Post on 23-Nov-2021
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
e-ISSN. 2685-8509 (Online); p-ISSN. 2685-5453
Homepage: https://alisyraq.pabki.org/index.php/alisyraq/
1
GAMBARAN SPIRITUALITAS ORANG DALAM
PENGAWASAN (ODP) COVID-19 YANG MENGALAMI
ANXIETY: SEBUAH STUDI FENOMENOLOGIS
THE DESCRIPTION OF SPIRITUALITY OF PEOPLE IN
SUPERVISION (ODP) COVID-19 WITH ANXIETY: A
PHENOMENOLOGICAL STUDY
K Kasmi1*, M Maemonah2, N Nurjannah3 1 Konsentrasi Bimbingan dan Konseling Islam, Magister Interdisciplinary Islamic Studies,
Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia 2 Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia 3 Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia
*E-mail: kasmi@student.uin-suka.ac.id
Abstract
Society that is troubled by the COVID-19 outbreak that has swept the world today has a profound influence on people's lives, not least for students who have to undergo a period
of quarantine and experience high anxiety which impacts on their spirituality. This study aims to determine the forms of spirituality of students with ODP status and currently undergoing quarantine in overcoming anxiety experienced by these students. This research uses a qualitative research method of phenomenology type. The results showed
that the spiritual forms experienced by the ODP undergoing quarantine were trusting in God by increasing compulsory worship and sunah, searching for meaning, mindfulness by carrying out ha breathing, remembrance, and reading the Qur'an, and feeling safe because of undergoing the educational quarantine process. Other than, Forms of spiritual
communication carried out by the subject are thaharah, syahadat, shalat, tawakkal, thanksgiving, patience, and repentance.
Keywords: Anxiety; People in Supervision (ODP); Spirituality.
Abstrak
Masyarakat yang diresahkan dengan adanya wabah COVID-19 yang melanda dunia saat ini membawa pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat, tidak
terkecuali bagi mahasiswa yang harus menjalani masa karantina dan mengalami kecemasan tinggi yang berdampak pada spiritualitasnya. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk spiritualitas mahasiswa yang berstatus ODP dan sedang menjalani karantina dalam mengatasi kecemasan
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
2
yang dialami oleh mahasiswa tersebut. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif jenis fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk spiritual yang dialami oleh ODP yang menjalani karantina yaitu
percaya pada Tuhan dengan memperbanyak ibadah wajib dan sunah, pencarian makna, mindfulness dengan melaksanakan ha breathing, dzikir, dan
membaca al-Quran, serta perasaan aman karena menjalani proses karantina
yang bersifat edukatif. Selain itu, bentuk komunikasi spiritual yang dilakukan oleh subyek adalah thaharah, syahadat, shalat, tawakkal, syukur, sabar, dan
taubat.
Kata Kunci: Kecemasan; Orang Dalam Pengawasan; Spiritualitas.
Pendahuluan
COVID-19 merupakan pandemi global yang sudah menyebar keberbagai
negara sehingga pemerintah harus menerapkan karantina wilayah (Y. I. S. Setiawan,
2020), berbagai kebijakan telah ditetapkan oleh pemerintah seperti perintah
menggunakan masker (Syandri & Akbar, 2020), social distancing, dan physical
distancing (Gostin et al., 2020). Hal ini berarti COVID-19 memberikan pengaruh
besar terhadap keberlangsungan hidup masyarakat di berbagai negara termasuk
Indonesia, yang saat ini terus mengalami peningkatan sebagaimana yang disebutkan
dari berbagai media. COVID-19 ditandai dengan adanya beberapa gejala yang
penelitiannya telah melalui proses laboratorium seperti infeksi saluran pernafasan
yang menyebabkan flu, batuk kering, dan demam 38ᴼC (A. R. Setiawan & Ilmiyah,
2020). Berdasarkan gejala yang disebutkan, tenaga medis dan pemerintah
menegaskan kepada masyarkat untuk melakukan pengecekan karena COVID-19
memiliki gejala yang hampir sama dengan penyakit lainnya (Susilo et al., 2020).
Himbauan ini menjadi peringatan kepada masyarakat untuk tidak panik ketika
menghadapi gejala yang sama sebelum melalukan tes diagnosis coronavirus yang
memiliki prosedur tertentu.
Proses penyebaran dari COVID-19 sendiri berlangsung sangat cepat melalui
kontaminasi seperti sentuhan fisik dan benda sebagaimana yang disampaikan oleh
WHO (Zaharah et al., 2020). Melalui penyebaran ini, pemerintah diseluruh dunia
menghimbau kepada masyarakat untuk melakukan semua kegiatan di rumah
termasuk kerja dan kegiatan belajar mengajar yang betujuan untuk memutus rantai
penyebaran COVID-19 (Yunus & Rezki, 2020). Dengan adanya kebijakan semi lock
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
3
down seperti yang disebutkan melahirkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah
provinsi di Indonesia seperti di Kalimantan Timur. Berdasarkan pra observasi yang
dilakukan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mewajibkan karantina selama
empat belas hari kepada semua masyarakat yang memasuki wilayah Kalimantan
Timur khususnya Balikpapan. Hal ini menimbulkan kecemasan yang berpengaruh
terhadap spiritualitas masyarakat yang sedang menjalani karantina.
Priest (dalam Maisaroh & Falah, 2020) menyebutkan bahwa anxiety atau
kecemasan merupakan sesuatu yang hadir dan dirasakan oleh seseorang dalam
kondisi yang tidak normal dan beranggapan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi
pada dirinya atau lingkungannya. Melalui hal ini dapat diartikan bahwa kecemasan
dapat dipengaruhi oleh bebagai hal yang menciptakan tekanan yang kemudian dapat
memunculkan perasaan khawatir atau tidak menyenangkan yang dapat
menghilangkan rasa percaya diri seseorang. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kecemasan pada dasarnya dapat dialami oleh semua kalangan.
Selain itu kecemasan adalah manifestasi dari suatu kondisi nyata atau khayal yang
bersifat ancaman (Sinaga et al., 2020). Hal ini sejalan dengan kondisi yang dialami
oleh subyek pada penelitian ini yang dihadapkan pada situasi yang mengancam
keselamatan dari COVID-19. Empat belas hari masa karantina dinilai memberikan
efek negatif dan positif oleh subyek. Subyek merasa cemas karena masih menunggu
hasil akhir apakah terpapar COVID-19 atau tidak sebagai efek negatif karantina,
kemudian subyek memiliki pengetahuan yang luas mengenai COVID-19, baik
sejarah hingga penanganannya sebagai efek positif dari karantina.
Secara umum, beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain
adalah bawaan atau hereditas. Kemudian lingkungan sebagai salah satu
penyumbang terbentuknya kepribadian individu seperti masalah yang terjadi dalam
keluarga, trauma, pertumbuhan dan perkembangan, serta perasaan-perasaan negatif.
Selanjutnya adalah pribadi individu sendiri (Wijaya, 2020). Dari sini dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya kecemasan dapat muncul dari berbagai aspek
dalam kehidupan, tidak hanya masalah pribadi tetapi dipengaruhi oleh berbagai hal
lain yang akhirnya mampu untuk menimbulkan tekanan emosi menjadi
kekhawatiran dan kecemasan. Kecemasan inilah yang membentuk rasa takut yang
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
4
berlebihan pada subyek yang merasa akan dihadapkan pada kematian. Dalam hal
ini, kecemasan akan mengalami perubahan dengan adanya perilaku spiritual yang
baik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Becker bahwa kematian merupakan hal pasti
dan cemas pada kematian merupakan hal yang wajar terjadi, karena dalam dunia
psikologi hal ini dikenal dengan istilah psikobiologis yang sudah ada sejak zaman
dahulu (Zariayufa et al., 2020). Perilaku cemas terhadap kematian erat kaitannya
dengan spiritualitas individu yang bersangkutan, semakin baik spiritualitasnya maka
semakin baik kontrol emosi yang dapatkan menurunkan kecemasan (Hamid et al.,
2019). Individu yang cemas menghadapi kematian membutuhkan dukungan
spiritual untuk tetap tenang melewati hari demi hari hingga kematian datang
padanya.
Spiritualitas merupakan sesuatu yang tidak tampak dan memberikan
kekuatan atau energi, ada pemaknaan yang berbeda-beda oleh setiap individu
tentang spiritual itu sendiri, namun spiritual memiliki dimensi berupa: (1) percaya
pada tuhan, (2) pencarian makna, (3) mindfulness, dan (4) perasaan aman (Nurhayati,
2019), spiritual sendiri mengacu pada pengalaman individu dalam memaknai nilai
atas pengalaman yang dialami serta berfokus pada makna dan tujuan hidup (Gomes
E, 2020). Spiritualitas sendiri terdiri dari: (1) sumber nilai dan makna eksternal, (2)
Pemahaman, (3) kesadaran batin, dan (4) integrasi pribadi (Imaduddin, 2017). Dari
definisi yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa spritualitas memiliki
cakupan yang lebih luas karena tidak hanya mencakup tentang keagamaan tetapi
kehidupan secara luas juga. Spiritualitas seseorang tidak dapat diukur secara pasti
karena sangat dipengaruhi oleh individu masing-masing dan lingkungannya
(Nashuddin, 2016). Keempat dimensi spiritual yang disebutkan memiliki peran
penting dalam terbentuknya individu baru yang telah mengalami kecemasan menjadi
tidak cemas dengan setiap dimensi yang ada pada spiritualitas.
Ramli (dalam Qadaruddin et al., 2020) telah membahas dengan lengkap
mengenai self evaluation dan komunikasi spiritual seperti: (1) evaluasi dengan
thaharah, (2) evaluasi dengan syahadat sebagai semangat keberagamaan, (3) tawakal
sebagai bentuk komunikasi individu, (4) peningkatan kualitas dan kuantitas shalat,
(5) evaluasi kejiwaan dengan syukur, (6) sabar dalam menghadapi masalah, dan (7)
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
5
bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat. Ketujuh bentuk komunikasi spiritual
yang dijelaskan ini sangat berguna bagi masyarakat yang mengalami dampak negatif
dari COVID-19, dalam hal ini adalah ODP yang menjalani karantina. Penerapan
karantina ini membantu subyek untuk melakukan self evaluation dan komunikasi
spiritual lebih baik dan tenang untuk menghilangkan kecemasan yang dialami karena
didukung oleh lingkungan dan keadaan subyek. Komunikasi spiritual yang
ditawarkan menjadi solusi instan karena tidak memberatkan subyek dalam
pelaksanaannya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan psikosoial dan spiritual
menjadi hal yang penting dilakukan selama pandemi COVID-19 karena sebagian
besar masyarakat mengalami kehilangan keluarga dan kecemasan (Borasio et al.,
2020), kemudian religiusitas dan spiritualitas dinilai menjadi sumber dukungan
kenyamanan, bimbingan dan layanan sosial bagi masyarakat yang berdampak
COVID-19 (2020), penelitian lain menyebutkan bahwa spiritualitas untuk mengatasi
pandemi COVID-19 sangat penting karena spiritual memberikan energi terhadap
pasien COVID-19, sehingga pihak rumah sakit dan tempat karantina membutuhkan
pemuka agama dan psikolog, kebutuhan spiritual dibutuhkan oleh semua
masyarakat baik yang memiliki agama maupun tidak (Bajwah et al., 2020).
Penelitian lain tentang kecemasan dan spiritual menyatakan bahwa ada keterkaitan
antara kecemasan dan spiritual untuk menangani seorang yang memiliki masalah
dengan persentase kecemasan sebesar 38% dan persentase spiritual 67.6%
(Suprihatiningsih & Dewi, 2020).
Berdasarkan paparan di atas mengenai COVID-19, spiritualitas, dan beberapa
penelitian terdahulu, belum ada pembahasan tentang bagaimana spiritualitas
masyarakat akibat COVID-19. Hal ini menjadi sangat penting untuk melihat sejauh
mana perubahan spiritual yang dialami oleh masyarakat khususnya yang memiliki
kecemasan karena berstatus Orang Dalam Pengawasan (ODP). ODP dinilai
meningkatkan kecemasan yang berpengaruh terhadap spiritualitas individunya
karena diperlakukan layaknya Pasien Dalam Pemantauan (PDP), sehingga tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk spiritualitas ODP selama
karantina dalam mengatasi kecemasan yang dialami oleh ODP.
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
6
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
kualitatif deskriptif jenis fenomenologis. Penelitian ini dilakukan secara daring
dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan
online interview dan online observation yang dibagikan subyek melalui dokumentasi
Instagram stories dan WhatsApp stories. Adapun subyek pada penelitian ini adalah AC,
seorang mahasiswa Pascasarjana di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang sedang
menjalani karantina di Balikpapan selama empat belas hari sebagaimana peraturan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Subyek pendukung pada penelitian ini
adalah ANS, adik kandung AC yang juga menjalani karantina. AC dipilih menjadi
subyek utama karena memiliki kecemasan yang tinggi hingga mengalami
psikosomatis daripada ANC. Untuk menguji keabsahan data, digunakan triangulasi
metode dengan mengkonfirmasi kebenaran data melalui ANC.
Hasil dan Pembahasan
Dalam kasus ini, bentuk atau gambaran spiritualitas ODP COVID-19 dilihat
dari dua aspek yaitu dimensi spiritual dan komunikasi spiritual. Dimensi spiritual
terdiri dari empat dimensi yaitu percaya pada Tuhan, pencarian makna, mindfulness,
dan perasaan aman menjadi tolok ukur spiritualitas subyek selama menjalani
karantina. Pada proses karantina, subyek menjalani beberapa rangkaian kegiatan
klasikal dan mandiri. Kegiatan klasikal disiapakan oleh pemerintah dengan
melibatkan dokter, psikolog, dan instruktur senam. Dimensi spiritual ini bertujuan
untuk mendekatkan individu yang memiliki anxiety dengan Tuhan serta mampu
mengikuti proses karantina dengan suasana hati yang nyaman dan aman.
Percaya kepada Tuhan tergolong mudah ditemukan di kehidupan spiritual
setiap individu, namun memiliki bentuk yang berbeda-beda seperti berkomitmen
kepada Tuhan, beribadah, meyakini segala sesuatu yang dicipatakan Tuhan, dan
mempercayai sesuatu yang gaib (Imaduddin, 2017). Adapun bentuk kegiatan yang
dilakukan selama proses karantina yang berhubungan dengan percaya kepada Tuhan
dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan klasikal dan mandiri. Kegiatan klasikal dilakukan
bertepatan dengan nisfu sya’ban, sehingga semua yang mengikuti karantina termasuk
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
7
subyek dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunah secara bersama-sama. Hal ini
sesuai dengan kutipan wawancara yaitu “Alhamdulillah saya dan teman-teman yang lain
melaksanakan puasa sunnah, dan alhamdulillah saya senang, karena kalau tidak di sini
mungkin saya tidak akan melaksanakan puasa” (A. C, personal communication, 2020).
Sedangkan kegiatan mandiri yang dilakukan oleh subyek adalah
mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak amalan-amalan sunnah
seperti shalat sunnah dan puasa sunnah selama karantina. Kegiatan mandiri yang
dilakukan oleh subyek tidak dievaluasi oleh fasilitator yang disediakan, dalam hal ini
adalah dokter, psikolog, dan instruktur senam. Hal ini karena kegiatan mandiri
sifatnya bebas. Artinya, setiap individu yang menjalani karantina dibebaskan untuk
melakukan aktifitas apapun selama tidak melanggar hal-hal yang berpotensi
memberikan efek negatif pada peserta karantina lainnya. Berdasarkan kegiatan yang
dijalani subyek selama karantina ini, maka dapat dikatakan bahwa subyek semakin
percaya kepada Allah dengan berbagai kegiatan peribadatan yang dilaksanakan.
Artinya bentuk spiritual percaya kepada tuhan memberikan efek positif yang dapat
menurunkan kecemasan subyek dalam menghadapi COVID-19.
Pencarian makna dalam konteks spiritualitas memiliki empat fokus utama
seperti pemaknaan atas hidup yang dijalani, visi-misi atau tujuan yang disusun dalam
hidup, menerima hal-hal yang terhajadi dalam hidup dan mensyukuri, kemudian
memiliki harapan dan semangat hidup yang positif (Imaduddin, 2017). Pencarian
makna dalam spiritualitas individu terlihat pada perilaku, kegiatan, pemikiran dan
prinsip semua karena Tuhan (Triyuwanti & Widha, 2018). Bentuk pencarian makna
yang dilakukan selama proses karantina hingga sekarang adalah penerimaan diri atas
kewajiban mengikuti karantina dan mensyukuri kesemua kegiatan dan edukasi yang
diberikan. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara yaitu “Sebenarnya selama proses
karantina saya merasa cemas yang berlebih dan psikosomatis, tapi dengan bantuan dokter dan
psikolog yang ada saya mampu menerima keadaan saya dan berusaha menjalani dengan baik
sesuai yang diperintahkan. Saya merasa bersyukur bisa menjalani karantina ini” (A. C,
personal communication, 2020).
Dokter dan psikolog yang disiapkan oleh pemerintah bertugas untuk
memberikan edukasi dan sosialisasi kepada semua ODP yang ada. ODP diberikan
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
8
sosialisasi mengenai COVID-19, narkoba, dan edukasi mengenai pentingnya hidup
sehat. Semua bentuk edukasi dan penyuluhan yang diberikan melibatkan psikolog
untuk membahas dampak psikologis dari semua penyakit yang ada. Dari sini, subyek
mulai bisa menerima kedaan sekarang sehingga mampu bertahan melaksanakan
karantina selama empat belas hari.
Mindfulness merupakan kesadaran yang berfokus pada kondisi saat ini atau
yang sedang dialami agar menjadi lebih tenang dan mampu melanjutkan aktifitas
tanpa merasa terganggu (Fourianalistyawati & Listiyandini, 2017). Kegiatan
mindfulness yang dilakukan delama karantina adalah dengan membaca ayat suci Al-
Qur’an dan zikir. Diketahui bahwa zikir mampu mengurangi gangguan mental jika
dilakukan dengan baik dan sesuai dengan tingkat kebutuhan individu (Zain et al.,
2018). Kedua kegiatan ini dilaksanakan karena membuat subyek menjadi lebih
tenang. Selain itu, subyek rutin melaksanakan ha breating setiap pagi ketika membuka
jendela kamar untuk merasakan rileks. Dari kegiatan mindfulness yang dilakukan oleh
subyek ini mampu membantu subyek untuk tetap fokus melaksanakan perkuliahan
secara online dan mengerjakan tugas yang ada dengan baik yang dibuktikan dengan
kedisiplinan subyek dalam menyelesaikan dan mengumpulkan tugas perkuliahan
yang dihadapi selama proses karantina. Selain itu dengan mindfulness ini subyek
merasa selalu bahagia walaupun sebelumnya mengalami kecemasan yang berlebih
hingga psikosomatis dan takut akan kematian.
Perasaan aman dapat dirasakan oleh setiap individu jika individu mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang dilihat dari keinginan individu dalam
membantu orang lain, berada di lingkungan yang menerima kepribadian setiap
individu secara utuh, memiliki kemampuan interpersonal, dan mampu memelihara
alam sekitar (Imaduddin, 2017). Perasaan aman dari lingkungan individu sendiri
dapat menciptakan rasa aman berdasarkan respon lingkungan terhadap individu. Hal
ini sejalan dengan rasa aman yang dirasakan oleh subyek dalam penelitian ini
sebagaimana yang diungkapkan bahwa: “Di sini saya merasa lebih aman daripada di
rumah, karena jujur saja saya tidak bisa menjamin saya terbebas dari virus corona atau tidak.
Di sini setiap saat saya bisa konsultasi dengan dokter jika ada keluhan yang saya rasakan.
Selain saya, orang tua dan adik-adik saya di rumah juga menjadi lebih aman karena tidak
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
9
terkontaminasi dengan saya. Walaupun sejujurnya saya ingin segera bertemu mereka semua”
(A. C, personal communication, 2020).
Perasaan aman yang dirasakan oleh subyek lebih tinggi daripada yang
dirasakan sebelum memasuki masa karantina. Hal ini dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang kegiatan dan penjagaan selama karantina yang menghadirkan
sugesti-sugesti negatif pada subyek. Dari sini dapat dikatakan juga bahwa kurangnya
pengetahuan ini dibentuk dari lingkungan subyek sebelumnya yang tidak mengikuti
perkembangan informasi yang disampaikan oleh pemerintah tujuannya yaitu kota
Balikpapan serta kurangnya dukungan dari lingkungannya seperti teman sebaya,
saudara, dan orang lain yang ada disekitarnya sebagaimana yang disampaikan oleh
subyek yaitu “Sebelum memasuki masa karantina, saya merasa sangat was-was dan takut.
Saya takut membawa virus, bahkan saya takut diperlakukan seperti pasien positif COVID-19
, selain itu saya kurang edukasi tentang COVID-19” (A. C, personal communication,
2020).
Saat ini, subyek sudah merasa lebih aman dengan semua sarana dan prasana
serta kegiatan yang diberikan oleh pemerintah. Ke-empat bentuk spiritualitas yang
dialami oleh subyek dikonfirmasi langsung oleh adik kandung subyek yang juga
menjalani karantina selama empat belas hari. Dari hasil wawancara via daring
bersama adik kandung subyek, jelas dikatakan bahwa proses karantina yang dijalani
memberi efek positif terhadap kelangsungan hidup subyek karena proses karantina
yang dijalani didesain sesuai dengan standar pola hidup sehat oleh pemerintah
provinsi, hal ini diharapkan mampu meminimalisir kasus positif COVID-19 di
Indonesia dan khususnya di Kalimantan Timur.
Bentuk komunikasi spiritual yang dilakukan oleh subyek selama menjalani
proses karantina turut membantu dalam mengurangi kecemasan yang dialami oleh
subyek selama empat belas hari masa karantina. Bentuk komunikasi spiritual ini
dijalani secara mandiri oleh subyek sebagai inisiatifnya dalam melawan kecemasan
yang dialami karena COVID-19.
Adapun bentuk komunikasi spiritual yang dilakukan adalah thaharah,
syahadat, tawakkal, shalat, syukur, sabar, dan taubat (Qadaruddin et al., 2020).
Bertujuan untuk meminimalisir tingkat anxiety yang dialami oleh masyarakat
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
10
ditengah krisis kesehatan dengan menciptakan rasa damai dan menerima keadaan
saat ini dengan ikhlas tanpa rasa takut yang berlebih (Ribeiro et al., 2020).
Thaharah yang berarti bersuci dalam kasus COVID-19 menjadi pertanda bagi
masyarakat untuk melakukan pola hidup sehat dan bersih secara keseluruhan baik
lahiriah maupun bathiniah. Perilaku thaharah yang diperlihatkan subyek selama
proses karantina adalah dengan menjaga wudhu dan senantiasa menjaga kebersihan
dengan mencuci tangan yang baik dan benar sebagaimana anjuran tenaga medis.
Dengan pola hidup bersih ini, maka dapat menciptakan rasa aman dan terhindar dari
COVID-19 kepada subyek.
Syahadat dan Tawakkal sebagai bentuk semangat keberagamaan yang secara
psikologis dilakukan dengan sukarela dan menerima dengan sepenuhnya hal-hal
yang terjadi sebagai manifestasi dari usaha-usaha yang dilakukan dan mempercayai
bahwa semua yang telah terjadi atas kehendak Tuhan (Lina Mahayati et al., 2018).
Hal ini sekaligus menjadi afirmasi positif bahwa Tuhan selalu memberikan ujian
sesuai dengan kemampuan individu, sehingga mengandung unsur semangat yang
pada akhirnya memiliki tujuan untuk merasakan ketenangan atau ketentraman
batin. Individu yang menolak untuk menerima keadaan akan memicu munculnya
rasa cemas, gelisah, dan tertekan. Sehingga subyek dalam kasus ini memilih untuk
bertawakkal dan bersyahadat sebagai bentuk penerimaan diri dan mengakui Allah
sebagai Tuhannya.
Shalat sebagai upaya meningkatkan intensitas komunikasi spiritual antara
individu kepada Allah yang didukung oleh aktifitas shalawat, berdoa, dan berzikir.
Aktifitas ini dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam melakukan
komunikasi kepada Allah. Dalam kasus COVID-19, individu dinilai rentan
mengalami kecemasan, kebingungan, dan kepanikan. Sehingga COVID-19
dikatakan sebagai abad kecemasan atau the age of anxiety. Hal ini menjadi pusat
perhatian dalam islam sebagaimana yang dikatakan dalam Al-Qur’an bahwa hanya
dengan mengingat Allah maka hati akan tenang dan tentram dan shalat merupakan
salah satu bentuk mendekatkan diri kepada Allah (Karabuk University Faculty of
Theology et al., 2017).
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
11
Selanjutnya adalah syukur sebagai wujud ungkapan terima kasih atas
kesehatan yang dirasakan oleh subyek karena dalam empat belas hari masa
karantina, subyek dinyatakan negatif COVID-19.
Kesabaran menjadi hal penting yang dilakukan oleh individu jika dihadapkan
dalam sebuah masalah seperti COVID-19 yang mampu memberikan kekuatan bagi
individu yang terkena dampaknya, spiritual seperti kesabaran mampu menciptakan
harapan bagi mereka yang mengalami kesulitan atau permasalahan karena telah
mampu beradaptasi dengan baik (Souza et al., 2015). Dalam hal ini adalah ODP di
Kota Balikpapan yang mengalami kecemasan yang berlebih. Selain itu menjalani
proses karantina hingga empat belas hari membutuhkan kesabaran karena harus
disiplin menjalani rangkaian kegiatan serta harus menahan diri untuk bertemu
dengan keluarga. Kemudian yang terakhir adalah taubat yang menjadi tahap akhir
dari proses karantina yang dijalani oleh subyek. Diketahui bahwa taubat mampu
mengurangi anxiety dan masalah psikologis lainnya seperti pesimis dan stres, yang
artinya mampu menjadi terapi pada kasus-kasus tertentu (Salam et al., 2013). Salah
satu penyebab anxiety atau cemas adalah dengan adanya COVID-19 ini, sehingga
taubat diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran setiap individu untuk tetap
menjaga kesehatan dan mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah seperti tetap berada di rumah untuk memutus mata rantai penyebaran
COVID-19. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nur ayat 31 yang berarti
“...dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu
beruntung” (Kementrian Agama & Awaluddin, 2016).
Simpulan
Kegiatan yang diberikan oleh pemerintah kepada ODP COVID-19 selama
menjalani karantina diberikan dalam bentuk klasikal, selain itu semua ODP memiliki
kegiatan mandiri masing-masing. Bentuk kegiatan spiritual yang diberikan antara
lain: (1) percaya kepada Tuhan dengan memperbanyak ibadah seperti membaca al-
Quran, shalat sunnah, dan zikir; (2) pencarian makna dengan mengikuti semua
program yang sifatnya informatif seperti edukasi dari dokter dan psikolog, (3)
mindfulness dengan ha breathing, membaca ayat suci Al-Quran dan zikir, (4) perasaan
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
12
aman dengan disiplin mengikuti program hingga subyek menemukan titik aman
selama karantina. Dari keempat bentuk spiritual yang dialami oleh subjek dapat
memberikan efek positif yang dilihat dari menurunnya kecemasan yang dialami oleh
subjek jika dibandingkan pada saat hari pertama memasuki karantina oleh
pemerintah Kalimantan Timur. Adapun bentuk komunikasi spiritual yang dilakukan
oleh subjek adalah thaharah, syahadat, shalat, tawakkal, syukur, sabar, dan taubat.
Daftar Pustaka
Bajwah, S., Wilcock, A., Towers, R., Costantini, M., Bausewein, C., Simon, S. T., Bendstrup, E., Prentice, W., Johnson, M. J., Currow, D. C., Kreuter, M.,
Wells, A. U., Birring, S. S., Edmonds, P., & Higginson, I. J. (2020). Managing the supportive care needs of those affected by COVID-19. The European
Respiratory Journal. https://doi.org/10.1183/13993003.00815-2020
Borasio, G. D., Gamondi, C., Obrist, M., Jox, R., & for the COVID-19 task force of palliative ch. (2020). COVID-19: Decision making and palliative care. Swiss
Medical Weekly, 150(1314). https://doi.org/10.4414/smw.2020.20233
C, A. (2020). Personal Interview [Personal communication].
Fourianalistyawati, E., & Listiyandini, R. A. (2017). Hubungan antara Mindfulness
dengan Depresi pada Remaja. Jurnal Psikogenesis, 5(2), 115–122.
https://doi.org/10.24854/jps.v5i2.500
Gomes E, M. R. (2020). Caring for the Mind is Caring for the Spirit: Spirituality and
Health in times of Coronavirus COVID-19. Portuguese in Gazeta Do Povo.
Gostin, L. O., JG, H., & LF, W. (2020). Presidential Powers and Response to COVID-19. Publishe Online March 18.
Hamid, I., Priharninuk, D., & Zakaria, A. (2019). Fenomenologi Kecemasan Lansia
Menghadapi Kematian Dalam Perspektif Kebutuhan Spiritual Di Desa Podoroto Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang. Jurnal EDUNursing,
3(2), 101–108.
Imaduddin, A. (2017). Spiritualitas Dalam Konteks Konseling. Journal of Innovative
Counseling : Theory, Practice, and Research, 1(01), 1–8.
KARABUK University Faculty of Theology, Karakaş, A. C., & Geçimli, G. (2017).
The Effect of Istighfar on State and Trait Anxiety. International Journal of
Psychology and Educational Studies, 4(3), 73–79.
https://doi.org/10.17220/ijpes.2017.03.008
Kementrian Agama, R., & Awaluddin, L. (2016). Ummul Mukminin: Al-Qur’an dan
Terjemahan untuk Wanita. WALI Oasis Terrace Recident.
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
13
Lina Mahayati, S., Allenidekania, & Happy, H. (2018). Spirituality in adolescents
with cancer. Enfermería Clínica, 28, 31–35. https://doi.org/10.1016/S1130-
8621(18)30032-9
Maisaroh, E. N., & Falah, F. (2020). Religiusitas Dan Kecemasan Menghadapi
Ujian Nasional (UN) Pada Siswa Madrasah Aliyah. Proyeksi: Jurnal Psikologi,
6(2), 78–88. https://doi.org/10.30659/p.6.2.78-88
Nashuddin, N. (2016). The Management Of Muslim Spiritual Tourism In Lombok,
Indonesia: Opportunities and Challenges. JOURNAL OF INDONESIAN
ISLAM, 10(2), 213-236–236. https://doi.org/10.15642/JIIS.2016.10.2.213-
236
Nurhayati, N. F. (2019). Peran Spiritualitas Terhadap Kematangan Karir Pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta. WACANA, 11(2), 163–170.
https://doi.org/10.13057/wacana.v11i2.143
Qadaruddin, M., Nurkidam, A., Bakri, M., Saleh, M., Musyarif, Ramli, Mustary, E., Budiono, I. N., Mahyuddin, Rasyid, A., Bakri, W., Mutmainnah, A. N.,
Haramain, M., Syam, M. T., Asmar, A., Mubaraq, D. F., Sulvinajayanti, Hayat, N., Hilmiyah, M., … Fitriana, A. D. (2020). Coronalogy: Varian Analisis
& Konstruksi Opini. IAIN Parepare Nusantara Press.
Ribeiro, M. R. C., Damiano, R. F., Marujo, R., Nasri, F., & Lucchetti, G. (2020). The role of spirituality in the COVID-19 pandemic: A spiritual hotline project.
Journal of Public Health, 42(4), 855–856.
https://doi.org/10.1093/pubmed/fdaa120
Salam, U. B., Wahab, M. N. A., & Ibrahim, A. B. (2013). Potentiality of taubah (Islamic
repentance) and listening to the Holy Quran recitation on galvanic skin response. 5.
Setiawan, A. R., & Ilmiyah, S. (2020). Lembar Kegiatan Siswa untuk Pembelajaran Jarak Jauh Berdasarkan Literasi Saintifik pada Topik Penyakit Coronavirus
2019 (COVID-19). Online Published April 17.
Setiawan, Y. I. S. (2020). Penetapan Karantina Wilayah Menurut Pandangan Legal Positivisme Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Pandemi Coronavirus
Disease (COVID)-19 [Preprint]. Open Science Framework.
https://doi.org/10.31219/osf.io/zfg6x
Sinaga, D. M., Santosa, H., & Lubis, N. (2020). PENGALAMAN PASIEN
KANKER SERVIKS DALAM MENGATASI KECEMASAN. Jurnal Ilmiah PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment,
Dentist), 15(1), 41–45. https://doi.org/10.36911/pannmed.v15i1.647
Souza, V. de M., Frizzo, H. C. F., Paiva, M. H. P. de, Bousso, R. S., & Santos, Á.
da S. (2015). Espiritualidade, religiosidade e crenças pessoais de adolescentes com câncer. Revista Brasileira de Enfermagem, 68(5), 791–796.
https://doi.org/10.1590/0034-7167.2015680504i
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 1-14
14
Suprihatiningsih, T., & Dewi, S. (2020). Hubungan Antara Kecemasan Dengan
Kesejahteraan Spiritual Pasien Hemodialisis Di Rsud Cilacap. Wijayakusuma
Prosiding Seminar Nasional, 1(1), 80–85.
Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M.,
Herikurniawan, H., Sinto, R., Singh, G., Nainggolan, L., Nelwan, E. J., Chen, L. K., Widhani, A., Wijaya, E., Wicaksana, B., Maksum, M., Annisa,
F., Jasirwan, C. O. M., & Yunihastuti, E. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45–67.
https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i1.415
Syandri, S., & Akbar, F. (2020). Penggunaan Masker Penutup Wajah Saat Salat Sebagai Langkah Pencegahan Wabah Coronavirus COVID-19. SALAM:
Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, 7(3), 261–268.
https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i3.15105
Triyuwanti, S., & Widha, L. (2018). Penerapan Boneka Jari Sebagai Media
Bimbingan Untuk Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Anak Di Learning Quran For All (LQA) Sahabat-Qu Yogyakarta. Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan,
Penyuluhan, Dan Konseling Islam, 1(2), Article 2.
https://doi.org/10.15575/alisyraq.v1i2.13
WHO. (2020). Practical consinderations and recommendations for religious leaders and faith-based communities in the context of COVID-19. Online Published
April 7.
Wijaya, F. (2020). Bimbingan Konsling Islamiperspektif Bibliotheraphy dalam
Mengatasi Gangguan Kecemasan siswa Di MA NW Apitaik. At-Tadbir :
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 4(1), 32–47. https://doi.org/10.3454/at-
tadbir.v4i1.3731
Yunus, N. R., & Rezki, A. (2020). Kebijakan Pemberlakuan Lock Down Sebagai
Antisipasi Penyebaran Corona Virus COVID-19. SALAM: Jurnal Sosial dan
Budaya Syar-i, 7(3). https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i3.15083
Zaharah, Z., Kirilova, G. I., & Windarti, A. (2020). Impact of Corona Virus Outbreak Towards Teaching and Learning Activities in Indonesia. SALAM:
Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-i, 7(3), 269–282.
https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i3.15104
Zain, N., Damayanti, I. W., Pamungkas, N. C., & Saphira, N. (2018). Penanganan Stress Dengan Metode Dzikir Lisan Di Pondok Pesantren Tetirah Dzikir
Berbah Sleman. Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, Dan Konseling Islam,
1(2), Article 2. https://doi.org/10.15575/alisyraq.v1i2.18
Zariayufa, K., Ninin, R. H., & Widiastuti, T. R. (2020). Hubungan Belief In Afterlife
Dengan Kecemasan Terhadap Kematian (Studi pada Individu Muslim Usia
18-21 Tahun). Psikoislamedia : Jurnal Psikologi, 4(1), 84–104.
https://doi.org/10.22373/psikoislamedia.v4i1.6352