8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyalahgunaan Minuman Beralkohol Pada Remaja
1. Pengertian
Penyalahgunaan adalah proses, cara, perbuatan menyeleweng untuk
melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya atau menggunakan sesuatu tidak
sebagaimana mestinya (Salim dan Salim, 1991). Penyalahgunaan NAZA
termasuk didalamnya alkohol adalah penggunaan obat atau zat tanpa
petunjuk dokter atau ahli kesehatan (Wulandari, 1999). Hal ini didukung
oleh Chaplin (1999) bahwa penyalahgunaan minuman alkohol adalah
keadaan atau kondisi seseorang yang minum-minuman yang mengandung
alkohol berkadar tinggi terlalu banyak dan dijadikan kebiasaan minum-
minuman adalah baik jika sesuai aturan, namun apabila terlalu banyak
atau berlebihan menjadi tidak baik lagi.
Menurut The American Psychiatric Diagnostic and Statistical
Manual (dikutip Rivers, 1994) bahwa alcohol abuse atau penyalahgunaan
alkohol adalah penyakit yang didapat paling tidak 1 bulan yang mengarah
pada kerusakan sosial atau pekerjaan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan minuman
beralkohol (Karamoy, 2004).
9
a. Faktor internal individu
1) Faktor kepribadian anak, antara lain adanya gangguan kepribadian,
kurang rasa percaya diri atau rendah diri adanya kepahitan,
gangguan emosi dan kehendak dan cara berfikir yang keliru.
2) Pengaruh usia, remaja anak masih kurang pengalaman, kurang
pengertian dan penalaran. Mudah terpengaruh oleh lingkungan dan
hal-hal yang baru dialami.
3) Pandangan atau keyakinan yang keliru, karena kurangnya
pengertian yang dimiliki dan anak mendapatkan informasi yang
keliru namun tidak disadari, maka anak akan terjerumus kedalam
kekeliruan sehingga membahayakan diri sendiri.
4) Religiusitas yang rendah, kurang pengertian Allah Tuhannya maka
anak kurang mengenal kontrol diri dan etika moral yang
terkandung didalam ajaran agama.
5) Ego yang tidak realistis, yang tidak mengenal diri sendiri dengan
baik, tidak ada keyakinan akan dirinya, tidak tahu dimana
tempatnya biasanya akan mudah terombang-ambing oleh keadaan
dan mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan.
b. Faktor eksternal individu atau faktor lingkungan
1) Faktor keluarga
Keluarga yang tidak harmonis dan suasana keluarga yang
tidak baik, tidak ada perhatian cinta dan kasih sayang, tidak ada
ketenangan membuat anak tidak nyaman di rumah dan akibatnya
10
anak mencari kesenangan di luar rumah atau di lingkungan
sekitarnya.
2) Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan hidup sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan jiwa anak. Di daerah hitam atau lampu merah, anak
akan menganggap kejahatan atau perbuatan asusila adalah hal
yang wajar. Terlebih lagi kalau sampai anak berkelompok dengan
orang-orang yang nakal, pasti anak akan menjadi nakal pula.
3) Keadaan di sekolah
Sekolah adalah tempat para sebaya remaja bertemu dan
bergaul dengan leluasa. Banyak anak menjadi nakal akibat di
sekolah tidak dapat membina hubungan dengan anak yang baik,
akan tetapi malahan akrab atau mendapatkan teman yang nakal
sehingga anak menjadi nakal bersamanya.
4) Pendidikan
Selain ilmu pengetahuan anak juga perlu mendapatkan
pendidikan moral dan kepribadian, yang dasarnya di peroleh dari
keluarga dan di sekolah. Tidak pandai membawa diri, dan awal
dari sikap tidak bersahabat atau anti sosial.
Dampak sosial dari penyalahgunaan alkohol terhadap
penyalahgunaan seperti menurunnya efektifitas dan kemampuan belajar
dan bekerja, menurunnya produktifitas kerja. Dampak pada keluarga dapat
merusak hubungan kekeluargaan, sedangkan bagi masyarakat, dampak
11
yang paling dirasakan adalah meningkatnya tindak kriminalitas, gangguan
ketertiban dan keamanan. Hal ini dikarenakan untuk memenuhi
kebutuhannya akan alkohol. Pemakai tidak segan-segan untuk berbohong
mencuri, melacurkan diri, melakukan tindak kekerasan. Selain itu
penyalahgunaan alkohol juga berkontribusi terhadap meningkatnya angka
kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pengemudi dibawah pengruh
alkohol.
3. Pengaruh Alkohol
Pengaruh alkohol menurut Martono (2006), antara lain:
a. Pengaruh segera alkohol setelah pemakaian
1). Kemampuan mengendarai motor terganggu, kehilangan koordinasi,
salah menilai, refleksi lambat.
2). Pusing, kulit menjadi merah, merasa gembira dan rileks
3). Perasaan dan ingatan menjadi tumpul
4). Dosis tinggi menyebebkan mabuk, bicara cedal, penglihatan
ganda, inveral tumpul, kendali diri berkurang, dan tidak sadarkan
diri.
b. Pengaruh jangka panjang
Terjadi “hangover” (pengaruh sisa) sehingga merasa mual, sakit
kepala, pencernaan terganggu, pikiran tidak jernih, seluruh tubuh
sakit, dehidrasi (kehilangan cairan).
12
c. Pengaruh pada system tubuh manusia
1). Susunan syaraf pusat : memperlambat fungsi otak yang
mengontrol pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat
menimbulkan kematian. Dapat menyebabkan hilangnya memori
(amnesia), sakit jiwa, kerusakan tetap pada otak dan system syaraf.
2). System pernafasan
Memperlambat pernafasan dan denyut jantung, sehingga
dapat menimbulkan kematian.
3). Sistem pencernaan
a). Dapat menyebabkan luka dan radang lambung serta hati.
b). Dapat menyebabkan kanker mulut, kerongkongan dan
lambung.
c). Selera makan hilang dan kekurangan vitamin
d). Menyebabkan peradangan dan pengerasan (serosis) hati.
4). System jantung dan pembuluh darah
a). Dapat menyebabkan pembengkakan pada jantung.
b). Dapat menyebabkan kegagalan fungsi jantung.
5). System reproduksi dan pengaruh pada bayi
a). Dapat menyebabkan cacat pada bayi yang dikandung ibu
peminum alkohol, meningkatnya aborsi dan kelahiran
premature.
b). Dapat menyebabkan impotensi pada pria.
13
Semua orang tahu tentang pengaruh buruknya minuman keras.
Minuman keras menghancurkan manusia karena dapat merusak pikiran,
mental, kesehatan dan kemampuan bekerja serta menyebabkan
keputusasaan, kemiskinan dan bunuh diri. Minuman keras dapat
menghancurkan kehidupan keluarga karena merangsang perilaku
berbahaya, seperti ketidakpedulian dan kekerasan.
Keppres No.3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian
minuman beralkohol pasal 3 ayat (1): minuman beralkohol dibagi menjadi
3 golongan: Golongan A yaitu kadar etanol 1-5% (contohnya bir bintang,
green sand), Golongan B yaitu kadar 5-20% (contohnya anggur, malaga),
Golongan C yaitu kadar etanol 20-55% (contohnya brandy, whisky). Pasal
3 ayat (2): untuk golongan B dan C produksi, pengedaran dan
penjualannya ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan. Pasal 5 ayat
(1): Golongan B dan C tidak boleh dijual ditempat umum kecuali di hotel,
bar, restoran dan tempat yang ditentukan oleh Bupati,/Walikota, kepala
daerah tingkat II dan Gubernur DKI (khusus DKI). Pasal 5 ayat (2): yang
dimaksud tempat tertentu itu tidak boleh dekat tempat ibadah, sekolahan,
rumah sakit, dan tempat tertentu lain yang ditentukan oleh pejabat tersebut
diatas (Istiqomah, 2005).
4. Tingkat pemakaian alkohol
Menurut Konsensus Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia
tahun 2000, tingkat pemakaian alkohol dikategorikan dalam 5 kelompok:
14
Wresniwiro (2000), mengklasifikasikan penyalahgunaan alkohol
diantaranya sebagai berikut:
a. Tingkat Eksperimental (Experimental User)
Adalah tingkat pemakaian dengan tujuan hanya mencoba
untuk memenuhi rasa ingin tahu atau karena sebab lain (misalnya
pengaruh teman). Mereka memakai sekali atau beberapa kali.
Sebagian besar kemudian berhenti dan tidak memakai lagi.
b. Tingkat Sosial atau Rekreasi (Social User)
Adalah penggunaan zat dengan tujuan untuk bersenang-
senang, misalnya pada saat rekreasi, pesta atau sedang santai. Dalam
tahap ini pemakai telah merasa memperoleh manfaat tertentu dari
pemakaian alcohol ini. Sebagian tidak melanjutkan pemakaiannya
menjadi kebiasaan menetap dan sebagian lagi meningkat pada tahap
selanjutnya.
c. Tingkat Situasional (Situational User)
Adalah pemakaian dengan tujuan menghilangkan perasaan
yang tidak menyenangkan (kekecewaan, kesedihan, ketegangan) atau
melarikan diri dari situasi tersebut.
d. Tingkat Penyalahgunaan (Abuse User)
Merupakan pemakaian yang dilakukan secara teratur diluar
batas yang wajar dengan pola patologis dan telah terjadi gangguan
fungsi social atau pekerjaan.
15
e. Tingkat Ketergantungan (Kompulsive Dependent User)
Adalah pemakaian zat yang menimbulkan toleransi dan gejala
putus zat apabila dihentikan atau dikurangi. Dalam tahap ini penderita
tidak dapat melepaskan diri dari zat dan terpaksa harus memakai
karena ia tidak dapat menanggulangi gejala putus zat. Akibat ia
memakai alkohol untuk jangka panjang, walaupun ia sudah merasakan
dampak negatif dari pemakaian zat tersebut.
5. Aspek-aspek perilaku penyalahgunaan alkohol
Perilaku penyalahgunaan alkohol seperti perilaku pada umumnya,
dibentuk dari aspek-aspek perilaku sebagai berikut: (Twiford, dikutip
Indarsih, 2003).
a. Frekuensi.
Frekuensi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai
kekerapan (Poerwadarminta, 1995), sedangkan Badudu
mengungkapkan frekuensi adalah kekerapan atau ketinggian jumlah
(Badudu, 1994). Pendapat lain yang dituangkan pada kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer adalah sejumlah pengulangan kejadian
tertentu yang teratur (Salim, 1991). Pengertian kekerapan akan lebih
diperjelas artinya sebagai seberapa sering sesuatu hal atau kejadian
mengalami perulangan (Poerwadarminta, 1995). Frekuensi sangatlah
bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perilaku penyalahgunaan
alkohol sering muncul atau tidak.
16
b. Lamanya berlangsung.
Waktu yang di perlukan seseorang dalam melakukan setiap tindakan
dari pertama menggunakan alkohol hingga sekarang.
c. Intensitas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1999)
intensitas adalah suatu keadaan, tingkatan, atau ukuran intensnya.
Irwanto (1994) menambahkan intensitas adalah kuat lemahnya
penginderaan terhadap rangsang tertentu. Aspek ini digunakan untuk
mengukur kuat lemahnya dan seberapa dalam remaja mengkonsumsi
alkohol.
B. Remaja
Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata adolescere (kata
bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa (Hurlock, 1996). Remaja adalah individu yang sedang
mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa,
yang pada masa tersebut terjadi perkembangan-perkembangan baik fisik,
psikologis, dan sosial. Hal serupa juga dikemukakan oleh Atkinson (1991)
bahwa masa remaja adalah masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa.
Piaget (dikutip Hurlock, 1992) mengatakan secara psikologis masa
remaja adalah usia saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia
dimana anak-anak tidak lagi meras dibawah tingkat orang-orang yang lebih
17
tua, melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam
masalah hak. Mereka tidak dapat dan tidak mau lagi diperlakukan sebagai
kanak-kanak karena mereka sekarang hidup dengan orang dewasa, didalam
masyarakat orang dewasa menuntut penyesuaian dengan orang dewasa.
Remaja memiliki proses perkembangan yang sangat kompleks, sehingga
sering menimbulkan permasalahan baik pada remaja itu sendiri maupun
lingkungannya. Hal ini didukung oleh Tambun (dikutip Hartanti, 2002) bahwa
remaja adalah masa perkembangan yang penuh dinamik, warna dan gejolak.
Hal senada juga diutarakan oleh Monks (1992) bahwa masa remaja
merupakan salah satu tahap dalam perkembangan manusia, seperti dalam
masa perkembangan yang lainnya, masa ini mempunyai ciri-ciri khusus
seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya, dan lain sebagainya.
WHO menetapkan batasan usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja
(Sarwono, 1995). Kaplan dan Sadock dalam bukunya Sinopsis Psikiatri,
menyebutkan fase remaja terdiri atas remaja awal (11-14 tahun), remaja
tengah (14-17 tahun), dan remaja akhir (17-20 tahun).
Hurlock (dikutip Hartanti, 2002) menyatakan bahwa masa remaja
dimulai sekitar usia 12 tahun sampai dengan usia 21 tahun. Pendapat yang
sama juga dikemukakan oleh Gunarsa, bahwa rentang usia remaja
berlangsung antara 12 tahun sampai dengan 21 tahun. Rentang ini disebabkan
karena masa remaja dibagi menjadi 3 periode yaitu :
a. Masa remaja awal, dimulai dari usia 12 tahun sampai usia 15 tahun.
b. Masa remaja tengah, dimulai dari usia 15 tahun sampai usia 17 tahun.
18
c. Masa remaja akhir, dimulai dari usia 17 tahun sampai usia 21 tahun.
C. Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepecayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998). Hal ini termasuk
persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain
dan lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek,
tujuan serta keinginannya.
Sedangkan menurut Beck, Willian dan Rawlin (1986) menyatakan
bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik
fisikal, emosional intelektual, sosial dan spiritual
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
Menurut Stuart dan Sundeen ada beberapa faktor – faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri . Faktor – faktor tersebut
terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting
atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).
a. Teori perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang
secara bertahap sejak lahir, seperti mulai mengenal dan membedakan
dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatan memiliki batasan
diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan
eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan
19
tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan
interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri
sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi
potensi yang nyata.
1). Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan dengan
orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu
dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri
pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang
yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan
dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus
hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
2). Self Perception ( persepsi diri sendiri )
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan
penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya
akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui
pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep
merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku individu.
Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih
efektif dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan
intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri
yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang
terganggu.
20
Menurut Stuart dan Sundeen (1991) penilaian tentang
konsep diri dapat dilihat berdasarkan rentang respon konsep diri
yaitu :
Respon Adaptif Respon Maladaptif
. Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kekacauan Depersonalisasi diri positif rendah identitas
Respon konsep diri sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari
status aktualisasi diri yang paling adaptif sampai status kerancuan
identitas yang lebih maladaptif serta depersonalisasi. Kerancuan
identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian
psikososial dewasa yang harmonis. Depersonalisasi ialah suatu
perasaan tak realistis dan keasingan dari diri sendiri.
2. Pembagian konsep diri
Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian konsep
diri tersebut di kemukakan oleh Stuart dan Sundeen (1991), yang terdiri
dari :
a. Gambaran diri (body
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya
secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan
perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh
saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi
dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart dan Sundeen, 1991).
21
Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, stimulus
dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai
sadar dirinya terpisah dari lingkungan (Keliat, 1992 ).
Gambaran diri (Body Image) berhubungan dengan
kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak
yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis
terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih
rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan
harga diri (Keliat, 1992).
Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran
diri akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi
yang akan memacu sukses dalam kehidupan.
Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat
menunjukan tanda dan gejala, seperti :
1). Syok Psikologis.
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap
dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.
Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas.
Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh
membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti
mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan
keseimbangan diri.
22
2). Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari
kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau
menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung,
tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam
perawatannya.
3). Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan
atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mukai melakukan
reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri diatas adalah
proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda – tanda berikut
secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga
terjadi gangguan gambaran diri yaitu : Menolak untuk melihat dan
menyentuh bagian yang berubah, tidak dapat menerima perubahan
struktur dan fungsi tubuh, mengurangi kontak sosial sehingga
terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan negatif terhadap
tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang
hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan
ditolak, depersonalisasi, menolak penjelasan tentang perubahan
tubuh.
23
b. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standart , aspirasi, tujuan atau penilaian
personal tertentu (Stuart and Sundeen, 1991).
Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan
diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita – cita, nilai – nilai yang ingin
dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita – cita, nilai – nilai yang ingin
dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita – cita dan harapan pribadi
berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin
dilakukan.
Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak – kanak yang
dipengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan
keuntungan dan harapan pada masa remajaideal diri akan dibentuk
melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman.
Menurut Keliat (1998) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi ideal diri yaitu kecenderungan individu menetapkan
ideal pada batas kemampuannya, faktor budaya akan mempengaruhi
individu menetapkan ideal diri, ambisi dan keinginan untuk melebihi
dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim
diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri, kebutuhan yang
realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan
rendah diri.
24
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan
kecocokan anyara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini hendaknya
ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari
kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai
(Keliat,1992).
c. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart
and Sundeen, 1991).
Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri
yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal,
maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima
penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992).
Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja
dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan
fisik mengakibatkan harga diri rendah.
Harga diri tinggi terkait dengan ansietas yang rendah, efektif
dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri
rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan
beresiko terjadi depresi dan skizofrenia.
25
d. Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang
diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat
(Keliat, 1992). Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang
tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang
terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu
sebagai aktualisasi diri.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang
memenuhikebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di
masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur
sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak
mungkin dilaksanakan (Keliat, 1992).
e. Identitas
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber
dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek
konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and
Sundeen, 1991).
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat
akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain.
kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri),
kemampuan dan penyesuaian diri.
Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.
Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan
26
dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas
adalah adalah jenis kelamin (Keliat, 1992). Identitas jenis kelamin
berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-
laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan
masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut.
Perasaan dan perilaku yang kuat akan identitas diri individu
dapat ditandai dengan memandang dirinya secara unik, merasakan
dirinya berbeda dengan orang lain, merasakan otonomi : menghargai
diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri dan dapat mengontrol
diri, mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep
diri.
3. Bentuk perubahan terkait dengan gangguan konsep diri
a. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri
Perilaku yang berhubungan dengan harga diri menurut Stuart
dan Sundeen (1998) terdiri dari mengkritik diri sendiri atau orang lain,
penurunan produktivitas, destruksi yang diarahkan pada orang lain,
gangguan dalam berhubungan, rasa diri penting yang berlebihan,
perasaaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung atau marah
yang berlebihan, perasaan negatif mengenai gambaran diri,
ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang
bertentangan, keluhan fisik, penolakan terhadap kemampuan
personal, destruksi terhadap dirinya sendiri, pengurangan diri, menarik
27
diri secara social, penyalahgunaan zat, menarik dari realitas dan
khawatir.
b. Perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas(Stuart dan
Sundeen, 1998): tak ada kode moral, sikap kepribadian yang
bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan hampa,
perasaan mengambang, kerancuan gender, tingkat ansietas yang
tinggi, ketidakmampuan untuk empati dengan orang lain, masalah
intimasi.
c. Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi
1) Afektif, meliputi: mengalami kehilangan identitas, perasaan
terpisah dari diri sendiri, perasaan tidak aman, rendah, takut dan
malu, perasaan tidak realistis, rasa tergolong yang kuat, kurang
rasa kesinambungan dalam diri, ketidakmampuan untuk mencari
kesenangan atau perasaan untuk mencapai sesuatu.
2) Perseptual, meliputi: halusinasi pendengaran dan penglihatan,
kesulitan membedakan diri sendiri dengan orang lain, gangguan
citra tubuh, menganggap dunia seperti dalam mimpi.
3) Kognitif, meliputi: bingung, disorientasi waktu, gangguan berfikir,
gangguan daya ingat, gangguan penilaian, adanya kepribadian
yang tidak terpisah dalam diri orang yang sama.
4) Perilaku, meliputi: afek yang tumpul, keadaan emosi yang pasif
dan tidak berespon, komunikasi yang tidak serasi atau
idiosinkratik, kurang spontanitas dan animasi, kehilangan kendali
28
terhadap impuls, kehilangan kemampuan untuk memulai dan
membuat kepuasan, menarik diri secara sosial.
D. Hubungan konsep diri remaja dengan penyalahgunaan alkohol.
Era yang modern ini sangatlah penting bagi seorang remaja untuk
memahami maupun untuk mengenal konsep diri. Melalui pemahaman dapat
mengenal siapa dirinya yang sebenarnya, seperti apakah dia, dan bagaimana
cara dia menjaga diri serta mempebaiki diri menjadi lebih baik lagi. Menurut
C.J Rogers konsep diri merupakan gambaran tentang diri sendiri terhadap
evaluasi terhadap gambaran tersebut. Menurut Hurlock, E.B, konsep diri
merupakan jumlah total dari ide-ide atau gagasan tentang apa dan siapa dia.
Kondisi keluarga yang kurang harmonis juga merupakan faktor yang
sangat berperan terhadap penyalahgunaan alkohol pada remaja. Kondisi
keluarga yang tidak baik atau disfungsi keluarga memberikan kontribusi yang
sangat besar dalam penyalahgunaan alkohol (Rutter dalam Irwan, 1995).
Tidak bisa disangkal bahwa penyalahgunaan alkohol memberikan
dampak negatif bagi banyak orang. Beberapa dampak sosial yang bisa
ditimbulkan pada penyalahgunaan alkohol adalah memacu tindakan tidak
bermoral, merusak hubungan kasih sayang antar anggota keluarga,
menimbulkan beban ekonomi dan sosial yang sangat besar di masyarakat
(anonim, 2007, http://www.kadin-indonesia.gi.id, 06-04-2009). Semua itu
tidak lepas dari peran orang tua, lingkungan keluarga. Orang tua diharapkan
29
dapat mengkomunikasikan tentang betapa pentingnya kesehatan terutama di
masa remaja yang merupakan masa pencarian jati diri.
Hasil penelitian Alaina (2002) menemukan bahwa konsep diri yang
negatif atau rendah berbanding terbalik dengan gaya hidup hedonisme,
dimana tingginya gaya hidup hedonisme salah satunya yang diberikan oleh
konsep diri negatif. Gaya hidup hedonisme yang banyak dianut oleh kawula
muda dan bahkan orang dewasa saat ini, sangat mengagung-agungkan segala
bentuk kesenangan, foya-foya dan hura-hura, meski tak jarang pesta atau
hura-hura yang di gelar oleh mereka yang berseberangan dengan pranata
sosial dan norma-norma agama, misalnya adalah perilaku dengan minuman
beralkohol.
Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial akan
menyebabkan mereka sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung
berperilaku normatif, misalnya asosial ataupun antisosial. Bahkan yang lebih
ekstrem bisa menyebabkan gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan
kriminal, tindakan kekerasan dsb (Apriyanti, 2006).
Proses terbentuknya konsep diri seseorang, evaluasi dan penilaian orang
lain sangat mempengaruhi terbentuknya pandangan atau penilaian individu
terhadap dirinya sendiri. Di samping itu, dalam diri individu terdapat konsep
diri yang ideal atau gambaran diri yang sesungguhnya didambakan oleh
individu. Artinya , konsep diri yang ideal ini sangat berpengaruh dalam diri
individu, karena bila reaksi lingkungan memiliki intensitas yang tinggi, maka
30
akan semakin kuat pula konsep diri tersebut. Sebaliknya bila reaksi
lingkungan menjadi lemah, maka akan semakin berkurang atau lemah konsep
diri tersebut (Hurlock dalam Ismail, 2001).
E. Kerangka Teori
p
Menurut Karamoy (2004)
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Penyebab penyalahgunaan alkohol: a. Faktor internal
• Kepribadian anak
• Pengaruh usia
• Pandangan atau keyakinan yang keliru
• Religiusitas yang rendah
• Ego yang tidak realistis
b. Faktor eksternal
• Keluarga
• Lingkungan tempat tinggal
• Sekolah
• Pendidikan
Tingkat pemakaian alkohol pada remaja
31
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
G. Variabel penelitian
Variabel bebas : konsep diri
Variabel terikat : Tingkat pemakaian alkohol
H. Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara konsep diri remaja dengan tingkat pemakaian
alkohol di SMK Sepuluh Nopember Semarang.
Ho : Tidak ada hubungan antara konsep diri remaja dengan tingkat
pemakaian alkohol di SMK Sepuluh Nopember Semarang.
Konsep Diri Tingkat pemakaian alkohol pada remaja
Top Related