Post on 12-Jul-2016
description
BAB II
PENETAPAN PRIORITAS MASALAH DAN PENYEBAB MASALAH
2.1. Penentuan Prioritas Masalah
Program Keluarga Berencana merupakan program kesehatan dasar yang berhubungan
dengan permasalahan lintas sektoral. Diputuskan untuk menggunakan metode MCUA dalam
penetapan prioritas masalah untuk program ini karena metode ini memiliki parameter
expanding scope, dimana parameter ini menunjukkan seberapa luas pengaruh suatu
permasalahan terhadap sektor lain di luar sektor kesehatan.
Dari masalah yang didapat diberikan penilaian pada masing-masing masalah dengan
membandingkan masalah satu dengan lainnya, kemudian tiap masalah tersebut diberikan
nilai. Pada metode MCUA, yang menjadi kriteria penilaian untuk menentukan prioritas
masalah pada Puskesmas Kecamatan Koja, yaitu :
1. Emergency
Emergency menunjukkan seberapa fatal suatu permasalahan sehingga
menimbulkan kematian atau kesakitan. Parameter yang digunakan dalam kriteria
ini adalah CFR (Case Fatality Rate) jika masalah yang dinilai berupa penyakit.
Adapun jika yang dinilai adalah masalah kesehatan lain, maka digunakan
parameter kuantitatif berupa angka kematian maupun angka kesakitan yang dapat
ditimbulkan oleh permasalahan tersebut.
2. Greatest member
Kriteria ini digunakan untuk menilai seberapa banyak penduduk yang
terkena masalah kesehatan tersebut. Untuk masalah kesehatan yang berupa
penyakit, maka parameter yang digunakan adalah prevalence rate. Sedangkan
untuk masalah lain, maka greatest member ditentukan dengan cara melihat selisih
antara pencapaian suatu kegiatan pada sebuah program kesehatan dengan target
yang telah ditetapkan.
26
3. Expanding Scope
Menunjukkan seberapa luas pengaruh suatu permasalahan terhadap sektor
lain diluar sektor kesehatan. Parameter penilaian yang digunakan adalah seberapa
luas wilayah yang menjadi masalah, berapa banyak jumlah penduduk di wilayah
tersebut, serta berapa banyak sektor di luar sektor kesehatan yang berkepentingan
dengan masalah tersebut.
4. Feasibility
Kriteria lain yang harus dinilai dari suatu masalah adalah seberapa
mungkin masalah tersebut diselesaikan. Parameter yang digunakan adalah
ketersediaan sumber daya manusia berbanding dengan jumlah kegiatan, fasilitas
terkait dengan kegiatan bersangkutan yang menjadi masalah, serta ada tidaknya
anggaran untuk kegiatan tersebut.
5. Policy
Berhubungan dengan orientasi masalah yang ingin diselesaikan adalah
masalah kesehatan masyarakat, maka sangat penting untuk menilai apakah
masyarakat memiliki kepedulian terhadap masalah tersebut serta apakah
kebijakan pemerintah mendukung terselesaikannya masalah tersebut. Hal tersebut
dapat dinilai dengan apakah ada seruan atau kebijakan pemerintah yang concern
terhadap permasalahan tersebut, apakah ada lembaga atau organisasi masyarakat
yang concern terhadap permasalahan tersebut, serta apakah masalah tersebut
terpublikasi di berbagai media.
Metode ini memakai lima kriteria yang tersebut diatas untuk penilaian masalah dan
masing-masing kriteria harus diberikan bobot penilaian untuk dikalikan dengan penilaian
masalah yang ada sehingga hasil yang didapat lebih obyektif. Pada metode ini harus ada
kesepakatan mengenai kriteria dan bobot yang akan digunakan.
Dalam menetapkan bobot, dapat dibandingkan antara kriteria yang satu dengan yang
lainnya untuk mengetahui kriteria mana yang mempunyai bobot yang lebih tinggi. Setelah
27
dikaji dan dibahas, didapatkan kriteria mana yang mempunyai nilai bobot yang lebih tinggi.
Nilai bobot berkisar satu sampai lima, dimana nilai yang tertinggi adalah kriteria yang
mempunyai bobot lima.
Bobot 5: paling penting.
Bobot 4: sangat penting sekali.
Bobot 3: sangat penting.
Bobot 2: penting.
Bobot 1: cukup penting.
2.1.1. Emergency
Emergency menunjukkan besar kerugian yang ditimbulkan oleh masalah. Ini
ditujukan dengan case fatality rate (CFR) masing-masing penyakit. Sedangkan
untuk masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan penyakit digunakan proxy.
Nilai proxy didapatkan dari berbagai sumber, sedangkan sistem scoring proxy CFR
ditentukan berdasarkan hasil diskusi, argumentasi, serta justifikasi.
Pada permasalahan ini, pengaruh jangka panjang KB adalah untuk
menurunkan angka kematian ibu (AKI), sehingga kelompok kami memakai angka
kematian ibu sebagai proxy. Angka kematian ibu adalah 359 orang per 100.000
jumlah kelahiran hidup, menjadi 0,359% (sumber: Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia, 2015).
Tabel 2.1 Penentuan Nilai Emergency berdasarkan Proxy AKI
Range (%) Nilai
0 – 2,6 1
2,7– 5,2 2
5,3 – 7,8 3
7,9– 10,4 4
28
10,5–13 5
Tabel 2.2 Skoring Emergency terhadap Program KB di Wilayah Kecamatan Koja Periode
Januari – Februari 2016
No Daftar Masalah Cakupan Target Selisih + Proxy Score
1. Cakupan peserta KB aktif dengan IUD di
Kecamatan Koja pada periode Januari –
Februari 2016 adalah sebesar 6.65%.6,65 11,67 4,661 2
2. Cakupan peserta KB aktif dengan MOW
di Kecamatan Koja pada periode Januari
– Februari 2016 adalah sebesar 0.11%.0,11 11,67 11,919 5
3. Cakupan peserta KB aktif dengan
Implant di Kecamatan Koja pada periode
Januari – Februari 2016 adalah sebesar
6.27%.
6,27 11,67 5,759 3
4. Cakupan peserta KB aktif dengan
Kondom di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016 adalah
sebesar 7.21%.
7.21 11,67 4,819 2
5. Cakupan peserta KB aktif dengan Pil di
Kecamatan Koja pada periode Januari –
Februari 2016 adalah sebesar 12.6%.
12.6 11,67 1,289 1
29
2.1.2. Greatest Member
Greatest Member menunjukkan berapa banyak penduduk yang terkena masalah
atau penyakit yang ditunjukkan dengan angka prevalence. Semakin besar selisih antara
target dan cakupan maka akan semakin besar score yang didapatkan.
Tabel 2.3 Penentuan Nilai Greatest Member
Range (%) Nilai
0 – 2,69 1
2,7 – 5,29 2
5,3 – 7,89 3
7,9 – 10,49 4
10,5 – 13 5
30
Tabel 2.4 Skoring Greatest Member terhadap Program KB di Wilayah Kecamatan Koja Periode
Januari – Mei 2015
No Daftar Masalah Cakupan Target Selisih Score
1. Cakupan peserta KB aktif dengan IUD di
Kecamatan Koja pada periode Januari –
Februari 2016 adalah sebesar 6.65%.6.65 11,67 5,02 2
2. Cakupan peserta KB aktif dengan MOW
di Kecamatan Koja pada periode Januari
– Februari 2016 adalah sebesar 0.11%.0.11 11,67 11,56 5
3. Cakupan peserta KB aktif dengan
Implant di Kecamatan Koja pada periode
Januari – Februari 2016 adalah sebesar
6.27%.
6.27 11,67 5,4 3
4. Cakupan peserta KB aktif dengan
Kondom di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016 adalah
sebesar 7.21%.
7.21 11,67 4,46 2
5. Cakupan peserta KB aktif dengan Pil di
Kecamatan Koja pada periode Januari –
12.6 11,67 0,93 1
31
Februari 2016 adalah sebesar 12.6%.
2.1.3. Expanding Scope
Expanding Scope menunjukkan seberapa luas pengaruh suatu permasalahan
terhadap sektor lain di luar sektor kesehatan. Dinilai melalui azas keterpaduan
puskesmas, yaitu melalui lintas sektor. Adanya keterpaduan lintas sektor diberikan nilai
2, karena masalah pada suatu program memungkinkan untuk menimbulkan masalah pada
banyak sektor lainnya yang berhubungan langsung, sedangkan yang tidak ada kaitan
dengan sektor lain diberikan nilai 1.
Tabel 2.5 Penentuan Nilai Expanding Scope
Nilai Lintas Sektor
1 Tidak ada keterpaduan lintas sektor
2 Ada keterpaduan lintas sektor
Tabel 2.6 Skoring Expanding Scope terhadap Program KB di Wilayah Kecamatan Koja
Periode Januari – Februari 2016
No Daftar Masalah Score
1 Cakupan peserta KB aktif dengan IUD di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.65%.2
2 Cakupan peserta KB aktif dengan MOW di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 0.11%.2
3 Cakupan peserta KB aktif dengan Implant di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.27%.2
32
4 Cakupan peserta KB aktif dengan Kondom di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 7.21%.2
5 Cakupan peserta KB aktif dengan Pil di Kecamatan Koja pada periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 12.6%.
2
2.1.4. Feasibility
Feasibility menunjukkan sejauh mana kemungkinan program kerja yang terdapat
di puskesmas dapat atau tidak dilaksanakan. Untuk menilai hal tersebut digunakan sistem
scoring dilihat dari ketersediaan sumber daya manusia, program kerja, material, serta
transportasi yang efektif serta efisien untuk mengatasi masalah tersebut.
Adapun parameter yang digunakan untuk menilai apakah suatu masalah dapat
diselesaikan meliputi:
1. Rasio tenaga kerja puskesmas terhadap jumlah penduduk (Sumber Daya Manusia/
SDM). Semakin banyak jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk, maka
kemungkinan suatu permasalahan terselesaikan akan semakin besar. Oleh karena
itu, dilakukan perhitungan ratio tenaga kesehatan di puskesmas kecamatan terhadap
jumlah penduduk yang menjadi sasaran program kesehatan dimasing-masing
wilayah puskesmas.
Tabel 2.7 Penentuan Nilai Feasibility berdasarkan Rasio Tenaga Kerja Puskesmas
terhadap Jumlah Penduduk
Range Nilai
1 : 1 – 1 : 1000 1
1 : 1001 – 1 : 2000 2
1 : 2001 – 1 : 3000 3
33
2. Ketersediaaan fasilitas, nilai ketersediaan fasilitas terhadap setiap kegiatan
Puskesmas penilaiannya dibagi 2, yaitu :”tersedia” dan “tidak tersedia”. Penilaian
berdasarkan wawancara dengan pemegang program terkait.
Tabel 2.8 Penentuan Nilai Feasibility berdasarkan Ketersediaan Fasilitas
No Kategori Ketersediaan Nilai
1 Tempat Tersedia 2
Tidak tersedia 1
2 Alat/obat Tersedia 2
Tidak tersedia 1
Tabel 2.9 Skoring Feasibility terhadap Program KB di Wilayah Kecamatan Koja
Periode Januari – Februari 2016
No Daftar MasalahTenaga Kerja
Puskesmas
Fasilitas
(Tempat + Alat/Obat)Score
1 Cakupan peserta KB aktif dengan IUD
di Kecamatan Koja pada periode
Januari – Februari 2016 adalah sebesar
6.65%.
3 2 5
2 Cakupan peserta KB aktif dengan
MOW di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016 adalah
3 1 4
34
sebesar 0.11%.
3 Cakupan peserta KB aktif dengan
Implant di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016
adalah sebesar 6.27%.
3 2 5
4 Cakupan peserta KB aktif dengan
Kondom di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016 adalah
sebesar 7.21%.
3 2 5
5 Cakupan peserta KB aktif dengan Pil di Kecamatan Koja pada periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 12.6%.
3 2 5
1.1.5 Policy
Untuk dapat menyelesaikan masalah ini, maka aspek lain yang harus
dipertimbangkan dari suatu masalah tersebut menjadi perhatian masyarakat dan
pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
terhadap masalah tersebut. Parameter yang digunakan sebagai hasil justifikasi ditentukan
bahwa untuk mengetahui hal tersebut dilihat dari seberapa seringnya masalah tersebut
dipublikasikan di berbagai media.
Parameter tersebut diberikan nilai berdasarkan parameter yang paling mungkin
sampai ke masyarakat. Publikasi suatu informasi kesehatan di media elektronik memiliki
jangkauan yang lebih luas. Kebijakan pemerintah berupa undang-undang yang mengatur
jumlah anak juga berperan dalam publikasi program KB. Publikasi informasi dalam bentuk
media cetak dan penyuluhan pun termasuk dalam penilaian policy. Penjumlahan dari nilai-
nilai tersebut dijadikan score penilaian.
Tabel. 2.10 Penentuan Nilai Policy
Parameter Score
35
Penyuluhan:
Ada
Tidak ada
1
2
Media Cetak (Poster, Majalah, Koran, Banner,
Leaflet, Pamflet, Bookleat)
Ada
Tidak ada
1
2
Kebijakan pemerintah (undang-undang)
Ada
Tidak ada
1
2
Media Elektronik (TV, radio, internet)
Ada
Tidak ada
1
2
Tabel. 2.11 Skoring Policy terhadap Program KB di Wilayah Kecamatan Koja
Periode Januari – Februari 2016
No Daftar Masalah PenyuluhanMedia
Cetak
Kebijakan
Pemerintah
Media
ElektronikScore
1 Cakupan peserta KB aktif dengan
IUD di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016
adalah sebesar 6.65%.
1 1 1 2 5
2 Cakupan peserta KB aktif dengan
MOW di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016
adalah sebesar 0.11%.
1 2 1 2 6
3 Cakupan peserta KB aktif dengan
Implant di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016
1 2 1 2 6
36
adalah sebesar 6.27%.
4 Cakupan peserta KB aktif dengan
Kondom di Kecamatan Koja pada
periode Januari – Februari 2016
adalah sebesar 7.21%.
1 1 1 1 4
5 Cakupan peserta KB aktif dengan
Pil di Kecamatan Koja pada periode
Januari – Februari 2016 adalah
sebesar 12.6%.
1 1 1 1 4
2.1.6. Penetapan Prioritas Masalah
Dari kelima aspek tersebut di atas, hasil nilai kemudian dikalikan dengan bobot
sehingga didapatkan bobot nilai. Hasil perhitungan skor bobot nilai adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.12. Penentuan Prioritas Masalah Menurut Metode MCUA
di Wilayah Kecamatan Koja Periode Januari – Februari Tahun 2016
No Parameter BobotMS-1 MS-2 MS-3 MS-4 MS-5
N BN N BN N BN N BN N BN
1.Greatest Member
5 2 10 5 25 3 15 2 10 1 5
2. Emergency 4 2 8 5 20 3 12 2 8 1 4
3. Feasibility 3 2 6 2 6 2 6 2 6 2 6
4. Policy 2 5 10 4 8 5 10 5 10 5 10
5.Expanding
Scope1 5 5 6
66
64 4 4 4
37
Jumlah16
39 22 6519
49 15 38 13 29
Keterangan :
MS-1 Cakupan peserta KB aktif dengan IUD di Kecamatan Koja pada periode Januari
– Februari 2016 adalah sebesar 6.65% berada di bawah target yaitu 11,67%.
MS-2 Cakupan peserta KB aktif dengan MOW di Kecamatan Koja pada periode
Januari – Februari 2016 adalah sebesar 0.11% berada di bawah target yaitu 11,67%.
MS-3 Cakupan peserta KB aktif dengan Implant di Kecamatan Koja pada periode
Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.27% berada di bawah target yaitu 11,67%.
MS-4 Cakupan peserta KB aktif dengan Kondom di Kecamatan Koja pada periode
Januari – Februari 2016 adalah sebesar 7.21% berada di bawah target yaitu 11,67%.
MS-5 Cakupan peserta KB aktif dengan Pil di Kecamatan Koja pada periode Januari –
Februari 2016 adalah sebesar 12.6% berada di bawah target yaitu 11,67%.
2.2 Menentukan Penyebab Masalah
Setelah dilakukan penetapan prioritas terhadap masalah yang ada, selanjutnya
ditentukan kemungkinan penyebab masalah untuk mendapatkan penyelesaian yang ada
terlebih dahulu. Pada tahap telah dicoba mencari apa yang menjadi akar permasalahan dari
setiap masalah yang merupakan prioritas. Pada tahap ini digunakan diagram sebab akibat
yang disebut juga diagram tulang ikan (fishbone diagram/ishikawa). Dengan
memanfaatkan pengetahuan dan dibantu dengan data yang tersedia dapat disusun berbagai
penyebab masalah secara teoritis.
Penyebab masalah dapat timbul dari bagian input maupun proses. Input, yaitu
sumber daya atau masukan oleh suatu sistem. Sumber daya sistem adalah:
1. Man : jumlah staf/petugas, keterampilan, pengetahuan, dan motivasi kerja.
2. Money : jumlah dana tersedia.
3. Material : jumlah peralatan medis dan jenis obat.
4. Method : cara penggunaan obat.
38
Proses adalah kegiatan sistem. Melalui proses, input akan diubah menjadi output.
Tahapan proses terdiri dari:
1. Planning (perencanaan): sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan
organisasi, sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan unuk mencapainya.
2. Organizing (pengorganisasian): rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun
semua sumber daya (potensi) yang dimiliki organisasi dan memanfaatkannya secara
efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Actuating (pelaksana): proses bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja
secara optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang
telah dimiliki dan dukungan sumber daya yang tersedia.
4. Controlling (monitoring): proses untuk mengamati secara terus—menerus pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika
terjadi penyimpangan.
Pada tahapan proses, input selanjutnya akan diubah menjadi output. Adapun tahapan
proses tersebut terjadi dalam suatu lingkungan (environment), sehingga keadaan
lingkungan pun dapat mempengaruhi suatu sistem.
Masalah prioritas untuk program KB di wilayah Kecamatan Koja yang akan
ditetapkan penyebab masalah dengan menggunakan diagram fishbone adalah sebagai
berikut:
1.MS-2 Cakupan peserta KB aktif dengan MOW di Kecamatan Koja pada periode
Januari – Februari 2016 adalah sebesar 0.11% berada di bawah target yaitu 11,67%.
2.MS-3 Cakupan peserta KB aktif dengan Implant di Kecamatan Koja pada periode
Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.27% berada di bawah target yaitu 11,67%.
39
40
2.3 Mencari Penyebab Masalah Yang Dominan
Pada tahap ini adalah menentukan penyebab masalah yang dominan. Dari sembilan
prioritas masalah yang mungkin dengan menggunakan metode Ishikawa atau lebih dikenal
dengan fishbone (diagram tulang ikan), yang telah dikonfirmasi dengan data menjadi akar
penyebab masalah (yang terdapat pada lingkaran). Dari akar penyebab masalah tersebut,
dapat dicari akar penyebab masalah yang paling dominan. Penyebab masalah yang paling
dominan adalah penyebab masalah yang apabila diselesaikan, maka secara otomatis
sebagian besar masalah-masalah yang lainnya dapat dipecahkan. Penentuan akar penyebab
masalah yang paling dominan dengan cara diskusi, argumentasi, justifikasi dan
pemahaman program yang cukup. Di bawah ini adalah penyebab masalah yang dominan
dalam program KB pada puskesmas di wilayah Kecamatan Koja.
2.3.1 Cakupan peserta KB aktif dengan MOW di Kecamatan Koja pada periode Januari
– Februari 2016 adalah sebesar 0.11% berada di bawah target yaitu 11,67%.
Berdasarkan data yang ditemukan dari Cakupan peserta KB aktif dengan MOW di
Kecamatan Koja pada periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 0.11% berada di
bawah target yaitu 11,67%. Hal demikian dapat terjadi karena beberapa hal, seperti:
Akar penyebab masalah yang ditemukan pada input adalah:
1. Kurangnya ketersediaan tenaga kesehatan pada program KB (Man).
2. Penggunaan dana dalam program KB tidak sesuai dengan perkiraan pembiayaan
kegiatan program KB (Money).
3. Minat masyarakat terhadap pemilihan alat kontrasepsi tertentu (Material).
4. Kurangnya sosialisasi tentang cara penggunaan kontrasepsi jangka panjang
(Method).
Akar penyebab masalah yang ditemukan pada proses adalah:
1. Petugas perencanaan menganggap program sebelumnya cukup baik (Planning).
2. Tidak jelasnya pembagian tugas pengorganisasian program KB (Organizing).
42
3. Kurangnya komunikasi antar petugas pelaksana program KB (Actuating).
4. Koordinasi dalam proses pengawasan masih belum baik (Controlling).
Akar penyebab masalah yang ditemukan pada lingkungan (Environtment) adalah:
1. Kurangnya penyediaan fasilitas dalam penyampaian informasi (Environment).
Dari sembilan akar penyebab masalah di atas, maka ditetapkan empat akar
penyebab masalah yang paling dominan, berdasarkan data, informasi, observasi langsung
juga pemahaman yang cukup. Keempat akar penyebab masalah yang paling dominan
tersebut adalah:
1. Kurangnya ketersediaan tenaga kesehatan pada program KB (Man).
2. Penggunaan dana dalam program KB tidak sesuai dengan perkiraan pembiayaan
kegiatan program KB (Money).
3. Minat masyarakat terhadap pemilihan alat kontrasepsi tertentu (Material).
4. Kurangnya sosialisasi tentang cara penggunaan kontrasepsi jangka panjang
(Method).
2.3.2 Cakupan peserta KB aktif dengan Implant di Kecamatan Koja pada periode
Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.27% berada di bawah target yaitu
11,67%.
Berdasarkan data yang ditemukan dari Cakupan peserta KB aktif dengan Implant
di Kecamatan Koja pada periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.27% berada di
bawah target yaitu 11,67%.Hal demikian dapat terjadi karena beberapa hal, seperti:
Akar penyebab masalah yang ditemukan pada input adalah:
1. Tidak adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih untuk program KB (Man).
2. Tidak terpakainya pengalokasian dana untuk program KB tersebut (Money).
3. Belum tersedianya sarana dan prasarana untuk melakukan program KB
tersebut di puskesmas (Material).
43
4. Kurangnya sosialisasi mengenai keuntungan jangka panjang dan dampak
positif dari program KB tersebut (Method).
Akar penyebab masalah yang ditemukan pada proses adalah:
1. Petugas perencanaan menganggap program sebelumnya cukup baik (Planning).
2. Tidak jelasnya pembagian tugas pengorganisasian program KB (Organizing).
3. Kurangnya komunikasi antar petugas pelaksana program KB (Actuating).
4. Koordinasi dalam proses pengawasan masih belum baik (Controlling).
Akar penyebab masalah yang ditemukan pada lingkungan (Environtment) adalah:
1. Letak Puskesmas cukup jauh dari RS setempat (Environment).
Dari sembilan akar penyebab masalah di atas, maka ditetapkan empat akar
penyebab masalah yang paling dominan, berdasarkan data, informasi, observasi langsung
juga pemahaman yang cukup. Keempat akar penyebab masalah yang paling dominan
tersebut adalah:
1. Tidak adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih untuk program KB (Man).
2. Tidak terpakainya pengalokasian dana untuk program KB tersebut (Money).
3. Belum tersedianya sarana dan prasarana untuk melakukan program KB
tersebut di puskesmas (Material).
4. Kurangnya sosialisasi mengenai keuntungan jangka panjang dan dampak
positif dari program KB tersebut (Method).
44