Post on 14-Jul-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
CHA (Community Health Analysis) . CHA adalah proses untuk
menilai adanya permasalahan kesehatan di masyarakat, menganalisis
penyebab, menyusun dan melaksanakan solusi untuk
permasalahantersebut, mengevaluasi apakah solusi tersebut mampu
mencapai tujuan(Dever, 2013). Community Health Analysis bertujuan
untuk melakukan diagnosis komunitas dalam rangka untuk
meningkatkanderajat kesehatan masyarakat.Dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat maka dibutuhkan suatu perencanaankesehatan, yaitu
suatu proses untuk menentukan masalah-masalah kesehatan yang
berkembangdi masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang
tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok. dan menyusun
langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuanyang telah di tetapkan
tersebut (Dever, 2013)
Karena terdapat berbagai macam masalah, maka harus disusun
prioritas masalah dengankriteria masalah yang terukur dan jelas. tetapi
dalam penyelesaian masalah tidak dapatdiselesaikan secara bersamaan,
karena keterbatasan sumber daya.Banyak metode yang digunakan untuk
penyusunan prioritas masalah, seperti Delbeq,Delphi, Hanlon, Relative
worth, Forced Ranking, namun metode yang dianjurkan adalah
metodeHanlon. Pada metode Hanlon didasarkan dari 4 kriteria yaitu
komponen A,B,C dan D.KomponenA adalah besarnya masalah, B adalah
keseriusan masalah, C adalah ketersediaan solusi dankomponen D adalah
kriteria PEARL. Ketika prioritas asalah sudah di tentukan, maka dapat
disusun alternatife pemecahanmasalah berdasarkan analisis penyebab
masalah. Kemudian dapan dilakukan plan action yangmerupakan detail
action dari pemecahan kegiatan, untuk selanjutnya dilakukan monitoring
dan evaluasi (Dever, 2013).
1
2. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Menganalisis kasus hipertensi di Desa Banjarsari Kidul, Kabupaten
Banyumas dengan mengunakan metode CHA (Community Health
Analysis)
2. Tujuan Khusus
a. Menginformasikan tentang hipertensi dan faktor penyebahnya.
b. Menginformasikan tentang cara pencegahan dan pengobatan
hipertensi.
c. Mengarahkan perilaku warga ke arah yang lebih baik.
d. Mengimplementasikan metode CHA kedalam kasus penyakit yang
terjadi di dalam masyarakat
2
BAB II
GAMBARAN UMUM
1. Geografis
Puskesmas II Sokaraja merupakan salah satu puskesmas yang ada
di Kecamatan Sokaraja Wilayah kerja yang meliputi 8 desa yaitu (Profil
Puskesmas, 2014) :
a. Desa Jompo Kulon, dengan luas wilayah : 99,77 km2
b. Desa Banjarsari Kidul, dengan luas wilayah : 161,23 km2
c. Desa Banjaranyar, dengan luas wilayah : 258,25 km2
d. Desa Kidung, dengan luas wilayah : 180,9 km2
e. Desa Lemberang, dengan luas wilayah : 152, 28 km2
f. Desa Karangduren, dengan luas wilayah : 182, 24 km2
g. Desa Sokaraja Lor, dengan luas wilayah : 155,5 km2
h. Desa Kedondong, dengan luas wilayah : 91,33 km2
Luas wilayah Puskesmas II Sokaraja adalah 1281,5 km2, desa yang
terkecil Desa Kedondong (91,33 km2) dan desa terluas adalah Desa
Banjaranyar (258,25 km2). Puskesmas II Sokaraja berbatas dengan desa
diwilayah kecamatan sebagai berikut (Profil Puskesmas, 2014) :
a. Sebelah Timur : Desa Jompo Wetan, wilayah Kab.
Purbalingga
b. Sebelah Barat : Desa Kalicupak, wilayah Puskesmas
Kalibagor
c. Sebelah Utara : Desa Kramat, wilayah Puskesmas II
Kembaran
d. Sebelah Selatan : Desa Sokaraja Wetan, wilayah Puskesmas
Sokaraja.
2. Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data dari PLKB, Statistik Kecamatan dan dari desa-
desa wilayah Puskesmas II Sokaraja berpenduduk total : 28.382
3
jiwa, terdiri dari 13.889 laki-laki dan 14.493 jiwa perempuan
(Profil Puskesmas, 2014).
Pada tabel dibawah ini terlihat bahwa jumlah penduduk yang
paling sedikit dari desa Jompo Kulon dengan 1.844 jiwa sedang
yang terbanyak adalah dari desa Karang Duren dengan 4.602 jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk puskesmas II Sokaraja dari tahun
2013-2014 adalah sebesar 15 pertahun (Profil Puskesmas, 2014).
Tabel 1. Pertumbuhan Penduduk Tahun 2014.
NO NAMA
DESA
JUMLAH
PEREMPUAN
JUMLAH
LAKI-
LAKI
JUMLAH
1. Jompo
Kulon
836 982 1.844
2. Banjarsari
Kidul
1.723 1.663 3.352
3. Banjaranyar 2.055 2.133 4.203
4. Klahang 1.919 1.737 3.950
5. Lemberang 1.994 1.551 3.344
6. Karangduren 2.187 2.180 4.602
7. Sokaraja Lor 1.869 1.844 3.736
8. Kedondong 1.625 1572 3.351
Beberapa data yang kami temukan dapat digunakan
untuk menggambarkan keadaan demografi di Kecamatan
Sokaraja pada tahun 2014 (Profil Puskesmas, 2014).
b. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin perdesa di
wilayah Puskesmas II Sokaraja tahun 2014 dapat dilihat pada tabel
berikut:
4
Tabel 2. Jumlah penduduk menurut umur diwilayah Puskesmas
II Sokaraja
No. Kelompok
(Tahun)
Jumlah Penduduk Jumlah L +
PLaki-laki Perempuan
1. 0-4 789 844 1633
2. 5-9 1190 1054 2244
3. 10-14 1104 1161 2265
4. 15-19 1149 1141 2290
5. 20-24 1019 1056 2075
6. 25-29 1128 1081 2209
7. 30-34 1332 1287 2619
8. 35-39 1077 1139 2216
9. 40-44 1054 1228 2282
10. 45-49 917 1010 1927
11. 50-54 847 959 1806
12. 55-59 761 816 1577
13. 60-64 408 545 953
14. 65-69 512 512 1024
15. 70-74 337 329 666
16. 75+ 265 331 596
Jumlah penduduk diwilayah Puskesmas II Sokaraja
sebanyak 28.382 jiwa terdiri dari 13.889 laki-laki dan 14.493
perempuan. Berdasarkan tabel penduduk di atas dapat dilihat
bahwa yang mendominasi populasi di daerah kerja Puskesmas
II Sokaraja adalah usia 20-24 tahun (Profil Puskesmas, 2014).
3. Sosial dan Ekonomi
a. Tingkat Pendidikan
Data pendidikan penduduk di wilayah Puskesmas II Sokaraja
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Data Pendidikan Penduduk Puskesmas II Sokaraja
Tahun 2014
5
No. Jenis Tamatan Jumlah
1. Belum sekolah 2336
2. Belum Tamat SD 2520
3. Tamat SD 7137
4. Tamat SLTP 5270
5. Tamat SLTA 5609
6. Tamat D3 429
7. Tamat S1 437
Dari data diatas dapat diketahui bahwa data
pendidikan penduduk tertinggi adalah tamat SD sebanyak :
7.137 jiwa, tamatan SLTA/SMA sebanyak : 5.609 jiwa,
tamatan SLTP / MTs sebanyak : 5.270 jiwa, belum sekolah
sebanyak : 2.336, belum tamat SD sebanyak : 2.520, tamat
D3 sebanyak : 429 jiwa dan terakhir tamat S1 sebanyak :
437 jiwa (Profil Puskesmas, 2014).
b. Mata Pencaharian Penduduk
Dari tabel 4 dibawah tentang mata pencaharian Penduduk
wilayah Puskesmas II sokaraja dapat diketahui bahwa mata
pencaharian penduduk yang tertinggi adalah buruh tani sebanyak
2790 jiwa.
Tabel 4. Data mata Pecaharian Penduduk wilayah Puskesmas
II Sokaraja Tahun 2014
No. Mata Pencaharian Total
1. Petani sendiri 1816
2. Buruh tani 1790
3. Nelayan 1
4. Pengusaha 108
5. Buruh industri 2790
6
6. Buruh bangunan 2079
7. Pedagang 1299
8. Pengangkutan 101
9. PNS 461
10. ABRI 126
11. Pegawai
BUMN/BUMD
42
12. Pensiunan 301
13. Penggali -
14. Jasa Sosial 97
15. Lain-lain 4158
Jumlah 15169
7
BAB III
PENCAPAIAN PROGRAM KESEHATAN
1. Derajat Kesehatan Masyarakat
A. Kematian
1) Angka Kematian Bayi (IMR)
Angka ini digunakan untuk rnengukur derajat kesehatan
dan jangkauan mutu pelayanan terhadap bayi, Angka ini
dipengaruhi oleh tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu
hamil, tingkat keberhasilan KIA – KB, serta kondisi lingkungan
sosial ekonomi. Pada tahun 2014, angka kematian bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Sokaraja 2 adalah lima belas dari
jumlah kelahiran 668 kali dengan rincian kematian neonatal dua
bayi, kematian perinatal tiga bayi, dan kematian bayi (1 bulan –
1 tahun) sebanyak sepuluh bayi. Pada tahun 2013, angka
kematian Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Sokaraja 2 adalah
tiga belas dari jumlah kelahiran sebesar 842 kelahiran,
sedangkan pada tahun 2012 berjumlah delapan dari jumlah 778
kelahiran. Dengan demikian, angka kematian bayi tahun 2014
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 serta angka
kematian bayi antara tahun 2013 dan 2012 juga mengalami
peningkatan walaupun tidak sebesar peningkatan antara tahun
2014 dan 2013.
2) Angka Kematian Anak Balita (CMR)
Angka kematian balita adalah jumlah kematian anak umur
1 - 4 tahun terhadap 1000 kelahiran hidup. Pada rentang bulan
Februari 2014 – Juni 2015, angka kematian balita di wilayah
kerja Puskesmas Sokaraja 2 sebanyak dua orang.
3) Angka Kematian Ibu Maternal (MMR)
Angka Kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu pada
masa kehamilan, melahirkan dan nifas per 100.000 kelahiran
hidup. Untuk Wilayah kerja Puskesmas Sokaraja 2 pada tahun
2011, 2012, dan 2013, tidak terdapat kasus kematian ibu. Akan
8
tetapi, pada tahun 2013 angka kematian ibu adalah tiga dari 842
kelahiran. Pada tahun 2014, angka kematian ibu menurun
menjadi satu orang dari 668 kelahiran.
B. Kesakitan (Morbiditas)
1) Insidensi dan prevalensi TB Paru
Jumlah kasus TB Paru Positif tahun 2014 menurut data
Puskesmas Sokaraja II sebanyak 19 kasus.
2) Pneumonia balita ditemukan dan ditangani.
Jumlah perkiraankasus {neumonia balita tahun 2014 ada
279 kasus, danditangani sebanyak 38 anak atau 100%.
3) Presentase diare ditemukan dan ditangani
Jumlah perkiraan kasus diare tahun 2014 sebanyak 607
orang, ditangani sebanyak 767 atau 124% ditangani.
4) Insidensi DBD
Berdasarkan data yang di himpun kasus DBD di Puskesmas
Sokaraja II tahun 2014 ada 16 kasus DBD di bandingkan
dengan tahun 2013 sebesar 49 kasus, terjadi penurunan kasus.
5) Kesakitan malaria
Jumlah kasus malaria pada puskesmas Sokaraja II pada
tahun 2013 maupun 2014 tidak ditemukan kasus.
6) Status Gizi
Jumlah balita yang ada sebanyak 2.568 anak, yang di
timbang sebesar 2.106 (82 %) yang naik berat badannya setelah
di timbang sebesar 1.676 (79,6 %). BGM sebanyak 34 anak
(1,6 %) dan Gizi Buruk sebanyak 3 anak, mendapat perawatan
3.
Jumlah ibu hamil tahun 2014 sebanyak 655 orang, mendapat
fe 1 sebanyak 656 orang (100 %) mendapat Fe 3 sebanyak 621
(094,8 %).
jumlah ibu nifas sebanyak 619 orang, mendapat vitamin A
sebanyak 619 orang (100 %).
7) 10 besar penyakit
9
Data yang didapat dari puskesmas Sokaraja II, berikut
menunjukkan urutan sepuluh besar penyakit bulan Mei 2015
dari terbesar ke terkecil pengunjungnya:
a) Hipertensi
b) Dispepsia
c) nyeri kepala
d) reumatoid artritis
e) dermatitis
f) infeksi saluran napas atas
g) anemia
h) Diabetes Militus
i) nyeri sendi
j) vertigo
2. Situasi Upaya Kesehatan
A. Posyandu
Berdasarkan data tahun 2014 jumlah posyandu di Puskesmas
II Sokaraja 48 posyandu, pada tahun 2013 jumlah 42 posyandu.
Adapun menurut tingkat perkembangan (Stratifikasi) Posyandu
Purnama, dan mandiri adalah sebagai berikut (Profil Puskesmas,
2014).
1) Posyandu Purnama
Tahun 2014 jumlah posyandu sebanyak 48, purnama 13
(27%), pada tahun 2013 jumlah posyandu purnama sebanyak
17 posyandu atau sebesar 40,8%. Dibandingkan pada 2013
tidak mengalami penurunan jumlah.
2) Posyandu Mandiri
Dari 48 posyandu, jumlah posyandu Mandiri sebanyak 2
posyandu atau sebesar 4,17%.
3) Posyandu Purnama + Mandiri
Jumlah posyandu Purnama dan Mandiri sebanyak 15 atau
sebesar 31,1%, sedangkan target tahun 2014 sebanyak 40%
ini berarti jumlah posyandu Purnama dan Mandiri di
10
Puskesmas II Sokaraja masih kurang (lebih rendah). Dengan
demikian masih perlu dibina dan ditingkatkan kegiatannya.
3. Kesehatan Lingkungan
A. Rumah
Jumlah rumah yang ada di wilayah kerja PuskesmasSokaraja II
sebanyak 8.003 rumah. Dari sebanyak 637 rumah yang diperiksa
(8%), sebanyak 392 rumah (61,5%) termasuk kedalam katagori
rumah sehat.
B. Tempat-tempat Umum (TTU)
Jumlah TUPM yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sokaraja II
sebanyak 187 buah. Sebanyak 44 buah (61,1%) diantaranya telah
memenuhi standar kesehatan
4. Pelayanan Kesehatan
Dari jumlah penduduk di wilayah Puskesmas II Sokaraja 28.382 orang,
yang menggunakan Sarana Pelayana Kesehatan (Puskesmas) sebesar
37.530 orang atau sebesar 132,2% dari jumlah penduduk wiayah
Puskesmas II Sokaraja, hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang
menggunakan sarana Pelayanan Kesehatan bukan saja dari penduduk asli
wilayah Puskesmas II Sokaraja melainkan ada yang berasal dari wilayah
ain dan kabupaten lain, terutama yang menggunakan sarana pelayanan
kesehatan di Swasta atau Rumah Sakit (Profil Puskesmas, 2014).
A. Puskesmas
Penduduk yang menggunakan sarana pelayanan kesehatan
di Puskesmas sejumlah 37.530 orang atau sebesar 132,2% dari
penduduk wilayah Puskesmas II Sokaraja.
B. Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Labkes
Labkes Puskesmas II Sokaraja melayani 6 jenis pemeriksaan
yaitu:
1) Pemeriksaan BTA
2) Pemeriksaan Hipertensi
3) Pemeriksaan Golongan Darah
4) Pemeriksaan pp, test
11
5) Pemeriksaan lab
6) Pemeriksaan gula darah
C. Obat Generik
Pengadaan obat-obat di Puskesmas II Sokaraja sudah di
drop dari dinas kesehatan kabupaten :
1) Obat INPRES dari Pusat, APBD.
2) Obat Askeskin dari setoran 30% kali total kapitasi. Obat
dari askes. Obat-obat yang tidak mencukupi bisa dengan
pengadaan komponen B, yaitu 20% operasional kapitasi
atau retribusi.
12
BAB IV
ANALISIS MASALAH
1. Analisis Potensi dan Kebutuhan
A. Alasan Memilih Kasus Hipertensi
Dalam menganalisis masalah kesehatan yang terjadi di daerah
Puskesmas Sokaraja II, kamiterlebih dahulu melakukan identifikasi
masalah. Identifikasi masalah bertujuan untuk mendata masalah-
masalah untuk kemudian dipilih masalah yang menjadi prioritas untuk
diberikan solusinya. Pada praktek lapangan kali ini, masalah yang
dikumpulkan berupa 10 penyakit yang terbanyak pada Puskesmas
Sokaraja II. Pemilihan prioritas masalah dapat dilakukan dengan
berbagai metode, yaitu metode delbeq, delphi, hanlon, force ranking
dan relative worth. Dalam praktek lapang kali ini, kelompok kami
menggunakan metode hanlon yang menggunakan sistem skoring
dalam penilaiannya, dan ditemukan hasil yang menjadi prioritas
masalah adalah penyakit Hipertensi.
2. Perumusan Masalah
A. Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolistik
di atas 90 mmHg. Pada populasi manula (umur 65 tahun keatas),
hipertensi adalah sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolic 90
mmHg (Brunner, 2008). Prevalensi dari Hipertensi di Puskesmas
Sokaraja II per bulan Mei 205 adalah sebesar 211 penderita.
B. Dispepsia
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang
terdiri dari rasa tidak enak atau sakit perut pada saluran cerna bagian
atas (SCBA). Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir
tahun 80-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala
13
(sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di
epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut
penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada
(Djojoningrat, 2009). Prevalensi Dispepsia di Puskesmas Sokaraja II
per bulan Mei 2015 sebanyak 220 pasien.
C. Nyeri Kepala
Pneumonia adalah radang paru-paru yang biasanya disebabkan
oleh infeksi. Tiga penyebab utama pneumonia adalah bakteri, virus,
dan fungi. Biasanya, anak-anak dibawah 2 tahun dan manula lebih
berisiko terkena penyakit ini. Gejala pneumonia bervariasi, mulai dari
pernapasan yang cepat sampai kegagalan pernapasan dan tekanan
darah yang sangat rendah atau dikenal dengan syok septik. Jika
pneumonia terjadi setelah bayi lahir, gejalanya akan timbul secara
bertahap. Terkadang bayi menjadi tiba-tiba sakit yang disertai dengan
turun-naiknya suhu tubuh. Namun, umumnya gejala pneumonia
adalah demam, batuk, sesak napas, serta napas dan nadi cepat
(Dahlan, 2006). Banyaknya penderita nyeri kepala pada bulan Mei
2015 di Puskesmas Sokaraja II adalah 219.
D. Rheumatoid artritis
Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh
inflamasi sistemik kronik dan progresif pada sendi (Aru et al., 2013).
Banyaknya penderita RA pada bulan Mei 2015 di Puskesmas Sokaraja
II adalah 217.
E. Dermatitis
Dermatitis atau eksema adalah peradangan pada kulit yang
menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil pada kulit.
Gelembung atau lepuh tersebut pecah dan mengeluarkan cairan
(Djuanda, 2011). Prevalensi dari Dermatitis di Puskesmas Sokaraja II
per bulan Mei 205 adalah sebesar 182 penderita.
F. Infeksi Saluarn Pernapasan Akut (ISPA)
Penyakit infeksi saluran pernapasan adalah proses infeksi yang
mencangkup saluran pernapasan atas atau bawah atau keduanya.
14
Infeksi ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, atau protozoa
dan bersifat ringan, sembuh sendiri, atau menurunkan fungsi individu.
Secara klinis ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Infeksi saluran pernapasan akut diadaptasi dari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI)
adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran
pernapasan dari hidung (saluran atas) sampai alveoli (saluran bawah).
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak,
karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah (Simoes, 2006).
Prevalensi dari ISPA di Puskesmas Sokaraja II per bulan Mei 205
adalah sebesar 359 penderita.
G. Anemia
Anemia berarti defisiensi sel darah merah yang dapat disebabkan
karena kehilangan sel darah merah yang terlalu banyak atau
pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat. Anemia adalah
penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi, abnormalitas
kandungan hemoglobin sel darah merah atau keduanya. Anemia dapat
disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah atau
peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronis,
perdarahan mendadak atau lisis (destruksi) sel darah merah yang
berlebihan. Semua anemia mengakibatkan penurunan nilai hematokrit
dan hemoglobin dan semua gejalan pada akhirnya berhubungan
dengan reduksi dalam pengangkutan oksigen ke sel dan organ
penderita sehingga mengganggu fungsi dan status kesehatan (Rimon,
2002 ). Prevalensi dari Anemia di Puskesmas Sokaraja II per bulan
Mei 205 adalah sebesar 142 penderita.
H. Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu
mendapatkan penanganan yang seksama. Jumlah penderita diabetes di
Indonesia setiap tahun meningkat. World Health Organization (WHO)
memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang
cukup besar pada tahun-tahun mendatang (Gustaviani, 2007).
15
Diabetes melitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa
darah yang melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
kekurangan hormone insulin secara relatif maupun absolut, apabila
dibiarkan tidak terkendali dapat terjadinya komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler jangka panjang yaitu mikroangiopati dan
makroangiopati (Rini, 2008). Prevalensi dari Diabetes Melitus di
Puskesmas Sokaraja II per bulan Mei 205 adalah sebesar 129.
penderita.
I. Nyeri Sendi
Nyeri sendi adalah keadaan tak nyaman dai daerah prsendian
dimana dua tulang atau lebih bertemu. Biasanya disebut Arthritis atau
arthralgia (Hardin, 2007). Prevalensi dari nyeri sendi di Puskesmas
Sokaraja II per bulan Mei 205 adalah sebesar 137 penderita.
J. Vertigo
Vertigo (dari bahasa Latin vertō "gerakan berputar") adalah salah
satu bentuk sakit kepala dimana penderita mengalami persepsi
gerakan yang tidak semestinya (biasanya gerakan berputar atau
melayang) yang disebapkan oleh gangguan pada sistem vestibular
(Taylor, 2011). Prevalensi dari Vertigo di Puskesmas Sokaraja II per
bulan Mei 205 adalah sebesar 176 penderita.
3. Prioritas Masalah
Penyusunan prioritas masalah dilakukan dalam sebuah kelompok
menggunakan sistem skor relatif. Ada beberapa metode yang dapat
digunakan, yaitu metode Delbeq, Delphi, Hanlon, Relative Worth, dan
Forced Ranking. Dalam mencari prioritas masalah kesehatan yang terjadi
di daerah sekitar Puskesmas Sokaraja II, peneliti menggunakan metode
Hanlon.
Metode Hanlon didasarkan pada 4 kriteria, kemudian prioritas
masalah ditentukan berdasarkan hasil skoring 4 kriteria tersebut. Kriteria
tersebut adalah:
16
a. Tabel 4.1 Komponen A = Besarnya masalah
Besarnya masalah
(jumlah populasi yang terkena)
Skor
≥ 25% 10
10 – 24,9% 8
1 – 9,9% 6
0,1 – 0,9% 4
< 0,1% 2
b. Tabel 4.2 Komponen B = Keseriusan masalah
Urgency Skor Severity Skor Cost Skor
Very Urgent 10 Very Severe 10 Very Costly 10
Urgent 8 Severe 8 Costly 8
Some Urgent 6 Moderate 6 Moderate Cost 6
Little Urgent 4 Minimal 4 Minimal Cost 4
Not Urgent 2 None 2 No Cost 2
c. Tabel 4.3 Komponen C = Ketersediaan solusi
Keefektifan Skor
Sangat efektif (80 – 100%) 10
Efektif (60 – 80%) 8
Cukup efektif (40 – 60%) 6
Kurang efektif (20 – 40%) 4
Tidak efektif (0 – 20%) 2
d. Komponen D = Kriteria PEARL (Propiety, Economic,
Acceptability, Resources, dan Legality)
Jawaban ya dan tidak, ya diberikan skor 1, tidak diberikan skor 0 (nol).
P : Propiety : kesesuaian program dengan masalah.
E : Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat.
A : Acceptability: apakah bisa diterima masyarakat.
17
R : Resources: Adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah.
L: Legality: Tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada.
Setelah dilakukan skoring, akan didapatkan nilai prioritas dasar
(NPD) dan nilai prioritas total (NPT). Nilai NPD dan NPT terbesar
menunjukan prioritas utama.
NPD dapat dihitung dengan rumus :
NPT dapat dihitung dengan rumus :
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dilakukan di
Puskesmas Sokaraja II, didapatkan nilai Hanlon untuk setiap penyakit
dalam Bulan Mei tahun 2015 adalah sebagai berikut :
a. Data yang didapatkan
Tabel 4.4 Data nilai Hanlon untuk Setiap Penyakit
NoNama
Penyakit
Angka
Kejadian
Penyakit/perbu
lan
Penduduk
Pembagi
Besaran
Masalah
(A)
Keseriusan Masalah (B)
Keterse
diaan
Solusi
(C)
%
Case
Fatality
Rate (%)
Cost Solusi
1 Hipertensi 211 3386 6,2% 13.2% Rp. 306.400 76.00%
2 Dispepsia 220 3386 6% - Rp. 364.770 -
3 Nyeri 219 3386 3,3% - Rp. 197.500 -
18
Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A+B) C
Nilai Prioritas Total (NPT) = [(A+B) C]x D
Kepala
4Rheumatoid
Artritis217 3386 6% - Rp. 227.800 -
5 Dermatitis 182 3386 5% - Rp.170.662 8%
6
Infeksi
Saluran
Nafas Akut
359 3386 10% 5,5% Rp. 29.200 13,6 %
7
Anemia
Defisiensi
Besi
142 3386 4% - Rp.800 94,80%
8Diabetes
Miletus129 3386 3% 2,7% Rp. 10.500 76.00%
9 Nyeri Sendi 197 3386 5% - Rp. 144.400 -
10 Vertigo 176 3386 5% - Rp. 0 -
Persentase besaran masalah pada komponen A merupakan hasil
perhitungan angka kejadian penyakit per angka pembagi yang didapatkan dari
jumlah pasien baru dan jumlah pasien lama pada bulan Mei 2015. Komponen B
terdiri dari urgency, severity, dan cost. Karena 10 penyakit terbanyak pada
puskesmas Sokaraja II tidak termasuk dalam MDGs, maka kami sama-ratakan
dengan pemberian skor 8. Untuk severity, karena puskesmas Sokaraja II hanya
memfasilitasi rawat jalan, kami menggunakan standar lain untuk persentasi case
fatality rate, yaitu dari 10 penyakit penyebab kematian dari WHO, hipertensi heart
disease, atau hipertensi yang menyebabkan adanya komplikasi gagal jantung
menempati peringkat 1, dan memiliki persentase 13,2 %, lalu diikuti penyakit
lainnya. Untuk diagnosis penyakit yang tidak terdapat pada peringkat 10 besar
WHO, kami beri poin 2. Dan komponen B yang terakhit yaitu, cost adalah berapa
kerugian atau pengeluaran yang dikeluarkan oleh puskesmas Sokaraja II untuk
19
menangani suatu diagnosis penyakit. Selanjutnya komponen C, yaitu ketersediaan
dan efektifitas suatu solusi maupun program yang telah dicapai Puskesmas
Sokaraja II dalam menangani beberapa penyakit di tahun 2014. Tidak semua
penyakit, memiliki ketersediaan solusi dan efektifitas yang baik, untuk penyakit
hipertensi dan diabetes miletus pada tahun 2014, dijalankan melalui promosi
kesehatan penyuluhan perilaku sehat pada seluruh rumah tangga dengan
efektifitas 76%, pada penyakit ISPA efektifitas dari program pencegahan dan
pemberatasan penyakit ISPA 13,6 % yang seharusnya standar efektifitasnya 70%.
Pada penyakit anemia defisiensi besi, program yang dijalankan ialah program
perbaikan gizi dengan cara pemberian Fe3 sebanyak 621 atau 94,8% (SPM
Puskesmas II Sokaraja, 2014).
Tabel 4.5 Skoring dengan Metode Hanlon
20
No Nama Penyakit A
BRata-
rata BC D
NPT
((A+B)
C) x DUrgensi Severity Cost
1 Hipertensi 6 8 10 10 9,4 8 1 123,2
2 Dispepsia 6 8 2 10 6,7 2 1 25,4
3 Nyeri kepala 6 8 2 6 5,4 2 1 22,8
4Rheumatoid
artritis 6 8 2 8 6 2 1 24
5 Dermatitis 6 8 2 6 5,4 2 1 22,8
6
Infeksi Saluran
Pernapasan
Akut (ISPA)8 8 6 4 6 4 1 56
7 Anemia 6 8 2 2 4 10 1 40
8Diabetes
Melitus 6 8 4 4 5,4 8 1 91,2
9 Nyeri Sendi 6 8 2 6 5,4 2 1 22,8
10 Vertigo 6 8 2 2 4 2 1 20
Berdasarkan skoring dengan metode Hanlon, didapatkan hipertensi
sebagai prioritas masalah karena nilai NPT hipertensi merupakan yang tertinggi,
yaitu. Didapatkan dengan cara:
Nilai Prioritas Total (NPT) = [(A+B) C] x D
Nilai Prioritas Total (NPT) hipertensi = [(6+9,4) x 8] x 1
= 123,2
Langkah selanjutnya ialah menganalisis penyebab masalah. Kami
mengambil sample di Desa Banjarsari Kidul, karena pada periode Bulan
Mei tahun 2015 memiliki prevalensi hipertensi tertinggi ke-6 desa yang
lain. Kami menggunakan kuisioner sebagai instrumen analisis penyebab
masalah pada desa Banjarsari Kidul.
4. Analisis Penyebab Masalah
Analisis penyebab masalah merupakan bagian inti dalam
Community Health Analysis. Dalam tahap ini ditentukan penyebab utama
masalah yang digunakan untuk melakukan pemecahan masalah. Dalam
analisis penyebab masalah perlu disusun kerangka konseptual.
Kerangka konseptual merupakan bagan dengan skema dasar teori yang
berisi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan prioritas masalah.
Dalam penyusunan kerangka konseptual digunakan metode Root Cause
Analysis.
Analisis penyebab masalah menggunakan risk factor, direct, dan
indirect contriburing factor. Sebelumnya analisis penyebab masalah
diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer diambil
langsung dari responden dengan mengisi kuisioner yang telah dibuat.
21
Tabel 4.6. Root Cause Analysis Faktor Risiko Hipertensi.
22
Hipertensiumurjenis kelamingenetikprilaku merokokpengetahuanlingkunganprilaku minum alkholpengetahuanlingkunganobesitaspola makankebiasaanpengetahuanprilaku kurangnya aktifitas fisikwaktu yang kurangpekerjaankesadaranpengetahuanprilaku konsumsi makanan asinkebiasaankeluargapengetahuanpendidikanprilaku konsumsi makanan berlemakkebiasaankeluargapengetahuanprilakukurang nya tidurlingkunganwaktupekerjaanpenyakit lain yang mendasari
1) Usia
25%
28%20%
23%
5%
Usia40-50 th 51-60 th 60-70th 71-80 th 81-90 th
Gambar 4.1. Usia masyarakat Desa Banjarsari Kidul pada tahun 2015
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata penderita Hipertensi
yang kami teliti berusia 59 tahun. Usia penderita hipertensi paling
banyak adalah diatas 50 tahun yaitu sebanyak 95% , dan yang kurang
dari 50 tahun hanya sebanyak 5%. Ini menunjukan bahwa usia diatas 50
tahun sangat rentan terkena hipertensi.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang
mengalamikenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80 tahun7dan tekanan diastolik terus meningkat sampai
usia 55-60 tahun, kemudianberkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis. Penyakit hipertensipaling banyak dialami oleh
kelompok umur 31-55 tahun dan umumnyaberkembang pada saat umur
seseorang mencapai paruh baya yakni cenderungmeningkat khususnya
yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebihdari 60 tahun
keatas (Anies, 2006). Tekanan darah sistolik dan diastolikberpengaruh
nyata dengan umur pada laki-laki maupun perempuan.
23
Koefisienkorelasi antara umur dan TDS sebesar 0.38 pada laki-laki dan
0.40 pada wanita.Kejadian hipertensi meningkat drastis pada usia 55-64
tahun dan IMT kuintil ke-5(Tesfaye et al. 2007).
2)JenisKelamin
13%
88%
Jenis kelaminLaki-laki Perempuan
Gambar 4.2. Jenis kelamin desa Banjarsari Kidul pada tahun 2015
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar subjek
penelitian berjenis kelamin perempuan (75%). Hasil analisis
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi dapat
diketahui bahwa persentase kejadian hipertensi di subjek penelitian
lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan black dan izzo
(2011) yang menyatakan bahwa tingkat kejadian hipertensi akan
lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan pada
usia dibawah 55 tahun dan menjadi sebanding pada usia 55-75
tahun.
Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan disebabkan
oleh perbandingan jumlah subjek penelitian laki-laki dan
perempuan yang tidak proporsional, dimana subjek penelitian
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian
laki-laki. Selain itu, subjek penelitian perempuan sebagian besar
24
berusia lebih dari 55 tahun yang menyebabkan faktor resiko
terjadinya hipertensi menjadi sebanding dengan laki-laki (Black,
2011).
3) Pendidikan terakhir
26%
51%
15%
8%
Pendidikan terakhirTidak sekolah SD SMP SMA
Gambar 4.3. Pekerjaan terakhir masyarakat desa Banjarsari Kidul
pada tahun 2015
Hasil penelitian didapatkan subjek penelitian yang tidak
mendapatkan pendidikan sebanyak 26%, lulus SD 51%, SMP 15%
dan SMA 8%. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan
antara tingkat pendidikan pasien dengan faktor resiko terjadinya
hipertensi. pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar
sehingga terbentuk suatu tingkah laku, kegiatan dan aktivitas.
Dengan belajar formal maupun non formal manusia akan memiliki
pengetahuan, dengan pengetahuan yang diperoleh maka klien akan
mengetahui manfaat dari saran atau nasihat pelayan kesehatan
sehingga dapat patuh dalam menghindari berbagai faktor resiko
hipertensi. Hasil analisis penelitian terhadap subjek penelitian
25
didapatkan bahwa subjek dengan pendidikan rendah lebih beresiko
terkena hipertensi (Hamonangan, 2011).
4) Riwayat hipertensi dalam keluarga
30%
18%
53%
Riwayat hipertensi dalam keluargaYa Tidak tahu Tidak
Gambar 4.4. Riwayat hipertensi dalam keluarga pada masyarakat
Banjarsari Kidul tahun 2015
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 43% subjek
penelitian tidak mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
sedangakan subjek penelitian dengan riwayat keluarga dengan
hipertensi 48%. Subjek penelitian yang mempunyai riwayat
keluarga dengan hipertensi mempunyai persentasi kejadian
hipertensi yang lebih besar dibandingkan dengan subjek penelitian
yang tidak mempunyai riwayat keluarga hipertensi. Hasil ini
sejalan dengan penyataan Black dan Hawks (2012) yang
mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai riwayat keluarga
dengan hipertensi akan mempunyai resiko yang lebih besar
mengalami hipertensi. Hal ini terjadi karena seseorang yang
mempunyai riwayat keluarga denga hipertensi, beberapa gennya
akan berinteraksi dengan lingkungan dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
26
Hasil penelitian ini menunjukan tidak adanya hubungan
antara riwayat keluarga dengan hipertensi dengan kejadian
hipertensi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sugiarto (2012) yang menyatakan adanya hubungan bermakna
antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi pada subjek
penelitian. Kemungkinan penyebab perbedaan hasil penelitian ini
adalah penetapan subjek penelitian yang digunakan oleh peneliti
berbeda dengan peneliti sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya,
subjek penelitian yang dijadikan kasus adalah subjek penelitian
dengan hipertensi primer dengan subjek penelitian yang tidak
mengalami hipertensi dijadikan kontrol. Sedangkan penelitian
dalam ini menetapkan subjek penelitian yang telah terpilih secara
acak sebagai kasus tanpa adanya subjek penelitian yang berperan
sebagai kontrol. Subjek penelitian yang diteliti dalam penelitian ini
adalah warga masyarakat umum dengan adanya riwayat hipertensi
yang didapatkan dari rekam medis puskesmas sehingga pengaruh
riwayat keluarga terhadap kejadina hipertensi belum dapat
diindentifikasi secara valid. Selain itu, adanya pola hidup yang
berbeda pada responden dapat menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya hipertensi dengan adanya riwayat
keluarga ataupun tanpa adanya riwayat kelurga dengan hipertensi
(Rahayu, 2012).
27
5) Penyakit yang menyebabkan hipertensi
13%
88%
Penyakit yang menyebabkan Hipertensi
DM Tidak
Gambar 4.5. Penyakit yang menyebabkan hipertensi dalam
masyarakat desa Banjarsari Kidul pada tahun 2015
Hasil penelitian menemukan 5 orang (12%) penderita
Hipertensi diabetes melitus dari 40 orang sampel.Hipertensi yang
di dasari penyakit sebelumnya disebut dengan hipertensi sekunder.
Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus sangat
kuat karena beberapa kriteria yang sering ada pada pasien
hipertensi yaitu peningkatan tekanandarah, obesitas, dislipidemia
dan peningkatan glukosa. Hipertensi adalah suatu faktor resiko
yang utamauntukpenyakitkardiovaskular dan komplikasi
mikrovaskular seperti nefropati dan retinopati(Anies, 2006).
Prevalensi populasi hipertensi pada diabetes adalah 1,5-3
kali lebihtinggi daripada kelompok pada non diabetes. Diagnosis
dan terapi hipertensi sangatpenting untuk mencegah penyakit
kardiovaskular pada individu dengan diabetes. Pada diabetes tipe 1,
adanya hipertensi sering diindikasikan adanyadiabetes nefropati.
Pada kelompok ini, penurunan tekanan darah dan
angiotensinconverting enzym menghambat kemunduran pada
fungsi ginjal.Pada diabetes tipe 2, hipertensi disajikan sebagai
28
sindrom metabolit (yaitu obesitas,hiperglikemia, dyslipidemia)
yang disertai oleh tingginya angka penyakitkardiovaskular (Anies,
2006).
6) Pengetahuan tentang hipertensi
15%
28%57%
Pengetahuan responden tentang Hipertensi
Baik Cukup Kurang
Gambar 4.6. Pengetahuan tentang hipertensi pada masyarakat desa
Banjarsari Kidul tahun 2015
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan
penderita hipertensi akan penyakitnya sendiri itu masih
kurang yaitu sebanyak 58%. Penderita yang mengetahui
betul akan hipertensi hanya 15% dansisanya (27%) berpengetahuan
cukup. Menurut Azwar (2003) terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan penderita hipertensi dengan terkontrolnya tekanan
darah. Peningkatan pengetahuan penderita hipertensi tentang
penyakit akan mengarah pada kemajuan berpikir tentang perilaku
kesehatan yang lebih baik sehingga berpengaruh dalam
terkontrolnya tekanan darah. Menurut WHO, perilaku seseorang
adalah penyebab utama menimbulkan masalah kesehatan, tetapi
juga merupakan kunci utama pemecahan.
Pengetahuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang dalam menentukan baik, buruk dan dapat menentukan suatu
29
kepercayaan sehingga konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan
sikap dan perilaku seseorang dalam suatu hal. Pengetahuan inilah yang
mempengaruhi perilaku pasien hipertensi untuk mencegah terjadinya
komplikasi stroke. Tingkat pengetahuan keluarga maupun pasien dalam
tindakan pencegahan komplikasi hipertensi di harapkan dapat
mengkontrol tekanan darah yaitu dengan mengurangi konsumsi garam,
membatasi lemak, olahraga teratur, tidak merokok, dan tidak minum
alkohol, menghindari kegemukan atau obesitas. Pengetahuan
ataukognitif merupakan faktor dominan yang sangat penting dalam
pembentukan tindakan seseorang (over behavior) (Azwar, 2003).
7) Pekerjaan
32%
32%
5%
3%3%
5%
11%
11%
PekerjaanIbu rumah tangga Tidak bekerja Kader Posyandu PeternakDukun bayi Pensiunan Pedagang Petani
Gambar 4.7. Pekerjaan masyarakat desa Banjarsari Kidul pada tahun
2015
Hasil penelitian yang dilakukan di desa Banjarsari kidul subjek
penelitian kebanyakan adalah ibu rumah tangga (32%) dan yang sudah
tidak bekerja (32%). Banyaknya ibu rumah tangga dan subjek
30
penelitian yang tidak bekerja dapat meningkatkan terjadinya penurunan
aktivitas fisik yang dilakukan atau aktivitas fisik minimal yang
kebanyakan terjadi pada ibu rumah tangga. Hal ini dapat menjadi faktor
resiko terjadinya hipertensi karena adanya penurunan aktivitas fisik
pada subjek penelitian. Latihan fisik yang adekuat dapat menurunkan
resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan semua mortalitas
termasuk hipertensi (Davis, 2011).
8) Obesitas
17%
17%
37%
28%
BMINormal Overweight Obesitas I Obesitas II
Gambar 4.8. Obesitas pada masyarakat desa Banjarsari Kidul tahun
2015
Hasil penelitian menunjukan hampir setengah subjek penelitian
termasuk kedalam kategori obesitas (43%). Subjek penelitian dengan
obesitas cenderung menderita hipertensi dibandingkan dengan subjek
penelitian tanpa obesitas. Peningkatan IMT berkaitan erat dengan
peningkatan tekanan darah baik pada laki-laki maupun perempuan.
Individu yang mengalami obesitas lebih beresiko terkena menderita
hipertensi dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami
obesitas. Individu dengan obesitas 4,02 kali beresiko menderita
31
hipertensi dibandingkan dengan individu tanpa obesitas (Sugiharto,
2012).
Dari 60% pasien yang menderita hipertensi, 20% diantaranya
mempunyai berat badan berlebih. Mekanisme obesitas yang
meningkatkan kejadian hipertesi belum diketahui secara jelas. Obesitas
dihubungkan dengan peningkatan resistensi insulin yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah (Sugiharto, 2012).
9) Konsumsi Makanan asin
5%
35%
20%
40%
Konsumsi makanan asinTidak pernah 1-2x/minggu 3-4x/minggu setiap hari
Gambar 4.9. Konsumsi makanan asin masyarakat desa Banjarsari Kidul
pada tahun 2015
Penelitian ini menenjukan dari 40 responden penderita
Hipertensi terkait dengan konsumsi makanan asin didapatkan sebanyak
95% senang mengkonsumsi makanan asin dan sebanyak 5% tidak suka
mengkonsumsi makanan asin. Dari hasil di atas menunjukan bahwa
konsumsi makanan asin dengan kejadian Hipertensi.
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
patogenesis hipertensi. Asupan garam kurang dari 3 gram perhari
memiliki risiko yang rendah terhadap kejadian hipertensi, dibandingkan
jika asupan garam adalah 5-15 gram perhari yang meningkatkan 15-
20% risiko hipertensi (Wiryowidagdo, 2004). Pengaruh asupan garam
32
terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung, dan tekanan darah (Basha, 2004).
10) Konsumsi kopi
60%15%
8%
18%
Konsumsi kopiTidak pernah 1-2x/minggu 3-4x/minggu setiap hari
Gambar 4.10. Konsumsi kopi pada masyarakat desa Banjarsari Kidul
tahun 2015
Hasil penelitian menunjukan bahwa 60% dari penderita
hipertensi tidak suka mengkonsumsi kopi dan sebanyak 40% suka
mengkonsumsi kopi. Sampel dengan jumlah perempuan lebih banyak
berpengaruh terhadap hasil ini , karena kebanyakan perempuan kurang
dalam mengkonsumsi kopi. Kopi merupakan salah satu faktor resiko
Hipertensi ,itu di karenakan kopi mengandungkafein.
Kafein mengikat pada reseptor pada permukaan sel-sel otot
jantung, yang menyebabkan peningkatan tingkat cAMP dalam sel
(dengan memblokir enzim yang mendegradasi cAMP), meniru efek dari
epinefrin (yang mengikat ke reseptor pada sel yang mengaktifkan
cAMP produksi). cAMP bertindak sebagai "utusan kedua," dan
mengaktifkan sejumlah besar protein kinase A (PKA; cAMP-dependent
protein kinase). Hal ini memiliki efek keseluruhan meningkatkan laju
glikolisis dan meningkatkan jumlah ATP yang tersedia untuk kontraksi
otot dan relaksasi. Menurut sebuah studi, kafein dalam bentuk kopi,
33
secara signifikan mengurangi risiko penyakit jantung pada studi
epidemiologi. Namun, efek perlindungan hanya ditemukan pada
partisipan yang tidak parah hipertensi (misalnya, pasien yang tidak
menderita tekanan darah sangat tinggi)(Armilawati, 2007).
Dengan meningkatnya aktivitas otot termasuk otot jantung
menyebabkan jantung memompa darah lebih cepat dan darah yang
keluar dari jantung menuju ke seluruh tubuh akan mempunyai tekanan
yang tinggi. Tetapi apa bila kafein dalam tubuh telah habis kadarnya
dalam tubuh jantung akan kembali normal(Armilawati, 2007).
11) Penggunaan minyak goreng
38%
63%
Penggunaan minyak goreng1 kali lebih dari 1 kali
Gambar 4.11. Konsumsi minyak jelantah masyarakat desa Banjarsari
Kidul tahun 2015
Konsumsi minyak jelantah ini berhubungan konsumsi lemak
oleh subjek penelitian. Minyak jelantah adalah minyak goreng yang
digunakan secara berulang kali yang mengalami oksidasi. Minyak atau
lemak yang dioksidasikan secara sempurna dalam tubub menghasilkan
9,3 kalori lemak pergram. Minyak nabati pada umumnya merupakan
sumber asam lemak yang daapt berpengaruh pada terjadinya
34
penyempitan pembuluh darah oleh atherosklerosis sehingga dapat
berpengaruh pada faktor resiko terjadinya hipertensi (Bakri, 2013).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 73% subjek penelitian
mengkonsumsi atau menggunakan minyak jelantah. Hasil penelitian ini
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan Sugiharto (2012) yang
menunjukan bahwa konsumsi lemak mempunyai hubungan yang
bermakna dengan kejadian hipertensi. Beberapa teori juga menyebutkan
adanya keterkaitan antara konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi.
Menurut Braverman (2006) Konsumsi makanan tinggi lemak
merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi. Lemak jenuh tidak
menyehatkan jantung karena dapat meningkatkan kolesterol LDL (Low
Density Lipoprotein) dan kolesterol yang tinggi merupakan faktor
resiko utama terjadinya atheroskerosis yang merupakan masalah
kardiovaskular termasuk hipertensi (Bakri, 2013).
12) Konsumsi makanan yang bersantan
29%
49%
17%
5%
Konsumsi makanan bersantanTidak pernah 1-2x/minggu 3-4x/minggu Setiap hari
Gambar 4.12. Konsumsi makanan bersantan masyarakat desa Banjarsari
Kidul tahun 2015
Hasil penelitian menunjukan 71% subjek penelitian
mengkonsusmsi makanan bersantan. Salah satu kandungan santan
adalah lemak. Menurut Braverman (2010) Konsumsi makanan tinggi
35
lemak merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi. Lemak jenuh tidak
menyehatkan jantung karena dapat meningkatkan kolesterol LDL (Low
Density Lipoprotein) dan kolesterol yang tinggi merupakan faktor
resiko utama terjadinya atheroskerosis yang merupakan masalah
kardiovaskular termasuk hipertensi (Braverman, 2010).
13) Konsumsi alkohol
100%
Konsumsi alkoholTidak
Gambar 4.13. Konsumsi alkohol pada masyarakat desa Banjarsari Kidul
tahun 2015
Hasilpenelitiantidak di temukanresponden dengan Hipertensi
yang pernahatausukamengkonsumsi alcohol.Konsumsi alkoholdiakui
sebagaifaktorpentingyang berhubungan dengan tekanan
darah.Kebiasaan konsumsi alkohol harus dihilangkan untuk
menghindari peningkatan tekanan darah.Jika dibandingkan dengan
orang yang bukan peminum alkohol, maka terdapat perbedaan yang
signifikan dalam hal tingginya tekanan darah. Konsumsi alkohol 3 kali
per hari dapat menjadi pencetus meningkatnya tekanan darah ,dan
berhubungan dengan peningkatan 3 mmHg (Elsanti, 2009)..
Konsumsi alkohol seharusnya kurang dari 2 kali perhari pada
laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah.Bagi perempuan
36
dan orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak
lebih dari 1 kali minum per hari. Namun akan lebih baik jika konsumsi
alkohol tidak dilakukan (Elsanti, 2009).
14) Kebiasaan olahraga
53%35%
3% 10%
Kebiasaan olahragaTidak pernah 1-2x/minggu 3-4x/minggu setiap hari
Gambar 4.14. Kebiasaan olahraga masyarakat desa Banjarsari Kidul
tahun 2015
Hasil survei dari 40 orang penderita Hipertensi, 64%
diantaranya tidak pernah berolahraga dan 36% suka berolahraga.
Penderita yang berolahraga kebnyakan hanya melakukan olahraga 1-2
kali dalam seminggu yaitu sebanyak 21% , 3% berolahraga sebanyak 3-
4 kali/minggu dan 12% berolahraga setiap hari. Dari hasil diatas
membuktikan bahwa olahraga sangat berpengaruh terhadap prevalensi
hipertensi. Pada orang yang kuantitas aktivitasnya tinggi (olahraga
berlebihan) akan cenderung memiliki frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi sehingga otot jantung akan bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung memompa darah, maka
makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri sehingga risiko
kejadian hipertensi menjadi lebih tinggi (Armilawati, 2007).
37
15) Kebiasaan merokok
63%18%
13%
8%
Kebiasaan merokokTidak 1-3 batang/hari 4-6 batang 7-12 batang
Gambar 4.15. Kebiasaan merokok masyarakat desa Banjarsari Kidul
pada tahun 2015
Hasil peneliatan menunjukan dari 40 orang penderita hipertensi
66% diantaranya adalah bukan seorang perokok dan 34% nya seorang
perokok ini dikarenakan penderita hipertensi yang kami teliti
kebanyakan adalah perempuan.
Merokok merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang
dapat diubah. Kandungan nikotin dalam rokok akan diserap pembuluh
darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga
ke otak. Otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan member sinyal
pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon ini
akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.
Selain itu, karbonmonoksida dalam asap rokok yang memiliki afinitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen terhadap hemoglobin
akan menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan
tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk
38
memasukkan oksigen yang cukup kedalam organ dan jaringan tubuh
(Armilawati, 2007).
16) Wanita menopouse
81%
19%
Menopouse Ya Tidak
Gambar 4.16. Jumlah wanita menopouse masyarakat desa Banjarsari
Kidul tahun 2015
Dari hasil penelitian yang dilakukan di desa banjarsari kidul
didapatkan 81% subjek penelitian yang telah mengalami menopouse
dan 19% subjek penelitian yang tidak mengalami menopouse. Dari
hasil analisis penelitian berdasarkan pada persentase didapatkan adanya
hubungan antara menopause dengan kejadian hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan berkurangnya jumlah estrogen yang dihasilkan
yang berhubungan dengan disfungsi endotelial dan menambah BMI
yang menyebabkan kenaikan pada aktivitasi saraf simpatik yang kerap
kali terjadi pada wanita yang mengalami menopause. Aktivitas saraf
simpatik ini akan mengeluarkan stimulan renin dan angiotensin II.
Disfungsi endotelial ini akhirnya meningkatkan kesenstifan terhadap
garam dan kenaikan endotelin. Tidak hanya itu, kenaikan angiotensin
dan endothelin dapat menyebabkan stres oksidatif yang akhirnya
berujung pada hipertensi (Hamonangan, 2011).
39
17) Pola tidur
34%
58%
8%
Kebiasaan tidur malam<21.00 21.00-22.00 23.00
Gambar 4.17. Kebiasaan tidur malam masyarakat desa Banjarsari Kidul
pada tahun 2015
Hasil penelitian pada subjek penelitian menunjukan lebih dari
setengah subjek penelitian tidur diatas jam 22.00-23.00. Dapat
disimpulkan bahwa subjek penelitian lebih banyak tidur pada waktu
larut malam hal ini berkaitan erat dengan pola tidur yang berhubungan
dengan faktor resiko terjadinya hipertensi. Hubungan pola tidur dengan
hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpati. Peningkatan saraf
dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Pola
tidur yang kurang teratur dan sering tidur terlalu malam dapat
mengakibatkan tekanan darah meningkat menetap tinggi (Hamonangan,
2011).
40
18) Konsumsi buah-buahan
8%
60%
20%
13%
Konsumsi buah-buahanTidak pernah 1-2x/minggu 3-4/minggu setiap hari
Gambar 4.18. Konsumsi buah-buahan masyarakat desa Banjarsari Kidul
tahun 2015
Hasil penelitian menjunjukan bahwa konsumsi buah pada
penderita hipertensi masih kurang yaitu sebanyak 60% hanya memakan
buah jika ada saja atau bisa disimpulkan hanya makan buah 1-2 kali
dalam seminggu. Kesadaran akan pentingnya konsumsi buah masih
kurang atau bisa juga karena faktor ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Dauchetet al. (2007)
menyebutkan bahwa peningkatan konsumsi sayur dan buah serta
penurunan konsumsi lemak pangan, Disertai dengan penurunan
konsumsi lemak total dan lemak jenuh, dapat menurunkan tekanan
darah. Penemuan ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya, the
Nurses’ Health Study and the Health Professionals Follow-up Study
groups, yang menemukan bahwa penurunan risiko jantung koroner dan
stroke berhubungan dengan tinggi nya pola konsumsi buah, sayur,
kacang kacangan, ikan, dan padi-padian tumbuk. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa kerusakan pembuluh darah bias dicegah dengan
mengkonsumsi antioksi dan sejak dini. Konsumsi tinggi sayur dan buah
serta rendah karbohidrat dan lemak dapat digunakan sebagai pola
41
makan untuk penurunan berat badan. Penelitian yang dilakukan oleh
Ledikwe et al. (2007) pada 810 orang penderita prehipertensi dan
hipertensi ringan, menemukan hubungan nyata antara konsumsi pangan
yang memiliki densitas energi rendah dengan penurunan berat badan
(Elsanti, 2009).
5. Pemecahan masalah
Untuk menentukan alternatif pemecahan masalah, metode yang
digunakan adalah aplikasi dari metode skoring RINKE. Metode Rinke yaitu
menentukan indikator-indikator kegiatan yang akan dilakukan untuk
menganggulangi dari akar permasalahan utama yang mengaitkan berbagai
hubungan. Metode ini menggunakan 4 komponen, yaitu:
Keterangan:
M (Magnitude) : Seberapa banyak populasi yang akan terkena efek dari
indikator tersebut
I (Importancy) : Keberlangsungan indikator yang berhubungan dengan
frekuensi indikator kegiatan
V (Vunerability) : sensitivitas yang berarti seberapa indikator bisa mengena
untuk masyarakat
C (Cost) : Pembiayaan dari indicator. Semakin besar biaya, maka komponen
C nya juga semakin besar
Setelah menetukan alternative solusi bagi penyebab utama masalah,
didapatkan ada tiga pemecahan masalah yang utama, yaitu Kampanye Bahaya
Menggantung Baju, Penyuluhan tentang Bahaya Menggantung Baju dan
Pemberdayaan Kader Kesehatan. Setelah itu masing-masing dimasukkan
kedalam panduan skoring RINKE (Liebler, 2004).
Tabel 4.7 Panduan Skoring RINKE
42
RINKE = MIV/C
M Scor
e
I Scor
e
V Scor
e
C Scor
e
Very
large
10 Very
sustainable
10 Very
Responsive
10 Very
costly
10
Large 8 Sustainable 8 Responsive 8 Costly 8
Mediu
m
6 Intermediat
e
6 Intermediat
e
6 Moderat
e cost
6
Small 4 Low
sustainable
4 Some
responsive
4 Minimal
cast
4
Very
Small
2 Not
sustainable
2 No
responsive
2 No cost 2
1. Pelatihan dan pemaksimalan kader desa dalam pengetahuan
mengenai Hipertensi dan teknik penggunaan sphygmomanometer di
desa Banjarsari selama 6 bulan
M (Magnitude) : penduduk dengan usia diatas 50 tahun (6.622 penduduk)
I (Intensity) : berlangsung selama 6 bulan
V (Vunerability) : kader menjadi lebih dekat dan memiliki kemampuan terstandard
C (Cost) : biaya untuk sphygmomanometer dan stetoskop kader, gedung, pemateri
2. Penyuluhan pengetahuan tentang Hipertensi pada warga Desa
Banjarsai pada usia beresiko ( > 50 tahun) setiap 6 bulan.
M (Magnitude) : penduduk dengan usia diatas 50 tahun (6.622
penduduk)
I (Intensity) : berlangsung selama 6 bulan
V (Vunerability) : masyaakat menjadi lebih tau tentang hipertensi
C (Cost) : konsumsi, pemateri, gedung
43
3. Pembuatan dan pemasagan poster pada Puskesmas, Bidan Desa, dan
Kader pada desa Banjarsari
M (Magnitude) : penduduk yang datang ke Puskesmas, Bidan Desa,
dan Kader
I (Intensity) : -
V (Vunerability) : masyaakat menjadi lebih tau tentang hipertensi
C (Cost) : kertas
4. Kegiatan senam lansia pada Puskesmas Sokaraja II setiap minggu
pertama pada setiap bulannya selama 6 bulan
M (Magnitude) : penduduk dengan usia diatas 50 tahun (6.622
penduduk)
I (Intensity) : Setiap minggu petama setap bulannya
V (Vunerability) : penduduk usia lansia menjadi lebih aktif bergerak
C (Cost) : speaker, instruktur
Tabel 4.8 Hasil Penghitungan Skor RINKE
No. Alternative M I V C Jumlah Urutan
1. Pelatihan dan optimalisasi
kader desa dalam
pengetahuan mengenai
Hipertensi (Penyebab,
Faktor resiko, dan cara
menghindari ) dan teknik
penggunaan
sphygmomanometer di
desa banjarsari selama 6
bulan
10 8 10 8 100 II
2. Penyuluhan pengetahuan
tentang Hipertensi pada
warga Desa Banjarsai
pada usia beresiko ( > 50
10 8 4 4 80 III
44
tahun) setiap 6 bulan
3. Pembuatan dan
pemasagan poster pada
Puskesmas, Bidan Desa,
dan Kader pada desa
Banjarsari
8 4 6 6 32 IV
4. Kegiatan senam lansia
pada Puskesmas Sokaraja
II setiap minggu pertama
pada setiap bulannya
selama 6 bulan
10 8 10 4 200 I
45
BAB V
RENCANA PELAKSANA KEGIATAN (Plan Of Action)
1. Nama Kegiatan
Kegiatan senam lansia pada setiap RW di Desa Banjarsari Kidul
setiap hari minggu sesuai RW pada setiap bulannya selama 6 bulan.
2. Metode
Senam bersama menggunakan instruktur.
3. Latar Belakang Kegiatan
Kesehatan masyarakat adalah salah satu aspek yang menjamin
terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat meningkatkan
kesehatan masyarakat, peran pemerintah saja tidak cukup, tetapi harus dari
semua lapisan masyarakat yang berpartisipasi, termasuk mahasiswa
kedokteran.
Salah satu aspek penting dalam mencegah terjadinya hipertensi
adalah mengubah gaya hidup dan perilaku masyarakat yang menjadi faktor
risiko terjadinya hipertensi. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut,
masyarakat perlu mengetahui tentang hipertensi, tanda dan gejala, faktor
risiko, cara pencegahan, dan perilaku masyarakat yang berhubungan
dengan hipertensi. Salah satunya adalah kurangnya aktivitas pada usia
lanjut, sehingga resiko terkena Hipertensi semakin tinggi, oleh karena itu
dengan adanya kegiatan senam lansia rutin ini dapat meningkatkan
aktivitas fisik dari penduduk dengan usia beresiko.
Diharapkan kegiatan ini menjadi suatu langkah yang dapat memicu
munculnya kesadaran masyarakat tentang bahaya hipertensi sehingga
masyarakat dapat menjaga diri sendiri serta masyarakat sekitarnya di Desa
Banjarsari Kidul dalam cakupan Puskesmas Sokaraja 2.
4. Tujuan
A. Tujuan Umum:
46
Meningkatkan aktivitas fisik pada penduduk usia lanjut dan
meningkatkan kesadaran masyarkat tentang hipertensi di Desa
Banjarsari Kidul, Banyumas.
B. Tujuan Khusus:
1) Menghindari faktor risiko hipertensi.
2) Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya hipertensi.
5. Sasaran
Sasaran Umum: masyarakat usia lanjut Desa Banjarsari Kidul.
Sasaran Khusus: masyarakat usia lanjut pada setiap RW di Desa Banjarsari
Kidul.
6. Pelaksana
Susunan Panitia Acara
Ketua Panitia : Bara Kharisma
Wakil Ketua : Muhammad Riza Mahendratama
Sekretaris : Putri Rahmawati Utami
Bendahara : Tri Anindita Puspitasari
Silma Ilmaniar
Seksi Acara : Sisilia T. J. S. S.
Risya Salimah
Seksi Perlengkapan : Dzaki Luqmanulhakim
Seksi Dokumentasi : Putri Shafirra Rakita
Seksi Konsumsi : Naufal Sipta Nabilah
Bella Rizky R. G.
7. Pokok Kegiatan
Kegiatan ini merupakan acara senam bersama secara rutin bersama
instruktur selama dua jam. Dilakukan bergilir disetiap RW pada satu
bulan, dimana RW 1 pada minggu pertama, RW 2 pada minggu kedua,
RW 3 pada minggu ketiga, RW 4 pada minggu terakhir pada setiap
bulannya.
8. Alat dan Sarana
A. Kursi
B. Sound system
47
9. Pelaksanaan
Kegiatan akan dilaksanakan pada:
hari, tanggal : 6 September 2015
waktu : 07.00-selesai WIB
tempat : di setiap RW
dengan susunan acara sebagai berikut :
Tabel 4.9 Susunan Acara Pelaksanaan
Waktu Kegiatan
07.00-07.05 Pembukaan
07.05- 08.15 Senam I
08.15- 08.25 Istirahat
08.25- 09.05 Senam II
09.05- 09.15 Penutup
10. Rencana Anggaran
A. Pemasukan
Dana kelompok @36.000 x 10 Rp 360.000,00
B. Pengeluaran
Minum peserta @20.000 x 4 x 6 bulan Rp 360.000,00
11. Indikator Keberhasilan
A. Kedatangan penduduk usia lanjut setiap RW sebesar 65 %
B. Dilaksanakannya senam pada setiap bulan kurang lebih 4 kali
dalam 6 kali penjadwalan senam
C. Masyarakat dapat menjadi lebih aktif secara fisik
48
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Prioritas yang dipilih di Desa Banjarsari kecamatan Sokaraja adalah kasus
hipertensi.
2. Faktor risiko penyebab hipertensi meliputi umur, jenis kelamin, genetik,
kebiasaan merokok, konsumsi makanan asin berlebihan, konsumsi lemak
jenuh, penggunaan jelantah, konsumsi minuman beralkohol, obesitas,
kurang aktifitas fisik, dan faktor menopause pada wanita.
3. Pada Desa Banjarsari kecamatan Sokaraja, faktor risiko utama terjadinya
hipertensi adalah kurangnya aktifitas fisik yang dilakukan para warga.
4. Pengetahuan responden mengenai hipertensi tergolong buruk, karena
sebagian besar dikategorikan kurang.
5. Program kerja Prolanis telah dilakukan Puskesmas Sokaraja 2 untuk
memberantas penyakit-penyakit kronik.
6. Alternatif solusi yang ditawarkan untuk kejadian ini adalah pemberdayaan
kader desa, penyuluhan untuk warga Banjarsari yang memiliki faktor
risiko, dan pemasangan poster atau pengiklanan mengenai bahaya
hipertensi. Dan setelah dikalkulasi menggunakan metode RINKE, yang
dianggap paling ideal adalah “Pelatihan dan pemaksimalan kader desa
dalam pengetahuan mengenai Hipertensi dan teknik penggunaan
sphygmomanometer di desa banjarsari selama 6 bulan”, yang selanjutnya
disusun menjadi Plan of Action.
B. Saran
1. Pihak puskesmas diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat
mengenai hipertensi, memberikan upaya kesehatan promotif dan preventif
pada masyarakat untuk menekan angka kejadian hipertensi
49
2. Puskesmas dapat ikut serta dalam mengevaluasi keberlangsungan Plan of
Action, dan mengimplementasikan kegiatan rutin serupa dalam upaya
menjaga kesehatan masyarakat sekitar.
3. Masyarakat diharapkan dapat mengikuti kegiatan puskesmas tentang
upaya kesehatan secara rutin, serta menjaga kesehatan diri sendiri terkait
menjauhi faktor risiko penyebab hipertensi.
50
DAFTAR PUSTAKA
Alkatiri,J.,BakriSyakir. 2008. ResusitasiJaantungParu. Dalam: Sudoyo, Aru W., dkk (editor). Buku Ajar PenyakitDalam. Edisi IV. Jilid I. Jakarta: PusatPenerbitanIlmuPenyakitDalam FK UI
Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular : Solusi Pencegahan dari Aspek Perilaku dan Lingkungan. Jakarta : Gramedia
Armilawati, 2007. Peningkatan tekanandarah. Jakarta: EGC
Arozal W., danGan S., 2007.Psikotropik dalamFarmakologidanTerapi.Edisikelima Editor Sulistia G. Ganiswara. Jakarta. Hal 162
Aru, Sudoyo et al., 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid 3. Jakarta: Interna Publishing
Azwar, S. 2003. Sikap manusia Teori dan pengukurannya. Jakarta: Pustaka Belajar
Bakri, B. Fajar, I. supariasa, I.D.N. 2013. penilaian status gizi. Jakarta: EGC
Braverman, ER & Braverman, D. 2010. Penyakit jantung dan penyembuhannya
secara alami. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Komputer
Bustam, M.N, 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta, Jakarta
Davis. 2011. Hipertensi: the silent killer. Jakarta: yayasan penerbitan IDI
Dever, G.E. Alan.2013.Community health analysis : a holistic; Approach Health
planning; Community health services; Epidemiology. Jakarta: FKUI.
Dinas kesehatan kota Surabaya. Serba-Serbi Gizi. www.surabaya-ehealth.org. (Oktober 2009)
Djuanda, Adhi, Mochtar Hamzah, dan Siti Asiah. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Elsanti, salma. 2009. Panduan hidup sehat: bebas kolestrol, stroke, hipertensi dan serangan jantung. Yogyakarta: PustakaBelajar
G. Hardin. "Arthralgia". Clinical Methods - The History, Physical, and Laboratory Examinations. Retrieved 2007-09-20.
Gray, Huon H. Et al. 2005. Lecture notes Kardiologi, Edisi IV. Jakarta: PenerbitErlangga
51
Gustaviani R. 2007. Buku ajar ilmu penyakit dalam, edisi ke-4. Jakarta: Pusat penerbitan FKUI. hlm. 1857-8.
Hamonangan, R. 2011. penyakit jantung dan pembuluh darah dan faktor resiko. Jakarta: FKUI
Mansjoer,A.2001. ResusitasiJantungParu.Dalam: Sudoyo, Aru W., dkk (editor). Buku Ajar IlmuPenyakitDalam. Edisi V jilid I. Jakarta: Interna Publishing.
Rahayu, hesti. 2012. faktor resiko hipertensi pada masyarakat Rw 01 srengseng sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan
Rimon, et al., 2002, Diagnosis of iron deficiency anemia in the elderly by transferrin receptor-ferritin index. Arch Intern Med. J;162(4): 4459
Rini T. 2008. Faktor-faktorresikoulkusdiabetikapadapenderita diabetes melitus. [diakses 3 Jauari 2014]. http://eprints.undip.ac.id/18866/1/Rini_Tri_Hastuti.pdf.
Schrier, Robert W . 2000.”Blood Urea Nitrogen and Serum Creatinine : Not Married in Heart Failure “Journal of America Heart Assocoation Circulation Heart Failure. http//circheartfailure.ahajounarls.org/content/1/1/2.full
Sihombing, M. 2010. Pusat Penelitian dan pengembangan biomedis dan farmasi, badan penelitian dan pengembangan kesehatan jakarta. Hubungan perilaku merokok, konsumsi makanan/minuman, dan aktivitas fisik dengan penyakit hipertensi pada responden obes usia dewasa di Indonesia, 60 (9), 406-412. Maret 6, 2012. indonesia.digitaljournals.org
Simoes EAF, Cherian T, Chow J, Shahid-Salles SA, Laxminarayan R, John J.Chapter 25Acute Respiratory Infections in Children. In : Jamison DT, Breman JG, Measham AR, et al., editors. Disease Control Priorities in Developing Countries. 2nd edition. Washington (DC): World Bank; 2006.
Sugiharto, A. 2012. Faktor-faktor risiko hipertensi grade II pada masyarakat (study kasus) di Kabupaten Karanganyar. eprint.undip.ac.id
Susalit E, Kapojos E, Lubis H. HipertensiPrimer, 2 ed. Jakata : BPFKUI, 2001: 453-472)
Tan danRaharja K, 2001.Obat-obat Penting. Edisi V. PenerbitGramedia Jakarta. Halaman 314-315.
Taylor, J; Goodkin, HP (2011). "Dizziness and vertigo in the adolescent". Otolaryngologic Clinics of North America 44 (2): 309–321
52
53