Siri Hikayat Sangtawal - 7
Transcript of Siri Hikayat Sangtawal - 7
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
1/17
Hikayat Sangtawal (7) - Acheh bangkit - Bhg 2
Artikel Pilihan:
Tajuk :Sejarah Keagungan Bangsa Acheh - bhg 2
Sumber ; http://www.acehforum.or.id/sejarah-agung-bangsa-t21883.html
Oleh :
Al-Ustadz Hilmy Bakar Hasany AlmascatyChairman The Acheh Renaissance Movement
President Acheh Red Crescent (Hilal Ahmar Asyi)
Sambungan dari Bhg-1..
3. Dekonstruksi Teori Islamisasi Acheh Versi Snouck Hourgronje
Sehubungan dengan proses Islamisasi di Acheh, ada beberapa teori yang hingga kinimasih sering didiskusikan, baik oleh sarjana-sarjana Barat maupun kalangan intelektualIslam sendiri. Salah satunya adalah teori masuknya Islam ke Acheh dari Gujarat, disebut
juga sebagai Teori Gujarat. Teori ini berasal dari seorang orientalis asal Belanda
yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menghancurkan Islam di Acheh yang
tidak mampu dijajah Belanda. Orientalis ini bernama Snouck Hurgronje, yang demi
mencapai tujuannya, ia mempelajari bahasa Arab dan Islam dengan sangat giat
sampai ke Mesir dan Mekkah, mengaku sebagai seorang Ulama Muslim, dan
bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya. Teori yang
diusung oleh Snouck ini mengatakan Islam masuk ke Nusantara, termasuk Acheh dari
wilayah-wilayah di anak benua India seperti Gujarat, Bengali. Ironisnya Teori ini masih
dipakai dalam buku-buku sejarah sampai sekarang yang menjadi buku pegangan bagipara pelajar kita, dari tingkat sekolah dasar hingga lanjutan atas, bahkan di beberapa
perguruan tinggi.
Dalam Larabie et les Indes Neerlandaises, Snouck menyebutkan teori tersebutdidasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada dalam
http://sangtawal.blogspot.com/2009/03/hikayat-sangtawal-7-acheh-bangkit-bhg-2.htmlhttp://2.bp.blogspot.com/_EkAPRyIuoDk/SazSRaE-09I/AAAAAAAAARg/tqowmDkxDqY/s1600-h/100px-Lambang_Aceh-1.pnghttp://sangtawal.blogspot.com/2009/03/hikayat-sangtawal-7-acheh-bangkit-bhg-2.html -
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
2/17
Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan,
teorinya didukung dengan hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah Nusantara
dengan daratan India. Sebetulnya, teori ini dimunculkan pertama kali oleh Pijnappel,
seorang sarjana dari Universitas Leiden.Namun, nama Snouck ,yang paling besar
memasarkan teori Gujarat ini. Salah satu alasannya adalah, karena Snouck dipandang
sebagai sosok yang mendalami Islam. Teori ini diikuti dan dikembangkan oleh banyaksarjana Barat lainnya.
Teori Gujarat yang dikembangkan bahkan dipaksakan Snouck bersama antek-anteknya
ini telah memberikan pengaruh yang besar terhadap sejarah dan jati di bangsa Acheh
selanjutnya. Pengkerdilan ini telah memutuskan mata rantai spiritualitas keislaman
yang telah berurat berakar pada tradisi, budaya dan peradaban Acheh sebagai
tapak awal Islamisasi Nusantara. Dampak psikologis yang paling kentara adalah kesan
bahwa Acheh adalah salah satu wilayah yang baru tersentuh Islam, yang maknanya
bahwa perkembangan peradaban Islam di Acheh baru beberapa abad.
Untuk mendekonstruksi sejarah sekaligus menguakkepalsuan Teori Gujarat yangdisampaikan antek penjajah Snouck ini, ada beberapa teori yang ingin penulis
sampaikan, diantaranya adalah:
a. Teori Mekkah (Arab)
Salah satu teori Islamisasi Acheh yang paling populer dan memiliki kekuatan fakta
adalah teori yang dikembangkan oleh para pakar dan cendekiawan Muslim dan mendapat
dukungan di kalangan cendekiawan non Muslim, teori ini di kenal dengan Teori
Mekkah (Arab). Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat
dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah
T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi,dan Hamka.
Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendominasi
perdagangan Barat-Timur sejak abad awal Hijriyah, atau pada abad VII dan VIII Masehi.
Meski tidak terdapat catatan-catatan sejarah, cukup pantas mengasumsikan bahwamereka terlibat dalam penyebaran Islam di Indonesia. Asumsi ini lebih mungkin bila
mempertimbangkan fakta-fakta yang disebutkan sumber Cina bahwa pada akhir
perempatan ketiga abad VII M seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuahpemukiman Arab di pesisir Sumatera. Sebagian mereka bahkan melakukan perkawinan
dengan masyarakat lokal yang kemudian membentuk komunitas muslim Arab dan lokal.
Anggota komunitas itu juga melakukan kegiatan penyebaran Islam. Argumen Arnold di
atas berdasarkan kitab `Ajaib al-Hind, yang mengisaratkan adanya eksistensi komunitas
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
3/17
muslim di Kerajaan Sriwijaya pada Abad X. Crawfurd juga menyatakan bahwa Islam
Indonesia dibawa langsung dari Arabia, meski interaksi penduduk Nusantara dengan
muslim di timur India juga merupakan faktor penting dalam penyebaran Islam diNusantara. Sementara Keizjer memandang Islam dari Mesir berdasarkan kesamaan
mazhab kedua wilayah pada saat itu, yakni Syafii. Sedangkan Nieman dan De Hollander
memandang Islam datang dari Hadramaut, Yaman, bukan Mesir. Sementara cendekiawansenior Nusantara, SMN. Al-Attas menolak temuan epigrafis yang menyamakan batu
nisan di Indonesia dengan Gujarat sebagai titik tolak penyebaran Islam di Indonesia.
Batu-batu nisan itu diimpor dari Gujarat hanya semata-mata pertimbangan jarak yanglebih dekat dibanding dengan Arabia. Al-Attas menyebutkan bahwa bukti paling penting
yang perlu dikaji dalam membahas kedatangan Islam di Indonesia adalah karakteristik
Islam di Nusantara yang ia sebut dengan "teori umum tentang Islamisasi Nusantara" yang
didasarkan kepada literatur Nusantara dan pandangan dunia Melayu.
Menurut Al-Attas, sebelum abad XVII seluruh literatur Islam yang relevan tidak
mencatat satupun penulis dari India. Pengarang-pengarang yang dianggap oleh Baratsebagai India ternyata berasal dari Arab atau Persia, bahkan apa yang disebut berasal dari
Persia ternyata berasal dari Arab, baik dari aspek etnis maupun budaya. Nama-nama dangelar pembawa Islam pertama ke Nusantara menunjukkan bahwa mereka orang Arab atau
Arab-Persia. Diakui, bahwa setengah mereka datang melalui India, tetapi setengahnya
langsung datang dari Arab, Persia, Cina, Asia Kecil, dan Magrib (Maroko). Meski
demikian, yang penting bahwa faham keagamaan mereka adalah faham yang berkembangdi Timur Tengah kala itu, bukan India. Sebagai contoh adalah corak huruf, nama gelaran,
hari-hari mingguan, cara pelafalan Al-Quran yang keseluruhannya menyatakan ciri tegas
Arab.
Argumen ini didukung sejarawan Azyumardi Azra dengan mengemukakan historiografi
lokal meski bercampur mitos dan legenda, seperti Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah
Melayu, dan lain-lain yang menjelaskan interaksi langsung antara Nusantara denganArabia.
Hamka dalam pidatonya di acara Dies Natalis Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri(PTAIN) ke-8 di Yogyakarta pada tahun 1958, melakukan koreksi terhadap Teori
Gujarat. Teorinya disebut "Teori Mekah" yang menegaskan bahwa Islam berasal
langsung dari Arab, khususnya Mekah. Teori ini ditegaskannya kembali pada SeminarSejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan, 17-20 Maret 1963. Hamka menolak
pandangan yang menyatakan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13
dan berasal dari Gujarat. Hamka lebih mendasarkan teorinya pada peranan bangsa Arabdalam penyebaran Islam di Indonesia. Gujarat hanyalah merupakan tempat singgah, dan
Mekah adalah pusat Islam, sedang Mesir sebagai tempat pengambilan ajaran. Hamka
menekankan pengamatannya kepada masalah mazhab Syafii yang istimewa di Mekah
dan mempunyai pengaruh besar di Indonesia. Sayangnya, hal ini kurang mendapat
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
4/17
perhatian dari para ahli Barat. Meski sama dengan Schrike yang mendasarkan pada
laporan kunjungan Ibnu Bathuthah ke Sumatera, Hamka lebih tajam lagi terhadap
masalah mazhab yang dimuat dalam laporan Ibnu Batutah. Selain itu Hamka, jugamenolak anggapan Islam masuk ke Indonesia pada abad XIII. Islam sudah masuk ke
Nusantara jauh sebelumnya, yakni sekitar Abad VII.
Pandangan Hamka sejalan dengan Arnold, Van Leur, dan Al-Attas yang menekankan
pentingya peranan Arab, meski teori Gujarat tidak mutlak menolak peranan Arab dalampenyebaran Islam di Nusantara. Arnold sendiri telah mencatat bahwa bangsa Arab sejak
abad kedua sebelum Masehi telah menguasai perdagangan di Ceylon (Srilangka).
Memang tidak dijelaskan lebih lanjut tentang sampainya ke Indonesia. Tetapi, bila
dihubungkan dengan kepustakaan Arab kuno yang menyebutkan Al-Hind (India) danpulau-pulau sebelah timurnya, kemungkinan Indonesia termasuk wilayah dagang orang
Arab kala itu. Berangkat dari keterangan Arnold, tidaklah mengherankan bila pada abad
VII, telah terbentuk perkampungan Arab di sebelah barat Sumatera yang disebut
pelancong Cina, seperti disebutkan Arnold dan Van Leur.
b. Teori Champa (Jeumpa) Versi Raffles
Gubernur Jendral Hindia Belanda dari Kerajaan Inggris yang juga seorang peneliti sosial,Sir TS. Raffles dalam bukunya The History of Java, menyebutkan bahwa Champa yang
terkenal di Nusantara, bukan terletak di Kambodia sekarang sebagaimana dinyatakan
oleh para peneliti Belanda. Tapi Champa adalah nama daerah di sebuah wilayah diAcheh, yang terkenal dengan nama "Jeumpa". Champa adalah ucapan atau logat Jeumpa
dengan dialek "Jawa". Jeumpa (Champa) biasanya dihubungkan dengan sebuah peristiwa
pada zaman kerajaan Majapahit, terutama pada masa pemerintahan Brawijaya V yangmemiliki seorang istri yang dikenal dengan "Puteri Champa". Puteri inilah yang
melahirkan Raden Fatah, yang kemudian menyerahkan pendididikan putranya kepada
seorang pamannya yang dikenal dengan Sunan Ampel di Surabaya. Sejarah mencatat,Raden Fatah menjadi Sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak, Kerajaan Islam
pertama di tanah Jawa yang mengakhiri sejarah Kerajaan Hindu-Jawa Majapahit. Jeumpa
yang dinyatakan Raffles sekarang berada di sekitar daerah Kabupaten Bireuen Acheh.
Kerajaan Jeumpa Acheh, berdasarkan Ikhtisar Radja Jeumpa yang di tulis IbrahimAbduh, yang disadurnya dari hikayat Radja Jeumpa adalah sebuah Kerajaan yang benar
keberadaannya pada sekitar abad ke VIII Masehi yang berada di sekitar daerah
perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante KruengPeusangan di sebelah timur. Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang
dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet. Masa itu Desa
Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan
kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
5/17
Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan
perahu-perahu kecil. Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung
ke Cot Cut Abeuk Usong atau ke "Pintou Rayeuk" (pintu besar.)
Menurut hasil observasi terkini di sekitar daerah yang diperkirakan sebagai tapak MaligaiKerajaan Jeumpa sekitar 80 meter ke selatan yang dikenal dengan Buket Teungku
Keujereun, ditemukan beberapa barang peninggalan kerajaan, seperti kolam mandi
kerajaan seluas 20 x 20 m, kaca jendela, porselin dan juga ditemukan semacam cincindan kalung rantai yang panjangnya sampai ke lutut dan anting sebesar gelang tangan. Di
sekitar daerah ini pula ditemukan sebuah bukit yang diyakini sebagai pemakaman Raja
Jeumpa dan kerabatnya yang hanya ditandai dengan batu-batu besar yang ditumbuhi
pepohonan rindang di sekitarnya.
Berdasarkan silsilah keturunan Sultan-Sultan Melayu, yang dikeluarkan olehKerajaan Brunei Darussalam dan Kesultanan Sulu-Mindanao, Kerajaan Islam
Jeumpa pada 154 Hijriah atau tahun 777 Masehi dipimpin oleh seorang Pangeran
dari Parsia (India Belakang ?) yang bernama Syahriansyah Salman atau Sasaniah
Salman yang kawin dengan Puteri Mayang Seulodong dan memiliki beberapa anak,
antara lain Shahri Poli, Shahri Tanti, Shahri Nawi, Shahri Dito dan Puteri
Makhdum Tansyuri yang menjadi ibu dari Sultan pertama Kerajaan Islam Perlak.
Menurut penelitian pakar sejarah Acheh, Sayed Dahlan al-Habsyi, Shahri adalah
gelar pertama yang digunakan keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum
menggunakan gelar Meurah, Habib, Sayid, Syarief, Sunan, Teuku dan lainnya.
Syahri diambil dari nama istri Sayyidina Husein bin Ali, Puteri Shahri Banun, anak
Maha Raja Parsia terakhir.
Mengenai keberadaan Shahri Nawi ini, disebutkan oleh Syekh Hamzah Fansuri. Syekh
ini adalah Ulama Sufi dan sastrawan terkenal Nusantara yang berpengaruh dalampembangunan Kerajaan Acheh Darussalam, yang juga merupakan guru Syamsuddin al-
Sumatrani yang dikenal sebagai Syekh Islam Kerajaan Acheh Darussalam pada masa
Iskandar Muda. A. Hasymi menyebutkan beliau juga adalah paman dari Maulana Syiah
Kuala (Syekh Abdul Rauf al-Fansuri al-Singkili). Syekh Fansuri dalam beberapakesempatan menyatakan asal muasalnya dan hubungannya dengan Shahri Nawi.
Diantaranya syair :
Hamzah ini asalnya Fansuri
Mendapat wujud di tanah Shahrnawi
Beroleh khilafat ilmu yang ali
Daripada Abd al-Qadir Jilani
Hamzah di negeri Melayu,
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
6/17
Tempatnya kapur di dalam kayu
Dari rangkaian syair ini, maka jelaslah bahwa ada hubungan antara bumi Shahrnawi(Shahr Nawi) dengan Fansur yang menjadi asal muasal kelahiran Syekh Hamzah Fansuri
dan tempat yang terkenal kafur Barus. Sebagaimana disebutkan di atas, Shahrnawi atau
Syahr Nawi adalah anak daripada Pangeran Salman (Sasaniah Salman) yang lahir didaerah Jeumpa, di Acheh Bireuen saat ini. Syahrnawi adalah salah satu tokoh yang
berpengaruh dalam pengembangan Kerajaan Islam Perlak, bahkan beliau dianggap
arsitek pendiri kota pelabuhan Perlak pada tahun 805 yang dipimpinnya langsung, dandiserahkan kepada anak saudaranya Maulana Abdul Aziz. Kerajaan Islam Perlak
selanjutnya berkembang menjadi Kerajaan Islam Pasai dan mendapat kegemilangannya
pada masa Kerajaan Acheh Darussalam.
Maka tidak mengherankan jika Syekh Hamzah Fansuri, mengatakan kelahirannya di
bumi Sharhnawi yang merupakan salah seorang generasi pertama pengasas Kerajaan-
Kerajaan Islam Acheh yang dimulai dari Kerajaan Islam Jeumpa. Menurut beberapa datadan analisis yang akan dikemukakan nanti, bahwa hubungan antara Kerajaan-Kerajaan
Islam di Acheh berkaitan satu dengan lainnya. Pernyataan Syekh Hamzah Fansuri inijuga menjadi hujjah yang menguatkan teori bahwa Jeumpa, asal kelahiran Shahrnawi
adalah Kerajaan Islam pertama di Nusantara.
c. Teori Hubungan Dagang Arab-Cina
Peter Bellwood dalam Reader in Archaeology Australia National University, telah
melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara. Bellwood
menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi,beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan
Nusantara dengan Cina. Dia menulis "Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa
bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barangperunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa Dinasti Zhou
(sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London....". Sifat perdagangan pada
zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan,
jika yang dimaksudkan kerajaan adalah pemerintahan dengan raja dan memiliki wilayahyang luas. Sebab kerajaan Budha Sriwijaya yang berpusat di selatan Sumatera baru
didirikan pada tahun 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985). Tapi bisa saja terjadi,
"kerajaan-kerajaan kecil" yang tersebar di beberapa pesisir pantai sudah berdiri, walauyang terakhir ini tidak dijumpai catatannya.
Perdagangan antara negara-negara Timur dengan Timur Tengah dan Eropa berlangsung
lewat dua jalur: jalur darat dan jalur laut. Jalur darat, yang juga disebut "jalur sutra" (silk
road), dimulai dari Cina Utara lewat Asia Tengah dan Turkistan terus ke Laut Tengah.
Jalur perdagangan ini, yang menghubungkan Cina dan India dengan Eropa, merupakan
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
7/17
jalur tertua yang sudah di kenal sejak 500 tahun sebelum Masehi. Sedangkan jalan laut
dimulai dari Cina (Semenanjung Shantung) dan Indonesia, melalui Selat Malaka ke India;
dari sini ke Laut Tengah dan Eropa, ada yang melalui Teluk Persia dan Suriah, dan adajuga yang melalui Laut Merah dan Mesir. Diduga perdagangan lewat laut antara Laut
Merah, Cina dan Indonesia sudah berjalan sejak abad pertama sesudah Masehi.
Seringnya terjadi gangguan keamanan pada jalur perdagangan darat, terutama di sekitar
di Asia Tengah, maka sejak tahun 500 Masehi perdagangan Timur-Barat melalui laut(Selat Malaka) menjadi semakin ramai. Lewat jalan ini kapal-kapal Arab, Persia dan
India telah mondar mandir dari Barat ke Timur dan terus ke Negeri Cina dengan
menggunakan angin musim, untuk pelayaran pulang pergi. Juga kapal-kapal Sumatra
telah mengambil bagian dalam perdagangan tersebut. Pada zaman Sriwijaya, pedagang-pedagangnya telah mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan pantai timur Afrika.
Ramainya lalu lintas pelayaran di Selat Malaka, maka telah menumbuhkan kota-kota
pelabuhan yang terletak di bagian ujung utara Pulau Sumatra. Perkembangan
perdagangan yang semakin banyak di antara Arab, Cina dan Eropa melalui jalur laut telahmenjadikan kota pelabuhan semakin ramai, termasuk di wilayah Acheh yang diketahui
telah memiliki beberapa kota pelabuhan yang umumnya terdapat di beberapa deltasungai. Kota-kota pelabuhan ini dijadikan sebagai kota transit atau kota perdagangan.
Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantaraterutama Sumatera dan JawadenganCina juga diakui oleh sejarahwan G.R. Tibbetts. Bahkan Tibbetts-lah orang yang dengan
tekun meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah Arab
dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbettsmenemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat
itu. "Keadaan ini terjadi karena kepulauan Sumatra telah menjadi tempat persinggahan
kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi,"
Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang
seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 Mhanya berbeda 15 tahun
setelah Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah
Rasulullah berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arabdi sebuah pesisir
pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih
berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya. Temuan ini diperkuat
Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang
mengembara pada tahun 674 M telah menemukan sekelompok bangsa Arab yangmembuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, HAMKA
menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah
masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan initelah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown
University di Amerika.
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
8/17
Dalam kitab sejarah Cina yang berjudul Chiu Thang Shu disebutkan pernah mendapat
kunjungan diplomatik dari orang-orang Ta Shih, sebutan untuk orang Arab, pada tahun
tahun 651 Masehi atau 31 Hijirah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama kedatanganduta yang dikirim oleh Tan mi mo ni. Tan mi mo ni adalah sebutan untuk Amirul
Mukminin. Dalam catatan tersebut, duta Tan mi mo ni menyebutkan bahwa mereka telah
mendirikan Daulah Islamiyah dan sudah tiga kali berganti kepemimpinan. Artinya, dutaMuslim tersebut datang pada masa kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan.
Para pengembara Arab ini tak hanya berlayar sampai di Cina saja, tapi juga terus
menjelajah sampai di Timur Jauh. Jauh sebelum penjelajah dari Eropa punya kemampuan
mengarungi dunia, terlebih dulu pelayar-pelayar dari Arab dan Timur Tengah sudah
mampu melayari rute dunia dengan intensitas yang cukup padat. Pada masa DinastiUmayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah
dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri
beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton.
Setelah abad ke-7 M, Islam sudah berkembang pesat, misalnya menurut laporan sejarahnegeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali)
diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara
(Kerajaan Islam Perlak).
d. Teori Barus-Fansur Acheh
Barus-Fansur adalah tempat yang dikaitkan dengan penghasil kayu kamper sebagai
penghasil kapur (kamfer atau al-kafur dalam bahasa Arab) terdapat dalam banyak
sumber asli Arab, Persia, dan China dalam berbagai buku perjalanan, botani, kedokteran,dan pengobatan. Kapur, yang dalam bahasa Latin disebut camphora, merupakan bagian
dalam (inti) kayu kamfer yang padat berisi minyak yang harum. Masyarakat pra-Islam
telah mengenal kafur yang masyhur itu, hal ini dibuktikan dengan penemuan penggunaankata kafur yang disebut berkali-kali dalam syair-syair Arab sebelum lahirnya Nabi
Muhammad SAW.
Dalam karya dua orang sejarawan, Ibn al-Atir (wafat tahun 1233 M), dan Ibn al-Baladuri
(wafat tahun 1473) tercatat bahwa pada tahun 16 H/637 M, sewaktu perebutan ibu kota
Dinasti Sassanid, yaitu Ctesiphon, orang-orang Arab menemukan kamper/kafur yangdikira garam di antara rempah-rempah dan wangi-wangian.
Ibn Gulgul, abad ke-10 M, seorang ahli biobibliografi dan ilmu kedokteran dari
Andalusia, mencata kafur atau kamfer dalam 63 bahan obat-obatan baru yang belum
dikenal sebelumnya sebagai obat, kecuali hanya pewangian dan alat-alat ritual semata di
agama-agama paganisme. Ibn Sarabiyun pada abad ke-10 juga mulai memperkenalkan
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
9/17
zat yang sangat ampuh ini. Ibn al-Baytar yang mengutip Ishaq ibn Imran yang hidup awal
abad ke-9 M juga melakukan hal yang sama. Ketiganya melalui serangkaian eksperimen
yang dilakukan berhasil menjelaskan berbagai fungsi dan kegunaan kafur denganberbagai campuran untuk khasiat yang berbeda-beda. Fungsinya dalam berbagai bentuk
olahan diantaranya adalah, sebagai balsem, penghobatan kandung empedu, radang hati,
demam tinggi, berbagai penyakit mata, sakit kepala akibat liver, memperkuat organ danindra, mengontrol syaraf, pembiusan alami, pendarahan, menguatkan gigi, dan lain-lain.
Al-Kindi, salah seorang intelektual Arab, menyebutkan kapur barus sebagai salah satu
unsur penting untuk membuat wangi-wangian. Sekitar abad ke-8, kapur barus merupakan
salah satu dari lima rempah dasar dalam ilmu kedokteran Arab dan Persia. Empat unsur
yang lain adalah kesturi, ambar abu-abu, kayu gaharu, dan safran. Pada zamanAbbasiyah, hanya orang kaya dan para pemimpin saja yang menggunakan pewangi dari
air kapur barus untuk cuci tangan selepas perjamuan makan.
Ibnu Sina atau yang dalam literatur Eropa dikenal sebagai Aveceena, dalam bukunya
yang terkenal tentang ensiklopedia pengobatan dan obat-obatan, al-Qanun Fi al-Tib,mencatat manfaat kamfer sebagai obat penenang dan mendinginkan suhu badan yang
tinggi. Kamfer juga dipakai sebelum dan sesudah pembedahan, sebagai obat liver, obat
diare, sakit kepala, mimisan, dan sariawan. Aviceena menulis: "Jika kafur dipakai sedikit,
maka obat ini dapat membantu menenangkan, karena bahan ini dingin. Kadang kala obatini menurunkan suhu badan yang tinggi akibat badan kurang sehat karena lemah. Efek
yang menguatkan dan menenangkan ini disertai efek harumnya. Efek pendinginannya
dikurangi dengan kasturi dan ambar, dan kekeringannya dikurangi dengan minyak wangidan pelunaknya, misalnya minyak cengkeh dan minyak bunga berwarna ungu
lembayung. Kafur merupakan penangkal racun, khususnya racun panas. Berkat kafur
pikiran menjadi lebih tajam dan terang; oleh karena itu kafur menguatkan danmenyenangkan. Efeknya serupa ambar kuning, tetapi lebih kuat dan lebih bermanfaat."
Selain bangsa Arab, bangsa Persia juga berdatangan untuk meneliti kegunaan kafur dariFansur ini. Buku tertua mengenai ilmu kedokteran yang ditulis dalam bahasa Persia
adalah buku Muwaffak al-Din Abu Mansur Ali al-Harawi (abad ke-10 M), yang berjudulKitab al-Abniya 'an haqa'iq al-Adwiya [Buku mengenai dasar dan kebenaran obat-obatan
asli]. Dalam bukunya yang berjudul Hidayat al-muta'alimin fi al-tibb (Panduan untuk
mahasiswa ilmu kedokteran), al-Bukhori (abad ke-10) seorang mahasiswa Harawi dandokter terkenal al-Razi (abad ke-9 dan 10 M) berhasil mengembangkan kafur dalam
berbagai bentuk resep, sebanyak 31 resep. Salah satunya adalah dalam penanggulanagn
penularan penyakit pes.
Orang-orang Yunani telah terlibat secara intens dalam pengembangan ilmu kedokteran.
Salah satu buku yang berhasil ditemukan seperti catatan Actius dari Amide dari abad ke-
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
10/17
6 dan ke-7 M, menyebutkan kafur dalam karyanya Libri Medicinales.
Salah satu surat pertama dari riga surat karya al-Kind yang berjudul al-rasail al-hikmiyya
fi asrul al-ruhaniyya [Risalah-risalah Hukum tentang Rahasia-Rahasia Batin], dikatakan
bahwa kafur milik Devi Venus dan digunakan dalam pengasapan yang dipersembahkankepadanya. "Allah Yang Maha Kuasa telah menciptakan Venus dari cahaya dan
kecerahan; Venus memberi kebaikan dalam semua posisinya di antaranya batu maha
yang dimilikinya; dalam badan manusia, perut dan usus yang dimilikinya; dalam abjadtiga huruf yang dimilikinya ('ain, ha dan kaf); di antara bahan murni untuk pengasapan
yang dimilikinya terdapat: ambar abu-abu, qust, tanaman fagara, kafur, bunga mawar
kering, laudanum."
Dijelaskan di Alf Layla wa layla (Seribu Satu Malam) oleh Sindbad, sang petualang yang
terkenal: "Sesudah bangun keesokan harinya, kami pergi melewati gunung-gunung tinggi
ke Pulau Riha yang kaya dengan pohon kafur. Setiap pohon dapat membayangi lebih dari
100 orang. Puncak pohonnya ditoreh dan air yang mengalir darinya dapat mengisibeberapa wadah. Kafur mulai menetes dan tetesannya mirip lem. Sesuadah itu kafur tidak
meleleh lagi dan pohonnya menjadi kering." Riha adalah berarti kafur yang bermututinggi yang berarti al-Kafur al-Fansuri. Jadi Pulau Riha yang dimaksud adalah daerah
Fansur.
Kapur barus juga dipakai untuk memandikan jenazah sebelum dikuburkan. Variasi
penggunaan kapur barus ini menyebabkan nilai jualnya sangat tinggi. Manfaat kapur
barus ini kemudian menyebar ke Yunani dan Armenia karena pada periode tersebut ilmukedokteran dari Arab dan Persia menjadi acuan dunia.
Di akhir abad ke-4 M, istilah "P'o-lu" yang berarti Barus mulai dikenal oleh Bangsa Cina.
Istilah ini diketahui sebagai rujukan kepada seluruh wilayah utara Sumatera. Barulah
pada akhir abad ke-9, seorang ahli geografi Arab, Ibn Khurdadhbih menyebutkan namaRam(n)i: "Di belakang Serendib terletak daerah Ram(n)I, dimana hewan badak dapat
ditemukan Pulau ini menghasilkan pohon bambu dan kayu Brazil, akar-akar yang
dapat digunakan sebagai obat anti racun-racun mematikanDi negeri ini juga tumbuh
pohon-pohon kapur yang tinggi,"
Kira-kira pada abad yang sama, sebuah buku Akhbar al-Sin wa al-Hind jugamenyebutkan nama Ramni: "Ramni (yang) terdapat didalamnya gajag-gajah dalam
jumlah yang banyak berserta kayu Brazil dan bambu. Pulau itu dikelilingi oleh dua
lautan..Harkand dan dan Salahit" . Nama Ramni atau Ram(n)I, kemungkinan besar,dengan melihat peta dan posisi Sri Lanka atau Serendib, adalah Sumatera bagian utara
dan lebih tepatnya lagi timur laut Acheh. (The sea of Harkand was the Bay of Bengal.
Salaht (or Salahit) is believed to be derived from the Malay word selat or Straits, i.e.,
what is now known as the Selat Melaka).
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
11/17
Abu Zaid Hasan pada tahun 916 M, saat dia menjelaskan penguasa Maharaja Zabaj(Sriwijaya) menyebut juga Ranmi: "nama pulau tersebut adalah Rami (Ramni) yang
luasnya delapan ratus parasangs (From the Persian farsakh, it was approximately 3 Y2
miles in extent) di daerah tersebut. Di sana dapat ditemukan kayu Brazil, kapur dantumbuhan lainnya."
Pada tahun 943, Masudi mencatat: "Kira-kira seribu parasangs (dari Serendib) masih
terdapat sebuah pulau yang bernama Ramin (yakni Ramni) yang dihuni dan diperintah
oleh raja-raja. Daerah tersebut penuh dengan tambang emas, dan dekat dengan tanah
Fansur, yang menjadi asal kapur fansur, yang hanya dapat ditemukan di Fansur denganjumlah yang besar dalam tahun-tahun yang penuh dengan topan dan gempa bumi
'Ajaib al-Hind', yang ditulis tahun 1000 M, menjelaskan banyak referensi mengenaiLambri. Muhammad ibn Babishad melaporkan: "Di Pulau Lamuri terdapat zarafa yang
tingginya tidak terkira. Dikatakan bahwa pelaut-pelaut yang terdampar di Fansur,terpaksa harus pindah ke Lamuri. Mereka mengungsi di waktu malam karena takut
dengan zarafa; karena mereka tidak muncul di siang hari Di pulau ini juga terdapat
semut-semut raksasa dalam jumlah besar, terutama di kawasan Lamuri ".... "Lububilank,
yang merupakan sebuah teluk, (Tibbetts identifies this with Lho' Belang Raya (TelokBalang), 532f N, 9517' E. Ibid., p. 141) terdapat orang-orang yang memakan manusia.
Orang-orang kanibal ini mempunyai ekor, dan menghuni tanah antara Fansur dan
Lamuri."
Lambri dalam karya para ahli geografi Arab tidak dijelaskan lebih lanjut. Ramni jugadisebutkan oleh Biruni pada tahun 1030. Nama tersebut juga ditulis dalam teks Dimashqi
di tahun 1325 dalam buku Cowan,"Lamuri," hal. 421.
Satu-satunya sumber India menyebutkan Lambri dalam transkrip Tanjore dari Bangsa
Tamil dalam pemerintahan Rajendra Cola, dimana nama "Ilamuridesam yang sangat
murka terlibat dalam perang" disebutkan bersama toponim lain sebagai daerah target-target penggempuran mereka pada tahun 1025
Ahli geografi Cina Chou Ch'u-fei menulis, pada tahun 1178, nama Lan-li dimana kapal-
kapal dari Canton atau Guangdong sering merapat sambil menunggu bulan purnama
untuk memudahkan mereka berlayar menuju Lautan India tepatnya Sri Lanka dan India
.Hampir lima puluh tahun kemudian, Chau Ju-kua menyebut Lan-wu-li, dan melaporkan
bahwa; "Hasil-hasil produksi kerajaan Lan-wu-li adalah kayu sapan (Brazilwood
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
12/17
(Caesalpinia sappan, Linn.), gading gajah dan rotan putih. Penduduknya menyukai
perang dan sering menggunakan panah beracun. Dengan angin utara, pelaut dapat
berlayar selama dua puluh hari ke Silan."
Dia selanjutnya mendukung informasi yang diberikan oleh Chou Ch'u-fei:"Ta-shi terletakdi Timur Laut dari Ts'uan-chou dengan jarak yang sangat jauh, jadi kapal-kapal asing
kesulitan untuk melakukan pelayaran langsung. Setelah kapal-kapal tersebut
meninggalkan Ts'uan-chou mereka akan berlayar terlebih dahulu selama empat puluh harike Lan'li, dimana mereka akan menyempatkan diri untuk berdagang. Tahun berikutnya
akan kembali ke laut, dengan dukungan angin mereka akan menghabiskan enam puluh
hari untuk melanjutkan perjalanan.
Marco Polo, sekembalinya dari Cina ke Eropa tahun 1292, menyebutkan, selain Perlak
yang sudah memeluk Islam, nama Lambri bersama lima kerajaan kafir lainnya. Dia
menulis bahwa; "Penduduknya penyembah berhala, dan menyebut dirinya hamba Kaanyang agung. Mereka memiliki kapur dalam jumlah yang besar dan sejumlah spesis
lainnya. Mereka juga memiliki kayu brazil dalam jumlah yang besar" Di tahun 1284dan juga tahun 1286, Lambri dilaporkan mengirimkan upeti kepada Dinasti Yuan di
China.
Seorang musafir Persia, Rashiduddin, pada tahun 1310 menulis bahwa para saudagar dari
berbagai negara sering datang ke Lamori, dan pada tahun 1323, Friar Odoric dari
Pordenone menjelaskan bahwa Lambri merupakan pusat perdagangan di mana parasaudagar dari negara-negara yang sangat jauh, dan kapur, emas dan pohon gaharu juga
tersedia. Di sini dia kehilangan pandangan terhadap bintang utara.
Wang Ta-yuan pada tahun 1349, menulis tentang Nan-wu-li, yang katanya: "Tempat inimerupakan pusat perdagangan yang sangat penting di Nan-wu-li. Pegunungan raksasa
bak gelombang terdapat dibelakangnya, terletak di pinggiran laut Jih-yueh wang yang
sangat diragukan di sana ada tanah. Penduduk setempat hidup di sepanjang bukit, setiap
keluarga tinggal di rumah masing-masing. Masing-masing lelaki dan wanita menggulungrambut mereka dalam sanggul di atas namun membiarkan bagian atas tubuh mereka
terbuka, dan bagian bawah dibungkus sarung. Buminya sangat tandus, panennya sangat
jarang, dan iklimnya sangat panas. Sebagai kebiasaan, mereka tunduk kepada bajak lautseperti orang-orang di Niu-tan-his (Tumasek). Komoditas lokal adalah sarang burug,
cangkang kura-kura, cangkang penyu dan kayu laka, yang sangat bermutu dalam hal
aroma. Komoditas yang biasanya diperdagangkan di sini adalah emas, perak, aksesorisbesi, bunga mawar, muslin merah, kapur, porcelin dengan desain biru dan putih dan lain-
lain."
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
13/17
Pada tahun 1365, Kronik Jawa, Negarakrtagama, menggambarkan Lamuri sebagai negara
yang tergantung kepada Majapahit.
Huan yang menulis pada awal tahun 15 M, menyebutkan Nan-po-li, yang dikunjungi oleh
kapal induk dinasti Ming, dengan nakhoda Cheng Ho: "Kerajaan ini terletak di sampinglaut, dan penduduknya terdiri dari hanya seribu keluarga. Semuanya Muslim, dan mereka
sangat jujur dan tulus. Di bagian timur teritori itu, terletak sebuah negeri bersama Li-tai,
dan di bagian barat dan utara terletak lautan luas; jika anda pergi ke selatan, terdapatpegunungan; dan di bagian selatan pegunungan tersebut terletak lagi lautan. Ma Huan
juga menyebutkan nama Pulau Wei, sebuah pulau sekitar sembilan mil lauty di lepas
pantai Timur Laut Acheh yang juga terdapat pelabuhan alami yang bagus, sekarang
terdapat pelabuhan Sabang. Pulau Wei sering disebutkan dalam sumber-sumber sejarahdan dalam terjemahan bahasa Cina bernama "pulau Hat". Ch'ieh-nan-mao, sebuah daerah
penghasil kayu gaharu.
Ma Huan menggambarkan Pulau Wei: "Terletak di arah laut Timur Laut Lambri, dimana
terdapat pegunungan raksasa yang sangat curam, yang dapat dicapai dengan setengah hariperjalanan; namanya pegunungan Mao. Di bagian barat pegunungan ini, juga, terdapat
lautan luas; ini namanya Samudra Barat yang disebut Samudra Nan-mo-li, kapal-kapal
yang datang dari Samudra dari arah barat berlabuh di sini, dan mereka melihat
pegunungan ini sebagai petunjuk arah. Di laut yang dangkal, sekitar dua cang dalamnya,di pinggir pegunungan, tumbuh pohon-pohon laut; penduduk di sana mengumpulkannya
dan menjualnya sebagai komoditas yang berharga. Ini namanya karang. Kerajaan ini
tunduk kepada jurisdiksi kerajaan Nan-po-li.
Awal abad ke-16 M, Tome Pires memberikan gambaran yang lebih tepat mengenai lokasi
Lambri. Dia mengatakan bahwa; "Acheh merupakan negara pertama di bagian pulau
Sumatera, dan Lambri benar-benar di bagian kanannya, yang terletak menjorok ke daratdan tanah Biar (45) terletak antara Acheh dan Pidie, dan sekarang negeri-negeri ini
tunduk kepada Acheh dan memerintah di kedua wilayah tersebut dan dialah raja satu-
satunya di sana. Raja ini adalah Moo"
Istilah Lambri dan beberapa versi lainnya biasanya ditujukan kepada seluruh pantai utara
Acheh, nampaknya hal tersebut di atas menunjukkan pada titik tertentu yang menjadiinformasi kepada pelayaran yang aman dari ombak Teluk Bengal, sebuah sumber air
segar. Buku Hikayat Atjeh juga memberikan petunjuk. Pada halaman 17 dari manuskrip
tersebut, diterbitkan oleh Teuku Iskandar, terdapat sebuah petunjuk mengenai Lambri,"teluk Lambri".
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
14/17
Chau Ju-kua tidak menyebutkan kapur diperdagangkan di Lambri, tapi diduga bahwa
Ujung Pancu dan Kuala Pancu di Lhok Lambro dekat banda Acheh kemungkinan besar
sangat berhubungan dengan Fansur. Kapal-kapal yang harus memutar di Ujung Pancu,harus melalui Lambri ke Barus. Nama Lambri dan Barus, makanya, sering dibingungkan
dalam pelayaran kuno karena eratnya kedua kota ini. Sementara Chia Tan yang menulis
buku pada era awal abad ke-8, menyebutkan pelabuhan P'o-lu, merupakan daerah yangkaya dengan emas, mercury dan kapur. Pelabuhan tersebut merupakan titip kepergian
bagi kapal-kapal yang datang dari Sriwijaya barat melalui Samudera India ke Sri Langka.
e. Teori Kaafuro Dalam al-Quran
Hubungan erat Acheh-Melayu dengan dunia Arab juga dapat ditelusuri dari beberapa
kata di dalam al-Quran. Sebagaimana diketahui al-Quran adalah kumpulan wahyu AllahSWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantaraan malaikat Jibril
as sejak pertama diangkat menjadi Nabi di Gua Hira sampai beliau wafat di Madinahpada tahun 10 Hijriah. Sampai saat ini tidak ada satupun manusia yang dapat
menyanggah bahwa al-Quran dengan segala kemukjizatannya bukan berasal dari Allah
Sang Pencipta. Karena mana mungkin seorang yang buta huruf seperti Nabi Muhammad
dapat membuat sebuah kitab agung yang memiliki gaya bahasa Arab tertinggi dan tidakmampu dijangkau oleh seorang pujangga teragung sekalipun. Karena al-Quran bukan
hanya kitab sastra, tapi kitab hukum, undang-undang, pengetahuan, politik dan seterusnya
yang disampaikan dengan untaian indah. Terlalu banyak makhluk yang tertegun dengankeindahan al-Quran. Telah disepakati para Ulama, bahwa al-Quran diturunkan dalam
bahasa Arab, sebagaimana dinyatakan al-Quran sendiri. Namun bahasa Arab al-Quran
adalah bahasa Arab tertinggi yang telah melahirkan gramatika bahasa Arab kontemporer.Para ulama juga berpendapat ada beberapa kata al-Quran yang bukan berasal dari bahasa
Arab asli, namun bahasa non Arab yang sudah banyak digunakan dan dimengerti oleh
masyarakat Arab.
Salah satu bahasa Acheh-Melayu yang sudah tersebar di dunia Arab, termasuk Mesir
sejak zaman kekuasaan Ramses (Firaun) adalah kafur. Sebagaimana dijelaskan terdahuludalam teori kafur Barus, bahwa kafur min barus adalah sebuah komuditas mewah wangi-
wangian yang berasal dari inti kayu kamfer yang dalam bahasa latin dikenal dengan
champora. Tidak diragukan bahwa penghasil terbesar kapur zaman itu adalah wilayahyang terletak di ujung barat pulau Sumatera, yang sekarang berada di wilayah Acheh.
Bahkan dalam teori terdahulu telah disebutkan banyak dalil tentang Barus-Fansur awal,
yang berada di sekitar Lamuri-Acheh.
Pada al-Quran surat al-Insan (76) ayat ke 5 menyebutkan: Sesungguhnya orang-
orang yang berbuat kebajikan akan meminum dari gelas, minuman yang dicampur
kafur. Kebanyakan mufassirin dalam tafsirnya masing-masing seperti Ibn. Abbas,
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
15/17
Jalalain, al-Qurthubi, Ibn Katsir dan lain-lainnya, mengartikan kafur sebagai
campuran dari minuman yang merehatkan, nikmat, yang dapat membuat tenang
dan biasanya dijadikan obat. Walaupun ada yang menyebutkan sebagai nama mata
air di syurga. Pendapat pertama lebih banyak dirujuk mengingat penggunaan kafur yang
sudah umum sebagai bahan obat-obatan, wangi-wangian dan bahan perisa di dunia Arab
pra-Islam seperti di Alexenderia Mesir dan lainnya. Namun hampir semuanya sepakatbahwa kata ini bukan asli bahasa Arab, sebagaimana disebutkan Ibn Manzhur dalam
Lisan al-Arab karena tidak ditemukan dalam bahasa Arab Jahiliyah atau bahasa Arab
purba. Maka dengan demikian, tidak diragukan bahwa kata kafur yang dimaksudkan al-Quran adalah kapur dari Barus sebagai lambang kemewahan pada zaman itu .
Kata "kafur", menurut Karel Steenbrink, secara pasti bukan istilah Arab. Akar kata
"kafara" bisa berarti menghindari atau tidak berterima kasih. Sedangkan kata "kafur",yang berarti kapur barus atau kamper, berasal dari bahasa Melayu. Steenbrink
menyimpulkan bahwa kata "kafur" bukan hanya penghubung secara etimologis antara al-
Qur'an dan Nusantara, tetapi juga komoditi yang sejak abad ke-7 telah dibawa oleh
pedagang Muslim dari Nusantara .
Dengan terdapatnya kata kafur di dalam al-Quran, maka dapat diartikan bahwa daerah
penghasil kafur yang paling populer di seluruh dunia, seperti Barus, Fansur, Lamri dan
sekitarnya di wilayah Acheh, tentu telah berhubungan erat dengan masyarakat tempat al-
Quran diturunkan, yaitu masyarakat Arab. Saking populernya kafur dalam masyarakatArab sebagai sebuah simbol kenikmatan, sehingga dimasukkan sebagai kata dalam al-
Quran. Jika kita boleh mengambil hikmah dimasukkannya kata kafur ke dalam al-
Quran, Sang Sumber al-Quran mudah-mudahan bermaksud untuk memberi perhatiandan kehormatan pada asal benda ini, Acheh, sebagai kawasan yang memiliki peranan
penting dalam penyebaran agama-Nya. Dan memang sejarah telah membuktikan bahwa
Acheh telah menjadi tapak persemaian penting Islam di Nusantara yang telah melahirkanKerajaan-Kerajaan Islam yang sangat berpengaruh dalam proses Islamisasi dan
menggusur peran Hindu-Budha. Hanya Allah Yang Maha Tahu..........
f. Teori Korespondensi Khalifah Abdul Aziz-Raja Sri Indravarman
Ibn Abd Al Rabbih dalam karyanya Al Iqd al Farid sebagaimana dikutip Azyumardi Azra
dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII menyebutkan ada proses korespondensi yang berlangsung antara raja Sriwijayakala itu Sri Indravarman dengan khalifah Umar bin Abdul Azis yang terkenal adil
tersebut.
"Dari Raja di Raja [Malik al Amlak] yang adalah keturunan seribu raja; yang
istrinya juga cucu seribu raja; yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu
gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu,
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
16/17
bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga
menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-
tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang
sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda
persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat
mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya,"
Diperkirakan hubungan diplomatik antara kedua pemimpin wilayah ini berlangsung padatahun 100 Hijriah atau 718 Masehi. Tak dapat diketahui apakah selanjutnya Sri
Indravarman memeluk Islam atau tidak. Tapi hubungan antara Sriwijaya dan
pemerintahan Islam di Arab menjadi penanda babak baru Islam di Nusantara. Jika
awalnya Islam masuk memainkan peranan hubungan ekonomi dan dagang, maka kinitelah berkembang menjadi hubungan politik keagamaan. Dan pada kurun waktu ini pula
Islam mengawali kiprahnya memasuki kehidupan raja-raja dan kekuasaan di wilayah-
wilayah Nusantara.
g. Teori Kerajaan Islam Perlak
Perlak pada tahun 805 Masehi adalah bandar pelabuhan yang dikuasai pedagang
keturunan Parsi yang dipimpin seorang keturunan Raja Islam Jeumpa Pangeran Salman
al-Parsi dengan Putri Manyang Seuludong bernama Meurah Shahr Nuwi. Sebagai sebuahpelabuhan dagang yang maju dan aman menjadi tempat persinggahan kapal dagang
Muslim Arab dan Persia. Akibatnya masyarakat Muslim di daerah ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat, terutama sekali lantaran banyak terjadinya perkawinandi antara saudagar Muslim dengan wanita-wanita setempat, sehingga melahirkan
keturunan dari percampuran darah Arab dan Persia dengan putri-putri Perlak. Keadaan ini
membawa pada berdirinya kerajaan Islam Perlak pertama, pada hari selasa bulanMuharram, 840 M. Sultan pertama kerajaan ini merupakan keturunan Arab Quraisy
bernama Maulana Abdul Azis Syah, bergelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul
Azis Syah. Menurut Wan Hussein Azmi, pedagang Arab dan Persia tersebut termasukdalam golongan Syi'ah.
Wan Hussein Azmi dalam Islam di Acheh mengaitkan kedatangan mereka denganRevolusi Syi'ah yang terjadi di Persia tahun 744-747. Revolusi ini di pimpin Abdullah
bin Mu'awiyah yang masih keturunan Ja'far bin Abi Thalib. Bin Mu'awiyah telah
menguasai kawasan luas selama dua tahun (744-746) dan mendirikan istana di Istakhrahsekaligus memproklamirkan dirinya sebagai raja Madian, Hilwan, Qamis, Isfahan, Rai,
dan bandar besar lainnya. Akan tetapi ia kemudian dihancurkan pasukan Muruan di
bawah pimpinan Amir bin Dabbarah tahun 746 dalam pertempuran Maru Sydhan.Kemudian banyak pengikutnya yang melarikan diri ke Timur Jauh. Para ahli sejarah
berpendapat, mereka terpencar di semenanjung Malaysia, Cina, Vietnam, dan Sumatera,
termasuk ke Perlak.
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 7
17/17
Pendapat Wan Hussein Azmi itu diperkaya dan diperkuat sebuah naskah tua berjudul
Idharul Haqq fi Mamlakatil Ferlah w'l-Fasi, karangan Abu Ishak Makarni al-Fasy, yangdikemukakan Prof. A. Hasjmi. Dalam naskah itu diceritakan tentang pergolakan sosial-
politik di lingkungan Daulah Umayah dan Abbasiyah yang kerap menindas pengikut
Syi'ah. Pada masa pemerintahan Khalifah Makmun bin Harun al-Rasyid (813-833),seorang keturunan Ali bin Abi Thalib, bernama Muhammad bin Ja'far Shadiq bin
Muhammad Baqr bin Zaenal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, memberontak
terhadap Khalifah yang berkedudukan di Baghdad dan memproklamirkan dirinya sebagaikhalifah yang berkedudukan di Makkah.
Khalifah Makmun berhasil menumpasnya. Tapi Muhammad bin Ja'far Shadiq dan paratokoh pemberontak lainnya tidak dibunuh, melainkan diberi ampunan. Makmun
menganjurkan pengikut Syi'ah itu meninggalkan negeri Arab untuk meluaskan dakwah
Islamiyah ke negeri Hindi, Asia Tenggara, dan Cina. Anjuran itu pun lantas dipenuhi.
Sebuah Angkatan Dakwah beranggotakan 100 orang pimpinan Nakhoda Khalifah yangkebanyakan tokoh Syi'ah Arab, Persia, dan Hindi ---termasuk Muhammad bin Ja'far
Shadiq--- segera bertolak ke timur dan tiba di Bandar Perlak pada waktu Syahir Nuwimenjadi Meurah (Raja) Negeri Perlak. Syahir Nuwi kemudian menikahkan Ali bin
Muhammad bin Ja'far Shadiq dengan adik kandungnya, Makhdum Tansyuri. Dari
perkawinan ini lahir seorang putra bernama Sayyid Abdul Aziz, dan pada 1 Muharram
225 H dilantik menjadi Raja dari kerajaan Islam Perlak dengan gelar Sultan AlaiddinSayyid Maulana Abdul Azis Syah.
Dari beberapa teori di atas, dapatlah disimpulkan bahwa proses Islamisasi ke
Acheh sudah terjadi sejak awal perkembangannya, ketika Nabi Muhammad saw
masih hidup yang dilakukan oleh para saudagar Arab yang memang sudah hilir
mudik berdagang dari Mesir, Aden, Muscat, Parsia, Gujarat ke Cina melalui
Barus-Fansur yang dipastikan terletak di ujung barat pulau Sumatera. Para
saudagar Arab pra-Islam diketahui sudah memiliki perkampungan di sekitar
pesisir pulau Sumatera, terbentang dari Barus-Fansur, Jeumpa, Perlak sampai di
Palembang pada zaman Kerajaan Hindu Sriwijaya.
Bersambung ke Bhg 3 seterusnya....