skripsi

64
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemik penyakit serupa diBangkok. Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemic di beberapa negara lain diAsia Tenggara, di antaranya di Hanoi (1958), Malaysia (1962-1964), Saigon (1965). Selama tahun 1960-an dan 1970-an, DHF/DSS secara progresif meningkat sebagai masalah kesehatan yang menyebar dari kota-kota besar ke kota-kota kecil di negara-negara endemik. Selama periode ini,1070207 kasus dan 42808 kematian dilaporkan yang sebagian adalah anak-anak. DiIndonesia sendiri DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972),Yogyakarta (1972). Epidemi pertama kali dilaporkan diluar Jawa pada tahun 1972 diSumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. (WHO.,2012; Soedarmo.,2012) 1

description

skripsi dbd

Transcript of skripsi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahDemam berdarah dengue (DBD) pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemik penyakit serupa diBangkok. Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemic di beberapa negara lain diAsia Tenggara, di antaranya di Hanoi (1958), Malaysia (1962-1964), Saigon (1965). Selama tahun 1960-an dan 1970-an, DHF/DSS secara progresif meningkat sebagai masalah kesehatan yang menyebar dari kota-kota besar ke kota-kota kecil di negara-negara endemik. Selama periode ini,1070207 kasus dan 42808 kematian dilaporkan yang sebagian adalah anak-anak. DiIndonesia sendiri DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972),Yogyakarta (1972). Epidemi pertama kali dilaporkan diluar Jawa pada tahun 1972 diSumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. (WHO.,2012; Soedarmo.,2012)

Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit tropis yang banyak ditemukan di Indonesia. Indonesia termasuk salah satu negara tropis dimana penyakit DBD merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai. Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Telah dilaporkan terdapat peningkatan jumlah kasus demam berdarah dengue di Indonesia yaitu 58.065 kasus pada tahun 2011 menjadi 74.062 kasus pada tahun 2012. Angka kematian di Indonesia merupakan peringkat pertama di Asia Tenggara yaitu 52,5% (Sukowati S.,2010 ; Livina A dkk.,)

Dalam 5 tahun terakhir (2005-2009) Provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Timur selalu berada dalam 5 provinsi dengan angka insidensi (AI) tertinggi. DKI Jakarta selalu menempati AI yang paling tinggi setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena pengaruh kepadatan penduduk, mobilitas penduduk yang tinggi dan sarana transportasi yang lebih baik dibanding daerah yang lain, sehingga penyebaran virusnya menjadi lebih mudah dan luas. Berbeda dengan Kalimantan Timur yang penduduknya tidak terlalu padat, faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian DBD di Kalimantan Timur kemungkinan adalah karena curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dan adanya lingkungan biologi yang menyebabkan nyamuk mudah berkembang biak. (Sukowati S.,2010)Menurut departemen kesehatan RI dalam profil kesehatan provinsi Kalimantan Timur tahun 2012, DBD mendapat urutan ke 4 dari 10 besar penyakit terbanyak yang dapat ditemukan pada pasien rawat inap di rumah sakir se-Kalimantan Timur. Di sebutkan juga bahwa penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan angka kematian yang relatif tinggi. (Dinkes Kaltim tahun 2012)Kelompok yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia dibawah 15 tahun. Di Indonesia sendiri, penderita DBD terbanyak ialah anak berumur 5-14 tahun. Anak juga mudah terserah demam berdarah dapat dikarenakan aktivitas nyamuk aedes aegypti betina yang menggigit pada pagi dan siang hari. (Lestari K.,2007 ; Pusparini.,2004) Nyamuk Aedes menyukai tempat yang teduh, terlindung matahari dan berbau manusia.Oleh karena itu balita yang masih membutuhkan tidur di pagi dan siang hari sering menjadi sasaran gigitan nyamuk. Sarang nyamuk selain berada dalam rumah juga dapat ditemukan di dalam sekolah, apalagi bila keadaan kelasnya lembap dan gelap. Sehingga sasaran yang paling sering berikutnya adalah anak sekolah yang pada pagi dan siang hari berada di sekolah. Selain nyamuk Aedes Aegypti yang senang berada dalam rumah, terdapat juga nyamuk Aedes Albopictus yang dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue. Nyamuk Aedes Albopictus hidup diluar rumah, di kebun yang rindang, sehingga anak usia sekolah dapat juga terkena gigitan nyamuk kebun tersebut ketika sedang bermain. (Misnadiarly.,2009)

Deman Berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut menular yang dapat menyerang segala usia baik anak-anak maupun orang dewasa. Akan tetapi penyakit DBD ini lebih banyak menimbulkan korban pada anak-anak usia dibawah 15 tahun disertai dengan perdarahan yang dapat menimbulkan renjatan (syok) sehingga mengakitbatkan kematian pada penderita. Populasi penderita DBD dan DSS pada anak mencapai sekitar 70%. Terbatasnya kemampuan sistem hemodinamik pada anak-anak untuk mengkompensasi kebocoran kapiler pada DBD diyakini menjadi salah satu penyebab penyakit DBD lebih sering menimbulkan korban pada anak-anak dibanding dewasa muda dan orang dewasa. (Chandra.,2008 ; Elling Roland et al., 2013)DBD yang berlanjut menjadi syok merupakan masalah serius pada anak. Dari semua pasien DBD, 20%-30% diantaranya berlanjut dan menimbulkan syok. Memprediksi pasien DBD mana yang akan berkembang menjadi syok atau syok berulang tidaklah mudah. Gambaran klinisnya yang bervariasi dan patogenesis yang tidak diketahui secara pasti menyebabkan sulitnya untuk menentukan pasien DBD mana yang akan mengalami syok. Untuk itulah dibutuhkan sebuah penanda laboratoris seperti nilai hematokrit dan angka trombosit sehingga DBD dan DSS dapat di diagnosis secara dini. Menurut penelitian yang dilakukan Mayetti (2010) didapatkan faktor risiko untuk terjadinya syok adalah nilai hematokrit >42 vol % dan angka trombosit 50000/mm3. (Mayetti.,2010 ; Kan F.E and TH Rampengan.,2004)

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penelitian ini ditulis untuk mengetahui hubungan antara angka trombosit dan nilai hematokrit sebagai faktor risiko terjadinya syok pada penderita demam berdarah dengue di RSUD Wahab Sjahranie Samarinda.B. Perumusan MasalahBerdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan sebuah pertanyaan penelitian yaitu Apakah ada hubungan antara nilai hematokrit dan angka trombosit dengan kejadian syok pada penderita DBD di RSUD Wahab Sjahranie Samarinda?C.Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara nilai hematokrit dan angka trombosit sebagai faktor risiko terjadi syok pada penderita demam berdarah dengue di RSUD Wahab Sjahranie Samarinda.D. Keaslian PenelitianTerdapat penelitian yang pernah meneliti tentang kejadian DBD pada anak yaitu :1. Hubungan jumlah trombosit dengan tingkat keparahan klinis Dengue Hemorrhagic fever di RSUD Sleman periode 1 januari 2006 31 agustus 2008 oleh Lussa Ayatillahi Azizah hasil penelitian tersebut adalah : Tidak terdapat hubungan antara jumlah trombosit secara keseluruhan terhadap tingkat keparahan Dengue Hemorrhagic Fever dimana diperoleh nilai p= 0,43 atau p>0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan bahwa semakin rendah jumlah trombosit secara keseluruhan, semakin tinggi derajt DHF. Kemudian bila dicari hubungan jumlah trombosit dengan membaginya menjadi trombositopenia ringan, sedang dan berat terhadap derajat DHF diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antaratrombositopenia ringan dan sedang terhadap derajat DHF. Sedang pada trombositopenia berat dimana nilai p=0,01 atau p>0,05 maka terdapat hubungan antara trombositopenia berat dengan tingkat keparahan DHF.Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat pada tempat dan waktu penelitian.2.Nugraha (2010), meneliti gejala klinis dan laboratoris sebagai prediktor terjadinya Dengue Shock Syndrome (DSS) pada pasien DHF pada bangsal anak di RSUD Kota Yogyakarta periode Januari 2008 Januari 2010. Penelitian ini merupakan studi observasional non eksperimental deskriptif analitik dengan rancang bangun kasus kontrol. Hasil dari penelitian ini adalah jumlah trombosit 50.000 sel/mmk merupakan faktor yang dapat meramalkan terjadinya DSS pada pasien DHF.Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah waktu dan tempat penelitian.3.Kartika (2012), meneliti faktor prediktor kejadian demam berdarah dengue menjadi DSS pada anak di RSUD Wonosari Kabupaten Gunung Kidul. Hasil penelitian tersebut adalah :Terdapat empat faktor yang dapat menjadi faktor prediktor terjadinya DSS pada kasus DBD anak nilai p45 % (p=0,000; OR 0,054; CI OR 0,019-0,152).Terdapat dua belas faktor dari gejala klinis dan laboratoris yang berhubungan dengan terjadinya DSS pada kasus DBD anak, yaitu nyeri kepala, nyeri perut, perdarahan gusi, mual muntah, asites, edema palpebra, melena, mimisan, efusi pleura, nilai hemoglobin, nilai hematokrit dan angka trombosit. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah waktu dan tempat penelitian.4.Hubungan Hasil Pemeriksaan Laboratorium Untuk Memprediksi Terjadinya Sindrom Syok Dengue Terhadap Infeksi Demam Berdarah Dengue di RS PKU Muhammadiyah Bantul periode 1 Juli 2011- 31 Juli 2012 oleh Suci Damalia hasil penelitian tersebut adalah :Hasil analisis data menggunakan chi-squaredidapatkan jumlah trombosit 15% memiliki hubungan dengan terjadinya SSD pada Demam Berdarah Dengue.Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah waktu dan tempat penelitian. 5. Faktor Prediktor Terjadinya Sindrom Syok Dengue Pada Pasien DBD Anak Di RS Panembahan Senopati Bantul periode 1 Juli 2010-31 Juli 2012 oleh Puri Dwi Andina dengan hasil penelitian sebagai berikut :Berdasarkan karakteristik klinis yaitu suhu tubuh,petekie,nyeri perut dan hepatomegali mendapatkan hasil p 45% dengan nilai p 0,008,angka leukosit 4.000 dengan nilai p 0,005 dan angka trombosit 50.000 .

E. Manfaat PenelitianBeberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:1. Bagi Ilmu PengetahuanDiharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat memperkaya ilmu pengetahuan kita tentang kejadian penyakit DBD dan DSS.

2. Bagi Pelayan KesehatanPenelitian ini diharapkan dapat menjadi parameter untuk mewaspadai terjadinya syok pada pasien DBD yang melakukan pemeriksaan laboratoris berupa nilai hematokrit dan angka trombosit sehingga diagnosis dapat segera ditegakkan dan dapat segera dilakukan tindakan untuk menurunkan atau mencegah angka mortalitas dan morbiditas.

3. Bagi PenelitiMelalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman bagi penulis. Serta diharapkan dapat menanamkan kesadaran akan pentingnya pemeriksaan laboratorium disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam membantu menegakkan diagnosis.

4. Bagi Penelitian SelanjutnyaPenelitian ini masih dapat dikembangkan lagi untuk mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya syok pada penderita demam berdarah dengue.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Demam berdarah dengue dan Sindrom Syok DengueDemam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditandai dengan empat manifestasi klinis utama yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat dapat disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi. (WHO., 2012).Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue I,II,III dan IV yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegyptidan Aedes albopictus. (Soegijanto., 2012).

Penyakit Demam berdararah dengue (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh virus dengue, menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan system pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat menimbulkan kematian. (Misnadiarly.,2009)Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganannya yang terlambat. (Widoyono.,2008)Sindrom Syok Dengue (SSD) merupakan bentuk paling mematikan dari infeksi dengue. Angka kematian cukup tinggi yaitu antara 9-47%. Pasien dengan keadaan SSD ini akan menampakkan gejala syok yang sangat serius.Tekanan darah sistolik akan turun hingga kurang dari 80 mmHg dan atau tekanan nadi yang turun hingga kurang dari 20 mmHg. Pada keadaan ini pasien sangat membutuhkan manajemen yang cepat dan tepat. (Slaven and Stone., 2007)

B. EtiologiPenyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B,yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh arthropoda.Virus ini termasuk genus Flavivirus dari family Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Flavivirus mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi nukleokapsid ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid. (Widoyono, 2008 ; Sudoyo W. Aru et al, 2007 ; WHO, 2012)Virus dengue mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1,den-2,den-3 dan den-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menghasilkan imunitas seumur hidup terhadap serotipe yang sama tetapi hanya memberikan perlindungan sementara atau parsial terhadap serotipe yang lain. Serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan den-3 merupakan serotype terbanyak dan sering ditemukan pada kasus berat. Sedangkan DEN-4 paling sering diisolasi dari pasien DHF. (Soedarmo, 2012 ; Sudoyo et al, 2006 ; WHO, 2012)Virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui nyamuk aedes aegypti. Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya mengalami sakit demam berdarah dengue. Beberapa orang ada yang mengalami demam ringan yang kemudian dapat sembuh dengan sendirinya. Bahkan pada beberapa orang ada yang sama sekali tanpa gejala sakit namun merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya. Apabila nyamuk terinfeksi,maka seumur hidupnya nyamuk akan bersifat infektif. Selain itu infeksi juga dapat menurun dari nyamuk betina ke generasi nyamuk lainnya dengan penularan transovarian. Namun hal ini sangat jarang terjadi dan tidak berhubungan dengan beratnya penularan. (Widoyono., 2008 ; WHO., 2012)Virus dengue berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari sebelum akhirnya menularkan ke tubuh manusia. Lamanya waktu yang diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik ini tergantung pada kondisi lingkungan contohnya suhu sekitar. Di dalam tubuh manusia sendiri, virus ini berkembang selama 4-6 hari sampai akhirnya orang tersebut mengalai demam berdarah dengue.Virus dengue memerlukan waktu 1 minggu untuk memperbanyak diri di dalam tubuh manusia. (Widoyono.,2008 ; WHO., 2012)

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti ( Widoyono,2008)

Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti di daerah perkotaan dan Aedes albopictus di daerah pedesaan. Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak ditempat penampungan air seperti bak mandi, drum, tempayan dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti kaleng bekas, tempurung kelapa dan lain0lain yang dibuang sembarangan. Menurut Widoyono (2008) Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah : Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih, berkembang biak di air jernih seperti bak mandi, wc, tempayan, jarak terbang 100 m, nyamuk betina bersifat multiple biters karena sebelum kenyang sudah berpindah tempat sehingga menggigit beberapa orang dan tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi.(Widoyono.,2008 ; Lestari K.,2007)C. EpidemiologiPertama kali DBD ditemukan di Filipina pada tahun 1953 kemudian terjadi penyakit serupa diBangkok pada tahun 1958. Setelah tahun 1958 penyakit DBD dilaporkan di berbagai negara lain diAsia Tenggara. DiIndonesia sendiri DBD pertama kali ditemukan diSurabaya pada tahun 1968 setelah itu berturut-turut dilaporkan diBandung pada tahun 172 dan Yogyakarta pada tahun 1972. Kemudian pada tahun 1993 penyakit DBD telah menyebar diseluruh provinsi Indonesia. Berdasarkan jumlah kasus DBD yang terjadi Indonesia menempati urutan ke 2 setelah Thailand. (Soedarmo et al.,2012)Menurut Soegijanto (2012) sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini didukung oleh data-data : 1. Angka kejadian DBD semakin meningkat sejak ditemukannya DBD diSurabaya dan Jakarta pada tahun 1968.2. Menurut pengamatan yang dilakukan selama 20-25 tahun sejak awal ditemukannya kasus DBD, angka kematian tertinggi terjadi pada tahun 1968 dan angka kejadian penyakit DBD tertinggi pada tahun 1998.3. Angka kematian DBD masih tergolong tinggi, terutama pada penderita DBD yang datang terlambat dengan derajat IV.4. Vektor penyakit DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus masih banyak dijumpai di wilayah Indonesia.Selama tahun 1960-1970an , DBD dan DSS menyebar dari kota-kota besar ke kota-kota kecil di negara-negara endemic. Penyakit ini mempunyai pola musiman dan siklus, dengan wabah terbesar terjadi pada interval 2-3 tahun. Selama periode ini dilaporkan terjadinya 1.070.207 kasus DBD dan 42.808 kasus kematian yang sebagian besar anak-anak. Pola siklus penularan diketahui dibeberapa negara berhubungan dengan interaksi antara suhu dan turunnya hujan. (WHO.,2012)Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota menjadi 32 (97%) dan 362 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009 ( Achmadi UF.,2010).

Gambar 2. Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia tahun 1968-2009Berdasarkan data diatas,dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kasus DBD dari tahun 1968 sampai tahun 2009. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus salah satunya adalah lemahnya upaya pengendalian DBD.(Achmadi UF.,2010)Distribusi penyakit Demam Berdarah Dengue :

a.Distribusi penyakit menurut orangPenyakit DBD dapat menyerang segala usia. Dilaporkan di Indonesia pada tahun 2002, 73% menimpa anak-anak golonganumur di bawah 15 tahun. (Suhardiono.,2005)

b.Distribusi penyakit menurut tempatPenyakit DBD dapat mengenai semua tempat tidak hanya didaerah perkotaan namun juga dipedesaan kecuali tempat dimana ketinggiannyamelebihi 1000 meter diatas permukaan air laut. Karena di tempat yang tinggidengan suhu yang rendah akan menyebabkan perkembangan nyamuk Aedes aegypti ini menjaditidak sempurna. (Suhardiono.,2005)

c.Distribusi penyakit menurut waktuPenyakit DBD sering disebut sebagai demam musiman.InsidenDBD akan menjadi tinggi saat memasuki musim penghujan atau beberapa mingg setelah musim penghujan. (Suhardiono.,2005)

Menurut Sutaryo (2004), masalah penyakit DBD telah menjadi masalah kesehatan didunia dan akan semakin meningkat pada masa mendatang karena beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu nyamuk, manusia, virus, lingkungan dan sistem pemberantasan yang lemah menyangkut komitmen politik, sosial dan ekonomi.D. Patogenesis dan PatofisiologiVirus dengue masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus. Terdapat tiga faktor yang berperan dalam penularan infeksi virus dengue yaitu virus, manusia, dan vektor perantara. Nyamuk dapat mengandung virus dengue ketika menggigit manusia yang sedang mengalami viremia yaitu hari ke dua sebelum demam sampai hari ke lima setelah timbul demam. Setelah itu virus berada didalam kelenjar liur nyamuk dan berkembang dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan lagi pada manusia berikutnya.Sekali virus dengue ini masuk dan berkembang di dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk ini akan dapat menularkan virus selama hidupnya(infektif). Masa tunas virus dengue didalam tubuh manusia adalah 26 hari (intrinsic incubation period) sebelum akhirnya menimbulkan penyakit. (Depkes.,2001)

Organ sasaran dari virus adalah organ hepar nodus limfatikus,sumsum tulang serta paru-paru. Sel-sel monosit dan makrofag terbukti mempunyai peranan besar yang didapat dari berbagai penelitian.Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.Virus DEN akan mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.Infeksi virus Dengue dimulai dengan menempelnya virus genom ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel. (Soegijanto,2012)

Infeksi pertama kali dapat memberikan gejala sebagai DD (Demam Dengue). Namun jika seseorang mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berbeda maka akan menimbulkan reaksi yang berbeda pula. DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali kemudian mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berbeda. Karena infeksi dengue berasal dari nyamuk yang mengigit kulit, maka ada dua macam sel APC (Antigen Precenting Cell) yaitu pertama, yang ada di kulit sel Langerhans dan sel dendritik. Kedua, yang ada di peredaran darah adalah monosit. Jaringan yang pertama disinggahi oleh virus adalah hepar, lien, sum-sum tulang serta paru-paru untuk melakukan replikasi tahap pertama. Sel langerhans mempunyai kemampuan mirip dengan makrofag begitu juga dengan sifat imunologisnya. Pada permukaan terdapat berbagai macam reseptor, sehingga bisa menarik limfosit mendekat dan mengenali mikroorganisme yang terdapat didalam sel langerhans. Pada sel dendritik, virus dengue dapat memacu maturasi atau mengaktivasi sel dendritik, kemudian sel dendritik akan mengeluarkan TNF-alpha dan interferon-alpha yang nantinya berpengaruh menarik respon sel T. Makrofag di peredaran darah disebut monosit, sedangkan di hepar dikenal dengan nama sel Kupfer dan di setiap organ terdapat makrofag yang terikat pada organ tersebut. Makrofag adalah salah satu sel target virus dengue. Pembiakan virus terjadi pada sel ini, semakin banyak makrofag yang terinfeksi virus maka semakin berat penyakit yang nantinya akan timbul. Setelah virus dengue masuk kedalam makrofag untuk bereplikasi, proses berikutnya yang terjadi adalah siklus viremia dan virus akan masuk ke dalam sel yang disenangi dimana akan terjadi invasi dan replikasi kembali pada tipe sel yang spesifik seperti sel hepatosit. Untuk dapat masuk kedalam hepatosit, virus dengue memerlukan proteoglikan heparan sulfat yang merupakan suatu protein yang berfungsi mempermudah virus dengue masuk kedalam sel. (Sutaryo,2004)

Menurut Soegijanto (2012), sehubungan dengan sifat antibody virus DEN.Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody ,membentuk virus-antibodi kompleks (kompleks imun) yang akan mengaktivasi komplemen,aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin C3A dan C5A yang merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis cepat dan pendek.Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (hipovolemik syok) dan perdarahan.

Patomekanisme terjadinya kebocoran plasma disebabkan oleh beberapa faktor.Setelah menginfeksi sel makrofag dan monosit, limfosit T CD4 dan CD8 akan teraktivasi.Aktivasi ini akan menyebabkan virus dengue untuk lebih banyak menginfeksi sel makrofag dan monosit yang pada akhirnya akan menghasilkan mediator inflamasi seperti TNF, IL-1, PFA dan IL-6 dan histamin. Sedangkan limfosit T akan memproduksi mediator inflamasi seperti IL-2, TNF , IL-1, IL-6 dan IFN.Peningkatan C3a dan C5a juga mengakibatkan kebocoran plasma oleh anafilatoksin yang dihasilkannya. (Rena dkk,2009)

Bukti dari kebocoran plasma meliputi hemokonsentrasi, hipoproteinemia/hipoalbuminemia, efusi pleura, ascites, syok yang mengancam serta syok yang mendadak. (Chuansumrit Ampaiwan and Kanchana Tangnararatchakit, 2006)Sedangkan manifestasi perdarahan yang terjadi pada DBD dapat disebabkan beberapa faktor seperti vaskulopati, trombositopenia serta koagulasi intravascular yang menyeluruh. Komplek virus antibodi juga dapat mengakibatkan trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit. Selain itu komplek virus antibodi ini mengaktifkan faktor Hageman (faktor XIIa) sehingga terjadi gangguan sistem koagulasi dan fibrinolisis yang memperberat perdarahan, serta mengaktifkan sistem kinin dan komplemen yang mengakibatkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma serta meningkatkan risiko terjadinya KID yang juga memperberat perdarahan yang terjadi.(Rena dkk.,2009)

Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis DBD dan SSD. Yang pertama adalah hipotesis the secondary heterologous infection. Hipotesis ini dirumuskan oleh Suvatte pada tahun 1977. Dalam teori tersebut dikatakan respon antibody anamnestik terjadi sebagai akibat dari infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien yang biasanya akan terjadi dalam kurun waktu beberapa hari. Hal inilah yang mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Selain itu, replikasi virus dengue juga terjadi dalam limfosit yang bertransformasi sebagai akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Setelah itu terbentuklah virus kompleks antigen-antibodi. Dengan terbentuknya komplek antigen-antibodi ini akan menyebabkan terlepasnya C3adan C5a yang nantinya mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular menuju ruang ekstravaskular. Pada umumnya volume plasma dapat berkurang sampai < 30% dalam kurun waktu 24-48 jam pada pasien dengan syok berat. Perembesan plasma ini bisa dibuktikan dengan adanya penurunan kadar natrium, peningkatan kadar hematokrit dan adanya cairan dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Namun bila keadaan syok ini tidak segera ditanggulangi, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang nantinya dapat berakibat fatal. Untuk itulah diperlukan penegakan diagnosis dan pengobatan syok untuk mencegah kematian.(Lestari K.,2007)

Gambar 3. Hipotesis infeksi sekunder (Suvatte,1977) dalam Chen K. dkk (2009)

Hipoteis yang kedua adalah teori antibody dependent enhancement (ADE) menyatakan bahwa adanya antibodi yang timbul justru bersifat mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Respon terhadap infeksi ini, kompleks antigen-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit ini terjadi karena terdapat perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membrane trombosit. (Rena dkk.,2009 ; Depkes.,2001)

Agregasi trombosit ini dapat menyebabkan tiga hal:

1. Pengeluaran ADP (adenosine di phospat). Hal ini dapat mengakibatkan trombosit dihancurkan oleh RES (Reticulo endothelial system) dan terjadilah trombositopenia.2. Agregasi trombosit juga dapat mengakibatkan pengeluaran platelet faktor III dan menyebabkan terjadinya KID atau koagulasi intravaskular diseminata3. Agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga meskipun jumlah trombosit masih cukup banyak, tapi mereka tidak dapat berfungsi dengan baik. Aktivasi koagulasi mengakibatkan aktivasi faktor Hageman yang mengaktivasi sistem kinin dan memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang mempercepat terjadinya syok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perdarahan masif pada DBD ini diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan, kelainan fungsi trombosit dan kerusakan dinding kapiler.(Depkes.,2001)

Gambar 4. Teori enhancing antibody Halstead (1983) (Dikutip dri CDC) ,dalam Soegijanto S. (2012)E. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis penyakit DBD sering tergantung pada umur penderita.Pada bayi dan anak biasanya didapatkan demam dengan ruam makulopapular saja. Pada anak besar dan dewasa mungkin hanya akan didapatkan demam ringan saja atau gambaran klinis yang lengkap dengan panas tinggi mendadak, sakit kepala hebat, sakit bagian belakang kepala, nyeri otot dan sendi serta ruam.(WHO.,2012)

Gejala klinis utama pada demam berdarah dengue adalah demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan ataupun setelah dilakukan uji tourniquet. Menurut Soegijanto (2012) tanda dan gejala klinis DBD adalah :

1. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari2. Manifestasi perdarahan berupa uji tourniquet positif atau perdarahan spontan seperti peteki,purpura,ekimosis,epistaksis,perdarahan gusi,hematemesis dan melena3. Hepatomegali4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20% setelah mendapat terapi cairan,dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,hiponatremia. (Chen K dkk.,2009)1.Kriteria Klinisa. DemamBiasanya diawali dengan demam tinggi mendadak, tanpa ada sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2 hari atau lebih, yang akan diikuti dengan penurunan demam, kemudian akan timbul demam tinggi lagi. (Soedarto,2007)Demam bisa disertai dengan gejala klinik yang tidak khas seperti anoreksia ,lemah, nyeri punggung, tulang sendi dan kepala.Demam merupakan gejala utama yang hampir ada pada semua kasus. Lama demam sebelum dirawat berkisar antara 2-7 hari.Keadaan anak yang demam akan menjadi gelisah dan teraba dingin pada kaki dan tangan adalah alasan mengapa orang tua membawa anaknya berobat dan keadaan ini mencerminkan keadaan pre-syok oleh karena demam dan manifestasi perdarahan di kulit menjadi nyata. (Soedarmo,2012)b. Terdapat Manifestasi PerdarahanManifestasi perdarahan yang timbul dapat bermacam-macam, menurut WHO (1986) manifestasi perdarahan yang ringan adalah tes torniquet yang positif. Selain itu perdarahan ringan lain yang mungkin timbul pada awal demam seperti purpura. Melena, hematemesis dan perdarahan kulit pada umumnya dapat timbul setelah masa sakit yang berat atau syok yang lama.(Soedarto,2007)c. Hepatomegali Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba saat permulaaan penyakit .Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.Perlu ditingkatkan kewaspadaanapabila semula hati tidak dapat teraba kemudian selama perawatan membesar atau pada saat masuk rumah sakit hati sudah teraba dan selama perawatan hati menjadi lebih besar dan kenyal.Ini semua merupakan tanda terjadinya syok.(Soedarmo,2012)Besarnya hepar bervariasi sekitar 2-3 cm di bawah iga. Frekuensi hepatomegali dapat meningkat sesuai dengan berat ringannya penyakit. Semakin berat kasus maka semakin tinggi proporsi hepatomegali dan sebaliknya semakin ringan kasus maka semakin sedikit proporsi hepatomegali. (Soedarto,2007)d. SyokSyok paling banyak muncul pada hari keempat sampai keenam demam. Pada kira-kira sepertiga kasus DBD setelah demam berlangsung beberapa hari, keadaan umum pasien dapat tiba-tiba memburuk. Penderita akan terlihat pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung. Anak yang pada awalnya rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya dapat menurun dan menjadi apatis. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya dapat menjadi lebih cepat dan tidak dapat teraba oleh karena adanya kolap sirkulasi. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80mmHg atau kurang. (Soedarto, 2007).2.Kriteria Laboratoris a. Trombositopenia ( 20 %)Dua dari observasi klinis pertama, ditambah satu temuan laboratorium (atau sedikitnya peningkatan hematokrit), sudah cukup untuk menentukan diagnosis DBD. Pada pemantauan hematokrit,harus dilihat kemungkinan efek anemia yang ada sebelumnya, perdarahan hebat,atau terapi penggantian volume yang dini. Lebih dari itu, efusi pleural yang tampak pada rontgen dada atau hipoalbuminemia, dapat memberikan bukti adanya rembesan plasma.(WHO.,2012)Adanya kebocoran kapiler yang berat telah terbukti sebagai salah satu tanda klinis yang penting pada infeksi Dengue yang berat khususnya pada anak-anak. Hal ini dapat mengakibatkan syok tanpa pendarahan yang mengancam jiwa. Berdasarkan hal tersebut, WHO (2009) membagi infeksi dengue menjadi 3 jenis yaitu demam dengue, demam dengue dengan tanda peringata dan demam dengue yang berat.(Elling Roland.,2013)

Gambar 6. Suggest dengue case classification and levels of severity(WHO,2009)

H. Pemeriksaan Penunjang

Untuk membantu penegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :a. Pemeriksaan Hematologis Demam Berdarah Dengue

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan adalah pemeriksaan jumlah trombosit, angka leukosit, dan nilai hematokrit.

- Jumlah Trombosit

Trombositopeni atau penurunan jumlah trombosit biasa ditemukan pada kasus DBD. Penurunan jumlah trombosit