Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

53
1 UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI O L E H Direktorat Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Peningkatan SDM Dalam Menangani Perselisihan Hubungan Industrial Surabaya, 22 Februari 2012

description

UU ketenagakerjaan

Transcript of Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

Page 1: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

11

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAANPASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

OLEH

DirektoratPencegahan dan Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial

Peningkatan SDM Dalam Menangani Perselisihan Hubungan Industrial

Surabaya, 22 Februari 2012

Page 2: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

2

1. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945

2. Mempunyai kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, putusan bersifat final

SEKILAS MAHKAMAH KONSTITUSI

Catatan :Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi

Page 3: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

3

3.3. MengadiliMengadili : :a. Menguji UU terhadap UUD 1945b. Sengketa kewenangan lembaga negara

yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945

c. Pembubaran Partai Politikd. Perselisihan tentang hasil pemilue. Wajib memberikan putusan atas

pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum

LANJUTAN

Catatan : Pengujian UU terhadap UUD kewenangan memutuskan

ayat, pasal dan/atau bagian UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

Putusan dimuat dalam berita negara.

Page 4: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

4

Sejak UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 diberlakukan 23 Maret 2003 sampai saat ini telah mengalami 7 (tujuh) kali uji materil

1. Putusan No. 012/PUU - I/2003 diputus 28 Oktober 2004;

2. Putusan No. 115/PUU - VII/2009 diputus 10 November 2010 oleh Serikat Pekerja BCA Bersatu, Pasal 120 Undang-undang Ketenagakerjaan;

3. Perkara No. 19/PUU – IX/2011 oleh Serikat Pekerja Mandiri Hotel Papandayan Bandung.Terhadap Pasal 164 ayat (3), ancaman paling menakutkan karena memberikan peluang sebesar-besarnya kepada pengusaha untuk menghilangkan hak atas pekerjaan, imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja sebagaimana amanat Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 (dalam proses);

UJI MATERIL UU KETENAGAKERJAAN

Page 5: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

5

4. Putusan No. 61/PUU-VII/2010, Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI)Ketentuan Pasal 1 butir 22, Pasal 88 ayat (3) huruf a, Pasal 90 ayat (3), Pasal 160 ayat (3) dan (6), Pasal 162 ayat (1) huruf a dan Pasal 171, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan (2) UUD 1945

5. Putusan No. 37/PUU-IX/2011 tanggal 6 September 2011, oleh SP Pertamina Bersatu (PasaL 155 ayat (2));

6. Perkara No. 58/PUU-IX/2011 oleh pekerja perseorangan.Ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf e Undang-undang Ketenagakerjaan terhadap PAsala 28 D ayat (1) UUD 1945 (dalam proses).

7. PutusanNo. 27/PUU – IX/2011 oleh Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia terhadap Pasal 59 ayat (1) dan ayat (8) UU Ketenagakerjaan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Pengelola outsourcing melakukan penyelewengan aturan di perusahaan pengelola baca meter listrik;

LANJUTAN

Page 6: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

6

a. Tidak adanya naskah akademisb. Diwarnai kebohongan publik DPRc. Sebagai Satu Dari “paket 3 Undang -

Undang perburuhan” dibuat semata-mata karena tekanan kepentingan modal asing

I. PUTUSAN MK NO.012/PUU-I/2003

1. Pengujian FormilDalil Pemohon :

Page 7: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

7

2. PENGUJIAN MATERIL :a. Undang-undang Ketenagakerjaan,

Bertentangan Dengan Pasal 28 UUD 1945, Menjamin Kemerdekaan Berserikat Dan Berkumpul- Pasal 119-121 Undang-Undang

ketenagakerjaan serikat pekerja/serikat buruh dalam perundingan PKB harus 50% dan keanggotaan dibuktikan KTA

- Pasal 106 Undang-Undang ketenagakerjaan kewajiban pembentukan LKS Bipartit bagi perusahaan yang mempekerjakan 50 orang atau lebih

- Pasal 64 – 66 UU Ketenagakerjaan outsourcing menempatkan pekerja sebagai faktor produksi

LANJUTAN

Page 8: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

8

b. Undang-Undang Ketenagakerjaan, Bertentangan Dengan Pasal 27 UUD 1945 segala warga negara bersamaan kedudukan-nya didalam hukum- Pasal 158 UU ketenaga-kerjaan PHK

kesalahan berat tanpa ijin, bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah

c. Undang-undang Ketenagakerjaan, Secara Substansi Bertentangan Dengan Standar Perburuhan Internasional- Pasal 137 - 145 UU ketenagakerjaan

mogok kerja.

LANJUTAN

Page 9: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

9

- Pasal 186 UU Ketenagakerjaan, sanksi pidana terhadap pelanggaran Pasal 137-138

- Pasal 76 UU ketenagakerjaan pekerja perempuan yang bekerja malam harid. Undang-Undang ketenagakerjaan, segi

sistimatika memberikan cek kosong serta berbeda dengan draft Undang-Undang ketenagakerjaan yang disyahkan sidang paripurna DPR RI tanggal 25 februari 2003

LANJUTAN

Page 10: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

10

1. Menyatakan :a. Pasal 158b. Pasal 159c. Pasal 160 ayat (1) sepanjang mengenai anak

kalimat ”bukan atas pengaduan pengusaha”d. Pasal 170 sepanjang mengenai anak kalimat

“kecuali Pasal 158 ayat (1) ……”e. Pasal 171 sepanjang mengenai anak kalimat

“Pasal 158 ayat (1) ……”f. Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat

“Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1)”g. UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat

2. Menolak permohonan para pemohon untuk selebihnya

PUTUSAN

Page 11: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

11

1. Dalil Pemohona. Pasal 120 ayat (1) dan (2) bertentangan dengan

PAsal 28 D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 (sebagaimana dengan Pasal 28 UUD 1945).Pemohon sebagai pekerja menjadi kehilangan haknya untuk menyampaiakan aspirasinya melaluyi perundingan PKB bila memiliki anggota kurang dari 51 %.

b. Pasal 121 bertentangan dengan Pasal 28 F UUD 1945 (sebagaimana dengan Pasal 28 UUD 1945)Agar dapat menggunakan metode lain yang lebih kooperatif dan akurat untuk membuktikan keanggotaan dalam serikat pekerja secara transparan.

II. PUTUSAN MK NO. 115/PUU-VIII/2009

Page 12: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

12

2. PERTIMBANGAN MAHKAMAH

- Menghilangkan hak konstitusional serikat pekerja/serikat buruh untuk memperjuangkan haknya secara kolektif mewakili pekerja/buruh yang menjadi anggotanya dan tidak tergabung dalam serikat pekerja mayoritas;

- Menimbulkan perlakuan hukum yang tidak adil dalam arti tidak proporsional antara serikat pekerja/serikat buruh yang diakui eksistensinya menurut peraturan perundang-undangan;

- Menghilangkan hak pekerja/buruh yang tidak tergabung dalam serikat pekerja/serikat buruh mayoritas untuk mendapat perlindungan dan perlakuan hukum yang adil dalam suatu perusahaan.

a. Ketentuan Pasal 120 ayat (1) dan (2) menimbulkan persoalan konstitusional;

Page 13: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

13

b. Mengabaikan aspirasi minoritas karena dominasi mayoritas adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip negara berdasarkan konstitusi, yang salah satu tujuannya justru untuk memberikan persamaan perlindungan konstitusional, baik terhadap mayoritas maupun aspirasi minoritas.

c. Keberadaan SP yang anggotanya kurang dari 50% menjadi tidak bemakna dan tidak dapat memperjuangkan hak dan kepentingan serta tidak dapat melindungi pekerja yang menjadi anggotanya, yang justru berlawanan dengan tujuan dibentuknya SP yang keberadaanya dilindungi oleh konstitusi.

d. Pasal 120 ayat (1) melanggar hak konstitusional pemohon untuk mewakili pekerja dalam menyampaikan aspirasinya melalui PKB.

e. Konsekuensi yang tertuang dalam Pasal 120 ayat (2) sama dengan konsekuensi dari ketentuan yang terkandung dalam Pasal 120 ayat (1). Yaitu keduanya sama-sama dapat menghilangkan hak konstitusional yang dimilki SP.

LANJUTAN

Page 14: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

14

LANJUTAN

f. Pasal 120 ayat (3) justru sesuai dengan prinsip keadilan proporsional.

g. Dengan dinyatakan tidak berlakunya Pasal 120 ayat (1) dan (2), maka Pasal 120 ayat (3) harus dimaknai bahwa apabila dalam satu perusahaan terdapat lebih dari 1 SP, maka para SP terwakili secara proporsional dalam melakukan perundingan dengan pengusaha,

h. Agar tidak secara berkelebihan mendorong timbulnya SP yang tidak proporsional yang dapat menghambat terjadinya kesepakatan perundingan antara SP dengan pengusaha.

i. Mahkamah berpendapat jumlah SP yang berhak mewakili dalam satu perusahaan harus dibatasi secara wajar atau proporsional, yaitu maksimal 3 SP atau gabungan SP yang jumlah anggotanya minimal 10% dari seluruh pekerja yang ada dalam perusahaan.

j. Mahkamah menilai bahwa persyaratan kartu anggota sebagai alat bukti bagi tanda keanggotaan seseorang dalam satu serikat pekerja adalah merupakan hal yang wajar dalam organisasi

Page 15: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

15

1. Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Menyatakan Pasal 120 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang:

PUTUSAN

Page 16: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

16

i. frasa, “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka...”, dihapus, sehingga berbunyi, “para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh”, dan

ii. ketentuan tersebut dalam angka (i) dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan”;

LANJUTAN

3. Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;

Page 17: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

17

4. Menyatakan Pasal 120 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang:

i. frasa, “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka...”, tidak dihapuskan, dan

ii. ketentuan tersebut tidak dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan”;

LANJUTAN

Page 18: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

18

Catatan :Perbedaan pemohon hak uji materil Pasal 120 Putusan MK No. 012 dengan No. 115 adalah,

a. Putusan No. 012 menggunakan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 33 UUD 1945

b. Putusan No. 115 menggunakan Pasal 28, Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 E ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2)(Syarat-syarat konstitusional yang berlaku)

LANJUTAN

Page 19: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

19

PENJELASAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Terhadap putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi memberikan penjelasan berdasarkan surat Nomor 114/PAN.MK/VIII/2011 tanggal 5 Agustus 2011, sebagai berikut :

a. Jumlah maksimal serikat pekerja/serikat buruh yang mewakili serikat pekerja/serikat buruh berunding dengan pengusaha adalah 3 (tiga) serikat pekerja /serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh;

b. Serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili adalah yang beranggotakan minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh buruh yang ada dalam perusahaan;

c. Jumlah anggota masing-masing perwakilan serikat pekerja/serikat buruh yang berunding dengan pengusaha harus proporsional menurut jumlah masing-masing anggota serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh.

Page 20: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

20

Dalil Pemohona. Ketentuan Pasal 155 ayat (2)

“selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melakukan segala kewajibannya”

b. Ketentuan tersebut dikaitkan dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka terdapat potensi ketidakpastian hukum bagi pekerja dalam perolehan hak-hak selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum diputus.

c. Ketentuan Pasal 155 ayat (2) berupaya memberikan jaminan dan perlindungan bagi buruh untuk tetap menerima upah selama proses penyelesaian perselihan hubungan industrial berlangsung.

III. PUTUSAN MK NO. 37/PUU-IX/2011

Page 21: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

21

d. Dalam prektek Pengadilan Hubungan Industrial mengenai kewajiban pengusaha untuk membayar upah timbul berbagai penafsiran.

e. Ketentuan Pasal 155 ayat (2) bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, karena berpotensi menimbulkan pelanggran hak pekerja untuk memperoleh perlakuan yang adil dan layak secara hukum.Pasal 28 D ayat (2)Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubunan kerja.

f. Frasa “belum ditetapkan” ditafsirkan sebagai berkekuatan hukum tetap.

LANJUTAN

Page 22: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

22

2. PENDAPAT MAHKAMAHa. Apakah frasa “belum ditetapkan” adalah diartikan

pada saat putusan dijatuhkan Pengadilan Hubungan Industrial, atau pada saat Putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.

b. Tidak semua putusan PHI langsung memperoleh kekuatan hukum tetap.Putusan perselisihan kepentingan dan perselisihan antara serikat pekerja langsung memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat putusan PHI. Sedanmgkan putusan perselisihan hak dan PHK dapat diajukan permohonan kasasi, sehingga putusannya apabila dimohonkan kasasi baru memperoleh kekuatan hukum tetap setelah adanya putusan MA.

Page 23: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

23

LANJUTAN

c. Perlu ada penafsiran yang pasti terkait frasa “belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2)

d. Frasa “belum ditetapkan” harus dimaknai putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang memperoleh kekuatan hukum tetap, karena putusan PHI ada yang dapat langsung memperoleh kekuatan hukum tetap pada tingkat pertama, serta putusan mengenai perselisihan hak dan PHK yang tidak dimohonkan kasasi. Adapun putusan mengenai perselihan hak dan PHK yang dimonkan kasasi harus menunggu putusan kasasi dari MAhkamah Agung terlebih dahulu, baru mendapat kekuatan hukum tetap.

Page 24: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

24

1. Frasa “belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) adalah bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap;

2. Frasa “belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (20 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap.

PUTUSAN

Page 25: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

25

IV. PUTUSAN MK NO. 61/PUU-VII/2010

a. Pasal 1 angka 22 UUK 13 tahun 2003, sepanjang anak kalimat “karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan PHK serta perselisihan antara SP/SB hanya dalam suatu perusahaan” menyebabkan hak buruh yang diatur secara normatif oleh UU dapat diperselisihkan, mengakibatkan buruh tidak mendapatkan jaminan dan perlindungan atas hak-haknya;

b. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial tidak memberikan jaminan, dan perlindungan bagi buruh. Sehingga tidaklah tepat dan inkonstitusional apabila perselisihan hubungan industrial dibatasi dengan jenis-jenisnya;

25

Dalil Permohonan sebagai berikut :

Page 26: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

26

d. Pasal 88 ayat (3) huruf a UUK 13 tahun 2003 menyebabkan buruh tidak mendapatkan upah layak untuk hidup sejahtera lahir batin, serta tempat tinggal layak, sehingga besaran upah minimum haruslah sama dengan besaran KHL dan oleh karena ketentuan Pasal 88 ayat (3) huruf a haruslah dimaknai upah minimum sama dengan besaran KHL;

e. Pasal 90 ayat (2) UUK 13 tahun 2003, telah mengakibatkan kerugian bagi pekerja atas jaminan kepastian hukum dalam mendapatkan upah sesuai upah minimum; 

f. Pasal 160 ayat (3) dan (6) UUK, ; memberikan kesempatan kepada pengusaha untuk melakukan PHK tanpa putusan pengadilan, setelah 6 (enam) bulan tidak dapat menjalankan pekerjaan karena dalam proses perkara pidana;

26

LANJUTAN

Page 27: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

27

g. Pasal 162 ayat (1) UUK No. 13 tahun 2003, tidak adil terhadap masa kerja pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik atas kemauan sendiri;

h. Pasal 171 UUK No. 13 tahun 2003, membebani pekerja yang hendak mengajukan gugatan atas PHK yang dilakukan pengusaha secara sepihak.

i. Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan (2) UUD 1945 “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”

27

LANJUTAN

Page 28: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

28

PERTIMBANGAN HUKUM

1. Penjelasan UU No. 2 tahun 2004 menekankan terlebih dulu bahwa penyelesaian secara musyawarah bipartit dan jika gagal maka dicatatkan pada instansi yang berwenang yang wajib menawarkan 2 (dua) model penyelesaian diluar pengadilan yaitu model konsiliasi dan arbitrase

2. Tersedianya berbagai cara untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam era industrialisasi, karena perselisihan hubungan industrial semakin kompleks, memerlukan penyelesaian yang sederhana, cepat dan biaya ringan, sehingga dengan demikian para pihak yang berselisih dapat memilih cara yang paling sederhana, cepat, dan biaya ringan untukmenyelesaikan sengketanya, dengan mengutamakan musyawarah dan mufakat

Page 29: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

29

3. Pasal 88 ayat (3) huruf “a sampai dengan huruf k” tidak dapat dipisahkan dengan pasal 88 ayat (1) dan ayat (2) yang menggunakan frasa “Penghidupan yang layak”Permohonan pemohon agar upah minimum sama dengan besaran KHL pada prinsipnya telah terakomodasi dalam Pasal 88 ayat (4) walaupun dalam penetapan tersebut perlu diperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi

4. Kekuatan modal dan produksi pengusaha tidak dapat disamakan sehingga pengusaha tersebut masih memerlukan perlindungan hukum.

Page 30: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

30

ketidak mampuan memberikan upah minimum tidak boleh diartikan sebagai lonceng kematian bagi pengusaha yang apabila tidak mendapat proteksi akibatnya gulung tikar yang berakibat hilangnya lapangan kerja bagi buruh jika terjadi perselisihan tentang penangguhan upah minimum, sehingga Pengadilan Hubungan Industrial dapat memutusnya, karena hal itu menyangkut hak buruh. Sehingga Frasa “Tenggang waktu tertentu” ditegaskan dalam putusan hakim

5. Bekerja pada prinsipnya adalah untuk menjaga kelangsungan kehidupan dengan memperoleh upah sesuai dengan kedudukan dan prestasinya maka seseorang yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri dapat dimungkinkan bahwa dia telah mendapat pekerjaan yang baru yang lebih sesuai dengan prestasinya

Page 31: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

31

6. Batas jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun merupakan jangka waktu yang proporsional untuk menyeimbangkan kepentingan pengusaha dan pekerja.Batas waktu, penting demi kepastian hukum yang adil agar permasalahan tidak berlarut-larut dan dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama

Page 32: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

32

PUTUSANMenolak permohonan pemohon untuk seluruhnya

Page 33: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

33

PUTUSAN MK NO. 27/PUU-IX/2011

a. Efisiensi secara berlebihan untuk meningkatkan infestasi guna mendukung pembangunan ekonomi melalui kebijakan upah murah, buruh kontrak, sebagai bentuk perbudakan jaman modern;

b. Buruh kontrak kehilangan hak-hak tunjangan kerja, jaminan kerrja dan jaminan sosial;

c. Pasal 59 di kaitkan dengan pasal 64 UUK No.13 Tahun 2003, buruh dilihat komoditi atau sebagai barang dagangan di pasar tenaga kerja, hal ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”;

33

Dalil Permohonan sebagai berikut :

Page 34: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

34

d. Hubungan kerja berdasarkan PKWT buruh ditempatkan sebagai faktor produksi semata mudah dipekerjakan bila dibutuhkan dan diputuskan hubungan kerja nya ketika tidak dibutuhkan;

e. Pemborongan pekerjaan menjadikan pekerja sebagai sapi perah para pemilik modal bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”; 

f. Konstruksi hukum outsourcing merupakan perbudakan karena pekerja dijual kepada pengguna dengan jumlah uang;

34

LANJUTAN

Page 35: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

35

g. Perusahaan Outsourcing menggunakan PKWT tidak menjamin adanya kelangsungan pekerjaan sehingga kontiunitas pekerjaan menjadi persoalan bagi pekerja outsourcing jelas bertentangan dengan pasal 27 ayat(2) UUD 1945;

h. Outsourcing dalam pasal 64 UUK No.13 Tahun 2003 menunjukkan ada 2 macam outsourcing, yaitu outsourcing mengenai pekerjaannya yang dilakukan oleh pemborong dan outsourcing mengenai pekerjanya yang dilakukan oleh perusahaan jasa pekerja;

i. Outsourcing dikaitkan dengan hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerjanya, yang sebenarnya tidak memenuhi unsur-unsur hubungan kerja yaitu adanya perintah, pekerjaan dan upah;

35

LANJUTAN

Page 36: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

36

j. Bahwa Pasal 59 dan Pasal 64 UUK No.13 Tahun 2003 tidak sesuai dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945;

k. Bahwa karena Pasal 65 dan Pasal 66 U UUK No.13 Tahun 2003 ada kaitannya dengan Pasal 64 UUK No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka dengan sendirinya Pasal 65 dan 66 UUK No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945;

36

LANJUTAN

Page 37: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

37

PERTIMBANGAN HUKUM

1. Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan atau menilai :a. Apakah hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan yang melaksanakan pemborongan pekerjaan berdasarkan PKWT yang memperoleh pekerja dari perusahaan lain bertentangan dengan UUD 1945; b. Apakah hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan yang menyediakan pekerja/buruh berdasarkan PKWT bertentangan UUD 1945;

2. Dalam praktiknya ada beberapa jenis pekerjaan yang termasuk kriteria pekerjaan yang sifatnya sementara dan pengusaha atau perusahaan yang mendapatkan pekerjaan dari perusahaan lain juga menghadapi persoalan yang sama dalam hubungannya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan dalam jenis pekerjaan yang sifatnya sementara dan waktu tertentu.

37

Konstruksi Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi

Page 38: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

38

2. Sehingga wajar bagi pengusaha untuk membuat PKWT dengan pekerja/buruh karena tidak mungkin bagi pengusaha untuk mempekerjakan secara terus menerus dengan membayar gajinya padahal pekerjaan sudah selesai dilaksanakan;

3. Kondisi yang demikian pekerja/buruh sudah harus memahami jenis pekerjaan yang dikerjakannya dan menandatangani PKWT, yang mengikat para pihak. Perjanjian demikian tunduk pada ketentuan Pasal 1320 hukum Perdata.

4. Untuk melindungi pekerja/buruh dalam keadaan lemah karena banyaknya pencari kerja di Indonesia peran pemerintah menjadi sangat penting untuk mengawasi terjadinya penyalahgunaan ketentuan Pasal 59 UU No. 13 tentang Ketenagakerjaan.

38

LANJUTAN

Page 39: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

39

5. Permasalahan Pasal 59 Undang-Undang No. 13 tentang Ketenagakerjaan adalah merupakan persoalan implementasi bukan konstitutionalitas norma yang dapat diajukan gugatan secara perdata ke Pengadilan Hubungan Industrial

6. Dengan demikian menurut Mahkamah Konstitusi Pasal 59 UU No. 13 tidak bertentangan dengan UUD 1945.

7. Ketentuan Pasal 64, 65 dan 66 Undang-Undang No. 13 tentang Ketenagakerjaan dalam praktek menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, jenis pekerjaan demikian disebut pekerjaan outsourcing dan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing disebut perusahaan outsourcing serta pekerja yang melaksanakan pekerjaan demikian disebut pekerja outsourcing.

39

LANJUTAN

Page 40: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

40

8. Berdasarkan ketentuan tersebut ada dua jenis pekerjaan outsourcing yaitu oursourcing sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui perjanjianpemborongan pekerjaan dan outsourcing penyedia jasa pekerja/buruh.

9. Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan outsourcing dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya baik berdasarkan PKWT maupun berdasarkan PKWTT.

10. Norma yang terkandung dalam Pasal 65 dan 66 UU No. 13 Tahun 2003 Mahkamah Agung akan mempertimbangkan lebih lanjut adakah ketentuan tersebut mengakibatkan terancamnya hak setiap orang dan hak –hak pekerja yang dijamin konstitusi dalam hal ini hak pekerja outsourcing dilanggar sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

40

LANJUTAN

Page 41: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

41

11. Mahkamah Konstitusi menimbang posisi pekerja outsourcing menghadapi ketidakpastian kelanjutan kerja apabila hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan berdasarkan PKWT. Selain adanya ketidakpastian mengenai kelanjutan pekerjaan pekerja akan mengalami ketidakpastian masa kerja yang telah dilaksanakan karena tidak diperhitungkan secara jelas akibat sering bergantinya perusahaan penyedia jasa outsourcing sehingga berdampak pada hilangnya kesempatan pekerja outsourcing untuk memperoleh pendapatan dan tunjangan yang sesuai dengan masa kerja dan pengabdiannya.

12. Diteliti dari aspek konstitusionalitas hak pekerja yang dilindungi oleh hak konstitusi dalam hubungan kerja antara pekerja outsourcing dengan pekerja/buruh dapat berakibat hilangnya jaminan kepastian hukum yang adil bagi pekerja dan hilangnya hak setiap orang untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja

41

LANJUTAN

Page 42: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

42

12.hal ini terjadi karena dengan berakhirnya pekerja pemborongan atau berakhirnya masa kontrak penyedia pekerja/buruh maka dapat berakhir pula hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja/buruh sehingga pekerja buruh kehilangan pekerjaan dan hak-hak lainnya yang seharusnya diperoleh.

13.Untuk menghindari pengusaha melakukan eksploitasi pekerja Mahkamah Konstitusi perlu menentukan model yang dapat dilaksanakan untuk melindungi hak pekerja/buruh.a. Mensyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk PKWT melainkan berbentuk PKWTT;b. Menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing.

42

LANJUTAN

Page 43: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

43

15.Dalam model kedua diterapkan antara pekerja/buruh dengan perusahaan melakukan pekerjaan melalui PKWT maka pekerja harus tetap mendapatkan perlindungan atas hak-haknya sebagai pekerja dengan menerima prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh.

16.Pengalihan perlindungan pekerja/buruh yang diterapkan diharapkan untuk melindungi pekerja outsourcing dari kesewenang-wenangan pemberi kerja.

17.Maka selama pekerjaan yang diperintahkan masih ada dan berlanjut perusahaan penyedia jasa baru tersebut harus melanjutkan kontrak kerja yang telah ada sebelumnya tanpa mengubah ketentuan yang ada dalam kontrak kerja.

LANJUTAN

Page 44: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

44

18. Melalui prinsip pengalihan perlindungan pekerja/buruh tidak saja memberikan kepastian akan kontiunitas pekerjaan pada pekerja outsourcing tapi juga memberikan perlindungan terhadap aspek-aspek yang lainnya karena para pekerja outsourcing tidak diperlakukan sebagai pekerja baru.

19. Untuk menghindari perbedaan hak antara pekerja pada perusahaan pemberi kerja dengan pekerja outsourcing yang melakukan pekerjaan yang sama perses dengan pekerja pada perusahaan pemberi kerja maka perusahaan pemberi kerja harus mengatur agar pekerja outsourcing menerima fair benefits and welfare tanpa diskriminasi dnegan perusahaan pemberi kerja.

20. Pasal 65 ayat 7 dan pasal 66 ayat 2 huruf b UU No. 13 bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 (Conditionally Unconstitutional)

44

LANJUTAN

Page 45: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

45

KERANGKA PIKIR MAHKAMAH KONSTITUSI

Mempertimbangkan ketentuan Pasal 65 dan 66 mengakibatkan terancamnya hak setiap orang dan hak-hak pekerja yang dijamin konstitusi dalam hal ini hak pekerja outsourcing dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) UUD 19451.Posisi pekerja outsourcing menghadapi

ketidakpastian kelanjutan kerja apabila hubungan kerja berdasarkan PKWT

2.Tidak ada kepastian masa kerja yang telah dilakukan karena tidak diperhitungkan akibat bergantinya perusahaan outsourcing

3.Hilangnya memperoleh pendapatan dan tunjangan yang sesuai dengan masa kerja dan pengabdiannya

Page 46: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

46

4. Model perlindungan pekerja outsourcing :- Mensyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk PKWT melainkan berbentuk PKWTT;- Menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing

5. Prinsip pengalihan perlindungan pekerja tidak saja memberikan kepastian kontiunitas bekerja tetapi juga memberikan perlindungan terhadap aspek yang lainnya, pekerja tidak diperlakukan sebagai pekerja baru. (TUPE) 2006

LANJUTAN

Page 47: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

47

MEMUTUSKAN1. Frasa “...perjanjian kerja waktu tertentu” dalam

Pasal 65 ayat (7) dan frasa”...perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

47

Page 48: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

48

2. Frasa “...perjanjian kerja waktu tertentu” dalam pasal 65 ayat (7) dan frasa “...perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

48

LANJUTAN

Page 49: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

49

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERALPHI DAN JAMSOS

NO. B. 31/PHIJSK/I/2012

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tetap berlaku.

2. Dalam hal perusahaan menerapkan sistem penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka :

49

Page 50: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

50

a. apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya tidak memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh lain, maka hubungan kerja antara perusahaan penerima pekerjaan borongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya harus didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

50

LANJUTAN

Page 51: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

51

b. apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh lain, maka hubungan kerja antara perusahaan penerima pekerjaan borongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya dapat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

51

LANJUTAN

Page 52: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

52

3. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Januari 2012 tersebut, serta dengan mempertimbangkan keberadaan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak sebelum diterbitkannya putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka PKWT yang saat ini masih berlangsung pada perusahaan pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan.

52

LANJUTAN

Page 53: Uu Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mk 2012 Surabaya

5353