BAB II
-
Upload
alistia-andini -
Category
Documents
-
view
220 -
download
1
description
Transcript of BAB II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAT BELAKANG
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the
itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes
scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau
terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang
disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai
0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap
dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran
setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan
dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai
pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian scabies?
b. Apa klasifikasi scabies?
c. Apa epideomologi scabies?
d. Apa etiologi scabies?
e. Bagaimana patofisiologi scabies?
f. Bagaimana manifestasi klinis scabies.
g. Apa saja komplikasi scabies?
h. Bagaimana penatalaksannaan scabies?
i. Apa saja pemeriksaan penunjang scabies?
j. Asuhan keperawatan pada pasien scabies?
1
C. TUJUAN
1. Tujuan umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini asuhan keperawatan ini adalah untuk
membahas mengenai cara mendiagnosis dini dan mekanisme terjadinya PENYAKIT
SKABIES
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi pengertian scabies.
b. Mengidentifikasi klasifikasi scabies.
c. Mengidentifikasi epideomologi scabies.
d. Mengidentifikasi etiologi scabies.
e. Mengidentifikasi patofisiologi scabies.
f. Mengidentifikasi manifestasi klinis scabies.
g. Mengidentifikasi komplikasi scabies.
h. Mengidentifikasi penatalaksannaan scabies.
i. Mengidentifikasi pemeriksaan penunjang scabies.
j. Mengidentifikasi asuhan keperawatan scabies.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SCABIES
Skabies (kudis) pada manusia adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan
oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis. Tungau ini adalah parasit obligat untuk
manusia. Skabies tidak hanya menular dengan penyakit seksual semata-mata (Habif, 2007).
Skabies atau kudis adalah penyakit penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitasi terhadap sarcoptes scabie varietas hominis.
Faktor penunjang penyakit ini antara lain ekonomi rendah, higiene buruk, sering
berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografis serta
ekologik.
Secara epidemiologik, distribusi skabies adalah pada seluruh negara dan beberapa
daerah seperti Kepulauan Carribean merupakan endemik dengan hampir kesemuanya
mengalami penyakit ini. Pada masa lalu, skabies muncul dalam suatu siklus yang dikenal
sebagai gatal tujuh tahun (Sterry 2006), tapi ini tidak lagi terjadi. Dalam beberapa tahun
terakhir, epidemik lebih pada panti jompo, panti asuhan dan beberapa tempat yang mungkin
mengalami kesesakan.
Faktor predisposisi umum adalah kepadatan penduduk (Walton SF,2004) imigrasi,
kebersihan yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia, dan kontak seksual. Selain
itu, diasosiasi dengan gangguan lain yang umum seperti infeksi dengan leukemia T-sel
manusia atau limfoma virus I (HTLV-1) dan HIV dikaitkan dengan terjadinya skabies
(Chosidow O, 2000) Kontak langsung kulit-ke-kulit antara 15 dan 20 menit dibutuhkan
untuk memindahkan tungau dari satu orang ke orang lain. (Hicks dan Elston, 2009).
3
Sarcoptes scabiei var. hominis atau juga dikenal sebagai tungau , adalah di kelas
Arachnida arthropoda, subkelas Acari dan keluarga Sarcoptidae (Centers for Disease
Control and Prevention,2008).
Skabies identik dengan penyakit anak pondok pesantren, penyebabnya adalah kondisi
kebersihan yang kurang terajaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi dan kondisi ruangan
terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies
menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam
pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan
lingkungan pada komunitas yang terserang skabies, karena apabila dilakukan pengobatan
secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies (Yosefw, 2007).
B. EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa
negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan
cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja (Sungkar, 1995).
Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang sungai
Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa
tersebut mengidap skabies. Behl ada tahun 1985menyatakan bahwa prevalensi skabies pada
anak-anak de desa-desa Indian adalah 100%. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat
pada kelompok umur 10.-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi
terdapat pada anak dibawah umur 9 tahun.
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada
anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies
di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat
dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya
kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000).
4
C. ETIOLOGI
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. Hominis. Secara
morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian
perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya
yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat
untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan
pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan)
yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk
betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi Larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva
ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari Larva akan
menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh
siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12
hari (Handoko, 2001).
Telur menetes menjadi larava dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan
terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa
yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur,
sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi (Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 –
14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit
pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan
dapat terserang (Andrianto & Tie, 1989).
5
D. PATOGENESIS
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga
terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal
yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal
yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2001).
E. PATOFISIOLOGI
Sarcoptes scabie var, hominis adalah suatu tungau dengan panjang kira-kira 0,5 mm,
yang menyebabkan skabies pada manusia. Tungau betina mengali dibawah kulit dang
menghasilkan telur dan skibala. Reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV terjadi setelah
sekitar 1 bulan pada pasien yang tidak tersensitasi atau dalam beberapa jam pada pasien
yang tersensitasi. Hal ini menyebabkan pruritus berat yang khas untuk infeksi skabies.
Scabies merupakan keadaan yang disebabkan oleh ektoparasit sarcoptes scabie juga
dikenal sebagai tungau gatal dan berkaitan dengan tungau yang menyebabkan penyakit
kudis. Sarcoptes scabie betina dewasa berukuran lebih besar daripada sarcoptes scabie dan
jantan dan sesudah pembuahan,tungau betina membuat terowongan pada lapisan atas
epidermis dan menempatkan 30 hingga 40 buah telur yang menetes dalam waktu 3 hingga 5
hari.
Larva akan menggali dan membuat terowongan baru kemudian mencapai dewasa
dalam waktu sekitar 4 hari dan mengualng siklis tersebut. Penyakit scabies biasanya
ditularkan melalui kontak personal langsung dengan individu yang terinfeksi atau melalui
pakaian atau seprei tempat tidur.
6
F. CARA PENULARAN
Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak
langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat
pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat
pula ditularkan melalui hubunganseksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di
Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual
meskipun bukan merupakan akibat utama (Brown, 1999).
Penularan biasanya oleh sarcoptes scabie var. Animalis yang kadang-kadang dapat
menulari manusia terutama yang memiliki binatang peliharaan seperti anjing. penyakit ini
sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak
orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat
kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat
keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang,
kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah
penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering
kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada
(Benneth, 1997).
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang
sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan
pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman
terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti
tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di
lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000).
7
G. GEJALA KLINIS SKABIES
a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, erta kehidupan di pondok pesantren,
sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, tetapi
tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna putih
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm, pada
ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat
predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan
perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini.
e. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang
umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul
gelembung berair pada kulit. (Mawali, 2000).
8
H. KLASIFIKASI SKABIES
Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia adalah
sebagai berikut :
a. Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan tingkat
kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya hilang akibat mandi
secara teratur.
b. Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh, termasuk
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi
terdapat di muka.
c. Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang pekerjaannya
berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala. Gejalanya
ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada
tempat-tempat kontak, dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan
mandi bersih-bersih.
d. Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas, Tempat yang sering dikenai
adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa
minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat
pengobatan anti skabies.
e. Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan
tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid
topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena penurunan respons imun seluler.
f. Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan orang tua
yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya
terbatas
g. Skabies krustosa( Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran eritodermi, yang
disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak
sekali, dimana krusta inimelindungi sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah
menular karena populasi sarcoptes scabieisangat tinggi dan gatal tidak menonjol.
Bentuk ini sering salah didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat
ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering
terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s
9
syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis),
penderita penyakit sistemik yang berat (leukemiadan diabetes), dan penderita
imunosupresif (Emier, 2007).
I. KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya terbatas pada infeksi sekunder dan biasanya hanya bermasalah
pada pasien dengan gangguan imun. Bentuk generalisata skabies (skabies norwegia atau
“berkusta”) disertai oleh infeksi sekunder yang berat pada pasien dengan gangguan imun.
Bentuk skabies ini menyebabkan hiperkeratosis dan ruam eritematosa pada wajah, batang
tubuh dan ekstremitas. Skabies berkrusta sangat menular dan merupakan suatu risiko khusus
untuk pekerja perawatn kesehatan. Pruritus dapat berlangsung selama beberapa bulan
setelah pengobatan infeksi berhasil.
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis
akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima selulitis, limfangitis, folikulitis,
dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat
menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis. Dernatitis iritan dapat timbul
karena penggunaan preparat antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari
pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur, dengan kosentrasi 15% dapat menyebabkan
dermatitis bila digunakan terus menerus beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzilbenzoat
juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari semala beberapa hari, terutama
disekitar genitilia pria. Gamma benzena heksaklorida sudah diketahui menyebabkan
dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan.
J. PENATALAKSANAAN
Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur setiap
hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara
teratur dan bila perlu direndam denganair panas. Demikian pula halnya dengan
anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak,
juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya
10
kontak langsung. Secara umum tingkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan
dan tingkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan :
1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi
pengobatan secara serentak
2. Hygiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan
sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus
disetrika.
3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur,
selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama
beberapa jam.
b. Penatalaksanaan secara khusus.
Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk
topikal antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap
atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2
tahun.
2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi,
dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan= Gammexane ) kadarnya 1% dalam
krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium,
mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali,
kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari
mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkangameksan,
efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila
belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dilanjutkan pada bayi di bawah
umur 12 bulan
11
K. PENGOBATAN SKABIES
Pengobatan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni shower dengan air yang
telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl Trichloroetan). Pengobatan lain adalah
dengan mengolesi salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun
non organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan selama 10
jam. Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfur/belerang karena kandungan pada
sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian sabun sulfur tidak boleh
berlebihan karena membuat kulit menjadi kering. Pengobatan skabies harus dilakukan
secara serentak pada daerah yang terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit
skabies (Sadana, 2007).
Selain itu, obat tradisional juga berkhasiat dalam menangani pengobatan Skabies.
Misalnya, khasiat tanaman obat permot (Passiflora foeltida) melalui aplikasi secara topical
atau dengan menggosok-gosokkan pada kulit yang terserang skabies, mengakibatkan
terjadinya pembesaran pori-pori kulit, sehingga bahan aktif yang terkandung dalam tanaman
permot akan diabsorbsi ke dalam kulit dan beraktivitas terhadap tungau. Diduga khasiat
yang memberikan pengaruh terhadap kematian sarcoptes scabiei adalah asam hidrosianat
dan alkaloid(Ken, 1992 & Wijayakusuma, 1995).
Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk pasangan
seksnya. Ada bermacam-macam pengobatan antiskabies :
a. Benzene heksaklorida (lindane)
Tersedia dalam bentuk cairan atau lotion, tidak berbau tidak berwarna. Obat
ini membunuh kutu dan nimfa. Obat ini digunakan dengan cara menyapukan
keseluruh tubuh dari leher kebawah, dan setelah 12-24 jam dicuci bersih-bersih.
Pengobatan diulang selama 3 hari. Pengobatan diulang maksimal 2 kali dengan
interval 1 minggu. Pengunaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek pada sistem
saraf pusat. Pada bayi dan anak-anak, bila digunakan berlebihan, dapat menimbulkan
neurotoksisitas. Obat ini tidak aman digunakan untuk ibu menyusui dan wanita hamil.
b. Sulfur
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam kosentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan
pada malam hari selama 3 malam.
12
c. Benzilbenzoat (crotamiton)
Tersedia dalam bentuk krim atau lotion 25 %. Sebaiknya obat ini digunakan
selama 24 jam, kemudian digunakan lagi 1 minggu kemudian. Obat ini disapukan ke
badan dari leher ke bawah. Pengunaan berlebihan dapat menyebabkan iritasi. Bila
digunakan untuk bayi dan anak-anak., harus ditambahkan air 2-3 bagian.
d. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25 % yang sebelum digunakan, harus ditambah
2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari. Selama dan segera setelah
pengobatan, penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat menyebabkan keringat
yang berlebihan dan takikardi.
e. Malathion
Malathion 0,5 % dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian
berikutnya beberapa hari.
f. Permethrin
Dalam bentuk krim 5 % sebagai dosis tunggal. Penggunaanya selama 8-2 jam
dan kemudian dicuci bersih-bersih. Obat ini dilaporkan efektif untuk skabies.
PENCEGAHAN SKABIES
Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan berbagai cara:
a. Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus, handuk,
seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga kering.
b. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
c. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi untuk
memutuskan rantai penularan.
d. Mandi dengan air hangat dan sabun untuk menghilangkan sisa-sisa kulit yang
mengelupas dan kemudian kulit dibiarkan kering.
e. Gunakan pakaian dan sprei yang bersih, semua perangkat tidur, handuk dan
pakaian yang habis dipakai harus dicuci dengan air yang sangat panas kalau perlu
direbus dan dikeringkan dengan alat pengering panas.
f. Cegah datangnya lagi skabies dengan menjaga lingkungan agar tetap bersih dan
sehat, ruangan jangan terlalu lembab dan harus terkena sinar matahari serta
menjaga kebersihan diri anggota keluarga dengan baik.
13
Jika pencegahan tidak dilakukan dengan baik dan efektif, maka dapat dilakukan
penatalakasanaan.
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya
mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat
parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit
biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari (Prabu, 1996). Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin
terbebas dari infeksi ulang. Dariansyah, 2006 yang mengutip pendapat Azwar, langkah yang
dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan
antiseptik.
2. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika
panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering ( dry- cleaned ).
3. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
4. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.
Departemen Kesehatan RI, 2002, memberikan beberapa cara pencegahan yang
dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan,
diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang kontak meliputi :
1. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
2. Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan.
3. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai dilakukan
pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi 15 sampai dengan 24
jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi serentak yaitu pakaian
dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum
pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian
dan pengeringan, hal ini membunuh kutu dan telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan
pada infestasi yang berat. Mencuci sprei, sarung bantal dan pakaian pada penderita
(Ruteng, 2007).
14
L. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila gejala klinis spesifik, diagnostik skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita
datang dengan lesi yang bervariasi, sehingga diagnostik sulit untuk ditegakkan. Pada
umumnya diagnostik klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. Beberapa
cara yang digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi minyak mineral atau KOH 10% lalu
dilakukan kerokan dengan menggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap
papula atau kanalikuli. Bahan penelitian diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca
penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan ke dalam
terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian
dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil
dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi perlu keahlian tinggi.
c. Tes tinta pada terowongan ( Burrow ink test )
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta
warna hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah
tinta tersebut dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan terlihat lebih gelap
dibanding kulit disekitarnya, karena akumulasi tinta dalam terowongan. Tes akan dinyatakan
positif bila terbentuk gambaran kanikula yang khas berupa garis menyerupai bentuk zig-zag.
d. Membuat biopsi irisan ( Epidermal shave biopsi )
Diagnosis pati dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala melalui
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian
diiris tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati
melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut kemudian diletakkan di atas kaca objek
dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah
dibersihkan dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan
memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.
15
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan
cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Carilah mula-mula terowongan,kemudian pada ujung yang berbentuk papul
ataau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan pada kaca objek diatas
sebuah,lali ditutuo dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya
2. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
3. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
4. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan
tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
5. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
6. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus
dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun
karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus
dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang
menetap.
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKABIES
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal
terutama pada malam hari.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena
garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena alergi
d) Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami yaitu
kurap, kudis.
3) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi terhadap kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeliobat di tko obat terdeat atauapabila tidak terjadi
perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
b) Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi di tempat tidur
c) Pola istirahat tidur
17
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada
malam hari.
d) Pola nutrisi metabolic
Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
e) Pola elimnesi
Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna kuning bau khas dan
BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih.
f) Pola kognitif perceptual
Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan
penglihatan normal.
g) Pola peran hubungan
h) Pola konep diri
i) Pola seksual reproduksi
j) Pada klien scabies mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.
k) Pola koping
Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa gatal, dan
pasien menjadi malas untuk bekerja.
Kehilangan atau perubahan yang terjadi perubahan yang terjadi klien malas
untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Takut terhadap kekerasan : tidak
Pandangan terhadap masa depan klien optimis untuk sembuh
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biolgi
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampian sekunder
4) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5) resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kuit rusak dan prosedur infasif
6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
18
c. Intervensi Keperawatan
Dx1
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biolgi
Tujuan dan karakteristik Intervensi RasionaI
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam, diharapkan
nyeri klien dapat teratasi dengan
KH :
nyeri terkontrol
gatal mulai hilang
puss hilang
kulit tidak memerah – kaji TTV
Intervesi :
kaji intensitas nyeri, karakteristik dan catat lokasi
berikan perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingungan yang
kurang menyenangkan
kolaborasi dengan dokter pemberi analgesic
koaborasi pemberian antibiotika
DX2
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan
tidur klien tida terganggu dengan KH :
mata klien tidak bengkak lagi
klien tidak sering terbangun dimalam hari
klien tidak pucat – kaji tidur klien
intervensi
berikan kenyamanan pada klien (kebersihan tempat tidur klien)
kolaborasi dengan dokter pemberia analgeti
catat banyaknya klien terbangun dimalam hari
berikan lingkungan yang nyamandan kurangi kebisingan
berikan minum hangat (susu) jika perlu
DX3
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampian sekunder
19
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan
klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri dengan KH :
mengungkapan penerimaan atas penyakit yang di alaminya
mengakui dan memantapkan kembali system dukungan yang ada
Dorong individu untuk mengekspresian perasaan khususnya mengenai pikiran,
pandangan dirinya
Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah penanganan, perkembangan
kesehatan.
DX4
4) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan
klien tidak cemas lagi dengan KH :
Klien tidak resah
Klien tampak tenang dan mampu menerima kenyaataan
klien mampu mengidentifiasi dan mengungkapkan gejala cemas
Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
bekurangnya kecemasan
intervensi
Identifiasi kecemasan
Gunakan pendekatan yang menenangan
Temani pasien untuk memberian keamanan dan mengurangi takut
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Berikan informasi faktual tentang diagnosis, tindakan prognosis
Berikan obat untuk mengurangi kecamasan
DX5
5) resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kuit rusak dan prosedur infasif
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan
klien tidak terjadi resiko infeksi dengan KH :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan dan penatalaksanaannya – Monitor tanda dan gejala infeksi
Monitor kerentanan terhadap infeksi
20
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untk mencuci tangan saatberkunjung dan setelah
meninggalkan pasien
Pertahankan lingkngan aseptic selama pemasangan alat
Berikan perawatan kulit pada area epidema
Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan,panas
Inspeksi kondisi luka
Berikan terapi anibiotik bila perlu
Ajarkan cara menghindari infeksi
DX6
6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan elama …. X24jam diharapkan
lapisan kulit klien terlihat normal, dengan KH :
Integritas kulit yang bak dapat dipetahankan (sensasi, elastisitas, temperatur)
Tidak ada luka atau lesi pada kulit
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit serta perawatan
alami
Perfusi jaringan baik – Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun
21
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes
scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau
terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang
disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai
0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap
dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran
setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan
dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai
pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
B. SARAN
Dalam suatu penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan scabies diperlukan
pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat. Sebagai mahasiswa keperawatan kita
harus lebih meningkatkan pengetahuan tentang scabies dan memberikan informasi atau
health education dengan benar mengenai scabies kepada masyarakat umumnya pasien
yang mrnderita penyakit scabies.
22
DAFTAR PUSTAKA
Parasitologi kedokteran edisi ketiga, Prof. dr. Srisasi Gandahusada, Drs. H. Henry D. Iiahude
DAP & E , Prof. Dr. Wita pribadi
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid :
1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis
Anonim. 2007. Skabies (kulit gatal bikn sebel). http://www.cakmoki86.wordpress.com
Patofisiologi aplikasi pada praktik keperawatan,esther chang john daly doug elliott
Arnold,H.L; Odom, R.B and james W.D
Derbes, V.J.:New York 1979
23