word referat migren.docx

42
KATA PENGANTAR Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulisan referat dengan judul “Penatalaksanaan Migren dan Resiko Stroke Hemoragik pada Migren” dapat terselesaikan. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan di bagian neurologi RSUD Arjawinangun. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. dr. M. Wahyu Pamungkas, Sp.S, M.kes sebagai pembimbing 2. Perawat SMF neurologi yang telah membantu dan berbagi ilmu dengan penulis 3. Ayahanda dan ibunda yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat yang tiada henti kepada penulis 4. Rekan-rekan kepaniteraan SMF neurologi, terima kasih atas kerjasama dan dukungannya. Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan referat ini. 1

Transcript of word referat migren.docx

KATA PENGANTARAssalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulisan referat dengan judul Penatalaksanaan Migren dan Resiko Stroke Hemoragik pada Migren dapat terselesaikan.Referat ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan di bagian neurologi RSUD Arjawinangun. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:1. dr. M. Wahyu Pamungkas, Sp.S, M.kes sebagai pembimbing2. Perawat SMF neurologi yang telah membantu dan berbagi ilmu dengan penulis3. Ayahanda dan ibunda yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat yang tiada henti kepada penulis4. Rekan-rekan kepaniteraan SMF neurologi, terima kasih atas kerjasama dan dukungannya.Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan referat ini.Akhir kata, penulis mengharapkan semoga referat ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Wassalammualaikum Warahmatullahi WabarakatuhArjawinangun, Mei 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1Daftar Isi. 2I. BAB IA. Pendahuluan.. 3II. BAB IIA. Definisi. 5B. Epidemiologi 5C. Etiologi 6D. Patogenesis.. 7E. Patofisiologi. 7F. Manifestasi Klinis.... 12G. Diagnosis..... 12H. Diagnosis Banding... 18I. Tatalaksana . 18J. Komplikasi.. 20K. Prognosis..20III. BAB IIIA. Kesimpulan. 21Daftar Pustaka22

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSakit kepala merupakan gejala yang paling sering di keluhkan oleh seorang pasien saat berkunjung ke seorang dokter. Namun karena sering di dengar dan biasanya di kemukakan secara samar-samar, maka keluhan ini justru termasuk keluhan atau gejala yang pada umumnya masih dianggap ringan dan tidak di tanggapi secara tepat.Sakit kepala sendiri bisa di sebabkan oleh karena faktor fisik dan psikis. Untuk sakit kepala yang di sebabkan oleh faktor fisik memang mudah untuk di diagnosa karena pada pasien akan di temukan gejala fisik lain yang menyertai sakit kepala, namun tidak begitu halnya bila sakit kepala di sebabkan oleh faktor psikis untuk itu di perlukan waktu yang lebih lama untuk mencai tahu penyebabnya.Migrain merupakan salah satu penyakit tertua yang telah di deskripsikan oleh Galen pada tahun 200 M, dalam bukunya di gambarkan nyeri kepala yang disebut hernicrania, dari istilah tersebut muncul istilah migrain yang digunakan samapai saat ini.Migrain kadang kala agak sulit di bedakan dengan sakit kepala jenis lain. Migrain adalh sakit kepala yang sering kita jumpai di masyarakat. Migrain merupakan salah satu sakit kepala dengan gejala yang cukup berat dan berulang. Selain sakit kepala yang khas pada satu sisi kepala ( beberapa kasus bisa menyerang kedua sisi kepala ), bersamaan dengan itu pasien juga merasakan gejala lain seperti gangguan pada penglihatan dan mual-mual. Sebelum pasien merasakan sakit kepala migrain, terlebih dahulu mereka akan merasakan semacam aura ( gejala peringatan akan timbulnya migrain ) seperti kepala terasa berdenyut-denyut.

B. Tujuan PenulisanPenulisan refrat ini bertujuan untuk mengetahui mengenai migren yang mencakup definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis, serta penanganannya. Selain itu juga sebagai syarat untuk dapat mengikuti ujian kepanitaraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Syaraf di RSUD Tidar Magelang.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIMenurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.

B. EPIDEMIOLOGIDari hasil penelitian epidemiologi,migren terjadi pada hampir 30 jutapenduduk Amerika Serikat, 75 % diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya muncul antara usia 10-40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelahusia 50 tahun. Migren tanpa aura umumnya lebih sering dibandingkan migren disertai aura dengan persentase sebanyak 90%.

C. ETIOLOGIBeberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya migren adalah sebagai berikut :1. Riwayat penyakit migren dalam keluarga2. Perubahan hormon (estrogen dan progesteron) pada wanita, khususnya pada fase luteal siklus menstruasi.3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat), vasokonstriktor (keju, coklat), serta zat tambahan pada makanan.4. Stres5. Faktor fisik6. Rangsang sensorik (seperti cahaya yang silau, bau menyengat)7. Alkohol8. Merokok

D. KLASIFIKASIMenurut The International Headache Society (1988), klasifikasi migren adalah sebagai berikut:1. Migren tanpa aura2. Migren dengan auraa. Migren dengan aura yang khasb. Migren dengan aura yang diperpanjangc. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)d. Migren dengan basilarise. Migren aura tanpa nyeri kepalaf. Migren dengan awitan aura akut3. Migren oftalmoplegik4. Migren retinal5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial6. Migren dengan komplikasia. Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam) Tanpa kelebihan penggunaan obat Kelebihan penggunaan obat untuk migren b. Infark migren7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikanDahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine. Classic migraine didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal, misalnya gangguan penglihatan, sensorik, atau wicara. Sedangkan common migraine tidak didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologic fokal. Oleh Ad Hoc Committee of the International Headache Society (1987) diajukan perubahan nama atau sebutan untukkeduanya menjadi migren dengan aura untuk classic migraine dan migren tanpa aura untuk common migraine.

E. PATOFISIOLOGIMigren bisa dipahami sebagai suatu gangguan primer otak (primary of the brain) yang terjadi karena adanya kelainan pada aktivitas saraf sehingga pembuluh darah mengalami vasodilatasi, yang disusul dengan adanya nyeri kepala berikut aktivasi saraf lanjutannya. Serangan migren bukanlah didasari oleh suatu primary vascular event. Serangan migren bersifat episodik dan bervariasi baik dalam setiap individu maupun antar individu. Variabilitas tersebut paling tepat dijelaskan melalui pemahaman terhadap kelainan biologik dasar dari migren yaitu disfungsi ion channel pada nuklei aminergik batang otak yang secara normal berfungsi mengatur input sensoris dan memberikan kendali neural (neural influences) terhadap pembuluh darah kranial. Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang:1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression dari Leao)Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang (oligemia) yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang oligemia sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik. Gelombang oligemia tersebut didahului oleh fase pendek hiperemia yang sangat mungkin berhubungan dengan gejala seperti melihat kilatan cahaya. Oligemia merupakan respon dari adanya penurunan fungsi neuronal (depressed neuronal function) yang kelihatan jelas masih berlangsung ketika keluhan nyeri kepala mulai muncul. Temuan tersebut, bersama dengan bukti langsung yang menunjukkan bahwa suplai oksigen lokal ternyata lebih dari adekuat, menjadikan pendapat yang menganggap migraine semata-mata hanya merupakan suatu vascular headache tidak lagi dapat dipertahankan.Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981). dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang meluas.Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.2. Sistem trigemino-vaskularPembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung. substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid (CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine (Periactin) dan pizotifen (Sandomigran, Mosegor) bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.

3. lnti-inti syaraf di batang otakInti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Dimana faktor eksintrik seperti stress (emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan), makanan tertentu (coklat, keju, alkohol, dan makanan yang mngandung bahan pengawet), lingkungan, dan juga cuaca.

Sedangkan faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyerinya berhubungan dengan fase laten saat menstruasi. Selain itu, adanya factor genetik, diketahui mempengarui timbulnya migren.

GejalaautonomFaktor PencetusIntrinsik & Ekstrinsik

Meningkatkan aktv.Sist. Saraf simpatisNyeri kepala-Vasodilatasi-Me Ambang nyeri Sist.TrigeminovaskularSpreedingdepression

Pembuluh darah melebar dan berdenyut-Vasodilatasi pemb. darah luar otak-Vasokontriksi pemb. darah dalam otakInti2 saraf di batang otak (rafe & lokus seruleus)Gejala aura

Migren tanpa aura

Migren dengan auraMual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura. Pencetus (trigger) migren berasal dari:1. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress,2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang menyilaukan, suara bising, makanan,3. Bau-bau yang tajam,4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan" internal (perubahan hormonal),5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator, atau angiografi. Mekanisme Nyeri pada MigrenPatogenesis nyeri pada migren belum dapat diketahui dengan pasti, namun ada 3 kunci yang dapat menjelaskan tentang pemahaman akan nyeri tersebut, yaitu: pembuluh darah cranial, inervasi trigeminal dari pembuluh darah tersebut, dan koneksi refleks dari sistem trigeminal dengan eferen parasimpatis kranial (cranial parasympathetic outflow). Seperti kita ketahui bahwa, parenkim otak merupakan salah satu organ yang tidak peka terhadap nyeri, sehingga rangsang nyeri dapat dibangkitkan oleh pembuluh darah cranial yang berukuran besar, pembuluh darah intracranial segmen proximal, atau selaput duramater. Pembuluh darah tersebut diinervasi oleh cabang-cabang ofthalmik (ophthalmic division) dari nervus trigeminalis, sedangkan struktur yang membentuk fossa posterior diinervasi oleh cabang-cabang radiks C2. Pada percobaan dengan binatang, stimulasi yang mengenai serabut aferen vaskuler (vascular afferents) akan menimbulkan aktivasi: neuron-neuron lapisan superfisial dari nukleus trigeminalis bagian kaudal (trigeminal nucleus caudalis) yang berada setinggi cervicomedullary junction dan neuron-neuron lapisan superfisial dari kornu dorsalis setinggi C1 dan C2 dari medulla spinalis yang membentuk trigeminocervical complex. Begitu pula hal yang serupa, stimulasi cabang-cabang radiks C2 akan mengaktivasi neuron neuron di regio otak yang sama. Keterlibatan cabang-cabang oftalmik dari nervus trigeminalis dan adanya tumpang tindih dengan wilayah yang diinervasi oleh C2 dapat menjelaskan distribusi umum dari nyeri migraine yang melingkupi regio frontal dan temporal, begitupula regio parietal, occipital, dan servikal bagian atas, yang pada hakekatnya adalah merupakan suatu nyeri alih (referred pain). Aktivasi trigeminal perifer (peripheral trigeminal activation) yang terjadi pada migraine ditandai dengan dilepaskannya calcitonin-generelated peptide (CGRP), yang merupakan vasodilator, namun mekanisme bangkitnya rasa nyeri belumlah jelas. Studi binatang coba mengesankan rasa nyeri kemungkinan ditimbulkan oleh suatu proses peradangan neurogenik steril (sterile neurogenic inflammatory process) yang mengenai lapisan dura mater, namun mekanisme ini belumlah jelas dibuktikan pada manusia. Rasa nyeri kemungkinan merupakan kombinasi dari suatu perubahan persepsi (altered perception)yang diakibatkan oleh adanya sensitisasi perifer atau sentraldari input kraniovaskuler yang tidak selalu bersifat nyeri dan adanya aktivasi dari mekanisme dilator neurovaskular yang menjalar kearah depan (feed-forward neurovascular dilator mechanism) yang secara fungsional spesifik dimiliki oleh divisi pertama (ophthalmic) dari nervus trigeminus.

F. MANIFESTASI KLINISSecara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada setiap individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi semuanya tidak harus dialami oleh tiap individu. Fase-fase tersebut antara lain: 1. Fase Prodormal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti coklat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini member pertanda kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut.Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak bintik-bintik kecil yang banyak), gangguan visual homonim, gangguan salah satu sisi lapang pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa periode laten.3. Fase Nyeri Kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan ocular, kemudian setelah 1-2 jam menyebar secara difus kea rah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-aak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan kadang sangat mengganggu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.4. Fase Postdormal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa segar atau euphoria setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa depresi dan lemas.Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara pada penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodormal, fase nyeri kepala, dan fase postdormal.G. KRITERIA DIAGNOSIS1. Migren tanpa auraMigren ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan manifestasi serangan nyeri kepala 4-72 jam, sangat khas yaitu nyeri kepala unilateral, berdenyut-denyut dengan intensitas sedang sampai berat dengan disertai mual, fonofobia, dan fotofobia. Nyeri kepala diperberat dengan adanya aktivitas fisik.2. Migren dengan auraNyeri kepala ini bersifat idiopatik, kronis dengan bentuk serangan dengan gejala neurologik (aura) yang berasal dari korteks serebri dan batang otak, biasanya berlangsung 5-20 menit dan berlangsung tidak lebih dari 60 menit. Neri kepaala, mual, atau tanpa fotofobia biasanya langsung mengikuti gejala aura atau setelah interval bebas serangan tidak sampai 1 jam. Fase ini biasanya berlangsung 4-72 jam atau sama sekali tidak ada.Aura dapat berupa gangguan mata homonimus, gejala hemisensorik, hemifaresis, disfagia, atau gabungan dari gejala diatas.

KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN TANPA AURAA. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-DB. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau pengobatan tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepalaC. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari karakteristik sebagai berikut:1. Lokasi unilateral2. Sifatnya berdenyut3. Intensitas sedang sampai berat4. Diperberat dengan kegiatan fisikD. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:1. Mual atau dengan muntah2. Fotofobia atau dengan fonofobiaE. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainanorganik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahanlainnya tidak menunjukkan kelainan.

KRITERIA DIAGNOSIS DENGAN AURAA. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam BB. Sekurang-kurangnya terdapa 3 dari 4 karakteristik tersebut dibawah ini:1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi hemisfer dan/atau batang otak2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2 atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebihDari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lamaNyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang Dari 60 menit, tetapai kadang-kadang dapat terjadi sebelum auraC. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainanorganik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahanlainnya tidak menunjukkan kelainan

3. Migren Hemiplegik familialMigren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang sama seperti diatas dan sekurang-kurangnya salah satu anggota keluarga terdekatnya mempunyai riwayat migren yang sama4. Migren basilarisMigren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari kedua lobi oksipitales. Kriteria klinik sama dengan yang diatas dengan tambahan dua atau lebih dari gejala aura seperti berikut ini: Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral Disartia Vertigo Tinitus Penurunan pendengaran Diplospi Ataksia Parastesia bilateral Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran5. Migren aura tanpa nyeri kepalaMigren jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa diikuti oleh nyeri kepala. Biasanya terdapat pada individu yang berumur lebih dari 40 tahun.6. Migren dengan awitan aura akutMigren dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit. Kriteria diagnosisnya sama dengan criteria migren dengan aura, dimana gejala neurologik (aura) terjadi seketika lebih kurang 4 menit, nyeri kepala teradi selama 4-72 jam (bila tidak diobati atau dengan pengobatan tetapi tidak berhasil), selama nyeri berlangsung sekurangnya disertai dengan mual atau muntah, fonofobia/fotofobia. Untuk menyingkirkan TIA maka dilakukan pemeriksaan angiografi dan pemeriksaan jantung serta darah.

7. Migren oftalmoplegikMigren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulangpulang yang berhubungan dengan paresis satu atau lebih saraf otak okular dan tidak didapatkan kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari sekurang-kurangnya 2 serangan disertai paresisi saraf otak III, IV, dan VI serta tidak didapatkan kelainan serebrospinal.8. Migren retinalTerjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau buta tidak lebih dari satu jam. Dapet berhubungan dengan nyeri kepala atau tidak. Gangguan ocular dan vascular tidak dijumpai.9. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranialMigren dan gangguan intracranial berhubungan dengan awitan secara temporal. Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan lesi intracranial. Keberhasilan pengobatan lesi intrakranial akan diikuti oleh hilangnya serangan migren.

KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN RETINAL

Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut di bawah ini:A. Skotoma monokular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60 menit, dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita menggambarkan gangguan lapangan penglihatan monokular selama serangan tersebut.B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri kepala bisa tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren lainatau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren.C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat dapat disingkirkan dengan peneriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan jantung dan darah.

KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN DENGAN GANGGUAN INTRAKRANIAL

A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migrenB. Gangguan intracranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro imagingC. Terdapat satu atau keduanya dari:1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial 2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intracranialD. Bila pengobatan gangguan intracranial berhasil maka migren akan hilang dengan sendirinya

H. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding.1. CT scan dan MRI kepala2. Pungsi lumbalI. DIAGNOSIS BANDING1. Nyeri kepala tegang (tension headache)2. Nyeri kepala Kluster (cluster headache)3. Gangguan peredaran darah sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA)J. TERAPI1. Terapi MedikamentosaPendekatan terapi migraine dapat dibagi kedalam terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis meliputi: a. edukasi kepada penderita mengenai penyakit yang dialaminyab. mekanisme penyakitc. pendekatan terapeutik, dan d. mengubah pola hidup dalam upaya menghindari pemicu serangan migraine.e. Tidur yang teraturf. Makan yang teraturg. Olahraga h. Mencegah puncak stres melalui relaksasi, serta mencegah makanan pemicu. Pesan yang penting adalah, penderita lebih baik berupaya menjaga keteraturan hidup (regularity of habits), daripada membatasi beragam makanan dan aktivitas. Yang tidak dapat diketahui adalah sensitivitas dari otak terhadap pemicu-pemicu pada waktu tertentu. Ketidakpastian ini mengakibatkan banyak penderita menjadi putus asa menghadapi fakta bahwa berbagai upaya yang dilakukannya untuk menghindari terpicunya serangan migren memberikan hasil yang berbeda pada hari yang berlainan. Penting dijelaskan pada penderita sifat alamiah dari variabilitas tersebut diatas. Saat ini telah dipublikasikan evidence-based review dari pendekatan nonfarmakologis dalam terapi migraine. Medikamentosa untuk terapi migraine dapat dibagi menjadi: obat yang diminumkan setiap hari tidak tergantung dari ada atau tidak nyeri kepala yang bertujuan mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan serangan (terapi preventif), dan obat yang diminumkan untuk menghentikan serangan saat kemunculannya (terapi abortif). Terapi untuk menghentikan serangan akut (terapi abortif) dapat dibagi menjadi: terapi nonspesifik dan terapi spesifik migraine (migraine-specific treatments). Yang tergolong kedalam terapi nonspesifik seperti: a. Aspirinb. Acetaminophenc. Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID)Pada banyak penderita, migraine menunjukkan respon yang baik menggunakan terapi sederhana yang diberikan pada waktu serangan. Terdapat sejumlah kunci bagi keberhasilan penggunaan analgetik dan NSAID, setelah terlebih dahulu mempertimbangkan keinginan penderita dan kontraindikasi: obat harus diminum sesegera mungkin begitu komponen nyeri kepala dari serangan mulai dirasakan; dosis obat harus adekuat, sebagai contoh, 900 mg aspirin, 1000 mg acetaminophen, 500 sampai 1000 mg naproxen, 400 sampai 800 mg ibuprofen, atau kombinasinya dengan dosis yang memadai. Penambahan menggunakan antiemetik atau obat yang meningkatkan motilitas gaster dapat meningkatkan absorpsi obat utama, sehingga juga akan membantu meredakan serangan. Penggunaan yang terlalu sering dari kelompok obat-obatan ini harus dihindari; sebagai contoh, penggunaan tidak boleh melebihi dua sampai tiga hari dalam seminggu, dan catatan harian (headache diary) penderita perlu diperiksa dan dipantau untuk mengetahui adanya peningkatan penggunaan obat-obatan. Yang penting diketahui adalah bahwa tingkat keparahan serangan migraine dan responnya terhadap pengobatan dapat berubah-ubah; sehingga suatu ketika penderita dapat hanya memerlukan satu macam obat, sementara dilain waktu dapat memerlukan sejumlah macam obat untuk mengatasi serangan yang lebih berat. d. Opiat .Sebenarnya penggunaan opiat saat ini dihindari karena hanya meredam nyeri tanpa menekan mekanisme patofisiologi yang melatarbelakangi serangan, dan seringkali menimbulkan gangguan kognitif; penggunaannya juga dapat menimbulkan adiksi, serta pada sebahagian besar penderita tidak memberikan khasiat yang melebihi obat spesifik untuk migraine (migraine-specific therapy).e. Analgetik kombinasi juga dipergunakan untuk mengatasi beragam gangguan nyeri. Sedangkan terapi spesifik yang meliputi: a. Derivat ErgonKelebihan umum dari derivat ergot (ergotamine dan dihydroergotamine) adalah biaya pengobatan yang rendah dan pengalaman dari sejarah panjang penggunaannya. Kekurangannya adalah aspek farmakologinya yang kompleks, farmakokinetiknya yang sulit diperhitungkan (erratic pharmacokinetics), kurangnya pembuktian mengenai dosis yang efektif, efek vasokonstriktor menyeluruhnya yang bersifat poten dan menetap, yang dapat menimbulkan gangguan vaskular yang merugikan, serta adanya resiko tinggi terjadinya overuse syndromes dan rebound headaches.b. TriptanDibandingkan dengan derivat ergot, golongan triptan memiliki banyak kelebihan terutama, farmakologi yang bersifat selektif, farmakokinetik yang jelas dan konsisten, aturan penggunaan yang telah menjalani pembuktian (evidence-based prescription instructions), efikasi yang telah dibuktikan melalui sejumlah uji klinis (well-designed controlled trials), efek samping berderajat sedang, dan tingkat keamanan pemakaian yang telah diketahui (well-established safety record). Kekurangan yang paling penting dari golongan triptan adalah biaya pengobatan yang tinggi dan keterbatasan penggunaannya pada keadaan adanya penyakit kardiovaskular termasuk perdarahan subarachnoid dan menginitis. Farmakologi dan Mekanisme kerjaTriptan merupakan serotonin 5-HT1B/1Dreceptor agonists. Golongan obat ini ditemukan dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan migraine yang mendapatkan adanya suatu atypical 5-HT receptor. Melalui aktivasi terhadap novel receptor ini terbukti dapat menutup anastomosis dari arteriovenosa kranialis (cranial arteriovenous anastomoses), dimana reseptor ini secara in vivo diketahui memiliki distribusi anatomis sangat terbatas. Dewasa ini telah dikenal terdapat tujuh subklas utama dari 5-HT receptors klas 1 sampai 7. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1B/1D, serta dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A atau 5-HT1F. Tampaknya, aktivitas 5-HT1B/1Dagonist merupakan mekanisme utama dari efek therapeutik golongan triptan, meskipun mekanisme kerja (therapeutic action) pada reseptor 5-HT1F belumlah disingkirkan.Triptan memiliki tiga mekanisme kerja yang potensial: vasokonstriksi kranial, inhibisi neuronal perifer, dan inhibisi terhadap transmisi yang melewati second-order neurons dari trigeminocervical complex. Mekanisme mana diantara ketiganya yang berperan paling penting belumlah jelas. Ketiga mekanisme kerja tersebut menghambat efek yang ditimbulkan oleh teraktivasinya serabut aferen nosiseptif trigeminal (activated nociceptive trigeminal afferents); melalui mekanisme inilah triptan menghentikan serangan akut migraine (Gambar 2).

Dalam praktik klinis rutin terdapat lima macam triptan: sumatriptan, naratriptan, rizatriptan, zolmitriptan, dan almotriptan. Eletriptan baru saja disetujui penggunaannya di Eropa; frovatriptan masih menunggu persetujuan penggunaannya; sedangkan donitriptan masih menjalani pengujian preklinik. Selama berlangsungnya serangan migraine, banyak obat mengalami penundaan absorpsi, sehingga sangat mungkin pemberian dengan metode nonoral lebih menguntungkan, seperti pemberian melalui nasal sprays, inhalers, suppositoria, atau injeksi. Namun demikian, kebanyakan penderita lebih menyukai preparat oral, yang merupakan 80% dari keseluruhan peresepan triptan. Sumatriptan juga tersedia dalam bentuk sediaan injeksi subkutan, rektal, dan intranasal.

Keamanan dan TolerabilitasSangatlah penting membedakan tingkat keamanan (safety) dan tolerabilitas (tolerability) obat dalam membicarakan terapi migraine akut. Tolerabilitas adalah efek samping obat yang secara medis tidak membahayakan (medically unimportant) namun secara klinis menimbulkan keluhan (clinically irritating), seperti kesemutan, kemerahan pada wajah (flushing), dan perasaan seperti ditekan (sensations of pressure); sedangkan keamanan obat adalah penilaian berdasarkan laporan mengenai efek samping yang secara medis membahayakan (medically important side effects). Oleh karena efek samping yang berhubungan dengan keamanan dapat jarang dijumpai, maka tingkat keamanan suatu obat memerlukan penilaian melalui uji klinis skala besar (large-scale clinical exposure). Triptan berbeda-beda satu dengan lainnya dalam hal tolerabilitas, namun tidak dalam hal tingkat keamanannya. Efek samping yang paling sering adalah kesemutan, paresthesia, dan rasa hangat pada kepala, leher, dada, dan ekstremitas; efek samping yang lebih jarang adalah rasa oleng (dizziness), kemerahan pada wajah (flushing), dan nyeri atau kaku leher. Triptan dapat menimbulkan konstriksi arteri koronaria dan dapat mengakibatkan keluhan pada dada (chest symptoms), terkadang sangat menyerupai angina pectoris. Keluhan seperti ini dapat merupakan tanda peringatan; dengan demikian penilaian kardiovaskular sangat penting menjadi pertimbangan sebelum penggunaan. Penderita yang kedapatan mengalami keluhan tersebut jarang berakhir dengan masalah serius. Namun demikian, meskipun jarang terjadi, terapi menggunakan triptan pernah dilaporkan menimbulkan infark miokardial. Data ini menjadikan peringatan umum mengenai tingkat keamanan dari golongan triptan. Data tersebut didukung oleh studi farmakologis in vitro yang membuktikan potensi triptan dalam menimbulkan konstriksi pembuluh darah koroner pada manusia, meskipun ergotamine dan dihydroergotamine memiliki efek serupa yang lebih poten dan bertahan lebih lama ketimbang triptan. Terbukti jelas pula melalui anatomical studies menggunakan antibodi yang selektif terhadap reseptor 5-HT1B atau 5-HT1D manusia bahwa reseptor 5-HT1B berada terutama pada sirkulasi kranial namun juga ditemukan berada pada sirkulasi koroner.2. Terapi PreventifKeputusan untuk memulai terapi preventif terhadap penderita migraine sebaiknya diambil melalui persetujuan penderita; dengan mendasarkan pertimbangan pada kombinasi dari frekuensi, durasi, tingkat keparahan, dan resistensi (tractability) dari serangan akut yang dialami, termasuk juga keinginan penderita. Penderita yang mengalami serangan yang tidak responsif menggunakan obat-obat untuk serangan akut serta serangan yang mengakibatkan disabilitas yang signifikan merupakan kandidat untuk mendapatkan terapi preventif. Pertimbangan yang memiliki probabilitas lebih baik untuk memutuskan memulai terapi preventif ketimbang menunggu keadaan menjadi lebih buruk meliputi: serangan migraine menunjukkan frekuensi sekurang-kurangnya dua kali per bulan, penderita berisiko mengalami rebound headache, atau isian migraine diary yang dibuat oleh penderita menunjukkan trend yang jelas adanya peningkatan frekuensi serangan.Tidaklah jelas bagaimana mekanisme dari terapi preventif bekerja, meskipun tampaknya melalui cara memodifikasi sensitivitas otak yang mendasari terjadinya migraine. Secara umum, apabila jumlah hari nyeri kepala terjadi sebanyak satu sampai dua hari per bulan, umumnya tidak memerlukan terapi preventif; namun apabila mencapai tiga sampai empat hari per bulan, maka terapi preventif perlu menjadi pertimbangan; dan apabila jumlah hari nyeri kepala mencapai lima hari atau lebih per bulan, maka terapi preventif harus menjadi pertimbangan yang serius. Pilihan medikamentosa disajikan pada Tabel 3, dan pembuktian penggunaannya telah mendapatkan penelusuran luas. Sering kali dosis yang dibutuhkan dalam upaya menurunkan frekuensi serangan nyeri kepala dapat sampai menimbulkan efek samping yang nyata dan tidak dapat ditoleransi penderita. Masing-masing obat pilihan harus dimulai pemberiannya dengan dosis rendah, dan dosis selanjutnya perlu dinaikkan secara bertahap sampai dosis maksimum; dalam hal ini penderita perlu diberitahukan bahwa pendekatan terapeutik seperti ini seringkali memperpanjang waktu tercapainya efikasi yang diharapkan.

Rata-rata, sebanyak duapertiga penderita yang mendapatkan salah satu dari obat-obatan dalam Tabel 3 tersebut diatas akan mengalami penurunan frekuensi serangan sakit kepala sebanyak 50%. Klinisi perlu menjelaskan efek samping dari obat-obatan tersebut diatas serta melibatkan penderita dalam proses pengambilan keputusan pengobatan. Hindari penggunaan methysergide, setidak-tidaknya pada permulaan penanganan, oleh karena potensi komplikasinya yang berupa fibrosis; dan menerangkan pula potensi teratogenik dari divalproex (valproate).K. KOMPLIKASI1. Status MigrenSerangan migren dengan nyeri kepala lebih dari 72 jam walaupun telah diobati sebagaimana mestinya. Telah diupayakan memberi obat yang berlebihan namaun demikian nyeri kepala tidak kunjung berhenti. Contoh pemberian obat yang berlebihan misalnya minum ergotamin setiap hari lebih dari 30 mg tiap bulan, aspirin lebih dari 45 gr, morfin lebih dari 2 kali per bulan, dan telah mengkonsumsi lebih dari 300 mg diazepam atau sejenisnya setiap bulannya.2. Infark MigrenPenderita termasuk dalam kriteria migren dengan aura. Serangan yang terjadi sama tetapi defisit neurologik tetap ada setelah 3 minggu dan pemeriksaan CT scan menunjukkan hipodensitas yang nyata. Sementara itu penyebab lain terjadinya infark dapat disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi, pemeriksaan jantung dan darah.L. PROGNOSISBagi banyak penderita migren,masa penyembuhan sangat penting, terutama menghindari faktor pencetus. Migren pada akhirnya dapat sembuh sempurna. Terutama pada wanita yang sedah memasuki masa menopause, akan lebih aman mengalami serangan, berhubungan dengan produksi serotonin.

STROKE HEMORAGIK

BAB IIIKESIMPULAN

Migren adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.Migren diklasifikasikan menjadi; migren dengan aura, migren tanpa aura, migren oftalmoplegik, migren retinal, migren yang berhubungan dengan gangguan intracranial, migren dengan komplikasi, dan gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan. Diagnosis migren dapat ditemukan dengan memperhatikan cirri-ciri khusus dari beberapa klasifikasi migren diatas. Selain itu dibutuhkan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk menyingkirkan diagnosis banding.Penatalaksaan migrain secara garis besar dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko, terapi farmakologi dan non farmakologi dan terapi preventif yang disarankan untuk penderita yang tidak mengalami perbaikan dengan obat-obatan serangan akut (terapi abortif).

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition, Mcgraw-Hill. 2. Dawn C. Buse, PhD, Marcia F. T. Rupnow, PhD, and Richard B. Lipton, MD. 2009. Assesing And Managing All Aspect of Migraine. URL : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC26761253. Dewanto George, dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC. Jakarta.4. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.5. Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gadjah Mada University. Yogyakarta.6. Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat:Jakarta.7. Maria Piane, et al. 2007. Genetics of Migraine and pharmacogenomics: some consideration. URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC27793998. Peter J. Goadsby, M.D., D.Sc.et al. 2002. Migraine - Current Understanding and Treatment. URL : http://content.nejm.org/cgi/content/short/346/4/2579. Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat:Jakarta.

12