Bab 2 Tanpa Suntik

26
BAB II PENETAPAN PRIORITAS MASALAH DAN PENYEBAB MASALAH 2.1. Penentuan Prioritas Masalah Program Keluarga Berencana merupakan program kesehatan dasar yang berhubungan dengan permasalahan lintas sektoral. Diputuskan untuk menggunakan metode MCUA dalam penetapan prioritas masalah untuk program ini karena metode ini memiliki parameter expanding scope, dimana parameter ini menunjukkan seberapa luas pengaruh suatu permasalahan terhadap sektor lain di luar sektor kesehatan. Dari masalah yang didapat diberikan penilaian pada masing-masing masalah dengan membandingkan masalah satu dengan lainnya, kemudian tiap masalah tersebut diberikan nilai. Pada metode MCUA, yang menjadi kriteria penilaian untuk menentukan prioritas masalah pada Puskesmas Kecamatan Koja, yaitu : 1. Emergency Emergency menunjukkan seberapa fatal suatu permasalahan sehingga menimbulkan kematian atau kesakitan. Parameter yang digunakan dalam kriteria ini adalah CFR (Case Fatality Rate) jika masalah yang dinilai berupa penyakit. Adapun jika yang dinilai adalah masalah kesehatan lain, maka digunakan parameter kuantitatif berupa angka kematian maupun angka 26

description

lpm kb

Transcript of Bab 2 Tanpa Suntik

Page 1: Bab 2 Tanpa Suntik

BAB II

PENETAPAN PRIORITAS MASALAH DAN PENYEBAB MASALAH

2.1. Penentuan Prioritas Masalah

Program Keluarga Berencana merupakan program kesehatan dasar yang berhubungan

dengan permasalahan lintas sektoral. Diputuskan untuk menggunakan metode MCUA dalam

penetapan prioritas masalah untuk program ini karena metode ini memiliki parameter

expanding scope, dimana parameter ini menunjukkan seberapa luas pengaruh suatu

permasalahan terhadap sektor lain di luar sektor kesehatan.

Dari masalah yang didapat diberikan penilaian pada masing-masing masalah dengan

membandingkan masalah satu dengan lainnya, kemudian tiap masalah tersebut diberikan

nilai. Pada metode MCUA, yang menjadi kriteria penilaian untuk menentukan prioritas

masalah pada Puskesmas Kecamatan Koja, yaitu :

1. Emergency

Emergency menunjukkan seberapa fatal suatu permasalahan sehingga

menimbulkan kematian atau kesakitan. Parameter yang digunakan dalam kriteria

ini adalah CFR (Case Fatality Rate) jika masalah yang dinilai berupa penyakit.

Adapun jika yang dinilai adalah masalah kesehatan lain, maka digunakan

parameter kuantitatif berupa angka kematian maupun angka kesakitan yang dapat

ditimbulkan oleh permasalahan tersebut.

2. Greatest member

Kriteria ini digunakan untuk menilai seberapa banyak penduduk yang

terkena masalah kesehatan tersebut. Untuk masalah kesehatan yang berupa

penyakit, maka parameter yang digunakan adalah prevalence rate. Sedangkan

untuk masalah lain, maka greatest member ditentukan dengan cara melihat selisih

antara pencapaian suatu kegiatan pada sebuah program kesehatan dengan target

yang telah ditetapkan.

26

Page 2: Bab 2 Tanpa Suntik

3. Expanding Scope

Menunjukkan seberapa luas pengaruh suatu permasalahan terhadap sektor

lain diluar sektor kesehatan. Parameter penilaian yang digunakan adalah seberapa

luas wilayah yang menjadi masalah, berapa banyak jumlah penduduk di wilayah

tersebut, serta berapa banyak sektor di luar sektor kesehatan yang berkepentingan

dengan masalah tersebut.

4. Feasibility

Kriteria lain yang harus dinilai dari suatu masalah adalah seberapa

mungkin masalah tersebut diselesaikan. Parameter yang digunakan adalah

ketersediaan sumber daya manusia berbanding dengan jumlah kegiatan, fasilitas

terkait dengan kegiatan bersangkutan yang menjadi masalah, serta ada tidaknya

anggaran untuk kegiatan tersebut.

5. Policy

Berhubungan dengan orientasi masalah yang ingin diselesaikan adalah

masalah kesehatan masyarakat, maka sangat penting untuk menilai apakah

masyarakat memiliki kepedulian terhadap masalah tersebut serta apakah

kebijakan pemerintah mendukung terselesaikannya masalah tersebut. Hal tersebut

dapat dinilai dengan apakah ada seruan atau kebijakan pemerintah yang concern

terhadap permasalahan tersebut, apakah ada lembaga atau organisasi masyarakat

yang concern terhadap permasalahan tersebut, serta apakah masalah tersebut

terpublikasi di berbagai media.

Metode ini memakai lima kriteria yang tersebut diatas untuk penilaian masalah dan

masing-masing kriteria harus diberikan bobot penilaian untuk dikalikan dengan penilaian

masalah yang ada sehingga hasil yang didapat lebih obyektif. Pada metode ini harus ada

kesepakatan mengenai kriteria dan bobot yang akan digunakan.

Dalam menetapkan bobot, dapat dibandingkan antara kriteria yang satu dengan yang

lainnya untuk mengetahui kriteria mana yang mempunyai bobot yang lebih tinggi. Setelah

27

Page 3: Bab 2 Tanpa Suntik

dikaji dan dibahas, didapatkan kriteria mana yang mempunyai nilai bobot yang lebih tinggi.

Nilai bobot berkisar satu sampai lima, dimana nilai yang tertinggi adalah kriteria yang

mempunyai bobot lima.

Bobot 5: paling penting.

Bobot 4: sangat penting sekali.

Bobot 3: sangat penting.

Bobot 2: penting.

Bobot 1: cukup penting.

2.1.1. Emergency

Emergency menunjukkan besar kerugian yang ditimbulkan oleh masalah. Ini

ditujukan dengan case fatality rate (CFR) masing-masing penyakit. Sedangkan

untuk masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan penyakit digunakan proxy.

Nilai proxy didapatkan dari berbagai sumber, sedangkan sistem scoring proxy CFR

ditentukan berdasarkan hasil diskusi, argumentasi, serta justifikasi.

Pada permasalahan ini, pengaruh jangka panjang KB adalah untuk

menurunkan angka kematian ibu (AKI), sehingga kelompok kami memakai angka

kematian ibu sebagai proxy. Angka kematian ibu adalah 359 orang per 100.000

jumlah kelahiran hidup, menjadi 0,359% (sumber: Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia, 2015).

Tabel 2.1 Penentuan Nilai Emergency berdasarkan Proxy AKI

Range (%) Nilai

0 – 2,6 1

2,7– 5,2 2

5,3 – 7,8 3

7,9– 10,4 4

28

Page 4: Bab 2 Tanpa Suntik

10,5–13 5

Tabel 2.2 Skoring Emergency terhadap Program KB di Wilayah Kecamatan Koja Periode

Januari – Februari 2016

No Daftar Masalah Cakupan Target Selisih + Proxy Score

1. Cakupan peserta KB aktif dengan IUD di

Kecamatan Koja pada periode Januari –

Februari 2016 adalah sebesar 6.65%.6,65 11,67 4,661 2

2. Cakupan peserta KB aktif dengan MOW

di Kecamatan Koja pada periode Januari

– Februari 2016 adalah sebesar 0.11%.0,11 11,67 11,919 5

3. Cakupan peserta KB aktif dengan

Implant di Kecamatan Koja pada periode

Januari – Februari 2016 adalah sebesar

6.27%.

6,27 11,67 5,759 3

4. Cakupan peserta KB aktif dengan

Kondom di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016 adalah

sebesar 7.21%.

7.21 11,67 4,819 2

5. Cakupan peserta KB aktif dengan Pil di

Kecamatan Koja pada periode Januari –

Februari 2016 adalah sebesar 12.6%.

12.6 11,67 1,289 1

29

Page 5: Bab 2 Tanpa Suntik

2.1.2. Greatest Member

Greatest Member menunjukkan berapa banyak penduduk yang terkena masalah

atau penyakit yang ditunjukkan dengan angka prevalence. Semakin besar selisih antara

target dan cakupan maka akan semakin besar score yang didapatkan.

Tabel 2.3 Penentuan Nilai Greatest Member

Range (%) Nilai

0 – 2,69 1

2,7 – 5,29 2

5,3 – 7,89 3

7,9 – 10,49 4

10,5 – 13 5

30

Page 6: Bab 2 Tanpa Suntik

Tabel 2.4 Skoring Greatest Member terhadap Program KB di Wilayah Kecamatan Koja Periode

Januari – Mei 2015

No Daftar Masalah Cakupan Target Selisih Score

1. Cakupan peserta KB aktif dengan IUD di

Kecamatan Koja pada periode Januari –

Februari 2016 adalah sebesar 6.65%.6.65 11,67 5,02 2

2. Cakupan peserta KB aktif dengan MOW

di Kecamatan Koja pada periode Januari

– Februari 2016 adalah sebesar 0.11%.0.11 11,67 11,56 5

3. Cakupan peserta KB aktif dengan

Implant di Kecamatan Koja pada periode

Januari – Februari 2016 adalah sebesar

6.27%.

6.27 11,67 5,4 3

4. Cakupan peserta KB aktif dengan

Kondom di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016 adalah

sebesar 7.21%.

7.21 11,67 4,46 2

5. Cakupan peserta KB aktif dengan Pil di

Kecamatan Koja pada periode Januari –

12.6 11,67 0,93 1

31

Page 7: Bab 2 Tanpa Suntik

Februari 2016 adalah sebesar 12.6%.

2.1.3. Expanding Scope

Expanding Scope menunjukkan seberapa luas pengaruh suatu permasalahan

terhadap sektor lain di luar sektor kesehatan. Dinilai melalui azas keterpaduan

puskesmas, yaitu melalui lintas sektor. Adanya keterpaduan lintas sektor diberikan nilai

2, karena masalah pada suatu program memungkinkan untuk menimbulkan masalah pada

banyak sektor lainnya yang berhubungan langsung, sedangkan yang tidak ada kaitan

dengan sektor lain diberikan nilai 1.

Tabel 2.5 Penentuan Nilai Expanding Scope

Nilai Lintas Sektor

1 Tidak ada keterpaduan lintas sektor

2 Ada keterpaduan lintas sektor

Tabel 2.6 Skoring Expanding Scope terhadap Program KB di Wilayah Kecamatan Koja

Periode Januari – Februari 2016

No Daftar Masalah Score

1 Cakupan peserta KB aktif dengan IUD di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.65%.2

2 Cakupan peserta KB aktif dengan MOW di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 0.11%.2

3 Cakupan peserta KB aktif dengan Implant di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.27%.2

32

Page 8: Bab 2 Tanpa Suntik

4 Cakupan peserta KB aktif dengan Kondom di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 7.21%.2

5 Cakupan peserta KB aktif dengan Pil di Kecamatan Koja pada periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 12.6%.

2

2.1.4. Feasibility

Feasibility menunjukkan sejauh mana kemungkinan program kerja yang terdapat

di puskesmas dapat atau tidak dilaksanakan. Untuk menilai hal tersebut digunakan sistem

scoring dilihat dari ketersediaan sumber daya manusia, program kerja, material, serta

transportasi yang efektif serta efisien untuk mengatasi masalah tersebut.

Adapun parameter yang digunakan untuk menilai apakah suatu masalah dapat

diselesaikan meliputi:

1. Rasio tenaga kerja puskesmas terhadap jumlah penduduk (Sumber Daya Manusia/

SDM). Semakin banyak jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk, maka

kemungkinan suatu permasalahan terselesaikan akan semakin besar. Oleh karena

itu, dilakukan perhitungan ratio tenaga kesehatan di puskesmas kecamatan terhadap

jumlah penduduk yang menjadi sasaran program kesehatan dimasing-masing

wilayah puskesmas.

Tabel 2.7 Penentuan Nilai Feasibility berdasarkan Rasio Tenaga Kerja Puskesmas

terhadap Jumlah Penduduk

Range Nilai

1 : 1 – 1 : 1000 1

1 : 1001 – 1 : 2000 2

1 : 2001 – 1 : 3000 3

33

Page 9: Bab 2 Tanpa Suntik

2. Ketersediaaan fasilitas, nilai ketersediaan fasilitas terhadap setiap kegiatan

Puskesmas penilaiannya dibagi 2, yaitu :”tersedia” dan “tidak tersedia”. Penilaian

berdasarkan wawancara dengan pemegang program terkait.

Tabel 2.8 Penentuan Nilai Feasibility berdasarkan Ketersediaan Fasilitas

No Kategori Ketersediaan Nilai

1 Tempat Tersedia 2

Tidak tersedia 1

2 Alat/obat Tersedia 2

Tidak tersedia 1

Tabel 2.9 Skoring Feasibility terhadap Program KB di Wilayah Kecamatan Koja

Periode Januari – Februari 2016

No Daftar MasalahTenaga Kerja

Puskesmas

Fasilitas

(Tempat + Alat/Obat)Score

1 Cakupan peserta KB aktif dengan IUD

di Kecamatan Koja pada periode

Januari – Februari 2016 adalah sebesar

6.65%.

3 2 5

2 Cakupan peserta KB aktif dengan

MOW di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016 adalah

3 1 4

34

Page 10: Bab 2 Tanpa Suntik

sebesar 0.11%.

3 Cakupan peserta KB aktif dengan

Implant di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016

adalah sebesar 6.27%.

3 2 5

4 Cakupan peserta KB aktif dengan

Kondom di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016 adalah

sebesar 7.21%.

3 2 5

5 Cakupan peserta KB aktif dengan Pil di Kecamatan Koja pada periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 12.6%.

3 2 5

1.1.5 Policy

Untuk dapat menyelesaikan masalah ini, maka aspek lain yang harus

dipertimbangkan dari suatu masalah tersebut menjadi perhatian masyarakat dan

pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

terhadap masalah tersebut. Parameter yang digunakan sebagai hasil justifikasi ditentukan

bahwa untuk mengetahui hal tersebut dilihat dari seberapa seringnya masalah tersebut

dipublikasikan di berbagai media.

Parameter tersebut diberikan nilai berdasarkan parameter yang paling mungkin

sampai ke masyarakat. Publikasi suatu informasi kesehatan di media elektronik memiliki

jangkauan yang lebih luas. Kebijakan pemerintah berupa undang-undang yang mengatur

jumlah anak juga berperan dalam publikasi program KB. Publikasi informasi dalam bentuk

media cetak dan penyuluhan pun termasuk dalam penilaian policy. Penjumlahan dari nilai-

nilai tersebut dijadikan score penilaian.

Tabel. 2.10 Penentuan Nilai Policy

Parameter Score

35

Page 11: Bab 2 Tanpa Suntik

Penyuluhan:

Ada

Tidak ada

1

2

Media Cetak (Poster, Majalah, Koran, Banner,

Leaflet, Pamflet, Bookleat)

Ada

Tidak ada

1

2

Kebijakan pemerintah (undang-undang)

Ada

Tidak ada

1

2

Media Elektronik (TV, radio, internet)

Ada

Tidak ada

1

2

Tabel. 2.11 Skoring Policy terhadap Program KB di Wilayah Kecamatan Koja

Periode Januari – Februari 2016

No Daftar Masalah PenyuluhanMedia

Cetak

Kebijakan

Pemerintah

Media

ElektronikScore

1 Cakupan peserta KB aktif dengan

IUD di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016

adalah sebesar 6.65%.

1 1 1 2 5

2 Cakupan peserta KB aktif dengan

MOW di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016

adalah sebesar 0.11%.

1 2 1 2 6

3 Cakupan peserta KB aktif dengan

Implant di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016

1 2 1 2 6

36

Page 12: Bab 2 Tanpa Suntik

adalah sebesar 6.27%.

4 Cakupan peserta KB aktif dengan

Kondom di Kecamatan Koja pada

periode Januari – Februari 2016

adalah sebesar 7.21%.

1 1 1 1 4

5 Cakupan peserta KB aktif dengan

Pil di Kecamatan Koja pada periode

Januari – Februari 2016 adalah

sebesar 12.6%.

1 1 1 1 4

2.1.6. Penetapan Prioritas Masalah

Dari kelima aspek tersebut di atas, hasil nilai kemudian dikalikan dengan bobot

sehingga didapatkan bobot nilai. Hasil perhitungan skor bobot nilai adalah sebagai

berikut:

Tabel 2.12. Penentuan Prioritas Masalah Menurut Metode MCUA

di Wilayah Kecamatan Koja Periode Januari – Februari Tahun 2016

No Parameter BobotMS-1 MS-2 MS-3 MS-4 MS-5

N BN N BN N BN N BN N BN

1.Greatest Member

5 2 10 5 25 3 15 2 10 1 5

2. Emergency 4 2 8 5 20 3 12 2 8 1 4

3. Feasibility 3 2 6 2 6 2 6 2 6 2 6

4. Policy 2 5 10 4 8 5 10 5 10 5 10

5.Expanding

Scope1 5 5 6

66

64 4 4 4

37

Page 13: Bab 2 Tanpa Suntik

Jumlah16

39 22 6519

49 15 38 13 29

Keterangan :

MS-1 Cakupan peserta KB aktif dengan IUD di Kecamatan Koja pada periode Januari

– Februari 2016 adalah sebesar 6.65% berada di bawah target yaitu 11,67%.

MS-2 Cakupan peserta KB aktif dengan MOW di Kecamatan Koja pada periode

Januari – Februari 2016 adalah sebesar 0.11% berada di bawah target yaitu 11,67%.

MS-3 Cakupan peserta KB aktif dengan Implant di Kecamatan Koja pada periode

Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.27% berada di bawah target yaitu 11,67%.

MS-4 Cakupan peserta KB aktif dengan Kondom di Kecamatan Koja pada periode

Januari – Februari 2016 adalah sebesar 7.21% berada di bawah target yaitu 11,67%.

MS-5 Cakupan peserta KB aktif dengan Pil di Kecamatan Koja pada periode Januari –

Februari 2016 adalah sebesar 12.6% berada di bawah target yaitu 11,67%.

2.2 Menentukan Penyebab Masalah

Setelah dilakukan penetapan prioritas terhadap masalah yang ada, selanjutnya

ditentukan kemungkinan penyebab masalah untuk mendapatkan penyelesaian yang ada

terlebih dahulu. Pada tahap telah dicoba mencari apa yang menjadi akar permasalahan dari

setiap masalah yang merupakan prioritas. Pada tahap ini digunakan diagram sebab akibat

yang disebut juga diagram tulang ikan (fishbone diagram/ishikawa). Dengan

memanfaatkan pengetahuan dan dibantu dengan data yang tersedia dapat disusun berbagai

penyebab masalah secara teoritis.

Penyebab masalah dapat timbul dari bagian input maupun proses. Input, yaitu

sumber daya atau masukan oleh suatu sistem. Sumber daya sistem adalah:

1. Man : jumlah staf/petugas, keterampilan, pengetahuan, dan motivasi kerja.

2. Money : jumlah dana tersedia.

3. Material : jumlah peralatan medis dan jenis obat.

4. Method : cara penggunaan obat.

38

Page 14: Bab 2 Tanpa Suntik

Proses adalah kegiatan sistem. Melalui proses, input akan diubah menjadi output.

Tahapan proses terdiri dari:

1. Planning (perencanaan): sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan

organisasi, sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan unuk mencapainya.

2. Organizing (pengorganisasian): rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun

semua sumber daya (potensi) yang dimiliki organisasi dan memanfaatkannya secara

efisien untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Actuating (pelaksana): proses bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja

secara optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang

telah dimiliki dan dukungan sumber daya yang tersedia.

4. Controlling (monitoring): proses untuk mengamati secara terus—menerus pelaksanaan

kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika

terjadi penyimpangan.

Pada tahapan proses, input selanjutnya akan diubah menjadi output. Adapun tahapan

proses tersebut terjadi dalam suatu lingkungan (environment), sehingga keadaan

lingkungan pun dapat mempengaruhi suatu sistem.

Masalah prioritas untuk program KB di wilayah Kecamatan Koja yang akan

ditetapkan penyebab masalah dengan menggunakan diagram fishbone adalah sebagai

berikut:

1.MS-2 Cakupan peserta KB aktif dengan MOW di Kecamatan Koja pada periode

Januari – Februari 2016 adalah sebesar 0.11% berada di bawah target yaitu 11,67%.

2.MS-3 Cakupan peserta KB aktif dengan Implant di Kecamatan Koja pada periode

Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.27% berada di bawah target yaitu 11,67%.

39

Page 15: Bab 2 Tanpa Suntik

40

Page 16: Bab 2 Tanpa Suntik

2.3 Mencari Penyebab Masalah Yang Dominan

Pada tahap ini adalah menentukan penyebab masalah yang dominan. Dari sembilan

prioritas masalah yang mungkin dengan menggunakan metode Ishikawa atau lebih dikenal

dengan fishbone (diagram tulang ikan), yang telah dikonfirmasi dengan data menjadi akar

penyebab masalah (yang terdapat pada lingkaran). Dari akar penyebab masalah tersebut,

dapat dicari akar penyebab masalah yang paling dominan. Penyebab masalah yang paling

dominan adalah penyebab masalah yang apabila diselesaikan, maka secara otomatis

sebagian besar masalah-masalah yang lainnya dapat dipecahkan. Penentuan akar penyebab

masalah yang paling dominan dengan cara diskusi, argumentasi, justifikasi dan

pemahaman program yang cukup. Di bawah ini adalah penyebab masalah yang dominan

dalam program KB pada puskesmas di wilayah Kecamatan Koja.

2.3.1 Cakupan peserta KB aktif dengan MOW di Kecamatan Koja pada periode Januari

– Februari 2016 adalah sebesar 0.11% berada di bawah target yaitu 11,67%.

Berdasarkan data yang ditemukan dari Cakupan peserta KB aktif dengan MOW di

Kecamatan Koja pada periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 0.11% berada di

bawah target yaitu 11,67%. Hal demikian dapat terjadi karena beberapa hal, seperti:

Akar penyebab masalah yang ditemukan pada input adalah:

1. Kurangnya ketersediaan tenaga kesehatan pada program KB (Man).

2. Penggunaan dana dalam program KB tidak sesuai dengan perkiraan pembiayaan

kegiatan program KB (Money).

3. Minat masyarakat terhadap pemilihan alat kontrasepsi tertentu (Material).

4. Kurangnya sosialisasi tentang cara penggunaan kontrasepsi jangka panjang

(Method).

Akar penyebab masalah yang ditemukan pada proses adalah:

1. Petugas perencanaan menganggap program sebelumnya cukup baik (Planning).

2. Tidak jelasnya pembagian tugas pengorganisasian program KB (Organizing).

42

Page 17: Bab 2 Tanpa Suntik

3. Kurangnya komunikasi antar petugas pelaksana program KB (Actuating).

4. Koordinasi dalam proses pengawasan masih belum baik (Controlling).

Akar penyebab masalah yang ditemukan pada lingkungan (Environtment) adalah:

1. Kurangnya penyediaan fasilitas dalam penyampaian informasi (Environment).

Dari sembilan akar penyebab masalah di atas, maka ditetapkan empat akar

penyebab masalah yang paling dominan, berdasarkan data, informasi, observasi langsung

juga pemahaman yang cukup. Keempat akar penyebab masalah yang paling dominan

tersebut adalah:

1. Kurangnya ketersediaan tenaga kesehatan pada program KB (Man).

2. Penggunaan dana dalam program KB tidak sesuai dengan perkiraan pembiayaan

kegiatan program KB (Money).

3. Minat masyarakat terhadap pemilihan alat kontrasepsi tertentu (Material).

4. Kurangnya sosialisasi tentang cara penggunaan kontrasepsi jangka panjang

(Method).

2.3.2 Cakupan peserta KB aktif dengan Implant di Kecamatan Koja pada periode

Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.27% berada di bawah target yaitu

11,67%.

Berdasarkan data yang ditemukan dari Cakupan peserta KB aktif dengan Implant

di Kecamatan Koja pada periode Januari – Februari 2016 adalah sebesar 6.27% berada di

bawah target yaitu 11,67%.Hal demikian dapat terjadi karena beberapa hal, seperti:

Akar penyebab masalah yang ditemukan pada input adalah:

1. Tidak adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih untuk program KB (Man).

2. Tidak terpakainya pengalokasian dana untuk program KB tersebut (Money).

3. Belum tersedianya sarana dan prasarana untuk melakukan program KB

tersebut di puskesmas (Material).

43

Page 18: Bab 2 Tanpa Suntik

4. Kurangnya sosialisasi mengenai keuntungan jangka panjang dan dampak

positif dari program KB tersebut (Method).

Akar penyebab masalah yang ditemukan pada proses adalah:

1. Petugas perencanaan menganggap program sebelumnya cukup baik (Planning).

2. Tidak jelasnya pembagian tugas pengorganisasian program KB (Organizing).

3. Kurangnya komunikasi antar petugas pelaksana program KB (Actuating).

4. Koordinasi dalam proses pengawasan masih belum baik (Controlling).

Akar penyebab masalah yang ditemukan pada lingkungan (Environtment) adalah:

1. Letak Puskesmas cukup jauh dari RS setempat (Environment).

Dari sembilan akar penyebab masalah di atas, maka ditetapkan empat akar

penyebab masalah yang paling dominan, berdasarkan data, informasi, observasi langsung

juga pemahaman yang cukup. Keempat akar penyebab masalah yang paling dominan

tersebut adalah:

1. Tidak adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih untuk program KB (Man).

2. Tidak terpakainya pengalokasian dana untuk program KB tersebut (Money).

3. Belum tersedianya sarana dan prasarana untuk melakukan program KB

tersebut di puskesmas (Material).

4. Kurangnya sosialisasi mengenai keuntungan jangka panjang dan dampak

positif dari program KB tersebut (Method).

44