BAB I oi
-
Upload
yulie-ana-bani-mansyur -
Category
Documents
-
view
28 -
download
4
description
Transcript of BAB I oi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan jaringan kolagen yang
berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh dan tulang yang bersifat herediter
(autosomal dominan) yang mengakibatkan kerapuhan tulang, kelemahan
persendian, dan kerapuhan pembuluh darah. Kelainan ini disebut juga
brittle bone disease, ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta
kecenderungan mengalami fraktur multipel akibat trauma ringan (Glorieux
F, 2007).
Insiden osteogenesis imperfecta terdeteksi sekitar 1 : 20.000 kelahiran
hidup serta tidak berhubungan dengan jenis kelamin maupun ras tertentu.
Pada bentuk yang ringan, penderita bisa tidak mengalami patah tulang
sampai masa dewasa. Sedangkan pada bentuk yang berat patah tulang dapat
dialami sejak dalam uterus atau prenatal. Namun pada osteogenesis
imperfecta yang ringan kurang terdiagnosis, sehingga prevalensi yang
sebenarnya mungkin lebih tinggi. Usia penderita saat gejala muncul
bervariasi, terutama gejala mudah patahnya tulang. Pada kasus minoritas
dapat ditemukan penurunan secara resesif yang disebabkan oleh mosaicism
pada orangtua (Marini, 2007).
Ada bukti bahwa osteogenesis imperfecta telah mengenai manusia sejak
dahulu kala. Osteogenesis imperfecta telah ditemukan pada sebuah mumi
Mesir yang berasal dari tahun 1000 SM. Kelainan ini juga telah
diidentifikasi pada kondisi yang diderita oleh Ivan yang tanpa tulang kaki
yang hidup di abad ke-9 Denmark. Pangeran Ivan, menurut legenda, dalam
pertempuran selalu menggunakan perisai karena ia tidak mampu berjalan di
atas kaki yang kokoh (Glorieux F, 2007).
Dalam tinjauan pustaka, penulis membahas secara singkat mengenai
definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis banding, komplikasi, pengobatan, dan prognosis dari
osteogenesis imperfecta.
2
I.2 Tujuan
I.2.1 Tujuan Umum
Untuk melengkapi tugas stase radiologi pada kepaniteraan klinik
di RSUD Waled Cirebon.
I.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui secara keseluruhan tentang osteogenesis imperfecta.
I.3 Manfaat
1. Menjadi bahan pembelajaran pribadi yang menambah pengetahuan serta
wawasan penulis mengenai osteogenesis imperfecta.
2. Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang osteogenesis imperfecta.
3. Dapat menambah bahan pustaka institusi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I Definisi Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan jaringan kolagen yang
berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh dan tulang yang bersifat herediter
(autosomal dominan) yang mengakibatkan kerapuhan tulang, kelemahan
persendian, dan kerapuhan pembuluh darah. Kelainan ini disebut juga
brittle bone disease, ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta
kecenderungan mengalami fraktur multipel akibat trauma ringan.
Osteogenesis imperfecta dikenal pula sebagai fragilitas osseum yang
memiliki arti mudah patah (Sjamsuhidajat, 2005).
Sistem skeletal atau rangka tubuh adalah bagian tubuh yang terdiri dari
tulang-tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap
dan posisi. Sistem skeletal disusun oleh tulang-tulang yang berjumlah 206
buah. Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tesebut dikelompokkan
menjadi:
1. Ossa longa (tulang panjang) yaitu tulang yang ukuran panjangnya
terbesar. Contohnya: os. humerus dan os. Femur.
2. Ossa brevia (tulang pendek) yaitu tulang yang ukurannya pendek.
Contohnya: os. carpi.
3. Ossa plana (tulang pipih) yaitu tulang yang ukurannya lebar. Contohnya:
os. scapula.
4. Ossa ireguler (tulang tak beraturan). Contohnya: os. vertebrae.
5. Ossa pneumatika (tulang berongga udara), contohnya os. maxilla.
Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa
(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum) dan
permukaan dalam dilapisi oleh selaput tipis jaringan ikat (endosteum) yang
4
melapisi rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
Membran periosteum berasal dari perikondrium tulang rawan yang
merupakan pusat osifikasi. Periosteum mengandung osteoblas (sel
pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum
merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka ke tulang dan berperan
dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang rusak. Pars
kompakta teksturnya halus dan sangat kuat (Marini, 2007).
Gambar 1. Sistem skeletal tubuh
Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung
kapur (kalsium fosfat dan kalsium karbonat) sehingga tulang menjadi padat
dan kuat. Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung
kapur dibandingkan dengan anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak
memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat-serat sehingga lebih
lentur (Rasjad, 2007).
Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yang disebut
kondrosit. Kondrosit menempati rongga kecil (lakuna) di dalam matriks
dengan substansi dasar seperti gel (berupa proteoglikans) yang basofilik.
5
Kalsifikasi menyebabkan tulang rawan tumbuh menjadi tulang (keras)
(Rasjad, 2007).
Tulang disusun oleh sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblas,
dan osteoklas serta matriks tulang. Matriks tulang mengandung unsur
organik terutama kalsium dan fosfor (Rasjad, 2007).
II.2 Etiologi Osteogenesis Imperfecta
Penyebab osteogenesis imperfecta adalah karena cacat genetik yang
menyebabkan tidak sempurnanya bentuk tulang, atau jumlah tulang yang
tidak normal. Hampir 90% osteogenesis imperfecta disebabkan oleh
kelainan struktural atau produksi dari prokolagen tipe I (COL1A1 dan
COL1A2), yang merupakan komponen protein utama matriks ekstraselular
tulang dan kulit (Murray RK, 2000).
II.3 Klasifikasi Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta dibedakan menjadi osteogenesis imperfecta
kongenital yang dideteksi pada perinatal dan osteogenesis imperfecta tarda
yang dideteksi lebih lambat pada masa anak-anak. David Sillence (1979)
membagi osteogenesis imperfecta menjadi empat tipe berdasarkan cara
pewarisan gen, manifestasi klinis, dan kesan radiografi. Beberapa tipe
tambahan ditemukan berdasarkan perbedaan histologi (Rasjad, 2007).
Klasifikasi osteogenesis imperfecta terdapat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1. Klasifikasi Osteogenesis Imperfecta
Tipe Fenotif Diturunkan secara
Defek Biomolekuler
Defek Genetika
6
I Ringan : sklera kebiruan, brittle bones , tetapi tdk ada deformitas tulang
Autosomal dominan
Biasanya : Susunan kolagen normal (alel normal), tetapi jumlah berkurang separoh
Biasanya: tidak punya alel, sehingga menggangu produksi rantai proα1(1), dan mengganggu sintesis mRNA
II Perinatal letal: abnormalitas tulang yg berat (fraktur, deformitas), sklera gelap, meninggal usia 1 bulan
Autosomal dominan
Biasanya: produksi molekul kolagen abnormal ok. Substitusi dari Gly-X-Y dari tripel helix dominan, dgn beberapa bias ke separoh protein C-terminal
Biasanya :kesalahan mutasi tulang dalam kodon glisin dari gene untuk rantai α1 dan α2
III Deformitas progresif: fraktur, sering saat kelahiran, deformitas tulang progresif, tumbuh terbatas, sklera biru
Autosomal dominan
Molekul kolagen abnormal : substitusi glisin dari berbagai tipe triple helix, berada di sepanjang protein
Kesalahan mutasi pada kodon glisin dari gene untuk rantai α1 dan α2
IV Sklera normal, deformitas tulang : derajat ringan –sedang, perawakan pendek, fraktur
Autosomal dominan
Abnormal molekul kolagen: substitusi glisin dari berbagai tipe triple helix, berada di sepanjang protein
Kesalahan mutasi pada kodon glisin dari gene untuk rantai α1 dan α2
Penelitian beberapa tahun terakhir dengan menggunakan penelitian
mikroskopik terhadap tulang penderita osteogenesis imperfecta ditemukan
tipe-tipe baru osteogenesis imperfecta (tipe V, VI, VII, dan VIII).
7
Osteogenesis Imperfecta Tipe V (Hiperplasia Kallus), Tipe VI (Defek
Mineralisasi), Tipe VII (Autosomal Resesif), dan tipe VIII (Defisiensi
Prolyl 3-hydroxylase 1) (Glorieux, 2007).
II.4 Patogenesis Osteogenesis Imperfecta
Prokolagen tipe I adalah struktur protein utama yang menyusun matriks
tulang dan jaringan fibrous lainnya, seperti kapsul organ, fasia, kornea,
sklera, tendon, selaput otak dan dermis. Sekitar 30% berat badan manusia
terdiri dari prokolagen tipe I. Secara struktural, molekul prokolagen tipe I
berbentuk triple helix, terdiri dari 2 rantai proα1(I) (disebut COL1A1,
dikode pada kromosom 17) dan 1 rantai proα2(I) (disebut COL1A2,
dikode pada kromosom 7). Masing-masing rantai triple helix itu dibentuk
oleh rangkaian 388 asam amino Gly-X-Y yang berulang. Prolin sering
berada di posisi X, sedangkan hidroksiprolin atau hidroksilisin sering
berada di posisi Y. Glisin (Gly) merupakan asam amino terkecil yang
mempunyai struktur cukup padat dan berperan penting sebagai poros dari
helix sehingga bila terjadi mutasi akan sangat mengganggu struktur dan
produksi helix. Prokolagen yang abnormal akan membentuk cetakan yang
tidak normal sehingga matriks pelekat tulang pun tak normal dan tersusun
tak beraturan. Beberapa protein bukan kolagen dari matriks tulang juga
berkurang. Hal ini menyebabkan adanya penurunan pembentukan tulang,
osteopenia, dan terjadi kerapuhan sehingga meningkatkan angka kepatahan
(fraktur) (Murray RK, 2000).
8
Gambar 1. Gen yang menyandi tipe I preprocollagen struktur rantai (atas) dan domain
molekul procollagen (bawah)
Lebih dari 200 mutasi yang berbeda mempengaruhi sintesis atau
struktur prokolagen tipe I ditemukan pada penderita osteogenesis
imperfecta. Jika mutasi tersebut menurunkan produksi/ sintesis prokolagen
tipe I, maka terjadi osteogenesis imperfecta fenotip ringan (osteogenesis
imperfecta tipe I), namun jika mutasi menyebabkan gangguan struktur
prokolagen tipe I maka akan terjadi osteogenesis imperfecta fenotip yang
lebih berat (tipe II, III, dan IV). Kelainan struktur itu pada dasarnya terbagi
menjadi dua macam, yaitu 85% karena posteogenesis imperfectant mutation
akibat glisin digantikan oleh asam amino lain dan sisanya karena kelainan
single exon splicing. Struktur normal prokolagen tipe I yaitu masing-masing
rantai kolagen sebagai triple helix prokolagen, disekresikan ke ruang
ekstraseluler. Domain amino- dan carboxyl-terminal dipecah di ruang
ekstraseluler, mengalami maturitas, kemudian dirangkai dan tulang akan
mengalami mineralisasi (Murray RK, 2000).
Mutasi terbanyak osteogenesis imperfecta diturunkan secara autosomal
dominan oleh gen kolagen tipe I, hanya sedikit yang resesif. Secara umum
penyakit ini menggambarkan kompleksitas genetik, namun jika terjadi
9
mutasi gen akan mempengaruhi struktur protein yang termasuk dalam
berbagai bentuk sub unit (Murray RK, 2000).
Tipe I,II,II or IV OI
Gambar 2. Patogenesis kelas mayor mutasi dari prokolagen tipe 1
II.5 Manifestasi Klinis Osteogenesis Imperfecta
1. Tipe I (ringan)
Osteogenesis imperfecta tipe I merupakan tipe paling ringan dan
paling tinggi insidennya. Identifikasi seringkali pada waktu yang lebih
lambat. Pada tipe ini ditemukan fraktur ringan, sedikit deformitas kaki, dan
kompresi vertebra ringan. Dislokasi sendi bahu dan sendi panggul bisa
ditemukan. Fraktur terjadi karena trauma ringan sampai sedang dan
berkurang setelah pubertas. Sklera biasanya berwarna biru. Kehilangan
pendengaran dini terjadi pada 30-60% penderita. Kelainan jaringan ikat
yang mungkin terjadi yaitu kulit tipis dan mudah memar, kelenturan sendi
dan perawakan pendek yang berhubungan dengan anggota keluarga lain
(Glorieux F, 2007).
10
2. Tipe II (Sangat berat/ perinatal lethal)
Tipe ini merupakan tipe dengan tingkat keparahan tertinggi sehingga
disebut dengan tipe letal perinatal. Bayi sering mengalami kematian
selama persalinan akibat perdarahan intakranial yang disebabkan trauma
multipel. Terdapat kerapuhan hebat pada tulang dan jaringan ikat lainnya.
Ditemukan mikromelia dan kedua kaki abduksi seperti frog-leg position.
Terdapat fraktur multipel pada kosta dan ronggga thoraks yang sempit
sehingga terjadi insufisiensi pernafasan. Kepala dapat berukuran besar
dengan pelebaran fontanela anterior dan posterior. Sklera berwarna biru
atau kelabu gelap (Eroglu, 2005).
3. Tipe III (Berat/Progresif)
Tipe ini merupakan tipe yang paling parah dari bentuk nonletal dan
menyebabkan disabilitas fisik yang berarti. Fraktur biasanya juga terjadi
intrauterin. Bentuk muka relatif makrosefalus dan berbentuk segitiga.
Fraktur dapat terjadi akibat trauma ringan dan sembuh dengan
meninggalkan deformitas. Costa bagian basal sering rapuh dan bentuk
dada mengalami deformitas. Ditemukan juga skoliosis dan kompresi
vertebra. Kurva pertumbuhan di bawah normal dari satu tahun pertama
kehidupan. Pasien memiliki perawakan pendek yang ekstrim. Sklera
berwarna putih sampai biru (Marini, 2007).
4. Tipe IV (Tak terdefinisi/ Moderately severe)
Pasien lahir dengan fraktur intrauterin dan tulang panjang bawah yang
bengkok. Fraktur berkurang setelah pubertas. Pasien memiliki perawakan
cukup pendek. Sklera bisa biru atau putih (Marini, 2007).
5. Tipe V
Deformitas derajat sedang (disebut juga congenital brittle bones
dengan formasi kalus redundant ). Manifestasi klinis : kerapuhan tulang
derajat sedang, perawakan pendek ringan-sedang, sklera putih, tidak
didapatkan dentinogenesis imperfecta, diturunkan secara dominan.
Gambaran radiologis didapatkan dislokasi ujung tulang radius;
mineralisasi membran interosseous; hiperplasi kallus (Glorieux F, 2007).
11
6. Type VI
Deformitas derajat sedang-berat disebut juga congenital britlle bones
dengan defek mineralisasi. Manifestasi klinisnya adalah kerapuhan tulang
derajat sedang, perawakan pendek derajat sedang, sklera putih, tidak
didapatkan dentinogenesis imperfecta, tidak tampak scoliosis, tidak
diketahui sifat keturunannya. Gambaran histologisnya tampak akumulasi
osteogenesis imperfecta di jaringan tulang, bentuk fish scale dari lamella
tulang (Glorieux F, 2007).
7. Type VII
Deformitas derajat sedang disebut juga congenital brittle bones
dengan rhizomelia. Gambaran klinisnya adalah kerapuhan tulang derajat
sedang, perawakan pendek derajat ringan, sklera putih, tidak didapatkan
dentinogenesis imperfecta, autosomal resesif; ditemukan hanya pada
kelompok suku asli Amerika Utara di northern Quebec. Gambaran
radiologis tampak tulang humeri and femora yang pendek dan coxa vara
(Glorieux F, 2007).
8. Type VIII
Disebabkan oleh defisiensi Prolyl 3-hydroxylase 1 dengan gambaran
klinis tampak sklera putih, wajah bulat, dada bentuk barrel chest pendek,
tangan relatif lebih panjang dibandingkan kaki, tulang phalang panjang,
tulang metakarpal pendek; diturunkan secara resesif. Gambaran radiologis
tampak gracile, kadar mineral tulang iga dan tulang panjang yang rendah,
fraktur multipe pada saat lahir, disorganisasi bulbus metafise dan
matrixnya (Murray RK, 2000).
12
Gambar 3. Wajah bulat dengan orbita dangkal, sclerae putih atau keabu-
abuan, philtrum panjang, rhizomelic dari ekstremitas atas dan bawah dan posisi
abduksi kaki
II.6 Diagnosis Osteogenesis Imperfecta
Diagnosis osteogenesis imperfecta ditegakkan berdasarkan riwayat
penyakit yang sama pada keluarga dan manifestasi klinis serta pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
1. Pencitraan
a. Pemeriksaan Foto Rontgen
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan gambaran densitas tulang
yang menurun yang mengarah ke osteopenia, fraktur yang baru,
subklinis, atau sudah sembuh, bengkok pada tulang kortikal, kompresi
vertebra, dan tulang Wormian pada sutura tulang kranial. Tulang
13
Wormian adalah gambaran tulang-tulang kecil pada tulang kranial
yang pada bayi normal tidak ada, ditemukan pada 60% penderita
osteogenesis imperfect (Kirpalani A, 2012).
Kasus yang dicurigai osteogenesis imperfecta, pemeriksaan foto
Rontgen postnatal harus mencakup pencitraan dari tulang kortikal,
tengkorak, dada, panggul, dan tulang belakang torakolumbalis.
Gambaran radiografi berhubungan dengan jenis osteogenesis
imperfecta dan tingkat keparahan penyakit (Eroglu D, 2005).
1. Gambaran Radiografi Umum
Gambaran radiografi umum osteogenesis imperfecta yaitu
osteoporosis umum dari kedua kerangka aksial dan
apendikular. Kondisi tulang tipis, overtubulasi dengan korteks tipis.
Tampak adanya reaksi periosteal, gambaran osteopenia, dan
sklerosis metafisis (Kirpalani A, 2012).
Gambar 4. Radiografi radiusulnaris posteroanterior perempuan, 17 tahun,
dengan osteogenesis imperfecta tipe I menunjukkan osteoporosis, deformitas
membungkuk dengan overtubulasi dari jari-jari, fraktur ulnaris yang sembuh,
dan pembentukan kalus di atas humerus distal. Pertumbuhan garis pemulihan
tampak pada radius distal.
14
Gambar 5. Radiografi femur posteroanterior laki-laki, 6 bulan, dengan
osteogenesis imperfecta menunjukkan sklerosis metafisis distal femur
Bentuk yang lebih parah dari osteogenesis imperfecta, seperti
tipe II dan III, osteoporotik pada tulang panjang dengan fraktur
multipel. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur transversal,
obliq, spiral, torus, dan greenstick. Fraktur pada umumnya terjadi
pada tahun pertama kehidupan. Dada mungkin kecil. Beberapa
fraktur tulang rusuk sering ditemukan, menyebabkan tulang rusuk
menjadi cacat. Selain itu, kelainan tulang belakang ditemukan pada
semua tipe osteogenesis imperfecta termasuk scoliosis (Kirpalani
A, 2012).
Bentuk-bentuk ini sering dipersulit oleh pembentukan kalus
hiperplastik. Kalus yang paling sering ditemukan di sekitar tulang
femoralis dan sering besar, muncul sebagai massa padat, tidak
teratur, timbul dari korteks tulang. Kalus ini dikaitkan dengan
penebalan periosteum dan kehadirannya menyebabkan
pertimbangan diferensial diagnostik lainnya, termasuk
15
osteosarkoma, miositis ossifikans, osteomielitis kronis, dan
osteokondroma (Kirpalani A, 2012).
Gambar 6. Radiografi toraks posteroanterior perempuan, tiga tahun dengan
fraktur multipel costa dan pembentukan kalus dalam berbagai tingkatan
Gambar 7. Fraktur metafisis pada perempuan, empat tahun, dengan osteogenesis imperfecta
Selain itu, dengan peningkatan keparahan penyakit, tulang
kranial tengkorak menunjukkan densitas yang rendah dan tampak
16
tulang-tulang Wormian, yaitu tulang-tulang kecil di intrasutura
(Kirpalani A, 2012).
Gambar 8. Rontgen kranial posteroanterior pada pasien wanita muda dengan
tipe III osteogenesis imperfecta menunjukkan beberapa tulang Wormian
17
Gambar 9. Gambaran radiologis (d) Fraktur mid diafise tampak obliq kiri dari
humerus kiri, (b) penipisan ringan dari tulang kepala, (e) fraktur proksimal
femur bilateral dengan konsolidasi dan angulasi
2. Gambaran Radiografi Spesifik:
a. Osteogenesis imperfecta tipe I
18
(a) (b)
Gambar 10. Radiografi kruris anteroposterior laki-laki dengan osteogenesis imperfecta tipe IA pada usia: (a) 3 tahun saat pertama kali mengalami
fraktur tibialis dan (b) 6 tahun saat keempat kali mengalami fraktur tibialis
b. Osteogenesis imperfecta tipe II
Osteogenesis imperfecta tipe II dikategorikan berdasarkan
fitur radiologis tulang kortikal dan tulang kosta menjadi 3
subtipe: yaitu IIA, IIB, dan IIC. Pada subtipe IIA dan IIB, tulang
kortikal pendek dan lebar. Pada tipe IIC, tulang kortikal tipis
dan berbentuk silinder (Eroglu D, 2005).
19
Gambar 11. Bayi baru lahir dengan osteogenesis imperfecta. Tampak gambaran fraktur multipel dan deformitas pada seluruh tulang
c. Osteogenesis imperfecta tipe III
Skoliosis vertebra torakolumbalis khas pada osteogenesis
imperfecta tipe III. Sebanyak 25% penderita dengan
osteogenesis imperfecta menderita skoliosis. Skoliosis sebagian
besar membentuk huruf S (Suresh, 2010).
Popcorn appearance tampak pada metafisis-epifisis tulang
kortikal, paling sering di artikulasio genu. Hal ini terjadi akibat
mikrofraktur berulang pada plat pertumbuhan (Suresh, 2010).
Tulang kraniofasial lunak dengan kalvarium, besar tipis
menyebabkan fasies segitiga.
20
Gambar 12. Radiografi vertebra posteroanterior pada pasien osteogenesis imperfecta tipe III yang berat. Tampak skoliosis berbentuk S
Gambar 13. Radiografi vertebra lateral pada anak 1 tahun dengan osteogenesis imperfecta
21
Gambar 14. Radiografi osteogenesis imperfecta tipe III anak usia 6 tahunA. Tulang tibialis dan fibularis kanan dan kiri tampak osteoporotik dengan
metaphyseal flaring, popcorn appearance pada plat pertumbuhan, dan placement intramedullary rod. B. Tulang-tulang vertebra terkompresi dan tampak
osteoporotik
d. Osteogenesis imperfecta tipe IV
Gambaran radiografi dari osteogenesis imperfecta tipe IV
mirip dengan gambaran umum osteogenesis imperfecta.
Gambaran khas yang diasosiasikan dengan tipe IV adalah
invaginasi basiler dengan atau tanpa kompresi batang otak. Hal
ini mungkin terdeteksi pada radiografi polos tengkorak atau
tulang vertebra servikalis (Peterson CR, 2007).
22
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi berperan dalam mendiagnosis osteogenesis
imperfecta pada masa intrauterin pada trimester kedua kehamilan.
Diagnosis osteogenesis imperfecta dapat ditegakkan pada minggu ke-
17 kehamilan dengan mendeteksi kelainan morfologi pada
ultrasonogram. Pada ultrasonogram tampak gambaran angulasi dan
bengkoknya tulang kortikal, panjang tulang kortikal memendek dari
ukuran normal, dan fraktur multipel costa. Ultrasonografi juga dapat
digunakan untuk membantu pencitraan pada prosedur biopsi villi
korialis untuk pemeriksaan biomolekuler kolagen (Eroglu D, 2005).
Gambar 15. Ultrasonografi pada kehamilan 16 minggu menunjukkan kesan edema nuchal
Celah kecil gelap di bawah kulit belakang leher pada janin disebut
dengan nuchal translucency (NT) pada kehamilan 10-14 minggu atau
nuchal fold (NF) pada kehamilan 15-22 minggu. Peningkatan NF
dihubungkan dengan abnormalitas kongenital muskuloskeletal.
Diagnosis osteogenesis imperfecta apabila ditemukan penebalan NF
(edema nuchal), serta tampak gambaran angulasi tulang kortikal,
pendeknya tulang kortikal dari ukuran normal, atau fraktur multipel
costa (Eroglu D, 2005).
23
Gambar 16. Ultrasonografi pada kehamilan 20 minggu menunjukkan kesan hyrop fetalis
c. Computerized Tomography (CT Scan)
Modalitas ini digunakan untuk menilai invaginasi basiler yang
terjadi sebagai komplikasi dari osteogenesis imperfect tipe IV. Garis
McGregor, garis lurus yang menghubungkan permukaan atas tepi
posterior palatum durum ke titik kaudal kurva oksipital, dapat
digunakan untuk menilai komplikasi ini. Proyeksi ujung prosesus
odontosteogenesis imperfectad di atas garis McGregor menunjukkan
adanya invaginasi basiler (Peterson CR, 2007).
Gambar 17. CT scan vertebra servikal pada perempuan, 16 tahun, dengan osteogenesis imperfecta tipe IV. Gambar ini menunjukkan invaginasi basiler
ringan, dengan ujung sarang-sarang di atas garis McGregor (merah)
24
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk menilai invaginasi basiler. Meskipun
radiografi servikal dan CT scan dapat menunjukkan kelainan ini
dengan baik, MRI memiliki keuntungan yaitu dapat mendeteksi
kompresi medulla spinalis (Kirpalani A, 2012).
Gambar 18. stenosis ringan pada foramen magnum yang disebabkan oleh invaginasi basilar (garis merah menunjukkan lebar efektif foramen magnum)
2. Bone Mass Densitometry (BMD)
Densitometri dapat mengkonfirmasi tingkat keparahan osteoporosis
pada pasien dengan osteogenesis imperfecta serta dapat menilai
keberadaan demineralisasi pada osteogenesis imperfecta tipe I atau tipe
IV. Teknik pengukuran densitas massa tulang sebagai berikut:
a. BMD kortikal radial, diukur dengan menggunakan absorpsiometri
foton tunggal atau single photon absorptiometry (SPA).
b. BMD vertebra lumbal pada anak lebih tua dari satu tahun dan leher
femoralis pada anak yang lebih tua dari enam tahun, di mana BMD
diperoleh dengan menggunakan Dual-energyX-ray Absorptiometry
(DXA).
c. BMD tulang vertebra lumbar diukur dengan alat CT scan pada anak
lebih tua dari 4 tahun (Setiyohadi S, 2007).
25
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada penderita autosomal
dominan maupun resesif, terdiri dari:
a. Pemeriksaan molekuler kolagen, melalui analisis DNA pada gen
COL1α1 dan COL1α2 yang diperoleh dari sampel darah atau saliva.
b. Pemeriksaan biokimia kolegen, melalui analisis protein yang dikultur
dari fibroblas dari biopsi tusuk kulit. Pada osteogenesis imperfecta
tipe I, jumlah kolagen tipe I yang berkurang menyebabkan
peningkatan rasio kolagen tipe III terhadap kolagen tipe I. Mutasi
pada rantai ketiga kolagen tidak dapat dideteksi melalui studi biokimia
kolagen karena tidak menyebabkan overmodifikasi rantai yang berarti.
Pada masa intrauterin, biopsi villi korion dapat digunakan untuk
studi biokimia atau molekular studi, sedangkan amniosintesis akan
memberikan hasil positif palsu (Kirpalani A, 2012).
4. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang
d. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Dual-energy X-ray
Absorptiometry (DXA). Pasien dengan osteogenesis imperfecta
memiliki densitas massa tulang yang lebih rendah dibandingkan
normal (Setiyohadi S, 2007).
5. Biopsi Tulang
e. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi seluruh tipe. Prosedur
pemeriksaan invasif, memerlukan anestesi umum sebelum melalukan
biopsi pada tulang iliaka, dan hanya boleh dilakukan oleh dokter
bedah (Setiyohadi S, 2007).
II.7 Diagnosis Banding Osteogenesis Imperfecta
1. Perlakuan salah dan penelantaran pada anak (child abuse & neglect)
Pada osteogenesis imperfecta tipe ringan paling sulit dibedakan dengan
kasus penelantaran anak. Usia fraktur tulang yang berbeda-beda pada
neonatus dan anak harus dicurigai karena kasus penelantaran anak. Selain itu
pada penelantaran anak juga terdapat manifestasi klinis non skeletal,
26
misalnya perdarahan retina, hematoma organ visera, perdarahan intrakranial,
pankreatitis dan trauma limpa. Tipe fraktur pada penelantaran anak biasanya
adalah fraktur sudut metafiseal yang jarang ditemukan pada osteogenesis
imperfecta. Densitas mineral tulang pada penelantaran anak juga normal,
sedangkan pada osteogenesis imperfecta rendah (Marini, 2007).
2. Osteoporosis juvenil idiopati (OJI)
Keadaan ini ditemukan pada anak yang lebih tua, terutama antara 8 – 11
tahun, yang mengalami fraktur dan tanda osteoporosis tanpa didasari
penyakit lainnya. Gejala biasanya nyeri tulang belakang, paha, kaki, dan
kesulitan berjalan. Fraktur khasnya berupa fraktur metafiseal, meski dapat
juga terjadi pada tulang panjang. Sering terjadi fraktur vertebra yang
menyebabkan deformitas dan perawakan pendek ringan. Tulang tengkorak
dan wajah normal. OJI akan membaik spontan dalam 3-5 tahun, namun
deformitas vertebra dan gangguan fungsi dapat menetap. Jika didapat
riwayat keluarga dengan keluhan yang sama maka harus dipikirkan suatu
osteogenesis imperfecta tipe ringan (Glorieux F, 2007).
a b
Gambar 19. a. Fraktur metafisis distal tibialis kanan dan b. Fraktur kompresi vertebra torakal
3. Achondroplasia
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan akibat
mutasi pada gen FGFR3. Gen ini bertanggung jawab pada pembentukan
protein yang berperan dalam pertumbuhan, perkembangan dan
27
pemeliharaan tulang (osifikasi) dan jaringan otak. Klinis didapat sejak lahir
berupa perawakan pendek, termasuk tulang belakang, lengan dan tungkai
terutama lengan dan tungkai atas, pergerakan siku terbatas, makrosefali
dengan dahi yang menonjol. Kejadian fraktur berulang tak pernah terjadi
(Marini, 2007).
4. Riketsia
Riketsia merupakan gangguan kalsifikasi dari osteosteogenesis
imperfectad akibat defisiensi metabolit vitamin D. Walau jarang terjadi,
riketsia juga bisa karena kekurangan kalsium dan fosfor dalam diet. Klinis
yang ditemukan antara lain hipotoni otot, penebalan tulang tengkorak yang
menyebabkan dahi menonjol, knobby deformity pada metafisis dan dada
(rachitic rosary), bisa terjadi fraktur terutama tipe greenstick fracture. Hasil
pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar 25-hidroksi-vitamin D serum,
kalsium dan fosfor yang rendah, serta alkalin fosfatase meningkat. Beberapa
penyakit malabsorpsi intestinal berat, penyakit hati atau ginjal menimbulkan
gambaran klinis dan biokimia sekunder riketsia nutrisional. Pada
Osteogenesis Imperfecta kalsium serum dan alkalin fosfatase normal. Kadar
25-hidroksi-vitamin D serum penderita Osteogenesis Imperfecta sering
rendah menunjukkan defisiensi vitamin D sekunder akibat kurangnya
paparan terhadap sinar matahari yang sering dialami penderita Osteogenesis
Imperfecta (Glorieux F, 2007).
Gambar 20. Radiografi anak 2 tahun dengan riketsia dengan penurunan densitas tulang, memperlihatkan mineralisasi tulang yang lemah
28
II.8 Komplikasi Osteogenesis Imperfecta
Beberapa komplikasi pada osteogenesis imperfecta (Marini, 2007):
1. Kardiovaskuler
Mutasi spesifik pada gen kolagen merupakan predisposisi
terjadinya aneurisma aorta.
2. Jaringan Ikat
Penderita akan mudah mengalami luka memar karena kulit yang
tipis.
3. Mata dan Penglihatan
Terjadi penipisan sklera yang berhubungan dengan warna sklera.
Ketebalan kornea juga menipis.
Gambar 21. Sklera biru pada osteogenesis imperfecta 4. Sistem Endokrin
Keadaan hipermetabolik dapat ditemukan, terdiri dari diaphoresis
berlebihan, peningkatan konsumsi oksigen, dan peningkatan hormon
tiroksin.
5. Sistem Pencernaan
Protusio asetabulum dan deformitas pelvis menyebabkan konstipasi
pada penderita.
6. Sistem Pendengaran
Penderita biasanya akan mengalami kehilangan pendengaran pada
tiga dekade pertama kehidupan.
7. Sistem Saraf
29
Komplikasi neurologi termasuk invaginasi basiler, kompresi batang
otak, dan hidrosefalus. Kebanyakan anak dengan osteogenesis imperfecta
tipe III dan IV mengalami invaginasi basiler, tetapi jarang kompresi
batang otak.
8. Fungsi Pernafasan
Kecacatan dan kematian akibat osteogenesis imperfecta terutama
akibat pneumonia akut dan penyimpangan fungsi pulmonal yang terjadi
pada anak-anak dan cor pulmonal terlihat pada dewasa.
9. Ginjal
Hiperkalsiuria ditemukan pada osteogenesis imperfecta sedang
sampai berat.
10. Gigi
Masalah yang paling sering timbul yaitu dentinogenesis imperfecta
dan maloklusi gigi.
Gambar 22. Dentinogenesis imperfecta
II.9 Terapi Osteogenesis Imperfecta
Penderita dengan Osteogenesis Imperfecta memerlukan penanganan tim
medis multidisiplin ilmu. Pada beberapa kasus, penanganan perlu dimulai
sejak lahir. Namun karena penyakit ini didasari oleh kelainan genetik maka
tidak didapatkan pengobatan yang efektif (Glorieux F, 2007). Beberapa
terapi yang dilakukan adalah:
1. Modifikasi Perilaku dan Gaya Hidup
30
Penderita diajarkan teknik berdiri, duduk, dan berbaring untuk
memproteksi vertebra. Keadaan lingkungan harus dikondisikan seaman
mungkin seperti tidak membiarkan lantai yang licin sehingga penderita
akan mudah jatuh (Glorieux F, 2007).
2. Medika mentosa
Pengobatan dengan suplemen kalsium, fluor, atau kalsitonin tidak
akan memperbaiki osteogenesis imperfecta. Hormon pertumbuhan
memperbaiki histologi tulang pada anak yang responsif, biasanya tipe I
dan IV. Pengobatan dengan bifosfonat (pamidronat intravena atau
olpadronat oral) memiliki beberapa keuntungan. Bifosfonat menurunkan
resorpsi oleh osteoklas. Bifosfonat lebih menguntungkan bagi vertebra
(tulang trabekular) dibandingkan tulang kortikal. Pengobatan selama 1-2
tahun menghasilkan peningkatan L1-4 DEXA dan memperbaiki
kompresi vertebra dengan mencegah atau memperlambat skoliosis pada
osteogenesis imperfecta. Risiko fraktur pada tulang panjang menurun
(Glorieux F, 2007).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bisfosfonat intravena
(pamidronat) memberikan perbaikan bagi anak dengan osteogenesis
imperfekta. Mekanisme kerjanya adalah dengan menekan aktivitas dan
juga memperpendek usia hidup osteoklas. Salah satu penelitian oleh
Glorieux dkk pada 30 anak osteogenesis imperfekta tipe III dan IV,
berusia 3-16 tahun yang diterapi dengan pamidronat dosis 1,5-3 mg/kg
berat badan/hari selama 3 hari berturut-turut, diulang tiap 4-6 bulan
selama 1,5 tahun. Penelitian ini melaporkan pemakaian pamidronat
menyebabkan densitas mineral tulang dan penebalan korteks metakarpal
meningkat, penurunan insiden fraktur yang dikonfirmasi dengan
pemeriksaan radiologis, mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan
kualitas hidup. Penggunaan bisfosfonat oral (alendronat) pada anak
osteogenesis imperfekta masih terus diteliti. Laporan kasus di Turki
menunjukkan setelah pemakaian alendronat 5 mg tiap hari selama 36
bulan pada anak laki-laki berusia 8 tahun menunjukkan peningkatan
31
densitas mineral tulang dan menurunkan insiden fraktur secara
signifikan. Penelitian yang membandingkan pemakaian bisfosfonat
intravena dan oral oleh Dimeglio dkk menunjukkan bahwa keduanya
sama-sama meningkatkan densitas mineral tulang, dan mempercepat
pertumbuhan linear. Mereka juga menyimpulkan bahwa pemakaian
bisfosfonat intravena dan oral pada anak osteogenesis imperfekta sama
efektifnya terutama pada tipe osteogenesis imperfekta ringan. Selain itu
pemakaian secara oral lebih diterima oleh anak-anak dan praktis
dibandingkan dengan pemakaian intravena (Glorieux F, 2007).
Penderita Osteogenesis Imperfecta yang rentan terhadap trauma
dan memerlukan imobilisasi jangka lama akibat frakturnya sering
menyebabkan defisiensi vitamin D dan kalsium pada anak. Karena itu
diperlukan suplementasi vitamin D 400-800 IU dan kalsium 500-1000
mg sebagai profilaktik walau tidak memperbaiki penyakit Osteogenesis
Imperfecta sendiri(Glorieux F, 2007).
3. Bedah ortopedi
Tatalaksana ortopedi ditujukan untuk perawatan fraktur dan koreksi
deformitas. Fraktur harus dipasang splint atau cast. Intramedullary
rodding dengan osteotomy digunakan untuk koreksi deformitas berat dari
tulang panjang. Intramedullary rodding juga direkomdasikan untuk anak-
anak dengan fraktur berulang pada tulang. Ada dua kategori utama dari
rod yaitu telescopic dan nontelescopic. Telescopic rods dirancang untuk
lengthen selama pertumbuhan antara lain, Dubow-Bailey rod dan Fassier-
Duval rod. Nontelescopic menjadi pilihan untuk anak-anak dengan tulang
yang sangat pendek dan kecil antara lain dengan Kirschner wires (K-
wires), Rush rods, Williams rods, elastic rods (Glorieux F, 2007).
4. Rehabilitasi medik
Rehabilitasi fisik dimulai pada usia awal penderita sehingga
penderita dapat mencapai tingkat fungsional yang lebih tinggi, antara lain
berupa penguatan otot isotonik, stabilisasi sendi, dan latihan aerobik.
Penderita tipe I dan beberapa kasus tipe IV dapat mobilisasi spontan.
32
Penderita tipe III kebanyakan memerlukan kursi roda namun tetap tak
mencegah terjadinya fraktur berulang. Kebanyakan penderita tipe IV dan
beberapa tipe III dapat mobilisasi/ berjalan dengan kombinasi terapi fisik
penguatan otot sendi panggul, peningkatan stamina, pemakaian bracing,
dan koreksi ortopedi (Marini, 2007).
5. Konseling genetik
Penderita dan keluarga sebaiknya dijelaskan mengenai
kemungkinan diturunkannya penyakit ini pada keturunannya.
Osteogenesis imperfecta adalah penyakit autosomal dominan, sehingga
penderita mempunyai resiko 50% untuk menurunkan pada turunannya.
Selain itu juga perlu didiskusikan mengenai kemungkinan adanya mutasi
baru seperti somatik asimtomatik dan germline mosaicsm (Marini, 2007).
II.10 Prognosis Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta merupakan kondisi kronis yang membatasi
tingkat fungsional dan lama hidup penderita. Prognosis penderita
Osteogenesis Imperfecta bervariasi tergantung klinis dan keparahan yang
dideritanya. Penyebab kematian tersering adalah gagal nafas. Bayi dengan
Osteogenesis Imperfecta tipe II biasanya meninggal dalam usia bulanan 1
tahun kehidupan. Sangat jarang seorang anak dengan gambaran radiografi
tipe II dan defisiensi pertumbuhan berat dapat hidup sampai usia remaja.
Penderita Osteogenesis Imperfecta tipe III biasanya meninggal karena
penyebab pulmonal pada masa anak-anak dini, remaja atau usia 40 tahun-an
sedangkan penderita tipe I dan IV dapat hidup dengan usia yang lebih
panjang atau lama hidup penuh (Marini, 2007). Penderita Osteogenesis
Imperfecta tipe III biasanya sangat tergantung dengan kursi roda. Dengan
rehabilitasi medis yang agresif mereka dapat memiliki ketrampilan transfer
dan melakukan ambulasi sehari-hari di rumah. Penderita Osteogenesis
Imperfecta tipe IV biasanya dapat memiliki ketrampilan ambulasi di
masyarakat juga tak tergantung dengan sekitarnya (Glorieux F, 2007).
BAB III
PENUTUP
33
III.1 Simpulan
Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan jaringan kolagen yang
bersifat herediter (autosomal dominan) yang mengakibatkan kerapuhan
tulang, kelemahan persendian, dan kerapuhan pembuluh darah. Penyebab
osteogenesis imperfecta adalah 90% osteogenesis imperfecta oleh kelainan
struktural atau produksi dari prokolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2),
yang merupakan komponen protein utama matriks ekstraselular tulang
dan kulit. Osteogenesis imperfecta dibagi menjadi empat tipe berdasarkan
cara pewarisan gen, manifestasi klinis, dan kesan radiografi yaitu tipe I, II,
III, dan IV. Beberapa tipe tambahan ditemukan berdasarkan perbedaan
histologi (tipe V, VI, VII, dan VIII). Manifestasi klinis osteogenesis
imperfecta bervariasi, yaitu tidak hanya satu gejala saja yang ditemukan
pada penderita, sehingga dalam menegakkan diagnosis pasti diperlukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan foto
Rontgen dapat menilai fraktur dan kelainan osifikasi tulang pada
osteogenesis imperfecta. Ultrasonografi dapat mendeteksi osteogenesis
imperfecta berat pada masa intrauterin. Pemeriksaan radiologi lain seperti
CT scan, MRI, dan bone mass densitometry (BMD) juga berperan dalam
mendiagnosis osteogenesis imperfecta. Langkah-langkah penatalaksanaan
osteogenesis imperfecta antara lain modifikasi perilaku dan gaya hidup,
manajemen ortopedi, dan medikamentosa. Prognosis bergantung dengan
keparahan tipe osteogenesis imperfecta.
III.2 Saran
Osteogenesis imperfecta merupakan cacat genetik yang menyebabkan
tidak sempurnanya bentuk tulang atau jumlah tulang yang tidak normal,
sehingga perlu ditegakkan diagnosia secara dini untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas pada penderita osteogenesis imperfecta.
DAFTAR PUSTAKA
34
Eroglu D, et al. 2005. Prenatal Diagnosis of Osteogenesis Imperfecta associated
with Nuchal Edema: A Case Report. J Turkish German Gynecol Assoc. 2005;
6(4).
Glorieux F, 2007. Guide to Osteogenesis Imperfecta: For Pedriaticians and
Family Practice Physicians. USA: Departement of Health and Human Service;
2007, 1-24.
Kirpalani A, 2012. Imaging in Osteogenesis Imperfecta. Diunduh dari
http://www.emedicine.medscape.com/article411919-overview.html pada 11
November 2014.
Marini JC, 2007. Osteogenesis Imperfecta. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, ed., Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier Publisher; 2007, chapter 699.
Murray RK, Keeley FW, 2000. Matriks Ekstrasel. Dalam: Murray RK, Granner
DK, Mayes PA, Rodwell VW, ed., Biokimia Harper, edisi ke-25, cetakan
pertama, terj. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003, 662-680.
Peterson CR, 2003. Radiological Features of The Brittle Bone Disease. Journal of
Dagnostic Radiography and Imaging. 2003; 5, 39-45.
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif Watampone.
Jakarta.
Setiyohadi S, 2007. Pemeriksaan Densitometri Tulang. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi S, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed., Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi keempat, jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, hlm. 1162-1165.
Sjamsuhidajat, de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.
Suresh SS, Thomas JK, 2010. Metaphyseal Bands in Osteogenesis Imperfecta.
Indian J. Radiol. Imaging. 2010; 20: 42-44.