita “Keluarga Albert” yang dibacakan dan kemudian peserta diberi kesempatan untuk membacanya secara pribadi. Setelah itu, pendamping mengajukan pertanyaan untuk dijawab dalam kelompok kecil: 1) Apa yang dikisahkan Albert dalam cerita tadi? 2) Sebutkan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan keluarga
Albert untuk mengembangkan iman keluarga, khususnya anak-anak!
3) Apakah kebiasaan itu berarti bagi Albert? Bagaimana Albert menceritakannya?
4) Bagaimana dengan pengalaman anda? Kebiasaan apa saja yang anda lakukan dalam keluarga untuk mengembangkan iman anak-anak?
5) Tantangan dan kesulitan apa yang sering anda hadapi dalam mengembangkan iman keluarga?
Pendamping merangkum hasil sharing peserta dan memberi peneguhan.
10.15-10.45 Refleksi Pribadi Pendamping mempersilakan peserta mengambil waktu dan
tempat untuk hening masing-masing dan menulis buah-buah rohani dari sesi I.
10.45-11.45 Sesi II : Memahami Cara Hidup Keluarga Kudus Nazaret Kisah hidup Keluarga Kudus di Nazaret ini hanya secara
singkat dilukiskan oleh Lukas, dan ini pun hanya sebagian peristiwa semasa Ia genap delapan hari, ketika harus disunat dan Yesus masih kanak-kanak, ketika Ia dipersembahkan ke Bait Allah di Yerusalem. Namun, dari yang singkat ini dapat kita petik pelajaran yang sangat berharga bagi kehidupan keluarga kita. Paus Paulus VI pernah memberi amanat apostoliknya tentang Keluarga Nazaret dengan mengatakan, “Rumah Nazaret itu merupakan sekolah di mana kita mulai mengerti hidup Yesus”. Dalam hidup mereka, kita menemukan model hidup keluarga yang tiada taranya, hubungan antar anggotanya keluarga begitu indah dan penuh kasih terjalin di Nazaret. Kita dapat belajar dari cara hidup dalam Keluarga Kudus untuk kita jadikan model hidup bagi keluarga kita. Oleh karena itu, baiklah sekarang kita perdalam lagi dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
1) Apa yang dilakukan orang tua Yesus pada saat Yesus berumur delapan hari?
2) Mengapa orang tua Yesus melakukan hal itu? 3) Apa pesan yang bisa kita petik dari kisah tersebut dalam
rangka pengembangan keluarga sebagai komunitas doa dan beriman?
Peserta diajak menjawab pertanyaan dan sharing dalam kelompok kecil kemudian diplenokan dalam kelompok besar. Pendamping merangkum hasil sharing peserta dan memberi peneguhan : 1) Orang tua Yesus adalah orang yang saleh dan suci. Tiap-tiap
tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. Ketika Yesus berumur delapan hari untuk disunat dan berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. Mereka mentaati hukum Tuhan dan tekun dalam berdoa. Anak dipersembahkan ke pada Tuhan dalam doa agar anaknya dibimbing oleh Tuhan dan tumbuh menjadi anak yang baik dan penuh berkat. Kita sebagai orang Kristiani sadar, baik melalui pengalaman pribadi maupun dalam kesatuan dengan keluarga sebagai komunitas antar pribadi, bahwa doa mempunyai kekuatan: kekuatan yang mengubah, menyembuhkan dan memampukan manusia hidup setia dalam perkawinannya. Kekuatan itu timbul bukan dari kita sendiri sebagai manusia, melainkan dari Allah dalam Roh Kudus. Kekuatan itu diperlukan oleh keluarga –suami istri, ayah ibu, dan anak-anak – agar mereka dapat menghayati kehidupan keluarganya, serta misinya menurut rencana Allah sendiri.
2) Yesus pun menyadari bahwa hidup-Nya yang telah tumbuh dewasa, yang hidup-Nya taat kepada Bapa dan penuh cinta kepada sesama, juga merupakan buah dari pendidikan iman yang dilakukan oleh orang tua-Nya. Orang tua yang penuh iman percaya pada penyelenggaraan ilahi serta setia menjalankan hukum Tuhan, menjadi inspirasi hidup Yesus di hadapan Bapa-Nya. Keluarga Kudus Nazaret menjadi komunitas iman yang hidup yang mampu memberikan rasa kesejukan batin bagi Yesus untuk tumbuh menjadi pribadi yang penuh hikmat.
3) Keluarga sebagai komunitas iman berarti keluarga bukan suatu komunitas biasa tetapi suatu tempat persemaian dan sekolah iman; bahwa dalam keluarga iman serta pengungkapannya diperkenalkan, diajarkan, dan dihayati. Di zaman modern ini keluarga sebagai komunitas iman mempunyai sisi terang dan sisi gelap. Di satu sisi, kita menyaksikan banyaknya orang yang mendambakan siraman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
rohani/iman dalam kehidupannya lewat pendalaman iman, rekoleksi, retret, novena, dan lain-lain. Di sisi lain juga, arus sekularisasi menjadikan orang alergi dengan hal-hal yang berbau keagamaan. Agama menjadi urusan besok atau akhirat. Manusia sibuk mengejar dan memupuk materi, mendewakan IPTEK, dan menomorduakan nilai-nilai moral. Dalam rencana Allah, keluarga merupakan komunitas iman, bahwa di dalam keluarga, iman disemai, dipupuk, dan diperkembangkan. Keluarga sebagai Gereja mini harus menjadi tempat untuk menyalurkan dan mewartakan iman. Misi keluarga ini berakar dalam sakramen Baptis dan Krisma, serta mendapatkan peneguhannya dalam sakramen Pernikahan untuk menguduskan dan merombak dunia menurut rancangan Allah sendiri. Melalui Pernikahan, suami-istri dijadikan misionaris-misionaris Kristus untuk mewartakan Injil kepada seluruh ciptaan, khususnya dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka sesuai iman Kristiani.
4) Kiat-kiat pembinaan: doa bersama di dalam, oleh, dan untuk keluarga. Betapa sulitnya menemukan waktu yang cocok bagi segenap anggota keluarga untuk berdoa bersama sebagai satu keluarga. Perayaan iman dan pesta keluarga, misalnya peristiwa ulang tahun kelahiran, baptisan, komuni, krisma, pernikahan, kelahiran anggota baru, dan kematian merupakan momen yang baik untuk merayakan dan mewartakan iman.
11.45-12.15 Refleksi Pribadi Pendamping mempersilakan peserta mengambil waktu dan
tempat untuk hening masing-masing dan menulis buah-buah rohani yang dapat diperoleh dari sesi II. Refleksi ini menggunakan bahan dari Teks Kitab Suci Luk 2:21-23; 41-52. (Meneladan Keluarga Kudus Nazaret).
12.15-12.45 Pleno Hasil Refleksi Pendamping mempersilakan perwakilan dari beberapa peserta
yang bersedia mensharingkan hasil refleksinya. Peserta lainnya mendengarkan dengan penuh penghayatan.
12.45-13.45 Makan siang 13.45-14.00 Ice Breaking Untuk mencairkan suasana dan membangkitkan semangat
peserta untuk memasuki sesi III, peserta diajak untuk bermain “Jika” dan “Maka”. Peserta dibagi dalam 2 kelompok besar. Kelompok satu menulis sebuah kalimat dengan awalan “Jika” dan kelompok dua menulis sebuah kalimat dengan awalan “Maka”. Kemudian peserta akan ditunjuk oleh pendamping secara berpasangan kelompok satu dan kelompok dua untuk membacakan dengan keras apa yang telah ditulis diawali oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
kelompok satu dan disusul kelompok dua. Contoh kalimat yang terungkap : “Jika saya mendidik anak dengan cinta kasih, maka anak saya akan sangat berbahagia” dan seterusnya.
14.00-15.00 Sesi III : Pendidikan Iman yang Menjadi Impian Orang Tua Terhadap Anaknya
Tugas mendidik anak itu “ berakar pada panggilan utama suami/istri dalam karya penciptaan Allah” (FC, a. 36). Konsili Vatikan II mengingatkan kita, bahwa “ karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu, orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama” (GE, a. 3). Malahan menurut FC a. 36, peran orang tua dalam pendidikan itu “tidak tergantikan dan tidak dapat diambil alih” dan karena itu tak dapat diserahkan sepenuhnya kepada orang lain. Dari anjuran apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II ini menjadi jelas, bahwa memang orang tualah yang pertama-tama menjadi pelaku pendampingan bagi anak-anaknya. Orang tua tak dapat lepas tangan dari tanggungjawab ini, betapapun sibuknya bekerja dan betapapun beraneka macam kegiatan di masyarakat maupun di gereja (Ef. 6:4). Tanggungjawab tersebut antara lain pendidikan religius (iman) yang menyangkut perkembangan anak dalam hubungan dengan Tuhan. Pendidikan iman ini merupakan hal yang esensial dalam hidup keluarga Kristiani. Orang tua mengemban hak pertama dan tanggungjawab dalam pendidikan iman anaknya. Aspek ini semakin menjadi mendesak jika agama dipilih oleh orang tuanya melalui baptisan bayi/anak-anak. Pendidikan iman harus mempersiapkan anak agar ia sadar dan sukarela menyambut pilihan iman orang tuanya dan selanjutnya mengembangkan rahmat baptisan itu dengan iman Katolik. Contoh pendidikan iman dalam keluarga: 1) Unsur persekutuan iman terungkap ketika keluarga
berkumpul bersama merayakan peristiwa-peristiwa penting seperti ulang tahun anggota keluarga, ulang tahun perkawinan, rekreasi bersama, kumpul bersama keluarga saat hari-hari besar (Natal, Paskah, dan tahun baru), dan makan bersama anggota keluarga.
2) Unsur doa/liturgi yang menjadi kekuatan dalam keluarga nampak ketika mengajak keluarga doa malam bersama, doa sebelum dan sesudah makan, doa pagi sebelum melakukan aktifitas, melaksanakan ibadat saat anggota keluarga merayakan ulang tahun atau syukuran, mengajak anggota keluarga untuk pergi ziarah, dan mengikuti perayaan Ekaristi minggu bersama-sama seluruh anggota keluarga.
Pendamping mempersilakan peserta membicarakan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
pasangannya masing-masing sebagai sebuah keluarga untuk membuat niat atau rencana strategis yang dapat diwujudkan dalam keluarga mereka. Niat tersebut akan dipersembahkan ke dalam Misa penutup rekoleksi keluarga ini.
15.00-15.15 Snack 15.15-16.30 Misa Penutup Misa penutup dengan tema “Keluargaku Siap Menjadi Sekolah
Iman” Lagu pembuka “ Panggilan Tuhan” (MB 456) Doa pembukaan dengan inti syukur atas penyertaan Tuhan selama rekoleksi dan memohon agar Tuhan membuka hati para keluarga Katolik untuk menyadari pentingnya pendidikan iman anak dalam keluarga sehingga mereka mau dengan senang hati melaksanakannya dalam hidup berkeluarga sehari-hari Bacaan dari Efesus 6:1-9 dan Luk 2:41-52. Kotbah berisi buah-buah rohani rekoleksi yang telah diperoleh peserta sejak sesi pertama hingga ketiga serta niat-niat yang telah dibuat. Sesudah doa umat diadakan prosesi pembacaan niat dan rencana strategis setiap keluarga yang hendak diwujudkan dalam hidup keluarga mereka setiap hari. Lagu penutup “Jadilah Saksi Kristus” (MB 455)
16.30-17.00 Foto bersama dan sayonara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
BAB V
PENUTUP
Pada bagian akhir dari karya tulis ini, penulis membagi isinya menjadi dua
bagian. Bagian pertama berisi kesimpulan yang didasari oleh rumusan
permasalahan. Bagian kedua berupa saran bagi semua pihak yang terkait dengan
penulisan karya tulis ini.
A. Kesimpulan
Tanggungjawab terhadap pendidikan iman anak telah menjadi tugas yang
utama dan pertama keluarga Katolik. Tanggungjawab tersebut harus dipahami
serta dihayati oleh setiap keluarga Katolik sebagai panggilan khusus dari Allah
kepada orang tua untuk membimbing anak agar semakin dekat dengan Allah.
Tangggungjawab keluarga Katolik dalam pendidikan iman anak-anak
mereka mempunyai sumber inspirasi dari kehidupan Keluarga Kudus Nazaret
(Luk 2:41-52). Kehidupan Keluarga Kudus Nazaret menjadi suri teladan
pendidikan iman anak bagi keluarga-keluarga Katolik. Pendidikan iman anak
tersebut mencakup 4 unsur yaitu koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia.
Unsur pertama koinonia, misalnya keluarga selalu berkumpul untuk merayakan
peristiwa-peristiwa penting (ulang tahun anggota keluarga, ulang tahun
perkawinan, dan makan bersama anggota keluarga). Kedua unsur kerygma,
misalnya keluarga mengajak setiap anggotanya untuk membaca Kitab Suci,
merenungkan dan menafsirkan Sabda Allah dengan bersharing, mengajarkan anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
mengenai pelajaran agama dan membantu untuk menemukan makna hidupnya
dalam terang Kitab Suci. Ketiga unsur leiturgia, misalnya keluarga Katolik
mengajak setiap anggotanya berdoa (doa malam, doa sebelum dan sesudah
makan, doa pagi sebelum melakukan aktifitas), melaksanakan ibadat saat anggota
keluarga merayakan ulang tahun atau syukuran serta mengajak anggota keluarga
untuk pergi ziarah. Dan keempat unsur diakonia, misalnya keluarga Katolik tidak
membeda-bedakan setiap anggota keluarga dalam memberikan kasih sayang,
merawat anggota keluarga yang sakit, anak-anak membantu orang tua
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tanggungjawab keluarga
Katolik terhadap pendidikan iman anak di paroki Santo Petrus Pekalongan masih
kurang. Hal ini terlihat dari keempat unsur koinonia, kerygma, leiturgia, dan
diakonia yang kurang nampak dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini
disebabkan oleh tidak adanya waktu untuk kumpul bersama antara anggota
keluarga karena tuntutan pekerjaan, kebutuhan ekonomi keluarga, dan perubahan
teknologi komunikasi yang begitu cepat.
Keseluruhan permasalahan di atas perlu ditanggapi dalam suatu bentuk
program pendampingan yang relevan dengan keadaan umat. Maka penulis
menawarkan rekoleksi keluarga Katolik demi membantu menjawab kebutuhan
umat. Sebab rekoleksi mampu membantu para keluarga Katolik untuk
mengumpulkan kembali pengalaman-pengalaman mereka dan menyadari peran
Kristus di dalam setiap pengalaman tersebut. Rekoleksi keluarga pun dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
menjadi kekuatan keluarga Katolik untuk memperbaiki pola hidup mereka dan
berjalan bersama karya Allah.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran
sebagai hasil refleksi selama ini bagi keluarga Katolik paroki Santo Petrus
Pekalongan. Pihak pengurus paroki disarankan perlu menindaklanjuti program
yang telah penulis usulkan yaitu rekoleksi keluarga Katolik. Program ini diyakini
mampu membantu meningkatkan tanggungjawab keluarga-keluarga Katolik untuk
sungguh-sungguh terlibat aktif dan lebih bertanggungjawab dalam memberikan
pendidikan iman bagi anak-anak mereka. Hal ini didasari bahwa
tumbuhkembangnya Gereja baik Gereja mini maupun Gereja paroki juga
ditentukan oleh persiapan generasi muda yang beriman dewasa dari para orang
tua. Maka Gereja perlu membuka pintunya dan membiarkan angin segar masuk
agar dapat memberikan kesejukan melalui temuan-temuan baru serta strategi-
strategi baru demi menghidupkan kembali iman keluarga-keluarga Katolik yang
redup.
Pihak pengurus paroki serta umat juga perlu menyadari pentingnya
pendampingan keluarga-keluarga Katolik dan melibatkan diri dalam usaha
pendampingan tersebut sebagai suatu bentuk gerakan umat. Pihak pengurus paroki
diharapkan perlu membangun kerjasama dengan pihak stasi dan lingkungan.
Wujud kerjasama yakni dengan menindaklanjuti program tersebut bisa dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
kegiatan sarasehan mengenai pastoral keluarga dan membuat suatu program
pendampingan khusus bagi anak-anak dan orang muda seperti rekoleksi atau retret
berkaitan dengan pemahaman serta penghayatan iman kekatolikannya.
Pengurus paroki perlu mengevaluasi dan merefleksikan kegiatan-kegiatan
yang telah dilaksanakan. Sudah sejauh mana kegiatan-kegiatan tersebut
berdampak positif bagi perkembangan iman umat. Di sisi lain para keluarga
Katolik Santo Petrus Pekalongan juga perlu meningkatkan kesadaran diri dalam
memberikan prioritas dan totalitas pada perkembangan iman anak-anak mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, FX., Drs., SJ. (2000). Katekese Sebagai Pendidikan Iman (Seri Puskat no 372). Yogyakarta: LPKP.
Agung Prihartana, BR., MSF. (2008). Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga Kawin Campur dan Beda Agama. Yogyakarta: Kanisius.
Dapiyanta, FX. (2011). Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma.
DokPen KWI. (2013). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiryana, SJ. Penterjemah dalam angka tahun 1993). Jakarta: Obor.
Dua, Mikhael. (2011). Kebebasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Sebuah Eseai Etika; Seri Filsafat Atma Jaya: 30. Yogyakarta: Kanisius.
Eminyan, Maurice., SJ. (2001). Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius. Gilarso, T. Drs, SJ. (editor). (1996). Membangun Keluarga Kristiani; Pembinaan
Persiapan Berkeluarga. Yogyakarta: Kanisius. Goretti Sugiarti, M., Sr, AK. (1999). Pendampingan Iman Anak. FIPA-
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Manuskrip. Heryatno Wono Wulung, FX., SJ. (2012). Usaha Menyatukan Hakikat Keluarga
Kristiani sebagai Gereja Domestik dan Sel Masyarakat demi Mewujudkan Nilai-nilai Kerajaan Allah; “Masa depan Gereja dan dunia akan terwujudkan melalui keluarga” (FC a. 75). Makalah.
Komisi Kitab Suci KAS. (2014). Keluarga Beribadah Dalam Sabda; Gagasan Pendukung Bahan Pertemuan Lingkungan (Dewasa) Bulan Kitab Suci Nasional. Yogyakarta: Kanisius.
Konsili Vatikan II. (1992). (Gravissimum Educationis) deklarasi tentang Pendidikan Kristiani. Diterjemahkan oleh R. Hadawiryana, SJ., Jakarta: Dokpen KWI.
_______________. (1993) Gaudium et Spes “Konstitusi Dogmatis tentang Pastoral Gereja dalam Dunia Modern”, Lumen Gentium “Konstitusi dogmatis tentang Gereja, dan Dei Verbum “Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI.
_______________. (2004). Dekrit tentang Kerasulan Awam (Apostolicam Actuaositatem) diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI.
KWI. (2011). Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor. Mangunhardjana. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Penerbit Yayasan
Kanisius. Mardi Usmanto, T., Pr. (2011). Katolik Sakpore. Kumpulan Tulisan yang
menampilkan Wajah Gereja Katolik Santo Petrus Pekalongan di usia 80 Tahun (1 November 1930 – 1 November 2010).
Moleong, L.J. (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
____________. (2007). Dasar Penelitian Kualitatif. Perbedaan Antara Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Seri Pastoral no 393), Yogyakarta: Puspas.
Prasetya, L., Pr. (2014). Allah Memberkati Hidup Keluarga. Yogyakarta: Kanisius.
Pudjiono, V. dan Oetomo, M.L. (2007). Pendidikan Anak Di Rumah Di Bidang Iman. Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang.
Riduwan, Dr. MBa. 2011. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Rintyastini Yulita, dkk. (2006). Bimbingan dan Konseling SMP. Yogyakarta: Esis. Rukiyanto, B.A. Dr. SJ. dan Sumarah Esti, Ignatia (eds). (2014). Semakin Menjadi
Manusiawi; Teologi Moral Masa Kini. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Soerjanto, Al., Drs. dan Widiastoeti M. Dra. (2007). Pendidikan Anak-Anak Dalam Keluarga Katolik. Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang.
Suhardiyanto, H.J. Drs, SJ. (2008). “Pendidikan Iman Anak”. Diktat Mata Kuliah PIA bagi semester III, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Suparno, Paul dkk. (2003). Pendidikan Budi Pekerti untuk SMU-SMK. Yogyakarta: Kanisius.
Sutrisno Hadi, Prof., Drs., MA. (1982). Metodologi Research 1. Yogyakarta: Andi Offset
Syamsu LN., H. M.Pd., Dr. (2009). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Warta Iman. (2015). “Teks Perayaan Ekaristi Minggu Komunikasi Sosial sedunia ke -49 Minggu Paskah VII / B, 16-17 Mei 2015 Gereja Santo Antonius Padua Kotabaru”; Mengomunikasikan Keluarga: Tempat Istimewah Perjumpaan Karunia Kasih. Yogyakarta: Tim Liturgi Kobar yang mengemukakan pandangan Paus Fransiskus.
__________ (2015). “Teks Perayaan Ekaristi Minggu Biasa XIII / B, 27-28 Juni 2015 Gereja Santo Antonius Padua Kotabaru”; Tuhan Pasti Menyelamatkanku: Yogyakarta: Tim Liturgi Kobar yang mengemukakan pandangan Paus Fransiskus.
___________(2015). “Teks Perayaan Ekaristi Minggu Biasa ke -32B, 7-8 November 2015 Gereja Santo Antonius Padua Kotabaru”; Kristus: Teladan Totalitas Persembahan Hidup. Yogyakarta: Tim Liturgi Kobar yang mengemukakan pembukaan SAGKI IV.
Wignyasumarta, Ign., MSF, dkk. (2000). Panduan Rekoleksi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius.
Yohanes Paulus II, Paus. (1979). Catechesi Tradendae (Penyelenggaraan Katekese): Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini (16 Oktober 1079). Seri Dokumen Gerejawi no. 28. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: DOKPEN KWI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
____________________. (1994). Surat Kepada Keluarga-keluarga dari Paus Yohanes Paulus II, 1994 Tahun Keluarga; (2 Februari 1994). Seri Dokumen Gerejawi no. 34. Diterjemahkan oleh Hadiwikarta, Pr. Jakarta: DOKPEN KWI.
____________________. (2011). Familiaris Consortio (Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern): Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Imam-imam dan Umat beriman seluruh Gereja Katolik (22 November 1981). Seri Dokumen Gereja No. 30. Diterjemahkan oleh R. Hadawiryana, SJ., Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
http://indonesia.ucanews.com/20154/11/03 diunduh pada tanggal 2 Januari 2016,
pukul 14.00 WIB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI