BAB II

34
BAB I PENDAHULUAN A. LATAT BELAKANG Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter. Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang. Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah. 1

description

KEPERAWATAN

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAT BELAKANG

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap

sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the

itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.

Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes

scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau

terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.

Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang

disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai

0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap

dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran

setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan

dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.

Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak

menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai

pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Apa pengertian scabies?

b. Apa klasifikasi scabies?

c. Apa epideomologi scabies?

d. Apa etiologi scabies?

e. Bagaimana patofisiologi scabies?

f. Bagaimana manifestasi klinis scabies.

g. Apa saja komplikasi scabies?

h. Bagaimana penatalaksannaan scabies?

i. Apa saja pemeriksaan penunjang scabies?

j. Asuhan keperawatan pada pasien scabies?

1

Page 2: BAB II

C. TUJUAN

1. Tujuan umum

Tujuan dari pembuatan  makalah ini asuhan keperawatan ini adalah untuk

membahas mengenai cara mendiagnosis dini dan mekanisme terjadinya PENYAKIT

SKABIES

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi pengertian scabies.

b. Mengidentifikasi klasifikasi scabies.

c. Mengidentifikasi epideomologi scabies.

d. Mengidentifikasi etiologi scabies.

e. Mengidentifikasi patofisiologi scabies.

f. Mengidentifikasi manifestasi klinis scabies.

g. Mengidentifikasi komplikasi scabies.

h. Mengidentifikasi penatalaksannaan scabies.

i. Mengidentifikasi pemeriksaan penunjang scabies.

j. Mengidentifikasi asuhan keperawatan scabies.

2

Page 3: BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SCABIES

Skabies (kudis) pada manusia adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan

oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis. Tungau ini adalah parasit obligat untuk

manusia. Skabies tidak hanya menular dengan penyakit seksual semata-mata (Habif, 2007).

Skabies atau kudis adalah penyakit penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitasi terhadap sarcoptes scabie varietas hominis.

Faktor penunjang penyakit ini antara lain ekonomi rendah, higiene buruk, sering

berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografis serta

ekologik.

Secara epidemiologik, distribusi skabies adalah pada seluruh negara dan beberapa

daerah seperti Kepulauan Carribean merupakan endemik dengan hampir kesemuanya

mengalami penyakit ini. Pada masa lalu, skabies muncul dalam suatu siklus yang dikenal

sebagai gatal tujuh tahun (Sterry 2006), tapi ini tidak lagi terjadi. Dalam beberapa tahun

terakhir, epidemik lebih pada panti jompo, panti asuhan dan beberapa tempat yang mungkin

mengalami kesesakan.

Faktor predisposisi umum adalah kepadatan penduduk (Walton SF,2004) imigrasi,

kebersihan yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia, dan kontak seksual. Selain

itu, diasosiasi dengan gangguan lain yang umum seperti infeksi dengan leukemia T-sel

manusia atau limfoma virus I (HTLV-1) dan HIV dikaitkan dengan terjadinya skabies

(Chosidow O, 2000) Kontak langsung kulit-ke-kulit antara 15 dan 20 menit dibutuhkan

untuk memindahkan tungau dari satu orang ke orang lain. (Hicks dan Elston, 2009).

3

Page 4: BAB II

Sarcoptes scabiei var. hominis atau juga dikenal sebagai tungau , adalah di kelas

Arachnida arthropoda, subkelas Acari dan keluarga Sarcoptidae (Centers for Disease

Control and Prevention,2008).

Skabies identik dengan penyakit anak pondok pesantren, penyebabnya adalah kondisi

kebersihan yang kurang terajaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi dan kondisi ruangan

terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies

menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam

pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan

lingkungan pada komunitas yang terserang skabies, karena apabila dilakukan pengobatan

secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies (Yosefw, 2007).

B. EPIDEMIOLOGI

Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa

negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan

cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja (Sungkar, 1995).

Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang sungai

Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa

tersebut mengidap skabies. Behl ada tahun 1985menyatakan bahwa prevalensi skabies pada

anak-anak de desa-desa Indian adalah 100%. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat

pada kelompok umur 10.-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi

terdapat pada anak dibawah umur 9 tahun.

Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat

mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada

anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies

di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat

dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya

kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000).

4

Page 5: BAB II

C. ETIOLOGI

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,

superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. Hominis. Secara

morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian

perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya

yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan

lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron.

Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat

untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan

pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir

dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan)

yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam

terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali

terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil

meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk

betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas,

biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi Larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva

ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari Larva akan

menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh

siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12

hari (Handoko, 2001).

Telur menetes menjadi larava dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan

terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa

yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur,

sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi (Mulyono, 1986).

Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 –

14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit

pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan

dapat terserang (Andrianto & Tie, 1989).

5

Page 6: BAB II

D. PATOGENESIS

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh

penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga

terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal

yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang

memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit

menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan

garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal

yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2001).

E. PATOFISIOLOGI

Sarcoptes scabie var, hominis adalah suatu tungau dengan panjang kira-kira 0,5 mm,

yang menyebabkan skabies pada manusia. Tungau betina mengali dibawah kulit dang

menghasilkan telur dan skibala. Reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV terjadi setelah

sekitar 1 bulan pada pasien yang tidak tersensitasi atau dalam beberapa jam pada pasien

yang tersensitasi. Hal ini menyebabkan pruritus berat yang khas untuk infeksi skabies.

Scabies merupakan keadaan yang disebabkan oleh ektoparasit sarcoptes scabie juga

dikenal sebagai tungau gatal dan berkaitan dengan tungau yang menyebabkan penyakit

kudis. Sarcoptes scabie betina dewasa berukuran lebih besar daripada sarcoptes scabie dan

jantan dan sesudah pembuahan,tungau betina membuat terowongan pada lapisan atas

epidermis dan menempatkan 30 hingga 40 buah telur yang menetes dalam waktu 3 hingga 5

hari.

Larva akan menggali dan membuat terowongan baru kemudian mencapai dewasa

dalam waktu sekitar 4 hari dan mengualng siklis tersebut. Penyakit scabies biasanya

ditularkan melalui kontak personal langsung dengan individu yang terinfeksi atau melalui

pakaian atau seprei tempat tidur.

6

Page 7: BAB II

F. CARA PENULARAN

Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak

langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat

pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat

pula ditularkan melalui hubunganseksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di

Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual

meskipun bukan merupakan akibat utama (Brown, 1999).

Penularan biasanya oleh sarcoptes scabie var. Animalis yang kadang-kadang dapat

menulari manusia terutama yang memiliki binatang peliharaan seperti anjing. penyakit ini

sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak

orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat

kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat

keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang,

kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah

penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering

kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada

(Benneth, 1997).

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang

sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan

pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman

terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti

tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di

lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000).

7

Page 8: BAB II

G. GEJALA KLINIS SKABIES

a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas

tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga

biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah

perkampungan yang padat penduduknya, erta kehidupan di pondok pesantren,

sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.

Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, tetapi

tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).

c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna putih

keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm, pada

ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder

ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat

predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu

sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian

depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan

perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan satu

atau lebih stadium hidup tungau ini.

e. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang

umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul

gelembung berair pada kulit. (Mawali, 2000).

8

Page 9: BAB II

H. KLASIFIKASI SKABIES

Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia adalah

sebagai berikut :

a. Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan tingkat

kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya hilang akibat mandi

secara teratur.

b. Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh, termasuk

seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder

berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi

terdapat di muka.

c. Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang pekerjaannya

berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala. Gejalanya

ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada

tempat-tempat kontak, dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan

mandi bersih-bersih.

d. Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas, Tempat yang sering dikenai

adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa

minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat

pengobatan anti skabies.

e. Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan

tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid

topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin

disebabkan oleh karena penurunan respons imun seluler.

f. Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan orang tua

yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya

terbatas

g. Skabies krustosa( Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran eritodermi, yang

disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak

sekali, dimana krusta inimelindungi sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah

menular karena populasi sarcoptes scabieisangat tinggi dan gatal tidak menonjol.

Bentuk ini sering salah didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat

ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering

terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s

9

Page 10: BAB II

syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis),

penderita penyakit sistemik yang berat (leukemiadan diabetes), dan penderita

imunosupresif (Emier, 2007).

I. KOMPLIKASI

Komplikasi biasanya terbatas pada infeksi sekunder dan biasanya hanya bermasalah

pada pasien dengan gangguan imun. Bentuk generalisata skabies (skabies norwegia atau

“berkusta”) disertai oleh infeksi sekunder yang berat pada pasien dengan gangguan imun.

Bentuk skabies ini menyebabkan hiperkeratosis dan ruam eritematosa pada wajah, batang

tubuh dan ekstremitas. Skabies berkrusta sangat menular dan merupakan suatu risiko khusus

untuk pekerja perawatn kesehatan. Pruritus dapat berlangsung selama beberapa bulan

setelah pengobatan infeksi berhasil.

Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis

akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima selulitis, limfangitis, folikulitis,

dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat

menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis. Dernatitis iritan dapat timbul

karena penggunaan preparat antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari

pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur, dengan kosentrasi 15% dapat menyebabkan

dermatitis bila digunakan terus menerus beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzilbenzoat

juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari semala beberapa hari, terutama

disekitar genitilia pria. Gamma benzena heksaklorida sudah diketahui menyebabkan

dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan.

J. PENATALAKSANAAN

Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :

a. Penatalaksanaan secara umum.

Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur setiap

hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara

teratur dan bila perlu direndam denganair panas. Demikian pula halnya dengan

anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak,

juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya

10

Page 11: BAB II

kontak langsung. Secara umum tingkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan

dan tingkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan :

1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi

pengobatan secara serentak

2. Hygiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan

sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus

disetrika.

3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur,

selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama

beberapa jam.

b. Penatalaksanaan secara khusus.

Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk

topikal antara lain:

1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap

atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-

kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2

tahun.

2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan

setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi,

dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

3. Gama benzena heksa klorida (gameksan= Gammexane ) kadarnya 1% dalam

krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium,

mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali,

kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.

4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,

mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari

mata, mulut, dan uretra.

5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkangameksan,

efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila

belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dilanjutkan pada bayi di bawah

umur 12 bulan

11

Page 12: BAB II

K. PENGOBATAN SKABIES

Pengobatan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni shower dengan air yang

telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl Trichloroetan). Pengobatan lain adalah

dengan mengolesi salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun

non organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan selama 10

jam. Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfur/belerang karena kandungan pada

sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian sabun sulfur tidak boleh

berlebihan karena membuat kulit menjadi kering. Pengobatan skabies harus dilakukan

secara serentak pada daerah yang terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit

skabies (Sadana, 2007).

Selain itu, obat tradisional juga berkhasiat dalam menangani pengobatan Skabies.

Misalnya, khasiat tanaman obat permot (Passiflora foeltida) melalui aplikasi secara topical

atau dengan menggosok-gosokkan pada kulit yang terserang skabies, mengakibatkan

terjadinya pembesaran pori-pori kulit, sehingga bahan aktif yang terkandung dalam tanaman

permot akan diabsorbsi ke dalam kulit dan beraktivitas terhadap tungau. Diduga khasiat

yang memberikan pengaruh terhadap kematian sarcoptes scabiei adalah asam hidrosianat

dan alkaloid(Ken, 1992 & Wijayakusuma, 1995).

Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk pasangan

seksnya. Ada bermacam-macam pengobatan antiskabies :

a. Benzene heksaklorida (lindane)

Tersedia dalam bentuk cairan atau lotion, tidak berbau tidak berwarna. Obat

ini membunuh kutu dan nimfa. Obat ini digunakan dengan cara menyapukan

keseluruh tubuh dari leher kebawah, dan setelah 12-24 jam dicuci bersih-bersih.

Pengobatan diulang selama 3 hari. Pengobatan diulang maksimal 2 kali dengan

interval 1 minggu. Pengunaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek pada sistem

saraf pusat. Pada bayi dan anak-anak, bila digunakan berlebihan, dapat menimbulkan

neurotoksisitas. Obat ini tidak aman digunakan untuk ibu menyusui dan wanita hamil.

b. Sulfur

Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif

digunakan. Dalam kosentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan

pada malam hari selama 3 malam.

12

Page 13: BAB II

c. Benzilbenzoat (crotamiton)

Tersedia dalam bentuk krim atau lotion 25 %. Sebaiknya obat ini digunakan

selama 24 jam, kemudian digunakan lagi 1 minggu kemudian. Obat ini disapukan ke

badan dari leher ke bawah. Pengunaan berlebihan dapat menyebabkan iritasi. Bila

digunakan untuk bayi dan anak-anak., harus ditambahkan air 2-3 bagian.

d. Monosulfiran

Tersedia dalam bentuk lotion 25 % yang sebelum digunakan, harus ditambah

2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari. Selama dan segera setelah

pengobatan, penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat menyebabkan keringat

yang berlebihan dan takikardi.

e. Malathion

Malathion 0,5 % dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian

berikutnya beberapa hari.

f. Permethrin

Dalam bentuk krim 5 % sebagai dosis tunggal. Penggunaanya selama 8-2 jam

dan kemudian dicuci bersih-bersih. Obat ini dilaporkan efektif untuk skabies.

PENCEGAHAN SKABIES

Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan berbagai cara:

a. Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus, handuk,

seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga kering.

b. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.

c. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi untuk

memutuskan rantai penularan.

d. Mandi dengan air hangat dan sabun untuk menghilangkan sisa-sisa kulit yang

mengelupas dan kemudian kulit dibiarkan kering.

e. Gunakan pakaian dan sprei yang bersih, semua perangkat tidur, handuk dan

pakaian yang habis dipakai harus dicuci dengan air yang sangat panas kalau perlu

direbus dan dikeringkan dengan alat pengering panas.

f. Cegah datangnya lagi skabies dengan menjaga lingkungan agar tetap bersih dan

sehat, ruangan jangan terlalu lembab dan harus terkena sinar matahari serta

menjaga kebersihan diri anggota keluarga dengan baik.

13

Page 14: BAB II

Jika pencegahan tidak dilakukan dengan baik dan efektif, maka dapat dilakukan

penatalakasanaan.

Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya

mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat

parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit

biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan

sehari-hari (Prabu, 1996). Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin

terbebas dari infeksi ulang. Dariansyah, 2006 yang mengutip pendapat Azwar, langkah yang

dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan

antiseptik.

2. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika

panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering ( dry- cleaned ).

3. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.

4. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.

Departemen Kesehatan RI, 2002, memberikan beberapa cara pencegahan yang

dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan,

diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang kontak meliputi :

1. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya

2. Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan.

3. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai dilakukan

pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi 15 sampai dengan 24

jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi serentak yaitu pakaian

dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum

pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian

dan pengeringan, hal ini membunuh kutu dan telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan

pada infestasi yang berat. Mencuci sprei, sarung bantal dan pakaian pada penderita

(Ruteng, 2007).

14

Page 15: BAB II

L. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Bila gejala klinis spesifik, diagnostik skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita

datang dengan lesi yang bervariasi, sehingga diagnostik sulit untuk ditegakkan. Pada

umumnya diagnostik klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. Beberapa

cara yang digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :

a. Kerokan kulit

Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi minyak mineral atau KOH 10% lalu

dilakukan kerokan dengan menggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap

papula atau kanalikuli. Bahan penelitian diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca

penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.

b. Mengambil tungau dengan jarum

Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan ke dalam

terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian

dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil

dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi perlu keahlian tinggi.

c. Tes tinta pada terowongan ( Burrow ink test )

Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta

warna hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah

tinta tersebut dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan terlihat lebih gelap

dibanding kulit disekitarnya, karena akumulasi tinta dalam terowongan. Tes akan dinyatakan

positif bila terbentuk gambaran kanikula yang khas berupa garis menyerupai bentuk zig-zag.

d. Membuat biopsi irisan ( Epidermal shave biopsi )

Diagnosis pati dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala melalui

mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian

diiris tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati

melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut kemudian diletakkan di atas kaca objek

dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.

e. Uji tetrasiklin

Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah

dibersihkan dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan

memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.

15

Page 16: BAB II

Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan

cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:

1. Carilah mula-mula terowongan,kemudian pada ujung yang berbentuk papul

ataau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan pada kaca objek diatas

sebuah,lali ditutuo dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya

2. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian

dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.

3. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak

dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.

4. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak

mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan

tungau dalam keadaan hidup dan utuh.

5. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.

6. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus

dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun

karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus

dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang

menetap.

16

Page 17: BAB II

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKABIES

a. Pengkajian

1) Identitas pasien

2) Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama

Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal

terutama pada malam hari.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena

garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat.

c) Riwayat kesehatan dahulu

Pasien pernah masuk Rs karena alergi

d) Riwayat kesehatan keluarga

Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami yaitu

kurap, kudis.

3) Pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi terhadap kesehatan

Apabila sakit, klien biasa membeliobat di tko obat terdeat atauapabila tidak terjadi

perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.

b) Pola aktivitas latihan

Aktivitas latihan selama sakit :

Aktivitas 0 1 2 3 4

Makan

Mandi

Berpakaian

Eliminasi

Mobilisasi di tempat tidur

c) Pola istirahat tidur

17

Page 18: BAB II

Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada

malam hari.

d) Pola nutrisi metabolic

Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.

e) Pola elimnesi

Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna kuning bau khas dan

BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih.

f) Pola kognitif perceptual

Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan

penglihatan normal.

g) Pola peran hubungan

h) Pola konep diri

i) Pola seksual reproduksi

j) Pada klien scabies mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.

k) Pola koping

Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa gatal, dan

pasien menjadi malas untuk bekerja.

Kehilangan atau perubahan yang terjadi perubahan yang terjadi klien malas

untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Takut terhadap kekerasan : tidak

Pandangan terhadap masa depan klien optimis untuk sembuh

b. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biolgi

2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampian sekunder

4) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

5) resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kuit rusak dan prosedur infasif

6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema

18

Page 19: BAB II

c. Intervensi Keperawatan

Dx1

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biolgi

Tujuan dan karakteristik Intervensi RasionaI

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam, diharapkan

nyeri klien dapat teratasi dengan

KH :

nyeri terkontrol

gatal mulai hilang

puss hilang

kulit tidak memerah – kaji TTV

Intervesi :

kaji intensitas nyeri, karakteristik dan catat lokasi

berikan perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingungan yang

kurang menyenangkan

kolaborasi dengan dokter pemberi analgesic

koaborasi pemberian antibiotika

DX2

2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan

tidur klien tida terganggu dengan KH :

mata klien tidak bengkak lagi

klien tidak sering terbangun dimalam hari

klien tidak pucat – kaji tidur klien

intervensi

berikan kenyamanan pada klien (kebersihan tempat tidur klien)

kolaborasi dengan dokter pemberia analgeti

catat banyaknya klien terbangun dimalam hari

berikan lingkungan yang nyamandan kurangi kebisingan

berikan minum hangat (susu) jika perlu

DX3

3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampian sekunder

19

Page 20: BAB II

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan

klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri dengan KH :

mengungkapan penerimaan atas penyakit yang di alaminya

mengakui dan memantapkan kembali system dukungan yang ada

Dorong individu untuk mengekspresian perasaan khususnya mengenai pikiran,

pandangan dirinya

Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah penanganan, perkembangan

kesehatan.

DX4

4) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan

klien tidak cemas lagi dengan KH :

Klien tidak resah

Klien tampak tenang dan mampu menerima kenyaataan

klien mampu mengidentifiasi dan mengungkapkan gejala cemas

Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan

bekurangnya kecemasan

intervensi

Identifiasi kecemasan

Gunakan pendekatan yang menenangan

Temani pasien untuk memberian keamanan dan mengurangi takut

Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

Berikan informasi faktual tentang diagnosis, tindakan prognosis

Berikan obat untuk mengurangi kecamasan

DX5

5) resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kuit rusak dan prosedur infasif

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan

klien tidak terjadi resiko infeksi dengan KH :

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

Menunjukkan perilaku hidup sehat

Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi

penularan dan penatalaksanaannya – Monitor tanda dan gejala infeksi

Monitor kerentanan terhadap infeksi

20

Page 21: BAB II

Batasi pengunjung bila perlu

Instruksikan pada pengunjung untk mencuci tangan saatberkunjung dan setelah

meninggalkan pasien

Pertahankan lingkngan aseptic selama pemasangan alat

Berikan perawatan kulit pada area epidema

Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan,panas

Inspeksi kondisi luka

Berikan terapi anibiotik bila perlu

Ajarkan cara menghindari infeksi

DX6

6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan elama …. X24jam diharapkan

lapisan kulit klien terlihat normal, dengan KH :

Integritas kulit yang bak dapat dipetahankan (sensasi, elastisitas, temperatur)

Tidak ada luka atau lesi pada kulit

Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit serta perawatan

alami

Perfusi jaringan baik – Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar

Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

Monitor kulit akan adanya kemerahan

Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun

21

Page 22: BAB II

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes

scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau

terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.

Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang

disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai

0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap

dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran

setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan

dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.

Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak

menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai

pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.

B. SARAN

Dalam suatu penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan scabies diperlukan

pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat. Sebagai mahasiswa keperawatan kita

harus lebih meningkatkan pengetahuan tentang scabies dan memberikan informasi atau

health education dengan benar mengenai scabies kepada masyarakat umumnya pasien

yang mrnderita penyakit scabies.

22

Page 23: BAB II

DAFTAR PUSTAKA

Parasitologi kedokteran edisi ketiga, Prof. dr. Srisasi Gandahusada, Drs. H. Henry D. Iiahude

DAP & E , Prof. Dr. Wita pribadi

Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid :

1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.

Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis

Anonim. 2007. Skabies (kulit gatal bikn sebel). http://www.cakmoki86.wordpress.com

Patofisiologi aplikasi pada praktik keperawatan,esther chang john daly doug elliott

Arnold,H.L; Odom, R.B and james W.D

Derbes, V.J.:New York 1979

23